Peran Media Komunikasi Dalam Pembentukan Karakter Intelektual di Dunia
Pendidikan. Drs. Arcadius Benawa, M.Pd. Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume II, ...
Peran Media Komunikasi Dalam Pembentukan Karakter Intelektual di Dunia Pendidikan
Drs. Arcadius Benawa, M.Pd.
PERAN MEDIA KOMUNIKASII DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER KTER DIKAN INTELEKTUAL DI DUNIA PENDIDIKAN Drs. Arcadius Benawa, M.Pd. Universitas Multimedia Nusantara Jl. Boulevard, Scientia Garden, Gading Serpong, Tangerang erang Telp. (021) 54220808 / 37039777, Fax. (021) 54220800 800 Abstraks: ly andd move so ffast. ast. Inn Reality right now indicates that communication media grows continuously fact our world becomes a big village or borderless because of communication media. ation m edia. It’s really cation n, but but how far we true that communication media gives big and good contribution for education, realize that communication media used to built intellectual characters among mong tthe he students and n lecturers also? Kata Kunci: media communication, intellectual characters, education.
Pendahuluan Masalah karakter intelektual mengemuka lewat pernyataan keprihatinan Bapak Pendidikan Amerika Serikat John Dewey (1933). Dewey memprihatinkan adanya orang yang berpendidikan memadai (well educated person), tetapi tidak memiliki cara dan sikap berpikir yang baik (poor thinking). Pernyataan keprihatinan Dewey ini sempat memancing rasa penasaran sejumlah pendidik. Pendidik yang tersulut antara lain Steven Covey yang kemudian me-launching bukunya yang amat populer, yaitu The Seven Habits of Highly Effective People (1989). Tokoh lain adalah Daniel Goleman, yang kemudian melahirkan temuannya tentang kecerdasan emotional (Emotional Intelligence, 1995). Kemudian, - dan inilah yang menjadi sorotan penulis - adalah Ron Ritchhart. Bagi Ritchhart sungguh menggelisahkan bagaimana mungkin seseorang yang berpendidikan memadai tidak mampu berpikir dengan baik. Untuk itu Ritchhart mengadakan riset selama 7 tahun, yang hasilnya dituangkannya dalam buku Intellectual Character (2002). Menurutnya ada 6 karakteristik di dalam karakter intelektual yang harus dibangun se-
Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume II, Nomor 1, Juni 2010
lama orang menjalani pendidikan, yaitu (1) (1 open minded (sikap terbuka buka dalam berpikir), (2) curiousity (keingintahuan), tahuan), (3) metacognitive EHUSLNLU UHÀHNWLI seeking truth LI and understanding (mencari encari kebenaran dan pemahaman), (5) strategic egic thinking g (berpikir strategis), dan (6) skeptical thinking icall thin ink in n ing g (berpikir (berp rp piki kiir skeptis dalam arti baik, yakni meragukan ik, yakn kn ni meragu ukann setiap kebenaran dalam rangka mempertanm ra angkka mempe ertan-yakan kembali sehingga mekanisme ga tterjadi erjaddi mekan nismee dekonstruksi dalam rangka merekonstruksi angkka m erekonstrruksii kebenaran). Pertanyaannya sekarang sek ekarangg ek adalah ah ah adakah peran media komunikasi dalam munikasi si dal si da alam am ppemembentukan karakter intelektual lektual di dunia pendidikan, dan sejauh mana media ana me m d ko di dia kkomunikasi mu ika mu mun ik k sii berkontribusi dalam pembentukan emb mb benttuka ukaan kkarakter araakter intelektual? Pertanyaan n ini ni te tterasa eras asa as s ppenting ent ntting diajukan agar sekurang-kurangnya g-kurangnya lembaga pendidikan seperti Universitas Multimedia niveersi rs tas as Mu M ultiimed media di Nusantara (UMN), yangg mengalaskan menga me ngallaskan ng nga kaa proses p ose pr sees pendidikannya pada pelbagai lbagai media komunikasi. Apalagi UMN memiliki motto emili ili liiki mot m tto to “Excel“Ex E cel elllent Career Begins with Exc Excellent Education”. cell ellent en Ed en duca ation”. n” n”. Pastinya UMN juga ingin gin menghasilkan mengghasil men ilkan il kan lulululu lulu san yang memiliki karakter kter intelektual.
38
Peran Media Komunikasi Dalam Pembentukan Karakter Intelektual di Dunia Pendidikan
Peran Media Komunikasi dalam Revolusi Pendidikan Bicara tentang peran media komunikasi di dalam dunia ppendidikan, ingatan pekas nulis seg segera tertuju pa se pada Sir Eric Ashby yang berpendap a at ap a bahwa ddunia pendidikan menberpendapat galami 4 tah ah hap a revolu tahap revolusi. Revolusi pendidikan mutakhir yang mutakhi ir ttidak idak luput dari peran media komunikasi. Pen ndapat Ashby tentang revolusi Pendapat seperti disadur oleh Yusufhadi Mipendidikan sepert rtti disa arso dalam Menyemai Menyeemai Benih Teknologi Pendidikan (2005) itu aadalah da sebagai berikut. erta Revolusi ppertama terjadi pada saat keluarga orang tua atau kel luar menyerahkan sebagian tanggung jaw wab pendidikannya kepada jawab orang lain yang secara seccara khusus diberi tanggung MDZDE XQWXN LWX 0 LV 0LVDOQ\D NDXP 6X¿ \DQJ SM pada sekitar 5000 S M menjadi ‘penjual ilmu pengetahuan’ ke kepada ssiapa saja yang bersedia memberinyaa uupah atau imbalan. Revolusi kedua terjadi pada saat guru Rev ev volusi kedu sebagai dilimpahi tanggung jawab sebaga ai orang o yang dil untuk Pengajaran pada saat itu diunt ntuk nt uk mendidik. Peng bberikan erikan secara verbal/ verbal/lisan, dan kegiatan pendilembagakan dengan berbagai didik mulai dilembag ketentuan yang dibakukan. diba Seperti halnya revolusi pertama tidak dapat diketahui kapan ter erjad er ja inya, dem ja miki ik an ppun revolusi kedua. Naterjadinya, demikian diterima mun,, ddapat apat dit itterim ma bbahwa hal itu telah dan terjadi. masih te ter jadi. Revolusi Revolu Re usi kketiga etig muncul dengan ditemukannya mesin muk kann nnya me nn m mes sin ccetak, etak yang memungkinkan tersebarnya terse ebarn nya y in iinformasi inf orm mas iconic dan numeric dala am ben ntuk t buk ku aatau media cetak lain. dalam bentuk buku Buk ku hinggaa saatt iini ni dianggap sebagi media Buku uta t ma selain guru dem utama demi keperluan pendidikan. terus terjadi sehingga ada Revolusi ini masih ter ungkapan bahwa masyarakat belajar adalah ung ungkap ngka k an n bah hwa mas mas assyarraka akatt yyang ang me m m masyarakat membaca. Re olusi Revol si kee kkeempat m berlangsung dengan Revolusi adanya perkembangan pesat di bidang media kom omun om unikas un a i elek as lektronik Yang paling menonlek komunikasi elektronik. jol ol ad adalahh medi m edia kkomunikasi, edi edia om media seperti radio, televisi, dan tape yan yang berhasil menembus EEDWDVJHRJUD¿VRVLDOGDQSROLWLVVHFDUDOHELK EDW DVJHR JHR RJUD¿VR VRVLDO VR media intenss darip in int ddaripada da ari ri ada da me m dia cetak. Dengan demikian, muncullahh kkonsep onsep keterbacaan (literacy) menuntut pemahabaru, yang tidak sekadar seka
39
Drs. Arcadius Benawa, M.Pd.
man deretan huruf, angka, kata, dan kalimat, tetapi juga pemahaman visual. Beberapa ahli menengarai bahwa perkembangan media komunikasi ini menjadikan dunia makin kecil menjadi “global village” sehingga semua warganya dapat saling mengenal dan saling bergantung. Miarso bahkan menengarai kini telah terjadi revolusi kelima, dengan ditemukannya media komunikasi maya atau new media, seperti, internet dengan segala variasinya (situs web, blog, milis, facebook, dll). Sebab, dengan adanya media maya ini pendidikan dapat diselenggarakan dengan bentuk-bentuk yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Misalnya, adanya sekolah atau Universitas Terbuka yang menerapkan pembelajaran jarak jauh tempat tutorial dan modul dapat diikuti oleh siswa/ mahasiswa (student) melalui media maya. Selain itu, belajar mandiri juga lebih dimungkinkan karena media maya memberi sejumlah kemudahan untuk siapa pun dalam mencari informasi literer maupun visual. Media Komunikasi, Media Pendidikan Sebagaimana terpapar dalam revolusi pendidikan, peran sentral media komunikasi di dunia pendidikan tidak dapat disangkal. Itu sebabnya Arief S. Sadiman menegaskan bahwa media komunikasi pada hakikatnya adalah media pendidikan. Sebab, menurutnya proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu kepada penerima pesan. Dalam perkembangannya, media yang semula hanya dipahami sebagai alat bantu mengajar guru/dosen (teaching aids), kemudian berkembang menjadi alat bantu yang bersifat visual (alat bantu visual), misalnya gambar, model, objek, dan alat-alat lain. Media ini dapat digunakan untuk memberi pengalaman konkret, meningkatkan motivasi belajar, dan mempertinggi daya serap student. Pada sekitar pertengahan abad ke-20 mulai masuk pengaruh teknologi audio. Dengan demikian, alat bantu visual untuk mengonkretkan ajaran dilengkapi dengan alat
Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume II, Nomor 1, Juni 2010
Peran Media Komunikasi Dalam Pembentukan Karakter Intelektual di Dunia Pendidikan
bantu audio sehingga dikenallah media yang berupa audio visual aids (AVA). Dari perkembangan media komunikasi sebagai media pendidikan, Edgar Dale, VHSHUWLGLVDGXU6DGLPDQPHQJNODVL¿NDVLNDQnya dalam kerucut pengalaman (cone of experience).
Drs. Arcadius Benawa, M.Pd.
Edgar Dale media belajar dan pembelajaran itu rentangannya luas sekali mulai dari yang paling konkret sampai yang sangat abstrak. Dengan demikian, sumber mber belajar bisa menjadi media belajar, demikian sebalik sebaliknya, knya, bergantung dari peruntukannya, sedangkan ntukannya, sedan dangka da dan g n metode belajar jelas menjadi lebi lebih bervariih berv vari-
Abstrak bstrak
Konkret onkret Gambar 1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale Seperti tampak dalam gambar kerucut pengalaman Dale, jelas betapa media komunikasi seiring dengan perkembangannya berkontribusi besar dalam dunia pendidikan, terutama sebagai media pendidikan, sumber belajar, dan metode pembelajaran. Melalui revolusi pendidikan yang keempat dan lebih lagi yang kelima (versi Miarso), betapa sumber belajar, media belajar, dan metode belajar menjadi amat kaya berkat perkembangan media komunikasi. Sumber belajar yang dimengerti sebagai acuan atau rujukan dalam menggali informasi dalam proses pembelajaran kini tidak lagi terbatas dari guru dan buku. Namun, jauh lebih luas dan beraneka ragam. Apapun, baik orang, binatang, barang, alam, dan sebagainya, bisa menjadi sumber belajar. Media belajar yang dipahami sebagai alat yang digunakan di dalam proses pembelajaran juga semakin kaya. Melalui kerucut pengalaman
Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume II, Nomor 1, Juni 2010
asi dan menyenangkan ber berkat rkat kat pperkembangan erkembanngan media komunikasi yang demikian g de emik kian pesat.. Itu-lah sebabnya, dengan media komunikasi mediia kom munikasi yyang ang g semakin maju dengan pe pesat belajar esat hasrat be elajarr semestinyalah semakin karena n bbertumbuh ertu umbuh ka arenaa proses belajar pun semakin mak kin bbervariasi ervariasii ddan an n menarik. Media Komunikasi dalam Pembentukan Karakter Intelektual Terkait dengan pembe pembentukan m ntu mb nt kan an ka kkarakter rak ak kterr intelektual, dahsyatnya per perkembangan media rkem kemban ban bangan n an n me edia komunikasi mau tidak mau yang berkecimpung di dunia pendidikan, student mauan, bbaik aik k studen d t ma aupun guru/dosen harus ope open minded. en m inded in d. IIaa ttidak ida daak bisa lagi menjadi katak dalam tempurung atau menjadi jago kandang. Gu Guru/dosen uru/ ruu ddos o en n pun unn tidak ak k layak lagi dengan gaya lama lamanya sebagai “pemanya ma nya se ny ebag gai “pe pe-pe mutar kaset”. Student pun tak memadai ak k mem mada ad i lagi agi hanya mengandalkan catatan atatan dari aktivitasnya di kelas, apalagi hanya copy paste dari cata40
Peran Media Komunikasi Dalam Pembentukan Karakter Intelektual di Dunia Pendidikan
tan teman, bahkan dari materi yang diberikan guru/dosen sekalipun. Open minded sebagai keniscayaan karakter intelektual iini erat terkait dengan kar karakteristik karakt kteri kt e stik kedua, yakni curiosity. Justru media di era me edia d maya ini curiosity mendapat rukesempatan luas. Hal ini juga terkait ang dan kese sempatan lu se kesadaran dengan kesad dar aran baru adanya aneka sumber belajar. Artinya, kita bbisa belajar dari dan dengan siapa saja dann apa saja. Media komunikamaya sangat terbuka untuk si, apalagi media may m curiosity memuaskan curios sity i siapapun. Dari pengalaman pengallam puluhan tahun mentugas terpokok dari dampingi student bbelajar, ela mudah adalah memotivasi dosen yang tidak m u mengembangkan curiosity. student untuk m eng pengalaman juga menunjukkan ketika Sebab, pengalama an ju dalam diri stucuriosity dapat dditumbuhkan itum menjadi menyenangkan dent, pembelajaran pembelaja aj ran m aja dan sangat interaktif. int nteraktif. IItu sebabnya, Yusufhadi nt sebagai begawan Teknologi PendidiMiarso seba bagai begaw ba mulai merintis tes bagi makan dii In Indonesia mula hasiswanya meminta mahasiswanya has assisw asisw iswanya dengan m membuat pertanyaan. Hal itu melawan arus dari yang biasa terjadi, terjad yakni mahasiswa dimenjawab soal atau pertanyaan. minta untuk menjawa sudah dilaksanakan di SeHal serupa juga suda Kanisius Mangunan, Kalasan, kol kolah ola Dasar Kan Kanisiu Alm. yangg dirintis d A lm. Romo Rom J.B. Mangunwijaya, Sekolah Mangunan Pr. Seko ko kolah ko Manguunan membiasakan siswansetiap Sabtu pagi melalui Kotak Pertanyaan ya set etiap Sa et S btu u pag gi m mengumpulkan sejumlah pertanyaan secara men ngum umpul um ulkaan ulka ul an se ejum tertulis tentang saja yang diamati di lingtertu ulis te ten e tan ng aapa paa saj kungannya, tentang materi pelajaran kung gannyaa, kkecuali ecuaali te wajib sehari-hari. w waj ib yang ddiselenggarakan i len is ise ngga Curiosity it yang ditumbuhkan oleh Janet Teig, Ibu dari Isidor Isido Isaac Rabi menghanRabi meraih hadiah Nobel Fisika pertatar ar I. I. Ra abi bi mer erraih had disusul pada tahun-tahun maa kalii pa ppada ad 19 ada 1944 44 di berikutnya. Ketika Rabi ditanya tentang penberi ikutny t a. Ke K ti a Ra tik yang ditanamkan di dalam didikan seperti apa yan keluarganya sehingga ke kel e uar a gan ar nya seh ehing eh i ga ia menjadi sehebat itu, mengatakan iaa me m men e gat attakaan ba bbahwa ahwa setiap pulang dari seTeig itu selalu bertanya: kolah, Ibunya, Janet T mengajukan pertanyaan ““Apakah “Ap “A A aka kahh engkau ka e au tadi m yang sekolah?” ya yan g bbaik aik k di sekol se ekol kolah?” Karakteristik Karakt k eristik intelektual ketiga adaEHUSLNLU UHÀHNWLI 0HGLD lah metacognitive EH
41
Drs. Arcadius Benawa, M.Pd.
komunikasi yang menyediakan beragam informasi setiap waktu dapat memacu student maupun guru/dosen untuk berpikir ulang tentang banyak hal yang sudah diketahui selama ini. Apakah ia akan tetap pada konsep dan paradigma lama atau mau mengikuti yang baru, relevan, dan real? Atau, justru hal-hal baru yang ia peroleh dari media komunikasi itu diabaikan, karena tidak memberi pencerahan atau malah kontraproduktif. Paus Yohanes Paulus II pernah mengusung tema “Duc in Altum” untuk perayaan hari komunikasi sedunia dalam Surat Apostoliknya “Novo Millennio Ineunte” pada tahun 2000 pada akhir Tahun Yobel Agung. Dalam Surat Apostolik itu Paus Yohanes Paulus II mengaMDNVLDSDSXQXQWXNEHUSLNLUUHÀHNWLIDWDVEDQjir informasi berkat pesatnya kemajuan media komunikasi. Dengan demikian, diharapkan kita tidak mudah diombang-ambingkan oleh sejumlah informasi yang diusung oleh pelbagai media komunikasi. Harus diakui bahwa guru/dosen mempunyai kesulitan tersendiri untuk menumbuhkembangkan metacognitive dalam diri student, apalagi kalau guru/dosen sendiri masih terecoki paradigma lama bahwa mendidik student sama dengan mentransfer ilmu pengetahuan. Kalau demikian tentu saja tidak terjadi metacognitive, karena student dikondisikan untuk jatuh pada sikap menghafal pengertian, berorientasi pada jawaban benar versi guru/ dosen, dan menjadi takut salah yang berujung pada takut berpendapat sendiri alias hanya bisa membeo. Padahal, sejarah menunjukkan hanya orang-orang yang mau berpikir ulang atas pengertian yang ia terima mampu memaknai ilmu yang digelutinya. Bila tidak, student hanya akan mengulang sejarah yang dibangun generasi sebelumnya, karena ia tak mau belajar dari sejarah. Maka peran penting seorang guru/dosen adalah mengajak student XQWXN EHUSLNLU UHÀHNWLI DJDU LD PDPSX belajar dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain serta sejarah generasi sebelumnya. Dengan demikian, juga terjauhkan dari bahaya mengulang kesalahan yang sama, yang berakibat terjadinya stagnasi.
Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume II, Nomor 1, Juni 2010
Peran Media Komunikasi Dalam Pembentukan Karakter Intelektual di Dunia Pendidikan
Karakteristik keempat dari karakter intelektual adalah seeking truth and understanding. Karakteristik ini menghadapi hambatan besar untuk tumbuh kembang di negara-negara atau keluarga yang kurang ada semangat demokratis. Pasalnya, kendatipun media komunikasi membuka perspektif baru atas sejumlah kebenaran dan pemahaman. Namun, karena seseorang atau sekelompok orang itu sudah dikondisikan untuk hanya menelan utuh sejumlah kebenaran dan pemahaman, banyak hal dianggap dogma yang tinggal diterima utuh-utuh atau mentah-mentah. Padahal, realitas menunjukkan bahwa di bawah bumi ini tidak ada kebenaran mutlak. Yang ada adalah kebenaran relatif. Kebenaran dan pemahaman relatif itu mengandaikan peninjauan kembali atas bobot kebenaran yang disesuaikan dengan konteks waktu dan tempat tumbuh kembangnya kebenaran dan pemahaman tersebut. Bagi guru/dosen yang tidak menumbuhkan seeking truth and understanding dalam dirinya maupun student-nya juga disayangkan. Karena dengan demikian apa yang diajarkannya kehilangan relevansinya. Inilah yang barangkali kerap membuat para student menjadi mudah “bethe” (boring). Sebab, yang ia perhatikan itu tidak ada pautannya dengan dunia nyata saat ini. Karakteristik kelima dari karakter intelektual adalah strategic thinking. Berpikir strategis ini dilawankan dengan asal berpikir atau pemikiran yang asal-asalan. Sebab, berpikir strategik mengandaikan adanya kesadaran akan tujuan yang hendak dicapai melalui pemikiran tersebut. Yang sebaliknya justru memupuk kemalasan berpikir seseorang. Kita patut prihatin setiap kali melihat tontonan “Opera Van Java” yang di akhir tayangannya selalu dikatakan oleh sang dalang: “Di sini gunung, di sana gunung, di tengahtengahnya pulau Jawa. Wayangnya bingung, dalangnya pun bingung, yang penting bisa ketawa”. Kalau media komunikasi menyajikan tayangan bercita rasa seperti itu, jelas tidak menumbuhkan karakter intelektual khususnya untuk tumbuh kembangnya strategic
Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume II, Nomor 1, Juni 2010
Drs. Arcadius Benawa, M.Pd.
thinking. Yang ditumbuhkan justru asal bisa ketawa. Tontonan pun tidak dak sekaligus menjadi tuntunan. Ia kehilangan n ciri pokoknya, yakni dulce et utile (indah dan n berguna). Bagi guru/dosen menumbuhkembangn menumbuhkemban ban angan kan strategic thinking ini bisa dimul dimulai ullai ai dari penanaman kesadaran dalam diri stu student udentt aakan kan perlunya perencanaan belajar terk terkait dengan rk kait den nga g n cita-cita yang hendak dicapai. H Hal al ini sekaligus untuk meminimalkan se-lkan sikap studentt se kolah asal sekolah, daripada menganggur ripada men nganggur di rumah. Lewat penanaman student man iini n studen ni nt bi bisa saa diarahkan kepada penyusunan yusunaan program m atauu target-target capaian dari semester ri sem mester ke sem ssemesemes-ter, dari tahun ke tahun. Dengan un. De engan demikian, juga tidak lagi mengembangkan bangkaan tradisi belajar dengan sistem kebut semalam Student malam (S ((SKS). KS). Studen entt MXJD GLVDGDUNDQ DNDQ ¿ORVR¿ scholae ¿ORVR¿ ³Non ³Non schol lae discimus, sed vitae” (Kita ita belajar ar tidak untuk t k tuk sekolah, tetapi untuk hidup). situlah dup). Di sit tula u h sebetulnya peran sentral guru, ru, membawaa student dari ‘gu’ (gelap) ke ‘ru’ tugas u’ (terang). Jadi, tug tu as guru adalah membawa studentt dari gelap ke kke-pada terang, memberi pencerahan (enlightment). Ia wajib mengusung gusung pembelajaran yang bermakna. Dalam hal ini media komunikasi sangat membuka diri iri untuk menjadi partner yang baik bagi guru/dosen. /dosen. en en. Karakteristik keenam karakter enaam ddari ari karakte er in-cal thin nking. Ber rp r rpikir telektual adalah skeptical thinking. Berpikir skeptis dalam arti baik, yakni meragukan ik, yakn knni meragu ukann m ra angkka memban ngunn setiap kebenaran dalam rangka membangun any ya sk keptical th hink-kebenaran. Dengan adanya skeptical thinkanyaa dek konstruks ksi si da an ing memungkinkan adanya dekonstruksi dan n sehi hingg hi n a kebenar ng a an ar rekonstruksi kebenaran sehingga kebenaran ya. menemukan relevansinya. mpak bahwa seeking Dengan demikian, tampak ng, strategic s rat st ategiic thinking, at thin h ki kin i g, truth and understanding, merup u aka up k n bbagian ag an ddari agi ari dan skeptical thinking merupakan okin king at, llooking ki ookin k g critical thinking, yaknii loo looking ntuk kemuthrough, dan looking between,, uuntuk ng ooutward, utwaard,, ssehingga utw ehi h nggga dian sampai bisa looking niaa da ni ddalam alam m aksi aaksinya k nya ya pandangannya seluas duni dunia bally, act locally). \DQJVSHVL¿Nthink globally, mb buhk uhkemb uh e ang emb a kan k nya nyya Perlu ditumbuhkembangkannya daikan kan an ji jjiwa iwa bbesar essar dar dari ari kekritisan ini mengandaikan dapan den ddengan gan studentt para guru/dosen berhadapan an aneka sumber belayang mau memanfaatkan
42
Peran Media Komunikasi Dalam Pembentukan Karakter Intelektual di Dunia Pendidikan
jar dari media komunikasi. Kalau guru/dosen tidak membangun cri critical thinking, ia akan tertinggal. Skeptical th thinking menghantar kita pada kemauan dan keh pad keharusan untuk meng-upterus-menerus. date di diri r terus-meneru De Dengan Den demi demikian, bila guru/dosen skeptical thinkmau menumbuhkembangkan menum mbuh b kemb diri student-nya, ia sendiri harus ing g dalam di iri r studen meladeni kekritisan stuberjiwa besar uuntuk ntuk m informasi ataupun dent-nya terhadapp ssejumlah eju yang pembelajaran yan ng ddisampaikannya. Maka, perlu memahami dengan seorang guru/dosenn pe karakteristik setiap studentkebesaran jiwa ka ar arak nya. Ini pula yang ddalam ala perkembangan dunia melahirkan apa yang disebut kependidikan melahir irka ir r tokohnya, Howard cerdasan majemukk ddengan en Intelligence, 1980). Gardner (Multiplee Inte telah kita simak dalam paWalaupun un tela besar peran media komuparan di atas betapa beetapa be pembentukan karakter inteleknikasi dalam m pemben dunia pendidikan, harus disadari juga tual di duni uni nia pendidik ni manfaat tidak bisa dipetik secara bahwaa m anfaat itu tid otomatis. oto to omatis. ma Tetap harus ada usaha-usaha sadar sehingga media komuniyang lebih intensif se dimanfaatkan sebesar-besarnya kasi dapat dimanfaa intelektual. Jangan bagi terbentuknya karakter kara media kosampai dahsyatnya perkembangan pe menyumbat pembentukan munikasi justru mu mun tru ru men kkarakter arakt kter intele kt ektu k al, ka intelektual, karena student, guru/dosdimanjakan en terlalu terlal lal alu dim al manjaakan atau menyalahgunakan media komunikasi. med dia kom omuniikasii. om
Drs. Arcadius Benawa, M.Pd.
Disarankan dalam proses pembelajarannya guru/dosen sendiri memanfaatkan media komunikasi, selain ia juga mendorong student untuk lebih memanfaatkan media komunikasi di dalam proses belajar mereka. Lewat pelbagai penugasan kiranya akan semakin berkurang penyalahgunaan media komunikasi untuk hal-hal yang tidak terpuji yang dapat mengurangi karakter intelektual mereka. Pemanfaatan media komunikasi dalam proses pembelajaran di kelas maupun proses belajar di manapun hendaknya diarahkan untuk lebih memompa semangat menciptakan kebaikan bersama (bonum commune) daripada untuk kepentingan egoistik semata sehingga karakter intelektual yang terbangun itupun bukan dalam rangka menepuk dada sendiri, tetapi justru sebagai konsekuensi dirinya sebagai makhluk individu yang berjiwa sosial atau altruis. Untuk itu kiranya dalam konteks UMN, dosen religiositas dan etika khususnya memunyai keterpanggilan khusus, sedangkan dosen-dosen matakuliah lain dapat mengintergrasikannya di dalam setiap proses pembelajaran yang diampunya. Semoga dengan demikian UMN dapat menjadi pelopor pembangunan karakter intelektual bagi segenap civitas academi-nya justru karena dalam proses pendidikan dan pembelajarannya berbasis media komunikasi, seperti mottonya: Excellent Career Begins with Excellent Education.
SIMPULAN SIM MPULA AN DAN N SARAN SA Memerhatikan Mem merh e atiikan paparan di atas tentang er jalannya revolusi pendidikan, media komunijal lannya revolu l sii pend pendidikan, dan karakterkasi sebagai media pe istik karakter intelektual, dapat disimpulkan ist stik st ik k kar rak ak er int akt intele e kt bahwa komunikasi jelas berkontribusi bah hwa med media kom komuni pendidikan. Tak kecuali besar bag bbagii ddunia uniia pe un dalam pembentukan kkarakter intelektual stude den e t m aup upun gu up gur u/do dent maupun guru/dosen. Artinya, 6 karakter errist istiik ik kar ka a akt kter iintelektual kt ntele teristik karakter seperti diungkap Ron Ritchhart, yakni open minded, curiosity, m met aco co ogni n tive, see ni se king truth and understandmetacognitive, seeking strategic thinking, ing, stra ing trate tra tegic thi te thin nking dan skeptical thinking semaki k n bbertumbuh-kembang ki ertumb buh-k semakin di dalam diri student, guru/dosen.
43
Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume II, Nomor 1, Juni 2010
Peran Media Komunikasi Dalam Pembentukan Karakter Intelektual di Dunia Pendidikan
Drs. Arcadius Benawa, M.Pd.
Dr. Dion Dewa Barata
Fashion Sebagai Strategi Simbolik Komunikasi Non-Verbal
DAFTAR PUSTAKA Benawa, Arcadius. 2009. “Evaluasi terhadap Proses Pembelajaran dalam Sistem Pembelajaran Full Day di SD Marsudirini Bogor”. Dalam EDUCARE, No. 9/VI/Desember 2009. Jakarta. Dedy Pradipto. 2007. Belajar Sejati Vs Kurikulum Nasional. Yogyakarta: Kanisius. Frederick S. Schaeffer, SFO. 2008. “Duc in altum - Put out into the deep”, dalam http://www.franciscan-sfo.org yang diunduh pada Selasa, 15 Desember 2009, pk. 09.21 Nobel Lectures, Physics 1942-1962. Isidor Isaac Rabi. 1964. Amsterdam: Elsevier Publishing Company, dalam http://www.nobelpeize.org yang diunduh pada 15 Desember 2009, pk. 09.06. Ritchhart, Ron. 2002. Intellectual Character. San Francisco: Jossey-Bass. Sadiman S. Arief (dkk). 2007. Media Pendidikan-DNDUWD5DMD*UD¿QGR Persada. Yusufhadi Miarso. 2005. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume II, Nomor 1, Juni 2010
Fashion Sebagai Strategi Simbolik Komunikasi Non-Verbal
Dr. Dion Dewa Barata Universitas Multimedia Nusantara Bo Jl. Boulevard, Scientia Garden, Gading Serpong, Tangerang Telp. Tel (021) 54220808 / 37039777, Fax. (021) 54220800
[email protected] Abstract Fashion it is not just ju ust how h to dress, branding, or designing clothes, especially in the contemporary society. Fasyen Fas asye has become a medium of communication in which identity is repreas sented. This study tr ttried ried to see fasyen through cultural studies perspective to look at its role in the search for ident identity. tity. Using a semiotic approach can be seen that fasyen are constraceted by series of signs that systemically designed to serve a particular ideology. As part of our daily sys life, fashion also uused sed as a means to enter in a particular social group which then will affect their daily behavior behavi vviior Keywords: Fashion, Cultural Studies, Semiotic, Identity, Representation Fas ashion, C ash 1. Pendahuluan Pendahul uluan ul Indonesia. In onesia. Suatu Ind Sua kawasan yang terletak di persimpangan ddua benua dan dua samudra, kedekatan dan kesamaan ud yang karena ke sejarahnya berhimpun dan membentuk suatu komunitas imajiner bbernama bangsa Indonesia. Kehidupan yan yang sangat multikultur di negar ini kemudian mewardalam kawasan negara nai da dan memb benttuk u ssuatu norma budaya Innai membentuk donesiia yang yang sesungguhnya sessung donesia terstrukturisasi uda dayay bu uday ya lo dari bbudaya-budaya lokal didalamnya. Namun gan an n pesatnya pesa s nya perkembangan sat sa perke dengan teknologi dan infoormas asi as s , tida ida d k ddapat apat dipungkiri lagi bahwa informasi, tidak banggsa In ndon d esia yan bangsa Indonesia yang multikultur ini juga mendapat pengaruh men ndapat pe pen engaruuh ddari budaya-budaya lain GLOOXDUZLOD\DK K JH JH JUD¿ JHR GLOXDUZLOD\DKJHRJUD¿VQ\DGDQGLHUDGLJLWDO ini, pengaruh dari luar pun semakin lama-semakin besar. makin bes es es esar. Besarnya dari luar ini juga Besarn Bes nya pen ppengaruh g tidak terlepas a ter erlep er pas a dar darii ppotensi da ote yang dimiliki Indonesia sebagai salah satu sat negara dengan jumlah penduduk terbesar pen eenndu dudukk terbes besar di dunia. Dengan potensi bes ini, ini ni, Indo ni ni, IIndonesia n nes n iaa men ne menjadi pasar yang sangat meme narik bagi pihak-pihak dari luar dengan menawarkan macam produk yang sesungw kan war an berbagai be ai maca guhnya representasi dari budaya gu nya guh yaa merupakan m ruppaka me akan re dimana produk-produk dim im na imana n pr produ uk-p k pr produ tersebut dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dengan maraknya di produk-produk asing membanjiri hampir dise44
45
tiap sudut kawasan di Indonesia terutama di daerah perkotaan, mulai dari butik-butik asing yang menawarkan cita rasa Perancis, rumah makan dengan tampilan yang memanjakan konsumen dengan “seakan-akan” berada di Italia, atau pusat kebugaran yang menawarkan konsep ala selebritis Hollywood. Semua tawaran tersebut semakin memikat karena munculnya teknologi komunikasi yang sangat pesat dan memungkinkan untuk masuk ke dalam setiap relung kehidupan masyarakat Indonesia, bahkan hingga relung yang paling pribadi sekalipun, melalui televisi, radio, selular, internet dan sebagainya. Kuatnya pengaruh dari luar ini mau tidak mau memaksa manusia Indonesia masuk dalam pusaran budaya yang saling tercampur satu dengan yang lain antara budaya Indonesia yang sejatinya multikultur, dengan budaya-budaya lain dari berbagai belahan peradaban dunia. Suatu kondisi yang dapat merengut identitas manusia dari eksistensi akar budayanya sekaligus membawa manusia tersebut terjebak dalam ruang-ruang imajiner, atau simulacra menurut Baudrillard, dimana antara kenyataan dengan fantasi tidak dapat lagi dibedakan dengan jelas. Pada akhirnya, manusia akan terbawa dan hidup dalam serangkaian fantasi yang menyimulasikan
Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume II, Nomor 1, Juni 2010