Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat dalam meraih ....
ilmu statisikanya, Iqbal, Eja atas bantuan jurnal-jurnalnya, Adam, Fajar, Ade,.
PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN TERHADAP SELF DISCLOSURE PENGGUNA FACEBOOK
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat dalam meraih gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun Oleh :
DIMAS PAMUNCAK 106070002193
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
i
PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN TERHADAP SELF DISCLOSURE PENGGUNA FACEBOOK Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh: DIMAS PAMUNCAK 106070002193
Dibawah Bimbingan: Pembimbing I
Pembimbing II
Ikhwan Luthfi, M. Psi NIP. 19730710 200501 1 006
Gazi S. M.Si NIP. 19711214 200701 1 014
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN TERHADAP SELF DISCLOSURE
PENGGUNA
FACEBOOK
telah
diujikan
dalam
sidang
munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 08 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi. Jakarta, 08 Desember 2011 Sidang Munaqosyah Dekan
Pembantu Dekan
Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522
Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 19561223 198303 2001 Anggota
Neneng Tati Sumiati, M.Si., Psi NIP. 19730328 200003 2003
Ikhwan Luthfi, M.Psi NIP. 19730710 200501 1 006
Gazi S, M.Si NIP. 19711214 200701 1 014
iii
LEMBAR PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Dimas Pamuncak NIM
: 106070002193
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Tipe Kepribadian Terhadap Self Disclosure Pengguna Facebook” adalah benar merupakan karya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam menyusun skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undangundang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 8 Desember 2011
Dimas Pamuncak NIM 106070002193
iv
Bismillahirrahmanirrahim...
Puji syukur atas segala kenikmatan yang telah diberikan Allah SWT yang memberikan hidup dan memberi kesempatan untuk menuliskan karya ini. Dan shalawat selalu Allah curahkan kepada Nabi Muhammad Saw Karya sederhana ini kupersembahkan untuk seluruh keluargaku, khususnya Ibunda dan Ayahandaku serta seluruh sahabatku.
“Bergeraklah”. Saat mendapat inspirasi, temukan caranya dan mulailah menuliskannya! Bukankah impianmu ingin menjadi sarjana? Membahagiakan mereka yang telah berkorban. Janganlah membuat mereka meneteskan air mata. Dan menyesal mempunyai anak sepertimu Bukankah harapan mereka sederhana? Hanya ingin melihatmu menjadi Sarjana dan mengenakan toga. Bantulah mereka dengan segenap perjuanganmu Apakah kamu tahu dari mana biaya uang kuliahmu? Mungkin kamu tidak tahu mereka meminjam kesana kemari Hanya untuk membuatmu menggapai gelar kehormatan itu. SARJANA! Iya, sebuah kata sederhana tetapi sangat bermakna untuk mereka Sahabat, mari kita menyenangkan mereka dengan berjuang untuk mendapatkan SARJANA!
v
Motto: Bekerjalah dan biarkan Allah, Rasul, dan orang-orang shalih melihatmu Bergerakalah karena dengan bergerak engkau akan menciptakan atau menemukan sesuatu yang baru
vi
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillahirrobil„alamin. Segenap puji dan rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Atas keridhoan dan karunia yang diberikan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul ”Pengaruh Tipe Kepribadian Terhadap Self Disclosure Pengguna Facebook”. Penulisan laporan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Jahja Umar, Ph.D Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada penulis agar dapat menuntut ilmu dengan baik. 2. Ikhwan Luthfi, M.Psi pembimbing pertama. Terima Kasih atas bimbingan, nasihat, semangat dan masukan yang diberikan Bapak agar penulis dapat menulis skripsi ini dengan baik. 3. Gazi S. M.Si pembimbing dua skripsi. Terimakasih atas bimbingan, nasihat, masukan yang diberikan, serta usaha Bapak yang tak pernah lelah untuk mendorong dan menyakinkan penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
vii
4. Orang tua penulis Ayahanda Subaryono dan Ibunda Dwi Endang S. yang banyak memberikan dukungan baik moril maupun materil. Dengan kesabaranmu untuk terus mendorongku agar menyelesaikan tugas ini dan juga untaian do‟a dalam setiap sholat malammu, membuatku tetap menjalani tugastugas ini.
Abang Yohn, Mbak Diyah, Mbah Fitrie dan juga Little Boy
terimakasih atas pengertian kalian dan kelucuan boy. 5. Dosen pembimbing akademik Ibu Eva yang meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan kepada penulis dalam kesibukannya. 6. Ibu Yanthi dan Bapak Rahmat Mulyono yang banyak membantu penulis menjadi narasumber dan mengijinkan penulis untuk memakai penelitiannya. 7. Seluruh dosen, karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi. 8. Para responden penelitian, adik-adikku di SMA Negeri 2 Depok. Guru SMA ku yang mendampingi Ibu Yanizasari dan Ibu Isti yang mau menemaniku “bernostalgia” di sekolah tercinta. 9. Ust Sumarno dan Ust Aceng Toha Lc yang selalu mendo‟akan penulis dan mendorong untuk segera menyelesaikan skripsi. 10. Bapak Asep Haerul Gani, Psikolog, yang telah “memprovokatori” penulis untuk menyelesaikan tugas ini dan juga para Trainer “Manajemen Pikiran dan Perasaan” dan Coach Ikhwan Sopa yang mengajarkan penulis “Kerjakan itu dan nikmati rasa tidak enaknya” viii
11. Maihan „Adinda‟ Andrestia atas bantuan, kesabaran dan dukungannya yang selalu menyemangati penulis serta menemani dalam suka maupun duka. 12. Sahabat-sahabat ”The Villa”, Obi atas ilmu kunonya, Adiyo atas pengarahan ilmu statisikanya, Iqbal, Eja atas bantuan jurnal-jurnalnya, Adam, Fajar, Ade, Haikal, Lukem, yang selalu memberikan penulis hari-hari yang berwarna dan ceria. Selain itu Cut Noza, Muti, Korry, Nadia, Sarah, Hasna, Hanny, Kak Via, dan Saipul Bakhri terimakasih atas sharingnya. Baster 20106 yang mengajarkan untuk tetap membina sebuah persahabatan. Sahabat FP2I yang menyemangati untuk cepat-cepat lulus. Ajenk Rama terimakasih atas info berharganya. 13. Teman-teman kelas A angkatan 2006 yang selalu kompak dan selalu memberikan semangat pada penulis. 14. Tim Ceria yang memberi penulis wadah untuk saling bertukar pikiran dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan kebenaran. 15. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ciputat, 8 Desember 2011 Penulis
ix
ABSTRAKSI (A) (B) (C) (D) (E)
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatulah Jakarta November 2011 Dimas Pamuncak 83 halaman + lampiran
Pengaruh Tipe Kepribadian terhadap Self Disclosure Pengguna Facebook. (F) Self disclosure merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam interaksi sosial dan juga yang dibutuhkan dalam hubungan interpersonal, karena dengan adanya pengungkapan diri seseorang dapat mengungkapkan pendapatnya, perasaannya, cita-citanya dan sebagainya, sehingga memunculkan hubungan yang terbuka (Asandi & Rosyidi, 2010). Hubungan ini tidaklah terbatas oleh waktu dan ruang karena pada zaman sekarang sudah terdapat banyak kemudahan semisal, internet. Facebook merupakan salah satu produk internet, namun menjadi lebih populer daripada internet itu sendiri. Banyak orang rela mengakses internet demi Facebook, padahal dahulunya internet bukan teknologi yang mudah bagi kebanyakan orang (Kusumaningtyas, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui hubungan tipe kepribadian dengan self disclosure pengguna facebook. Kepribadian adalah pola perilaku dan cara berpikir yang khas, yang menentukan penyesuaian diri individu terhadap lingkungan. Tipe Kepribadian disini adalah ekstrovert introvert. Yang mana ekstrovert adalah sikap jiwa yang tertuju keluar dirinya, pikiran, perasaan, hidup kejiwaan, tingkah laku dan tindakannya sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Sedangkan introvert adalah orientasi jiwanya ditujukan ke dalam dirinya baik pikiran, perasaan dan tingkah lakunya ditentukan oleh faktor-faktor subyektif. Penelitian kuantitatif dengan studi korelasional ini melibatkan 173 responden dari 646 siswa pengguna Facebook di SMA Negeri 2 Depok dengan rentangan usia 14-18 tahun. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan menggunakan stratified random sampling. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur self disclosure menggunakan alat ukur yang digunakan oleh peneliti sebelumnya, yaitu Cut Noza Nasrina S.Psi. Sedangkan untuk alat ukur tipe kepribadian menggunakan Eysenck Personality Questionaire (EPQ) yang dikemukakan oleh Eysenck dan Wilson (1982) yang sudah peneliti modifikasi sesuai subjek yang akan dijadikan responden. Jumlah item pada pada skala self disclosure sebanyak 31 item dan sebanyak 48 item untuk skala tipe kepribadian. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 62 subjek laki-laku dan 111 subjek perempuan. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson didapatkan signifikansi sebesar 0.004 < 0.05, x
maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh tipe kepribadian terhadap self disclosure pengguna facebook ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan seseorang yang mempunyai kecenderungan ekstrovert atau kecenderungan introvert dengan self disclosure pengguna facebook. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan tipe kepribadian terhadap self disclosure pengguna facebook. Peneliti menyarankan penelitian selanjutnya agar meneliti/menganalisa variabel-variabel lainnya yang kemungkinan besar mempengaruhi self disclosure dan meneliti hal lain yang mungkin dapat menjelaskan hasil penelitian menjadi tidak signifikan. (G) Daftar Bacaan: 27; Buku: 8 + Jurnal: 11 + Skripsi: 5 + Internet:3
xi
DAFTAR ISI Halaman Judul........................................................................................................ i Lembar Pengesahan Pembimbing ............................................................................ ii Lembar Pengesahan Panitia Ujian ............................................................................ iii Lembar Orisinalitas .................................................................................................. iv Persembahan.............................................................................................................. v Motto......................................................................................................................... vi Kata Pengantar .......................................................................................................... vii Abstraksi…………………………………………………………………………… x Daftar Isi ................................................................................................................... xii Daftar Tabel .............................................................................................................. xv BAB 1 Pendahuluan................................................................................................ 1 1.1
Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
1.2
Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................................. 18
I.3
1.4
1.2.1
Pembatasan Masalah ............................................................ 18
1.2.2
Perumusan Masalah .............................................................. 18
Tujuan dan Manfaat Penelitian......................................................... 19 1.3.1
Tujuan Penelitian ................................................................. 19
1.3.2
Manfaat Penelitian ............................................................... 19
Sistematika Penulisan ...................................................................... 20
BAB 2 Kajian Pustaka ........................................................................................... 21 2.1
Self Disclosure................................................................................... 21 2.1.1
Pengertian Self Disclosure..................................................... 21
2.1.2
Teori Self Disclosure…......................................................... 22
2.1.3
Dimensi Self Disclosure……………………….................... 23
2.1.4
Aspek Self Disclosure........................................................... 25
2.1.5
Tingkatan Self Disclousre..................................................... 26
2.1.6
Fungsi Self Disclosure.......................................................... 27 xii
2.2
2.1.7
Manfaat Self Disclosure........................................................ 28
2.1.8
Bahaya Self Disclosure......................................................... 29
2.1.9
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Disclosure.............. 30
Tipe Kepribadian.............................................................................. 33 2.2.1
Pengertian Kepribadian.......................................................... 33
2.2.2
Karakteristik Kepribadian..................................................... 34
2.2.3
Tipe Kepribadian Ekstravert dan Introvert……................... 35
2.2.4
Faktor-faktor Dasar Kepribadian Extravert dan Introvert… 40
2.3
Kerangka Berpikir ................................................................. ........... 42
2.4
Hipotesis penelitian .......................................................................... 45
BAB 3 Metode penelitian ....................................................................................... 47 3.1
Populasi dan Sampel ......................................................................... 47
3.2
Variabel Penelitian ........................................................................... 47
3.3
Definisi Operasional……………………………………………….. 48
3.4
Instrument Pengumpulan Data.......................................................... 50
3.5
Prosedur Pengumpulan Data………………………………………. 54
3.6
Metoda Analisis Data……………………………………………… 55
BAB 4 Hasil Penelitian .....................……………………….……………............ 57 4.1
Analisis Deskriptif………………… ………………………........... 57
4.2
Pengujian Hipotesis Penelitian......................................................... 62
4.3
Pengujian Proporsi Varian................................................................ 66
4.4
Analisis Tambahan ......................................................................... 69
BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran ............................................................... 73 5.1
Kesimpulan …………………………………………..................... 73
5.2
Diskusi ……………………………………………………............ 74
5.3
Saran …………………………………………………................... 80 5.3.1 Saran Teoritis ......................................................................... 80 5.3.2 Saran Praktis .......................................................................... 80
Daftar Pustaka ...................................................................................................... 82 xiii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1
Blue print skala self disclosure…………………………………….. 51
Tabel 3.2
Blue print skala tipe kepribadian…………………………………... 53
Tabel 4.1
Distribusi populasi berdasarkan jenis kelamin…………………….. 57
Tabel 4.2
Distribusi populasi berdasarkan hobi……………………………… 58
Tabel 4.3
Distribusi populasi berdasarkan tempat berkumpul……………….. 59
Tabel 4.4
Distribusi populasi berdasarkan agama……………………………. 60
Tabel 4.5
Distribusi populasi berdasarkan suku……………………………… 60
Tabel 4.6
Deskripsi skor variabel…………………………………………….. 61
Tabel 4.7
Uji F tipe kepribadian terhadap self disclosure pengguna facebook..62
Tabel 4.8
Varians DV yang dijelaskan oleh IV………………………………. 63
Tabel 4.9
Coeficient regresi masing-masing IV……………………………… 64
Tabel 4.10
Proporsi varians masing-masing IV……………………………….. 66
Tabel 4.11
Signifikansi jenis kelamin terhadap tipe kepribadian……………… 69
Tabel 4.12
Signifikansi agama terhadap tipe kepribadian……………………... 70
Tabel 4.13
Signifikansi suku terhadap tipe kepribadian………………………. 70
Tabel 4.14
Signifikansi usia terhadap tipe kepribadian……………………….. 71
Tabel 4.15
Signifikansi hobi dan tempat berkumpul terhadap tipe kepribadian..72
xiv
1
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian tipe kepribadian dengan self disclosure, perumusan dan pembatasan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Dalam sebuah hubungan diperlukan komunikasi yang terbuka antara satu dengan lainnya. Menurut Rogers dan Kincaid (dalam Sari dkk, 2006) komunikasi adalah proses pertukaran informasi dengan menyampaikan gagasan atau perasaan agar mendapat tanggapan dari orang lain dan dapat mengekspresikan dirinya yang unik. Informasi yang disampaikan dalam komunikasi dapat berupa identitas diri, pikiran, perasaan, penilaian terhadap keadaan sekitar, pengalaman masa lalu dan rencana masa depan yang sifatnya rahasia maupun yang tidak. Hal ini bertujuan agar tidak tercipta suasana yang menghambat jalannya sebuah hubungan.
Hubungan antar pribadi memainkan peran penting dalam
membentuk kehidupan. Manusia bergantung kepada orang lain dalam perasaan, pemahaman, informasi, dukungan dan berbagai bentuk komunikasi yang mempengaruhi citra diri seseorang, dan membantu mengenali harapan-harapan orang lain. Proses penyampaian informasi yang berhubungan dengan diri sendiri kepada orang lain oleh Jourard disebut sebagai pengungkapan diri atau self disclosure (dalam Sari dkk, 2006).
2
Keterbukaan diri (self disclosure) merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam interaksi sosial dan juga yang dibutuhkan dalam hubungan interpersonal, karena dengan adanya pengungkapan diri seseorang dapat mengungkapkan pendapatnya, perasaannya, cita-citanya dan sebagainya, sehingga memunculkan hubungan yang terbuka (Asandi & Rosyidi, 2010). Taylor & Belgrave (dalam Gainau, 2009) mengatakan individu yang terampil melakukan self disclosure mempunyai ciri-ciri yakni memiliki rasa tertarik kepada orang lain daripada mereka yang kurang terbuka, percaya diri sendiri, dan percaya pada orang lain. Dalam interaksi antara individu dengan orang lain, apakah orang lain akan menerima atau menolak, bagaimana mereka ingin orang lain mengetahui tentang mereka akan ditentukan oleh bagaimana individu dalam mengungkapkan dirinya. Hubungan yang terbuka ini akan memunculkan hubungan timbal balik positif yang menghasilkan rasa aman, adanya penerimaan diri, dan secara lebih mendalam dapat melihat diri sendiri serta mampu menyelesaikan berbagai masalah hidup (Asandi & Rosyidi, 2010). Menurut
Lumsden
self
disclosure
dapat
membantu
seseorang
berkomunikasi dengan orang lain, meningkatkan kepercayaan diri serta hubungan menjadi lebih akrab. Selain itu, self disclosure dapat melepaskan perasaan bersalah dan cemas (Calhoun dan Acocella, 1990). Tanpa self disclosure, individu cenderung mendapat penerimaan sosial kurang baik sehingga berpengaruh pada perkembangan kepribadiannya (dalam Gainau, 2009).
3
Omith (dalam Asandi & Rosyidi, 2010), mengatakan bahwa sebenarnya proses self disclosure yang telah lama menjadi fokus penelitian dan teori komunikasi mengenai hubungan, merupakan proses mengungkapkan informasi pribadi kita kepada orang lain dan sebaliknya, hal ini juga menandai sehat atau tidaknya komunikasi antar pribadi dengan melihat keterbukaan yang terjadi dalam komunikasi Pada kejadian pengeboman yang marak terjadi belakangan ini, yang dilakukan oleh sebuah kelompok yang mengatas namakan Islam, di Hotel J.W. Marriot.
Pakar psikologi Prof. Dr. Sarlito Wirawan (2009) mengungkapkan
faktor penyebab kasus bom di Hotel Marriot yang belum lama ini terjadi, dan beberapa tempat lainnya, adalah karena para pengebom itu tidak dapat mengungkapkan pikiran, emosi dan ambisinya kepada teman atau keluarganya. Mungkin mereka punya beban pikiran berat, dan mungkin saja sebenarnya mereka memiliki ambisi tinggi untuk negerinya ini, namun mereka tidak dapat mengungkapkan itu semua (Matanews.com, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Johnson (dalam Hamdan Juwaeni, 2009), menunjukkan bahwa individu yang mampu dalam membuka diri (self disclosure) akan dapat mengungkapkan diri dengan tepat; terbukti mampu menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya diri, lebih kompeten, dapat diandalkan, lebih mampu bersikap positif, percaya terhadap orang lain, lebih objektif, dan terbuka. Sebaliknya individu yang kurang mampu dalam keterbukaan diri (self disclosure) terbukti tidak mampu menyesuaikan diri, kurang percaya diri, timbul perasaan takut, cemas, merasa rendah diri, dan tertutup.
4
Hasil penelitian yang dilakukan Dian (2000), menunjukkan bahwa 35% siswa mengungkapkan diri secara terbuka, sedangkan 50% siswa kurang mengungkapkan diri secara terbuka. Sedangkan penelitian Dewi (2004), menunjukkan bahwa hanya 24,55% siswa yang terampil dalam membuka diri, sedangkan sebagian besar 43,63% siswa yang kurang terampil membuka diri (dalam Gainau, 2009). Hasil penelitian terdahulu tentang pengungkapan diri menunjukkan hasil yang mengandung kontradiksi. Misalnya, yang dilakukan Balswick dan Balkwell tidak menunjukkan adanya perbedaan pengungkapan diri antara pria dan wanita. Akan tetapi penelitian selanjutnya yang dilakukan Hargie terhadap 288 mahasiswa menunjukkan hasil bahwa pria dan wanita memiliki pola pengungkapan diri yang berbeda (dalam Sari dkk, 2006). Perbedaan pengungkapan diri antara pria dan wanita menurut Jourard terjadi karena adanya harapan yang berbeda terhadap pria dan wanita. Harapan bagi pria untuk tampak lebih kuat, objektif, kerja keras, dan tidak emosional dapat menghambat pengungkapan diri pada pria, sedangkan harapan bagi wanita untuk mampu menolong dan menyenangkan orang lain dapat
meningkatkan
pengungkapan diri pada wanita. Menurut De Vito, “wanita lebih sering mengekspresikan perasaannya dan memiliki keinginan yang besar untuk selalu mengungkapkan dirinya” (dalam Sari dkk, 2006). Hal lain yang mempengaruhi self disclosure seseorang adalah budaya. Budaya juga sangat berpengaruh terhadap self disclosure masing-masing individu. Ada budaya yang cenderung menutup diri, ada juga yang terbuka. Misalkan di
5
Indonesia khususnya budaya Jawa. Suseno dan Reksosusilo (dalam Gainau, 2009), beranggapan orang yang diam atau tertutup itu dinilai baik dan masih tabu, karena dengan keterbukaan diri (self disclosure) dipandang sebagai sikap menyombongkan diri, angkuh, tinggi hati dan lain-lain. Nilai budaya ini akan terus dibawa oleh individu, karena dimulai dari awal kehidupannya sudah diberikan pelajaran untuk dapat menerima dan tidak menerima dalam menyatakan diri pada orang lain. Serta individu sudah seharusnya menyesuaikan diri pada cara untuk dapat menerima orang lain. Dengan demikian lama kelamaan benteng pertahanan diri sangat kuat sehingga untuk terbuka kepada orang lain sangat sedikit. Lebih lanjut, Franco mengemukakan bahwa orang Amerika lebih terbuka dari pada Meksiko. Sedangkan Nugroho menyatakan bahwa orang jepang lebih tertutup dari pada orang Indonesia. Jourard menemukan bahwa siswa kulit putih lebih terbuka dari pada siswa kulit hitam di Amerika. Pada budaya Cina, anakanak lebih memilih tidak membuka/mengungkapkan informasi yang pribadi kepada orang tua walaupun mereka masih memiliki keterikatan yang dekat dengan keluarga (dalam Gainau, 2009). Corey (dalam Gainau, 2009) mengatakan sebagai makhluk sosial, manusia selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Manusia dalam bertingkah laku selalu berhubungan dengan lingkungannya tempat ia tinggal. Menjalin hubungan dengan individu lain merupakan bagian yang tidak pernah lepas dari kehidupannya sehari-hari. Seseorang atau siapa saja tidak pernah dan tidak akan mau hidup menyendiri, apalagi dalam hidup modern yang serba
6
digital sekarang ini. Komunikasi terjalin kapan saja dan di mana saja dalam kehidupan manusia. Alternatif komunikasi masyarakat modern saat ini menyebabkan tuntutan manusia terhadap kebutuhan informasi semakin tinggi. Hal itu turut melahirkan kemajuan yang cukup signifikan dalam bidang teknologi. Peningkatan di bidang teknologi, informasi, serta komunikasi mengakibatkan dunia tidak lagi mengenal batas, jarak, ruang, dan waktu. Seseorang dapat dengan mudah mengakses informasi penting tentang fenomena kejadian di belahan dunia lain, tanpa harus berada di tempat tersebut. Padahal untuk mencapai tempat itu memakan waktu berjam-jam, namun hanya dengan seperangkat komputer yang memiliki konektivitas
internet,
informasi
dapat
diperoleh
dalam
hitungan
detik
(Kusumaningtyas, 2010). Onong (dalam Kusumaningtyas, 2010) menyatakan terdapat dua tahapan proses komunikasi, yakni proses komunikasi primer dan sekunder. Proses komunikasi primer ialah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Proses komunikasi sekunder yaitu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media. Maksud dari media kedua dalam proses komunikasi secara sekunder antara lain, surat, telepon, teks, surat kabar, radio, televisi, internet, dan sebagainya. Media tersebut dimanfaatkan sebab letak komunikator dan komunikan berada di
7
tempat yang relatif jauh, sehingga penggunaan media ini dapat menunjang efektivitas komunikasi (Kusumaningtyas, 2010). Bungin (dalam Kusumaningtyas, 2010) media yang diambil dalam penelitian ini adalah internet. Internet (interconnection networking) merupakan jaringan komputer yang dapat menghubungkan suatu komputer atau jaringan komputer dengan jaringan komputer lain, sehingga dapat berkomunikasi atau berbagi data tanpa melihat jenis komputer itu sendiri. Seperti yang diketahui internet merupakan bentuk konvergensi dari beberapa teknologi penting terdahulu, seperti komputer, televisi, radio, dan telepon. Internet adalah sebuah gerbang pintu masuk untuk menjelajahi informasi di seluruh dunia. Berbagai macam informasi dapat kita dapatkan melalui internet baik itu berita terkini seperti ekonomi, harga kenaikan barang, hingga resep makanan, bahkan jurnal, skripsi, artikel, lagu-lagu sampai film dan komik yang dapat didownload setiap waktu. Banyak situ-situs internet yang dapat menjadi tempat berbagi informasi yang terkenal dan dengan fitur yang menarik selain itu juga dapat menjadi ajang mendapatkan teman yang banyak hingga sampai kepada mencari jodoh. Situs internet tersebut seperti Twitteer, Friendster, Hi5, Myspace, You Tube, Blog-ger, Facebook dan masih banyak lagi (Khairunnisa, 2010). Salah satu situs internet yang dibahas dalam penelitian ini adalah facebook, yang didirikan oleh Mark Zuckerberg seorang mahasiswa “droup out” Universitas Harvard Amerika Serikat pada tanggal 6 Februari 2004. Juju dan Sulianta (dalam Kusumaningtyas, 2010) Facebook merupakan salah satu produk internet, namun menjadi lebih populer daripada internet itu
8
sendiri. Banyak orang rela mengakses internet demi Facebook, padahal dahulunya internet bukan teknologi yang mudah bagi kebanyakan orang. Mereka dengan kelemahan latar belakang pendidikan, usia, dan status sosial atau ekonomi mau belajar internet demi mengekspresikan dirinya pada Facebook. Dahulunya, tukang sayur, office boy, pembantu rumah tangga, pedagang asongan, manula pada tahun 2003 tidak mengenal internet, namun kini mereka memiliki Facebook. Pengguna Facebook seringkali disebut Facebooker. Mayoritas Facebooker menggunakan Facebook untuk terkoneksi dengan keluarga, relasi, dan temanteman. Facebook menyebabkan jaringan relasi semakin luas karena penemuanpenemuan baru relasi senantiasa tercipta. Tidak hanya itu, Facebook mampu membuka gerbang komunikasi sehingga kontak dapat terus dilakukan. Selain itu, Facebook memiliki fasilitas newsfeed yang memudahkan Facebooker mengakses informasi dengan terorganisasi dan pengingatnya seperti pemberitahuan aktivitas teman Facebooker lain serta pesan-pesan layaknya e-mail cukup digemari banyak Facebooker (Kusumaningtyas, 2010). Beberapa alasan membuat komunikasi dunia maya menjadi lebih nyaman dan lengkap daripada berkomunikasi langsung dengan bertatap muka pada dunia nyata. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Larry D. Rosen dkk, Ben-Ze-Ev (2003) mengatakan bahwa seseorang merasa aman dalam dunia maya dibandingkan dunia nyata. Walther (1996) juga mengatakan seseorang merasa dekat jika berada dibalik layar atau dunia maya dibandingkan dunia nyata. Kusumaningtyas (2010) mengatakan bahwa fasilitas Facebook yang mendukung kenyamanan serta kelengkapan komunikasi adalah chat dan wall.
9
Chat ialah fasilitas Facebook yang dapat digunakan untuk berinteraksi langsung dengan syarat penggunanya harus terkoneksi dalam jaringan (online), sehingga dapat terjadi komunikasi langsung. Wall merupakan fasilitas Facebook untuk saling mengirimkan pesan bagi sesama pengguna Facebook, pesan tersebut dapat dilihat secara umum dan tercantum waktu pengirimannya.
Facebook dapat
menjadi alternatif komunikasi yang digemari banyak orang. Terlebih lagi bagi orang yang memiliki kepribadian tertutup, pemalu, ataupun pendiam. Pada dasarnya Facebook dibuat dengan niat baik dan benar-benar mengusung nilai-nilai pertemanan yang “kental”. Hal itu dapat dilihat pada fitur dan kemampuan seperti membuat pertemanan dan terus dapat berhubungan dengan teman-teman atau relasi, personal whiteboards atau umumnya disebut “walls”, membuat group, tergabung ke dalamnya, advertising parties / “events”, mengirimkan pesan personal layaknya e-mail, saling meng-upload dan sharing image, campus advertising, membuat pernyataan status. Sesuai data dari Pew Internet and American Life Project Survey of Parents and Teens (2006) yang menyatakan dalam situs jejaring sosial, 84 % remaja menggunakan wall dan 76 % memanfaatkan post comment (Kusumaningtyas, 2010). Berikut adalah data yang dihimpun oleh www.bloggerborneo.com (dipost pada tanggal 1 Februari 2011) yang bersumber pada www.checkfacebook.com
10
11
Penelitian yang dilakukan oleh Asandi & Rosyidi (2010), disimpulkan bahwa melalui facebook, remaja dapat mengungkapkan dirinya dengan efektif. Bagi para remaja self-disclosure (pengungkapan diri) merupakan sarana untuk membagi informasi tentang diri mereka kepada orang lain. Informasi yang mereka bagi tersebut terkait dengan identitas diri dan perasaan serta keadaan yang mereka alami. Jonathan mengatakan, sebagai salah satu aspek penting dalam hubungan sosial, self disclosure juga perlu bagi remaja, karena masa remaja merupakan periode individu belajar menggunakan kemampuannya untuk memberi dan menerima
dalam
berhubungan
dengan
orang
lain.
Sesuai
dengan
perkembangannya, remaja dituntut lebih belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang lebih luas dan majemuk (Juwaeni, 2009). Pada suatu kesempatan, penulis mewawancarai seorang dosen, Bapak Rachmat Muloyono mengenai fenomena yang sedang marak terjadi (bagian dari pengamatan yang dilakukan peneliti juga) yaitu tentang fenomena orang yang memiliki kepribadian introvert pada dunia nyata dan menjadi ekstrovert dalam dunia maya. Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada manusia yang terlalu introvert ataupun terlalu ekstrovert. Setiap orang butuh sosialisasi dan setiap orang punya sesuatu yang dirahasiakan. Maka dari itu seorang psikolog menyebutnya cenderung introvert atau cenderung ekstrovert. Pribadi yang baik adalah yang menuju ke tengah, tidak terlalu introvert dan tidak terlalu ekstrovert. Bisa saja seorang yang introvert dalam dunia nyata tetapi ekstrovert dalam dunia maya dan itu fakta yang ada dilapangan.
12
Penulis juga mengamati bahwa setelah bergabung dalam situs ini, ada beberapa kawan yang selama ini terlihat baik-baik saja ternyata memiliki beberapa masalah, jika dilihat dari status yang dibuatnya. Orang-orang yang menurut penulis adalah seorang yang tertutup, bisa menjadi terbuka dengan dia membiasakan mencurahkan apa yang menjadi kendala dalam kehidupannya. Sehingga hal yang dilakukannya itu bisa membuat seseorang menjadi lebih tenang dengan mencurahkan yang menjadi pikirannya. Fenomena seperti inilah yang disebut self diclosure, yaitu Pengungkapan diri memungkinkan seseorang diri sejati untuk diketahui oleh orang lain (Jourard, Barry A. Farber, 2006). Kusumaningtyas (2010) mengatakan bahwa perkembangan teknologi informasi tidak hanya mampu menciptakan masyarakat dunia global, namun secara materi dapat mengembangkan ruang gerak kehidupan baru bagi masyarakat. Tanpa disadari, komunitas manusia telah hidup dalam dua dunia kehidupan,
yakni
kehidupan
masyarakat
nyata
dan
masyarakat
maya
(cybercommunity). Masyarakat nyata ialah sebuah kehidupan masyarakat yang secara indrawi dapat dirasakan sebagai sebuah kehidupan nyata, hubunganhubungan sosial sesama anggota masyarakat dibangun melalui pengindraan. Dalam
masyarakat
nyata,
kehidupan
manusia
dapat
disaksikan
sebagaimana apa adanya. Kehidupan masyarakat maya merupakan suatu kehidupan masyarakat manusia yang tidak dapat secara langsung diindera melalui penginderaan manusia, namun mampu dirasakan serta disaksikan sebagai sebuah realitas (Kusumaningtyas, 2010).
13
Hal diatas didukung pula dengan hasil penelitian Retnowati & Hartyanthi (2001) mengenai hubungan antara tipe kepribadian dengan kecenderungan kecanduan cybersex, dikatakan bahwa
semakin extravert tipe kepribadian
individu maka akan semakin rendah kecenderungan kecanduan cybersexnya dan sebaliknya semakin introvert tipe kepribadian individu maka semakin tinggi pula kecenderungan kecanduan cybersexnya. Pada dasarnya setiap orang mengadakan orientasi terhadap dunia sekitarnya, tergantung karakteristik atau tipe kepribadiannya sehingga orientasi orang yang satu dengan orang lainnya berbeda. Orientasi manusia ada yang memiliki arah keluar (ekstrovert) dan ke dalam (introvert). Jung (Lestari dkk. 2001) menegaskan bahwa dimensi orang ekstovert dalam perilaku aktual digambarkan sebagai orang yang terbuka, periang, dan juga agresif (Sinuraya, 2009). Eysenck dan Wilson (dalam Sinuraya, 2009) yang mengatakan bahwa salah satu karakteristik orang ekstrovert diantaranya Risk taking, yaitu senang hidup di dalam bahaya dan mencari pekerjaan yang memberikan imbalan yang baik dengan hanya sedikit menghiraukan konsekuensi yang merugikan keselamatan dan keamanannya, mereka cenderung nampak lebih hebat, menjadi pihak yang benar, dihormati, disetujui oleh orang-orang yang terpilih. Dengan melihat pesatnya perkembangan internet tersebut, maka pengguna internet terbuka bagi siapa saja, termasuk bagi mereka yang mempunyai tipe kepribadian yang berbeda. Menurut Siagian (dalam Itriyah, 2004) kepribadian seseorang menampakkan dirinya dalam berbagai bentuk sikap, cara berfikir, dan
14
acra bertindak. Sikap, cara berfikir, dan cara bertindak itu dapat dipastikan tidak terlalu sama antar individu yang satu dengan yang lain. Secara psikologis, ditinjau dari tipe kepribadiaannnya, ada dua tipe pengguna internet, yang memiliki tipe kepribadian introvert dan yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert. Eysenck mengelompokkan manusia berdasarkan dua tipe kepribadian, yaitu tipe kepribadian introvert dan tipe kepribadian ekstrovert (Suryabrata, 1982). Orang-orang yang introvert memperlihatkan kecenderungan untuk mengembangkan gejala-gejala ketakutan dan depresi, yang ditandai oleh kecenderungan obsesi mudah tersinggung, apathis, syaraf otonom mereka labil. Menurut pernyataan mereka sendiri, perasaan mereka gampang terluka, mudah gugup, menderita rasa rendah diri, mudah melamun, sukar tidur, intelegensi mereka relatif tinggi, perbendaharaan kata-kata baik, dan cenderung untuk tetap pada pendiriannya (keras kepala). Mereka yang tergolong dalam tipe kepribadian ini, pada umumnya teliti tetapi lambat, taraf aspirasi mereka tinggi tetapi ada kecenderungan untuk menaksir rendah prestasi mereka sendiri, mereka agak kaku (tegar), dan memperlihatkan “intrapersonal variability“ yang kecil (dalam Itriyah, 2004). Sebaliknya,
orang
yang
mempunyai
tipe
kepribadian
ekstrovert
memperlihatkan kecenderungan untuk mengembangkan gejala-gejala histeris, memperlihatkan sedikit energi perhatian yang sempit, sejarah kerja yang kurang baik, serta hypocondris. Mereka mendapat kesukaran karena gagap, gampang terkena kecelakaan, sering tidak masuk kerja karena sakit, tidak puas, merasa sakit-sakitan, intelegensi mereka relatif rendah, perbendaharaan kata-kata kurang,
15
dan mereka mempunyai kecenderungan untuk tidak tetap pada pendiriannya. Mereka yang tergolong dalam tipe kepribadian ini pada umumnya cepat tetapi tidak teliti, taraf aspirasi mereka rendah tetapi mereka menilai prestasi mereka secara berlebihan. Selain itu, mereka tidak begitu kaku dan memperlihatkan “intrapersonal variability” yang besar (dalam Itriyah, 2004). Berdasarkan ciri-ciri kepribadian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa berhadapan dengan internet, orang yang mempunyai tipe kepribadian introvert cenderung bersikap dan bertindak yang berlebihan. Hal ini berarti bahwa orang yang introvert akan selalu memanfaatkan fasilitas internet sebagai alat untuk bersosialisasi dan berkomunikasi. Karena orang tipe introvert memiliki interaksi dengan orang lain yang sangat kurang dan memiliki sifat yang lebih tertutup, maka internet dipandang dapat meningkatkan rasa sosialisasinya untuk bisa mengurangi rasa rendah diri. Oleh sebab itulah, mereka yang memiliki tipe kepribadian introvers dapat menggunakan media internet untuk menumpahkan segala ide-ide, pikirannya, atau chatting dengan orang lain di seluruh dunia tanpa harus berhadapan langsung. Mereka yang tergolong dalam tipe kepribadian ini memang lebih suka duduk berjam-jam di internet ketimbang menyesuaikan diri dengan orang lain. Mereka tidak sadar bahwa lama-kelamaan ia menutup diri terhadap komunikasi sosial entah karena keasikan “ngebrowse” atau karena internet dipakai sebagai alat pelarian dari masalah-masalah yang berhubungan dengan kepribadiannya, atau karena memang individu seperti ini tidak puas/kurang suka terhadap dirinya karena rendah diri, malu dan merasa tidak pantas
untuk
bergaul
dengan
orang
lain.
Oleh
karena
itulah,
tidak
16
mengherankanlah jika internet dipandang oleh individu introvers sebagai salah media yang paling tepat untuk mengatasi permasalahan kepribadian mereka. Akibatnya, ia akan menciptakan dan menampilkan kepribadian yang lain sama sekali dari dirinya yang sebenarnya. Dengan kata lain, individu yang demikian lebih suka dengan kepribadian baru yang merupakan hasil rekayasa karena kepribadian yang demikian dipandang ideal bagi kepribadian introvert (dalam Itriyah, 2004). Sebaliknya, mereka yang memiliki tipe ekstrovert cenderung akan menggunakan internet sebagai media atau alat untuk mendapatkan informasi menambah pengetahuan atau sekedar mencari hiburan. Hal ini terjadi karena orang ekstrovert cenderung memiliki sosialisasi yang baik dengan lingkungannya. Oleh karena itu, mereka akan menggunakan internet sebagai alat sosialisasi. Hal ini berarti bahwa segala informasi yang ada di internet dapat mereka informasikan kembali pada orang lain karena memang salah satu dari sifatnya yang dominan adalah hatinya terbuka dan bersikap positif pada lingkungan masyarakat. Berkaitan uraian yang dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa secara psikologis, tingkat keseringan penggunaan internet tidaklah sama antara individu satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi karena masing-masing individu berperilaku sesuai dengan kepribadiannya, serta aspek lain yang turut mempengaruhi perilakunya, seperti jenis kelamin (dalam Itriyah, 2004). Kepribadian menurut karakteristiknya adalah sesuatu yang berkembang sepanjang hidup, bersifat unik dan khas, dan sifatnya dinamis sehingga penelitian yang dilakukan Itryah di atas pada tahun 2004 belum tentu memiliki kesamaan
17
dengan yang akan dilakukan sekarang atau pada tahun-tahun berikutnya. Hla tersebut bisa dikarenakan karakteristik individu itu sendiri, subjek yang dijadikan penelitian, lingkungan, dan hal-hal lain yang mungkin mempengaruhi. Pada tahun 2011 telah dilakukan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Cut Noza mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi self disclosure. Dalam penelitian tersebut menguji tujuh faktor yang mempengaruhi self disclosure pengguna internet. Tetapi ada yang belum diteliti oleh beliau, yaitu mengenai kepribadian. Kepribadian merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi self disclosure. Maka dari itu, berdasarkan penjelasan diatas, peneliti hendak melakukan sebuah penelitian yang diberi judul “Hubungan Tipe Kepribadian dengan Self Disclosure Pengguna Facebook”
18
1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah 1.2.1 Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah a. Apakah ada hubungan yang signifikan tipe kepribadian dengan self disclosure pengguna facebook? b. Variabel apa sajakah yang mempengaruhi self disclosure? c. Variabel manakah yang memiliki pengaruh yang besar dan signifikan terhadap self disclosure pengguna facebook?
1.2.2 Pembatasan Masalah Untuk memfokuskan dan memperoleh hasil penelitian yang lebih akurat sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam pembatasan masalah menyangkut hal-hal berikut: a. Self Disclosure akan dibatasi pada emotional state, interpersonal relationship, personal matters, problems, religion, sex, taste, thoughts, dan work/study/accomplishment. b. Tipe Kepribadian sendiri akan dibatasi pada ekstrovert introvert dengan faktor activity, sociability, risk taking, impulsiveness, expressiveness, reflectiveness dan responsibility. c. Pengguna Facebook adalah seseorang yang mempunyai situs jejaring sosial, facebook, mempunyai tulisan baik itu dalam wall/status atau juga dalam sebuh note, dan termasuk dalam remaja akhir atau dewasa awal dengan rentang umur 15-18 tahun.
19
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan tipe kepribadian dengan self disclosure pengguna facebook.
Sehingga hasil penelitian ini
diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui faktor apa yang membuat seseorang lebih suka untuk ekstrovert di dunia maya dari pada dunia nyata.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial. Yang mana hasil penelitian diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan tentang “Hubungan tipe kepribadian dengan self disclosure pengguna facebook” 1.4.2 Manfaat Praktis Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai referensi yang dapat digunakan bagi pembaca pada khususnya dan masyarakat pada umumnya dalam menelaah dan memperhatikan lagi kegunaan facebook sebagai sarana disclosure seseorang. Dan memberi masukan akan penting self disclosure dalam menjalin hubungan interpersonal. Bagi orang tua diharapkan bisa mengetahui sisi dari seorang anak baik itu keluhan yang tersampaikan dari apa yang ditulisakan di internet (dalam hal ini facebook), sehingga tetap tercipta suatu komunikasi yang baik antara anak dan orang tua.
20
1.5 Sistematika Penulisan BAB I
:Pendahuluan: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II
:Kajian Pustaka: self-disclosure dan tipe kepribadian
BAB III
:Metode Penelitian: pendekatan dan jenis penelitian, konseptual dan operasional variabel, populasi dan sampel (partisipan), teknik pengumpulan data, prosedur penelitian, analisis data.
BAB IV
:Hasil Penelitian: analisis deskriptif, uji hipotesis, pengujian proporsi varian, dan analisis tambahan.
BAB V
:Kesimpulan, diskusi, dan saran.
21
BAB II KAJIAN TEORI
Dalam bab ini akan dipaparkan tentang Pengertian Self Disclosure, Teori Self Disclosure, Dimensi hingga Manfaat Self Disclosure. Selain itu dipaparkan pula tentang Pengertian Kepribadian, Karakteristik Kepribadian, Tipe Kepribadian Extravert dan Introvert, Faktor-Faktor Dasar Kepribadian Extravert dan Introvert, Kerangkan Berpikir, dan Hipotesis Penelitian. 2.1 Self Discolsure 2.1.1 Pengertian Self Disclosure Secara bahasa, self berarti diri-sendiri, closure diartikan sebagai penutupan, pengakhiran, sehingga disclosure berarti terbuka atau keterbukaan. Dengan demikian, self disclosure adalah pengungkapan diri atau keterbukaan diri, namum beberapa ahli menyebutnya sebagai penyingkapan diri. Menurut Jourard (dalam Howe, no date), pengungkapan diri merupakan berbagi informasi rahasia dan pribadi scara timbal balik, yang telah dikonseptualisasikan sebagai komponen kritis pada orang dewasa dan hubungan remaja, dan diduga untuk dikembangkan dalam konteks keluarga. Self disclosure is defined as the quantity (breadth) and quality (depth) of personal information that an individual provides to another (Jourard, dalam Andrade, 2002). Self disclosure is a communication behaviour which has the pontetial either to greatly enhance an interpersonal relationship or to severely disturb that relationship, depending on the nature of what is disclosed (McCroskey & Richmond, 1977).
22
Laurence, Pietromonaco & Breet (dalam Wei, M., Russel, & Zakalik, 2005) mengatakan bahwa self disclosure is an important tool that is used to get know new people. And can be used by freshmen to build friendships in e new environment. Menurut Wei, M., Russel, & Zakalik, dkk (2005) “Self-disclosure refers to individual’s the verbal communication of personality relevant information, thoughts, and feelings in order to let themselves be know to others”. Artinya adalah bahwa self disclosure merupakan komunikasi verbal yang dilakukan seseorang mengenai informasi kepribadian yang relevan, pikiran dan perasaan yang disampaikan, agar orang lain mengetahui tentang dirinya. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, self disclosure adalah informasi tentang diri sendiri; tentang pikiran, perasaan, dan perlikai seseorang; atau tentang orang lain yang sangat dekat yang sangat dipikirkannya.
2.1.2 Teori-teori Self Disclosure Teori self disclosure sering disebut teori “Johari Window” atau Jendela Johari yang merupakan sebuah teori yang diciptakan oleh Joseph Luft dan Harry Ingham pada tahun 1955.
Dalam Johari Window diungkapkan tingkat
keterbukaan dan kesadaran tentang diri yang dibagi dalam empat kuadran. Saya Tahu Orang Lain Orang lain
Saya Tidak Tahu
Terbuka
Buta
Tersembunyi
Tidak Dikenal
1) Kuadran satu/open area
tahu tidak tahu
23
Daerah ini berisikan semua informasi, perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, gagasan, dan sebagainya yang diketahui oleh diri sendiri dan orang lain. 2) Kuadran dua/blind area Daerah ini merujuk pada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh orang lain, tetapi tidak diketahui oleh diri sendiri. 3) Kuadran tiga/hidden area Daerah ini merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh diri sendiri tetapi tidak oleh orang lain. 4) Kuadran empat/unknown area Daerah ini merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang tidak diketahui oleh diri sendiri maupun orang lain.
2.1.3 Dimensi Self Disclosure Menurut Devito (2002), membedakan dimensi self disclosure menjadi 5 bagian: a. Ukuran Self Disclosure Ukuran self disclosure didapat dari frekuensi seseorang melakukan self disclosure dan durasi pesan-pesan yang bersifat self disclosure atau waktu yang di perlukan untuk menyatakan pengungkapan tersebut.
24
b. Valensi Self Disclosure Kualitas positif dan negatif dari self disclosure. Individu dapat mengungkapkan diri dengan baik dan menyenangkan (positif), atau dengan tidak baik dan tidak menyenangkan (negatif), kualitas ini akan menimbulkan
dampak
yang
berbeda,
baik
pada
orang
yang
mengungkapkan diri maupun pada pendengarannya. c. Kecermatan dan Kejujuran Kecermatan atau ketepatan dari disclosure akan di batasi oleh sejauh mana individu mengetahui atau mengenal dirinya sendiri. Selanjutnya self disclosure akan berbeda tergantung pada kejujuran. Individu dapat secara total jujur atau dapat melebih – lebihkan, atau berbohong. d. Tujuan dan Maksud Individu akan menyingkapkan apa yang ditujukan untuk diungkapkan, sehingga dengan sadar individu tersebut dapat mengontrol self disclosure . e. Keintiman Individu dapat menyingkapkan hal – hal yang intim dalam hidupnya atau hal yang dianggap sebagai feriferal atau impersonal atau hal-hal yang terletak antara feriferal dan impersonal.
25
2.1.4 Aspek Self Disclosure Ada 9 faktor pengungkapan diri menurut Sherwin (1998) dan akan diuraikan dalam tabel berikut ini:
Faktor-faktor Self Disclosure Definition One’s revelation of emotion or feelings to another people. Feelings, attitudes toward a situation being revealed to anothers. Interpersonal Relationship Indicates movement towards greater intimacy in interpersonal relationship. Range of relationship or bonding formed within the outside the family. Personal Matters Private truth about oneself, favorable or unfavorable, toward something or someone and is exhibited in one’s belief, feelings or intended behavior. Being honest and seeking others to know you better by disclosing. Problems Depressing event or situation that can be lightened through disclosing. Conflict, disagreement experienced by an individual. Religion Ability of an individual to share his experience, thoughts and emotions toward his feeling of God. Concept, perception and view of religion by an individual being able to share or tackle in the face of others. Sex As a way of being in the world of men and women whose moments of life is spent to experience being with the entire world in a distincly male or female way. Willingness of a person to discuss his sexual experiences, needs and views. Taste Likes and dislikes of a person opened to another people. Views, feeling, appreciation of a person, place or thing. Thoughts Information in mind that you are willing to share with other people. Perception regarding a thing, or situation which is shared with others. Work/study/accomplishment Person’s present duty in which is expected to him. A person’s responsibility being expected by others and to be fulfilled in a particular time.
No. Factor 1. Emotional State
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
26
2.1.5 Tingkatan Self Disclosure Dalam proses hubungan interpersonal terdapat tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam pengungkapan diri. Menurut Supratiknya (dalam Sosiawan, 2011) tingkatan self disclosure dalam komunikasi yaitu: a. Basa-basi merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau dangkal, walaupun terdapat keterbukaan diantara individu, tetapi tidak terjadi hubungan antar pribadi. Masing-masing individu berkomunikasi basa-basi sekedar kesopanan. b. Membicarakan orang lain yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah tentang orang lain atau hal-hal yang diluar dirinya. Walaupun pada tingkat ini isi komunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini individu tidak mengungkapkan diri. c. Menyatakan gagasan atau pendapat sudah mulai dijalin hubungan yang erat. Individu mulai mengungkapkan dirinya kepada individu lain. d. Perasaan: setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang sama tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat setiap individu dapat berbeda-beda.
Setiap hubungan yang menginginkan
pertemuan antat pribadi yang sungguh-sungguh, haruslah didasarkan atas hubungan yang jujur, terbuka, dan menyarankan perasaan-perasaan yang mendalam. e. Hubungan puncak: pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam , individu yang menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan yang dialami individu lainnya. Segala persahabatan yang mendalam dan
27
sejati haruslah berdasarkan pada pengungkapan diri dan kejujuran yang mutlak.
2.1.6 Fungsi Self Disclosure Menurut Derlega dan Grzelak (dalam Sosiawan, 2011) ada lima fungsi self disclosure: a. Ekspresi Dalam kehidupan ini terkadang manusia mengalami suatu kekecewaan atau kekesalan, baik itu yang menyangkut pekerjaan ataupun yang lainnya. Untuk membuang semua kekesalam ini biasanya akan merasa senang bila bercerita pada seorang teman yang sudah dipercaya.
Dengan
pengungkapan diri semacam ini manusia mendapat kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya. b. Penjernihan Diri Dengan saling berbagi rasa serta menceritakan perasaan dan masalah yang sedang dihadapi kepada orang lain, manusia berharap agar dapat memperoleh penjelasan dan pemahaman orang lain akan masalah yang dihadapi sehingga pikiran akan menjadi lebih jernih dan dapat melihat duduk persoalannya dengan lebih baik. c. Keabsahan Sosial Setelah selesai membicarakan masalah yang sedang dihadapi, biasanya pendengar akan memberikan tanggapan mengenai permasalahan tersebut.
28
Sehingga dengan demikian, akan mendapatkan suatu informasi yang bermanfaat. d. Kendali Sosial Seseorang dapat mengemukakan atau menyembunyikan informasi tentang keadaan dirinya yang dimaksudkan untuk mengadakan kontrol sosial, misalnya orang akan mengatakan sesuatu yang dapat menimbulkan kesan baik tentang dirinya. e. Perkembangan Hubungan Saling berbagi rasa dan informasi tentang diri kita kepada orang lain serta saling mempercayai merupakan saran yang paling penting dalam usaha merintis suatu hubungan sehingga akan semakin meningkatkan derajat keakraban.
2.1.7 Manfaat dari Self Disclosure. Menurut Devito (1996) manfaat dari melaukan self disclosure adalah a. Pengetahuan Diri Salah satu manfaat dari pengungkapan diri dalah kita mendapatkan perspektif baru tentang diri sendiri dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai perilaku kita sendiri. b. Kemampuan Mengatasi Kesulitan Argumen lain yang berkaitan erat adalah bahwa kita akan lebih mampu menanggulangi masalah atau kesulitan kita, khususnya perasaan bersalah, melalui pengungkapan diri.
Dengan mengungkapkan perasaan dan
29
menerima dukungan, bukan penolakan, kita menjadi lebih siap untuk mengatasi perasaan bersalah dan mungkin mengurangi atau bahkan menghilangkannya. c. Efisiensi Komunikasi Seseorang memahami pesan-pesan dari orang lain sebagian besar sejauh kita memahami orang lain secara individual. Pengungkapan diri adalah kondisi yang penting untuk mengenal orang lain. Kita dapat saja meneliti perilaku orang lain atau bahkan hidup bersamanya selama bertahun-tahun, tetapi jika orang itu tidak pernah mengungkapkan dirinya, kita tidak akan memahami orang itu sebagai peribadi yang utuh. d. Kedalaman Hubungan Dengan pengungkapan diri, kita memberitahu orang lain bahwa kita mempercayai mereka, menghargai, dan cukup peduli akan mereka dan akan hubungan kita untuk mengungkapkan diri kita kepada mereka.
2.1.8 Bahaya Self Disclosure. Menurut Bochner (dalam Devito, 1996) banyak manfaat pengungkapan diri jangan sampai membuat kita buta terhadap risiko-risikonya. Berikut beberapa bahaya utamanya: a. Penolakan Pribadi dan Sosial Bila seseorang melakukan pengungkapan diri biasanya melakukannya kepada orang yang di percaya.
Jika melakukannya pada orang yang
30
dianggap akan bersikap mendukung pengungkapan diri, tentu saja orang ini mungkin ternyata menolaknya. b. Kerugian Material Adakalanya, pengungkapan diri mengakibatkan kerugian material. Politisi yang mengungkapkan bahwa ia pernah dirawat osikiater mungkin akan kehilangan dukungan partai politiknya sendiri dan rakyat akan enggan memberikan suara baginya. c. Kesulitan Intrapribadi Bila reaksi orang lain tidak seperti yang diduga, kesulitan intrapribadi dapat terjadi. Tak seorangpun senang ditolak, dan mereka yang egonya rapuh perlu memikirkan kerusakan yang dapat disebabkan oleh penolakan seperti ini.
2.1.9 Faktor Yang Mempengaruhi Self Disclosrue. Devito (1997) mengemukakan ada delapan faktor yang mempengaruhi self disclosure, yaitu: a. Efek Dyadic Seseorang melakukan pengungkapan diri bila bersama orang yang melakukan pengungkapan diri pula. Efek diadik ini mungkin membuat seseorang merasa lebih aman dan, nyatanya, memperkuat perilaku pengungkapan diri sendiri.
Berg dan Archer (dalam Devito, 1997)
mengungkapkan bahwa pengungkapan diri menjadi lebih akrab bila itu dilakukan sebagai tanggapan atas pengungkapan diri orang lain.
31
b. Besaran Kelompok Pengungkapan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada dalam kelompok besar. Diad (kelompok yang terdiri atas dua orang) merupakan lingkungan yang paling cocok untuk pengungkapan diri. Bila ada lebih dari satu orang pendengar, pemantauan seperti ini menjadi sulit, karena tanggapan yang muncul pasti berbeda dari pendengar yang berbeda. c. Topik Bahasan Seseorang lebih cenderung membuka diri tentang topik tentang pekerjaan atau hobi daripada tentang kehidupan seks atau situasi keuangan (Jourard dalam Devito, 1997). Umumnya, makin pribadi dan makin negatif suatu topik, makin kecil kemungkinan kita mengungkapkannya. d. Perasaan Menyukai Seseorang membuka diri pada orang yang disukai atau dicintai dan bukan sebaliknya. Peneliti, pengungkapan diri, John Berg dan Richard Archer (dalam Devito, 1997) melaporkan bahwa tidak saja seseorang membuka diri pada mereka yang disukai.
Seseorang juga membuka diri lebih
banyak kepada orang yang dipercayai (Wheeles dan Grotz dalam Devito, 1997) e. Jenis Kelamin Faktor terpenting yang mempengaruhi pengungkapan diri adalah jenis kelamin. Umumnya, pria lebih kuran g terbuka daripada wanita. Judy Pearson (dalam Devito, 1997) berpendapat bahwa peran seks-lah (sex role)
32
dan buka jenis kelamin dalam arti biologis yang menyebabkan perbedaan dalam hal pengungkapan diri ini. f. Ras, Kebangsaan, dan Usia Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ras-ras tertentu yang lebih sering melakukan self-disclosure dibandingkan denganras lainnya. Misalnya kulit putih Amerika lebih sering melakukan selfdisclosuredibandingkan dengan orang negro. Begitu juga dengan usia, self-disclosure lebih banyak dilakukan oleh pasangan yang berusia antara 17-50 tahun dibandingkan dengan orang yang lebih muda atau lebih tua. Studi yang menunjukkan bahwa orang-orang beragama lebih banyak mengungkapkan masalah mereka kepada seseorang. g. Mitra Dalam Hubungan Dengan mengingat tingkat keakraban sebagai penentu kedalaman selfdisclosure maka lawan komunikasi atau mitra dalam hubungan akan menentukan self-disclosure. Hal ini dimaksudkan bahwa self-disclosure yang dilakukan kepada individu yang dianggap sebagai orang yang dekat misalnya suami/istri, teman dekat atau sesame anggota keluarga. h. Kepribadian Orang-orang yang pandai bergaul (sociable) dan ekstrovert melakukan pengungkapan diri lebih banyak daripada mereka yang kurang pandai bergaul dan introvert. Orang yang kurang berani bicara pada umumnya juga kurang mengungkapkan diri daripada mereka yang merasa lebih nyaman dalam berkomunikasi.
33
2.2 Tipe Kepribadian 2.2.1 Pengertian Kepribadian Kepribadian merupakan pola perilaku dan cara berpikir yang khas, yang menentukan penyesuaian diri individu terhadap lingkungan. Atkinson (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001) kepribadian mencakup kepribadian umum yang dapat diamati oleh orang lain dan kepribadian pribadi yang terdiri dari pikiran dan pengalaman yang jarang diungkapkan. Allport (Suryabrata, 2008) merumuskan kepribadian sebagai suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas dalam menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya.
Eysenck
(Suryabrata,
2008)
memberikan definisi kepribadian sebagai keseluruhan pola perilaku, baik yang aktual maupun yang potensial dari organisme yang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungan. Hall dan Lindzey (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001) menganggap kepribadian sebagai suatu hal yang dapat memungkinkan prediksi tentang apa yang akan dilakukan individu dalam situasi tertentu, kepribadian berkenaan pada perilaku yang menyeluruh baik perilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak.
Branca
(dalam
Retnowati
&
Haryanthi,
2001)
kepribadian
memperhatikan aspek-aspek yang tampak dari tingkah laku individu sebagai keseluruhan cara bertindak yang konsisten dari individu pada situasi tertentu. Hall dan Lindzey (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001) mendefinisikan kepribadian yang ditinjau dari sejarah organisme, fungsi kepribadian yang bersifat mengatur, memiliki ciri yang bersifat menetap dan berulang maupun baru dan
34
unik, hakikat kepribadian yang abstrak dengan proses fisiologis yang mendasari proses-proses psikologis. Berdasarkan atas beberapa batasan diatas, disimpulkan bahwa kepribadian merupakan suatu pola perilaku individu yang komprehensif, konsisten dan bersifat khas yang ditentukan oleh pembawaan serta lingkungan dalam ciri-ciri perilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak.
2.2.2 Karakteristik Kepribadian Menurut Wulandari (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001) terdapat tiga karakteristik kepribadian yaitu pertama, kepribadian individu berkembang sepanjang kehidupan individu, yang ditandai dengan pengalaman hidup yang saling berintegrasi dan berakumulasi membentuk suatu kepribadian tertentu. Kedua, kepribadian individu bersifat unik dan khas, artinya bahwa kepribadian antara individu yang satu berbeda dengan kepribadian individu lain. Ketiga, perkembangan kepribadian sifatnya dinamis, tidak statis dengan cara-cara tertentu. Hal ini dipengaruhi oleh adanya faktor-faktor ekstrinsik berupa pola adaptasi dengan lingkungannya serta faktor intrinsik berupa pengalaman, motivasi dan faktor internal lainnya.
35
2.2.3 Tipe Kepribadian Extravert dan Introvert Kepribadian extravert dan introvert merupakan salah satu kepribadian yang didasarkan atas tipologisnya. Tipe kepribadian ini pertama kali diperkenalkan oleh Carl Gustav Jung yang menganut aliran Psikoanalisis, dengan teorinya tentang struktur kesadaran manusia (Suryabrata, 2008). Menurut Jung struktur kasadaran manusia digolongkan menjadi dua yaitu a) fungsi jiwa dan b) sikap jiwa. Fungsi jiwa yaitu suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teoritis tidak mengalami perubahan dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan fungsi jiwa secara rasional yaitu pikiran dan perasaan, dan secara irasional yaitu pendriaan dan intuisi. Sikap jiwa merupakan arah dari energi psikis umum atau libido yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Orientasi jiwa terhadap dunianya dapat mengarah ke luar maupun ke dalam. Jung (dalam Suryabrata, 2008) mengungkapkan bahwa pada dasarnya dalam diri individu terdapat dua kecenderungan tipe kepribadian yang berlawanan arah, namun salah satu kecenderungan tampak dominan dan terdapat pada kesadaran sebaliknya kecenderungan kepribadian yang inferior berada dalam ketidaksadaran. Artinya, bila dimensi introvert lebih dominan maka dimensi tersebut terdapat dalam kesadaran manusia, dimensi extravert sifatnya inferior dan terletak dalam ketidaksadaran. Menurut Eysenck (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001) tipe kepribadian extravert dan introvert merupakan suatu dimensi yang bergerak dari satu ujung ke ujung lain pada suatu kontinum. Kecenderungan tipe
36
kepribadian extravert dan introvert tersebut bekerja saling melengkapi satu sama lain yang berorientasi pada keseimbangan jiwa individu. Individu yang memiliki tipe kepribadian extravert mempunyai sikap jiwa yang tertuju keluar dirinya, pikiran, perasaan, hidup kejiwaan, tingkah laku dan tindakannya sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Individu cenderung dikendalikan oleh kondisi-kondisi yang sifatnya obyektif dibandingkan kondisi subyektif . Sebaliknya individu yang memiliki tipe kepribadian introvert, orientasi jiwanya ditujukan ke dalam dirinya baik pikiran, perasaan dan tingkah lakunya ditentukan oleh faktor-faktor subyektif (Jung dalam Suryabrata, 2001). Sidharta (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001) menambahkan individu yang memiliki tipe kepribadian extravert cenderung perhatian terhadap lingkungannya, suka bergaul, memiliki suasana hati yang mudah naik dan turun, mudah mengekpresikan emosinya, impulsif dalam bertindak, dinamis, suka terhadap perubahan dan mudah beradaptasi dengan lingkungannya. Individu yang memiliki tipe kepribadian introvert ditandai dengan suka melamun, menghindari kontak
sosial,
tampak
tenang,
kurang
ekspresif
dalam
emosinya,
mempertimbangkan secara matang sebelum mengambil tindakan, kurang dinamis, kurang menyukai perubahan, dan tidak mudah beradaptasi dengan lingkungannya. Penelitian ini didasarkan atas teori kepribadian extravert dan introvert yang dipaparkan oleh Eysenck. Hal ini mengingat dimensi dasar kepribadian Eysenck dipengaruhi oleh dasar teoritis dari Jung (Suryabrata, 2008). Tujuan mendasar pada penelitian Eysenck adalah untuk menemukan dimensi kepribadian primer, sehingga dapat disusun suatu tipologi kepribadian yang cukup baik dan
37
tahan uji. Penelitian dilakukan terhadap kurang lebih 10.000 orang normal dan neurotis pada Perang Dunia II dan diawali dengan 700 orang tentara yang neurotis (Retnowati & Haryanthi, 2001). Eysenck (Suryabrata, 2008) mengemukakan tiga dimensi dasar kepribadian yaitu neurocism, introversion-ekstraversion serta psychotism. Dimensi dasar neurocism menunjukkan individu yang memiliki keadaan psikis maupun jasmani kurang sempurna. Intelegensi, kemauan, penguasaan emosi, dan ketepatan sensoris di bawah batas normal. Individu dengan kecenderungan neurocism, umumnya mudah terpengaruh, kurang tetap pendirian, lambat dalam bertindak, dan cenderung menekan hal-hal yang tidak menyenangkan. Dimensi dasar neurocism diduga dipengaruhi oleh faktor keturunan, namun penelitian yang dilakukan Eysenck tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Dimensi dasar psychotism ditandai dengan individu yang memiliki prestasi rendah dalam penjumlahan angka-angka yang kontinyu, kurang yakin terhadap sikap-sikap sosial, tidak lancar, memiliki daya konsentrasi yang rendah, ingatan cenderung kurang baik, cenderung membuat gerak-gerik yang lebih besar, membaca lambat dan memiliki taraf aspirasi yang kurang sesuai dengan kenyataan (Suryabrata, 2008). Eysenck (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001) merumuskan tipe kepribadian extravert dan introvert sebagai bentuk keseimbangan antara excitation dan inhibition pada otak individu. Excitation berfungsi untuk membangkitkan kerja otak sehingga senantiasa dalam keadaan siap menghadapi stimulus dari luar. Excitation memudahkan responrespon perseptual, motor, fungsi belajar dan berpikir dalam sistem syaraf pusat. Inhibition menyebabkan
38
kerja otak mengalami penurunan, terjadi penekanan pada respon-respon perseptual, motor, fungsi belajar dan berpikir. Individu yang memiliki tipe kepribadian extravert, potensi inhibitionnya lebih baik dan kuat dibandingkan individu yang memiliki tipe kepribadian introvert. Fungsi otak terhambat pada individu yang memiliki tipe kepribadian extravert ketika menghadapi peristiwa traumatis, individu cenderung tidak mampu mengingat kejadian yang menimpa dirinya. Individu tidak memiliki pengaruh emosional yang kuat terhadap peristiwa traumatis tersebut dan sikapnya cenderung normal ketika dihadapkan pada situasi yang serupa. Sebaliknya individu yang memiliki tipe kepribadian introvert, kerja otaknya tidak pernah berhenti sehingga individu cenderung mengingat secara detail setiap dihadapkan pada kejadian traumatis. Kondisi tersebut menyebabkan individu mengalami pengalaman traumatis yang berkepanjangan. Eysenck (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001) membedakan individu yang memiliki tipe kepribadian extravert dan introvert berdasarkan aktivitas Ascending Reticular Activating System (ARAS). ARAS merupakan tingkat aktivitas cerebral cortex yang ditandai dengan getaran ketika menghadapi rangsang dari luar. Individu yang memiliki tipe kepribadian introvert memiliki tingkat aktivitas cerebral yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang memiliki tipe kepribadian extravert, ketika menghadapi rangsang luar yang sama. Sebaliknya individu yang memiliki tipe kepribadian extravert memiliki aktivitas behavioral yang lebih tinggi dibandingkan individu yang memiliki tipe kepribadian introvert.
39
Perbedaan dasar biologis pada susunan syaraf yang mempengaruhi keadaan emosi manusia merupakan salah satu faktor yang membedakan individu yang memiliki tipe kepribadian extravert dan introvert (Eysenck dalam Retnowati & Haryanthi, 2001). Pusat emosi atau Visceral Brain terdapat di otak. Individu yang memiliki tipe kepribadian extravert, pusat emosinya sangat mudah digerakkan sehingga emosinya cenderung tidak stabil. Kondisi tersebut menyebabkan individu memiliki respon emosional yang sangat tinggi sehingga cenderung impulsif. Sebaliknya individu yang memiliki tipe kepribadian introvert, pusat emosinya sangat sulit digerakkan dan menyebabkan respon emosionalnya rendah sehingga emosinya cenderung datar dan terkontrol. Menurut Eysenck dan Wilson (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001) individu yang memiliki tipe kepribadian extravert tipikal adalah memiliki sosiabilitas yang tinggi yang ditandai dengan mempunyai banyak teman, suka bergaul, ramah, responsive terhadap lingkungan, membutuhkan orang lain untuk diajak
berkomunikasi,
dan
tidak
menyukai
aktivitas
sendiri.
Individu
membutuhkan perangsangan, berani mengambil resiko dan suka melakukan tindakan berbahaya secara tiba-tiba, impulsif, suka menuruti dorongan kata hati, mudah berubah, mudah terpengaruh, optimis.
Individu aktif bergerak
mengerjakan sesuatu, cenderung agresif, suasana hatinya berubah dengan cepat, kurang bertanggung jawab dan secara keseluruhan perasaannya tidak berada di bawah kontrol yang ketat. Individu yang memiliki tipe kepribadian introvert memiliki sosibilitas yang rendah yang ditandai dengan kurang pandai bergaul, suka menyendiri, dan menjaga jarak dari orang lain. Individu kurang percaya pada
40
impuls yang seketika, tidak menyukai perangsangan, perasaannya berada di bawah kontrol yang ketat, emosinya datar, dapat dipercaya, merencanakan dengan matang sebelum bertindak dan bertanggung jawab.
Berdasarkan tinjauan teoritis tersebut, maka disimpulkan batasan tipe kepribadian Eysenck adalah (a) Individu yang memiliki tipe kepribadian introvert memiliki suatu pandangan yang lebih subyektif, sedangkan individu yang memiliki tipe kepribadian extravert lebih obyektif, (b) Individu yang memiliki tipe kepribadian introvert memiliki tingkat aktivitas cerebral yang lebih tinggi, sedangkan individu yang memiliki tipe kepribadian extravert memiliki aktivitas behavioral yang lebih tinggi, dan (c) Individu yang memiliki tipe kepribadian introvert menunjukkan kecenderungan kontrol diri yang ketat, sedangkan individu yang memiliki tipe kepribadian extravert cenderung impulsif.
2.2.4 Faktor-Faktor Dasar Kepribadian Extravert dan Introvert Eysenck
dan
Wilson
(dalam
Retnowati
&
Haryanthi,
2001)
mengklasifikasikan ciri-ciri tingkah laku yang operasional pada tipe kepribadian extravert dan introvert, menurut faktor-faktor kepribadian yang mendasarinya yaitu : (a) Activity, (b) Sociability, (c) Risk taking, (d) Impulsiveness, (e) Expressiveness, (f) Reflectiveness dan (g) Responsibility. a. Activity : Pada aspek ini diukur bagamana subyek dalam melakukan aktivitasnya, apakah energik dan gesit atau sebaliknya lamban dan tidak
41
bergairah. Bagaimana subyek menikmati setiap pekerjaan yang dilakukan, apa jenis pekerjaan atau aktivitas yang disukainya. b. Sociability : Aspek sosiabilitas mengukur bagaimana individu melakukan kontak sosial. Apakah interaksi sosial individu ditandai dengan banyak teman, suka bergaul, menyukai kegiatan sosial, mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, perasaan senang dengan situasi ramah tamah. Apakah sebaliknya individu kurang dalam kontak sosial, perasaan minder dalam pergaulan, menyukai aktivitas sendiri. c. Risk Taking : Aspek ini mengukur apakah individu berani mengambil resiko atas tindakannya dan menyukai tantangan dalam aktivitasnya. d. Impulsiveness : Membedakan kecenderungan extravert dan introvert berdasarkan cara individu mengambil tindakan. Apakah cenderung impulsif, tanpa memikirkan secara matang keuntungan maupun kerugiannya atau sebaliknya mengambil keputusan dengan mempertimbangkan konsekuensinya. e. Expressiveness : Aspek ini mengukur bagaimana individu mengekspresikan emosinya baik emosi marah, sedih, senang maupun takut. Apakah cenderung sentimental, penuh perasaan, mudah berubah pendirian dan demontratif. Atau sebaliknya mampu mengontrol pikiran dan emosinya, dingin, tenang. f. Reflectiveness : Aspek ini mengukur bagaimana ketertarikan individu pada ide, abstrak, pertanyaan filosofis. Apakah individu cenderung suka berpikir teoritis dari pada bertindak, introspektif . g. Responsibility : Aspek ini membedakan individu berdasarkan tanggung jawabnya terhadap tindakan maupun pekerjaannya.
42
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi tipe kepribadian extravert dan introvert, yaitu activity, sociability, risk taking, impulsiveness,
expressiveness, reflectiveness, dan
responsibility.
2.3 Kerangka Berpikir
Activity
Sociability
Risk Taking
Impulsiveness
SELF DISCLOSURE
Expresiveness
Reflectiveness
Responsibility
Jenis Kelamin Suku, Agama, Usia
Bagan di atas merupakan kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi self disclosure seperti yang dijelaskan pada subbab di atas.
43
Self disclosure atau pengungkapan diri merupakan komponen yang penting dalam menjalani kehidupan sosial.
Pengungkapan diri memfasilitasi
pengembangan hubungan intim baru (Altman dan Taylor 1973) dan membantu untuk mempertahankan yang sedang berlangsung (Haas dan Stafford 1998). Terdapat delapan faktor yang mempengaruhi self disclosure itu sendiri, salah satunya adalah kepribadian (Devito, 1997). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan karakteristik kepribadian ekstrovert introvert yang berjumlah tujuh yang dikemukakan oleh Eysenck dan Wilson (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001). Ketujuh karakteristik kepribadian tersebut adalah Activity, Sociability, Risk taking, Impulsiveness, Expressiveness, Reflectiveness dan Responsibility. Individu yang memiliki tipe kepribadian extravert tipikal adalah memiliki sosiabilitas yang tinggi yang ditandai dengan mempunyai banyak teman, suka bergaul, ramah, responsive terhadap lingkungan, membutuhkan orang lain untuk diajak
berkomunikasi,
dan
tidak
menyukai
aktivitas
sendiri.
Individu
membutuhkan perangsangan, berani mengambil resiko dan suka melakukan tindakan berbahaya secara tiba-tiba, impulsif, suka menuruti dorongan kata hati, mudah berubah, mudah terpengaruh, optimis.
Individu aktif bergerak
mengerjakan sesuatu, cenderung agresif, suasana hatinya berubah dengan cepat, kurang bertanggung jawab dan secara keseluruhan perasaannya tidak berada di bawah kontrol yang ketat (Retnowati & Haryanthi, 2001). Individu yang memiliki tipe kepribadian introvert memiliki sosibilitas yang rendah yang ditandai dengan kurang pandai bergaul, suka menyendiri, dan
44
menjaga jarak dari orang lain. Individu kurang percaya pada impuls yang seketika, tidak menyukai perangsangan, perasaannya berada di bawah kontrol yang ketat, emosinya datar, dapat dipercaya, merencanakan dengan matang sebelum bertindak dan bertanggung jawab (Retnowati & Haryanthi, 2001). Keterbukaan bagi setiap individu mempunyai banyak kegunaan walaupun efek yang didapat berbeda-beda. Bagi individu berusia 15-18 tahun atau bisa dibilang masa remaja, pengungkapan diri merupakan hal terpenting karena pada masa itu mereka dalam masa peralihan menuju dewasa dan belajar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang lebih luas dan majemuk. Keterbukaan diri (self disclosure) bagi remaja bermanfaat untuk meringankan beban persoalan yang dihadapi, mengurangi tegangan dan stress, memahami dunia secara lebih realistis, lebih percaya diri, dan dapat mempererat hubungan dengan orang lain. Tetapi tidak semua individu ataupun remaja dapat mengungkapkan dirinya secara terbuka dan langsung. Banyak faktor yang mempengaruhi mereka dalam mengungkapkan dirinya. Kepribadian juga menentukan apakah ia termasuk orang yang mudah mengungkapkan diri atau tidak. Bisa jadi menjadi orang yang tertutup didunia nyata sehingga tidak berani bicara langsung jika ada masalah tetapi menjadi terbuka saaat di dunia maya. Di dalam dunia maya ini mereka menumpahkan halhal yang tidak bisa mereka katakan secara langsung.
45
2.4 Hipotesisi Penelitian Hipotesis Mayor “Ada Hubungan Tipe Kepribadian dengan Self Disclosure Pengguna Facebook” Hipotesis Minor H1
: Ada Pengaruh Variabel Activity dengan Self Disclosure Pada Pengguna
Facebook H2
: Ada Pengaruh Variabel Sociability dengan Self Disclosure Pada
Pengguna Facebook H3
: Ada Pengaruh Variabel Risk Taking dengan Self Disclosure Pada
Pengguna Facebook H4
: Ada Pengaruh Variabel Impulsiveness dengan Self Disclosure Pada Pengguna Facebook
H5
: Ada Pengaruh Variabel Expresiveness dengan Self Disclosure Pada Pengguna Facebook
H6
:Ada Pengaruh Variabel Reflectiveness dengan Self Disclosure Pada Pengguna Facebook
H7
: Ada Pengaruh Variabel Responsibility dengan Self Disclosure Pada Pengguna Facebook
H8
:Ada Pengaruh Variabel Jenis Kelamin Terhadap Self Disclosure Pada Pengguna Facebook
H9
: Ada Pengaruh Variabel Usia Terhadap Self Disclosure Pada Pengguna
Facebook
46
H 10
: Ada Pengaruh Variabel Agama Terhadap Self Disclosure Pada Pengguna
Facebook H 11
: Ada Pengaruh Variabel Suku Terhadap Self Disclosure Pada Pengguna
Facebook
47
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dipaparkan tentang Populasi dan Sampel, Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Instrumen Pengumpulan data, Prosedur Pengumpulan Data, dan Metode Analisis Data.
3.1 Populasi Dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/i SMA Negeri 2 Depok dari kelas X sampai kelas XII (termasuk dalam kelas IPA, IPS, dan Bahasa) yang berjumlah 630 siswa/i. Sampel yang akan dipakai merupakan perwakilan dari dari masing-masing kelas yang sudah dikocok sebelumnya. Dari kelas X, XI, dan XII didapat masing-masing dua kelas sehingga total reponden yang didapat sebanyak 173 siswa/i, dengan rentang umur 15-18 tahun.
3.2 Variabel Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah 1. Self Disclosure 2. Activity 3. Sociability 4. Risk Taking 5. Impulsiveness 6. Expresiveness
48
7. Reflectiveness 8. Responsibility 9. Jenis Kelamin 10. Usia 11. Agama 12. Suku Adapun yang menjadi Dependent Variabel (DV) adalah Self Disclosure, sedangkan sisa lainnya adalah Independent Variabel (IV).
3.3 Definisi Operasional Dari definisi konseptual yang telah dijelaskan dalam BAB 2, kemudian peneliti menentukan definisi operasional yang akan digunakan dalam penelitian ini. 1. Self Disclosure Self disclosure yang dimaksud adalah skor yang diperoleh dari skala pengungkapan diri remaja yang mencakup berbagi informasi rahasia dan pribadi secara timbal balik, yang dilakukan remaja dengan teman sebayanya atau teman online nya 2. Activity Pada aspek ini diukur bagamana subyek dalam melakukan aktivitasnya, apakah energik dan gesit atau sebaliknya lamban dan tidak bergairah. Bagaimana subyek menikmati setiap pekerjaan yang dilakukan, apa jenis pekerjaan atau aktivitas yang disukainya.
49
3. Sociability Aspek sosiabilitas mengukur bagamana individu melakukan kontak sosial. Apakah interaksi sosial individu ditandai dengan banyak teman, suka bergaul, menyukai kegiatan sosial, mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, perasaan senang dengan situasi ramah tamah. Apakah sebaliknya individu kurang dalam kontak sosial, perasaan minder dalam pergaulan, menyukai aktivitas sendiri. 4. Risk Taking Aspek ini mengukur apakah individu berani mengambil resiko atas tindakannya dan menyukai tantangan dalam aktivitasnya. 5. Impulsiveness Membedakan kecenderungan extravert dan introvert berdasarkan cara individu mengambil tindakan. Apakah cenderung impulsif, tanpa memikirkan secara matang keuntungan maupun kerugiannya atau sebaliknya mengambil keputusan dengan mempertimbangkan konsekuensinya. 6. Expresiveness Aspek ini mengukur bagaimana individu mengekspresikan emosinya baik emosi marah, sedih, senang maupun takut. Apakah cenderung sentimental, penuh perasaan, mudah berubah pendirian dan demontratif. Atau sebaliknya mampu mengontrol pikiran dan emosinya, dingin, tenang. 7. Reflectiveness Aspek ini mengukur bagaimana ketertarikan individu pada ide, abstrak, pertanyaan filosofis. Apakah individu cenderung suka berpikir teoritis dari pada bertindak, introspektif .
50
8. Responsibility Aspek ini membedakan individu berdasarkan tanggung jawabnya terhadap tindakan maupun pekerjaannya. 9. Jenis kelamin. Jenis kelamin dalam penelitian ini adalah klasifikasi dari responden laki-laki atau perempuan. 10. Usia Usia atau umur dalam penelitian ini adalah tahap perkembangan remaja, yaitu pada usia 15-18 tahun. 11. Agama Agama dalam penelitian ini ialah klasifikasi dari responden berdasarkan agama yang dianut. 12. Suku Suku ialah klasifikasi dari responden berdasarkan daerah asal
3.4 Intrument Pengumpulan Data Instrument pengumpulan data yang digunakan adalah berbentuk skala Likert. Instrument pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari dua alat ukur, yaitu: 1. Alat ukur Self Disclosure Self disclosure akan diukur dengan skala pengungkapan diri. Skala pengungkapan diri ini terdiri dari 31 item pernyataan, yang memilki rentang diri sangat tidak
51
sesuai (skala 1) sampai sangat sesuai (skala 4). Alat ukur ini mengadaptasi skala self disclosure dari Magno dkk (1998). Tabel 3.1 Blue Print Self Disclosure No Sub. Aspek
Indikator
1
Tentang
Personal Matters
Favorable pribadi
diri sendiri 2
Thoughts & ideas
Unfavorable
1, 2, 3
4
5, 6
7, 8
9, 10
11, 12
13, 14
15
16
17
18, 19
20, 21
a. Berbagi ide dengan orang lain. b. Persepsi situasi bersama.
3
Religion
Kemampuan berbagi pengalaman, pikiran dan emosi tentang Allah.
4 5
Work, study &
Tugas dan
accomplishments
tanggung jawab
Sex
Kesediaan untuk membahas pengalaman seksualnya, kebutuhan dan pandangannya.
6
Interpersonal
Hubungan atau
Relationship
ikatan yang terbentuk diluar lingkup keluarga.
52
7
Emotional state
a. Pernyataan emosi. b. Perasaan, sikap terhadap situasi yang
22, 23
24
25, 26
27
28, 29
30, 31
disampaikan kepada orang lain
8
Taste
Pandangan, perasaan, apresiasi terhadap tempat atau benda
9
Problems
a. Peristiwa atau
situasi yang dapat diringankan melalui mengungkapkan b. Konflik,
perselisihan yang dialami oleh sebuah individual.
2. Alat Ukur Tipe Kepribadian Merupakan hasil adaptasi dari skala extravert dan introvert oleh Eysenck yaitu Eysenck Personality Questionaire atau EPQ (Eysenck dan Wilson, 1982) yang mengukur tentang tipe kepribadian dan telah dialihbahasakan oleh Karsono (dalam Retnowati & Haryanthi, 2001 ). Dalam skala ini, Eysenck mengukur 7
53
karakteristik komponen atau sub faktor yaitu : a) activity, b) sociability, c) risk taking, d) impulsiveness, e) expressiveness, f) reflectiveness dan g) responsibility. Tabel 3.1 Blue Print Tipe Kepribadian No 1
Aspek Activity
Indikator
Ekstrovert
Introvert
1a, 2a, 3a, 4a,
1b, 2b, 3b,
5a
4b, 5b
Melakukan aktivitas dengan energik dan gesit atau lamban tidak bergairah. Menyukai pekerjaannya atau tidak.
2
Sociability
Kontak sosial: banyak teman, suka bergaul, menyukai kegiatan sosial, adaptable, minder, menyukai
6a, 7a, 8a, 9a, 10a, 11a, 12a
6b, 7b, 8b, 9b, 10b, 11b, 12b
aktivitas sendiri, kurang dalam kontak sosial. 3
Risk Taking
Individu berani mengambil resiko atas
13a, 14a, 15a,
13b, 14b,
tindakannya dan
16a, 17a, 18a,
15b, 16b,
19a
17b, 18b, 19b
20a, 21a, 22a,
20b, 21b,
23a, 24a, 25a,
22b, 23b,
26a
24b, 25b, 26b
menyukai tantangan dalam aktivitasnya. 4
Impulsiveness
Kecenderungan extravert dan introvert berdasarkan cara individu mengambil tindakan. Apakah cenderung impulsif atau sebaliknya
54
5
6
Expressiveness
Reflectiveness
Bagaimana individu mengekspresikan emosinya baik emosi marah, sedih, senang maupun takut. Apakah cenderung sentimental atau sebaliknya mampu mengontrol pikiran dan emosinya, dingin, tenang. Ketertarikan
individu
pada
abstrak,
ide,
pertanyaan
filosofis.
Apakah
individu
cenderung suka berpikir teoritis
dari
27a, 28a, 29a, 30a, 31a, 32a, 33a, 34a, 35a, 36a
37a, 38a, 39a, 40a, 41a, 42a
27b, 28b, 29b, 30b, 31b, 32b, 33b, 34b, 35b, 36b
37b, 38b, 39b, 40b, 41b, 42b
pada
bertindak, introspektif. 7
Responsibility
membedakan individu berdasarkan tanggung jawabnya terhadap tindakan maupun
43a, 44a, 45a, 46a, 47a, 48a
43b, 44b, 45b, 46b, 47b, 48b
pekerjaannya.
3.5 Prosedur Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified random sampling, dimana sampel merupakan perwakilan kelas dari setiap angkatan yang sudah dikocok.
55
3.6 Metode Analisis Data Untuk menguji hipotesis penelitian mengenai hubungan tipe kepribadian dengan self disclosure pada pengguna facebook secara empiris, maka penelitian mengolah data yang didapat dengan menggunakan teknik statistik Multiple Regression Analysis (analisis regresi berganda). Teknik analisis regresi berganda ini digunakan agar dapat menjawab hipotesis yang ada dalam Bab 2. Adapun persamaan umum analisis regresi berganda adalah: Y = a + b₁ X₁ +b₂ X₂ +b3X3+ b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10 + b11X11 Y
: Self Disclosure
a
: Konstan Intersepsi
b
: Koefisien Regresi
X1
: Activity
X2
: Sociability
X3
: Risk Taking
X4
: Impulsiveness
X5
: Expresivenes
X6
: Reflectiveness
X7
: Responsibility
X8
: Ras
X9
: Agama
X10
: Usia
X11
: Jenis Kelamin
56
Dalam regresi berganda ini, dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi berganda antara self disclosure, Activity, Sociability, Risk Taking, Impulsiveness, Expresivenes, Reflectiveness, Responsibility, ras, agama, usia, dan jenis kelamin. Besarnya variasi self disclosure disebabkan faktor-faktor yang telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh koefisien determinasi atau R². R² merupakan proporsi varians dari self disclosure yang dijelaskan oleh Activity, Sociability, Risk Taking, Impulsiveness, Expresivenes, Reflectiveness, Responsibility, ras, agama, usia, dan jenis kelamin. Uji hipotesis secara statistika tentang apakah DV yang dipengaruhi IV signifikan atau tidak, maka digunakan uji F untuk membuktikan hal tersebut. Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan variabel independent signifikan terhadap dependent variable maka peneliti melakukan uji t. Untuk mendapatkan nilai R², juga uji F dan juga uji t, digunakan alat bantu berupa software SPSS 17.
57
BAB IV HASIL PENELITIAN
Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan tersebut meliputi Analisis Deskriptif, Pengujian Hipotesis Penelitian, Pengujian Proporsi Varian, dan Analisis Tambahan.
4.1 Analisis Deskriptif Dalam sub bab yang pertama, akan dideskripsikan tentang populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini dari anggota populasi yang berjumlah 630 siswa. Tabel 4.1 Distribusi Populasi Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid Perempuan Laki-laki Total
111
64.2
64.2
64.2
62
35.8
35.8
100.0
173
100.0
100.0
Berdasarkan tabel di atas sebanyak 173 siswa yang dijadikan sampel, yang terdiri dari 62 laki-laki (64,2%) dan 111 perempuan (35,8%). Dari data tersebut terlihat bahwa pada penelitian ini lebih banyak sampel yang berjenis kelamin perempuan daripada laki-laki.
58
Selanjutnya peneliti akan memaparkan presentase hobi dari 173 responden. Tabel 4.2 Distribusi Populasi Penelitian Berdasarkan Hobi Hobi
Frequency
Percent
Cumulative Valid Percent Percent
Valid Membaca
33
19.1
19.1
19.1
Olah raga
31
17.9
17.9
37.0
Beladiri
3
1.7
1.7
38.7
Masak
4
2.3
2.3
41.0
11
6.4
6.4
47.4
Browsing
8
4.6
4.6
52.0
Bernyanyi
9
5.2
5.2
57.2
Menari
6
3.5
3.5
60.7
Musik
23
13.3
13.3
74.0
7
4.0
4.0
78.0
Nonton
12
6.9
6.9
85.0
Ibadah
7
4.0
4.0
89.0
Belajar
6
3.5
3.5
92.5
11
6.4
6.4
98.8
2
1.2
1.2
100.0
173
100.0
100.0
Main game
Fotografi
Menggambar Aplikasi Total
Dari hasil diatas didapatkan bahwa dari 173 siswa yang menjadi responden sebanyak 33 siswa mempunyai hobi membaca, olah raga 31 siswa, bela diri 3 siswa, masak 4 siswa, main game 11 siswa, browsing 8 siswa, bernyanyi 9 siswa, menari 6 siswa, musik 23 siswa, fotografi 7 siswa, nonton 12 siswa, ibadah 7 siswa, belajar 6 siswa, menggambar 11 siswa, dan membuat aplikasi 2 siswa.
59
Tabel 4.3 Distribusi Populasi Penelitian Berdasarkan Tempat Berkumpul Tempat Berkumpul Valid Rumah pribadi
Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent 13
7.5
7.5
7.5
Rumah teman
37
21.4
21.4
28.9
Sekolah
35
20.2
20.2
49.1
Mall
19
11.0
11.0
60.1
4
2.3
2.3
62.4
14
8.1
8.1
70.5
Masjid
5
2.9
2.9
73.4
Tempat makan
9
5.2
5.2
78.6
Warnet
2
1.2
1.2
79.8
Toko buku
3
1.7
1.7
81.5
Tempat les
1
.6
.6
82.1
31
17.9
17.9
100.0
173
100.0
100.0
Warung Lapangan
Dan lain lain Total
Dari tabel di atas didapatkan bahwa ada 13 siswa yang menjadikan rumah pribadi sebagai tempat berkumpul, rumah teman sebanyak 37 siswa, sekolah 35 siswa, mall 19 siswa, warung 4 siswa, lapangan 14 siswa, masjid 5 siswa, tempat makan 9 siswa, warnet, 2 siswa, toko buku 3 siswa, tempat les hanya 1 siswa, dan sebanyak 31 siswa yang tidak mengisi atau nama tempatnya tidak diketahui.
60
Tabel 4.4 Distribusi Populasi Penelitian Berdasarkan Agama Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid Kristen
22
12.7
12.7
12.7
Islam
151
87.3
87.3
100.0
Total
173
100.0
100.0
Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa dari 173 siswa yang menjadi responden ada sebanyak 22 siswa yang yang beragama Kristen dan 151 siswa beragama Islam. Tabel 4.5 Distribusi Populasi Penelitian Berdasarkan Suku Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid Non-Jawa
79
45.7
45.7
45.7
Jawa
94
54.3
54.3
100.0
Total
173
100.0
100.0
Dan dari tabel diatas bisa dilihat bahwa dari 11 suku yang didapat dari 173 siswa yang menjadi responden, peneliti membaginya menjadi suku jawa dan nonjawa dengan jumlah 79 siswa non-jawa dan 94 siswa yang dari suku jawa. Selain itu dari 173 siswa yang menjadi responden ada 120 siswa yang memiliki kecenderungan kepribadian ekstrovert, 45 siswa yang memiliki kecenderungan kepribadian introvert, dan 8 siswa yang berada ditengahtengahnya.
61
Tabel 4.6 Deskripsi Skor Variabel Skor Variabel Variabel
Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah
Self Disclosure
31 siswa
126 siswa
16 siswa
173 siswa
Activity
12 siswa
54 siswa
107 siswa
173 siswa
Sociability
26 siswa
59 siswa
88 siswa
173 siswa
Risk Taking
36 siswa
84 siswa
53 siswa
173 siswa
Impulsiveness
107 siswa
45 siswa
21 siswa
173 siswa
Expressiveness
6 siswa
52 siswa
115 siswa
173 siswa
Reflectiveness
26 siswa
53 siswa
94 siswa
173 siswa
Responsibility
55 siswa
111 siswa
7 siswa
173 siswa
Tabel diatas merupakan deskripsi skor variabel pada penelitian ini. Hasil tersebut didapat dengan menggunakan rumus: Max – Min 3 Dari hasil diatas dapat dipaparkan bahwa pada variabel self disclosure terdapat 126 siswa yang memiliki self disclosure dalam kategori sedang. Variabel activity terdapat 107 siswa yang activity dalam kategori tinggi.
Variabel
sociability terdapat 88 siswa yang sociability dalam kategori tinggi. Variabel risk taking terdapat 84 siswa yang risk taking dalam kategori sedang.
Variabel
impulsiveness terdapat 107 siswa yang impulsiveness dalam kategori rendah. Variabel expressiveness terdapat 115 siswa yang expressiveness dalam kategori tinggi.
Variabel reflectiveness terdapat 94 siswa yang reflectiveness dalam
62
kategori tinggi. Variabel responsibility terdapat 111 siswa yang responsibility dalam kategori sedang.
4.2 Pengujian Hipotesis Penelitian Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis penelitian dengan teknik analisis regresi multivariate, yang perhitungannya dibantu oleh software SPSS 17. Dalam regresi ada 3 hal yang dilihat, yaitu apakah IV berpengaruh signifikan terhadap DV, kedua melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing IV. Langkah pertama peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent variabel terhadap self disclosure. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.7 ANOVA Model
Sum of Squares
df
Mean Square
1 Regression
2037.555
7
291.079
Residual
15162.445
165
91.894
Total
17200.000
172
F
Sig.
3.168
.004a
a. Predictors: (Constant), Responsibility, Reflectiveness, Sociability, RiskTaking, Expresiveness, activity, Impulsiveness b. Dependent Variable: Self Disclosure Jika melihat kolom ke 6 dari kiri (p < 0.05), maka hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh independent variabel terhadap self disclosure ditolak.
Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari
63
activity, sociability, risk taking, impulsiveness, reflectiveness, ekspresiviness, dan responsibility.
Langkah kedua, peneliti ingin mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Untuk table R square, dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.8 Model Summary Model 1
R
R Square a
.344
Adjusted R Square
.118
.081
Std. Error of the Estimate 9.58612
a. Predictors: (Constant), Responsibility, Reflectiveness, Sociability, RiskTaking, Expresiveness, activity, Impulsiveness Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa perolehan R square sebesar 0.118 atau 12%. Artinya proporsi varians dari self disclosure yang dijelaskan oleh semua independent variabel adalah sebesar 12%, sedangkan 88% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini. Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap independent variabel. Jika nilai t > 1.96 maka koefisien regresi tersebut signifikan, yang berarti bahwa IV tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap DV. Adapun tabelnya sebagai berikut:
64
Tabel 4.9 Coefficientsa Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Model
B
Std. Error
Beta
t
Sig.
1 (Constant)
72.813
6.921
10.521 .000
activity
-.221
.082
-.221 -2.698 .008*
Sociability
-.093
.082
-.093 -1.129 .260
RiskTaking
.001
.078
.001
.010 .992
Impulsiveness
.049
.083
.049
.591 .556
Expresiveness
-.166
.080
Reflectiveness
.047
.088
Responsibility
-.073
.077
-.166 -2.074 .040* .047
.542 .589
-.073 -.953 .342
a. Dependent Variable: Self Disclosure b. * signifikan (p