proposal penelitian tesis - USU Institutional Repository - Universitas ...

227 downloads 878 Views 9MB Size Report
Judul Tesis ... Penelitian yang dilakukan bersifat metode normatif kualitatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan – peraturan yang ada sebagai ...
ANALISIS HUKUM TERHADAP PENGATURAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA UNDANG – UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

TESIS

Oleh

IKA SAFITHRI 067005033/HK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

ANALISIS HUKUM TERHADAP PENGATURAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA UNDANG – UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

IKA SAFITHRI 067005033/HK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Judul Tesis

Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi

: ANALISIS HUKUM TERHADAP PENGATURAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA UNDANG - UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS : Ika Safithri : 067005033 : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua

(Prof. Dr. Ningrum N. Sirait, SH, MLI) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)

(Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) Anggota

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

Lulus Tanggal : 4 Agustus 2008

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Telah diuji pada Tanggal 4 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS KETUA : ANGGOTA :

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH 1. Prof. Dr. Ningrum N. Sirait, SH, MLI 2. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum 3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH 4. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

ABSTRAK Perkembangan komunitas dengan aktivitasnya pada masa sekarang ini semakin mengglobal, dan ini dijembatani oleh adanya arus informasi dan komunikasi yang telah mencapai keadaan tanpa batas. Pada saat banyak perusahaan menjadi semakin berkembang, maka pada saat itu pula kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan sekitarnya dapat terjadi. Karena itu muncul pula kesadaran untuk mengurangi dampak negatif ini. Banyak perusahaan swasta kini mengembangkan apa yang disebut Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban – kewajiban ekonomis dan legal tetapi juga kewajiban – kewajiban terhadap pihak – pihak yang berkepentingan (stakeholders). Tanggung jawab sosial perusahaan meliputi tanggung jawab sosial, ekonomi dan lingkungan. Dalam penulisan tesis ini terdapat 3 (tiga) permasalahan yaitu : bagaimana konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dalam etika bisnis dan perusahaan dan bagaimana peranan pemerintah, perusahaan dan masyarakat sebagai kemitraan tripartit dalam penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) berdasarkan Undang - undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta bagaimana pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Undang - undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Penelitian yang dilakukan bersifat metode normatif kualitatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan – peraturan yang ada sebagai normatif hukum positif berdasarkan pada peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan pengaturan Corporate Social Responsibility. Pengaturan Corporate Social Responsibility telah diatur dalam Undang – undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana yang dikenal dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dalam Pasal 74 memuat unsur kewajiban bagi perseroan yang bergerak di bidang pengelolaan atau berkaitan dengan sumber daya alam, dianggarkan sebagai biaya yang dilakukan dengan memperhatikan aspek “kepatutan dan kewajaran” serta bagi pelanggarnya dikenai sanksi dan pengaturan lebih jauh akan dituangkan dalam suatu peraturan pemerintah. Hingga saat ini Peraturan Pemerintah tersebut belum diterbitkan dan masih dalam tahap perumusan. Pemerintah masih berupaya mencari titik keseimbangan yang paling sesuai agar kalangan dunia usaha tidak sampai dirugikan dan masyarakat setempat juga mendapatkan keuntungan. Implementasi CSR membutuhkan kerjasama yang disertai transparansi dan akuntabilitas dari semua pihak yaitu pemerintah, perusahaan dan masyarakat sebagai kemitraan tripartit khususnya bagi Pemerintah sebagai pembuat regulasi diharapkan mampu menjembatani kepentingan dan memberi rasa keadilan bagi pelaku bisnis dan masyarakat termasuk dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang diharapkan pengaturannya dengan bijak sehingga mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif di Indonesia. Kata kunci : tanggung jawab sosial perusahaan, perseroan terbatas

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

ABSTRACT Growth of community with the activity at a period of this time progressively global, and linked by existence of communications and information current which have reaching situation of borderless. At the time of many corporates become progressively grow, hence at that moment also difference of social and damage of environment can happened. In consequence emerge awareness for lessening this negative impact. Now, many private enterprises develop what called as Corporate social responsibility. Corporate is not only having obligation - legal and economic obligation but also obligations to the interested parties (stakeholders). Corporate social responsibility includes social, economic and environmental responsibility. In this writing of thesis there are 3 ( three) problems those are : how concept Corporate Social Responsibility (CSR) in company and business ethics and how role of government, public and corporate as tripartit partnership in applying of Corporate Social Responsibility (CSR) based on The Act No. 40/2007 concerning Limited Liability, and also how arrangement of Corporate Social Responsibility (CSR) at The Act No. 40/2007 concerning Limited Liability. This research has done by qualitative normative method which starting from regulations as normative of positive law based on regulation related to arrangement of Corporate Social Responsibility. Arrangement Of Corporate Social Responsibility have been arranged at The Act No. 40/2007 concerning Limited Liability as which recognized with Corporate Social and Environmental Responsibility in Article 74 explains obligation element for corporation which active in management or relating to natural resources, budgeted as expense of which done by paying attention to aspect " proper and equity" and also for the trespasser hit by arrangement and sanction will be regulated in one regulation of government. Until now, the government regulation not yet been published and still in formulation phase. Government still look for point of most appropriate balance so that corporate do not be harmed and local public also get advantage. Implementation of CSR requires accompanied by cooperation is accountability and transparency from all party (government, public and corporate as tripartite partnership specially for government as regulator is expected can link importance and give sense of justice for public and corporate by publishing Government Regulation (PP) which expected is the arrangement wisely so that can create condusive business climate in Indonesia. keyword : corporate social responsibility, limited liability

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih terdapat kekurangan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun serta terdapat penelitian-penelitian lain yang lebih baik dan relevan dengan tesis ini pada masa yang akan datang. Penulis juga menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan karena dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada : 1. Bapak Prof.Chairuddin P.Lubis, DTM&H., SPA(k)., selaku Rektor USU 2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU 3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH., selaku Ketua Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU dan juga selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Penguji 4. Ibu Prof. Dr. Ningrum N. Sirait, SH, MLI, selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Penguji

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

5. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum., selaku Sekretaris Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU dan juga selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Penguji 6. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH., selaku Anggota Komisi Penguji 7. Bapak Dr. Mahmul Siregar., SH., M.Hum., selaku Anggota Komisi Penguji 8. Para Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengarahan kepada Penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara 9. Seluruh pegawai Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala pelayanan dan dorongan kepada Penulis 10. PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (PT. Telkom) Kantor Divisi Regional I Sumatera khususnya Bapak Dirwandi, Manager CDC Divre I PT. Telkom dan Bapak Endang S. Rochman serta seluruh staf PT. Telkom yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian di Kantor Divisi Regional I Sumatera PT. Telkom 11. Bapak Jonner Simatupang selaku pimpinan PT. Berkatkurnia Mitraabadi dan seluruh staf yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan tesis ini 12. Seluruh pimpinan dan staf pendidik di YP. Darul Ilmi Murni dan Kartanegara yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis 13. Kedua Orang tua penulis, Karimuddin dan Elida, yang tercinta atas do’a dan dorongan motivasi kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tesis ini

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

14. Kedua adikku tersayang, Kiki Rimelda dan Minda Kartika yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian tesis ini 15. Seluruh keluarga besar M. Ali Syamsuddin (Alm) dan Mas’ud Sumarsono (Alm) yang telah memberikan dukungan, bantuan bagi penulis hingga dapat menyelesaikan tesis ini 16. Seluruh rekan – rekan dan sahabat – sahabat yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, untuk semua dukungan, bantuan dan dorongan motivasi kepada penulis Akhirnya Penulis menyadari atas segala kekurangan dan keterbatasan ilmu sehingga Penulis memohon maaf dengan segala kerendahan hati dan berharap penelitian tentang tanggung jawab sosial perusahaan bermanfaat bagi para pembaca tesis ini.

Medan,

Agustus 2008 Penulis,

Ika Safithri

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

RIWAYAT HIDUP

Nama

: Ika Safithri

Tempat/ Tgl Lahir

: Medan/ 27 Agustus 1981

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pendidikan

: 1. SD Negeri 060812 Medan, Tahun 1987 – 1993 2. SMP Swasta ERIA Medan, Tahun 1993 – 1996 3. SMA Negeri 2 Medan, Tahun 1996 – 1999 4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Tahun 1999 – 2003 5. S-2 Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Tahun 2006 - 2008

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK.........................................................................................................

i

ABSTRACT .....................................................................................................

ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................

iii

RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................

vi

DAFTAR ISI .....................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................

xi

DAFTAR ISTILAH ..........................................................................................

xii

BAB I :

PENDAHULUAN .......................................................................

1

A. Latar Belakang ........................................................................

1

B. Perumusan Masalah ................................................................

14

C. Tujuan Penelitian .....................................................................

14

D. Manfaat Penelitian ...................................................................

15

E. Keaslian Penelitian ..................................................................

16

F. Kerangka Teori .......................................................................

17

G. Metode Penelitian ...................................................................

35

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

BAB II :

BAB III :

KONSEP CSR DALAM ETIKA BISNIS DAN PERUSAHAAN ..........................................................................

38

A. Hakikat dan Prinsip – prinsip Etika Bisnis ...............................

38

B. Tinjauan Umum tentang Corporate Social Responsibility (CSR)................................................................

47

C. Konsep CSR dalam Etika Bisnis dan Perusahaan ....................

57

PERANAN PEMERINTAH, PERUSAHAAN DAN MASYARAKAT DALAM PENERAPAN CSR ........................

66

A. Membangun Kemitraan Tripartit (Pemerintah – Perusahaan – Masyarakat) sebagai Konsep Penerapan CSR .....

66

B. Manfaat dan Petunjuk Tata Cara Penerapan CSR .....................

71

C. Hambatan dan Tantangan Penerapan CSR ..............................

89

D. Peranan Pemerintah, Perusahaan dan Masyarakat dalam Penerapan CSR ..........................................

94

1. Pemerintah Sebagai Pihak Pembuat Regulasi........................

94

2. Perusahaan Sebagai Pelaku Bisnis ........................................ 100 3. Masyarakat Sebagai Penerima Manfaat (beneficiaries) ......... 105 BAB IV :

PENGATURAN CSR PADA UU NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS ................................... 109 A. Pengaturan dan Penerapan CSR Sebelum Berlakunya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ................. 109 B. Analisis Hukum Pengaturan CSR pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ...................................................... 116 C. Beberapa Contoh Praktek CSR di Indonesia ............................ 132 D. Beberapa Contoh Praktek CSR di Negara Lain ........................ 139

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

BAB V :

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 149 A. Kesimpulan ............................................................................ 149 B. Saran ..................................................................................... 151

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 152

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul

Halaman

1.

Kategori Perusahaan Menurut Implementasi CSR .................

101

2.

Manfaat Keterlibatan Komunitas – Perusahaan .....................

107

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul

Halaman

1.

Piramida Konsep Corporate Social Responsibility ................

62

2.

Sasaran CSR .........................................................................

72

3.

Persentase perusahaan CSR dan Non CSR di beberapa negara

141

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

DAFTAR ISTILAH 1. Beleid : kebijakan 2. Community Development : pemberdayaan masyarakat, kegiatan pembangunan komunitas yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sosial sebelumnya. 3. Corporate Social Responsibility : komitmen dunia usaha untuk teus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas 4. Dow Jones Sustainability Index : indeks yang memberi gambaran mengenai 10% perusahaan teratas di tiap kategori industri berkenaan dengan keberlanjutan. Informasi yang diberikan pada para penanam modal meliputi kinerja manajemen dan peluang keberlanjutan perusahaan – perusahaan itu. 5. Filantropi : tujuan – tujuan sedemikian rupa yang telah dilakukan sedemikian luasnya melebihi pemberian yang hanya bertujuan untuk amal semata sehingga tujuan filantropi tidak perlu melembaga suatu derma. Filantropi cakupannya lebih luas melebihi tujuan – tujuan yang bukan hanya secara teknis bersifat amal 6. Fiqh Muamalah : bagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan antara seseorang dan orang lain, baik seseorang itu pribadi tertentu maupun berbentuk badan hukum 7. Free Rider : pihak – pihak yang mengambil kesempatan untuk kepentingan pribadi dengan melakukan penyalahgunaan wewenang 8. FTSE4 Good : satu seri pembanding (benchmark) serta indeks panduan para pemilik modal ke perusahaan – perusahaan pemilik kinerja CSR yang tinggi. Perbandingan dan indeks yang dipergunakan terutama berkaitan dengan kinerja keberlanjutan lingkungan, hubungan dengan para pemangku kepentingan serta penegakkan HAM 9. Global Compact : standar sukarela code of conduct bagi perusahaan yang dikeluarkan PBB

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

10. Good Corporate Governance : seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pemegang saham kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak – hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. 11. Green Houses Gases : efek gas rumah kaca 12. Greenwash : pengelabuan citra perusahaan belaka 13. Karitatif : bersifat memberi kasih sayang 14. Public Accountability : pertanggungjawaban publik 15. Shareholder : pemegang saham 16. Stakeholder : pihak yang berkepentingan dengan suatu bisnis 17. Sustainable Development : pembangunan yang berkelanjutan, pembangunan atau perkembangan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya 18. Triple Bottom Line : konsep yang dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997 yang mengembangkan konsep bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan harus memperhatikan “3P” (profit, people, planet) selain mengejar profit, juga memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat serta turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan 19. Utilitas : manfaat

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Milton Friedman 1, sang ekonom pemenang hadiah Nobel, bersikap pesimis atas segala upaya menjadikan perusahaan sebagai alat tujuan sosial. Tujuan korporasi, menurutnya, hanyalah menghasilkan keuntungan ekonomi bagi pemegang sahamnya. Jika korporasi memberikan sebagian keuntungannya bagi masyarakat dan lingkungan, maka korporasi telah menyalahi kodratnya begitu tambah Joel Bakan dalam bukunya, The Corporation, apapun cara akan dipakai korporasi untuk mencari laba setinggitingginya. 2 Friedman menyimpulkan bahwa doktrin tanggung jawab sosial dari bisnis merusak sistem ekonomi pasar bebas. Doktrin ini juga bersifat ancaman terhadap masyarakat yang bebas dan demokratis. Kemudian Friedman menyatakan, yang dikutip dari bukunya Capitalism and Freedom, bahwa dalam masyarakat bebas : “terdapat hanya satu tanggung jawab sosial untuk bisnis, yakni memanfaatkan sumber daya alam dan melibatkan diri dalam kegiatan – kegiatan yang bertujuan meningkatkan keuntungannya, selama hal itu sebatas aturan – aturan main, artinya, 1

Milton Friedman (1912- ) adalah profesor emeritus dari Universitas Chicago dan pemenang hadiah Nobel bagian ekonomi pada tahun 1976. Milton Friedman adalah pelopor utama dari neoliberalisme, aliran dalam ekonomi yang ingin sedapat mungkin menerapkan pemikiran liberalisme klasik (Adam Smith) pada abad ke – 20. Milton Friedman telah merumuskan pandangannya tentang tanggung jawab sosial perusahaan dalam bukunya, Capitalism and Freedom (1962), tetapi yang menjadi terkenal dalam konteks ini adalah tulisannya yang dimuat dalam New York Times Magazine, 13 September 1970, dengan judul The social responsibility of business is to increase its profits. 2 Siti Maemunah, Negara Lemah, CSR Menguat, Forum Keadilan No.22, tanggal 23 September 2007, hal. 46.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

melibatkan diri dalam kompetisi yang terbuka dan bebas tanpa penipuan dan kecurangan.” 3 Bahkan, Milton Friedman mengungkapkan bisnis dari bisnis hanyalah bisnis (The business of business is business). Tanggung jawab sosial hanya ada pada individu dan tidak melekat pada perusahaan sebab tanggung jawab perusahaan adalah menghasilkan keuntungan yang sebesar – besarnya bagi pemegang saham. 4 Jika dipandang dari segi moral hakikat manusia maupun hakikat kegiatan bisnis itu sendiri, diyakini bahwa tidak benar kalau para manajer perusahaan hanya memiliki tanggung jawab dan kewajiban moral kepada pemegang saham. Para manajer perusahaan sebagai manusia dan sebagai manajer sekaligus mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral kepada banyak orang dan pihak lain yang berkaitan dengan kegiatan dan operasi bisnis perusahaan yang dipimpinnya. Para manajer perusahaan mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral untuk memperhatikan hak dan kepentingan karyawan, konsumen, pemasok, penyalur, masyarakat setempat, dan seterusnya. Singkatnya, tanggung jawab dan kewajiban moral para manajer perusahaan tidak hanya tertuju kepada shareholders (pemegang saham) tetapi juga kepada stakeholders pada umumnya. 5 Perusahaan itu sesungguhnya tidak hanya memiliki sisi tanggung jawab ekonomis kepada para shareholders seperti bagaimana memperoleh profit dan menaikkan harga saham atau tanggung jawab legal kepada pemerintah, seperti 3

K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis (Seri Filsafat Atmajaya : 21), (Yogyakarta : Kanisius, 2000), hal.294. 4 Sri Hartati Samhadi, Etika Sosial Perusahaan Multinasional, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007. 5 Erni R. Ernawan, Business Ethics : Etika Bisnis, (Bandung : CV. Alfabeta, 2007), hal. 28.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

membayar pajak, memenuhi persyaratan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), dan ketentuan lainnya. Namun, jika perusahaan ingin eksis dan akseptabel, harus disertakan pula tanggung jawab yang bersifat sosial. 6 Perkembangan komunitas dengan aktivitasnya pada masa sekarang ini semakin mengglobal, dan ini dijembatani oleh adanya arus informasi dan komunikasi yang telah mencapai keadaan tanpa batas. Pada saat banyak perusahaan menjadi semakin berkembang, maka pada saat itu pula kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan sekitarnya dapat terjadi. Karena itu muncul pula kesadaran untuk mengurangi dampak negatif ini. Banyak perusahaan swasta kini mengembangkan apa yang disebut Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat CSR. Wacana CSR ini sudah menjadi tren global. Banyak perusahaan telah menggeser paradigma sempit yang menyatakan bahwa orientasi seluruh kegiatan perusahaan hanyalah profit, dimana aktivitas apapun harus ditakar dari sudut menambah keuntungan finansial secara langsung atau tidak. Pergeseran CSR telah mengalami perkembangan yang lebih luas. CSR mengalami evolusi dan metamorfosis dalam rentang waktu yang cukup panjang. Seiring dengan berjalan waktunya, masyarakat tak sekadar menuntut perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukannya, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab secara sosial. Karena, selain terdapat ketimpangan ekonomi antara pelaku usaha dengan masyarakat di sekitarnya, kegiatan

6

Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, (Gresik : Fascho Publishing, 2007), hal. xxiii.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

operasional perusahaan umumnya juga memberikan dampak negatif, misalnya eksploitasi sumber daya dan rusaknya lingkungan di sekitar operasi perusahaan. Hal ini yang menjadi latar belakang munculnya konsep CSR yang paling primitif : kedermawanan yang bersifat karitatif. 7 Wacana CSR semakin terasa dengan terbitnya buku “Silent Spring” karangan Rachel Carson yang membahas pertama kalinya tentang persoalan lingkungan dalam tataran global. Karyanya menyadarkan bahwa tingkah laku korporasi mesti dicermati sebelum berdampak menuju kehancuran. Sejak itu, perhatian terhadap permasalahan lingkungan semakin berkembang dan mendapat perhatian kian luas. Pemikiran tentang korporasi yang lebih manusiawi juga muncul dalam “The Future Capitalism” yang ditulis Lester Thurow tahun 1966. Menurutnya, kapitalisme –yang menjadi mainstream saat itu- tidak hanya berkutat pada masalah ekonomi, namun juga memasukkan unsur sosial dan lingkungan yang menjadi basis apa yang nantinya disebut sustainable society. 8 Pada tahun 1970-an, sejalan dengan berkembangnya wacana tentang kepedulian lingkungan, kegiatan kedermawanan perusahaan terus berkembang dalam kemasan philanthropy

9

serta Community Development (CD) 10. Terjadi perpindahan

7

Ibid., hal.4. Lihat Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), hal 509 bahwa defenisi karitatif adalah bersifat memberi kasih sayang. 8 Ibid., hal.5. 9 Lihat L.B. Curzon, Dictionary of Law, (England : Pearson Education Limited, 2002), hal. 317. Philanthropic purposes is gifts for ‘philanthropic’ or similar purposes have been held to be wider than gifts for ‘charitable purposes’ so that they do not necessarily constitute a charity. ‘It seems that “philanthropic” is wide enough to comprise purposes not technically charitable’ (Tujuan – tujuan filantropi merupakan anugerah bagi filantropi atau tujuan – tujuan serupa yang telah dilakukan

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

penekanan dari fasilitasi dan dukungan pada sektor – sektor produktif ke arah sektor – sektor sosial. Latar belakang perpindahan ini adalah kesadaran bahwa peningkatan produktivitas hanya akan terjadi manakala variabel – variabel yang menahan orang miskin tetap miskin, misalnya pendidikan dan kesehatan dapat dibantu dari luar. Berbagai program populis kemudian banyak dilakukan seperti penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, air bersih dan banyak lagi kegiatan jenis lainnya. Di era 1980-an makin banyak perusahaan yang menggeser konsep filantropisnya ke arah Community Development (CD) yang makin berkembang ke arah pemberdayaan masyarakat misalnya pengembangan kerjasama, memberikan ketrampilan dan sebagainya. Dasawarsa 1990-an diwarnai dengan beragam pendekatan seperti pendekatan integral, pendekatan stakeholder maupun pendekatan civil society yang mempengaruhi praktek Community Development (CD). Sehingga Community Development (CD) menjadi suatu aktivitas yang lintas sektor karena mencakup baik aktivitas produktif maupun sosial dan juga lintas pelaku sebagai konsekuensi berkembangnya keterlibatan berbagai pihak. 11

sedemikian luasnya melebihi pemberian yang hanya bertujuan untuk amal semata sehingga tujuan – tujuan filantropi tidak perlu melembaga suatu derma. Bahwa filantropi cakupannya lebih luas meliputi tujuan – tujuannya yang bukan hanya secara teknis bersifat amal). 10 Lihat Bambang Rudito dan Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, (Bandung : Rekayasa Sains, 2007), hal. 234 bahwa Arif Budimanta menyatakan Community Development adalah kegiatan pembangunan komunitas yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sosial sebelumnya. Perhatikan juga pendapat dari Bambang Rudito bahwa secara hakekat, community development merupakan suatu proses adaptasi sosial budaya yang dilakukan oleh industri, pemerintah pusat dan daerah terhadap komunitas lokal. 11 Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 5 – 6.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Pada tataran global, tahun 1992 diselenggarakan KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brazil, yang merumuskan adanya pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yang mencakup keberlanjutan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Bahkan CSR semakin berkembang setelah diselenggarakannya World Summit on Sustainable Development (WSSD) tahun 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan, yang mengisyaratkan adanya suatu visi yang sama dalam dunia usaha yang semakin menglobal ini yang mengarah pada liberalisme yang pengaruhnya bahkan melewati batasan dari politik negara – negara yang ada sehingga dalam pertemuan tersebut tercetus adanya suatu kebersamaan aturan bagi tingkat kesejahteraan umat manusia yaitu dimunculkannya konsep social sustainability, yang mengiringi dua aspek

sebelumnya

(economic

dan

environment

sustainability).

Dengan

dimasukkannya keberlanjutan sosial ke dalam perangkat kebijakan yang harus dilakukan oleh seluruh negara dalam pelaksanaan pembangunannya maka diharapkan tujuan dari masing – masing negara dalam usaha meningkatkan taraf hidup komunitasnya dapat disejajarkan antara satu dengan lainnya. Ketiga aspek ini menjadi patokan bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya (CSR). 12 Bahkan wacana CSR semakin berkembang dalam pertemuan penting UN Global Compact di Jenewa, Swiss, Kamis, 7 Juli 2007 yang dibuka Sekjen PBB Ban Ki

12

Bambang Rudito dan Melia Famiola, Op.cit., hal. 204 - 205

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

moon. Pertemuan itu bertujuan meminta korporasi menunjukkan tanggung jawab dan perilaku bisnis yang sehat yang dikenal dengan corporate social responsibility. 13 Pemikiran yang mendasari CSR yang sering dianggap inti dari Etika Bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban – kewajiban ekonomis dan legal tetapi juga kewajiban – kewajiban terhadap pihak – pihak yang berkepentingan (stakeholders), karena perusahaan tidak bisa hidup, beroperasi dan memperoleh keuntungan tanpa bantuan pihak lain. CSR merupakan pengambilan keputusan perusahaan yang dikaitkan dengan nilai – nilai etika, dapat memenuhi kaidah – kaidah dan keputusan hukum dan menjunjung tinggi harkat manusia, masyarakat dan lingkungan.

Tanggung jawab sosial perusahaan meliputi bidang

sosial, ekonomi dan lingkungan. 14 Selanjutnya Nurcholis Madjid juga menyimpulkan etika subjektif seseorang akan terefleksikan dalam aktivitas bisnisnya. Dengan kata lain etika bisnis seseorang merupakan perpanjangan sikap – sikap tingkah lakunya atau tindakan – tindakan konstan, yang membentuk keseluruhan citra diri atau akhlak orang itu. 15 Kesadaran tentang pentingnya mempraktekkan CSR semakin gencar. Sebagai contoh adalah kasus PT. Freeport Indonesia (PT. FI) di Papua yang memiliki

13

Khudori, Tanggung jawab sosial (semu) Perusahaan, http://www.ti.or.id/news/7 /tahun/2007/bulan/07/tanggal/24/id/1662/ (diakses tanggal 27 Agustus 2007) 14 Manuel G. Velasquez, Business Ethics : Concepts and Cares (Fifth Edition), (New Jersey : Pearson Education, Inc., 2002), hal. 13 bahwa Business ethics is a specialized study of moral right and wrong. It concentrates on moral standards as they apply to business policies, institutions, and behaviour. (Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi dam perilaku bisnis). 15 Erni R. Ernawan, Op.cit., hal.12

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

keanekaragaman hayati yang melimpah ruah seperti bahan tambang, minyak dan gas bumi, serta hutan yang luas. Kasus ini bermula dengan berdirinya PT. Freeport Indonesia pada tahun 1936 karena adanya penemuan hasil tambang di Gunung Ertsberg (gunung biji). Kemudian dilakukan penanda-tanganan kontrak karya I penambangan tembaga dan emas antara PT. Freeport Indonesia dengan pemerintah Indonesia pada tanggal 7 April 1967. Keberadaan PT. FI mengganggu kehidupan etnis masyarakat setempat karena Gunung Ertsberg merupakan tempat pemujaan bagi masyarakat setempat. Bahkan, kegiatan PT. FI hanya menguntungkan perusahaan itu sendiri. Rakyat Papua hanya menjadi pencari remah – remah sisa pembuangan produksi. Gunung dan hutan telah rusak akibat telah berubah fungsi mejadi konsensi pertambangan. Padahal kehidupan masyarakat setempat sangat bergantung pada alam. Meskipun adanya royalti PT. FI dan pemberian dana 1% dari keuntungan PT. FI untuk kepentingan rakyat Papua namun kenyataannya hanya segelintir orang yang menikmatinya. Rakyat Papua menghendaki dilakukannya reorganisasi kontrak karya antara PT. FI dan pemerintah Indonesia. 16 Kasus lainnya yaitu keberadaan PT. Toba Pulp Lestari di desa Porsea, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara, merupakan contoh ekspansi bisnis yang langsung tidak diterima komunitas sekitarnya. Komunitas menilai perusahaan tidak mampu memberikan yang sepadan kepada komunitas dan tidak signifikan mengangkat perekonomian rakyat. Mengangkat perekonomian rakyat tentu saja tidak sekedar mempekerjakan komunitas sekitar pada perusahaan karena daya tampung 16

Yusuf Wibisono, Op.cit., hal.54

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

perusahaan sangat terbatas dan biasanya untuk posisi yang tidak membutuhkan kecakapan tertentu. PT. Toba Pulp Lestari sejak perencanaan pembangunan hingga beroperasi selalu mendapat penolakan yang keras dari rakyat Porsea. Akhirnya pada tahun 1998, PT. Indorayon Inti Utama, sebelum berganti nama menjadi Toba Pulp Lestari, resmi ditutup. Pada Mei tahun 2003, pabrik pulp itu dibuka kembali dengan nama PT. Toba Pulp Lestari. 17 Peristiwa ini memberikan sebuah pelajaran bahwa dampak negatif akan selalu

mengancam jika sejak

awal kegiatan perusahaan dilakukan tanpa

memperhatikan kelestarian lingkungan dan kepentingan masyarakat (stakeholder) di sekitar perusahaan. Komunikasi dan koordinasi secara efektif antara pemerintah, perusahaan dan masyarakat (komunitas) sangat penting dilakukan agar dapat membangun persamaan persepsi dan harmonisasi dapat tercapai. Jika mencermati sejarah industri, memang ada pengusaha – pengusaha yang berhasil melakukan kegiatan filantropi yang berbentuk CSR ini. Umpamanya Carnegie yang membantu banyak lembaga pendidikan dan mendirikan lebih dari 2800 perpustakaan umum, atau Ted Turner, pendiri CNN (Cable News Network) telah menyumbang lebih dari satu miliar dollar AS kepada PBB selama lebih dari 10 tahun untuk membantu para pengungsi dan anak – anak, untuk menyingkirkan ranjau dan memerangi penyakit. Hal yang sama juga dilakukan oleh Bill Gates dari Microsoft bersama istrinya, Melinda, membentuk 2 (dua) yayasan yaitu pertama, Program Vaksin Anak – anak yang bertujuan untuk menyalurkan vaksin baru dan 17

Bambang Rudito dan Melia Famiola, Op.cit., hal. 20 - 21

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

lama guna mencegah penyakit anak – anak di negara miskin serta kedua, Gates Learning Foundation yang menyumbangkan komputer kepada perpustakaan umum di Amerika Serikat. 18 Perlu disadari banyak manfaat yang akan diperoleh perusahaan yang melakukan CSR antara lain dapat mempertahankan dan menaikkan reputasi dan brand image perusahaan sehingga muncul citra yang positif dari masyakarat. Upaya CSR mampu meningkatkan citra perusahaan dengan mempraktekkan karya ini yang sering disebut corporate social perfomance (kinerja sosial perusahaan). Perusahaan tidak hanya mempunyai kinerja ekonomis, tetapi juga kinerja sosial. Perusahaan menyadari masih ada hal yang perlu diperhatikan daripada memperoleh laba sebesar mungkin yakni mempunyai hubungan baik dengan masyarakat di sekitar pabrik dan dengan masyarakat umum. 19 Manfaat terhadap citra perusahaan melalui kegiatan CSR telah dinikmati oleh PT. Telkom, Tbk yang melakukan bentuk CSR melalui penyaluran dana kemitraan secara bergulir kepada pengusaha kecil, menengah dan koperasi hingga Juni 2007 sudah mencapai 423,5 miliar dan terdapat 6.031 mitra binaan yang mendapat pelatihan atau dana kemitraan dari PT. Telkom, Tbk. Saat ini cukup banyak

18

K. Bertens, Op.cit., hal 299 - 300 Ibid., hal. 301. Lihat juga pada sumber yang sama bahwa sebagai contoh, salah satu perusahaan jamu dalam negeri menyediakan fasilitas bus bagi penjual jamu gendong di Jakarta untuk mudik lebaran ke Jawa Tengah. Dengan demikian perusahaan jamu tersebut memperkuat jalur pemasarannya dan memperbaiki citra perusahaan di masyarakat. 19

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

perusahaan lain yang melakukan kegiatan CSR melalui berbagai bentuk kegiatan dan sasarannya.

20

Para pelaku usaha juga menyakini bahwa program CSR merupakan investasi bagi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan. Artinya, CSR tidak lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost center) melainkan sebagai sentra laba (profit center) di masa mendatang. Karena melalui hubungan yang harmonis dan citra yang baik, timbal – baliknya masyarakat juga akan ikut menjaga eksistensi perusahaan. 21 Suatu perusahaan tanpa didukung komunitas sekitar (no stakeholders friendly) menyebabkan sustainability-nya akan terganggu. Oleh sebab itu perusahaan harus membangun hubungan yang harmonis dengan komunitas tersebut berdasarkan konsep dan mekanisme yang jelas tidak hanya didasari faktor charity atau program

20

Lihat Try Harijono, CSR Jangan Dipandang Derma, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007 menyebutkan bahwa Eddy Kurnia, Wakil Presiden Komunikasi Pemasaran dan Publik PT Telkom, Tbk mengatakan :“Bagi kami, CSR sudah merupakan corporate strategy. Jika masyarakat tidak berkembang, perusahaan juga akan sulit berkembang”. PT. Telkom, Tbk juga memiliki Peduli Telkom, salah satunya melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) juga melakukan berbagai kegiatan dengan fokus utama di bidang pendidikan. PT. Telkom, Tbk juga melakukan pengadaan infrastruktur internet di 83.000 sekolah dalam program Internet Go to School dan melakukan pelatihan teknologi dan komunikasi untuk 500 guru selama tahun 2006. Lihat juga pada sumber yang sama bahwa Angky Camaro, Direktur Pelaksana PT. HM Sampoerna Tbk., mengatakan “Bagi kami, CSR sudah merupakan suatu kebutuhan”. PT. Sampoerna antara lain memberikan bea siswa pendidikan melalui Sampoerna Foundation. Demikian juga yang dilakukan oleh PT. Kaltim Prima Coal (KPC), perusahaan pertambangan batu bara di kabupaten Kutai Timur, menyisihkan dana sebesar 5 juta dollar AS sendiri dengan melakukan pembinaan masyarakat sekitar hutan melalui pelatihan pertanian organik, pengembangan agrowisata dan pembibitan tanaman – tanaman lokal yang saat ini sudah mengoleksi 30 jenis buah khas Kalimantan Timur. 21 Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 35

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Community Development (CD). CSR bersifat longterm untuk pemberdayaan masyarakat madani. 22 Kesinambungan terhadap eksistensi perusahaan juga tercetus melalui pendapat John Elkington, dalam bukunya Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business pada tahun 1997, bahwa jika perusahaan ingin sustain maka perusahaan tersebut perlu memperhatikan 3P yakni, profit, people dan planet. Selain profit yang dicari, perusahaan juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people) dan ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).23 Upaya perusahaan dalam meningkatkan peranannya dalam pembangunan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan membutuhkan sinerji multipihak yang solid dan baik. Tidak mungkin persoalan – persoalan hukum yang berkaitan dengan CSR ini hanya diselesaikan oleh satu pihak saja, artinya hal ini tidak hanya merupakan tanggung jawab perusahaan saja. Sinerji yang paling diharapkan adalah adanya kemitraan antara perusahaan, pemerintah dan komunitas atau masyarakat. Sinerji ini disebut kemitraan tripartit. Dalam hukum perseroan terbatas di Indonesia, awalnya wacana CSR ini masih bersifat sukarela dan belum ada pengaturannya melalui produk perundang – undangan atau hukum perusahaan. Bahkan Undang – Undang Perseroan Terbatas 22

Parlindungan Purba, Konsep Dan Implementasi Program CSR Oleh Perusahaan Lokal, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM”, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan, hal. 6 - 7 23 Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 6

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

yang lama yaitu Undang - undang No. 1 tahun 1995

sebagai payung hukum

perseroan belum mengatur CSR. Namun setelah tanggal 16 Agustus 2007, CSR di Indonesia telah diatur dalam Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menggantikan Undang – Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disingkat dengan UU PT bahwa CSR yang dikenal dalam Undang – undang ini sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi : ”Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.” 24 Bahkan Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan ini merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan bagi perseroan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam karena telah disertai dengan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 74 Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.25

24

Undang - Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 ayat 3. . Ibid., lihat juga Pasal 74 yang berbunyi : Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah 25

(1) (2)

(3) (4)

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Berdasarkan uraian - uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas tentang pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai suatu karya ilmiah dalam bentuk tesis dengan judul : ”Analisis Hukum terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.”

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dalam etika bisnis dan perusahaan ? 2. Bagaimana peranan pemerintah, perusahaan dan masyarakat sebagai kemitraan tripartit dalam penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ? 3. Bagaimana pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) pada UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ?

C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian yang terdapat pada perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dalam etika bisnis dan perusahaan

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

2. Untuk mengetahui peranan pemerintah, perusahaan dan masyarakat sebagai kemitraan tripartit dalam penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 3. Untuk mengetahui pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

D. Manfaat Penelitian Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu : 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi maupun dan masyarakat umum serta diharapkan dapat memberi manfaat guna menambah khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum perusahaan secara khusus di Indonesia. 2. Manfaat praktis a. sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah/badan legislatif dalam menentukan kebijakan maupun regulasi dalam upaya pengembangan hukum nasional ke arah pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan. b. sebagai informasi dan inspirasi bagi praktisi bisnis (para pelaku usaha, pemegang saham, dan komisaris) bahkan investor untuk memahami pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan serta melaksanakannya sebagai

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

kepedulian dan komitmen dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. c. sebagai bahan kajian bagi para akademisi yang dapat mengambil poin – poin atau modul – modul pembelajaran dari tesis ini dan diharapkan wacana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ini berkembang ke arah yang lebih baik. d. sebagai informasi dan rujukan bagi aktivis LSM/NGO, masyarakat umum dan stakeholders lainnya sehingga mampu bersikap sebagai informan, promotor sekaligus pengontrol perkembangan implementasi tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian Menurut data yang ada berdasarkan pemeriksaan dan hasil – hasil judul penelitian yang ada pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU), tesis mengenai Analisis Hukum terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas belum pernah dilakukan, hingga tesis ini ditulis, meskipun dalam bentuk makalah pada seminar – seminar, maupun dalam diskusi panel sudah pernah dilakukan pembahasan atau diskusi. Oleh karena itu, dapat dipertanggungjawabkan penulis bahwa tesis ini memiliki keaslian dan sesuai dengan asas – asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu jujur, rasional, objektif serta terbuka. Hal ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk kritisi yang sifatnya konstruktif (membangun).

F. Kerangka Teori Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting sebagai sarana untuk merangkum serta memahami masalah secara lebih baik. Hal – hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama

lain

secara

bermakna.

Teori

memberikan

penjelasan

melalui

mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakannya.

cara

26

Kerangka teori tesis ini menggunakan teori utilitas (utilitarisme) yang dipelopori oleh Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart Mill. Jeremy Bentham dalam karya tulisannya ”An Introduction to the Principles of Morals and Legislation” menyebutkan : Alam telah menempatkan umat manusia di bawah kendali dua kekuasaan, rasa sakit dan rasa senang. Hanya keduanya yang menunjukkan apa yang seharusnya kita lakukan, dan menentukan apa yang akan kita lakukan. Standar benar dan salah di satu sisi, maupun rantai sebab akibat pada sisi lain, melekat erat pada dua kekuasaan itu. Keduanya menguasai kita dalam semua hal yang kita lakukan, dalam semua hal yang kita ucapkan, dalam semua hal yang kita pikirkan : setiap upaya yang kita lakukan agar kita tidak menyerah padanya hanya akan menguatkan dan meneguhkannya. Dalam kata – kata seorang manusia mungkin akan berpura – pura menolak kekuasaan mereka tapi pada kenyataannya ia akan tetap berada di bawah kekuasaan mereka. Asas manfaat (utilitas) mengakui ketidakmampuan ini dan menganggapnya sebagai landasan sistem tersebut, dengan tujuan merajut kebahagiaan melalui tangan nalar dan hukum. Sistem yang mencoba untuk mempertanyakannya hanya

26

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 253

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

berurusan dengan kata – kata ketimbang maknanya, dengan dorongan sesaat ketimbang nalar, dengan kegelapan ketimbang terang. 27 Bentham menjelaskan lebih lebih jauh bahwa asas manfaat melandasi segala kegiatan berdasarkan sejauh mana tindakan itu meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan kelompok itu; atau, dengan kata lain meningkatkan atau melawan kebahagiaan itu. 28 Utilitarisme disebut lagi suatu teleologis (dari kata Yunani telos = tujuan), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa – apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik. 29 Teori utilitas merupakan pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya (the greatest good for the greatest number). Artinya, bahwa hal yang benar didefenisikan sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Semakin bermanfaat pada semakin banyak orang, perbuatan itu semakin etis. Dasar moral dari perbuatan hukum ini bertahan paling lama dan relatif paling banyak digunakan. Utilitarianism

27

Ian Saphiro, Asas Moral dalam Politik, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia yang bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta dan Freedom Institute, 2006), hal. 13. Jeremy Bentham (1748 – 1832), karyanya Introduction to the Principles of Morals and Legislation, pertama kali diterbitkan tahun 1789 adalah karya klasik yang menjadi rujukan (locus classicus) tradisi utilitarian. Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti ”manfaat”. Diktum Bentham yang selalu dikenang, yakni bahwa mereka diharapkan mampu memaksimalkan kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang. 28 Ibid., hal.14 29 K. Bertens, Op.cit., hal. 67

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

(dari kata utilis berarti manfaat) sering disebut pula dengan aliran konsekuensialisme karena sangat berorientasi pada hasil perbuatan. 30 Perlu dipahami kalau utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan – baik buruknya – tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian daripada manfaat, perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan di sini memang menentukan seluruh kualitas moralnya. 31 Prinsip utilitarian menyatakan bahwa : ” An action is right from an ethical point of view if and only if the sum total of utilities produced by that act is greater than the sum total of utilities produced by any other act the agent could have perfomed in its place.” (Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas total yang dihasilkan oleh tindakan lain yang dilakukan). 32 Penelantaran para penyandang cacat, eksploitasi kaum minoritas yang rentan, ketidakotentikan, dan hilangnya otonomi adalah bahaya – bahaya utilitarianisme yang selalu ada, tetapi tidak merupakan daftar utama kekhawatiran Bentham ketika ia memikirkan tentang redistribusi yang dapat memaksimalkan hasil bersih manfaat 30

Erni R. Ernawan, Op.cit., hal. 93 K. Bertens, Loc.cit. 32 Manuel G. Velazquez, Op.cit., hal. 76. 31

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

sosial. Pertanyaan yang jelas mendesak bagi Bentham, mengingat besarnya kekayaan yang dimiliki oleh segelintir orang dan begitu banyaknya kaum miskin pedesaan, juga kaum miskin kota yang makin meningkat, adalah apakah redistribusi dari kaum kaya ke kaum miskin akan menghasilkan hasil bersih perbaikan sosial?. Bentham menjawab bahwa retribusi dari kaum kaya ke kaum miskin akan menghasilkan hasil bersih perbaikan sosial, mengingat keyakinannya tentang apa yang kemudian dikenal sebagai asas manfaat marjinal yang semakin menurun. Meskipun kekayaan meningkatkan kebahagiaan, namun Bentham menekankan bahwa ”sepuluh ribu kali jumlah kekayaan tidak akan membawa sepuluh ribu kali jumlah kebahagiaan”. Bahkan Bentham meragukan apakah itu akan membawa kebahagiaan dua kali lipat?. Alasannya adalah bahwa dampak kekayaan dalam menghasilkan kebahagiaan terus menurun ketika jumlah kekayaan yang diperoleh seorang meningkat: dengan kata lain, jumlah kebahagiaan yang dihasilkan oleh suatu partikel kekayaan (setiap partikel mempunyai besaran yang sama) akan semakin berkurang pada setiap partikel; partikel kedua akan menghasilkan kebahagiaan yang lebih sedikit dibandingkan yang pertama, yang ketiga lebih sedikit dari yang kedua, dan seterusnya. 33 Asas manfaat marjinal yang semakin menurun sejak itu menjadi standar dalam ilmu ekonomi dan ekonomi politik. Jika segala sesuatu lainnya dianggap setara, dengan kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang sebagai tujuan,

33

Ian Saphiro, Op.cit., hal. 24. Pernyataan ini merupakan pernyataan Jeremy Bentham dalam tulisannya The Psychology of Economic Man, dicetak ulang dalam W. Stark, ed., Jeremy Bentham’s Economic Writings, vol.3 (London: George Allen & Unwin, 1954), hal. 113. Judul ini diberikan oleh Stark untuk koleksi tulisan – tulisan Bentham yang mempunyai pengaruh terhadap psikologi ekonomi.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

akan cukup alasan untuk mengambil kekayaan dari yang paling kaya dan mengalihkannya ke orang yang kurang kaya sampai akhirnya keberuntungan semua orang menjadi setara atau ketidaksetaraan yang ada begitu kecil perbedaannya dari kesetaraan yang ada begitu kecil perbedaannya dari kesetaraan yang sempurna sehingga perbedaan itu tidak ada artinya. Selanjutnya, Bentham menyatakan ”Semakin besar kekayaan seseorang individu, semakin besar pula kemungkinan bahwa, pengurangan sejumlah tertentu dari kekayaannya, sama sekali tidak berarti ada yang dikurangkan dari jumlah kebahagiaannya.” 34 Menurut teori ini suatu adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang mengakibatkan paling banyak orang merasa senang dan puas adalah perbuatan yang terbaik. Mengapa melestarikan lingkungan hidup, misalnya, merupakan tanggung jawab moral individu atau korporasi? Utilitarisme menjawab: karena hal itu membawa manfaat paling besar bagi umat manusia sebagai keseluruhan. Korporasi atau perusahaan tentu bisa meraih banyak manfaat dengan menguras kekayaan alam melalui teknologi dan industri, hingga sumber daya alam rusak atau habis sama sekali. Karena itu, menurut utilitarisme upaya pembangunan

34

Ibid., hal. 24-25

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

berkelanjutan (sustainable development) menjadi tanggung jawab moral individu atau perusahaan. 35 Ada suatu pola pikir masyarakat yang membuatnya mudah untuk dipahami adalah bahwa konsep yang paling masuk akal dan adil bagi masyarakat adalah konsep utilitas (manfaat). Suatu masyarakat dapat diatur dengan baik bila perusahaan mampu memaksimalkan saldo bersih dari kepuasan. Prinsip ini merupakan pilihan yang diperuntukkan bagi banyak orang. Prinsip Keadilan adalah prinsip dari kebijaksanaan yang masuk akal dan diberlakukan bagi suatu konsepsi kesejahteraan bersama. 36 Mudah dipahami bahwa utilitarisme sebagai teori etika sesuai dengan pemikiran ekonomis. Misalnya, teori ini cukup dekat dengan cost-benefit analysis (analisis biaya-manfaat) yang banyak dipakai dalam konteks ekonomi. Manfaat yang dimaksudkan utilitarisme bisa dihitung juga sama seperti menghitung untung dan rugi atau kredit dan debet dalam konteks bisnis. Keputusan diambil pada manfaat terbesar dibanding biayanya. 37 Prinsip utilitarian dianggap mengasumsikan bahwa kita bisa mengukur dan menambahkan kuantitas keuntungan yang dihasilkan oleh suatu tindakan dan menguranginya dengan jumlah kerugian dari tindakan tersebut, dan selanjutnya menentukan tindakan mana yang menghasilkan keuntungan paling besar atau biaya yang paling kecil. 38

35

K. Bertens, Op.cit., hal. 66 John Rawls, A theory of Justice, (London : Harvard University Press, 1971), hal.23-24. 37 K. Bertens, Op.cit. hal. 66-67 38 Manuel G. Velazquez, Ibid. 36

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Kemudian John Stuart Mill melakukan revisi dan mengembangkan lebih lanjut teori ini. Dalam bukunya Utilitarianism, diterbitkan pada tahun 1861, John Stuart Mill mengasumsikan bahwa pengejaran utilitas masyarakat adalah sasaran aktivitas moral individual. John Stuart Mill mempostulatkan suatu nilai tertinggi, kebahagiaan, yang mengijinkan kesenangan heterogin dalam berbagai bidang kehidupan. Ia menyatakan bahwa semua pilihan dapat dievaluasi dengan mereduksi kepentingan yang dipertaruhkan sehubungan dengan kontribusinya bagi kebahagiaan individual yang tahan lama. Teori ini dikenal dengan teori utilitarianisme eudaemonistik. Kriteria utilitas menurutnya harus mampu menunjukkan keadaan sejahtera individual yang lebih awet sebagai hasil yang diinginkan, yaitu kebahagiaan. 39 Menurut pandangan kolektivitas melihat pada sifat kolektif perusahaan yang bertahan pada moralitas sasaran, strategi, prosedur dan pengendalian perusahaan. Paham ini menolak melihat bagaimana seluruh organisasi ditunjang oleh manusia, yaitu individu – individu yang mampu memutuskan bagi dirinya sendiri apakah dan bagaimanakah mematuhi persyaratan kolektif. Sebuah perusahaan lebih dari sekadar

39

Peter Pratley, Etika Bisnis (The Essence of Business Ethic), diterjemahkan oleh Gunawan Prasetio, (Yogyakarta : Penerbit Andi bekerjasama dengan Simon & Schuster (Asia) Pte.Ltd, 1997), hal. 191 – 192. James Mill (1773 – 1836), ayah John Stuart Mill, adalah seangkatan dan menjadi pengikut Bentham yang antusias, membesarkan anaknya, John Stuart Mill (1806 – 1873), dengan mendokrinkannya paham utilitarianisme. Teori utiliarianisme eudaemonistik yang dipopulerkan oleh John Stuart Mill memiliki kriteria tindakan utilitarianisme yang berbeda dengan teori utilitarianisme hedonistik yang dipopulerkan oleh Jeremy Bentham yang mempertahankan hasil terakhir haruslah kesenangan individual atau ketiadaan sakit. Kriteria utilitas hedonistik adalah kesenangan (Lihat juga buku ini hal. 190)

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

akumulasi bagian – bagiannya. Organisasi kolektif selalu ada karena manusia mau dan dapat membantu mencapai sasaran kolektif. 40 Apabila kehidupan bisnis ingin berlangsung jangka panjang maka bisnis itu harus memberi jawaban kepada kebutuhan masyarakat dan memberi masyarakat itu apa saja yang dibutuhkan. Kesadaran sosial ini adalah suatu akibat dari suksesnya suatu masyarakat di dalam memecahkan masalah ekonomi yang besar, yang bertitik tolak dari kelaparan, penyakit dan kemiskinan. Untuk itu harus diberi defenisi dari suatu hubungan baru antara dunia bisnis dan masyarakat untuk membawa kegiatan usaha lebih dekat pada keinginan sosial sehingga mencapai suatu kehidupan yang lebih bermutu. Pendapat lain mendukung pertanggungjawaban sosial dari dunia bisnis ini adalah, bahwa kegiatan harus menciptakan gambaran atau lingkungan yang lebih baik untuk bisnis. Manfaat keterlibatan bisnis dalam masalah sosial menghasilkan kondisi lingkungan serta memberi hal yang positif bagi pengelolaan bisnis. 41 Adanya konsep tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu bentuk utilitas perusahaan yang mampu memberikan kesenangan atau kebahagiaan bagi masyarakat (society) dan juga merupakan perbuatan etis karena konsekuensi perbuatannya memberi manfaat kepada banyak orang. Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Jika berbicara tanggung jawab sosial perusahaan, yang dimaksudkan adalah kegiatan – kegiatan yang 40

Peter Pratley, Op.cit.,hal. 114. O.P.Simorangkir, Etika : Bisnis, Jabatan dan Perbankan, (Jakarta : Rineka Cipta, September 2003), hal. 55 41

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi ekonomis. 42 Pada dasarnya, tanggung jawab sosial perusahaan dibedakan dari tanggung jawab lain. Bisnis selalu memiliki dua tanggung jawab: tanggung jawab ekonomis dan tanggung jawab sosial. Tetapi perlu dicatat hal ini hanya berlaku untuk sektor swasta. Jika Milton Friedman menyebut peningkatan keuntungan perusahaan sebagai tanggung jawab sosialnya, sebetulnya ia berbicara tentang tanggung jawab ekonomis saja, bukan tanggung jawab sosial. Namun perlu diakui, tanggung jawab ekonomis ini mempunyai aspek sosial yang penting dan mungkin terutama aspek itulah yang mau digarisbawahi oleh Friedman. Kinerja setiap perusahaan menyumbangkan kepada kinerja ekonomi nasional sebuah negara. Jika suatu perusahaan berhasil memainkan peranannya dengan baik di atas panggung ekonomi nasional, dengan sendirinya ia memberi kontribusi yang berarti kepada kemakmuran masyarakat. 43 Hubungan masyarakat diartikan mempunyai hubungan sosial dan bukan hubungan bisnis. Fenomena sosial tersebut menuntut perusahaan memiliki tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility. 44 Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan istilah CSR bukanlah hal baru dalam dunia usaha di Indonesia. Konsep CSR tersebut sudah

42

K. Bertens, Op.cit., hal. 296 - 297 Ibid., hal. 296 44 Apoan Simanungkalit, Pengamatan Legislatif Terhadap Konsep Dan Wujud Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Wilayah Kabupaten Deli Serdang, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM”, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan, hal. 1 43

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

mulai dikenal dan dipraktekkan di Indonesia sekitar tahun 1970-an. Dalam pengertiannya yang paling klasik, CSR masih dipersepsikan sebagai suatu ideologi yang bersifat amal (charity) dari pihak pengusaha kepada masyarakat di sekitar tempat beroperasinya perusahaan. Di samping itu, hingga kini masih banyak juga pihak yang mengidentikkan konsep CSR dengan Community Development (CD). CSR tidak dapat disederhanakan hanya sebatas Community Development (CD) oleh karena sesungguhnya historis keberadaan Community Development (CD) dan CSR sangat berbeda. Community Development (CD) merupakan kerelaan perusahaan untuk memberikan sebentuk benefit bagi masyarakat di sekitar lokasi perusahaan, sedangkan CSR muncul sebagai sebuah reaksi atas tuntutan masyarakat yang didasarkan pemikiran bahwa keberadaan perusahaan di suatu tempat akan dan niscaya mengurangi hak – hal masyarakat setempat. CSR mensyaratkan sesuatu yang lebih dalam dari sekedar memberikan berbagai bantuan kepada masyarakat di sekitar lokasi usaha. 45 Secara umum CSR merupakan peningkatan kualitas hidup mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati, memanfaatkan serta memelihara lingkungan hidup atau dapat dikatakan sebagai proses penting dalam

45

Ditulis dalam Kerangka Acuan Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM“, dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM“, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan, hal. 1-2

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholders baik secara internal maupun secara eksternal. 46 CSR merupakan komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya beserta masyarakat secara lebih luas. Pengertian ini sama dengan apa yang didefenisikan oleh The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) 47, dalam publikasinya Making Good Business Sense mendefenisikan CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan : ”Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large.” (Adalah komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari

46

Erni. R.Ernawan, Op.cit., hal. 110 The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) adalah merupakan forum asosiasi CEO dari sekitar 200 perusahaan yang terlibat secara khusus dengan bisnis dan pembangunan berkelanjutan. Asal mulanya pada tahun 1992 sewaktu diadakan "Konferensi Tingkat Tinggi Bumi" di Rio de Janeiro (Earth Summit) dimana pada saat itu seorang pengusaha Swiss bernama Stephan Schmidheiny ditunjuk sebagai ketua penasehat bidang bisnis dan industri pada United Nations Conference on Environment and Development (UNCED). Stephan Schmidheiny lalu membuat forum yang disebut "Dewan Bisnis untuk Pembangunan Berkelanjutan" yang menghasilkan sebuah buku berjudul "Changing Course", yaitu sebuah buku yang menghasilkan konsep Ecoefisiensi. WBCSD didirikan pada tahun 1995 sebagai hasil penggabungan dari dua lembaga yaitu Dewan Bisnis untuk Pembangunan Berkelanjutan ( Business Council for Sustainable Development) dan Dewan Industri Dunia untuk Lingkungan Hidup (World Industry Council for the Environment) dan berkantor pusat di Jenewa, Swiss dengan kantor perwakilan Amerika di Washington, D.C. dan beranggotakan lebih dari 120 perusahaan multinasional yang berasal lebih dari 30 negara 47

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas). 48 Selanjutnya Weeden dan Svendsen menyatakan bahwa CSR berkembang menjadi konsep yang mengandung gagasan tanggung jawab dunia usaha, yang mengenal kinerja etis, ramah lingkungan, berjiwa sosial bisnis, dan mengutamakan hubungan baik dengan semua stakeholders. 49 Di Indonesia, defenisi CSR secara etimologis kerap diterjemahkan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam konteks lain, CSR kadang juga disebut sebagai tanggung jawab sosial korporasi atau tanggung jawab sosial dunia usaha (Tansodus). Namun umumnya, bila disebut salah satu darinya, konotasinya pasti kembali kepada CSR. Kendatipun tidak mempunyai defenisi tunggal, konsep ini menawarkan sebuah kesamaan, yaitu keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan. (konsep economic sustainability, environment sustainability dan social sustainability). 50 Penerapan CSR harus dimulai dari komitmen dan pemahaman yang baik dari pihak pengusaha bahwa setiap perusahaan mestilah mengembangkan kegiatan sosial yang bukan hanya demi menjaga citra baik perusahaan, tetapi juga menjaga kesinambungan (sustainability) usaha suatu perusahaan dengan membentuk suatu relasi sosial yang kuat dengan masyarakat sekitarnya (kemitraan). 48

Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 7 Badaruddin, Corporate Social Responsibility : Tinjauan Konseptual dan Implementasi, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM”, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan, hal. 2 50 Yusuf Wibisono, Op.cit., hal.8 49

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Perusahaan kini juga harus berperan sebagai agen sosial perubahan. Ini cara bijak menyelamatkan lingkungan dan sekaligus kelangsungan bisnisnya. Tujuannya adalah agar perusahaan turut mengambil peran mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat dimana perusahaan itu berdiri. Ini adalah konsekuensi logis, karena pada saat itu swasta (baca : korporasi) menuntut peran negara direduksi dalam bidang sipil. Latar belakangnya, adalah ketidakpuasan swasta akan lambannya peran negara meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini terkait dengan alokasi anggaran negara yang terbatas dan penyalurannya yang birokratis. 51 Sehingga persoalan tanggung jawab sosial perusahaan ini harus dilihat secara realistis, jikalau peran negara dalam bidang sipil direduksi, maka harus ada penambahan kewajiban dan tanggung jawab pada korporasi. Dengan demikian adanya keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab. Pada awalnya pelaksanaan CSR di Indonesia bersifat sukarela sehingga sangat bergantung pada pimpinan puncak korporasi. Artinya, kebijakan CSR tidak selalu dijamin selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika pemimpin perusahaan memiliki kesadaran moral yang tinggi maka korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR yang benar. Sebaliknya, jika orientasi pimpinannya hanya berkiblat pada kepentingan kepuasan pemegang saham serta pencapaian prestasi pribadi maka kebijakan CSR hanya selalu sekedar kosmetik. Sifat CSR yang sukarela, absennya produk hukum yang menunjang dan lemahnya penegakan hukum telah menjadikan Indonesia

51

Hadi Setia Tunggal, Memahami Undang – undang Perseroan Terbatas (Undang-undang Nomor 40 tahun 2007), (Jakarta : Harvarindo, 2007), hal. 12

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

sebagai negara ideal bagi korporasi yang memang memperlakukan CSR sebagai kosmetik. Hal yang penting bagi perusahaan model ini hanyalah laporan tahunan yang baik dan lengkap dengan tampilan aktivitas sosial serta dana program pembangunan yang telah direalisasi. Padahal, program CSR sangat penting sebagai kewajiban untuk bertanggung jawab atas keutuhan kondisi – kondisi kehidupan umat manusia di masa mendatang. 52 Pelaksanaan CSR merupakan bagian dari Good Corporate Governance yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat GCG. Hal ini disebabkan prinsip responsibility sebagai salah satu dari prinsip GCG merupakan prinsip yang mempunyai hubungan yang dekat dengan CSR. Penerapan CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep GCG sebagai entitas bisnis yang bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungannya. Dalam berbagai peraturan perundangundangan, pelaksanaan tanggung jawab sosial sudah diatur dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 53

52

Mas Achmad Daniri, Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, http://www. governance-indonesia.com/component/option.com_remository/func,file/id,50/lang.en/ (diakses tanggal 4 Januari 2008) 53 Lihat Undang – Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pasal 2 ayat (1) butir e : “Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.” Dan lebih lanjut dalam Pasal 66 ayat (1) : “Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.” Lihat juga Undang – Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 15 butir b menyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan , dan Pasal 17 menyatakan bahwa penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan serta Pasal 34 menyatakan badan usaha atau usaha

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Jika dikaitkan dengan peraturan perundang –undangan perseroan terbatas, sebelumnya dalam UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas belum diatur tentang CSR. Namun setelah terbit UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menggantikan UU No. 1 Tahun 1995, CSR sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1 ayat 3 dikenal dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat TJSL adalah langkah positif . Dengan terbitnya Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan memuat ketentuan TJSL pada salah satu pasalnya, Pasal 74 bahkan disertai dengan sanksi membawa pendapat yang beragam. Aspek yang tercantum dalam pasal 74 mengandung enam unsur, yakni: (1) kewajiban bagi, (2) Perseroan yang bergerak di bidang pengelolaan atau berkaitan dengan sumber daya alam (SDA), (3) dianggarkan sebagai biaya, (4) dilakukan dengan memperhatikan aspek “kepatutan dan kewajaran”, (5) bagi pelanggarnya dikenai sanksi serta (6) pengaturan lebih jauh akan dituangkan dalam satu peraturan pemerintah. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan dengan kata ‘kewajiban’ yang sudah mengundang kritikan, terutama dari pengusaha. TJSL yang diperintahkan tak ubahnya dengan penambahan beban pajak Pengusaha tetap keberatan terhadap pengesahan UU PT. Terutama pasal yang mengatur kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan untuk perusahaan. Alasannya, peraturan itu mencakup kewajiban

perseorangan tidak memenuhi kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial akan dikenai sanksi administratif.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

bagi perusahaan untuk mengalokasikan dana CSR. 54 Kekaburan lain dalam kaitan dengan unsur ‘wajib’ itu adalah digunakannya istilah ‘kepatutan dan kewajaran’ dalam pasal yang sama. Seandainya tidak didampingkan dengan unsur perintah, paramater itu akan bisa sejalan dengan konsep sukarela. 55 Namun perhatikan pendapat Hannah Griffhs yang mengklaim program CSR yang bersifat sukarela tidak berjalan baik sehingga banyak perusahaan yang mengabaikan program CSR. Di Inggris, misalnya, dari 350 perusahaan besar yang tergabung dalam The Financial Times Stock Exchange’s (FTSE’s), hanya 79 perusahaan yang membuat laporan tentang dampak sosial dan lingkungan dari praktik bisnisnya dan dari 61.000 perusahaan transnasional dan 900.000 perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan transnasional, hanya 2.000 (3,2 persen) mempunyai laporan tentang dampak sosial dan lingkungan. Supaya hal ini bisa berjalan, CSR perlu diperkuat dengan peraturan yang mendorong perusahaan bisnis untuk serius menjalankannya. Kewajiban korporasi melaksanakan CSR merupakan bentuk public accountability secara legal ataupun etik. 56 Hal yang mesti diperhatikan juga bahwa pembuat UU PT ini mengarahkan pemberlakuan TJSL hanya bagi perseroan yang bergerak di bidang Sumber Daya Alam (SDA) atau yang berkaitan dengan kekayaan alam. Jika mengkhususkan pada perseroan di sektor tersebut, bukankah sektor itu sudah sesuai dengan sifatnya telah

54

”Kadin akan Gugat CSR ke MK”, http://www.hukumonline.com/detail.asp?Id=17389 &cl=Berita (diakses tanggal 27 Agustus 2007) 55 Hadi Setia Tunggal, Op.cit., hal. 11 56 Paul Rahmat, Tanggung Jawab Sosial Korporasi, Harian Kompas, tanggal 2 Agustus 2007

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

penuh dengan kewajiban?. Misalnya UU Migas, UU Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan kelengkapan berbagai dokumentasi hukum semacam AMDAL, RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan), RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan). 57 Pada dasarnya ada 2 (dua) hal yang mendasari pemerintah mengambil kebijakan pengaturan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pertama, adalah keprihatinan pemerintah atas pratik korporasi yang mengabaikan aspek sosial lingkungan yang mengakibatkan kerugian di pihak masyarakat. Kedua, adalah sebagai wujud upaya entitas negara dalam penentuan standar aktivitas sosial lingkungan yang sesuai dengan konteks nasional maupun lokal. 58 Namun demikian, ada juga tanggapan baik terhadap pengaturan tanggung jawab sosial ini antara lain seperti yang dilakukan oleh PT. Unilever Indonesia dan PT. Astra Internasional, Tbk. Mereka menolak tegas anggapan bahwa melaksanakan CSR akan mengganggu profit. Seperti PT Unilever yang menganggap bisnis dan peningkatan kehidupan komunitas harus hidup berdampingan. Bahkan PT. Astra Internasional melakukan CSR sebagai sebuah kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan. PT. Astra mengalokasikan 2,5 hingga 3 persen dari laba bersih perusahaan yang mencapai Rp. 5 triliun per tahun untuk mewujudkan tanggung jawab sosial perusahaan. 59

57

Ibid., hal. 11-12 Mas Achmad Daniri, ibid. 59 Rien Kuntari dan Khairina, CSR, Investasi Jangka Panjang, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007. Lihat pernyataan Okti Damayanti, General Manager Yayasan Unilever, “Melakukan bisnis dan peduli kepada komunitas adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan”. Atau simak juga ucapan dari Arief Istanto, Senior Vice President Chief Corporate Security, Environment and Social Responsibility PT. Astra Internasional, “CSR itu sudah kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan. 58

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Berkaitan dengan implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan akan dibuat peraturan pelaksananya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) termasuk mengenai besaran kewajibannya, siapa lembaga yang akan mengawasinya serta apa sanksi jika tanggung jawab diabaikan. Pemerintah masih berupaya mencari titik keseimbangan yang paling sesuai agar kalangan dunia usaha tidak sampai dirugikan atau terpaksa mencari lokasi investasi di tempat lain dan masyarakat setempat juga mendapatkan keuntungan. Tujuan utama membuat aturan main (rule of game) tentang CSR adalah agar perusahaan bisa bekerja dengan tenang. 60. Lebih lanjut, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Business for Social Responsibility 61, adapun manfaat yang dapat diperoleh suatu perusahaan yang mengimplementasikan CSR antara lain : a. Peningkatan penjualan dan pangsa pasar (increased sales and market share) b. Memperkuat posisi nama atau merek dagang (strengthened and brand positioning) Menjaga keseimbangan antara people, planet dan profit harus dilakukan jika perusahaan ingin tetap eksis. Ini investasi jika kita ingin bertahan 1.000 tahun lagi. Tanpa itu, mungkin kita bahkan tidak akan bertahan untuk satu tahun.” 60 “Pemerintah Siap Terbitkan PP Tanggungjawab Sosial Perusahaan” http://www.antara .co.id/arc/2007/8/22/pemerintah-siap-terbitkan-pp-tanggungjawab-sosial-perusahaan/ (diakses tanggal 17 Februari 2007) yang mengutip dari pernyataan Andi Mattalatta, Menkum dan HAM, “PP ini sedang kita rumuskan bersama dengan kalangan dunia usaha dan mungkin juga ditambah Depsos dan Kementrian LH.” Lebih lanjut Beliau menegaskan, jangan sampai CSR itu menjadi beban perusahaan atau bahkan menjadi momok sehingga investor enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 61 Philip Kotler dan Nancy Lee, Corporate Social Responsibility : Doing the Most Good for Your Company and Your Cause, (New Jersey : John Wiley and Sons, Inc., 2005), hal. 10 – 11. Business for Social Responsibility adalah suatu organisasi non – profit secara global, yang memberikan informasi, instrumen, pelatihan – pelatihan dan jasa konsultasi yang berkaitan dengan Corporate Social Responsibility dalam melakukan kegiatan dan strategi bisnis perusahaan. (Business for Social Responsibility is a leading nonprofit global organization providing business with information tools, training and advisory services related to integrating corporate social responsibility in their business operations and strategies).

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

c. Meningkatkan citra dan pengaruh perusahaan (enhanced corporate image and clout) d. Meningkatkan kemampuan untuk menarik, motivasi dan mempertahankan karyawan (increased ability to attract, motivate, and retain employees) e. Menurunkan biaya operasional perusahaan (decreasing operating cost) f. Meningkatkan daya tarik bagi investor dan analisis keuangan (increased appeal to investors and financial analysts) Pada dasarnya melaksanakan TJSL merupakan investasi jangka panjang karena adanya asas manfaat (utilitas) untuk menciptakan kesenangan atau kebahagiaan yang bersifat mutualisme.

G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif didefenisikan sebagai penelitian yang mengacu kepada norma – norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang – undangan dan putusan pengadilan. Disebut juga penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder. 62

62

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988), hal. 10

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang – undangan dan karya ilmiah lainnya. Data atau bahan penelitian dalam tesis ini dihimpun dari beberapa sumber, yaitu : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru ataupun pengertian yang baru tentang fakta yang diketahui maupun mengenai studi gagasan dalam bentuk Undang – undang yaitu Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 yang menggantikan Undang – undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil – hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek telaahan penelitian c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, majalah maupun dari internet.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

3. Metode Analisis Data Metode analisis data digunakan untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul, dimana pada penelitian ini digunakan metode normatif kualitatif. Normatif, karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan – peraturan yang ada sebagai normatif hukum positif sedangkan kualitatif, dimaksudkan analisis data yang bertitik tolak pada usaha penemuan asas – asas dan informasi – informasi.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

BAB II KONSEP CSR DALAM ETIKA BISNIS DAN PERUSAHAAN

A. Hakikat dan Prinsip – prinsip Etika Bisnis Kedudukan etika dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai individu, kelompok, masyarakat dan bangsa. Istilah etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti adat – istiadat (kebiasaan), perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. 63 Etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok. 64 Menurut Magnis Suseno, etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Sedangkan hal yang memberi manusia tentang bagaimana harus menjalani hidup adalah moralitas. Sedangkan etika justru hanya melakukan refleksi kritis atas norma atau ajaran moral tersebut. Moralitas adalah petunjuk konkret yang siap pakai tentang bagaimana manusia harus hidup. Sedangkan etika adalah perwujudan atau pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai. Meskipun

63

M. Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika, (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2006),

hal. 4 64

Burhanuddin Salam, Etika Sosial : Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997), hal. 1

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

demikian, keduanya memiliki fungsi yang sama yaitu memberi orientasi bagaimana dan kemana kita harus melangkah dalam hidup

65

Etika berusaha menggugah

kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom. Etika bermaksud

membantu

manusia

untuk

bertindak

secara

bebas

dan

dapat

dipertanggungjawabkan karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang bebas dengan selalu bersedia untuk mempertanggungjawabkan tindakannya itu karena memang ada alasan – alasan dan pertimbangan – pertimbangan yang kuat mengapa ia bertindak begitu atau begini. Maka kebebasan dan tanggung jawab adalah kondisi dasar bagi pengambilan keputusan dan tindakan yang etis, dengan suara hati memainkan peran yang sangat sentral. 66

65

Ibid. hal 1-2 Perlu diperhatikan juga bahwa etika berbeda dengan moralitas. Kalau moralitas dipahami sebagai sebuah ajaran tentang perilaku yang baik dan buruk. Sedangkan etika perlu dipahami sebagai sebuah ilmu pengetahuan tentang kesusilaan yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Moralitas mengatakan bagaimana kita harus hidup, tetapi etika mau mengerti mengapa kita harus mengikuti moralitas tertentu atau bagaimana kita dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai moralitas (Andy Kirana, Etika Bisnis Konstruksi, (Yogyakarta : Kanisius, 1996), hal. 18) Lihat juga Manuel G. Velasquez, Op.cit.,hal.8 bahwa moralitas adalah sebagai pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar atau salah, atau baik atau buruk. Sedangkan etika merupakan tata cara yang menguji standar moral seseorang atau standar moral masyarakat. 66 A. Sonny Keraf, Etika Bisnis : Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur (Pustaka Filsafat), (Yogyakarta : Kanisius, 1991), hal. 22 Lihat juga pada sumber yang sama bahwa menurut Immanuel Kant, Foundations of Metaphysicsof Morals (terj.) (Indianapolis, Bobbs Merrill Educations Publishing, 1980), membedakan antara otonom dan heteronom. Otonom adalah sikap moral manusia dalam bertindak berdasarkan kesadarannya bahwa tindakan yang diambilnya itu baik. Suatu tindakan dinilai bermoral kalau sejalan atau didasarkan pada kesadaran pribadi. Sedangkan heteronom adalah sikap manusia dalam bertindak dengan hanya sekedar mengikuti aturan moral. Suatu tindakan dianggap baik hanya karena sesuai dengan aturan, disertai perasaan takut atau bersalah. Pertanggungjawaban hanya bisa diberikan kalau manusia bertindak secara otonom. Sebaliknya, pertanggungjawaban sulit diberikan kalau manusia bertindak secara heteronom: ”Saya sekadar mengikuti aturan, dan karena itu jangan tanya kepadaku mengapa saya bertindak begini atau begitu.”

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Sasaran etika adalah moralitas, yaitu suatu istilah yang dipakai untuk mencakup praktek dan kegiatan yang membedakan apa yang baik dan apa yang buruk, terpuji atau tercela, membahas masalah benar atau salah, wajar atau tidak, tepat atau tidak, dan bertanggung jawab atau tidak, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Selanjutnya etika bisnis membahas hal tersebut dalam kaitannya dengan kenyataan konsep dan etika bisnis. Bisnis adalah usaha atau proses pertukaran jasa atau produk dalam rangka pencapaian nilai tambah. Etika Bisnis membahas masalah – masalah dalam konteks bisnis yang terkait dengan standar moral.

67

Etika bisnis adalah pengaturan khusus mengenai moral, benar dan salah. Fokusnya kepada standar – standar moral yang diterapkan dalam kebijakan – kebijakan bisnis, institusi dan tingkah laku. Dalam konteks ini etika bisnis adalah suatu standar moral dan bagaimana penerapannya terhadap sistem – sistem dan organisasi melalui masyarakat modern yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa dan kepada mereka yang bekerja pada organisasi tersebut. Etika bisnis, dengan kata lain adalah bentuk etika terapan yang tidak hanya menyangkut analisis norma – norma moral, tetapi juga menerapkan konklusi analisis ini ke lembaga – lembaga, teknologi, transaksi, aktivitas – aktivitas yang kita sebut bisnis. 68

67

Robby I. Chandra, Etika Dunia Bisnis, (Yogyakarta : Kanisius, 1995), hal. 42-43 Bismar Nasution, Aspek Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, disampaikan pada ”Semiloka Peran dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Masyarakat Lokal Wilayah Operasional Perusahaan Persepektif Hak Asasi Manusia”, diselenggarakan oleh Komisi Hak Asasi Manusia, tanggal 23 Februari 2008, di Riau – Pekanbaru, hal. 1-2 68

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Etika bisnis pada hakikatnya merupakan kajian moralitas atau kesadaran moral yang berfokus pada penerapan standar – standar moral dalam usaha bisnis. 69 Etika bisnis harus dipandang sebagai unsur dalam usaha bisnis itu sendiri : Etika termasuk dalam efisiensi bisnis. Bisnis tanpa etika dalam jangka panjang justru tidak akan berhasil. Standar etika termasuk syarat – syarat keberhasilan sebuah bisnis. Pertaruhan dalam bisnis tidak sekedar menyangkut nilai material, melainkan menyangkut pula nilai manusiawi. Bisnis lebih daripada mencari keuntungan. Bisnis menyangkut hubungan antar manusia. Sebagai kegiatan manusia, bisnis juga membutuhkan etika sebagai pedoman dan orientasi bagi keputusan dan kegiatan manusia dalam berhubungan (bisnis) satu dengan yang lainnya. Dari sudut pandangan bisnis sendiri, semakin disadari bahwa bisnis yang berhasil adalah bisnis yang memperhatikan norma – norma moral. Para pengusaha menyadari bahwa bisnisnya akan hancur kalau konsumen, mitra bisnis atau masyarakat secara keseluruhan tidak lagi percaya kepadanya, akibat tindakan pengusaha yang tidak etis. Semakin terbukanya informasi menyebabkan konsumen cepat sekali mengetahui mana produk, perusahaan atau bisnis yang baik dan mana yang tidak baik. 70

Bisnis memang

69

Lihat juga Manuel G. Velasquez, Op.cit., hal. 9-11 bahwa adapun ciri – ciri untuk menentukan standar moral sebagai berikut : 1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang dianggap akan merugikan secara serius atau benar – benar akan menguntungkan manusia 2. Standar moral ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu. Standar moral tidak dibuat oleh kekuasaan. Validitasnya terletak pada kecukupan nalar yang digunakan untuk membenarkannya. 3. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk kepentingan diri 4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak 5. Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu. 70 A. Sonny Keraf, Op.cit., hal. 61-63

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

mempunyai etika. Untuk bisa melakukan suatu bisnis jangka panjang yang menjamin keuntungan maksimal, bisnis pantas dilakukan dengan mengindahkan norma – norma yang berlaku yang dilandaskan pada norma – norma moral, demi bisnis itu sendiri. Keuntungan memang ada dalam masyarakat. Bisnis memang penuh dengan persaingan, tetapi persaingan itu memang perlu dan keuntungan yang hakiki hanya bisa diperoleh kalau kebaikan masyarakat diperhatikan secara keseluruhan. Selanjutnya kalau bisnis mempunyai etika, maka pertanyaan yang timbul adalah manakah norma – norma atau prinsip etika yang berlaku dalam kegiatan bisnis. Secara umum, prinsip – prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia pada umumnya. Demikian pula, prinsip – prinsip itu sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masyarakat masing – masing. Etika bisnis sebagai etika terapan sesungguhnya merupakan penerapan dari prinsip – prinsip etika pada umumnya. Oleh sebab itu, tanpa mengesampingkan kekhasan sistem nilai dari setiap masyarakat bisnis, secara umum dapat dikemukakan beberapa prinsip etika sebagai berikut : 71 1. Prinsip otonomi dan tanggung jawab Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Orang yang otonom adalah orang yang sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis, orang yang mampu mengambil keputusan sendiri dan bertindak berdasarkan keputusan itu, karena ia sadar bahwa itulah 71

Ibid., hal. 70 - 76

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

yang baik. Untuk bertindak secara otonom maka dalam kerangka etika, kebebasan adalah syarat yang harus ada agar manusia bisa bertindak secara etis. Namun, kebebasan saja belum menjamin bahwa orang bisa bertindak secara otonom dan etis. Otonomi mengandaikan juga adanya tanggung jawab. Orang yang otonom adalah orang yang tidak saja sadar akan kewajibannya, melainkan orang yang bersedia mempertanggung jawabkan keputusan dan tindakannya serta mampu bertanggung jawab atas dampak dari keputusan itu baik kepada dirinya sendiri, kepada orang – orang yang mempercayakan seluruh kegiatan bisnis dan manajemennya, kepada pihak – pihak yang terlibat dengannya dalam urusan bisnis dan kepada pihak ketiga, yaitu masyarakat seluruhnya yang secara langsung maupun tidak langsung terkena akibat dari keputusan dan tindakan bisnisnya. Kesediaan bertanggung jawab ini oleh Magnis – Suseno disebut sebagai kesediaan untuk mengambil titik pangkal moral. Artinya, dengan sikap dan kesediaan inilah bisa dimungkinkan proses pertimbangan moral. Bahkan prinsip yang lain baru bisa dijalankan jika ada kesediaan untuk bertanggung jawab. 2. Prinsip kejujuran Para praktisi bisnis dan manajemen mengakui bahwa kejujuran merupakan suatu jaminan dan dasar bagi kegiatan bisnis yang baik dan berjangka panjang. Kejujuran dapat terwujud dalam pemenuhan syarat – syarat perjanjian dan kontrak, dalam penawaran barang dan jasa, dalam hubungan kerja dalam perusahaan. Kejujuran terkait erat dengan kepercayaan. Kepercayaan, yang

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

dibangun di atas prinsip kejujuran, merupakan modal dasar usaha yang akan mengalirkan keuntungan berlimpah – limpah. 3. Prinsip tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan prinsip berbuat baik (beneficence) Kedua prinsip ini sesungguhnya berintikan prinsip moral sikap baik kepada orang lain. Perwujudan prinsip ini mengambil dua bentuk. Pertama, prinsip bersikap baik menuntut agar secara aktif dan maksimal berbuat hal yang baik bagi orang lain. Kedua, dalam wujudnya yang minimal dan pasif, sikap ini menuntut agar tidak berbuat jahat kepada orang lain. Secara maksimal pebisnis dituntut untuk melakukan kegiatan yang menguntungkan bagi orang lain, tetapi kalau situasinya tidak memungkinkan, maka titik batas yang masih ditoleransi adalah tindakan yang tidak merugikan pihak lain. Pebisnis diharapkan memenuhi kebutuhan masyarakat dan mitra bisnisnya secara maksimal mungkin. 4. Prinsip keadilan Prinsip ini menuntut agar memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya. Hak orang lain perlu dihargai dan jangan sampai dilanggar. Prinsip ini mengatur agar setiap orang bertindak sedemikian rupa sehingga hak semua orang terlaksana secara kurang lebih sama sesuai dengan apa yang menjadi haknya tanpa saling merugikan. Dasar pemikirannya, semua manusia pada hakikatnya mempunyai nilai dan martabat yang sama, sehingga dalam situasi yang sama semua orang pantas diperlakukan secara sama juga.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

5. Prinsip hormat kepada diri sendiri Setiap orang mempunyai kewajiban moral yang sama bobotnya untuk menghargai dirinya sendiri. Setiap orang pantas diperlakukan dan memperlakukan dirinya sendiri sebagai pribadi yang mempunyai nilai yang sama dengan pribadi lainnya. Jadi, kita sepantasnya tidak boleh memperlakukan orang lain secara tidak adil, tidak jujur, dan sebagainya, kita pun berhak memperlakukan diri kita secara baik Setiap orang wajib membela dan mempertahankan kehormatan dirinya, jika martabatnya sebagai manusia dilanggar. Selain itu, Manuel G. Velasquez menyebutkan ada 4 (empat) prinsip yang dipakai dalam berbisnis, yaitu : 72 1. Utilitarianisme Prinsip ini menyatakan bahwa tindakan dan kebijakan perlu dievaluasi berdasarkan keuntungan dan biaya yang dibebankan kepada masyarakat. Sebuah prinsip moral yang menyatakan bahwa sesuatu dianggap benar apabila mampu menekan biaya sosial dan memberikan keuntungan sosial yang lebih besar. 2. Hak Hak merupakan sebuah sarana atau cara yang penting dan bertujuan agar memungkinkan individu untuk memilih dengan bebas apapun kepentingan atau aktivitas mereka dan melindungi pilihan – pilihan mereka. Hak kebebasan dan kesejahteraan orang lain harus dihormati.

72

Erni R. Ernawan, Op.cit., hal. 23-24

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

3. Keadilan Mengidentifikasi cara – cara yang adil dalam mendistribusikan keuntungan dan beban pada para anggota masyarakat. Biasanya masalah keadilan dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : keadilan distributif (berkaitan dengan distribusi yang adil atas keuntungan dan beban dalam masyarakat) dan keadilan retributif (pemberlakuan yang adil pada pihak – pihak yang melakukan kesalahan); keadilan kompensatif (cara yang adil dalam memberikan kompensasi pada seseorang atas kerugian yang mereka alami akibat perbuatan orang lain). 4. Perhatian (Caring) Pandangan ini menekankan bahwa kita mempunyai kewajiban untuk memberikan perhatian terhadap kesejahteraan orang – orang yang ada di sekitar kita, terutama yang mempunyai hubungan ketergantungan. Jika diperhatikan secara seksama bahwa semua prinsip di atas didasarkan pada satu paham filsafat yaitu ”hormat kepada manusia sebagai persona”. Dalam wujud lain, paham dasar ini dapat disejajarkan dengan apa yang disebut Golden Rule (Aturan Emas/ Kaidah Emas). 73 Paham ”hormat kepada manusia sebagai persona” mengandung sikap dasar untuk memperlakukan manusia sebagai pribadi, yaitu sebagai makhluk yang mempunyai nilai pada dirinya sendiri dan bukan hanya sekedar alat untuk memperoleh keuntungan. Manusia dalam bisnis adalah pribadi yang luhur, memperlakukan diri sendiri maupun orang lain yang terjabarkan dalam berbagai prinsip etika bisnis di atas. Hal yang tidak etis jika kita merendahkan diri dan 73

A. Sonny Keraf, Op.cit., hal. 76

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

membiarkan diri kita dituntut hanya untuk mengejar keuntungan dan lupa akan diri sendiri. Sebaliknya, hal yang tidak etis juga jika kita merendahkan orang lain dan memerasnya dengan menipu, berbuat curang, tidak bertanggung jawab, bersikap tidak adil hanya untuk memperoleh keuntungan. 74

B. Tinjauan Umum tentang Corporate Social Responsibility (CSR) CSR dalam sejarah modern dikenal sejak Howard R. Bowen menerbitkan bukunya berjudul Social Responsibilities of The Businessman pada era 1950 – 1960 di Amerika Serikat. Pengakuan publik terhadap prinsip – prinsip tanggung jawab sosial yang beliau kemukakan membuat dirinya dinobatkan secara aklamasi sebagai Bapak CSR. Bahkan dalam dekade 1960-an, pemikiran Bowen terus dikembangkan 74

Burhanuddin Salam, Op.cit., hal. 165 Lihat juga K. Bertens, Op.cit., hal 27 – 32 yang menyatakan bahwa ada 3 (tiga) macam tolok ukur untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan tingkah laku yaitu : 1. Hati nurani Suatu perbuatan baik, jika dilakukan sesuai dengan hati nurani, dan suatu perbuatan lain adalah buruk, jika dilakukan bertentangan dengan suara hati nurani. Dalam bertindak bertentangan dengan hati nurani, setiap orang menghancurkan integritas pribadi, karena menyimpang dari keyakinan yang terdalam. 2. Aturan/ kaidah emas Cara lebih obyektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral adalah mengukurnya dengan kaidah emas yang berbunyi “Hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana anda sendiri ingin diperlakukan”. Perilaku saya bisa dianggap secara moral baik, bila saya memperlakukan orang tertentu sebagaimana saya sendiri ingin diperlakukan. Mengapa begitu? Karena saya (dan setiap orang) tentu menginginkan agar saya diperlakukan dengan baik. Saya harus memperlakukan orang lain dengan baik pula. 3. Penilaian masyarkat umum (audit sosial / social audit) Bahwa menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah menyerahkannya kepada masyarakat umum untuk dinilai. Cara ini bisa disebut “audit sosial”. Untuk mencapai suatu tahap obyektif, perlulah penilaian moral dijalankan dalam suatu forum yang seluas mungkin . Oleh sebab itu audit sosial menuntut adanya keterbukaan. Tingkah laku yang kurang etis biasanya dilakukan dengan tersembunyi. Sebaliknya, tingkah laku yang baik secara moral tidak menakuti transparansi. Orang yang berlaku etis bersedia membukakan perbuatannya bagi penilaian masyarakat umum. Perilaku sosial itu bersifat baik secara moral, bila tahan uji dalam audit sosial. Perilaku bersifat buruk secara moral, bila secara umum dinilai sebagai tidak baik.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

oleh berbagai ahli sosiologi bisnis lainnya seperti Keith Davis yang memperkenalkan konsep Iron Law of Social Responsibility.75 Defenisi CSR masih beragam dan memiliki perbedaan defenisi antara satu dengan yang lainnya. Pada dasarnya, CSR mengenai tanggung jawab sosial perusahaan yang merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap para pihak lainnya atau stakeholder, selain tanggung jawab perusahaan terhadap pemegang saham (shareholder). Selanjutnya Merrick Dodd, menyatakan bahwa pengertian tanggung jawab sosial perusahaan adalah : ”suatu pengertian tanggung jawab terhadap para buruh, konsumen dan masyarakat pada umumnya dihormati sebagai sikap yang pantas untuk diadopsi oleh pelaku bisnis.....”76 Selanjutnya Saleem Sheikh menjelaskan bahwa CSR merupakan tanggung jawab perusahaan, apakah bersifat sukarela atau berdasarkan undang – undang, dalam pelaksanaan kewajiban sosial – ekonomi di masyarakat. Beliau mengamati bahwa CSR meliputi 2 (dua) hal yang utama yaitu : corporate philanthropy (filantropi 75

Hendrik Budi Untung, Corporate Social Responsibility, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hal. 37 bahwa dalam sumber tersebut, dinyatakan ide dasar yang dikemukakan Bowen adalah mengenai kewajiban perusahaan menjalankan usahanya sejalan dengan nilai – nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Beliau menggunakan istilah sejalan dalam konteks itu demi meyakinkan dunia usaha tentang perlunya mereka memiliki visi yang melampaui urusan kinerja finansial perusahaan. Selanjutnya dalam konsep Keith David dikemukan bahwa penekanan pada tanggung jawab sosial perusahaan memiliki korelasi positif dengan size atau besarnya perusahaan, studi ilmiah yang dilakukan Davis menemukan bahwa semakin besar perusahaan atau lebih tepat dikatakan, semakin besar dampak suatu perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya, semakin besar pula bobot tanggung jawab yang harus dipertahankan perusahaan itu pada masyarakatnya. 76 Halyani Hj Hassan, Corporate Social Responsibility, disampaikan pada 5th Asian Law Institute Conference, tanggal 22 – 23 Mei 2008, di Singapura, hal. 1 bahwa Merrick Dodd, proponent of corporate social responsibility viewed that : “ A sense of social responsibility toward employees, consumers, and the general public may thus come to be regarded as the appropriate attitude to be adopted by those who are engaged in business ………” Halyani Hj. Hassan juga berpendapat bahwa CSR harus didukung dan dilihat sebagai suatu konsekuensi alamiah bagi perseroan terbatas dan kepribadian hukum yang terpisah.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

korporasi), bahwa perusahaan melakukan peranan jasa sosial dan trusteeship principle (prinsip perwalian), dimana direksi bertindak sebagai wali bagi pemegang saham, kreditur, buruh, konsumen dan komunitas yang lebih luas. Ramon Mullerat menggambarkan CSR sebagai sebuah konsep yang mana perusahaan secara sukarela sebagai penghargaan kepada stakeholders yang lebih luas dengan memberikan kontribusi terhadap lingkungan hidup yang lebih bersih dan kehidupan masyarakat yang lebih baik melalui interaksi yang aktif dengan semua pihak. 77 S. Zadek, M. Fostater dan P. Raynard membagi CSR ke dalam tiga generasi yakni mulai dari yang sifatnya sekadar filantropis, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari strategi bersaing jangka panjang perusahaan, serta yang terakhir yang lebih maju lagi, yakni yang berorientasi pada advokasi dan kebijakan publik. 78 The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) juga menggambarkan CSR sebagai : “business’ commitment to contribute to sustainable economic development, working with employees, their families, the local community, and society at large to improve their quality of life.” (yaitu komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerja sama dengan pegawai, keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup bersama). 79 Menurut defenisi The Jakarta Consulting Group, tanggung jawab sosial diarahkan baik ke dalam (internal) maupun keluar (eksternal) perusahaan. Tanggung 77

Ibid. Sri Hartati Samhadi, Ibid. 79 Philip Kotler dan Nancy Lee, Op.cit., hal.3 78

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

jawab internal (InternalResponsibilities) diarahkan kepada pemegang saham dalam bentuk profitabilitas yang optimal dan pertumbuhan perusahaan, termasuk juga tanggung jawab yang diarahkan kepada karyawan terhadap kontribusi mereka kepada perusahaan berupa kompensasi yang adil dan peluang pengembangan karir. Sedangkan tanggung jawab eksternal (External Responsibilities) berkaitan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi

masyarakat, serta memelihara

lingkungan bagi kepentingan generasi mendatang. 80 Secara umum CSR merupakan peningkatan kualitas hidup mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati, memanfaatkan serta memelihara lingkungan hidup atau dapat dikatakan sebagai proses penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholders baik secara internal maupun secara eksternal. 81 Magnan dan Ferrel juga memberikan defenisi CSR sebagai “A business acts in socially responsible manner when its decision and account for and balance diverse 80

A.B.Susanto, Corporate Social Responsibility, (Jakarta : The Jakarta Consulting Group, 2007), hal. 22 Defenisi The Jakarta Consulting Group tentang CSR : 1. Internal Responsibilities a. Towards shareholders in terms of profit and growth b. Towards employee in terms of employment and career challenges which are mutually beneficial 2. External Responsibilities : a. Company as tax payer and quality – job providers b. Increasing welfare and competence of the society (in company related and nonrelated area c. Preserving the environment for future generation 81 Erni. R.Ernawan, Op.cit., hal. 110

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

stake holder interest.” Defenisi ini menekankan kepada perlunya memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan berbagai pihak stakeholders yang beragam dalam setiap keputusan yang diambil oleh perlaku bisnis melalui perilaku yang secara sosial bertanggung jawab. 82 Versi lain mengenai defenisi CSR diberikan oleh World Bank. Lembaga keuangan global ini memandang CSR sebagai : “the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representative the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development.” (yaitu komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan bekerjasama dengan para pegawai dan melibatkan komunitas lokal serta masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup, yang mana cara- cara ini baik untuk bisnis dan pembangunan). CSR Forum juga memberikan defenisi, “CSR means open and transparent business practices that are based on ethical values and respect for employees, communities and environment.” (CSR berarti praktek bisnis yang terbuka dan transparan berdasarkan nilai – nilai etis dan penghargaan bagi para pegawai, komunitas dan lingkungan). Sementara sejumlah negara juga mempunyai defenisi tersendiri mengenai CSR. Uni Eropa (EU Green Paper on CSR) mengemukakan bahwa “CSR is a concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on

a

voluntary basic.” 82

(CSR adalah suatu

konsep

dimana perusahaan

A.B.Susanto, Loc.cit.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

mengintegrasikan keprihatinan terhadap lingkungan dan sosial terhadap kegiatan bisnis dan interaksi mereka dengan stakeholder mereka berlandaskan dasar sukarela). 83 Di Indonesia, defenisi CSR secara etimologis kerap diterjemahkan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Namun setelah tanggal 16 Agustus 2007, CSR di Indonesia telah diatur dalam Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menggantikan Undang – Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disingkat dengan UU PT bahwa CSR yang dikenal dalam Undang – undang ini sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi : ”Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.” 84 Meskipun terdapat defenisi – defenisi tentang CSR yang beragam, namun konsep CSR ini menawarkan sebuah kesamaan, yaitu keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan. Selain itu ada beberapa isu yang terkait dengan CSR antara lain Good Corporate Governance

(GCG),

Sustainable Development,

Protokol Kyoto,

Millenium

Development Goals (MDGs) dan Triple Bottom Line.

83 84

Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 7-8 Undang - Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 ayat 3.

.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Tatakelola perusahaan yang baik (GCG) diperlukan agar perilaku bisnis mempunyai arahan yang baik. Intinya, GCG merupakan sebuah sistem dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham dan dewan komisaris serta dewan direksi demi tercapainya tujuan korporasi. Dalam arti luas mengatur hubungan seluruh kepentingan stakeholders dapat dipenuhi secara proporsional. Dalam hal ini sedikitnya ada 5 (lima) prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis yaitu, Transparency (Keterbukaan Informasi), Accountability (Akuntabilitas), Responsibility (Pertanggungjawaban), Independency (Kemandirian), Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran). Adapun hubungan antara GCG dengan CSR terdapat pada prinsip responsibility yang merupakan prinsip yang paling dekat dengan CSR. Dalam prinsip ini, penekanan yang signifikan diberikan kepada stakeholders perusahaan. Penerapan prinsip ini diharapkan perusahaan dapat menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali menghasilkan dampak eksternal yang harus ditangggung oleh stakeholders. Oleh sebab itu, wajar bila perusahaan juga memperhatikan kepentingan dan nilai tambah bagi stakeholders-nya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep GCG. Sebagai entitas bisnis yang bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungannya, perusahaan memang mesti bertindak sebagai good citizen yang merupakan tuntutan dari good business ethics. 85

85

Ibid., hal. 9-13

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Selanjutnya, CSR juga dapat ditelusuri melalui konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Konsep ini secara sederhana didefenisikan sebagai pembangunan atau perkembangan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa

membahayakan

kemampuan

generasi

mendatang

untuk

memenuhi

kebutuhannya. Istilah pembangunan berkelanjutan mulai populer setelah terbitnya buku “Silent Spring”

karangan Rachel Carson seperti yang sudah dikemukan

sebelumnya. Sejak saat itu, perhatian terhadap permasalahan lingkungan semakin berkembang dengan dilakukannya berbagai konferensi antara lain Konferensi Lingkungan Hidup di Stockholm (1972), KTT Bumi di Rio de Janeiro (1992), KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg (2002) 86 dan konferensi lainnya yang masih terus dilakukan oleh berbagai negara untuk menangani permasalahan global secara bersama dimana isu yang membahas pembangunan berkelanjutan yang didasarkan atas perlindungan lingkungan hidup, pembangunan ekonomi dan sosial selalu menjadi agenda pertemuan. Hal ini juga merupakan konsep CSR yang selanjutnya berkembang di berbagai negara. Protokol Kyoto yang dideklarasikan di Jepang juga membahas isu global yang berkaitan dengan peningkatan suhu bumi akibat efek gas rumah kaca/ Green Houses Gases (GHGs). Peranan seluruh negara diharapkan dalam menjaga laju pemanasan global akibat peningkatan emisi gas rumah kaca tersebut. 87 Kontribusi emisi gas

86 87

Ibid., hal. 13 - 24 Ibid., hal. 27

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

rumah kaca tersebut ternyata didominasi oleh perusahaan – perusahaan multinasional di berbagai negara terutama negara Amerika Serikat sebagai kontributor emisi terbesar dunia. Hal ini semakin menyadarkan para pelaku bisnis untuk berkomitmen menerapkan CSR demi kepentingan bersama. Pada tahun 2000, dilaksanakan KTT Millennium (Millennium Summit) sebagai wujud dari kepedulian dunia terhadap kemiskinan dengan lahirnya United Millennium Declaration yang berupa Millennium Development Goals/ MDGs. Tujuan dari MDGs antara lain menghapuskan tingkat kemiskinan, pencapaian pendidikan dasar secara universal, serta menjamin berlanjutnya pembangunan lingkungan. Jelas hal ini juga dapat diwujudkan melalui CSR sebagai bagian untuk pencapaian MDGs. 88 Selain itu, CSR juga terkait dengan konsep Triple Bottom Line. Istilah Triple Bottom Line dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997 melalui bukunya ”Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”. Elkington mengembangkan konsep triple bottom line dalam istilah economic prosperty, environmental quality dan social justice. Elkington memberi pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan harus memperhatikan “3P”. Selain mengejar profit, perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Dalam gagasan tersebut, perusahaan tidak

Pertemuan yang diadakan di Kyoto, Jepang pada bulan Desember 1997 mencetuskan sebuah protokol yang kemudian dikenal dengan Protokol Kyoto dan terbuka untuk ditanda-tangani dari tanggal 16 Maret 1998 sampai dengan 15 Maret 1999 di Markas Besar PBB, New York. 88 Ibid., hal. 30 - 32

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi financial-nya saja, namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Aliran pemikiran yang semakin diminati dan semakin punya daya tarik untuk masa yang akan datang adalah aliran yang menyakini bahwa kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). 89 Di Indonesia, beleid CSR lebih dikenal dengan Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) sebagaimana yang sudah termuat dalam Undang – Undang No. 40 Tahun 2007 sebagaimana yang telah disahkan oleh DPR dan pemerintah. UU tersebut membuat kegiatan atau program TJSL menjadi wajib. Ketentuan itu termaktub pada Pasal 74. Konsep CSR juga telah banyak berkembang di negara lain dan bagi Indonesia mengadopsi CSR yang awalnya berkembang di negara kapitalis karena menilai hal ini perlu diatur mengingat semakin besarnya jumlah perusahaan di Indonesia yang menjalankan CSR setengah hati disertai kerusakan lingkungan yang semakin parah. Jika melihat sasaran CSR yang memperhatikan aspek lingkungan dan sosial maka kedua aspek tersebut yang memiliki kecenderungan sebagai latar belakang pengaturan CSR di Indonesia yang lebih dikenal dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. 90

89

Ibid., hal. 32 - 37 ”Kadin Anggap Pasal CSR dalam UUPT Tak Mendasar” http://www.hukumonline.com/ detail.asp?id=18635&cl=Berita (diakses tanggal 11 Juli 2008) bahwa Notaris senior Partomuan Pohan keukeuh CSR harus diatur dalam UU ini. Partomuan adalah salah satu konseptor UU PT yang mewakili pihak pemerintah. “Masih banyak perusahaan kakap setengah hati menjalankan CSR,” tuturnya. Lagipula, Partomuan menilai kini ada tren yang sedang berhembus, “from voluntary to mandatory”. Meskipun dari pihak Kamar Dagang dan Industri keberatan dengan kewajiban melakukan 90

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

C. Konsep CSR dalam Etika Bisnis dan Perusahaan Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) kepada masyarakat merupakan investasi signifikan dalam mempertahankan eksistensi suatu perusahaan. Pemikiran yang mendasari CSR yang sering dianggap inti dari Etika Bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban – kewajiban ekonomis dan legal tetapi juga kewajiban – kewajiban terhadap pihak – pihak yang berkepentingan (stakeholders), karena perusahaan tidak bisa hidup, beroperasi dan memperoleh keuntungan tanpa bantuan pihak lain. CSR merupakan pengambilan keputusan perusahaan yang dikaitkan dengan nilai – nilai etika, dapat memenuhi kaidah – kaidah dan keputusan hukum dan menjunjung tinggi harkat manusia, masyarakat dan lingkungan. Penerapan CSR merupakan salah satu implementasi etika bisnis. Konsep hubungan antara perusahaan dengan stakeholder dapat ditelusuri dari zaman Yunani kuno, sebagaimana disarankan Nicholas Eberstadt. Beberapa CSR seperti yang diungkapkan oleh Hariyadi Sukamdani, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) yang ini lagi mangkel dengan DPR -juga pemerintah. Pangkal persoalannya, kedua lembaga ini sepakat menelurkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Yang bikin Hariyadi keki adalah beleid tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (TJSL). Bahasa kerennya corporate social responsibility (CSR). UU tersebut membuat kegiatan atau program yang satu ini menjadi wajib. Ketentuan itu termaktub pada Pasal 74. Menurut Hariyadi, klausul ini muncul tiba-tiba. “Kubu pemerintah pun kaget. Ketentuan soal CSR diapungkan oleh anggota DPR, tanpa kajian yang mendasar dan hanya bersifat emosional,” ujar Hariyadi, yang mengaku mendapat “bisikan” dari salah seorang anggota dewan. Hariyadi melanjutkan, keputusan emosional itu terbit lantaran kasus lumpur Lapindo yang berlarut-larut. “Harus kita akui ada beberapa anggota dewan yang konstituennya di Jawa Timur,” sambungnya. Namun perhatikan pendapat dari Pakar hukum administrasi negara, Gayus Lumbuun, menjelaskan memang sulit memasukkan etika ke dalam aturan hukum formal. Namun itu bukan berarti tak mungkin. Gayus mencontohkan reformasi etik pada dunia usaha di Amerika Serikat pada 1967. Gayus sendiri mencatat setidaknya ada tiga aturan di Indonesia yang membuat etika menjadi hukum. “Ada ketentuan administrasi negara, perdata, serta pidana.”Karena itu, Gayus kali ini condong membela Partomuan -dan parlemen- yang menghidupkan kewajiban CSR. Maklum, Gayus juga saat ini menjabat legislator dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) -meskipun tak terlibat menukangi UU PT. “Ingat, kita pernah dijajah sebuah perusahaan selama seratus tahun, yakni oleh VOC. Bahaya kalau perusahaan bebas berbuat apa saja,” tuturnya mewanti-wanti.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

pengamat menyatakan CSR berhutang sangat besar pada konsep etika perusahaan yang dikembangkan gereja Kristen maupun fiqh muamalah dalam Islam. Pada dekade 1980-an dunia Barat menyetujui penuh adanya tanggung jawab sosial itu. Tentu dengan perwujudan berbeda di masing-masing tempat, sesuai pemahaman perusahaan terhadap apa yang disebut tanggung jawab sosial. 91 Etika bisnis sebagai etika terapan sesungguhnya merupakan penerapan dari prinsip – prinsip etika pada umumnya. Konsep responsibility (tanggung jawab) dan fairness (keadilan) merupakan prinsip-prinsip etika tersebut yang diimplementasikan dalam wujud CSR. Oleh sebab itu, mengkaji konsep CSR berarti membicarakan konsep tanggung jawab (responsibility) perusahaan dan perwujudan keadilan (fairness) sebagai etika bisnis. Responsibility, pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, di antaranya termasuk masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan

juga mempunyai peran untuk

bertanggungjawab selain kepada shareholder juga kepada stakeholders.

92

Fairness, menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak shareholder dan stakeholders sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

91 92

“Belajar CSR”, http://www.csrindonesia.com/faq.php# (diakses tanggal 27 Mei 2008) Yusuf Wibisono, Op.cit., hal.11-12

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Diharapkan pula, fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan di antara beragam kepentingan dalam perusahaan. 93 Selanjutnya, perusahaan adalah perwujudan dari kepentingan manusia dalam melakukan usaha sehingga sifat yang sama antara perusahaan dengan manusia. Sesuai dengan teori realistis (teori organ) yang menganggap bahwa suatu perusahaan yang berbadan hukum dalam suatu tata hukum sama saja layaknya dengan keberadaan manusia selaku subjek hukum. Dalam hal ini, badan hukum tersebut bertindak melalui organ – organnya. 94 Hal ini juga didukung oleh pandangan kolektiktivitas yang melihat pada sifat kolektif perusahaan yang bertahan pada moralitas sasaran, strategi, prosedur dan pengendalian perusahaan. Paham ini menolak melihat bagaimana seluruh organisasi ditunjang oleh manusia, yaitu individu – individu yang mampu memutuskan bagi mereka sendiri apakah dan bagaimanakah mereka mematuhi persyaratan kolektif.

95

Oleh sebab perusahaan merupakan badan hukum

93

Ibid., hal. 12 Munir Fuady, Doktrin – Doktrin Modern dalam Corporate Law, Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 4 Lihat juga Pasal 1 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa “Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.” 95 Peter Pratley, Op.cit.,hal. 114. Ibid., lihat juga pernyataan dari W. Michael Hoffman yang mengkritik pandangan individualis (yang berlawanan dengan pandangan kolektif) yang mengatakan bahwa hanya manusia individual yang bertanggung jawab secara moral berarti tidak mengakui bahwa kesatuan kolektif seperti perusahaan, bala tentara, negara berbangsa tunggal, staf pengajar, dan panitia memang menghasilkan hal – hal dengan cara – cara yang tidak hanya dapat direduksi atau dapat diterangkan oleh kumpulan perilaku individual. Keseluruhan kesatuan kolektif lebih dari sekedar akumulasi dari bagian – bagiannya karena individu – individu yang membentuk kumpulan tersebut (dan yang tindakannya jelas – jelas perlu bagi kelompok untuk bertindak) diatur dalam hal tujuan kooperatif, sasaran, strategi, pernyataan misi, kebijakan, anggaran dasar yang kooperatif (atau apapun Anda menyebutnya), yang memberi kepada kumpulan itu identitas dan uraian fungsinya. Manusia bertindak atas nama tujuan kolektif dan sesuai dengan petunjuk kolektifnya. 94

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

maka perusahaan mempunyai banyak hak dan kewajiban. Kemudian berbicara mengenai etika bisnis, maka untuk menentukan suatu perusahaan mempunyai tanggung jawab moral (secara etis) maka perusahaan perlu berstatus moral atau – dengan kata lain – perlu merupakan pelaku moral (agent moral). Pelaku moral bisa melakukan perbuatan etis atau tidak etis. Salah satu syaratnya adalah memiliki kebebasan atau kesanggupan mengambil putusan bebas. 96 Selanjutnya W. Michael Hoffman memberikan jalan tengah bahwa baik perusahaan maupun individu pengurusnya adalah moral agent. Hoffman mencoba menggabungkan antara kultur moral perusahaan dengan otonomi moral individu – individu sebagai pengurusnya yang mengelola perusahaan sedemikian rupa sehingga menghasilkan kultur perusahaan yang bermoral. Sifat kultur perusahaan moral adalah kuncinya. Kultur perusahaan harus diciptakan dengan cara sedemikian rupa sehingga sasaran etis, struktur dan strategi tertentu, dikemukakan secara jelas untuk membentuk kerangka kerja yang konseptual dan operasional untuk pengambilan keputusan moral. Faktor kunci ini harus diselaraskan dengan otonomi individual yang berwatak baik. 97 Dengan demikian secara khusus adanya pengakuan bahwa perusahaan yang di dalamnya termasuk Perseroan Terbatas juga memiliki kehendak layaknya manusia dalam perannya sebagai moral agent sehingga perbuatan Perseroan Terbatas dapat dinilai dari sisi moral atau tidak bermoral, bertanggung jawab atau Karakter yang ada di dalam perusahaan sebenarnya mirip dengan manusia, misalnya perusahaan memiliki sejarah tumbuh dan berkembangnya, perusahaan mempunyai organ yang dilakoni oleh para pengurusnya, perusahaan mempunyai tujuan yang hendak dicapai dan perusahaan juga bisa mati (bubar) sebagaimana yang telah diatur oleh Anggaran Dasarnya. 96 K. Bertens, Op.cit., hal. 290 97 Peter Pratley,Op.cit., hal. 115 - 116

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

tidak bertanggungjawab. Selanjutnya, apabila perusahaan mengikatkan diri dengan manajemen kualitas, perusahaan menyetujui tanggung jawab moral tertentu. Pada aras terendah, perusahaan berjanji pada diri sendiri untuk tiga tanggung jawab perusahaan berikut ini : 98 1. Perhatian pada konsumen, dinyatakan dengan memuaskan kebutuhan akan kemudahan penggunaan dan keselamatan produk yang diproduksi 2. Perhatian terhadap lingkungan 3. Perhatian terhadap kondisi – kondisi kerja minimum Ada suatu sifat penting dari komitmen moral untuk mencegah adanya resiko. Komitmen moral itu menunjukkan kemampuan upaya etis yang yang diikutsertakan dalam sebuah cabang bisnis. Kinerja moral dalam bisnis dapat digambarkan dengan cara negatif, yaitu sebagai kemampuan untuk membatasi risiko kerusakan dan kejahatan yang besar, tidak hanya di dalam perusahaan, tetapi juga di antara para stakeholder yang lain. Walaupun demikian lebih baik merumuskan pernyataan misi yang lebih positif dan menarik sambil tetap mengacu ke sasaran negatif ini. 99

98

Ibid., hal 111 - 112 Ibid., hal. 112 - 113 Lihat juga Andy Kirana, Op.cit., hal. 79 – 81 bahwa pengertian tanggung jawab sosial terbagi atas 2 (dua) yaitu : 1. Tanggung jawab positif “Melakukan kegiatan – kegiatan yang bukan didasarkan pada perhitungan untung – rugi, melainkan didasarkan pertimbangan demi kesejahteraan sosial.” 2. Tanggung jawab negatif “ Tidak melakukan kegiatan – kegiatan yang dari segi ekonomis menguntungkan tetapi dari segi sosial merugikan dan kesejahteraan sosial.” 99

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Trevino dan Nelson memberikan konsep CSR sebagai piramid yang terdiri dari 4 (empat) macam tanggung jawab yang harus dipertimbangkan secara berkesinambungan, yaitu ekonomi, hukum, etika dan berperikemanusiaan.

100

Tanggung jawab Berperikemanusiaan*) Tanggung jawab Etis

Tanggung jawab Hukum

Tanggung jawab Ekonomi

Gambar 1. Piramida Konsep Corporate Social Responsibility *) Carrol juga menyebutnya Tanggung jawab Filantropis (Sumber : A.B. Susanto, Corporate Social Responsibility, (Jakarta : The Jakarta Consulting Group, 2007), hal.32)

Tanggung jawab ekonomi sebagai landasannya dan merujuk pada fungsi utama bisnis sebagai prosedur barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, dengan menghasilkan laba yang dapat diterima, artinya laba yang dihasilkan harus sejalan dengan aturan dasar masyarakat. Tanpa laba perusahaan tidak akan eksis, tidak dapat memberi kontribusi apapun kepada masyarakat. Masalah tanggung jawab

100

Erni R. Ernawan, Op.cit., hal. 112. Lihat juga A.B. Susanto, Op.cit., hal. 32 - 33 Berkaitan dengan tanggung jawab etis (moral) dan tanggung jawab hukum (legal), lihat juga A. Sonny Keraf, Op.cit., hal.64 yang memberikan perbedaan antara legalitas dan moralitas. Suatu praktik atau kegiatan mungkin saja dibenarkan dan diterima secara legal (ada aturan hukumnya), tetapi belum tentu dari segi etis diterima dan dibenarkan. Misalnya dari segi legal mungkin saja monopoli dalam bisnis diterima dan dibenarkan, mungkin karena tidak ada aturan hukum yang dilanggar oleh praktik itu. Tetapi tidak berarti bahwa dari segi etika monopoli dibenarkan. Karena itu, anggapan bahwa suatu kegiatan yang diterima secara legal, dengan sendirinya diterima secara etis, adalah keliru.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

merupakan hal yang dianggap paling krusial, karena tanpa adanya kelangsungan finansial tanggungjawab hal yang lain menjadi hal yang meragukan. Tanggung jawab hukum sering dihubungkan dengan tanggung jawab etika, melebarkan tanggung jawab hukum dan mengharapkan para usahawan untuk menjalankan fungsinya setingkat di atas hukum. Perusahaan harus mematuhi hukum yang berlaku sebagai representasi dari rule of the game. Aturan yang dimaksud di sini adalah peraturan umum tentang dunia usaha seperti aturan tentang perburuhan, anti monopoli, lingkungan hidup dan sebagainya. Etika bisnis mencakup cara organisasi bisnis menjalankan kewajiban hukum dan etika. Tanggung jawab etis mencakup tanggung jawab secara umum, karena tidak semua harapan masyarakat dirumuskan dalam hukum. Etika bukan hanya sesuai dengan hukum, namun juga dapat diterima secara moral. Tanggung jawab sosial juga harus tercermin dari perilaku etis perusahaan. Perusahaan diharapkan masyarakat agar menghargai nilai – nilai kultural lokal, berperilaku baik, dan memahami kondisi nyata masyarakat di sekitar operasinya, misalnya ditunjukkan dengan berusaha mengakomodasi harapan masyarakat meskipun sebenarnya tidak diwajibkan oleh hukum. Tanggung jawab berperikemanusiaan/filantropis merupakan tanggung jawab terhadap sesama mencakup peran aktif perusahaan dalam memajukan kesejahteraan manusia. Tanggung jawab ini mengharuskan perusahaan untuk berkontribusi terhadap komunitasnya yaitu meningkatkan kualitas hidup.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Hal yang biasanya terkait dengan tanggung jawab dari perusahaan yaitu : 101 1. Board of Director yang mempunyai komitmen dan mendorong kegiatan CSR 2. Undang – undang setempat dan peraturan perpajakan, dan juga pendapat dari stakeholder harus dipertimbangkan 3. Kegiatan ekonomi sosial dan kinerja lingkungan serta akibatnya diawasi dan dilaporkan ke publik. Pertanggung jawaban perusahaan atas segala aktivitasnya menjadi perhatian serius yang harus dipikirkan secara komprehensif oleh perusahaan melalui organ perusahaannya dalam melakukan tindakan bisnis. Lebih lanjut ada beberapa argumen yang mendukung perlunya tanggung jawab sosial dilaksanakan oleh perusahaan yaitu: 102 1. Kebutuhan dan harapan masyarakat yang semakin berubah 2. Kewajiban moral perusahaan 3. Terbatasnya sumber – sumber daya 4. Lingkungan sosial yang lebih baik 5. Perimbangan tanggung jawab dan kekuasaan 6. Bisnis mempunyai sumber – sumber daya yang berguna 7. Keuntungan jangka panjang Oleh karena itu, demi kelangsungan hidup suatu bisnis yang baik untuk jangka panjang, perusahaan mengemban tanggung jawab sosial yang tidak bisa

101 102

Ibid., hal. 113 - 114 A. Sonny Keraf, Op.cit., 92 - 96

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

diabaikan begitu saja. Meskipun dalam kenyataannya, tanggung jawab sosial dapat bertabrakan dengan prinsip mencari keuntungan, namun justru inilah yang membedakan antara nilai sebuah bisnis yang baik dan tahan lama dari bisnis yang asal - asalan. Bisnis yang baik akan tetap mengindahkan prinsip tanggung jawab, jika perlu dengan mengorbankan keuntungan jangka pendek. Bisnis yang baik selalu mempertimbangkan keuntungan jangka pendek ini dalam rangka keuntungan jangka panjang.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

BAB III PERANAN PEMERINTAH, PERUSAHAAN DAN MASYARAKAT DALAM PENERAPAN CSR A.

Membangun Kemitraan Tripartit (Pemerintah Masyarakat) sebagai Konsep Penerapan CSR



Perusahaan



Selama setengah abad terakhir dunia bisnis telah menjelma menjadi institusi yang memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia. Peranan perusahaan paling diharapkan terutama karena dianggap paling mampu menciptakan lapangan kerja yang baru, meningkatkan taraf hidup banyak orang serta mendorong kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat luas. Masyarakat juga semakin terbiasa menikmati jasa – jasa yang mereka tawarkan sehingga mempermudah hidup warga masyarakat. Pemerintah juga harus bersyukur karena melalui mekanisme pajak sebagai kewajiban bagi perusahaan turut berpartisipasi untuk pembangunan serta membantu meringankan beban warga masyarakat yang belum beruntung. Perusahaan dan masyarakat diusahakan berada dalam sebuah hubungan simbiosis mutualisme. Keberadaan perusahaan diharapkan dapat memacu roda perekonomian, yang membawa komunitas (masyarakat) menuju taraf hidup yang lebih tinggi. Dengan demikian harus ada keseimbangan keuntungan komunitas (community benefits) dengan keuntungan bisnis (business benefits) yang dapat diperoleh dari percampuran antara filantropi murni dan penjajaan bisnis (business sponsorship approach) yang melahirkan filantropi strategis (strategic philanthropy). Pemerintah bertindak sebagai katalisator dalam proses ini. Program community

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

development harus didasarkan atas koordinasi dan kesepakatan antara perusahaan sebagai penyandang dana bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan pemerintah sebagai regulator.103 Konsep corporate social responsibility melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumberdaya masyarakat, juga masyarakat setempat (lokal). Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial antar stakeholders 104. Tanggung jawab sosial perusahaan lebih mengarah pada bagaimana suatu biaya materi yang dikemas dan diterapkan pada masyarakat dapat memperoleh

103

A.B. Susanto, Op.cit., hal.69 - 70 Lihat K. Bertens, Op.cit., hal. 162 – 163 yang memberikan defenisi stakeholders. Istilah stakeholders untuk pertama kali muncul pada tahun 1963 dalam sebuah memorandum internal dari Stanford Research Institute, California. Stakeholders adalah orang atau instansi yang berkepentingan dengan suatu bisnis atau perusahaan. R.Edward Freeman menjelaskan stakeholders sebagai individu – individu dan kelompok – kelompok yang dipengaruhi oleh tercapainya tujuan – tujuan organisasi dan pada gilirannya dapat mempengaruhi tercapainya tujuan – tujuan tersebut. Stakeholders dibagi atas pihak pihak yang berkepentingan internal dan eksternal. Pihak yang berkepentingan internal adalah “orang dalam” dari suatu perusahaan; orang atau instansi yang secara langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan, seperti pemegang saham, manajer, dan karyawan. Pihak berkepentingan eksternal adalah “orang luar” dari suatu perusahaan; orang atau instansi yang tidak secara langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan seperti para konsumen, masyarakat, pemerintah, lingkungan hidup. Lihat juga Frans Magnis-Suseno, Berfilsafat dari Konteks, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992), hal. 161 yang memunculkan istilah stakeholders approach yang menunjukkan pendekatan semata – mata mencari keuntungan bukan good business. Perhatian terhadap kepentingan semua pihak yang secara nyata berkepentingan dalam usaha bukan hanya merupakan tuntutan etika bisnis, melainkan jaminan terbaik agar perusahaan itu dalam jangka panjang dapat berkembang dengan baik. Selanjutnya dalam bukunya K.Bertens juga menyebutkan teori stakeholders dengan pendekatannya ini merupakan kritikan dan jawaban yang tepat atas pendangan Friedman sebagai penentang doktrin tanggung jawab sosial perusahaan. Teori ini menyatakan bahwa di samping shareholders masih banyak stakeholders lain yang semuanya berhak diperhatikan dalam pengelolaan bisnis. Dan lihat Hendrik Budi Untung, Op.cit., hal. 38 bahwa teori stakeholder (stakeholder theory) yang diperkenalkan pada tahun 1971 diartikan sebagai sebuah teori yang mengatakan bahwa tanggung jawab korporasi sebetulnya melampaui kepentingan berbagai kelompok yang hanya berpikir tentang urusan finansial, tanggung jawab tersebut berkaitan erat dengan masyarakat secara keseluruhan yang menentukan hidup matinya suatu perusahaan. 104

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

keuntungan sosial dengan memberikan akses yang seluas – luasnya kepada masyarakat di luar perusahaan maupun di dalam perusahaan. Adapun

upaya

perusahaan

dalam

105

meningkatkan

peranannya

dalam

pembangunan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan membutuhkan sinerji multipihak yang solid dan baik. Sinerji yang paling diharapkan adalah adanya kemitraan antara perusahaan, pemerintah dan komunitas atau masyarakat. Sinerji ini disebut kemitraan tripartit. 106 Menurut Tennyson kemitraan adalah kesepakatan antar sektor dimana individu, kelompok atau organisasi sepakat bekerjasama untuk memenuhi sebuah kewajiban atau melaksanakan kegiatan tertentu, bersama – sama menanggung resiko maupun keuntungan dan secara berkala meninjau kembali hubungan kerjasama. Tiga prinsip penting dalam membentuk kemitraan adalah : 107 1. Kesetaraan atau keseimbangan (equity) Pendekatannya tidak top-down atau bottom-up, tidak juga berdasarkan kekuasaan semata, namun hubungan yang saling menghormati, saling menghargai dan saling percaya.

105

Erni R. Ernawan, Op.cit., hal. 110 Yusuf Wibisono, Op.cit., hal.xxv 107 Ibid, hal. 103 – 104. Lihat pada sumber yang sama hal. 139 bahwa mekanisme kegiatan CSR dapat dilakukan : pertama, bottom up process yaitu program berdasarkan permintaan beneficiaries, yang kemudian dilakukan evaluasi oleh perusahaan, kedua, top down process yaitu, program berdasar pada survey seksama oleh perusahaan, yang disepakati oleh beneficiaries, ketiga, partisipatif yaitu program dirancang bersama antara perusahaan dan beneficiaries. 106

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

2. Transparansi Transparansi diperlukan untuk menghindari rasa saling curiga antar mitra kerja. 3. Saling menguntungkan Suatu kemitraan harus membawa manfaat bagi semua pihak yang terlibat. Selanjutnya kemitraan antara perusahaan dengan pemerintah maupun komunitas/ masyarakat dapat mengarah ke tiga pola kemitraan sebagai berikut : 108 1. Pola kemitraan kontra produktif Pola ini akan terjadi jika perusahaan masih berpijak pada pola konvensional yang hanya mengutamakan kepentingan shareholders yaitu mengejar profit sebesar – besarnya. Fokus perhatian perusahaan lebih bertumpu pada bagaimana perusahaan bisa mendapatkan keuntungan secara maksimal, sementara hubungan dengan pemerintah dan komunitas atau masyarakat hanya sekedar pemanis belaka. Perusahaan berjalan dengan targetnya sendiri, pemerintah juga tidak peduli, sedangkan masyarakat tidak mempunyai akses apapun kepada perusahaan. Pola kemitraan ini dapat saja terjadi namun lebih bersifat semu dan bahkan menonjolkan kesan negatif. Bahkan juga bisa memicu terjadinya fenomena buruk kapan saja, misalnya pemogokan oleh buruh, unjuk rasa dan terhentinya aktifitas atau tutupnya perusahaan.

108

Ibid., hal. 104 - 106

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

2. Pola kemitraan semi produktif Dalam pola ini pemerintah dan komunitas atau masyarakat dianggap sebagai obyek dan masalah di luar perusahaan. Perusahaan tidak tahu program – program pemerintah, pemerintah juga tidak memberikan iklim yang kondusif kepada dunia usaha dan masyarakat bersifat pasif. Pola kemitraan ini masih mengacu pada kepentingan jangka pendek dan tidak menimbulkan sense of belonging di pihak masyarakat dan low benefit di pihak pemerintah. Kerjasama ini lebih mengedepankan aspek karitatif atau public relation dimana pemerintah dan masyarakat masih lebih dianggap sebagai obyek. Dengan kata lain, kemitraan masih belum strategis dan masih mengedepankan kepentingan diri (self interest) perusahaan, bukan kepentingan bersama (common interest) antara perusahaan dengan mitranya. 3. Pola kemitraan produktif Pola ini menempatkan mitra sebagai subyek dan dalam paradigma common interests. Prinsip simbiosis mutualisme sangat kental pada pola ini. Perusahaan mempunyai kepedulian sosial dan lingkungan yang tinggi, pemerintah memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha dan masyarakat memberikan support positif kepada perusahaan. Bahkan bisa menjadi mitra yang dilibatkan pada pola hubungan resource-based partnership

dimana

mitra

diberi

kesempatan

menjadi

bagian

dari

shareholders. Pola ini dapat menimbulkan sense of belonging, membangun kepercayaan yang semakin tinggi (high trust, high security level) serta

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

hubungan sinergis antara subyek – subyek dalam paradigma common interests. Pola inilah yang perlu mendapat perhatian dan dorongan untuk dapat diimplementasikan secara lebih luas. Konsep dasar tanggung jawab sosial perusahaan adalah kesadaran bahwa terdapat hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara perusahaan dengan komunitas yang berada dalam lingkungan sekitarnya. Komunitas lokal mengharapkan perusahaan bersedia membantu dalam menghadapi masalah mereka. Sebaliknya pihak perusahaan mengharapkan mereka diperlakukan secara adil dan cara pandang yang suportif. Hubungan – hubungan antar stakeholders diumpamakan sebagai aliran darah dalam organisasi. Seperti halnya sebuah entitas yang berada dalam hubungan simbolik pada sebuah lingkungan, seperti itulah yang dilakukan oleh perusahaan. Hubungan stakeholders menyediakan energi, informasi, dan sumber daya yang penting bagi kehidupan. Dalam hubungan ini perusahaan menciptakan modal sosial, modal intelektual, modal lingkungan dan modal finansial dan keseluruhannya adalah upaya jangka panjang yang berkelanjutan (sustainability).

B. Manfaat dan Petunjuk Tata Cara Penerapan CSR Dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya perusahaan memfokuskan perhatiannya kepada 3 (tiga) hal yaitu : profit, lingkungan dan masyarakat. 109

109

A.B. Susanto, Op.cit., hal. 26 - 27

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Profit ……………….. People ……………………………… Planet ……………………………………………..

PROFIT Dividend Growth Tax Obligation

ENVIRONMENT Environment Preservation Disaster Management

PEOPLE Ethical & Competency Workshop “Parenting”

Gambar 2. Sasaran CSR

Apabila diperolehnya laba, perusahaan dapat memberikan dividen bagi pemegang saham, mengalokasikan sebagian laba yang diperoleh guna membiayai pertumbuhan dan pengembangan usaha di masa depan, serta membayar pajak. Perusahaan memberikan perhatian kepada lingkungan sekitar dengan berpartisipasi dalam usaha – usaha pelestarian lingkungan demi terpeliharanya kualitas kehidupan umat manusia dalam jangka panjang. Perusahaan juga ikut mengambil bagian dalam aktivitas manajemen bencana. Manajemen bencana bukan hanya sekedar memberikan bantuan kepada korban bencana, namun juga berpartisipasi dalam usaha – usaha mencegah terjadinya bencana serta meminimalkan

Lihat juga Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 6 bahwa konteks ini juga sejalan dengan pemikiran John Elkington melalui konsep “3P” (profit, people, planet) dalam bukunya Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business pada tahun 1997.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

dampak bencana melalui usaha – usaha pelestarian lingkungan sebagai tindakan preventif untuk meminimalisir bencana. Perhatian terhadap masyarakat dapat dilakukan dengan cara melakukan aktivitas – aktivitas serta serta perbuatan kebijakan – kebijakan yang dapat meningkatkan kompetensi yang dimiliki di berbagai bidang. Kompetensi yang meningkat ini pada gilirannya diharapkan akan mampu dimanfaatkan bagi peningkatkan kualitas hidup masyarakat. Dengan menjalankan tanggung jawab sosial, perusahaan diharapkan tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek, namun juga turut berkontribusi bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitar dalam jangka panjang. Dari sisi perusahaan terdapat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas CSR, yaitu : 110 1. mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan. Perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosialnya secara konsisten akan mendapatkan dukungan yang luas dari komunitas yang telah merasakan manfaat dari berbagai aktivitas yang dijalankannya. CSR akan mendongkrak citra perusahaan dalam rentang waktu panjang akan meningkatkan reputasi perusahaan. 2. sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan krisis. Demikian pula ketika perusahaan diterpa kabar 110

A.B. Susanto, Op.cit., hal. 28 - 32

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

miring bahkan ketika perusahaan melakukan kesalahan, masyarakat lebih mudah memahami dan memaafkannya. 3. keterlibatan dan kebanggaan karyawan. Karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik, yang secara konsisten melakukan upaya – upaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Kebanggaan ini pada akhirnya akan menghasilkan loyalitas, sehingga mereka merasa lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras demi kemajuan perusahaan. Hal ini akan berujung pada peningkatan kinerja dan produktivitas. 4. mampu memperbaiki dan mempererat hubungan - hubungan antara perusahaan dengan para stakeholdernya bila CSR dilaksanakan secara konsisten. Pelaksanaan CSR yang konsisten menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kepedulian terhadap pihak – pihak yang selama ini berkontribusi terhadap lancarnya berbagai aktivitas serta kemajuan yang diraih perusahaan. Hal ini mengakibatkan para stakeholders senang dan merasa nyaman dalam menjalin hubungan dengan perusahaan. 5. meningkatnya penjualan seperti yang terungkap dalam riset Roper Search Worldwide 111, konsumen akan lebih menyukai produk – produk yang

111

Ibid., hal.5 menyebutkan bahwa riset yang dilakukan Roper Search Worldwide menunjukkan 75 % responden memberi nilai lebih kepada produk dan jasa yang dipasarkan oleh perusahaan yang memberi kontribusi nyata kepada komunitas melalui program pengembangan. Sekitar 66 % responden juga menunjukkan mereka siap berganti merek kepada merek perusahaan yang memiliki citra sosial yang positif. Hal ini membuktikan terjadinya perluasan ‘minat’ konsumen dari ‘produk’ menuju korporat.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten menjalankan tanggung jawab sosialnya sehingga memiliki reputasi yang baik. 6. insentif – insentif lainnya seperti pajak dan berbagai perlakuan khususnya lainnya. Hal ini perlu dipikirkan guna mendorong perusahaan agar lebih giat menjalankan tanggung jawab sosialnya. Selain itu ada beberapa benefit lain yang patut dicermati untuk melakukan CSR, antara lain : 112 1. mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan citra merek perusahaan 2. mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial 3. mereduksi risiko bisnis perusahaan 4. melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha 5. membuka peluang pasar yang lebih luas 6. mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah 7. memperbaiki hubungan dengan stakeholder

Lihat Andi Firman, Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan, http://www. kutaikartanegara.com/forum/viewtopic.php?p=5170 (diakses tanggal 4 Maret 2008) bahwa Hasil survey “The Millenium Poll on CSR” (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forym (London) diantara 25.000 responden di 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktek terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) paling berperan. Sedangkan bagi 20% responden, berpendapat citra perusahaan yang akan paling mempengaruhi kesan mereka, yakni faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan, strategi perusahaan, atau manajemen. Sisanya 20 % responden berpendapat, sebagai masyarakat yang berada di sekitar dimana perusahaan beroperasi, mereka ingin “menghukum” perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR, dengan cara tidak akan membeli produk bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa dan menghasilkan produk, dan/atau menginformasikan kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut. Sementara, bagi perusahaan yang bidang usahanya berkaitan dengan eksplorasi sumber daya alam, mereka berpendapat hendak mengajukan gugatan perwakilan (class action) terhadap implikasi adanya kegiatan pertambangan. 112 ”Harapan Untuk Berbagi Madu”, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

8. memperbaiki hubungan dengan regulator 9. meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan 10. peluang mendapatkan penghargaan Meskipun tidak ada hubungan yang melekat antara kewajiban sosial dengan kinerja ekonomi. Namun hal ini tidak menghentikan pendukung tanggung jawab sosial perusahaan atas pendapat mereka akan adanya hubungan yang positif. 113 Bahkan A. Sonny Keraf juga menyebutkan beberapa alasan perlunya keterlibatan sosial perusahaan : 114 1. Kebutuhan dan harapan masyarakat semakin berubah Masyarakat semakin kritis dan peka terhadap perilaku perusahaan 2. Terbatasnya sumber daya alam Bisnis diharapkan untuk tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam yang terbatas, namun harus juga memelihara dan menggunakan sumber daya alam secara bijak. 3. Lingkungan sosial yang lebih baik Lingkungan sosial akan mendukung keberhasilan bisnis untuk jangka panjang, semakin baik lingkungan sosial dengan sendirinya akan ikut memperbaiki iklim bisnis yang ada.

113

Lihat Amin Widjaja Tunggal, Corporate Social Responsibility, (Jakarta : Harvarindo, 2007), hal. 57 – 58 yang menyebutkan sebagai contoh, suatu penyelidikan menunjukkan Domini 400 social index, suatu dana saham yang terdiri atas 400 perusahaan yang bertanggung jawab sosial, telah melampaui The Standard and Poor’s 500 (angka indeks 500 saham perwakilan dari seluruh pelaku ekonomi) sebesar 5 persen. 114 Erni R. Ernawan, Op.cit., hal. 114 - 115

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

4. Perimbangan tanggung jawab dan kekuasaan kekuasaan yang terlalu besar jika tidak diimbangi dan dikontrol dengan tanggung jawab sosial akan menyebabkan bisnis menjadi kekuatan yang merusak masyarakat. 5. Keuntungan jangka panjang Tanggung jawab dan keterlibatan sosial tercipta suatu citra positif di mata masyarakat, karena terciptanya iklim sosial politik yang kondusif baik kelangsungan bisnis perusahaan. Bahkan menurut Yusuf Wibisono, setidaknya ada 3 (tiga) alasan penting kalangan dunia usaha harus merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya, yaitu : 115 1.

Perusahaan merupakan bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan harus menyadari bahwa mereka beroperasi dalam suatu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya imbal balik atas penguasaan sumber daya alam dan ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan eksploratif, di samping sebagai

kompensasi

sosial

karena

timbul

ketidaknyamanan

pada

masyarakat. 2.

Kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan dari 115

Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 71 - 72

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

masyarakat, setidaknya license to operate, wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan kontribusi posistif

kepada masyarakat,

sehingga dapat tercipta harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan perfoma perusahaan. 3.

Kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindari konflik sosial. Potensi konflik itu dapat berasal akibat

dampak operasional perusahaan ataupun akibat kesenjangan

struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen masyarakat. Berkaitan dengan implementasi CSR, Philip Kotler dan Nancy Lee mengidentifikasikan 6 (enam) pilihan program bagi perusahaan yang disebut Corporate Sosial Inisiative yaitu : 116 1. Berupa aksi promosi (cause promotion) Suatu korporasi memberikan dana, dengan berbagai macam bentuk kontribusinya untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian tentang masalah masalah sosial yang

dapat dilakukan

berupa penggalangan dana,

berpartisipasi, atau perekrutan sukarelawan untuk pelaksanaan aksi sosial tersebut. Korporasi dapat berinisiatif dan mengatur promosinya dengan sendiri dan dapat juga dilakukan melalui bentuk mitra kerja (seperti perusahaan Aleve yang mensponsori penggalangan dana Arthritis Foundation) atau juga menjadi salah satu dari beberapa sponsor (seperti Keep America 116

Philip Kotler dan Nancy Lee.,Op.cit., hal. 23 - 24

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Beutiful 2003 memsponsori “Great American Clean-up” antara lain yang dilakukan oleh Lysol, PepsiCo, dan Firestone Tire & Service Centers, di antara yang lainnya) 2. Berupa aksi yang berkaitan dengan pemasaran (cause- related marketing) Suatu perusahaan berkomitmen untuk memberikan kontribusi atau donasi/ menyisihkan sebagian persentase dari pendapatan berdasarkan penjualan produk/keuntungan. Sebagian besar hal ini dilakukan untuk periode waktu tertentu, produk khusus dan program amal tertentu. Dalam hal ini, sebuah korporasi sering bermitra kerja dengan organisasi non-profit, memberikan hubungan manfaat yang timbal – balik dilakukan untuk meningkatkan penjualan produk – produk dan memperoleh dukungan finansial untuk program charity/amal (misalnya, Comcast mendonasi $4.95 dari biaya instalasi high – speed Internet service kepada Lembaga Ronald Mcdonald pada setiap akhir bulan yang telah ditentukan). 3. Pemasaran sosial perusahaan (corporate sosial marketing) Suatu perusahaan mendukung pengembangan dan/atau mewujudkan sebuah kampanye dengan fokus perubahan tingkah laku

(behaviour change

campaign) tertentu yang mempunyai pengaruh negatif dengan maksud untuk memperbaiki tingkat kesehatan, keselamatan, lingkungan, atau kesejahteraan komunitas. Ciri – ciri yang menonjol dalam hal ini adalah berfokus untuk melakukan perubahan tingkah laku, yang membedakan dari aksi yang lain bahwa dalam hal ini difokuskan kepada kesadaran untuk mendukung,

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

menggalang dana, dan perekrutan secara sukarela untuk suatu aksi. Sebuah perusahaan dapat mewujudkan kampanye perubahan tingkah laku bisnisnya secara sendiri - sendiri (seperti Phillip Morris yang mendorong para orang tua untuk berbicara kepada anak – anak mereka tentang penggunaan dan dampak bahaya tembakau), tetapi lebih dari itu dapat juga melibatkan peran para partner di sektor publik (Home depot mempromosikan tips/petunjuk cara konservasi air yang bermanfaat) 4. Filantropi perusahaan (corporate philanthropy) Suatu perusahaan dapat melakukan pemberian kontribusi secara langsung, yang sering dilakukan dalam bentuk kontribusi uang tunai, donasi/sumbangan, dan/atau bentuk jasa lainnya. Bentuk ini mungkin merupakan inisiatif sosial korporasi yang paling tradisional dan dalam beberapa dekade telah dilakukan pendekatan secara responsif, bahkan dengan cara yang lebih khusus. Banyak perusahaan saat ini yang memiliki tekanan, baik secara internal maupun eksternal, untuk lebih melakukan pendekatan yang lebih strategis, dalam memilih jenis - jenis kegiatan filantropinya dan fokus lainnya bagi pencapaian sasaran dan tujuan bisnis perusahaannya. 5. Komunitas sukarelawan (community volunteering) Suatu perusahaan mendukung dan mendorong para karyawan, pengecer, dan/ atau perusahaan franchise untuk secara sukarela menyediakan waktu mereka dalam mendukung aksi dan organisasi komunitas lokal. Kegiatan ini dapat dilakukan secara sendiri – sendiri (seperti karyawan sebuah perusahaan

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

bertekhnologi tinggi memberikan tutor/bimbingan kepada generasi muda di sekolah – sekolah tingkat menengah dalam menambah ketrampilan komputer bagi mereka) atau dapat juga dilakukan dalam bentuk kerjasama dengan organisasi non-profit (karyawan perusahaan Shell bekerja sama dengan The Ocean Conservacy dalam pembersihan areal pantai). 6. Praktek – praktek bisnis yang bertanggung jawab dan bersifat sosial (socially responsible business practices) Suatu perusahaan mengadopsi dan melakukan praktek – praktek bisnis yang bersifat diskresi dan investasi – investasi yang mendukung aksi sosial untuk memperbaiki kesejahteraan komunitas dan melindungi lingkungan hidup. Seperti Starbucks bekerja sama dengan Conservation International untuk mendukung para petani dalam meminimalisasi dampak bagi lingkungan lokal mereka. Beragamnya bentuk implementasi CSR yang dilakukan oleh masing – masing perusahaan sangat bergantung pada misi, budaya, lingkungan dan resiko serta kondisi operasional masing – masing perusahaan. Pandangan lain tentang pelaksanaan CSR juga dikemukakan oleh Eleanor Chambers pada tahun 2003 yang melakukan penelitian atas praktik tanggung jawab sosial korporat di 7 (tujuh) negara Asia (India, Korea Selatan, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina dan Indonesia)

dan mengklasifikasikan CSR ke

dalam 3 (tiga) aspek yaitu, pertama, keterlibatan dalam komunitas di antaranya pengembangan masyarakat (community development), pendidikan dan pelatihan kegiatan keagamaan dan olahraga. Kedua, pembuatan produk yang

bisa

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

dipertanggung-jawabkan secara sosial adalah kesehatan dan keselamatan kerja dan proses dan produk yang ramah lingkungan termasuk kepedulian terhadap konservasi lingkungan hidup. Ketiga, employee relations berupa kesejahteraan dan keterlibatan pekerja. 117 Pada umumnya, perusahaan – perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan CSR menggunakan tahapan – tahapan sebagai berikut :118 1. Tahapan perencanaan Perencanaan terdiri dari 3 (tiga) langkah utama yaitu Awareness building, CSR Assessement, dan CSR Manual building. Pertama, Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai pentingnya arti CSR dan komitmen manajemen. Upaya ini dilakukan antara lain melalui seminar, lokakarya, diskusi dan lain – lain. Kedua, CSR Assessement merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek – aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah – langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi 117

Yusuf Wibisono, Op.cit., hal.120 Ibid., hal. 121 – 125 Selanjutnya Ibid, hal. 138 bahwa implementasi program CSR tersebut dapat dikelola berdasarkan pola sebagai berikut : 1. Program sentralisasi Perusahaan sebagai pelaksana/penyelenggara utama kegiatan, tempat dan kegiatan berlangsung di areal perusahaan. Pelaksanaan kegiatan dapat bekerja sama dengan pihak lain misalnya event organizer atau institusi lainnya sejauh memiliki kesamaan visi dan tujuan. 2. Program desentralisasi Kegiatan dilaksanakan di luar area perusahaan. Perusahaan berperan sebagai pendukung kegiatan tersebut baik dalam bentuk bantuan dana, material maupun sponsorship. 3. Program kombinasi Pola ini dapat dilakukan terutama untuk program – program pemberdayaan masyarakat, di mana inisiatif, pendanaan maupun pelaksanaan kegiatan dilakukan secara partisipatoris dengan beneficiaries 118

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

penerapan CSR secara efektif. Ketiga, CSR Manual building merupakan pedoman implementasi dari hasil assessment yang telah dilakukan. Upaya yang mesti dilakukan antara lain melalui benchmarking (mempelajari program CSR dari perusahaan lain yang dinilai lebih sukses dalam implementasi program ini),

menggali dari referensi atau bagi perusahaan yang

menginginkan langkah instan, penyusunan manual ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Penyusunan manual CSR dibuat sebagai acuan, pedoman dan panduan dalam pengelolaan kegiatan – kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan oleh perusahaan. 2. Tahapan implementasi Tahap implementasi ini terdiri atas 3 (tiga) langkah utama yakni sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi. Pertama, Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada komponen perusahaan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR khususnya mengenai pedoman penerapan CSR dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan penuh seluruh komponen perusahaan. Kedua, pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan pedoman CSR yang ada, berdasarkan roadmap yang telah disusun. Ketiga, internalisasi adalah tahap jangka panjang mencakup upaya – upaya untuk memperkenalkan CSR di dalam seluruh proses bisnis perusahaan seperti melalui sistem manajemen kinerja. 3. Tahapan Evaluasi

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara konsisten dari waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan CSR. Evaluasi dilakukan untuk pengambilan keputusan selanjutnya. Evaluasi juga bisa dilakukan dengan meminta pihak independen untuk melakukan audit implementasi atas praktik CSR yang telah dilakukan. 4. Tahapan pelaporan Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Oleh karena itu selain berfungsi untuk keperluan shareholder juga untuk stakeholder yang memerlukan. Perusahaan bebas menentukan bentuk atau format reporting yang dibuatnya karena memang belum ada standar baku yang diberlakukan. Misalnya, perusahaan dapat membuat laporan ini sebagai bagian tersendiri dalam annual report. Bagian yang terpenting adalah kecukupan informasi tentang apa yang telah dilakukan perusahaan atas tanggung jawab sosialnya, Bentuk laporan bisa bersifat kualitatif, kuantitatif atau gabungan antara keduanya. Saat ini sejumlah institusi telah berinisiatif menciptakan sistem pelaporan atau guidelines yang bisa berlaku secara universal untuk semua perusahaan. Beberapa di antaranya adalah : 119

119

Ibid., hal 149

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

1. Global Compact yang dirintis oleh PBB 2. Global Reporting Initiative Guidelines on Sustainability Reporting 3. The Equator Principles based on the International Finance Corporation’s environmental and social screening process 4. IBRD & IDA Safeguard policies 5. The Aarhus Convention, UN Economic Commision for Europe 6. Publish what You Pay, Global Witness, UK Pelaporan aktivitas yang lengkap dan akurat sangat penting mengingat kalangan stakeholders semakin melihat aktivitas sebagai barometer untuk menilai potensi keberlanjutan perusahaan. Di tingkat global sendiri pada bulan September 2004, ISO (International Organization for Standardization) sebagai induk organisasi standarisasi internasional,

Lihat Khudori, Ibid., bahwa Global Compact dibentuk Sekjen PBB Kofi Annan tujuh tahun lalu (2000). Tujuannya menyusun perilaku standar korporasi global (transnational corporations/ TNCs). Ada 10 (sepuluh) aturan di Global Compact yang mencakup soal HAM, standar perburuhan, lingkungan hidup, dan antikorupsi. Dalam HAM, bisnis harus menghormati HAM dan tidak terlibat (langsung dan tidak langsung) pelanggaran HAM. Dalam perburuhan, perusahaan harus menjamin kebebasan berserikat, menghapus pemaksaan dan pekerja anak, dan tidak diskriminatif. Lihat juga pada sumber yang sama bahwa guidelines yang paling banyak dijadikan rujukan dalam CSR Reporting saat ini adalah Global Reporting Initiative (GRI) yang berdiri tahun 1997 merupakan hasil inisiatif bersama antara koalisi LSM di Amerika Serikat (Coalition for Environmentally Responsible Economies) dengan United Nation Environment Programme (UNEP). Pada tahun 2007, tidak kurang dari 460 perusahaan dari 45 negara mengadopsi total atau sebagian dari GRI untuk digunakan sebagai sustainability report pada perusahaannya. Guidelines GRI tahun 2002 dibagi 4 (empat) bagian : 1. Penggunaan guidelines Berisi tentang informasi sekitar pedoman, termasuk deskripsi, siapa yang seharusnya memanfaatkan, dan bagaimana mempersiapkan report 2. Prinsip – prinsip reporting berisi tentang prinsip – prinsip reporting dan bagaimana pengorganisasiannya 3. Isi report terdiri dari visi dan strategi, profil, struktur dan sistem manajemen, indikator kinerja (ekonomi, lingkungan dan sosial) 4. Glossary dan lampiran – lampiran

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

berinisiatif mengundang berbagai pihak untuk membentuk tim (working group) yang merintis lahirnya panduan dan standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang diberi nama ISO 26000 : Guidance Standard on Social Responsibility. 120 Pengaturan untuk kegiatan ISO dalam tanggungjawab sosial terletak pada pemahaman umum bahwa Social Responsibility adalah sangat penting untuk kelanjutan suatu organisasi. Pemahaman tersebut tercermin pada dua sidang, yaitu “Rio Earth Summit on the Environment” tahun 1992 dan “World Summit on Sustainable Development (WSSD)” tahun 2002 yang diselenggarakan di Afrika Selatan. ISO 26000 menyediakan standar pedoman yang bersifat sukarela mengenai tanggung jawab sosial suatu institusi yang mencakup semua sektor badan publik ataupun badan privat baik di negara berkembang maupun negara maju. Dengan ISO 26000 ini akan memberikan tambahan nilai terhadap aktivitas tanggung jawab sosial yang berkembang saat ini dengan cara: 1) mengembangkan suatu konsensus terhadap pengertian tanggung jawab sosial dan isunya; 2) menyediakan pedoman tentang

120

“Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Bag I)”, http://www.madaniri.com/?pilih=lihat&id=158, (diakses tanggal 14 Juni 2008). Pembentukan ISO 26000 ini diawali ketika pada tahun 2001 badan ISO meminta ISO on Consumer Policy atau COPOLCO merundingkan penyusunan standar Corporate Social Responsibility. Selanjutnya badan ISO tersebut mengadopsi laporan COPOLCO mengenai pembentukan “Strategic Advisory Group on Social Responsibility” pada tahun 2002. Pada bulan Juni 2004 diadakan preconference dan conference bagi negara-negara berkembang, selanjutnya di tahun 2004 bulan Oktober, New York Item Proposal atau NWIP diedarkan kepada seluruh negara anggota, kemudian dilakukan voting pada bulan Januari 2005, dimana 29 negara menyatakan setuju, sedangkan 4 negara tidak. Dalam hal ini terjadi perkembangan dalam penyusunan tersebut, dari CSR atau Corporate Social Responsibility menjadi SR atau Social Responsibility saja. Perubahan ini, menurut komite bayangan dari Indonesia, disebabkan karena pedoman ISO 26000 diperuntukan bukan hanya bagi korporasi tetapi bagi semua bentuk organisasi, baik swasta maupun publik. Bahwa ISO 26000 ini hanya memuat panduan (guidelines) saja dan bukan pemenuhan terhadap persyaratan karena ISO 26000 ini memang tidak dirancang sebagai standar sistem manajemen dan tidak digunakan sebagai standar sertifikasi sebagaimana ISO-ISO lainnya

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

penterjemahan prinsip-prinsip menjadi kegiatan-kegiatan yang efektif; dan 3) memilah praktek-praktek terbaik yang sudah berkembang dan disebarluaskan untuk kebaikan komunitas atau masyarakat internasional. Apabila hendak menganut pemahaman yang digunakan oleh para ahli yang merumuskan ISO 26000 Guidance Standard on Social Responsibility secara konsisten

mengembangkan

tanggung

jawab

sosial

maka

masalah

Social

Responsibility akan mencakup 7 (tujuh) isu pokok yaitu: 1. Pengembangan Masyarakat 2. Konsumen 3. Praktek Kegiatan Institusi yang Sehat 4. Lingkungan 5. Ketenagakerjaan 6. Hak asasi manusia 7. Organizational Governance (governance organisasi) ISO 26000 menerjemahkan tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yaitu : 1. Konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat 2. Memperhatikan kepentingan dari para stakeholder; 3. Sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional 4. Terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik kegiatan, produk maupun jasa.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Prinsip-prinsip dasar tanggung jawab sosial yang menjadi dasar bagi pelaksanaan yang menjiwai atau menjadi informasi dalam pembuatan keputusan dan kegiatan tanggung jawab sosial menurut ISO 26000 meliputi: 1. Kepatuhan kepada hukum 2. Menghormati instrumen/ badan-badan internasional 3. Menghormati stakeholders dan kepentingannya 4. Akuntabilitas 5. Transparansi 6. Perilaku yang beretika 7. Melakukan tindakan pencegahan 8. Menghormati dasar-dasar hak asasi manusia Ada 4 (empat) agenda pokok yang menjadi program kerja tim hingga tahun 2008, diantaranya adalah menyiapkan draf kerja tim hingga tahun 2006, penyusunan draf ISO 26000 hingga Desember 2007, finalisasi draf akhir ISO 26000 diperkirakan pada bulan September 2008 dan seluruh tugas tersebut diperkirakan rampung pada tahun 2009. Adanya ketidakseragaman dalam penerapan CSR di berbagai negara menimbulkan adanya kecenderungan yang berbeda dalam proses pelaksanaan CSR itu sendiri di masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman umum dalam penerapan CSR di manca negara. Dengan disusunnya ISO 26000 sebagai panduan (guideline) atau dijadikan rujukan utama dalam pembuatan pedoman Social Responsibility yang berlaku umum, sekaligus menjawab tantangan kebutuhan masyarakat global termasuk Indonesia.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

C. Hambatan dan Tantangan Penerapan CSR Untuk mewujudkan CSR memang tidak mudah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa cara pandang perusahaan terhadap CSR yaitu : 121 1. sekedar basa – basi dan keterpaksaan bahwa CSR dipraktekkan lebih karena faktor eksternal (external driven). Tanggung jawab PT. Lapindo Brantas kepada para korban lumpur panas merupakan contoh kongket adanya indikasi social driven dan environmental driven. Pemenuhan tanggung jawab lebih karena keterpaksaan akibat tuntutan daripada kesukarelaan. Contoh yang sama juga dialami oleh PT. Freeport. Bentuk lainnya adalah karena reputation driven, motivasi pelaksanaan CSR yaitu untuk mendongkrak citra perusahaan. 2. sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance) CSR diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum dan aturan yang memaksanya. Misalnya karena adanya market driven. Kesadaran tentang pentingnya mengimplementasikan CSR ini menjadi tren seiring dengan maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk – produk lingkungan seperti perusahaan – perusahaan yang menerapkan ecolabeling. Bank – bank di Eropa juga telah menurunkan regulasi dalam masalah pinjaman

yang

hanya

diberikan

kepada

perusahaan

yang

mengimplementasikan CSR dengan baik. Tren global lainnya dalam bidang pasar modal adalah penerapan indeks yang memasukkan kategori – kategori 121

Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 73 - 76

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

saham – saham perusahaan yang telah mengimplementasikan CSR. Sebagai contoh, New York Stock Exchange memiliki Dow Jones Sustainability Index (DJSI) bagi saham – saham perusahaan yang dikategorikan memiliki nilai CSR yang baik. London Stock Exchange yang memiliki Socially Responsible Investment (SRI) Index dan Financial Times Stock Exchange (FTSE) yang memiliki FTSE4Good sejak 2001. Langkah ini juga diikuti oleh negara Asia, seperti Hangseng Stock Exchange dan Singapore Stock Exchange. Konsekuensi dari adanya indeks – indeks tersebut memacu investor untuk menanamkan investasinya hanya pada perusahaan yang sudah masuk dalam indeks tersebut. Adanya penghargaan – penghargaan (reward) juga merupakan driven lainnya yang mampu memaksa perusahaan untuk mengimplementasikan CSR. 3. bahwa perusahaan tidak lagi sekedar compliance tetapi beyond compliance CSR diimplementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driven). Perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya tidak hanya sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan. Perusahaan meyakini bahwa program CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) usaha. CSR tidak lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost center) melainkan sebagai sentra laba (profit center) di masa mendatang. Logikanya sederhana, apabila CSR diabaikan, kemudian terjadi insiden maka biaya untuk mengcover risikonya jauh lebih

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

besar daripada nilai yang hendak dihemat dari alokasi anggaran CSR itu sendiri. Selain itu terjadi risiko non – finansial yang berpengaruh buruk pada citra korporasi dan kepercayaan masyarakat kepada perusahaan. Dengan demikian menciptakan nuansa beyond compliance inilah yang sebenarnya menjadi tantangan sekaligus kesempatan agar corporate sustainability dapat diraih dengan baik. Selanjutnya ada beberapa kendala yang dihadapi dalam mewujudkan kinerja bisnis yang etis seperti CSR ini yaitu : 122 1. Mentalitas para pelaku bisnis, terutama apabila top management yang secara moral rendah, sehingga berdampak pada seluruh kinerja bisnis 2. Faktor budaya masyarakat yang cenderung memandang pekerjaan bisnis sebagai profesi yang penuh tipu muslihat dan keserakahan serta bekerja hanya untuk mencari untung saja. 3. Faktor sistem politik dan sistem kekuasaan yang diterapkan oleh penguasa sehingga menciptakan sistem ekonomi yang jauh dari nilai – nilai moral. Namun, perlu diketahui perusahaan mengimplementasikan CSR juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : pertama, terkait dengan komitmen pimpinan perusahaan. Kedua, ukuran dan kematangan perusahaan. Perusahaan yang lebih besar dan mapan lebih mempunyai potensi memberikan kontribusinya. Ketiga, regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah. Semakin kondusif regulasi dan semakin

122

Erni. R. Ermawan, Op.cit., hal. 106

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

besar insentif pajak yang diberikan, akan lebih berpotensi memberi semangat dan ketertarikan kepada perusahaan untuk berkontribusi kepada masyarakat. 123 Dengan demikian pada dasarnya hambatan atau rintangan yang timbul dalam pelaksanaan CSR sebagai perilaku etika dapat berasal dari dalam diri pelaku bisnis/perusahaan (hambatan internal) dan berasal dari luar diri perusahaan (hambatan eksternal). Hambatan yang berasal dari dalam diri perusahaan yaitu antara lain : 124 1. Kepemimpinan dalam dalam perusahaan Pimpinan perusahaan yang tidak tanggap dengan masalah sosial, jangan diharapkan akan mempedulikan aktivitas sosial. 2. Sistem manajemen perusahaan dalam arti luas Perusahaan yang lebih besar dan mapan lebih mempunyai potensi memberikan kontribusinya daripada perusahaan yang lebih kecil dan belum mapan. Kematangan manajemen perusahaan dalam mengelola perusahaan menjadi tolak ukur/ cara pandang terhadap implementasi CSR. 3. Budaya perusahaan (corporate culture) Budaya dalam hal ini mencakup pelbagai tingkat dan aspek dari perilaku, yaitu cara produksi, skill, sikap terhadap disiplin, dan hukuman, kebiasaan,

123

“Harapan Untuk Berbagi Madu”, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007 Robby I. Chandra, Op.cit., hal. 69 - 70 Lihat juga Bambang Rudito dan Melia Famiola, Op.cit., hal. 120 bahwa budaya perusahaan lebih mengacu pada bagaimana membentuk sebuah pedoman dalam sebuah kelompok atau komunitas yang dapat dijadikan acuan bagi komunitas untuk bertindak dan bertingkah laku dan menjadikannya sebagai jati diri komunitas yang bersangkutan. Secara keseluruhan pedoman tersebut dapat dikatakan sebagai kebudayaan karena sifatnya yang mendorong mewujudkan tingkah laku bagi anggota – anggotanya dan fungsinya sebagai alat guna memahami lingkungan perusahaan yang bersangkutan. 124

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

nilai yang diletakkan atas pelbagai kegiatan, keyakinan yang dianut, proses pengambilan keputusan, dan aturan serta tabu. Di samping hal – hal tersebut di atas, terdapat juga faktor hambatan yang berasal dari luar perusahaan (hambatan eksternal) bagi pihak yang berusaha bersikap etis untuk mewujudkan CSR , yakni berupa : 125 1. lingkungan budaya setempat/ komunitas lokal Filsuf Frans Magnis-Suseno mengkonstatir bahwa prinsip kekeluargaan dalam budaya Indonesia merupakan kendala serius untuk lahirnya perilaku etis dalam berbisnis. Selain itu terdapat juga kecenderungan budaya untuk menghindari konflik dan mencari keselarasan (harmoni). Seseorang tidak hanya memikirkan hal yang abstrak (seperti yayasan, lembaga, negara) tetapi lebih kepada pencegahan konflik harus didahulukan. Apabila kepatuhan yang berlebihan dituntut, seseorang akan segan menentangnya secara terbuka. 2. lingkungan politis ekonomi makro bahwa sering kali tatanan yang ada menghasilkan efek samping dalam skala yang begitu besar, sehingga orang cenderung menerima keadaan tersebut dan 125

Ibid., hal. 69 -71 Frans Magnis- Suseno berpendapat bahwa “prinsip kekeluargaan tentu penting, tetapi secara etis pendekatan kekeluargaan belum mencukupi. Kekeluargaan adalah tepat bagi lingkungan akrab interpersonal. Namun dewasa ini diharapkan lebih dari itu, diharapkan kemampuan untuk meminati lingkungan sosial yang lebih luas, yang abstrak, yang artinya tidak ada sangkut pautnya dengan orang – orang tertentu.” Lihat Bambang Rudito dan Melia Famiola, Op.cit., hal.232 bahwa bentuk komunitas yang majemuk serta sifat kebudayaannya yang multikultural maka Indonesia memerlukan suatu bentuk etika bisnis yang sangat spesifik. Bentuk komunitas di Indonesia terdiri dari komunitas elite dan komunitas rakyat. Dengan latar belakang bentuknya sebagai komunitas elite, maka perlu untuk mengembangkan model dari komunitas elite agar dapat menciptakan regulasi demi terciptanya sebuah etika yang dapat dipanuti oleh komunitas serta kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga tidak terjadi perbedaan persepsi antara perusahaan dengan masyakat sekitar.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

bersikap apatis. Salah satu masalah yang dihadapi negara berkembang dalam hal ini adalah fleksibilitas keputusan hukum serta masalah korupsi yang notabene berkaitan dengan sistem birokrasi yang dibentuk. Dengan demikian penerapan CSR secara konsisten merupakan tantangan sekaligus kesempatan bagi pelaku usaha, terutama untuk membangun corporate value di mata stakeholdersnya sehingga korporasi dapat sustain.

D. Peranan Pemerintah, Perusahaan dan Masyarakat dalam Penerapan CSR Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa hambatan dan persoalan – persoalan yang berkaitan dengan CSR ini tidak mungkin hanya diselesaikan oleh satu pihak saja, artinya hal ini tidak hanya merupakan tanggung jawab perusahaan saja. Sinerji yang paling diharapkan adalah adanya kemitraan antara perusahaan, pemerintah dan komunitas atau masyarakat. Sinerji ini disebut kemitraan tripartit. 1. Pemerintah Sebagai Pihak Pembuat Regulasi Berbagai kegiatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan mulai dari pendidikan,

kesehatan

hingga

pengentasan

kemiskinan

dan

pembangunan

infrastruktur, tidak dapat dipungkiri program – program tersebut tampak seperti mengambil alih tugas dan fungsi pemerintah. Namun, bila dilihat secara komprehensif, wajar jika hal ini terjadi, mengingat begitu besarnya masalah sosial, hingga bisa dipastikan bahwa pemerintah tidak akan sanggup mengatasinya sendiri, termasuk karena anggaran yang kecil serta konsentrasi pemerintah ke beragam

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

persoalan. Oleh sebab itu, sekecil apapun kedermawanan yang diberikan oleh perusahaan, sangatlah besar artinya bagi pemerintah maupun masyarakat. Dalam penerapan konsep CSR di berbagai bidang program, pemerintah dapat mengambil peran sebagai partisipan, convener atau fasilitator dan sebagainya. Sehingga pemerintah pun tidak lepas tangan begitu saja, tetapi pemerintah juga aktif terlibat untuk terus mendorong program CSR. Pemerintah (pusat dan daerah), juga diharapkan tidak hanya menetapkan sejumlah besaran laba yang perlu disetorkan perusahaan, hal ini sepertinya hanya pemenuhan kewajiban perusahaan kepada pemerintah saja, dan akan menyebabkan kekhawatiran bagi investor untuk menanamkan investasinya di Indonesia.

126

Agar terjalin suatu kemitraan yang saling menguntungkan, pemerintah seyogyanya memikirkan optimalisasi perannya dalam mendukung program tersebut. Pemerintah beserta segenap jajarannya sebaiknya berusaha untuk memahami konteks CSR ini agar ada keterpaduan dengan pemahaman dunia usaha karena bukan tidak mungkin bila pemahaman terhadap konsep ini tidak inline, maka kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak akan pernah sejalan dengan kebijakan dunia usaha. Pemerintah sebaiknya sering duduk bersama dengan pelaku usaha memperbincangkan apa yang dibutuhkan masyarakat secara bersama, bila perlu diberikan blue print rencana kerja pemerintah yang terkait dengan kepentingan publik. Setidaknya, tidak terjadi overlapping program antara pemerintah dan dunia usaha. Selanjutnya, pemerintah diharapkan dapat memberikan penghargaan bahkan insentif bagi perusahaan yang aktif menggelar program CSR, misalnya dalam bentuk pengurangan pajak (tax deductive). Apabila inisiatif ini dapat dilakukan pemerintah, maka bukan tidak mungkin perusahaan mau mengalokasikan budget yang lebih besar untuk program CSRnya. Semakin banyak anggaran yang dikeluarkan perusahaan untuk tanggung jawab sosial, kemanusiaan, dan lingkungan, seharusnya semakin besar pula insentif yang diperoleh perusahaan. Selain itu, pemerintah juga membuat ruang bagi jalannya program sosial apapun tanpa birokrasi yang berbelit dan menghindari ekonomi biaya tinggi. Peran pemerintah sangat menentukan dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif, tidak manipulatif dan tidak KKN, serta menerapkan prinsip good governance. Pemerintah seyogyanya juga menyediakan jaminan keamanan, terutama dalam berinvestasi, mempersiapkan berbagai produk hukum dan regulasi yang menjamin dunia usaha agar mampu menjalankan roda usahanya sekaligus memberikan kontribusi sosial secara berkelanjutan serta menerapkan standar audit kepada perusahaan dan penerima manfaat. Pemerintah 126

Andi Firman, Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

juga perlu terlibat untuk mengembangkan regulasi yang terkait dengan CSR misalnya pemerintah harus menciptakan sistem yang dapat mengeliminasi para free rider untuk menjamin fairness bagi masyarakat maupun perusahaan. Pemerintah harus mampu menjamin bahwa perusahaan terlindung dari para oknum masyarakat atau pejabat yang ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk memperkaya diri dengan cara memeras perusahaan atau dengan memanfaatkan kesempatan. Pemerintah diharapkan dapat mengambil inisiatif mendukung dan membantu pengembangan program CSR perusahaan misalnya dalam bentuk fasilitasi terhadap pertemuan – pertemuan antar pelaku CSR (multy stakeholders forum) sebagai wadah kemitraan yang disertai kegiatan dan indikator kinerja yang nyata, bekerjasama dengan organisasi terkait, melakukan diseminasi best practices dan sebagainya. Selanjutnya paling penting adalah perlunya kesadaran dan pemahaman para pembuat kebijakan (pemerintah) menghilangkan ketidak-pastian, mempermudah perijinan – perijinan, memberikan perlindungan dan pembelaan paling tidak sebagai penengah pada saat perusahaan menghadapi krisis. Menurut Tom Fox, Halina Ward dan Bruce Howard tahun 2002 memberikan laporan studi mengenai implementasi tanggung jawab sosial di negara – negara berkembang yang memfokuskan peran pemerintah bahwa adanya 2 (dua) poros yang bisa dimainkan oleh pemerintah. Poros pertama berkaitan dengan peran dan poros kedua berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan pemerintah. Pada poros pertama, peran pemerintah adalah : 1.

127

Pemberian mandat (mandating) Peran pemerintah dalam hal ini dapat berupa penyusunan standar minimum kinerja bisnis yang masuk ke dalam kerangka peraturan perundang – undangan seperti standar emisi gas buangan, standar penerapan/ implementasi CSR, dan lain – lain.

2.

Memfasilitasi (fasilitating) Peran pemerintah dalam hal ini dapat berupa pemberian suasana yang kondusif bahkan insentif bagi perusahaan yang terlibat dalam agenda – agenda CSR sehingga mendorong perbaikan sosial dan lingkungan.

3.

Kemitraan (partnering)

127

Yusuf Wibisono, Op.cit., hal 110 - 111

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Kemitraan strategis antara pemerintah, perusahaan dan masyarakat madani untuk menangani permasalahan – permasalahan sosial dan lingkungan yang kompleks. Dalam hal ini, pemerintah dapat mengambil peran sebagai partisipan, convener atau fasilitator. 4.

Dukungan (endorsing) Peran pemerintah dalam hal ini dapat berupa dukungan politik, dukungan melalui kebijakan atau dukungan lainnya. Sedangkan untuk poros kedua, kegiatan – kegiatan yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah sebagai

berikut :

128

1.

Menetapkan dan menjamin pencapaian standar minimal

2.

Kebijakan publik tentang peran bisnis

3.

Tata – pamong korporat

4.

Investasi yang mendukung dan bertanggung jawab

5.

Filantropi dan Community Development

6.

Keterlibatan dan representasi stakeholder

7.

Produksi dan konsumsi yang mendukung CSR

8.

Sertifikasi yang mendukung CSR, standar beyond compliance, sistem manajemen

9.

Transparansi dan pelaporan yang mendukung CSR

10. Proses multipihak pedoman dan konvensi Selanjutnya yang tidak kalah penting yaitu pajak maupun besaran laba (dana CSR) yang diberikan oleh suatu perusahaan haruslah benar-benar dikelola dengan baik termasuk berupaya mengeliminir dan mengantisipasi potensi-potensi terjadinya penyelewengan dan penyalahgunaan oleh pemerintah. Selanjutnya pemerintah dalam menjalankan peranan dan fungsinya sebagai pembuat regulasi dengan menyusun standar dan aturan tentang pelaksanaan CSR melalui Peraturan Pemerintah selain memperhatikan prinsip GCG juga memperhatikan kaidah – kaidah atau asas – asas pemerintahan yang baik dalam pembuatan kebijakannya. Pembuatan kebijakan ini harus bebas, tanpa pengaruh siapapun dan mampu mengakomodir kepentingan para pihak yaitu kalangan pengusaha dan masyarakat secara adil dan transparan.

129

128

Ibid , hal. 111 Lihat Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1993), hal. 279 bahwa Prof. Kuntjoro Purbopranoto dalam bukunya 129

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

2. Perusahaan Sebagai Pelaku Bisnis

Perusahaan kini juga harus berperan sebagai agen sosial perubahan (agent of social change). Ini cara bijak menyelamatkan lingkungan dan sekaligus kelangsungan bisnisnya. CSR –dahulu disebut community development– adalah wacana baru tentang

peran

korporasi

dalam

pembangunan

sosial-ekonomi

sejak

1960-an. Tujuannya agar perusahaan turut mengambil peran mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat di mana perusahaan itu berdiri.

Perusahaan yang telah

menyisihkan sebagian laba bersih operasionalnya, juga memiliki kewajiban membayar pajak, yang sudah barang tentu mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) dan menambah devisa negara. Oleh karena itu, eksistensi perusahaan yang demikian, seharusnya mendapatkan penghargaan oleh pemerintah atas partisipasinya dalam pengupayaan pensejahteraan masyarakat, pengembangan SDM, dan menjaga kondisi lingkungan, agar juga perusahaan tetap memiliki spirit, komitmen dan konsistensi dalam memotret dan mengartikulasikan variasi persoalan di masyarakat, dan barangkali mampu menjadi preseden terhadap perusahaan-perusahaan yang lain dan ke depan. Bahkan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) pada bidang lingkungan yang diusung

Kementrian

Lingkungan

Hidup

memberikan

penilaian

perilaku

sosial

perusahaan

dalam

berjudul “Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara” menguraikan 13 (tiga belas) dasar – dasar / asas – asas umum pemerintahan yang baik” (general principle of good administration) dalam membuat aturan hukum, yaitu : 1. Asas kepastian hukum (principle of legal security) 2. Asas keseimbangan (principle of proportionality) 3. Asas kesamaan (dalam pengambilan keputusan pangreh) – (principle of equality) 4. Asas bertindak cermat (principle of carefuleness) 5. Asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh (principle of motivation) 6. Asas jangan mencampuradukkan kewenangan (principle of non misuse of competence) 7. Asas permainan yang layak (principle of fair play) 8. Asas keadilan atau kewajaran (principle of resonanbleness or prohibition of arbitrariness) 9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raised expectation) 10. Asas meniadakan akibat – akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing the consequences of an annulled decision) 11. Asas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup) pribadi (principle of protecting the personal way of life) 12. Asas kebijaksanaan (sapientia) 13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service)

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

mengimplementasikan CSR dengan mengkategorikan perusahaan menjadi 4 (empat) peringkat yang juga dikaitkan dengan pemikiran yang digagas oleh John Elkington dengan mengelompokkan korporasi berdasarkan kesamaan sifatnya dengan 4 (empat) jenis serangga yang memiliki karakter yang berbeda, yaitu :

130

Tabel 1. Kategori Perusahaan Menurut Implementasi CSR

Peringkat I :

Perusahaan Lebah Madu (Hijau)

Keterangan : a. Perusahaan yang sudah menempatkan CSR pada strategi inti dan jantung bisnis. CSR tidak hanya dianggap sebagai keharusan tetapi kebutuhan (modal sosial) b. Perusahaan meyakini ada nilai tukar atas aspek lingkungan dan sosial terhadap aspek ekonomi dan usahanya hanya dapat sustain apabila di samping memiliki modal finansial, harus memiliki modal kapital dan sosial. c. Korporasi lebah madu bersifat menumbuhkan (regenerative), karena korporasi ini menerapkan prinsip – prinsip etika bisnis, manajemen pengelolaan sumber daya alam yang stategis dan sustainable. Perusahaan ini mendapatkan citra positif, kepercayaan dan dukungan dari masyarakat.

Peringkat II :

Perusahaan Kupu – kupu (Biru)

Keterangan : a. Perusahaan menilai praktek CSR akan memberikan dampak postif terhadap usahanya karena merupakan investasi, bukan biaya. b. Korporasi jenis ini memiliki komitmen kuat terhadap agenda – mempraktekkannya

agenda CSR dan secara sukarela

c. Perusahaan meyakini investasi sosial akan berdampak pada lancarnya operasional perusahaan di samping citra dan reputasi positif yang diterima. d. Beberapa perusahaan yang mendapatkan penghargaan (CSR Award) untuk kategori ini antara lain : PT. Petrokimia Gresik Tbk., PT. Riau Andalan Pulp & Paper, dan Nike untuk perusahaan global.

Peringkat III :

Perusahaan Belalang (Merah)

Keterangan : a. Korporasi ini umumnya bersifat degeneratif dan tidak sustain bisnisnya, cenderung mengeksploitasi sumberdaya melampaui daya dukung ekologi, sosial dan ekonomi serta secara kolektif menghasilkan dampak negatif di tingkat regional dan global. b. Perusahaan kategori ini umumnya berasal dari peringkat hitam yang mengimplementasikan CSR setelah

130

Harapan Untuk Berbagi Madu, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007. Lihat juga Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 64 - 66

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

mendapat tekanan dari stakeholdersnya sehingga dengan terpaksa memperhatikan isu lingkungan dan sosial. CSR dipandang sebagai komponen biaya yang akan mengurangi keuntungan perusahaan. c. Muncul stigma negatif pada perusahaan bahkan tidak akan mampu berkontribusi bagi pembangunan berkelanjutan. Ditinjau dari beberapa sisi, kasus PT. Freeport Indonesia memiliki kemiripan dengan kategori ini.

Peringkat IV :

Perusahaan Ulat (Hitam)

Keterangan : a. Sistem ekonomi yang didominasi korporasi ulat pasti akan memakan kapital alam dan sosial. Kegiatannya degeneratif. b. Menjalankan bisnis semata – mata untuk kepentingan bisnis itu sendiri. c. Tidak peduli pada aspek lingkungan dan sosial di sekelilingnya. d. Muara dari aktivitas usaha kategori ini kolaps dan tutup. Kasus Bojong dapat menjadi representasi untuk kategori ini. Sumber : “Harapan Untuk Berbagi Madu”, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007 dan Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, (Gresik : Fascho Publishing, 2007), hal. 64 - 66

Dengan demikian diharapkan seluruh perusahaan dapat segera take action untuk bermetamorfosis ke arah korporasi lebah madu. Lebah bekerja dengan prinsip tanpa merusak apapun yang terlibat dalam usahanya untuk menghasilkan madu. Lebah justru menumbuhkan dan menjaga keberlanjutan tanaman yang sari bunganya diambil. Jenis korporasi inilah yang menurut John Elkington menjadi bentuk ideal perusahaan dalam porsinya yang adil dan seimbang. Jika semua perusahaan mau menjalankan korporasi lebah madu, bisa dibayangkan betapa banyak dan manisnya madu yang dapat dinikmati oleh semua pihak. Di Asia, penelitian oleh Chambers dan kawan-kawan terhadap penerapan CSR di tujuh negara (India, Korea Selatan, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina dan Indonesia). Masing-masing negara diambil 50 perusahaan yang berada pada peringkat atas berdasarkan pendapatan operasional untuk tahun 2002. Kemudian dikaji implementasi CSR-nya. Hasilnya, Indonesia tercatat sebagai negara yang paling rendah pelaksanaan CSR dan derajat keterlibatan komunitasnya dibandingkan enam negara lainnya. Oleh karena itu, perusahaanperusahaan di Indonesia baik lokal, nasional maupun multinasional, saat ini berlomba-lomba dalam menerapkan CSR.

131

131

Yusuf Wibisono, Op.cit.,hal. 72

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Selain itu di Indonesia, saat ini juga terdapat sejumlah lembaga yang sangat concern terhadap upayaupaya peningkatan CSR, seperti Indonesia Business Links (IBL), Corporate Forum for Community Development (CFCD), Business Watch Indonesia (BWI). PT. Unilever Indonesia, Tbk mengadakan program kali bersih sungai brantas, PT. Telkom, Tbk melakukan kegiatan PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan), PT. Avon Indonesia melakukan sosialisasi pencegahan kanker payudara, PT. HM Sampoerna memberikan beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa diberbagai sekolah dan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dan lain-lain. Studi Public Interest Research and Advocacy (PIRAC) mengenai riset CSR pada tahun 2003 terhadap 226 perusahaan di 10 kota besar di Indonesia menyebutkan, bahwa CSR merupakan salah satu aktivitas jamak yang dilakukan oleh perusahaan. Hasilnya, menunjukkan bahwa rata-rata per tahun sumbangan perusahaan nasional dan lokal masingmasing sebesar Rp 45 juta dan Rp 16 juta. Angka ini masih jauh di bawah perusahaan-perusahaan multinasional yang mencapai Rp 236 juta per tahun.

132

Oleh sebab itu, langkah mulia dari perusahaan untuk menyisihkan sebagian dari laba operasionalnya kepada masyarakat, mesti didukung berbagai pihak secara jujur tanpa adanya penyelewengan-penyelewengan yang bersifat politis dan ideologis baik dari pemerintah (pusat dan daerah), LSM, dan masyarakat serta pihakpihak tersebut saling mengontrol agar arah gerak CSR di berbagai bidang tepat sasaran.

Sedangkan bagi

perusahaan yang tidak melaksanakan CSR hendaknya diberi sanksi, tentu dengan cara yang berkeadaban sebagai entitas negara yang berdasarkan hukum (rechtstaat) bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat). Seperti, mengajukan gugatan perwakilan (class action) dan lainnya.

133

Suatu perusahaan, jangan pernah mengidap penyakit amputasi sosial, yakni kelumpuhan rasa untuk menolong ketika menyaksikan warga tidak mampu (miskin) di sekitarnya karena hal ini dapat mengundang bertebarannya konflik horizontal sehingga perusahaan akan merasa dirugikan oleh sikap dan perilaku merusak warga. Hal ini bisa dilihat, misalnya, pada masyarakat Papua yang menuntut perusahaan PT. Freefort Indonesia secara anarkis karena telah sedemikian gerah dengan eksploitasi perusahaan terhadap potensi alam daerah, sementara itu kesejahteraan warga tidak bergeser ke arah yang lebih baik. Selain itu, diharapkan sebuah perusahaan tidak menganut paradigma kapitalistik, karena akan menciptakan generasi berjiwa dan bermental layaknya rayap-rayap yang hanya bergerombol untuk menggerogoti kekayaan sumber daya alam tanpa memperhatikan masyarakat sekitar dan keberlangsungan lingkungan. Ketika 132 133

Andi Firman, Ibid. Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

logika kapitalistik mendeterminasi setiap perusahaan atau para pengusaha, tentunya akan mengkibatkan ketersediaan potensi alam terkuras habis, sehingga secara psikologis masyarakat akan banyak mengidap ketidaktentraman memandang masa depan (shock future). Memang CSR tidak memberikan dampak finansial secara seketika, tetapi harus diyakini bahwa CSR mampu meningkatkan performa bisnis dalam jangka panjang. Jika masih banyak kalangan yang memandang konsep CSR sebagai program yang tidak menguntungkan (profitable), maka tidak urung CSR akan menjadi beban dan tuntutan semata. Sebaliknya, jika CSR di pandang sebagai investasi sosial, maka perusahaan telah mendeklarasikan dirinya telah memiliki GCG. 3. Masyarakat Sebagai Penerima Manfaat (beneficiaries)

Peran masyarakat terutama komunitas lokal sangat menentukan dalam upaya perusahaan memperoleh rasa aman dan kelancaran dalam berusaha. Peran serta mereka merupakan salah satu kunci sukses dalam penerapan program CSR.

Bentuk

peran serta masyarakat yang diharapkan adalah memberikan informasi, saran dan masukan atau pendapat untuk menentukan program yang akan dilakukan. Bentuk peran serta ini, bisa langsung oleh masyarakat atau melalui perwakilan dari seluruh komunitas lokal yang ada, seperti LSM, perguruan tinggi, kelompok pemuda dan mahasiswa, tokoh agama dan masyarakat, kelompok-kelompok keperempuanan, serta yang tidak kalah penting yaitu masyarakat adat. Komunitas lokal harus dipandang sebagai satu kesatuan dengan perusahaan yang dapat memberikan manfaat timbal balik. Sebaiknya perusahaan memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada warga lokal untuk menjadi pekerja dan menawarkan kepada kontraktor/ rekanan lokal untuk menjadi mitra kerja. Kendatipun memang sering ditemui bahwa penduduk lokal umumnya mempunyai budaya kerja, ketrampilan dan pendidikan yang rendah serta masih sulit dibentuk, namun setidaknya untuk porsi tenaga kerja non skill mungkin masih bisa dipertimbangkan.

134

Dengan demikian perusahaan dapat memperoleh dukungan (minimal license to

operate) dari warga. Hubungan timbal balik inilah yang menjadi perhatian dalam program CSR. Rogovsky (2000) menyusun sebuah tabel tentang manfaat keterlibatan komunitas – perusahaan sebagai berikut :

135

134 135

Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 112 Ibid., hal.115

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Tabel 2. Manfaat Keterlibatan Komunitas - Perusahaan Komunitas pada Perusahaan a. Reputasi dan citra yang lebih baik

Perusahaan pada Komunitas a. Peluang penciptaan kesempatan kerja, pengalaman kerja, dan pelatihan

b. Lisensi untuk beroperasi secara sosial c. Dapat memanfaatkan pengetahuan dan tenaga kerja lokal

b. Pendanaan investasi komunitas, pengembangan infrastruktur c. Keahlian komersial

d. Keamanan yang lebih besar e. Infrastruktur dan lingkungan sosio-ekonomi yang lebih baik f. Menarik dan menjaga personel yang kompeten untuk memiliki komitmen yang tinggi

d. Kompetensi teknis dan personal individual pekerja yang terlibat e. Representatif bisnis sebagai jurus promosi bagi prakarsa – prakarsa komunitas

g. Menarik tenaga kerja, pemasok, pemberi jasa dan mungkin pelanggan lokal yang bermutu h. Laboratorium pembelajaran untuk inovasi organisasi

Sumber : Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, (Gresik : Fascho Publishing, 2007), hal. 115

Dalam menerapkan konsep CSR, dapat dilakukan secara bersama-sama yang artinya, perusahaan mengajak pemerintah dan perwakilan masyarakat dalam mengkonsep serangkaian proses, sejak desain atau perencanaan program, implementasi program, monitoring program, evaluasi program hingga membuat pelaporan

Lihat juga pada sumber yang sama hal. 113 bahwa ada beberapa hal yang biasanya diharap oleh komunitas yang sebaiknya dipahami oleh perusahaan yang beroperasi di wilayah sekitarnya antara lain :

1.

2.

3.

Income (pendapat) Komunitas mengharapkan adanya perputaran uang melalui gaji atau upah sebagai karyawan, atau melalui pembelian kebutuhan perusahaan atau kebutuhan karyawan pada komunitas di sekitarnya. Kontribusi perusahaan Kontribusi yang dapat diberikan oleh perusahaan dapat berupa : berbagai bentuk bantuan seperti : pembangunan fasilitas umum (fasum) atau sarana atau prasarana umum seperti sarana ibadah, sekolah, taman bermain, sarana olahraga dan lainnya, memberikan bea siswa, sumbangan atau bantuan atau hadiah pada berbagai kegiatan, dan bentuk pemberdayaan kepada komunitas Kebanggaan Banyak tempat yang diasosiasikan dengan keberadaan suatu perusahaan, misalnya ketika menyebut kota kediri orang akan mudah mengingat sebuah perusahaan rokok, menyebut kota gresik imajinasi akan mengantarkan kita pada perusahaan semen, pupuk, dsb.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

(reporting). Atau dengan kata lain, melakukan siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action). Hal ini diharapkan, agar program CSR yang di gagas secara bersama-sama dapat berjalan secara nyata, bermanfaat, efektif, dan berjangka panjang.

136

Dalam era kapitalisme global saat ini, eksistensi perusahaan di tengah masyarakat adalah keniscayaan sehingga menampik keberadaan mereka dalam dinamika pembangunan di berbagai aspek adalah irasional. Oleh sebab itu, adalah suatu keharusan kemitraan antara kalangan dunia usaha, pemerintah dan masyarakat yang saling sinergi (kemitraan tripartit), mesti lebih ditingkatkan lagi. Dari sisi bisnis, perusahaan sedapat mungkin memaksimalkan potensinya untuk melakukan program CSR secara komprehensif dan berkesinambungan. Dari sisi komunitas, dapat berperan proaktif dengan memberi input yang baik pada perusahaan dan siap berpartisipasi aktif untuk menyukseskan program CSR. Adapun dari sisi pemerintah, perlu menciptakan iklim yang kondusif untuk berkembangnya program CSR yang digelar kalangan dunia usaha sehingga terwujud public, private, and community partnership. Tujuan akhirnya jelas, apabila rasa kebersamaan sudah kuat, semuanya dapat tumbuh berkembang secara sustain.

BAB IV PENGATURAN CSR PADA UU NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS A. Pengaturan dan Penerapan CSR sebelum berlakunya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, konsep CSR diawali dalam bentuk kedermawanan yang bersifat karitatif dan sukarela yang kemudian berkembang ke arah filantropis lalu community development. Perwujudan CSR sebenarnya telah dilakukan dunia usaha sejak dulu dengan sebutan seperti kegiatan bakti sosial atau bantuan sosial. Pada awalnya pelaksanaan CSR di Indonesia bersifat 136

Andi Firman, Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

sukarela sehingga sangat bergantung pada pimpinan puncak korporasi. Artinya, kebijakan CSR tidak selalu dijamin selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika pemimpin perusahaan memiliki kesadaran moral yang tinggi maka korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR yang benar. Sebaliknya, jika orientasi pimpinannya hanya berkiblat pada kepentingan kepuasan pemegang saham serta pencapaian prestasi pribadi maka kebijakan CSR hanya selalu sekedar kosmetik. Sifat CSR yang sukarela, absennya produk hukum yang menunjang dan lemahnya penegakan hukum telah menjadikan Indonesia sebagai negara ideal bagi korporasi yang memang memperlakukan CSR sebagai kosmetik. Hal yang penting bagi perusahaan model ini hanyalah laporan tahunan yang baik dan lengkap dengan tampilan aktivitas sosial serta dana program pembangunan yang telah direalisasi. Padahal program CSR sangat penting sebagai kewajiban untuk bertanggung jawab atas keutuhan kondisi – kondisi kehidupan umat manusia di masa mendatang. 137 Pelaksanaan CSR merupakan bagian dari GCG bahwa intinya

GCG merupakan

suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan dan menggambarkan 5 (lima) prinsip GCG tersebut yang disingkat dengan TARIF, yaitu sebagai berikut :

138

137

Mas Achmad Daniri, Ibid. Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 11-12 dan lihat juga Andi Firman, Ibid. Lihat juga I Nyoman Tjager, F. Antonius Alijoyo, Humphrey R. Djemat, Bambang Soembodo, Corporate Governance : Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia, (Jakarta : PT. Prenhallindo, 2003), hal. 26 yang menyebutkan bahwa Forum for Corporate Governance in Indonesia (FGCI) memberikan defenisi corporate governance sebagai berikut : “….seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pemegang saham kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak – hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate Governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).” Istilah “corporate governance” untuk pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee pada tahun 1992 yang menggunakan istilah 138

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

1. Transparency (keterbukaan informasi) Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan. Dalam mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu, tentang penambangan apa saja yang dieksplorasi kepada segenap stakeholdersnya. 2. Accountability (akuntabilitas) Adalah adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada

kejelasan akan

fungsi,

hak, kewajiban,

dan wewenang

serta

tanggungjawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi. 3. Responsibility (pertanggung jawaban) Pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, di antaranya termasuk masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan

bahwa dalam kegiatan operasionalnya,

perusahaan

juga

mempunyai peran untuk bertanggungjawab selain kepada shareholder juga kepada stakeholders. 4. Indepandency (kemandirian) tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point) yang sangat menentukan bagi praktik corporate governance di seluruh dunia.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Intinya prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa adanya benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada. 5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran) Menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak shareholder dan stakeholders sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan pula, fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan di antara beragam kepentingan dalam perusahaan. Tatakelola perusahaan yang baik (GCG) diperlukan agar perilaku bisnis mempunyai arahan yang baik. Prinsip responsibility sebagai salah satu dari prinsip GCG merupakan prinsip yang mempunyai hubungan yang dekat dengan CSR. Penerapan CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep GCG sebagai entitas bisnis yang bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungannya. 139 Selanjutnya pelaksanaan tanggung jawab sosial sudah diatur dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang sudah menerapkan konsep tanggung jawab sosial perusahaan dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan sebelum terbitnya Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

139

Ibid., hal.12

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Tinjauan dalam Undang – Undang tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam Pasal 2 jo Pasal 66 ayat (1) Undang – Undang Nomor 19 tahun 2003 telah mengatur penerapan CSR. Bahkan untuk peraturan pelaksanaannya telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan keuangan negara. Adapun bentuk penerapan tanggung jawab sosial perusahaan BUMN seperti yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara BUMN tersebut adalah dalam bentuk program kemitraan dan program bina lingkungan (PKBL) bersumber dari penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2% (dua persen). Besaran dana tersebut ditetapkan oleh Menteri untuk Perum dan RUPS untuk Persero dan dalam kondisi tertentu dapat ditetapkan lain dengan persetujuan Menteri/RUPS. Dana program kemitraan diberikan dalam bentuk pinjaman untuk membiayai modal kerja, pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha mitra binaan, beban pembinaan untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemasaran, promosi dan lain – lain yang menyangkut peningkatan produtivitas mitra binaan. Sedangkan ruang lingkup bantuan program bina lingkungan BUMN berupa antara lain bantuan korban bencana alam, bantuan pendidikan dan atau pelatihan, bantuan peningkatan kesehatan, bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum, bantuan sarana ibadah, bantuan pelestarian alam serta tata cara/ mekanisme

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

penyaluran, kriteria untuk menjadi mitra binaan BUMN dan pelaporan telah diatur dalam peraturan ini. 140 Selanjutnya peraturan perundangan yang juga telah mengatur tentang tanggung jawab sosial yakni Undang – Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal dalam Pasal 15 butir b jo Pasal 17 jo Pasal 34 ditegaskan dan diamanatkan bahwa setiap penanam modal berkewajiban menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan,

140

Lihat Undang – Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pasal 2 ayat (1) butir e : : “Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.” Dan lebih lanjut dalam Pasal 66 ayat (1) : “Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.” Pasal 88 ayat (1) juga menyebutkan : “BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN”. Lihat juga dalam Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007 Pasal 1 ayat (6) yang menyebutkan : “Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN” serta Pasal 1 ayat (7) menyebutkan : “Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN”. Lihat juga Hendrik Budi Untung, Op.cit., hal. 27 bahwa seberapa besar sebenarnya dana yang bisa diraup dari BUMN untuk program kemitraan dan bina lingkungan di kalangan perusahaan BUMN di Indonesia? Jika mengacu pada Keputusan Menteri Negara BUMN No. 236 Tahun 2003 (peraturan pelaksana sebelum Permeneg No. Per-05/MBU/2007 dimana sumber PKBL menurut aturan ini berasal dari penyisihan laba setelah pajak 1 – 3 %) serta pernyataan Meneg BUMN tentang proyeksi total laba BUMN tahun 2006 yang sebesar Rp. 54,41 triliun, setidaknya dana untuk PKBL atau CSR versi BUMN ini bisa mencapai sekitar Rp. 1,635 triliun atau total dana untuk CSR tahun 2005 dari seluruh BUMN idealnya sebesar Rp. 1,26 triliun mengingat total laba BUMN pada tahun 2005 tercatat sebesar Rp. 42,35 triliun. Dan lihat juga Effnu Subiyanto, CSR : Peluang Korupsi Baru di Daerah, http://baungcamp.com/?articles&post=CSR,_PELUANG_KORUPSI_BARU_DI_DAERAH. (diakses tanggal 27 mei 2008) bahwa sumbangan BUMN, jika ekspektasi Menneg BUMN terpenuhi dengan target laba bersih 2007 mencapai Rp 64 triliun, maka paling sedikit dana CSR akan terkumpul Rp 1,2 triliun. PT Semen Gresik saja, misalnya, menganggarkan 2 persen laba bersih untuk CSR, PT Pertamina menyiapkan Rp 150 miliar pada tahun 2007 tersebut.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya setempat. 141 Selain itu, di bidang lingkungan hidup juga sudah terdapat peraturan perundang – undangan yang memiliki konsep pembangunan berkelanjutan sebagai pemikiran dasar konsep CSR yaitu Undang – Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat dengan UU PLH. Hak atas lingkungan hidup merupakan salah satu hak asasi manusia yang diakui oleh PBB. Sebenarnya hak ini telah diatur dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV jo Pasal 33 ayat (3), yang saat ini disamakan sebagai hak atas lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Hal ini juga didukung oleh UU PLH Pasal 5 ayat (1) dimana pada dasarnya setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Terbukti dengan masih banyaknya kasus – kasus pencemaran lingkungan hidup akibat proses pembangunan dan kegiatan

141

Lihat Undang – Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 15 butir b menyebutkan : ”Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”, dan Pasal 17 menyebutkan : “ Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan” serta Pasal 34 menyebutkan : (1) Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis b. pembatasan kegiatan usaha c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan (3) Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

perusahaan yang merupakan kerugian bagi lapisan masyarakat dan pelanggaran hak asasi manusia. 142 Dengan diaturnya hak atas lingkungan dalam perundang – undangan nasional maka sebagai konsekuensinya adalah hak tersebut memberikan kepada yang mempunyai tuntutan yang sah guna meminta kepentingannya akan suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat dihormati, suatu tuntutan yang dapat didukung oleh prosedur

hukum

oleh

pengadilan

dan

perangkat

lainnya.

Menurut

Heinhard Steiger C.S tuntutan itu mempunyai 2 (dua) fungsi. Pertama, The Function of Defense, adalah hak membela diri terhadap gangguan luar yang merugikan lingkungan. Kedua, The Function of Perfomance adalah hak menuntut dilakukannya suatu tindakan agar lingkungan dapat dilestarikan, dipulihkan atau diperbaiki, kedua fungsi tersebut kemudian diakomodasikan dalam Pasal 34 ayat (1) UU PLH. Dari uraian

ini,

undang



undang

mengamanatkan

untuk

perusahaan

dapat

mengimplementasikan tanggung jawab sosialnya. 143 Kesadaran tentang pentingnya mempraktikkan CSR ini menjadi tren global seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk – 142

Lihat Undang – Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH) dalam Pasal 5 ayat (1) menyebutkan “ Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.” Konsep pembangunan berkelanjutan sebagai dasar pemikian konsep CSR juga diamanatkan dalam UU ini bahwa dalam Pasal 1 ayat (3) UU PLH bahwa pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. 143 Hendrik Budi Untung, Op.cit., hal. 20 - 21 Pasal 34 ayat (1) UU PLH menyebutkan “ setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/ atau melakukan tindakan tertentu. “

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

produk yang ramah lingkungan dan memperhatikan kaidah – kaidah sosial dan prinsip – prinsip HAM. Saat ini, cukup banyak perusahaan yang sudah menerapkan CSR seperti PT. Telkom, Tbk, PT. Riau Andalan Pulp and Paper, PT. International Nickel Indonesia, Tbk, dan sebagainya. Peran dunia usaha dengan praktik CSR-nya sangat diharapkan dalam proses pembangunan yang berkelanjutan di tanah air.

B. Analisis Hukum Pengaturan CSR pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Seperti yang telah dikemukakan bahwa awalnya pelaksanaan CSR sudah dilakukan oleh korporasi secara sukarela. Ceritanya tidak lepas dari salah urus pengelolaan sumber daya alam di negeri ini. Jika dicermati, konflik masalah akibat salah urus tersebut semakin menguat dari waktu ke waktu. Salah urus ini bermula dari salah paradigma, diteruskan keluarnya regulasi yang lemah hingga prakteknya di lapangan. Hampir empat dekade, konflik tanah, kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM, kemiskinan dan gangguan kesehatan dengan mudah dijumpai pada kawasan – kawasan eksploitasi sumber daya alam, khususnya pertambangan skala besar. Kondisi ini memerlukan tindakan mendesak untuk pembaharuan pengelolaan sumber daya alam, termasuk meregulasi perusahaan. Dukungan pemodal, regulasi – regulasi baru untuk melayani modal, dapat mengabaikan hak dasar warga negara, aspek sosial dan lingkungan. Di sinilah CSR lahir, dipromosikan perusahaan dan pemerintah untuk menjawab ketidak-puasan publik terhadap kegiatan perusahaan. Namun dengan sifatnya yang sukarela jangan pernah berharap apa – apa. Oleh karena hal ini tidak

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

lebih dari greenwash (pengelabuan citra perusahaan belaka) generasi terbaru yang dilemparkan humas perusahaan ke hadapan publik. Tujuannya sederhana, membuat publik percaya bahwa mereka telah bertanggung jawab dan tidak perlu diregulasi lebih ketat. Di titik ini pun, sebenarnya perusahaan telah melakukan manupulasi konsep CSR dengan menyederhanakan pertanggungjawaban mereka sekedar aspek – aspek sosial (social responsibility), seolah segalanya beres jika ganti rugi pada komunitas diselesaikan, tanpa perlu memikirkan fungsi lingkungan atau kelanjutan layanan alamnya (ecological responsibility). 144 Namun hal ini dijawab oleh Undang – Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menggantikan Undang – Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disingkat dengan UU PT bahwa yang mewajibkan CSR yang dikenal dalam Undang – undang ini sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi : ”Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.” 145 Selanjutnya, dalam Pasal 66 ayat (2) butir c juga menyebutkan ”laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang – kurangnya laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.” Bahkan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ini merupakan suatu

144 145

Siti Maemunah, Ibid. Undang - Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 ayat 3.

.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

kewajiban yang harus dilaksanakan bagi perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam karena telah disertai dengan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 74 Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 146 Dengan terbitnya Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan memuat ketentuan TJSL pada salah satu pasalnya, Pasal 74 bahkan disertai dengan sanksi membawa pendapat yang beragam. Aspek yang tercantum dalam pasal 74 mengandung 6 (enam) unsur, yakni: (1) kewajiban bagi, (2) perseroan yang bergerak di bidang pengelolaan atau berkaitan dengan sumber daya alam (SDA), (3) dianggarkan sebagai biaya, (4) dilakukan dengan memperhatikan aspek “kepatutan dan kewajaran”, (5) bagi pelanggarnya dikenai sanksi serta (6) pengaturan lebih jauh akan dituangkan dalam satu peraturan pemerintah. Hal – hal inilah yang perlu mendapat perhatian dalam ketentuan CSR pada UU Perseroan Terbatas. 1. CSR sebagai kewajiban Dalam hal memperdebatkan apakah CSR itu sukarela atau wajib adalah sia – sia belaka karena pada CSR sudah terdapat unsur kewajiban yang mengikat atau tanggung jawab hukum yang harus dipatuhi, sementara unsur kesukarelaan adalah 146

Ibid., lihat juga Pasal 74 yang berbunyi : (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

pada tanggung jawab etis dan filantropis, dimana perusahaan dapat memperkirakan dan berinisiatif untuk jaminan sustainabilitas perusahaan. Inisiatif atau penilaian yang bersifat sukarela inilah yang tidak patut diatur.147 Kemudian perhatikan juga pendapat Hannah Griffhs yang mengklaim program CSR yang bersifat sukarela tidak berjalan baik sehingga banyak perusahaan yang mengabaikan program CSR. Di Inggris, misalnya, dari 350 perusahaan besar yang tergabung dalam The Financial Times Stock Exchange’s (FTSE’s), hanya 79 perusahaan yang membuat laporan tentang dampak sosial dan lingkungan dari praktik bisnisnya dan dari 61.000 perusahaan transnasional dan 900.000 perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan transnasional, hanya 2.000 (3,2 persen) mempunyai laporan tentang dampak sosial dan lingkungan. Supaya dapat berjalan dengan baik, CSR perlu diperkuat dengan peraturan yang mendorong perusahaan bisnis untuk serius menjalankannya. Kewajiban korporasi melaksanakan CSR merupakan bentuk public accountability secara legal ataupun etik. 148 Pada dasarnya ada 2 (dua) pendirian mengenai CSR merupakan kewajiban bagi perusahaan, yaitu kubu mandatori (yang mewajibkan) dan voluntari (yang menginginkan tetap bersifat sukarela). Literatur-literatur yang ada menyebutkan

147

Pendapat ini dikemukakan oleh Arif S. Siregar, Presiden Direktur PT. Inco, Tbk dan Ketua Indonesian Mining Association, Memahami CSR: Dapatkah Perusahaan Mempunyai Tanggung Jawab Sosial dalam tulisan pribadinya tentang memahami CSR. Perhatikan juga Piramida konsep CSR yang dikemukan Trevino dan Nelson (lihat Erni R. Ernawan, Op.cit., hal. 112.) mengenai 4 (empat) macam tanggung jawab yang harus dipertimbangkan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Salah satunya adalah tanggung jawab hukum yang harus dipatuhi dan mengikat. 148 Paul Rahmat, Tanggung Jawab Sosial Korporasi, Harian Kompas, tanggal 2 Agustus 2007

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

kedua kubu masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.Tanggung jawab sendiri adalah konsep yang mandatori, yang berarti harus dilaksanakan. Menyatakan tanggung jawab sebagai sukarela sebetulnya contadictio in terminis atau pertentangan istilah. Namun, kubu voluntari berkeyakinan perusahaan wajib menjalankan ketetapan-ketetapan hukum yang berlaku di mana operasinya dijalankan, dan CSR merupakan kerangka aktivitas yang beyond compliance. Kalau konsep dan prakteknya diartikan sebagai manajemen dampak, maka yang dilakukan oleh perusahaan di dalam atau yang melampaui ketentuan hukum dapat didefinisikan sebagai CSR. Perkembangan wacana terkini tampaknya tengah menempatkan kubu voluntari di posisi terdepan, dengan dikembangkannya berbagai standar yang bisa diadopsi secara sukarela atas basis kehendak menjadi lebih kompetitif. Sedangkan pendukung kubu mandatori kini memperjuangkan masuknya seluruh manajemen dampak dalam kerangka hukum dan menamakan perjuangannya sebagai corporate accountability movement. 149 Bahkan dalam perspektif penerapan konsep CSR dalam kerangka pemenuhan HAM menilai perkembangan konsep CSR dipandang dalam rangka kewajiban negara (state obligation) dalam arti luas. Dikatakan ”dalam arti luas” oleh karena dalam perspektif HAM, korporasi sebagai badan hukum yang memiliki kewajiban dalam kerangka perlindungan dan pemenuhan HAM tidak saja tergolong sebagai legal rights (human rights as legal rights) tetapi juga tergolong sebagai moral rights (human rights as moral rights). Dalam perspektif HAM, pengelolaannya pemerintah 149

“Belajar CSR”, http://www.csrindonesia.com/faq.php# (diakses tanggal 27 Mei 2008)

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

mengatur atau bertanggung jawab agar CSR terprogram dalam kebijakan perusahaan, tidak sekedar suatu pengharapan, melainkan suatu keharusan untuk memenuhinya, dan oleh karena itu harus diatur pemerintah dengan peraturan perundang – undangan yang terkait. 150 Ketentuan kewajiban melakukan CSR ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat.

2. Perseroan yang bergerak di bidang pengelolaan atau berkaitan dengan sumber daya alam (SDA) Hanya dalam dua dekade (1970 – 1990), jumlah korporasi meningkat dramatis dari 7.000 Transnational Corporations (TNCs) menjadi 37 ribu. Korporasi paling bertanggung jawab atas timbulnya polusi, pemanasan global, dan pengurasan sumber daya di seluruh dunia serta memiliki andil besar pada munculnya pola-pola konsumsi sesaat dan budaya konsumtif, institusi itu tidak tersentuh. Bahkan, dengan kemampuannya, korporasi bisa melakukan adaptasi luar biasa. Misalnya ketika ia dihadapkan dengan paradigma pembangunan berkelanjutan. Secara bertahap, aspek lingkungan mulai mewarnai korporasi kemudian muncul konsep CSR. Bahkan beberapa korporasi sengaja menempatkan aspek lingkungan sebagai keunggulan

150

H. Amidhan, Menggagas Corporate Social Responsibility (CSR) Berperspektif HAM, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM”, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan, hal. 2 - 3

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

utama. 151 Oleh karena perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam dan pengelolaannya memegang peranan yang sangat penting terutama berkaitan dengan keberlanjutan lingkungan hidup sebagai warisan untuk generasi yang akan datang. Sumber daya alam yang dimaksud merupakan sumber daya alam yang bisa diperbaharui (renewable resources) maupun sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui (unrenewable resources). Usaha SDA memang wajar mempunyai kewajiban menjaga lingkungan. Dalam UU Perseroan Terbatas, perseroan yang diwajibkan melakukan CSR terdiri dari : 152

151

Lihat Khudori, Ibid.,menyebutkan bahwa Transational Corporations (TNCs) kini mendominasi ekonomi dunia, yakni mengontrol 67% dari 75% total investasi global, 500 TNCs mengontrol 70% perdagangan global, setengah dari seluruh investasi FDI di dunia sahamnya dimiliki hanya 1% TNCs. Menurut Tony Clarke (2001), dari 100 institusi terkaya dunia, termasuk negara, 52 di antaranya TNCs. Kekuatan nominal TNCs jauh melebihi kekuatan negara. TNCs-TNCs itu berasal/berlokasi di AS (185), Eropa (158), dan Jepang (100). Mereka itulah yang menjadi lokomotif sistem ekonomi neoliberal di seluruh dunia. Dengan kekuatannya itu, TNCs mendikte kebijakan negara tempat ia tinggal lewat lobi partai dan penguasa. Karena kuatnya lobi, koalisi TNCs menaikkan sumbangan politisnya ke Partai Republik di AS yang berkuasa, dari US$37 juta (1992) menjadi US$53 juta (2002). Kini 72% pundi partai itu dipasok TNCs (The New York Times, 9 September 2003). Kuasa korporasi juga berasal dari kekuatan lobi-lobi politik yang tercermin dari nama-nama besar, terutama mantan diplomat atau mantan pemimpin politik dalam daftar pimpinan korporasi. Di situs grup Freeport ada Dr Henry A Kissinger dan J Stapleton Roy. Tokoh-tokoh seperti itu punya jalur diplomasi dengan pimpinan negara tempat eksploitasi dilakukan dan punya akses ke pemerintahan di negara asal korporasi. Lewat lobi dan tekanan politik, keputusan yang dibuat akan lebih menguntungkan korporasi. 152 Lihat penjelasan Pasal 74 ayat (1) UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Lihat juga “Ini Dia Jeroannya : RPP CSR”, http://www.hukumonline.com/detail.asp?id= 19664&cl=Berita (diakses tanggal 11 Juli 2008). Lihat juga “Klausul CSR Hanya untuk Bidang Sumber Daya Alam : RUU Perseroan Terbatas” http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=17194&cl=Berita (diakses tanggal 11 Juli 2008) bahwa awalnya kewajiban untuk semua perseroan. Posisi kini, hanya bagi perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam (SDA). “Bisa pertambangan, bisa perkebunan,” tutur Ketua Panitia Khusus RUU PT (Pansus PT), Akil Mochtar. Beliau juga menanggapi datar adanya protes dari para pengusaha itu. “Saya pikir ini bukan hal yang luar biasa. Usaha SDA memang sudah sewajarnya menjaga lingkungannya,”. Meski hanya wajib bagi perusahaan bidang SDA, tidak menutup kemungkinan perusahaan lain juga didorong mempraktekkannya juga. “Misalnya perusahaan asuransi atau perbankan. Lebih bagus kalau mereka menerapkannya,” ujar Akil.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

a. Perseroan yang menjalani kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam, yaitu perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam; maksudnya adalah perseroan yang benar – benar bergerak di bidang SDA. Rancangan Peraturan Pemerintah secara eksplisit mencontohkan kegiatan pertambangan, kehutanan dan kelautan. b. Perseroan yang menjalani kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam, yaitu perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usaha berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam; maksudnya adalah kegiatan usaha yang berdampak pada fungsi kemampuan SDA. Rancangan Peraturan Pemerintah secara tersurat memberi contoh rumah sakit dan industri tekstil. Dengan melihat kualifikasi perseroan yang diwajibkan CSR seperti yang disebutkan di atas maka pemerintah sebagai regulator dalam membuat peraturan pelaksanaannya harus memperjelas konteks kegiatan usaha pada bidang sumber daya alam tersebut. Hal ini dapat juga dikoordinasikan dengan departemen yang terkait dengan

indeks

kualifikasi

perseroan

tersebut

seperti

melalui

Departemen

Perindustrian dan Departemen Perdagangan dimana terdapat kualifikasi perusahaan industri dan perdagangan (antara lain industri logam, industri kertas, industri baja, industri ban dan industri lainnya khususnya sumber daya alam yang tidak terbarukan seperti perseroan yang mengelola sumber daya mineral (perseroan pertambangan). Terlebih lagi jika memperhatikan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 : “ Bumi dan air dan

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat. “ 3. CSR dianggarkan sebagai biaya Ketentuan yang mengatur CSR dianggarkan sebagai biaya memunculkan polemik khususnya di kalangan pengusaha. Namun UU PT ini sudah menunjukkan kompromi sebelum disahkan termasuk mengenai biaya CSR yang dianggarkan. Sebelumnya diusulkan ada persentase tertentu dari laba bersih yang dianggarkan untuk CSR sehingga hal ini tidak ada bedanya dengan pajak tambahan. Oleh karena itu ketentuan yang memuat CSR diperhitungkan dan dianggarkan sebagai perseroan merupakan hal yang lebih baik. 153 Sebaliknya, kewajiban untuk melakukan CSR dalam UU PT sebaiknya diimbangi insentif berupa pengurangan pajak.

Studi Public

Interest Research and Advocacy (PIRAC) mengenai riset CSR pada tahun 2003 terhadap 226 perusahaan di 10 kota besar di Indonesia menyebutkan, bahwa CSR merupakan salah satu aktivitas jamak yang dilakukan oleh perusahaan. Studi ini juga menghasilkan temuan bahwa 37% responden menyatakan secara tegas akan menaikkan

153

“Pemerintah Diharapkan Lebih Bijak Atur CSR”, Harian Kompas, tanggal 21 Juli 2007, bahwa hal ini dikemukan oleh MS Hidayat, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia “ UU yang disahkan ini sudah menunjukkan kompromi. Sebelumnya, diusulkan ada persentase tertentu dari laba bersih yang dianggarkan untuk CSR. Kalau begitu, sama saja pajak tambahan. Sekarang ditetapkan CSR diperhitungkan sebagai biaya perseroan, begitu lebih baik.” Secara terpisah, Ketua Pansus Pajak DPR, Melchias Mekeng mengatakan, “Tanpa insentif, suatu perusahaan bisa menempuh berbagai cara agar kewajiban tersebut tidak dilaksanakan. Sebaliknya jika ada insentif sebagai imbangan, CSR tersebut tentunya akan dilaksanakan dengan baik dan benar.” Lihat juga Arif S. Siregar, Ibid., memaparkan bahwa saat ini RPP tanggung jawab sosial dan lingkungan tidak lagi membicarakan besaran persentase anggaran CSR tetapi kewajiban menyerahkan laporan perencanaan dan pelaksanaan CSR pada awal tahun kepada Departemen Hukum dan HAM. Industri pertambangan pun sudah menyerahkan ke Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral perencanaan dan pelaporan CSR dalam format Rencana Kegiatan dan Anggaran Belanja.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

jumlah sumbangannya jika ada kebijakan pengurangan pajak (tax deduction) oleh pemerintah atas sumbangan sosial perusahaan kepada masyarakat.

154

Dalam kaitannya CSR diperlakukan sebagai biaya, justru perusahaan dapat memanfaatkannya untuk mengurangi pajak. CSR layaknya biaya gaji karyawan atau komponen ongkos lainnya. Biaya mengurangi laba bersih sehingga mengurangi pajak penghasilan.

155

Baik buruknya amanat Undang – undang PT

yang mewajibkan perseroan menganggarkan dana pelaksanaan CSR, bergantung pada aturan pelaksanaan yang akan disusun oleh pemerintah. 4. CSR dilakukan dengan memperhatikan aspek kepatutan dan kewajaran Pelaksanaan CSR yang diperhitungkan dan dianggarkan sebagai biaya perseroan dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Hal ini semakin ruwet karena tidak ada batasan mengenai kepatutan dan kewajaran. Hal inilah yang harus diperhatikan pemerintah yang memiliki kewenangan menentukan besaran biaya CSR yang harus dianggarkan, misalnya, berdasarkan skala usaha (usaha besar, menengah, kecil). Dengan mengkategorikan skala usaha pada kegiatan pelaku bisnis dapat memberikan batasan yang jelas anggaran biaya CSR dengan landasan rasa keadilan. 156 Selain itu yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam 154

Andi Firman, Ibid. Lihat juga “Klausul CSR Hanya untuk Bidang Sumber Daya Alam : RUU Perseroan Terbatas”, Ibid.., bahwa Akil menjelaskan CSR bakal diperlakukan sebagai biaya. Dengan demikian, menurut Akil, perusahaan justru bisa memanfaatkannya untuk mengurangi pajak. “CSR layaknya biaya gaji karyawan atau komponen ongkos lainnya. Biaya mengurangi laba bersih, walhasil menyunat pajak penghasilan. Artinya para pengusaha tidak perlu reaktif.” 156 Lihat “CSR Dibuatkan Payung Hukum”, Harian Kompas, tanggal 25 Mei 2007, bahwa berbagai pendapat yang berkembang mengenai besaran anggaran CSR ini. Seperti menurut Bachtiar Chamsyah, Menteri Sosial, “Menurut saya idealnya bisa saja 3 – 4 persen dari laba perusahaan.” Dan perhatikan juga pernyataan dari Corporate Secretary Pertamina, Herman Bastari yang berharap besarannya tidak memberatkan dunia usaha. "Berapapun komposisi CSR bukan masalah asalkan tak memberatkan dunia usaha. Tapi idealnya di bawah 5 persenlah dari keuntungan," ujarnya. Sebab jika dana yang harus disisihkan lebih dari angka tersebut ia khawatir justru akan memberatkan cash flow keuangan perusahaan. Apalagi bagi perusahaan multinasional seperti Pertamina, persentase tersebut 155

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

menetap batasan kepatutan dan kewajaran bagi perseroan antara lain : faktor laba/profit yang diterima perseroan, risiko, komitmen perseroan dan besaran pajak bahkan ketaatan serta kepatuhan perseroan dalam membayar pajak atau retribusi yang menjadi kewajiban perseroan. Hal – hal ini yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam menetapkan besaran biaya CSR bagi perseroan. Seperti pada perusahaan migas yang berdasarkan data Panitia Kerja DPR RI menunjukkan cost recovery untuk tahun 2007 kembali meningkat. Cost recovery yang diajukan mencapai 10,4 milliar dollar AS atau sekitar 93,9 triliun rupiah. Jumlah ini mencapai 30 persen dari keseluruhan pendapatan kotor sektor migas yang diperkirakan mencapai 35 milliar dollar atau 321 triliun rupiah. Sehingga menurut Kurtubi, pengamat perminyakan, bahwa dana CSR oleh perusahaan migas tidak layak dibebankan kepada negara karena perusahaan sudah menikmati windfall profit dari harga minyak yang tinggi. 157 Dalam teknis pelaksanaannya, CSR harus dirancang dalam rencana kerja tahunan. Rencana ini juga perlu mencantumkan anggaran yang dibutuhkan. Anggaran itu disusun dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran serta diperhitungkan sebagai biaya perseroan. Klausul “kepatutan dan kewajaran” menurut Rancangan Peraturan Pemerintah ini adalah sesuai dengan kemampuan keuangan perseroan dan potensi risiko serta tanggung jawab yang harus ditanggung oleh perseroan sesuai sudah menghasilkan dana dengan jumlah yang besar. "Tahun ini saja kita alokasikan lebih dari Rp 100 miliar. Itu baru sekitar dua persen dari keuntungan kita," imbuhnya (lihat “Pengusaha Tolak Kewajiban CSR”, http://www.suaramerdeka.com/harian/0707/24/eko06.htm (diakses tanggal 27 Agustus 2007) 157 “CSR Tidak Masuk “Cost Recovery”, Harian Kompas, tanggal 25 Juli 2007

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

dengan kegiatan usahanya. Tidak ada berapa persen “tarif” CSR dalam beleid itu. Pelaksanaan CSR ini harus dimuat dalam laporan tahunan untuk dipertanggung jawabkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Masyarakat dapat komplain jika perseroan itu tidak melaksanakan CSR sebagaimana mestinya. Laporan masyarakat itu disampaikan secara tertulis. Perseroan yang telah melaksanakan CSR melebihi kewajiban dasar dapat diberi penghargaan. Penghargaan itu akan ditentukan oleh menteri yang membidangi kegiatan usaha perseroan itu antara lain Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Kelautan dan Perikanan, serta bidang lainnya.

158

5. Adanya sanksi Konsekuensi kewajiban melaksanakan CSR menimbulkan sanksi bagi pelanggarnya. Pengenaan sanksi bagi perusahaan yang tidak melaksanakan mereka CSR tetap perlu memperhatikan kepada hukum positif yang sudah ada dan berkaitan dengan sumber daya alam seperti Undang – undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Undang – undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Undang – undang No. 19 Tahun 2004 jo Undang – undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan maupun Undang – undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam artian bahwa pengaturan maupun sanksi yang akan diterapkan tidak menjadi overlapping dengan aturan – aturan yang sudah 158

Lihat “Ini Dia Jeroannya : RPP CSR”, Ibid. Lihat juga “Klausul CSR hanya untuk Bidang SumberDaya Alam : RUU Perseroan Terbatas, Ibid., bahwa Akil menambahkan, kewajiban CSR ini tak diatur besarannya. Setiap perseroan bisa menyesuaikannya menurut tebalnya kantong. “Kami tidak menentukan berapa besarnya. Sesuai asas kepatutan dan kewajaran.”

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

ada. Sanksi yang diterapkan secara umum berupa sanksi adminstratif, pidana maupun perdata. Meskipun demikian, CSR sebagai konsep kewajiban tidak dapat menetapkan eksekusi atau hukuman hingga diterbitkannya peraturan pelaksanaan yang dibuat oleh pemerintah (PP) yang mengatur CSR lebih lanjut. 159 6. Pengaturan lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (PP) Berkaitan dengan kewajiban untuk melaksanakan CSR banyak kalangan pelaku berpendapat bahwa di negara-negara maju, CSR memang tidak lazim diatur. Namun hal itu perlu ditelaah karena kesadaran sosial dan lingkungan pengusaha di negara-negara tersebut lebih baik daripada pelaku usaha di Indonesia. Regulasi yang mengatur aspek sosial dan lingkungan dari kegiatan bisnis juga berjalan lebih baik. Berkaitan dengan implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan akan dibuat peraturan pelaksananya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) termasuk mengenai bentuk

penerapannya,

besaran

kewajibannya,

siapa

lembaga

yang

akan

mengawasinya serta apa sanksinya jika tanggung jawab diabaikan.

159

Yu Un Oppusunggu, Mandatory Corporate Social and Environmental Responsibilities in the New Indonesia Limited Liability Law, disampaikan pada 5th Asian Law Institute Conference, tanggal 22 – 23 Mei 2008, di Singapura, hal. 6 Lihat juga “ Ini Dia Jeroannya : RPP CSR, Ibid., bahwa perusahaan yang mbalelo tak mau melaksanakan CSR, bakal dikenai sanksi. Namun RPP tidak merinci jenis dan besaran sanksinya. Tindakan itu terpulang pada sejumlah Undang – undang, sesuai dengan jenisnya. Sederet Undang – undang itu antara lain UU Ketentuan Pokok Pertambangan (UU No. 11/1967), UU Lingkungan Hidup (UU No. 23/1997), UU Kehutanan (UU No.19/2004 jo UU No. 41/1999), UU Sumberdaya Air (UU No.7/2004), UU Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003), UU Hak Asasi Manusia (UU No.39/1999), UU Anti Monopoli (UU No.5/1999) serta UU BUMN (UU No.19/2003) Lihat juga“Klausul CSR hanya untuk Bidang SumberDaya Alam : RUU Perseroan Terbatas, Ibid., bahwa Akil menegaskan, pengusaha tak perlu risau soal sanksi. “Sanksi sesuai peraturan perundang – undangan.” Akil membandingkan dengan Undang – Undang Penanaman Modal (UU PM). “UU PM malah mengandung sanksi yang lebih berat. Coba lihat Pasal 15 dan 34. Izin usaha investor bisa dicabut kalau tidak melakukan CSR. Jadi, UU PT ini tak perlu disambut reaksi keras.”

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Namun sebagai bahan perbandingan, PP Nomor 35 Tahun 2007 dapat dijadikan bahan pertimbangan bahwa PP No. 35 Tahun 2007 yang berisi dorongan kepada PT untuk menggiatkan sektor R&D (research & development) dengan imbalan subsidi pajak. 160 Substansi CSR dan R&D (PP No. 35 Tahun 2007) tentu saja berbeda yaitu CSR mengatur tentang pertanggung jawab sosial perusahaan sedangkan PP No. 35 Tahun 2007 mengatur tentang pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi. Namun keduanya memiliki kesamaan filosofis karena sama-sama menjadi cost dan expense. Bagi perseroan dan industri umumnya, mengeluarkan biaya adalah hal yang harus matang dipertimbangkan. Namun ketika konstitusi menghendaki lain, bagi perseroan adalah tantangan tersendiri sebagai wujud hubungan prinsipal dan agen. Implementasi PP No. 35 Tahun 2007 cukup baik, karena menyertakan insentif berupa pengurangan pajak kepada PT yang melakukan R&D. Ini adalah kebijakan take and give yang proporsional, karena itu tidak mendapat resistensi dari kalangan pelaku usaha. Meskipun demikian dapat saja pembuat regulasi memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap aturan ini Pemerintah juga perlu mempertimbangkan bagaimana 160

Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2007 tentang pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi sebagai peraturan pelaksana dari UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Pasal 6 tentang Insentif PP No. 35 Tahun 2007 menyebutkan : (1) Badan Usaha yang mengalokasikan sebagian pendapatan untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi dapat diberikan insentif. (2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk insentif perpajakan, kepabeanan, dan/atau bantuan teknis penelitian dan pengembangan. (3) Besar dan jenis insentif perpajakan dan kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan sepanjang diatur dalam ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan dan kepabeanan.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

mengantisipasi benturan kepentingan dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah yang kini direvisi menjadi UU No. 32/2004. Hal ini untuk menghindari kewajiban ganda pengusaha dalam bentuk pajak terhadap objek yang sama, bukan mustahil CSR diundangkan UU PT namun daerah menginginkannya pula bahkan implementasi CSR overlapping dengan program-program pemerintah daerah yang seharusnya didanai APBD atau bisa juga pemda memaksakan CSR pada wilayah tertentu untuk kepentingan politik praktis. Petunjuk teknis implementasi CSR dalam peraturan pemerintah sangat ditunggu, termasuk bagaimana mekanisme pengawasannya. Hal ini perlu diwaspadai karena CSR bisa menjadi lahan korupsi baru di daerah. 161 Memang diakui hingga saat ini Peraturan Pemerintah (PP) yang diharapkan, belum diterbitkan oleh pemerintah. Oleh sebab itu masih sering terjadi perbedaan pendapat terhadap kewajiban CSR dalam UU PT. Dana CSR ini nantinya harus benar – benar tepat sasaran. Aparat pemerintah dilarang mengambil keuntungan pribadi dan menjadikan perusahaan sebagai “sapi perahan” yang menyetor dana ke pusat dengan maksud untuk pemberdayaan potensi lokal. Namun ternyata tidak dikembalikan ke tingkat lokal. Kemudian perlu UU PT ini agar memenuhi unsur keadilan kepada pelaku usaha. Untuk itu pemerintah perlu menyiapkan konsesi apa yang akan dinikmati pengusaha jika menerapkan kebijakan CSR. Tentunya tidak adil jika sebagian risiko yang ditanggung pemerintah berkurang, namun mengakibatkan kewajiban pihak lain 161

Effnu Subiyanto, Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

menjadi berat. Penting artinya bagi pemerintah untuk meletakkan landasan konstitusional yang sama agar menjadi rambu-rambu yang adil antardunia usaha, karena sebelumnya CSR hanya dipedulikan sekelompok kecil korporasi. Kerja pemerintah di sisi lain memang menjadi ringan, karena pengelolaan lingkungan akhirnya terdesentralisasi pada cluster-cluster kecil yang lebih mudah dikendalikan. Pemerintah masih berupaya mencari titik keseimbangan yang paling sesuai agar kalangan dunia usaha tidak sampai dirugikan atau terpaksa mencari lokasi investasi di tempat lain bahkan menghambat investasi dan masyarakat setempat juga mendapatkan keuntungan. Pemerintah diharapkan bijak dalam mengatur CSR.

C. Beberapa Contoh Praktek CSR di Indonesia Penerapan CSR di Indonesia semakin meningkat baik dalam kuantitas maupun kualitas. Dilihat dari kontribusi finansial, jumlahnya semakin besar. Penelitian Public Interest Research and Advocacy (PIRAC) pada tahun 2001 menunjukkan bahwa dana CSR di Indonesia mencapai lebih dari 115 miliar rupiah atau sekitar 11,5 juta dollar AS dari 180 perusahaan yang dibelanjakan untuk 279 kegiatan sosial yang terekam oleh media massa. Angka rata – rata perusahaan yang menyumbangkan dana bagi kegiatan CSR adalah sekitar 640 juta rupiah atau sekitar 413 juta per kegiatan. 162 Keragaman kegiatan dan pengelolaan CSR semakin

162

Edi Suharto, Pekerjaan Sosial Industri : CSR dan Comcev, disampaikan pada workshop tentang CSR, Lembaga Studi Pembangunan (LPS) – STKS Bandung, tanggal 29 Nopember 2006 di Bandung, hal. 6 bahwa selanjutnya sebagai perbandingan dari angka – angka tersebut, di AS porsi

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

bervariasi. Paling tidak ada 4 (empat) model atau pola CSR yang umumnya diterapkan oleh perusahaan di Indonesia yaitu : 163 1. Keterlibatan langsung. Perusahaan

menjalankan

program

CSR

secara

langsung

dengan

menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation. 2. Melalui Yayasan atau organisasi sosial perusahaan Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya. Model ini diadopsi dari negara maju. Biasanya perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin yang ditempatkan secara teratur bagi kegiatan yayasan. Contohnya, Yayasan Coca-cola company, Yayasan Sahabat Aqua, Sampoerna Foundation, dan lain - lain 3. Bermitra dengan pihak lain Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosial/organisasi non – pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media massa. Diantaranya adalah Palang Merah Indonesia (PMI), Dompet Dhuafa, Instansi Pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/ LIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos) dan lain – lain. sumbangan dana CSR pada tahun 1998 mencapai 21.51 milliar dollar dan tahun 2000 mencapai 203 milliar dollar atau sekitar 2.030 triliun rupiah. 163 Ibid., hal. 8

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat hibah pembangunan. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan – perusahaan yang mendukungnya secara pro aktif mencari mitra kerjasama di kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama. Selanjutnya bentuk laporan penyajian CSR (sustainability reporting) juga harus jelas. Laporan dapat disajikan dalam bentuk antara lain : laporannya terpisah dengan laporan keuangan perusahaan (stand alone report) atau disatukan dalam laporan tahunan (annual report). Bahkan menurut Direktur Umum dan Sumber Daya Manusia PT. Aneka Tambang Tbk., Syahrir Ika, menyetujui jika program CSR dimasukkan dalam pos tersendiri yaitu CSR cost yang kemudian dapat dilakukan pertanggung jawaban (diaudit) termasuk kegiatan CSR yang dilakukan melalui yayasan (foundation) sehingga dipandang perlu standar audit bagi CSR. 164 Salah

satu

perusahaan

yang

sudah

melaksanakan

CSR

adalah

PT. Telkom, Tbk. Kegiatan CSR sudah dilaksanakan di Telkom sejak tahun 2002, walaupun

namanya

sesuai

dengan

Keputusan

Menteri

BUMN

Nomor

164

“Perseroan Perlu Standar Audit CSR” http://www.hukumonline.com/detail.asp?id= 18853&cl=Berita (diakses tanggal 4 Agustus 2008)

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Kep-236/MBU/2003 yang diamandemen Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-05/MBU/2007 sebagai community development yang menangani Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dengan tujuan memberdayakan usaha kecil menjadi tangguh dan mandiri serta memberdayakan kondisi sosial masyarakat di bidang kesehatan, pendidikan, sarana umum, sarana ibadah dan bencana alam. Pola CSR yang diterapkan adalah dilakukan langsung oleh divisi intern dari PT. Telkom, Tbk yang disebut dengan Divisi Community Development Center (CDC) maupun melalui kerjasama dengan yayasan dari pihak luar. Pelaksanaan CSR di PT. Telkom, Tbk merupakan kewajiban sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kegiatan yang dilakukan oleh PT. Telkom dalam bentuk bantuan kepada Usaha Kecil (UKM) dalam program kemitraan (pinjaman bergulir) yang dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali dan program bina lingkungan (hibah) yang dilakukan setiap bulan. Besaran anggaran CSR sekitar 1 – 3 % dihitung dari keuntungan (laba) perusahaan yang ditetapkan dalam RUPS perseroan. PT. Telkom mendapatkan manfaat dengan melakukan program CSR antara lain : pembangunan yang berkesinambungan, efisiensi, keamanan terhadap aset perusahaan, social capital, corporate reputation. Contoh kongkrit kegiatan CSR yang dilakukan PT. Telkom, Tbk : membagikan 500 paket sembako serta 1000 paket sembako di Pematang Siantar, mengadakan pelatihan kewirausahaan dan budidaya perikanan di Pekan Baru,

penyerahan 1000 pohon sebagai bentuk kepedulian

lingkungan hidup di Bandar lampung, membangun kampung digital dengan mensupply jaringan internet di Binjai, mendukung percepatan pembangunan di

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

pondok pesantren Babussalam di Pekan Baru dengan program pembagian sembako dan paket gizi, penanaman sejuta pohon dengan santri dan pengenalan teknologi informasi dan komunikasi (internet go to school) serta sejumlah kegiatan PKBL lainnya. Oleh karena kegiatan CSR yang telah dilakukan oleh PT. Telkom, Tbk maka PT. Telkom, Tbk juga menerima penghargaan antara lain CSR Award 05 (2nd Best Practice in Social Program within Services Industry). Selanjutnya sebagai bentuk tanggung jawab, keseluruhan kegiatan CSR dilaporkan kepada pemegang saham (shareholder) tentunya dalam laporan RUPS tahunan dan kepada masyarakat (stakeholder) dilakukan dalam bentuk media cetak dan elektronik sebagai perwujudan transparansi perusahaan. Laporan Keberlanjutan TELKOM 2006 merupakan laporan tahun pertama yang menyajikan informasi mengenai tiga aspek utama keberlanjutan yaitu: ekonomi, sosial, dan lingkungan.Informasi yang diungkapkan dalam laporan ini adalah data yang berhubungan dengan konteks keberlanjutan yang kami anggap material, lengkap, dan signifikan untuk para pemangku kepentingan. Laporan ini adalah untuk periode 1 Januari 2006 sampai dengan 31 Desember 2006. Penyusunan laporan ini berpedoman pada Sustainability Reporting Guidelines (G3) yang dikeluarkan oleh Global Reporting Initiatives (GRI). 165

165

Lihat http://www.telkom.co.id/tentang-telkom/laporan-keberlanjutan/ (diakses tanggal 12 Mei 2008). Selain itu, data juga diperoleh langsung melalui wawancara antara penulis dengan pihak PT. Telkom, Tbk yang diwakili Bpk. Drs. Dirwandi, Manager Comdev Divre I Sumatera, di kantor Divisi Regional I Sumatera PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk, Jl. Prof. H.M. Yamin 2 Medan 20111, tanggal 12 Mei 2008. Dalam wawancara tersebut, Beliau juga menyampaikan bahwa untuk kawasan (Divre I Sumatera) sejak tahun 2002 – 2008, obyek bantuan dalam program Bina Lingkungan berjumlah 624 obyek dengan dana bantuan berjumlah 12.697 miliar rupah dan jumlah mitra binaan dalam program kemitraan (UKM) adalah 11. 883 mitra dengan dana yang telah dikucurkan 1.798.335 miliar rupiah.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Perusahaan lain yang juga menerapkan CSR yaitu PT. International Nickel Indonesia, Tbk yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat dengan PT. Inco, telah beroperasi lebih dari 30 (tiga puluh) tahun sebagai produsen nikel (pertambangan) di pulau Sulawesi. CSR yang dilakukan dalam bentuk program pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat Sulawesi. PT. Inco melalui Departemen Regional Government & Community Relations telah melakukan banyak program pemberdayaan masyarakat seperti Program Pelatihan Industri tahun 2004 yang telah menghasilkan ratusan tenaga kerja siap pakai, bantuan pengadaan genset dan air bersih, perbaikan jalan dan jembatan, memberikan fasilitas kesehatan dan pengobatan gratis, bantuan UKM bagi usaha pertanian, perikanan dan peternakan, program beasiswa, upaya penghutanan kembali dan kegiatan sosial lainnya. Pada tahun 2004, PT. Inco mengalokasikan dana kurang lebih US$ 1,3 juta dalam program pendidikan (48,34%),

kesehatan

(14,01%),

pertanian

(3,72%),

infrastruktur

(5,51%),

pengembangan usaha kecil (8,41%), dan kegiatan sosial kemasyarakatan (20,01%). Dana pemberdayaan masyarakat ini meningkat pada tahun 2006, PT. Inco mengalokasikan lebih dari US $ 2,2 juta. Jumlah tersebut akan terus dievaluasi dengan memperhatikan tingkat kemandirian dan kemampuan masyarakat. Kegiatan operasional PT. Inco telah memberi manfaat yang cukup besar bagi pemerintah. Sebesar 136 juta telah dibayarkan dalam bentuk pajak, deviden, royalti dan pungutan resmi lainnya. Tahun 2006 terjadi penyerapan tenaga kerja dari kegiatan pertambangan PT. Inco yang mencapai sekitar 2.464 orang. Bahkan hasil penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Indonesia (LPEM-UI) tahun 2004 menunjukkan aktivitas ekspor dan investasi PT. Inco di tahun 2000 telah memberikan kontribusi sebesar 0,36% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, 11,86 % Produk Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Selatan dan 77,97% PDRB Kabupaten Luwu Utara. Dengan kegiatan yang telah dilakukan, PT. Inco berhasil mendapat ISO 17025 untuk laboratorium process technology dan penghargaan emas dalam pengendalian sedimentasi dan erosi.

166

PT. Inco terus berkomitmen meningkatkan kualitas hidup rakyat Indonesia, khususnya masyarakat di sekitar wilayah operasional perusahaan. Sebagai perusahaan pertambangan, PT. Freeport Indonesia (PT. FI) yang beroperasi di kabupaten Mimika – Papua, juga telah melakukan CSR. PT. Freeport memberikan dana 1% dari keuntungan PT. Freeport untuk kepentingan rakyat Papua. Pada tahun 2006, PT. Freeport menyumbang sekitar US $ 1,6 milyar pada PDB nasional atau setara dengan 2,5 % APBN 2006, 49 % PDRB Provinsi Papua dan 94

166

PT. International Nickel Indonesia, Tbk, Laporan tahunan/ Annual Report : Program Pemberdayaan Masyarakat (Community Development Program) tahun 2004, Diterbitkan oleh Regional Communications PT. Inco, Tbk. Lihat juga PT. International Nickel Indonesia, Tbk, Kisah dari Ranah Sulawesi : PT.Inco, www.pt-inco.co.id/pdf/lapcsr2006.pdf (diakses tanggal 16 Juni 2008) Sebagian besar kegiatan PT. Inco di Provinsi Sulawesi Selatan terfokus di daerah Sorowako, Nuha, Towuti, dan Malili. Semuanya berada di kabupaten Luwu Timur. Di Sulawesi Tenggara, kegiatan dipusatkan di Kabupaten Kolaka, Kendari, dan Buton. Sedangkan di Sulawesi Tengah difokuskan di Kabupaten Morowali dan Palu. Lihat juga Arif S. Siregar, Ibid., menerangkan bahwa berdasarkan studi LPEM UI pada tahun 2004 mendefenisikan beberapa manfaat dari keberadaan industri pertambangan yaitu : (1) Manfaat ekonomi : memberikan kontribusi langsung pada PDB nasional, PDRB daerah, penciptaan pendapatan per kapita, penciptaan kesempatan kerja, penciptaan peluang usaha bagi nasional dan lokal (2) Manfaat fiskal : pembayaran ke pemerintah yang terdiri dari berbagai komponen baik berupa pajak, iuran, royalti, dan sebagainya yang akhirnya dikembalikan ke daerah sebagai dana perimbangan (3) Manfaat sosial : dana pengembangan masyarakat yang disediakan langsung oleh industri setelah sampai pada tahap produksi karena sifatnya memberikan manfaat langsung ke masyarakat di sekitar operasi.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

% PDRB Kabupaten Mimika. Di samping itu, PT. Freeport juga menciptakan 237 ribu tenaga kerja di Papua dan 46 ribu di luar Papua. Untuk pengembangan SDM warga asal Papua, pada tahun 2003, PT. Freeport mendirikan Institut Pertambangan Nemangkawi (Nemangkawi Mining Institute) yang mendidik dan menyediakan program pra-magang, magang, serta pengembangan lanjut jenjang karir bagi warga Papua. Pada tahun 2006, institut tersebut mempunyai 1.000 siswa yang hampir semuanya warga Papua. Program community development PT. Freeport juga sangat intensif antara lain Program Kemitraan untuk Pengembangan Masyarakat yang berjumlah sekitar US $ 426 juta (tahun 1992 – 2004), dan US $ 42 juta (tahun 2005) yang dikelola Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme Kamoro- sebuah LSM, di samping dana program PT. Freeport sejumlah rata – rata US $ 22 juta/ thn. PT. Freeport juga serius melakukan program – program manajemen lingkungannya melalui AMDAL, Ecological/ Environmental Risk Assessment (ERA), Environmental Audit (ISO 14001, EMS) serta partisipasi dalam program PROPER KLH. PT. Freeport juga melakukan program “beyond compliance”, seperti daur ulang oli bekas sebagai bahan bakar, aki bekas, mereklamasi hutan bakau dan melakukan penelitian tentang satwa dan tumbuhan asli Papua. 167 Jika diperhatikan hingga saat ini banyak perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam yang telah menerapkan CSR sebagai bagian dari kegiatan bisnisnya. Penerapan CSR memang membutuhkan biaya, waktu, sistem, skill, dan 167

Rusdian Lubis, Direktur dan Executive VP- untuk SHE dan Gov Rel di PT. Freeport Indonesia, Corporate Social dan Environmental Responsibility : Pengalaman Dan Pelajaran dari PT. Freeport Indonesia, dalam tulisan pribadinya tentang memahami CSR.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

tidak bebas resiko. Namun biaya dan resiko tersebut juga diimbangi dengan hikmah dan manfaat yang sepadan. CSR akan melindungi korporasi dari “suprises” yang tidak menyenangkan dan dapat menjadi wahana membangun saling kepercayaan antara masyarakat, perusahaan dan pemerintah.

D. Beberapa Contoh Praktek CSR di Negara Lain Di tingkat internasional, ada banyak prinsip yang mendukung praktik CSR di banyak sektor. Misalnya Equator Principles yang diadopsi oleh banyak lembaga keuangan internasional. Untuk menunjukkan bahwa bisnis mereka bertanggung jawab, di level internasional perusahaan sebenarnya bisa menerapkan berbagai standar CSR seperti : 168 a. Accountability’s (AA1000) standard, yang berdasar pada prinsip “Triple Bottom Line” (Profit, People, Planet) yang digagas oleh John Elkington b. Global Reporting Initiative’s (GRI) – panduan pelaporan perusahaan untuk mendukung pembangunan berkesinambungan yang digagas oleh PBB lewat Coalition for Environmentally Responsible Economies (CERES) dan UNEP pada tahun 1997 c. Social Accountability International’s SA8000 standard d. ISO 14000 environmental management standard e. ISO 26000

168

Mas Achmad Daniri, Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Meskipun di negara lain tidak ada kewajiban untuk melakukan CSR bahkan hingga

menetapkan

besarannya

namun

kesadaran

tentang

pentingnya

mengimplementasikan CSR ini menjadi tren global seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk - produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan prinsip-prinsip hak azasi manusia (HAM). Berikut ini gambaran perbandingan perusahaan - perusahaan (dalam persentase) di beberapa negara yang menerapkan CSR dan tidak menerapkan CSR.

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

Jerman

AS

Inggris

Perancis

Indonesia

CSR

51

50

40

30

30

Non CSR

49

50

60

70

70

Gambar 3. Persentase perusahaan CSR dan Non CSR di beberapa negara (Sumber : Litbang Kompas/Ratna, diolah dari majalah ”Tempo” dan ”Detik” 2007 dalam Sri Hartati Samhadi, Etika Sosial Perusahaan Multinasional, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007

Kesadaran menerapkan CSR di negara lain dapat diperhatikan pada saat ini, bank-bank di Eropa menerapkan kebijakan dalam pemberian pinjaman hanya kepada

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

perusahaan yang mengimplementasikan CSR dengan baik. Sebagai contoh, bankbank Eropa hanya memberikan pinjaman pada perusahaan-perusahaan perkebunan di Asia apabila ada jaminan dari perusahaan tersebut, yakni ketika membuka lahan perkebunan tidak dilakukan dengan membakar hutan. Tren global lainnya dalam pelaksanaan CSR di bidang pasar modal adalah penerapan indeks yang memasukkan kategori saham-saham perusahaan yang telah mempraktikkan CSR. Sebagai contoh, New York Stock Exchange memiliki Dow Jones Sustainability Index (DJSI) bagi saham-saham perusahaan yang dikategorikan memiliki nilai corporate sustainability dengan salah satu kriterianya adalah praktik CSR. Begitu pula London Stock Exchange yang memiliki Socially Responsible Investment (SRI) Index dan Financial Times Stock Exchange (FTSE) yang memiliki FTSE4Good sejak 2001. Inisiatif ini mulai diikuti oleh otoritas bursa saham di Asia, seperti di Hanseng Stock Exchange dan Singapore Stock Exchange. Konsekuensi dari adanya indeks-indeks tersebut memacu investor global seperti perusahaan dana pensiun dan asuransi yang hanya akan menanamkan dananya di perusahaan-perusahaan yang sudah masuk dalam indeks. 169 Di Filipina, terdapat suatu lembaga yang disebut PBSP (Philippine Bussines for Social Progress). Ini merupakan salah satu wujud kongkrit kontribusi perusahaan-perusahaan di Filipina dalam menyediakan sumber pendanaan bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan mengatasi berbagai persoalan sosial masyarakat, salah satunya pengembangan sumber daya manusia melalui program bantuan stimulan biaya pendidikan. Lembaga ini didirikan pada tahun 1970 oleh

49 perusahaan untuk melaksanakan komitmen mereka terhadap

pembangunan sosial Filipina. Pendirian asosiasi ini dimaksudkan guna mengumpulkan sumberdaya dari

169

Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

perusahaan-perusahaan strategis yang nantinya dapat digunakan untuk mendukung program yang mendorong ke arah kemandirian, pembangunan berkelanjutan, serta pertumbuhan ekonomi di Filipina. Saat ini, PBSP telah memiliki 179 anggota yang terdiri dari perusahaan lokal dan multinasional seperti San Miguel Corporation, Shell, IBM Philippine, dan lain-lain.

170

Menghadapi tren global dan resistensi masyarakat sekitar perusahaan, maka sudah saatnya setiap perusahaan memandang serius pengaruh dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan dari setiap aktivitas bisnisnya, serta berusaha membuat laporan bersifat non – financial setiap tahunnya kepada stakeholdernya. Di Uni Eropa pada tanggal 13 Maret 2007, Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi berjudul “Corporate Social Responsibility: A new partnership” yang mendesak Komisi Eropa untuk meningkatkan kewajiban yang terkait dengan persoalan akuntabilitas perusahaan seperti tugas direktur (directors’ duties), kewajiban langsung luar negeri (foreign direct liabilities) dan pelaporan kinerja sosial dan lingkungan perusahaan (environmental and social reporting). Di Inggris, sudah lama perusahaan diikat dengan kode etik usaha karena sudah ada banyak aturan dan undang-undang yang mengatur praktik bisnis di Inggris, maka tidak diperlukan UU khusus CSR. Sekedar diketahui, perusahaan di Inggris ini tidak lepas dari pengamatan publik (masyarakat dan negara) karena harus transparan dalam praktik bisnisnya. Publik bisa protes terbuka ke perusahaan jika perusahaan merugikan masyarakat/ konsumen/ buruh/ lingkungan. Dengan melihat perkembangan ini, disahkan Companies Act 2006 yang mewajibkan perusahaan yang sudah tercatat di bursa efek untuk melaporkan bukan

170

Andi Firman, Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

saja kinerja perusahaan (kinerja ekonomi dan finansial) melainkan kinerja sosial dan lingkungan. Laporan ini harus terbuka untuk diakses publik dan dipertanyakan. Dengan demikian, perusahaan didesak agar semakin bertanggung jawab. 171 Mac Oliver – EA Marshal berpendapat perusahaan Amerika yang beroperasi di luar negeri diharuskan melaksanakan Sullivan Principal dalam rangka melaksanakan Corporate Social Responsibilty, yaitu: 172 a. Tidak ada pemisahan ras (non separation of races) dalam makan, bantuan hidup dan fasilitas kerja. b. Sama dan adil dalam melaksanakan pekerjaan (equal and fair employment process). c.

Pembayaran upah yang sama untuk pekerjaan yang sebanding (equal payment compansable work).

d. Program training untuk mempersiapkan kulit hitam dan non kulit putih lain sebagai supervisi, administrasi , teknisi dalam jumlah yang substansial. e. Memperbanyak kulit hitam dan non kulit putih lain dalam profesi manajemen dan supervisi. f. Memperbaiki tempat hidup pekerja di luar lingkungan kerja seperti perumahan, transportasi, kesehatan, sekolah dan rekreasi. Implementasi CSR di beberapa negara bisa dijadikan referensi untuk menjadi contoh penerapan CSR. Australia, Kanada, Perancis, Jerman, Belanda, Inggris, dan

171 172

Mas Achmad Daniri, Ibid. Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Amerika Serikat telah mengadopsi code of conduct CSR yang meliputi aspek lingkungan hidup, hubungan industrial, gender, korupsi, dan hak asasi manusia (HAM). Berbasis pada aspek itu, mereka mengembangkan regulasi guna mengatur CSR. Australia, misalnya, mewajibkan perusahaan membuat laporan tahunan CSR dan mengatur standarisasi lingkungan hidup, hubungan industrial, dan HAM. Sementara itu, Kanada mengatur CSR dalam aspek kesehatan, hubungan industrial, proteksi lingkungan, dan penyelesaian masalah sosial. 173 Di Malaysia, CSR sebagaimana yang digambarkan dalam Silver Book sebagai referensinya menyatakan bahwa CSR merupakan suatu aktivitas yang dilakukan untuk menguntungkan masyarakat serta kontribusi sukarela (voluntary contribution) dan kewajiban sosial (social obligation). Elemen tanggung jawab sosial dapat dijajaki dalam Code of Ethics (1996) yang secara ringkas direktur dalam menunaikan kewajibannya harus menjamin pemakaian sumber daya alam yang efektif dan mempromosikan tanggung jawab sosial, pro-aktif dalam kebutuhan masyarakat, membantu dalam melawan inflasi. Pada tahun 2004, bahkan Bursa Saham Malaysia memunculkan kerangka tanggung jawab sosial sebagai manual bagi perusahaan publik yang terdaftar ketentuan pendaftaran membutuhkan perusahaan publik untuk mecantumkan praktek tanggung jawab sosialnya dalam laporan tahunan. Komitmen pemerintah juga ditunjukkan dengan menerbitkan Silver Book pada bulan September 2006 dalam program Transformasi Perusahaan yang berhubungan dengan pemerintah atau Government Linked Companies yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat 173

Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

menjadi GLCs. Tanggung jawab sosial mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Sejak tahun 2006 alokasi - alokasi tertentu telah dibuat dalam anggaran tahunan untuk CSR. Bahkan pada tahun 2008, perdana menteri menyebutkan akan ada pengurangan pajak untuk perusahaan yang memberikan keuntungan signifikan terhadap komunitas lokal, pemerintah juga membentuk dana CSR dengan jumlah awal RM 50 juta sekaligus meluncurkan Award CSR Perdana Menteri 2007 untuk mendukung keterlibatan perusahaan dari sektor swasta dalam aktivitas CSR. 174 Selanjutnya, Silver Book menuntun GLCs tentang bagaimana membentuk sebuah program kontribusi yang efektif dan menekan biaya kewajiban tersebut ke dalam kontribusi yang efektif. Program – program yang dilakukan oleh GLCs di Malaysia dibagi dalam program kontribusi sosial (contohnya : di bidang pendidikan, keterrlibatan komunitas terhadap kegiatan sosial/bencana alam, program kesehatan masyarakat, perlindungan

dan pelestarian lingkungan, pengentasan kemiskinan,

kesejahteraan karyawan) dan program kewajiban sosial (memberikan pelayanan kepada masyarakat

seperti proyek listrik masuk desa, memperluas jaringan

perbankan di daerah – daerah, pelayanan transportasi yang menjangkau daerah terpencil). 175 Dengan demikian, di Malaysia CSR tidak lagi bersifat filantropi. Hal ini

174

Halyani Hj Hassan, Ibid., hal 2 – 4 Selanjutnya dalam sumber yang sama menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Government linked Companies (GLCs) adalah perusahaan – perusahaan dimana pemerintah Malaysia memiliki kontrol langsung dan persentase saham tertentu dalam perusahaan. GLCs adalah provider jasa terhadap bangsa yang meliputi listrik, komunikasi, jasa pos, pesawat udara, angkutan umum, dan jasa perbankan/keuangan. 175 Ibid., hal. 6-8 Bahwa Silver Book mengakui kontribusi sukarela dan kewajiban sosial. Kontribusi sukarela adalah tindakan yang diprakarsai oleh perusahaan dan bersifat sukarela. Sedangkan kewajiban sosial

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

mencakup ruang lingkup yang luas dan didesain untuk memberikan nilai yang layak dicapai masyarakat secara umum dan perusahaan secara khusus. Kemudian belajar dari pengalaman negara-negara lain, tidak ada satupun negara yang dengan persis mencantumkan persentase atau jumlah yang harus dikeluarkan untuk investasi sosial perusahaan. Dengan demikian akan sangat mustahil menemukan negara yang berbuat demikian, karena yang banyak dikembangkan oleh negara-negara maju adalah sistem insentif yang mendorong perusahaan melakukan investasi sosial sebagai bagian dari strategi welfare mix (kesejahteraan sebagai tanggung jawab bersama). Pendekatan masing-masing pemerintah di Eropa, misalnya, berbeda-beda, namun tidak satupun di antara mereka yang meregulasi dana CSR. Pemerintah Perancis mengharuskan perusahaan untuk melaporkan secara mendetail dampak mereka dalam aspek sosial dan lingkungan. Pemerintah Belgia menyediakan label khusus bagi perusahaan yang dalam praktiknya sepanjang rantai produksi telah benar-benar sesuai dengan delapan konvensi ILO. Pemerintah Denmark mengembangkan Danish Social Index dan melakukan pengukuran langsung atas kinerja perusahaan dalam kebijakan mengenai pekerja dan fakta kondisi kerja. Sementara Pemerintah Italia mengembangkan petunjuk yang dapat dipergunakan oleh perusahaan untuk melakukan penilaian diri, pengukuran, pelaporan, serta penjaminan kebenaran isi laporan. Jalan yang ditempuh oleh Kementerian CSR Inggris—yang mirip dengan apa yang dilakukan Pemerintah Perancis—sangat menarik untuk dicoba, yaitu dengan mewajibkan pelaporan tahunan kinerja sosial dan lingkungan perusahaan selain kinerja finansial yang memang sudah biasa dilakukan. Dengan upaya pemerintah yang mendorong transparansi kinerja ini, maka mau tidak mau perusahaan kemudian harus meningkatkan kinerjanya karena iklim persaingan usaha yang ketat akan memberikan disinsentif bagi mereka yang memiliki kelemahan dalam kinerja CSR. Regulasi yang dibuat juga memberikan kewenangan penuh bagi pemerintah untuk mengecek kebenaran laporan, dan tentu saja mengatur apa konsekuensi kebohongan terhadap publik yang dilakukan perusahaan dalam laporannya.

176

Oleh sebab itu tidaklah mengherankan, CSR telah menjadi isu bisnis yang terus menguat. Isu ini sering diperdebatkan dengan pendekatan nilai-nilai etika, dan memberi tekanan yang semakin besar pada kalangan bisnis

adalah tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk merespon ataupun memenuhi permintaan stakeholder. Selanjutnya Silver Book memberikan 7 (tujuh) ruang lingkup kontribusi terhadap masyarakat yaitu : (1) hak asasi manusia, (2) kesejahteraan karyawan, (3) jasa pelanggan, (4) kemitraan supplier, (5) perlindungan lingkungan hidup, (6) keterlibatan komunitas, (7) perilaku bisnis yang etis. 176 Mas Achmad Daniri, Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

untuk berperan dalam membantu masalah-masalah sosial yang akan terus tumbuh dan juga berperan dalam memajukan kesejahteraan umum sebagai perwujudan tujuan negara Indonesia. Pengaturan CSR dalam UU PT merefleksikan tujuan hukum untuk memberikan. memberikan manfaat, ketertiban dan kepastian bagi semua pihak.

177

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Perkembangan globalisasi yang ditandai dengan munculnya perusahaan – perusahaan yang semakin banyak jumlahnya namun pada satu sisi timbul kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan sehingga memicu tuntutan dari masyarakat (stakeholder) yang ditujukan kepada perusahaan agar mengimplementasikan tanggung jawab sosial yang selanjutnya disebut Corporate Social Responsibility, di samping tanggung jawab ekonomi perusahaan untuk mencari laba.

A. Kesimpulan 1. Pemikiran yang mendasari konsep CSR yang sering dianggap inti dari Etika Bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban – kewajiban ekonomis dan legal tetapi juga kewajiban – kewajiban terhadap 177

Lihat juga “Menunggu Standar Baku Tanggung Jawab Sosial”, http://www.hukumonline .com/detail.asp?id=18859&cl=Berita (diakses tanggal 11 Juli 2008) bahwa Pakar Hukum Prof. Gayus Lumbuun sepakat jika klausul CSR bersifat wajib. “Ini adalah kreasi hukum untuk mengajak partisipasi masyarakat, bukan sebuah beban.”

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

pihak – pihak yang berkepentingan (stakeholders), karena perusahaan tidak bisa hidup, beroperasi dan memperoleh keuntungan tanpa bantuan pihak lain. CSR merupakan pengambilan keputusan oleh organ - organ perseroan yang dikaitkan dengan nilai – nilai etika, dapat memenuhi kaidah – kaidah dan keputusan hukum dan menjunjung tinggi harkat manusia, masyarakat dan lingkungan. Penerapan CSR merupakan salah satu implementasi etika bisnis dalam hal tanggung jawab sosial dan lingkungan. 2. Upaya perusahaan dalam meningkatkan peranannya dalam pembangunan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan membutuhkan sinerji kemitraan antara perusahaan, pemerintah dan komunitas atau masyarakat yang disebut kemitraan tripartit. Pemerintah sebagai pembuat regulasi, perusahaan sebagai pelaku bisnis sekaligus agen perubahan sosial, dan masyarakat sebagai penerima manfaat saling mendukung kegiatan operasional perusahaan dalam menerapkan CSR demi tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Namun keberadaan standarisasi tanggung jawab sosial yaitu ISO 26000 : Guidance Standard on Social Responsibility patut ditunggu realisasinya yang diperkirakan rampung pada tahun 2009 sebagai rujukan utama referensi dalam pembuatan peraturan tentang CSR di Indonesia. 3. Undang – Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang termuat dalam Pasal 1 ayat (3) dikenal dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan dan juga diatur dalam Pasal 74 yang mengandung : (1) kewajiban bagi, (2) perseroan yang bergerak di bidang pengelolaan atau berkaitan

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

dengan sumber daya alam (SDA), (3) dianggarkan sebagai biaya, (4) dilakukan dengan memperhatikan aspek “kepatutan dan kewajaran”, (5) bagi pelanggarnya dikenai sanksi serta, (6) pengaturan lebih jauh akan dituangkan dalam satu peraturan pemerintah. Hingga saat ini Peraturan Pemerintah tersebut belum diterbitkan dan masih dalam tahap perumusan. Pemerintah masih berupaya mencari titik keseimbangan yang paling sesuai agar kalangan dunia usaha tidak sampai dirugikan dan masyarakat setempat juga mendapatkan keuntungan.

B. Saran

1. Kepentingan stakeholders yang kini diakomodasi oleh UU PT sehingga memiliki bargaining power yang tidak bisa diremehkan. Seharusnya pula korporasi berfungsi sebagai trigger (pemicu) agar menjadi competitive advantage sosial. Harmonisasi ini, jika diimplementasikan berimbang memang menjadi pendulum kesetimbangan sehingga tercipta simfoni yang merdu. Masyarakat memiliki sense of belonging terhadap industri, sementara indus tri memiliki feeling yang kuat terhadap kondisi sekitarnya. 2. Implementasi CSR membutuhkan kerjasama yang disertai transparansi dan akuntabilitas dari semua pihak. Pemerintah sebagai pembuat regulasi diharapkan mampu menjembatani kepentingan dan memberi rasa keadilan bagi pelaku bisnis dan masyarakat termasuk dengan menerbitkan Peraturan

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Pemerintah (PP) yang diharapkan pengaturannya dengan bijak. Perusahaan sebagai pelaku bisnis sekaligus agen perubahan sosial diharapkan mampu memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi perekonomian nasional Indonesia melalui penerapan CSR dalam aktivitas bisnisnya. Sedangkan masyarakat sebagai penerima manfaat diharapkan mampu mendukung kegiatan operasional perusahaan termasuk memberikan license to operate.

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku Abdullah, M. Yatimin. Persada, 2006

Pengantar Studi Etika.

Jakarta : PT. Rajagrafindo

Bertens, K. Pengantar Etika Bisnis (Seri Filsafat Atmajaya : 21). Yogyakarta: Kanisius, 2000 Chandra, Robby I. Etika Dunia Bisnis. Yogyakarta : Kanisius, 1995 Curzon, L.B. Dictionary of Law. England : Pearson Education Limited, 2002 Ernawan, Erni R. Business Ethics : Etika Bisnis. Bandung : CV. Alfabeta, 2007 Fuady, Munir. Doktrin – Doktrin Modern dalam Corporate Law, Eksistensinya dalam Hukum Indonesia., Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002 Hadjon, Philipus M. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1993) Keraf, A. Sonny. Etika Bisnis : Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur (Pustaka Filsafat). Yogyakarta : Kanisius, 1991 Kirana, Andy. Etika Bisnis Konstruksi. Yogyakarta : Kanisius, 1996

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Kotler, Philip dan Nancy Lee. Corporate Social Responsibility : Doing the Most Good for Your Company and Your Cause. New Jersey : John Wiley and Sons, Inc., 2005 Magnis-Suseno, Frans. Berfilsafat dari Konteks., Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992 Pratley, Peter. Etika Bisnis (The Essence of Business Ethic), diterjemahkan oleh Gunawan Prasetio. Yogyakarta : Penerbit Andi bekerjasama dengan Simon & Schuster (Asia) Pte.Ltd., 1997 Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000 Rawls, John. A theory of Justice. London : Harvard University Press, 1971 Rudito, Bambang, dan Melia Famiola. Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia. Bandung : Rekayasa Sains, 2007 Salam, Burhanuddin. Etika Sosial : Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997 Saphiro, Ian. Asas Moral dalam Politik. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia yang bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta dan Freedom Institute, 2006 Simorangkir, O.P. Etika : Bisnis, Jabatan dan Perbankan. Jakarta : Rineka Cipta, September 2003 Soemitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988 Susanto, A.B. Corporate Social Responsibility. Jakarta : The Jakarta Consulting Group, 2007 Tjager, I Nyoman, F. Antonius Alijoyo, Humphrey R. Djemat, Bambang Soembodo. Corporate Governance : Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia. Jakarta : PT. Prenhallindo, 2003 Tunggal, Amin Widjaja. Corporate Social Responsibility. Jakarta : Harvarindo, 2007 Tunggal, Hadi Setia. Memahami Undang – undang Perseroan Terbatas (Undangundang Nomor 40 tahun 2007). Jakarta : Harvarindo, 2007

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Untung, Hendrik Budi. Corporate Social Responsibility. Jakarta : Sinar Grafika, 2008 Velasquez, Manuel G. Business Ethics : Concepts and Cares (Fifth Edition). New Jersey : Pearson Education, Inc., 2002 Wibisono, Yusuf. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik : Fascho Publishing, 2007

II. Media Harijono, Try. CSR Jangan Dipandang Derma, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007 Kuntari, Rien dan Khairina. CSR, Investasi Jangka Panjang, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007 Maemunah, Siti. Negara Lemah, CSR Menguat. Forum Keadilan No.22, tanggal 23 September 2007 Rahmat, Paul. Tanggung Jawab Sosial Korporasi, Harian Kompas, tanggal 2 Agustus 2007 Samhadi, Sri Hartati. Etika Sosial Perusahaan Multinasional, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007 “ CSR Tidak Masuk “Cost Recovery”, Harian Kompas, tanggal 25 Juli 2007 “CSR Dibuatkan Payung Hukum”, Harian Kompas, tanggal 25 Mei 2007 “ Harapan Untuk Berbagi Madu”, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007 “ Pemerintah Diharapkan Lebih Bijak Atur CSR”, Harian Kompas, tanggal 21 Juli 2007

III. Seminar/ Tulisan/ Laporan Amidhan, H. Menggagas Corporate Social Responsibility (CSR) Berperspektif HAM, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM”, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Badaruddin. Corporate Social Responsibility : Tinjauan Konseptual dan Implementasi, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM”, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan Hassan, Halyani Hj. Corporate Social Responsibility, disampaikan pada 5th Asian Law Institute Conference, tanggal 22 – 23 Mei 2008, di Singapura Lubis, Rusdian, Direktur dan Executive VP- untuk SHE dan Gov Rel di PT. Freeport Indonesia, Corporate Social dan Environmental Responsibility : Pengalaman Dan Pelajaran dari PT. Freeport Indonesia. Nasution, Bismar. Aspek Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, disampaikan pada ”Semiloka Peran dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Masyarakat Lokal Wilayah Operasional Perusahaan Persepektif Hak Asasi Manusia”, diselenggarakan oleh Komisi Hak Asasi Manusia, tanggal 23 Februari 2008, di Riau – Pekanbaru Oppusunggu, Yu Un. Mandatory Corporate Social and Environmental Responsibilities in the New Indonesia Limited Liability Law, disampaikan pada 5th Asian Law Institute Conference, tanggal 22 – 23 Mei 2008, di Singapura Purba, Parlindungan. Konsep Dan Implementasi Program CSR Oleh Perusahaan Lokal, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM”, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan PT. International Nickel Indonesia (PT.Inco), Tbk. Laporan tahunan/ Annual Report Program Pemberdayaan Masyarakat (Community Development Program) tahun 2004, Diterbitkan oleh Regional Communications PT. Inco, Tbk Simanungkalit, Apoan. Pengamatan Legislatif Terhadap Konsep Dan Wujud Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Wilayah Kabupaten Deli Serdang, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM”, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No.18 Medan

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Siregar, Arif S., Presiden Direktur PT. Inco, Tbk dan Ketua Indonesian Mining Association, Memahami CSR: Dapatkah Perusahaan Mempunyai Tanggung Jawab Sosial. Suharto, Edi. Pekerjaan Sosial Industri : CSR dan Comdev, disampaikan pada workshop tentang CSR, Lembaga Studi Pembangunan (LPS) – STKS Bandung, tanggal 29 Nopember 2006 di Bandung

IV. Peraturan Perundang – undangan Republik Indonesia, Undang – undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 23 tahun 1997, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI No. 3699 ________________,Undang – undang tentang Badan Usaha Milik Negara, UU Nomor 19 tahun 2003, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4297 ________________, Undang – undang tentang Penanaman Modal, UU Nomor 25 tahun 2007, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4724 ________________, Undang – undang tentang Perseroan Terbatas, UU Nomor 40 tahun 2007, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4756 ________________, Peraturan Pemerintah tentang pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi, PP Nomor 35 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4734 ________________, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, Permeneg BUMN Nomor Per-05/MBU/2007

V. Internet Andi

http://www. kutaikartanegara.com/forum/viewtopic.php?p=5170 (diakses tanggal 4 Maret 2008)

Firman,

Tanggung

Jawab

Sosial

Dan

Lingkungan

Perusahaan,

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

Effnu Subiyanto, CSR : Peluang Korupsi Baru di Daerah, http://baungcamp.com/? articles&post=CSR,_PELUANG_KORUPSI_BARU_DI_DAERAH. (diakses tanggal 27 mei 2008) Khudori, Tanggung jawab sosial (semu) Perusahaan http://www.ti.or.id/news /7/tahun/2007/bulan/07/tanggal/24/id/1662/ (diakses tanggal 27 Agustus 2007) Mas

Achmad Daniri, Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan http://www.governance-indonesia.com/component/option.com_remository/ func,fileinfo/id,50/ lang.en/ (diakses tanggal 4 Januari 2008)

PT. International Nickel Indonesia, Tbk, Kisah dari Ranah Sulawesi : PT.Inco, www.pt-inco.co.id/pdf/lapcsr2006.pdf (diakses tanggal 16 Juni 2008) ”Belajar CSR”, http://www.csrindonesia.com/faq.php# (diakses tanggal 27 Mei 2008) “Ini Dia Jeroannya : RPP CSR”, http://www.hukumonline.com/detail.asp?id= 19664&cl=Berita (diakses tanggal 11 Juli 2008). ”Kadin Anggap Pasal CSR dalam UUPT Tak Mendasar” http://www. hukumonline.com/detail.asp?id=18635&cl=Berita (diakses tanggal 11 Juli 2008) “ Kadin akan gugat CSR ke MK”, http://www.hukumonline.com/detail.asp?id= 17389&cl= Berita (diakses tanggal 27 Agustus 2007) “Klausul CSR Hanya untuk Bidang Sumber Daya Alam : RUU Perseroan Terbatas” http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=17194&cl=Berita “Laporan Keberlanjutan”, http://www.telkom.co.id/tentang-telkom/laporankeberlanjutan/ (diakses tanggal 12 Mei 2008) “Menunggu Standar Baku Tanggung Jawab Sosial”, http://www.hukumonline. com/detail.asp?id=18859&cl=Berita (diakses tanggal 11 Juli 2008) “Pengusaha Tolak Kewajiban CSR, http://www.suaramerdeka.com/harian/ 0707/24 eko06.htm (diakses tanggal 27 agustus 2007) “Pemerintah Siap Terbitkan PP Tanggungjawab Sosial Perusahaan http://www.antara.co.id/arc/2007/8/22/pemerintah-siap-terbitkan-pp-tanggung jawab-sosial-perusahaan/ (diakses tanggal 17 Februari 2007)

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008

“Perseroan Perlu Standar Audit CSR” http://www.hukumonline.com/detail.asp?id= 18853&cl=Berita (diakses tanggal 4 Agustus 2008) “Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Bag I)”, http://www.madani-ri. com/?pilih=lihat&id=158, (diakses tanggal 14 Juni 2008)

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008. USU e-Repository © 2008