menggunakan metode pembelajaran Talking Stick dan Talking Chips di MTs
jamiyatul Ciputat. Adapun .... Model Model Pembelajaran Kooperatif………. 21. 1.
PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN TALKING STICK DAN METODE TALKING CHIPS DI MTs JAMIYATUL KHAIR Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh Nurlita Marya NIM : 107015000616
JURUSAN PENDIDIKAN IPS FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
LEMBAR PENGESAHAN :
PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS SISWA DENGAN
MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN
TA L
KING,STICK DAN
TALKING CHIPS DI MTS JAMIYATUL KHAIR CIPUTAT
SKRIPSI
Ditulis untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial
PEMBIMBING
NIP : 19200606199702t002
JURUSAN PBNDIDIKAN IPS
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432Ht20ttl/I
LEMBAR PBNGBSAHAN Skripsi berjLrdLrl : Perbedaan Hasil Belajar IPS Siswa Dengan MenggLrnal t table yaitu 4.36 > 1. 697. 2) Perbedaan hasil belajar IPS siswa yang menggunkan metode pembelajaran Talking Stick dapat terlihat dari mean gainnya sebesar –o,35 lebih baik dari pada mean gainya yang menggunkan metode pembelajaran Talking Chips yaitu 0,20. Dengan demikian Nampak hasil belajar IPS siswa yang menggunkan metode Talking Stick lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar IPS siswa yang menggunkan metode pembelajaran Talking Chips.
KATA PENGANTAR
Hanya ungkapan rasa syukur yang tiada terkira atas segala limpahan nikmat yang luas tanpa batas serta anugerah yang agung tak terhitung dari Illahi Rabbi, karena berkat itu semua penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan umat manusia, Nabi Muhammad SAW, makhluk mulia yang penuh dengan rasa cinta dan kasih sayang kepada sesama manusia. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materiil, maka penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Prof. Dr. Dede Rosyada, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Drs. H. Nurochim MM, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. Muhamad Arif, M.Pd. Sebagai Pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan mencurahkan pikirannya selama penyusunan skripsi 4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tak terhingga banyaknya dan sangat berguna bagi penulis. 5. Seluruh civitas akademi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Staf perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Orang tua saya bapak Suaib dan ibu saya Mariamah yang membesarkan saya dan membiyai kebutuhan saya dan yang telah memotivasi penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
8. Buat adik saya Marini dan Selly yang selalu menyemangati dan memberikan motivasi dalam penulisan skripsi hingga
menempuh
pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 9. Buat keluarga saya yang ada di Jawa Timur Nenek, Budeh, Paman saya yang selalu memberikan motivasinya sehingga mampu menyelesaikan penulisan skripsi hingga menempuh pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 10. Buat keluarga besar Abdul Hadi S.Pd I yang selalu memberikan motivasi kepada saya serta dorongan moril maupun materi yang saya terima untuk dapat menyelesaikan skripsi saya hingga saya menjadi sarjana wati. 11. Sahabat dan adik-adik penulis yaitu Nurlela, Ismi Lutfiyah, Siti Ngaisah, Reyita Mardati Sakinah, Raga Wiranata, yang selalu memberikan bantuan, dukungan, dan menghibur penulis ketika merasa tidak mampu dalam menyelesaikan berbagai tugas dan semoga persahabatan kita tak lekang oleh waktu. 12. Buat Sahabat saya dirumah Astrid, Iim, Bibah, Ade, Ayu, Maya, Dita yang selalu memberikan bantuan, dukungan, dan menghibur penulis ketika merasa tidak mampu dalam menyelesaikan berbagai tugas dan semoga persahabatan kita tak lekang oleh waktu. 13. Untuk keponakan saya Fawaz Marfi, Danar, Damar, Icha Rahma yang selalu memberikan semangat dan motivasi
Atas bantuan mereka yang sangat berharga, penulis berdo'a semoga Allah s.w.t. memberikan balasan yang berlipat ganda sebagai amal shaleh dan ketaatan kepada-Nya, Amin.
Jakarta, 8Agustus2011
Penulis
ii
DAFTAR ISI …………………………………..
ABSTRAK
KATA PENGENTAR ……………………………….…
i ii
DAFTAR ISI
…………………………………..
iii
DAFTAR TABEL
…………………………………..
vii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………….
viii
PENDAHULUAN……………......................
BAB I
A. Latar Belakang Masalah……………………………. B. Identifikasi Masalah………………………………. C. Pembatasan Masalah……………………………… D. Perumusan Masalah……………………………….. E. Tujuan Penelitian………………………………….. F. Manfaat Penelitian…………………………………
BAB II
KAJIAN TEORI…………………………….. 1.
Hakikat Belajar…………………………………… a. Pengertian Belajar………………………………. b. Prinsip-prinsip Belajar…………………………. c. Teori Belajar……………………………………. d. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar…… e. Hasil Belajar……………………………...
2. Model Model Pembelajaran Kooperatif………. 1. Pengertian Model Pembelajaran cooperative Learning…………………………… a. Model Pembelajaran Cooperativ Learning … b. Pengertian Cooperatif Learning Menurut Para Ahli………………………….. c. Langkah-langkah Pembelajara Cooperatif Learning………………………… d. Tujuan Pembelajaran Coopertatif Learning………………………..
iii
1 1 8 9 9 10 10
12 12 13 15 16 17
20 21 21 21 22 23 23
3.
4. 5. BAB III
2. Model Pembelajran Talking Stick......................... 24 a. Pengertian Model Pembelajaran Talking Stick.. 24 b. Langkah-langkah Pembelajaran Talking Stick………………………………… 26 c. Kelebihan Dan Kekurangan Pembelajaran Talking Stick………………………………… 27 3. Model Pembelajaran Talking Chips..................... 27 a. Pengertian Model Pembelajaran Talking Chips………………………………. 27 b. Langkah-langkah Pembelajaran Talking Chips………………………………. 28 c. Kelebihan Dan Kekurangan Pembelajaran Talking Chips………………… 29 Materi Pembentukan Harga………………………. 30 1. Pengertian Permintaan………………………. 30 a. Pengertian Hukum Permintaan …………… 30 b. Faktor-faktor Permintaan ………………… 30 c. Hukum Permintaan ………………………. 30 2. Kurva Permintaan…………………………. 31 3. Permintaan dan Jumlah Barang yang diminta…………………………………. 31 4. Macam-macam Permintaan ………………… 31 5. Elastisitas Permintaan ……………………… 32 2. Menguraikan Makna Penawaran dan Jasa………………………………………… 32 1. Pengertian Penawaran ……………………. 32 a. Pengertian Penawaran ………………….. 32 b. Jenis-jenis Penawaran ……………..…… 32 Kerangka Berfikir…………………………………. 35 Hipotesis……………………………………………. 36 METODOLOGI PENELITIAN………………… A. Tempat Dan Waktu Penelitian ………………….. B. Metode Dan Desain Penelitian …………………. C. Populasi Dan Sampel……………………………. D. Teknik Pengumpulan Data……………………… 1. Pengertian Tes …………………………… 2. Bentuk-bentuk Tes ………………………. 3. Ciri-ciri Tes yang baik…………………… 4. Langkah-langkah Membuat Instrumen
iv
38 38 39 40 41 41 42 42
Penelitian……………………………….. E. Instrumen Penelitian……………………………. F. Kalibrasi Penelitian…………………………….. 1. Uji Validitas………………………………… 2. Uji Relibilitas……………………………….. 3. Uji Taraf kesukaran………………………… 4. Daya Pembeda……………………………… 5. Teknik Analis Data…………………………. 1. Uji Normalitas…………………………… 2. Uji Homogenitas………………………… 6. Analisis Data………………………………. 7. Hipotesis Statistik………………………….. BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………... A. Deskripsi Data…………………………………. 1. Gambaran Umum MTs. Jamiyatul Khair …..
42 43 43 43 44 44 44. 45 45 46 46. 48 49 49 49
a. Sejarah Berdirinya MTs. Jamiyatul Khair.. 49 b. Visi dan Misi MTs. Jamiyatul Khair …….
52
c. Struktur Organisasi MTs. Jamiyatul Khair.. 53 2. Praktik Pembelajaran ........................................ 54 a. Praktik Pembelajaran Metode Talking Stick. 54 b. Praktik Pembelajaran Talking Chips …….. 55 3. Data Hasil Belajar IPS Siswa………………… 56 a. Data Hasil Belajar IPS Siswa Kelompok Talking Stick……………………………..
56
b. Data Hasil Belajar IPS Siswa Kelompok
B.
Talking Chips ……………………………
57
Uji Persyaratan Analisis Data………………….
57
1. Uji Normalitas Data…………………………... 57 a. Uji Normalitas Data Pretest Kelompok Talking Stick ………………………………… 57 b. Uji Normalitas Data Posttest Kelompok Talking Stick ………………………………… 58 c. Normalitas Data Pretest Kelompok Talking Chips ……………………………
v
58
d. Uji Normalitas Data Posttest Kelompok Talking Chips ……………………………
58
2. Uji Homogenitas Data ………………………... 58 a. Uji Homogenitas Data Pretest …………… 58 b. Uji Homogenitas Data Posttest ………….. 59 c. Pengujian Hipotesis………………………. 59 d. Pembahasan Hasil Penelitian ……………. 60 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………
61
A. Kesimpulan …………………………….. 61 B. Saran …………………………………… 61 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 63 LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL Tabel 1
Waktu dan Jadwal Penelitian ........................................................ 37
Tabel 2
Indeks Tingkat Kesukaran Soal ..................................................... 45
Tabel 3
Kriteria Daya Beda ........................................................................ 46
Tabel 4
Data Siswa dalam 5 Tahun Terakhir ............................................. 54
Tabel 5
Data Hasil Pretest Siawa Kelompok Talking Stick ........................ 57
Tabel 6
Data Hasil Posttest Siswa Kelompok Talking Stick ....................... 58
Tabel 7
Data Hasil Pretest Siswa Kelompok Talking Chips ....................... 58
Tabel 8
Data Hasil Posttest Siswa Kelompok Talking Chips ..................... 58
vii
DAFTAR TABEL Tabel 1
Waktu dan Jadwal Penelitian ........................................................ 37
Tabel 2
Indeks Tingkat Kesukaran Soal ..................................................... 45
Tabel 3
Kriteria Daya Beda ........................................................................ 46
Tabel 4
Data Siswa dalam 5 Tahun Terakhir ............................................. 54
Tabel 5
Data Hasil Pretest Siawa Kelompok Talking Stick ........................ 57
Tabel 6
Data Hasil Posttest Siswa Kelompok Talking Stick ....................... 58
Tabel 7
Data Hasil Pretest Siswa Kelompok Talking Chips ....................... 58
Tabel 8
Data Hasil Posttest Siswa Kelompok Talking Chips ..................... 58
vii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Hasil Belajar Pretets Talking Stick
Lampiran 2
Hasil BelajarPosttest Talking Stick
Lampiran 3
Hasil Belajar PretestTalking Chips
Lampiran 4
Hasil Belajar Posttest Talking Chips
Lampiran 5
Uji Homogenitas
Lampiran 6
Uji Hipotesis
Lampiran 7
N-Gain kelas Talking Stick
Lampiran 8
N-Gain Kelas Talking Chips
Lampiran 9
Foto Pelaksanaan Proses Pembelajaran Talking Stick
Lampiran 10 Foto Pelaksanaan Proses Pembelajaran Talking Chips Lampiran 11 Kartu Talking Chips Lampiran 12 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Talking Stick Lampiran 13 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Talking Stick Lampiran 14 Lembar Wawancara Lampiran 15 Tabel Z Lampiran 16 Tabel Liliefors Lampiran 17 Tabel F Lampiran 18 Tabel T Lampiran 19 Hasil Uji Coba Soal Tes Melalui Program ANATES Lampiran 20 Gambar Stick Untuk Menunjuk Siswa
viii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor terpenting dalam kehidupan seseorang, karena dengan pendidikan, seseorang dapat membedakan kemampuannya dalam berpikir. Seperti yang telah dijelaskan oleh Hasbullah tentang pengertian pendidikan. Menurut Hasbullah, Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia ( SDM ) melalui kegiatan belajar mengajar, karena pendidikan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan dapat meningkatkan kaualitas manusia Indonesia. Agar terwujud masyarakat yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saling maju dan sejahtera. Maka didukung oleh manusia, ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Dan pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas bangsa, dengan pendidikan wawasan dan pola fikir bangsa akan menjadi terbuka dan mempunyai motifasi untuk meraih kemajuan seperti bangsa lain karena pendidikan adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau mencapai kehidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. 1 Proses pendidikan tersebut bisa didukung oleh kemampuan individu untuk melakukan interaksi kepada suatu lembaga formal yaitu sekolah untuk meningkatakan manusia sebagai sumber ilmu pengetahuan yang 1
Hasbullah Dasar-dasar Ilmu Pendidikan,( Jogyakarta: Kanisius, 1994), Cet.1, h.11
1
2
sempurna. Dengan adanya pendidikan di Indonesia maka terjadi kemajuan dakam bidang pendidikan dan ekonomi suatu bangsa. Sejak manusia menghendaki kemajuan dalam kehidupan, maka sejak itu timbul gagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan ilmu pengetahuan melalui pendidikan. Pendidikan senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan kehidupan dari generasi ke generasi, sejalan dengan tuntutan kemajuan masyarakat. Salah satu wadah dalam proses kegiatan belajar mengajar adalah sekolah. Sekolah dalam rangka melaksanakan proses pendidikan mengacu kepada pendidikan nasional yang bertujuan untuk mengembangkan peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat berilmu, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dalam perkembangan selanjutnya, menurut Abudin Nata, pendidikan sebagai sebuah “sistem, memiliki aspek-aspek yang antara satu dan lainnya saling berkaiatan. Aspek-aspek tersebut antara lain meliputi aspek tujuan, kurikulum, metode, guru, lingkungan dan sarana. Berbagai aspek pendidikan tersebut dirumuskan berdasarkan pandangan filosofis tertentu.” 2
Belajar mengajar merupakan suatu kejadian yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan keiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkanuntukmencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di Indonesia yang telah ditandai dengan adanya pembaharuan ataupun 2
H. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam ( Jakarta: , Gaya Media Pratama 2005). H 11.
3
eksperimen guna terus mancari kurikulum, system pendidikan, dan metode pengajaran yang efektif dan efisien. Berbicara tentang pendidikan berarti berbicara tentang manusia yang menjadi warga Negara semakin baik kualitas manusianya, bangsa tersebut semakin memiliki peluang beasar menuju kemajuan dan kemakmuran. Proses yang diinginkan dalam usaha kependidikan adalah proses yang terarah dan bertujaun, yaitu mengarahkan anak didik kepada titk oftimal kemampuannya.
Sedangkan
tujuan
yang
hendak
dicapai
adalah
terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh sebagaimana manusia individual dan sosial serta menjadi hamba Allah yang mengabdikan diri kepadanya. Salah satu wadah dalam proses kegiatan belajar-mengajar adalah sekolah. Sekolah dalam rangka melaksanakan proses pendidikan mengacu
kepada
pendidikan
Nasional
yang
bertujuan
untuk
mengembangkan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pendidikan adalah salah satu cara yang digunakan untuk menciptakan masyarakat yang memiliki kualitas. Atas dasar hal tersebut pihak pemerintah Indonesia melakukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan, meskipun hasilnya tidak dengan seketika dapat terlihat. Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh proses pembelajaran. Para peserta didik yang sudah mengikuti proses pembelajaran diharapkan mengalami perubahan baik dalam bidang pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap. Dalam rangka mencapai tujuan nasional khususnya
dalam
bidang
pendidikan
yang
berupaya
mencapai
tujuanmasyarakat adil dan makmur baik jasmani maupun rohani, perlu adanya usaha untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, guna memenuhi kebutuhan pembangunan saat ini dimasa yang akan mendatang.
4
Sesuai dengan UU No. 20 Th. 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) pada bab II pasal 3 menjelaskan tentang pendidikan ialah “Pendidikan Nasional berfungsi
mengamankan
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehiupan bangsa yang diatu r dengan undang-undang.”3 Terkait dengan mutu pendidikan khususnya pendidikan pada jenjang sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), sehingga sangat jauh dari apa yang diharapkan. Banyak para peserta didik MTS Pada mata pelajaran IPS, memperoleh hasil belajar yang rendah dan kurang motivasi dalam belajar. Beberapa masalah yang terdapat pada mata pelajaran IPS, antara lain : kurangnya fasilitas pembelajaran IPS yang kurang Kondusif, sehingga banyak peserta didik yang mempeoleh nilai rendah saat pembelajan IPS. Dalam proses pembelajaran yang dilakukan guru kurang menarik dan tidak memberikan metode mengajar yang efektif. Seharusnya guru harus mampu menciptakan suasana kelas yang dapat membuat peserta didik lebih aktif. Selain metode
yang digunakan guru dalam proses pembelajaran guru
harus mempunyai cara pengajaran yang lebih baik dan aktif agar peserta didik memiliki nilai yang tinggi. Pengajaran adalah bagian dari pendidikan yang merupakan faktor menentukan berhasil atau tidaknya pendidikan. Untuk memperoleh hasil pengajaran yang optimal maka diperlukan suatu perencanaan pengajaran yang baik mulai penggunaan metode, penentuan alat bantu yang digunakan demi tercapainya suatu kegiatan pembelajaran yang baik. Pada umumnya kegiatan belajar mengajar selama ini masih bercorak tradisional, pengajaran yang dimaksud adalah bentuk pengajaran klasikal yang umumnya bercorak berpusat pada kegiatan dengan menggunakan metode active learning agar siswa mencapai belajar yang 3
Undang-Undang RI No : 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional.( Jakarta: PT Kloang Klede Timur, 2003),
5
maksimal. Sejalan dangan hal tersebut di atas, kondisi pembelajaran IPS terjadi pula di MTs Jamiyatul Khair, guru masih menggunakan model pembelajaran yang kurang merangsang siswa untuk belajar lebih giat, dan proses pembelajaran masih menekankan pada aspek pengetahuan saja belum menyentuh kepada sikap dan keterampilan. Disamping itu, guru kurang mengacu pada pelibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Kenyataan tersebut, menunjukkan bahwa proses yang dilakukan oleh guru untuk pembelajaran IPS belum aktif. Dengan demikian dapat diduga bahwa yang menjadi kendala yang dirasakan adalah masalah proses pembelajaran yang kurang variasi dan kurang melibatkan siswa secara aktif. Guru menggunakan model pembelajaran yang terkesan monoton sehingga siswa menjadi kurang aktif. Berdasarkan masalah-masalah yang diungkapkan harus dicari penyelesaianya
untuk
mencapai
peningkatan
hasil
belajar
IPS.
Peningkatan hasil belajar IPS. Peserta didik dapat pula melakukan perbaikan, perubahan dan pembaharuan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan aisl belajar IPS. Oleh sebab itu guru harus dapat menerapkan metode pembelajaran yang menyenangkan, sehingga guru dapat menyesuaikan kondisi kelas yang kondusif. Adapun langkah seorang guru yang harus ditempuh dalam mewujudkan tujuan di atas dengan menumbuhkan dan membina motivasi kepada para pelaku pendidikan, terutama motivasi siswa yang merupakan harapan bangsa untuk memacu prestasi dalam segala bidang, agar menjadi generasi yang siap dalam menghadapi tantangan saat ini dan akan mendatang. Untuk mencapai hasil belajar yang maksimal, perlu adanya motivasi
yang ditumbuhkan oleh siswa, terutama oleh guru sebagi
pengajar agar siswa selalu mengembangkan potensi yang ada pada diri mereka.
6
Disadari bahwa pengajaran apa pun yang akan disajikan mau tidak mau akan mencangkup dan melibatkan manipulasi pengubah-pengubah atau faktor yang mempengaruhi belajar. Oleh sebab itu, pengelompokan faktor belajar yang rasional akan dapat membantu memperjelas proses belajar dan juga kondisi yang mempengaruhinya. 4 Proses belajar didorong oleh motivasi intrinsik siswa. Disamping itu proses belajar juga dapar terjadi, atau menjadi bertambah kuat, bila didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata lain aktivitas belajar dapat meningkatkan bila program pembelajaran disusun dengan baik. Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru disekolah merupakan faktor ekstern belajar. Ditinjau dari segi siswa, menurut Dimyati dan Mujiono beberapa faktor-faktor ekstern tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Guru Sebagai Pembina siswa belajar: guru adalah pengajaran yang mendidik.
2.
Prasarana dan Sarana Pembelajaran : prasarana meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olah raga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olah raga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboraturim sekolahdan berbagai media pengajaran yang lain.
3.
Kebijakan Penilaian : proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa untuk kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka dengan untuk kerja tersebut, proses belajar berhenti untuk sementara.
4.
Lingkungan Sosial Siswa di Sekolah: siswa disekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan yang dikenal sebagai lingkungan social siswa.
5. Kurikulum Sekolah: program pembelajaran disekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum.5 Antara satu sama lain dari lima faktor diatas memiliki hubungan yang sangat erat. Dengan demikian, jika salah satu faktor tersebut tidak saling
4 5
253
Rachman Abror, Psikologi Pendidikan , ( PT Tiara Wacana Yogya Pontianak : 1983). H 72. Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran,( Rineka Cipta Jakarta: 2006) Cet. 3 . H 247-
7
melengkapi, maka proses pembelajaran tidak akan berjalan secar efektif. Oleh sebab itu, lima faktor tersebut dalam proses pembelajaran harus ada. Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktifitas siswa, meningkatkan daya nalar, cara berfikir logis, aktif, kreatif, terbuka, serta ingin tau. Selain itu, model ini mampu meningkatkan interaksi, meningkatkan pebguasaan siswa terhadap materi pembelajaran dan akan meningkatkan motivasi siswa untuk aktif dalam proses pembelajar. Model pembelajaran kooperatif memiliki berbagai tipe-tipe kooperatif dikembangkan oleh kagan. Kagan membagai tipe tersebut berdasarkan interaksi antar siswa dalam kelompok maupun antar kelompok. Salah satu tipe pembelajaran adalah Talking Stick dan Talking Chips merupakan pembelajaran kooperatip didmana siswa belajar bersama dalam kelompokkelompok kecil dan saling membantu satu sama lain. Pada tipe ini siswa dituntut untuk memberikan saran, pendapat, ide, bahkan menjawab soal yang diberikan oleh guru pada setiap siswa. Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dan Talking Chips . Model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick digunakan dalam proses pembelajaran untuk mengukur keaktifan seluruh siswa. Tipe ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif. Dalam berkomunikasi dengan guru atau siswa lainnya didalam kelas. Sehingga terjadilah sesuatu pembelajaran yang hidup didalam kelas. Langkah-langkah yang digunakan guru dalam model ini yaitu guru memberikan tongkat kepada siswa dan siswa menjawab soal yang telah diberikan oleh guru.. Rendahnya kemampuan siswa dalam memahai konsep IPS berhubungan erat dengan kemampuan dasar. Dalam proses pembelajaran dikelas guru
8
harus menerapkan kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan kompetensi, baik dalam ranah konitif, afektif dan psikomotorik. Salah satu metode yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif dimana model pembelajaran tersebut dapat mengaktifkan peserta didik. Sebuah penelitian tentang implementasi pembelajaran Talking Stick dan Talking Chips menyebutkan bahwa metode ini dapat mengaktifkan siswa dalam rangkaiana kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran dengan menggunakan metode Talking Stick adalah suatu proses belajar mengajar di dalam kelas yang dilakukan dengan cara peserta didik
dibagai dalan beberapa kelompok. Guru menyiapkan
beberapa tongkat yang berisi beberapa konsep atau topik yang sesuai untuk sesi review, satu bagian soal dan satu bagian tema, setiap siswa dituntut untuk menjawab soal yang telah diberikan oleh guru. Metode Talking Chips
adalah salah satu metode yang dapat
mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. Pelaksanaan model pembelajaran ini siswa diberikan sebuah kartu siswa harus mengemukakan pendapat dan ide dari kartu yang telah diberikan oleh guru mendiskusikan bersama kelompok
dan
mereka masing-masing. Sehingga
terjadilah proses belajar yang dapat mengaktifkan siswa. Pembelajaran aktif dilakukan dengan menciptakan suatu kondisi supaya peserta didik dapat berperan aktif, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator. Pembelajaran harus dibuat dalam suatu kondisi dan situasi yang menyenangkan sehingga peserta didik akan terus termotivasi dari awal sampai akhir kegiatan belajar mengajar (KBM). Dalam hal ini pembelajaran dengan metode Talking Stick dan Talking Chips sebagai salah satu bagian dari pembelajaran kooperatif learning dan metode Talking Stick, merupakan salah satu alternative yang dapat digunakan guru di sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS tingkat SMP dan MTs.
9
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dirancang untuk mengkaji penerapan “Perbedaan Hasil Belajar IPS Siswa dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Talking Stick dan Talking Chips di MTs Jamiyatul Khair Ciputat “ B. Identifikasi Masalah Sesuai dengan uraian yang ada dalam latar belakang masalah serta pengamatan awal terhadap para peserta didik, interaksi guru dengan peserta didik dalam proses mengajar, ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik yang dipilih sebagai objek. Dapat diindentifikasi permasalahan yang dapat diteliti adalah: 1. Metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaan guru kurang menarik, guru hanya duduk didepan kelas sambil menerangkan dengan menggunakan metode ceramah 2. Sikap peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran baik sikap peserta didik terhadap guru, sikap peserta didik
terhadap metode
pembelajaran rendah. 3. Lingkungan belajar, yang terdiri dari tiga tempat yakni lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggal kurang mendukung proses pembelajaran. 4. Motivasi belajar peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran IPS rendah. 5. Guru tidak berhasil menciptakan suasana kelas yang kondusif. 6. Hasil belajar IPS peserta didik rendah, banyak peserta didik belum mencapai nilai SKBM
10
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang sudah dijelaskan diatas, maka masalah yang diteliti dibatasi sebagai berikut. 1. Metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaan guru kurang menarik, guru hanya duduk didepan kelas sambil menerangkan sambil menggunakan metode ceramah dalam penelitian ini penulis akan melakukan metode yang efektif dengan menggunakan metode pembelajaran Talking Stick dan Talking Chips agar pembelajaran dikelas dapat meningkatkan hasil belajar IPS sesuai dengan nilai SKBM 2. Hasil belajar IPS peserta didik rendah, banyak peserta didik belum mencapai nilai SKBM D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah serta pembatasan masalah yang sudah dikemukakan dalam pertanyaan yang mendasar dalam penelitian ini ialah: 1. Bagaimana
pengaruh
metode
pembelajran
Talking
Stick
dalam
meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas VIII-1? 2. Bagaimana pengaruh metode pembelajran Talking Chips dalam meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas VIII -2? 3. Adakah perbedaan hasil belajar IPS siswa dengan menggunakan metode Talking Stick dan Talking Chips di MTs jamiyatul khair ciputat? E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini dalah sebagai berikut: Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar peserta didik MTs Jamiyatul Khair kelas VIII dengan menggunakan metode Talking Stick dan Talking Chips. F. Manfaat Penelitaian Hasil penelitian yang diharapkan dilakukan dapat bermanfaat bagi penulis, para peserta didik, guru, dan komponen pendidikan disekolah, manfaat penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
11
1. Manfaat Teoritis a. Bagi penulis, untuk dapat menambah pengetahuan dan dapat mengembangkan ilmu yang diperoleh selama menjalani kuliah. b. Bagi para akademisi, dapat menambah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan, sehingga dapat menerapkan metode pembelajaran Talking Stick dan Talking Chips untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran guna meningkatkan kualitas pembelajaran IPS bagi para siswa. c. Bagi peneliti lebih lanjut, dapat memberi sumbangsih pengetahuan dan sebagai referensi dalam penerapan metode pembelajaran Talking Stick dan metode pembelajaran Talking Chips sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa. 2. Manfaat Praktis a.Bagi peserta didik, berani mengemukakan pendapat, ide, gagasan, dan saran yang mereka miliki, dan memiliki motivasi untuk memperhatikan dan mengikuti proses pembelajaran dengan baik sehingga mendapatkan hasil belajar yang sesuai dengan KKM yang sudah ditentukan. b. Bagi guru dapat menjadi salah satu acuan untuk menggunakan metode pembelajaran Talking Stick atau metode Talking Chips dalam proses belajar mengajar mata pelajaran IPS terpadu di kelas VIII di MTs. Jamiyatul Khair Ciputat, sebab guru merupakan pengatur dan pencipta kondisi yang menyenangkan, namun dapat memberikan pemahaman konsep terhadap peserta didik dengan strategi pembelajaran yang tidak konvensional namun, bersifat variatif. c. Bagi sekolah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap administrasi pendidikan, sebagai saran bagi kepala sekolah untuk mengambil keputusan dalam pembinaan
12
guru untuk menggunakan metode pembelajaran yang inovatif dalam proses pembelajaran. d. Bagi peneliti lebih lanjut, dapat dijadikan referensi dalam mengembangkan pengetahuan tentang penerapan metode Talking Stick
dan metode Talking Chips sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar IPS. d. Bagi
penulis,
dapat
menambah
pengetahuan
dan
mengembangakan ilmu yang telah diperoleh selama kuliah, sehingga penelitian ini merupakan wahana untuk meningkatkan ilmu yang dimiliki oleh penulis. e. Bagi para akademisi, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau bahan kajian dalam menambah ilmu pengetahuan dibidang pendidikan, sehingga dapat mengembangkan penerapan metode pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas.
`
12
BAB II KAJIAN TEORI
1. Hakikat Belajar Menurut Pupuh Abdul Rahman dan M. Robiy Sutikno, dalam keseluruhan proses pendidikan, “kegiatan belajar dan
mengajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara professional.”1 Setiap kegiatan belajar mengajar selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengajar merupakan kondisi belajar siswa yang didesain secara sengaja, sistematis dan berkesinambungan. Sedangkan anak sebagai subjek pembelajaran merupakan pihak yang menikmati kondisi belajar yang diciptakan guru. Proses pembelajaran yang baik diterapkan oleh seorang guru yang mampu memberikan pengajaran di kelas secara efektif sehingga dapat terciptanya suasana belajar yang nyaman bagi siswa maupun guru yang berada dalam suatu ruangan. a. Pengertian Belajar Pupuh Fathurrohman dan M.Robry Sutikno, 12 Stategi Belajar Mengajar, PT Refika Aditama (Bandung : 2007). H.1 1
13
Pengertian belajar sangat kompleks, sehingga tidak bisa didefinisik oleh seseorang. Menurut S. Nasution belajar adalah “perubahan-perubahan dalam system urat saraf. Belajar adalah penambahna pengetahuan.”2 “Sedangkan belajar yang dikutip dalam bukunya Syaiful Bahri Djamarah, bahwa belajar adalah “suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat bagi para pelajar atau mahasiswa kata “belajar” merupakan kata yang tidak asing. Bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal.”3 Sedangkan menurut Slamento dan Gagne yang dikutip dari buku Dimyati merumuskan “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Sedangkan menurut Gagne merumuskan “belajar merupakan kegiatan yang kompleks.hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap,dan nilai”. 4 Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar yang dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur, yaitu jiwa dan raga. Akhrirnya dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. Belajar juga menunjukan suatu aktivitas pada diri seorang dan lingkungannya yang mungkin setiap individu memperolah pengalaman dan pengetahuan yang baik. Ada empat pilar yang dikemukakan oleh UNESCO, yaitu :
2
S. Nasution, Didaktik Azas-azas Mengajar, ( Bandung: Jemmers, 1986 ), h. 34 Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar ( Jakarta: Rineka Cipta, 2008 ), Cet. 2, H. 12 4 Dr.Dimyati, Belajar Dan Pembelajaran ( Jakarta: Rineka Cipta 2006), h, 12 3
14
1. Learning to Know, yaitu suatu proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menguasai teknik menemukan pengetahuan dan tidak hanya memperoleh pengetahuan. 2. Learning to do adalah pembelajaran untuk mencapai kemampuan untuk melaksanakan Controlling, Maintening, Designing, dan Organizing. Menurut Kunandar belajar dengan melakukan sesuatu dalam potensi yang nyata tidak hanya terbatas pada kemampuan mekanitis, melainkan juga meliputi kemampuan berkomunikasi, berkerjasama dengan orang lain serta mengelola dan mengatasi konflik.5 3. Learning to live together adalah membekali kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, saling pengertian dan tanpa prasangka. 4. Learning to be adalah keberhasilan pembelajaran yang untuk mencapai tingkatan ini diperlukan dukungan keberhasilan dan pilar pertama, kedua dan ketiga. Tiga pilar tersebut akan memnbentuk peserta didik yang mampu mencari informasi dan menemukan ilmu pengetahuan yang mampu memecahkan masalah, berkerjasama, bertenggang rasa, dan toleransi terhadap perbedaan. Ketiga pilar tersebut memberikan rasa percaya diri pada peserta didik sehinga menjadi manusia yang mampu mengenal dirinya, berkepribadian mantap dan mandiri, memiliki kemantapan emosional dan intelektual.
Keberhasilan pembelajaran diperlukan dukungan keberhasilan dari pilar pertama, kedua, ketiga dan keempat. Empat pilar tersebut di atas akan membentuk peserta didik yang mampu mencari informasi dan menemukan ilmu pengetahuan yang mampu memecahkan masalah, bekerja sama, bertenggang rasa, dan toleransi terhadap perbedaan. Keempat pilar tersebut 5
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tinglkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada),2007, Hal 303
15
yakni learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be menumbuhkan rasa percaya diri pada peserta didik sehingga menjadi manusia yang mampu mengenal dirinya, berkepribadian mantap dan mandiri, memiliki kemantapan emosional dan intelektual.
a. Prinsip- Prinsip Belajar Dalam mengerjakan berbagai kegiatan dalam kehidupan sehari-hari, seorang harus mempunyai prinsip-prinsip tertentu, begitu juga halnya dengan belajar. Menurut Slamento, dalam belajar peserta didik seharusnya dapat terlihat secara aktif dalam proses pembelajaran, minat yang harus ditingkatkan dan dibimbing supaya tujuan instruksional dapat dicapai. Belajar juga harus bisa memperkuat pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik. Belajar perlu ada interaksi antara peserta didik dan lingkungan. Prinsip-prinsip belajar menurut Slamento adalah sebagai berikut dalam belajar peserta didik harus diusahakan berpartisipasi aktif, meningkatkan minat, dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional. Belajar perlu lingkuangan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuan bereksporasi dan belajar dengan efektif. Belajar perlu ada interaksi peserta didik dengan lingkungannya.6 Prinsip-Prinsip belajar menurut teori Gestalt dalam buku Didaktik Metodik yang ditulis oleh Roestyah menjelaskan tentang prinsip belajar ialah : a. Belajar berdasarkan keseluruhan. Orang berusaha menghubungkan bagian pelajaran dengan bagian pelajaran yang lain sebanyak mungkin. b. Belajar adalah suatu proses perkembangan. Anak-anak baru dapat memepelajari dan mencernakan bila ia telah matang jiwanya untuk menerima bahan pelajaran itu. c. Anak sebagai organism keseluruhan. Anak belajar tak hanya intelektualnya saja, tetapi juga emosional dan jasmaninya juga. d. Terjadi Transfer. Belajar pada pokoknya yang penting penyesuaian pertama ialah memperoleh response yang tepat. 6
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, Sebagai Referensi Bagi Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas ( Jakarta: Kencana 2009), h 63
16
e. Belajar adalah Reorganisasi pengalaman. Pengalaman ialah suatu interaksi antara individu dengan lingkungannya.7 Untuk menertibkan diri dalam belajar harus mempunyai prinsip seperti yang diketahui prinsip belajar memang kompleks tetapi dapat juga dianalisis dan diperinci dalam bentuk-bentuk prinsip atau azas belajar seperti yang dinyatakan oleh Oemar Hamalik meliputi belajar adalah suatu proses aktif dalam hal ini terjadi hubungan saling mempengaruhi secara dinamis antara peserta didik dan lingkungan. b. Teori-teori belajar Dalam buku karangan Zikri Neni Iska yang berjudul Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, membagi teori belajar menjadi dua bagian, yakni ”Classical Conditioning dan Operant / Instrumental conditioning”.8 Sedangkan ada beberapa teori belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli, berikut ini adalah beberapa teori belajar yang mendukung pembelajaran dalam sistem pendidikan. 1.
Teori belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Menurut Ausubel belajar akan menghasilkan manfaat bila peserta didik mencoba menghubungkan
pengetahuan
baru
dengan
pengetahuan
yang
dimilikinya. Menurut Ausubel belajar bermakna merupakan suatu proses menghubungkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapad dalam struktur kognitif seseorang. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui oleh peserta didik.9 2.
Teori belajar yang dikemukakan oleh Piaget menurut, Piaget perkembangan kognitif seseorang melaui beberapa tahapan, yaitu sensori motor (sampai dengan usia 2 tahun), Concreteoprations (usia 2 -
7
8
Roestiyah, Didaktik Metodik, ( Bina Askara Anggota IKAPI,1986), Cet 2, H. 11
Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta : Kizi Brother”s, 2006). H. 78 9 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktifistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007).H. 14
17
11 tahun), dan formal operation (setelah usia 11 tahun). Pada tahap sensori motor pengatahuan yang diperoleh masih sangangat terbatas sejalan dengan perkembangan fisik dari anak tersebut. Pada tahap concreteoprations anak sudah mulai belajar simbol yang merupakan representasi dari objek tertentu. Anak mulai belajar menghubungkan suatu onjek dengan simbol tertentu. Sedangkan pada tahap formal operations pengetahuan yang diperoleh anak semakin kompleks karena anak telah banyak pembendaharaan kata dan memahami arti serta dapat mengasosialisasikan dengan kata-kata lainnya. Dalam tahap ini anak sudah dapat merangkum atau mengkombinasikan dua konsep atau lebih untuk membentuk suatu aturan. Menurut Piaget, pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting untuk perkembangan pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik.10 c. Faktor–faktor yang mempengaruhi belajar Menurut pandangan Noehi Nasution, dan kawan-kawan memandang belajar itu bukanlah suatu aktivitas yang berdiri sendiri. Mereka berkesimpulan ada unsur-unsur lain yang ikut terlibat langsung di dalamnya. Adapun faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar faktor dari luar dan faktor dari dalam, menurut Syaiful Bahri Djamarah adalah sebagai berikut: Faktor dari luar : a. Faktor Lingkungan 1. Alami : lingkungan hidup adalah lingkungan tempat tinggal anak didik, hidup dan berusaha di dalammya. Pencemaran lingkungan hidup dan berusaha di dalam. 2. Sosial budaya : lingkungan social budaya diluar sekolah sisi kehidupan yang mendapatkan problem tersendiri bagi kehidupan anak didik di sekolah .
10
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktifistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007).H. 14
18
b. Faktor Instrumental 1. Kurikulum : kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur subtansial dalam pendidikan. Tanpa kurikulum kegiatan belajar mengajar tidak dapat berlangsung, sebab materi apa yang harus guru sampaikan dalam suatu pertemuan kelas, belum guru programkan. 2. Program : setiap sekolah mempunyai program pendidikan. Program pendidikan disusun untuk di jalankan demi kemajuan pendidikan. 3. Sarana dan fasilitas : sarana mempunyai arti penting dalam pendidikan. 4. Guru : guru merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan. Faktor dari dalam : a. Faktor Fisiologis 1. Kondisi fisikologis : kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemammpuan belajar seseorang. 2. Kondisi panca indra : belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. b. Faktor Psikologis 1. Minat : suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukan bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal dari pada lainnya. 2. Kecerdasan : pendidikan yang berhasil karena menyelami jiwa anak didiknya, yang menarik dari ungkapan ini adalah tentang umur dan menyelami jiwa anak didik. 3. Bakat : bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang. 4. Motivasi : motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. 5. Kemampuan kognitif : dalam dunia pendidikan ada tiga tujuan pendidikan yang sangat dikenal dan diakui para ahli pendidikan yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. 11 Menurut buku Suprino
psikologi belajar karangan Abu Ahmad dan Widodo
memandang prestasi belajar yang dicapai seseorang yang dicapai
merupakan hasil interaksi bebagai faktor yang mempengaruhinya, baik dari dalam
11
202
Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar ( Jakarta: Rineka Cipta, 2008 ), Cet. 2, H. 177-
19
diri (internal) maupun dari luar diri (eksternal). Adapun faktor-faktor internal adalah: a. Faktor jasmaniah ( Fisiologi ) yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. b. Faktor psikologis yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. c. Faktor kematangan fisik Faktor-faktor internal : a. Faktor sosial b. Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan c. Faktor lingkuangn fisik, seperti rumah, fasilitas belajar, dan iklim Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor di atas saling berkaitan, dan mempengaruhi satu sama lain. Jadi, karena pengaruh faktor-faktor itulah muncul siswa-siswa yang berprestasi tinggi dan berprestasi rendah atau gagal sama sekali. Oleh karena itu, seorang guru yang berkompeten dan professional diharapkan
mampu
mengatasipasi
kemungkinan-kemungkinan
munculnya
kelompok siswa yang menunjukan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses belajarnya. e. Pengertian Hasil Belajar Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjukkan sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu. Proses belajar mengajar merupakan tujuan yang bersifat transaksional, artinya diketahui secara jelas dan operasional untuk guru dan murid. Semua usaga dikerahkan semaksimal mungkin agar tujuan itu dapat tercapai. Tujuan itu tercapai jika siswa memperoleh hasil belajar seperti yang diharapkan di dalam
20
proses belajar mengajar itu. Maka di bawah ini akan penulis kemukakan beberapa pengertian hasil belajar. Menurut Bloom dalam buku Cooperatif Learning karangan Agus Suprijono menjelaskan tentang hasil belajar adalah ”mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.”12 Kognitif ialah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension ( pemahaman, menjelaskan, meringkas), application (menerangkan), analysis ( menguraikan, menentukan hubungan), siynthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentukbangunan baru). Afektif ialah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi)”. Psikomotorik juga mengcangkup
keterampilan
produktif,
teknis,fisik,sosial,
manajerial,
dan
intelektual. Pengertian Hasil belajar dalam buku Kunandar ialah ”kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar”.13 Yang harus diingat, hasil belajar ialah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja artinya, hasil pembelajaran yang dikatogerikan oleh para pakar pendidikan sebagimana tersebut diatas tidak dilihat secara pragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif. Dalam proses belajar mengajar di sekolah perubahan tingkah laku siswa ditandai dengan kemampuan peserta didik menerapkan dan mendemonstrasikan pengatehuannya serta keterampilannya. Perubahan inilah yang disebut hasil belajar. Hal ini selaras dengan pendapat Suharsimi Arikunto dalam bukunya Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan mengatakan, Jadi hasil belajar adalah merupakan perbuatan-perbuatan tingkah laku secara keseluruhan.
12
Agus Suprijono, Cooperatif Learning, (Yogyakara: Pustaka Pelajar, 2009), Cet 1 dan 2, H 6 Kunandar, Guru Progesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2007), H. 229 13
21
Hasil belajar kognitif ialah hasil belajar yang memerlukan kegiatan berfikir, meliputi hasil belajar pengetahuan, hasil belajar pemahaman, hasil belajar penerapan, hasil belajar analisis, dan hasil belajar evaluasi. Hasil belajar afektif ialah hasil belajar yang berhubungan dengan perasaan dan kehendak seseorang, berupa minat, persepsi, sikap, nilai dan kebiasaan siswa. Perolehan hasil belajar ini didapatkan proses belajar yang telah dialami oleh seseorang dengan melakukan organisasi dalam struktur kognitifnya sehingga seseorang dapat memahami dan mencapai pemahaman pengetahuan konsep pembelajaran. Hal ini sesuai ditegaskan oleh sudjana, yang menyatakan bahwa kemampuan-kemampuan yang diperoleh siswa, setelah ia mengalami pengalaman belajar adalah hasil belajar. 2. Model – Model Pembelajaran Cooperative Learning 1. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Laerning a. Model Pembelajaran Cooperative Learning Cooperative Learning berasal dari kata Cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu team.14 Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Yaitu mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kekompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.15 Menurut Masitoh dan Dewi pengertian Pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai “sistem kerja/belajar kelompok yang berstruktur.” 16Strategi pembelajaraan kooperatif adalah strategi pembelajaran yang di dalamnya
14
Drs. Isjoni, Cooperative Learning (Efektivitas Pembelajaran Kelompok), (Bandung: Alfabeta, 2010). H. 15 15 Drs. Isjoni, H. 17 16
Dra. Masito dan Laksmi Dewi. Strategi Pembelajaran, (Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI ), ( Jakarta : 2009). H 233.
22
mengondisikan para siswa untuk bekerja bersama-sama di dalam kelompokkelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Menurut Hamid Cooperative mengandung pengertian bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja sama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. b. Pengertiaan Cooperative Learning menurut para ahli Salvin (1984) mengatakan bahwa Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai dengan 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.17 Anita Lie, menyebut Cooperative Learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang member kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas terstruktur. 18
Menurut Effandi Zakaria, pembelajaran kooperatif dirangka dengan tujuan melibatkan pelajar secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi perbincangan dengan rekan-rekan dalam kumpulan kecil.19 c. Langkah-langkah Pembelajaran Cooperative Learning Langkah-langkah dalam penggunaan model cooperative learning secara umum menurut Sthal dan Slavin dapat dijelaskan secara operasional sebagai berikut: 17
Dra. Etin Solihatin, Cooperative Learning ( Analisis Model Pembelajaran IPS), (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008). H.4 18 Drs. Isjoni, Cooperative Learning (Efektivitas Pembelajaran Kelompok), (Bandung: Alfabeta, 2010). H. 16 19 Drs. H. Ijoni Dkk, Pembelajaran Visioner Perpaduan Indonesia- Malaysia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), H 30
23
1. Langkah pertama yang dilakukan oleh guru adalah merancang rencana program pengajaran. Pada langkah ini guru mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Guru menetapkan sikap dan keterampilan sosial yang diharapkan dikembangkan dan diperhatikan oleh siswa selama berlangsungnya pembelajaran. 2. Langkah kedua, dalam aplikasi pembelajaran kelas, guru merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasi kegiatan siswa dalam belajar secara bersama-sama dalam kelompok-kelompok kecil. Hal ini dimaksudkan untuk mengondisikan belajar siswa. 3. Langkah ketiga, dalam melakukan observasi terhadap kegiatan siswa guru mengharapkan dan membimbing siswa, baik secara individual maupun kelompok, baik dalam memahami materi maupun mengenai sikap dan prilaku siswa selama kegiatan belajar berlangsung. 4. Langkah keempat, guru memberikan kesempatan pada siswanya dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. 20 d. Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning Berdasarkan buku karangan Isjoni, cooperative learning (efektivitas pembelajaran kelompok) mengemukakan tujuan pembelajaran cooperative learning berdasarkan tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik cooperative learning, yakni penghargaan kelompok, pertanggung jawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil. a. Penghargaan Kelompok Cooperative learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. b. Pertanggung jawaban individu Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggung jawaban tersebut menitik beratkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan Cooperative learning menggunakan metode scoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode scoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh
20
Dra. Etin Solihatin, Cooperative Learning ( Analisis Model Pembelajaran IPS), (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008). H.11
24
kesempatan untuk kelompoknya.
berhasil
dan
melakukan
yang
terbaik
bagi
2. Model Pembelajaran Talking Stick a. Pengertian Model Talking Stick Menurut Dahlan, model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran dan memberikan petunjuk kepada pengajar dikelas.
Sedangkan
pembelajaran menurut Muhammad Surya merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan individu untuk memperolah suatu perubahan prilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dan pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dan lingkungannya. Untuk memilih model yang tepat, maka perlu diperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan pengajaran. Dalam Cooperatif Learning terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan.21 1. Student Team Achevement Division (STAD) 2. Jigsaw 3. Group Investigation (GI) 4. Talking Stick 5. Talking Chips Berdasarkan uraian di atas penulis akan mengambil model dan metode pembelajaran Talking Stick dan Talking Chips. Merujuk pada defenisi istilahnya, metode Talking Stick dapat diartikan sebagai metode pembelajaran bermain tongkat, yaitu pembelajaran yang dirancang untuk mengukur tongkat penguasaan materi pelajaran oleh murid dengan menggunakan media tongkat.
21
Drs. Isjoni, Cooperative Learning (Efektivitas Pembelajaran Kelompok), (Bandung: Alfabeta, 2010). H. 49
25
Metode Talking Stick adalah metode pembelajaran yang dipergunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diiinginkan. Talking Stick sebagaimana dimaksudkan penelitian ini, dalam proses belajar mengajar di kelas berorientasi pada terciptanya kondisi belajar melalui permainan tongkat yang diberikan dari satu siswa kepada siswa yang lainnya pada saat guru menjelaskan materi pelajaran dan selanjutnya mengajukan pertanyaan. Saat guru selesai mengajukan pertanyaan, maka siswa yang sedang memegang tongkat itulah yang memperoleh kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini dilakukan hingga semua siswa berkesempatan mendapat giliran menjawab pertanyaan yang diajukan guru.22 Pembelajaran Talking Stick merupakan metode pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat. Pembelajaran dengan metode Talking Stick diawali oleh penjelasan guru mengenai materi pokok yang akan dipelajari. Peserta didik diberi kesempatan membaca dan mempelajari materi tersebut. Diberikan waktu yang cukup untuk aktivitas ini. Guru selanjutnya meminta kepada peserta didik menutup bukunya. Guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tongkat tersebut diberikan kepada salah satu peserta didik. Peserta didik yang menerima tongkat tersebut diwajibkan menjawab pertanyaan dari guru demikian seterusnya. Ketika Stick bergulir dari peserta didik ke peserta didik lainnya, seyogyanya diiringi musik. b. Langkah-langkah Pembelajaran Talking Stick Langkah akhir dari metode Talking Stick adalah guru memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajarinya. Guru memberikan ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan peserta didik, selanjutnya bersama-sama peserta didik merumuskan kesimpulan.
22
http://dedenbinlaode.blogspot.com/2010/11/metode-talking-stick-dan-hasil-belajar.html, diakses Rabu 16 Maret 2011
26
a.
Langkah-langkah pembelajaran Talking Stick adalah sebagai berikut: Adapun langkah-langkah pembelajaran metode Talking Stick yang dapat
di terapkan di kelas VIII sebagai berikut : 1. 2. 3.
4.
5.
6. 7. 8.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran SK/KD. Guru menyiapkan sebuah tongkat. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi lebih lanjut. Setelah siswa selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajarinya, siswa menutup bukunya dan mempersiapkan diri menjawab pertanyaan guru. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, jika siswa sudah dapat menjawabnya maka tongkat diserahkan kepada siswa lain. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru. Guru memberikan kesimpulan. Evaluasi. Penutup
b. Kelebihan dan Kekurangan Metode Talking Stick Adapun kelebihan dan kekurangan dalam metode Talking Stick ialah: 1. Menguji kesiapan siswa. 2. Melatih membaca dan memahami dengan cepat. 3. Agar lebih giat belajar (belajar dahulu). Kekurangan dari metode Talking Stick ialah: Membuat siswa senam jantung23
23
http://gurupkn.wordpress.com/2007/12/01/talking-stick/. Diakses 14 Maret 2011
27
3.
Model Pembelajaran Talking Chips
a.
Pengertian Model Pembelajran Talking Chips
Model pembelajaran kooperatif tipe Talking Chips dikembangkan oleh Speicer
Kagan,
dimana-masing-masing
angota
kelompok
mendapatkan
kesempatan untuk memberikan kontrubusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran orang lain.24 Tipe kancing gemerincing disebut juga dengan istilah Talking Chips, Chips yang dimaksud oleh Kagan dapat beruba benda yang berwarna yang ukurannya kecil. Istilah Talking Chips kemudian lebih dikenal dengan model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing. Pengertian pembelajaran koopertif tipe Talking Chips menurut para ahli : 1) Anita Lie Model pembelajaran tipe Talking Chips adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang masing-masing anggota kelompoknya mendapat kesempatan yang sama untuk memberikan kontrukbusi mereka dan mendengarkan pandangan serta pemikiran dari kelompok lain. 2) Millis dan Cotel Model pembelajaran kooperatif yang diberikan dengan cara siswa diberikan Chips yang berfungsi sebagai tiket yang memberikan pemegangnya untuk berbagai informasi, berkontrukbusi pada diskusi dan pembuat titik debat.25 Dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran di kelas yang menuntut siswa untuk aktif menggemukakan pendapat dengan membuat kelompok empat sampai lima orang dengan kemampuan yang berbeda-beda, maka setiap kelompok wajib mengemukakan pendapat di depan kelas dengan kelompok lainya. Pembelajaran kooperatif tipe Talking Chips baik digunakan untuk siswa pasif agar 24
Drs. Isjoni, h. 79 Http:// Panduan skripsi. Blogspot.com/2010/11pengertian kancing gemerincing gemerincing kancing. Diakses pada 9 Maret 2011. 25
28
menjadi siswa aktif dalam proses pembelajaran. Jika siswa aktif maka akan terbentuk ide-ide yang dapat mereka kembangkan sehingga mampu meningkatkan kemampuan kognitif mereka.Dewasa ini telah banyak digunakan model pembelajaran kooperatif. Bahkan pembelajaran kooperatif ini merupakan suatu model pembelajaran yang banyak dikembangkan. Dalam kegiatan Kancing Gemerincing, masing-masing anggota kelompok mendapatkan
kesempatan
untuk
memberikan
kontrubusi
mereka
dan
mendengarkan pandangan kesempatan untuk memberikan konstrubusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lain. Keunggulan lain teknik ini adalah
untuk mengatasi hambatan kesempatan yang sering mewarnai kerja
kelompok. Dalam banyak kelompok, sering dan anggota yang terlalu dominan dan banyak bicara. Teknik belajar mengajar Kancing Gemerincing memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk berperan serta. b. Langkah-langkah pembelajaran Talking Chips Beberapa ahli menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep, tetapi juga membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerja sama, berfikir kritis dan mengembangkan sikap sosial siswa a. Langkah –langkah pembelajaran kooperatif tipe Talking Chips26 1.
Guru menyiapkan kotak kecil yang berisi kancing – kancing (bisa juga benda-benda kecil lainnya, seperti kacang merah, biji kenari)
2.
Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa dalam masingmasing kelompok mendapatkan dua atau tiga buah Kancing
3.
Setiap kali sesoarang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat, ide.
4.
Masing-masing anggota dalam kelomponya diberikan kartu 2-3 kartu
5.
Para siswa dalam kelompoknya membahas topik atau berdiskusi untuk menyelesaikan masalah yang diberikan guru
26
Dra. Masito dan Laksmi Dewi. Strategi Pembelajaran, (Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI ), ( Jakarta : 2009). H 244
29
6.
Setiap siswa yang ingn bicara atau mengemukakan suatu ide, siswa tersebut terlebih dahulu harus mengangkat kartunya, kemudian kartunya disimpan ditengah meja pada kelompoknya.
7.
Siswa tidak dapat berbicara lagi jika kartu miliknya sudah habis, sampai semua kartu milik siswa lain pada kelompoknya juga habis.
8.
Jika kartu semuanya sudah digunakan dan kelompoknya masih merasakan kebutuhan untuk mengemukakan ide ynag tertinggal, maka proses dapat dimulai dengan menggunakan kembali kartu seperti awal.
2. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif tipe Talking Chips Aktivitas diatas menyatakan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan idenya, sehingga tidak ada siswa mendominasi dan siswa yang diam saja. Selain itu dalam pembelajaran kooperatif tipe Talking Chips dapat membantu guru unuk memonitoring tanggung jawab individu siswa, sehingga berperan sebagai pembimbing dan pengarah dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung. 4. Pembentukan Harga Pasar 1. Pengertian permintaan dan hukum permintaan a. Pengertian permintaan : Permintaan adalah jumlah barang yang akan dibeli oleh pembeli pada tingkat harga yang beragam yang berlaku pada tempat dan waktu tertentu b. Faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan adalah : 1.
Harga barang itu sendiri
2.
Harga barang lain
3.
Pendapatan penduduk
4.
Jumlah barang
5.
Citra rasa ( selera ) masyarakat
c. Hukum permintaan
30
Menurut Sadali bunyi hukum permintaan adalah “permintaan itu terbanding terbalik dengan harga “ artinya sebagai berikut.27 1. Apabila harga barang naik maka permintaan barang berkurang 2. Apabila harga barang turun maka permintaan barang bertambah Apabila ditinjau dari sebaliknya yaitu permintaan dan pengaruhnya terhadap harga maka terjadi hubungan fungsional sebagai berikut : 1. Apabila permintaan bertambah maka harga akan naik 2. Apabila permintaan berkurang maka harga akan turun Contoh : 1. Menjelang hari raya idul fitri dan tahun baru harga sayur mayur, makanan atau pakaian menjadi mahal karena mahal karena permintaan terhadap barang –barang sangat besar. 2. Pada musim rambutan atau buah-buahan tertentu, harganya akan menjadi murah, karena barang yang ditawarkan sangat banyak. 3. Pada awal tahun ajaran baru, produsen buku dan alat tulis meningkat jumlah produksinya. Hukum permintaan berlaku keadaan lain yang mempengaruhi permintaan itu tetap atau tidak tetap tidak berubah atau cateris paribus antara lain sebagai berikut: 1) Penghasilan konsumen tetap ( tidak bertambah) 2) Tidak ada barang pengganti dan barang pelengkap 3) Perkiraan harga masa datang 4) Kesenangan atau citra rasa konsumen terhadap barang tersebut tetap
2. Kurva Permintaan Kurva permintaan adalah kurva yang menunjukan hubungan antara jumlah barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga. 27
Sadali dkk, Ilmu Pengetahuan Sosial ( PT Bumi Askara, 2007), H.284
31
3. Permintaan dan jumlah barang dan jasa yang diminta Apabila kurva permintaan bergeser kekanan berari terjadi kenaikan permintaan. Apabila kurva permintaan bergeser kekiri berarti terjadi penurunan permintan. 4. Macam-macam Permintaan a. Permintaan menurut daya beli ada dua macam, yaitu permintaan efektif dan potensial. 1. Permintaan efektif adalah permintaan yang didukung dengan daya beli. 2. Permintaan potensial adalah permintaan yang tidak didukung oleh daya beli. b. Permintaan menurut subyek pendukung Permintaan individual adalah permintaan yang dilakukan oleh seorang pembeli. Contoh : permintaan gula pasir oleh Ibu. Anik
Permintaan pasar adalah permintaan yang dilakukan oleh konsumen keseluru han di dalam pasar. Contoh : dalam suatu pasar komputer tedapat 100 orang pembeli.
5. Elastisitas Permintaan Pengertian elastisitas permintaan adalah khadepekaan perubahan jumlah barang dan jasa yang diminta terhadap perubahan harga. Ada lima macam elastisitas permintaan untuk lebih jelasnya perhatikan uraian berikut: a. Permintaan elastic uniter, jika Ed=1 Artinya pengaruh perubahan harga terhadap jumlah barang dan jasa yang diminta sebanding yang diminta. b. Permintaan elastic, jika Ed> Artinya perubahan harga berpengaruh mencolok terhadap jumlah barang dan jasa yang diminta.
32
c. Permintaan inelastis (tidak elastis) jika Ed1 Artinya, perubahan harga berpengaruh mencolok terhadap jumlah barang dan jasa yang ditawarkan. c. Penawaran inelastis (tidak sempurna), jika Es 0,2
Kriteria Jelek
0,2-0,4
Sedang
0,4-0,7
Baik
0,7-1,00
Baik Sekali
Bertanda negatif
Jelek Sekali
5. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Uji Normalitas Pretes dan Postes Kedua Sampel dengan Uji Lilifors Uji Normalitas dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Data diurutkan dari yang terkecil hingga data yang paling besar
2.
Cari angka baku dengan rumus: 𝑍 =
3.
Cari distribusi bakunya F(z)
4.
Cari proposisi kumulatifnya S(z)
5.
Cari 𝐿𝑜 = 𝑀𝑎𝑥 𝐹 𝑧 − 𝑆(𝑧)
6.
Membandingkan statistik hitung dengan statistik tabel.
𝑋−𝑋 𝑠
Hipotesis uji Normalitas: 𝐻𝑜 = 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑛𝑜𝑚𝑎𝑙 𝐻𝑎 = 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑑𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙
7
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007). h.218
49
Kriteria Uji Normalitas: Jika 𝐿𝑜 ≤ 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka sampel terdistribusi normal pada taraf signifinaksi ∝= 0.05% b. Uji Homogenitas Hasil Pretes dan Postes Kedua Sampel dengan Uji Fishers Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Fhiser, dengan rumus:8 𝑆12 𝐹 = 2 ; 𝑑𝑏: 𝑑𝑏 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔, 𝑑𝑏 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑏𝑢𝑡 𝑆2 Keterangan: 𝐹 = 𝐻𝑜𝑚𝑜𝑔𝑒𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑆12 = 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 𝑆22 = 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 Langkah-langkah pengujian homogenitas adalah sebagai berikut: 1) Mencari statistik hitung 2) Mencari statistik tabel 3) Membandingkan statistik hitung dengan statistik tabel Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 ; 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝐻𝑜 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹𝑡𝑒𝑏𝑒𝑙 ; 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝐻𝑎 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 Hipotesis uji homigenitas: 𝐻𝑜 = 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑜𝑚𝑜𝑔𝑒𝑛 𝐻𝑎 = 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑜𝑚𝑜𝑔𝑒𝑛 6. Analisis Data
8
Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: CV ALFABETA, 2007). h.140
50
Setelah diketahui homogenitas kedua kelompok sampel, langkah analisis data dalam penelitian ini adalah uji hipotesis dengan perhitungan statistik Uji Beda Rata-Rata (Uji t) dan juga uji N-gain
1) Jika kedua kelompok sampel homogen maka rumus yang digunakan adalah
sebagai
berikut:
Keterangan:
Jika kelompok sampel tersebut heterogen, maka Uji Beda Rata-Rata (Uji t) menggunakan rumus sebagai berikut:
Setelah diperoleh nilai statistik hitung, kemudian mencari nilai dalam statistik tabel dengan taraf kepercayaan 95 %. Selanjutnya membandingkan statistik hitung dengan statistik tabel. Jika t hitung lebih besar daripada t tabel maka H ditolak dan Ha diterima. Atau dengan rumus N-Gain, gain adalah selisih antara nilai pretes dan postes, gain menunjukkan tingkat pemahaman, atau penguasaa konsep siswa
51
setelah pembelajaran dilakukan guru. Uji gain digunakan untuk menghindari bias pada penelitian dengan menggunakan rumus:
N-Gain= skor postes - skor pretes Skor ideal – skor pretes Perolehan skor gain ternormalisasi terdapat tiga kategorisasi:
7.
g-tinggi
: nilai () > 0,70
g-sedang
: nilai 0,70 e”() e”0,30
g-rendah
: nilai () < 0,30
Hipotesis Statistik Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1) H =
1
=
2
: Tidak Ada Perbedaan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas VIII
Semester 1 MTs. Jamiyatul Khair dengan menggunakan metode pembelajaran Talking Stick. 2) Ha =
2
: Ada Perbedaan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas VIII
Semester 2 MTs. Jamiyatul Khair dengan menggunakan metode pembelajaran Talking Stick dan metode pembelajaran Talking Chips. Keterangan: H = Hipotesis Nol Ha = Hipotesis Alternatif 1
= Hasil belajar siswa dengan metode pembelajaran Talking Stick
2
= Hasil belajar siswa dengan metode pembelajaran Taling Chips
49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Sekolah 1. Gambaran Umum MTs. Jamiyatul Khair a. Sejarah Berdirinya MTs. Jamiyatul Khair Madrasah Tsanawiyah Jam’iyyatul Khair merupakan
lembaga yang
dikelola oleh sebuah yayasan yang bernama "Yayasan Pendidikan Jam’iyyattul Khair", yang pendiriannya dikukuhkan berdasarkan akta notaris nomor 70 Tanggal 31 Maret 1988 melalui notaris KGS Zainal Arifin SH. Madrasah Tsanawiyah Jam’iyyatul Khair berdiri di atas tanah wakaf seluas 1160 m2. Mulai beroperasi pada tahun 1987 berdasarkan izin operasional yang dikeluarkan oleh Kantor
Wilayah
Departemen
Agama
Propinsi
Jawa
Barat
Nomor:
Wi/Bg.010.1.3/205/1987 tanggal 20 Juli 1987. Berdasarkan izin tersebut, maka secara sah MTs. Jam’iyyatul Khair dapat menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran dengan baik. Kepercayaan yang besar yang diberikan masyarakat kepada lembaga membuat Jam’iyyatul Khair terus berusaha meningkatkan kualitas lembaga pendidikannya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menaikkan jenjang akreditasi madrasah. Berdasarkan Keputusan Kepala Kantor Wilayah 49
50
Departemen Agama Propinsi Jawa Barat Nomor Wi/I/PP.03.2/212/1999 tanggal 17 Juni 1999, Madrasah Tsanawiyah Jam’iyyatul Khair berhasil mengubah statusnya menjadi Diakui. Perubahan status dari terdaftar menjadi diakui membawa konsekuensi pada peningkatan profesionalisme individu-individu yang terlibat di dalam lembaga. Dalam hal peningkatan sumber daya pendidik, MTs. Jam’iyyatul Khair memiliki strategi rekrutmen tenaga kependidikan yang selektif berdasarkan kecakapan-kecakapan khusus yang dipersyaratkan. Latar belakang pendidikan, jenjang pendidikan, serta prestasi akademik calon guru menjadi prasyarat yang diutamakan. Saat ini, MTs. Jam’iyyatul Khair memiliki 15 orang tenaga pendidik yang merupakan alumnus beberapa perguruan tinggi baik negeri maupun swasta (data lengkap pada lampiran). Dan MTs. Jam’iyyatul Khair membimbing dan mendidik siswa yang sampai saat ini berjumlah 159 siswa (data lengkap pada lampiran). Selanjutnya, era informasi dan teknologi yang maju begitu pesat menuntut Jam’iyyatul Khair agar mampu beradaptasi dengan segala bentuk kemajuan zaman. Penyesuaian diri pada perkembangan diwujudkan dengan penambahan sarana pen-dukung kegiatan belajar siswa. Lalu kemudian, pada tahun 2000 Jam’iyyatul Khair bersama dengan masyarakat melengkapi sarana laboratorium komputer untuk lembaga pendidikannya. Saat berdiri, sepuluh unit komputer melengkapi laboratorium tersebut. Berikutnya, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan komputer, maka pada tahun ajaran 2002/2003, MTs. Jam’iyyatul Khair meresmikan pendidikan komputer sebagai salah satu muatan lokal (MULOK) bagi para peserta didiknya. Masih dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikannya, pada tahun 2003 MTs. Jam’iyyatul Khair melengkapi lagi beberapa program ekstrakurikuler bagi siswanya dalam bentuk kegiatan Pramuka dan Paskibra. Kegiatan ini merupakan satu bentuk syiar bagi lembaga dalam mempromosikan eksistensinya di tengah-
51
tengah masyarakat. Dan sebagai upaya meningkatkan rasa cinta akan bangsanya ( Nasionalisme) dan kualitas disiplin siswa. b. Profil Madarasah : MTs. JAM’IYYATUL KHAIR
1. Nama Madrasah 2. Alamat
: Jalan
: Wr. Supratman , No. 35, RT 002/06
Desa
: Cempaka Putih
Kecamatan
: Ciputat Timur
Kota/ Kab.
: Tangerang Selatan
Propinsi
: Banten
3. Nama dan Alamat Yayasan / Penyelenggara Madrasah
: YAYASAN
PENDIDIKAN JAM’IYYATUL KHAIR 4. Alamat Yayasan / Penyelenggara Madrasah: Jl. WR Supratman No. 35 Rt. 002/06 Kelurahan Cempaka Putih – Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan - Banten 5. NSS/NSM/NSD
: 212 280 406 047
6. Jenjang Akreditasi
: Peringkat B ( Baik )
7. Tahun Didirikan
: 1986
8. Tahun beroprasi
: 1986
9. Kepemilikan Tanah
: Milik Yayasan dan Menyewa
a. Surat Tanah
: Sertifikat Wakaf
b. Luas Tanah
: Wakaf
: 1160 M2 Sewa : 165 M2
10. Setatus bangunan
: Milik Yayasan
11. Luas bangunan
: 376 M2
12. Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi Madrasah
52
c. Visi dan Misi MTs. Jamiyatul Khair
Visi Islami, Cerdas dan Ke Indonesiaan
Misi Mengintegrasikan kurikulum Nasional dengan nilai – nilai keIslaman. Mengembangkan kurikulum Muatan lokal yang berbasis keIslaman. Memaksimalkan potensi dan daya nalar siswa dalam proses pembelajaran. Mengoptimalkan sarana dan pra sarana pendidikan sebagai sumber belajar dan media pembelajaran yang efektif. Menyelenggarakan pembinaan ke-Indonesiaan melalui aktifitas belajar intra maupun ekstra kurikuler
Tujuan Membantu pemerintah dalam mensukseskan Program wajib belajar 9 tahun. Melahirkan siswa Indonesia yang cerdas dan berakhlakul karimah. Melahirkan siswa yang taat pada agmanya ( Seperti Shalat, membaca al-Qur’an, puasa dan silaturrahim ). Mengantarkan peserta didik ke jenjang pendidikan berikutnya Mendorong masyarakat untuk lebih mencintai ilmu pengetahuan yang berbasis Ke-Islaman. Melahirkan siswa yang mencintai bangsa dan negaranya.
Strategi Memaksimalkan Kurikulum Nasional dan mengembangkannya ke dalam suatu program pembelajaran. Menyusun Kurikulum dan materi Muatan Lokal yang berbasis keIslaman. Mengadakan dan mengikuti pembinaan profesionalisme keguruan.
53
Melengkapi dan menyempurnakan fasilitas media dan multi media belajar. Memberdayakan tempat-tempat peribadatan dan perpustakaan serta laboratorium. Membina silaturrahim dengan insan terkait seperti; pemerintah daerah, pengusaha, profesional dan kelompok masyarakat lainnya yang mempunyai kepedulian terhadap pendidikan. d. Struktur Organisasi MTs. Jamiyatul Khair Tabel 4
KELAS
Data Siswa Dalam 5 Tahun Terakhir : JUMLAH SISWA 2005/2006
2006/2007 2007/2008
2008/2009
2009/2010
VII
46
49
50
62
59
VIII
63
48
45
50
59
IX
41
61
45
43
48
JUMLAH
150
158
140
155
166
Keadaan Ruang Kelas a. Kelas VII
:
= 1 Ruang
: Kondisi Baik
b. Kelas VIII = 1 Ruang
: Kondisi Baik
c. Kelas IX
: Kondisi Baik
= 1 Ruang
Jumlah Rombongan Belajar : a. Kelas VII
= 2 Rombel
b. Kelas VIII
= 2 Rombel
c. Kelas IX
= 1 Rombel
Data Guru a. Jumlah Guru Seluruhnya
: 15 Orang
54
b. Jumlah Guru Tetap Yayasan
: -
c. Jumlah Guru Tidak Tetap
: 10 Orang
d. Jumlah Guru PNS
: 5 Orang
e. Staf Tata Usaha Honorer
: 4 Orang
B. Deskripsi Data 1. Pengaruh Metode Pembelajaran Talking Stick Terhadap Hasil Belajar IPS Talking Stick dapat diartikan sebagai metode pembelajaran bermain tongkat, yaitu pembelajaran yang drancang untuk mengukur tingkat penguasaan materi pelajaran oleh murid dengan menggunakan media tongkat. Metode Talking Stick adalah metode pembelajaran yang dipergunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diiinginkan. Talking Stick sebagaimana dimaksudkan penelitian ini, dalam proses belajar mengajar di kelas berorientasi pada terciptanya kondisi belajar melalui permainan tongkat yang diberikan dari satu siswa kepada siswa yang lainnya pada saat guru menjelaskan materi pelajaran dan selanjutnya mengajukan pertanyaan. Saat guru selesai mengajukan pertanyaan, maka siswa yang sedang memegang tongkat itulah yang memperoleh kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini dilakukan hingga semua siswa berkesempatan mendapat giliran menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Pembelajaran Talking Stick merupakan metode pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat. Pembelajaran dengan metode talking stick diawali oleh penjelasan guru mengenai materi pokok yang akan dipelajari. Peserta didik diberi kesempatan membaca dan mempelajari materi tersebut. Diberikan waktu yang cukup untuk aktivitas ini. Metode Talking Stick diterapkan dikelas VIII-1 dengan jumlah siswa 30 siswa metode ini digunakan agar siswa dapat aktif dan Guru selanjutnya meminta kepada peserta didik menutup bukunya. Guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tongkat tersebut diberikan kepada salah satu peserta
55
didik. Peserta didik yang menerima tongkat tersebut diwajibkan menjawab pertanyaan dari guru demikian seterusnya. Ketika stick bergulir dari peserta didik ke peserta didik lainnya, seyogianya diiringi musik. Pada penerapan Talking Stick pertemuan kedua, suasana kelas dalam keadaan lebih kondusif dari pertemuan sebelumnya, hal ini terlihat dari suasana gaduh berkurang karena ada kesepakatan sebelumnya bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran harus dilakukan dengan tenang dan saling menghargai sesama teman. Dan siswa harus melaksanakan perannya masing-masing. Hasil yang didapat metode pembelajaran Talking Stick siswa lebih aktif dan mereka lebih mempersiapak pelajaran dengan baik hasil dari pengaruh metode Talking Stick banyak siswa yang mendapat nilai di atas SKBM. Sehingga proses belajar mengeajar dikelas dengan menggunkan metode
Talking Stick berhasil
mempengaruhi siswa untuk lebih aktif. 2. Pengaruh Metode Pembelajaran Talking Chips Terhadap Hasil Belajar IPS Talking Chips dikembangkan oleh Speicer kagan (1992), dimana-masingmasing angota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontrubusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran orang lain. Metode Talking Chips diterapkan dikelas VIII-2 dengan menggunakan kartu Masing-masing anggota dalam kelomponya diberikan kartu 2-3 kartu Para siswa dalam kelompoknya membahas topic atau berdiskusi untuk menyelesaikan masalah yang diberikan guru. Setiap siswa yang ingn bicara atau mengemukakan suatu ide, siswa tersebut terlebih dahulu harus mengangkat kartunya, kemudian kartunya disimpan ditengah meja pada kelompoknya. Siswa tidak dapat berbicara lagi jika kartu miliknya sudah habis, sampai semua kartu milik siswa lain pada kelompoknya juga habis. Jika kartu semuanya sudah digunakan dan kelompoknya masih merasakan kebutuhan untuk mengemukakan ide ynag tertinggal, maka proses dapat dimulai dengan menggunakan kembali kartu seperti awal.
56
Penerapan metode Talking Chips ini dalam pembelajaran dilakukan sebanyak dua kali pertemuan, pada pertemuan pertama penerapan metode Talking Chips berdasarkan pengamatan (observasi) suasana kelas terlihat kurang kondusif, hal ini terlihat dari suasana kelas yang gaduh karena siswa belum memahami pelaksanaan metode Talking Chips ini. Pada penerapan metode Talking Chips
pertemuan kedua, suasana kelas
dalam keadaan lebih kondusif dari pertemuan sebelumnya, hal ini terlihat dari suasana gaduh berkurang karena ada kesepakatan sebelumnya bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran harus dilakukan dengan tenang dan saling menghargai sesama teman. Dan anggota kelompok harus melaksanakan perannya masingmasing hal tersebut malah membuat anak-anak merasa bosen sehingga terhadap pengaruh hasil belajar yang menggunakan metode Talking Chips di kelas VIII-2 sangat rendah banyak siswa yang bosen terhadap pembelajaran tersebut sehingga banyak siswa yang kurang mencapai nilai SKBM. 3. Data Perbedaan Hasil Belajar Metode Talking Stick dan Talking Chips Maka terdapat hasil perbedaan belajar siswa dengan menggunakan metode Talking Stick dan Talking Chips di MTs Jamiyatul Khair Ciputat: a. Data Hasil Belajar IPS Siswa Kelompok Talking Stick 1) Hasil Pretest Kelompok Talking Stick Nilai yang diperoleh siswa dari pretest yang dilakukan terhadap kelompok Talking Stick dapat ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 5 Data Hasil Pretest Siswa Kelompok Talking Stick N
30
Jumlah
Nilai
Nilai
Nilai
Terendah
Tertinggi
1645
35
70
Mean
Median
Modus
Varians
Simpangan Baku
54,83
55
60
92.575
73,2
2) Hasil Posttest Kelompok Talking Stick Nilai yang diperoleh siswa dari Posttest yang dilakukan terhadap kelompok Talking Stick dapat ditunjukkan pada tabel berikut:
57
Tabel 6 Data hasil Posttest Siswa Kelompok Talking Stick N
30
Jumlah
Nilai
Nilai
Nilai
Terendah
Tertinggi
2196
65
85
Mean
Median
Modus
Varians
Simpangan Baku
73,2
75
70
162678
8,35
b. Data Hasil Belajar IPS Siswa Kelompok Talking Chips 1) Hasil Pretest Kelompok Talking Chips Nilai yang diperoleh siswa dari pretest yang dilakukan terhadap kelompok Talking Chips dapat ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 7 Data Hasil Pretest Siswa Kelompok Talking Chips N
29
Jumlah
Nilai
Nilai
Nilai
Terendah
Tertinggi
35
70
1595
Mean
Median
Modus
Varians
Simpangan Baku
55
60
60
112.5
10.60
2) Hasil Posttest Kelompok Talking Chips Nilai yang diperoleh siswa dari Posttest yang dilakukan terhadap kelompok Talking Chips dapat ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 8 Data Data hasil Posttest Siswa Kelompok Talking Chips N
29
Jumlah
Nilai
Nilai
Nilai
Terendah
Tertinggi
1904
60
75
Mean
Median
Modus
Varians
Simpangan Baku
65.65
65
70
20.559
4.53
58
c. Uji Persyaratan Analisis Data 1. Uji Normalitas Data a) Uji Normalitas Data Pretest Kelompok Talking Stick Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan uji normalitas (Liliefors). Kriteria uji normalitas adalah Ho diterima jika, 𝐿𝑜 ≤ 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Dengan diterimanya Ho berarti data dalam penelitian berasal dari populasi berdistribusi normal, jika Ho ditolak berarti data berasal dari populasi berdistribusi tidak normal. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh 𝐿𝑜 Stick
pretes kelompok Talking
sebesar 0,21. Jika dikonsultasikan dengan tabel Liliefors pada taraf
signifikansi = 0.05 dan N = 30 diperoleh 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 0,16 Dengan demikian Ho ditolak karena 𝐿𝑜 > 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (0,21> 0,16). Dapat disimpulkan bahwa data prestes kelompok Talking Stick berdistribusi tidak normal.
b) Uji Normalitas Data Posttest Kelompok Talking Stick Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh 𝐿𝑜 posttest kelompok Talking Stick sebesar 0,14. Jika dikonsultasikan dengan tabel Liliefors pada taraf signifikansi = 0.05 dan N = 30 diperoleh 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 0,16. Dengan demikian Ho diterima karena 𝐿𝑜 < 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (0,14< 0,16 ). Dapat disimpulkan bahwa data posttest kelompok Talking Stick berdistribusi normal. c) Uji Normalitas Data Pretest Kelompok Talking Chips Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh 𝐿𝑜 pretes kelompok Talking Chips sebesar 0,61. Jika dikonsultasikan dengan tabel Liliefors pada taraf signifikansi = 0.05 dan N =29 diperoleh 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 0,02. Dengan demikian Ho diterima karena 𝐿𝑜 > 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (0,61> 0,02 ). Dapat disimpulkan bahwa data posttest kelompok Talking Chips berdistribusi tidak normal. d) Uji Normalitas Data Posttest Kelompok Talking Chips Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh 𝐿𝑜 posttest kelompok Talking Chips sebesar 0,18. Jika dikonsultasikan dengan tabel Liliefors pada taraf signifikansi = 0.05 dan N = 29 diperoleh 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 0,02 Dengan demikian Ho
59
diterima karena 𝐿𝑜 > 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (0,18> 0,02). Dapat disimpulkan bahwa data posttest kelompok Talking Chips berdistribusi tidak normal.
2. Uji Homogenitas Data a) Uji Homogenitas Data Pretest Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi yang homogen atau tidak, maka dilakukan uji homogenitas dengan Uji Fisher. Kriteria uji homogenitas adalah Ho diterima jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , atau Ho ditolak jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Dengan diterimanya Ho berarti data dalam penelitian berasal dari populasi yang homogen, jika Ho ditolak berarti data berasal dari populasi yang tidak homogen. Hasil perhitungan uji homogenitas data pretest diperoleh 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 sebesar 1,37. Jika dikonsultasikan dengan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikansi 0,05 dengan db penyebut 29 dan db pembilang 28 diperoleh 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sebesar 1,87. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa data pretest berasal dari populasi yang homogen, karena 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (1,37 < 1,87).
b) Uji Homogenitas Data Posttest Hasil perhitungan uji homogenitas data posttest diperoleh 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 sebesar 3,38. Jika dikonsultasikan dengan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikansi 0,05 dengan db penyebut 29 dan db pembilang 28 diperoleh 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sebesar 1,87. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa data posttest berasal dari populasi yang tidak homogen, karena 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (3,38 > 1,87).
3. Pengujian Hipotesis Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara hasil belajar IPS siswa antara yang diajarkan dengan metode Talking Stick dengan metode Talking Chips maka dilakukan uji t (uji beda). Kriteria uji hipotesis data adalah 𝐻𝑜 diterima jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , atau 𝐻𝑜 ditolak jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Dengan ditolaknya Ho berarti data dalam penelitian terbukti bahwa hasil belajar IPS antara siswa yang
60
diajar dengan metode Talking Stick dan metode Talking Chips adalah berbeda secara signifikan. Dengan ditolaknya Ho berarti data dalam penelitian terbukti bahwa hasil belajar IPS antara siswa yang diajar dengan metode Talking Stick dan metode Talking Chips adalah berbeda secara signifikan. Dari hasil perhitungan diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 sebesar 4,36. Jika dikonsultasikan dengan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikansi 95% dan db = 45,6 dibulatkan menjadi 46 diperoleh 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sebesar 1,697 . Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ada perbedaan antara hasil belajar yang diajarkan dengan metode pembelajaran Talking Stick dan metode pembelajaran Talking Chips. C.Pembatasan Hasil Penelitian Hasil analisis data menunjukkan nilai rata-rata hasil belajar IPS siswa kelas VIII-A yang diajarkan dengan menggunakan metode Talking Stick adalah 73,2 dan nilai rata-rata hasil belajar belajar IPS siswa kelas VIII-B yang diberikan pembelajaran dengan metode Talking Chips adalah 65,65 dengan nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 4,36 dan nilai 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,697, hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPS siswa antara yang diberikan pembelajaran melalui metode Talking Stick
dengan metode Talking Chips. Hal ini dimungkinkan
karena pendekatan metode Talking Stick
tersebut lebih banyak menekankan
kepada keaktifan siswa dalam menerima pelajaran dikelas dengan baik, sehingga siswa dapat memahami materi dan menyelesaikan suatu tugas. Sebagaimana dipaparkan dalam teori, bahwa metode pembelajaran kooperatif tersebut dapat merangsang siswa terlibat secara aktif untuk memperoleh pelajaran dengan baik Walaupun, masih terdapat siswa yang masih enggan terlibat aktif dalam pembelajaran karena metode ini masih baru bagi siswa. Dalam kedua pembelajaran tersebut, siswa yang biasanya belajar secara individu, tanpa kompetisi dan penghargaan dicoba dikondisikan dengan adanya kompetisi dan penghargaan yang menjadi motivasi bagi keberhasilan belajar mereka, serta suasana pembelajaran dapat menjadi lebih hidup dan bervariasi. pembelajaran ini juga dapat menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang
61
baik, karena siswa tidak cepat merasa bosan dalam belajar dan dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa karena siswa dilatih untuk berpendapat, menghargai perbedaan dan termotivasi untuk meningkatkan prestasinya karena adanya persaingan dan penghargaan yang diberikan.
61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Metode pembelajaran yang menggunkan metode Talking Stick dapat mempengaruhi hasil belajar siswa sehingga siswa kelas VIII-1 dapat aktif dan memeperoleh hasil belajar IPS yang maksimal. 2. Metode pembelajaran yang menggunkan metode Talking Chips tidak dapat memeberikan pengaruh di kelas VIII-2 sehingga hasil belajar IPS siswa rendah. 3. terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang
diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) metode dengan siswa yang diajar Talking Stick denga pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) metode Talking Chips dalam pelajaran IPS dengan diperoleh nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yaitu 4,36 > 1,697. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Guru diharapkan mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk memilih metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang diajarkan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Di antara metode
62
pembelajaran yang sudah sepatasnya dikuasai guru adalah metode Talking Chips dan metode Talking Chipsz, sebab kedua metode tersebut tidak hanya dapat meningkatkan hasil belajar siswa tapi juga dapat membentuk kompetensi sosial siswa, seperti saling menghargai dan tanggung jawab. 2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah model
pembelajaran kooperatif metode Talking Stick dan Talking Chips dapat diterapkan serta memberikan hasil dan perbedaan yang lebih baik lagi pada materi maupun mata pelajaran yang lain dan meningkatkan motivasi belajar yang lebih baik lagi bagi siswa.
63
DAFTAR PUSTAKA Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan,( Jogyakarta: Kanisius, 1994).
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam ( Jakarta: , Gaya Media Pratama 2005). Undang-Undang Ri No : 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional.( Jakarta: PT Kloang Klede Timur, 2003). Abror, Rachman, Psikologi Pendidikan , ( PT Tiara Wacana Yogya Pontianak : 1983). Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran,( Rineka Cipta Jakarta: 2006).
Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, M.Robry, Stategi Belajar Mengajar, PT Refika Aditama (Bandung : 2007).
S. Nasution, Didaktik Azas-azas Mengajar, ( Bandung: Jemmers, 1986 ).
Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar ( Jakarta: Rineka Cipta, 2008 ). Dimyati, Belajar Dan Pembelajaran ( Jakarta: Rineka Cipta 2006). Kunandar,
Guru
Profesional
Implementasi
Kurikulum
Tinglkat
Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Persiapan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada 2007). Rianto, Yatim, Paradigma Baru Pembelajaran, Sebagai Referensi Bagi Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas ( Jakarta: Kencana 2009). Roestiyah, Didaktik Metodik, ( Bina Askara Anggota IKAPI,1986). Iska, Zikri Neni, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta : Kizi Brother”s, 2006). Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktifistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007).
64
Agus Suprijono, Cooperatif Learning, (Yogyakara: Pustaka Pelajar, 2009). Kunandar, Guru Progesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2007). Isjoni, Cooperative Learning (Efektivitas Pembelajaran Kelompok), (Bandung: Alfabeta, 2010)
Masito dan Laksmi Dewi. Strategi Pembelajaran, (Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI ), ( Jakarta : 2009). Solihatin, Etin, Cooperative Learning ( Analisis Model Pembelajaran IPS), (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008). Isjoni, Cooperative Learning (Efektivitas Pembelajaran Kelompok), (Bandung: Alfabeta, 2010). Ijoni Dkk, Pembelajaran Visioner Perpaduan Indonesia- Malaysia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007). http://dedenbinlaode.blogspot.com/2010/11/metode-talking-stick-dan-hasilbelajar.html, diakses Rabu 16 Maret 2011 http://wyw1d.wordpress.com/2009/11/09/model-pembelajaran-16-talking-stik/. Diakses Rabu 16 Maret 2011 http://gurupkn.wordpress.com/2007/12/01/talking-stick/. Diakses 14 Maret 2011
Http:// Panduan skripsi. Blogspot.com/2010/11pengertian kancing gemerincing gemerincing kancing. Diakses pada 9 Maret 2011. Sadali dkk, Ilmu Pengetahuan Sosial ( PT Bumi Askara, 2007).
Umar, Husaini dan Setiady, Purnomo, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009). Zuriah, Nurul, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan Teori-Aplikasi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007). Subana, Statistik Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2000). Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007).
65
Jihad, Asep dan Haris, Abdul, Evaluasi Pembelajaran , ( Yogyakarta: Multi Pressido,2008).
Lampiran 20
Gambar Stick Untuk Menunjuk Siswa
UJI REFERENSI NAMA
: NURLITA MARYA
NIM
: 107015000616
PROGRAM STUDI
: PENDIDIKAN IPS
JUDUL SKRIPSI
: “ PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN TALKING STICK DAN METODE TALKING CHIPS DI MTS JAMIYATUL KHAIR CIPUTAT ”
NO 1.
2.
3.
4.
5.
SUMBER FOOT NOTE BAB 1 Hasbullah,DasardasarIlmuPendidikan,(Jogyakarta:Kanisius,1994 , Cet.1, h.11. H. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Gaya Media Pratama 2005). H 11. Undang-Undang
2.
3.
4.
5.
Ri
No:20
Tahun
2003,Tentang
Sistem
Pendidikan Nasional.(Jakarta: PT Kloang Klede Timur, 2003), Rachman Abror, Psikologi Pendidikan,(PT Tiara Wacana Yogya Pontianak : 1983). H 72. Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran,(Rineka Cipta Jakarta: 2006) Cet. 3 . H 247-253.
NO 1.
PARAF
SUMBER FOOT NOTE BAB II Pupuh Fathurrohman dan M.Robry Sutikno, Stategi Belajar Mengajar, PT Refika Aditama,(Bandung : 2007). H.1. S.Nasution,DidaktikAzas-azas
Mengajar,(Bandung:Jemmers,
1986), h. 34. Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008 ), Cet. 2, H. 12. Dr.Dimyati, Belajar Dan Pembelajaran,(Jakarta: Rineka Cipta 2006), h, 12. Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tinglkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan,(Jakarta : PT Raja
PARAF
Grafindo Persada),2007, Hal 303. Yatim 6.
Riyanto,
Paradigma
Baru
Pembelajaran,
Sebagai
Referensi Bagi Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana 2009), h 63.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Roestiyah, Didaktik Metodik, (Bina Askara Anggota IKAPI,1986), Cet 2, H. 11. Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta : Kizi Brother”s, 2006). H. 78 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktifistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007).H. 14. Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktifistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007).H. 14. Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008 ), Cet. 2, H. 177-202. Agus Suprijono, Cooperatif Learning, (Yogyakara: Pustaka Pelajar, 2009), Cet 1 dan 2, H 6. Kunandar, Guru Progesional Implementasi Kurikulum Tingkat
13.
Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2007), H. 229.
14.
15.
Drs. Isjoni, Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2010). H. 15. Drs. Isjoni, H. 17.
Dra. Masito dan Laksmi Dewi. Strategi Pembelajaran, (Direktorat 16.
Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI ), ( Jakarta : 2009). H 233. Dra. Etin Solihatin, Cooperative Learning Analisis Model
17.
Pembelajaran IPS, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008). H.4.
Drs. Isjoni, Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran 18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2010). H. 16. Drs. H. Ijoni Dkk, Pembelajaran Visioner Perpaduan IndonesiaMalaysia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), H30. Dra. Etin Solihatin, Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008). H.11. Drs. Isjoni, Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2010). H. 49. http://dedenbinlaode.blogspot.com/2010/11/metode-talking-stickdan-hasil-belajar.html, diakses Rabu 16 Maret 2011 http://wyw1d.wordpress.com/2009/11/09/model-pembelajaran-16talking-stik/. Diakses Rabu 16 Maret 2011 http://gurupkn.wordpress.com/2007/12/01/talking-stick/. Diakses 14 Maret 2011 Drs. Isjoni, h. 79.
Http:// Panduan skripsi. Blogspot.com/2010/11pengertian kancing gemerincing gemerincing kancing. Diakses pada 9 Maret 2011. Dra. Masito dan Laksmi Dewi. Strategi Pembelajaran, Direktorat
27.
Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI,(Jakarta :2009). H 244.
28.
Sadali dkk, Ilmu Pengetahuan Sosial,( PT Bumi Askara, 2007), H.284.
NO 1.
2.
3.
SUMBER FOOT NOTE BAB III Husaini Umar dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial,(Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 139. Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan Teori-Aplikasi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007),cetII, h.116. Subana, Statistik Pendidikan,(Bandung: Pustaka Setia, 2000), H.23.
PARAF
4.
5.
6.
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h 52. Asep jihad dan Abdul Haris ,Evaluasi Pembelajaran,(Yogyakarta: multi pressido,2008), h 67. Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007). h.218.
Ciputat, 7 Agustus 2011
Dosen Pembimbing Dr. Muhamad Arif, M.Pd NIP : 192006061997021002