pertanian organik - Elsppat

66 downloads 295 Views 63KB Size Report
Pertanian organik adalah pola pertanian yang selaras dengan ... alamiah dalam suatu lingkungan pertanian (agro-ekosistem) sehingga alam mampu ...
P ERTANIAN ORGANIK Oleh Anya P. Damastuti & Dency Pertanian organik adalah pola pertanian yang selaras dengan kaidah-kaidah (hukum) alam. Filosofinya adalah: alam memiliki kemampuan dan caranya sendiri untuk memenuhi kebutuhan makanan (pangan) bagi manusia. Peran manusia hanyalah mengusahakan suatu ‘keseimbangan’. Keseimbangan itu akan memungkinkan berlangsungnya proses-proses alamiah dalam suatu lingkungan pertanian (agro-ekosistem) sehingga alam mampu berproduksi secara optimal dan berkelanjutan. Cara yang ditempuh adalah lewat praktek pengelolaan lingkungan pertanian yang mencakup: peningkatan keanekaragaman hayati (biodiversity), penciptaan keseimbangan ekosistem dan siklus (input-output) energi, serta mengusahakan konservasi tanah dan air. Pertanian Organik: Binatang Apa itu? Batasan pertanian organik sampai saat ini belum jelas. Tetapi, setidaknya ada lima macam pola (metode) bertani yang dapat dikategorikan sebagai pertanian organik; yaitu pertanian alami, biologis, ekologis, organis dan perma-culture. Pola pertanian alami adalah metode pertanian yang mengikuti kaidah alam secara total. Contohnya adalah metode bertani yang dipraktekkan dengan sukses oleh Tuan Masanobu Fukuoka di Jepang 1 . Empat prinsip yang mendasari metode bertani alami ala Fukuoka adalah sebagai berikut. Pertama: tanpa olah tanah, yaitu tanpa membajak atau membalik tanah, sehingga gangguan terhadap aktivitas-aktivitas produktif2 yang sedang berlangsung di dalam tanah dapat dihindari. Kedua: tanpa pupuk kimia atau kompos yang dipersiapkan. Ketiga: tanpa menyiangi gulma dengan perlakuan olah tanah tertentu atau penyemprotan herbisida. Keempat: tidak bergantung pada bahan3 bahan kimia . Pola kedua adalah pertanian biologis. Metode pertanian ini hampir sama dengan metode pertanian alami, hanya terdapat beberapa pengecualian. Metode pertanian biologis didasarkan atas prinsip keseimbangan dan keberlanjutan proses-proses biologis dalam suatu ekosistem pertanian. Dalam metode pertanian ini, tidak digunakan bahan-bahan kimia (buatan). Hanya saja, penggunaan pupuk atau obat pembasmi hama-penyakit atau gulma masih diijinkan, asalkan bahan bakunya berasal dari bahan biologis (organis).

Pola ketiga adalah pertanian ekologis. Pertanian ekologis adalah metode pertanian yang didasarkan atas prinsipprinsip keseimbangan lingkungan 4 (ekosistem) melalui pemeliharaan dan pengayaan keanekaragaman hayati serta pelestarian sumberdaya dan teknologi lokal 5 (local resources and technology). Pola keempat adalah pertanian organis. Pola ini mempunyai kemiripan dengan pola pertanian alami, biologis dan ekologis. Gagasan dasarnya adalah membangun suatu pola-relasi yang saling menguntungkan dan berkelanjutan di antara setiap komponen ekosistem pertanian yang terlibat dengan cara meningkatkan keaneka-ragaman hayati (biodiversity) dan pemanfaatan bahan-bahan (limbah) organik. Peningkatan keanekaragaman hayati merupakan hal penting untuk membantu pengendalian hama-penyakit, sedangkan pemanfaatan limbah organik perlu untuk menciptakan keseimbangan siklus energi (terutama unsur hara) yang berkelanjutan, serta untuk kepentingan konservasi tanah dan air. Dalam metode pertanian organis, pengolahan tanah dilakukan secara minimal, sedangkan penggunaan input pertanian seluruhnya berasal dari bahan organik. Misalnya untuk pupuk, yang digunakan adalah pupuk kandang, pupuk hijau atau kompos. Perlakuan-perlakuan tertentu yang tidak alamiah, misalnya merambatkan tanaman merambat pada para-para, masih diperbolehkan sejauh tidak merusak tanaman atau komponen ekosistem lain.

4

1

Kisah sukses Fukuoka secara lengkap dapat dibaca dalam bukuny a: Rev olusi Sebatang Jerami, terbitan Y ay asan Obor Indonesia, 1991. 2 Aktiv itas produktif mencakup aktiv itas biologis, f isis dan kimiawi. 3 Misalny a: zat pemacu pertumbuhan tanaman (hormon)

WACANA No. 12 / Juli - Agustus 1998

Keseimbangan dimaksud adalah keseimbangan hubungan antara organisme dengan alam sekitarny a (lingkungan abiotik) dan keseimbangan hubungan antar organisme dalam ekosistem itu sendiri. 5 Pelestarian sumberday a lokal misalny a: kegiatan budiday a v arietas tanaman atau hewan y ang merupakan spesies asli, lokal atau spesies y ang cocok dengan kondisi ekologi (lingkungan) setempat.

Pola terakhir adalah perma-culture (permanent agriculture). Metode ini dibangun atas dasar pertanian alami ala Tuan Fukuoka. Permaculture adalah suatu sistem pertanian yang secara sengaja dirancang oleh manusia dalam rangka membangun satu ekosistem pertanian baru yang permanen, seimbang serta mampu memberikan hasil (produksi) maksimal secara berkelanjutan 6 . Faktor Kunci: Keseimbangan Ekosistem Faktor penting yang perlu diusahakan dalam pertanian organik adalah keseimbangan ekosistem. Keseimbangan ekosistem, dalam skala makro, mencakup keseimbangan relasi antara masing-masing komponen ekosistem. Misalnya antara manusia, hewan, tanaman, mikroorganisme dan tanah. Dalam skala mikro, keseimbangan ekosistem berarti keseimbangan di dalam masing-masing komponen. Misalnya, keseimbangan (input-output) unsur hara di dalam tanah atau keseimbangan populasi berbagai organisme yang berbeda fungsinya. Kualitas keseimbangan ekosistem yang ingin dicapai, amat ditentukan oleh sistem (metode) penanaman yang dipilih. Karena dalam pertanian organik, keseimbangan ekosistem utamanya dibangun dengan jalan meningkatkan keanekaragaman hayati (biodiversity) ekosistem, maka sistem penanaman yang disarankan adalah polikultur7 . Macam sistem polikultur yang terkenal adalah tumpang gilir (multiple cropping), tumpang sari , dan kebun campuran. Metode lain yang termasuk polikultur adalah penanaman tanaman sela atau sisipan, companion planting 8 , serta alley cropping 9. 6

Ketika ekosistem baru ini telah terbentuk, kerja-kerja pertanian konv ensional tidak lagi diperlukan, karena kerja-kerja itu telah dapat dikerjakan sendiri (diatur) oleh alam. Misalny a pembuatan para-para untuk tanaman merambat, menjadi tidak perlu. Tanaman benar-benar dibiarkan seperti pada habitat asliny a. Oleh karena itu, Tuan Fukuoka meny ebut pola pertanianny a sebagai metode bertani tanpa bekerja. 7 Lawan polikultur y aitu sistem monokultur (penanaman satu jenis tanaman pada satu areal y ang luas untuk waktu y ang relatif lama) tidak dianjurkan karena dapat berakibat: tanah kekurangan unsur-unsur tertentu y ang dibutuhkan (def isiensi) serta intensitas serangan hama-peny akit, meningkat. 8 Tumpang sari atau tumpang gilir dari beberapa jenis tanaman y ang mempuny ai keterkaitan f isik dan kimia pada suatu areal lahan dengan tujuan untuk mengendalikan hama peny akit. Misalny a: wortel ditumpangsarikan dengan bawang putih. Aroma bawang putih y ang lebih kuat akan meny amarkan aroma wortel, sehingga penciuman hama tanaman wortel akan dikacaukan. 9 Alley cropping adalah sistem penanaman pada suatu areal lahan y ang terdiri dari tanaman utama dan tanaman sela berupa tanaman (pohon) penghasil pupuk hijau atau tanaman penambat Nitrogen (NFT/Nitrogen Fixing Tree); seperti: lamtoro

WACANA No. 12 / Juli - Agustus 1998

Sistem polikultur (terutama tumpang gilir dan tumpang sari) dapat menghindarkan tanaman dari kekurangan (defisiensi) unsur-unsur hara tertentu yang dibutuhkannya. Defisiensi tersebut dapat dihindari karena jenis tanaman yang dibudidayakan beranekaragam. Keanekaragaman ini dapat menurunkan tingkat kompetisi tanaman untuk mendapatkan unsur hara. Hal ini terjadi karena: di antara tanaman yang satu dengan dengan tanaman yang lain (yang ditanam pada areal yang sama), terdapat pola konsumsi unsur hara yang berbeda. Penerapan sistem polikultur juga dapat menekan atau mengendalikan tingkat serangan hama-penyakit dan gulma. Tingkat serangan hama-penyakit -dalam kacamata penganut pertanian organik- berkorelasi dengan tingkat atau kualitas keseimbangan ekosistem. Akibatnya, tingkat serangan hama-penyakit dapat dikurangi atau diatasi dengan cara membangun suatu keseimbangan ekosistem baru yang lebih baik. Metode (teknik) yang biasa diterapkan untuk meningkatkan kualitas keseimbangan ekosistem pada suatu areal budidaya organik adalah rotasi atau pergiliran tanaman 10. Rotasi tanaman, selain bertujuan menjaga keseimbangan input-output berbagai unsur hara di dalam tanah, juga dapat memutuskan siklus hidup hamapenyakit. Rotasi dapat mencegah pengurasan berbagai unsur hara secara berlebihan. Unsur hara yang tidak termanfaatkan atau yang diproduksi oleh satu jenis tanaman pada suatu musim tanam, dapat dimanfaatkan oleh tanaman lain pada musim tanam berikutnya. Urutan rotasi yang dianjurkan adalah leaf11 fruit12 -root13 -legume 14 , lalu kembali ke leaf, dan seterusnya. Hasil (produksi) dari tanaman yang dibudidayakan secara tumpangsari lebih banyak daripada budidaya tunggal (monokultur)15

gung, kaliandra, turi, dan kacang gude. Sistem alley cropping bertujuan: mengurangi erosi, membantu pengendalian gulma, menambah kandungan Nitrogen (N) dalam tanah, sumber kay u bakar, menambah kelembaban tanah dan sebagai penahan angin. 10 Rotasi atau pergiliran tanaman adalah pengaturan sistem penanaman tanaman budiday a secara bergantian pada suatu areal dalam waktu y ang berlainan dan berurutan. 11 Leaf adalah tanaman y ang ditanam untuk diambil daunny a, misalny a bay am dan kol. 12 Fruit adalah tanaman y ang ditanam untuk diambil buah/bijiny a, misalny a tomat. 13 Root adalah tanaman y ang ditanam untuk diambil akar/umbiny a, misalny a wortel atau ubi jalar. 14 Legume adalah tanaman dari jenis kacang-kacangan (kacang panjang, buncis, kacang kedelai, kacang merah, kacang tanah). 15 Altieri, M.A., et al. Fundamental of Organic Agriculture, down to earth - and f urther af ield. “Biodiv ersity - a Central Concept

Mengapa Pertanian Organik? Beberapa tindakan pengelolaan (manipulasi) ekosistem ternyata mendatangkan efek samping terhadap sebagian besar ekosistem sumberdaya dan lingkungan sekitarnya. Pemakaian pupuk kimia (buatan) N, P, K dalam budidaya sawah irigasi memang dapat mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil panen. Tetapi, sebagai akibat sampingan dari pemakaian pupuk kimia yang banyak, pertumbuhan gulma menjadi lebih cepat dan besar sehingga memiliki daya saing yang lebih kuat. Hama serangga juga lebih tertarik pada tanaman yang dipupuk kimia, karena penampilannya yang kuat dan sehat. Akibat jangka panjang dari penambahan pupuk kimia adalah penimbunan deposit garam dalam tanah. Akumulasi penimbunan ini menjadi semakin besar jika drainase tanah tidak sempurna. Akibatnya, produktivitas lahan menurun, Jika konsentrasi garam mencapai tingkat toksik, tanah tidak lagi layak ditanami. Pemakaian pestisida (insektisida, herbisida, dan fungisida) mendatangkan masalah-masalah lingkungan yaitu: meningkatnya resistensi hama terhadap pestisida, resurjensi hama target, induksi ledakan populasi hama sekunder, dan kontaminasi (pencemaran) lingkungan. Peningkatan resistensi terhadap pestisida kimia tidak terbatas pada serangga hama. Meskipun hanya sempat dilaporkan beberapa kasus saja, tetapi penyakit tumbuhtumbuhan, dan rodensia (hewan pengerat), semuanya mengembangkan strain yang resisten terhadap penggunaan bahan kimia (pestisida) untuk pengendaliannya. Resurjensi hama terjadi karena insektisida, sebagai racun berspektrum luas, juga membunuh musuh alami. Hal ini menyebabkan musuh alami terpaksa beremigrasi ke lahan lain untuk mencari makanan atau terjadi selang waktu reproduksi karena kurang makan. Sehingga tidak ada lagi musuh alami yang membatasi pertumbuhan populasi mereka. Induksi ledakan populasi hama sekunder terjadi jika spesies herbivora yang pada mulanya bukan hama, tibatiba meledak sampai pada tingkat yang merusak. Ledakan ini seringkali disebabkan oleh terbunuhnya musuh alami; yang sebelumnya mengendalikan hama baru tersebut dengan pengendalian biologis yang efektif. Kontaminasi lingkungan yang terjadi akibat penggunaan pestisida, telah membawa korban manusia. Pestisida yang mengandung racun juga dapat dibawa oleh angin dan air ke tempat-tempat yang jauh dari areal penyemprotan.

in Organic Agriculture: Restraining Pest and Disease” (IFOAM, 1996) di dalam Tani Lestari no.1 (Thn. V, April 1997).

WACANA No. 12 / Juli - Agustus 1998

Efek pestisida yang paling berbahaya adalah timbulnya peracunan yang membahayakan kesehatan manusia, bahkan mendatangkan kematian. Data dari WHO mencatat setidaknya dua juta orang mengalami keracunan di seluruh dunia dan 40 ribu di antaranya meninggal dunia. Dari jumlah tersebut setengah juta orang mengalami keracunan pestisida dan lima ribu di antaranya meninggal dunia. Dan 75% dari seluruh kasus ini, kira-kira 30 ribu orang tinggal di negara-negara berkembang 16 . Selain menimbulkan kematian, akibat jangka panjang pestisida terhadap manusia adalah peningkatan kelahiran cacat dan kanker. Pemaparan di atas setidaknya memberikan peringatan bahwa manipulasi lingkungan ekosistem dengan caracara yang tidak alamiah dapat membahayakan lingkungan dan kehidupan manusia. Dalam konteks ini, pertanian organik menjadi sesuatu yang penting untuk diperjuangkan. Masyarakat awam di pihak lain, semakin sadar dan menuntut makanan (pangan) yang sehat. Makanan yang sehat dihasilkan dari metode produksi yang ramah terhadap lingkungan (ekosistem) dan kesehatan manusia. Metode pertanian organik memenuhi prasyarat ini. Perhitungan ekonomis (analisis biaya) dari suatu areal lahan yang diusahakan dengan metode pertanian organik, tidak dapat dilakukan hanya untuk satu komoditi dan satu musim tanam saja. Paling tidak perhitungan ekonomis harus dibuat selama setahun karena hasil panen diberikan oleh lebih dari satu jenis komoditi yang kemungkinan besar mempunyai masa tanam yang bervariasi. Perhitungan ekonomis harus dilakukan untuk setiap komoditi yang ditanam dan memberikan hasil dalam kurun waktu tertentu setelah satu pola rotasi berakhir, misalnya satu tahun Referensi : 1. 2. 3. 4.

16

Masanobu Fukuoka, “Revolusi Sebatang Jerami”, Yayasan Obor Indonesia, 1991. Joachim Metzner & N. Daldjoeni, “EKOFARMING : Bertani Selaras Alam”. Yayasan Obor Indonesia, 1987. “Sustainable Agriculture” di dalam Voice of Nature, Vol 97, September 1991. Mary Louise Flint dan Robert van den Bosch, “Pengendalian Hama Terpadu”. Kanisius, Yogyakarta, 1990.

“Sustainable Agriculture” dalam Voice of Nature, Vol 97, September 1991, halaman 3.