segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan mulai dari makanan
sebelum diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan,
pengangkutan, ...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Sanitasi Makanan dan Minuman Sanitasi makanan dan minuman adalah suatu usaha yang menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan mulai dari makanan sebelum diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, penyajian sampai pada saat dimana makanan dan minuman siap untuk dikonsumsi oleh masyarakat. (Depkes RI, 1994) Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam usaha sanitasi makanan dan minuman adalah: (Anwar, 1990) 1. Keamanan makanan dan minuman yang disediakan. 2. Hygiene perorangan dan praktek-praktek penanganan makanan dan minuman oleh karyawan yang bersangkutan. 3. Keamanan terhadap penyediaan air. 4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran. 5. Pengelolaan makanan terhadap kontaminasi selama dalam proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan. 6. Pencucian, kebersihan dan penyimpanan alat-alat. Sanitasi makanan dan minuman tidak terlepas dari pengawasan terhadap pengolah
makanan,
karyawan
yang
menyajikan
makanan,
alat-alat
yang
dipergunakan dalam proses pengolahan makanan dan minuman, tempat produksi
Universitas Sumatera Utara
makanan dan minuman yang tidak saniter serta air yang dipergunakan dalam kegiatan-kegiatan tersebut yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Dalam hal ini pengelola makanan dan minuman memegang peranan penting dalam praktek sanitasi. (Anwar, 1990) 2.2. Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman Pengertian dari prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman adalah pengendalian terhadap empat faktor yaitu: tempat/bangunan, peralatan, orang dan bahan makanan. Terdapat 6 (enam) prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman yaitu (Depkes RI, 2004) : 1. Pemilihan bahan makanan 2. Penyimpanan bahan makanan 3. Pengolahan makanan 4. Penyimpanan makanan masak 5. Pengangkutan makanan 6. Penyajian makanan 2.2.1. Prinsip 1 : Pemilihan Bahan Makanan Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan mutunya, dalam hal ini bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya. Bahan makanan yang baik terbebas dari kerusakan dan pencemaran, termasuk pencemaran oleh bahan kimia seperti pestisida. 2.2.1.1. Ciri-ciri bahan makanan nabati yang baik 1) Buah-buahan a. Keadaan fisiknya baik, isinya penuh, kulit penuh, tidak rusak atau kotor.
Universitas Sumatera Utara
b. Isi masih terbungkus kulit dengan baik. c. Warna sesuai dengan bawaannya, tidak ada warna tambahan, warna buatan (karbitan) dan warna lain selain warna buah. d. Tidak berbau busuk, bau asam/basi atau bau yang tidak segar lainnya. e. Tidak ada cairan lain selain getah aslinya. 2) Sayuran a. Kulit buah atau umbi dalam keadaan segar, utuh dan tidak layu. b. Kulit buah atau umbi utuh dan tidak rusak/pecah. c. Tidak ada bekas gigitan hewan, serangga atau manusia. d. Tidak ada bagian tubuh buah yang ternoda atau berubah warnanya. e. Bebas dari tanah atau kotoran lainnya. 3) Biji-bijian a. Kering, isi penuh (tidak keriput dan warna mengkilap). b. Permukaannya baik, tidak ada noda karena rusak, jamur atau kotoran selain warna aslinya. c. Biji tidak berlubang-lubang. d. Tidak tercium bau lain selain bau khas biji yang bersangkutan. e. Tidak tumbuh kecambah, tunas kecuali dikehendaki untuk itu (tauge) f. Biji yang masih baik akan tenggelam bila dimasukkan ke dalam air. 2.2.1.2. Sumber bahan makanan yang baik Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik perlu diketahui sumbersumber makanan yang baik. Sumber makanan yang baik sering kali tidak mudah kita
Universitas Sumatera Utara
temukan karena jaringan perjalanan makanan yang demikian panjang dan melalui jaringan perdagangan pangan. Sumber bahan makanan yang baik adalah : 1) Pusat penjualan bahan makanan dengan system pengaturan suhu yang dikendalikan dengan baik (swalayan). 2) Tempat-tempat penjualan bahan makanan yang diawasi oleh pemerintah daerah dengan baik. 2.2.2. Prinsip 2 : Penyimpanan Bahan Makanan Penyimpanan bahan makanan dilakukan untuk menghindari : 1) Tercemar bakteri karena alam atau perlakuan manusia 2) Kerusakan mekanis seperti gesekan, tekanan, benturan dan lain-lain. Ada empat cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya, yaitu : a. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 10 – 5 ºC untuk jenis minuman, buah dan sayuran. b. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4 – 10 ºC untuk bahan makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali. c. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0 - 4º C untuk bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam. d. Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0ºC untuk bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Prinsip 3 : Pengolahan Makanan Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang megikuti kaidah dari prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi. (Depkes RI, 2004) 2.2.3.1. Penjamah makanan Penjamah makanan tidak berpenyakit perut, kulit dan penyakit menular lainnya. Periksalah kesehatan secara rutin minimal dua kali setahun, kuku tangan tidak panjang dan harus bersih. Dalam bekerja penjamah makanan harus menggunakan pakaian kerja seperti celemek, penutup rambut, tidak merokok, menggaruk-garuk hidung, dan telinga. Sebelum menjamah makanan dan setelah buang air besar/kecil selalu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir. Syarat-syarat penjamah makanan, (Depkes RI, 2003) : 1) Tidak menderita penyakit mudah menular, misalnya : batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya. 2) Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya). 3) Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian. 4) Memakai celemek dan tutup kepala. 5) Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan. 6) Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau menggunakan alas tangan. 7) Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya).
Universitas Sumatera Utara
8) Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan tanpa menutup mulut atau hidung. 2.2.4. Prinsip 4 : Penyimpanan Makanan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyimpan makanan : a. Makanan yang disimpan harus diberi tutup. b. Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan. c. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air. d. Apabila disimpan di ruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lain. e. Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup dan tidak berada tanpa kaki penyangga atau di pojok ruangan agar tidak mudah dijangkau oleh tikus, kecoa dan hewan lainnya. 2.2.4.1. Waktu tunggu (holding time) 1) Makanan masak yang disajikan panas harus tetap berada dalam keadaan diatas 60ºC. 2) Makanan yang disajikan dingin disimpan dalam keadaan dingin pada suhu dibawah 10ºC. 3) Makanan yang disimpan pada suhu dibawah 10ºC harus dipanaskan kembali (reheating). 2.2.4.2. Suhu 1) Makanan kering disimpan dalam suhu kamar (25 – 30º C) 2) Makanan basah harus segera disajikan pada suhu diatas 60ºC. 3) Makanan basah yang masih lama disajikan disimpan pada suhu dibawah 10ºC.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mencegah pertumbuhan bakteri, usahakanlah makanan selalu berada pada suhu dimana bakteri tidak tumbuh yaitu di bawah 10ºC atau diatas 60ºC. Suhu 10 – 60º C sangat berbahaya, maka disebut danger zone. 2.2.5. Prinsip 5 : Pengangkutan Makanan. Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan didalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pengangkut itu sendiri. 2.2.5.1. Pengangkutan bahan makanan. Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa pencemaran fisik, mikroba, maupun kimia. Untuk mencegah adalah dengan membuang atau mengurangi sumber yang akan menyebabkan pencemaran. Dengan cara sebagai berikut (Depkes RI, 2004): 1) Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3), seperti pupuk, obat hama atau bahan kimia lain. 2) Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk mengangkut bahan lain seperti : untuk mengangkut orang, hewan, atau barang-barang lain. 3) Kendaraan harus diperhatikan kebersihannya agar setiap digunakan untuk makanan selalu dalam keadaan bersih. 4) Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia atau pestisida, walaupun telah dicuci masih akan terjadi pencemaran. 5) Hindari perlakuan manusia yang menangani makanan selama pengangkutan, seperti : ditumpuk, diinjak dan dibanting.
Universitas Sumatera Utara
6) Kalau mungkin gunakanlah kenderaan pengangkut bahan makanan yang menggunakan alat pendingin sehingga mampu membawa makanan dengan jangkauan yang lebih jauh lagi. 2.2.5.2. Pengangkutan makanan siap santap Dalam prinsip pengangkutan siap santap perlu diperhatikan hal-hal berikut (Depkes RI, 2004) : 1) Setiap makanan mempunyai wadah masing-masing. 2) Wadah yang digunakan harus utuh, kuat dan ukurannya memadai dengan makanan yang ditempatkan dan terbuat dari bahan anti karat atau anti bocor. 3) Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya agar tetap panas 60ºC dan tetap dingin 4ºC. 4) Wadah selama dalam perjalanan tidak boleh selalu dibuka dan tetap dalam keadaan tertutup sampai di tempat penyajian. 5) Kendaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak digunakan untuk keperluan lain. 2.2.6. Prinsip 6 : Penyajian Makanan Penyajian makanan yang menarik akan memberikan nilai tambah dalam menarik pelanggan. Teknis penyajian makanan untuk konsumen memiliki berbagai cara, asalkan memperhatikan khaidah hygiene sanitasi yang baik. Penggunaan pembungkus seperti plastik, kertas atau boks plastik harus dalam keadaan bersih dan tidak berasal dari bahan-bahan yang dapat menimbulkan racun. Makanan yang disajikan pada tempat yang bersih, peralatan yang digunakan bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji berpakaian bersih dan rapi,
Universitas Sumatera Utara
menggunakan tutup kepala dan celemek. Tidak boleh terjadi kontak langsung dengan makanan yang disajikan. 2.3. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau analisis bahaya dan titik pengendalian kritis adalah sebuah konsep pendekatan sistematis terhadap identifikasi dan penilaian bahaya dan resiko yang berkaitan dengan pengolahan, distribusi dan penggunaan produk makanan, termasuk pendefenisian cara pencegahan untuk pengendalian bahaya. (Thaheer, 2005) HACCP dan titik pengendalian kritis terdiri dari 7 elemen sebagai berikut : 1. Identifikasi bahaya dan penilaian tingkat bahaya dan resiko (analisis bahaya). 2. Penentuan titik pengendalian kritis (ccp : critical control point) yang dibutuhkan untuk mengendalikan bahaya. 3. Spesifikasi bahan kritis yang dapat menunjukkan bahwa suatu proses dapat dikendalikan pada titik pengendalian kritis (ccp) tertentu. 4. Penyusunan dan penetapan sistem pemantauan. 5. Pelaksanaan tindakan perbaikan ketika batas kritis tidak tercapai. 6. Verifikasi suatu system, dilakukan untuk menguji keefektifan suatu system. 7. Penyimpanan data atau dokumen, dilakukan agar informasi yang diperoleh dari studi analisis bahaya dan titik pengendalian kritis (HACCP) Analisis bahaya pada susu kedelai yaitu terdiri dari : 1. Bahaya biologis yang dapat dihilangkan dengan proses pemanasan seperti Salmonella sp dan bakteri lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2. Bahaya kimia yang berasal dari penggunaan pestisida, desinfektan, bahan tambahan makanan (BTM) yang berlebihan. Bahan kimia sukar dihilangkan dan kadarnya harus dibawah batas yang ditentukan. 3. Bahaya fisik yang tidak boleh ada dalam minuman seperti rambut, potongan kuku penjamah minuman. Bagan Keputusan/Penentuan Titik Pengendalian Kritis (CCP) dikutip dari Thaheer, 2005 yaitu : Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terhadap bahan baku/bahan mentah Pertanyaan 1 : Apakah mungkin bahan baku (kedelai) mengandung bahaya pada tingkat yang tidak dapat diterima? Ya Pertanyaan 2 : Apakah pengolahan susu kedelai termasuk cara penggunaan oleh konsumen dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai pada tingkat yang dapat diterima?
Tidak
bukan titik pengendalian kritis
Pertanyaan-pertanyaan yang diujukan untuk setiap tahap pengolahan. Pertanyaan 3 : Apakah formulasi/komposisi atau struktur produk jadi penting untuk mencegah meningkatnya bahaya sampai pada tingkat yang tidak dapat diterima? Ya
Universitas Sumatera Utara
Pertanyaan
4 Apakah pada tahap penghancuran kedelai dan penyaringan bahaya dapat muncul atau bertambah sampai pada tingkat yang tidak dapat diterima? Ya
Pertanyaan
5 Apakah pengolahan selanjutnya yaitu tahap pencampuran bubur kedelai dengan air dapat menjamin hilangnya/kurangnya bahaya sampai pada tingkat yang dapat diterima? Tidak
Pertanyaan 6 Apakah pengolahan akhir yaitu pemasakan bertujuan untuk menghilangkan bahaya sampai pada tingkat yang dapat diterima?
Ya
CCP = Titik Pengendalian Kritis
Universitas Sumatera Utara
Diagram HACCP pada pembuatan susu kedelai
Susu kedelai
Kedelai
Air
Diblender
CCP = tindakan pengendalian bahaya Salmonella sp
Dimasak (100ºC)
Penyajian
Lembar ABTPK (Analisis Bahaya dan Titik Pengendalian Kritis) Titik Pengendalia
Cara Bahaya
n
Pengendalia n
Parameter titik
Batas
pengendalia
Kritis
n kritis
Susu
Salmonell
Pemasakan
Tidak
ada
kedelai
a sp
hingga
Salmonella
mendidih
sp
Salmonell a sp = 0
Nilai Targe
Pemantaua
Tindakan
n
Koreksi
Pemasaka
Pemasaka
n
n ulang
t
0
benar-
benar mendidih (100°C)
Universitas Sumatera Utara
2.4. Persyaratan Kesehatan Makanan Jajanan dan Minuman Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan dan minuman, dijual dan disajikan sebagai makanan atau minuman yang siap santap bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan atau restoran dan hotel. (Depkes RI, 2003) Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 yang memuat persyaratan makanan jajanan antara lain meliputi penjamah makanan, peralatan, air, bahan makanan dan penyajian, sarana penjaja serta sentra pedagang. Dalam Kepmenkes tersebut dinyatakan penjamah makanan harus memenuhi persyaratan, antara lain menjaga kebersihan tubuh dan pakaian, mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan, menjamah makanan dan peralatan. Peralatan yang digunakan sebaiknya dicuci dengan air bersih dan sabun, disimpan di tempat yang bebas pencemaran. Untuk peralatan yang dirancang sekali pakai dilarang digunakan kembali. Air yang digunakan harus dimasak sampai mendidih. Bahan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan baik mutunya, segar dan tidak busuk. Peralatan yang digunakan untuk penyajian makanan dan minuman jajanan harus bersih dan aman bagi kesehatan. Sarana penjaja harus dilengkapi dengan tempat penyimpanan peralatan dan tempat sampah. Sentra pedagang jajanan harus jauh dari sumber pencemaran seperti tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan limbah, rumah potong hewan dan sebagainya. Tempat penjualan makanan harus dilengkapi fasilitas sanitasi, antara lain tempat pembuangan sampah dan fasilitas pengendali lalat. (Depkes RI, 2003)
Universitas Sumatera Utara
2.5. Penyakit yang ditimbulkan oleh Bakteri melalui Perantara Makanan Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia selain udara (oksigen). Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar, makanan tersebut harus mengandung zat-zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi karena makanan yang tidak aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit bahkan keracunan. (Azwar, 1996) Penyakit yang bersumber dari makanan (industri maupun rumah tangga) dapat digolongkan sebagai berikut: a. Food Infection (bacteria and viruses) atau makanan yang terinfeksi, seperti salmonellosis, shigellosis, cholera, tularemia, tuberculosis, brucelosis, hepatitis dan sebagainya. b. Food Intoxication (bakteri) atau keracunan makanan karena bakteri seperti staphylococcal food poisoning, clostridium perferingens food poisoning, botulism food poisoning, bacilus cereus food poisoning. c. Chemical food borne illness atau keracunan makanan karena bahan kimia seperti cadmium, antimon, zink, insektisida dan bahan kimia lainnya. d. Poisoning plants and animals atau keracunan makanan karena hewan dan tumbuhan beracun seperti jengkol, jamur, dan kentang (salanin). e. Parasites atau penyakit parasit seperti cacing taeniasis, cystosomiasis, trichinosis, ascariasis. (Depkes, 1992) Penyakit oleh bakteri dengan perantaraan pangan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu: (Depkes RI, 2004)
Universitas Sumatera Utara
1. Infeksi, terjadi apabila mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung bakteri patogen yang jumlahnya cukup untuk menimbulkan penyakit. 2. Keracunan
(intoksikasi),
disebabkan
mengkonsumsi
pangan
yang
mengandung senyawa beracun. Senyawa beracun ini mungkin terdapat secara alamiah pada tamanan, hewan atau bakteri. 2.6. Susu Kedelai dan Cara Pembuatannya 2.6.1. Susu Kedelai Definisi susu kedelai menurut Balai Pengawas Obat dan Makanan adalah produk yang berasal dari ekstrak biji kacang kedelai dengan air atau larutan tepung kedelai dalam air, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain serta bahan tambahan makanan lain yang diijinkan. (BPOM, 1995) Susu kedelai adalah minuman yang berasal dari pengolahan beberapa campuran bahan dasar seperti kedelai, gula dan air. Kedelai yang digunakan untuk pembuatan susu kedelai adalah bijinya. Biji kedelai yang paling bagus digunakan untuk pembuatan susu kedelai adalah yang berwarna putih atau putih kekuningkuningan karena jika menggunakan biji kedelai warna hitam akan mempengaruhi warna susu kedelai tersebut. (Rukmana, 1995) Usaha pembuatan susu kedelai merupakan usaha yang sederhana tetapi jika dikelola dengan baik akan menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit. Selain itu, proses pembuatannya mudah dan tidak membutuhkan keterampilan tinggi serta alat yang digunakan sangat sederhana. (Mudjajanto, 2005)
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Cara Pembuatan Susu Kedelai Adapun cara pembuatan susu kedelai adalah sebagai berikut: A. Bahan dan Peralatan Bahan: 1. Kedelai 2. Air 3. Gula Peralatan: 1. Timbangan 2. Blender 3. Panci 4. Kompor 5. Tampah 6. Pengaduk 7. Kain Kasa B. Cara Pembuatan 1. Memilih atau sortasi kedelai Kedelai yang akan dibuat susu harus dipilih bijinya yang utuh dan bagus. Kedelai yang kulitnya pecah, berkeriput dan berjamur harus dipisahkan sebab dapat menyebabkan bau tengik sehingga jika terbawa dalam proses pembuatan susu kedelai akan mempengaruhi rasa dan aroma susu kedelai yang dihasilkan. Begitu juga dengan kotoran seperti kerikil dan cangkang kedelai yang terbawa harus dibuang.
Universitas Sumatera Utara
2. Merendam kedelai Setelah dipilih, kedelai direndam dengan air. Perendaman dilakukan selam ± 12 jam. Perbandingan kedelai dengan air rendaman adalah 1:3 (untuk 1 kg kedelai direndam dalam 3 liter air). 3. Memblender atau menggiling Kedelai yang telah direndam kemudian dibuang kulit arinya dengan cara diremasremas, setelah itu kedelai dibilas dan ditiriskan diatas tampah sampai tidak ada air yang menetes lagi, tujuannya untuk menghilangkan bau langau. Kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender. Untuk
mempermudah proses
pelumatan digunakan air panas secukupnya. 4. Merebus kedelai Kedelai yang telah dihaluskan kemudian direbus dalam panci ditambahkan gula dan air. Jumlah gula yang ditambahkan tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan susu kedelai menjadi coklat. Kira-kira jumlah gula yang ditambahkan 50-70 gram dalam 1 liter susu kedelai. Sedangkan jumlah air yang ditambahkan perbandingannya 1:4 (1 kg kedelai dalam 4 liter air). 5. Menyaring kedelai Setelah direbus, dibiarkan sebentar sampai dingin kemudian disaring dengan menggunakan kain kasa. Hasil penyaringan merupakan susu kedelai yang siap diminum. (Mudjajanto, 2005)
Universitas Sumatera Utara
2.7. Bakteri 2.7.1. Definisi Bakteri Nama bakteri berasal dari bahasa Yunani, yaitu bakterion yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, berkembangbiak dengan cara membelah diri serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop. Berbagai jenis bakteri dapat dibedakan menurut bentuknya yang kadang tercermin dalam namanya. (Dwidjoseputro, 1990) 2.7.2. Morfologi Bakteri Berdasarkan bentuk morfologinya, bakteri dapat dibagi atas tiga golongan yaitu golongan basil, golongan kokus dan golongan spiral. Basil (dari bacilus) berbentuk serupa tongkat pendek silindris. Sebagian besar bakteri berupa basil. Basil dapat bergandeng-gandengan panjang disebut streptobasil, bergandengan dua disebut diplobasil. Kokus (dari coccus) adalah bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Golongan ini tidak sebanyak golongan basil. Kokus ada yang bergandeng-gandengan panjang serupa tali leher disebut streptococcus, ada yang bergandengan dua disebut dicoccus, ada yang mengelompok berempat disebut tetracoccus. Kokus yang mengelompok merupakan suatu untaian disebut staphylococcus sedangkan kokus yang mengelompok seperti kubus disebut sarsina. Spiral (dari spirilium) atau vibrio adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral. Bakteri yang berbentuk spiral tidak banyak. Golongan ini merupakan golongan yang paling kecil jika dibandingkan dengan golongan basil maupun kokus. Pada umumnya bakteri itu kecil sekali sehingga kita memerlukan mikroskop untuk mengamatinya. Kokus berdiameter antara 0.5µ-2.5µ.
Universitas Sumatera Utara
Basil lebarnya antara 0.2µ-2.0µ, sedangkan panjangnya antara 1µ-15µ. Sel bakteri ini terdiri atas dinding sel, sitoplasma dan bahan inti (nukleus). Kebanyakan dari bakteri mati jika tidak ada makanan atau dalam keadaan yang tidak cocok. Dalam keadaan ini, bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar atau bentuk tidak aktif dari bakteri apabila lingkungannya tidak sesuai. Misalnya suhu tinggi atau rendah, kondisi kering dan kondisi lain yang tidak menguntungkan. Dalam bentuk spora, bakteri ini tidak mati. Segera setelah keadaan luar baik bagi bakteri, maka bungkus spora akan pecah dan bakteri tumbuh sebagaimana biasanya. (Dwidjoseputro, 1990) 2.7.3. Faktor-faktor Pendukung Pertumbuhan Bakteri Bakteri memerlukan faktor-faktor yang kompleks untuk mendukung pertumbuhannya, antara lain: 1. Suhu Berdasarkan suhu pertumbuhannya, maka bakteri mempunyai sifat tumbuh yang terbagi atas: a. Psikofilik, yaitu mempunyai daerah tumbuh antara 0 - 30º C. b. Mesofilik, yaitu mempunyai daerah tumbuh antara 25 - 37º C, dengan temperatur minimum 15ºC dan maksimum antara 45 - 55º C, contoh: Salmonella sp. c. Termofilik, yaitu yang mempunyai daerah tumbuh diatas 40ºC umumnya antara 55 - 60º C dan maksimum 75ºC. Contoh: Escherichia coli.
Universitas Sumatera Utara
2. Nutrisi/makanan Seperti halnya makhluk hidup lainnya, bakteri juga memerlukan makanan sebagai sumber zat gizi untuk tumbuh dan berkembangbiak. Biasanya bahan makanan yang baik untuk manusia disukai pula oleh bakteri karena memiliki jumlah zat gizi yang penting dan tersedia untuk perkembangan bakteri. 3. Air Bakteri memerlukan air untuk kehidupannya. Prinsip ini sering kita gunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dalam makanan, yaitu dengan mengurangi kadar air di dalam bahan makanan sehingga bakteri tidak dapat tumbuh di dalamnya. Bahan makanan kering atau produk makanan yang diproses dengan penggulaan atau penggaraman, seperti selai, dodol, ikan asin, telur asin, dan lain-lain akan awet karena bahan-bahan tersebut tidak mengandung air yang cukup untuk pertumbuhan bakteri yang dapat merusak makanan. 4. Keasaman/nilai pH Bakteri perusak dan patogen umumnya memerlukan nilai pH lebih tinggi dari 4,6 sampai pH netral (pH 7) untuk dapat tumbuh dengan baik. Dengan demikian, secara alami ada bahan makanan yang kurang disukai oleh bakteri karena memiliki pH kurang dari 4,6. Termasuk dalam kelompok ini antara lain vinegar, mayonaise dan tomat. Sebaliknya, banyak pula bahan makanan yang disukai oleh bakteri karena memiliki pH lebih dari 4,6 antara lain daging, ikan, ayam, keju, udang dan lain-lain. Dengan demikian, bahan-bahan makanan tersebut
harus ditangani dengan
memperhatikan prosedur sanitasi yang memadai agar tidak terkontaminasi oleh bakteri perusak dan patogen.
Universitas Sumatera Utara
5. Oksigen Bakteri dikelompokkan menjadi bakteri aerobik, bila untuk pertumbuhannya mutlak memerlukan oksigen, anaerobik bila tidak memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya dan anaerobik fakultatif dapat tumbuh dalam kondisi tidak ada oksigen tetapi lebih suka dalam lingkungan yang ada oksigen. 6. Waktu Jika bakteri menemukan keadaan yang cocok, pertumbuhan dan reproduksi terlaksana. Bakteri berkembangbiak dengan membelah diri. Dari satu sel tunggal menjadi dua, dua menjadi empat, empat menjadi delapan dan seterusnya. Dalam lingkungan dan suhu yang cocok, bakteri membelah diri setiap 20-30 menit. Dalam kondisi yang mereka sukai itu, maka dalam 8 jam satu sel bakteri telah berkembang sampai 17 juta sel dan menjadi satu milyar dalam 10 jam. 7. Kelembaban Sel-sel bakteri terdiri dari 80% air. Air adalah kebutuhan esensial bakteri, tetapi bakteri tidak dapat menggunakan air yang mengandung zat-zat terlarut dalam konsentrasi tinggi seperti gula dan garam. Larutan pekat, misalnya larutan garam 200 mg/liter tidak menunjang pertumbuhan bakteri. 8. Cahaya Bakteri biasanya tumbuh dalam gelap, walaupun ini bukan suatu keharusan. Tetapi sinar ultraviolet mematikan bakteri dan ini dapat digunakan untuk prosedur sterilisasi. (Depkes RI, 2004)
Universitas Sumatera Utara
2.8. Salmonella sp. 2.8.1. Klasifikasi Salmonella sp. Berikut ini merupakan taksonomi dari bakteri Salmonella sp. (Bastian, 2003) Phylum: Bacteria (Eubacteria) Class : Prateobacteria Ordo : Eubacteriales Family : Enterobacteriae Genus : salmonella Spesies: Salmonella sp. Terdapat tiga spesies utama dari Salmonella sp yaitu, S. typhi, S. cholerasuis, dan S. enteriditis. Selain itu juga terdapat spesies Salmonella sp. yang lain yaitu, S. arizonae, S. belfast, S. blokley, S. Dublin, S. gallinarum, S. heidelberg, S. hirscfeldii, S. infantis, S. janiana, S. loma-linda, S. newport, S. sain-paul, S. schottmuelleri, S. stokholm, S. wein, S. weiberge, S. virchow dan S. hadar, tetapi paling sering ditemukan dalam air adalah S. enteriditis dan S. typhimurium. (Dwidjoseputro, 1978) Salmonella sp. adalah kuman berbentuk batang dan bergerak, gram negatif, anaerob fakultatif. Salmonella sp. telah dikenal sebagai penyebab penyakit lebih dari 100 tahun. Salmonella sp. ditemukan oleh seorang ilmuwan Amerika Dr. Daniel E. Salmon, terdapat lebih dari 2300 serotipe Salmonella sp. (Sanropie, 1984) Salmonella sp. adalah bakteri yang tidak berspora dan panjangnya bervariasi. Kebanyakan spesies begerak dengan flagel peritrih kecuali Salmonella pullorum dan S. gallinarium (Bastian, 2003) Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu antara 5 – 41º C dengan suhu optimum 35 – 37º C. Salmonella sp. dapat tumbuh pada pH 6-8. (FKUI, 1994)
Universitas Sumatera Utara
2.8.2. Sifat Salmonella sp. Salmonella sp. tumbuh dengan cepat pada pembenihan biasa tetapi tidak meragikan laktosa atau sukrosa. Bakteri ini menghasilkan asam dan beberapa gas dari glukosa dan manosa. Bakteri ini cenderung menghasilkan hidrogen sulfida (H 2 S). Bakteri ini dapat hidup di dalam air yang dibekukan untuk waktu yang lama. Salmonella sp. resisten terhadap zat-zat kimia tertentu (misalnya hijau brillian, natrium tetratiumat dan natrium dioksikholat). Senyawa ini menghambat kuman koliform karena itu bermanfaat untuk isolasi Salmonella sp. dari tinja. (Bastian, 2003) 2.8.3. Patogenesis Salmonella sp. Organisme ini sebenarnya selalu masuk melalui mulut, biasanya dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi Salmonella sp. Sebagian kuman mati oleh asam lambung tetapi yang lolos masuk ke usus halus dan berkembang biak di illeum. Disini terjadi fagositosis oleh sel kelenjar getah bening yang kemudian menyebar ke aliran darah, kelenjar getah bening dan ke usus. Dosis infektif bagi manusia adalah 105-108 Salmonella sp. Diantara faktorfaktor tuan rumah yang menyebabkan resisten terhadap infeksi Salmonella sp adalah keasaman lambung, jasad renik flora normal usus, dan daya tahan usus setempat. Dua tipe Salmonella sp. yaitu S. enteriditis dan S. typhimurium merupakan penyebab kira-kira setengah dari seluruh infeksi pada manusia. Pada manusia semua Salmonella sp. menimbulkan penyakit yang pada umumnya disebut Salmonellosis, dibagi menjadi 3 golongan. (Bastian, 2003)
1. Golongan Gastroenteritis (Food Poisoning)
Universitas Sumatera Utara
Merupakan gejala yang paling sering dari infeksi Salmonella sp. Gejala ini terutama ditimbulkan oleh S. enteriditis dan S. typhimurium. Biasanya terjadi demam, kejang perut dan diare yang terjadi antara 12-72 jam setelah mengkonsumsi minuman yang terkontaminasi. Penyakit tersebut dapat berlangsung selama 4-7 hari dan kebanyakan sembuh tanpa pengobatan atau pemberian antibiotik, akan tetapi diare akan bertambah parah den mengharuskan penderita berobat ke rumah sakit terutama untuk penggantian cairan elektrolit. Penyakit ini berakibat fatal jika orang tua dan bayi yang kekebalannya rendah mengkonsumsi minuman yang terkontaminasi kuman tersebut. Pada penderita ini, infeksi biasanya menyebar dari usus ke pembuluh darah kemudian ke seluruh jaringan
tubuh dan dapat menyebabkan kematian kecuali jika penderita cepat
memperoleh pengobatan dengan antibiotik. Pada awalnya khloramfenikol merupakan obat pilihan untuk infeksi Salmonella sp. kemudian ampisilin, akan tetapi lama kelamaan Salmonella sp. resisten terhadap obat-obatan tersebut. Trinetropin sulfametoksazol merupakan obat pengganti kedua obat diatas. (Bastian, 2003) 2. Golongan Bakterimia (Septikemia) Biasanya ini dihubungkan dengan S. cholerasius tetapi dapat disebabkan oleh setiap serotip Salmonella sp. infasi dini dalam darah setelah infeksi melalui mulut dengan kemungkinan lesi fokal di paru-paru, tulang, selaput otak, dan sebagainya. Tetapi sering tidak ada manifestasi usus, biakan darah tetap positif. 3. Golongan Entericfever (Tyhoid Fever /Typhus Abdominalis)
Universitas Sumatera Utara
Disebabkan oleh S. typhi, S. paratyphi A, S. schootmulleri. Salmonella sp. yang termakan mencapai usus halus dan masuk ke kelenjar getah bening lalu dibawa ke aliran darah. Kuman dibawa oleh darah menuju berbagai organ, termasuk usus dimana organisme ini berkembang biak dalam jaringan limfoid dan diekskresi dalam tinja. Setelah masa inkubasi 10-14 hari maka timbul demam, lemah, sakit kepala, konstipasi, bradikardia dan mialgia, demam sangat tinggi, limfa serta hati menjadi besar. Pada beberapa kasus terlihat bintik-bintik merah (Rose Spots) yang berlangsung sebentar. Jumlah sel darah putih normal atau rendah. Komplikasi utama demam enteric adalah perdarahan usus dan perforasi. 2.9. Salmonella sp. pada Susu Kedelai Bakteri Salmonella sp hidup dan berkembang biak sebagai parasit di dalam saluran pencernaan berbagai hewan mamalia, unggas, ular dan kura-kura. Sejumlah besar binatang peliharaan dan binatang liar bertindak sebagai reservoir termasuk unggas, babi, hewan ternak, tikus dan binatang peliharaan seperti ayam, anjing, dan kucing. Manusia juga dapat menjadi reservoir yaitu penderita salmonellosis, yang sedang dalam masa penyembuhan dan penderita yang tidak menunjukkan gejala (carier). (Kandun, 2000) Penularan terjadi karena menelan bakteri Salmonella sp yang ada di dalam makanan yang berasal dari hewan yang terinfeksi atau makanan yang terkontaminasi oleh kotoran binatang dan kotoran manusia yang terinfeksi salmonellosis. Salmonella sp dapat mencemari susu kedelai melalui penjamah makanan (produsen) yang tidak memperhatikan kebersihan diri (personal hygiene). Penularan
Universitas Sumatera Utara
rute fekal-oral dari orang ke orang menjadi sangat penting, terutama pada saat orang tersebut terkena diare. Susu kedelai dapat tercemar bakteri salmonella sp pada saat proses pengolahan. Suhu yang tidak tepat selama pengolahan dan kontaminasi silang yang terjadi selama makanan tersebut sampai kepada konsumen adalah faktor risiko yang paling penting. Salmonella sp umumnya akan mati pada suhu 60°C selama 1520 menit. Selain itu, kontaminasi melalui air yang tidak diklorinasi dan yang tercemar oleh tinja hewan yang kemudian digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan susu kedelai dapat menjadi penyebab tercemarnya susu kedelai oleh bakteri Salmonella sp. (Kandun, 2000) Standard Nasional Indonesia (SNI) mengeluarkan peraturan tentang syarat mutu susu kedelai. Susu kedelai yang aman harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi Salmonella sp. (negatif). 2.10. Cara Mencegah Resiko Terjadinya Infeksi Salmonella sp. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah resiko terjadinya infeksi Salmonella sp yaitu sebagai berikut : 1) Lakukan penyuluhan kepada pengolah makanan tentang pentingnya : a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah makanan. b. Mendinginkan makanan yang sudah diolah di dalam wadah kecil. c. Memasak dengan sempurna semua makanan yang berasal dari binatang, terutama unggas, babi, produk telur dan produk daging. d. Hindari rekontaminasi didalam dapur sesudah masak. e. Menjaga kebersihan di dapur dan melindungi makanan dari kontaminasi tikus. 2) Orang yang menderita diare sebaiknya tidak mengolah atau menjamah makanan.
Universitas Sumatera Utara
3) Lakukan penyuluhan kepada penderita yang menjadi carrier akan pentingnya mencuci tangan sesudah buang air besar (dan sebelum menjamah makanan). 2.11. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
Uji Laboratorium Memenuhi Syarat Susu Kedelai
Salmonella sp.
SNI No. 013830-1995 Tidak Memenuhi Syarat
Sanitasi makanan dan minuman berdasarkan 6 prinsip: 1. Pemilihan bahan susu kedelai 2. Penyimpanan bahan susu kedelai 3. Pengolahan susu kedelai 4. Penyimpanan susu kedelai 5. Pengangkutan susu kedelai 6. Penyajian susu kedelai
Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/ VII/2003
Universitas Sumatera Utara