PENGARUH SELF ESTEEM DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP ...

16 downloads 230 Views 762KB Size Report
5 Des 2011 ... Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Self Esteem dan dukungan sosial terhadap optimism hidup orang dengan ...
PENGARUH SELF ESTEEM DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP OPTIMISME HIDUP PENDERITA HIV/AIDS Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi salah satu persayaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun oleh: Idham Khalid 105070002284

FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/2011 M

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Idham Khalid NIM

: 105070002284

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Self Esteem dan dukungan sosial terhadap optimism hidup orang dengan HIV/AIDS” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 5 Desember 2011

Idham Khalid 105070002284

“All you need is love”

(Jhon Lennon)

Persembahan

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk ayah dan ibu tercinta Serta adik-adik dan kakak-kakakku

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim Alhamdullilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., karena berkat segala kekuasaan dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masi jauh dari kesempurnaan. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. serta pengikutnya sampai akhir zaman. Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak luput dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:

1.

Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya. Pudek bagian akademik Ibu Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si, Pudek bagian keuangan Bapak Bambang Suryadi, Ph.D, dan Pudek bagian kemahasiswaan Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si.

2.

Bapak Ikhwan Lutfi M.Psi. dan Ibu Rena Latifah, M.Psi yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran serta ide dalam penyusunan skripsi ini. Penulis banyak mendapatkan masukan, ide, pengetahuan, serta wawasan yang telah diberikan selama penulis berjuang di kampus tercinta ini, terimakasi atas waktu dan kesabaranya yang telah diberikannya.

3.

Bapak Ikhwan Lutfi M.Psi. Pembimbing Akademik yang hari-harinya cukup dipadati oleh kami yang selalu membutuhkan bimbingan dan motivasi.

4.

Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, semoga Allah SWT, memberikan berlipat-lipat pahala atas amal yang telah diberikan.

5.

Untuk kedua orang tua penulis, M Ya’kub Siregar dan Khadijah Nasution. Karena cinta mereka berdua penulis masih bisa berdiri tegak.

6.

Saudara-saudaraku yang ku sayangi, kakak (Khairiah), Abah (Zul Hidayat), serta Adik-adikku (Arfatul Hifni, Nur Sa’bani dan Abdur Rahman), mari kita menjadi kebanggan orang tua dan akan menemani mereka sampai di surga kelak amin.

7.

Untuk teman-teman ODHA khususnya yang tergabung dalam yayasan Stigma, terima kasih sudah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini untuk dijadikan responden semoga Tuhan selalu melimpahkan kebaikan. Amin.

8.

Teman-teman psikologi angkatan 2005 khususnya kelas B, Ikbal, Rizki, Vany, Dewi, Nola Dll. Terkhusus untuk wak Fei, Adi, Budi, Wahyu, Rojak, Agung, Ruhyat serta teman-teman mahachala Ari, Mahar, Ajeng, Bilqis, Niwah.

9.

Untuk kawan-kawan KOMPAK,bete, Ainul, Hafiz,Sidik,Rini,bohal, Adnan,bejo dll berkat doa dan dukungan kalian akhirnya skripsi ini bisa selesai, semoga kalian sukses, Amin.

10. Para staf pegawai bagian Akademik, Umum, Keuangan, dan Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu dalam proses birokrasi dan kemudahan bagi penulis dalam pembelajaran di kampus tercinta ini. 11. Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu persatu, karena dukungan moral, doa, dan pengertian mereka, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk dapat menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata, sangat besar harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat yang besar, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk mengeksplorasinya lebih lanjut. Jakarta, 5 desember 2011

Penulis

ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (B) Desember 2011 (C) Idham Khalid (D) Pengaruh Self Esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS. (E) Xiii + 98 Halaman HIV/AIDS menimbulkan masalah yang sulit, misalnya seputar kesehatan, hubungan dengan orang lain, keuangan, kematian dan perasaan mengenai seksualitas. Prasangka dan diskriminasi (perlakuan tidak adil) dari orang lain serta masalah sosial dan ekonomis yang lebih luas juga menyebabkan banyak persoalan bagi ODHA Optimisme diartikan sebagai suatu pandangan secara menyeluruh, melihat hal yang baik, berpikir positif, dan mudah memberikan makna bagi diri.

Individu yang optimis mampu menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari yang telah lalu, tidak takut kegagalan, dan berusaha untuk tetap bangkit mencoba kembali bila gagal. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Optimisme, diantaranya self esteem dan dukungan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) apakah terdapat pengaruh self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kausalitas dengan teknik analisis data menggunakan teknik multi-regresi. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 30 penderita HIV/AIDS. Adapun teknik pemilihan sampel menggunakan incidental. Sementara itu, instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan tiga skala yaitu skala self esteem, dukungan sosial dan optimisme hidup. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan: 1) self esteem dan dukungan sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS. 2) proporsi varian self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS sebesar 76.5%. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti memberikan saran agar mencari dan menghubungkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi optmimisme hidup ODHA, diantaranya, religiusitas, self konsep dan self efficacy. Secara praktis Perlu pengambilan kebijakan oleh pemerintah atau pihak-pihak terkait untuk mencari penanggulangan yang lebih tepat dalam mengatasi masalah HIV/AIDS. (F) Bahan bacaan :24 (1977-2009)

DAFTAR ISI Halaman Judul Lembar persetujuan skripsi..................................................................................

i

lembar Pengesahan...............................................................................................

ii

lembar pernyataan................................................................................................

iii

Motto....................................................................................................................

iv

Kata Pengantar…………………………………………….................................

v

Abstrak ………………………………………………………............................

viii

Daftar Isi …………………………………………............................................

ix

Daftar Tabel …………………………………………………...........................

xiii

Daftar bagan ………………………………………………...............................

xv

BAB

I

PENDAHULUAN..........................................................................

1

1.1

Latar Belakang ....................................................................

1

1.2

Batasan Masalah dan Rumusan Masalah .............................

9

1.2.1

Batasan Masalah .......................................................

9

1.2.2

Rumusan Masalah ....................................................

10

Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................

10

1.3.1

Tujuan Penelitian .....................................................

10

1.3.2

Manfaat Penelitian ...................................................

10

Sistematika Penulisan ..........................................................

11

1.3

1.4

BAB

II LANDASAN TEORI...................................................................... 2.1

2.2

2.3

12

Optimisme hidup...................................................................

32

2.1.1

Pengertian optimisme................................................

32

2.1.2

Aspek-aspek optimisme............................................

34

2.1.3

Ciri-ciri optimisme....................................................

37

2.1.4

Faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme..........

38

2.1.5

Fungsi dan Manfaat Optimis dalam Kesehatan.........

39

Self esteem.............................................................................

14

2.2.1

Pengertian Self esteem...............................................

14

2.2.2

Pembentukan Self esteem.................. ........................

17

2.2.3

Aspek-aspek Self esteem .......................................... .

19

2.2.4

Faktor-faktor yang mempengaruhi Self esteem.........

22

Dukungan sosial........................................................................

2

2.3.1

Definisi Dukungan sosial ..........................................

24

2.3.2

Bentuk-bentuk Dukungan sosial ...............................

25

2.3.3

Sumber-sumber Dukungan sosial .............................

28

2.3.4

Efek Dukungan sosial terhadap kesehatan................

30

2.4 HIV/AIDS ............................................................................. ..

41

2.4.1

Pengertian HIV/AIDS………………………

2.4.2

Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan

41

HIV/AIDS…………………………………..

43

2.4.3

Cara Pencegahan HIV/AIDS……………….

45

2.4.4

Dampak psikososial HIV/AIDS terhadap ODHA 46

2.5 Kerangka Berfikir .....................................................................

48

2.6 Hipotesis .................................................................................

50

BAB

III METODE PENELITIAN……………………………………..

52

3.1.

Jenis Penelitian………………………………………………

52

3.1.1. Pendekatan Penelitian…………………………………

52

3. 1. 2. Metode Penelitian……………………………………

52

3. 2. Variabel Penelitian…………………………………………… 3.2.1. Definisi Variabel Penelitian………………………….......

53

3.2.2. Definisi Konseptual Variabel………………………….

53

3.2.3. Definisi Operasional Variabel…………………………..

54

3. 3. Pengambilan Sampel…………………………………………..

55

3.3.1. Populasi………….........................................................

55

3.3.2. Sampel…………………………………………………..

55

3. 4. Teknik Pengambilan Sampel…………………………………..

55

3. 5. Teknik Pengumpulan Data…………………………………….

56

3.5.1 Instrumen Penelitian .…………………………………...

56

3. 6. Uji Instrumen Penelitian ……………………………………….

60

3.6. 1. Teknik Uji Instrumen Penelitian…………………….....

60

3.6.2. Hasil Uji Instrumen Penelitian………………….............

62

3. 7. Teknik Analisa Data……………………………………….. ........ BAB

53

63

IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA......................

68

4.1 Gambaran Umum Responden........................................................

68

4.2. Deskripsi Skor Variabel optimism hidup, Self Esteem dan dukungan social …………………………………………………………..………....

69

4.3 Uji beda berdasarkan jenis kelamin……………………………

73

4.4 Uji beda berdasarkan lama terinfeksi……………………………

79

4.7 Uji Hipotesis Koefisien Analisa Regresi dari self esteem dan dukungan sosial terhadap optmimisme hidup ...........................................................

89

4.8 Uji Hipotesis Koefisien Analisa Multiple Regresi dan Proporsi Varian………………………………………………………………. 92 BAB

V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN....................................

99

5.1

Kesimpulan .....................................................................................

99

5.2

Diskusi .............................................................................................

100

5.3

Saran................................................................................ ................

102

5.3.1 Saran Teoritis.........................................................................

102

5.3.2 Saran Praktis...........................................................................

103

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... .........

104

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL 3.1. Bobot nilai tiap item .............................................................................

57

3.2. Blue print (try out) skala self esteem ….……………...........................

57

3.3. Blue print (field test) skala self esteem..................................................

60

3.4. Blue print (try out) skala dukungan sosial ..........................................

58

3.5. Blue print (field test) skala dukungan sosial ........................................

61

3.6 Blue print (try out) skala optimisme hidup..........................................

60

3.7 Blue print (field test) skala optimisme hidup........................................

62

4.1. Gambaran umum responden…………………………………………..

68

4.2. Skor Variabel optimism hidup........................……………………. ………

62

4.3. Skor Variabel self esteem ………………………………………………..

63

4.4. Skor Variabel dukungan sosial………………………………………….........

64

4.5 Uji Hipotesis Koefisien Analisa Regresi dari self esteem dan dukungan Sosial terhadap optimisme hidup…………………………………………

65

4.6 Uji Hipotesis Koefisien Analisa Multiple Regresi………………………

66

4. Proporsi varian……………………………………………………………….

72

4.8. Uji Beda Untuk optimism hidup Berdasarkan Jenis Kelamin………………

74

4.9. Uji Beda Untuk Self Esteem Berdasarkan Jenis Kelamin…….………………

75

4.10. Uji Beda Untuk Dukungan Sosial Berdasarkan Jenis Kelamin………………

76

4.11 Uji Beda Untuk Perasaan Tentang Diri Sendiri, Perasaan Terhadap Orang lain dan Hubungan dengan Orang Lain Berdasarkan Jenis Kelamin……….

77

4.12 Uji Beda Untuk dukungan sosial berdasarkan Jenis Kelamin………………

79

4.13 Uji beda untuk optimism hidup berdasarkan lama terinfeksi……………..

81

4.14 Uji beda untuk self esteem berdasarkan lama terinfeksi…………………..

82

4.15 Uji beda untuk dukungan sosial berdasarkan lama terinfeksi……………..

83

4.16 Uji Perasaan Tentang Diri Sendiri, Perasaan Terhadap Orang lain dan Hubungan dengan Orang Lain Self Esteem berdasarkan lama terinfeksi …………………………………………………………………..

84

4.17 uji beda untuk dukungan emosional, penghargaan, instrumental, informasi dan persahabatan Berdasarkan lama terinfeksi……………….

88

DAFTAR BAGAN 2.1. Kerangka berpikir ………………………………………………………

38

4.1 Koefisiensi Regresi terhadap optimisme hidup…………………………

70

4.2 Koefisiensi multiple Regresi terhadap optimisme hidup………………

66

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan sistematika penulisan.

1.1

Latar Belakang Masalah

Saat

ini

berita

mengenai

kasus

infeksi

Human

Immunodeficiency

Virus

(HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) bukan lagi hal yang aneh. Nisa (2007) menjelaskan, kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada tahun 1981 pada sekelompok kaum homoseksual di California dan New York. Dalam kasus tersebut ditemukan adanya Sarcoma Kaposi, Pneumonia, Pneumocystis Carini dan beberapa gejala klinis yang tidak biasa. Kemudian gejala penyakit tersebut semakin jelas diketahui sebagai akibat adanya kegagalan system imun. Karena itu disebut AIDS. Sementara itu, Nisa (2007) menambahkan, di Indonesia kasus AIDS pertama kali dilaporkan secara resmi oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 1987, yang menimpa seorang warga Negara asing di Bali. Sampai akhir Desember 2005 tercatat ada 5.321 kasus AIDS dan 4.244 kasus HIV yang telah dilaporkan. Sebanyak 16% adalah perempuan dan sebagian besar adalah laki-laki (84%). Kelompok umur terbanyak penderita HIV/AIDS merupakan kelompok umur produktif, yaitu

kelompok umur 20-39 tahun sebanyak 54,07%, dan kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 25,86%. Hingga tahun 2007 terdapat antara 90.000-130.000 orang Indonesia yang hidup dengan HIV. Dengan menggunakan perhitungan angka kelahiran sebesar 2,5%, diperkirakan terdapat 2.250-3.250 bayi yang mempunyai resiko terlahir dengan HIV. Pola penyebaran infeksi yang umum terjadi adalah melalui hubungan seksual, kemudian

diikuti

dengan

penularan

melalui

penggunaan

narkotika

dan

penyalahgunaan zat adiktif (napza) suntik. Pengguna napza suntik, berdasarkan kasus yang terlaporkan, jumlah kasus AIDS di Indonesia sejak 1987-2002 terus meningkat, menyerang semua kelompok umur, khususnya remaja serta kelompok usia produktif. Data pengawasan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta menunjukan adanya kenaikan infeksi HIV pada pengguna napza suntik dari 15% pada 1999 menjadi 17,9% pada 2002 (Nisa, 2007). Sementara itu, dr Ronald Jonathan MSc, menambahkan, jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh Indonesia sejak 1980-an hingga September 2009 yang terdata oleh Departemen Kesehatan mencapai 18.442 penderita, dengan perbandingan jumlah penderita laki-laki dan perempuan sebesar tiga berbanding satu dengan rentang usia tertinggi penderita HIV/AIDS hingga saat ini masih tetap berada pada usia produktif yaitu 20-39 tahun. Penyebabnya hampir 50% dari penyebaran virus HIV/AIDS terjadi melalui hubungan seksual dan melalui jarum suntik (pada pengguna narkoba) yang mencapai 40,7% berdasarkan riset terhadap jumlah total penderita (ANTARA News, 2009).

Sugiarto (2004) menjelaskan bahwa pengetahuan masyarakat yang terbatas mengenai penyakit AIDS menimbulkan kesan bahwa ODHA ini telah dihukum Tuhan. Mereka dianggap telah melakukan dosa besar dan menimbulkan rasa malu bagi masyarakat, karenanya ODHA harus dijauhi dan dikucilkan. Soraya (2006), menambahkan masyarakat umum di sekitar ODHA akan merasa takut tertular, merasa lingkungannya tercemar dan dapat merusak nama baik masyarakat sekitar tempat tinggalnya, sehingga membuat mereka mengucilkan ODHA.

Masdrop (2004) menjelaskan bahwa HIV/AIDS menimbulkan masalah yang sulit, misalnya seputar kesehatan, hubungan dengan orang lain, keuangan, kematian dan perasaan mengenai seksualitas. Prasangka dan diskriminasi (perlakuan tidak adil) dari orang lain serta masalah sosial dan ekonomis yang lebih luas juga menyebabkan banyak persoalan bagi ODHA. Ronald (2003) menjelaskan bahwa seseorang yang menderita AIDS sering mengalami masalah-masalah psikologis, terutama kecemasan, depresi, rasa bersalah (akibat perilaku seks dan penyalahgunaan obat), marah dan timbulnya dorongan untuk bunuh diri. Soraya (2006) menambahkan Apabila seseorang telah didiagnosis terinfeksi HIV biasanya mereka akan menghadapi berbagai masalah diantaranya perasaan malu, tidak diterima dalam keluarga atau masyarakat, merasa dikucilkan, tidak memilki masa depan, akan menjadi beban orang lain, sulit mendapatkan pekerjaan, tidak punya teman, khawatir tidak adaanya obat yang dapat menyembuhkannya dari virus itu, merasa tidak berguna hilang semangat dan takut akan segera meninggal. Maka

dari itu, juga menurut Soraya, optimisme sangat dibutuhkan oleh penderita HIV/AIDS. Menurut Sagerestrom (dalam Ghufron Nur dkk, 2010) optimisme merupakan cara berpikir yang yang positif dan realistis dalam memandang suatu masalah. Berpikir positif adalah berusaha mencapai hal terbaik dari keadaan terburuk. Optimis dapat membantu meningkatkan kesehatan secara psikologis, memiliki perasaan yang baik, melakukan penyelesaian masalah dengan cara yang logis sehingga hal ini dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Seligman (2008), diperoleh hasil, bahwa optimisme sangat berpengaruh pada kesejahteraan psikis dan kesehatan mental seseorang, meningkatkan sistem imun dan menurunkan stress. Studi mengenai kesehatan mental menunjukan bahwa orang yang optimis jauh dari berbagai penyakit stres, depresi, dan lainnya. Tingkat perlawanan seseorang terhadap masalah atau hambatan yang dihadapi terkait dengan tingkat optimismenya. Orang dengan optimisme kuat biasanya punya perlawanan yang kuat untuk menyelesaikan masalah. Sebaliknya, orang dengan optimisme rendah (pesimis), biasanya punya tingkat perlawanan yang lebih lemah, cenderung lebih mudah menyerah pada realitas ketimbang memperjuangkannya (Ubaedy, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Gill (dalam Nevid, 2006), menunjukkan adanya hubungan antara optimisme dengan kesehatan yang lebih baik. Misalnya, pasien yang memiliki pikiran lebih pesimis selama masa sakitnya akan lebih menderita dan distress. Menurut Ubaedy (2007) Salah satu penyebab yang membuat

orang gagal memilki harapan optimistik adalah sikapnya yang kurang sehat, yakni ketika seseorang tidak bisa menerima kenyataan dengan warna-warni kehidupan, yang kerap terjadi malah membuat seseorang mudah stres. Masdrop (2004) menjelaskan, ketika seseorang divonis positif menderita HIV/AIDS maka mereka merasa harga dirinya telah jatuh atau rendah dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain. sementara Branden (2007), menjelaskan bahwa tanpa dibekali self esteem yang sehat, individu akan mengalami kesulitan untuk mengatasi tantangan hidup maupun untuk merasakan berbagai kebahagiaan dalam hidupnya. Branden juga mengatakan bahwa self esteem mengandung nilai keberlangsungan hidup (survival value) yang merupakan kebutuhan dasar manusia. Hal ini memungkinkan self esteem mampu memberikan sumbangan bermakna bagi proses kehidupan individu selanjutnya, maupun bagi perkembangan pribadi yang sehat. Lerner dan Spanier, 1980 (dalam Ghufron, 2010) berpendapat bahwa harga diri adalah tingkat penilaian yang positif atau negatif yang dihubungkan dengan konsep diri seseorang. Harga diri merupakan evaluasi terhadap dirinya sendiri secara positif dan juga sebaliknya dapat menghargai secara negatif. Berne dan Savary (1994) menyebutkan bahwa orang yang memiliki harga diri yang sehat adalah orang yang mengenal dirinya sendiri dengan segala keterbatasannya, mereka tidak malu atas keterbatasan yang dimiliki, memandang keterbatasan sebagai suatu realitas, dan menjadikan keterbatasan itu sebagai tantangan untuk berkembang. Ia juga menyebutkan bahwa harga diri yang sehat adalah kemampuan untuk melihat diri sendiri berharga, berkemampuan, penuh kasih sayang yang memiliki bakat-bakat

pribadi yang khas serta kepribadian yang berharga dalam hubungannya dengan orang lain. Sebaliknya, orang yang merasa rendah diri, memiliki gambaran negatif pada diri, sedikit mengenal dirinya sehingga menghalangi kemampuan untuk menjalin hubungan, merasa tidak terancam dan berhasil. Di samping itu, Seligman (2005) menjelaskan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu faktor yang menyebabkan orang untuk bersikap optimis. Dalam beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan dukungan sosial terhadap Odha, dapat diperoleh hasil sebagai berikut: Zich dan Temoshok (dalam Chatib, 2005) memimpin sebuah studi longitudinal pada 103 Odha tahap ARC dan AIDS untuk menilai hubungan antara dukungan sosial dan daya tahan (hardiness) terhadap efek negatif dari stress (distress) baik secara fisik maupun psikologis. Hasilnya subyek menunjukan keinginan, ketersediaan, kegunaan dan frekuensi dari penggunaan 4 bentuk dukungan sosial. Empat bentuk tersebut meliputi tingkah laku dukungan emosional (ada orang yang dapat diajak bicara), tingkah laku memecahkan problem (memberikan saran-saran), pengaruh personal tidak langsung (keinginan orang lain untuk menolong), respon-respon dari lingkungan (intervensi dari orang lain untuk menurunkan stress). Penelitian, Zich dan Temoshok (dalam Chatib, 2005) menyebutkan bahwa dukungan sosial secara positif berkorelasi dengan daya tahan dan secara negatif berkorelasi dengan distress. Baik untuk Odha yang ARC maupun yang AIDS, bentuk dukungan emosional dipilih dalam semua kategori (keinginan, ketersediaan, kegunaan dan paling sering digunakan). Bentuk dukungan emosional juga

mempunyai efek yang paling nyata dalam korelasi dengan daya tahan. Hasil ini juga bisa dihubungkan dengan fakta bahwa dukungan emosional dapat berasal dari berbagai sumber, sedangkan bentuk lain dari dukungan sosial, misalnya pemecahan masalah, dapat datang hanya dari seseorang yang sedikit banyaknya tergolong ahli. Pada subyek tahap AIDS, meningkatnya distress fisik berkorelasi dengan merendahnya persepsi mengenai ketersediaan dukungan sosial. Baik subyek yang ARC (Anti Retro Viral) maupun AIDS, persepsi dari ketersediaan dukungan sosial yang kuat dihubungkan dengan penurunan perasaan ketidakberdayaan dan depresi (Chatib, 2005). Idealnya seseorang yang memiliki sellf esteem yang tinggi akan memiliki optimisme yang tinggi pula, dan mereka yang memiliki self esteem yang positif dan sangat menyadari siapa dirinya dan potensinya akan memiliki optimis hidup yang tinggi pula. Di samping itu ODHA juga membutuhkan dukungan sosial untuk bertahan hidup. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh hingga tahun 2011 di Yayasan Stigma yang bergerak di bidang penanggulangan HIV/ AIDS bahwa jumlah penderita ODHA sebanyak 61 orang yang terdiri dari 37 laki-laki dan 24 perempuan yang berada pada usia produktif yaitu antara 21 – 40 tahun. Seharusnya, pada kisaran usia tersebut biasa digunakan untuk melakukan hal-hal bermanfaat seperti berkarya dan mengaktualkan potensi yang dimiliki. Namun pada faktanya ODHA tidak mampu berbuat hal yang produktif, berjuang melawan penyakitnya maupun dan juga stigma negatif dari masyarakat.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti ingin mengetahui sejauh mana self esteem dan dukungan sosial mampu mempengaruhi optimis hidup penderita HIV/AIDS karena banyaknya ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) self esteemnya rendah, merasa dikucilkan oleh masyarakat sehingga kebanyakan ODHA tidak optimis dalam menjalankan hidupnya. Maka dari itu peneliti memberikan judul penelitian ini pengaruh self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

1.2.

Batasan Masalah Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas, maka perlu suatu pembatasan masalah, adapun pokok permasalahan yang menjadi batasan permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Optimisme adalah harapan kuat terhadap segala sesuatu yang terdapat

dalam kehidupan akan mampu teratasi dengan baik, walaupun ditimpa banyak masalah dan frustrasi. Optimisme sebagai kecenderungan untuk memandang segala sesuatu

dari

segi

dan

kondisi

baiknya dan

mengharapkan hasil yang paling memuaskan. 2. Self esteem adalah penilaian yang diberikan individu terhadap dirinya sendiri, baik positif maupun negatif, yang kemudian diekspresikan dalam sikap terhadap dirinya tersebut dalam aspek perasaan mengenai dirinya sendiri, perasaan terhadap hidup dan hubungan dengan orang lain.

3. Dukungan sosial adalah persepsi individu tentang keberadaan individu lain yang dapat diandalkan kemampuan dan kehadirannya jika individu dalam keadaan yang memerlukan bantuan dan orang tersebut menunjukan bahwa ia peduli, menyayangi dan menghargai individu 4. Penderita HIV/AIDS adalah individu yang terinfeksi HIV. Baik yang masih

pada tahap HIV positif maupun yang sudah masuk pada tahap AIDS.

1.3.

Rumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah: Mayor : 1. Apakah ada pengaruh yang signifikan self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup pendirita HIV/AIDS? 2. Seberapa besar sumbangan varian self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup pendirita HIV/AIDS? Minor : 1. apakah perasaan mengenai diri sendiri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS? 2. Apakah perasaan terhadap hidup memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS?

3. Apakah hubungan dengan orang lain memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS? 4. Apakah dukungan emosional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS? 5. Apakah dukungan penghargaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS? 6. Apakah dukungan instrumental memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS? 7. Apakah dukungan informasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS? 8. Apakah dukungan persahabatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS?

1.4.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah 1. untuk melihat pengaruh self esteem dan dukungan sosial terhadap optimis hidup pendirita HIV/AIDS. 2. Untuk melihat seberapa besar sumbangan varian self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup pendirita HIV/AIDS 1.4.2. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain: 1.

Secara Akademis Sebagai aset pustaka yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh seluruh kalangan akademisi, baik dosen maupun mahasiswa, dalam upaya memberikan pengetahuan, informasi, mengenai pengaruh self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS

2.

Secara Praktis Hasil penelitian ini dapat diimplementasikan atau diterapkan di Yayasan Stigma atau di instansi-instansi lain yang relevan.

1.5.

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman penyusunan dan penulisan skripsi fakultas Psikologi UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah Jakarta (2004). Penulisan penelitian ini dibagi menjadi beberapa bab yang terdiri atas: BAB I

: Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II

: berisi teori-teori dan hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang hendak diteliti. Bab ini terdiri dari 6 sub-bab. Sub-bab pertama membahas tentang optimis hidup (di dalamnya terdapat: pengertian, dinamika, ciri-

ciri, faktor-faktor serta fungsi dan manfaat dari optimis itu sendiri). Subbab kedua membahas tentang self esteem (di dalamnya terdapat: pengertian, pembentukan, aspek-aspek dinamika, faktor-faktor yang mempengaruhi,

karakteristik)..

Sub-bab

ketiga

membahas

tentang

dukungan sosial (di dalamnya terdapat pengertian, bentuk-bentuk dukungan sosial, sumber dukungan sosial, serta efek dukungan sosial terhadap kesehatan). Sub-bab keempat, membahas HIV/AIDS (di dalamnya terdapat: pengertian, faktor-faktor penularan, cara pencegahan, serta dampak psikososial terhadap ODHA). Sub bab kelima membahas kerangka berfikir dan sub bab keenam membahas hipotesa penelitian. BAB III : berisi Jenis penelitian, yang meliputi: Pendekatan dan metode penelitian, definisi variable dan operasional variable. Populasi dan sample, yang meliputi: populasi penelitian, sampel penelitian, dan teknik pengambilan sampel. Pengumpulan data, yang meliputi: instrument penelitian, alat penelitian yang digunakan. Prosedur penelitian, yang meliputi: tahap perencanaan, BAB IV : berisi tentang penguraian hasil uji coba instrumen, pelaksanaan penelitian, deskripsi data penelitian dan uji hipotesis. BAB V

: Berisi: Kesimpulan, diskusi dan saran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab ini terdiri dari 4 sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai optimism, sub bab kedua self esteem, sub bab ketiga dukungan sosial dan sub bab keempat HIV/AIDS. Terakhir diuraikan mengenai kerangka berpikir serta hipotesis penelitian.

2.1.

OPTIMISME

Dalam pembahasan optimisme peneliti menguraikan mengenai pengertian optimisme, aspek-aspek optimisme, ciri-ciri optimisme, faktor-faktor optimisme.

2.1.1. Pengertian Optimisme Dalam Kamus besar bahasa Indonesia (2002), optimisme berarti paham (keyakinan) atas segala sesuatu dari segi yang baik dan menyenangkan; sikap selalu mempunyai harapan baik dari segala hal . Seligman (dalam Goleman, 2000) mendefiniskan optimis dalam kerangka bagaimana orang memandang keberhasilan dan kegagalan mereka. Orang yang optimis menganggap kegagalan disebabkan oleh sesuatu hal yang dapat diubah sehingga mereka dapat berhasil pada masa-masa mendatang; sementara orang yang pesimis menerima kegagalan sebagai kesalahannya sendiri, menganggapnya berasal dari pembawaan yang telah mendarah daging yang tak dapat mereka ubah. Selain itu, Seligman (dalam Ubaedy, 2007) juga menambahkan bahwa esensi menjadi orang optimis adalah menghindarkan diri dari kondisi batin yang terpuruk, hanyut, dan larut ke dalam realitas buruk. Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia, optimis adalah selalu berpengharapan baik, semangat meraih keberhasialan. Sedangkan optimisme adalah berpandangan baik dalam menghadapi suatu pekerjaan atau suatu masalah (Amran, 2002). Dietrich Bonhoeffer (dalam Ubaedy, 2007) mengungkapkan bahwa esensi optimis bukan untuk mengubah kenyataan yang sudah terjadi, tetapi mengubah yang belum terjadi. Sedangkan menurut Ubaedy (2007), optimis memiliki dua pengertian. Pertama, optimisme adalah doktrin hidup yang mengajarkan kita untuk meyakini adanya kehidupan yang lebih baik. Kedua, optimisme berarti kecenderungan batin untuk merencanakan aksi untuk mencapai hasil yang lebih bagus.

Sedangkan menurut Sudirman (2009) optimisme dalam kehidupan dunia berarti berharap untuk mendapatkan kesejahteraan yang baik, seperti rejeki yang banyak, kedudukan yang tinggi, dan menjadi orang yang berkuasa. Untuk mencapai hal itu orang harus bekerja keras dengan cara yang halal. Menurut Sagerestrom (1998) optimisme merupakan cara berpikir yang yang positif dan realistis dalam memandang suatu masalah. Berpikir positif adalah berusaha mencapai hal terbaik dari keadaan terburuk. Optimisme dapat membantu meningkatkan kesehatan secara psikologis, memiliki perasaan yang baik, melakukan penyelesaian masalah dengan cara yang logis sehingga hal ini dapat meningkatkan kekebalan tubuh (Ghufron Nur et al. 2010). Lopez dan Snyder (2003) berpendapat optimisme sebagai suatu harapan yang ada pada diri individu bahwa segala sesuatu akan berjalan menuju arah kebaikan. Perasaan optimisme membawa individu pada tujuan yang diinginkan, yakni percaya pada diri dan kemampuan yang dimiliki. Sikap optimis menjadikan seseorang keluar dengan cepat dari permasalahan yang dihadapi karena adanya pemikiran dan perasaan memiliki kemampuan. Juga didukung anggapan bahwa setiap orang memiliki keberuntungan sendiri-sendiri (Ghufron Nur et al. 2010). Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa optimisme adalah sebuah rencana (proses) untuk meyakini adanya kehidupan yang baik dan keyakinan dijadikan bekal untuk meraih hasil yang lebih baik dengan berusaha seoptimal mungkin dan mengantisipasi masalah-masalah yang kemungkinan terjadi,

dan walaupun masalah itu harus terjadi, ia tetap berpikir untuk mencari solusi, bukan larut dalam kondisi terpuruk.

2.1.2. Aspek-aspek Optimisme Menurut Saligman (2005), terdapat beberapa cara individu memandang suatu peristiwa/masalah berhubungan erat dengan gaya penjelasan (explanatory style), yaitu: a. Permanence Gaya penjelasan peristiwa ini menggambarkan bagaimana individu melihat peristiwa berdasarkan waktu, yaitu bersifat sementara (temporary) dan menetap (parmanence). Orang-orang yang mudah menyerah (pesimis) percaya bahwa penyebab kejadian-kejadian buruk yang menimpa mereka bersifat permanen (kejadian itu akan terus berlangsung) selalu hadir mempengaruhi hidup mereka. Orang-orang yang melawan ketidakberdayaan (optimis) percaya bahwa penyebab kejadian buruk itu bersifat sementara. Jika seseorang memikirkan hal-hal buruk dengan kata ”selalu” dan ’tidak pernah” disertai ciri-ciri yang menyertainya, maka ia memilki gaya pesimistis yang permanen. Sedangkan orang optimis akan mengatakan ”kadangkadang” dan ”akhir-akhir”, menggunakan kata sifat dan menyalahkan hal-hal yang sementara sifatnya. Orang-orang yang meyakini bahwa peristiwa baik memiliki penyebab permanen, ketika berhasil mereka berusaha lebih keras lagi pada kali

berikutnya. Orang-orang yang menganggap peristiwa baik disebabkan oleh alasan temporer mungkin menyerah, bahkan ketika berhasil, mereka percaya itu hanya suatu kebetulan. Orang yang paling bisa memanfaatkan keberhasilan dan terus bergerak maju begitu segala sesuatu mulai berjalan dengan baik adalah orang yang optimistis. b. Pervasif (spesifik versus universal). Gaya penjelasan peristiwa ini berkaitan dengan ruang lingkup peristiwa tersebut, yang meliputi universal (menyeluruh) dan spesifik (khusus). Sebagian orang bisa melupakan persoalan

dan melanjutkan kehidupan

mereka bahkan ketika salah satu aspek penting dari kehidupan mereka (misal: pekerjaan, perkawinan) berantakan. Ada sebagian lain yang membiarkan satu persoalan melebar mempengaruhi segala segi kehidupan mereka. Mereka menganggapnya sebagai bencana. Seperti pepatah ”seutas benang kehidupan terputus, seluruh tenunan terbuai” c. Personalization. Peronalization merupakan gaya penjelasan masalah yang berkaitan dengan sumber dari penyebab kejadian tersebut, meliputi dari internal (dari dalam dirinya) dan eksternal (dari luar dirinya).

Dapat disimpulkan dari beberapa sumber di atas, bahwa gaya penjelasan masalah (explanatory style) terbagi kepada tiga dimensi yaitu; Pertama, permanence (berdasarkan waktu) yang terbagi kepada permanen dan temporer, kedua, pervasif

(berdasarkan ruang) yang terbagi kepada spesifik dan universal, dan ketiga, personalization (dari sumber masalah itu sendiri) yang terbagi kepada internal dan eksternal.

2.1.3. Ciri-cici Optimisme Menurut McGinnis (1995) terdapat 12 ciri-ciri orang yang optimis, diantaranya sebagai berikut: 1. tidak terkejut oleh kesulitan seperti berani menerima kenyataan dan mempunyai penghargaan yang besar pada hari esok. 2. mampu mencari pemecahan masalah seperti memandang permasalahan besar ataupun permasalahn kecil dapat terselesaikan. 3. merasa yakin mengendalikan masa depan mereka seperti yakin bahwa dirinya mampu menguasai keadaan. 4. memungkinkan terjadinya pembaharuan secara teratur seperti berhubungan dengan orang-orang yang mempunyai harapan dan mengambil tindakan secara sadar dan tidak sadar untuk melawan keinginannya. 5. menghentikan pemikiran negative seperti ,terlihat banyak hal dari segi positif dan berfikir logis. 6. meningkatkan kekuatan apresiatif seperti menikmati apa yang tedapat di dunia.

7. menggunakan imajinasi untuk melatih sukses seperti mengubah kekhawatiran menjadi bayangan positif

dan menbayangkan hal-hal positif untuk masa

depan. 8. selalu gembira bahkan ketika merasa tidak bahagia sepeti berprilaku ceria baik dalam keadaan senang ataupun sedih. 9. merasa yakin bahwa punya kemampuan yang tidak terbatas untuk diukur seperti mempunyai keyakinan yang sangat kuat. 10. suka bertukar berita baik seperti memandang apa yang dibicarakan dengan orang lain mempunyai pengaruh yangn penting terhadap suasana hati. 11. membina cinta dalam kehidupan seperti mempunyai hubungan yang sangat erat, memperhatikan orang yang sedang dalam kesulitan dan mempunyai kemauan untuk mengagumi dan menikmati banyak hal pada diri orang lain. 12. menerima apa yang tidak bisa diubah seperti dapat menyesuaikandiri dengan dengan system baru dan mempunyai keinginan untuk mempunyai cara baru.

2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Optimisme Faktor-faktor yang mempengaruhi optimis menurut para ahli, yaitu : 1. Pesimis, banyak orang yang menyatakan mereka ingin bisa lebih positif, tetapi berpikir mereka terkutuk dengan sifat pesimistik, dan untuk dapat mengubah dirinya dari pesimis menjadi optimis dapat melalui rencana tindakan yang ditetapkan sendiri (McGinnis, 1995)

2. Pengalaman bergaul dengan orang lain, kemampuan untuk mengagumi dan menikmati hal pada diri orang lain merupakan daya yang sangat kuat, sehingga dapat membantu mereka memperoleh optimism (Clark dalam McGinnis, 1995) 3. Prasangka, prasangkaan hanyalah prasangkaan, bisa merupakan fakta, bisa pula tidak (Seligman, 2005)

Sedangkan menurut Larsen dan Buss (2002), cara lain dimana optimisme dapat meningkatkan kesehatan melalui sebuah mekanisme yang meningkatkan hubungan sosial. Misalnya saja, teman dan keluarga yang berinteraksi secara langsung, dapat menjadi obat manjur jika sesuatu mulai menunjukkan ke arah yang buruk.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa factor-faktor yang dapat mempengaruhi optimisme seseorang adalah mereka yang memiliki kepercayaan diri yang rendah, lingkungan pergaulan yang tidak baik, selalu memiliki prasangka yang tidak baik untuk dirinya maupun dengan orang lain.

2.1.5. Fungsi dan Manfaat Optimis dalam Kesehatan Menurut Ubaedy (2007), adapun fungsi optimis dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya sebagai berikut: a.

Sebagai energi positif (dorongan).

Seligman (dalam Ubaedy, 2007) mengatakan bahwa esensi menjadi orang optimis adalah menghindarkan diri dari kondisi batin yang terpuruk, hanyut, dan larut ke dalam realitas buruk. Studi sejumlah pakar kesehatan mental menunjukan bahwa orang yang optimis jauh dari berbagai penyakit distres, depresi, dan lain-lain. b.

Sebagai perlawanan. Tingkat perlawanan seseorang terhadap masalah atau hambatan yang dihadapi terkait dengan tingkat keoptimisannya. Orang dengan optimisme kuat biasanya punya perlawanan yang kuat untuk menyelesaikan masalah. Sebaliknya, orang dengan optimisme rendah (pesimis), biasanya punya tingkat perlawanan yang lebih lemah, cenderung lebih mudah menyerah pada realitas ketimbang memperjuangkannya.

c.

Sebagai sistem pendukung. Optimisme juga berfungsi sebagai sistem pendukung. Kalau seseorang menginginkan keberhasilan, maka ia berpikir akan berhasil, memiliki kemauan untuk berhasil, mempunyai sikap yang dibutuhkan untuk berhasil, dan melakukan hal-hal yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan.

2.2.

SELF ESTEEM

Dalam pembahasan self esteem peneliti menguraikan mengenai pengertian self esteem, pembentukan self esteem, aspek-aspek self esteem, faktor-faktor yang mempengaruhi self esteem.

2.2.1. Pengertian Self Esteem Menurut Minchinton (1996), self esteem adalah penilaian terhadap diri sendiri, tolak ukur harga diri kita sebagai manusia, berdasarkan pada kemampuan penerimaan diri dan perilaku sendiri. Self esteem juga dapat dideskripsikan sebagai penghormatan terhadap diri sendiri atau perasaan mengenai diri yang berdasarkan pada keyakinan mengenai apa dan siapa diri kita sebenarnya. Sedangkan menurut James (1980) self esteem adalah evaluasi terhadap diri sendiri (dalam Baron, 2003). Menurut Frey dan Carlock (1984), jika penilaian terhadap diri positif, di mana ia menirima diri atau memiliki penghargaan yang baik terhadap diri, maka individu tersebut dikatakan memiliki self esteem yang tinggi. Larner dan Spanier (1980, dalam Ghufron, 2010) berpendapat bahwa harga diri adalah tingkat penilaian yang positif atau negative yang dihubungkan dengan konsep diri seseorang. Harga diri merupakan evaluasi seseorang terhadap dirinya sendiri secara positif dan juga sebaliknya dapat menghargai secara negative. Menurut Branden (1992) self esteem merukapan kepercayaan diri pada kemampuan kita dalam menghadapi tantangan hidup, keyakinan akan diri kita memiliki hak untuk bahagia, perasaan berharga, berjasa, berhak untuk menyatakan kebutuhan dan keinginan kita, dan menikmati buah dari usaha kita.

Menurut Gecas 1982; Rosenberg 1990; et al 1995, dalam (Cast & Burke, 2002) self esteem secara keseluruhan menunjuk pada evaluasi diri yang positif. Terdiri atas dua dimensi yaitu kemampuan dan keberhargaan (Gecas 1982; Gecas & Schwalbe, 1983). Dimensi kemampuan (bermakna berdasar pada self esteem) menunjuk pada tingkat dimana seseorang melihat dirinya sendiri sebagai seseorang yang memiliki kemampaun dan bermakna. Dimensi keberhargaan diri (berharga berdasar self esteem) menunjuk pada tingkat dimana seseorang melihat dirinya sendiri sebagai seseorang yang bernilai. Menurut Ghufron (2010) harga diri merupakan hasil penilaian yang dilakukannya dan perlakuan orang lain terhadap dirinya dan menunjukkan sejauh mana individu memiliki rasa percaya diri serta mampu berhasil dan berguna. Self esteem adalah suatu konsep penting dan popular, baik dalam ilmu social maupun kehidupan sehari-hari. Branden (2007), menjelaskan bahwa tanpa dibekali self esteem yang sehat, individu akan mengalami kesulitan untuk mengatasi tantangan hidup maupun untuk merasakan berbagai kebahagian dalam hidupnya. Branden juga mengatakan bahwa self esteem mengandung nilai keberlangsungan hidup (Survival Value) yang merupakan kebutuhan dasar manusia. Hal ini memungkinkan self esteem mampu memberikan sumbangan bermakna bagi proses kehidupan individu selanjutnya, maupun bagi perkembangan pribadi yang normal dan sehat.

2.2.2

Pembentukan Self Esteem

Menurut Bradshaw (dalam Ghufron 2010) proses pembentukan self esteem telah dimulai sejak bayi merasakan tepukan pertama kali yang diterima orang mengenai kelahirannya. Darajat (1980) menyebutkan bahwa self esteem sudah terbentuk pada masa kanak-kanak sehingga seorang anak sangat perlu mendapatkan rasa penghargaan dari orang tuanya. Sedangkan Coopersmith (1967) mengatakan bahwa pola asuh otoriter dan permisif akan mengakibatkan anak mempunyai harga diri yang rendah. Sementara itu, pola asuh authoritarian akan membuat anak mempunyai harga diri yang tinggi. Menurut Coopersmith

seperti yang dikutip dalam Ghufron (2010)

menyatakan bahwa pembentukan self esteem dipengaruhi beberapa factor yaitu: 1. Keberartian individu Keberartian diri menyangkut seberapa besar individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, dan berharga menurut standar nilai pribadi. Penghargaan inilah yang dimaksud dengan keberartian diri. 2. Keberhasilan seseorang Keberhasilan yang berpengaruh terhadap pembentukan harga diri adalah keberhasilan yang berhubungan dengan kekuatan atau kemampuan individu dalam mempengaruhi dan mengandalikan diri sendiri maupun orang lain. 3. Kekuatan individu. Kekuatan individu terhada aturan-aturan, norma, dan ketentuan – ketentuan yang ada dalam masyarakat. Maka semakin besar kemampuan individu dapat dianggap sebagai panutan masyarakat. Oleh sebab itu, semakin tinggi pula

penerimaan masyarakat terhadap individu bersangkutan. Hal ini mendorong harga diri tinggi.

2.2.3

Aspek – Aspek Self Esteem

Menurut Minchinton (1993) self esteem bukanlah sifat atau aspek tunggal saja, melainkan sebuah kombinasi dari beragam sifat dan prilaku. Minchinton menjabarkan tiga aspek self esteem, yaitu perasaan menganai diri sendiri, perasaan terhadap hidup, serta hubungan dengan orang lain. 1. Perasaan mengenai diri sendiri Seseorang haruslah menerima dirinya secara penuh, apa adanya. Mampu menilai diri kita sendiri sebagai manusia. Dengan begitu, perasaannya tentang dirinya sendiri tidak tergantung pada kondisi eksternal. Apapun yang terjadi kita dapat merasa nyaman dengan diri kita sendir dan dapat menilai keunikan yang ada dalam diri kita tanpa menghiraukan karakter atau kemampuan yang kita punya atau tidak punya. Seseorang yang memiliki harga diri yang tinggi dapat menghormati dirinya dan memiliki kkeyakinan penuh bahwa diri kita adalah sosok yang penting, dan apapun itu jika tidak berlaku bagi orang lain, setidaknya berlaku bagi diri kita sendiri. Selain itu juga dapat memaklumi dan memafkan diri sendiri atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan yang ia miliki. Mereka yang memiliki harga diri tinggi juga mampu menghargai nilai personal mereka sebagai seorang individu, sehingga mereka tidak mudah terpengaruh oleh

pendapat orang lain. Mereka tidak akan merasa lebih baik ketika mereka dipuji atau merasa buruk ketika mereka dikritisi. Perasaan baik kita mengenai diri kita sendiri bergantung pada kondisi luar. 2. Perasaan terhadap Hidup Perasaan terhadap hidup berarti menerima tanggung jawab atas sebagian hidup yang dijalaninya. Maksudnya, seseorang dengan self esteem tinggi akan menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan keadaan hidup ini (atau orang lain) atas segala masalah yang dihadapinya. Ia sadar bahwa semuanya itu terjadi dengan pilihan dan keputusannya sendiri, bukan karena factor eksternal. Karena itu, ia pun akan membangun harapan atau cita-cita secara realistis ; sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Perasaan seseorang terhadap hidup juga menentukan apakah ia akan menganggap sebuah masalah adalah rintangan hebat atau kesempatan bagus untuk mengembangkan diri. Selain itu, seseorang dengan self esteem tinggi juga tidak berusaha mengendalikan orang lain atau situasi yang ada. Sebaliknya, ia akan dengan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan.

3. Hubungan dengan Orang Lain Seseorang dengan toleransi dan penghargaan yang sama terhadap semua orang berarti memiliki self esteem yang bagus. Ia percaya bahwa setiap orang, termasuk dirinya, mempunyai hak yang sama dan patut dihormati. Karena itu,

seseorang dengan self esteem tinggi mampu memandang hubungannya dengan orang lain secara lebih bijaksana. Saat seseorang merasa nyaman dengan dirinya sendiri, ia pun akan menghormati orang lain sebagaimana adanya mereka. Ia tidak akan memaksakan kehendak atau nilai-nilai kepada orang lain karena ia tidak membutuhkan penerimaan dari orang tersebut agar ia merasa berharga. Mereka memiliki pemikiran yang masuk akal, dapat menerima kekurangan orang lain, berwatak tenang, fleksibel, dan bertanggung jawab dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Memandang setiap orang secara sama dan dapat menghormati orang lain tanpa pandang bulu.

2.2.4

Faktor – faktor yang mempengaruhi Self Esteem

1. Faktor jenis kelamin Menurut Ancok dkk, (1988) wanita selalu merasa harga dirinya lebih rendah dari pada pria seperti perasaan kurang mampu, kepercayaan diri yang kurang mampu, atau merasa harus dilindungi. Hal ini mungkin terjadi karena peran orang tua dan harapan-harapan masyarakat yang berbeda-beda baik pada pria maupun wanita. Pendapat tersebut sama dengan penelitian dari Coopersmith (1967) yang membuktikan bahwa harga diri wanita lebih rendah dari pada harga diri pria. 2. Inteligensi

Menurut Coopersmith (1967) individu dengan harga diri tinggi akan mencapai prestasi akademik yang tinggi dari pada individu dengan harga tinggi rendah. Selanjutnya, dikatakan individu dengan harga diri tinggi memiliki skor inteligensi yang lebih baik, taraf aspirasi lebih baik, dan selalu berusaha keras. 3. Kondisi Fisik Coopersmith (1967) menemukan adanya hubungan yang konsisten antara daya tarik fisik dan tinggi badan dengan harga diri. Individu dengan kondisi fisik yang menarik cenderung memiliki harga diri yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi fisik yang kurang menarik. 4. Lingkungan Keluarga Coopersmith

(1967)

berpendapat

bahwa

perlakuan

adil,

pemberian

kesempatan untuk aktif, dan mendidik yang demokratis akan membuat anak mendapat harga diri yang tinggi. Berkenaan dengan hal tersebut Savary (1994)

sependapat

bahwa

keluarga

berperan

dalam

menentukan

perkembangan harga diri anak. Orang tua yang sering memberikan hukuman dan larangan tanpa alasan dapat menyebabkan anak merasa tidak berharga. 5. Lingkungan Sosial Menurut Coopersmith (1967) ada beberapa ubahan dalam harga diri yang dapat dijelaskan melalui konsep-konsep kesuksesan, nilai, aspirasi, dan mekanisme

pertahanan

diri.

Kesuksesan

tersebut

dapat

timbul

melaluipengalaman dalam lingkungan, kesuksesan dalam bidang tertentu, kompetisi, dan nilai kebaikan.

2.3.1

Dukungan Sosial

2.3.1. Pengertian Dukungan Sosial Banyak ahli yang mendefinisikan dukungan sosial, di antaranya adalah Sarafino (1998) yang menyatakan bahwa adanya dukungan sosial berarti adanya penerimaan dari orang tua atau sekelompok orang terhadap individu yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa ia disayangi, diperhatikan, dihargai dan ditolong (Smet, 1994). Definisi serupa yang diutarakan oleh Sarason (dalam Gottlieb, 1983), Ia menekankan adanya orang lain yang dapat diandalkan kemampuan dan kehadirannya jika individu dalam keadaan yang memerlukan bantuan dan orang tersebut menunjukan bahwa ia peduli, menyayangi dan menghargai individu. Gottlieb (Smet, 1994) mendefinisikan dukungan sosial secara operasional yaitu bahwa dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan non verbal yang diberikan oleh suatu jaringan sosial yang akrab. Dukungan ini didapat karena kehadiran jaringan sosial tersebut dan mempunyai manfaat perilaku bagi pihak pertama. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan dukungan sosial adalah pemberian bantuan dalam berbagai bentuk baik verbal maupun non-verbal seperti perhatian, kasih sayang, penilaian, dan nasehat yang berdampak positif bagi individu. Dukungan sosial didapatkan individu dari hubungan dengan orang lain dalam suatu jaringan sosial yang dapat diandalkannya.

2.3.2. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial Para ahli selain memberikan definisi, mereka juga menguraikan bentuk-bentuk dukungan sosial di antaranya adalah Gottlieb, 1983 (dalam Smet,1994). Pembagian bentuk dukungan sosial dari para ahli ini mirip satu sama lain dan saling melengkapi. Berdasarkan pembagian bentuk-bentuk dukungan sosial yang telah mereka uraikan , ada lima bentuk umum, yaitu: a.

Dukungan Emosi (emotional support) Dukungan emosi mengacu pada bantuan yang berbentuk dorongan yang membesarkan hati, kehangatan, dan kasih sayang. Dukungan ini dikatakan melibatkan perhatian, rasa percaya dan empati. Beberapa ahli melihatnya sebagai suatu bentuk tingkah laku yang menumbuhkan perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa ia dihormati, dicintai, dan merasa aman. (Smet, 1994) menyatakan bahwa dukungan emosi mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu. Dapat disimpulkan bahwa dukungan emosi lebih menitikberatkan pada dukungan yang berupa ungkapan perasaan seorang individu terhadap orang lain.

b.

Dukungan penghargaan (esteem support) House (dalam Smet, 1994) menyatakan bahwa dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan penghargaan atau penilaian yang positif untuk individu, dorongan maju dan semangat, atau persetujuan dengan gagasan atau perasaaan individu, dan perbandingan positif individu dengan orang lain. Pada dukungan penghargaan dititik-beratkan pada adanya ungkapan penilaian yang positif atas

individu dan penerimaaan individu apa adanya. Bentuk dukungan ini membentuk perasaan dalam diri individu bahwa ia berharga, mampu dan berarti. c.

Dukungan Instrumental/Material (instumental/material support) Dukungan meterial ini mengacu kepada penyediaan barang dan jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah secara praktis. Contoh dukungan ini seperti pinjaman atau sumbangan uang dari orang lain, penyediaan layanan penitipan anak, penjagaan dan pengawasan rumah yang ditinggal pergi pemiliknya dan lain sebagainya yang merupakan bantuan nyata berupa materi atau jasa.

d.

Dukungan Informasi (informational support) Menurut House (dalam Smet, 1994) dukungan informasi memiliki dua bentuk, yaitu dukungan informasi yang berarti memberikan informasi atau mengajarkan suatu keterampilan yang dapat memberikan solusi atas suatu masalah, misalnya berupa petunjuk, nasehat atau penghargaan. Bentuk lainya yaitu dukungan informasi yang berupa dukungan penilaian (appraisal support) yang melibatkan informasi sehingga dapat membantu seseorang dalam menilai kemampuan dirinya seperti dengan memberikan umpan balik atas keterampilan yang dimiliki individu. Jadi dukungan informasi adalah dukungan yang diberikan dengan cara memberikan informasi baik berupa nasehat, saran, umpan balik, atau cara-cara yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah.

e.

Dukungan Persahabatan (companionship support)

Dukungan persahabatan merupakan suatu interksi sosial yang positif dengan orang lain dimana individu dapat menghabiskan waktu dengan individu lain dalam suatu aktivitas sosial dan hiburan. Menurut Olford (1992) hal ini dapat menimbulkan stres karena dapat memenuhi kebutuhan individu akan afiliasi dan kontak dengan orang lain sehingga tidak membuatnya terlarut dalam kekhawatiran atas masalah yang dihadapi serta dapat membantu menciptakan suasana hati yang positif.

2.3.4. Sumber Dukungan Sosial Sumber-sumber dukungan sosial dikelompokan oleh Gottlieb (1983) berdasarkan penelitian para ahli mengenai dukungan sosial, yaitu dukungan sosial dapat berasal dari: a. Orang-orang sekitar individu yang termasuk kalangan non-profesional (significant others), seperti keluarga, teman dekat atau rekan kerja. b. Profesional, seperti psikolog atau dokter. c. Kelompok-kelompok dukungan sosial (social support groups).

Hubungan

dengan

kalangan

non-profesional

atau

significant

others

merupakan hubungan yang menempati bagian terbesar dari kehidupan seorang individu yang menjadi sumber dukungan sosial yang sangat potensial. Menurut

Gottlieb (1983) kontribusi yang mereka berikan terhadap kesejahtreaan individu berbeda dengan kontribusi yang diberikan dari kalangan profesional. Hal ini dikarenakan hubungan antara individu dengan kalangan non-profesional lebih mudah diperoleh, bebas dari biaya pinansial, dan berakar pada keakraban yang cukup lama.

2.4.

HIV/AIDS

Dalam pembahasan HIV/AIDS peneliti menguraikan mengenai defenisi HIV/AIDS, faktor-faktor yang mempengaruhi penularan HIV/AIDS, cara pencegahan HIV/AIDS, dampak psikososial.

2.4.1. Pengertian HIV/AIDS AIDS adalah suatu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus, Human Immunodeficiency Virus (HIV), yang menghancurkan sistem pertahanan tubuh (Santrock, 2002). Menurut Djoerban (2009) AIDS (Acquired Immunodefiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh viarus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk family retroviridae, AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.. Sylvia (2006) menjelaskan bahwa AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. Kasus AIDS mencerminkan infeksi HIV yang sudah berlangsung lama.

Nisa, (2007) menjelaskan sedangkan HIV dalam Pusat Pendidikan Nasional Kesehatan Republik Indonesia (PUSDIKNAKES RI, 1997) dijelaskan bahwa HIV adalah sekumpulan mikro organisme yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Menurut Green (2006) HIV (Human Immunodificienci Virus) adalah virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh kita untuk melawan segala penyakit yang datang. Pada saat kekebalan tubuh kita mulai lemah, maka timbullah masalah kesehatan. Gejala yang umumnya timbul antara lain, demam, batuk atau diare yang terus menerus. Kumpulan gejala penyakit akibat melemahnya sistem kekebalan tubuh inilah yang disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome merupakan sekumpulan gejala yang timbul akaibat menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia yang didapat (bukan keturunan) dan disebabkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Sedangkan orang yang terinfeksi HIV atau telah memasuki tahapan AIDS dapat juga disebut Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

2.4.2. Penularan HIV/AIDS Para ahli manyatakan bahwa AIDS hanya dapat ditularkan melalui hubungan seksual, penggunaan jarum suntik bersama, atau transfusi darah (Santrock, 2002) Djoerban (2007) penularan HIV/AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual,

jarum suntik pada pengguna narkotika, transfuse komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap HIVAIDS misalnya pengguna narkotika, pekerja seks komersil dan pelanggannya serta narapidana Nisa (2007), mengungkapkan beberapa cara penularan HIV antara lain: 1. Hubungan seksual, baik secara vaginal, oral ataupun anal dengan seorang pengidap. Ini adalah cara cara yang paling umum terjadi, meliputi 80-90% dari total kasus sedunia. Lebih mudah terjadi penularan bila terdapat lesi penyakit kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genetalis, sifilis, gonorea, klamidia, kankroid dan trikomoniasis. Resiko pada seks anal lebih besar dibanding seks vaginal. 2. Kontak langsung dengan darah/produk darah/ jarum suntik: a. Transfuse darah/produk darah yang tercemar HIV, resikonya sangat tinggi, sampai lebih dari 90%. b. Pemakaian jarum tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik dan sempritnya pada pecandu narkotik suntik. c. Penularan lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan. 3. Secara vertikel dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik selama hamil, saat melahirkan ataupun setelah melahirkan.

2.4.3. Cara Pencegahan HIV/AIDS

Nisa, (2007) menjelaskan, Pada prinsipnya, pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus AIDS. Karena penularan AIDS terbanyak adalah melalui hubungan seksual, maka penularan AIDS bisa dicegah dengan tidak berganti-ganti pasangan seksual. Pencegahan lain melalui pencegahan kontak darah, misalnya pencegahan penggunaan jarum suntik yang diulang, pengidap virus tidak boleh menjadi pendonor darah. Secara ringkas, pencegahan dapat dilakukan dengan formula A-B-C: a. A adalah abstinensia, artinya tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. b. B adalah be faithful, artinya jika sudah menikah hanya berhubungan seks dengan pasangannya saja/tidak berganti-ganati pasangan. c. C adalah condom, artinya jika memang cara A dan B tidak bias dipatuhi maka harus digunakan alat pencegahan dengan menggunakan kondom.

2.5.

Kerangka Berpikir Optimisme adalah keyakinan bahwa harapan mengenai sesuatu yang baik

pasti akan terjadi. Self esteem adalah kemampuan seseorang untuk menilai dan memberi penghargaan atas dirinya sendiri sedangkan dukungan sosial adalah adanya orang lain yang dapat diandalkan kemampuan dan kehadirannya jika individu dalam keadaan yang memerlukan bantuan dan orang tersebut menunjukan bahwa ia peduli, menyayangi dan menghargai individu. Pada Orang dengan HIV/ADIS diharapkan

memiliki self esteem yang tinggi yang dapat mempengaruhi optimisme dan dukungan sosial yang membuat ODHA bisa survive. Soraya (2006) menjelaskan Apabila seseorang telah didiagnosis terinfeksi HIV biasanya mereka akan menghadapi berbagai masalah diantaranya perasaan malu, tidak diterima dalam keluarga atau masyarakat, merasa dikucilkan, tidak memilki masa depan, akan menjadi beban orang lain, sulit mendapatkan pekerjaan, tidak punya teman, khawatir tidak adaanya obat yang dapat menyembuhkannya dari virus itu, merasa tidak berguna hilang semangat dan takut akan segera meninggal. Menurut Minchinton (1996), self esteem adalah penilaian terhadap diri sendiri, tolak ukur harga diri kita sebagai manusia, berdasarkan pada kemampuan penerimaan diri dan perilaku sendiri. Self esteem juga dapat dideskripsikan sebagai penghormatan terhadap diri sendiri atau perasaan mengenai diri yang berdasarkan pada keyakinan mengenai apa dan siapa diri kita sebenarnya. Self esteem bukan hanya sekedar aspek atau kualitas diri tetapi dengan pengertian yang lebih luas yang merupakan kombinasi yang berhubungan dengan karakter dan perilaku. Dalam hal ini pentingnya self esteem merupakan inti diri kita –dasar dalam diri yang kita bangun dalam hidup. Selama kita tidak hidup sendirian di bumi ini, perasaan mengenai diri sendiri dapat mempengaruhi bagaimana cara berhubungan dengan orang lain di sekitar kita dan pada setiap aspek dalam hidup kita. Sarafino (1998) menyatakan bahwa adanya dukungan sosial berarti adanya penerimaan dari orang tua atau sekelompok orang terhadap individu yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa ia disayangi, diperhatikan, dihargai dan

ditolong (Smet, 1994). Definisi serupa yang diutarakan oleh Sarason (dalam Gottlieb, 1983), Ia menekankan adanya orang lain yang dapat diandalkan kemampuan dan kehadirannya jika individu dalam keadaan yang memerlukan bantuan dan orang tersebut menunjukan bahwa ia peduli, menyayangi dan menghargai individu. Kemampuan dalam menilai diri ini adalah bagaimana seseorang memberi penghargaan atas dirinya sendiri, apakah evaluasi terhadap diri dinilai sebagai sesuatu yang positif atau negatif yang nantinya dapat membuatnya menjadi optimis atau malah sebaliknya pesimis. Sedangkan seseorang yang dapat menilai dirinya secara positif diasumsikan memiliki pemikiran yang lebih optimis dibandingkan seseorang yang menilai dirinya secara negatif. Asumsi penulis tersebut dapat digambarkan melalui bagan di bawah ini :

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir Self Esteem 1. Perasaan mengenai diri sendiri 2. Perasaan terhadap hidup 3. Hubungan dengan orang lain

Optimisme Hidup ODHA

2.6.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti membuat hipotesis penelitian, sebagai berikut: : Tidak ada pengaruh yang signifikan self esteem dan dukungan sosial

H0

terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS. Ha

: Adanya pengaruh yang signifikan self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

Adapun hipotesis minor yang terdapat dalam penelitian ini dari variabel self esteem terdapat, diantaranya: Ha-1

: Ada pengaruh yang signifikan perasaan mengenai diri sendiri terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

Ha-2

: Ada pengaruh yang signifikan perasaan terhadap hidup terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

Ha-3

: Ada pengaruh yang signifikan hubungan dengan orang lain terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

Ha-4

: Ada pengaruh yang signifikan dukungan emosional terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

Ha-5

: Ada pengaruh yang signifikan dukungan penghargaan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

Ha-6

: Ada pengaruh yang signifikan dukungan instrumental terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

Ha-7

: Ada pengaruh yang signifikan dukungan informasi terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

Ha-8

: Ada pengaruh yang signifikan dukungan instrumental terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dipaparkan metodologi penelitian, diantaranya jenis penelitian (pendekatan penelitian, metode penelitian), dan variabel penelitian (definisi konseptual variabel, definisi operasional variabel), populasi dan sampel, pengambilan sampel, teknik dan instrument pengumpulan data (kuisioner dan analisa data), teknik penyusunan angket, uji instrument penelitian, teknik analisa data, serta prosedur penelitian. 3.1.

Jenis Penelitian

3.1.1 Pendekatan penelitian Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, dimana penelitian yang bekerja dengan angka, yang datanya berwujud bilangan (skor atau nilai, peringkat, atau frekuensi), yang dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik, dan untuk melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variabel yang lain (Sevilla dkk, 2006). 3.1.2. Metode penelitian Metode yang dipakai dalam penelitian adalah metode kausalitas karena tujuan dalam penelitian ini adalah melihat pengaruh self esteem terhadap optimis hidup penderita HIV/AIDS kemudian memprediksikan berapa kontribusi dari masing-masing independent variable dan dependent variable. 3.2.

Variabel Penelitian

3.2.1. Definisi variabel Menurut Kerlinger (2000), variabel merupakan suatu sifat, simbol atau lambang yang dapat memiliki bermacam nilai dan sesuatu yang bervariasi. Dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) variabel yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Kerlinger (2000) mendefinisikan variabel bebas adalah sebab yang dipandang sebagai sebab kemunculan (anteseden), sedangkan variabel terikat adalah dipandang sebagai akibatnya (konsekuensi). Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini, diantaranya: Variabel bebas

: Self esteem dan dukungan sosial.

Variabel terikat

: Optimisme hidup

3.2.2. Definisi konseptual variabel Adapun definisi konseptual dalam penelitian ini, diantaranya: 1. Optimisme yang dimaksud disini adalah Harapan kuat terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan akan mampu teratasi dengan baik, walaupun ditimpa banyak masalah dan frustasi. Optimisme sebagai kecenderungan untuk memandang segala sesuatu dari segi dan kondisi baiknya dan mengharapkan hasil yang paling memuaskan. 2. Self esteem yang dimaksud disini adalah tingkat penilaian yang positif atau negatif yang dihubungkan dengan konsep diri seseorang. Harga diri

merupakan evaluasi terhadap dirinya sendiri secara positif dan juga sebaliknya dapat menghargai secara negatif. 3. Dukungan sosial yang dimaksud disini adalah persepsi individu tentang keberadaan

individu

lain

yang

dapat

diandalkan

kemampuan

dan

kehadirannya jika individu dalam keadaan yang memerlukan bantuan dan orang tersebut menunjukan bahwa ia peduli, menyayangi dan menghargai individu 4. Penderita HIV/AIDS merujuk pada individu yang terinfeksi HIV. Baik yang masih pada tahap HIV positif maupun yang sudah masuk pada tahap AIDS. 3.2.3. Definisi operasional variabel Definisi operasional melekatkan arti pada suatu konstruk atau variabel dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur konstruk atau variabel itu. Definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan penelitian dalam mengukur suatu variabel atau memanipulasinya (Kerlinger, 2000). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini, diantaranya: 1. Optimisme adalah skor yang diperoleh dari skala optimisme dari aspek-aspek optimism yaitu : permanen, pervasive dan personalization 2. Self esteem Adalah skor yang diperoleh dari skala self esteem dari aspek-aspek self esteem yaitu : perasaan tentang diri sendiri, perasaan tentang hidup dan hubungan dengan orang lain. 3. Dukungan sosial adalah skor yang diperoleh dari skala dukungan sosial dari

bentuk-bentuk dukungan social yaitu : dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan persahabatan 3.3.

Pengambilan Sampel

3.3.1. Populasi Gay dalam Sevilla dkk (2006) mendefinisikan populasi sebagai kelompok dimana peneliti akan menggeneralisasikan hasil penelitiannya. Sedangkan menurut Kerlinger (2000) dan Sevilla, dkk (2006) bahwa populasi adalah keseluruhan anggota, kejadian, atau objek-objek yang telah ditetapkan dengan baik. Adapun populasi dalam penelitian ini merupakan Orang dengan HIV/AIDS di Yayasan Stigma, adapun populasi ODHA yang peneliti peroleh melalui Yayasan Stigma dan menanyakan langsung dengan pengurus lembaga adalah sebanyak 61 orang. 3.3.2. Sampel Dalam penelitian ini melibatkan sampel sebanyak 30 responden 3.3.3. Teknik pengambilan sampel Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik incidental yaitu teknik pengambilan sampel secara kebetulan. Teknik ini termasuk jenis Nonprobability sampling, dimana semua elemen dari setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan dan peluang yang sama besar untuk dipilih menjadi sampel penelitian. Jadi tiap kali peneliti menemukan penderita HIV/AIDS yang berada di Yayasan Stigma maka ia berhak dijadikan sampel penelitian

. 3.4.

Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data menggunakan pernyataan

tertutup. Dimana pernyataan tertutup merupakan pernyataan yang pilihan jawabanya tersedia, dengan cara memberikan tanda check list (√). Pada penelitian ini peneliti menggunakan skala self esteem, dukungan sosial dan optimis hidup dengan menggunakan 4 pilihan jawaban yakni sebagai berikut: 

Sangat Setuju (SS)



Setuju (S)



Tidak Setuju (TS)



Sangat Tidak Setuju (STS)

Adapun perolehan skor dari tem-item berdasarkan dari jawaban yang dipilih sesuai dengan jenis pernyataan yakni favorable dan unfavorable. Untuk jawaban favorable skornya bergerak dari kanan ke kiri (SS→S→TS→STS) dengan nilai (1→2→3→4). Sedangkan untuk unfavorable cara skornya bergerak sebaliknya dari kiri ke kanan (STS→TS→S→SS) dengan nilai (4→3→2→1). Jika digambarkan dalam bentuk tabel, maka hasilnya sebagai berikut: Table 3.1. Bobot nilai tiap item Kode Favorable STS (sangat setuju) 1 TS (tidak setuju) 2 S (setuju) 3

Unfavorable 4 3 2

SS (sangat setuju) 1. Skala self esteem

4

1

Self esteem diukur dengan menggunakan kuesioner self esteem yang disusun oleh peneliti, diambil dari teori self esteem Minchinton. Alat ukur ini terdiri dari 44 item. Respon jawaban yang diberikan mulai dari sangat setuju – sangat tidak setuju. Tabel 3.2 Skala Self Esteem (Try Out) No 1

2

3

Dimensi Perasaan tentang sendiri

Unfavorable

1,3,5

2,4,6

Menghormati diri sendiri dengan memaafkan kekurangan diri

7,9*,11*

*8,10*,12

Menghargai diri sendiri dengan tidak mudah terpengaruh pihak eksternal

13,15

14,16,18

Mengendalikan emosi sendiri

17,19,21

20,22,24

Menerima kenyataan hidup

23,25*,27 *

26*,28,30

Menerima diri dirinya sendiri secara penuh, tanpa syarat

Perasaan terhadap hidup

Hubungan

Favorabl e

Indikator

Memegang kendali atas hidupnya sendiri

29*,31

Menghargai hak

33,35

32,34,36

38*,40*,42*

dengan lain

orang orang lain Toleransi terhadap orang lain

37,39*

41*,43*,44

JUMLAH

44

*item yang gugur Dilihat dari tabel diatas dari 44 item skala self

esteem

setelah diuji

validitasnya terdapat 30 item yang valid dan 14 item yang gugur. Item yang valid yaitu

:

1,2,3,4,5,6,7,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,28,30,31,32,33,34,35,36,37,44. Dan item yang gugur yaitu : 8,9,10,11,25,26,27,29,38,39,40,41,42,43 2. Skala dukungan sosial Dukungan sosial diukur dengan menggunakan kuesioner Dukungan sosial yang disusun oleh peneliti, diambil dari teori Dukungan sosial Sarafino. Alat ukur ini terdiri dari 66 item. Respon jawaban yang diberikan mulai dari sangat setuju – sangat tidak setuju. Tabel 3.3 Blue print skala dukungan sosial No

Aspek

Indikator

Favourable Unfavourab

Jumla

le 1.

Dukungan

Merasa mendapat

Emosional

Perhatian, empati,

1, 2*, 3*

7, 8, 9* 12

kasih saying

2.

Dukungan

h

Merasa dipedulikan

4*, 5, 6

10*, 11*, 12

Merasa dihargai

13*, 14, 15

22, 23, 24*

18

Penghargaa

Merasa Diterima oleh

16,

17*, 25*, 26*, 27

n

keluarga

18*

Merasa mendapat

19*, 20, 21

28, 29*, 30*

Penilaian positif 3.

Dukungan

Merasa mendapat

Instrumental Bantuan langsung

31*,

32*, 37*, 38, 39

33

berupa materi Merasa mendapat

34, 35, 36

40*, 41, 42

43, 44, 45

49, 50*, 51

12

Bantuan langsung berupa tindakan 4.

Dukungan

Membantu

Informasi

memecahkan masalah/Solusi Merasa dapat

46*,

Mengevaluasi

48*

47*, 52, 53, 54

12

penampilan 5.

Dukungan

Merasa dapat

55*, 56, 57

Persahabata

Meluangkan waktu

n

Merasa mendapat

58,

Hiburan/

60*

61*,

62*,

63* 59*, 64*, 65*, 66

12

Rekreasi TOTAL

33

33

66

*item yang gugur Dilihat dari tabel diatas dari 66 item skala dukungan sosial setelah diuji validitasnya terdapat 35 item yang valid dan 31 item yang gugur. Item yang valid yaitu

:

1,5,6,7,8,12,14,15,16,20,21,22,23,27,28,33,34,35,36,38,39,41,42,43,44,45,49,51,52,5

3,54,56,57,58,66.

Dan

item

yang

gugur

yaitu

:

2,3,4,9,10,11,13,17,18,19

,24,25,26,29,30,31,32,37,40,46,47,48,50,55,59,60,61,62,63,64,65. 3. Skala optimism hidup Optimism hidup diukur dengan menggunakan kuesioner Optimism hidup yang disusun oleh peneliti, diambil dari teori Optimism hidup Seligman. Alat ukur ini terdiri dari 41 item. Respon jawaban yang diberikan mulai dari sangat setuju – sangat tidak setuju. Tabel 3.4 Blue Print Skala Optimisme (try out) Aspek Indikator Favorable Unfavorable Jumlah

No 1.

2.

Permanen

Pervasif

Permanen

16,27*,31

4,13,21,32

7

Temporer

1,3,7*,33

9*,30*,34

7

Spesifik

11*,24*,25*,26* 8*,12*,18,35

Universal 3.

Personalization Internal Eksternal

TOTAL

8

6,14,36

2,23,29*, 37

7

5,15,38*

10*,22*,39*

6

19,28, 40*

17,20, 41*

6

20

21

41

*item yang gugur Dilihat dari tabel diatas dari 41 item skala optimism hidup setelah diuji validitasnya terdapat 24 item yang valid dan 17 item yang gugur. Item yang valid yaitu : 1,2,3,4,5,6,13,14,15,16,17,18,19,20,21,23,28,31,32,33,34,35,36,37. Dan item yang gugur yaitu : 7,8,9,10,11,12,22,24,25,26,27,29,30,38,39,40,41. 3.5.

Prosedur Pengumpulan Data

1. Sebelum peneliti menyebarkan skala yang digunakan untuk penelitian, peneliti terlebih dahulu menyarankan mengisi identitas penderita HIV/AIDS, kemudian penderita HIV/AIDS diminta untuk mengisi angket yang sudah diberikan. 2. didapat item valid dan tidak valid, item-item yang tidak valid yang dikoreksi atau dibuang oleh peneliti. 3. Kemudian dianalisis untuk melihat validitas konten dan pola respon terhadap masing-masing instrumen. Lalu dilihat juga sejauh mana kuesioner ini dapat dipahami. Dari hasil tersebut, diketahui ada beberapa item yang kurang dipahami dan memiliki pola respon yang tidak merata, item seperti ini direvisi oleh peneliti dan beberapa tidak digunakan. 4. Prosedur

pengumpulan

data

yang

digunakan

oleh

peneliti

dalam

mengumpulkan data ialah dengan menyebarkan kuesioner kepada penderita HIV/AIDS. 5. Hasil skala yang telah diisi kemudian dibawa pulang oleh peneliti kemudian dikoreksi. kemudian diolah menggunakan program SPSS untuk kemudian dianalisis lebih lanjut.

3.6. Uji Instrumen Penelitian 3.6.1. Teknik uji instrumen

Dalam penelitian kuantitatif, sebelum melakukan penelitian field study seorang peneliti harus melakukan penelitian uji coba (try out). Try out dilakukan untuk mendapatkan nilai validitas dari setiap item dalam skala yang telah dibuat. Dengan demikian, peneliti dapat memilih dan menyusun kembali skala berdasarkan item yang terpenuhi nilai validatasnya. Uji intrumen ini diuji pada penderita HIV/AIDS yang tergabung dalam yayasan Stigma yang melibatkan 30 responden. Teknik yang peneliti gunakan untuk menguji instrumen penelitian pada try out adalah uji validitas dan uji reliabilitas. a.

Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur derajat ketepatan dan ketelitian atau akurasi yang ditunjukkan oleh instrumen pengukuran. Menurut Sevilla, dkk (2006) validitas merupakan derajat ketepatan suatu alat tentang pokok isi yang sebenarnya yang diukur. Dimana validitas berkenaan dengan keterkaitan data yang diperoleh dengan sifat variabel yang diteliti. Suatu alat ukur yang valid tidak sekedar mampu mengungkapkan data-data dengan tepat, akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Suatu tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya.

Untuk menilai kevalidan masing-masing butir pernyataan dapat dilihat dari nilai corrected item-total correlation masing-masing butir pernyataan dan penghitungannya menggunakan program SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 17.0 for Windows.

b. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur derajat ketepatan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur. Menurut Sevilla, dkk (2006) reliabilitas merupakan derajat ketepatan dan ketelitian atau akurasi yang ditunjukkan oleh instrumen penelitian. Tes dikatakan sebagai reliabilitas tinggi apabila skor tampak tes itu dikatakan konsisten dan dapat diandalkan. Adapun uji reliabilitas alat tes atau skala dengan rumus Alpha Cronbach dan perhitungan menggunakan SPSS 17.0 for windows.

3.7. Hasil Uji Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti melakukan try out selama lima hari yakni pada hari rabu-minggu, tanggal 24-28 Agustus 2011 try out dilakukan pada penderita HIV/AIDS yang tergabung dalam yayasan Stigma dengan mendatangi kediaman para penderita HIV/AIDS, sebanyak 30 responden. Kemudian data yang telah diperoleh, diolah dengan menggunakan program SPSS 17.0. a. Hasil Uji Validitas

Setelah melakukan pengolahan data hasil try out, maka peneliti mendapatkan nilai validitas untuk setiap Item dengan nilai validitas dibawah 0,3 akan dibuang dan gugur. Sementara itu, item-item yang valid akan digunakan sebagi alat ukur dalam field study.

 Skala Self Esteem Dari hasil perolehan data pada uji validitas skala self esteem, bahwa dari keseluruhan item yang terdiri dari 44 item, terdapat 30 item memiliki nilai validits di atas 0,3. Sementara itu 14 item yang memiliki nilai validitas di bawah 0,3, sehingga item tersebut dianggap gugur

Dengan

demikian,

skala

Self

Esteem tersebut

dapat

dipergunakan sebagai alat ukur dalam field study.

 Skala Dukungan Sosial Dari hasil perolehan data pada uji validitas skala dukungan sosial, bahwa dari keseluruhan item yang terdiri dari 66 item, terdapat 35 item yang memiliki nilai validitas di atas 0,3. Sementara itu 31 item yang memiliki nilai validitas di bawah 0,3, sehingga item tersebut dianggap gugur.  Skala Dukungan Optimisme Hidup

Dari hasil perolehan data pada uji validitas skala optimisme hidup, bahwa dari keseluruhan item yang terdiri dari 41 item, terdapat 24 item yang memiliki nilai validitas di atas 0,3. Sementara itu 17 item yang memiliki nilai validitas di bawah 0,3, sehingga item tersebut dianggap gugur. b. Hasil Uji Reliabilitas Berdasarkan penghitungan reliabilitas dengan menggunakan program SPSS 17.0, diperoleh berupa angka untuk kedua skala yang disebar pada try out. Penghitungan reliabilitas dilakukan setelah item yang tidak valid dibuang. Untuk skala Self Esteem diperoleh angka reliabilitas sebesar 0,877. Sementara itu, skor dukungan sosial diperoleh angka reliabilitas sebesar 0,898, sedangkan skor optimisme Hidup diperoleh angka reliabilitas sebesar 0,851 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa baik skala self esteem, dukungan sosial dan optimisme hidup memiliki reliabilitas yang baik.

3.8. Field test 1. Self Esteem

No 1

Tabel 3.5 Skala Self Esteem (field test) Dimensi Indikator Favorable Perasaan tentang sendiri

Menerima diri dirinya sendiri secara penuh, tanpa syarat

1,3,5

Unfavorabl e 2,4,6

2

Perasaan terhadap hidup

Menghormati diri sendiri dengan memaafkan kekurangan diri

7,

12

Menghargai diri sendiri dengan tidak mudah terpengaruh pihak eksternal

13,15

14,16,18

Mengendalikan emosi sendiri

17,19,21

20,22,24

Menerima kenyataan hidup

23,

28,30

Memegang kendali atas hidupnya sendiri 3

Hubungan Menghargai hak dengan orang orang lain lain Toleransi terhadap orang lain

25,29,27 8

9,10 11

26

JUMLAH

30

2.Skala dukungan sosial

No

Aspek

Tabel 3.6 Blue print skala dukungan sosial (field test) Indikator Favourable Unfavourable Jumlah

1.

Dukungan

Merasa mendapat

Emosional

Perhatian,e mpati, kasih saying

1

7, 8,

6

Merasa diPedulikan 2.

Dukungan

Merasa dihargai

Penghargaa Merasa Diterima n

5, 6

12

14, 15

22, 23

16,

27 9

oleh keluarga Merasa mendapat

20, 21

28

33

31, 32

2, 34, 35

9, 10

3, 4, 13

11, 24

Penilaian positif 3.

Dukungan

Merasa mendapat

Instrument

Bantuan langsung

al

berupa materi Merasa mendapat

8

Bantuan langsung berupa tindakan 4.

Dukungan

Membantu

Informasi

memecahkan masalah/ Solusi

8

Merasa dapat

25, 26, 29

Mengevaluasi penampilan 5.

Dukungan

Merasa dapat

Persahabat

Meluangkan waktu

an

Merasa mendapat

17, 18

19

30

4

18

17

35

Hiburan/ Rekreasi TOTAL

3.Skala optimis

Dalam penelitian ini peneliti mengambil ciri-ciri aspek - aspek berdasarkan pada teori yang sudah dikemukakan pada bab sebelumnya, yaitu: Tabel 3.7 Blue Print Skala Optimisme (field test) No Aspek Indikator Favorable Unfavorable Jumlah Permanen Permanen 16,7 4,13,21,8 6 1. Temporer 2.

Pervasif

Spesifik Universal

3.

Personalization Internal Eksternal

TOTAL

3.9.

1,3,9

6,14,12

10

4

18,11

2

2,23,22

6

5,15

2

19,24

17,20,

4

12

12

24

Teknik Analisa Data Dalam penelitian ini, Untuk menjawab hipotesis yang telah diajukan pada bab

sebelumnya, penulis menggunakan teknik analisis regresi berganda. Adapun persamaan umum analisa regresi berganda ini adalah: y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + e Keterangan: Y = Dependent variable (DV) yang dalam hal ini Optimisme Hidup A = Intercept / konstan b = Koefisien regresi X1 = perasaan tentang diri sendiri, X2 = perasaan terhadap hidup, X3 = hubungan dengan orang lain, X4 = dukungan emosional, X5 = dukungan penghargaan, X6 =

dukungan instrumental, X7 = dukungan informasi, X8 = dukungan persahabatan. e = residu (segala hal yang mempengaruhi rasa bersalah di luar dari IV yang ada di persamaan) Dalam penelitian ini, penghitungan statistik dilakukan dengan menggunakan sistem komputerisasi program SPSS versi 17.00. Yang pertama dilakukan adalah menjelaskan gambaran umum dari responden. Yang kedua, melakukan kategorisasi skor pada masing-masing variabel dalam penelitian. Dimana, penentuan kategorisasi skor untuk melihat seberapa besar pada masing-masing variabel penelitian. Kemudian melakukan pengujian hipotesis penelitian dengan melihat koefisien regresi pada keseluruhan variabel penelitian terhadap optmisme hidup. Jika hasil koefisien regresi pada masing-masing variabel penelitian lebih besar dari nilai signifikan (p>0,05), maka tidak signifikan. Akan tetapi, jika hasil perhitungannya lebih kecil nilai signifikan (P1 tahun

8

26.7%

2 tahun

10

33.3%

Total Lama terinfeksi

Total

3 tahun

7

23.3%

< 4 tahun

5

16.7%

30

100%

Berdasarkan tabel 4.1, dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini berjumlah 30 responden. Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden adalah laki-laki dengan persentase sebesar 63.4% (19 orang), dan sebagian kecil adalah perempuan sebesar 36,6% (11 orang). berdasarkan lama terinfeksi, persentase responden yang terinfeksi >1 tahun sebesar 26.7% (8 orang), sedangkan yang terinfeksi 2 tahun sebesar 33.3% (10 orang), responden yang terinfeksi 3 tahun sebesar 23.3% (7 orang), dan yang terinfeksi 0.005, sehingga diperoleh perasaan tentang

diri sendiri tidak memiliki pengaruh positif terhadap optimis hidup, dengan kriteria signifikan. 2. Pada variabel perasaan terhadap hidup diperoleh koefisien nilai B = +1.987 dan nilai p 0.001, karena p>0.005, sehingga diperoleh perasaan terhadap hidup memiliki pengaruh positif terhadap optimis hidup, dengan kriteria signifikan. 3. Pada variabel hubungan dengan orang lain diperoleh koefisien nilai B = +0.270 dan nilai p 0.705 karena p>0.005, sehingga diperoleh hubungan dengan orang lain tidak memiliki pengaruh positif terhadap optimis hidup, dengan kriteria tidak signifikan. 4. Pada variabel dukungan emosional diperoleh koefisien nilai B = -0.214 dan nilai p 0.744 karena p>0.005, sehingga diperoleh dukungan emosional tidak memiliki pengaruh positif terhadap optimis hidup, dengan kriteria tidak signifikan. 5. Pada variabel dukungan penghargaan diperoleh koefisien nilai B = -0.399 dan nilai p 0.400 karena p>0.005, sehingga diperoleh dukungan penghargaan tidak memiliki pengaruh positif terhadap optimis hidup, dengan kriteria tidak signifikan. 6. Pada variabel dukungan instrumental diperoleh koefisien nilai B = -0.949 dan nilai p 0.067 karena p>0.005, sehingga diperoleh dukungan instrumental tidak memiliki pengaruh negatif terhadap optimis hidup, dengan kriteria tidak signifikan.

7. Pada variabel dukungan informasi diperoleh koefisien nilai B = +0,965 dan nilai p 0.069 karena p>0.005, sehingga diperoleh dukungan informasi tidak memiliki pengaruh positif terhadap optimis hidup, dengan kriteria tidak signifikan. 8. Pada variabel dukungan persahabatan diperoleh koefisien nilai B = +0,218 dan nilai p 0.022 karena p>0.005, sehingga diperoleh dukungan persahabatan memiliki pengaruh positif terhadap optimis hidup, dengan kriteria signifikan.

Lebih jelasnya mengenai hasil diatas dapat dilihat pada bagan berikut ini: Bagan 4.2 Koefisiensi Regresi terhadap optimism hidup

Perasaan tentang diri sendiri

0.423

Perasaan terhadap orang lain

0.001

Hubungan dengan orang lain

Dukungan emosional

Dukungan penghargaan

0.705

0.744

0.400

0.067

Dukungan instrumental 0.069

Dukungan informasi

Dukungan persahabatan

Optimism hidup

0.022

Keterangan: Tidak Signifikan : Signifikan

4.3.

:

Proporsi Varian Pada subbab sebelumnya dapat diketahui bahwa perasaan tentang diri sendiri

dan dukungan persahabatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimism hidup penderita HIV/AIDS. Namun demikian, penulis ingin melihat proporsi varian dari optimism hidup yang secara keseluruhan bisa diterapkan pada ke-8 IV. Penulis melakukan uji analisis regresi berganda menggunakan SPSS, hasilnya sebagai berikut: Yang pertama, menghitung hasil keseluruhan nilai determinasi R2 (R Square) dari ke-8 IV. Kemudian mulai menghitung nilai determinasi R2 (R Square) satu IV. Setelah diperoleh hasil nilai determinasi R2 (R Square) dari satu IV secara bersamasama dikurangi hasil nilai determinasi R2 (R Square) dari ke-8 IV. Langkah berikutnya, menambahkan satu IV lagi dan secara bersama-sama pula dikurangi hasil

nilai determinasi R2 (R Square) dari ke-8 IV, begitu dan seterusnya hingga dari keseluruhan IV dimasukkan yang kemudian dikurangi hasil nilai determinasi R2 (R Square) dari ke-8 IV sehingga diperolah nilai R2 change/kontribusi varian dari masing-masing IV. Berikut ini ialah hasil proporsi varian motivasi kerja yang terkait dengan IV :

Tabel 4.9 Proporsi Varian IV dengan DV (nilai R2 change/kontribusi varian) IV

R2

X1 0,388

R2 F CHANGE HITUNG 38,8% 17,75

DF 1

F TABEL 4.17

X2 0,594

20.6%

7,005

1

4.17

X3 0,606

1.2%

0,315

1

4.17

X4 0,654

4.8%

1,263

1

4.17

X5 0,659

0.5%

0,121

1

4.17

X6 0,660

0.1%

0.023

1

4.17

X7 0,697

3.7%

0.860

1

4.17

X8 0.765 TOTAL

6.8% 76.5%

1.545

1

4.17

Berdasarkan tabel 4.11. dapat diketahui kontribusi masing-masing IV terhadap optimism hidup. Berikut ini dijelaskan deskripsi dari masing-masing IV sebagai berikut: 1.

Variabel perasaan tentang diri sendiri memiliki kontribusi terhadap optimis hidup sebesar 38.8%.

2.

Variabel perasaan terhadap hidup memiliki kontribusi terhadap optimis hidup sebesar 20%.

3.

Variabel hubungan dengan orang lain memiliki kontribusi terhadap optimis hidup sebesar 1.2%.

4.

Variabel dukungan emosional memiliki kontribusi terhadap optimis hidup sebesar 4.8%.

5.

Variabel dukungan penghargaan memiliki memiliki kontribusi terhadap optimis hidup sebesar 0.5%.

6.

Variabel dukungan instrumental memiliki kontribusi terhadap optimis hidup sebesar 0.1%.

7.

Variabel dukungan informasi memiliki kontribusi terhadap optimis hidup sebesar 3,7%.

8.

Variabel dukungan persahabatan memiliki kontribusi terhadap optimis hidup sebesar 6,8%.

Dengan demikian, variabel penelitian yang memiliki kontribusi terbesar terhadap optimis hidup adalah perasaan tentang diri sendiri sebesar 38.8%. Sedangkan variabel penelitian yang memiliki kontribusi terkecil terhadap optimis hidup adalah dukungan instrumental sebesar 0,1%. \

4.4 Uji Beda Berdasarkan Jenis Kelamin 4.4.1.1 Uji Beda Untuk optimism hidup Berdasarkan Jenis Kelamin Uji beda t-test mean optimism hidup ODHA berdasarkan jenis kelamin. Dari uji beda tersebut diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.10 Descriptin Optimis

N

Mean

Std. Deviation

F

Sig.

LakiLaki

19

73.2632

6.37567

Perempuan

11

73.7273

7.24004

Total

30

73.4333

6.58464

.033

.856

Pada kolom variabel jenis kelamin laki-laki memiliki mean 73.2632 dengan standar deviasi 6.37567 dari 30 responden. Sedangkan jenis kelamin perempuan memiliki mean 73.7273 dengan standar deviasi 7.24004 dari 30 responden. Sementara diketahui bahwa taraf signifikan yang tertera pada tabel sebesar 0,856 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan dari hasil tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan untuk optimism hidup pada sampel jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan.

4.4.1.2 Uji Beda Untuk Self Esteem Berdasarkan Jenis Kelamin Uji beda t-test mean religiusitas mahasiswa saat mengakses situs porno berdasarkan jenis kelamin. Dari uji beda tersebut diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.11 descriftive

Self esteem

N

Mean

Std. Deviation

F

Sig.

LakiLaki

19

93.4737

8.01643

.422

.521

Perempuan

11

91.6364

6.36039

Total

30

92.8000

7.39245

Pada kolom variabel jenis kelamin laki-laki memiliki mean 93.4737 dengan standar deviasi 8.01643 dari 30 responden. Sedangkan jenis kelamin perempuan memiliki mean 91.6364 dengan standar deviasi 6.36039 dari 30 responden. Sementara, diketahui bahwa taraf signifikan yang tertera pada tabel sebesar 0,521 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan dari hasil tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan untuk self esteem pada sampel jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan. 4.4.1.3 Uji Beda Untuk dukungan sosial Berdasarkan Jenis Kelamin Uji beda t-test mean dukungan sosial ODHA berdasarkan jenis kelamin. Dari uji beda tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.12 Descriptives

Duk sos LakiLaki

N 19

Mean 117.7895

Std. Deviation 8.74693

F .538

Sig. .469

Perempuan

11

114.8182

13.50421

Total

30

116.7000

10.60628

Pada kolom variabel jenis kelamin laki-laki memiliki mean 117.7895 dengan standar deviasi 8.74693 dari 30 responden. Sedangkan jenis kelamin perempuan memiliki mean 114.8182 dengan standar deviasi 13.50421 dari 30 responden. Sementara, diketahui bahwa taraf signifikan yang tertera pada tabel sebesar 0,469 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan dari hasil tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan untuk dukungan sosial pada sampel jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan. 4.4.1.4 Uji Beda Untuk Perasaan Tentang Diri Sendiri, Perasaan Terhadap Hidup dan Hubungan dengan Orang Lain Berdasarkan Jenis Kelamin Uji beda t-test mean Perasaan Tentang Diri Sendiri, Perasaan Terhadap Orang lain dan Hubungan dengan Orang Lain ODHA berdasarkan jenis kelamin. Dari uji beda tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.13 Descriptives Perasaan_tntgDiri

laki-laki

N 19

Mean 58.9474

Std. Deviation 5.35904

Perempuan

11

57.4545

4.34428

Total

30

58.4000

4.98688

F .616

Sig .439

Perasaan_terhadapHdp

Hubungan_DgnOrgLain

laki-laki

19

21.6316

2.16565

Perempuan

11

21.7273

2.05382

Total

30

21.6667

2.08993

laki-laki

19

12.8947

1.69623

Perempuan

11

12.4545

1.43970

Total

30

12.7333

1.59597

.024

.906

.521

.476

Pada kolom di atas dijelaskan: 

Variabel perasaan tentang diri sendiri dari self esteem berdasarkan jenis kelamin laki-laki memiliki mean 58.9474 dengan standar deviasi 5.35904 dari 30 responden. Sedangkan jenis kelamin perempuan memiliki mean 57.4545 dengan standar deviasi 4,34428 dari 30 responden. Sementara taraf signifikan variabel tentang diri sendiri dari self esteem yang tertera pada tabel sebesar 0,439 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan dari hasil tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan untuk variabel perasaan tentang diri sendiri dari self esteem pada sampel jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan.



Variabel perasaan terhadap orang lain dari self esteem berdasarkan jenis kelamin laki-laki memiliki mean 21.6316 dengan standar deviasi 2.16565 dari 30 responden. Sedangkan jenis kelamin perempuan memiliki mean 21,7273 dengan standar deviasi 2.05382 dari 30 responden. Sementara taraf signifikan

variabel perasaan terhadap orang lain dari self esteem yang tertera pada tabel sebesar 0,906 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan dari hasil tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan untuk variabel perasaan terhadap orang lain dari self esteem pada sampel jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan. 

variabel hubungan dengan orang lain dari self esteem berdasarkan jenis kelamin laki-laki memiliki mean 12.8947 dengan standar deviasi 1.69623 dari 30 responden. Sedangkan jenis kelamin perempuan memiliki mean 12.4545 dengan standar deviasi 1.43970 dari 30 responden. Sementara taraf signifikan variabel hubungan dengan orang lain dari self esteem yang tertera pada tabel sebesar 0,476 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan dari hasil tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan untuk variabel hubungan dengan orang lain dari self esteem pada sampel jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan.

4.4.1.5 Uji Beda Untuk dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan persahabatan Berdasarkan Jenis Kelamin Uji beda t-test mean dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan persahabatan ODHA berdasarkan jenis kelamin. Dari uji beda tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.14 Descriptives Duk_Emosional

Duk_penghargaan

Duk_instrumental

Duk_informasi

Duk_persahabatan

laki-laki

N 19

Mean 21.8421

Std. Deviation F 1.67542 1.292

perempuan

11

20.9091

2.84445

Total

30

21.5000

2.17747

laki-laki

19

30.2105

2.76041

perempuan

11

28.8182

2.85721

Total

30

29.7000

2.83026

laki-laki

19

25.8947

2.23345

perempuan

11

25.7273

3.63568

Total

30

25.8333

2.76784

laki-laki

19

25.6316

2.43152

perempuan

11

25.5455

2.94495

Total

30

25.6000

2.58110

laki-laki

19

14.2105

1.35724

Perempuan

11

13.8182

2.44206

Total

30

14.0667

1.79911

Sig .265

1.728

.199

.025

.876

.007

.932

.324

.574

Pada kolom di atas dijelaskan: 

Variabel dukungan emosional dari dukungan sosial berdasarkan jenis kelamin laki-laki memiliki mean 21.8421 dengan standar deviasi 1.67542 dari 30

responden. Sedangkan jenis kelamin perempuan memiliki mean 20.9091 dengan standar deviasi 2,84445 dari 30 responden. Sementara, taraf signifikan variabel dukungan emosional dari dukungan sosial yang tertera pada tabel sebesar 0,265 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan dari hasil tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan untuk variabel dukungan emosional dari dukungan sosial pada sampel jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan. 

Variabel dukungan penghargaan dari dukungan sosial berdasarkan jenis kelamin laki-laki memiliki mean 30.2105 dengan standar deviasi 2.76041 dari 30 responden. Sedangkan jenis kelamin perempuan memiliki mean 28,8182 dengan standar deviasi 2.85721 dari 30 responden. Sementara, taraf signifikan variabel dukungan penghargaan dari dukungan sosial yang tertera pada tabel sebesar 0,199 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan dari hasil tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan untuk variabel dukungan penghargaan dari dukungan sosial pada sampel jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan.



variabel dukungan instrumental dari dukungan sosial berdasarkan jenis kelamin laki-laki memiliki mean 25.8947 dengan standar deviasi 2.23345 dari 30 responden. Sedangkan jenis kelamin perempuan memiliki mean 25.7273 dengan standar deviasi 3.63568 dari 30 responden. Sementara, taraf signifikan variabel dukungan instrumental dari dukungan sosial yang tertera pada tabel

sebesar 0,876 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan dari hasil tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan untuk variabel dukungan instrumental dari dukungan sosial pada sampel jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan. 

Variabel dukungan informasi dari dukungan sosial berdasarkan jenis kelamin laki-laki memiliki mean 25.6316 dengan standar deviasi 2.43152 dari 30 responden. Sedangkan jenis kelamin perempuan memiliki mean 25.5455 dengan standar deviasi 2.94495 dari 30 responden. Sementara taraf signifikan variabel dukungan informasi dari dukungan sosial yang tertera pada tabel sebesar 0,932 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan dari hasil tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan untuk variabel dukungan informasi dari dukungan sosial pada sampel jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan.



Variabel dukungan persahabatan dari dukungan sosial berdasarkan jenis kelamin laki-laki memiliki mean 14.2105 dengan standar deviasi 1.35724 dari 30 responden. Sedangkan jenis kelamin perempuan memiliki mean 13,8182 dengan standar deviasi 2.44206 dari 30 responden. Sementara taraf signifikan variabel dukungan persahabatan dari dukungan sosial yang tertera pada tabel sebesar 0,574 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan dari hasil tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang

signifikan untuk variabel dukungan persahabatan dari dukungan sosial pada sampel jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan. 4.5

Uji Beda Berdasarkan Lama Terinfeksi

4.5.1.1 Uji Beda Untuk optimism hidup Berdasarkan lama terinfeksi Uji beda test mean optimism ODHA berdasarkan lama terinfeksi. Dari uji beda tersebut diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 4.15 Descriptive N

Mean

Std. Deviation

F

Sig

>1tahun

8

72.0000

10.66369

1.617

.210

2tahun

10

74.8000

4.70933

3tahun

7

70.1429

3.13202

1tahun memiliki mean 72.0000 dengan standar deviasi 10.66369 dari 8 responden. Pada 2tahun memiliki mean 74.8000 dengan standar deviasi 4.70933 dari 10 responden. Sementara 3tahun memiliki mean 70.1429 dengan standar deviasi 3.13202 dari 7 responden. Dan pada 1tahun

8

91.7500

8.59817

2tahun

10

93.6000

7.67680

3tahun

7

89.5714

4.50397

1tahun memiliki mean 91.7500 dengan standar deviasi 8.59817 dari 8 responden. Pada 2tahun memiliki mean 93.6000 dengan standar deviasi 7.67680 dari 10 responden. Sementara 3tahun memiliki mean 89.5714 dengan standar deviasi 4.50397 dari 7 responden. Dan pada 1tahun 2tahun

N 8

Mean 114.8750

Std. Deviation 13.91235

10

113.9000

12.24246

3tahun

7

119.7143

6.57557

1tahun memiliki mean 114.8750 dengan standar deviasi 13.91235 dari 8 responden. Pada 2tahun memiliki mean 113.9000 dengan standar deviasi 12.24246 dari 10 responden. Sementara 3tahun memiliki mean 119.7143 dengan standar deviasi 6.57557 dari 7 responden. Dan pada 1tahun 8 56.7500 5.20302 2tahun 10 59.0000 4.10961 3tahun

Perasaan_terhadapHdp

Hubungan_DgnOrgLain

56.5714

4.472934

1tahun 8

22.1250

2.23207

2tahun

10

22.4000

2.27058

3tahun

7

20.0000

1.00000

1tahun 8

12.8750

1.72689

2tahun

10

12.2000

1.98886

3tahun

7

13.0000

.81650

1tahun memiliki mean 56.7500 dengan standar deviasi 5.20302 dari 8 responden. Pada 2tahun memiliki mean 59.0000 dengan standar deviasi 4.10961dari 10 responden. Sementara 3tahun memiliki mean 56.5714 dengan standar deviasi 4.472934 dari 7 responden. Dan pada 1tahun memiliki mean 22.1250 dengan standar deviasi 2.23207 dari 8 responden. Pada 2tahun memiliki mean 22.4000 dengan standar deviasi 2.27058 dari 10 responden. Sementara 3tahun memiliki mean 20.0000 dengan standar deviasi 1.00000 dari 7 responden. Dan pada 1tahun memiliki mean 12.8750 dengan standar deviasi 1.72689 dari 8 responden. Pada 2tahun memiliki mean 12.2000 dengan standar deviasi 1.98886 dari 10 responden. Sementara 3tahun memiliki mean 13.0000 dengan standar deviasi 0.81650 dari 7 responden. Dan pada 1tahun 2tahun

Std. Deviation 2.53194 2.65832

3tahun

7

22.1429

1.46385

1tahun 2tahun

5 30 8 10

21.8000 21.5000 29.1250 29.7000

1.64317 2.17747 4.01559 3.19896

3tahun

7

30.1429

.89974

Duk_instrumental

1tahun

5 30.0000 30 29.7000 8 26.0000

2.12132 2.83026 3.46410

1.151 .347

Duk_informasi

2tahun 3tahun 1tahun

10 7 5 30 8

24.6000 26.5714 27.0000 25.8333 24.8750

2.91357 2.07020 1.58114 2.76784 3.04432

.592

2tahun 3tahun

10 25.3000 7 26.0000

3.05687 2.16025

Duk_Emosional

Duk_penghargaan

F .352

Sig

N Mean 8 21.1250 10 21.2000

.788

.916 .170

.647

Duk_persahabatan

1tahun

5 26.8000 30 25.6000 8 13.7500

.83666 2.58110 2.18763

2tahun 3tahun 1tahun memiliki mean 21.1250 dengan standar deviasi 2.53194 dari 8 responden. Pada 2tahun memiliki mean 21.2000 dengan standar deviasi 2.65832 dari 10 responden. Sementara 3tahun memiliki mean 22.1429 dengan standar deviasi 1.46385 dari 7 responden. Dan pada 1tahun memiliki mean 29.1250 dengan standar deviasi 4.01559 dari 8 responden. Pada 2tahun memiliki mean 29.7000

dengan standar deviasi 3.19896 dari 10 responden. Sementara 3tahun memiliki mean 30.1429 dengan standar deviasi 0.89974 dari 7 responden. Dan pada 1tahun memiliki mean 26.0000 dengan standar deviasi 3.46410 dari 8 responden. Pada 2tahun memiliki mean 24.6000 dengan standar deviasi 2.91357 dari 10 responden. Sementara 3tahun memiliki mean 26.5714 dengan standar deviasi 2.07020 dari 7 responden. Dan pada 1tahun memiliki mean 24.8750 dengan standar deviasi

3.04432 dari 8 responden. Pada 2tahun memiliki mean 25.3000 dengan standar deviasi 3.5687 dari 10 responden. Sementara 3tahun memiliki mean 26.0000 dengan standar deviasi 2.16025 dari 7 responden. Dan pada 1tahun memiliki mean 13.7500 dengan standar deviasi 2.18763 dari 8 responden. Pada 2tahun memiliki mean 13.1000 dengan standar deviasi 1.72884 dari 10 responden. Sementara 3tahun memiliki mean 14.8571 dengan standar deviasi 1.21499 dari 7 responden. Dan pada