Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba yang sangat .....
telah berhasil mengurangi dampak buruk dan menghasilkan efek positif dalam.
PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PEREDARAN NARKOTIKA DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
ROLE OF BODY NARCOTIC NATIONAL PROVINSI N PREVENTION AND COUNTERMEASURES CIRCULATION NARCOTIC IN PROVINSI SOUTH SULAWESI
¹Heldy Chandra, ²Noer Bahry Noor, ³Muhammad Syafar
¹Proram Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin ²Bagian Manajemen Rumah Sakit Universitas Hasanuddin ³Bagian PKIP Universitas Hasanuddin
Alamat Koresponden: Permuahan Citra Land Blok CU2 No. 9 Manado Hp. 081356652030 Email:
[email protected]
Abstrak Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis gambaran secara mendalam tentang implementasi peranan Badan Narkotika dalam rangka pencegahan dan penanggulangan peredaran narkotika di Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penentuan informan berdasarkan purposive sampling yaitu menetapkan informan berdasarkan kriteria. Informan dalam penelitian ini adalah orang yang terkait dalam penyelenggaraan tugas di BNNP Sul-Sel serta bersedia untuk diwawancarai. Jumlah informan sebanyak 5 orang yakni Kasubag perencanaan, Kepala bidang pencegahan, Kepala bidang pemberdayaan masyarakat, Kepala seksi advokasi, dan Kepala seksi peran serta masyarakat. Peranan BNNP Sul-Sel dalam input (SDM, dana/anggaran, fasilitas dan SOP) belum maksimal. Di mana ketersediaan SDM yang masih dirasakan tidak cukup, dana atau anggaran yang tidak mencukupi kebutuhan program, fasilitas yang masih tahap pengembangan seperti laboratorium, alat tes urine serta pelaksanaan program belum maksimal sesuai dengan SOP dalam melaksanakan program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di Provinsi Sulawesi Selatan. Peranan BNNP Sul-Sel dalam Proses (sosialisasi, pelatihan, laboratorium, advokasi) P4GN di Provinsi Sulawesi Selatan di mana bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh BNNP adalah penyuluhan dan pelatihan kader untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan peran serta masyarakat, upaya advokasi yang dilakukan oleh seksi advokasi adalah menawarkan program kepada institusi, serta melakukan. Peranan BNNP Sul-Sel dalam output (aturan/kebijakan, kesadaran masyarakat, rehabilitasi dan kemitraan) P4GN di Provinsi Sulawesi Selatan di mana kebijakan atau aturan yang sudah cukup baik namun pelaksanaan dalam penegakan hukum masih perlu ditingkatkan, upaya rehabilitasi yang dilakukan oleh BNNP adalah melakukan pendampingan pada saat pasien atau pecandu pemulihan di panti rehabilitasi, kerjasama telah dilakukan dengan kepolisian, BKKBN, kator wilayah Agama, perguruan Tinggi dan institusi lain guna memerangi penyalahgunaan narkoba. Kata Kunci: Badan Narkotika, Pencegahan dan Penaggulangan
Abstract Narcotic is Subtance vitamin or drug coming from crop or non crop, good of sintetis and also is semi of sintetis able to cause degradation or change awareness, loss of feeling pain in bone and can generate depended. The purpose of this study is to analyze in depth overview of the implementation of the National Narcotics role in the prevention and control of drug trafficking in the province of South Sulawesi . This study uses qualitative methods . Determination of informants based on purposive sampling based on criteria set informants . Informants in this study were involved in the implementation of tasks in BNNP Sulawesi and willing to be interviewed . Number of informants as many as 5 people namely Head of Planning , Head of prevention , head of community empowerment , advocacy section chief and section chief of community participation .Sulawesi BNNP role in the inputs ( human resources, funding / budget , facilities and SOP ) is not maximized . Where the availability of human resources is still felt not enough , fund or budget does not provide for the program , which is still under development facilities such as laboratories , urine test tool and the implementation of the program in accordance with the SOP is not maximized in implementing the Prevention and Combating Abuse and Illicit Drugs ( P4GN ) in the province of South Sulawesi . Sulawesi BNNP role in the process ( socialization , training , laboratory , advocacy ) P4GN in South Sulawesi province in which the form of socialization by BNNP is education and training of cadres to improve public education and community participation , advocacy efforts undertaken by the advocacy section program is offered to institutions , as well as perform . Sulawesi BNNP role in output ( rules / policy , public awareness , rehabilitation and partnerships ) P4GN in South Sulawesi province in which policy or rule that has been pretty good , but the implementation of the rule of law still needs to be improved , rehabilitation efforts undertaken by BNNP is doing assistance at the time of recovery of the patient or addict in rehab , has been done with the cooperation of the police , BKKBN , kator territory Religion , High universities and other institutions in order to combat drug abuse . Keyword: Body Narcotic, Preventive and Countermeasures.
PENDAHULUAN Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan Undang-Undang No. 35 tahun 2009.
Perkembangan
mengkhawatirkan
penyalahgunaan
mendorong
dan
pemerintah
peredaran
melakukan
gelap
Narkoba
berbagai
upaya
yang
sangat
dalam
rangka
menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di tanah air. Penanggulangan permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dilakukan dengan memperkuat kelembagaan BNN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penguatan kelembagaan dimaksud adalah pengembangan kelembagaan BNN menjadi instansi vertikal sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota dengan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam mengatasi maraknya peredaran narkotika serta penyalahgunaan narkotika dan menghukum secara tegas terhadap pengedar maupun penyalahgunaan narkotika adalah dengan diundangkanya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menggantikan dua undang-undang sebelumnya yakni UndangUndang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan UndangUndang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, sudah dinyatakan tidak berlaku lagi atau sudah dicabut melalui Pasal 153 dan 155 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tertanggal 12 Oktober 2009. Tentu saja terhadap seorang pelaku tindak pidana Narkotika dan Psikotropika mulai dari penangkapan sampai dengan penjatuhan sanksi, tidak lagi berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, melainkan sebagai dasar hukum yang dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Salah satu perbedaan yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut dinyatakan bahwa sabu-sabu bukan lagi disebut psikotropika. Sabu-sabu sudah dimasukkan ke dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 sebagai Narkotika golongan I. Selain itu, golongan I dan golongan 11 pada Undang-Undang Nomor 5 Tahim 1997 tentang Psikotropika semuanya sudah dimasukkan ke dalam daftar golongan I dalam UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin diperketatnya hukum
dalam pengaturan sanksi terhadap bagi siapa saja yang menyalahgunakan Narkotika maupun Psikotropika baik sanksi pidana maupun sanksi denda. Sebagai dasar hukum dinyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika sudah tidak berlaku lagi adalah merujuk kepada Pasal 153 dan Pasal 155 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (selanjutnya dalam penelitian ini disebut Undang-Undang Narkotika yang Baru), yaitu, Dengan berlakunya Undang-Undang ini: Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698); dan Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dalam pemberantasan dan pemberian hukuman yang berat terhadap pengedar merupakan salah satu altematif yang baik dalam menanggulangi maraknya peredaran barang-barang terlarang (narkotika). Pemberian sanksi yang berat ini dimaksudkan agar pengedar itu benar-benar jera, bahkan kalau perlu dilakukan hukuman mati agar para pengedar yang belum tertangkap akan jera untuk menyalahgunakan narkotika. Di samping diperkuat dengan Undang-Undang dan peraturan pemerintah dan Peraturan Presiden, untuk melibatkan seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan program P4GN, diperkuat dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional di Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (Jakstranas P4GN) Tahun 2011 – 2015. Sekitar 230 juta orang dari seluruh dunia atau sekitar 5% dari populasi dunia diperkirakan telah menyalahgunakan narkoba minimal sekali menurut data dunia pada 2010. Tahun 2011 terus merangkak naik padahal berbagai upaya telah dilakukan dari pemberantasan terhadap pelaku, pengedar, maupun produsennya (UNODC, 2012). Angka prevalensi penyalahguna narkoba nasional berdasarkan umur 10-59 tahun sebesar 1,99% dari penduduk Indonesia (3,6 juta orang) dan pada tahun 2015 akan mengalami kenaikan menjadi 2,8% (5,1 juta orang). Sedangkan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di Sulawesi Selatan pada tahun 2008 sebesar 1,80% (103.849 orang) dan meningkat menjadi 2,04% (121.773
orang) pada tahun 2010, bahkan diperkirakan meningkat menjadi 2,08% (125.730 orang) pada akhir tahun 2011. Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya terapi dan rehabilitasi sering tidak disadari, kecuali mereka yang berminat pada penanggulangan NAPZA. Hasil penelitian Saptomo (2008) bahwa faktor pengawasan dari aparat pemerintah dipandang masih kurang, bahkan oknum aparat sendiri juga memberi kelonggaran seperti perilaku melibatkan diri ke arah penyalahgunaan narkoba.
Selain itu, pendanaan juga merupakan faktor input dalam upaya
P4GN. Suharsimi, (2002) menyatakan bahwa dengan kurangnya anggara akan menghambat pelaksanaan P4GN serta meningkatkan peran serta masyarakat. Sedangkan proses dalam P4GN adalah pelaksanaan sosialisasi, pelatihan dan advokasi. Hasil penelitian Herry Suprapto, (2008) bahwa strategi komunikasi Badan Narkotika Provinsi DKI Jakarta dalam mensosialisasikan kesadaran anti narkoba menggunakan dua cara yaitu penyuluhan dan strategi komunikasi menggunakan media cetak (majalah, stiker dan leaflet). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan BNN dalam input-proses-output Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di Provinsi Sulawesi Selatan.
METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu menurut
Ridjal (Bungin 2001)
Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif bertujuan untuk mengeksplorasi dan mencari penjelasan realita. Sedangkan menurut Muhadjir (1996) Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mengarah penelitian proses dan biasanya membatasi pada satu kasus. Oleh karena itu dalam penelitian ini difokuskan pada bagaimana proses implementasi peranan Badan Narkotika Provinsi Sulawesi Selatan dalam rangka pencegaahan,penanggulangan,peredaran gelap narkotika. Jenis Dan Cara Pengambilan Data Data kualitatif adalah data berupa penilaian responden mengenai pelaksanaan program BNP yang di peroleh melalui wawancara yang mendalam. Sumber data yang di kumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Teknik Analisis Data Analisis data dimulai sejak dilapangan pada setiap akhir wawancara dengan makdud untuk menemukan makna yang mendalam dan mengecek kelengkapan informasi yang memperkuat makna dalam menjawab tujuan penelitian. Analisis pada tahap berikutnya dilakukan setelah kegiatan lapangan. Analisis data dimulai dengan mengumpulkan dan memilah-milah data untuk dikelompokkan/diklakisifikasikan dan dianalisis dengan pendekatan content Analisis.
HASIL Peran Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) dalam P4GN Berdasarkan hasil penelitian didapatkan informasi yang berperan dalam upaya pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN). Indikator input .adalah unsur masukan sumber daya (SDM, dana, fasilitas, SOP) yang mendukung program pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN). Bidang Pencegahan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan teknis P4GN tentang pencegahan dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh dua seksi, yaitu Seksi Diseminasi Informasi dan Seksi Advokasi. Sejak bulan Mei sampai dengan Desember 2011. Sedangkan Bidang Pemberantasan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan teknis P4GN tentang pemberantasan di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu 1)Dalam
melaksanakan
tugas
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18, Bidang Pemberantasan menyelenggarakan fungsi, 2) Pelaksanaan kegiatan intelijen berbasis teknologi dalam wilayah Provinsi, 3) Pelaksanaan penyidikan, penindakan, dan pengejaran dalam rangka pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol dalam wilayah Provinsi, 4) Pelaksanaan pengawasan tahanan, barang bukti, dan aset dalam wilayah Provinsi, 5) Pelaksanaan bimbingan teknis P4GN di bidang pemberantasan melalui intelijen dan interdiksi kepada Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota. Dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh tiga seksi, yaitu Seksi Intelijen, Seksi Penyidikan, Penindakan dan Pengejaran, serta Seksi Pengawasan Tahanan, Barang Bukti dan Aset. Jumlah pegawai pada Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulawesi Selatan sampaii November 2011 sebanyak 35 orang, satu orang eselon II, dua orang eselon III (masih kosong 2 eselon III), dan 7 orang eselon IV (masih kosong 3 eselon IV), serta 26 orang staf. Berdasarkan tingkat pendidikannya, tenaga BNNP Sulawesi Selatan memiliki
S2 (4 orang), S1(19 orang), D3(1 orang), dan SLTA (9 orang). Secara umum informan menjelaskan bahwa anggara untuk pelaksanaan program P4GN belum memadai. Hal tersebut diakui oleh kepala bagian perencanaan bahwa BNNP Sul-Sel kategori lembaga baru. Bidang pemberdayaan Masyarakat juga menambahkan bahwa fasilitas yang sangat diperlukan untuk menunjang program P4GN belum memadai. Misalnya tes urine belum memadai karena banyaknya permintaan dari institusi maupun lembaga pemerintah untuk melakukan tes urine terhadap anggota di lingkup institusi/lembaganya. Berdasarkan telaah kepustakaan bahwa maka Pelaksanaan program P4GN di lwilayah Sulawesi Selatan berdasarkan keputusan
kepala
Badan
Narkotika
Nasional Provinsi
Sulawesi
Selatan
Nomor
:
KEP/06/X/2011/BNNP tentang Tugas dan Fungsi Bdan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Selatan. Upaya yang dilakukan dalam upaya pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN) adalah dengan menanamkan pengetahuan, pemahaman akan bahaya narkoba pada masyarakat yang dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari penyuluhan, iklan melalui media cetak dan elektronik, seminar, dan pelatihan Kader Anti Narkoba. Khusus untuk bidang pemberdayaan masyarakat menambahkan bahwa sebelum melakukan penyuluhan maka tugasnya adalah melakukan tes urine kepada seluruh peserta penyuluhan. Rencana strategis BNNP Sul-Sel 2011-2014 bahwa sasaran dalam P4GN adalah meningkatnya pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran siswa, mahasiswa, pekerja, keluarga, dan masyarakat rentan/resiko tinggi terhadap bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Pelatihan kader ditujukan untuk menjadikan pencegahan narkoba sebagai sebuah kerjasama yang melibatkan banyak pihak khususnya masyarakat. Untuk tenaga BNNP, biasanya dilakukan pendidikan dan latihan (diklat) di kantor pusta BNN untuk meningkatkan kompetensi tenaga. Kepala
bagian pencegahan
menyatakan bahwa dilakukan pemerikasan urine dan dilakukan pula pre test dan post test sebelum melaksanakan penyuluhan. Adapun Kebijakan nasional P4GN yaitu menjadikan masyarakat imun terhadap penyalahgunaan Narkotika, menyembuhkan korban penyalahgunaan Narkotika melalui proram terapi dan rehabilitasi dan terus menerus memberantas jaringan sindikat Narkotika. Informan menyatakan bahwa penerimaan masyarakat terhadap upaya P4GN dari BNNP SulSel seperti respon positif dan juga respon yang kurang bagus. Kepala bagian perencanaan menambahkan bahwa ada kesalahan berjenjang dalam menyampaikan informasi. Menurutnya, informasi yang disampaikan tidak informatif seperti gambaran yang diberikan
adalah “jauhi narkoba”. Informasi jauhi narkoba justru mengundang reaksi untuk coba-coba karena informasi yang diberikan kurang jelas. Informasi yang diperoleh seputar rehabilitasi yang dilakukan oleh BNNP adalah melakukan pendampingan pada saat pasien atau pecandu pemulihan di panti rehabilitasi. Data BNNP Sul-Sel (2011) menunjukkan bahwa di Sulawesi Selatan , penyalahguna narkoba yang dilayani di tempat terapi rehabilitasi 58 orang yang terdiri dari 55 laki-laki (94,82%) dan 3 perempuan (5,17%). Ini jauh berbeda dengan angka penyalahguna narkoba di Sulawesi Selatan (2011) yang prevalensinya mencapai 125,730 (3,09%).
PEMBAHASAN Pada penelitian ini terlihat bahwa Indikator input .adalah unsur masukan sumber daya (sdm, dana, fasilitas, SOP) yang mendukung program pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN). Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulawesi Selatan masih terbatas jumlah tenaga yang dimiliki misalnya bidang pencegahan hanya memiliki 9 orang yang seharusnya 35 orang, itupun sebagian adalah tenaga atau pegawai yang diperbantukan. Sehinggga mengoptimalisasikan jumlah tenaga yang ada dalam melaksanakan program P4GN, meskipun diakui bahwa masih banyak daerah yang belum tersentuh. Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya terapi dan rehabilitasi sering tidak disadari, kecuali mereka yang berminat pada penanggulangan NAPZA. Hasil penelitian Saptomo (2008) bahwa faktor pengawasan dari aparat pemerintah dipandang masih kurang, bahkan oknum aparat sendiri juga memberi kelonggaran seperti perilaku melibatkan diri ke arah penyalahgunaan narkoba. Kejahatan narkotika dan obat-obatan terlarang pada masa sekarang telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan modus operandi yang tinggi dan teknologi yang canggih, aparat penegak hukum diharapkan mampu mencegah dan menanggulangi kejahatan tersebut guna meningkatkan moralitas dan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, khususnya bagi generasi penerus bangsa. Di antara aparat penegak hukum yang juga mempunyai peran penting terhadap adanya kasus tindak pidana narkotika ialah Badan Narkotika Nasional (BNN), yang diharapkan mampu membantu proses penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika (Kaligis, 2002). Secara umum informan menjelaskan bahwa anggaran untuk pelaksanaan
program P4GN belum memadai. Hal tersebut diakui oleh kepala bagian perencanaan bahwa BNNP Sul-Sel kategori lembaga baru. Kepala bagian pencegahan mengungkapkan bahwa anggara untuk P4GN lebih sedikit dibandingkan dari apa yang dilakukan oleh bandar narkotika. Sehingga terkendala dalam memerangii penyalahgunaan narkoba. Kepala seksi Advokasi menyambahkan informasi bahwa butuh anggaran yang banyak guna melakukan P4GN. Ditambahkan juga bahwa sebagian kecil masyarakat yang tersentuh program P4GN. Untuk melaksanakan secara komprehensif diperlukan dana yang banyak. Jadi berbanding terbalik dengan program dengan dana yang ada. Sejalan dengan hasil penelitian M. Wresniwiro (2002), bahwa kurangnya dana program P4GN akan meningkatkan angka penyalahgunaan narkoba. Dengan kurangnya anggara akan menghambat pelaksanaan P4GN serta meningkatkan peran serta masyarakat. BNNP baru punya anggara tahun 2011 jadi untuk meningkatkan sarana dan prasarana diperlukan tahapan atau secara perlahan (step by step). Agar aparat penegak hukum dapat melaksanakan tugasnya secara efesien, efektif, dan profesional, maka harus didukung oleh sistem manajemen, sarana dan fasilitas yang memadai, terutama yang menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) penegak hukum (Taufik dkk., 2003). Bidang pemberdayaan Masyarakat juga menambahkan bahwa fasilitas yang sangat diperlukan untuk menunjang program P4GN belum memadai. Misalnya tes urine belum memadai karena banyaknya permintaan dari institusi maupun lembaga pemerintah untuk melakukan tes urine terhadap anggota di lingkup institusi/lembaganya. Berdasarkan telaah kepustakaan bahwa maka Pelaksanaan program P4GN di lwilayah Sulawesi Selatan berdasarkan keputusan kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Selatan Nomor : KEP/06/X/2011/BNNP tentang Tugas dan Fungsi Bdan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Selatan. Upaya yang dilakukan dalam upaya pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN) adalah dengan menanamkan pengetahuan, pemahaman akan bahaya narkoba pada masyarakat yang dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari penyuluhan, iklan melalui media cetak dan elektronik, seminar, dan pelatihan Kader Anti Narkoba. Hasil penelitian Sudjono D., (1976) bahwa strategi Komunikasi yang senantiasa dilakukan dalam upaya meningkatkan pemahamam masyarakat seperti, penyebaran berita, Multimedia lewat video penyuluhan, Galeri Foto atau dokumentasi, Siaran pers, dan Suara Masyarakat. . Sejalan dengan hasil penelitian Soedjono Dirdosisworo, (1990) bahwa strategi komunikasi Badan Narkotika
Provinsi DKI Jakarta dalam mensosialisasikan kesadaran anti narkoba menggunakan dua cara yaitu penyuluhan dan strategi komunikasi menggunakan media cetak. Khusus untuk bidang pemberdayaan masyarakat menambahkan bahwa sebelum melakukan penyuluhan maka tugasnya adalah melakukan tes urine kepada seluruh peserta penyuluhan. Pelatihan kader ditujukan untuk menjadikan pencegahan narkoba sebagai sebuah kerjasama yang melibatkan banyak pihak khususnya masyarakat. Untuk tenaga BNNP, biasanya dilakukan pendidikan dan latihan (diklat) di kantor pusta BNN untuk meningkatkan kompetensi tenaga. Kepala bagian pencegahan menyatakan bahwa dilakukan pemerikasan urine dan dilakukan pula pretest dan postest sebelum melaksanakan penyuluhan. Seksi pencegahan bertugas membentuk kader terhadap orang yang ikut dalam test urine. Setelah pembentukan kader oleh seksi pencegahan selanjutnya oleh seksi pemberdayaan masyarakat dilakukan penyuluhan. Kepala seksi Advokasi menyatakan bahwa kader harus memiliki pengetahuan tentang pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN). Serta kader yang dilatih diharuskan melakukan kegiatan sosialisasi ke teman-temannya sendiri. Untuk itu dilakukan pemantau dengan terus menjalin komunikasi dengan pihak BNNP. Upaya advokasi yang dilakukan oleh seksi advokasi adalah menawarkan program kepada institusi untuk melakukan upaya P4GN. Sesuai dengan Tupoksi BNNP Sulawesi Selatan Nomor: KEP/06/X/2011/BNNP bahwa Seksi Advokasi dimpimpin langsung oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas melakukan penyiapan advokasi P4GN di bidang pencegahan dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan penyiapan bimbingan teknis advokasi kepada Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota. Informasi yang diperoleh mengenai bahwa belum tersedianya laboratorium di BNNP Sulawesi Selatan. Ditambahkan juga bahwa untuk pemeriksaan Laboratorium, maka spesimennya diperiksa di Forensik Brimob. Adapun Kebijakan nasional P4GN yaitu menjadikan masyarakat imun terhadap penyalahgunaan Narkotika, menyembuhkan korban penyalahguna Narkotika melalui program terapi dan rehabilitasi dan terus menerus memberantas jaringan sindikat Narkotika. Dengan kebijakan telah berhasil mengurangi dampak buruk dan menghasilkan efek positif dalam mengurangi perilaku berisiko terkait penyalahgunaan narkoba di kalangan pengguna narkoba. Penyalahgunaan NAPZA mengakibatkan terciptanya hubungan pengedar narkoba dengan korbannya sehingga terbentuk pasar gelap perdagangan NAPZA yang sangat sulit diputuskan mata rantainya. Masyarakat yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan dan kesinambungan
pembangunan terancam. Akibatnya negara mengalami kerugian karena masyarakatnya tidak produktif, kejahatan meningkat serta sarana dan prasarana yang harus disediakan untuk mengatasi masalah tersebut. Hasil penelitian Manchikanti bahwa alasan terus meningkatnya penyalahgunaan narkoba yang berlebihan adalah rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, tidak efektifnya program pemantauan resep obat serta kurangnya dana program monitoring NASPER (National All Schedules Prescription Electronic Reporting), dan pendekatan reaktif oleh berbagai lembaga. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Givaudan, bahwa untuk melakukan pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika di Mexico maka dilakukan melalui program "Yo quiero, yo puedo" (Saya ingin, saya bisa). Dengan dukungan Mentor Foundation, untuk melakukan penyuluhan, komunikasi, negosiasi dan pemecahan masalah, untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga memungkinkan semua kalangan baik, anak-anak, guru dan orang tua untuk menolak penggunaan narkoba. Intervensi integral melalui jaringan dukungan dari sekolah, rumah dan masyarakat dan mengintegrasikan pelatihan keterampilan hidup, informasi spesifik tentang pencegahan penyalahgunaan narkotika. Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi (detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi. Dari jumlah penyalahguna narkoba yang mencapai angka 3,8 juta jiwa pada tahun 2010 lalu, hanya 18 ribu di antaranya yang baru menjalani terapi rehabilitasi (Yuza, 2012). Informasi yang diperoleh seputar rehabilitasi yang dilakukan oleh BNNP adalah melakukan pendampingan pada saat pasien atau pecandu pemulihan di panti rehabilitasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerjasama telah dilakukan BNNP Sulawesi Selatan dengan kepolisian, BKKBN, kator wilayah Agama, perguruan Tinggi dan institusi lain guna memerangi penyalahgunaan narkoba. Hal tersebut didukung dengan perjanjian kerjasama nomor 111/III/Pemprov/2011. Berikut ini adalah kegiatan kerja sama yang telah dilakukan oleh BNNP
Sulawesi Selatan yaitu, kerjasama dengan Akademi Maritim Indonesia (AMI) Veteran Makassar tentang, kerja sama dengan Balai Kesehatan Kerja Masyarakat (BKKM), kerjasama dengan DIT Narkoba Polisi daerah Sul-Sel, kerja sama dengan Akademi Pariwisata (AKPAR) Negeri Makassar, kerja sama dengan POLTEKKES Kemenkes Makassar, kerja sama dengan Universitas Muslim Indonesia, kerja sama dengan Universitas Hasanuddin dalam pembebasan lingkungan kampus AMI dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, dan Kerjasama BNNP Sul-Sel dengan Bhayangkari daerah Sulawesi Selatan dan Barat tentang pemberdayaan dan peran serta Bhayangkari dalam upaya P4GN serta kerja sama dengan media Berita Kota Nusantara. Informasi ditambahkan oleh seksi diseminasi informasi bahwa pihaknya telah bekerjasama dengan media lokal seperti radio, TV dan melalui surat kabar.
KESIMPULAN DAN SARAN Peranan BNNP Sul-Sel dalam input (SDM, dana/anggaran, fasilitas dan SOP) belum maksimal. Di mana ketersediaan SDM yang masih dirasakan tidak cukup, dana atau anggaran yang tidak mencukupi kebutuhan program, fasilitas yang masih tahap pengembangan seperti laboratorium, alat tes urine serta pelaksanaan program belum maksimal sesuai dengan SOP dalam melaksanakan program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di Provinsi Sulawesi Selatan. Kepada Badan Narkotika Nasional agar terus meningkatkan sumber daya baik manusia, sarana maupun anggaran guna menunjang program P4GN dan Kepada aparat penegak hukum untuk memberantas peredaran gelap narkotika dengan seberat-beratnya yang dapat memberika efek jerah.
DAFTAR PUSTAKA Badan Narkotika Negara Republik Indonesia, (2005). Materi Advokasi Pencegahan Narkoba Buletin BNN january 2010 s/d december 2010. Bungin Burhan, (2001). Metodelogi Penelitian Kualitatif, Jakarta, Rajawali. 2001. Herry Suprapto (2008), Pengembangan Sistem Informasi Program Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) berbasis web untuk mendukung koordinasi di Badan Narkotika Provinsi (BNP) Jawa Tengah. Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang 2008 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun (2011). tentang pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba tahun 2011-2015. Kaligis, O.C., dkk. (2002). Narkoba dan Peradilannya di Indonesia, Reformasi Hukum Pidana Melaluii Perundangan dan Peradilan. Bandung: Alumni 2002 M. Wresniwiro (2002), Masalah Narkotika Dan Obat Berbahaya, Yayasan Mitra Bintibmas, Jakarta, Muhajir, H.N. (1996). Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi II, Rake Sarasin, Yogyakarta. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional No. 03 Tahun 2010 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 17 Tahun (2012). tentang Standar Prosedur Operasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) dan Psikotropika di Sektor Transportasi. Saptomo, A., (2008), Upaya Kultural Kepolisian Dalam Penanngulangan Penyalahgunaan Narkoba di Kota Madya Padang Sumatera Barat. Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu Vol. 1 No. 1 September 2008 : 1-11 Soedjono Dirdosisworo, (1990). Hukum Narkotika Indonesia, PT Citra Aditya, Bandung, Sudjono D., (1976). Kriminalistik Dan Ilmu Forensik, Pengantar Sederhana Tentang Teknik Dalam Pendidikan Kejahatan, PT Tribinasa Karya, Bandung, Suharsimi Arikunto (2002), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, Taufik Moh. Makarao, Suhasril, H. Moh. Zakky, A.S (2003). Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Jakarta, Widjaja, A.W. 2002. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Cetakan Keempat, Bumi Aksara, Jakarta. Yuza, Tayusani. (2012). Mengupas Peranan BNN Upaya Menanggulangi Narkoba. Opini blogdetik.com, Tags: Badan Narkotika Nasional, (Online), (diakses 10 Juli 2013, http://galau.blogdetik.com/2012/02/02/mengupas-peranan-bnn-dalam-upayamenanggulangi-narkoba/#.Ud9oYTsVNEI).