PENGARUH PEMBERIAN KAPUR DAN ISOLAT RHIZOBIUM ...

62 downloads 43 Views 2MB Size Report
percobaan pot di rumah kaca untuk menguji pengaruh pemberian kapur ... pemberian kapur (0-10 ton/ha) dan isolat Rhizobium terhadap pertumbuhan ...
PENGARUH PEMBERIAN KAPUR DAN ISOLAT RHIZOBIUM TERHADAP PENAMPILAN GALUR MUTAN KEDELAI PADA TANAH MASAM

Soertini Gandanegara

*, Hendratno*,

Yu iiiasti *, dan Nana Sumarna *

ABSTRAK PENGARUH PEMBER IAN KAPUR DAN ISOLAT RHIZOBIUM TERHADAP PENAMPILAN GALUR MUTAN KEDELAI PADA TANAH MASAM. Telah dilaksanakan dua percobaan pot di rumah kaca untuk menguji pengaruh pemberian kapur terhadap penampilan galur mutan kedelai pad a tanah masam. Percobaan pertama ditujukan untuk melihat pengaruh lima taraf pemberian kapur (0-10 ton/ha) dan isolat Rhizobium terhadap pertumbuhan tanaman dan serapan hara N pada galur mutan No. 23 dan varietas Guntur pada tanah masam asal Jasinga yang mengandung AI tinggi, yaitu 9,37 meq/IOO g pada stadium R6. Percobaan kedua ditujukan untuk melihat pengaru'tl empat taraf pemberian kapur yang lebili rendah (0,5-4 ton/ha) terhadap pembentukan bintil akar dan pertumbuhan tanaman-galur mutan kedelai No. 23-D pada tanah masam asal Sembawa, Sumatra Selatan yang mengandung AI lebih rendah, yaitu 3,69 meq/IOO g. Hasil kedua percobaan menunjukkan bahwa strain/isolat tidak ~rpengaruh pada pertumbuhan tanaman ataupun serapan hara N pada percobaan pertama. Pemberian kapur sampai dengan setara 10 ton/ha pada percobaan pertama dapat memperbailci kondisi tanah yang tercermin dari kenaikan bobot tanaman yang sejalan dengan kenaikan taraf pemberian kapur. Dengan melihat nilai %N, serapan N-total, dan %Nbdf tanaman, diduga pemberian kapur sampai dengan setara 4 ton/ha sudah mencukupi kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman. Pada percobaan kedua, ketiga isolat Rhizobium yang digunakan sudah mampu menginduksi pembentukan bintil akar pada pemberian kapur yang rendah (I ton/ha) pada stadium pembungaan. Inokulasi dengan bahan pembawa gambut netral menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil pada percobaan pertama. Pertumbuhan tanaman dan pembentukan bintil akar yang optimal dicapai pada pemberian kapur setara dengan 2 ton/ha.

ABSTRACT THE EFFECT OF LIMING and RHIZOBIUM ISOLATES ON PLANT PERFORMANCE OF SOYBEAN MUTANT LINES ON ACID SOIL. Two pot experiments were carried out to study the effect of liming on plant performance of soybean mutant lines on acid soil. The first experiment was carried out to study the effect of five liming rates (0-10 ton/ha) and Rhizobium isolates on plant performance and N uptake of soybean mutant lines No. 23 and Guntur variety on acid soil originated from Jasinga which contained high AI 9,37 meq/IOO at R6 stage. Inoculum was given as liquid suspension. The second experiment was caMed out to study the effect of four lower liming rates (0-4 ton/ha) on nodulation and plant growth of mutant line No. 23-D on acid soil originated from Sembawa, South Sumatra with Al 3,69 meq/IOO g. Three isolates were applied as seed inoculant with peat as carrier. Results from bt{h experiments showed that isolates did not affect plant growth or N uptake in the first experiment. Liming rates up to eq. 10 ton/ha could improve soil condition which was shown by increasing of plant weight in accordance with the increase of liming rates, eventhough liming rate up to 4 ton/ha was enough for plant growth from N uptake view point. Three isolates used had capability of inducing nodulation at low liming rate at flowering stage. Optimum growth and nodulation were achieved at liming rate of 2ton/ha.

PENDAHULUAN

jenis

Kepekaan tanaman legum terhadap kondisi masam dan Al tergantung dari tanaman. Pada tanaman kedelai, MUNNS dkk. (1) mengemukakan bahwa

• Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, SATAN

21

toleransi

tanaman inang merupakan

masalah utama untuk memperoleh

simbiosis

efektif yang toleran di lapang. Tanaman yang peka terhadap kondisi tanah masam/ Al akan memperlihatkan gejala keracunan AI, yang terlihat sebagai penebalan ujung akar dan pengerdilan tanaman (2), penghambatan' pembentukan bintil akar dan pertumbuhan tanaman (3). Kondisi yang berlarut akan menyebabkan produksi menurun. Pada percobaan dengan larutan hara, MUNNS dan MOHENBERG (3) mendapatkan bahwa hara kalsium dapat mengurangi pengaruh yang merugikan dari pH rendah dan AI terhadap nodulasi dan pertumbuhan legum. Untuk percobaan lapang, suatu senyawa kalsium yaitu kapur telah lama dipakai untuk memperbaiki kemasaman tanah. Pemberian kapur bukan saja ditujukan untuk menaikkan pH tanah, tetapi juga untuk pertumbuhan tan am an yang berhubungan erat dengan bertambahnya ketersediaan hara Ca, P, dan Mo (4). Percobaan terdahulu dengan sistem larutan hara (5) dan tanah mas am (6) memperlihatkan adanya asosiasi simbiotik yang baik antara galur mutan No. 23 dengan isolat Rhizobium No. 06. Berdasarkan hasil tersebut, dilakukan dua percobaan pot untuk melihat pengaruhpemberian kapur terhadap pertumbuhan tanaman dan serapan N pada tanah masam Jasinga yang mengandung Aldd yang cukup tinggi, dan melihat pengaruh pemberian kapur pada taraf yang lebih rendah pada pembentukan bintil akar dan pertumbuhan tanaman galur No. 23-0 pada tanah masam asal Sembawa yang mengandung Aldd yang lebih rendah.

BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan percobaan pot di rumah plastik dengan menggunakan tanah masam podzolic merah kuning (PMK) yang berasal dari Jasinga pada percobaan pertama dan tanah masam PMK asal Sembawa, Sumatra Selatan pada percobaan kedua. Tanah Jasinga mengandung 9,37 meq AI/100 g sedangkan tanah masam Sembawa mengandung 3,25 meq Al/100 g. Pada percobaan pertama sejumlah 2 kg tanah kering udara diisikan ke dalam polybag berwarna hitam. Ada lima perlakuan pemberian kapur, yaitu dicampur merata dan setara dengan 0, 2, 4, 8, dan 10 ton/ha. Setelah masa inkubasi empat minggu, tanah yang dikapur masing-masing mengandung 7,77, 4,29, 2,10, dan 0,86 meq AI/100 g dan 0,152,0,157,0,121, dan 0,158 % N serta pH 4,52, 4,72, 5,12, dan 5,71. Sehari sebelum penanaman biji, tanah diberi pemupukan dasar setara dengan 60 kg P20S dan 50 kg K20. Bahan tanaman yang digunakan adalah galur mutan No. 23 yang toleran terhadap pH rendah/AI (5, 6) dan induk mutan tersebut, yaitu varietas Guntur. Kedelai varietas Chippewa yang tak berbintil digunakan sebagai tanaman standar dalam penentuan %Nbdp. Inokulasi isolat Rhizobium dilakukan pada waktu tan am

22

masing-masing dengan suspensi larutan strain Rhizobium TAL 102 dan isolat No. 06 pada taraf 3 X 108 sel/pot. Untuk penentuan %N dilakukan dengan metode Kjeldahl sedangkan N yang berasal dari pupuk digunakan metode pengenceran isolat 15N (7). Pada waktu tanaman berumur seminggu tanaman varietas Guntur dan galur mutan No. 23 diberi pemupukan setara dengan 20 kg N/ha dalam bentuk 15N-amonium sulfatdengan ekses atom 15N 4,16%. Tanaman standar, varietas Chippewa diberi pemupukan setara dengan 100 kg N/ha dalam bentuk 15Namonium suifat dengan ekses atom 15N 1,0%. Tanaman dipanen pada stadium R6. Percobaan pertama merupakan percobaan faktorial yang dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari dua faktor, yaitu perlakuan varietas/galur mutan yang diinokulasi oleh isolat Rhizobium dan empat tingkat pengapuran. Percobaan kedua juga merupakan percobaan faktorial yang dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor, yaitu faktor isolat Rhizobium dan faktor tingkat pengapuran. Pada percobaan kedua dilakukan percobaan pot dengan pemberiankapur dengan kisaran taraf yang lebih rendah (0,4 ton/ha) pada tanah masam Sembawa yang memiliki A1ddyang lebih rendah yaitu 3,25 meq AI/toO g. Inokulasi dilaksanakan dengan cara mencampur benih dengan inokulum dengan bahan pembawa gambut steril dengan pH 6,0 pada taraf 109 selig inokulum. Pemberian pupuk dasar dilakukan sehari sebelum tanam dengan taraf pupuk P dan K yang sarna dengan percobaan pertama, sedangkan taraf pupuk N diberikan lebih tinggi yaitu setara dengan 30 kg N/ha. Pembentukkan bintil akar dan pertumbuhan tanaman diamati pada dua stadia, yaitu pada waktu tanaman berbunga (R2) dan pada stadium awal pengisian polong (R5).

HASIL DAN PEMBAHASAN Berbeda dengan hasil percobaan terdahulu (6) baik tanaman varietas Guntur, galur mutan No. 23 maupun varietas Chippewa tidak ada yang toleran terhadap kondisi tanah masam yang tidak dikapur. Diantara sepuluh hari sampai dengan dua minggu setelah tanam, tanaman memperlihatkan salah satu gejala keracunan AI, yaitu bagian batang di atas keping biji patah. Beberapa tanaman yang masih hidup sampai stadium R6 tumbuh kerdil dengan satu dan dua polong. Pada tanah yang mengandung Al yang lebih rendah, seperti yang terjadi pada percobaan lapang di Sitiung gejala keracunan seperti ini terlihat pada stadium lebih lanjut, yaitu pada waktu tanaman berbunga (8). Pertumbuhan tanaman yang bertambah baik karena pemberian kapur tampak pada stadium lanjut (R6) terlihat pada Tabel I, yaitu tercermin dari kenaikan bobot biji, stover maupun keseluruhan tan am an yang bertambah seiring dengan kenaikan

23

taraf rmberian kafur. Pemberian karur setara ~en~~" 1 Nq(n~~\}~M i~~Y~Ym"~ pertumbuhan tanaman yang optimal. Secara keseluruhan tanaman yang diinokulasi dengan strain TAL 102 menunjukkan penampilan lebih baik. penampilan tan am an yang terbaik. Pemberian kapur setara dengan 4 ton/ha sudah mampu menaikkan % N dan serapan N-total biji dan stover, baik pada galur mutan No. 23 maupun varietas Guntur (Tabel 2). Pemberian kapur melebihi taraf tersebut akan menurunkan nilai kedua parameter tersebut. Tabel 2 menyajikan persentase N dan serapan N-total dalam biji dan stover. Persentase N yang lebih rendah pada stover galur mutan No. 23 dan varietas Guntur berkaitan erat dengan warna kuning daun kedua jenis kedelai tersebut pada stadium R6. Kekurangan N dalam stover diduga karena proses fiksasi N yang tidak efektif. Pada tanah masam, AI dan pH rendah menyebabkan pembentukan bintil akar terhambat. Bintil akar baru terbentuk pada stadium pembungaan (6, 8) dan sudah terlihat efektif pada stadium awal pengisian po long (9). Mengenai hal ini, MUNNS dkk. (10) menerangkan bahwa kegagalan pembentukan bintil akar dan kekurangan N pada tanaman dapat disebabkan antara lain karena Rhizobia yang kurang toleran, taraf inokulum yang rendah, tan am an inang yang lebih toleran terhadap AI atau tipe cekaman yang berbeda. Diduga pada percobaan pertama teknik inokulasi yang digunakan tidak cocok dan materi tanah yang berbeda dengan materi pada percobaan sebelumnya. Inokulasi secara suspensi tidak menguntungkan untuk tanah masam karena bakteri langsung berhadapan dengan keadaan tanah yang tidak serasi bagi pertumbuhan bakteri. Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan ini diambil selang beberapa waktu setelah percobaan terdahulu (6) dan diduga telah mengalami perubahan menimbulkan cekaman yang berbeda. Hal ini dikaitkan dengan peracunan AI yang tampak sepuluh hari setelah tanam dan khlorosis pada stadium R6 yang tidak terjadi pada percobaan terdahulu (6). Persentase N yang berasal dari pupuk (% Nbdp) dapat dilihat pada Tabel 2. Penambahan pemberian kapur lebih besar dari 2 ton/ha pada mutan No. 21 dan 4 ton/ha pada varitas Guntur dan Chippewa menurunkan nilai % Nbdp. Pemberian kapur setara dengan 4 ton/ha diduga sudah cukup untuk pertumbuhan tanaman. Secara keseluruhan tanaman yang diinokulasi dengan strain TAL 102 memiliki N total tanaman yang lebih tinggi dari tanaman yang diinokulasi dengan isolat No. 06. Pada percobaan dengan tanah Sembawa terlihat bahwa pemberian kapur memberikan perbedaan yang nyata (P < 0,05) pada pembentukan dan pertumbuhan bintil akar serta bobot tanaman (Tabel 3). Tidak terlihat perbedaan pada bobot tanaman dan bintil akar yang disebabkan oleh ketiga isolat/ strain yang digunakan. Tampak isolat No. 09 dan 22 lebih toleran terhadap kemasaman tanah dari pada strain pembanding TAL 102. Tanaman yang diinokulasi dengan kedua isolat tersebut telah menunjukkan pembentukan bintil akar pada pertumbuhan lanjut (R5). Kemampuan isolat tersebut menginfeksi akar tanaman diduga karena laju pertumbuhan isolat

24

yang lebih tinggi (5), walaupun bintil akar yang terbentuk dengan nilai distribusi hanya 0,3 tidak mempunyai arti dalam nitrogen yang difiksasi. Pada pemberian kapur yang lebih tinggi (1,0 ton/ha), ketiga isolat/strain sudah mampu menginduksi pembentukan bintil akar pada stadium pertumbuhan yang lebih dini (R2), dengan nilai distribusi antara 1,2 - 1,8 yang dikategorikan sebagai pembentukan bintil akar yang miskin dan tidak terjadi fiksasi N atau N yang difiksasi sedikit. Nilai distribusi bintil akar optimal dicapai pada pemberian kapur 2,0 ton/ha, yaitu 3,0 - 3,3 yang menunjukkan pembentukan bintil akar yang cukup baik dan berpotensi untuk memfiksasi N yang tinggi (9). Inokulasi dengan bahan pembawa gambut netral pada percobaan ini menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari pada inokulasi dengan suspensi pada percobaan pertama. Menurut BONER (1960) yang dikutip dari SPARROW dan HAM (10), gambut berfungsi sebagai substrat bagi pertumbuhan dan kondisi netral melindungi bakteri dari kondisi tanah yang tidak sesuai pada waktu antara inokulasi dengan pembentukan bintil akar.

KESIMPULAN Oari hasil percobaan diatas dapat ditarik kesimpulan: 1. Percobaan tanah masam asal J asinga yang mengandung AI dengan pemberian kapur 4 ton/ha sudah cukup untuk pertumbuhan optimal tanaman kedelai. Strain TAL 102 menunjukkan kemampuan yang lebih baik daripada isolat 06. Tanaman yang diinokulasi dengan strain tersebut menunjukkan penampilan tanaman dan serapan N-total yang lebih tinggi daripada tanaman yang diinokulasi dengan isolat No. 06. 2. Percobaan dengan tanah masam Sembawa yang mengandung AI yang lebih rendah pada pemberian kapur relatif rendah, yaitu 1,0 ton/ha sudah mampu menginduksi pembentukan bintil akar. Nodulasi optimal dicapai pada pemberian kapur 2,0 ton/ha. Isolat No. 09 dan No. 22 tampak lebih toleran terhadap kemasaman tanah daripada strain TAL 102. Tanaman mampu membentuk bintil akar pada pemberian kapur 0.05 ton/ha. 3. Inokulasi dengan bahan pembawa gambut pada tanah masam lebih menguntungkan karena melindungi bakteri dari kondisi tanah yang tidak sesuai.

UCAPAN TERIMA

KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Sdr. Sudono Siamet, Nana Sumarna, Yuliasti, Sarjiyo dan Amrin Djanawas yang telah ban yak membantu penelitian ini terlaksana.

25

DAFfAR PUSTAKA 1. MUNNS, D.N., "Acid soil tolerance in legumes and rhizobia.", Adv. PI. Nutrition, Vol. 2, (rINKER, Band A. LAUCHLII, eds.), Praeger, NY (1986). 2. SAPRA, MEBRAHTU, MUGRIWA, L.M.,andSoybean and cultivar V.T., aluminum tolerance and in nutrient solution Bladen germplasm clay loam soil, Agron. 1. 74 (1982) 687. 3. HOHENBERG, J.S., and MUNNS, D.N., Effect of soil acid factors on nodulation and growth of Vigna unguiculata in solution culture. Agron. 1. 76 (1984) 477. 4. YUlDNO, pada kedelai", Kedelai, Puslitbangtan, Penelitian "Inokulasi Pertanian, Rhizobium Bogor (1985).

Badan

5. GANDANEGARA, S., HARSOJO dan HENDRATNO, K., Toleransi beberapa strain/isolat Rhizobium dengan beberapa galur mutan kedelai (PAIR/P.23 11 1989), PAIR-BATAN, Jakarta (1989). 6. GANOANEGARA,

S., dan HENORATNO, K., Nodulasi dan pertumbuhan dua

galur mutan Jakarta (1989).kedelai di tanah masam (PAIR/P.228/1989),

PAIR-BATAN,

7. HADARSON, G., "Biological nitrogen fixation of grain legumes", The Use of N Methodology to Assess N Fixation and Guidelines for Improvement of N Fixation in Grain Legumes, FAO/IAEA Agriculture Biotechnology Laborato" ry, Seibersdorf (1985). 8. RASJID, H., Komunikasi pribadi. 9. GANOANEGARA, S., HENORATNO, dan SUBAGYO, T., "Interaksi simbiotik galur mutan kedelai No. 23-0 dengan sejumlah isolat Rhizobium di lahan masam",(1991) Aplikasi Jakarta 285.Isotop dan Radiasi (Ris. Simp. V, Jakarta, 1990), BATAN, 10. SPARROW Jr, S.D., and HAM, G.E., Nodulation, N., fixation, and seed yield of navy beans and influenced by inoculant rate and Inoculant carrier, Agron. 1. 75 (1983) 20.

26

Tabe1

('1-)

-

-

0,80 1,05 99 220,61 30,17 tanaman, 2,04 1,83 1,97 0,95 1,13 1,01 1,61 1,88 3,01 2,56 2,98 1,86 1,29 3,33 1,87 3,06 1,28 1,06 1,31 1,23 2,28 2,70 2,79 4,37 4,88 14,32 20,18 1,57 2,37 2,77 (K) 0,96 0,39 1,72 stover, kapur, 3,45 0,73 2,10 0,88 2,14 1,92 2,90 0,92 2,76 1,18 1,58 5,03 2,40 3,65 1,63 1,76 1,00 1,07 1,03 2,93 1,07 3,47 0,44 0,67 1,20 1,70 0,98 0,74 Bobot kering 3,06 (P) 9 biji, pengaruh per1akuan terhadap

berat

stover, kering biji,

pemberian

27

- N-total, dan N yang berasal 0,32 %N,Nbdp, stover stover stover biji bi ji% 2N, 6,34 8,28 10,74 35,00 9,97 66,02 15,18 bi ji 13,34 13,03 dari pupuk biji 6,01 11,22 1,07 6,40 7,08 6,19 7,13 6,36 6,68 5,80 0,62 2,43 2,04 0,84 0,73 1,38 1,44 10,33 36,25 50,50 27,25 8,82 12,09 51,02 74,03 36,75 15,02 15,66 51,31 38,75 80,94 60,02 58,91 10,68 11,81 32,50 82,04 41,25 54,21 8,98 9,67 6,67 6,94 6,28 6,62 6,59 6,42 6,17 6,53 5,76 0,75 0,86 1,97 1,61 1,00 1,02 1,35 1,09 1,40 63,61 12,28 12,29 20,86 31,25 15,95 8,76 17,08 10,08 10,09 13,33 23,99 9,24 8,55 21,40 15,81 9,08 51,47 76,14 61,53 66,55 66,11 9,98 41,46 64,47 36,67 80,08 10,33 9,94 73,76 12,82 9,08 9,62 9,35 9,97 22,04 35,33 31,89 mg Serapan N/pot 7,86 0,28 6,52 14,92 1,68 3,37 0,32 17,64 60,35 8,87 kapur, N-total 14,22 60,74 1,19 24,98 02,24 66,66 10,15 35,74 11,43 2,32 Persentase Tabel 6,23 2. Persentase serapan dan stover pada stadium R6 Pemberian

28

No. TAL 102

t.n R5 356 t.n t.n t.n 981 1241 481 Bobot R5 R5R2 R2 1226 198 18 Tabel % 3. 425 264 1231 40 36 465 187 25 24 °a 22 256 114 t.n 127 bintil Distribusi Bobotakar 1113 1122 479 09 4,70 2,29 2,3 3,7 1,78 5,54 5,10 23,15 22,93 isolat dan No. isolat Rhizobium 0,3 1,09 5,76 5,67 6,11 5,67 2,24 2,27 1,2 3,3 0,58 0,25 0,410,0 2,52 6,73 3,5 3,1 tanaman, 2,57 2,5 1,5 23,41 12,82 39,36 9Kapur 1,4 2,0 3,6 4,0 1,61 1,55 2,03 5,34 5,16 2,41 2,7 3,0 2,00 1,8 3,0 2,9 pengaruh pemberian kapur pembentukan tonjha dan bobot bintil akar serta bobot tanaman

terhadap

Perlakuan

29