proposal penelitian tesis - USU Institutional Repository - Universitas ...

81 downloads 350 Views 1MB Size Report
adalah untuk melengkapi salah satu syarat menyelesaikan program studi Magister Ilmu. Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Judul tesis ...
TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSERO PADA PENGELOLAAN PENYERTAAN MODAL NEGARA DALAM HAL TERJADI KERUGIAN

TESIS

Oleh KUSMONO 067005074/HK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

ABSTRAK

Persero sebagai badan hukum (rechtspersoon/legal person) merupakan Perseroan Terbatas yang pengaturannya tunduk pada ranah hukum privat (UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tetapi dilihat struktur permodalannya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan pengaturannya tunduk pada ranah hukum publik Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara). Tujuan utama dari suatu BUMN yang berbentuk Persero adalah melakukan kegiatan bisnis dengan target akhir mendapatkan keuntungan. Bisnis adalah risiko, tidak selamanya akan mendapat keuntungan, namun dapat juga membawa risiko kerugian. Permasalahan muncul apabila keputusan bisnis yang diambil oleh Direksi ternyata membawa kerugian bagi Persero ketentuan hukum mana yang seharusnya mengatur, apakah masuk ranah hukum publik ataukah hukum privat, bagaimana konsepsi pemisahan kekayaan negara yang dipisahkan pada modal Persero, apakah kerugian Persero merupakan kerugian negara, bagaimana pengaturan pertanggungjawaban Direksi. Salah satu tujuan negara yang hendak diwujudkan oleh negara adalah meningkatkan kesejahteraan umum. Dalam upaya mewujudkan upaya tersebut Pemerintah berkewajiban untuk menciptakan perkembangan perekonomian negara melalui badan usaha BUMN dengan melakukan Penyertaan Modal Negara pada BUMN. BUMN terdiri Perum dan Persero. Penyertaan Modal Negara pada BUMN Persero dilakukan oleh Pemerintah dengan mengeluarkan dana dari APBN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, selanjutnya didasarkan pada mekanisme ketentuan yang berlaku dalam hukum korporasi. Kekayaan negara yang dipisahkan ini ketika disetorkan maka saat itu menjadi modal BUMN Persero, bukan lagi bagian dari kekayaan negara. Negara dalam hal ini bertindak sebagai investor selaku pemegang saham. Kekayaan negara adalah berupa lembar-lembar saham itu sendiri. Kerugian BUMN Persero bukan merupakan kerugian negara. Kedudukan pemerintah dalam BUMN Persero tidak dapat dikatakan sebagai mewakili negara sebagai badan hukum publik. Hal ini disebabkan ketika pemerintah sebagai badan hukum publik memutuskan menyertakan modalnya dalam BUMN Persero, maka pada saat itu juga imunitas publik dan negara hilang dan terputus hubungan hukumnya dengan keuangan negara yang telah berubah dalam bentuk saham. Pembelaan Direksi BUMN Persero yang dalam pelaksanaan tugasnya mengelola perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya telah melaksanakan GCG, beritikad baik (good faith), penuh kehati-hatian (duty of care), dan penuh tanggung jawab (duty of loyalty), apabila mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya dapat dilakukan melalui doktrin business judgment rule yang dengan tegas diakomodasi dalam Pasal 97 ayat (5) UUPT.

Kata Kunci: Tanggung Jawab Direksi Persero, Penyertaan Modal Negara

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

ABSTRACT

Partnership Company as a legal intitution (rechtpersoon/legal person) is a limited Partnership under private law (Law number 40, 2007 about Limited Partnership). However, based on the source of capital which comes form separable national wealth, it is under public law (Law number 17, 2003 about National Finance). The main goal of a Partnership Company of State-Owned Enterprise is doing business to get profit. Business means risk, does not always gain profit but also loss. A problem rises when business decision made by management leads to financial loss; which law should work (public or private), how is the concept of separable national wealth on the capital of Partnership Company, does the loss of the company become the loss of the country, how is the concept of management’s responsibility. One of the goals of a country to be manifested is to boost the public prosperity. In the frame of attaining the goal, the government has the obligation to create the national economic development through State-Owned Enterprises (SOEs) by involving national capital in the SOEs. SOEs comprises Public Corporate (Perum) and Partnership Company (Persero). The involvement of the national capital in Partner Company is implemented by the government by providing funds from APBN which are separable national wealth, and then is based on the mechanism of rules valid in the law of corporation. The separable national wealth when deposited , at that time, becomes the capital of the Partnership Company of SOEs and is not part of national wealth anymore. The country, in this case, acts as investor and stakeholder. The national wealth is the pieces of share itself. The financial loss of a Partnership Company is not indeed the loss of the country. The position of government in Partnership Company cannot be said to represent the country as the public corporate body. It is because when the government as the public corporate body decides to involve its capital in Partnership Company of SOEs, at that time the immunity of public and the government is missing and has no legal relation to the national finance which has changed into shares. The defense made by the management of Partnership Company of SOEs, who can perform duties by GCG, in good faith, in duty of care and in duty of loyalty, when having the financial loss in its business transaction, can be done through the doctrine of business judgment rule which is strictly accommodated in UUPT. Keyword:

The responsibility of Partnership involvement of National Capital

Company

management,

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

The

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan karuniaNYA penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tujuan penulian tesis ini adalah untuk melengkapi salah satu syarat menyelesaikan program studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Judul tesis ini adalah: “Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian”. Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna dan masih banyak kelemahan serta kekurangan, untuk itu dengan senang hati dan tangan terbuka penulis mengharapkan dan menerima kritik dan sumbang saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas akhir ini. Pada penulisan tugas akhir ini penulis telah banyak memperoleh masukan dan menerima bantuan dari berbagai pihak. Atas saran, masukan dan bantuan baik moril maupun materil, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada : 1. Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K), Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister; 2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

3. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., M.H selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing utama yang telah memberi arahan dan membantu penulis dalam penyempurnaan tesis ini; 4. Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH., MLI, dan Dr. SunarmiSH., M.Hum, selaku komisi pembimbing dengan penuh perhatian memberi dorongan, bimbingan dan saran serta pinjaman textbook kepada penulis; 5. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum, dan Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum selaku penguji, terima kasih atas masukan dan pendapatnya; 6. Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.H, Pembantu Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas rekomendasinya pada penulis untuk kuliah di Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara; 7. Ibu Inten Soediono mertua, dan istri tercinta Nany, serta anak-anak tersayang Revanantyo dan Rivkyanantyo atas cinta, kasih dan kesetiaan yang selalu mengalir mendukung selama penulisan ini sehingga sangat membantu kelancaran penyelesaian tugas akhir ini; 8. Seluruh Guru Besar serta dosen pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara; 9. Rekan-rekan satu angkatan serta semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moral maupun material untuk penelitian dan penyelesaian tesis ini.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Penulis berharap bahwa tesis ini bermanfaat dan dapat memberi kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan, walaupun tidak luput dari berbagai kekurangan. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan kekuatan lahir batin kepada kita semua.

Medan,

Juli 2008

Kusmono

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................................

i

ABSTRACT ....................................................................................................

ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................

iii

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................

vi

DAFTAR ISI ...................................................................................................

vii

BAB I

: PENDAHULUAN ................................................................

1

A. Latar Belakang ................................................................

1

B. Perumusan Masalah .....................................................

17

C. Tujuan Penelitian .............................................................

17

D. Manfaat Penelitian ...........................................................

18

E. Keaslian Penelitian ..........................................................

19

F. Kerangka Teori dan Konsepsi .........................................

19

G. Metode Penelitian ............................................................

30

H. Analisis Data ...................................................................

32

: BATASAN KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN ........................................................

34

A. Pengertian Terbatas Pada Perseroan Terbas ..................

34

1. Korporasi Sebagai Badan Hukum ............................

34

2. Konsekwensi Badan Hukum ....................................

36

3. Prinsip-Prinsip Hukum Perseroan Terbas ...............

37

4. Tanggung Jawab Terbatas Pemegang Saham .........

40

BAB II

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

5. Karakteristik Perseroan Sebagai Badan Hukum ......

41

B. Organ Perseroan Terbatas .............................................

47

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ................

48

2. Direksi .....................................................................

50

3. Komisaris ................................................................

56

C. BUMN Persero .............................................................

59

1. Pengertian dan Peran BUMN Persero ....................

59

2. BUMN Persero Merupakan Perseroan Terbatas ......

63

3. Organ BUMN Persero ............................................

64

D. Kekayaan Negara dan Modal Persero ..........................

66

1. Pengertian Kekayaan Negara ..................................

66

2. Pengertian Keuangan Negara ..................................

69

3. Penyertaan Modal Negara Pada BUMN Persero .....................................................................

76

4. Pemisahan Kekayaan Negara Pada BUMN

BAB III

Persero .....................................................................

80

: KERUGIAN PERSERO ....................................................

95

A. Tata Kelola BUMN Persero ...........................................

95

1. Prinsip-Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Sehat ...............................................................

97

2. Struktur Tata Kelola Perusahaan ............................

99

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

BAB IV

B. Manajemen Resiko ........................................................

100

1. Pengertian Resiko ..................................................

100

2. Pengertian Manajemen Resiko ..............................

102

3. Manajemen Resiko Bagi BUMN Persero ..............

102

C. Laporan Keuangan ........................................................

104

1. Pengertian dan Jenis-Jenis Laporan Keuangan ........

104

2. Bentuk Laporan Keuangan ......................................

105

3. Tujuan Laporan Keuangan ......................................

106

D. Kerugian .........................................................................

106

1. Konsep Kerugian ....................................................

107

2. Untung atau Rugi Bagi BUMN Persero .................

107

3. Upaya Pemerintah ..................................................

109

E. Aspek Hukum Kerugian BUMN Persero .....................

110

: PENGATURAN PERTANGGUNG JAWABAN DIREKSI BUMN PERSERO DALAM HAL TERJADI KERUGIAN ....................................................

116

A. Pembelaan Direksi BUMN Persero Melalui Prinsip-Prinsip Business Judgement Rule ........

116

1. Duty of Care and Standard of Care .......................

117

2. Duty of Loyalty ......................................................

121

3. Duty of Candor ......................................................

125

B. Studi Kasus Bank Mandiri (ECW Neloe, Mantan Direktur Utama) ........................

126

1. Abstraksi Kasus .....................................................

126

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

BAB V

2. Kedudukan Bank Mandiri ......................................

127

3. Penyertaan Modal Negara Pada Bank Mandiri ......

129

4. Analisis Kasus ........................................................

130

: KESIMPULAN DAN SARAN

......................................

146

A. Kesimpulan ....................................................................

146

B. Saran

.............................................................................

149

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..

151

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kegiatan ekonomi tidak hanya dilakukan oleh masyarakat pada umumnya di sektor swasta, tetapi negara/pemerintah pun dapat melakukan kegiatan ekonomi. Peran negara/pemerintah dalam kegiatan ekonomi ini dari sejarahnya telah ada sejak lama. Pada negara-negara dengan paham sosialis peran negara dalam kegiatan ekonomi sangat sentralistik, sementara di negara-negara liberal kebalikannya dimana peran negara minimal, negara/pemerintah hanya sebagai regulator dengan ekonomi yang berdasarkan pada prinsip-prinsip mekanisme pasar yang menekankan pada sisi efisiensi. Format keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi bersumber pada politik ekonomi suatu negara sebagai konsekwensi dari perkembangan ajaran negara kesejahteraan. Konsep keterlibatan negara dalam bidang ekonomi secara riil, untuk pertama kali dikemukakan oleh Beveidge, seorang anggota parlemen Inggris dalam laporannya dan mengandung suatu program sosial, yaitu: pemerataan pendapatan masyarakat, kesejahteraan sosial sejak manusia lahir sampai meninggal dunia, penyediaan lapangan kerja, pengawasan atas upah oleh pemerintah, dan usaha dalam bidang pendidikan. Jika dikaji laporan dari Beveridge terkandung konsep negara kesejahteraan, yang akhirnya meluas dan diterima oleh banyak pihak. Tahap perkembangannya, sejak tahun 1883, Kanselir Jerman Otto Von Bismarck

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

memperkenalkan Asuransi Sosial yang dibiayai oleh pemerintah dan tahun 1889 lahirlah UU Pensiun, yang memberikan pensiun kepada pekerja di usia 70 tahun. Kemudian, Presiden Amerika Serikat F.D Roosevelt, 46 tahun kemudian mempertegas dan mempopulerkan kembali konsep negara kesejahteraan tersebut dengan program New Deals Social Security Acts 1935. 1 Krisis ekonomi dunia tahun 1929, yang menyebabkan negara tidak lagi bersifat pasif, untuk mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat, negara dituntut ikut campur dalam segala aspek segala kehidupan sosial, dengan adagium, negara bertanggung jawab atas kesejahteraan setiap warga negaranya mulai dari buaian ibu sampai masuk liang kubur (from the craddle to the grave). 2 Dalam bukunya Adam Smith (1723-1790) yang diterbitkan tahun 1776, berjudul: An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations atau yang lebih dikenal dengan Wealth of Nation, dalam kebebasan alamiah, pemerintah hanya mempunyai tiga tugas dan fungsi, yaitu melindungi masyarakat dari tindakan kekerasan dan invasi dari masyarakat bebas lainnya, melindungi setiap anggota masyarakat dari ketidak-adilan oleh anggota masyarakat lainnya, dan menyediakan prasarana umum (public utiliteis) yang tidak dapat diwujudkan oleh anggota masyarakat. Konsep tugas dan fungsi pemerintah dari Adam Smith tersebut, memberi

inspirasi

Immanuel

kant

(1724-1804)

dan

melahirkan

konsep

nachtwachterstaat, yaitu negara hanya bertugas untuk menjaga keamanan dan

1

Ibrahim R, Landasan Filosofis dan Yuridis Keberadaan BUMN: Sebuah Tinjauan, Jurnal Hukum Bisnis,Volume 26-No.1-Tahun 2007, hlm. 8 2 Ibid, hlm. 8

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

ketertiban, sedangkan urusan kesejahteraan harus didasarkan pada free fight para individu. Kemudian, konsep Emmanuel Kant tersebut dikembangkan oleh Friedrich Stahl menjadi konsep negara hukum formal, sampai pada krisis ekonomi dunia terparah tahun 1929, kemudian memperkuat kelahiran welfare state.

3

Di Indonesia dasar hukum yang membolehkan negara melakukan kegiatan ekonomi melalui Perusahaan Negara dapat dilihat pada tujuan negara pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat ada empat tujuan dari negara Republik Indonesia yaitu : “...(1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) untuk memajukan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...” Pengembangan BUMN merupakan salah satu upaya negara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, khususnya berkaitan dengan elemen “memajukan kesejahteraan umum” dan “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Berangkat tujuan tersebut, UUD 1945 pada dasarnya mengatakan bahwa manakala suatu negara berdiri dan kebutuhan warga negaranya belum dapat dipenuhi sendiri, maka negara wajib memenuhi kebutuhan warganya agar tercapai suatu kesejahteraan yang akan mendorong tercapainya masyarakat yang cerdas. 4 Selanjutnya Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyatakan: cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai

3

Ibid, hlm. 8 Pandu Djayanto, Sekilas Tentang Peran, Fungsi dan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Newsletter Hukum & Perkembangannya, No.70 September 2007, hlm.10 4

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

oleh negara. Amanat inilah yang menjadi landasan awal bagi negara untuk mengadakan unit-unit usaha yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum dapat dipenuhi secara mandiri oleh rakyat/swasta. Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, hampir seluruh sektor usaha yang penting bagi masyarakat belum dapat berkembang sendiri tanpa adanya keterlibatan langsung pemerintah. Oleh karena itu, dilakukanlah nasionalisasi perusahaan-perusahaan ex-Belanda, yang sektor usahanya sangat beragam, seperti perkebunan, perdagangan, konstruksi, asuransi, dan perbankan. Saat ini kita memiliki 139 BUMN yang bergerak pada sekitar 37 sektor usaha dengan nilai aset lebih dari Rp.1300 Triliun. 5 Dalam gerak operasionalnya keterlibatan negara dalam perekonomian dilakukan melalui Perusahaan Negara. Yang dimaksud dengan Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat. 6 Selanjutnya yang dimaksud dengan Pemerintah Pusat adalah Presiden Repubik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. 7 Dalam perkembangan selanjutnya Perusahaan Negara tersebut saat ini dikenal dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selanjutnya yang dimaksud dengan BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya

5

Ibid, hlm.10 Lihat Pasal 1 angka 5 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 7 Lihat Pasal 1 angka 1 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. 6

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 8 Pada saat ini BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi selain swasta, dan koperasi. Sebagai salah satu pelaku perekonomian nasional, BUMN memegang peran strategis menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Di samping itu BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan. Sumbangan BUMN berupa setoran pajak kepada negara meningkat dari tahun ke tahun secara gradual. Hal ini terlihat dari penerimaan pajak tahun 2000 sebesar Rp115.912 milyar rupiah sekitar Rp 9.357 milyar (lebih dari 8 %) berasal dari pajak BUMN. Pada tahun 2005 total penerimaan pajak negara adalah Rp 351.973 milyar rupiah, hampir 12 % nya berasal dari pajak BUMN yaitu sebesar Rp 41.986 milyar rupiah. 9 Sejarah perkembangan BUMN di Indonesia

dilihat dari periode dan

generasi masanya dapat dikelompokkan menjadi : 10 1. Generasi Pertama 1945-1959. BUMN dipakai untuk mengembangkan usaha public utilities dan hajat hidup orang banyak, bersifat strategis, dan penguasaan oleh negara dimaksudkan untuk mewujudkan kepentingan negara dan kesejahteraan masyarakat.

8

Lihat Pasal 1 angka 1 UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU

BUMN). 9

Tjip Ismail, Peranan BUMN Dalam Penerimaan Pendapatan Negara (Tinjauan Dari Prespektif Pajak), Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26 – No.1 – Tahun 2007, hlm. 40 10 Ibrahim R, Op.cit, hlm.10

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

2. Generasi Kedua 1959-1974. Pengambilalihan semua perusahaan Belanda melalui UU No.86 Tahun 1958, sehingga peranan negara semakin dominan atau disebut masa etatisme. Jumlah perusahaan yang dinasionalisasikan sekitar 557 buah. Ketika terjadi perubahan rezim pemerintahan Orde Lama ke Orde baru, pelaku perekonomian masih didominasi BUMN dengan 644 buah. Sistem ekonomi etatisme mulai bergeser ke arah pasar bebas dengan lahirnya UU No.1 Tahun 1967 tentang PMA dan UU No.6 Tahun 1968 tentang PMDN. (Sekarang telah diubah dengan UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Investasi Asing). 3. Generasi Ketiga 1974-1982. Ketika oil boom terjadi tahun 1973 yang mengakibatkan pemerintah melakukan ekspensi besar-besaran mendirikan BUMN, kondisi ini hanya berjalan satu dasawarsa, karena harga minyak merosot tahun 1983. Dalam situasi yang demikian pemerintah melakukan pengetatan anggaran atau istilah populernya kencangkan ikat pinggang dan diikuti oleh langkah kebijakan pemerintah tentang tax reform. Periode ini, sisa-sisa sektor public utilities yang dicanangkan untuk BUMN mengalami tranformasi menuju privatisasi. Sektor Public utilities merupakan sektor yang menuntut monopoli, sebab prinsip utama dalam mengawasi dan mengontrol BUMN public utulities adalah terjaminnya mekanisme kontrol sosial yang efektif, menindak manajemen BUMN, apabila terbukti tidak mampu menyediakan pelayanan jasa secara baik, benar, wajar dan adil, disanalah letak masalahnya. Menyangkut social accountability yang

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

bersifat politik dan biasanya manajemen BUMN public utilities ditunjuk berdasarkan

kriteria politis. Berarti komitmen, kesadaran, dan moral

merupakan payung. Rakyat berhak menuntut balik, apabila tidak terpenuhinya, disitulah letak keseimbangan makna socio democracy yang dicita-citakan the founding fathers. 4. Generasi Keempat 1982-2020. Globalisasi makin populer seiring dengan kemajuan iptek, tidak ada negara yang dapat menolaknya. Dalam teori ekonomi klasik, negara dilarang ikut campur dalam urusan ekonomi. Namun, setelah perang dunia pertama tahun 1914-1918, krisis ekonomi dunia terparah tahun 1929-1932 dan ketimpangan perdagangan dunia, menghendaki ikut campurnya negara dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, yang melahirkan konsep negara kesejateraan (welfare state) yang di populerkan oleh Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt (1933-1945) dengan New Deal Social Security Act 1935, perkembangannya di Amerika Serikat mencapai klimaksnya pada pemerintahan Presiden Lyndon B.J (1963-1979). Kemudian Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher membongkar peranan negara kesejahteraan dengan melibatkan lebih banyak masyarakat dengan privatisasi Perusahaan Negara dan menjadi tren dunia, tidak ada negara yang tidak ikut ambil bagian. Dasar hukum Perusahaan Negara saat ini di Indonesia adalah UndangUndang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, untuk selanjutnya disebut UU BUMN. Pada beberapa BUMN di Indonesia, pemerintah

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

telah melakukan perubahan mendasar pada kepemilikannya dengan membuat BUMN tersebut menjadi perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh publik. Contohnya adalah PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN. 11 BUMN terdiri dari Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Persero (Persero). 12 Yang dimaksud dengan Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Sementara itu yang dimaksud dengan Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. 13 Masing-masing badan usaha tersebut memiliki misi tujuan usaha yang berbeda. BUMN dengan bentuk usaha Perum disamping mencari keuntungan dalam kegiatan bisnisnya juga menjalankan fungsi Public Service Obligation (PSO) kepada masyarakat. Sementara persero tujuan utama kegiatan bisnisnya adalah mengejar keuntungan, namun mengingat BUMN Persero modalnya sebagian atau seluruhnya dari Penyertaan Modal Negara maka tidak terlepas dari kewajiban melaksanakan fungsi

11

http://id.wikipedia.org/wiki/BUMN Lihat Pasal 9 UU BUMN 13 Lihat Pasal 1 angka 2 dan 4 UU BUMN 12

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

PSO, tetapi porsi kewajibannya tidak sebesar yang dilaksanakan Perum. Kedua BUMN tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Perum Perum bertujuan lebih mengutamakan mewujudkan kesejahteraan umum dari pada kepentingan komersial semata-mata. Lebih jelas maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. 14 Artinya walaupun bertujuan mencari keuntungan atau laba, hal itu diperuntukkan bagi kesejahteraan umum yang merupakan kewajiban negara terhadap warga negaranya. 15 Organ Perum adalah Menteri, Direksi, dan Dewan Pengawas. Perum dipimpin dan dikelola oleh direksi yang diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Direksi Perum mempunyai dua fungsi (fungsi ganda), di satu pihak menjalankan kebijaksanaan pemerintah, dan di lain pihak menjalankan kebijaksanaan yang dikelolanya. 16 2. Persero Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas, 17 oleh karena berbentuk, maka terhadap persero berlaku segala ketentuan dan prinsipprinsip yang berlaku bagi Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam

14

Lihat Pasal 36 ayat (1) UU BUMN Muhammad Abdulkadir, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti 1995), hlm. 112 16 Ibid. hlm. 114 17 Lihat Pasal 1 angka 2 UU BUMN 15

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, 18 sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Organ persero adalah RUPS, Direksi, dan Komisaris. Persero dipimpin dan dikelola oleh direksi yang diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Dalam melaksanakan tugasnya, anggota direksi wajib mencurahkan tenaga, pikiran dan perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban, dan pencapaian tujuan persero. 19 Karateristik lebih lanjut dari persero adalah sebagai berikut: 20 1. Pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada presiden. 2. Pelaksanaan pendirian dilakukan oleh menteri dengan memperhatikan perundang-undangan. 3. Statusnya berupa Perseroan Terbatas yang diatur berdasarkan undangundang. 4. Modalnya berbentuk saham. 5. Organ persero adalah RUPS, Direksi, dan Komisaris. 6. Apabila seluruh saham dimiliki pemerintah, maka menteri berlaku sebagai RUPS, jika hanya sebagian, maka sebagai pemegang saham Perseroan Terbatas. 7. RUPS bertindak sebagai pemegang kekuasaan tertinggi perusahaan. 8. Dipimpin oleh direksi.

18

Lihat Pasal 11 UU BUMN Lihat Pasal 19 UU BUMN 20 http://id.wikipedia.org/wiki/Badan Usaha Milik Negara

19

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

9. Laporan tahunan diserahkan ke RUPS untuk disahkan. 10. Tidak mendapat fasilitas negara. 11. Tujuan utama memperoleh keuantungan. 12. Hubungan-hubungan usaha diatur dalam hukum perdata. 13.

Pegawainya berstatus pegawai swasta.

Persero

memiliki

(rechtspersoon/legal

karakteristik person)

yang

unik

merupakan

sebagai

Perseroan

badan Terbatas

hukum yang

pengaturannya tunduk pada ranah hukum privat (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, untuk selanjutnya disebut UUPT), tetapi dilihat struktur permodalannya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan pengaturannya tunduk pada ranah hukum publik (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara). Pengertian kekayaan negara yang dipisahkan sebagai modal persero dijelaskan dalam Pasal 1 angka 10 sebagai berikut : Kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan Penyertaan Modal Negara pada persero dan/atau Perum serta Perseroan Terbatas lainnya. Tujuan utama dari suatu BUMN yang berbentuk persero adalah melakukan kegiatan bisnis dengan target akhir adalah mendapatkan keuntungan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 2 UU BUMN : (1) Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah : a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

b. mengejar keuntungan; c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi; e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. (2) Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. Dalam gerak operasionalnya sehari-hari, pengurusan persero dilakukan oleh direksi. Pasal 5 UU BUMN menyatakan: (1) Pengurusan BUMN dilakukan oleh direksi. (2) Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan. (3) Dalam melaksanakan tugasnya, anggota direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsipprinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran. Pada BUMN yang berbentuk persero adalah menjadi tugas bagi seorang direksi memutuskan untuk menjalankan sesuatu yang memberikan hasil maksimal atau signifikan bagi persero. Bisnis adalah risiko, di tengah persaingan ekonomi global yang kompetitif usaha Direksi Persero dalam menggerakkan roda bisnisnya tentu tergantung pada risiko bisnis yang tidak selamanya akan membawa keuntungan namun juga membawa risiko kerugian. Pada saat persero mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya memunculkan polemik mengenai aturan hukum pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh direksi. Polemik

tentang

pertanggungjawaban

Direksi

Persero

itu

muncul

disebabkan oleh karena adanya beberapa peraturan perundangan yang mengaturnya,

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Polemik tersebut berawal dari modal persero yang merupakan bagian dari Keuangan Negara sehingga apabila persero mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya, dianggap merupakan kerugian negara. 21 Pemerintah terutama di representasi oleh aparat penegak hukum seperti Kejaksaan Agung, Kepolisian dan juga Pemeriksa (Badan Pemeriksa Keuangan), bertahan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang menyatakan bahwa modal persero merupakan bagian dari Keuangan Negara sehingga kerugian persero adalah merupakan kerugian negara. Dalam hal ini apabila persero mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya, dianggap berpotensi menimbulkan kerugian negara, oleh karena penanggung jawab pengelolaan persero di tangan direksi maka direksilah sebagai pihak yang harus bertanggung jawab. Pemikiran aparat penegak hukum Kejaksaan Agung, Kepolisian dan Pemeriksa BPK, bahwa kerugian persero merupakan kerugian negara tidaklah salah. Landasan hukum yang mendasari pemikiran tersebut adalah Undang-Undang 21

Lihat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada kasus mantan Dirut Bank Mandiri ECW Neloe pada http://www.detiknews.com, Korupsi Bank Mandiri Harta ECW Neloe Disita, 26/07/2005

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, dimana Pasal 1 angka 1, menyatakan bahwa Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Sedangkan ruang lingkup keuangan negara tersebut meliputi antara lain kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada Perusahaan Negara/perusahaan daerah. 22 Selama pengertian dan ruang lingkup Keuangan Negara dalam perundang-undangan tersebut belum dicabut maka masih berlaku dan dijadikan landasan hukum bagi aparat penegak hukum dan pemeriksa dalam melaksanakan tugasnya. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan terkait Keuangan Negara Pasal 1 angka 1, menyatakan yang dimaksud dengan Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Sementara Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyangkut lingkup pemeriksaan pada Pasal 3 ayat (1) menetapkan: Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang

22

Lihat Pasal 2 huruf g UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 terkait dengan Penyertaan Modal Negara pada BUMN menetapkan: kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada Perusahaan Negara/perusahaan daerah. Di sisi yang lain dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi, menyatakan: Keuangan Negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak yang timbul karena: 1. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun daerah; 2. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Bahan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasar perjanjian dengan negara. Pada sisi masyarakat yang lain, kalangan akademisi dan juga Direksi Persero berpendapat bahwa pengaturan BUMN Persero sebagai Perseroan Terbatas tunduk pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

bahwa kerugian persero adalah merupakan kerugian persero sebagai badan hukum (legal persoon), dan bukan merupakan kerugian negara. Silang pendapat demikian dalam praktik menimbulkan ketidak-pastian tidak hanya bagi pemerintah, tetapi juga bagi para pelaku bisnis termasuk para Direksi Persero. Dalam bisnis masalah kepastian hukum memegang peranan yang penting. Dengan adanya kepastian dalam sistem hukum maka pelaku usaha termasuk para Direksi Persero dapat memprediksi rencana bisnis dalam rangka mengelola usaha yang menjadi tanggungjawabnya. Dalam melaksanakan tugas menggerakkan roda bisnis terhadap persero yang dipimpinnya di tengah persaingan usaha yang terbuka dan ketat adalah merupakan hal yang biasa bila direksi dalam mengambil keputusan bisnis melakukan spekulatif. Permasalahan kemudian muncul apabila Keputusan bisnis yang diambil oleh direksi ternyata membawa kerugian bagi persero. Hal demikian membawa implikasi terhadap pertanggungjawaban Direksi Persero, ketentuan hukum mana yang seharusnya mengatur, apakah masuk ranah hukum publik ataukah hukum privat. Pemahaman tentang hal ini penting untuk menjamin adanya kepastian hukum, sehingga direksi tidak perlu ragu-ragu lagi dalam mengelola persero yang menjadi tanggungjawabnya, agar dapat focus mencapai target yang optimum dalam mengejar keuntungan bagi persero sebagaimana diamanatkan dalam Anggaran Dasar dan ketentuan perundangan.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

B. Perumusan Masalah Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, permasalahan pokok yang akan diteliti adalah : 1. Bagaimana batasan mengenai kekayaan negara yang dipisahkan pada modal persero ? 2. Apakah kerugian persero merupakan kerugian negara ? 3. Bagaimana ketentuan perundang-undangan mengatur tentang tanggung jawab hukum Direksi Persero apabila persero mengalami kerugian dalam transaksi bisnis ?

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian tesis ini antara lain adalah : 1. Berusaha mengungkapkan batasan tentang kekayaan negara yang dipisahkan dalam penyertaan modal pemerintah pada persero; 2. Untuk mengetahui ketentuan perundang-undangan mengatur tentang tanggung jawab hukum Direksi Persero apabila persero mengalami kerugian dalam transaksi business; 3. Untuk mengetahui kerugian persero tersebut dapat dikategorikan sebagai kerugian negara.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Bersifat Teoritis Memberi sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan bidang ilmu hukum pada umumnya dan ilmu hukum korporasi khususnya dalam bidang pengelolaan Perusahaan Negara (BUMN) yang berbentuk perseroan yang dilakukan oleh direksi. Selain itu dalam penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan pranata hukum korporasi dalam hal tanggung jawab Direksi Persero pada pengelolaan penyertaan modal pemerintah apabila persero yang dikelolanya mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya. 2. Bersifat Praktis Secara praktis, manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada : a. Pemerintah sebagai pemegang saham tentang risiko business dalam penyertaan modal pemerintah pada persero; b. Aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman) dalam rangka penegakan hukum bagaimana ketentuan perundang-undangan mengatur tentang penyertaan modal pemerintah berasal dari APBN yang merupakan bagian dari kekayaan negara pada suatu BUMN yang berbentuk persero; c. Direksi/calon Direksi Persero agar tidak ragu-ragu di dalam melakukan kegiatan usaha dalam mengelola persero yang menjadi tanggung jawabnya

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

sesuai dengan maksud dan tujuan persero sebagai suatu badan hukum yang bergerak di bidang ekonomi dengan tujuan utama mengejar keuntungan; d. Manfaat bagi penulis, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memperoleh kesempatan untuk lebih mendalami, memperluas dan memperdalam pengetahuan tentang peran pemerintah dalam kegiatan ekonomi melalui BUMN berbentuk persero dan risikonya.

E. Keaslian Penelitian Penelusuran penulis ke perpustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian yang berjudul “Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian” belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga dapat dikatakan penelitian ini asli dan keaslian secara akademis keilmuan dapat dipertanggung jawabkan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Persero merupakan Perusahaan Negara yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Sebagai perusahaan perseroan, semua aturan dan asas hukum perdata berlaku terhadapnya. persero sebagai badan hukum (rechtspersoon/legal person) merupakan subyek hukum yang cakap mengadakan perbuatan hukum dengan subyek hukum lainnya baik sesama badan hukum maupun dengan manusia. persero sebagai badan hukum memiliki status, kedudukan,

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

kewenangan yang sama seperti manusia. Perseroan Terbatas sebagai badan hukum perdata (privat) yang mempunyai status kemandirian (persona standi in judicio)

sudah tentu

memiliki identitas hukum sendiri. Identitas hukum suatu korporasi atau perusahaan terpisah dari identitas hukum para pemegang sahamnya, direksi, maupun organ-organ lainnya. Dalam kaidah hukum perdata (civil law), jelas ditetapkan bahwa suatu perseroan merupakan subyek hukum perdata dapat melakukan aktivitas jual beli, dapat membuat perjanjian atau kontrak dengan pihak lain, serta dapat menuntut dan dituntut di pengadilan dalam hubungan keperdataan. Para pemegang saham menikmati keuntungan yang diperoleh dari konsep tanggung jawab terbatas, dan kegiatan korporasi berlangsung terus menerus, dalam arti bahwa keberadaannya tidak akan berubah meskipun ada penambahan anggota-anggota atau berhentinya atau meninggalnya anggotaanggota yang ada. 23 Kajian penelitian tesis ini akan menyangkut tentang : a. Teori Badan Hukum Dewasa ini dalam pergaulan hukum dan kepustakaan, istilah badan hukum sudah lazim digunakan bahkan merupakan istilah hukum yang resmi di Indonesia. Badan hukum merupakan terjemahan istilah hukum Belanda

23

Bismar Nasution, Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan, disampaikan pada Seminar Nasional Sehari dalam Rangka Menciptakan Good Corporate Governance pada Sistem Pengelolaan dan Pembinaan PT (Persero) BUMN “Optimalisasi Sistem Pengelolaan, Pengawasan, Pembinaan Dan Pertanggungjawaban Keberadaan PT (Persero) Dilingkungan BUMN Ditinjau Dari Aspek Hukum Dan Transparansi” diselenggarakan oleh Inti Sarana Informatika, Hotel Borobudur Jakarta, Kamis, 8 Maret 2007.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

yaitu rechtspersoon. Meskipun demikian dalam kalangan hukum ada juga yang menyarankan atau telah mempergunakan istilah lain untuk menggantikan istilah badan hukum, misalnya istilah purusa hukum (Oetarid Sadino), awak hukum (St. K. Malikul Adil), pribadi hukum

(Soerjono

Soekanto, Purnadi Purbacaraka) dan sebagainya. 24 Secara teoritik, baik di negara common law maupun kontinental dikenal beberapa ajaran atau doktrin yang menjadi landasan teoritik keberadaan badan hukum. Ada beberapa konsep terkemuka tentang personalitas badan hukum (legal personality), Ali Rido tentang teori-teori badan hukum mengemukakan ada empat, yaitu : 25 (1) Teori fictie dari Von Savigny berpendapat, badan hukum itu sematamata buatan negara saja.

Sebetulnya menurut alam hanya manusia

sajalah sebagai subyek hukum , badan hukum itu hanya suatu fictie saja, yaitu sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu pelaku hukum (badan hukum) “Subjectief rech, rechsubject en rechsperson”. (2) Teori harta kekayaan bertujuan dari Brinz. Menurut teori ini hanya manusia saja dapat menjadi subyek hukum. Tetapi juga tidak dapat dibantah adanya hak-hak suatu kekayaan, sedangkan tiada manusia pun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Apa yang kita namakan hak-hak

24

Chidir Ali, Badan Hukum, (Bandung: Penerbit Alumni, 1987), hlm.14 Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung,Penerbit Alumni), 1983, hlm.15-18 25

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

itu dari suatu badan hukum, sebenarnya adalah hak-hak yang tidak ada yang mempunyai dan sebagai penggantinya adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan kepunyaan suatu tujuan. Pengikut teori ini Van der Heyden, dalam karangannya “Het Schijnbeeld van de rechtpersoon”. (3) Teori Organ dari Otto von Gierke. Badan hukum itu adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada didalam pergaulan hukum. Itu adalah suatu “leiblichgeiste Lebenseinheit die Wollen und das Gewolte os Tot unsetzen kam”. Disini tidak hanya suatu pribadi yang sesungguhnya, tetapi badan hukum itu juga mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya (pengurus, anggota-anggotanya). Dan apa yang mereka putuskan, adalah kehendak atau kemauan dari badan hukum. Teori ini menggambarkan badan hukum sebagai suatu yang tidak berbeda dengan manusia.

Pengikut

teori

organ

antara

lain

Mr.

L.C.

Polano

“Rechtspersoonlijkheid van vereeigingen”, disertasi Leiden,1910. 26 (4) Teori Propriete Cellective dari Planiol (gezamenlijke vermogens-theorie Mollenggraaff). Menurut teori ini hak dan kewajiban badan hukum itu pada hakekatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Disamping hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu merupakan harta kekayaan bersama. Anggota-anggota tidak hanya dapat memiliki 26

Otto von Gierke, Das deutsche Genossenschaftsrecht, 1973, dikutip dari Ali Rido, Op.cit,

hlm. 16

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

masing-masing untuk bagian yang tidak dapat dibagi, tetapi juga sebagai pemilik bersama-sama untuk keseluruhan, sehingga mereka secara pribadi tidak, bersama-sama setelah semuanya menjadi pemilik. Kita katakan, bahwa orang-orang yang berhimpun itu semuanya merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi, yang dinamakan badan hukum. Maka dari itu badan hukum adalah suatu konstruksi yuridis saja. Sebagai pengikut diantaranya ialah Star Busmann, Kranenburg. 27 Menurut Chidir Ali, 28 Teori-teori badan hukum yang ada, sebenarnya dapat dihimpun dalam dua golongan yaitu : 1. Teori yang berusaha kearah peniadaan persoalan badan hukum, antara lain dengan jalan mengembalikan persoalan tersebut kepada orang-orangnya, yang merupakan orang-orang yang sebenarnya berhak. Termasuk golongan ini ialah teori Organ, teori Kekayaan Bersama. 2. Teori lainnya yang hendak mempertahankan persoalan badan

hukum,

ialah teori fiksi, teori harta kekayaan yang bertujuan, teori kenyataan yuridis. Sebagai pisau analisa dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori Fictie dan teori Organ, yaitu perseroan dianggap sebagai badan hukum mandiri yang dalam gerak operasionalnya dalam melakukan kegiatan bisnis diwakili oleh direksi. Direksi bertindak selaku wakil perseroan “persona standi in 27

Kranenburg, ”De grondslagen der rechtswetenscap”, 1952, hal.62; “Men staat nu, meen bij het begrip rechtspersoon inderdaat niet voor een fictie, maar voor een constructie van het juridisch denken, dikutip dari Ali Rido, Op.cit, hlm.17 28 Chidir Ali, Badan Hukum,Op.cit, hlm.30

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

judicio”. b. Teori Pertanggung Jawaban Direksi Perseroan Terbatas sebagai korporasi (corporation), yakni perkumpulan yang berbadan hukum memiliki beberapa ciri substanstif yang melekat pada dirinya, yakni: Terbatasnya Tanggung Jawab Pada dasarnya, para pendiri atau pemegang saham atau anggota suatu korporasi tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap kerugian atau utang korporasi. Tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas jumlah maksimum nominal saham yang ia kuasai. Selebihnya, ia tidak bertanggung jawab. Perpectual Succession Sebagai sebuah korporasi yang eksis atas haknya sendiri, perubahan keanggotaan tidak memiliki akibat atas status atau eksistensinya. Bahkan, dalam konteks PT, pemegang saham dapat mengalihkan saham yang ia miliki kepada pihak ketiga. Pengalihan tidak menimbulkan masalah kelangsungan perseroan yang bersangkutan. Bahkan, bagi PT yang masuk dalam kategori PT Terbuka dan sahamnya terdaftar di suatu bursa (listed), terdapat kebebasan untuk mengalihkan saham tersebut. Memiliki Kekayaan Sendiri Semua kekayaan yang ada dimiliki oleh Badan itu sendiri, tidak oleh pemilik, oleh anggota atau pemegang saham. Ini adalah suatu kelebihan utama badan hukum. Dengan demikian, kepemilikan kekayaan tidak didasarkan pada anggota atau pemegang saham. Memiliki Kewenangan Kontraktual serta Dapat Menuntut dan Dapat Dituntut atas Nama Dirinya Sendiri Badan hukum sebagai subyek hukum diperlakukan seperti manusia yang memiliki kewenangan kontraktual. Badan itu dapat mengadakan hubungan kontraktual atas nama dirinya sendiri. Sebagai subyek hukum, badan hukum dapat dituntut dan menuntut dihadapan pengadilan. 29 Sementara itu Reiner R. Kraakman menyebutkan bahwa suatu korporasi biasanya memiliki lima karateristik yang penting, yaitu mempunyai personalitas 29

Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 26-No.3-Tahun 2007, hlm. 33

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

hukum, terbatasnya tanggung jawab, adanya saham yang dapat dialihkan, manajemen terpusat di bawah struktur dewan direksi, dan kepemilikan saham oleh penanam modal. Setiap korporasi pada umumnya didirikan berdasarkan undang-undang yang mencakup lima karakteristik tersebut kecuali jika pendiri korporasi tersebut (dan diperbolehkan oleh undang-undang) membuat aturan khusus tersendiri yang meniadakan salah satu dari karateristik tersebut diatas. 30 Direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan harus mengacu semata-mata untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. 31 Menyangkut pertanggung jawaban Direksi Persero ada beberapa prinsip hukum dalam sistem common law yang juga diakomodasi dalam sistem hukum perseroan di Indonesia : 1. Prinsip Fiduciary Duty Lewis D. Solomon 32 tentang pertanggung jawaban Direksi Korporasi mengatakan: Fiduciary duty is perhaps the most important concept in the AngloAmerican law of corporation. The word “fiduciary” comes form the Latin fides, meaning faith or confidence, and was originally used in the common law to describe the nature of the duties imposed on a trustee. Perhaps because many of the earliest corporations cases involved chari table corporations, courts began to analogize the duties of a director in managing corporate property to the duties of a trustee in managing trust property. The original analogy between a trustee and those who control a corporation was a close one. But as corporations began to play a role of increasing importance in an increasingly complex commercial world, the basic notion survives that officers, directors and controlling shareholders 30

Kraakman R Reiner, et.al, Business Law, The Anatomy of Corporate Law: A Comparative and Functional Approach, (Oxford: Oxford University Press , 2005), hlm.5 31 Lihat, Pasal 92 Ayat (1) UU PT 32 Lewis D. Solomon, (et.al), Corporations Law And Policy Materials And Problems Third Edition, American Casebook Series, (ST. Paul, Minn: West Publishing Co, 1994), hlm.672.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

owe some sort of enforceable duty to the corporation, and, through the corporation, to the shareholders. The term “fiduciary duty,” however, has no fixed meaning; its parameters are continually evolving. Dalam hal ini yang dimaksud adalah tugas yang terbit dari hubungan fiducia antara direksi dan perseroan yang dipimpinnya, yang menyebabkan direksi berkedudukan sebagai trustee dalam pengertian hukum trust. Seorang direktur harus memiliki kepedulian dan kemampuan (duty of care and skill), itikad baik, loyalitas, dan kejujuran terhadap perseroan dengan derajat tinggi (high degree). 2. Prinsip Duty of Care Tugas memperdulikan yang diharapkan dari direksi adalah duty of care sebagaimana dimaksud dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum; dalam arti, direksi berbuat atau bertindak secara hati-hati agar terhindar dari kelalaian (negligence). 33 3. Prinsip Duty of Loyalty and Good Faith Direktur sebagai pengurus perseroan adalah merupakan trustee bagi perseroan.

Dalam

pelaksanaan

pengelolaan

perseroan

tidak

boleh

mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan, tetapi harus didasarkan pada itikad baik dan dengan loyalitas yang tinggi pada perseroan. Dalam sistem common law duty of care and good faith bersama-sama dengan duty of care bersama-sama dikenal dengan nama fiduciary duty.

33

Ridwan Khairandy, Op.cit, hlm. 37

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

4. Doktrin Business Judgment Rule Di dalam hukum perseroan, dikenal doktrin business judgment rule yang mengajarkan bahwa Direksi Perseroan tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari suatu tindakan pengambilan keputusan, apabila tindakan tersebut didasarkan pada itikad baik dan hati-hati. Direksi mendapat perlindungan hukum tanpa perlu memperoleh pembenaran dari pemegang saham atau pengadilan atas keputusan yang diambilnya dalam konteks pengelolaan perusahaan. 34 Doktrin business judgment rule akan melindungi direksi dari kewajiban atas keputusan bisnis yang menimbulkan kerugian pada korporasi. Dalam sistem hukum common law untuk pertanggung jawaban Direksi Korporasi dapat dilihat pertimbangan pengadilan dalam perkara Gries Sports Enterprises, Inc. V. Cleveland Browns Football Co., Inc. 26 Ohio St.3d 15, 496 N.E.ed 959 (1986) : The business judgment rule is a principle of corporate governance that has been part of the common law for at least one hundred fifty years. It has traditionally operated as a shield to protect directors form liability for their decisions. If the directors are entitled to the protection of the rule, then the courts should not interfere with or second-guess their decisions. If the directors are not entitled to the protection of the rule, then the courts scrutinize the decision as to its intrinsic fairness to the corporation and the corporation’s minority shareholders. The rule is rebuttable presumtion that directors are better equipped than the courts to makebusiness judgments and that the directors acted withaout self-dealing or personal interest and exercised reasonable diligence and acted with good faith. A party challenging a board of directors’ decision bears the burden of rebutting the 34

Erman Rajagukguk, Nyanyi Sunyi Kemerdekaan Menuju Indonesia Negara Hukum Demokratis, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, (Depok: Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, 2006), hlm. 390

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

presumption that the decision was a proper exercise of the business judgment of the board. 35 Dalam sistem hukum nasional doktrin business judgment rule telah diakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Menyangkut tugas

seorang

direksi

Pasal

92

menyatakan: (1) Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. (2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. Lebih lanjut Pasal 97 menyatakan : (1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1). (2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. (3) Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi. (5) Anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan: a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak 35

Lewis D. Solomon, (et.al), Op.cit, hlm. 695

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. (6) Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan. (7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama perseroan. Dari ketentuan Pasal 97 UUPT, dapat ditarik benang merah bahwa prinsip business judgment rule diakomodasi dalam UUPT khususnya pada huruf b, c, dan d, sedangkan huruf a yang menyatakan: kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya adalah merupakan ketentuan yang sudah jelas, dan ketentuan ini merupakan tambahan di UUPT. 2. Konsepsi Definisi operasional dari berbagai istilah yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut : a. Tanggung jawab adalah tanggung jawab Direksi Persero dalam pelaksanaan pengurusan dan pengelolaan kegiatan persero yang terbagi dalam tanggung jawab perdata. b. Direksi adalah Organ BUMN yang bertanggung jawab atas kepengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan. 36

36

Lihat, Pasal 1 Angka 9 UU BUMN

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

c. Perusahaan Perseroan yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. 37 d. Penyertaan modal pemerintah pusat adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara yang semula merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara pada BUMN, BUMD, atau Badan hukum lainnya yang dimiliki negara/daerah. 38 e. Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. 39 f. Hukum adalah hukum tertulis yang berkaitan dengan pengurusan dan pengelolaan kegiatan BUMN.

G. Metode Penelitian Metode Penelitian yang dilakukan untuk penulisan tesis ini adalah: 1. Spesifikasi Penelitian Berkenaan dengan permasalahan yang akan diteliti, maka penelitian ini

37

Lihat, Pasal 1 Angka 2 UU BUMN Peraturan Menteri keuangan No.96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan Pemanfaatan, Pemindah Tanganan Barang Milik Negara 39 Lihat Pasal 1 angka 22 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara 38

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan menganalisis permasalahan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan juga literatur yang membahas permasalahan yang diajukan, dimana datanya datanya bersumberkan dari data pustaka (library research). 2. Sumber-Sumber Data Sumber data dalam penelitian dapat digolongkan atas Data Primer dan Data Sekunder. Karena penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif maka sumber data dalam penelitian ini berasal dari : a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang terkait dengan obyek permasalahan yang akan diteliti yaitu dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dan perubahannya pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang relevan dengan penelitian ini yakni buku-buku teks (textbook) yang ditulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh, hasil tulisan ilmiah seperti tesis, disertasi, jurnal, makalah, laporan penelitian yang relevan dengan topik penelitian. c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

meliputi kamus bahasa indonesia, kamus bahasa inggris, kamus hukum, encyclopedia hukum dan lain-lain. 3. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : a. Studi Dokumen Studi dokumen dilakukan melalui pengumpulan peraturan perundangundangan untuk menemukan dan mengetahui asas-asas hukum, pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang berlaku, teori-teori hukum, doktrindoktrin hukum, yurisprudensi, filsafat hukum dan hal-hal yang relevan dan menunjang terhadap kualitas tesis ini. b. Pedoman Wawancara Apabila diperlukan dalam penelitian ini akan dilakukan wawancara dengan ahli hukum perusahaan dan ahli hukum Keuangan Negara.

H. Analisis Data Analisis data pada penelitian hukum normatif ini dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) karena yang akan diteliti adalah berbagai peraturan hukum yang menjadi focus dari penelitian ini. Bahanbahan hukum yang telah dikumpulkan baik data primer, sekunder, maupun tersier yang berhubungan dipaparkan secara logis, disistematisasi, selanjutnya untuk memperkaya pertimbangan-pertimbangan hukum dalam paparan antara ranah hukum privat (Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, serta

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas), ranah hukum publik (Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara) dilakukan pendekatan konsep (conceptual approach), dan selanjutnya di lakukan di analisis dengan

menggunakan

pendekatan

analisis

(analytical

approach)

untuk

menginterpretasikan dengan hukum yang berlaku untuk menjawab permasalah hukum yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah. Data yang terkumpul di analisis secara kualitatif dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah dianlisis secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan diharapkan akan memberikan solusi atas permasalah dalam penelitian ini.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

BAB II BATASAN KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN

A. Pengertian Terbatas Pada Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yakni perseroan dan terbatas. Kata perseroan merujuk pada modal perseroan yang terdiri atas sero-sero atau sahamsaham. Sedangkan kata terbatas merujuk pada tanggung jawab dari pemegang saham yang luasnya hanya terbatas tidak melibihi nilai nominal semua saham yang dimilikinya. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mendefinisikan Perseroan Terbatas sebagai berikut: Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 40 Dari batasan tentang Perseroan Terbatas tersebut di atas ada lima hal pokok yang dapat kemukakan di sini : 1. Korporasi Sebagai Badan Hukum Ilmu hukum mengenal dua macam subyek hukum, yaitu subyek hukum pribadi (orang perorangan), dan subyek hukum berupa badan hukum. Salah satu ciri khas yang membedakan subyek hukum pribadi dengan subyek hukum

40

Lihat Pasal 1 angka 1 UUPT

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

berupa badan hukum adalah saat lahirnya subyek hukum tersebut, yang pada akhirnya akan menentukan saat lahirnya hak-hak dan kewajiban bagi masingmasing subyek hukum tersebut. Pada subyek hukum pribadi, status subyek hukum dianggap telah ada bahkan pada saat pribadi orang perorangan tersebut dalam kandungan (Pasal 1 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Sedangkan pada perseroan sebagai badan hukum, keberadaan status badan hukumnya baru diperoleh setelah ia memperoleh pengesahan dari pejabat yang berwenang, yang memberikan hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan sendiri bagi badan hukum tersebut, terlepas dari hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan para pendiri, pemegang saham, maupun para pengurusnya 41 . Perseroan adalah badan hukum (Legal Person, Legal Entity), dianggap sebagai subyek hukum yang cakap melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan hukum dengan berbagai pihak seperti manusia. perseroan adalah badan hukum hasil rekayasa manusia untuk membentuk suatu badan yang memiliki status, kedudukan, kewenangan, yang sama seperti manusia. Oleh karena itu badan ini disebut juga badan hukum artificial (artificial legal person). 42 Pada saat ini Perseroan Terbatas (PT) sebagai suatu entitas modal yang paling banyak digunakan di masyarakat dalam melakukan kegiatan bisnis dalam rangka mencari keuntungan. A limited partnership is an

41 42

Ibid, hlm, 8 Ridwan Khairandy, Op.cit, hlm 5.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

association of two or more persons to carry on as co-owners a business for profit. 43 2. Konsekwensi Badan Hukum UUPT menyatakan bahwa perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan. 44 Dengan diperolehnya statusnya sebagai badan hukum, maka tanggung jawab pemegang saham menjadi terbatas. 45 Artinya, pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. 46 Ini berarti secara prinsipnya pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas seluruh perikatan yang dibuat oleh dan atas nama perseroan dengan pihak ketiga, dan oleh karenanya tidak bertanggung jawab atas setiap kerugian yang diderita oleh perseroan. Para pemegang saham tersebut hanya bertanggung jawab atas penyetoran penuh dari nilai saham yang telah diambil bagian olehnya. 47 Pengaturan tentang tanggung jawab terbatas dari pemegang saham ini adalah merupakan ciri utama dari perseroan sebagai badan hukum. UUPT menyatakan Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas

43

Charles R. O’Kelly, Jr, Corporations and Other Business Associatins, Cases and Materials, (Canada: Published Simultaneously in Canada by Little, Brown & Company Limited, 1992), hlm. 62. 44 Lihat Pasal 7 ayat (4) UUPT 45 IG Rai Widjaya, hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Khusus Pemahaman Atas UndangUndang Nomor 1 Tahun 1995, (Bekasi-Indonesia: Mega Poin, 2006), hlm.11 46 Lihat Pasal 3 ayat (1) UUPT 47 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1999), hlm 9

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. 48 Consequences of incorporation menurut An Ridley adalah : 1. The company is an association of its members and a person separate form its members. 2. The company can make contracts. 3. The company can sue and be sued. 4. The company can own property. 5. The company continues in existence despite change of membership. The shareholders can delegate management to directors. 49 3. Prinsip-Prinsip Hukum Perseroan Terbatas Dalam hukum Perseroan Terbatas terdapat beberapa prinsip yang merupakan landasan bagi korporasi dalam melakukan perbuatannya. Adapun prinsip-prinsip dalam hukum korporasi adalah sebagai berikut : 50 a. Corporate Opportunity Prinsip ini mengajarkan bahwa direktur harus lebih mengutamakan kepentingan perseroan dari pada kepentingan pribadi terhadap transaksi yang menimbulkan conflict of interest.

48

Lihat Pasal 3 ayat (1) UUPT Ann Ridley, Key Facts Company Law, Hodder & Stoughton a Member of The Hodder Headline Group, British Library Cataloguing in Publication Data, 2005, hlm 8. 50 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm.4 49

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

b. Self Dealing Yang dimaksud dengan doktrin self dealing adalah setiap transaksi yang dilakukan antara direktur perseroan dengan perseroan itu sendiri. Baik dilakukan langsung oleh direktur yang bersangkutan, ataupun secara tidak langsung , misalnya lewat saudara-saudaranya. Krusialnya transaksi berbentuk self dealing ini adalah adanya conflict of interest antara kepentingan direktur itu sendiri dengan kepentingan perseroan. c. Piercing The Corporate Veil Dalam hukum perseroan bahwa masing-masing pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap pihak ketiga. Tanggung jawab pemegang saham terbatas sebesar jumlah saham yang dimilikinya. Menurut prinsip piercing the corporate veil dalam keadaan tertentu pemegang saham dapat bertanggung jawab secara pribadi. d. Ultra Vires Prinsip ini mengajarkan bahwa perseroan tidak dapat melakukan kegiatan keluar dari kekuasaan perseroan. Kekuasaan perseroan tersebut dirinci dalam Anggaran Dasar. Oleh karena itu, perseroan tidak boleh melakukan kegiatan di luar kekuasaan yang dirinci dalam Anggaran Dasar. e. Derivative Action Adalah gugatan yang dilakukan seorang atau lebih pemegang saham yang mewakili perseroan. Artinya adalah gugatan yang dilakukan oleh dan atas nama perseroan, dilakukan seorang atau lebih pemegang saham atas nama

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

perseroan. Dalam hal ini yang digugat direktur atau pihak ketiga. Karena itu, jika gugatannya berhasil, maka hasil dari gugatan tersebut menjadi milik perseroan, bukan milik pemegang saham. f. Corporate Ratification Prinsip ini mengandung makna bahwa perseroan dapat menerima tindakan organ lain dalam perseroan tersebut, sekaligus mengambil alih tanggung jawab Organ lain dimaksud. Misalnya RUPS meratifikasi kegiatan tertentu dari direktur, sehingga seluruh tanggung jawab direktur dalam hubungan dengan kegiatan dimaksud beralih menjadi tanggung jawab perseroan. g. Perlindungan Minoritas Prinsip ini mengajarkan bahwa ketentuan-ketentuan tentang perseroan harus melindungi pemegang saham minoritas dalam perseroan. Banyak ketentuan untuk melindungi pemegang saham minoritas, antara lain adalah pasal 97 ayat (6) yang memberikan hak kepada pemegang saham yang mewakili 1/10 saham bagian dari jumlah seluruh saham untuk mengajukan gugatan atas nama perseroan terhadap tindakan direksi. h. Wewenang Pengadilan Keterlibatan Pengadilan ikut memberi warna terhadap baik buruknya praktek hukum perseroan. Artinya adalah jika pengadilan itu baik, maka praktek hukum perseroan pun akan semakin baik. Sebaliknya jika pengadilan tidak profesional, maka praktek hukum perseroan akan semakin tidak baik.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

i. Business Judgment Rule 51 Adalah prinsip yang menyatakan bahwa direksi tidak dapat dituntut karena keputusannya ternyata mendatangkan kerugian pada perusahaan, sepanjang ia mengambil keputusan tersebut dengan penuh kehati-hatian, telah mengikuti ketentuan-ketentuan dalam perseroan, beritikad baik, tidak terdapat kelalaian atau penipuan. j. Fiduciary of Duty Fiduaciay Duty - An obligation to act in the best interest of another party. For instance, a corporation's board member has a fiduciary duty to the shareholders, a trustee has a fiduciary duty

to the

trust's

beneficiaries, and an attorney has a fiduciary duty to a client. 52 4. Tanggung Jawab Terbatas Pemegang Saham UUPT menyatakan bahwa perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan. 53 Dengan diperolehnya statusnya sebagai badan hukum, maka tanggung jawab pemegang saham menjadi terbatas. 54 Artinya, pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama erseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan

51

Erman Rajagukguk, Pengelolaan Perusahaan Yang Baik: Tanggung Jawab Pemegang Saham, Komisaris, dan Direksi, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26-No.3 Tahun 2007, hlm.27 52 www.lectlaw.com/def/f026.htm The ‘Lectric Law Library’s Legal Lexicon On *Fifuciary/F.Duty* 53 Lihat Pasal 7 ayat (4) UUPT 54 IG Rai Widjaya, Op.cit, hlm.11

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

melebihi saham yang dimiliki. 55 Ini berarti secara prinsipnya pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas seluruh perikatan yang dibuat oleh dan atas nama perseroan dengan pihak ketiga, dan oleh karenanya tidak bertanggung jawab atas setiap kerugian yang diderita oleh perseroan. Para pemegang saham tersebut hanya bertanggung jawab atas penyetoran penuh dari nilai saham yang telah diambil bagian olehnya. 56 Pengaturan tentang tanggung jawab terbatas dari pemegang saham ini merupakan ciri utama dari perseroan sebagai badan hukum. UUPT menyatakan pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. 57 5. Karakteristik Perseroan Sebagai Badan Hukum Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang memiliki tanggung jawab terbatas (limited liability) yang mempunyai lima ciri khusus atau karakteristik sebagai berikut : sebagai personalitas hukum (legal personality); memiliki tanggung jawab terbatas (limited liability); sahamnya dapat dialihkan (transferable shares); ada pendelegasian manajemen oleh struktur dewan direksi; dan kepemilikan oleh investor. 58 Perseroan Terbatas (PT) merupakan badan hukum yang oleh hukum diakui secara tegas sebagai badan hukum. Hukum mengakui pula bahwa badan hukum merupakan subyek hukum yang 55

Lihat Pasal 3 ayat (1) UUPT Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.cit, hlm 9 57 Lihat Pasal 3 ayat (1) UUPT 58 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.cit, hlm.5 56

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

cakap melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan hukum dengan berbagai pihak layaknya seperti manusia. 59 By incorporation, the company acquires separate legal personality, that is, the company is recognized as a person separate form its members, a principle established in Salomon v Salomon & Co Ltd (1897) 60 . Perseroan Terbatas sebagai badan hukum memiliki kekayaan sendiri yang terlepas dari kekayaan sendiri yang terlepas dari kekayaan pribadi pemegang sahamnya. Badan ini juga dapat menggugat dan digugat dihadapan pengadilan. Konsep mendasar badan hukum yang demikian sering disalah pahami masyarakat pada umumnya dan bahkan oleh para praktisi hukum. Misalnya, dalam beberapa perkara korupsi di

BUMN yang berbentuk

perusahaan perseroan (Persero), kekayaan atau asset yang dimiliki oleh perseroan dikategorikan sebagai kekayaan negara. 61 a. Didirikan Atas Dasar Perjanjian Pengertian Perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1313 dirumuskan suatu persertujuan adalah adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 62 Dari rumusan tersebut terdapat suatu kelemahan yaitu tidak adanya penjelasan apakah pihak lainnya dapat menerima atau menolak

59

Ibid, hlm.5 Ann Ridley, Op.cit, hlm 8 61 Ibid, hlm 5 62 Lihat Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 60

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

terhadap pihak yang mengikatkan diri. 63 Dalam transaksi bisnis hal yang utama adalah adanya kesepakatan dengan para pihak khususnya menyangkut obyek transaksinya. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau antara dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan, yaitu suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak dan berdasarkan hubungan tersebut pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. (Pasal 1234 KHUPerdata). 64 Jadi perjanjian ini menimbulkan suatu perikatan antara dua orang atau pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau yang ditulis, dan yang tertulis ini disebut kontrak. 65 Menurut Black’s Law Dictionary, kontrak adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk mengerjakan 63

Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merumuskan tentang syarat syahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat : 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu hal tertentu; 4. suatu sebab yang halal. 64 I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, (Bekasi-Indonesia: Megapoin, 2006), hlm. 10. 65 Ibid, hlm. 10

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

atau tidak mengerjakan sesuatu. 66 Perseroan yang didirikan atas dasar perjanjian antara 2 (dua) orang atau lebih tersebut

dibuat dengan akta

notaris dalam bahasa Indonesia. 67 Namum demikian, tidak semua sistem hukum di dunia menganut teori perjanjian ini. Ada juga negara yang hukumnya dapat memperkenankan adanya Perseroan Terbatas yang pemegang sahamnya tunggal, yang disebut dengan perusahaan satu orang (sole corporation). Sebenarnya teori perjanjian ini sudah terbilang klasik, telah banyak diganti dengan teori institusional, yang menyatakan bahwa Perseroan Terbatas itu bukanlah perjanjian, melainkan suatu institusi, sehingga pemegang sahamnya dapat saja hanya terdiri dari satu orang saja. Bahkan, Negeri Belanda sendiri sudah membenarkan suatu perusahaan yang didirikan hanya oleh satu orang/badan hukum saja. 68 Indonesia sebenarnya menganut juga teori institusional ini yaitu perseroan didirikan oleh satu subyek hukum, namun hal ini baru dimungkinkan oleh BUMN yang berbentuk persero yang seluruh modalnya dimiliki oleh pemerintah. b. Menjalankan Usaha Tertentu Perseroan sebagai badan hukum yang merupakan suatu asosiasi modal harus mempunyai kegiatan usaha dengan tujuan utamanya adalah berbisnis untuk memperoleh keuntungan. Kegiatan usaha perseroan tersebut harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak

66

Ibid, hlm 10. Lihat Pasal 7 ayat (1) UUPT 68 Munir Fuady, Op.cit, hlm. 5 67

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan , ketertiban umum dan atau kesusilaan. 69 Yang dimaksud dengan ”kegiatan usaha” dalam Pasal 1 ayat (1) tersebut adalah usaha bisnis, bukan usaha sosial. Karena itu, dengan kegiatan usaha bisnis tersebut diharapkan perusahaan terbatas yang bersangkutan akan mendapatkan keuntungan (laba), yang akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen, sesuai policy dari perusahaan tersebut setelah diputuskan dalam rapat umum pemegang sahamnya. 70 c. Memiliki Modal Yang Terbagi Atas Saham Perseroan sebagai badan hukum sebagaimana layaknya subyek hukum memiliki kekayaan sendiri yang terlepas dari harta kekayaan pendiri, pengurus dan pemegang saham. Dalam berbagai referensi penggunaan istilah modal (capital) dinamakan juga stock yang memperjelas diperuntukkan bagi suatu perseroan yang modalnya terdiri atas saham-saham/sero-sero. Struktur modal perseroan dalam ilmu hukum terdiri dari modal dasar, modal ditempatkan, dan modal di setor. Modal dasar menunjukkan nilai saham maksimum yang dapat dikeluarkan oleh suatu perseroan. Modal ditempatkan menyatakan komitmen atau kewajiban penyertaan modal yang disanggupi untuk diambil bagian oleh para pendiri maupun pemegang saham perseroan. Modal 69 70

disetor

memperlihatkan

besarnya

penyertaan

modal

Lihat Pasal 2 UUPT Munir Fuady, Op.cit, hlm. 9

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

sesungguhnya yang dilakukan oleh para pendiri maupun pemegang saham dalam perseroan. 71 Dalam Black’s Law Dictionay Authorized Stock didefinisikan sebagai: “ That amount of stock which the corporate charter permits the corporation to issue. The shares described in articles of incorporation which a corporation may issue.” Issued stock sebagai “stock which has been authorized and actually sold to subscribers. It may include treasury stock”; dan Paid-up stock adalah “stock for which full payment has been made to the corporation”. 72 Sementara Ann Ridley 73 tentang Share Capital menjelaskan : Authorized shared capital (nominal share capital): the total nominal value of share that may be allotted to members in accordance with the memorandum of association. There is no correlation between the nominal value of share and the market value. The authorized shared capital can be increased by ordinary resolution (s121 CA 1985). Issued shared capital: the proportion of the authorized share capital that has actually been issued to shareholders. Paid up share capital: the amount actually contributed to the share capital of the company, excluding any premium and excluding calls made but not yet paid. If partly paid share are issued, the shareholder will pay part of the price when the shares are issued and will be liable to pay the remainder at some time in the future. UUPT menyatakan bahwa modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham dalam perseroan. 74 Pada saat perseroan

71

Ibid, hlm. 43. Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.cit, hlm.42. 73 Ann Ridley, Op.cit, hlm. 41 74 Lihat Pasal 31 ayat (1) UUPT. 72

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

didirikan, sekurang-kurangnya 25 % (dua puluh lima persen) dari modal dasar perseroan harus telah ditempatkan dan disetor penuh.75 d. Memenuhi Persyaratan Undang-Undang Perseroan sebagai suatu bentuk usaha yang melakukan kegiatan bisnis pendirian maupun ruang lingkup kegiatannya diatur dalam Undang-Undang tentang korporasi dan peraturan pelaksanaannya serta dalam Anggaran Dasar perseroan. Apabila perusahaan melakukan kegiatan di luar dari yang disebutkan dalam Anggaran Dasarnya perusahaan tersebut dikatakan telah melakukan “Ultra Vires” dengan berbagai konsekwensi yuridis yang menyertainya. 76 Dari ketentuan yang ada hal ini menunjukkan bahwa UUP menganut sistem tertutup (closed system).

B. Organ Perseroan Terbatas Perseroan sebagai badan usaha yang terdiri dari asosiasi modal yang oleh undang-undang diberi status sebagai badan hukum. Artinya, dalam tataran teoritis dapat dijelaskan bahwa dengan PT sebagai subyek hukum berarti ia mempunyai kapasitas hukum (legal standing) untuk hadir di depan pengadilan dalam hal ia menggugat dan digugat oleh pihak lain. 77 Menurut paham teori organ dinyatakan bahwa badan hukum adalah suatu organisme yaitu suatu “Lebenseinheit”. Adapun 75

Lihat Pasal 33 ayat (1) UUPT Munir Fuady, Op.cit, hlm. 10 77 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, CV Nuansa Aulia, 2006, hlm.33 76

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

organ badan hukum, dalam hal perseroan organ dimaksud adalah RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris, memungkinkan perseroan mengambil bagian dalam lalu lintas hukum selaku subyek hukum mandiri seperti halnya manusia yang bertindak dengan memakai organ-organnya (tangan, mulut, otak dsb). 78 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menjelaskan bahwa Organ perseroan terdiri dari RUPS, Direksi, dan Komisaris. 79 1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi maupun komisaris. 80 Kewenangan tersebut adalah sebagai berikut : a. Perubahan AD PT. 81 b. Memeriksa, menyetujui dan mengesahkan laporan tahunan. 82 c. Penetapan penggunaan laba. 83 d. Pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris. 84 e. Penetapan mengenai penggabungan, peleburan dan pengambilalihan. 85 f. Pembubaran PT. 86 78

Fred B.G. Tumbuan, Tugas dan Wewenang Organ Perseroan Terbatas Menurut UndangUndang Tentang Perseroan Terbatas, Newsletter, Hukum & Perkembangannya, No.70 September 2007, hlm.16 79 Lihat Pasal 1 angka 2 UUPT 80 Lihat Pasal 1 angka 4 UUPT 81 Lihat Pasal 19 ayat (1) UUPT 82 Lihat Pasal 69 UUPT 83 Lihat Pasal 71 UUPT 84 Lihat Pasal 94, 105, dan 106 UUPT 85 Lihat Pasal 128 UUPT 86 Lihat Pasal 142 UUPT

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Perseroan sebagai asosiasi modal, kepemilikan modal atau yang dikenal dengan saham adalah merupakan hal yang utama. Oleh karena itu siapa yang memegang modal yang paling banyak, maka suaranya dalam rapat juga paling banyak. Artinya dengan komposisi saham yang dimiliki cukup banyak atau mayoritas sebagai pemegang saham, maka ia dapat menentukan kebijakan perusahaan melalui institusi RUPS. 87 Ada 2 (dua) macam RUPS, yaitu : 88 1) RUPS Tahunan adalah RUPS yang wajib dilakukan oleh perseroan sekali dalam setahun, dilakukan paling lambat dalam waktu enam bulan setelah tahun buku, dengan pokok pembicaraan adalah di sekitar perkembangan perusahaan selama setahun tersebut disampaikan oleh direksi dengan laporan tahunan, yang harus ditandatangani oleh direksi dan komisaris, yang minimal memuat enam hal sebagai berikut : a) Perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun dan penjelasannya. b) Terhadap perusahaan dalam satu grup, dibuat neraca konsolidasi dan neraca masing-masing perseroan. c) Laporan tentang keadaan dan jalannya perusahaan dalam setahun serta hasil-hasil yang telah dicapai. Kegiatan utama perusahaan dan perusahaannya selama tahun buku. d) Rincian masalah-masalah yang terjadi. 87 88

Sentosa Sembiring, Op.cit. hlm.34 Lihat Pasal 78 UUPT

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

e) Nama, gaji dan tunjangan bagi semua anggota direksi dan komisaris.89 2) RUPS lainnya. Yang dimaksud dengan RUPS lainnya dalam praktik sering dikenal sebagai RUPS luar biasa. 90 RUPS luar biasa dapat dilakukan kapan saja bila diperlukan oleh perusahaan dengan mata acara yang juga sangat beraneka ragam, yakni terhadap kegiatan yang tidak termasuk ke dalam ruang lingkup RUPS tahunan. Pada prinsipnya, kegiatan perseroan yang memerlukan persetujuan dari RUPS luar biasa dari suatu Perseroan Terbatas adalah sebagai berikut : a) kegiatan-kegiatan yang memerlukan persetujuan RUPS sebagaimana disebut dalam anggaran dasar perseroan. b) kegiatan-kegiatan yang memerlukan persetujuan RUPS sebagaimana disebut dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. c) kegiatan-kegiatan yang dianggap penting bagi perseroan tersebut sebaiknya juga dilakukan dengan persetujuan RUPS, meskipun tidak diharuskan oleh anggaran dasar maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku. 91 2. Direksi Direksi sebagai organ persero adalah pihak yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan

89

Munir Fuady, Op.cit, hlm.138 Lihat Penjelasan Pasal 78 ayat (1) UUPT 91 Munir Fuady. Op.cit, hlm.140 90

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. 92 Munir Fuady 93 mengatakan direksi memiliki tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang penuh terhadap kepengurusan dan jalannya perseroan yang dipimpinnya untuk kepentingan dan tujuan perseroan tersebut serta mewakili dan bertindak untuk dan atas nama perseroan di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan anggaran dasar dari perseroan tersebut. Direksilah yang mengelola perusahaan dalam kegiatan sehari-hari. Pasal 92 ayat (1) UUPT menyatakan: Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa maksud dan tujuan perseroan mempunyai dua segi, di satu pihak merupakan sumber kewenangan bertindak bagi perseroan dan di lain pihak menjadi pembatasan dari ruang lingkup

kewenangan

bertindak

perseroan

yang

bersangkutan

(de

doelomschrijving van de rechtpersoon geldt als begrenzing van haar bevoegdheid). 94 Ketentuan-ketentuan diatas dapat diartikan sebagai direksi ditugaskan

dan

oleh

karena

itu

berwenang

melakukan

tugas

kepengurusan/manajemen yaitu pengurusan menyangkut tugas dan kewenangan direksi yang meliputi mengatur dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan usaha

92

Lihat Pasal 1 angka 5 UUPT Ibid, hlm.50 94 Fred B.G. Tumbuan, Op.cit, hlm.17 93

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

perseroan dan mengelola kekayaan perseroan, serta tugas representasi yaitu tugas dari direksi untuk mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Singkatnya kewenangan direksi dibatasi oleh (i) peraturan perundang-undangan, (ii) maksud dan tujuan perseroan dan (iii) pembatasan pembatasan dalam AD. 95 1) Tanggung jawab pribadi secara tanggung renteng Tanggung jawab tersebut bersumber pada kenyataan yaitu: bahwa (i) perseroan adalah subyek hukum mandiri dan (ii) perseroan sebagai ciptaan hukum adalah “orang buatan” (artificial person) yang mutlak memerlukan direksi yang ditugaskan untuk menjalankan pengurusan dan perwakilan perseroan. 96 Pasal 92 ayat (1) UUPT menyatakan: Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Selanjutnya Pasal 98 ayat (1) UUPT menyatakan: Direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Tugas tersebut melahirkan kewajiban pada setiap anggota direksi untuk senantiasa menjaga dan membela kepentingan perseroan. 97 Kelalaian dalam pelaksanaan tugas tersebut berakibat bahwa setiap anggota direksi secara tanggung renteng dapat dipertanggung jawabkan. 98 Selama anggota direksi menjalankan kewajibannya dalam batas kewenangannya, anggota direksi tidak dapat dipertanggung jawabkan atas kerugian 95

Ibid, hlm.19 Ibid, hlm.19 97 Lihat Pasal 97 ayat (2) UUPT 98 Lihat Pasal 97 ayat (3) dan ayat (4) UUPT 96

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

perseroan. 99 Batasan pelaksanaan tugas direksi adalah UUPT, AD atau dalam beberapa hal harus mendapatkan persetujuan RUPS terlebih dahulu. Ada beberapa konsekwensi berbeda apabila direksi dalam pengambilan keputusan bisnisnya melanggar aturan tersebut, yang pertama adalah akibat kedalam (interne werking) dan akibat keluar (externe werking) perbuatan hukum yang dilakukan direksi tersebut. Berkenaan dengan akibat keluar, UUPT memegang teguh azas hukum bahwa pihak ketiga yang beritikad baik harus dilindungi. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 117 ayat (2) perihal persetujuan Dewan Komisaris. Sekalipun direksi telah melakukan perbuatan hukum tanpa persetujuan RUPS atau Dewan Komisaris sebagaimana diharuskan oleh UUPT atau AD, namun perbuatan hukum dimaksud tetap mengikat perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik. Dengan demikian, perbuatan hukum yang dilakukan direksi tersebut tidak mempunyai akibat ke luar (externe werking) dalam arti batal atau dapat dibatalkan. 100 Lain halnya dengan akibat ke dalam dari perbuatan hukum yang dilakukan direksi dengan melanggar ketentuan dalam Pasal 102 ayat (1) dan Pasal 117 ayat (1) UUPT atau AD yang mengharuskan direksi meminta persetujuan RUPS atau Dewan Komisaris. Dalam kejadian dimaksud, setiap anggota direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian 99

Lihat Pasal 97 ayat (5) UUPT Fred B.G. Tumbuan, Op.cit, hlm.20

100

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

yang dialami oleh perseroan sebagai akibat perbuatan hukum tersebut. 101 Oleh karena itu baik pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara maupun Dewan Komisaris mempunyai hak untuk mengajukan gugatan atas nama perseroan berkenaan dengan kerugian yang diderita oleh perseroan tersebut. 102 2) Perbuatan ultra vires Perbuatan yang secara eksplisit atau secara implisit

tercakup dalam

kecakapan bertindak perseroan (yaitu termasuk dalam maksud dan tujuan perseroan) adalah perbuatan “intra vires”. Perbuatan yang berada diluar kecakapan bertindak perseroan (yaitu tidak tercakup dalam maksud dan tujuan perseroan) adalah perbuatan “ultra vires”. Pengertian “ultra vires” mengandung arti perbuatan tertentu, yang apabila dilakukan manusia adalah sah, ternyata berada diluar kecakapan bertindak perseroan karena berada di luar ruang lingkup maksud dan tujuannya sebagaimana termaktub dalam AD. Hukum perseroan Indonesia menganut prinsip “ultra vires”. 103 Dalam kaitan ini perlu ditegaskan kembali bahwa AD mengikat semua pemegang saham, direksi dan dewan komisaris. 104

101

Lihat Pasal 97 ayat (3) dan ayat (4) UUPT Lihat Pasal 97 ayat (6) dan ayat (7) UUPT 103 Ibid, hlm.21 104 Lihat Pasal 4 UUPT 102

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

3) Pengangkatan dan pemberhentian Direksi Pengangkatan dan pemberhentian direksi dilakukan oleh RUPS. Pasal 105 ayat (1) UUPT menyatakan: Anggota direksi dapat diberhentikan sewaktuwaktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya. Pasal 106 ayat (1) Anggota direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dengan menyebutkan alasannya. Selanjutnya ayat (6) menyatakan: RUPS mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara tersebut. Ayat (7) atas dasar pasal yang sama menyatakan: Dalam hal RUPS menguatkan keputusan pemberhentian sementara, anggota direksi yang bersangkutan diberhentikan untuk seterusnya. Berkaitan

dengan

pemberhentian

anggota

direksi

hendaknya

diperhatikan bahwa hubungan anggota direksi dengan perseroan adalah unik. Direksi merupakan bagian yang esensial dari perseroan dan di lain pihak anggota direksi mempunyai hubungan kontraktual yang tidak melahirkan hubungan kerja dengan perseroan. Anggota direksi bukan karyawan perseroan. Hubungan ganda tersebut tidak dimiliki oleh karyawan lainnya. Oleh karena itu apabila seorang anggota direksi diberhentikan oleh RUPS, maka anggota direksi dimaksud mempunyai 2 (dua) pilihan. Ia dapat menggugat keabsahan pemberhentiannya karena keputusan RUPS tidak diambil sesuai prosedur sebagaimana diatur dalam UUPT dan/atau AD. Apabila gugatannya dimenangkan maka pemberhentiannya batal demi hukum (ab initio) dan ia tetap menjabat sebagai direksi. Pilihan kedua adalah menggugat perseroan karena

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

pemberhentiannya dilakukan berdasarkan alasan yang menurut dia tidak wajar. Akan tetapi apabila gugatannya tersebut diterima maka paling banter ia hanya mendapat ganti rugi. Tidak mungkin ia dikembalikan dalam kedudukannya selaku anggota direksi. Kewenangan RUPS untuk memberhentikan anggota direksi (asalkan sesuai dengan prosedur sebagaimana diatur dalam UUPT dan AD) adalah kewenangan mutlak yang tidak tunduk kepada peraturan perundang-undangan tentang pemutusan hubungan kerja maupun pada ketentuan dalam Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata. Mendalilkan sebaliknya adalah bertentangan dengan tertib hukum perseroan (vennnootschapsorde). 105 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sekalipun adanya kewenangan mutlak tersebut, ini tidak berarti bahwa anggota direksi yang diberhentikan tanpa alasan yang wajar tidak berhak menuntut ganti rugi. Yang tidak dapat dituntutnya adalah pemulihan kedudukannya sebagai anggota direksi, kecuali keputusan RUPS tidak sah karena melangggar undang-undang perseroan dan AD. 106 3. Komisaris Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada direksi. 107 Tugas dan kewenangan pengawasan dipercayakan kepada Dewan Komisaris sesuai dengan maksud dan tujuan

105

Fred B.G. Tumbuan, Op.cit, hlm.22 Ibid, hlm.22 107 Lihat Pasal 1 angka 6 UUPT 106

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

perseroan, bukan kepentingan satu atau beberapa pemegang saham. 108 Anggota Dewan Komisaris dilarang bertindak selaku kuasa pemegang saham dalam pemungutan suara sewaktu RUPS. 109 Meskipun Dewan Komisaris tidak melaksanakan peran dan fungsi eksekutif tetapi untuk pelaksanaan tugas pengawasannya Dewan Komisaris berhak meminta segala keterangan yang diperlukan dari direksi dan direksi wajib memberikannya. Selanjutnya agar tugas tersebut dapat diemban dengan efektif, Dewan Komisaris diberi kewenangan represif berupa kewenangan untuk memberhentikan untuk sementara (schorsing) anggota direksi dengan menyebutkan alasannya. 110 Hal ini tidak berarti Dewan Komisaris membawahi direksi, kedua organ tersebut tidak pada urutan hirarki. Mengenai tanggung jawab Dewan Komisaris dapat dikatakan bahwa tanggung jawab tersebut mirip tanggung jawab direksi. Perbedaannya adalah bahwa tanggung jawab Dewan Komisaris terdapat dalam bidang pengawasan atas kebijakan pengurusan yang dilakukan direksi dan pemberian nasehat kepada direksi, sedangkan tanggung jawab direksi terdapat dalam bidang pengurusan dan perwakilan perseroan. 111 Sehubungan dengan tanggung jawab tersebut perlu dibedakan antara tanggung jawab ke dalam (internal liability) dan tanggung jawab ke luar (eksternal liability). Mengingat bahwa Dewan Komisaris dipercayakan dengan 108

Lihat Pasal 108 ayat (2) UUPT Lihat Pasal 85 ayat ( 4) UUPT 110 Lihat Pasal 106 ayat (1) UUPT 111 Fred B.G. Tumbuan, Op.cit, hlm.23 109

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

tugas pengawasan, maka Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan dimaksud kepada perseroan (tanggung jawab ke dalam). 112 Pertanggung jawaban tersebut lazimnya diberikan sekali setahun pada waktu RUPS tahunan. 113 Adapun tentang tanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga (tanggung jawab ke luar), apa yang dikatakan di atas tentang tanggung jawab direksi pada dasarnya berlaku pula bagi Dewan Komisaris. Misalnya Dewan Komisaris yang mengetahui bahwa perseroan tidak mungkin melaksanakan suatu perjanjian, namun demikian tetap memberi persetujuan kepada direksi untuk

atas

nama

perseroan

mengadakan

perjanjian

tersebut,

dapat

dipertanggung jawabkan atas kerugian yang diderita pihak ketiga yang telah membuat perjanjian dengan perseroan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 115 UUPT yang mengatur bahwa setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan direksi atas kewajiban (utang) perseroan yang belum dilunasi bilamana terjadi kepailitan perseroan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilakukan oleh direksi. Selanjutnya diatur pula dalam Pasal 115 ayat (2) bahwa tanggung jawab tersebut juga berlaku bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak menjabat lima tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Ketentuan serupa ditetapkan pula bagi mantan anggota direksi yang

112 113

Lihat Pasal 114 ayat (3) UUPT Lihat Pasal 66 ayat (1) dan Pasal 67 ayat (1) UUPT

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

karena kesalahan atau kelalaiannya selagi menjabat telah menyebabkan perseroan dinyatakan pailit. 114 Sekalipun demikian perlu diperhatikan bahwa adanya kelalaian pada pihak direksi tidak berarti bahwa dengan sendirinya Dewan Komisaris juga lalai atau salah. Selanjutnya sebagaimana telah dikatakan di atas, pemberian persetujuan oleh Dewan Komisaris tidak membebaskan direksi dari tanggung jawabnya. Masing-masing organ mempunyai tugas yang mandiri dan oleh karena itu harus mempertanggung jawabkannya sendiri-sendiri. 115 Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian Dewan Komisaris seperti halnya direksi pada perseroan dilakukan oleh RUPS. 116

C. BUMN Persero 1. Pengertian dan Peran BUMN Persero BUMN Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. 117 Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa unsur yang menjadikan suatu perusahaan dapat dikategorikan sebagai BUMN Persero : a. Badan Usaha atau Perusahaan tersebut berbentuk Perseroan Terbatas; 114

Lihat Pasal 104 ayat (3) UUPT Fred B.G. Tumbuan, Op.cit, hlm.23 116 Lihat Pasal 111 ayat (1) dan Pasal 119 UUPT 117 Lihat Pasal 1 angka 2 UU BUMN 115

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

b. Modal badan usaha tersebut seluruhnya atau sebagian besar dimiliki oleh negara. Jika modal tersebut tidak seluruhnya dikuasai negara, maka agar tetap dikategorikan sebagai BUMN Persero, negara minimum menguasai 51 % modal tersebut. c. Di dalam usaha tersebut, negara melakukan penyertaan secara langsung; Penyertaan modal negara pada BUMN Persero yang berasal dari APBN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP). d. Modal penyertaan tersebut berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Kekayaan negara yang dipisahkan di sini adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan Penyertaan Modal Negara pada BUMN untuk dijadikan modal BUMN. Setelah itu selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya pada prinsipprinsip perusahaan yang sehat. Kekayaan negara yang dipisahkan yang di investasikan pada BUMN Persero berubah menjadi bentuk saham sebagai bukti kepemilikan atas BUMN Persero. Direksi sebagai organ yang vital untuk melakukan pengurusan bertanggung jawab penuh atas operasional perusahaan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan perusahaan maka direksi wajib mempertanggungjawabkan melalui mekanisme RUPS. Direksi mempunyai kewajiban menyampaikan laporan tahunan yang memuat antara lain neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan kegiatan persero lainnya kepada RUPS.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Mekanisme pertanggungjawaban melalui RUPS ini adalah risiko bagi pemerintah yang memilih investasinya melakukan kegiatan usaha BUMN Persero oleh karena BUMN Persero adalah merupakan perserotas terbatas. BUMN sebagai salah satu pelaku ekonomi, disamping swasta, memegang peranan yang penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat, 118 khususnya BUMN yang berbentuk persero oleh karena tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan. 119 Kedudukan BUMN Persero dilihat dari tahap perkembangan pada awalnya lebih banyak berperan sebagai Agent of Development. Dalam konteks peran BUMN sebagai agent of development, negara mendorong berkembangnya sektor-sektor usaha di masyarakat. Di satu sisi, peran ini berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan rakyat banyak, di sisi yang lain, peran ini mendorong dan mendampingi masyarakat dan swasta untuk mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhannya. 120 Satu realita lagi yang patut kita cermati dalam peran BUMN sebagai agen pembangunan

adalah tanggung

jawab moral BUMN untuk menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja, dan sekaligus untuk mengatakan sulitnya BUMN untuk melakukan efisiensi (karena beban tenaga kerja) yang mungkin harus melakukan rasionalisasi.121 Fase kedua dalam pengembangan BUMN adalah tahap transisi. Dalam tahap ini BUMN harus sudah mulai melepas demi sedikit fungsi agent of 118

Lihat pertimbangan latar bekakang UU BUMN Lihat Pasal 1 angka 2 UU BUMN 120 Pandu Djayanto, Op.cit, hlm.12 121 Ibid, hlm.13 119

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

development dan mulai mengarah pada orientasi bisnis, tetapi tetap menggendong sebagian tugas-tugas dan kewajiban negara yang dinamakan Public Services Obligation (PSO) atau pelayanan publik. 122 Sektor-sektor yang masih ada pelayanan publiknya adalah sektor-sektor yang tidak populer, tidak mempunyai sifat komersial dan faktor risiko yang tinggi, dan pihak swasta atau warga negara belum berminat untuk mengerjakannya. Jadi sektor-sektor yang mesti harus ada pelayanan publiknya adalah sektor yang merupakan kebutuhan pokok, yang menjadi bagian dari kehidupan warga negara yang belum dilakukan kegiatannya oleh masyarakat/usaha swasta. 123 Setelah masa transisi (bila) dapat dilewati, kemungkinan dapat memperkenalkan konsep bisnis yang membangun pilar-pilar yang dapat meningkatkan value, kini saatnya bagi negara untuk melakukan reposisi BUMN. 124 Saat fase inilah BUMN Persero berkedudukan tampil sebagai pelaku bisnis profesional yang memenuhi amanat undang-undang untuk mengejar keuntungan. Sebagai BUMN Persero yang modal seluruhnya atau sebagian merupakan Penyertaan Modal Negara maka peranannya tidak terlepas untuk melakukan PSO, namun peranan PSO tersebut dibatasi secara ketat oleh peraturan perundangan dengan memperhatikan sifat usaha BUMN Persero, yaitu untuk mengejar keuntungan. Kewajiban pelayanan umum dilakukan oleh pemerintah sebagai pemegang saham melalui mekanisme RUPS dengan

122

Ibid, hlm.13 Ibid, hlm.13 124 Ibid, hlm.13 123

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

memberikan

penugasan

khusus

kepada

BUMN

Persero

untuk

menyelenggarakan PSO. 125 Sementara untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN dapat dilakukan dengan menyisihkan sebagian laba bersih dengan keputusan Menteri. Dalam batas kepatutan BUMN Persero dapat memberikan donasi untuk amal atau tujuan sosial

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sejauhmana operasional di lapangan sangat tergantung pada kemampuan pemerintah dalam mengendalikan BUMN Persero melalui mekanisme RUPS. Bila seluruh saham dimiliki oleh pemerintah maka pemerintah bertindak selaku RUPS (pemegang saham tunggal) dan dapat sepenuhnya mengendalikan BUMN Persero, demikian sebaliknya. 2. BUMN Persero Merupakan Perseroan Terbatas BUMN sebagai subyek hukum (recht persoon) merupakan suatu entitas bisnis yang mandiri, dapat melakukan aktivitas bisnis jual beli, sewa menyewa, dan aktivitas bisnis lainnya layaknya subyek hukum manusia (naturlijke persoon). BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 126 BUMN terdiri dari persero dan Perum. 127 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, menyatakan: yang dimaksud dengan Perusahaan

125

Lihat Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2) UU BUMN Lihat Pasal 1 angka 1 UU BUMN 127 Lihat Pasal 9. 126

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Persero sebagai suatu badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas dalam gerak operasionalnya tunduk pada pengaturan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Anggaran Dasar, dan ketentuan peraturan perundangan lainnya. 128 Dalam penjelasan Pasal 3 dikatakan yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan lainnya adalah ketentuan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1995 termasuk perubahannya jika ada (telah diganti UU Nomor 40 Tahun 2007) dan peraturan pelaksanaannya serta peraturan perundang-undangan sektoral yang mengatur bidang usaha BUMN dan swasta yang dikeluarkan oleh departemen/lembaga non departemen. 3. Organ BUMN Persero Organ BUMN Persero sama seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, oleh karena BUMN Persero pada hakekatnya adalah Perseroan Terbatas, 129 yaitu meliputi RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris. 130 Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan

128

Lihat Pasal 3 Lihat Pasal 1 angka 2 UU BUMN 130 Lihat Pasal 1 angka 2 UUPT 129

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar. Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Sementara itu yang dimaksud dengan Dewan Komisaris adalah Organ perseroan yang bertugas

melakukan pengawasan

secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada direksi. 131 Yang membedakan antara Organ Perseroan Terbatas dengan Organ BUMN Persero pada pemegang sahamnya. Pada BUMN Persero pemerintah dapat bertindak selaku RUPS apabila seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, sementara apabila pemerintah terlibat dalam Penyertaan Modal Negara (PMN) sebagian, maka kedudukan pemerintah adalah sebagai salah satu pemegang saham. Seberapa besar pengaruh pemerintah dalam mengendalikan BUMN Persero tentunya dipengaruhi oleh seberapa besar peran pemerintah dalam PMN (dibuktikan dengan jumlah kepemilikan saham). Semakin besar peran pemerintah dalam PMN maka semakin berperan pula dalam mengendalikan perusahaan. Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan segala kegiatan perseroan mulai dari direksi

131

Lihat Pasal 1 angka 4, 5, dan 6 UUPT.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

dan/atau dewan komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan. 132

D. Kekayaan Negara dan Modal Persero 1. Pengertian Kekayaan Negara Cakupan kekayaan negara sebagai suatu aset negara begitu luas ruang lingkupnya yang secara umum meliputi dua hal, yaitu barang yang dikuasai oleh negara (domain publik) dan yang dimiliki oleh negara (domain privat). Barang milik negara sebagai domein publik tersebut bersumber dari Konstitusi RI yaitu UUD 1945 amandemen keempat. Untuk domein publik pengaturannya bersumber dari pasal 33 ayat (3) UUD 1945 amandemen keempat, yang menyatakan : Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Yang dimaksud dengan barang “dikuasai” negara sebagaimana diatur Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 amandemen keempat tersebut utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengaturan ini berdasarkan anggapan bahwa pemerintah adalah merupakan perpanjangan tangan dari negara sebagai pemegang mandat untuk melaksanakan kehidupan kenegaraan di Indonesia.

132

Lihat Pasal 75 ayat (2) UUPT

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Pengamanan Dan Pengalihan Barang Milik/Kekayaan Negara Dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah, menyatakan: Barang Milik/Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut BM/KN adalah barang bergerak/barang tidak bergerak yang dimiliki/dikuasai oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruhnya dibeli atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau dengan perolehan lain yang sah, yang tidak termasuk kekayaan negara yang dipisahkan (dikelola Badan Usaha Milik Negara) dan kekayaan Pemerintah Daerah. Pengertian kekayaan negara dalam rumusan Pasal 1 angka 1 PP Nomor 2 Tahun 2001 tersebut tidak membedakan antara barang yang dimiliki dengan yang dikuasai oleh instansi pemerintah, namun cakupannya kemudian dipersempit melalui perolehan (acquisition) yaitu yang sebagian atau seluruhnya dibeli atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau dengan perolehan lain yang sah, yang tidak termasuk kekayaan negara yang dipisahkan (dikelola Badan Usaha Milik Negara). Sedangkan cakupan domein privat adalah yang diluar yang dikuasai oleh negara yang dimiliki oleh negara. Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 Tentang tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah menyatakan, barang “milik” negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau perolehan lain yang sah. Adapun cakupan barang milik negara/daerah

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

meliputi 133 barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/D, dan barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah, yang meliputi : a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam Peraturan Menteri keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara pada Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Sementara itu pihak aparat penegak hukum Kejaksaan Agung melalui Supanji 134

pernyataan

Jaksa

Agung

Muda

Pidana Khusus Hendarman

menjelaskan pengertian kekayaan negara terkait dengan unsur

dapat merugikan Keuangan Negara dan perekonomian negara, Hendarman menegaskan, kekayaan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, baik yang dipisahkan maupun tidak. Termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang berada dalam pengawasan BUMN. Jadi aset-aset BUMN termasuk

133

Lihat Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah 134 Sumber Media Indonesia, tanggal 4-4-2006.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

dalam

kekayaan

negara

yang

harus

dilindungi

dari

korupsi.

Aset-aset BUMN termasuk dalam kekayaan negara yang harus dilindungi dari korupsi. Kekayaan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, baik yang dipisahkan maupun tidak. Termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang berada dalam pengawasan BUMN. 2. Pengertian Keuangan Negara Dari penelusuran penulis tentang pengertian Keuangan Negara tidak ditemukan satu pengertian yang dapat diterima bagi semua kalangan. Sebagai pedoman

ada

beberapa

definisi

tentang

Keuangan

Negara

dapat

dikelompokkan: 135 a. Definisi Ilmiah: 1) Menurut M. Ichwan Keuangan negara adalah rencana kegiatan secara kuantitatif (dengan angka-angka di antaranya diwujudkan dalam jumlah mata uang), yang akan dijalankan untuk masa mendatang, lazimnya satu tahun mendatang. 2) Menurut Geodhart Keuangan

negara

merupakan

keseluruhan

undang-undang

yang

ditetapkan secara periodik yang memberikan kekuasaan pemerintah untuk melaksanakan pengeluaran mengenai periode tertentu dan menunjukkan alat pembiayaan yang diperlukan untuk menutup

135

W. Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, Grasindo, Jakarta, 2006, hlm.1

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

pengeluaran tersebut. Unsur-unsur Keuangan Negara menurut Geodhart meliputi : a) Periodik; b) pemerintah sebagai pelaksana anggaran; c) pelaksanaan anggaran mencakup dua wewenang, yaitu wewenang pengeluaran dan wewenang untuk menggali sumber-sumber pembiayaan

untuk

menutup

pengeluaran-pengeluaran

yang

bersangkutan, dan d) bentuk anggaran negara adalah berupa suatu undang-undang. 3) Menurut Glenn A. Welsch Budget adalah suatu bentuk statement dari rencana dan kebijaksanaan manajemen yang dipakai dalam suatu periode tertentu sebagai petunjuk atau blue print dalam periode itu. 4) Menurut John F. Due Budget adalah suau rencana keuangan untuk suatu periode waktu tertentu. Government Budget (anggaran belanja pemerintah) adalah suatu pernyataan mengenai pengeluaran atau belanja yang diusulkan dan penerimaan untuk masa mendatang bersama dengan data pengeluaran dan penerimaan yang sebenarnya untuk periode mendatang dan periode yang telah lampau. Unsur-unsur definisi John F. Due menyangkut halhal berikut :

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

a) anggaran belanja yang memuat data keuangan mengenai pengeluaran dan penerimaan dari tahun-tahun yang sudah lalu; b) jumlah yang diusulkan untuk tahun yang akan datang; c) jumlah taksiran untuk tahun yang sedang berjalan; d) rencana keuangan tersebut untuk suatu periode tertentu. 5) Menurut Otto Ekstein Anggaran belanja adalah suatu pernyataan rinci tentang pengeluaran dan penerimaan pemerintah untuk waktu satu tahun. 6) Menurut Van der Kemp Keuangan negara adalah semua hak yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu (baik berupa uang ataupun barang) yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan hak-hak tertebut. 7) Seminar ICW tanggal 30 Agustus - 5 Sptember 1970 di Jakarta, antara lain, merekomendasikan pengertian Keuangan Negara adalah semua hak kewajiban yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu, baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Pengertian Keuangan Negara sebagai salah satu rekomendasi seminar ICW tersebut dinilai mendekati pengertian Keuangan Negara menurut pendapat Van der Kemp.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

b. Definisi Undang-Undang Dasar 1945 Pengertian Keuangan Negara menurut UUD 1945 dengan melakukan penafsiran dogmatis dan penafsiran restriktif, 136 dengan menghubungkan Pasal 23 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), yang dimaksud dengan Keuangan Negara tidak lain adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Untuk dapat memahami Keuangan Negara

Arifin P Soeria

Atmadja 137 memberikan tiga interpertasi terhadap Pasal 23 UUD 1945, yaitu: 1) ”...pengertian Keuangan Negara diartikan secara sempit dan untuk itu dapat disebutkan sebagai Keuangan Negara dalam arti sempit, yang hanya meliputi Keuangan Negara yang bersumber pada APBN, sebagai suatu sub-sistem dari suatu sistem Keuangan Negara dalam arti sempit.” Jika didasarkan pada rumusan tersebut, Keuangan Negara adalah semua aspek yang tercakup dalam APBN yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR setiap tahunnya. Dengan kata lain, APBN merupakan deskripsi dari Keuangan Negara dalam arti sempit, sehingga pengawasan terhadap APBN juga merupakan pengawasan terhadap Keuangan Negara. 2) berkaitan dengan metode sistematik dan historis yang menyatakan,”...keuangan negara dalam arti luas, yang meliputi Keuangan Negara yang berasal dari APBN, APBD, BUMN, BUMD, dan pada hakikatnya seluruh harta kekayaan negara, sebagai suatu sistem Keuangan Negara...” Makna tersebut mengandung pemahaman Keuangan Negara dalam arti luas, adalah segala sesuatu kegiatan atau aktivitas yang berkaitan erat dengan uang yang diterima atau dibentuk berdasarkan hak istimewa negara untuk kepentingan publik. Pemahaman tersebut kemudian lebih diarahkan pada dua hal, yaitu hak dan kewajiban negara yang timbul dan makna Keuangan Negara. Adapun yang dimaksud dengan hak tersebut adalah hak menciptakan uang; hak 136

CST Kansil dan Christine ST Kansil dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia Jilid I Pengantar Ilmu Hukum, Balai Pustaka, Jakarta, 2000, hlm.39 mengatakan: Penafsiran dogmatis penafsiran menilik susunan yang berhubungan dengan bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam undang-undang itu maupun dengan undang-undang yang lain..., Penafsiran restriktif, memberi tafsiran dengan membatasi (mempersempit) arti kata-kata dalam peraturan itu... 137 Arifin P Soeria Atmadja, Keuangan Publik Dalam Perspektif Hukum Praktik, dan Kritik, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm.95

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

mendatangkan hasil, hak melakukan pungutan, hak meminjam, dan hak memaksa”. Adapun kewajiban adalah kewajiban menyelenggarakan tugas negara demi kepentingan masyarakat, dan kewajiban membayar hak-hak tagihan pihak ketiga berdasarkan hubungan hukum atau hubungan hukum khusus. 3) melalui ”pendekatan sistematik dan teologis atau sosiologis terhadap Keuangan Negara yang dapat memberikan penafsiran yang relatif lebih akurat sesuai dengan tujuannya.” Maksudnya adalah, ”Apabila tujuan menafsirkan Keuangan Negara tersebut dimaksudkan untuk mengetahui sistem pengurusan dan pertanggungjawabannya, maka pengertian Keuangan Negara apabila pendekatannya dilakukan dengan menggunakan cara penafsiran sistematis dan teologis untuk mengetahui sistem pengawasan atau pemeriksaan pertanggungjawaban, maka pengertian Keuangan Negara dalam arti luas, yakni termasuk didalamnya keuangan yang berada dalam APBN, APBD, BUMN/D dan pada hakikatnya seluruh kekayaan negara merupakan obyek pemeriksaan dan pengawasan.” c. Definisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 1) Pasal 1 angka 1 menjelaskan: yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu, baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dalam penjelasan undang-undang tersebut pada pengertian dan ruang lingkup Keuangan Negara dikemukakan bahwa pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah : a) dari sisi obyek Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu, baik berupa uang, maupun

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. b) dari sisi subyek Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara dan/atau dikuasai oleh

pemerintah

pusat,

Pemerintah

Daerah,

Perusahaan

Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan Keuangan Negara. c) dari sisi proses Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. d) dari sisi tujuan Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau pengusaaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Terlihat bahwa definisi Keuangan Negara seperti yang disebutkan dalam UU Keuangan Negara, lebih dekat dengan definisi yang pernah diberikan dalam seminar ICW tanggal 30 Agustus - 5 September 1970 di Jakarta. Definisi yang dianut oleh UU Keuangan Negara menggunakan pendekatan luas, dengan tujuan terdapat perumusan definisi Keuangan Negara

secara

cermat

dan

teliti

untuk

mencegah

terjadinya

multiinterpretasi dalam segi pelaksanaan anggaran, agar tidak terjadi

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

kerugian negara sebagai akibat kelemahan dalam perumusan undangundang, dan memperjelas proses penegakan hukum apabila terjadi mal administrasi dalam pengelolaan Keuangan Negara. 138 d. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Terkait dengan pengertian Keuangan Negara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 1 angka 1 menyatakan: Perbendaharaan Negara adalah pengelolan dan pertanggungjawaban Keuangan Negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. e. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pada Pasal 3

ayat (1)

menyatakan: Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 serta Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 pengertian Keuangan Negara menjadi sangat luas tidak hanya meliputi APBN, APBD, kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN/BUMD, tetapi termasuk juga kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang

138

W. Riawan Tjandra, Op.cit, hlm.4

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

diberikan pemerintah. Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat ditarik benang merah bahwa pengertian Keuangan Negara meliputi dua hal yaitu: 1) Pengertian Keuangan Negara dalam arti sempit hanya meliputi APBN. Dalam konteks Penyertaan Modal Negara pada BUMN Persero, Keuangan Negara masuk pada pengertian kekayaan negara yang dipisahkan dari mekanisme pelaksanaan APBN, selanjutnya menjadi bagian domain privat pengaturan

dan

pertanggungjawaban

selanjutnya

didasarkan

pada

mekanisme hukum korporasi. 2) Pengertian Keuangan Negara dalam arti luas meliputi kekayaan negara yang dipisahkan sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. 3. Penyertaan Modal Negara Pada BUMN Persero BUMN Persero merupakan Perseroan Terbatas 139 oleh karena itu pengaturan tentang modal juga tunduk pada prinsip-prinsip hukum korporasi. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham dalam perseroan. 140 Pada BUMN Persero modal yang disertakan oleh pemerintah merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Penyertaan 139 140

Lihat Pasal 1 angka 2 UU BUMN Lihat Pasal 31 ayat (1) UUPT.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

negara dalam rangka pendirian atau penyertaan modal pada BUMN Persero salah satunya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selain dari kapitalisasi cadangan, dan sumber lainnya. 141 Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya 142 . Penyertaan modal negara pada BUMN diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas. Yang dimaksud dengan Penyertaan Modal Negara adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau penetapan cadangan perusahaan, dan dikelola secara korporasi. Sumber Penyertaan Modal Negara pada BUMN tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, kapitalisasi cadangan, dan/atau sumber lainnya. Sumber Penyertaan Modal Negara yang berasal dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara berupa dana segar, proyek-proyek yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, piutang negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas serta asetaset negara lainnya berupa keuntungan revaluasi aset dan/atau agio saham. Setiap Penyertaan Modal Negara atau penambahan penyertaan modal ke dalam BUMN atau Perseroan Terbatas yang berasal dari APBN ditetapkan dengan PP. 143

141

Lihat Pasal 4 ayat (1) dan ayat 2 UU BUMN Lihat Pasal 34 ayat (1) UUPT 143 Lihat Pasal 2 ayat (1), (2), (3), dan Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 44 Tahun 2005 142

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Untuk mewujudkan tertib administrasi dan tertib hukum dalam setiap Penyertaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas dilakukan penatausahaan untuk mengetahui posisi modal negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas. Mengingat modal negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas merupakan bagian dari kekayaan negara yang dikenal sebagai kekayaan negara yang dipisahkan, maka penatausahaannya dilakukan oleh Menteri keuangan selaku menteri yang mempunyai kewenangan melakukan penatausahaan

kekayaan

negara

sesuai

dengan

peraturan

perundang-

undangan. 144 Pasal 4 atas dasar PP Nomor 44 Tahun 2005 menyatakan: Setiap penyertaan dan penambahan Penyertaan Modal Negara yang dananya berasal dari APBN dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan di bidang Keuangan Negara. Dalam penjelasan Pasal 4 yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan antara lain adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan peraturan pelaksanaannya. Mengikuti ketentuan Pasal 4 tersebut terdapat inkonsistensi terhadap pengertian Penyertaan Modal Negara pada BUMN karena pengertian Penyertaan Modal Negara pada BUMN menurut Undang-Undang Nonor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

144

Lihat Penjelasan PP Nomor 44 Tahun 2005

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

2004 tentang Perbendaharaan Negara

termasuk dalam lingkup pengertian

kekayaan negara. 145 Inkonsistensi tersebut diluruskan kembali oleh Peraturan Pelaksana dari Menteri keuangan yaitu Peraturan Menteri keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan Pemanfaatan, Pemindah Tanganan Barang Milik Negara. Dalam peraturan Menteri keuangan tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan penyertaan modal pemerintah pusat adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara yang semula merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara/Daerah. Tujuan dilakukannya penyertaan modal pemerintah pusat dalam rangka pendirian, pengembangan, dan peningkatan kinerja Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau Badan hukum lainnya yang dimiliki Negara/Daerah, dengan pertimbangan barang milik negara tersebut akan lebih optimal apabila dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau Badan hukum lainnya yang dimiliki Negara/Daerah, baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk. Pihak-pihak yang dapat menerima penyertaan modal pemerintah pusat: 1) Badan Usaha Milik Negara; 2) Badan Usaha Milik Daerah; 145

Lihat Pasal 2 huruf g UU Nomor 17 Tahun 2003 dan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 1 Tahun

2004

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

3) Badan Hukum Lainnya Yang Dimiliki Negara/Daerah. Pelaksanaan Penyertaan Modal pemerintah pusat atas barang milik negara yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk disertakan sebagai penyertaan modal pemerintah pusat, terlebih dahulu harus diaudit oleh aparat pengawas fungsional pemerintah untuk menentukan kewajaran Barang Milik Negara yang akan disertakan sebagai penyertaan modal pemerintah pusat dibandingkan realisasi pelaksanaan kegiatan anggaran. Dalam pelaksanaan penyertaan modal pemerintah pusat, pengelola barang dapat mempersyaratkan adanya pernyataan tidak keberatan dari pemegang saham atau instansi yang dianggap kompeten mewakili pemegang saham. Persyaratan tersebut tidak diperlukan untuk penyertaan modal pemerintah pusat atas Barang Milik Negara yang dari awal pengadaannya telah direncanakan untuk penyertaan modal pemerintah pusat. Setiap penyertaan modal pemerintah pusat atas Barang Milik Negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pengajuan rancangan peraturan pemerintah penetapan penyertaan modal pemerintah pusat kepada Presiden dilakukan oleh pengelola barang. Semua biaya yang timbul dari pelaksanaan penyertaan modal pemerintah pusat dibebankan pada penerima penyertaan modal pemerintah pusat. 4. Pemisahan Kekayaan Negara Pada BUMN Persero Persepsi bahwa BUMN menjadi bagian dari Keuangan Negara tidak bisa diabaikan begitu saja, karena persepsi itu sudah merasuk dan menjadi pendapat stake holder terutama aparat penegak hukum. Dalam yurisprudensi berbagai

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

keputusan-keputusan pengadilan, aparat penegak hukum seperti jaksa, dan pemeriksa, mereka sependapat bahwa BUMN merupakan bagian dari Keuangan Negara. Opini para penegak hukum tersebut bukan tanpa dasar. Erman Rajagukguk 146 menambahkan bahwa dalam kenyataannya sekarang ini tuduhan korupsi juga dikenakan terhadap tindakan Direksi BUMN dalam transaksitransaksi yang didalilkan dapat merugikan kerugian negara. Dapat dikatakan telah terjadi salah pengertian dan penerapan apa yang dimaksud dengan Keuangan Negara. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan: Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Sementara itu sehubungan dengan ruang lingkup Keuangan Negara pada Pasal 2 huruf g UU Nomor 17 Tahun

2003

Tentang

Keuangan

Negara

yang

berbunyi:

”kekayaan

negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada Perusahaan Negara/perusahaan daerah.” Dalam penjelasan UU Nomor 17 Tahun 2003 berkaitan dengan pengertian dan ruang ringkup Keuangan Negara dijelaskan sebagai berikut :

146

Erman Rajagukguk, Nyanyi Sunyi Kemerdekaan Menuju Indonesia Negara Hukum Demokrati, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, 2006), hlm. 9.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

”Pengertian yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh pemerintah Pusat, pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan Keuangan Negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut diatas dalam rangka pemerintahan negara. Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan”. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan

Negara,

menyatakan:

Perbendaharaan

Negara

adalah

pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Negara, termasuk investasi dan

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

kekayaan yang dipisahkan yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan

Dan

Tanggung

Jawab

Keuangan

Negara,

menyatakan:

Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyatakan: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan Keuangan Negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Sementara itu dalam penjelasan undang-undang tersebut lebih lanjut dijelaskan, bahwa dalam undang-undang ini dimaksud untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diharapkan mampu memenuhi dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka mencegah dan memberantas secara lebih efektif setiap bentuk tindak pidana korupsi yang sangat merugikan Keuangan Negara atau perekonomian negara khususnya serta masyarakat pada umumnya.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Keuangan Negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena : a. berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah; b. berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara. Atas dasar pasal-pasal tersebut aparat penegak hukum Polisi, Jaksa, BPKP, dan BPK selaku pemeriksa, bertindak memeriksa Direksi BUMN Persero apabila ada dalam transaksi bisnisnya mengalami kerugian karena ini merupakan indikasi awal akan adanya potensi kerugian negara. Dalam konsepsi yang demikian Keuangan Negara yang dipisahkan sebagai penyertaan modal pada BUMN Persero adalah merupakan bagian dari kekayaan negara. Oleh karena itu apabila Direksi BUMN Persero dalam mengelola perusahaannya mengalami kerugian berpotensi merugikan Keuangan Negara. Persepsi ini masih dijadikan pedoman oleh aparat penegak hukum atas dasar perundang-undangan tersebut diatas. Namun demikian permasalahan menjadi lain sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Dalam Pasal 1 angka 1 dijelaskan yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN terdiri persero dan Perum. 147 Selanjutnya Pasal 1 angka 2 menyatakan: Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. BUMN Persero sebagai Perseroan Terbatas merupakan entitas bisnis yang memiliki kedudukan mandiri terlepas dari orang atau badan hukum lain dari orang yang mendirikannya, pengaturannya tunduk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Modal BUMN Persero berasal dari kekayaan negara yang telah dipisahkan dari APBN dan selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak didasarkan pada sistem APBN melainkan didasarkan pada mekanisme korporasi melalui prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang sehat. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN menyatakan : (1) Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

147

Lihat Pasal 9 UU BUMN

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

(2) Penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. Kapitalisasi cadangan; c. Sumber lainnya. Penyertaan atas modal saham itu sendiri menurut Pasal 34 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007 dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya. Secara yuridis, modal yang disertakan ke dalam perseroan bukan lagi menjadi kekayaan orang menyertakan modal, tetapi menjadi kekayaan perseroan itu sendiri. Di sini terjadi pemisahan kekayaan antara kekayaan pemegang saham dan perseroan. Dengan karakteristik yang demikian, tanggung jawab pemegang saham atas kerugian atau utang perseroan juga terbatas. Utang atau kerugian tersebut semata-mata dibayar secukupnya dari harta kekayaan yang tersedia dalam perseroan. 148 Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) dijelaskan: Yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan Penyertaan Modal Negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran dan Pendapatan Belanja negara, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Ayat (2) huruf a: Termasuk dalam Anggaran Pendapat dan Belanja negara yaitu meliputi 148

Ridwan Khairandy, Konsepsi Kekayaan Negara Yang Dipisahkan Dalam Perusahaan Perseroan, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26-N0.1 Tahun 2007, hlm, 35

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

pula proyek-proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dikelola oleh BUMN dan/atau piutang negara pada BUMN yang dijadikan sebagai Penyertaan Modal Negara. Pemerintah sendiri (dalam hal ini Departemen keuangan) masih ada kegamangan menyangkut penyertaan modal pemerintah pada BUMN Persero sebagai bagian dari kekayaan negara, terutama dengan adanya piutang-piutang beberapa Bank plat merah (antara lain BNI, Bank Mandiri, BRI merupakan BUMN Persero) yang macet tidak dapat ditagih dari para penanggung hutang (debitur). Atas dasar ketentuan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang negara, Pasal 8 menyatakan bahwa ”piutang negara atau hutang kepada negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau Badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun” dan dalam penjelasanya dikatakan bahwa piutang negara meliputi pula piutang ”badan-badan yang umumnya kekayaan dan modalnya sebagian atau seluruhnya milik negara, misalnya Bank-Bank Negara, P.T.-P.T Negara, PerusahaanPerusahaan Negara, Yayasan Perbekalan dan Persediaan, Yayasan Urusan bahan Makanan dan sebagainya”, serta Pasal 12 ayat (1) undang-undang yang sama mewajibkan Instansi-instansi pemerintah dan badan-badan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 untuk menyerahkan piutang-piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum akan tetapi penanggung hutangnya tidak mau melunasi sebagaimana mestinya kepada Panitia Urusan

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Piutang Negara. Kemudian Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, menyatakan: bahwa penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak piutang Perusahaan Negara/Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berikutnya Pasal 20 menyatakan: bahwa tata cara dan penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak atas piutang Perusahaan Negara/Daerah yang pengurusan piutang diserahkan kepada PUPN diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Keuangan. Dengan demikian, peraturan-peraturan tersebut tidak memisahkan antara kekayaan BUMN Persero dan kekayaan negara sebagai pemegang saham, yang kemudian memunculkan polemik apakah piutang-piutang pada penanggung hutang (debitur) masuk pada kekayaan negara ataukah kekayaan BUMN Persero sebagai suatu PT yang merupakan badan hukum yang tunduk pada ranah hukum privat. Pada akhirnya Menteri Keuangan mengajukan surat kepada Mahkamah Agung untuk meminta fatwa hukum. MA mengeluarkan fatwa 149 melalui

149

1.

2.

MA dalam Fatwanya menyatakan : Bahwa Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara berbunyi : ”Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”. Pasal 4 ayat (1) undang-undang yang sama menyatakan bahwa ”BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”. Dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) tersebut dikatakan bahwa”Yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negra pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapat dan Belanja negara, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat”. Bahwa dalam pasal-pasal tersebut di atas, yang merupakan undang-undang khusus tentang BUMN, jelas dikatakan bahwa modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang telah dipisahkan dari APBN

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

suratnya tanggal 16 Agustus Tahun 2006 Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 menyatakan bahwa penyertaan modal pemerintah pada BUMN Persero merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dari pengelolaan dan mekanisme pertanggung jawaban APBN, tetapi selanjutnya didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat tunduk pada pengaturan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

3.

4.

5.

6.

dan selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak didasarkan pada sistem APBN melainkan didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat; Bahwa Pasl 1 angka 6 Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan : ”Piutang negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah Pusat dan/atau hak pemerintah Pusat yang dapat dinilai engan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah” Bahwa oleh karena itu piutang BUMN bukanlah piutang negara; Bahwa meskipun Pasal 8 Undang-Undang Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang negara menyatakan bahwa ”piutang negara atau hutang kepada negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau Badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun” dan dalam penjelasannya dikatakan bahwa piutang negara meliputi pula piutang ”badan-badan yang umumnya kekayaan dan modalnya sebagian atau seluruhnya milik negara, misalnya Bank-bank negara, PT-PT negara, Perusahaan-Perusahaan negara, Yayasan Perbekalan dan Persediaan, Yayasan Urusan Bahan Makanan dan sebagainya”, serta Pasal 12 ayat (1) undang-undang yang sama mewajibkan Instansiinstansi pemerintah dan badan-badan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 untuk menyerahkan piutang-piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum akan tetapi penanggung hutangnya tidak mau melunasi sebagaimana mestinya kepada Panitia Urusan Piutang negara, namun ketentuan tentang piutang BUMN dalam Undang-Undang No. 49 Prp. Tahun 1960 tersebut tidak lagi mengikat secara hukum dengan adanya Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang merupakan undang-undang khusus (lex specialis) dan lebih baru dari Undang-Undang No. 49 Prp. Tahun 1960; Bahwa begitu pula halnya dengan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 yang berbunyi : ’g. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada Perusahaan Negara/perusahaan daerah.” Yang dengan adanya Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN maka ketentuan dalam Pasal 2 huruf g khusus mengenai ”kekayaaan yang dipisahkan pada Perusahaan Negara/perusahaan daerah” juga tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum; Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, dapat dilakukan perubahan seperlunya atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Adanya fatwa Mahkamah Agung tersebut, di masyarakat muncul pendapat yang berbeda pro dan kontra. Sebagian kalangan memaknai bahwa fatwa Mahkamah Agung tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan dapat menyulitkan upaya pemberantasan korupsi karena aparat penegak hukum tidak dapat lagi memberlakukan ketentuan dalam UndangUndang Tindak Pidana Korupsi terhadap pengurus BUMN Persero yang diduga menyalahgunakan kewenangannya. Hal ini terjadi karena apabila kekayaan negara telah dipisahkan maka kekayaan tersebut bukan lagi masuk ke dalam ranah hukum publik namun masuk ranah hukum privat. Namun, disisi yang lain fatwa Mahkamah Agung ini merupakan hal yang positif karena memberikan kepastian hukum dalam pembinaan dan pengelolaan kekayaan negara yang ditempatkan sebagai modal BUMN Persero. Disamping itu dengan adanya fatwa Mahkamah Agung tersebut akan memberikan dukungan moril bagi Direksi BUMN Persero untuk lebih berani dan tidak ragu-ragu mengambil keputusan bisnis yang strategis dan inovasi pengembangan BUMN Persero, sehingga kekayaan negara yang disertakan sebagai modal BUMN Persero itu dapat diberdayakan semaksimal mungkin untuk meningkatkan keuntungan BUMN Persero, yang pada gilirannya akan memberikan pemasukan yang signifikan bagi penerimaan negara. Keputusan bisnis selalu mengandung risiko, tidak selamanya akan membawa keuntungan ada kalanya juga mengalami kerugian. Namun yang penting bagi direksi adalah dalam pengelolaan perusahaan yang dipimpinnya setiap keputusan bisnis telah didasarkan pada

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

prinsip kehati-hatian dan tata kelola perusahaan yang sehat yaitu didasarkan pada peraturan perundangan, Anggaran Dasar, dan peraturan internal maupun eksternal perusahaan. Penggunaan fatwa Mahkamah Agung 150 oleh hakim sebagai dasar putusan oleh hakim sah-sah saja. Sebab hakim diberi kewenangan diskresi untuk terikat atau tidak terikat pada suatu produk hukum. Pemerintah dalam hal ini yang di representasi oleh aparat penegak hukum dapat tetap melaksanakan tugasnya berdasarkan aturan hukum yang melandasinya, namun harus diingat pula bahwa diujung sana pada tingkat Mahkamah Agung

sebagai benteng

terakhir dalam proses sistem hukum di Indonesia telah memberikan fatwanya yang menyatakan bahwa Penyertaan Modal Negara pada BUMN Persero yang semula berasal dari APBN adalah merupakan kekayaan negara yang dipisahkan tidak lagi tunduk pada sistem pertanggungjawaban APBN tetapi selanjutnya tunduk pada mekanisme hukum korporasi. Pertimbangan hukum yang ada dalam fatwa Mahkamah Agung tersebut telah benar, karena pertimbangan hukumnya telah didasarkan pada doktrin azasazas hukum yang berlaku. Azas hukum adalah merupakan akar hukum positip, merupakan suatu socialized value yang dijadikan landasan hukum dalam pergaulan hidup di masyarakat. Kedudukan azas-azas hukum lebih tinggi dari pada hukum positip. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN 150

Selain Fatwa MA yang merupakan pendapat/jawaban dari MA atas suatu masalah hukum yang sifatnya kasuistis, ada produk hukum lain di lingkungan MA yaitu SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) merupakan peraturan yang dikeluarkan MA yang berlaku di lingkungan internal MA sendiri, dan PERMA (Peraturan Mahkamah Agung) yaitu peraturan yang dikeluarkan MA sebagai aturan pelaksana dari aturan hukum yang lebih tinggi dan berlaku umum (internal dan eksternal).

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

merupakan undang-undang khusus BUMN (lex specialis) dan lebih baru terbitnya (lex priori). Dengan adanya fatwa MA tersebut, Pemerintah melakukan perubahan terhadap PP Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah diganti dengan PP Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan PP Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. Dalam PP yang baru ini diatur dengan tegas bahwa piutang Negara/Daerah pada Bank BUMN Persero bukan merupakan piutang Negara/Daerah tetapi merupakan piutang dari Bank BUMN Persero. Sedangkan terhadap pengurusan piutang Negara/Daerah yang telah diserahkan kepada Departemen Keuangan cq Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (sekarang Direktorat Jenderal Kekayaan Negara) tetap dilaksanakan oleh Departemen Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang PUPN dan PP Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah beserta peraturan pelaksanaannya. Fatwa hukum MA tersebut sebenarnya menjadi penegasan bahwa semua Undang-Undang (UU) yang menentukan kekayaan negara atau kekayaan daerah yang telah dipisahkan menjadi modal BUMN, persero dan perusahaan daerah yang berbentuk PT, bukan lagi merupakan kekayaan negara atau kekayaan daerah yang berbentuk PT. Fatwa ini juga menegaskan bahwa unsur merugikan

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Keuangan Negara-sebagai salah satu unsur pidana korupsi, tidak lagi dapat dikenakan pada BUMN serta Perusahaan Daerah. 151 Implikasi lain dari fatwa ini adalah : pertama, Badan Pemeriksa keuangan (BPK) dan Badan Pengawas keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak lagi mempunyai kekuasaan atau kewenangan untuk memeriksa atau mengaudit keuangan badan-badan hukum tersebut. Sebab, kekuasaan BPK dan BPKP untuk mengaudit badan hukum itu tidak lagi mempunyai kekuatan hukum sejak adanya fatwa MA. 152 Kedua, aturan yang memberi kekuasaan kepada lembaga pemerintah, Presiden dan DPR untuk ikut campur atau membatasi kewenangan BUMN atau persero untuk mengurangi jumlah tagihan kepada debitur (haircut), tidak lagi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. PT (Persero) dapat menentukan peraturan internal sepenuhnya merupakan hak Perseroan Terbatas, baik yang persero maupun yang bukan. 153 Fatwa MA sesuai dengan comunis opinion doctrine dalam teori hukum universal. Maksudnya, suatu kekayaan-termasuk keuangan badan hukum, adalah terpisah dari kekayaan pengurus dan pemiliknya atau pemegang saham. Wajib hukumnya bagi MA untuk konsisten dengan fatwanya. 154 MA sebagai laatstetoesteen van het recht atau batu ujian terakhir hukum mempunyai kewajiban untuk menjaga dan menjamin adanya kepastian hukum. Bila MA tidak konsisten dengan fatwanya, sama saja menimbulkan ketidakpastian hukum 151

Erman Rajagukguk, Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara,disampaikan pada ”Peran BUMN Dalam Mempercepat Pertumbuhan Perekonomian Nasional”, Jakarta, 12-13 April 2007. 152 Ibid, hlm.8 153 Ibid, hlm. 8 154 Ibid, hlm.9

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

di Indonesia. Jadi, wajib hukumnya bagi MA untuk konsisten dengan fatwanya. 155 Untuk kedepannya apabila ada masalah hukum terkait dengan kekayaan negara yang di pisahkan ada kasus yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka dapat di jadikan jurisprudensi. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, maka ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang negara, Pasal 2 ayat (1) UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, khusus mengenai kekayaan yang dipisahkan pada Perusahaan Negara/perusahaan daerah menjadi tidak lagi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

155

Sumber Kontan, 15 Maret 2007, hlm.9

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

BAB III KERUGIAN PERSERO

A. Tata Kelola BUMN Persero Tata Kelola yang sehat pada BUMN Persero atau Good Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berdasarkan peraturan perundangan dan nilai nilai etika. Penerapan Good Corporate Governance menjadi salah satu agenda penting dalam dunia usaha pada saat ini, khususnya BUMN Persero. Good Corporate Governance (GCG) menurut Erman Rajagukguk 156 dari sudut teori dan praktik berfokus kepada sistem berdasarkan mana perusahaanperusahaan diarahkan dan diawasi. Pengelolaan perusahaan yang baik mencakup kesejahteraan dari sudut ekonomi, akuntabilitas dari sudut hukum dan sosial untuk kepentingan tidak hanya pemegang saham, tetapi juga masyarakat selaku stakeholder secara keseluruhan. Pemerintah melalui Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN Nomor : Kep-23/M-PM.PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000 telah menerbitkan aturan tentang Pengembangan Praktek GCG dalam

156

Erman Rajagukguk, Kata Sambutan, dalam buku Ridwan Khairandy, Camelia Malik, Good Corporate Governance, Perkembangan Pemikiran dan Implementasinya di Indonesia dalam Perpekstif Hukum, (Yogyakarta: Penerbit Kreasi Total Media), 2007

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Perusahaan Milik Negara (BUMN). Melalui aturan tersebut, diharapkan BUMN mampu menerapkan prinsip-prinsip GCG kedalam struktur dan proses dalam perusahaan yang meliputi transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, kemandirian dan kewajaran. Keputusan tersebut selanjutnya disempurnakan dengan Surat Keputusan No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek GCG pada BUMN. Dalam salah satu diktum keputusan tersebut disebutkan bahwa prinsip Good Corporate Governance merupakan kaidah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Ketentuan peraturan ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman yang lebih rinci bagi BUMN dalam menerapkan GCG pada perusahaan masing-masing. UU BUMN telah mengadopsi beberapa prinsip good corporate governance. Hal ini dinyatakan jelas pada Pasal 36 ayat (1) UU BUMN yang menyatakan bahwa Perum dalam menyelenggarakan usahanya harus berdasarkan pada prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. 157 Ketentuan ini juga diatur dalam Pasal 5 ayat (3) jo. Pasal 6 ayat (3) UU BUMN yang mewajibkan direksi, komisaris dan dewan pengawas dalam melaksanakan tugasnya harus melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung jawaban serta kewajaran. 158

157 158

Bismar Nasution, Mengukur Kinerja Direktur BUMN, Makalah, hlm.1 Ibid, hlm.1

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

1. Prinsip-Prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Sehat: a. Transparansi (Transparency); Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Pasal 16 ayat (3) jo. Pasal 19 ayat (4) UU BUMN menyatakan bahwa setiap anggota direksi yang telah lulus uji kelayakan wajib menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan menjadi anggota direksi. b. Kemandirian (Independency); Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsipprinsip korporasi yang sehat. Pasal 25, Pasal 33, dan Pasal 53 UU BUMN menyatakan melarang direksi, komisaris, dan dewan pengawas memegang jabatan rangkap. c. Akuntabilitas(Accountability); Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Pasal 21-23 jo. Pasal 4951, Pasal 32, Pasal 54, Pasal 61 mengatur tentang pertanggungjawaban Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas. Sementara itu untuk menjamin akuntabilitas, UU BUMN mewajibkan pembentukan Komite Audit dan

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Komite Lainya (Pasal 70) serta mewajibkan pembentukan adanya auditor eksternal untuk memeriksa laporan keuangan (Pasal 71). 159 d. Pertanggungjawaban(Responsibility); Kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; serta e. Kewajaran (Fairness); Keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stake holder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penerapan GCG dalam jangka panjang mempunyai relevansi terhadap kinerja atau performance suatu perusahaan karena prinsip-prinsip GCG merupakan landasan bagi proses penyelenggaraan perusahaan. Prinsip-prinsip GCG sangat diperlukan untuk penyelenggaraan perusahaan yang harus mempertanggungjawabkan tindakan dan pekerjaannya kepada public dan perusahaannya. Akuntabilitas sebagai persyaratan yang mendasar untuk mencegah penyalahgunaan wewenang yang di delegasikan dan menjamin kewenangan diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan perusahaan dengan yang diharapkan sehingga nilai akhir (ultimate value) dari penerapan GCG adalah meningkatnya kinerja (high performance) serta membaiknya citra perusahaan.

159

Ibid, hlm.2

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

2. Struktur Tata Kelola Perusahaan a. Rapat Umum Pemegang Saham Melalui RUPS, pemegang saham memiliki hak untuk mengangkat dan memberhentikan anggota dewan komisaris dan direksi serta menyetujui remunerasi bagi anggota dewan komisaris dan direksi. b. Direksi Direksi bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaan sehari-hari, termasuk formulasi dan eksekusi business plan, anggaran tahunan dan kebijakan, pemantauan dan pengelolaan risiko, pengelolaan aktiva, suber daya dan reputasi perusahaan, rekrutmen sumber daya manusia. Direksi sebagai eksekutif Perseroan Terbatas, harus mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), yaitu mengikuti undang-undang, Anggaran Dasar perseroan, dan mekanisme pengambilan keputusan. c. Dewan Komisaris Dewan Komisaris menjalankan fungsi pengawasan terhadap kinerja perusahaan dibandingkan dengan strategi dan sasaran yang telah ditetapkan. Dewan Komisaris juga melakukan pengawasan atas pengelolaan risiko perusahaan serta juga melakukan pengawasan atas audit eksternal dan internal atas temuannya, serta memastikan pengungkapan informasi yang tepat waktu sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dewan Komisaris

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

mewakili kepentingan para pemegang saham dan bertanggung jawab pada RUPS.

B. Manajemen Risiko Pada saat ini semua orang menyadari bahwa dalam dunia bisnis penuh dengan ketidak pastian. Ketidak pastian mengakibatkan adanya potensi kerugian bagi perusahaan. Ketidakpastian beserta risikonya merupakan sesuatu yang tidak dapat dapat diabaikan begitu saja, tetapi harus diperhatikan secara cermat supaya tidak mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Adanya risiko tersebut, maka bagi pelaku usaha harus selalu berusaha untuk mengatasinya, artinya berupaya untuk sebisa mungkin menghindari, mengalihkan, atau paling tidak meminimumkan risiko agar terhindar dari kerugian. Penanggulangan risiko tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara penanggulan risiko. Cara penanggulangan risiko inilah yang dikenal dengan manajemen risiko. 1. Pengertian Risiko Menurut kamus, risk adalah peluang (kemungkinan) terjadinya bencana atau kerugian. Oleh karena itu, risk dari sudut pandang bank didefinisikan sebagai peluang dari kemungkinan terjadinya situasi yang memburuk (bad outcome). 160 Definisi ini mengandung pengertian bahwa risk hanya berkaitan dengan situasi dimana suatu negative out come dapat setiap saat terjadi dan bahwa kemungkinan atas terjadinya kejadian itu dapat diperkirakan 160

H Masyhud Ali, Manajemen Risiko Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada), 2006, hlm.3

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

(estimated). 161 Pengertian tentang risiko harus dapat dipahami dengan benar oleh direksi oleh karena setiap gerak langkah BUMN Persero sebagai badan usaha terbentang luas didepannya suatu peluang bisnis yang harus digarap maksimal untuk mendapat laba atau keuntungan. Tidak hanya peluang yang dapat mendatangkan laba atau keuntungan tapi juga risiko kerugian, bisnis tidak selamanya

membawa

keuntungan.

Dari penelusuran

penulis,

terdapat

pengertian tentang risiko yang beragam, antara lain 162 : a. Risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu. b. Risiko adalah ketidakpastian (uncertainty) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss). c. Risiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa. d. Risiko merupakan penyebaran/penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan. e. Risiko adalah probabilitas sesuatu hasil/outcome yang berbeda dengan yang diharapkan. Definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa risiko selalu dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak

diduga/tidak

diinginkan.

Dengan

demikian

risiko

mempunyai

karakteristik:

161

Ibid, hlm.3 Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko Asuransi, Edisi Revisi, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat), 2003, hlm.2 162

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

a. Merupakan ketidakpastian atas terjadinya sesuatu peristiwa. b. Merupakan ketidak pastian bila terjadi akan menimbulkan kerugian. 163 2. Pengertian Manajemen Risiko Secara sederhana pengertian manajemen risiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi/perusahaan, keluarga dan masyarakat. Jadi mencakup kegiatan merencanakan, mengorganisir, menyusun, memimpin/mengkoordinir, dan mengawasi (termasuk mengevaluasi) program penanggulangan risiko. 164 Program manajemen risiko dengan demikian mencakup tugas-tugas: a. Mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi. b. Mengukur atau menentukan besarnya risiko tersebut. Mencari jalan untuk menghadapi atau menanggulangi risiko. c. Menyusun strategi untuk memperkecil ataupun mengendalikan risiko. d. Mengkoordinir pelaksanaan penanggulangan risiko serta mengevaluasi program penanggulangan risiko yang dibuat. 165 3. Manajemen Risiko Bagi BUMN Persero Di tengah ketidakpastian dunia usaha akibat efek global yang disebabkan antara lain suprime morgage, kenaikan harga komoditas terutama emas hitam yang saat ini sudah jauh melewati US$100 per barel mengakibatkan pemerintah harus melakukan revisi terhadap perencanaan keuangan di tahun

163

Ibid, hlm.2 Ibid, hlm.4 165 Ibid, hlm.5 164

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

2008 melalui perubahan APBN 2008, maka sangat penting bagi para pelaku usaha tidak terkecuali Direksi BUMN Persero untuk memahami arti pentingnya manajemen risiko. Dengan manajemen risiko dapat diketahui cara-cara/metode yang tepat untuk menghindari atau mengurangi besarnya kerugian yang diderita perseroan, sebagai akibat ketidakpastian terjadinya suatu peristiwa yang merugikan. Pada saat ini penerapan manajemen risiko yang paling siap adalah lingkungan usaha bidang jasa keuangan khususnya perbankan. Hampir seluruh aktifitas perbankan berhadapan dengan risiko mulai dari risiko pasar (market risk), risiko kredit (credit risk), risiko treasury (treasury risk), sampai risiko operasional (operasioanal risk). Namun demikian penerapan manajemen risiko bagi dunia usaha tidak terkecuali BUMN Persero wajib pula diperlakukan di semua lini kegiatan perusahaan. The future cannot be predicted. 166

Mengapa? Karena masa depan

diselimuti ketidakpastian (uncertainty) yang padat misteri. Masa depan itu merupakan hak prerogatif Tuhan Yang Maha Esa yang menentukannya. Tidak seorang pun yang dengan penuh kepastian dan konsisten mampu memprediksi apa yang akan terjadi dengan pasar modal, interest rate ataupun perubahan nilai tukar mata uang (exchange rate). Juga mengenai credit, operational serta systemic event yang dapat memberi pengaruh utama terhadap aspek keuangan

166

Michel Crouhy, Dan Galai dan Robert Mark, The Essential of Risk Management, (Mc.GrawHill,2006),hlm.1-4, dikutip dari H Masyhud Ali, Op.cit, hlm.313

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

(financial). Financial risk 167 menurut H Masyhud Ali, saat ini telah tumbuh kemampuan

baru

dalam

mengidentifikasi

risiko,

mengukurnya

dan

memperkirakan konsekwensinya serta mengambil tindakan yang tepat dalam mengendalikannya. Direksi memiliki kewenangan dan tanggung jawab terhadap seluruh kegiatan operasional perusahaan. Selanjutnya H Masyhud Ali 168 mengatakan dari sudut pandang corporate governance, tanggung jawab utama dewan direksi adalah untuk menjaga dan mengawal kepentingan para pemegang saham. Sebagai contoh, direksi wajib tanggap ketika berhadapan dengan pilihan untuk lebih baik menghadapai saja risiko yang mungkin timbul setelah mengetahui projected return yang jauh lebih menguntungkan. Demikian pula direksi perlu sensitif dalam melindungi kepentingan stakeholders, seperti para debt holder, dan lain-lain.

C. Laporan Keuangan 1. Pengertian dan Jenis-Jenis Laporan Keuangan Laporan

Keuangan

merupakan

media

komunikasi

dan

pertanggungjawaban antara perusahaan dan para pemiliknya atau pihak lain. 169 Laporan keuangan yang disusun oleh manajemen juga berfungsi sebagai sarana yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan lainnya di luar organisasi misalnya

167

H Masyhud Ali, Ibid, hlm. 313 Ibid, hlm.343 169 Suwardjono, Loc.cit 168

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

untuk calon investor, pemerintah dalam rangka penghitungan pajak-pajak. Laporan keuangan pokok yang disusun oleh manajemen baik perusahaan perorangan maupun perusahaan dagang pada prinsipnya meliputi hal-hal sebagai berikut : 170 a. Perhitungan Rugi Laba (Income Statement), yaitu suatu daftar yang memuat tentang pendapatan (revenue), penjualan (sales), biaya (expenses), laba atau rugi (profit and loss) selama periode tertentu. Perusahaan dikatakan profit jika pendapatan lebih besar dari biaya, sebaliknya jika biaya lebih besar dari dari pendapatan maka perusahaan dikatakan merugi. b. Laporan Perubahan Modal (Capital Statement/ Statement of Changes in Owner’s Equity), yaitu suatu daftar yang mengambarkan ikhtisar perubahan modal selama periode tertentu. c. Neraca (Balance Sheet), yaitu suatu daftar yang memuat harta (assets), hutang (liabilitas), modal (capital) pada saat atau tanggal tertentu. d. Laporan Arus Kas (cash flow statement), suatu ikhtisar penerimaan dan pengeluaran kas dari sebuah kesatuan usaha untk suatu periode tertentu. 2. Bentuk Laporan Keuangan Sejalan dengan norma dasar penyusunan laporan keuangan yang antara lain harus mengandung penjelasan yang cukup informatif dan dapat dimengerti serta dapatditafsirkan secara universal bagi pembaca laporan maka laporan keuangan pada umumnya dapat berbentuk “report form” yang biasanya dipakai 170

Charles T Horngren, (et al), Accounting, Simon & Schuster Pte.Ltd-Prentice-hall,1977,

hlm.22

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

untuk Daftar Perhitungan Rugi Laba dan Laporan Perubahan Modal 171 dan “account form” yang biasanya dipakai untuk Neraca. 172 3. Tujuan Laporan Keuangan Pada dasarnya laporan keuangan dibuat dengan tujuan untuk menyediakan informasi keuangan 173 dari suatu organisasi yang berkaitan dengan: a. Aktiva dan kewajiban serta modal suatu organisasi. b. Perubahan dalam aktiva neto (aktiva dikurangi kewajiban) suatu organisasi yang timbul dari kegiatan usaha dalam rangka memperoleh laba. c. Potensi perusahaan dalam menghasilkan laba. d. Aktivitas pembiayaan dan investasi. e. Kebijakan akuntansi yang dianut.

D. Kerugian BUMN Persero sebagai entitas bisnis yang berbentuk Perseroan Terbatas 174 melakukan kegiatan usaha dengan tujuan untuk mengejar keuntungan 175 , gerak operasional sehari-harinya dilakukan oleh direksi. 176 Menjadi tugas direksi untuk menjalankan perusahaan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Lewis D.

171

Philips E Fess, Op.cit, hlm.85 Charles T Horngren, Op.cit, hlm.202 173 Soemarso, Akutansi Suatu Pengantar, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), hlm.233 174 Lihat Pasal 3 jo. Pasal 11 UUBUMN 175 Lihat Pasal 12 huruf b UUBUMN 176 Lihat Pasal 1 angka 9 jo. Pasal 5 UUBUMN 172

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Solomon 177 mengatakan Directors are not insurers. Business inherently risky. Directors, particularly when first elected to board, may be concerned about the possibility that they will be held liable for losses the corporation suffer as consequence of the board’s decisions. They often ask what they must do avoid such liability. Melakukan kegiatan bisnis tidak selamanya membawa keuntungan, adakalanya juga mengalami kerugian. 1. Konsep Kerugian Dalam kondisi normal keuntungan yang seharusnya diperoleh adalah merupakan profit bagi perusahaan, demikian sebaliknya adalah merupakan kerugian. H. Masyhud Ali 178 dalam kontek kerugian perbankan menyatakan, expected losses adalah semua kerugian yang diderita bank sepanjang bank melakukan kegiatan operasionalnya atas dasar normal business yang berlaku. Sementara itu, yang dimaksud dengan unexpected losses adalah semua kerugian yang jumlahnya secara signifikan berada di atas dari jumlah yang dapat diterima sebagai expected losses. Inilah kerugian yang dapat dipandang sebagai kerugian yang diakibatkan oleh unexpected atau extreem events. 2. Untung atau Rugi Bagi BUMN Persero BUMN Persero sebagai suatu entitas bisnis tidak bisa terlepas dari pengaruh pasar yang sangat dinamis, ada kalanya direksi dalam mengambil keputusan bisnis di dasarkan pada spekulasi yang tidak selamanya akan membawa keuntungan tetapi juga menghadapai risiko kerugian. Oleh karena itu 177 178

Lewis D Solomon (et al), Op.cit, hlm.672 H Masyhud Ali, Op.cit, hlm.451

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

kerugian yang dialami BUMN Persero haruslah dipandang sebagai suatu hal yang wajar sepanjang Direksi BUMN Persero dalam melakukan keputusan bisnis telah didasarkan pada prinsip kehati-hatian, melakukan pengurusan dengan tata kelola perusahaan yang sehat yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan, Anggaran Dasar, dan peraturan internal maupun eksternal perusahaan. Konsep kerugian menurut akuntansi dapat diketahui melalui penyusunan laba-rugi dikenal adanya konsep penandingan (matching concept) yaitu menandingkan beban dengan pendapatan yang dihasilkan selama periode terjadinya beban dan pendapatan tersebut. Apabila jumlah beban yang terjadi dalam periode waktu tertentu lebih besar daripada jumlah pendapatan yang dihasilkan, maka perusahaan akan mengalami kerugian. Laba bersih merupakan jumlah dalam laporan laba rugi apabila pendapatan melebihi beban. 179 Kelebihan pendapatan atas beban yang dikeluarkan dalam proses menghasilkan pendapatan. 180 Laba juga bisa diartikan jumlah rupiah bersih yang diperoleh setelah semua pendapatan dan untung dikurangi dengan semua biaya dan rugi. 181 Laba bersih adalah penambahan bersih pada modal pemilik yang berasal dari kegiatan mencari laba. 182 Laba yang diakumulasikan selama beberapa periode disebut Earning yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mengasilkan laba dalam beberapa periode.183 Sedangkan laba komprehensif

179

Carl S Warren, (et al), Accounting Principle, South-Western of Thomson Learning, 2005,

hlm.427 180

Ibid, hlm. 27 Suwardjono, Akutansi Pengantar, (Yogyakarta: BPFE), hlm.74 182 Carl S Warren, Op.cit, hlm.201 183 Suwardjono, Loc.cit 181

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

adalah penghasilan bersih yang terjadi dari semua transaksi selain transaksi modal. 184 Rugi bersih merupakan pengurangan bersih pada modal pemilik yang berasal dari kegiatan mencari laba.185 Rugi juga bisa diartikan sebagai jumlah dalam laporan laba rugi apabila pendapatan kurang dari beban. 186 3. Upaya pemerintah Apabila BUMN Persero mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya, yang dapat dilakukan oleh pemerintah selaku pemegang saham adalah: Pertama: Dengan melakukan upaya melalui mekanisme RUPS. Pasal 69 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa RUPS tahunan menyetujui Laporan Tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan. Dengan demikian kerugian dalam BUMN Persero tidak dihitung dari satu kali transaksi, tetapi dari seluruh transaksi dalam satu tahun berjalan. Jadi bisa saja satu kali transaksi rugi tapi pada bagian transaksi yang lain untung. Pada akhirnya RUPS yang memutuskan apakah BUMN Persero untung atau rugi. Apabila neraca dalam laporan tahunan menyatakan rugi dalam tahun yang telah berjalan, mekanisme RUPS dapat memutuskan menggunakan menutup kerugian dari dana cadangan atau keuntungan tahun lalu yang belum dibagikan. 187 Oleh karena itu, kerugian pada BUMN Persero tidak otomatis sebagai kerugian negara sebagai pemegang saham.

184

Ibid, hlm.74 Carl S Warren, Loc.cit 186 Philips E Fees, (et al), Accounting Principles, South-Wesren Publishing Co, 1997, hlm.434 187 Lihat Pasal 70 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UUPT 185

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Kedua: Melalui upaya hukum dengan menggugat Direksi BUMN Persero secara perdata apabila keputusan yang diambil oleh direksi merugikan pemerintah sebagai pemegang saham. 188 Ketiga: Pemerintah juga dapat melaporkan pengurus BUMN kepada aparat penegak hukum apabila diduga terjadi pemalsuan data dan laporan keuangan, penggelapan uang perusahaan, pelanggaran Undang-Undang Perbankan, serta pelanggaran atas peraturan perundang-undangan lain yang memuat ketentuan pidana. Bahkan sebenarnya dapat juga digunakan ketentuan dalam UndangUndang Tindak Pidana Korupsi apabila pengurus BUMN terbukti memberikan uang suap kepada otoritas yang berwenang sehubungan dengan kegiatan bisnisnya.

E. Aspek Hukum Kerugian BUMN Persero BUMN Persero sebagai badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas 189 merupakan kesatuan yuridis dan ekonomis yang didirikan dengan tujuan mencari keuntungan atau laba. 190 Perseroan Terbatas (PT) sebagai badan hukum perdata (privat) yang mempunyai status kemandirian (persona standi in judicio) sudah tentu memiliki identitas hukum tersendiri. Identitas hukum suatu korporasi atau perusahaan terpisah dari identitas hukum para pemegang sahamnya, direksi,

188

Lihat Pasal 61UUPT Lihat Pasal 3 jo. Pasal 11 UU BUMN 190 Lihat Pasal 12 huruf b UU BUMN 189

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

maupun organ-oragan lainnya. 191 PT memperoleh status sebagai badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan Menteri hukum dan HAM mengenai pengesahan badan hukum perseroan. 192 Konsekwensinya adalah sejak saat itu terjadi pemisahan harta kekayaan dan tanggung jawab antara pendiri, pemegang saham dengan PT sebagai badan hukum. Tanggung jawab pemegang saham atas risiko PT sebagai suatu entitas bisnis hanya sebatas saham yang disertakan. Dalam konteks BUMN Persero dimana pemerintah menyertakan modalnya yang berasal dari APBN ke dalam BUMN Persero kedudukannya adalah sebagai investor pemegang saham, saham yang dimiliki sebagai bukti kepemilikan atas perseroan dan memberi hak kepada pemerintah untuk mengeluarkan suara dalam RUPS. Selanjutnya, M. Yahya Harahap 193 menyatakan, pemegang saham sebagai pemilik, hanya mempunyai hak kontrol tidak langsung atas opersional sehari-hari perseroan dan atas segala kebijaksanaan direksi. Akan tetapi pemegang saham tidak memikul tanggung jawab atas pelaksanaan fungsi fungsi direksi. Semakin banyak saham yang dimiliki seorang pemegang saham, semakin besar kekuasaan kontrol yang dapat dilakukannya, dimana tanggung jawab pemegang saham 194 tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan

191

Bismar Nasution, Pertangungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sehari dalam Rangka Menciptakan Good Corporate Governance pada sistem Pengelolaan dan Pembinaan PT (Persero) BUMN “Optimalisasi Sistem Pengelolaan, Pengawasan, Pembinaan Dan Pertanggungjawaban Keberadaan PT (Persero) Dilingkungan BUMN Ditinjau dari Aspek Hukum dan Transparansi” diselenggarakan oleh Inti Sarana Informatika, Hotel Borobudur Jakarta, Kamis, 8 Maret 2007. 192 Lihat Pasal 7 ayat (4) UUPT 193 M Yahya Harahap, Separate Entity, Limited Liability, dan Piercing The Corporate Veil, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26-No.3-Tahun 2007, hlm.44 194 Lihat Pasal 3 ayat (1) dan (2) UUPT

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

melebihi saham yang dimiliki. Namun demikian ketentuan tersebut tidak berlaku apabila: a. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi; c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukumyang dilakukan oleh perseroan; atau d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. Konsekwensi logisnya menurut Arifin P Soeria Atmadja 195 dengan adanya penyertaan modal pemerintah pada Perseroan Terbatas adalah pemerintah ikut menanggung risiko dan bertanggung jawab atas kerugian usaha yang dibiayainya. Dalam menanggung risiko dan bertanggung jawab atas kerugian usaha ini, kedudukan pemerintah tidak dapat berposisi sebagai badan hukum publik. Hal demikian disebabkan tugas pemerintah sebagai badan hukum publik adalah bestuurzorg, yaitu tugas yang meliputi segala lapangan kemasyarakatan dan suatu konsep negara hukum modern yang memperhatikan seluruh kepentingan rakyat. Konsekwensinya jika badan hukum publik harus menanggung risiko dan

195

Het Recht in Indonesia (1952), hlm. 103, dikutip dari Arifin P Soeria Atmadja, Op.cit,

hlm.98

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

bertanggung jawab atas kerugian usaha tersebut, fungsi tersebut tidak dapat akan optimal dan maksimal dijalankan oleh pemerintah. 196 Pada BUMN Persero dimana pemerintah menyertakan modalnya yang berasal dari APBN, maka kedudukan pemerintah tidak dapat dikatakan representasi negara sebagai badan hukum publik tetapi sebagai investor yang kedudukannya sama dengan investor lainnya selaku pemegang saham. Selanjutnya Arifin P Soeria Atmadja menyatakan, 197 hal ini disebabkan ketika pemerintah sebagai badan hukum privat memutuskan menyertakan modalnya berbentuk saham dalam Perseroan Terbatas maka pada saat itu juga imunitas publik dan negara hilang dan terputus hubungan hukumnya dengan keuangan yang telah berubah dalam bentuk saham, demikian pula ketentuan pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan negara dalam bentuk saham tersebut otomatis berlaku dan berpedoman pada UU No.1 Tahun 1995 (telah diganti dengan UU No. 40 Tahun 2007). Kondisi demikian mengakibatkan putusnya keuangan yang disertakan dalam Perseroan Terbatas sebagai keuangan negara, sehingga berubah status hukumnya menjadi keuangan Perseroan Terbatas. 198 Demikian negara yang di representasikan pemerintah menyertakan modalnya pada BUMN Persero maka sejak saat itu modal yang disertakan menjadi kekayaan BUMN Persero selaku badan hukum yang mandiri, dan pemerintah ikut menanggung risiko bisnis atas kerugian persero tetapi risiko tersebut hanya sebatas sejumlah modal yang disertakan pada BUMN Persero.

196

Arifin P Soeria Atmadja, Op.cit hlm. 98. Ibid, hlm.99 198 Ibid, hlm. 99 197

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

PT sebagai badan hukum perdata sejalan dengan pandangan teori kontrak (contractual theory), yang mengganggap perseroan sebagai kontrak di antara para pemegang saham. Dilihat dari ketentuan Pasal 1 angka (1) UUPT ditentukan, bahwa : ”Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. Berdasarkan teori kontrak tersebut, maka posisi PT berada dalam bidang hukum perdata. 199 Dalam konteks permodalan BUMN Persero UU BUMN menyatakan: bahwa modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yaitu pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan Penyertaan Modal Negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. 200 Jika dipandang dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 (telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007) tentang Perseroan Terbatas, PT (Persero) tetap berada pada posisi badan hukum perdata. 201 Dapat pula dipahami bahwa hubungan hukum berkenaan dengan kepemilikan negara (pemegang saham) dalam PT (Persero) di lingkungan BUMN adalah hubungan hukum perdata, karena kepemilikan negara yang dipisahkan itu

199

Ibid, hlm.2 Lihat Pasal 4 ayat (1) dan penejelasannya pada UU BUMN 201 Bismar Nasution, Loc.cit 200

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

merupakan kepemilikan privat (domeine privat). Dalam konteks keuangan yang pada awalnya kekayaan negara adalah keuangan publik, namun setelah kekayaan negara yang dipisahkan berada dalam PT (Persero) ia menjadi keuangan privat. 202

202

Ibid, hlm.3

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

BAB IV PENGATURAN PERTANGGUNG JAWABAN DIREKSI BUMN PERSERO DALAM HAL TERJADI KERUGIAN

A. Pembelaan Direksi BUMN Persero Melalui Prinsip-Prinsip Business Judgment Rule The business judgment rule both shields directors form liability when its five elements - a business decision, disinterestedness, due care, good faith and abuse of discretion - are present and creates a presumption in favor of the directors that each of these elements has been satisfied. 203

Dengan demikian, direksi sebagai

eksekutif Perseroan Terbatas, harus mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), yaitu mengikuti undangundang, Anggaran Dasar perseroan, dan mekanisme pengambilan keputusan. Direksi mempunyai kekuasaan yang besar dalam mengambil keputusan berdasarkan Business Judgment Rules. Direksi tidak dapat digugat perdata atau dituntut pidana, bila ia mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan bahwa keputusan tersebut adalah sebaik-baiknya untuk kepentingan perseroan, telah sesuai dengan undangundang, Anggaran Dasar, atau mekanisme pengambilan keputusan, serta berdasarkan iktikad baik dan tanpa ada pertentangan kepentingan (conflict of interest) dengan dirinya pribadi. 204 Berikut dibawah ini membahas duty of care dan

203

Dennis J Block, (et.al), Third Edition, The Business Judgment Rule, Fiduciary Duties of Corporate Directors (NJ: Prentice Hall Law & Business, 1989), hlm.29 204 Erman Rajagukguk, Loc.cit

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

standard of care , duty of loyalty serta duty of candor dalam hubungannya dengan business judgment rule. 1. Duty of Care and Standard of Care a. Duty of Care The duty of care requires that the directors, in the performance of their corporate responbilities, exercise the care that an ordinarily prudent person would exercise under similar circumstances. As suming no other breach of fiduciary duties or violation of applicable law, a director who performs his duties in compliance with the applicable standard of care will be absolved of liability. 205 Perlakuan demikian adalah adil terutama bagi direksi yang telah melaksanakan tugasnya dengan itikad baik, hati-hati, dan jujur semata-mata melaksanakan tugasnya sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan. Direksi dalam menjalankan perusahaan berdasarkan kewenangan yang ada harus selalu waspada dan bertindak dengan perhitungan cermat. Dalam kebijakan yang dibuatnya, direksi harus selalu bertindak dengan hati-hati dan mempertimbangkan keadaan, kondisi dan biaya pengelolaan yang besar. 206 Dalam duty of care, direksi dituntut pertanggungjawaban secara hukum dan duty of care ini wajib diterapkan bagi direksi dalam

205

Dennis J Block, (et.al), Op.cit, hlm.28 Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Rangka Good Corporate Governance, Program Pasca sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2002, hlm.140, dikutip dari Ridwan Khairandy, Camelia Malik, Good Corporate Governance, Perkembangan Pemikiran dan Implementasinya di Indonesia dalam Perspektif Hukum, (Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2007), hlm.46 206

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

membuat setiap kebijakan perseroan dan dalam mengawasi serta memonitoring kegiatan perseroan. 207 Dengan adanya duty of care maka direksi diharuskan untuk bertindak dengan kehati-hatian dalam membuat segala keputusan dan kebijakan perseroan. Dalam membuat setiap kebijakan direksi harus tetap mempertimbangkan segala informasi-infarmasi yang ada secara patut dan wajar. 208 Seorang pengurus perseroan dikatakan sudah melanggar duty of care, apabila dia telah melakukan kelalaiannya (negligence) dan mismanagement, seperti : 209 1) Melakukan tindakan tanpa pembenaran yang rasional; 2) Tidak

mencurahkan

perhatian

yang

sungguh-sungguh

terhadap

perusahaan; 3) Tidak melakukan investigasi yang reasonable terhadap masalah-masalah perseroan; 4) Tidak menghadiri rapat-rapat direksi; 5) Tidak mengawasi bawahannya sehingga tindakan bawahannya tersebut merugikan perseroan; 6) Tidak mencari tahu secara layak tentang masalah-masalah perseroan;

207

Lymann PQ Johnson,”The Audit Committee’s Ethical And Legal Responsibilities: The State Law Perspective”, Volume 47, Fall 2005, hlm.35, dikutip dari Ridwan Khairandy, Camelia Malik, Loc.cit 208 Daniel P Hann,”Emmerging Issues In US Corporate Governance: Are The Recent Reforms Working?”, Defence Council Journal, Volume 68, April 2001, hlm.194, dikutip dari Ridwan Khairandy, Camelia Malik, Loc.cit 209 Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm.86

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

7) Tidak melakukan tindakan-tindakan yang perlu dalam menjalankan tugasnya. b. Standard of Care Standard of Care merupakan suatu standar yang mewajibkan seseorang dalam bertindak untuk tetap memperhatikan segala risiko, bahaya dan perangkap yang ada dan berupaya untuk meminimalisir munculnya risiko-risiko tersebut. Sehingga dalam bertindak seorang direksi harus menerapkan prinsip kehati-hatian dan ketelitian, supaya dapat menghindari segala kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan. 210 Black’s Law Dictionary mendifinisikan standard of care dengan: 211 “In law of negligence, that degree of care which a reasonably prudent person should exercise in same or similar circumstances. If a person’s conduct falls below such standard, he may be liable in damages for injuries or damages resulting form his conduct” Standar kehati-hatian (Standard of Care) antara lain 212 : 1) Pengurus perseroan yakni direktur tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan atas beban biaya perseroan, apabila tidak memberikan sama sekali atau memberikan sangat kecil manfaat kepada perseroan bila dibandingkan dengan manfaat pribadi yang diperoleh oleh direktur yang bersangkutan. Namun demikian hal ini dapat dikecualikan, apabila dilakukan atas beban 210

Ridwan Khairandy, Camelia Malik, Loc.cit Henry Chambell Black, Black’s Law Dictionary, Abridged Sixth Edition, (St. Paul, Minn: West Publishing Co 1991), hlm.977 212 Sutan Reny Sjahdeini, Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 14, Juli 2001, hlm.100 211

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

biaya representasi jabatan dari direktur yang bersangkutan berdasarkan keputusan RUPS. 2) Pengurus perseroan yang diwakilkan kepada seorang direktur tidak boleh menjadi pesaing bagi perseroan yang dipimpinnya, misalnya dengan mengambil sendiri kesempatan bisnis yang seyogyanya disalurkan kepada dan dilakukan oleh perseroan yang dipimpinnya tetapi kesempatan bisnis itu disalurkan kepada perseroan lain yang didalamnya terdapat kepentingan pribadi direktur tersebut. 3) Pengurus perseroan yang diwakilkan kepada seoarang direktur harus menolak untuk mengambil keputusan mengenai suatu hal yang diketahuinya atau sepatutnya diketahuinya akan mengakibatkan perseroan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebagai perseroan diancam dikenakan sanksi oleh otoritas yang berwenang, misalnya dicabut izin usahanya atau digugat oleh pihak lain. 4) Pengurus perseroan yang diwakilkan kepada seorang direktur dengan sengaja atau karena kelalaiannya telah melakukan atau tidak cukup melakukan upaya atau tindakan yang perlu diambil untuk mencegah timbulnya kerugian bagi perseroan. 5) Pengurus perseroan yang diwakilkan kepada seorang direktur dengan sengaja atau karena kelalaiannya telah tidak melakukan atau telah tidak cukup melakukan upaya atau tindakan yang perlu diambil untuk meningkatkan keuntungan perseroan.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Dalam common law system, acuan yang dipakai adalah standard of care atau standard kehati-hatian. Apabila direktur telah bersikap dan bertindak melanggar standard of care, maka direktur tersebut dianggap telah melanggar duty of care, direktur dianggap telah memenuhi kewajiban menjalankan prinsip duty of care apabila telah memenuhi beberapa persyaratan yaitu : 213 1) Membuat keputusan bisnis yang tidak ada unsur kepentingan pribadi, berdasarkan informasi yang mereka percaya didasari oleh keadaan yang tepat. 2) Secara rasional mempercayai bahwa keputusan bisnis tersebut dibuat untuk kepentingan terbaik bagi perusahaan. Dalam penjelasan tersebut diatas sangat jelas bagi direksi untuk memahami dengan betul bahwa standard kehati-hatian merupakan keharusan dilaksanakan dalam pengelolaan perusahaan yang dipimpinnya. Tidak dilakukannya standard kehati-hatian merupakan pelanggaran terhadap duty of care yang pada akhirnya tidak dapat dilakukan pembelaan direksi melalui mekanisme business judgment rule. 2. Duty of Loyalty Kewajiban lainnya yang menjadi tugas direksi sebagai organ persero terikat pada kewajiban untuk loyal (duty of loyalty) dan patuh pada perusahaan. Secara teoritis adanya kewajiban tersebut membuat direksi wajib membayar ganti rugi apabila melanggar kewajibannya. Normalnya, apabila terjadi 213

Bismar Nasution & Zulkarnain Sitompul, Hukum Perusahaan, (Bandung: BooksTerrace & Library, 2005), hlm.180

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

pelanggaran kewajiban pejabat perusahaan diberi peringatan, mutasi atau diberhentikan. Pada dasarnya kedudukan yang dipegang oleh direksi berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh dewan komisaris. The Corporate Directors’s Guidenbook, sebuah terbitan yang disusun The Committee Corporate

Law of the Section of Corporation, hukum

Perbankan dan bisnis (kini bagian Hukum Bisnis) dari Asosiasi Pengacara Amerika, menjelaskan pengertian duty of loyalty sebagai berikut : 214 By assuming his office, the corporate director commits allegiance to the enterprise and acknowledges that the best interests of the corportion and its shareholders must prevail over any individual interest on his own. The basic principle to be observed is that the director should not use his corporate position to make a personal profit or gain other personal advantage. Sikap setia yang harus ditunjukkan oleh direksi dalam perusahaan adalah sikap yang didasarkan pada pertimbangan rasional dan profesional. Dalam arti ini, direksi harus mampu bersikap tegas sesuai dengan visi serta Anggaran Dasar Perseroan Terbatas. Maksud dari kesetiaan adalah direksi harus selalu berpihak pada kepentingan perusahaan yang dipimpinnya. Direksi yang diberikan kepercayaan oleh pemegang saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham dan stakeholders, bertindak untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta bertindak dengan mengutamakan kepentingan perseroan di atas kepentingan pribadi. 215

214

Dennis J Block, (et.al), Op.cit, hlm.73 Sergei Parijs, Fairness Opinions and Liability, Kluwer, The Netherlands, 2005, hlm.142-143, dikutip dari Ridwan Khairandy, Camelia Malik, Ibid, hlm 49-50 215

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Black’s Law Dictionary mendefinisikan duty of loyalty dengan: 216 “A person’s duty not to engage in self-dealing or otherwise use his or her position to further personal interests rather than those of the beneficiary.” Selanjutnya Ridwan Khairandy dan Camelia Malik 217 mengatakan, dalam hal ini, kepatuhan dan pengabdian kepada perseroan adalah tugas dan kewajiban utama direksi. Direksi diwajibkan untuk menggunakan seluruh kemampuan, pengaruhnya, dan menggunakan seluruh sumber daya yang ada untuk memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Direksi juga dilarang menggunakan posisinya untuk mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan perusahaan yang telah memberinya kepercayaan dan segala perbuatan hukum yang menguntungkan pribadi direksi dan merugikan perseroan merupakan hal yang bertentangan dengan duty of loyalties. Untuk keamanan, direksi seringkali membuat perjanjian kerja untuk suatu jangka waktu tertentu. Meski demikian, perusahaan tetap dapat memberhentikan eksekutifnya sebelum jangka waktu tentusaja dapat menerima ganti rugi sesuai dengan yang diperjanjikan. Jika dalam duty of loyalty, pengurus perseroan

bertindak sebagaimana layaknya seorang trust, yang

dipercayakan untuk mengelola harta kekayaan perseroan, maka dalam duty of care, pengurus perseroan sebagai organ kepercayaan perseroan diharapkan dapat menjalankan perseroan hingga memberikan keuntungan bagi perseroan.

216

Henry Chambell Black, M.A., Op.cit hlm.545, dikutip dari Ridwan Khairandy, Camelia Malik, Ibid, hlm.50 217 Ridwan Khairandy, Camelia Malik, Ibid, hlm.50-51

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Pengurus perseroan diberikan fleksibilitas dalam bertindak untuk melaksanakan fungsi kegiatan manajemen dengan mengambil risiko dan peluang di masa depan. Pengurus perseroan memiliki kewajiban loyal terhadap perusahaan sebagaimana halnya dengan pengurus (director). Duty of Loyalty yang diemban pengurus perseroan perusahaan meliputi : 1) pengurusan perusahaan; 2) kesempatan perusahaan (corporate opportunity); 3) kompetisi dengan perusahaan; dan 4) transaksi dengan pemegang saham dan pihak lainnya berdasarkan informasi orang dalam. Selain itu dalam melakukan tugasnya tersebut seorang direktur tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan (duty of loyalty). Pelanggaran duty of loyalty muncul apabila ada kepentingan pribadi yang mungkin terjadi karena : 1) seorang direktur melakukan transaksi dengan perusahaannya sendiri; 2) dua perusahaan yang mempunyai satu orang direktur yang sama melakukan perjanjian; 3) sebuah

induk

perusahaan

melakukan

transaksi

dengan

cabang

perusahaannya sendiri.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

3. Duty of Candor Seperti yang dibahas dalam konteks duty of loyalty di atas, direksi yang dipercaya melakukan pengurusan perseroan sehari-hari memiliki pengetahuan dan informasi tentang kegiatan perusahaan harus semata-mata ditujukan untuk maksud dan tujuan perseroan, bersikap adil dan layak terhadap para pemegang saham baik pengendali maupun minoritas. Satu aspek dari komponen perlakuan yang adil dari standar kelayakan ini adalah kewajiban keterus-terangan/ kejujuran (duty of candor) yang dimiliki oleh fiduciary korporasi untuk menyingkapkan seluruh informasi materil yang berkenaan dengan keputusankeputusan korporasi yang mana dari hal ini mereka bisa mendapatkan keuntungan pribadi (personal). Bismar Nasution 218 menyatakan bahwa hubungan fiduciary duty didasarkan atas kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang dalam peran ini meliputi ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), dan keterus terangan (candor). The duty of candor thus prevents insiders form using special knowledge which they may have to their own advantage and to the detriment of the stockholders. 219 Adanya kewajiban keterus-terangan/ kejujuran yang demikian akan mengarahkan direksi untuk selalu bertindak profesional, fair dan focus pada tujuan kegiatan persero dalam mengejar keuntungan.

218

Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001), hlm.62-63 219

(Jakarta: Universitas Indonesia

Dennis J Block,(et.al), Op.cit

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

B. Studi Kasus Bank Mandiri (ECW Neloe, Mantan Dirut Bank Mandiri) 1. Abstraksi Kasus 220 Tiga mantan Direksi Bank Mandiri yaitu mantan Direktur Utama Edward Cornelis Neloe, mantan direktur Manajemen Resiko I Wayan Pugeg, dan Mantan direktur Coorporate Banking Sholeh Tasrifan ditetapkan sebagai tersangka oleh Jaksa Penuntut Umum dalam

penyelewengan kredit yang

disalurkan kepada PT Cipta Graha Nusantara (CGN) sehingga mengakibatkan kerugian negara. Neloe, Pugeg, dan Tasripan didakwa melakukan perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, dalam pemberian kredit Bank Mandiri kepada PT CGN. Menurut Jaksa, perbuatan itu merugikan negara 18,5 juta dollar AS atau setidaknya Rp 160 miliar. Neloe, Pugeg dan Tasripan dituntut pidana 20 tahun penjara karena melakukan perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri atau orang lain yang mengakibatkan kerugian negara dalam pemberian kredit Rp160 miliar pada PT CGN yang tidak mengindahkan prinsip kehati-hatian. Dalam pemeriksaan di tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan majelis hakim memutuskan para terdakwa tidak bersalah sebagaimana didakwakan dalam dakwaan primer, subsider, dan lebih subsider lagi serta membebaskan ketiga terdakwa dari kasus korupsi Bank Mandiri yang merugikan negara Rp160.000.000.000,- (seratus enam puluh milyar). Dalam pertimbangan majelis hakim, para terdakwa tidak terbukti merugikan negara, karena kredit kepada PT 220

Disarikan dari http://jkt1.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/02/tgl/21 /time/ 1352... 18/06/2007, dan keputusan kasasi MA Nomor 1144 K/Pid/2006

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

CGN jatuh tempo pada tahun 2007. Selain itu, hingga saat ini PT CGN juga masih melakukan pencicilan hutang kepada Bank Mandiri. Atas putusan bebas tersebut Jaksa mendaftarkan kasasi atas putusan bebas PN Jakarta Selatan atas tiga mantan Direksi bank tersebut, ECW Neloe, I wayan Pugeg dan M Sholeh Tasripan. Atas kasasi tersebut majelis kasasi Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntut umum. Putusan hakim kasasi MA menyatakan Edward Cornelis William, I Wayan Pugeg, M Tasrifan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, menjatuhkan hukuman pidana penjara masing-masing selama 10 (sepuluh) tahun, dan hukuman denda masing-masing sebesar Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), subsider enam bulan kurungan. 2. Kedudukan Bank Mandiri Bank Mandiri berkedudukan sebagai BUMN Persero maksud dan tujuan pendiriannya adalah untuk menyelenggarakan usaha di bidang perbankan dalam arti seluas-luasnya, memupuk keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan dan usaha-usaha lain yang menunjang kegiatan di bidang perbankan. Didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 1998 Tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Untuk Pendirian Perusahaan perseroan (Persero) Di Bidang Perbankan. Dengan kedudukan sebagai BUMN Persero yang melakukan kegiatan usaha bisnis di bidang jasa keuangan perbankan dalam operasional sehari-hari

dilakukan oleh direksi. Dalam gerak

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

operasionalnya direksi menjalankan perusahaan dengan prinsip-prinsip good coporate governance berdasarkan Undang-Undang, Anggaran Dasar, dan aturan perusahaan. Kegiatan usaha selalu mengandung risiko bisnis. Tidak ada yang bisa menjamin suatu usaha bisnis termasuk jasa keuangan di bidang perbankan akan selalu mendatangkan profit atau keuntungan. Usaha jasa keuangan bidang perbankan justru paling banyak risikonya, mengelola dana masyarakat, mengelola barang jaminan, menyalurkan kredit kepada pihak ketiga baik perorangan maupun korporasi semuanya mengandung risiko. Resiko kerugian selalu ada. Dalam hal terjadi kerugian maka kerugian tersebut merupakan kerugian Bank Mandiri selaku BUMN Persero sebagai badan usaha yang mandiri, bukan lagi merupakan kerugian negara. Resiko negara yang menyertakan modalnya pada Bank Mandiri hanya sebesar modal yang disetor. Hal ini sebagaimana dideskripsikan dalam Bab II huruf E angka 3 dan 4. Direksi yang memimpin operasional kegiatan sehari-hari perusahaan bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan yang dipimpinnya, termasuk terhadap risiko kerugian. Direksi yang menjalankan perusahaan dengan itikad baik, penuh dengan kehati-hatian, kejururan, dan tanggung jawab (duty of care, loyalty and candor) harus di lindungi berdasarkan prinsip-prinsip business judgment rule, karena kalau tidak, maka tidak akan ada orang yang mau menjadi direksi.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

3. Penyertaan Modal Negara Pada Bank Mandiri Setiap Penyertaan Modal Negara pada BUMN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pada Bank Mandiri Penyertaan Modal Negara dilakukan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Bumi Daya, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Dagang negara, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Impor Indonesia dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Pembangunan Indonesia Sebelum Menggabungkan Diri Ke Dalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Mandiri. Pelaksanaan Penyertaan Modal Negara ke dalam modal saham persero di lakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2001 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas Dan Kewenangan Menteri keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) Dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara serta ketentuan peraturan perundangan lainnya yang berlaku.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Penyertaan Modal Negara pada modal saham Bank Mandiri antara lain berasal dari APBN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, Penyertaan Modal Negara tersebut mengandung arti pemisahan kekayan negara yang dipisahkan, dipisahkan dari sistem pengelolaan dan pertanggung jawaban APBN. Modal yang telah disetor pada BUMN Persero Bank Mandiri akan menjadi harta kekayaan Bank Mandiri selaku badan hukum yang mandiri dan selanjutnya tunduk pada mekanisme berdasarkan hukum korporasi. Dengan demikian maka modal pemerintah pada Bank Mandiri akan diperlakukan sama seperti investor lain selaku pemegang saham. Yang mempengaruhi terhadap kontrol perusahaan adalah jumlah saham yang dimiliki, semakin besar persentase kepemilian saham terhadap perusahaan maka akan semakin besar pula kewenangan untuk mengendalikan perusahaan melalui mekanisme RUPS. 4. Analisis Kasus Mencermati kasus ECW Neloe pada Bank Mandiri sungguh menarik oleh karena pihak-pihak yang terlibat menangani kasus hukum ini mengajukan berbagai argumentasi hukum untuk memperkuat dalil-dalilnya. Berbagai peraturan perundang-undangan dikemukakan, antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kitab UndangUndang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (sekarang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas), Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, belum lagi doktrin-doktrin hukum dari para ahli hukum terkenal sampai dengan ahli filsafat dunia, seperti yang dikemukakan oleh Pengacara/Penasehat Hukum ECW Neloe, I Wayan Pugeg, dan M Sholeh Tasripan, OC Kaligis & Associates, 221 dalam di awal pembelaannya menulis: ..Yves R Simon, adalah salah seorang ahli filsafat dunia yang banyak menulis buku. Buku-bukunya antara lain berjudul “The Traditional of Natural Law, Practical Knowledge, A Critique of Moral Knowledge”. Buku itu diterbitkan oleh Fordham Universiry Press New York. Berikut kutipan sang ahli mengenai justice atau keadilan: “One can define justice only if one has judged that to each should be rendered his due”, yang terjemahan bebasnya kira-kira sebagai berikut: “Keadilan baru dapat tercapai, apabila setiap pelaku diadili secara benar”. Disini tersirat dengan jelas bahwa Pengacara/Penasehat Hukum ECW Neloe cs dari sudut pandangnya merasa proses hukum dilakukan tidak dengan benar/tidak pada semestinya. Apakah demikian? Pemahaman tentang pengertian keadilan sangat sulit ditemukan arti keadilan yang dapat diterima oleh semua kalangan, oleh karena adil bagi satu orang belum tentu dirasakan adil oleh yang lain. Namun demikian, proses untuk menemukan keadilan harus ada batas akhirnya untuk menjamin adanya kepastian hukum.

221

OC Kaligis, Kumpulan Kasus Menarik 1, (Jakarta: OC Kaligis Associates, 2007), hlm. 567

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Argumen-argumen hukum yang dikemukakan para pihak yang terlibat dalam proses hukum ECW Neloe antara lain diajukan oleh: a. Jaksa Penuntut Umum mendakwa 222 ECW Neloe cs atas dasar adanya kerugian negara sebagaimana dirumuskan Undang-Undang Tentang Tindak Pidana Korupsi tidak ada yang salah. Perumusan pengertian Keuangan Negara dalam undang-undang tersebut menganut paham pengertian Keuangan Negara yang luas, yaitu bahwa Penyertaan Modal Negara pada Bank Mandiri merupakan kekayaan negara. Sehingga apabila Bank Mandiri selaku BUMN Persero yang modalnya dari Penyertaan Modal Negara yang dipisahkan yang berasal dari APBN mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya, maka disitu patut diduga adanya kerugian negara. Sepanjang Pasal-pasal yang terkait pengertian keuangan negara dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi belum dicabut maka selama itu pula pihak Kejaksaan memiliki dasar hukum. b. Pengacara/Penasehat Hukum ECW Neloe cs mengajukan pembelaan dengan menitik beratkan pada argumentasi hukum 223 bahwa yang dilakukan oleh

222

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Primer: Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, Subsidiar: Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP, Lebih Subsidiar: Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, Lebih Subsidiar lagi: Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP 223 Kesimpulan pembelaan Pengacara/Penasehat hukum ECW Neloe, OC Kaligis & Associates, angka 2: Bahwa perbuatan-perbuatan Para Terdakwa hanya merupakan sebagian dari proses pemberian kredit kepada PT CGN/PT Tahta Medan, baik dalam pemberian Fasilitas Bridging Loan, maupun pada pemberian fasilitas kredit investasi, novasi sampai dengan rescheduling.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

ECW Neloe dengan Bank Mandiri sebagai subyek hukum yang mandiri melakukan

perbuatan hukum dalam ranah hukum privat yaitu melakukan

pengikatan kredit antara kreditur dengan debitur dengan barang jaminan. Apabila dalam transaksi bisnis antara mereka tedapat salah satu pihak wanprestasi maka harus juga diselesaikan dengan mekanisme hukum privat bukan hukum pidana korupsi. Hal ini terlihat jelas dalam pembelaan yang diajukan: 224 ..andaikatapun perbuatan-perbuatan Para Terdakwa dianggap sebagai perbuatan-perbuatan yang tidak tunduk pada hukum Perdata - quod non -, maka tidaklah tepat apabila perbuatan Para Terdakwa masuk dalam area hukum Pidana, khususnya dalam kaitan Tindak Pidana Korupsi.. Penulis sependapat dengan argumentasi hukum yang diajukan, namun demikian pembahasan teori-teori hukum korporasi menyangkut pembelaan direksi (ECW Neloe klien yang dibela menjabat sebagai Direksi Bank Mandiri pada waktu kasus terjadi) melalui prinsip-prinsip business judgmen rule tidak mendapat porsi yang memadai dalam pembelaan yang dilakukan oleh Pengacara/Penasehat Hukum ECW Neloe. Apakah pembelaan yang demikian ini masuk pada strategi pembelaan tidak terungkap dengan jelas. Namun demikian hasilnya dapat diketahui dari putusan Majelis hakim tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membebaskan terdakwa. Meski putusan dicapai melalui dissenting opinion, putusan akhirnya adalah membebaskan terdakwa dengan pertimbangan hukum yang dominan seperti

224

OC Kaligis & Associates, Op.cit, hlm.617

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

yang diajukan oleh Pengacara/penasehat hukum terdakwa ECW Neloe. Atas putusan tersebut pihak Kejasaan Agung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. c. Putusan Kasasi Mahkamah Agung Majelis kasasi Mahkamah Agung yang diketuai Ketua MA Bagir Manan, dalam putusan Nomor 1144 K/Pid/2006 mengabulkan permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Majelis menyatakan Neloe, Pugeg, dan Tasripan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Masing-masing dipidana penjara 10 tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Dalam konteks putusan MA tersebut penulis membatasi bahasan terkait putusan MA tersebut dengan tanggung jawab Direksi Bank Mandiri pada pengelolaan perusahaan yang dipimpinnya khususnya selaku pemutus akhir pemberi kredit kepada PT CGN berdasarkan prinsip-prinsip pembelaan direksi yang berlaku dalam hukum korporasi melalui mekanisme business judgment rule. Menjadi tugas direksi memimpin operasional perusahaan sehari-hari untuk

mengejar

keuntungan.

Namun

apakah

demikian

mengelola

perusahaan pasti mendapatkan keuntungan? Tidak seorang pun dapat memastikan dan menjamin setiap usaha akan selalu mendapatkan keuntungan atau kalau di bidang jasa keuangan perbankan bahwa setiap

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

pemberian kredit kepada si berhutang akan selalu lancar pengembaliannya. Bisnis pada dasarnya adalah risiko, bagaimana jika perusahaan mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya? Apakah direksi harus selalu bertanggung jawab? Adalah tidak adil apabila perusahaan mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya direksi harus selalu bertanggung jawab. Direksi yang telah melaksanakan tugas dengan baik, penuh dengan kehatihatian, melaksanakan secara profesional dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Anggaran Dasar Perusahaan, aturan perusahaan apabila perusahaan tetap mengalami kerugian, maka direksi harus dilindungi. Memperhatikan hal-hal tersebut menarik untuk menganalisis Keputusan Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Jaksa dan menghukum ECW Neloe, I wayan Pugeg, dan M Sholeh Tasripan selaku Direksi Bank Mandiri, karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi pada Bank Mandiri. ECW Neloe dalam kedudukannya sebagai Direktur Utama Bank Mandiri berdasarkan undang-undang Perseroan Terbatas adalah merupakan subyek hukum yang bertanggung jawab dalam pengurusan Bank Mandiri dan representasi keluar. Bank Mandiri sebagai badan hukum merupakan subyek hukum mandiri (persona standi in judicio), penyandang hak dan kewajiban yang diakui hukum sebagai layaknya manusia sebagai subyek hukum (natuurlijk persoon), dapat melakukan transaksi-transaksi bisnis seperti jual beli, sewa menyewa dsb. Berdasarkan teori Organ badan

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

hukum ini adalah ciptaan manusia (rechtpersoon), personalitas badan hukum ini diakui oleh negara yang dalam gerak operasionalnya diwakili oleh direksi sebagai organ perseroan. Pertimbangan hukum 225 yang utama dari hakim Agung yang memeriksa kasus ECW Neloe menilai, bahwa direksi selaku pemutus kredit tidak bertindak dengan hati-hati, jujur dan cermat dalam memutus pemberian kredit kepada PT CGM. Kredit diajukan oleh PT CGN cukup besar senilai Rp160.000.000.000,- (seratus enam puluh milyar). Sesuai dengan standar operational procedure yang ada di Bank Mandiri diperlukan analisis kredit yang mendalam

memerlukan waktu sekitar satu bulan,

dalam kenyataan direksi selaku pemutus kredit mengambil keputusan dalam waktu yang singkat dua hari. Sementara itu Peraturan Bank Mandiri mengenai penyaluran kredit sebagaimana diatur dalam artikel 520 Kebijakan Perkreditan PT. Bank Mandiri (KPBM) Pebruari 2000, yang mengatur : " Mengingat tanggung jawab pemutus kredit tersebut di atas berkaitan erat dengan kemungkinan

225

Putusan Kasasi MA No. 1144 K/Pid/2006, angka 2, hlm.3 menyatakan: Bahwa kenyataannya para Terdakwa selaku pemutus kredit telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum sebagaimana tersebut di atas pada saat menyetujui pemberian kredit kepada PT, Cipta Graha Nusantara yang tertuang dalam Nota Analisa Kredit Bridging Loan No. CGR.CRM/314/2002 tanggal 23 Oktober 2002 perihal Permohonan fasilitas Bridging Loan yang diajukan oleh saksi Edyson selaku Direktur Utama PT. Cipta Graha Nusantara sejumlah Rp.160 milyar yang mana para Terdakwa tidak memastikan bahwa pemberian kredit telah didasarkan pada penilaian yang jujur, objektif, cermat dan seksama serta terlepas dari pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan dengan Pemohon kredit, karena pada tanggal 23 Oktober 2002 Terdakwa E.C.W. NeIoe memanggil saksi Fachrudin Yasin ke ruang kerjanya dan pada saat itu saksi Susanto Lim (Pemilik Domba Mas Group) ada di Ruang Kerja Terdakwa.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

suatu debitur menjadi tetap lancar atau menjadi bermasalah, kepada para officer pemutus kredit diminta melaksanakan hal-hal sebagai berikut : Memastikan bahwa setiap kredit yang diberikan telah memenuhi norma-norma umum perbankan dan telah sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat, yaitu : a. Memastikan bahwa pelaksanaan pemberian kredit telah sesuai dengan ketentuan dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Kredit (PPK); b. Memastikan bahwa pemberian kredit telah didasarkan pada penilaian yang jujur, objektif, cermat dan seksama serta terlepas dari pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit; c. Meyakini bahwa kredit yang akan diberikan dapat dilunasi pada waktunya dan tidak akan berkembang menjadi kredit bermasalah. Majelis hakim Kasasi berpendapat 226

berdasarkan ketentuan

tersebut, seharusnya para Terdakwa selaku pemutus kredit sebelum menyetujui pemberian kredit haruslah mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam untuk memperoleh keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai yang diperjanjikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. ECW Neloe selaku Direksi Bank Mandiri dalam prinsip fiduciary of duty merupakan orang yang dipercaya oleh pemegang saham untuk melakukan pengurusan Bank Mandiri dengan itikad baik dan hati-hati serta kejujuran. Selaku Direksi ECW Neloe tidak hanya bertanggung jawab melakukan pengurusan untuk kepentingan dan tujuan Bank Mandiri tetapi 226

Ibid, hlm.3

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

juga tugas representasi baik di dalam maupun diluar pengadilan. Dalam kenyataannya ECW Neloe selaku pemutus kredit tidak melakukan itu. Memutus kredit dalam waktu yang singkat, 227 bertindak sembrono dan tidak

227

Ibid, hlm. 163-166: Bahwa ternyata terbukti dipersidangan, Terdakwa dalam proses dan pemutusan pemberian kredit pada PT. Cipta Graha Nusantara, telah melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Undang-Undang Perbankan (UU No. 10 Tahun 1998) dan Kebijakan Perkreditan Bank Mandiri (KPBM) tahun 2000 yaitu melanggar asas kehati-hatian dari Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dimana asas kehati-hatian Bank harus memenuhi 5 C yaitu : Character, Condition of economy, Capital, Collateral, dan Capacity, dan tujuan pemberian kredit adalah harus pada sektor produktif dan dalam rangka pemberian kredit, Bank harus ada analisis yang mendalam, ada kemampuan untuk pengembalian dari pihak debitur dan tidak melanggar asas perkreditan yang sehat. Bahwa perbuatan Terdakwa yang menyetujui pemberian kredit pada PT. Cipta Graha Nusantara yang tertuang dalam nota analisis Kredit Bridging Loan No. CGR (RM) 314/2002 tanggal 23 Oktober 2002 yang hanya diproses dalam waktu 2 hari, Terdakwa sebagai pemutus kredit menyetujui memberikan kredit dengan tidak memenuhi norma-norma umum perbankan dan tidak sesuai dengan asas kehati-hatian dan asas Hal. 163 dari 185 hal. Put. No. 1144 K/Pid/2006 perkreditan yang sehat, hal mana telah melanggar Artikel 520 KPBM 2000, yaitu : 1) Memastikan bahwa pelaksanaan pemberian kredit telah sesuai dengan ketentuan dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Kredit (PPK) ; 2) Memastikan bahwa pemberian kredit telah didasarkan pada penilaian yang jujur, objektif, cermat, dan seksama serta terlepas dari pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit ; 3) Meyakini bahwa kredit yang akan diberikan dapat dilunasi pada waktunya dan tidak akan berkembang menjadi kredit bermasalah ; Dalam proses dan pemutusan pemberian kredit, Terdakwa telah menyetujui analisis kredit yang dibuat saksi Susana Indah Kris Indriati yang dibuat dalam 1 (satu) hari yang jelas secara prosedural telah menyimpang dari kebiasaan/ketentuan yang membutuhkan waktu minimal 1 minggu s/d 1 bulan. Perbuatan Terdakwa yang tidak menilai data dan fakta sesuai dengan Undang-Undang, yang mengakibatkan analisis dilakukan dengan tidak cermat, keliru, yang jelas melanggar asas kehati-hatian (Pasal 2 UU No. 7/1992 yang telah diubah dengan UU No. 10/1998 tentang Perbankan/Artikel 530 KPBM tahun 2000, yaitu pemutus kredit harus bertindak hati-hati sesuai dengan asas kehati-hatian UU Perbankan dan secara cermat meneliti kebenaran fakta dan data yang disampaikan debitur; Ketidakcermatan dan kekeliruan tersebut terlihat dan dicantumkannya nama PT.Manunggal Wiratama sebagai pemenang lelang, asset kredit atas nama PT. Tahta Medan, padahal kenyataan pemenang adalah PT. Tri Manunggal Mandiri Persada (PT. TMMP) ; Bahwa Terdakwa sebagai pemutus kredit tidak melakukan pertimbangan yang cukup tentang kelayakan jumlah permohonan kredit yang akan dibiayai Terdakwa tidak melakukan penelitian seksama berapa sesungguhnya harga asset kredit PT. Tahta Medan secara riil, namun langsung menyetujui bridging loan sebesar Rp. 160.000.000.000, sedangkan secara riil harga asset adalah Rp. 97.000.000.000,-yang sebenarnya dapat dibuktikan dari asset kredit PT. Tahta Medan yang dibeli oleh PT. Tri Manunggal Mandiri Persada (PT. TMMP) sejumlah USD 10.855.298,52 equivalen dengan Rp. 97.000.000.000,-sehingga kelebihan kredit Rp. 63.000.000.000,-; PT. Cipta Graha Nusantara ternyata tidak pernah menyetorkan kewajibannya (self finacing/sebesar Rp. 22.500.000.000,-dan gagal membeli saham/take over PT. Pengelola/Investama Bank Mandiri ; Bahwa ketentuan KPBM PT. Bank Mandiri Bab VI Buku 15 ditegaskan bahwa : “debitur dalam pemberian kredit PT. Bank Mandiri “harus” mempunyai neraca laba rugi 3 tahun terakhir dan neraca tahun sedang berjalan atau neraca pembukuan bagi perusahaan yang baru berdiri” ; “dan untuk kredit yang melebihi 1 milyar harus ada audit dari Akuntan Publik Terdaftar” ;

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

hati-hati. Selaku profesional seharusnya sudah mengetahui dan patut harus menduga bahwa perbuatan Terdakwa dalam pemberian kredit pada saksi Edyson (PT. CGN) harus/wajib memenuhi atau tidak melanggar undangundang Perbankan (UU No. 10 Tahun 1998) dan ketentuan khusus PT. Bank Mandiri yang dituangkan dalam KPBM. Pada saat terjadinya kasus Bank Mandiri undang-undang korporasi yang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

Terbatas.

Prinsip-prinsip

kehati-hatian

dalam

mengelola

perusahaan telah diatur dalam Pasal 85 menetapkan:

Bahwa Terdakwa sebagai pemutus kredit tidak memeriksa PT. Cipta Graha Nusantara merupakan perusahaan baru, ternyata tidak pernah menyerahkan neraca pembukuan, dan saham yang disetor hanya Rp. 600.000.000,-; Bahwa dalam KPBM ditegaskan : “Debitur harus menyerahkan daftar jaminan, status kepemilikan, dan harus ada pengikatan secara notariil sebelum kredit dikucurkan” ; Proses penyerahan daftar jaminan, oleh saksi Edyson dalam proses dan sampai pengucuran kredit, tidak melaksanakan ketentuan tersebut KPBM Bab IV Sub B bukti 3 b tentang pengikatan/namun Terdakwa sebagai pemutus kredit tetap memberikan kredit bridging loan, sampai kredit investasi ; Bahwa didalam Nota Analisa Bridging Loan, sumber pelunasan kredit Bridging loan sejumlah Rp. 160 milyar dan kredit investasi yang akan diberikan dalam rangka refinancing pembelian asset kredit PT. Tahta Medan sebesar Rp. 165 milyar ; Terdakwa sebagai pemutus kredit, secara berturut-turut menyetujui Nota Analisa kredit tentang fasilitas kredit a.n. PT. Cipta Graha Nusantara sebesar Rp. 160 milyar dengan tujuan pembelian asset kredit BPPN a.n. PT. Tahta Medan dan Rp.5 milyar untuk pembangunan Tiara Tower Hotel; Bahwa didalam nota analisis ditegaskan tentang jaminan kredit yaitu : -Jaminan utama tagihan PT. Tahta sebesar USD 31.012.961,09 diikat dengan fiducia. -Jaminan tambahan 3 buah rumah, Ternyata dalam pelaksanaannya jaminan atas kredit tersebut (sebuah rumah) secara notariil baru diikat di notaris tahun 2005, tetapi tidak didaftarkan di BPN ; Pengikatan jaminan seharusnya dilakukan sebelum/seketika dikirimnya kredit, dan pelaksanaannya ternyata jaminan diikat setelah terjadi masalah. Terdakwa jelas telah melakukan perbuatan yang melawan hukum bersama sama saksi Edyson, Cs ; Bahwa terbukti kredit investasi sampai perkara aquo disidik belum dilunasi, sehingga negara dirugikan, dan penyebabnya bukan karena hubungan keperdataan, atau wanprestasi tetapi karena terjadi pelanggaran atas asas kehati-hatian serta asas perkreditan yang sehat, yang dilakukan oleh Terdakwa ;

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

(1) Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. (2) Setiap anggota direksi bertanggung jawab secara penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Dalam tugas pengurusan yang dilakukan direksi, Fred BG Tumbuan 228 mengatakan: tugas pengurusan perusahaan oleh undang-undang dipercayakan kepada direksi sehingga melahirkan “fiduciary responsibility pada direksi”. Maka tidak salah bilamana dikatakan bahwa antara perseroan dan direksi terdapat hubungan fidusia atau kepercayaan (fiduciary relationship) yang melahirkan “fiduciary duties” bagi direksi yaitu “ duty of loyalty and good faith” dan “duty of care, skill and diligence”. Berkaitan dengan tugas pengurusan perseroan yang dipercayakan kepada direksi, perlu diperhatikan bahwa tidak wajar dan tidak adil mengharapkan apabila mewajibkan direksi untuk menjamin bahwa perseroan yang pengurusannya ditugaskan kepada direksi pasti untung. Oleh karena itu, dan

inipun

ditegaskan

dalam

UUPT,

direksi

hanya

dapat

dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan apabila kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian direksi karena tidak menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. 229

228 229

Fred BG Tumbuan Op.cit, hlm.20 Lihat Pasal 97 ayat (2) dan ayat (3) UUPT

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Dalam undang-undang yang baru sebagai ganti dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Pasal 92 ayat (2)

menetapkan bahwa”Direksi berwenang menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan kebijakan yang dipandangnya tepat, dengan batas yang ditentukan dalam UUPT dan AD. Kewenangan ini serupa dengan “duty to retain discretion” yang merupakan bagian dari “duties of loyalty and good faith” yang wajib dilaksanakan oleh Board of Directors perseroan semisal di Australia dan Inggris. Sebagai perbandingan penulis sajikan di sini makna business judgment rule sebagaimana di atur dalam Corporation Act 2001 Australia. Dalam Section 180 (2) terdapat aturan hukum tentang business judgment rule sebagai berikut : “A director or other officer of a company who makes a business judgment is taken to have met the requirements of the statutory duty of care and diligence (contain in sec 180 (1) and their equivalent general law duties, in respect of the judgement if they : a.make the judgment in good faith a proper purpose; and b.do not have a material personal interest in the subject-matter of the judgment; and c. inform them selves about the subject-matter of the judgment to the extent they reasonably believe to be appropriate; and d.rationlly believe that the judgment is in the best interests of the company” 230 Dalam pengertian business judgment rule ketentuan serupa yang mirip dengan doktrin tersebut adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 97 ayat (5)

230

Pamela Hanrahan, (et.al), dikutip dari Fred BG Tumbuan, Op.cit, hlm.21.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

huruf b, c, dan d, sedangkan pada huruf a merupakan ketentuan tambahan dalam UUPT, merupakan ketentuan yang sudah jelas, artinya apabila direksi melakukan kesalahan atau kelalaian dalam pengurusan bisnisnya harus bertanggung jawab secara pribadi atau tanggung renteng. 231 Ketentuan selengkapnya Pasal 97 ayat (5) menetapkan 4 empat kriteria kumulatif sebagai berikut : a. kerugian perseroan bukan karena kesalahan atau kelalaian anggota direksi yang bersangkutan; b. anggota direksi yang bersangkutan dengan itikat baik dan kehati-hatian telah melakukan pengurusan untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; c. anggota

direksi

yang

bersangkutan

tidak

mempunyai

benturan

kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang telah mengakibatkan kerugian; dan d. anggota direksi yang bersangkutan telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. Sungguh ironis dan bahkan akan merugikan perseroan bilamana terjadi keadaan dimana penilaian atas tanggung jawab direksi tidak mengindahkan dan berpedoman pada “business judgment rule”sehingga berakibat bahwa: “a failure to expressly acknowledge that directors should not be liable for decitions made in good faith and with due care, may lead to failure

231

Lihat Pasal 97 ayat (3) UUPT

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

by the company and its directors to take advantage of opportunities that involves responsible risk taking”. 232 Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal-pasal 1365 dan 1366 KUH Perdata, direksi (artinya semua anggota direksi) secara pribadi dapat ikut dipertanggungjawabkan atas kerugian yang diderita pihak ketiga karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan. Khusus mengenai arti dan cakupan perbutan melawan hukum sebaiknya diperhatikan bahwa perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan atau kelalaian (tidak melakukan yang seharusnya dilakukan) yang : 233 a. melanggar hak orang lain; atau b. bertentangan dengan kewajiban pelaku; atau bertentangan dengan kesusilaan baik; atau c. bertentangan

dengan

kehati-hatian

(zorgvuldigheid)

yang

patut

dilaksanakan terhadap keselamatan orang lain atau barang miliknya. Oleh karena itu apabila direksi mengadakan perjanjian atas nama perseroan sedang diketahui bahwa perseroan tidak akan mampu memenuhi kewajibannya berkenaan dengan perjanjian yang dibuat maka perbuatan direksi

dimaksud adalah perbuatan melawan hukum yang dapat

dipertanggungjawabkan kepada direksi. Tanggung jawab tersebut juga dapat menimpa Dewan Komisaris apabila mereka menjabat selaku direksi karena direksi lowong dan dalam kedudukan tersebut melakukan perbuatan atas 232 233

Fred BG Tumbuan, Loc.cit. Ibid, hlm. 21

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

nama perseroan yang merugikan pihak ketiga,234 dan bahkan juga pemegang saham yang terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan perseroan. 235 Direksi bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaan sehari-hari sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, termasuk dalam lingkup ini adalah formulasi dan eksekusi business plan, anggaran tahunan dan kebijakan, pemantauan dan pengelolaan risiko, pengelolaan aktiva, sumber daya dan reputasi perusahaan, serta rekrutmen sumber daya manusia. Dalam konteks pengucuran kredit dari Bank Mandiri kepada PT CGN, H Masuhud Ali 236 mengatakan untuk mengendalikan kegiatan perkreditan, bank menggunakan pedoman yang disebut dengan Pedoman Pelaksanaan Kredit dan Kebijakan Perkreditan Bank Mandiri. 237 Dalam kenyataan sesuai 234

Lihat Pasal 118 UUPT Lihat Pasal 3 ayat (2) c UUPT 236 H Masyhud Ali, Op.cit, hlm.413 237 Elemen penting dari kebijakan tersebut antara lain sebagai berikut : a) Proses Persetujuan Kredit Persetujuan kredit tetap menggunakan prinsip four-eye principle. Keputusan kredit dibuat bersama (secara independen) oleh unit bisnis dan unit manajemen risiko. Usulan kredit dibahas dan disetujui atau ditolak melalui Rapat Komite Kredit dengan anggota terdiri dari Unit Bisnis dan Unit Manajemen Resiko, sesuai dengan kewenangan yang disusun berdasarkan besar kredit yang diberikan secara grup. b) Pemegang Kewenangan Memutus Kredit Wewenang pemutusan kredit sebelumnya diatur melekat pada jabatan. Jadi siapa saja yang menduduki jabatan tertentu, secara otomatis diberikan wewenang sesuai jabatan tersebut. Ketentuan itu berubah mulai bulan Juni 2005, di mana kewenangan memutus kredit sekarang diberikan atas dasar individu (atas nama) berdasarkan kompetensi, integritas, dan kemampuan pejabat yang bersangkutan. c) Kolektibilitas Kredit Bank Mandiri telah menerapkan Peraturan Bank Indonesia mengenai kolektibilitas kredit (PBI 7/2/2005) dengan menerapkan konsep one entity dan one project dalam menentukan tingkat kolektibilitas kredit. Selain itu, penentuan kolektibilitas kredit ditetapkan atas dari prinsip tiga pilar Bank Indonesia, yaitu dilihat dari kelancaran pembayaran kewajiban, penilaian kondisi keuangan perusahaan, dan prospek usaha. d) Portofolio Guideline 235

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

dengan fakta yang terungkap di pengadilan pedoman tersebut tidak dilakukan oleh direksi pemutus akhir kredit. Terkait dengan penerapan GCG di lingkungan BUMN seharusnya Direksi ECW Neloe selaku Direksi Bank Mandiri meyakini bahwa melalui prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang sehat atau Good Corporate Governance dengan melakukan pengurusan persero sesuai dengan undangundang, Anggaran Dasar, dan peraturan persero yang ada merupakan hal mendasar untuk mendapatkan dan mempertahankan kepercayaan para investor serta untuk mencapai sasaran persero dengan cara yang berintegritas. Dari fakta-fakta yang terungkap di pengadilan hal itu tidak dilakukan. ECW Neloe mantan Direksi Bank selaku pemutus kredit tidak melaksanakan fungsinya sebagai seorang pemegang amanah (trustee) pada prinsip fiduciary of duty, dalam hukum korporasi dikenal dengan tidak melakukan standard of care sehingga melanggar duty of care. Pelanggaran terhadap prinsip duty of care direksi harus bertanggung jawab pribadi secara tanggung renteng. Bank Mandiri menerapkan sistem Portofolio Guideline yang merupakan bagian dari Pedoman Pelaksanaan Kredit (PPK). Portofolio Guideline merupakan klasifikasi sektor ekonomi yang ditetapkan berdasarkan tingkat risiko dan imbal hasil masing-masing sektor tersebut. Portofolio Guideline dapat digunakan sebagai acuan untuk mendukung proses pemilihan prospek nasabah dan membantu dalam pendalaman analisis kredit proses dan persetujuan kredit. Dengan adanya Portofolio Guideline ini, bank dapat mengendalikan komposisi portofolio kredit agar dapat menghindarkan bank dari bahaya risiko konsentrasi. Pengendalian risiko konsentrasi sendiri merupakan syarat yang harus dilaksanakan bank dalam memenuhi ketentuan pilar II dari Basel II. Selain aplikasi sistem rating untuk menentukan klas nasabah dari sisi risiko, proses persetujuan kredit juga menggunakan analisis kredit dengan mengimplementasikan prinsip 5 C, yaitu Character, (karakter), Capital (modal), Collateral (jaminan), Capacity (kapasitas), and Condition of the Economy (kondisi ekonomi). Selain itu, analisis kredit juga mempertimbangkan aspek legal, pemasaran, teknis, sosial-ekonomi, lingkungan, dan risiko.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian

penulis

terhadap tiga permasalahan dalam tesis,

dapat dirumuskan kesimpulan sebagai jawaban atas tiga permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Konsepsi kekayaan negara yang dipisahkan dalam Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN Persero adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk selanjutnya dijadikan Penyertaan Modal Negara pada BUMN Persero dan pembinaan selanjutnya serta pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip pada hukum korporasi. Secara yuridis, PMN yang disertakan ke dalam perseroan bukan lagi menjadi bagian dari kekayaan negara, tetapi menjadi kekayaan perseroan itu sendiri selaku badan hukum yang mandiri (persona standi in judicio). Perseroan memperoleh status sebagai badan hukum pada saat akta penediriannya mendapatkan pengesahan Menteri Hukum dan HAM. Di sini terjadi pemisahan kekayaan antara kekayaan pemegang saham dan perseroan. Dengan karakteristik yang demikian, tanggung jawab pemerintah selaku pemegang saham atas kerugian atau utang perseroan juga terbatas yaitu sebesar modal (PMN) yang disetor. Pada saat negara melalui representasi pemerintah

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

menyertakan modalnya pada BUMN Persero, maka pada saat itu statusnya bukan lagi sebagai pemerintah tetapi sebagai pemegang saham dengan hak dan kewajiban yang melekat padanya selaku shareholder, kedudukannya sama dengan pemegang saham yang lain, yang membedakan adalah sejauh mana penguasaan jumlah saham pada BUMN Persero yang nantinya akan mempengaruhi terhadap pengendalian BUMN Pesero melalui RUPS. Menurut doktrin hukum dari sistem hukum Civil Law maupun Common Law, kekayaan BUMN Persero bukanlah kekayaan negara. Dalam hal ini kekayaan negara sebagai pemegang saham adalah dalam bentuk kepemilikan lembar-lembar saham itu sendiri. Dalam prakteknya di masyarakat konsepsi kekayaan negara yang dipisahkan merupakan bagian dari keuangan negara masih menjadi pendapat dari aparat penegak hukum Kejaksaan, Kepolisian, dan Pemeriksa BPK, namun peradilan pada tingkat MA dengan adanya Fatwa MA Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006, MA berpendapat bahwa penyertaan modal pemerintah pada BUMN Persero merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dari pengelolaan dan mekanisme pertanggung jawaban APBN, selanjutnya didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan hukum korporasi tunduk pada pengaturan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. 2. Kerugian BUMN Persero bukan merupakan kerugian negara. Kedudukan pemerintah dalam BUMN Persero tidak dapat dikatakan sebagai mewakili negara sebagai badan hukum publik. Hal ini disebabkan ketika pemerintah

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

sebagai badan hukum publik memutuskan menyertakan modalnya berbentuk saham dalam BUMN Persero yang merupakan Perseroan Terbatas, maka pada saat itu juga imunitas publik dan negara hilang dan terputus hubungan hukumnya dengan keuangan negara yang telah berubah dalam bentuk saham. Kekayaan negara yang dipisahkan ini yang dijadikan Penyertaan Modal Negara pada BUMN Persero ketika disetorkan maka saat itu menjadi modal BUMN Persero, bukan lagi bagian dari kekayaan negara, negara dalam hal ini bertindak sebagai pemegang saham. 3. Pembelaan Direksi BUMN Persero yang dalam pelaksanaan tugasnya mengelola perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya telah melaksanakan GCG, beritikad baik (good faith), penuh kehati-hatian (duty of care), dan penuh tanggung jawab (duty of loyalty), apabila mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya dapat dilakukan melalui doktrin business judgment rule. Doktrin business judgment rule pada awalnya berasal dari sistem hukum common law yang kemudian dalam perkembangannya telah diakomodasi dengan tegas dalam undang-undang korporasi yang baru sebagai ganti dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yaitu Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Ketentuan yang mirip dengan doktrin business judgment rule dalam UUPT terdapat pada Pasal 97 ayat (5) huruf b, c, dan d, sedangkan ketentuan huruf a merupakan ketentuan tambahan yang ada pada UUPT, ketentuan yang sudah jelas, artinya apabila direksi melakukan kesalahan atau kelalaian dalam pengurusan bisnisnya harus bertanggung jawab

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

pribadi secara tanggung renteng.

B. Saran 1. Beberapa pasal dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kekayaan negara yang dipisahkan dalam Penyertaan Modal Negara pada BUMN Persero yang kemudian menjadi piutang BUMN Persero pada pihak ketiga (penanggung hutang), yaitu Pasal 8, Pasal 12 ayat (1) UU No. 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang negara (PUPN); Pasal 2 huruf g UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Pasal 4 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN; Pasal 1 angka 6 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; Pasal 22 ayat (5) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, terhadap penyelesaian piutang BUMN Persero tersebut

dilakukan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di bidang Perseroan Terbatas dan BUMN beserta peraturan pelaksanaannya. 2. Perlu sinkronisasi untuk perubahan beberapa undang-undang khususnya yang terkait dengan pengertian Keuangan Negara sebagai dasar hukum yaitu UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan

Atas

Undang-Undang

Nomor

31

Tahun

1999

Tentang

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas agar berbagai undang-undang tersebut di atas tidak bertabrakan sehingga terdapat konsistensi perundang-undangan dan kepastian hukum. 3. Ditengah persaingan bisnis yang ketat, menghadapi era demokratisasi, reformasi, dan globalisasi, maka penerapan tata kelola perusahaan yang sehat atau Good Corporate Governance pada semua lini merupakan kewajiban untuk meningkatkan value of the firm, mendapatkan dan mempertahankan kepercayaan para stakeholder serta untuk mencapai sasaran persero dengan cara yang berintegritas.

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku Ali, Chidir, Badan Hukum, Bandung: Penerbit Alumni, 1987 Ali, H. Masyhud, Manajemen Risiko Strategi Perbankan Dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2006 Black, Henry Chambell, Black’s Law Dictionary, Abridged Sixth Edition, St. Paul, Minn: West Publishing Co, 1991 Block, Dennis J, Barton, Nancy E, dan Radin, Stephen A, Third Edition, The Business Judgment Rule, Fiduciary Duties of Corporate Directors, NJ: Prentice Hall Law & Business, 1989 Djojosoedarso, Soeisno, Prinsip-Prinsip Manajemen Resiko Asuransi, Edisi Revisi, Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2003 Fees, E. Philips, Accounting Principles, South-Wesren Publishing Co, 1997 Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2002 Horngren, T. Charles, Accounting, Simon & Schuster Pte.Ltd-Prentice-hall,1977 Kaligis, O.C. & Associates, Kumpulan Kasus Menarik 1, O.C. Kaligis Associates, Jakarta, 2007 Kansil C.S.T. dan Kansil, Christine S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia Jilid I Pengantar Ilmu Hukum Semester Ganjil, Balai Pustaka, Jakarta, 2000 Khairandy,

Riwan dan Malik, Camelia, Good Corporate Governance, Perkembangan Pemikiran dan Implementasinya di Indonesia Dalam Perspektif Hukum, Total Media Yogyakarta, 2007

Muhammad, Abdulkadir, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1995

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Nasution, Bismar dan Sitompul, Zulkarnain, Hukum Perusahaan, Bandung: BooksTerrace & Library, 2005 --------------, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001 Nasution, S dan Thomas M, Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi, Disertasi, Makalah, Bumi Aksara, 1999 O’Kelly Jr, Charles R, Corporations and Other Business Associatins, Cases and Materials, Canada: Published Simultaneously in Canada by Little, Brown & Company Limited, 1992 Rajagukguk, Erman, Nyanyi Sunyi Kemerdekaan Menuju Indonesia Negara Hukum Demokratis, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok: Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, 2006 Reiner, Kraakman R, Business Law, The Anatomy of Corporate Law: A Comparative and Functional Approach, Oxford: Oxford University Press , 2005 Ridley, Ann, Key Facts Company Law, Hodder & Stoughton a Member of The Hodder Headline Group, British Library Cataloguing in Publication Data, 2005 Rido, Ali, Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung: Penerbit Alumni, 1963 Sastrawidjaja, H. Man S dan Mantili, Rai, Perseroan Terbatas Menurut Tiga Undang-Undang Jilid 1, Bandung: Penerbit PT Alumni, 2008 Sembiring, Sentosa, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, Bandung: CV Nuansa Aulia, 2006 Soemarso, Akutansi Suatu Pengantar, Jakarta: Salemba Empat, 2002 Soeria Atmadja, Arifin P, keuangan Publik Dalam Perspektif Hukum Praktik, dan Kritik, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005 Solomon, Lewis D, Schwartz, Donald E,Bauman, Jeffrey D, dan Weiss, Elliott J, Corporations Law And Policy Materials And Problems Third Edition, American Casebook Series, ST. Paul, Minn: West Publishing Co, 1994

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Sudharmono, Johny, Be G2C Good Governed Company, Panduan Praktis Bagi BUMN Untuk Menjadi “G2C-Good Governed Company” Dan Mengelolanya Berdasarkan Suara Hati, Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2004 Suwardjono, Akutansi Pengantar, Yogyakarta: BPFE Tjandra ,W. Riawan, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006 Yani, Ahmad dan Widjaja, Gunawan, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1999 Warren, S. Carl, Accounting Principle, South-Western of Thomson Learning, 2005 Widjaya, I.G. Rai, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, Bekasi-Indonesia: Mega Poin, 2006

B. Jurnal-Jurnal, Makalah Jurnal Hukum Bisnis Volume 26-N0.1, BUMN: Masih Perlukah Dipertahankan?, 2007 Jurnal Hukum Bisnis Volume 26-No.3, Kajian Hukum Bisnis Atas Undang-Undang No. 40/2007, 2007 Newsletter, No.70 September 2007, Hukum dan Perkembangannya, 2007 Fiduciary Duty dan Teori Salomon, Bahan Kuliah S2 Sekolah Pasca Sarjana Hukum Bisnis USU Nasution, Bismar, Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan, disampaikan pada Seminar Nasional Sehari dalam Rangka Menciptakan Good Corporate Governance pada Sistem Pengelolaan dan Pembinaan PT (Persero) BUMN “Optimalisasi Sistem Pengelolaan, Pengawasan, Pembinaan Dan Pertanggungjawaban Keberadaan PT (Persero) Dilingkungan BUMN Ditinjau Dari Aspek Hukum Dan Transparansi” diselenggarakan oleh Inti Sarana Informatika, Hotel Borobudur Jakarta, Kamis, 8 Maret 2007. ------------------, Mengukur Kinerja direktur BUMN, Makalah

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Rajagukguk, Erman, Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara, disampaikan pada ”Peran BUMN Dalam Mempercepat Pertumbuhan Perekonomian Nasional”, Jakarta, 12-13 April 2007. ------------------, Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara,disampaikan pada ”Peran BUMN Dalam Mempercepat Pertumbuhan Perekonomian Nasional”, Jakarta, 12-13 April 2007.

C. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 49 Prp. 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Undang-Undang N0mor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Peraturan pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero)

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Peraturan pemerintah Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pengamanan dan Pengalihan Barang Milik/Kekayaan Negara Dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah Peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) Peraturan pemerintah Nomor 64 Tahun 2001 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas Dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) Dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Peraturan pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Peraturan pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah Peraturan pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas Peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara Peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Peraturan pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah Peraturan Menteri keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtangan Barang Milik Negara

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008