pengaruh pendekatan floor time terhadap kemampuan berbahasa ...

79 downloads 782 Views 153KB Size Report
keterbatasan kemampuan pada anak autistik, beberapa ahli ... Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain repeated mesures (bagan 1).
1

PENGARUH PENDEKATAN FLOOR TIME TERHADAP KEMAMPUAN BERBAHASA PADA ANAK AUTISTIK Vidya Pangestika Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected]

ABSTRAK: Autistik merupakan suatu gangguan perkembangan dengan ciri-ciri yang tampak mencakup bahasa, komunikasi, dan perilaku ritualistik/stereotip. Dalam mengatasi keterbatasan kemampuan pada anak autistik, beberapa ahli mengembangkan pendekatan pembelajaran, salah satunya adalah pendekatan floor time. Pendekatan dengan metode interaktif atau bermain dengan anak yang berlandaskan pada ikatan relasi dan difokuskan pada minat anak. Penelitian ini menggunakan desain repeated measures pada 3 subjek dengan usia 3-5 tahun. Hasil penelitian ini dengan uji Wilcoxon 2-related samples adalah pendekatan floor time memberikan pengaruh terhadap kemampuan berbahasa anak autistik. Peningkatan rata-rata kemampuan berbahasa yaitu engagement 8,20, imitasi 2,07, bahasa reseptif 6,53, bahasa ekspresif 4,00. Peningkatan kemampuan berbahasa juga dipengaruhi oleh kontinuitas dan kehadiran orang tua terutama ibu. Kedua hal ini cukup membantu dalam meningkatkan kemampuan berbahasa pada anak autistik. Kata kunci: pendekatan floor time, kemampuan berbahasa, anak autistik ABSTRACT: Autistic is developmental disorder with characteristics include language, communication, and ritualistic/stereotype. To involve skill limitation in autistic children some experts develop learning approach, one of it is floor time approach. This approach use interactif metode or playing with children that based on relationship and focused on children’s interests. This study use repeated measures design with 3 subject on 3-5 years old. The result of this study with Wilcoxon 2-related samples test is floor time approach give effects to language skills in autistic children. The increasing of language skill are engagement 8,20, imitation 2,07, reseptive language 6,53, and expressive language 4,00. The increasing of language skill is also influenced by continuity and presence of parents especially mother. Both of these are quite helpful to improving language skill in autistic children. Keywords: floor time approach, language skill, autistic children

2

Anak-anak dengan autistik mengalami gangguan atau hambatan dalam berkomunikasi dan mengalami kelainan di pusat bahasanya. Sebagian besar anak autistik sering mengalami hambatan dalam berbahasa baik verbal maupun nonverbal. Bahkan di antara mereka ada yang sama sekali tidak dapat berbicara (Irwanto dkk, 2011). Namun, terdapat pula anak memiliki ketrampilan berbahasa, tetapi biasanya digunakann secara tidak lazim seperti echolalia (mengulang kembali apa yang didengar dengan nada suara tinggi dan monoton), penggunaan kata ganti orang yang terbalik, menggunakan kata-kata yang hanya dimengerti artinya oleh mereka yang kenal dekat dengan anak, dan kecenderungan untuk meninggikan nada suara di akhir kalimat (Leekan & Lopez dalam Nevid, 2003). Manusia normal maupun yang mengalami gangguan seperti autisme sangat membutuhkan bahasa. Bahasa merupakan sarana komunkasi manusia dalam mengadakan hubungan dengan sesamanya. Dengan bahasa memungkinkan manusia untuk mengekspresikan dan memahami sejumlah ungkapan-ungkapan unik yang tak terbatas yang dibuat pada suatu saat tertentu (Carole & Carol, 2007). Dengan bahasa pula, anak-anak dengan autistik akan lebih mudah dipahami dan memahami minat pada diri mereka. Berkaitan dengan keterbatasan-keterbatasan yang dialami anak autistik seperti bahasa, para ahli telah mengembangkan pendekatan pembelajaran bagi anak autistik. Salah satunya adalah pendekatan The Developmental Individual Difference Relationship-Based (DIR) atau lebih dikenal dengan pendekatan floor time. Pendekatan ini dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi pada anak autistik (Surfas, 2004). Pendekatan ini ditekankan pada spontanitas dan suasana yang menyenangkan. Dalam pelaksanaannya menciptakan interaksi dan komunikasi yang berkesinambungan (Greenspan, 2010). Model DIR berdasarkan tiga pemahaman utama yaitu untuk menciptakan programprogram yang berlandaskan pada enam tahap perkembangan yang telah dicapai anak, profil pemrosesan individualnya, dan relasi interaktif yang paling mendukung perkembangannya. Oleh karena itu, model DIR memungkinkan orang tua, pendidik, dan praktisi klinis untuk membuat penilaian dan merencanakan program penanganan yang sesuai untuk setiap anak dengan gangguan autistik (Greenspan & Wieder, 2006). DIR sering disebut sebagai floor time, yang sebenarnya floor time merupakan salah satu komponen dari program penanganan berbasis DIR yang terpadu. Floor time berfokus pada penciptaan interaksi pembelajaran yang bermakna secara emosional, yang mendorong enam kapasitas perkembangan dasar anak. Tujuan penanganan model floor time adalah membangun landasan-landasan untuk perkembangan yang sehat, alih-alih hanya mengelola

3

perilaku dan gejala permukaan. Dengan pendekatan ini anak belajar menguasai kemampuankemampuan penting. Konsep dasar dalam pendekatan floor time adalah Circles of Communication (CoC). CoC mengacu pada komunikasi timbal-balik dengan dua partisipan yang saling menjawab satu sama lain secara verbal atau nonverbal (Greenspan dalam Dionne & Martin, 2011). Pendekatan floor time dapat meningkatkan beberapa kemampuan anak untuk berkomunikasi dan berbahasa secara mandiri dan bermakna serta meningkatkan pengalamanan-pengalaman timbal-balik sosial (the social reciprocity experiences) pada anak (Surfas, 2004). Pendekatan floor time menghasilkan kemajuan dalam kemampuan emosional dan kognitif pada anak autisme (Dionne & Martin, 2011).

METODE Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain repeated mesures (bagan 1) yaitu memberikan perlakuan pada satu kelompok dengan melakukan beberapa kali pengukuran. Penelitian ini menerapkan pengukuran secara berulang pada kondisi awal subjek yaitu selama 5 kali pengukuran sebagai pretest. Selanjutnya, subjek diberi intervensi selama 5 kali dan selama pemberian intervensi, kondisi subjek juga turut diukur (posttest). O1 - O2 - O3 - O4 - O5

X

O6 - O7 - O8 - O9 - O10

Bagan 1. Desain Repeated Measures

Subjek Penelitian Subjek penelitian ini berjumlah 3 orang dengan karakteristik yaitu (1) berusia 3-5 tahun, (2) telah didiagnosis mengalami gangguan autistik dengan keterbatasan dalam berbahasa baik verbal maupun nonverbal, (3) belum pernah mendapatkan intervensi apapun. Instrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan checklist The Affect-Based Language Curriculum (ABLC): An Intensive Program For Families, Therapist, And Teachers yang dikembangkan oleh Stanley Greenspan (Greenspan,1998). Cheklist ini berisikan keterampilan-keterampilan perkembangan bahasa yang meliputi Engagement, Imitasi, Bahasa Reseptif, dan Bahasa Ekspresif. Checklist ini terdiri dari Instruksi Sistematik dan Applied Floor Time.

4

Tabel 1. Sasaran-sasaran Instruksi Sistematik NO.

SKILL

TARGET KEMAMPUAN

1.

Engagement

a. Anak terlibat dan memperhatikan orang dewasa dan/atau benda yang digunakan selama 10 detik. b. Anak terlibat dan memperhatikan orang dewasa dan/benda yang digunakan selama 30 detik. c. Anak terkibat dalam pertukaran yang bermakna antara dirinya dengan orang dewasa dalam satu waktu. d. Anak menunjukkan ketertarikan pada orang dewasa dengan atau tanpa mainan, dengan sebuah maksud, ingin sekali, pandangan atau gesture yang mengharapkan sesuatu (misal, menyentuh, menggelengkan kepala, menatap, dan lain-lain). e. Anak menggunakan gerakan sederhana dan penuh arti, seperti pandangan yang mengharap, menjangkau, atau gerak-gerik untuk berinteraksi. f. Anak melihat orang dewasa saat berinteraksi. g. Anak menyampaikan/ menyuarakan dengan mulutnya saat anak lapar, senang/ menikmati kegiatan, marah atau memprotes yang terjadi, menarik perhatian orang dewasa

membentuk sebuah kedekatan dan hubungan yang menyenangkan dengan orang dewasa atau teman sebaya.

2.

Imitasi Kemampuan anak untuk melihat apa yang orang lain lakukan dan menirukannya dengan tubuh anak.

a. Anak merespon suara orang dewasa dengan suara mereka sendiri. b. Anak berhenti membuat suara untuk mendengarkan orang dewasa ketika orang dewasa mulai meniru atau bergabung dalam permainan suara. c. Anak terus membuat suara setelah dia berhenti merespon orang dewasa. d. Anak menirukan ekspresi wajah orang dewasa. e. Anak menirukan vokal atau konsonan tertentu.

3.

Bahasa Reseptif Kemampuan anak untuk mendengarkan dan mengerti apa yang dikatakan, yang diperintahkan atau mempelajari konsep baru.

a. Anak kaget ketika anak mendengar suara keras. b. Anak menghentikan kegiatan ketika didekati oleh sesuatu yang menimbulkan suara, misalnya suara orang dewasa. c. Anak merespon suara yang tidak terlihat, seperti suara bel pintu, mesin mobil di depan rumah, dan lain-lain. d. Anak menghadapkan wajahnya untuk mendengarkan orang yang sedang bicara dengannya dan menunjukkan ekspresi. e. Anak menoleh ke sumber suara.

4.

Bahasa Ekspresi

a. Anak tersenyum merespon orang dewasa atau

Kemampuan anak untuk

membuat suara lain dari kesenangan ketika

menggabungkan kata-kata

berinterkasi dengan orang dewasa.

dalam frase dan kalimat, merespon pertanyaan konkret dan abstrak.

b. Anak menghasilkan vokal seperti [ah], [oh], atau [oo] ketika orang lain berinteraksi dengan dia. c. Anak menghasilkan konsonan seperti [m], [b], [p], [d], atau [g] ketika orang lain berinteraksi dengan

5

dia. d. Anak menggabungkan lebih dari satu vokal atau konsonan bersama-sama. e. Anak merepon secara vokal saat dipanggil orang lain. f. Anak membuat suara dengan mulutnya untuk merespon nyanyian terapis.

Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam 10 sesi. Durasi pemberian intervensi ± 45 menit setiap sesi. Lima sesi di minggu pertama untuk mengukur kemampuan berbahasa awal subjek dan minggu kedua (mulai sesi keenam) subjek mulai diberikan intervensi sekaligus diukur kemampuan berbahasanya. Hingga sesi kesepuluh. 1. Langkah-Langkah Intervensi a. Observasi Pada tahap ini, peneliti melakukan pengamatan terhadap subjek. Proses pengamatan ini dilakukan dengan mengamati saat anak beraktivitas. Tahap observasi ini bertujuan untuk menentukan subjek yang sesuai dengan karakteristik dan level perkembangan bahasa anak. b. Penentuan Instruksi Sistematik Instruksi sistematik adalah ketika peneliti mengajarkan anak keterampilan baru sambil mempertahankan kesenangan atau minat dan keterlibatan anak. Instruksi sistematik ini mengacu pada Developmental Level. Dengan kata lain, dalam tahap ini peneliti menentukan goals yang akan dicapai anak sesuai dengan tahap perkembangannya. Tahap ini peneliti mengajarkan ketrampilan-ketrampilan untuk kemampuan berbahasa. Awalnya peneliti melakukan 1.

Foundation (Dasar): proses memperkenalan semua pengajaran Instruksi sistematik pada anak. Disini, peneliti harus memastikan bahwa merasa nyaman, senang dan menikmati materi-materi yang diberikan peneliti.

2. Physical Prompt (Arahan Fisik): peneliti akan menyajikan tugas yang harus diselesaikan anak. jika anak tidak merespon dalam waktu yang diberikan, peneliti akan mengambil tangan anak dan memindahkannya pada tugas dan mendukungnya dengan respon emosional yang positif.

6

3.

Model (Contoh): peneliti akan memberikan demontrasi kepada anak tentang apa akan anak lakukan untuk tugas yang diberikan

4. Cue (Petunjuk): peneliti hanya memberikan petunjuk saja. 5. Independent (Mandiri): anak mampu menyelesaikan tugas tanpa model atau physical prompt. Respon pada tingkat ini harus dimediasi melalui bahasa dan/atau gestur. Analisis Data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Wilcoxon 2-related sampel (Sunyoto, 2012). Uji ini untuk mengetahui efektifitas pengaruh pendekatan floor time terhadap kemampuan berbahasa dengan membandingkan hasil kemampuan berbahasa sebelum intervensi dengan hasil kemampuan berbahasa selama intervensi. Uji ini digunakan karena jumlah sampel yang digunakan berjumlah kecil yaitu n = 3, distribusi data tidak normal dan tidak homogen. Pengolahan dan analisis data penelitian tentang pengaruh pendekatan floor time akan menggunakan bantuan program SPSS 17.0 for Windows.

HASIL Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Pengaruh Pendekatan Floor Time Terhadap Kemampuan Berbahasa Pada Anak Autistik Pengaruh pendekatan floor time dianalisis dengan Uji Wilcoxon 2-related samples yaitu dengan membandingkan hasil kemampuan berbahasa subjek pada prestest dan posttest. Hasil dari uji tersebut adalah 0,043 (p