PRODUKSI BIOETANOL DARI ECENG GONDOK ... - Digilib ITS

15 downloads 106 Views 393KB Size Report
bioetanol. Pembuatan bioetanol dilakukan melalui tahap pretreatment, likuifikasi, ... Bioetanol dapat diproduksi dari berbagai bahan baku yaitu saccharine.
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011

PRODUKSI BIOETANOL DARI ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) dengan Zymomonas mobilis dan Saccharomyces cerevisiae Fitria Merina1), Yulinah Trihadiningrum2) Program Pascasarjana, Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Email: [email protected]), [email protected])

ABSTRAK Pertumbuhan industri dan peningkatan jumlah penduduk berdampak pada peningkatan kebutuhan energi serta peningkatan pencemaran air. Eceng gondok merupakan salah satu gulma yang banyak dijumpai di perairan yang mengalami eutrofikasi. Pada umumnya eceng gondok yang tumbuh di badan air dibuang atau dibakar. Padahal biomassa tersebut berpotensi sebagai bahan baku untuk pembuatan bioenergi, seperti bioetanol. Pembuatan bioetanol dilakukan melalui tahap pretreatment, likuifikasi, sakarifikasi serta fermentasi. Pada pembuatan bioetanol ini dilakukan variasi: (1) metode pretreatment dengan asam sulfat 2% (v/v) dan pemanasan pada suhu 121 0C selama 30 menit, (2) seeding ratio jamur Aspergillus niger dengan perbandingan 4/40 (v/v) dan 8/40 (v/v) pada proses likuifikasi, (3) penggunaan Saccharomyces cerevisiae pada tahap sakarifikasi dan (4) penggunaan Zymomonas mobilis dan Saccharomyces cerevisiae pada proses fermentasi. Kadar glukosa tertinggi sebesar 8414,7287 mg/L. Kadar glukosa tertinggi ini dihasilkan dari proses pretreatment dengan asam sulfat 2% (v/v) kemudian dilikuifikasi dengan A. niger 8/40 (v/v) dan tanpa sakarifikasi dengan S. cerevisiae. Kadar etanol tertinggi sebesar 0,27%. Hasil ini diperoleh dari proses pretreatment dengan pemanasan, kemudian dilakukan likuifikasi dengan A. niger 4/40 (v/v) tanpa dilakukan sakarifikasi dan difermentasi dengan S.cerevisiae selama tiga hari. Kata kunci: bioetanol, eceng gondok, pretreatment, likuifikasi, sakarifikasi, fermentasi, Zymomonas mobilis, Saccharomyces cerevisiae PENDAHULUAN Eceng gondok (Eichhornia crassipes) telah dikenal sebagai gulma air. Hal ini disebabkan karena eutrofikasi yang terjadi di badan air. Eutrofikasi merupakan peristiwa meningkatnya bahan organik dan nutrien (terutama unsur Nitrogen dan Phospor) yang terakumulasi di badan air. Peningkatan bahan organik dan nutrien ini berasal dari limbah domestik, limbah pertanian, dan lain-lain. Bioetanol dapat diproduksi dari berbagai bahan baku yaitu saccharine material, starchy material dan lignocellulose material (Pandey, 2009). Saccharine material dapat langsung difermentasi untuk menghasilkan etanol. Starchy material perlu dilakukan hidrolisis terlebih dahulu sebelum difermentasi. Lignocellulose material perlu dilakukan pretreatment untuk mendegradasi strukturnya yang kompleks. Produksi bioetanol terdiri dari beberapa proses, yaitu pretreatment, hidrolisis dan fermentasi. Eceng gondok mengandung hemiselulosa 48,70 ± 0,027% dan selulosa 18,20 ± 0,012% berat basah (Nigam, 2002) dan 4,1% pati pada daun eceng gondok (Mishima, dkk.). Beberapa penelitian mengenai produksi bioetanol dengan bahan baku eceng gondok telah dilakukan sebelumnya. Pada tahap pretreatment digunakan campuran NaOH dan H2O2 (Mishima dkk., 2008) dan H2SO4 (Kumar, Singh, Sanjoy, 2009). Pada penelitian ini dilakukan pretreatment dengan pemanasan.

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011

Proses hidrolisis terdiri dari tahap likuifikasi dan sakarifikasi. Tahap likuifikasi digunakan jamur Aspergillus niger yang menghasilkan enzim α-amilase untuk mendegradasi pati. Tahap sakarifikasi digunakan ragi Saccharomyces cerevisiae yang menghasilkan enzim glukoamilase untuk mengubah polisakarida menjadi gula yang dapat difermentasi (glukosa, galaktosa, manosa dan sebagainya). A. niger juga menghasilkan enzim selulase untuk mendegradasi selulosa. Beberapa mikroorganisme dapat melakukan fermentasi etanol dari substrat hasil degradasi eceng gondok, diantaranya Pichia stipitis NRLL Y-7124 (Nigam, 2002), ragi yang diisolasi dari bermacam-macam hidrosfer (Masami, dkk., 2008). Pada penelitian ini digunakan bakteri Zymomonas mobilis dan Saccharomyces cerevisiae. METODA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP ITS dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia-FMIPA ITS. Eceng gondok diambil dari saluran air di sekitar kampus ITS Surabaya. Eceng gondok dibersihkan dan dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringkan di dalam oven suhu ± 60 0C selama 3 hari. Selanjutnya dihaluskan dan diayak. Hasilnya adalah tepung eceng gondok. Ada 3 proses yang dilakukan, yaitu pretreatment, hidrolisis dan fermentasi. Pada proses hidrolisis dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap likuifikasi dengan jamur Aspergillus niger FNCC 6018 dan tahap sakarifikasi dengan ragi Saccharomyces cerevisiae FNCC 3060. Pada proses fermentasi digunakan mikroorganisme Zymomonas mobilis FNCC 0056 dan S. cerevisiae FNCC 3060. Seluruh mikroorganisme diperoleh dari PSPG (Pusat Studi Pangan dan Gizi) UGM, Yogyakarta. Pretreatment Ada dua macam proses pretreatment yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu pretreatment asam dan pemanasan. Asam yang digunakan adalah asam sulfat 2% (v/v). Sedangkan pemanasan menggunakan autoclave pada suhu 121 0C selama 30 menit. Proses pretreatment asam dilakukan dengan menambahkan 420 mL asam sulfat 2% (v/v) ke dalam 25 gram tepung eceng gondok, kemudian distirer selama 7 jam. Selanjutnya suspensi eceng gondok dinetralkan dengan 30 mL NaOH 6 M dan ditambah 50 mL buffer asetat 0,1 M (pH 5). Proses pretreatment pemanasan dilakukan dengan memanaskan 25 gram tepung eceng gondok pada suhu 121 0C selama 30 menit. Selanjutnya ditambah 450 mL akuades dan 50 mL buffer asetat 0,1 M (pH 5). Hidrolisis Proses hidrolisis meliputi dua tahap, yaitu tahap likuifikasi dan sakarifikasi. Tahap likuifikasi dilakukan variasi seeding ratio jamur A. niger sebagai starter. Variasi seeding ratio sebesar 4/40 (v/v) dan 8/40 (v/v) dengan waktu inkubasi dalam tahap likuifikasi selama dua hari. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 90 0C selama 60 menit. Tahap sakarifikasi dengan ragi S. cerevisiae dengan waktu inkubasi selama satu hari. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 60 0C selama 50 menit. Setelah dilakukan proses sakarifikasi, kadar glukosa diukur dengan metode Nelson-Somogyi. Pembuatan starter jamur A. niger dilakukan dengan menginokulasikan A. niger dalam media PDB (Potato Dextrose Broth) kemudian dishaker pada suhu ruang selama 24 jam. Volume masing masing seeding ratio 4/40 (v/v) dan 8/40 (v/v) berturut-turut adalah 50 mL dan 100 mL. Starter untuk S. cerevisiae dibuat dari S. cerevisiae yang ISBN : 978-602-97491-2-0

D-2-2

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011

diinokulasikan dalam media PDB sebanyak 100 mL dan dishaker pada suhu ruang selama 8 jam. Fermentasi Tahap fermentasi dilakukan selama lima hari. Substrat hasil hidrolisis disaring, kemudian masing-masing 100 mL substrat ditambah starter Z. mobilis dan S. cerevisiae sebanyak 20% (v/v). Starter untuk Z. mobilis dibuat dari media NB (Nutrient Broth) yang diinokulasikan Z. mobilis dan dishaker selama selama 6 jam. Starter untuk S. cerevisiae dibuat dari media PDB yang diinokulasikan S. cerevisiae kemudian dishaker selama 8 jam. Cairan hasil fermentasi disampling untuk dianalisis kadar etanol. Sampling dilakukan mulai hari kedua hingga hari kelima. HASIL DAN DISKUSI Pretreatment Biomassa eceng gondok tersusun dari lignoselulosa. Proses Pretreatment dibutuhkan untuk mengubah struktur lignoselulosa agar lebih mudah diakses oleh enzim yang mengubah polimer karbohidrat (selulosa dan hemiselulosa) menjadi gula yang dapat difermentasi (fermentable sugar). Lignoselulosa sebagai penyusun dinding sel tanaman eceng gondok terdiri dari polimer selulosa dan hemiselulosa yang dilindungi oleh lignin. Lignoselulosa memiliki bagian kristalin dan amorf. Struktur kristalin lignoselulosa adalah selulosa yang tersusun dari rantai glukosa yang saling terikat dengan ikatan 1-4 β glikosida dan adanya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada rantai yang berdekatan, sehingga strukturnya menjadi kokoh. Struktur amorf lignoselulosa adalah hemiselulosa yang tersusun dari glukosa, manosa, galaktosa, xylosa, arabinosa, sejumlah kecil ramnosa dan asam galaktonik. Struktur amorf ini tidak sekuat struktur kristalin sehingga lebih mudah diuraikan melalui proses pretreatment. Tahap pretreatment dengan asam termasuk proses pretreatment secara kimia. Bahan kimia yang umum digunakan adalah H2SO4, H3PO4, HCl. Selain pretreatment dengan asam, proses pretreatment secara kimia lainnya adalah dengan alkali (NaOH, NH3), gas (Cl2, NO2, SO2), agen pengoksidasi (H2O2, ozon) (Pandey, 2009). Tanaman eceng gondok yang mempunyai struktur lignoselulosa (Nigam, 2002) membutuhkan proses pretreatment untuk memecah struktur lignoselulosanya, sehingga dapat dihidrolisis menjadi monosakarida. Proses pretreatment pemanasan pada suhu tinggi termasuk proses fisika. Selain pemanasan pada suhu tinggi, proses fisika lainnya adalah pengubahan ukuran partikel biomassa (bahan baku) menjadi sekecil mungkin (Pandey, 2009). Untuk itu, tanaman eceng gondok dikeringkan dan dihaluskan menjadi tepung eceng gondok, sehingga ukuran partikelnya semakin luas. Tepung eceng gondok yang dipaparkan pada suhu tinggi diharapkan dapat memutus ikatan-ikatan dalam polisakarida tepung eceng gondok. Ukuran partikel yang semakin kecil dapat memaksimalkan interaksi partikel tepung eceng gondok dengan enzim-enzim yang dihasilkan dari jamur Aspergillus niger untuk memutus ikatan polisakarida. Hidrolisis Penelitian ini menggunakan proses hidrolisis secara biologi. Proses hidrolisis ini terdiri dari dua langkah, yaitu likuifikasi dan sakarifikasi. Mikroba yang digunakan adalah jamur Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae. Jamur A.niger digunakan ISBN : 978-602-97491-2-0

D-2-3

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011

pada tahap likuifikasi dan S.cerevisiae digunakan pada tahap sakarifikasi. Jamur A. niger menghasilkan enzim α-amilase dan glukoamilase yang mampu menghidrolisis pati. Enzim α-amilase mampu memutus ikatan α-1,4 glikosida secara acak di bagian dalam pati. Akibat dari aktivitas tersebut, rantai pati terputus-putus menjadi maltosa, maltotriosa, glukosa dan dekstrin. Sedangkan enzim glukoamilase akan memecah ikatan α-1,4 maupun α-1,6 glikosida pada molekul pati menjadi gula reduksi (Purwantari dkk., 2004). Ragi S. cerevisiae juga menghasilkan enzim glukoamilase, agar dihasilkan gula reduksi yang lebih banyak. Selain menghasilkan enzim α-amilase dan glukoamilase, A. niger juga menghasilkan enzim selulase. Enzim ini menghidrolisis acak dari ikatan β-1,4 glikosida dari selulosa. Proses hidrolisis merupakan langkah selanjutnya untuk memecah struktur polisakarida menjadi monosakarida. Selulosa merupakan komponen terbesar kedua dari tanaman eceng gondok setelah hemiselulosa. Rantai selulosa yang terhidrolisis akan menghasilkan disakarida selobiosa. Selanjutnya selobiosa yang terhidrolisis lebih lanjut akan menghasilkan glukosa. Selobiosa merupakan disakarida yang tersusun dari dua unit monomer glukosa. Selobiosa diperoleh dari hidrolisis parsial selulosa. Hemiselulosa merupakan heteropolimer yang tersusun dari monomer karbohidrat yang bermacam-macam. Hemiselulosa tersusun dari galaktosa, glukosa, arabinosa, sedikit rhamnosa, asam glukoronik, asam metil glukoronik dan asam galakturonik. Hemiselulosa mempunyai struktur acak dan amorf sehingga lebih mudah dihidrolisis (Taherzadeh dan karimi, 2008). Kadar glukosa dari proses hidrolisis dianalisis dengan menggunakan metode Nelson-Somogyi. Hasil analisis disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kadar glukosa yang terukur setelah tahap hidrolisis

No. Sampel 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

A1 A1* A2 A2* A3 A3* A4 A4* B1 B1* B2 B2* B3 B3* B4 B4* C1 C1*

Keterangan Kontrol, A. niger 4/40 (v/v), sakarifikasi Kontrol, A. niger 4/40 (v/v), sakarifikasi Kontrol, A. niger 4/40 (v/v), tanpa sakarifikasi Kontrol, A. niger 4/40 (v/v), tanpa sakarifikasi Kontrol, A. niger 8/40 (v/v), sakarifikasi Kontrol, A. niger 8/40 (v/v), sakarifikasi Kontrol, A. niger 8/40 (v/v) tanpa sakarifikasi Kontrol, A. niger 8/40 (v/v) tanpa sakarifikasi Pretreatment asam, A. niger 4/40 (v/v) sakarifikasi Pretreatment asam, A. niger 4/40 (v/v) sakarifikasi Pretreatment asam, A. niger 4/40 (v/v) tanpa sakarifikasi Pretreatment asam, A. niger 4/40 (v/v) tanpa sakarifikasi Pretreatment asam, A. niger 8/40 (v/v) sakarifikasi Pretreatment asam, A. niger 8/40 (v/v) sakarifikasi Pretreatment asam, A. niger 8/40 (v/v) tanpa sakarifikasi Pretreatment asam, A. niger 8/40 (v/v) tanpa sakarifikasi Pretreatment pemanasan, A. niger 4/40 (v/v) sakarifikasi Pretreatment pemanasan, A. niger 4/40 (v/v) sakarifikasi

ISBN : 978-602-97491-2-0

D-2-4

Kadar Glukosa Rata-rata (mg/100 mL) 25,9302 41,3953 52,4031 598,8372 156,8217 157,2481 57,4419 227,4806 556,9767 185,2713 506,9767 617,8295 825,9690 175,1938 8414,7287 813,9535 38,6047 109,2636

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011

No. Sampel 19.

C2

20.

C2*

21. 22.

C3 C3*

23.

C4

24.

C4*

Keterangan Pretreatment pemanasan, A. niger 4/40 (v/v) tanpa sakarifikasi Pretreatment pemanasan, A. niger 4/40 (v/v) tanpa sakarifikasi Pretreatment pemanasan, A. niger 8/40 (v/v) sakarifikasi Pretreatment pemanasan, A. niger 8/40 (v/v) sakarifikasi Pretreatment pemanasan, A. niger 8/40 (v/v) tanpa sakarifikasi Pretreatment pemanasan, A. niger 8/40 (v/v) tanpa sakarifikasi

Kadar Glukosa Rata-rata (mg/100 mL) 662,7907 52,3643 96,1628 108,7984 681,3953 327,9070

Keterangan: Sampel yang tidak bertanda bintang akan difermentasi dengan S. cerevisiae, sedangkan sampel yang bertanda bintang (*) akan difermentasi dengan Z. mobilis. Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar glukosa tertinggi dihasilkan pada sampel B4, yaitu sampel tepung eceng gondok yang dilakukan pretreatment asam, dengan likuifikasi menggunakan A. niger 8/40 (v/v) dan tanpa dilakukan sakarifikasi. Kadar glukosa yang terukur cukup tinggi, yaitu 8414,7287 mg/L. Tingginya kadar glukosa ini kemungkinan karena adanya pengaruh seeding ratio sebesar 8/40 (v/v). Seeding ratio tersebut sebagai tambahan substrat yang mengandung polisakarida dextrose dan pati yang bersumber dari kentang. Polisakarida ini ikut terhidrolisis. Selain itu, sel-sel A. niger yang mati menyebabkan peningkatan kekeruhan sampel. Sel-sel A. niger yang mati juga bereaksi dengan reagen Nelson-Somogyi yang mengandung gula pereduksi, sehingga terukur sebagai kadar glukosa. Polisakarida dapat langsung terhidrolisis tanpa melalui proses sakarifikasi. Hal ini kemungkinan karena selulosa eceng gondok langsung terhidrolisis oleh enzim selulase menjadi glukosa dan tidak melalui tahap sakarifikasi. Fermentasi Fermentasi merupakan proses produksi energi dari mikroorganisme dalam kondisi anaerobik (tanpa udara). Mikroorganisme yang melakukan fermentasi etanol harus dapat memfermentasi semua monosakarida yang terkandung dalam media. Penelitian ini menggunakan dua mikroorganisme, yaitu Saccharomyces cerevisiae dan Zymomonas mobilis. Ragi S. cerevisiae dapat memfermentasi substrat glukosa, fruktosa, galaktosa, sukrosa dan pati. Sedangkan bakteri Z. mobilis dapat memfermentasi substrat glukosa, fruktosa dan sukrosa (Sen, 1989). Sebelumnya, S.cerevisiae maupun Z. mobilis dipre-culture selama 24 jam berturut-turut dalam media PDB (Potato Dextrose Broth) dan Nutrient Broth (terdiri dari lactose, pepton dan yeast extract). Pre-culture dimaksudkan untuk memperbanyak sel, sehingga media atau substrat dapat langsung dimanfaatkan oleh mikroba untuk melakukan proses fermentasi. Proses fermentasi dilakukan selama lima hari untuk melihat tren etanol yang dihasilkan. Sampling dilakukan mulai hari kedua hingga hari kelima. Sampling dilakukan mulai hari kedua karena diasumsikan pada hari pertama mikroba dalam fasa lag (adaptasi) dengan media atau substratnya.

ISBN : 978-602-97491-2-0

D-2-5

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011

0.30

Kadar Etanol (%)

0.25 A3

0.20

A3*

0.15

A4 B4

0.10

C1

0.05

C2 C3

0.00 2

3

4

5

Hari

Gambar 2. Kadar etanol yang dihasilkan dari fermentasi selama lima hari pada sampel A3, A3*, A4, B4, C1, C2 dan C3.

Gambar 2 menunjukkan bahwa kadar etanol terbaik adalah sampel C3 yaitu sampel yang dilakukan pretreatment pemanasan, kemudian dilakukan likuifikasi dengan A. niger 8/40 (v/v) dan dilanjutkan dengan sakarifikasi. Etanol dihasilkan berturut-turut setiap hari sejak fermentasi hari kedua hingga hari kelima. Kadar etanol tertinggi pada hari ketiga dengan kadar sebesar 0,27%. Terbentuknya etanol ini kemungkinan karena hidrolisat mengandung monosakarida yang sesuai dengan substrat S. cerevisiae. Ragi ini spesifik memanfaatkan glukosa, fruktosa, galaktosa, sukrosa dan pati untuk difermentasi menjadi etanol. Etanol yang dihasilkan pada pretreatment asam hanya pada sampel B4 dengan kadar tertinggi sebesar 0,12% yang difermentasi selama 4 hari. Rendahnya kadar etanol ini kemungkinan disebabkan oleh adanya senyawa inhibitor karena tidak dilakukan detoksifikasi setelah proses pretreatment asam. Detoksifikasi yang dilakukan adalah pemanasan substrat untuk menguapkan senyawa volatil seperti furfural dan fenol (Amartey dan Jeffries, 1996 dalam Kumar, 2009) dan overliming dengan Ca(OH)2 dapat menghilangkan atau mengurangi senyawa asam lainnya seperti asam asetat dan asam tannin (Kumar, 2009). Selain itu, adanya kontaminan, yaitu mikroorganisme lain selain S.cerevisiae dan Z. mobilis yang tumbuh, berkembangbiak dan berkompetisi memperebutkan substrat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Vallet, dkk.. (1994) dalam Mousdale (2008), ragi S. cerevisiae menghasilkan etanol maksimum sebesar 91,8 gr/L dengan sumber karbon berupa glukosa sebanyak 200 gr/L dan difermentasi selama 94 jam. Penelitian yang dilakukan oleh Mishima, et al. (2008), etanol yang dihasilkan sebesar 14,4 gr/L dengan fermentasi menggunakan S. cerevisiae NBRC 2346. Penelitian ini menggunakan bahan baku eceng gondok yang dikeringkan pada suhu 60 0C dan dihidrolisis menggunakan NaOH 1% (v/v) pada suhu ruang selama 12 jam dan dilanjutkan dengan hidrolisis menggunakan H2O2 31% (w/v) selama 12 jam berikutnya. Sejauh ini belum didapatkan literatur atau laporan penelitian mengenai produksi bioetanol dengan bahan baku eceng gondok dengan fermentasi menggunakan

ISBN : 978-602-97491-2-0

D-2-6

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011

Z. mobilis. Pada penelitian ini diperoleh adanya etanol yang ditunjukkan dari hasil kromatogram pada sampel A3* (Kontrol, A. niger 8/40 (v/v), sakarifikasi, fermentasi Z. mobilis) dengan kadar tertinggi sebesar 0,14% yang difermentasi pada hari kedua dan kelima.

Kadar Glukosa Residu (mg/100 mL)

350.0000 300.0000 250.0000

A3

200.0000

A3* A4

150.0000

B4

100.0000

C1

50.0000

C2 C3

0.0000 2

3

4

5

Hari

Gambar 3. Kadar glukosa residu setelah proses fermentasi dari hari kedua hingga hari kelima pada sampel A3, A3*, A4, B4, C1, C2 dan C3.

Gambar 3 menunjukkan bahwa glukosa masih tersisa setelah proses fermentasi hingga hari kelima. Glukosa yang tersisa mengalami fluktuatif. Pada sampel A3* (kontrol, A. niger 8/40 (v/v) sakarifikasi, fermentasi S. cerevisiae) yang difermentasi hingga hari kelima menunjukkan kadar glukosa residu tertinggi. Kadar glukosa residu yang terukur sebesar 295,8140 mg/L pada hari keempat. Seharusnya, terjadi penurunan kadar glukosa setiap harinya. Kenaikan ini kemungkinan karena substrat masih mengandung polisakarida yang belum terhidrolisis sempurna saat proses hidrolisis. Ketika proses fermentasi, ragi melakukan dua aktivitas, yaitu mengubah monosakarida menjadi etanol dan menghidrolisis polisakarida. Akibatnya terjadi kenaikan kadar monosakarida yang terukur sebagai kadar glukosa. Begitu juga dengan sampel B4 (Pretreatment asam, A. niger 8/40 (v/v), tanpa sakarifikasi, fermentasi S. cerevisiae) menunjukkan kadar glukosa residu yang fluktuatif. Glukosa yang terukur mengalami kenaikan. Pada hari keempat sebesar 216,1628 mg/L, sedangkan pada hari kelima sebesar 269,2636 mg/L. Menurut tinjauan laporan penelitian produksi bioetanol oleh Palmqvist dan Hahn-Hagerdal (2000), ada hasil samping yang terbentuk setelah proses pretreatment maupun hidrolisis. Senyawa yang terbentuk adalah furfural dan hidroksimetil furfural (HMF). Senyawa ini juga dihasilkan dari metabolisme S. cerevisiae pada kondisi anaerob (Palmqvist et al., 1999) Furfural dilaporkan dapat mengurangi produktivitas etanol (Palmqvist et al., 1999, Taherzadeh et al., 1998). HMF dilaporkan terbentuk lebih lambat daripada furfural. Kemungkinan karena permeabilitas membran yang rendah dan menyebabkan fasa lag pertumbuhan S. cerevisiae yang lebih lama. Eceng gondok berpotensi untuk menghasilkan gula yang dapat difermentasi, tetapi tidak potensial untuk dikonversi menjadi etanol. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan tahap pretreatment dan hidrolisis yang ISBN : 978-602-97491-2-0

D-2-7

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011

menghasilkan glukosa secara optimum. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mikroorganisme yang efektif melakukan fermentasi dengan substrat yang berasal dari degradasi lignoselulosa eceng gondok. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Kadar glukosa yang tertinggi pada sampel B4. Sampel ini dihasilkan dari proses pretreatment asam yang dilanjutkan dengan likuifikasi dengan A. niger dengan seeding ratio 8/40 (v/v) dan tanpa proses sakarifikasi. Kadar glukosa yang terukur sebesar 8414,7287 mg/L. 2. Kadar etanol tertinggi yang terukur pada kromatografi gas diperoleh pada sampel C3. Tepung eceng gondok yang dipretreatment pemanasan, kemudian dilikuifikasi dengan A. niger dengan seeding ratio 8/40 (v/v) dan dilanjutkan dengan sakarifikasi kemudian difermentasi dengan S. cerevisiae. Kadar etanol tertinggi sebesar 0,27% dari fermentasi selama 3 hari. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada DP2M Ditjen DIKTI yang telah membantu pendanaan penelitian ini melalui penelitian Hibah Bersaing 2010. DAFTAR PUSTAKA Kumar, A., L. K. Singh dan Sanjoy G., (2009), Bioconversion of Lignocellulosic Fraction of Water-Hyacinth (Eichhornia crassipes) Hemicellulose Acid Hydrolisate to Etanol by Pichia stipis, Bioresource Technology, Vol. 100, Hal. 3293-3297. Masami, GO. Ogawa, Ishida Y. U. dan Naoto U., Ethanol Production from the Water Hyacinth (Eichhornia crassipes) by Yeast Isolated from Various Hydrosphere, Journal of Microbiology Research, Volume 2, Hal. 110-113. Mishima, D., M. Kuniki, K. Sei, S. Soda, M. Ike dan M. Fujita, (2008), Ethanol Production from Candidate Energy Crops : Water Hyacinth (Eichhornia crassipes) and Water Lettuce (Pistia Stratiotes L.), Bioresource Technology, Vol. 99, Hal. 2495-2500. Nigam, J. N., (2002), Bioconversion of Water Hyacinth (Eichhornia crassipes) Hemicellulose Acid Hydrolysate to Motor Fuel Ethanol by XyloseFermenting Yeast, Journal of Biotechnology, Vol. 97, Hal. 107-116. Palmqvist, E., Hahn-Hagerdal, B., (2000), Fermentation of Lignocellulosic Hydrolisates. II: Inhibitors and Mechanisms of Inhibition. Bioresource Technology, Vol. 74, Hal. 25-33. Palmqvist, E., Almeida, J., Hahn-Hagerdal, B., (1999), Influence of Furfural on Anaerobic Glycolytic Kinetics of Saccharomyces cerevisiae in Batch Culture, Biotechnol. Bioeng., Vol. 62, Hal. 447-454. Pandey, A. (ed), (2009), Handbook of Plant-Based Biofuels, CRC Press, USA.

ISBN : 978-602-97491-2-0

D-2-8

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011

Pancasning, P., (2008), Produksi Etanol Menggunakan Zymomonas mobilis yang Diamobilisasi dengan Agarosa, Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA ITS, Surabaya. Purwantari, Susanti Eni, Ari Susilowati dan Ratna Setyaningsih, (2004), Fermentasi Tepung Ganyong (Canna edulis Ker.) untuk Produksi Etanol oleh Aspergillus niger dan Zymomonas Mobilis, Bioteknologi, Jurusan Biologi, FMIPA UNS, Surakarta. Taherzadeh, M. J. dan Karimi, Keikhosro, (2008), Pretreatment of Lignocellulosic Wastes to Improve Ethanol and Biogas production: A Review, International Journal of Molecular Sciences, Vol. 9, Hal. 1621-1651

ISBN : 978-602-97491-2-0

D-2-9