Peraturan Walikota Depok Nomor 14 Tahun 2013 Tentang Tentang ...

16 downloads 346 Views 352KB Size Report
RENCANA TAPAK (SITE PLAN). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. WALIKOTA DEPOK,. Menimbang : a. bahwa dengan pesatnya pembangunan.
BERITA DAERAH KOTA DEPOK

NOMOR 14

TAHUN 2013 PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN IZIN PEMANFAATAN RUANG DAN RENCANA TAPAK (SITE PLAN) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK, Menimbang

: a. bahwa

dengan

pesatnya

pembangunan

fisik,

menumbuhkan konsekuensi bagi Pemerintah Kota Depok untuk mengendalikan, menata dan mengembangkan secara tertib, terarah dan terpadu; b. bahwa untuk pengendalian, penataan, penertiban tata ruang termasuk didalamnya pendirian bangunan perlu adanya ketentuan

yang

mengatur

sehingga

perkembangan

pembangunan di wilayah Kota Depok sejalan dengan nilai– nilai keindahan dan ketertiban; c. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 15 Tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan Ruang, maka perlu dijabarkan Tata cara Pengajuan Izin Pemanfaatan Ruang dan Rencana Tapak (Site Plan); d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan

Walikota

tentang

Tata

Cara

Pengajuan

Izin Pemanfaatan Ruang Dan Rencana Tapak (Site Plan);

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor

104,

Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Nomor 2043); 2.

Undang-Undang

Nomor

51

PRP

Tahun

1960

tentang

Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia

Tahun 1960 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2106); 3.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214);

4.

Undang-Undang

Nomor

15

Tahun

1999

tentang

Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828); 5.

Undang-Undang

Nomor

28

Penyelenggaraan

Negara

yang

Tahun Bersih

1999 dan

tentang

bebas

dari

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 6.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor

134,

Tambahan

Indonesia Nomor 4247);

2

Lembaran

Negara

Republik

7.

Undang-Undang

Nomor

32

Tahun

2004

tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia

Nomor

4437)

sebagaimana

telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Undang-Undang

Nomor

32

Perubahan kedua atas Tahun

2004

tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 8.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

9.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

10.

Undang-Undang Perlindungan (Lembaran Nomor

Nomor dan

Negara

140,

32

Tahun

Pengelolaan Republik

Tambahan

2009

tentang

Lingkungan

Indonesia

Lembaran

Hidup

Tahun

Negara

2009

Republik

Indonesia Nomor 5059); 11.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);

3

12.

Undang-Undang Pembentukan

Nomor

Tahun

2011

tentang

Peraturan Perundang-undangan (Lembaran

Negara Republik Tambahan

12

Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia

Nomor 5234); 13.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor

, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 14.

);

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);

15.

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan

Pelaksanaan

Undang-Undang

Nomor

28

Tahun 2002 tentang Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532); 16.

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman

Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan

Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 17.

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan

Pemerintahan

antara

Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

4

18.

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

19.

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan

Penataan

Ruang

(Lembaran

Negara

Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 20.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia

Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285); 21.

Peraturan

Presiden

Penataan

dan

Nomor

112

Pembinaan

Tahun

Pasar

2007

tentang

Tradisional,

Pusat

Perbelanjaan dan Toko Modern; 22.

Keputusan

Presiden

Nomor

41

Tahun

1996

tentang

Kawasan Industri; 23.

Keputusan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kawasan Jakarta, Bogor,

Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur; 24.

Peraturan Menteri Agraria /Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi;

25.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 09 Tahun 2009 tentang

Penyerahan

Prasarana,

Sarana

dan

Utilitas

Perumahan dan Permukiman di Daerah; 26.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;

5

2009

27.

Peraturan Nasional

Menteri Nomor

2

Agraria/Kepala Tahun

2011

Badan

Pertanahan

tentang

Pedoman

Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam

penerbitan Izin

Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah; 28.

Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 03 Tahun 2006 tentang

Bangunan

dan

Izin

Mendirikan

Bangunan

(Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2006 Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah Kota Depok Nomor 58); 29.

Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 07 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Wajib dan Pilihan yang menjadi Kewenangan

Pemerintah Kota Depok (Lembaran

Daerah Kota Depok Tahun 2008 Nomor 07); 30.

Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 03 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perizinan dan Pendaftaran Usaha Bidang Perindustrian dan Perdagangan (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2011 Nomor 03);

31.

Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 04 Tahun 2011 tentang Izin Pembuangan dan Pemanfaatan Air Limbah (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2011 Nomor 04);

32.

Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 08 Tahun 2008 tentang

Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran

Daerah

Kota Depok Tahun 2008 Nomor 08) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 19 Tahun 2012 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 08 Tahun

2008

tentang

Organisasi

Perangkat

Daerah

(Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2012 Nomor 19);

6

33.

Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 15 Tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan Ruang (Lembaran

Daerah Kota

Depok Tahun 2011 Nomor 15); 34.

Peraturan Walikota Depok Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pengolahan Air Limbah Domestik (Berita Daerah Kota Depok Tahun 2012 Nomor 17);

35.

Peraturan Walikota Depok Nomor 35 Tahun 2012 tentang Zonasi Pendirian Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2012 Nomor 35); MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

PERATURAN WALIKOTA TENTANG TATA CARA PENGAJUAN IZIN

PEMANFAATAN

RUANG

DAN

RENCANA

TAPAK

(SITE PLAN). BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan : 1.

Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Depok sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

2.

Kota adalah Kota Depok.

3.

Walikota adalah Walikota Depok.

4.

Dinas Tata Ruang dan Permukiman adalah Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kota Depok.

5.

BPMP2T adalah Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Depok.

7

6.

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

7.

Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional yang telah ditetapkan.

8.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota yang selanjutnya disebut RTRW Kota adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah kota yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah.

9.

Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disebut RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kota.

10. Rencana tapak atau yang bisa disebut site plan adalah hasil perencanaan terhadap lahan yang dimohonkan dan berisi pengaturan ruang yang akan menampung aktivitas kegiatan yang diusulkan. 11. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area

memanjang/jalur

dan/atau

mengelompok,

yang

penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. 12. Pemanfaatan

ruang

adalah

upaya

untuk

mewujudkan

struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang

melalui

penyusunan

dan

pelaksanaan

program

beserta pembiayaannya. 13. Pengendalian

pemanfaatan

ruang

adalah

upaya

untuk

mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

8

14. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha, dan lembaga

atau

suatu

kegiatannya dibidang bangunan,

organisasi

termasuk

yang

masyarakat

hukum adat dan masyarakat ahli yang berkepentingan dengan penyelenggaraan bangunan. 15. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi dana

pensiun,

persekutuan,

perkumpulan,

yayasan,

organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 16. Badan Hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh Warga

Negara

Indonesia

yang

kegiatannya

dibidang

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. 17. Pemohon adalah perseorangan dan/atau badan hukum. 18. Perseorangan adalah yang berkaitan dengan orang secara pribadi. 19. Perusahaan adalah badan hukum yang telah memperoleh izin untuk melakukan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 20. Izin

Lokasi

adalah

perizinan

yang

terkait

dengan

pemanfaatan ruang yang diberikan kepada perseorangan, perusahaan atau badan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka

penanaman modal yang berlaku

pula sebagai izin pemindahan hak dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya.

9

21. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan hukum untuk menggunakan tanah dengan luas tertentu yang dimaksudkan Rencana

Tata

agar

penggunaan

Ruang

atau

tanah

sesuai

setidak-tidaknya

dengan tercapai

keserasian dan optimasi pemanfaatan ruang. 22. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah

suatu

ijin

untuk

mendirikan,

memperbaiki,

mengubah atau merenovasi suatu bangunan termasuk ijin bagi bangunan yang sudah berdiri yang dikeluarkan oleh Walikota. 23. Kawasan

adalah

wilayah

yang

batasnya

ditentukan

berdasarkan lingkup pengamatan fungsi tertentu. 24. Kawasan Perdagangan dan Jasa adalah kawasan yang diperuntukkan termasuk

untuk

kegiatan

pergudangan,

mendatangkan

perdagangan

yang

keuntungan

dan

diharapkan

bagi

jasa,

mampu

pemiliknya

dan

memberikan nilai tambah pada satu kawasan perkotaan. 25. Kawasan

Peruntukan

pemusatan

kegiatan

Industri adalah industri

yang

kawasan

dilengkapi

tempat dengan

prasarana dan sarana penunjang. Kawasan peruntukan industri meliputi industri kecil/mikro, industri menengah dan industri besar. 26. Kawasan Permukiman adalah kawasan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan

yang

mendukung

bagi

peri

kehidupan

dan

penghidupan. 27. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas.

10

28. Pengembang

perumahan

pengembang

adalah

yang

selanjutnya

disebut

berbadan

hukum

lembaga

penyelenggara pembangunan perumahan dan permukiman. 29. Persil adalah sebidang tanah yang diatasnya tidak terdapat bangunan atau terdapat bangunan sebagai tempat tinggal atau tempat kegiatan lainnya milik pribadi atau Badan termasuk parit, selokan, pagar, riol dan lain sebagainya; 30. Jalan adalah jalur yang direncanakan atau digunakan untuk lalu lintas kendaraan dan orang. 31. Lahan adalah bidang tanah untuk maksud pembangunan fisik. 32. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan perumahan dan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. 33. Sarana adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya. 34. Utilitas

adalah

sarana

penunjang

untuk

pelayanan

lingkungan, yang membutuhkan pengelolaan berkelanjutan dan profesional agar dapat memberikan pelayanan memadai kepada masyarakat. 35. Penyerahan

prasarana,

sarana,

dan

utilitas

adalah

penyerahan berupa tanah dengan bangunan dan/atau tanah tanpa bangunan dalam bentuk aset dan tanggung jawab pengelolaan dari pengembang kepada pemerintah daerah. 36. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.

11

37. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah vertikal maupun horizontal dan merupakan satuansatuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara

terpisah

terutama

untuk

tempat

hunian

yang

dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. 38. Satuan Ruang Parkir, yang selanjutnya disebut SRP adalah ukuran luas efektif untuk meletakkan kendaraan (mobil penumpang, bus/truk, atau sepeda motor) termasuk ruang bebas dan lebar buka pintu. Untuk hal-hal tertentu bila tanpa penjelasan, SRP adalah SRP mobil penumpang. 39. Right of Way, yang selanjutnya disebut ROW adalah ruang milik jalan yaitu sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan yang dibatasi

oleh

dimaksudkan

tanda untuk

batas

ruang

memenuhi

milik

jalan

persyaratan

yang

keluasan

keamanan penggunaan jalan antara lain untuk pelebaran ruang manfaat jalan pada masa yang akan datang. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang Lingkup yang diatur dalam Peraturan Walikota ini yaitu : a. Tata cara pengajuan Izin Pemanfaatan Ruang (IPR); b. Tata cara pengajuan rencana tapak (site plan).

12

BAB III TATA CARA PENGAJUAN IZIN PEMANFAATAN RUANG (IPR) Bagian Kesatu Umum Pasal 3 (1) Setiap orang pribadi atau badan yang akan memanfaatkan ruang

untuk

kegiatan

tertentu

terlebih

dahulu

harus

memperoleh IPR dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk. (2) IPR berlaku selama lokasi tersebut dipakai sesuai dengan pemanfaatannya dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum. (3) IPR disahkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk. (4) IPR merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pasal 4 (1) Objek IPR adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi bangunan yang diajukan. (2) Fungsi bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. fungsi hunian; b. fungsi keagamaan; c. fungsi sosial budaya; d. fungsi usaha; dan e. fungsi khusus. (3) Fungsi hunian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a antara lain meliputi: a. rumah tinggal tunggal; b. rumah tinggal deret;

13

c. rumah tinggal sementara; dan d. rumah susun. (4) Fungsi keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, antara lain meliputi : a. Masjid, langgar/mushola; b. gereja; c. pura; d. vihara;dan e. kelenteng, lithang. (5) Fungsi sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, antara lain meliputi : a. pendidikan; b. kebudayaan; c. pelayanan kesehatan; d. laboratorium; dan e. pelayanan umum. (6) Fungsi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d antara lain meliputi: a. perkantoran; b. perdagangan dan jasa; c. industri; d. wisata dan rekreasi; e. terminal; dan f. penyimpanan. (7) Fungsi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e antara lain meliputi: a. bangunan untuk reaktor nuklir; b. instalasi militer; dan c. bangunan lain yang mempunyai resiko bahaya tinggi.

14

Pasal 5 (1) Bangunan yang memiliki 2 (dua) atau lebih fungsi bangunan, maka fungsi bangunan yang dipergunakan adalah fungsi bangunan utama. (2) Apabila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10% dari luas lantai dari suatu tingkat bangunan, dan bukan laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan klasifikasi bangunan utamanya. Bagian Kedua Tata Cara dan Persyaratan Pengajuan IPR Pasal 6 (1) Setiap orang atau badan mengajukan permohonan IPR secara tertulis kepada Walikota melalui Kepala OPD yang menangani bidang Perizinan. (2) Untuk permohonan IPR fungsi hunian non tunggal, pemohon harus berbadan hukum. Pasal 7 Permohonan IPR diajukan dengan melampirkan persyaratan umum sebagai berikut : a. fotokopi surat bukti kepemilikan/penguasaan tanah, yang berupa sertifikat/girik/surat bukti penguasaan tanah; b. fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan Surat

Tanda

Terima

Setoran

(STTS)

Pajak

Bumi

dan

Bangunan (PBB) terakhir; c. fotokopi Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku; d. Surat Kuasa (bermaterai) apabila permohonan pengurusan izin dilakukan oleh bukan pemilik lahan; e. persetujuan warga;

15

f. dokumen pengelolaan lingkungan; g. denah lokasi tanah/rute jalan menuju lokasi; h. foto lokasi yang dimohon; i. Akta Pendirian Perusahaan/Yayasan dan perubahannya bagi pemohon yang berbadan hukum; j. NPWP bagi pemohon yang berbadan hukum. Pasal 8 Persetujuan warga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf e, diatur sebagai berikut : a. Untuk

bangunan

rumah

tinggal

tunggal,

dimintakan

persetujuan warga yang berbatasan langsung dengan lokasi bangunan dimohon dan diketahui oleh Ketua RT dan Ketua RW setempat. b. Untuk bangunan selain rumah tinggal tunggal, dimintakan persetujuan warga yang berbatasan langsung dengan lokasi bangunan dimohon dan diketahui oleh Ketua RT, Ketua RW, Kepala Kelurahan dan Kepala Kecamatan setempat. Pasal 9 Selain Persyaratan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, terdapat persyaratan khusus atau tertentu untuk hal-hal sebagai berikut : a. permohonan untuk bidang tanah yang tidak melampirkan surat tanah dalam bentuk sertifikat harus melampirkan gambar

ukur

tanah

penegasan batas tanah;

16

yang

dimohon

dan

berita

acara

b. permohonan untuk bidang tanah dengan status tanah girik harus melampirkan : 1. berita acara penegasan batas tanah yang ditandatangani oleh pemohon dan pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah dimohon; 2. fotokopi dokumen yang dilegalisir oleh Kepala Kelurahan setempat, berupa : a) girik; b) surat pernyataan tidak sengketa; c) Surat penguasaan fisik secara sporadik; d) surat keterangan riwayat tanah. c. permohonan untuk bidang tanah dengan surat tanah lebih dari satu harus melampirkan peta rincik dan daftar surat tanah; d. permohonan untuk bidang tanah yang tidak memiliki akses jalan, harus melampirkan surat pernyataan dari pemilik tanah yang dipakai untuk jalan diketahui oleh RT/RW setempat dan fotocopy surat tanah yang menjadi akses jalan tersebut; e. Permohonan untuk bidang tanah dengan akses jalan melalui sungai/saluran

harus

melampirkan

rekomendasi

teknis

jembatan dari OPD yang membidangi Sumber Daya Air; f. permohonan untuk bidang tanah yang terdapat dalam kavling perumahan harus melampirkan fotokopi rencana tapak (site plan) perumahan;

17

g. permohonan untuk bidang tanah dengan nama pemohon dan nama pemilik tanah sesuai surat tanah yang berbeda, namun masih dalam hubungan keluarga inti, harus melampirkan kartu

keluarga,

surat

pernyataan

tidak

keberatan

pengurusan IPR atas nama salah satu dari ahli waris dan surat

pernyataan

tidak

sengketa

dari

pihak

yang

bersangkutan; h. permohonan untuk bidang tanah fungsi keagamaan wajib melampirkan rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Pasal 10 Tata cara permohonan IPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, sebagai berikut : a. pemohon mengajukan permohonan IPR dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan/atau Pasal 9 kepada Kepala OPD yang membidangi Perizinan; b. terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilakukan pemeriksaan administrasi terhadap kelengkapan persyaratan pengajuan IPR; c. dalam hal berkas permohonan dinyatakan lengkap secara administrasi, selanjutnya didaftarkan di loket pendaftaran dan dibuatkan tanda terima berkas; d. setelah berkas didaftarkan, dilakukan pemeriksaan dan penelitian

oleh

Tim

teknis,

dan

dilanjutkan

dengan

peninjauan lapangan (survei); e. berdasarkan

hasil

peninjauan

lapangan

sebagaimana

dimaksud dalam huruf d dituangkan dalam Berita Acara Hasil Peninjauan Lapangan;

18

f. berdasarkan

Berita

sebagaimana

Acara

dimaksud

Hasil pada

Peninjauan huruf

e,

Lapangan dilakukan

penggambaran/pemetaan terhadap obyek yang dimohon; g. hasil

pemeriksaan

teknis,

peninjauan

lapangan

dan

penggambaran/pemetaan sebagai dasar untuk menerima atau menolak permohonan IPR yang dituangkan dalam Rekomendasi; h. apabila berdasarkan hasil Rekomendasi, permohonan IPR ditolak,

maka

permohonan

dibuatkan

kepada

surat

pemohon

jawaban

dengan

penolakan

disertai

alasan

penolakan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk; i. apabila berdasarkan hasil Rekomendasi, permohonan IPR diterima, maka IPR disahkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk; j. dokumen IPR yang disahkan sebagaimana dimaksud pada huruf i, diberikan kepada pemohon dan selanjutnya dijadikan sebagai salah satu persyaratan dalam pengajuan siteplan dan IMB. Bagian Ketiga Perubahan IPR Pasal 11 (1) Setiap perubahan pemanfaatan ruang baik yang meliputi perubahan luas lahan dan/atau alih fungsi pemanfaatan ruang dan/atau perubahan kepemilikan wajib merevisi IPR yang diajukan secara tertulis dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk.

19

(2) Tata cara pengajuan perubahan IPR sebagaimana dimaksud pada

ayat

(1)

mengacu

pada

ketentuan

sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10 dengan disertai IPR Asli yang diperoleh sebelumnya. Bagian Keempat Jangka Waktu Proses Pengesahan IPR Pasal 12 (1) Jangka waktu proses IPR ditetapkan 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak pemohon mendapat nomor pendaftaran dari OPD yang membidangi Perizinan. (2) Jangka

waktu

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(1)

dikecualikan apabila pada saat pemeriksaan teknis dan peninjauan lapangan terdapat permasalahan. BAB IV TATA CARA PENGAJUAN RENCANA TAPAK (SITE PLAN) Bagian Kesatu Umum Pasal 13 Setelah

IPR

diperoleh,

untuk

pemanfaatan

ruang

yang

peruntukannya hunian perumahan lebih dari 3 (tiga) bangunan, komersial, jasa, perkantoran, pendidikan, industri, dan/atau sarana ibadah baik perorangan atau badan hukum/badan usaha wajib membuat Rencana Tapak (Site Plan) yang disahkan Walikota atau pejabat yang ditunjuk.

20

Bagian Kedua Tata Cara dan Persyaratan Pengajuan Rencana Tapak (Site plan) Pasal 14 Setiap orang atau badan mengajukan permohonan rencana tapak (site plan) secara tertulis kepada Walikota melalui Kepala OPD yang membidangi Perizinan. Pasal 15 (1) Permohonan rencana tapak (site plan) diajukan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut : a. fotokopi dokumen IPR yang telah diperoleh; b. gambar rencana tapak (site plan) yang dibuat dan ditandatangani oleh pemohon terdiri dari: 1. tata letak; dan 2. tata drainase dan tata hijau. c. surat pernyataan penyerahan sarana, prasarana dan utilitas disertai titik koordinat lahan sarana dan taman yang akan diserahkan bagi kegiatan bangunan hunian rumah deret/perumahan. (2) Gambar rencana tapak (site plan) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b secara umum memuat hal-hal sebagai berikut : a. nama objek rencana tapak dan lokasi; b. nama perusahaan dan alamat; c. peta orientasi lokasi, arah mata angin dan skala; d. legenda peta; e. pemanfaatan ruang/jenis kegiatan; f. nama

pemohon,

menyetujui;

21

nama

pemeriksa

dan

nama

yang

g. nomor IPR; h. nomor rekomendasi teknis; dan i. tanda tangan pejabat yang berwenang. (3) Khusus untuk Gambar tata letak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1 selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat juga hal-hal khusus sebagai berikut : a. perencanaan tata bangunan meliputi denah, tampak depan dan tampak samping bangunan, kecuali

untuk

bangunan fungsi hunian deret; b. perencanaan tata kavling khusus untuk bangunan fungsi hunian deret; c. sirkulasi

yang

menggambarkan

akses

keluar

masuk

bangunan dengan penampang jalannya; d. penataan parkir; e. perhitungan luas lahan dan prosentasenya untuk efektif kavling beserta parkir, jalan dan taman; dan f. titik tempat sampah beserta penampangnya. (4) Khusus

untuk

gambar

peta

tata

drainase

dan

hijau

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2 selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat juga hal-hal khusus sebagai berikut : a. arah aliran dan penampang saluran drainase; b. penempatan taman/RTH termasuk penempatan pohon; c. titik septictank beserta penampangnya; d. titik sumur resapan beserta penampangnya; e. titik IPAL beserta penampangnya; dan f. penempatan bak kontrol dan kolam resapan khusus untuk fungsi bangunan perumahan.

22

(5) Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dibuat dengan mengacu pada dokumen lingkungan yang telah disahkan. Pasal 16 (1) Rencana tapak (site plan) dicetak pada kertas kalkir ukuran A1 dengan skala peta yang disesuaikan dengan ukuran kertas. (2) Luasan lahan di rencana tapak harus sama dengan luas lahan yang ada di dokumen IPR. Pasal 17 Untuk jenis kegiatan bangunan : a. hunian rumah deret/perumahan; b. hunian rumah susun; c. perdagangan/komersial dan jasa; d. perkantoran; e. pendidikan; f. industri; g. gudang;dan h. keagamaan/sarana ibadah. selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 juga memenuhi ketentuan khusus sebagai berikut : 1. kegiatan hunian rumah deret/perumahan meliputi : a) pemanfaatan ruang untuk kawasan perumahan wajib memenuhi ketentuan 60 (enam puluh) persen untuk efektif kavling dan 40 (empat puluh) persen untuk Prasarana, Sarana, Dan Utilitas (PSU) dari luas IPR yang diperoleh;

23

b) Dari kewajiban 40 (empat puluh) persen untuk PSU sebagaimana dimaksud pada huruf a) : 1) minimal 5 (lima) persen dipergunakan sebagai sarana RTH/taman; 2) minimal 5 (lima) persen dipergunakan sebagai sarana sosial

(tempat

ibadah,

balai

warga,

lapangan

olahraga);dan 3) maksimal 30 (tiga puluh) persen dipergunakan sebagai prasarana jalan dan saluran. c) lokasi sarana RTH dan sarana sosial harus mudah dijangkau oleh penghuni perumahan, bukan merupakan lahan sisa, dapat dimanfaatkan oleh penghuni; d) ROW jalan minimum 5 (lima) meter

dengan saluran

tertutup dan minimal 6 (enam) meter dengan saluran terbuka; e) sarana RTH/taman ditanami pohon pelindung dan tidak dapat dialihfungsikan; f) setiap

kavling

harus

dilengkapi

dengan

tempat

pembuangan sampah, septictank, sumur resapan dan pohon buah; g) pengembang wajib menyerahkan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) kepada Pemerintah Kota Depok, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; h) rencana tapak (site plan) menjadi dasar pemecahan kavling; i) pemecahan kavling yang tidak memerlukan rencana tapak yaitu lahan yang didapat dari tanah waris sesuai jumlah ahli waris dan lahan yang akses jalan masuknya tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat;

24

2. kegiatan hunian rumah susun, meliputi: a. pembangunan rumah susun harus memperhatikan faktorfaktor

kenyamanan,

keamanan

dan

kesehatan,

disesuaikan

ekonomis, efisien,

dengan

perencanaan

menyeluruh dari perencanaan lingkungan rumah susun; b. rumah susun harus dilengkapi sarana lingkungan yang berfungsi

untuk

penyelenggaraan

dan

pengembangan

kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, termasuk sarana perniagaan, sarana ibadah, sarana kesehatan, sarana pemerintahan dan pelayanan umum serta pertamanan (ketentuan teknis tentang penyediaan sarana prasarana hunian susun diatur dalam tabel lampiran 1); c. dilengkapi dengan sarana parkir minimal 1 SRP tiap satu unit/kamar; d. dilengkapi dengan alat transportasi bangunan, akses jalan masuk untuk kendaraan pemadam kebakaran, pintu dan tangga

darurat

kebakaran,

alat

dan

sistem

alarm

kebakaran, alat pemadam kebakaran, penangkal petir, dan jaringan-jaringan air bersih, saluran pembuangan air hujan,

saluran

pewadahan

pembuangan

sampah,

tempat

air

limbah,

jemuran,

tempat

kelengkapan

pemeliharaan bangunan, jaringan listrik, generator listrik, gas, tempat untuk kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya, yang memenuhi persyaratan teknis; dan e. mempergunakan fasilitas air bersih yang dikelola oleh Pemerintah Kota apabila telah tersedia jaringan.

25

3. kegiatan perdagangan/komersial dan jasa meliputi : a. pendirian pasar tradisional wajib menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) buah kendaraan roda empat untuk setiap 100 (seratus) meter persegi luas lantai penjualan; b. pendirian pusat perbelanjaan dan toko modern termasuk minimarket wajib menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) unit kendaraan roda empat untuk setiap 60 (enam puluh) meter persegi luas lantai penjualan; c. pendirian hotel wajib menyediakan areal parkir paling sedikit 1 (satu) unit kendaraan roda empat untuk setiap 2 (dua) unit kamar hotel; d. lahan parkir dalam 1 (satu) persil dimanfaatkan menjadi tempat parkir bersama dan tidak boleh di pagar; dan e. untuk semua kegiatan perdagangan dan jasa, ruang terbuka hijau (RTH) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Kegiatan perkantoran meliputi : a. perkantoran

harus

dilengkapi

dengan

sarana

parkir

minimal 1,5 SRP tiap 100 (seratus) m² luas lantai; b. lahan parkir dalam 1 (satu) persil dimanfaatkan menjadi tempat parkir bersama dan tidak boleh di pagar; c. perkantoran

dilengkapi

dengan

pedestrian,

sistem

pemadam kebakaran, tempat ibadah dan pos keamanan; dan d. ruang terbuka hijau ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

26

5. Kegiatan pendidikan meliputi : a. dilengkapi dengan sarana parkir; dan b. ketentuan mengenai penyediaan sarana dan prasarana minimum

pada

masing-masing

tingkat

pendidikan

mengikuti peraturan perundang-undangan. 6. Kegiatan industri meliputi : a. menyediakan ruang terbuka hijau; b. mempergunakan air baku; c. penyediaan tempat parkir; d. kegiatan bongkar muat; e. instalasi pengolahan limbah; f. penyediaan tempat sampah sementara; g. penyediaan hidran; h. akses jalur evakuasi; dan i. sarana pendukung lainnya. 7. Kegiatan gudang meliputi : a. menyediakan sarana parkir; b. menyediakan ruang terbuka hijau; c. kegiatan bongkar muat; d. penyediaan tempat sampah sementara; e. penyediaan hidran; f. akses jalur evakuasi; dan g. sarana pendukung lainnya. 8. Kegiatan keagamaan/sarana ibadah meliputi: a. menyediakan sarana parkir; dan b. ruang terbuka hijau ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

27

Pasal 18 Tata cara pengajuan rencana tapak (site plan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 meliputi: a. pemohon mengajukan permohonan rencana tapak (site plan) dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16 dan/atau Pasal 17 kepada Kepala OPD yang membidangi Perizinan; b. terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilakukan pemeriksaan administrasi terhadap kelengkapan persyaratan pengajuan rencana tapak (site plan); c. dalam hal berkas permohonan dinyatakan lengkap secara administrasi, selanjutnya didaftarkan di loket pendaftaran dan dibuatkan tanda terima berkas; d. setelah berkas didaftarkan, dilakukan pemeriksaan dan penelitian

oleh

Tim

teknis

dan

dilanjutkan

dengan

peninjauan lapangan (survei); e. berdasarkan

hasil

peninjauan

lapangan

sebagaimana

dimaksud dalam huruf d dituangkan dalam Berita Acara Hasil Peninjauan Lapangan; f. apabila

berdasarkan

hasil

pemeriksaan

teknis

dan

peninjauan lapangan diperlukan perbaikan terhadap rencana tapak (site plan) yang diajukan pemohon maka Tim Teknis menyampaikan

kepada

pemohon

melalui

OPD

yang

membidangi Perizinan untuk diperbaiki; g. pemohon yang telah memperbaiki rencana tapak (site plan) sebagaimana

dimaksud

pada

huruf

f,

menyampaikan

perbaikan rencana tapak (site plan) kepada Tim Teknis melalui OPD yang membidangi Perizinan;

28

h. apabila

berdasarkan

hasil

pemeriksaan

teknis

dan

peninjauan lapangan rencana tapak (site plan) yang diajukan telah

sesuai

dengan

ketentuan,

maka

Tim

Teknis

mengeluarkan Rekomendasi; i. berdasarkan rekomendasi dari Tim Teknis sebagaimana dimaksud pada huruf h, rencana tapak (site plan) disahkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. Bagian Ketiga Perubahan Rencana Tapak (Site plan) Pasal 19 (1) Rencana tapak yang telah disahkan dapat diubah dengan ketentuan sebagai berikut : a. penambahan luas lahan; b. perubahan bentuk dan luasan kavling; c. penambahan atau pengurangan bangunan; d. perubahan nama objek; dan e. perubahan

dan

penggantian

lahan

PSU,

setelah

mendapatkan persetujuan dari warga masyarakat dan tim teknis,

yang

lokasinya

terintegrasi

dengan

lokasi

sebelumnya. (2) Tata cara pengajuan perubahan rencana tapak (site plan) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 dan Pasal 18 dengan disertai rencana tapak (site plan) Asli yang diperoleh sebelumnya.

29

Bagian Keempat Jangka Waktu Pengesahan Rencana Tapak (Site plan) Pasal 20 (1) Jangka waktu pengesahan ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak pemohon mendapat nomor pendaftaran dari OPD yang membidangi Perizinan. (2) Jangka

waktu

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(1)

dikecualikan apabila pada saat pemeriksaan teknis dan peninjauan lapangan rencana tapak (site plan) perlu dilakukan perbaikan. BAB V KETENTUAN LAIN LAIN Pasal 21 (1) Contoh format dalam pengajuan IPR dan rencana tapak (site plan) sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Walikota ini. (2) Contoh format sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 22 (1) Terhadap IPR yang telah terbit tetapi belum mengajukan rencana tapak (site plan) sebelum Peraturan Walikota ini ditetapkan, maka pengajuan rencana tapak (site plan) tetap dapat diajukan. (2) Terhadap rencana tapak (site plan) yang sedang diproses pada saat Peraturan Walikota ini ditetapkan, maka rencana tapak (site plan) tetap dapat dilanjutkan untuk disahkan.

30

BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, maka Keputusan Walikota Depok Nomor 13 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Izin Pemanfaatan Ruang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 24 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar

setiap

orang

mengetahuinya,

memerintahkan

pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Depok. Ditetapkan di Depok pada tanggal 15 April 2013 WALIKOTA DEPOK, ttd. H. NUR MAHMUDI ISMA’IL Diundangkan di Depok pada tanggal15 April 2013 SEKRETARIS DAERAH KOTA DEPOK, ttd. Hj. ETY SURYAHATI BERITA DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2013 NOMOR 14

31

Suggest Documents