peran pemerintah daerah dalam mengembangkan program muatan ...

83 downloads 137 Views 134KB Size Report
pengembangan program muatan lokal Pendidikan Budi Pekerti pada sekolah- ... selama ini tidak terdapat panduan resmi mengenai kurikulum dan bentuk ...
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGEMBANGKAN PROGRAM MUATAN LOKAL PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DI SEKOLAH SEBAGAI WAHANA PEMBELAJARAN NILAI MORAL DI KABUPATEN KEDIRI

Yayuk Dhiardini [email protected] Universitas Malang Jalan Semarang 5 Malang (0341) 551312 ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan: 1). Mendeskripsikan muatan lokal apa saja terkait dengan Pendidikan Budi Pekerti yang dikembangkan sekolah-sekolah di Kabupaten Kediri; 2). Peran pemerintah daerah dalam pengembangan program muatan lokal Pendidikan Budi Pekerti pada sekolahsekolah di Kabupaten Kediri; 3). Faktor-faktor yang menghambat pengembangan program muatan lokal Pendidikan Budi Pekerti pada sekolah-sekolah di Kabupaten Kediri; 4). Upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengatasi hambatan dalam pengembangan program muatan lokal Pendidikan Budi Pekerti pada sekolah-sekolah di Kabupaten Kediri. Penelitian ini dirancang dengan pendekatan deskriptif. Data diperoleh dari pengamatan dilapangan, hasil wawancara, arsip Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, dan instansi lain yang terkait. Data yang sudah diperoleh, kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Kata Kunci: peran pemerintah daerah , muatan lokal pendidikan budi pekerti

Masalah pendidikan moral atau budi pekerti atau akhlak sampai saat ini masih menjadi fokus pembicaraan yang menarik untuk selalu dikaji dan dicarikan solusinya. Hal ini karena sampai saat ini bangsa Indonesia masih senantiasa dihadapkan pada berbagai permasalahan sosial dan moral yang muncul. Berawal dari masalah-masalah moral tersebut, pendidikan moral atau budi pekerti dianggap penting sebagai sarana pengendalian masalah moral tersebut. Namun, selama ini tidak terdapat panduan resmi mengenai kurikulum dan bentuk

1

2

pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti yang jelas di daerah. Berangkat dari permasalah moral yang dihadapi di Kabupaten Kediri, misalnya seperti masalah prostitusi dengan masih ramainya tempat lokalisasi Banowati, Embong Anyar, Bolodewo, dan Semampir, Pemerintah Kabupaten Kediri mengembangkan Pendidikan Budi Pekerti dalam bentuk program muatan lokal sebagai wahana pembelajaran nilai moral. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mendeskripsikan: 1). Muatan lokal apa saja terkait dengan Pendidikan Budi Pekerti yang dikembangkan sekolah-sekolah di Kabupaten Kediri; 2). Peran pemerintah daerah dalam pengembangan program muatan lokal Pendidikan Budi Pekerti pada sekolahsekolah di Kabupaten Kediri; 3). Faktor-faktor yang menghambat pengembangan program muatan lokal Pendidikan Budi Pekerti pada sekolah-sekolah di Kabupaten Kediri; 4). Upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengatasi hambatan dalam pengembangan program muatan lokal Pendidikan Budi Pekerti pada sekolah-sekolah di Kabupaten Kediri. Untuk memperoleh pembahasan yang komprehensif mengenai maslah penelitian yang diungkapkan di atas, terlebih dahulu dibutuhkan kejelasan konsep sesuai dengan yang tertera di judul penelitian, oleh karena itu berikut, diberikan kajian pustaka terkait konsep-konsep yang diperlukan dalam penerlitian. Pemerintah daerah menurut Bastian (2001 : 203) didefinisikan sebagai “Pemerintahan Daerah adalah kepala daerah berserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah”. Sedangkan pengertian pemerintah daerah menurut Halim (2007 : 2) adalah “Pemerintah Daerah adalah kepala daerah dan DPRD”. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat adanya pemisahaan

3

secara konkrit antara eksekutif dan legislatif yang dapat memicu tidak berjalannya pengawasan secara efektif. Sedangkan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2008, makna kata pemerintah adalah: “ Sistem menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya; 2 sekelompok orang yang secara bersama-sama memikul tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan; 3 penguasa suatu negara (bagian negara); 4 badan tertinggi yang memerintah suatu negara (seperti kabinet merupakan suatu pemerintah): 5 negara atau negeri (sebagai lawan partikelir atau swasta; 6 pengurus; pengelola” Secara

yuridis formal, pengertian dari pemerintah daerah disebutkan

dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 ayat 2, adalah sebagai berikut : “Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Setelah, konsep tentang peemrintah, selanjutnya adalah konsep pengembengan muatan lokal yang dijabarkan sebagai berikut. Sesuai dengan Undang- undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada bab X pasal 36 ayat 1 dan 2: 1) Pengembangan kurikulum dilakukan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diverifikasi dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.

4

Pengembangan program muatan lokal merupakan bagian dari pengembangan KTSP di mana KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah (UU No. 20 Tahun 2003 pasal 38 ayat 2). Masing-masing daerah dapat mengembangkan muatan lokal sesuai dengan ciri khas dan potensi daerah. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan muatan lokal di setiap daerah karena memang kondisi dan kebutuhan setiap daerah mungkin berbeda pula. Selain itu, terdapat latar belakang lain dalam pengembangan muatan lokal, yaitu materinya yang terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendir dan Materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain. Dalam proses pengembangan program muatan lokal, terdapat dua susunan pola pengembangan yang terdapat dalam BSNP (2006: 5) Adapun dua pola pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal dalam rangka menghadapi pelaksanaan KTSP tersebut adalah: 1) Pengembangan muatan lokal sesuai dengan kondisi sekolah saat ini 2). Pengembangan muatan lokal dalam KTSP (1). Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah (2). Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan lokal (3). Menentukan bahan kajian muatan lokal (4). Menentukan mata pelajaran muatan lokal

5

(5). Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta silabus, dengan mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh BSNP Menuju pada konsep Pendidikan Budi Pekerti sebagai pembelajaran nilai moral yang akan dijabarkan sebagai berikut.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 2008, Pendidikan dimaknai sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Dalam mekanisme pendidikan menurut Sumaatmaja (2002 : 41) ada proses, proses kegiatan, kegiatan perilaku yang dikembangkan (diubah) meliputi sikap, keterampilan, pengetahuan, subjek-objek pelaku meliputi, anggota masyarakat, peserta didik, orang yang lebih tua, cara, teknik, metode yang diterapkan, pembakuan (standar) yang menjadi ukuran, yaitu kedewasaan, kematangan perilaku yang diharapkan. Sedangkan dalam konteks formal, makna pendidikan sebagaimana tertulis dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal I adalah: "Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) istilah budi pekerti diartikan sebagai tingkah laku; perangai; akhlak. Budi pekerti dalam bahasa Arab disebut dengan akhlak, dalam kosa kata latin dikenal dengan istilah etika dan dalam bahasa Inggris disebtu ethics.

6

Budi pekerti secara operasional merupakan suatu perilaku positif yang dilakukan melalui kebiasaan (Iskandar, 2007:1). Pendidikan Budi Pekerti sering juga diasosiasikan dengan tata krama yang berisikan kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia. Pada dasarnya, Pendidikan Budi Pekerti memiliki substansi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Haidar dalam Muhtadi (2004 : 5 ) mengemukakan bahwa Pendidikan Budi Pekerti adalah usaha sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan nilainilai moral ke dalam sikap dan perilaku peserta didik agar memiliki sikap dan perilaku yang luhur (berakhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama manusia maupun dengan alam/lingkungan. Menurut Rochmadi (2002: 2), moral secara etimologis merupakan suatu kata saduran dari bahasa Latin, mos, dan bentuk jamaknya mores, yang artinya kesusilaan, tatacara, atau adat istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) istilah moral diartikan sebagai ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb; akhlak; budi pekerti; susila. Jadi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah moral bersinonim dengan akhlak, budi pekerti, atau susila. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat diperoleh pengertian bahwa moral itu pada pokoknya membicarakan tentang tingkah laku atau perbuatan manusia yang baik dan tidak baik (Rochmadi, 2002: 3). Apabila makna konsep pembelajaran dan moral digabung menjadi satu, maka terbentuklah konsep pembelajaran moral. Suparno dalam Budiningih (2004:

7

2) mengemukakan ada empat model penyampaian pembelajaran moral, yaitu: a) model sebagai mata pelajaran tersendiri, b) model terintegrasi dalam semua bidang studi, c) model di luar pengajaran, dan d) model gabungan. Salah satu dari keempat model tersebut adalah model penyampaian nilai moral sebagai mata pelajaran tersendiri. Model inilah yang diterapkan pada sekolah-sekolah di Kabupaten Kediri. Pembelajaran nilai moral pada sekolahsekolah di Kabupaten Kediri diaplikasikan dalam bentuk mata pelajaran tersendiri yang berupa muatan lokal Pendidikan Budi Pekerti. Mengenai model ini, Budiningih menjelaskan: “Jika pembelajaran moral sebagai mata pelajaran tersendiri, maka diperlukan Garis Besar Program Pengajaran (GBPP), satuan pelajaran/rencana pelajaran, metodologi, evaluasi pembelajaran tersendiri dan harus masuk dalam kurikulum dan jadwal pembelajaran terstruktur. Kelebihan model ini adalah labih terfokus dan memiliki rencana yang matang untuk menstruktur pembelajaran dan mengukur hasil belajar siswa. Model ini akan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada guru untuk mengembangkan kreativitasnya. Sedangkan kelemahannya, guru bidang sutdi lain tidak turut terlibat dan bertanggungjawab. Dengan model ini ada kecenderungan pembelajaran moral hanya diberikan sebatas pengetahuan kognitif semata. .“(Budiningih, 2004: 2). Menurut pendapat Soejono Soekanto peranan dapat mencakup 3 (tiga) hal, yaitu: a. peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti merupakan kehidupan kemasyarakatan b. peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi c. peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat (Soekanto, 2004:244).

8

Dalam proses pengembangan KTSP, pemerintah daerah juga memiliki peran seperti yang disebutkan BSNP (2006: 5) bahwa Sekolah dan komite sekolah mempunyai wewenang penuh dalam mengembangkan program muatan lokal. Bila dirasa tidak mempunyai SDM dalam mengembangkan sekolah dan komite sekolah dapat bekerjasama dengan unsur-unsur Depdiknas seperti Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di daerah, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Perguruan Tinggi dan instansi/lembaga di luar Depdiknas, misalnya pemerintah Daerah/Bapeda, Dinas Departemen lain terkait, dunia usaha/industri, tokoh masyarakat. Adapun peran pemerintah dalam pengembangan program muatan lokal adalah sebagai berikut: a. Memberikan informasi mengenai potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, kekayaan alam, dan sumber daya manusia yang ada di daerah yang bersangkutan, serta prioritas pembangunan daerah di berbagai sektor yang dikaitkan dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan; b. Memberikan gambaran mengenai kemampuan-kemampuan dan keterampilan yang diperlukan pada sektor-sektor tertentu; c. Memberikan sumbangan pemikiran, pertimbangan, dan tenaga dalam menentukan prioritas muatan lokal sesuai dengan nilai-nilai dan norma setempat (BSNP, 2006: 8). METODE Penelitian ini dirancang dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Pada penelitian lapangan yang menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti berkedudukan sebagai instruman dan pengumpul data. Hal ini sesuai dengan apa yang tertulis di dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (2010: 31), yaitu peneliti sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Lokasi penelitian adalah Dinas

9

Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kediri, SMA Negeri 1 Plosoklaten, dan SMP Negeri 1 Plosoklaten. Adapun yang menjadi subjek penelitian dan informan dalam penelitian ini adalah Kepala Bidang Kurikulum Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kediri, yaitu Bapak Riyanto, S.Pd., M.M. Selain itu juga ada informan pembantu dari pihak sekolah, yaitu guru dan siswa. Berikut informan pembantu dalam penelitian ini Ibu Sri Lestari, S. Sos (Guru Mata Pelajaran Pendidikan Budi Pekerti

SMAN 1 Plosoklaten), Bapak Suhartoyo, S.Pd (Guru SMAN 1

Plosoklaten sekaligus Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas), Ibu Endang Heri S (Guru Mata Pelajaran Pendidikan Budi Pekerti SMPN 1 Plosoklaten), Agatharia Swesti Prabandari (SMAN 1 Pare), dan Yonastri Septarika (SMAN 1 Plosoklaten). Sedangkan data yang berupa dokumen adalah data geografis Kabupaten Kediri, data SK Bupati Kediri Nomor 85 Tahun 2004 tentang penetapan Pendidikan Budi Pekerti sebagai Muatan Lokal di Kabupaten Kediri, Rencana Program Anggaran Tahun 2013 Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kediri, data struktur organisasi Pemerintah Kabupaten Kediri dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kediri, serta kurikulum Pendidikan Budi Pekerti. Mengenai prosedur pengumpulan data, peneliti melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi utuk mengumpulkan data-data penelitian. Data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis dengan cara mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Adapun upaya peneliti dalam menjaga kredibilitas dan objektifitas penelitian ini, yaitu menggunakan teknik berikut sebagai

10

pengecekan keabsahan data: 1) perpanjangan kahadiran, peneliti melakukan penelitian dari bulan Februari 2012 sampai dengan bulan Mei 2012, sesuai dengan Surat Rekomendasi dari Bakesbang Polinmas Kabupaten Kediri Nomor 070/107/418.62/2012. Peneliti melakukan perpanjangan kehadiran tanpa memperbarui surat rekomendasi karena terdapat data yang belum lengkap dan perlu kembali ke lokasi penelitian kembali; 2) ketekunan pengamatan; 3) triangulasi data.

HASIL 1.

Muatan Lokal Terkait dengan Pendidikan Budi Pekerti yang Dikembangkan Sekolah-Sekolah di Kabupten Kediri Pada sekolah-sekolah di Kabupaten Kediri dikembangkan program

Muatan Lokal Pendidikan Budi Pekerti. Muatan lokal ini merupakan bentuk pendidikan moral atau budi pekerti yang diberikan di bangku sekolah.Pendidikan Budi Pekerti ini merupakan muatan lokal yang ditetapkan langsung oleh pemerintah daerah. Pendidikan Budi Pekerti dikembangkan sekolah-sekolah di Kabupaten Kediri dengan berdasarkan pada Surat Keputusan Bupati Nomor 85 Tahun 2004 tentang Penetapan Pendidikan Budi Pekerti sebagai Muatan Lokal. Selain itu, Pendidikan Budi Pekerti dianggap perlu untuk dilaksanakan karena adanya keinginan untuk mengatasi masalah kepribadian pemuda dan pelajaryang dianggap semakin menurun di Kabupaten Kediri. Muatan Lokal Pendidikan Budi Pekerti ini dikembangkan di sekolahsekolah dasar dan menengah, baik SMP, maupun SMA.Hanya saja untuk tingkat

11

Sekolah Dasar (SD), tidak semua sekolah mengembangkan Pendidikan Budi Pekerti di sekolahnya.Contohnya, ialah di SDNegeri Jarak II Kecamatan Plosoklaten, seperti yang disampaikan oleh Wulan selaku siswa kelas VI serta hasil pengamatan pada 15 Mei 2012. Selain Pendidikan Budi Pekerti, pada sekolah-sekolah untuk tingkat SD dan SMP, juga dikembangkan Pendidikan Bahasa Jawa untuk mengajarkan bahasa yang sopan dan sesuai untuk penggunaan dalam kehidupan sehari-sehari. Hal ini dalam rangka memberikan penghormatan kepada yang lebih tua atau yang seharusnya dihormati.Oleh karena itu, Bahasa Jawa juga memiliki keterkaitan dengan Pendidikan Budi Pekerti. Selain Pendidikan Budi Pekerti dan Bahasa Jawa yang dikembangkan di sekolah-sekolah secara umum di Kabupaten Kediri, masing-masing sekolah juga dapat mengembangkan muatan lokal yang terkait dengan Pendidikan Budi Pekerti. Misalnya, di SMP Negeri 1 Plosoklaten, pernah mengembangkan muatan lokal Pendidikan Keterampilan Keluarga, di mana materi di dalamnya juga mengajarkan tentang bagaimana berpenampilan sopan di depan orang lain atau umum. Beberapa materi yang berkaitan dengan Pendidikan Budi Pekerti adalah tata cara berpakaian yang sopan dan rapi, tata cara makan dan berbicara di depan umum, dan lain-lain. Selain itu, satuan pendidikan yang berbasis pada agama, misal sekolah- sekolah Islam, biasanya memiliki Pendidikan Akhlak atau adab yang bersumber pada ajaran agama di samping Pendidikan Agama sendiri.

12

2.

Peran Pemerintah Daerah dalamPelaksanaan Pengembangan Program Muatan Lokal Pendidikan Budi Pekerti pada Sekolah-Sekolahdi Kabupaten Kediri Peran pemerintah daerah dalam mengembangkan program muatan lokal

Pendidikan Budi Pekerti dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Memberikan informasi mengenai potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, kekayaan alam, dan sumber daya manusia yang ada di daerah yang bersangkutan, serta prioritas pembangunan daerah di berbagai sektor yang dikaitkan dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan; b.

Memberikan sumbangan pemikiran, pertimbangan, dan tenaga dalam menentukan prioritas muatan lokal sesuai dengan nilai-nilai dan norma setempat. Dalam memberikan sumbangan, dapat diperinci lagi peran pemerintah sebagai berikut :

1) Inisiator rencana pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti di sekolah bersama peserta musyawarah; 2) Regulator, yaitu membuat produk hukum yang menetapkan pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti di sekolah sebagai muatan lokal di Kabupaten Kediri; 3) Pembentuk tim pengembang materi dan evaluasi pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti; 4) Membantu penerbitan buku pedoman Pendidikan Budi Pekerti sebagai bahan ajar di sekolah secara materi.

13

3.

Faktor –Faktor yang Menghambat Pengembangan Program Muatan Lokal Pendidikan Budi Pekerti pada Sekolah-Sekolahdi Kabupaten Kediri Ada beberapa masalah yang menghambat dalam pengembangnan Muatan

Lokal Pendidikan Budi Pekerti di sekolah sebagai wahana pembelajaran nilai Kabupaten Kediri. diantara faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : a.

Faktor internal

1) Masalah pendanaan dalam pengembangan Muatan Lokal Pendidikan Budi Pekerti di mana tidak terdapat untuk dana khusus untuk pengembangan bagai muatan lokal yang belum pernah dilaksanakan sebelumnya ini. b.

Kurangnya SDM guru yang akan mengajar Pendidikan Budi Faktor eksternal

1) Kurangnya dukungan dari orang tua sebagai wali dari siswa sehingga apa yang diperoleh siswa di sekolah tidak sepenuhnya dapat diaplikasikan di lingkungannya sendiri. 2) Media dan IPTEK yang kurang terawasi terutama HP dan internet yang membawa pengaruh buruk bagi siswa, sehingga seolah Pendidikan Budi Pekerti balum menampakkan hasil 4.

Upaya yang Dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk Mengatasi Hambatan dalam Pengembangan Program Muatan Lokal Pendidikan Budi Pekerti pada Sekolah-Sekolahdi Kabupaten Kediri Upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengatasi hambatan

dalam pengembangan program muatan lokal Pendidikan Budi Pekerti pada sekolah-sekolah di Kabupaten Kediri yaitu, faktor internal yang terdiri dari dana untuk pengembangan yang diatasi dengan mengintensifkan dana yang ada

14

seoptimal mungkin, serta kurangnya kompetensi guru yang mengajar Pendidikan Budi Pekerti yang diatasi dengan mengadakan workshop dan mengintensifkan MGMP, sedangkan untuk faktor eksternal,yang terdiri dari kurangnya dukungan dari orang tua siswa serta pengaruh media diatasi secara tidak langsung dengan pendekatan secara persuasif dari sekolah.

PEMBAHASAN 1.

Muatan Lokal Terkait dengan Pendidikan Budi Pekerti yang Dikembangkan Sekolah-Sekolah di Kabupten Kediri Pada sekolah-sekolah di Kabupaten Kediri dikembangkan program

Muatan Lokal Pendidikan Budi Pekerti yang merupakan bentuk pendidikan moral atau budi pekerti yang diberikan di bangku sekolah. Pendidikan Budi Pekerti dikembangkan dalam rangka rencana pembangunan daerah berupa visi dan misi di bidang moral dan pendidikan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengembangan program Muatan Lokal Pendidikan Budi Pekerti termasuk dalam kebutuhan daerah sehingga dilakukan pengembangan. Selain Pendidikan Budi Pekerti, pada sekolah-sekolah untuk tingkat SD dan SMP, juga dikembangkan Pendidikan Bahasa Jawa untuk mengajarkan bahasa yang sopan yang sesuai untuk penggunaan dalam kehidupan sehari-sehari dalam rangka memberikan penghormatan kepada yang lebih tua atau yang seharusnya dihormati. Selain itu, masing-masing sekolah juga dapat mengembangkan muatan lokal yang terkait dengan Pendidikan Budi Pekerti.

15

2.

Peran Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Pengembangan Program Muatan Lokal Pendidikan Budi Pekerti pada Sekolah-Sekolah di Kabupaten Kediri Pada pengembangan program muatan lokal Pendidikan Budi Pekerti pada

sekolah- sekolah di Kabupaten Kediri, Pemerintah Kabupaten Kediri berperan sesuai dengan fungsi dan peranannya. Sebagaimana di atas, terutama dalam peranan memberikan informasi mengenai potensi daerah. Serta prioritas pembangunan daerah di berbagai sektor yang dikaitkan dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan serta memberikan sumbangan pemikiran, pertimbangan, dan tenaga dalam menentukan prioritas muatan lokal sesuai dengan nilai-nilai dan norma setempat. Sedangkan untuk memberikan gambaran mengenai kemampuan dan keterampilan yang diperlukan di sektor tertentu lebih mengarah pada muatan lokal yang bersifat keterampilan atau psikomotor, sedangkan Pendidikan Budi Pekerti lebih mengedepankan aspek afektif. 3.

Faktor –Faktor yang Menghambat Pengembangan Program Muatan Lokal Pendidikan Budi Pekerti pada Sekolah-Sekolah di Kabupaten Kediri Faktor internal terkait dana adalah masalah yang menyangkut pembiayaan

pengembangan. Sebagai muatan lokal yang benar-benar baru dan belum pernah dikembangkan sebelumnya, maka dibutuhkan dana untuk pembiayaan pengembangan. Seperti penyusunan materi dan penerbitan buku pedoman yang dapat digunakan oleh guru dan siswa sebagai bahan ajar. Kurangnya Sumber Daya Manusia yang dapat mengajar Pendidikan Budi Pekerti Pekerti disebabkan

16

tidak tersedianya lulusan Program Studi Pendidikan Budi Pekerti di Perguruan Tinggi dan masalah sertifikasi guru. Adapun faktor eksternal yang menghambat pengembangan Pendidikan Budi Pekerti adalah kurangnya dukungan dari orang tua, lingkungan tempat tinggal siswa dan pengaruh negatif media. Program pengembangan Pendidikan Budi Pekerti sebagai Muatan Lokal belum bisa berjalan sesuai dengan target yang diharapakan di awal selama tidak ada dukungan dari berbagai pihak terkait, termasuk dari lingkungan kaluarga dan media. 4.

Upaya yang Dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk Mengatasi Hambatan dalam Pengembangan Program Muatan Lokal Pendidikan Budi Pekerti pada Sekolah-Sekolah di Kabupaten Kediri Upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengatasi hambatan

dalam pengembangan program muatan lokal Pendidikan Budi Pekerti pada sekolah-sekolah di Kabupaten Kediri yaitu, faktor internal yang terdiri dari dana untuk pengembangan yang diatasi dengan mengintensifkan dana yang ada seoptimal mungkin, serta kurangnya kompetensi guru yang mengajar Pendidikan Budi Pekerti yang diatasi dengan mengadakan workshop dan mengintensifkan MGMP, sedangkan untuk faktor eksternal,yang terdiri dari kurangnya dukungan dari orang tua siswa serta pengaruh media diatasi secara tidak langsung dengan pendekatan secara persuasif dari sekolah. KESIMPULAN DAN SARAN Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan bab-bab sebelumnya adalah:

17

1.

Muatan lokal yang berkaitan dengan Pendidikan Budi Pekerti yang

dikembangkan di Kabupaten Kediri meliputi Pendidikan Budi Pekerti, Pendidikan Bahasa Jawa, serta muatan lokal lain sesuai sekolah. 2.

Pemerintah daerah berperan memberikan informasi potensi daerah dan

memberikan sumbangan pemikiran, pertimbangan, dan tenaga dalam menentukan prioritas muatan lokal sesuai dengan nilai-nilai dan norma setempat dalam pengembangan Muatan Lokal Pendidikan Budi Pekerti. 3.

Hambatan yang ditemui dalam pengembangan muatan lokal Pendidikan

Budi Pekerti meliputi hambatan dari dalam dan dari luar 4.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengatasi hambatan

dalam pengembangan program muatan lokal Pendidikan Budi Pekerti pada sekolah-sekolah di Kabupaten Kediri yaitu, faktor internal yang terdiri dari dana untuk pengembangan yang diatasi dengan mengintensifkan dana yang ada seoptimal mungkin, serta kurangnya kompetensi guru yang mengajar Pendidikan Budi Pekerti yang diatasi dengan mengadakan workshop dan mengintensifkan MGMP, sedangkan untuk faktor eksternal,yang terdiri dari kurangnya dukungan dari orang tua siswa serta pengaruh media diatasi secara tidak langsung dengan pendekatan secara persuasif dari sekolah. Di antara saran yang dapat diberikan dari permasalahan peran pemerintah dalam mengembangkan program Muatan Lokal Pendidikan Budi Pekerti di sekolah di Kabupaten Kediri adalah: 1. Bagi Pemerintah Kabupaten Kediri, pelaksanaan kebijakan Pendidikan Budi Pekerti sebagai Muatan Lokal sebaiknya perlu dievaluasi supaya tidak sekedar menjadi media penyampaian informasi dari guru ke siswa, melainkan

18

menjadi wahana penanaman nilai- nilai moral yang baik bagi siswa dan sebaiknya Pemerintah Daerah Kabupaten Kediri perlu menghimbau pada masyarakat luas bahwa Pendidikan Budi Pekerti juga perlu diberikan di lingkungan keluarga ehingga proses internalisasi nilai moral lebih bisa optimal; 2. Bagi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dan tim pengembang materi dan evaluasi, sebaiknya dikembangkan pula penilaian kepribadian yang berbasis pada self assesment karena penilaian secara klasikal belum dapat mengetahui adanya perubahan sikap dan perilaku pada diri siswa; 3. Bagi sekolah, sebaiknya membangun kerja sama dengan orang tua siswa supaya Pendidikan Budi Pekerti bisa lebih optimal; 4). Bagi semua pihak yang terlibat dalam pengembangan Muatan Lokal Pendidikan Budi Pekerti di Kabupaten Kediri sebaiknya saling bekerja sama untuk lebih mengembangkan Pendidikan Budi Pekerti supaya benar-benar menjadi wahana pendidikan moral yang dapat membawa perubahan positif pada diri siswa. DAFTAR RUJUKAN Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik Indonesia. Yogyakarta : Pusat Pengembangan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. BSNP. 2006. Model Mata Pelajaran Muatan Local. Jakarta : Departemen Pendidikan Nsional BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta : Departemen Pendidikan Nsional Budiningsih, C Asri. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta : PT Rineka Cipta Halim, Abdul. 2002. Akuntansi Keuangan Daerah Edisi 3. Jakarta : Penerbit Salemba Empat Haricahyono, Cheppy. 1995. Dimensi –Dimensi Pendidikan Moral. Semarang :

19

IKIP Semarang Press. Rochmadi, Nur Wahyu. 2002.Dasar & Konsep Pendidikan Moral. Malang : Rineka Cipta Soekanto, Soerjono. 2004. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Sumaatmadja, Nursid. 2002. Pendidikan Pemanusian Manusia Manusiawi. Bandung: Alfabeta Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah , Edisi kelima. Malang : UM Press Internet : Iskandar.2007. Apa itu Budi Pekerti?, (online), (http://guru-iskandar.blogspot.com/2007/10/apa-itu-budi-pekerti.html, diakses pada 29 Januari 2012. Muhtadi, Ali. 2004. Strategi untuk Mengimplementasikan Pendidikan Budi Pekerti Secara Efektif di Sekolah, (online), (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132280878/15.%20Strategi%20u ntuk%20mengimplementasikan%20Pendidikan%20Budi%20Pekerti%20 secara%20efektif%20di%20sekolah.pdf , diakses pada 9 Januari 2012) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (online), (http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf, diakses pada 18 Februari 2012) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 2000. (online), (http://www.bappenas.go.id/node/123/19/uu-no-32-tahun-2004-tentangpemerintahan-daerah-/, diakses pada 18 Februari 2012)