pengaruh penggunaan bahan tempat air dan letak telur di dalam ...

215 downloads 152 Views 593KB Size Report
2 Jun 2012 ... mengetahui pengaruh penggunaan tempat air dan posisi telur dalam mesin tetas terhadap daya tetas telur itik Tegal. Dalam membantu ...
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Juni, 2012

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN TEMPAT AIR DAN LETAK TELUR DI DALAM MESIN TETAS YANG BERPEMANAS LISTRIK PADA PENETASAN ITIK TEGAL Subiharta dan Dian Maharsa Yuwana Assessment Institute for Agricultural Technology of Central Java PO Box 101 Ungaran E-mail : [email protected]

ABSTRAK Salah satu permasalahan yang dihadapi para penetas telur itik adalah daya tetas yang masih rendah dibanding daya tetas telur ayam. Permasalahan daya tetas yang rendah tersebut diduga karena sulitnya kelembaban optimal dan kerabang telur itik yang tebal. Untuk mengatasi hal tersebut telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tempat air dan posisi telur dalam mesin tetas terhadap daya tetas telur itik Tegal. Dalam membantu kelembaban yang optimal diperlukan bak air didalam mesin tetas yang hal ini tidak dilakukan pada penetasan telur ayam.Dalam penelitian menggunakan telur itik tegal sebanyak 1720 butir, dengan bobot telur berkisar antra 65,43–74,57 gram. Penelitian dilakukan mulai bulan Juni– Nopember 2011, bekerja sama dengan peternak penetas di Desa Karanganyar, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang. Perlakuan penetasan ada 4 yaitu: Perlakuan 1: bak air menggunakan tempayan plastik, pada posisi telur tidur, pembalikan telur mulai hari ke 2. Perlakuan 2 : bak air menggunakan tempayan plastik, posisi telur miring 35 derajat, pembalikan telur dimulai pada hari ke 2. Perlakuan 3 : bak air menggunakan tempayan seng, posisi telur tidur, pembalikan telur mulai hari he 2. Perlakuan 4 : bak air menggunakan tempayan aluminium, posisi telur tidur, pembalikan telur mulai hari ke 2. Ulangan dilakukan 3 kali setiap periode penetasan dari setiap perlakuan. Data yang dikumpulkan meliputi kelembaban dan temperatur mesin tetas, kematian embrio dan daya tetas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fertilitas dari kekempat perlakuan berturut–turut adalah 86,89%; 94,0%; 82,84%; dan 71,0%, sedang kematian embrio 4,96%; 2,32%; 9,76% dan 0,39%. Daya tetas terkait dengan jumlah kematian embrio, dimana daya tetas tertinggi pada perlakuan 4 (84,19%), diikuti perlakuan 2 (68,2%), perlakuan 3 (51,38%) dan daya tetas terrendah perlakuan 1 (41,55%). Kesimpulan dari penelitian ini, penggunaan bak air dari aluminium dan posisi telur horizonyal menghasilkan daya tetas paling tinggi (84,19%). Kata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas PENDAHULUAN Dalam bidang peternakan salah satu program yang berhasil dalam mendukung kecukupan pangan dan telah dinikmati oleh masyarakat luas adalah peningkatan pangan berasal dari unggas, khususnya ayam ras. Sumber telur konsumsi yang mendominasi kebutuhan masyarakat, utamanya berasal dari ayam ras, diikuti produksi telur itik dan ayam bukan ras (buras). Hal yang sama terjadi di Jawa Tengah, dimana produksi telur ayam ras, itik dan ayam buras pada tahun 2009 berturut – turut adalah 169.146.421 kg, 40.474.365 kg dan 34.436.067 kg (Jawa Tengah dalam angka, 2009). Hal ini bisa terjadi Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Juni, 2012

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

karena dalam usaha ayam ras telah ada spesialisasi antara usaha perbibitan dengan usaha produksi telur konsumsi. Itik sebagai penghasil utama berupa telur, merupakan unggas pertama yang dibudidayakan oleh peternak sebagai sumber pendapatan di Indonesia (Hardjosworo, 1990). Di Jawa Tengah mempunyai dua bangsa itik, salah satunya adalah itik Tegal. Itik Tegal berkembang disepanjang Pantai Utara Jawa, sebagai salah satu sumber pendapatan. Itik Tegal dikenal produksi telurnya mencapai 72% (Chavez dan Lasmini, 1978), oleh karena itu, itik Tegal selain berkembang di Pantai Utara Jawa juga diminati oleh peternak di Aceh, Lampung dan Papua. Menyadari hal tersebut, pengembangan itik Tegal sangat diperlukan, salah satu kunci keberhasilan dalam pengembangan adalah keberhasilan dalam penetasan. Dalam perbanyakan ternak Unggas termasuk itik, salah satu prosenya lewat penetasan. Penetasan telur itik secara alami sejak dulu sudah dilakukan masyarakat, yaitu dengan cara dierami oleh induk ayam buras maupun itik Manila. Dengan cara demikian jumlah telur yang dierami sangat terbatas. Sejalan dengan pemeliharaan itik secara intensif, dimana dibutuhkan bibit itik dalam jumlah yang relative banyak, maka kebutuhan penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Permasalahan yang ditemui, bahwa penetasan itik Tegal selama ini, dilakukan oleh peternak dalam skala rumah tangga yang keberhasilannya belum memuaskan, utamanya penetasan yang menggunakan mesin tetas. Pada penetasan secara alami dengan menggunakan ayan atau itik Manila tidak menjadi masalah karena dalam penetasan tersebut sudah dilakukan ternak, sehingga campur tangan manusia sedikit sekali. Penetasan telur itik dengan mesin tetas pada prinsipnya menyediakan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan embrio (calon anak), yakni meniru sifatsifat alamiah induk ayam atau itik Manila yang mengerami telur, yakni penyesuaian temperatur seperti tubuh induk yang mengerami, kelembaban, dan kebiasaan induk mengguling-gulingkan telur yang dierami. Mengacu hal tersebut, maka dalam penetasan dengan mesin tetas beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni : 1. Penempatan telur pada mesin tetas harus dilakukan dengan tepat 2. Temperatur dan kelembaban dalam mesin tetas harus stabil sesuai dengan kebutuhan dalam proses penetasan 3. Pembalikan telur harus dilakukan secara berkala agar embrio (calon anak itik) tidak melekat pada kulit telur 4. Pengaturan ventilasi harus dilakukan dengan tepat agar sirkulasi udara dalam ruang mesin tetas lancar Berdasarkan kesulitan dalam penetasan telur itik dengan mesin tetas, maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penggunana bak air dan letak telur dalam mesin tetas terhadap kematian embrio dan daya tetas telur itik Tegal. METODE Dalam penelitian menggunakan telur itik Tegal sebanyak 1720 butir. Dilakukan seleksi terhadap bobot telur itik Tegal, mengingat telur yang terlalu kecil atau besar akan kesulitan dalam penetasan. Bobot telur itik Tegal yang digunakan dalam penelitian 2

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Juni, 2012

ini berkisar antara 65,43–74,57 gram. Penelitian dilakukan mulai bulan Juni–Nopember 2011, bekerja sama dengan 3 peternak penetas di Desa Karanganyar, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang. Perlakuan penetasan dibagi menjadi 4 yaitu: Perlakuan 1: bak air (tempayan) menggunakan plastik, pada posisi telur tidur (horizontal), pembalikan telur mulai hari ke 2. Perlakuan 2 : bak air (tempayan) menggunakan plastik, posisi telur miring 35 derajat dengan rongga udara bagian atas, pembalikan telur dimulai pada hari ke 2. Perlakuan 3 : bak air (tempayan) menggunakan seng, posisi telur tidur (horizontal), pembalikan telur mulai hari he 2. Perlakuan 4 : bak air (tempayan) menggunakan aluminium, posisi telur tidur (horizontal), pembalikan telur mulai hari ke 2. Ulangan dilakukan 3 kali setiap periode penetasan dari setiap perlakuan. Data yang dikumpulkan meliputi bobot telur, kelembaban dan temperatur mesin tetas, fertilitas, kematian embrio dan daya tetas. Pengamatan terhadap kelembaban dan temperatur dilakukan pada pagi, siang dan sore hari. Rumus untuk menghitung fertilias yaitu: Fertilitas

=

Sedang rumus untuk menghitung daya tetas yaitu : Daya tetas = HASIL DAN PEMBAHASAN Letak telur tetas Rak telur berfungsi untuk meletakkan telur yang ditetaskan, oleh karena itu rak telur dibuat sedemikan rupa, sehingga telur tetas dapat menerima panas yang merata, telur tidak terganggu, mudah untuk melakukan penempatan telur dan mudah untuk melakukan pembalikan telur selama proses penetasan. Dalam penelitian ini letak telur dibedakan menjadi dua, yaitu: letak telur secara horizontal atau tidur dengan rongga udara diujung atas dan letak telur dengan kemiringan 35 derajat bagian rongga udara diatas. Letak telur horizontal mengikuti pola petani yang kebanyakan meletakkan telur secara horizontal dalam rak telur dengan pertimbangan mudah dan cepat. Ternyata dengan letak telur horizontal tidak memberikan pengaruh terhadap penetasan karena yang diperlukan selama proses penetasan adalah kelembaban dan panas yang merata. Untuk dapat panas yang merata, diperlukan pembalikan telur secara rutin tiga kali sehari. Kelembaban dan temperatur dalam mesin tetas Salah satu penyebab kegagalan dan kritis dalam proses penetasan itik adalah kelembaban mesin. Kelembaban dalam mesin tetas utamanya pada penetasan telur itik sangat diperlukan dan kelembaban udara dalam mesin tetas yang dianjurkan berkisar antara 60%-70% (Subiharta, 2010). Untuk menjaga kelembaban udara yang ideal diperlukan air dalam bak yang ditaruh didalam mesin tetas. Air dalam bak air tersebut Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Juni, 2012

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

selama proses penetasan akan menguap terkena panas dalam mesin tetas. Uap air akan menambah kelembaban udara dalam mesin tetas. Dalam penelitian ini digunakan bak air (tempayan) dalam mesin dari plastik, aluminiun dan seng. Dari ketiga bahan tempayan tersebut, ternyata tempayan dari bahan aluminium memberikan kelembaban yang stabil baik pada pagi, siang dan sore hari dibanding bak dari plastik maupung seng. Sedang bak air dari seng memberikan kelembaban paling tinggi dan penggunaan bak air plastik memberikan kelembaban yang sesuai dengan standar tapi tidak setabil pada pagi, siang dan sore. Salah satu keberhasilan dalam penetasan kelembaban yang stabil sangat berpengaruh terhadap kehidupan embrio. Tabel 1 . Kelembaban Mesin Tetas Pada Penetasan Telur Itik (%) Hari penetasan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28

I 69 71 69 68 69 68 69 74 69 79 80 80 80 80 80 80 80 81 80 80 80 80 80 78 80 80 80 80

II 65 65 64 64 65 65 66 66 65 66 66 65 66 66 66 65 66 65 65 65 65 64 64 65 65 64 65 64

Pagi III 81 82 83 83 83 83 83 83 82 82 82 82 82 82 82 81 81 81 81 81 81 81 81 81 81 81 81 82

IV 79 68 74 73 76 68 67 79 81 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80

I 68 71 69 69 69 68 69 76 75 80 80 80 80 80 80 80 80 81 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80

Rerata Sd

76,57 5,04

65,07 0,72

81,75 0,80

78,0 4 4,10

76,9 6 4,86

Siang II III 65 81 66 82 65 83 65 83 66 83 66 83 66 83 66 83 66 82 66 82 67 82 66 82 67 82 67 82 67 82 66 81 67 81 65 81 66 81 65 81 66 81 66 81 65 81 66 81 66 81 65 81 66 81 65 82 65,8 9 0,69

81,7 5 0,80

Sore IV 81 68 74 74 75 68 68 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80

I 69 73 70 71 71 67 71 79 76 79 80 80 80 80 80 80 80 81 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80

II 65 65 65 65 66 66 67 66 65 66 66 65 65 66 66 66 66 65 66 66 64 65 65 65 64 66 65 65

III 81 82 83 83 83 83 83 83 82 82 82 82 82 82 82 82 81 81 81 81 81 81 82 82 82 82 82 82

IV 82 70 75 75 74 68 69 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80

78,14 4,01

77,3 9 4,35

65,4 3 0,69

81,9 6 0,69

78,3 2 3,73

Tabel 2. Temperatur Mesin Tetas Pada Penetasan Telur Itik (0F) Hari penetasan 1 2 3 4

4

I 98,7 99,0 99,0 99,3

Pagi II III 98,0 100,0 97,5 99,3 97,5 99,3 98,0 99,3

IV 98,0 98,0 98,0 98,0

I 98,7 99,0 99,0 99,0

Siang II III 98,0 100,0 97,5 99,3 97,5 99,3 98,0 99,3

IV 98,0 98,0 98,0 98,0

I 99,0 99,0 99,0 99,0

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Sore II III 98,0 100,0 97,5 99,3 97,5 99,3 98,0 99,3

IV 98,0 98,0 98,0 98,0

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Rerata SD

99,3 99,0 98,7 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 84,64 0,44

98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 97,0 98,0 97,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 97,7 98,2 98,2 98,2 98,2 98,2 98,0 98,0 96,7 96,7 96,7 97,78 0,49

99,3 99,3 99,3 99,3 99,3 99,3 99,3 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 99,75 0,34

98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 95,3 95,3 95,3 95,3 95,3 95,3 97,0 97,0 97,35 1,12

99,3 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,79 0,43

98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 97,7 98,2 98,2 98,2 98,2 98,2 98,2 98,2 98,2 98,2 98,2 98,03 0,19

99,3 99,3 99,3 99,3 99,3 99,3 99,3 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 99,75 0,34

98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 95,3 95,3 95,3 95,3 95,3 95,3 97,0 97,0 97,35 1,12

99,0 98,7 99,0 98,7 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,76 0,41

98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 97,7 98,2 98,2 98,2 98,2 98,2 98,2 98,2 97,6 97,6 97,6 97,96 0,22

Juni, 2012

99,3 99,3 99,3 99,3 99,3 99,3 99,3 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 99,75 0,34

98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 98,0 95,3 95,3 95,3 95,3 95,3 95,3 97,0 97,0 97,35 1,12

Persaratan penting yang lain dalam proses penetasan adalah temperatur mesin tetas selama penetasan. Sumber panas yang dihasilkan dalam mesin tetas pada penelitian ini utamanya berasal dari panas listrik dan lampu minyak bila terjadi pemadaman listrik. Sedang untuk menstabilkan temperatur dibantu dengan alat Regulator, Thermostat dan Kapsul. Ketiga alat tersebut pada prisipnya berfungsi untuk mengatur tinggi rendahnya panas, sehingga dalam pengaturan suhu selama proses penetasan tidak banyak menemui hambatan. Temperatur dalam penelitian ini sedikit dibawah temperatur anjuran, tapi masih dalam batas yang direkomendasikan. Temperatur yang rendah akan berpengaruh pada umur penetasan , kalau temperatur lebih rendah dibanding temperatur yang normal, maka umur penetasan akan lebih lama. Temperatur ruangan mesin tetas yang dianjurkan sebagai berikut (Subiharta, 2010):  minggu 1 : 38,60 C (101,50 F)  minggu 2 : 38,90 C (1020 F)  minggu 3 : 39,20 C (102,50 F)  minggu 4 : 39,40 C (1030 F) Fertilitas dan Daya tetas Tabel 3. Rata - Rata Fertilitas, Kematian Embrio, dan Daya Tetas Pada Penetasan Telur Itik Tegal Model I

Uraian Jumlah telur yang ditetaskan (butir)

Model II

Model III

Model IV

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

150

100

100

250

100

100

150

125

125

150

120

125

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Juni, 2012

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Telur tertunasi (butir)

133

76

96

236

93

95

134

97

102

125

74

85

Fertilitas (%)

88,67

76,00

96,00

94,40

93,00

95,00

89,33

77,60

81,60

83,33

61,67

68,00

Embrio mati (%) Hari ke 7

0,00

6,58

3,13

1,69

0,00

2,11

17,16

10,31

0,00

0,00

0,00

3,53

Hari ke 10

3,76

7,89

6,25

2,97

2,15

10,53

4,48

0,00

14,71

0,00

0,00

0,00

Hari ke 18

0,00

17,11

0,00

9,75

4,30

0,00

37,31

0,00

3,92

0,00

0,00

0,00

Jumlah

3,76

31,58

9,38

14,41

6,45

12,64

58,95

10,31

18,63

0

0

3,53

Daya tetas (%)

26,87

76,29

50,98

85,59

55,91

63,16

66,17

15,79

42,71

79,20

85,14

88,24

Fertilitas dalam penetasan utamanya dipengaruhi oleh asal telur tetas itik, yaitu perbandingan antara itik jantan–betina selama proses produksi telur. Makin tinggi perbandingan itik jantan–betina, maka makin kecil terjadinya perkawinan sehingga fertilitas makin rendah. Perbandingan antara itik jantan dengan betina untuk menghasilkan telur tetas berbeda antara satu peneliti dengan peneliti yang lain. Perbandingan antara itik jantan dengan betina dari hasil penelitian antara 1 : 5–8 (Palguna, 1976 dan Srigandono 1997). Secara teori fertilitas yang tinggi didapat pada sistem perkawinan dengan Inseminasi Buatan (IB), karena pada perkawinan dengan IB, semua induk mendapat perlakuan perkawinan yang sama. Pada perkawinan dengan inseminasi buatan diperlukan keahlian dan tenaga kerja yang berlebih dibanding kawin alam. Pada perkawinan dengan IB , induk itik harus dipelihara dalam kandang baterei (individu). Fertilias penelitian ini dari keempat perlakuan berturut–turut adalah 86,89% (perlakuan 1), 94,13% (perlakuan 2), 82,84% (perlakuan4). Perbedaan fertilitas dari keempat perlakuan diduga karena perbedaan flok dari itik penghasil telur tetas, walaupun perbandingan itik jantan dengan betina antar flok sama, yaitu 1 : 5. Fertilitas pada telur itik Tegal dengan perkawinan IB laporan Subiharta et al. (2000) sebesar 74,39 ± 8,86%. Fertilitas dari hasil penelitian ini ternyata lebih tinggi dari fertilitas telur itik dengan sistem perkawinan IB, hal ini karena perbandingan itik jantan dengan betina sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya, walaupun ada sifat itik jantan yang kadang– kadang akan kawin dengan betina tertentu. Kematian embrio dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban selama proses penetasan. Dalam penelitian ini pengamatan kematian embrio dilakukan pada hari ke 7; 10 dan 18. Kematian embrio yang tinggi akan berpengaruh pada daya tetas. Kematian embrio tertinggi pada perlakuan 3 (penetasan dengan bak air dari seng dan letak telur horizontal) mencapai 9,76%. Kematian embrio yang tinggi diduga akibat kelembaban yang berlebihan (81,75–81,96%). Sebaliknya pada perlakuan 4 ( penetasa dengan bak air dari aluminium dan letak telur horizontal ) kematian embrio hanya 0,39% karena didukung dengan kelembaban yang stabil (Tabel 1). Kematian embrio pada penetasan dengan bak air dari plastik, dengan letak telur berbeda dalam mesin tetas menunjukkan bahwa pada letak telur horizontal (perlakuan1) kematian embrio 4,90%, sedang pada letak telur miring 35 derajat (perlakuan 2) kematian embrio sebesar 1,32%. Seperti telah disampaikan diatas bahwa kematian embrio berkaitan dengan daya tetas. Daya tetas hasil penelitian ini menunjukkan pada perlakuan 4, kematian embrionya paling sedikit sehingga menghasilkan daya tetas paling tinggi ( 84,19%), daya tetas terendah pada perlakuan 3 (41,56%) akibat kematian embrio yang tinggi. 6

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Juni, 2012

Daya tetas pada perlakuan 1 dan 2 masing–masing 51,38% dan 68,22%. Daya tetas hasil penelitian ini cukup bagus dibanding daya tetas pada itik Tegal yang menggunakan mesin tetas berpemanas lampu minyak yaitu 49,24 ± 8,56% (Subiharta et al., 2000). KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penetasan telur itik Tegal dengan menggunakan mesin tetas berpemanas listrik, telur diletakkan horizontal dalam rak telur, bak air (tempayan) dari aluminium dan ventilasi dibuka pada hari kedua menghasilkan kelembaban yang ideal dan stabil sehingga kematian embrio paling kecil (0,39%) serta daya tetas paling tinggi (84,19%). DAFTAR PUSTAKA Chavez and A. Lasmini 1978. Comparativ performance of native Indonesia egg laying duck. Center report no, 6 Center for animal Research and Development, Bogor, Indonesia Hardjosworo, P. 1990. Usaha–usaha peningkatan manfaat itik Tegal untuk produksi telur. Pros. Temu Tugas Sub Sektor PeternakanPeningkatan usaha ternak itik di Jawa Tengah. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu. Jawa Tengah dalam Angka 2009. Statistik Jawa Tengah Palguna, A.A.B, P. Supadnya dan D. Darmadja, 1976. Hubungan antra jantan dan betina dengan fertilitas telur pada itik Bali. Buletin Fak.Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Udayana. No. 068. Srigandono, B. 1997. Ilmu Unggas Air.Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Subiharta, D.M. Yuwana, Joko Pramono, Suryo A.P., dan Hartono. 2000. Peningkatan produktivitas itik Tegal dengan perbaikan mutu dan majajemen pemeliharaan di Kabupaten Brebes. Kerjasama BAPPEDA Kabupaten Brebes dengan BPTP Jawa Tengah. Laporan akhir. Subiharta, 2010. Manajemen penetasan telur itik Tegal. Bahan pelatihan pada kegiatan FEATI (Famer Emprowement Trought Agricultural Teghnology and Inovation).

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012