pengaruh penerapan model pembelajaran ... - Jurnal Online UM

38 downloads 74 Views 231KB Size Report
belajar siswa pada materi termokimia yang dibelajarkan dengan model ... Mata pelajaran kimia adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari ... (2012:i) siswa kelas XI-A2 SMA Negeri 2 Malang tahun ajaran 2011-2012.
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5 FASE (LC 5-E) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPA PADA MATERI TERMOKIMIA DI SMA NEGERI 2 MALANG Ria Yuli Susanti, Tri Maryami, Muntholib Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected] ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar siswa pada materi termokimia yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Learning Cycle 5 fase (LC 5-E) dengan siswa dibelajarkan dengan model pembelajaran ekspositori. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental semu. Kelas eksperimen dibelajarkan dengan model pembelajaran LC 5-E sedangkan kelas kontrol dibelajarkan dengan model pembelajaran ekspositori. Instrumen penelitian yang digunakan berupa tes untuk mengukur hasil belajar kognitif dan lembar observasi untuk mengukur hasil belajar afektif dan psikomotorik siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC 5-E memiliki nilai rata-rata hasil belajar lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran ekspositori. Siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC 5-E memiliki nilai rata-rata hasil belajar kognitif sebesar 80,00, hasil belajar afektif 82,36 dan hasil belajar psikomotorik 82,14. Siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran ekspositori memiliki nilai rata-rata hasil belajar kognitif sebesar 68,57, hasil belajar afektif 77,61 dan hasil belajar psikomotorik 80,71. Kata kunci: model pembelajaran Learning Cycle 5 fase (LC 5-E), termokimia, hasil belajar

Mata pelajaran kimia adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari materi dan perubahannya. Dalam ilmu kimia terdapat berbagai konsep yang bersifat abstrak misalnya pada materi termokimia seperti konsep energi, kalor dan perubahan entalpi. Selain konsep yang bersifat abstrak, untuk memahami materi termokimia ini siswa harus menguasai dengan baik konsep-konsep sebelumnya seperti konsep penyetaraan reaksi, stoikiometri, ikatan kovalen dan senyawa hidrokarbon. Jika siswa tidak memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan materi termokimia maka akan terjadi kesulitan untuk menguasai konsep-konsep dalam materi termokimia. Kesulitan belajar yang dialami oleh siswa dalam memahami materi termokimia dapat menimbulkan kesalahan konsep atau miskonsepsi. Terjadinya kesalahan konsep dapat disebabkan oleh miskonsepsi pada materi dasar yang mendasari materi yang akan diajarkan. Hasil penelitian Rohmah (2012:i) siswa kelas XI-A2 SMA Negeri 2 Malang tahun ajaran 2011-2012 mengalami kesalahan konsep pada meteri termokimia yaitu menganggap bahwa reaksi pembentukan berasal dari senyawa bukan berasal dari unsur. Fajaroh dan Nazriati (2008) menyatakan bahwa kesalahan konsep dapat direduksi atau dicegah bila proses pembelajaran di kelas dilaksanakan dengan

pendekatan yang sesuai. Pembelajaran kimia selama ini lebih banyak disajikan secara verbal, padahal pendeskripsian secara verbal memiliki satu kelemahan pokok yaitu sangat mungkin terjadi kesalahan penerjemahan konsep tersebut ke dalam stuktur kognitif siswa. Pembelajaran yang disajikan secara verbal adalah pembelajaran yang dilakukan melalui ceramah. Menurut Sanjaya (2008:75) model pembelajaran ekspositori paling sering digunakan oleh guru sebab umumnya guru merasa sudah mengajar apabila sudah melakukan ceramah dan tidak mengajar apabila tidak melakukan ceramah. Ausubel (dalam Iskandar, 2010:10) yakin bahwa dalam pembelajaran bermakna terjadi kaitan-kaitan antara pengetahuan terdahulu yang merupakan konsep-konsep umum dengan konsep baru. Pembelajaran bermakna terjadi bila pengetahuan baru terkait (terasimilasi) dengan konsep yang sudah ada atau konsep lama (Lleweliyn dalam Iskandar, 2010:10). Dengan demikian pembelajaran yang dilakukan di sekolah bukan hanya mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu proses untuk membangun konsep-konsep atau gagasan-gagasan siswa dengan mengaitkan atau menghubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa. Siklus belajar (Learning Cycle, LC) merupakan salah satu model pembelajaran yang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa (Purniati dkk, 2009:3). Model pembelajaran ini dikembangkan dari teori perkembangan kognitif Piaget. Dalam teori belajar Piaget, pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa dikaitkan dengan pengetahuan baru yang diperoleh oleh siswa. Unsur-unsur teori belajar Piaget yang meliputi fase asimilasi, akomodasi dan organisasi mempunyai korespondensi dengan fase-fase dalam Learning Cycle (Abraham et al, dalam Dasna 2006:77). Menurut Iskandar (2010) model pembelajaran Learning Cycle sangat sesuai untuk merunut miskonsepsi pada diri siswa. Hasil penelitian Sumarni (2010) menyimpulkan bahwa strategi Learning Cycle mampu meningkatkan penguasaan konsep-konsep kimia dasar dan meminimalisasi miskonsepsi mahasiswa pada materi struktur molekul. Menurut Renner et.al (Dasna, 2010:72), tiap fase Learning Cycle merupakan kegiatan yang sangat penting dalam pengembangan konsep yang dipelajari. Siswa mengembangkan pemahamannya terhadap suatu konsep dengan kegiatan mencoba (hands on activities) (Dasna, 2006:73). Oleh sebab itu, Learning Cycle dapat mengembangkan keterampilan proses siswa, memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan secara langsung dan menemukan konsep secara mandiri sehingga membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna. Iskandar (2010:42) menyatakan bahwa model pembelajaran yang bersifat konstruktivistik seperti Learning Cycle dapat diterapkan dalam pembelajaran topiktopik kimia yang bersifat teoritis maupun yang melibatkan kegiatan praktikum. Model pembelajaran Learning Cycle dapat diterapkan untuk pembelajaran materi termokimia karena sesuai dengan karakteristik materi termokimia yang terdiri atas pemahaman teoritis atau pemahaman konsep dan kegiatan praktikum. Salah satu model pembelajaran Learning Cycle adalah Learning Cycle 5 fase (LC 5-E) yang

terdiri atas lima fase yaitu engagement, exploration, explaination, elaboration, dan evaluation. Hasil penelitian Widyaningtyas (2007) di SMAN 1 Talun menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5 fase (LC 5-E) dapat meningkatkan hasil belajar siswa untuk materi Termokimia. Berdasarkan beberapa hasil penelitian dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5 fase (LC 5-E) yang dilaksanakan di SMA Negeri 2 Malang yaitu Purnajanti (2011) pada materi Ksp dan Aprillia (2012) pada materi larutan penyangga menunjukkan bahwa model pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Baik materi Ksp dan materi larutan penyangga memiliki karakteristik yang sama dengan materi termokimia yang bersifat teoritis dan melibatkan kegiatan praktikum. Hasil belajar siswa untuk materi termokimia di SMA Negeri 2 Malang kurang memuaskan. Banyaknya siswa yang memperoleh nilai di atas SKM kurang dari 50% pada tahun ajaran 2010/2011. Nilai SKM untuk mata pelajaran kimia di sekolah ini sebesar 75, siswa yang mendapat nilai ≥ 75 sebesar 48,6% dan yang mendapat nilai di bawah SKM sebesar 51,4%. METODE Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian eksperimental semu (Quasy Experimental Design). Pada kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran Learning Cycle 5 fase (LC 5-E), sedangkan pada kelas kontrol diterapkan model pembelajaran ekspositori. Tabel 1 Rancangan Penelitian Eksperimen Semu Subjek Kelas eksperimen Kelas kontrol

Perlakuan X1 X2

Post test O1 O2

Keterangan: X1 : Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen, yaitu berupa model pembelajaran Learning Cycle 5 fase (LC 5-E) X2 : Perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol, yaitu berupa model pembelajaran ekspositori O1 : Hasil belajar kelas eksperimen setelah diberi perlakuan model pembelajaran Learning Cycle 5 fase (LC 5-E) O2 : Hasil belajar kelas kontrol setelah diberi perlakuan model pembelajaran ekspositori

Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Malang, Tahun Ajaran 2012/2013 yang terdiri atas empat kelas, yaitu kelas XI A1, XI A2, XI B1 dan XI B2. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik random sampling melalui dua kali undian. Undian pertama, yang terpilih sebagai sampel penelitian adalah kelas XI A1 dan kelas XI A2. Pada undian kedua, kelas XI A1 terpilih sebagai kelas eksperimen dan kelas XI A2 terpilih sebagai kelas kontrol. Kemampuan awal kedua kelas ini dilihat dari nilai ulangan harian reaksi redoks.

Instrumen Penelitian Instrumen Perlakuan Instrumen perlakuan berupa perangkat pembelajaran seperti silabus dan RPP. RPP dengan model pembelajaran Learning Cycle 5 fase (LC 5-E) diterapkan pada kelas eksperimen sedangkan RPP dengan model pembelajaran ekspositori diterapkan pada kelas kontrol. RPP pada masing-masing kelas terdiri atas 6 RPP. Instrumen Pengukuran Instrumen pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi dan tes (ulangan harian). Lembar observasi digunakan untuk mengukur hasil belajar afektif dan psikomotorik siswa. Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa. Pengumpulan Data Nilai hasil belajar afektif dan psikomotorik siswa diperoleh dari hasil observasi selama proses pembelajaran berlangsung sedangkan nilai hasil belajar kognitif siswa diperoleh dari hasil tes yang dilakukan setelah semua materi termokimia selesai diajarkan. Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian, dianalisis menggunakan statistika deskriptif dan statistika inferensial. Nilai hasil belajar afektif dan psikomotorik dianalisis dengan statistika deskriptif dengan teknik persentase. Sedangkan nilai hasil belajar kognitif siswa dianalisis menggunakan statistika inferensial dengan uji-t dua pihak. HASIL Deskripsi Kemampuan Awal Siswa Data kemampuan awal siswa diperoleh dari nilai ulangan harian materi Reaksi Redoks kelas X semester 2. Tabel 2 Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Eksperimen

Jumlah Siswa 28 28

Nilai Terendah 50 40

Nilai Tertinggi 95 95

Rata-rata 74,28 77,03

Tabel 3 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Eksperimen

Uji Kolmogorov-Smirnov Standar Deviasi Nilai Z uji K-S Nilai Signifikansi 1,518 0,126 0,200 1,288 0,152 0,099

Kesimpulan Normal Normal

Tabel 4 Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Awal Siswa Variabel KemampuanAwal

Nilai F uji Levene 1,667

Nilai signifikansi 0,202

Kesimpulan Homogen

Tabel 5 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Kemampuan Awal Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Variabel Kemampuan awal

Rata-rata Kontrol Eksperimen 74,28 77,03

Nilai signifikansi (dua pihak) 0,468

Kesimpulan Tidak ada beda kemampuan awal siswa

Berdasarkan Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa kedua sampel memiliki kemampuan awal yang sama. Deskripsi Hasil Belajar Siswa Hasil Belajar Kognitif Hasil belajar kognitif siswa diperoleh dari nilai tes ulangan yang dilakukan setelah semua materi termokimia selesai diajarkan. Tabel 6 Deskripsi Nilai Tes Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Eksperimen

Jumlah Siswa 28 28

Nilai Terendah 30 40

Nilai Tertinggi 90 100

Rata-rata 68,57 80,00

Tabel 7 Hasil Uji Normalitas Nilai Tes Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Eksperimen

Uji Kolmogorov-Smirnov Standar Deviasi Nilai Z uji K-S Nilai Signifikansi 1,626 0,154 0,089 1,465 0,152 0,095

Kesimpulan Normal Normal

Tabel 8 Hasil Uji Homogenitas Nilai Tes Siswa Variabel Nilai Tes

Nilai F uji Levene 1,179

Nilai signifikansi 0,282

Kesimpulan Homogen

Tabel 9 Hasil Uji-t Dua Pihak Nilai Tes Siswa Variabel Nilai Tes

Rata-rata Nilai signifikansi (dua pihak) Kontrol Eksperimen 68,57 80,00 0,008

Kesimpulan Ada perbedaan hasil belajar siswa

Tabel 9 dapat menunjukkan bahwa hipotesis penelitian (H1) diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar kognitif antara siswa yang

dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajarn ekspositori dengan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran LC 5-E. Hasil Belajar Afektif Hasil belajar afektif didapatkan dari hasil observasi sikap siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Tabel 10 Nilai Afektif Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Pertemuan KePertama Kedua Ketiga Keempat Kelima Keenam Rata-rata

Rata-rata nilai Kelas Eksperimen Kelas Kontrol 84,57 77,00 81,21 78,89 83,07 77,89 84,39 78,28 79,96 77,75 80,89 75,86 82,36 77.61

Persentase Nilai Afektif Siswa

90 80 70 60 50 40 30 20

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

10 0

Gambar 1 Grafik Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Afektif Siswa

Tabel 10 dan Gambar 1 menunjukkan bahwa hasil belajar afektif siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran LC 5-E lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori. Hasil Belajar Psikomotorik Hasil belajar psikomotorik siswa didapatkan dari hasil observasi kegiatan siswa saat melakukan praktikum.

Tabel 11 Nilai Rata-rata Psikomotorik Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Jenis Praktikum

Persentase Nilai Psikomotorik Siswa

Percobaan 1 Percobaan 2 Rata-rata

Rata-rata nilai Kelas Eksperimen Kelas Kontrol 76,71 78,42 87,57 83,00 82,14 80,71

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Percobaan 1 Percobaan 2 Gambar 2 Grafik Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Psikomotorik Siswa

Tabel 11dan Gambar 2 menunjukkan bahwa siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran LC 5-E dan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori memiliki hasil belajar psikomotorik yang hampir sama. PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran LC 5-E dengan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori. Siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran LC 5-E memiliki nilai rata-rata hasil belajar lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori. Nilai rata-rata hasil belajar kognitif siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran LC 5-E sebesar 80,00 sedangkan yang nilai rata-rata hasil belajar kognitif siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori sebesar 68,57. Siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran LC 5-E memiliki nilai ratarata hasil belajar afektif sebesar 82,36 dan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori memiliki nilai rata-rata sebesar 77,61. Hasil belajar psikomotorik siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran LC 5-E memiliki nilai rata-rata sebesar 82,14 dan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori memiliki nilai

rata-rata sebesar 80,71. Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran LC 5-E memiliki nilai rata-rata hasil belajar psokomotorik yang hampir sama dengan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyaningtyas (2007:i) yang menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5 Fase (LC 5-E) di SMA Negeri 1 Talun dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi termokimia. Aprillia (2012:ii) yang menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran LC 5-E dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga. Baik materi termokimia maupun larutan penyangga memiliki karakteristik yang sama yaitu melibatkan kemampuan konseptual, algoritmik serta terdapat kegiatan praktikum. Model pembelajaran LC 5-E merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa dan melibatkan siswa dalam menemukan konsep yang mereka pelajari. Keterlibatan siswa ini menjadikan pembelajaran menjadi lebih bermakna sehingga memberikan pemahaman konsep yang mendalam bagi siswa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nohoglu dan Yalcin (2006:30) yang menyimpulkan bahwa: Learning Cycle facilitates students to learn effectively and organize the knowledge in a meaningfull way. It achieves to make the knowledge long lasting. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran juga menjadikan siswa menjadi lebih aktif dalam bertanya, menyatakan pendapat, menjawab pertanyaan dan menjadi pendengar yang baik ketika diskusi kelas berlangsung. Hal ini terlihat dari hasil belajar afektif siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran LC 5-E lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori. Keaktifan siswa ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Fajaroh dan Dasna (2007) bahwa tahapan-tahapan (fase) dalam model pembelajaran Learning Cycle memberi kesempatan pada siswa berperan aktif menggali konsep dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Pembelajaran dengan model pembelajaran ekspositori, siswa berperan sebagai penerima informasi dari guru. Materi pelajaran termokimia disampaikan secara verbal kepada siswa. Menurut Sanjaya (2008:179) siswa tidak dituntut untuk menemukan sendiri konsep dalam materi pelajaran. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang berlangsung merupakan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Guru lebih mendominasi proses pembelajaran sehingga siswa kurang terlibat dalam proses pembelajaran dan menjadikan siswa menjadi kurang aktif. Menurut Fajaroh dan Dasna (2007), proses pembelajaran yang melibatkan peran aktif siswa dalam pemerolehan konsep akan lebih bermakna dan menjadikan skema dalam diri siswa menjadi pengetahuan fungsional yang dapat diorganisasi oleh siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Hal inilah yang menyebabkan hasil belajar kognitif dan afektif pada siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model

pembelajaran LC 5-E lebih tinggi. Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran Learning Cycle memiliki dampak lebih baik pada pemahaman konsep yang dikuasai oleh siswa dibandingkan dengan model pembelajaran ekspositori. Lawson et.al (dalam Hanuchsin dan Lee, 2007:1) menyimpulkan bahwa: Learning Cycle approach can result in greater achievement in science, better retention of concept, improved attitudes toward science and science learning, improved reasoning ability, and superior process skills than would be the case with tradisional instructional approaches. Stephans et.al (dalam Allard and Barman, 1994:100) menyatakan bahwa: The learning cycle was more effective in bringing about conceptual change and understanding than was a more traditional lecture approach. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran LC 5-E memberikan rata-rata hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran ekspositori untuk materi termokimia, baik pada ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik. Jadi materi termokimia lebih cocok diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran LC 5-E. PENUTUP Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dikemukakan dari hasil penelitian ini adalah: (1)Ada perbedaan hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5 fase (LC 5-E) dengan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori pada materi termokimia di SMA Negeri 2 Malang; (2) Nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas XI SMA Negeri 2 Malang untuk materi termokimia yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5 fase (LC-5E) adalah hasil belajar kognitif sebesar 80,00, hasil belajar afektif sebesar 82,36 dan hasil belajar psikomotorik sebesar 82,14; (3) Nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas XI SMA Negeri 2 Malang untuk materi termokimia yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori adalah hasil belajar kognitif sebesar 68,57, hasil belajar afektif sebesar 77,61 dan hasil belajar psikomotorik sebesar 80,71. Saran Adanya keterbatasan dari peneliti maka pada penelitian selanjutnya diharapkan: (1) Model pembelajaran Learning Cycle 5 fase (LC 5-E) dapat diterapkan pada materi lain yang mempunyai karakteristik yang sama dengan materi termokimia misalnya materi Laju Reaksi sehingga bisa meningkatkan hasil belajar siswa; (2) Perangkat pembelajaran harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya karena diperlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak untuk menyusun perangkat pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN Allard, David W. dan Barman, Charles R. 1994. The Learning Cycle as an Alternative Method for College Science Teaching. BioScience, 44 (2): 99-101. Aprillia, Nia. 2012. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase pada Materi Larutan Penyangga terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang. Dasna, I Wayan. 2006. Model Siklus Belajar (Learning Cycle) Kajian Teoritis dan Implementasinya dalam Pembelajaran Kimia. Dalam I Wayan Dasna dan Sutrisno (Eds.), Model-Model Pembalajaran Konstruktivistik dalam Pembelajaran Sains-Kimia (hlm. 69-95). Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang. Dasna, I Wayan dan Fajaroh, Fauziatul. 2007. Pembelajaran Dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle), (Online), (http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20/pembelajaran-dengan-modelsiklus-belajar-learning-cycle/), diakses tanggal 28 September 2012. Fajaroh, Fauziatul dan Nazriati. 2007. Pengaruh Penerapan Model Learning Cycle dalam Pembelajaran Kimia Berbahan Ajar Terpadu (Makroskopis dan Mikroskopis) Terhadap Motivasi, Hasil Belajar, dan Retensi Kimia Siswa SMA. Jurnal Penelitian Kependidikan, (Online), (2). (http://lemlit.um.ac.id/wpcontent/uploads/2009/07/JURNALDESEMBER-2007.pdf), diakses tanggal 17 Agustus 2011. Hanuscin, Deborah. L. & Lee, Michelle H. 2007. Using a Learning Cycle Approach to Teaching the Learning Cycle to Preservice Elementary Teachers. Makalah disajikan pada the Annual meeting of the Association for Science Teacher Education, Clearwater, FL, pada tahun 2007. (Online), (http://web.missouri.edu/~hanuscind/aste20075E.pdf), diakses tanggal 18 November 2011. Iskandar, Srini Murtinah. 2010. Strategi Pembelajaran Konstruktivistik dalam Kimia. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang. Nuhoglu, Hasret & Yalcin, Necati. 2006. The Effectiveness of The Learning Cycle Model to Increase Students’ Achievment In The Physics Laboratory. Journal of Turkish Science Education, (Online), 3 (2). (http://www.tused.org/internet/tused/archive/V3/i2/text/tusedv3i2s4.pdf), diakses tanggal 5 Oktober 2011. Purnajanti, Laksmi. 2011. Pengaruh Learning Cycle Berbantuan Peta Konsep untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Kimia Di SMA Negeri 2 Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang. Purniati, Tia, Yulianti, Kartika, dan Sispiyati, Ririn. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Mahasiswa Pada Kapita Seleksta Matematika. Jurnal Penelitian, 9 (1). (Online), (http://jurnal.upi.edu), diakses tanggal 18 November 2011.

Rohmah, Rosyidah Syafaatur. 2012. Identifikasi Persepsi Konsep Sukar dan Kesalahan Konsep Termokimia pada Siswa Kelas XI-A2 SMA Negeri 2 Malang Tahun Ajaran 2011-2012. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang. Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Widyaningtyas, Lailyza. (2007). Perbedaan Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase dan Pembelajaran Ceramah pada Pokok Bahasan Termokimia terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Talun Kabupaten Blitar Tahun Pelajaran 2006/2007. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.