masyarakatnya. Maka dalam makalah ini kami membicarakan mengenai
proyeksi sistem politik Indonesia dalam kaitannya dengan pembangunan
ekonomi di ...
TUGAS AKHIR SISTEM POLITIK INDONESIA “PROYEKSI SISTEM POLITIK INDONESIA TERKAIT PEMBANGUNAN EKONOMI DI TAHUN 2020: SEBUAH STUDI KOMPARASI”
Mata Kuliah: Sistem Politik Indonesia (SOP-212) Semester Genap 2009-2010 Dosen Pengampu: Dr. Budi Prasetyo, M.Si
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA 2010 1
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK SISTEM POLITIK INDONESIA (SOP 212)
1. Retno Ayu Debora
070810090
2. Tiar Adissa
070810507
3. Rina Oktavia
070810526
4. Renny Candradewi P
070810532
5. Devania Annesya
070810535
6. Maya Farida
070810708
7. Ayu Nurainina Prasanti
070810709
8. Dhanys Siswantoro
070810713
9. Nurul Chintya Irada
070810719
PRODI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA 2009-2010 2
KATA PENGANTAR
Dalam kehidupan masyarakat maka akan dapat terlihat bahwa politik dan ekonomi saling berhubungan dan bergantung, keduanya saling membutuhkan. Salah satu diantara keduanya tidak bisa berjalan tampa iringan satu sama lain. Bila di telaah satu per satu, ekonomi berperan dalam menyejahterakan rakyat dengan cara mengelola sumber daya alam yang terkandung di dalam bumi suatu negara dan juga bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan. Sedangkan politik berperan menciptakan iklim yang mendukung terciptanya kesejahteraan rakyat banyak. Sehingga, apabila digabungkan, dapat kita lihat bahwa sistem dan keadaan politik di suatu negara akan mempengaruhi semua prosedur dan aspek-aspek ekonmi karena bagaimanapun keadaan ekonomi dipengaruhi oleh keadaan dan kondisi masyarakatnya. Maka dalam makalah ini kami membicarakan mengenai proyeksi sistem politik Indonesia dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi di tahun 2020 melalui studi komparasi dengan negara-negara yang memiliki beberapa persamaan karakteristik pembangunan ekonomi. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah bagaimana kita memproyeksikan tantangan-tantangan yang mungkin akan terjadi di beberapa tahun ke depan dan bagaimana kita menanggulanginya guna menciptakan pembangunan perekonomian yang harmonis, dinamis, dan merata. Dalam penulisan ini mungkin masih ditemukan beberapa kesalahan dan kami akan dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun. Kami berharap makalah ini dapat memperdalam pengetahuan kita tentang sistem perpolitikan Indonesia serta memperdalam rasa nasionalisme dalam melewati masa-masa penuh tantangan di beberapa tahun ke depan dan selanjutnya.
Tim Penulis
3
Abstrak Ekonomi dan politik merupakan konsep yang tidak terpisahkan. Sebaliknya merupakan kedua konsep tersebut saling mempengaruhi dan melengkapi. Ekonomi berperan dalam menyejahterakan rakyat dengan cara mengelola sumber daya alam yang terkandung di dalam bumi juga bertujuan untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. Politik berperan menciptakan iklim yang mendukung terciptanya kesejahteraan rakyat banyak. Sistem dan keadaan politik di suatu negara selalu mempengaruhi semua prosedur ekonomi karena bagaimanapun keadaan ekonomi dipengaruhi oleh aspek-aspek politiknya. Pada perkembangan selanjutnya ekonomi menjadi salah satu faktor penentu posisi perpolitikan negara secara struktural karena perekonomian menjadi unsur yang tidak bisa lepas dari atribut power suatu negara. Becermin dari segala persoalan yang lahir dari tantangan globalisasi, maka sangat mungkin sekali apabila pembangunan ekonomi Indonesia sangat bergantung sekali terhadap kondisi dan situasi negara yang terefleksi oleh proyeksi masa depan sistem politik Indonesia dengan menggunakan pendekatan komparasi dengan negara-negara yang memiliki persamaan karakter dengan Indonesia antara lain Singapura dan India. Dalam usaha untuk menyusun proyeksi masa depan sistem politik Indonesia berkaca dari perkembangan kemajuan ekonominya maka sangat penting untuk terlebih dahulu menganalisa keunggulan yang potensial dan kendala kelemahan Indonesia untuk menciptakan rancangan kebijakan yang lebih strategis dan populis.
4
DAFTAR SINGKATAN
IHSG
Indeks Saham Gabungan
CIA
Central Intelligence Agency
BI
Bank Indonesia
BNI
Bank Negara Indonesia
BII
Bank Internasional Indonesia
ISI
Industrialisasi Subsitusi Impor (Import Substitusion Industrialisation)
BOS
Bantuan Operasional Sekolah
BLT
Bantuan Langsung Tunai
5
DAFTAR TABEL Tabel 1.1
Pertumbuhan Penduduk Indonesia berdasarkan Provinsi tahun 2000-2025 (juta jiwa)
Tabel 1.2
Pertumbuhan Penduduk Indonesia berdasarkan Provinsi tahun 2000-2025 (dalam prosen)
6
DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman Anggota Kelompok ............................................................................... ii Kata Pengantar .................................................................................................... iii Abstrak .................................................................................................................. iv Halaman Singkatan ..................................................................................................v Halaman Tabel ....................................................................................................... vi Daftar Isi .............................................................................................................. vii Bab I Pendahuluan...................................................................................................1 Bab II Pembahasan ..................................................................................................4 Modal .......................................................................................................................4 Sumber Daya Manusia .............................................................................................7 Iklim dan Dukungan Politik ...................................................................................11 Kebijakan Politik....................................................................................................13 Ide dan Sistem Politik Indonesia ............................................................................14 Komparasi dengan negara lain ...............................................................................16 a. Singapura ................................................................................................16 b. India........................................................................................................18 7
Kesimpulan ...........................................................................................................21 Daftar Pustaka ......................................................................................................24 Lampiran ..............................................................................................................26
8
BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan masyarakat maka akan dapat terlihat bahwa politik dan ekonomi saling berhubungan dan bergantung, keduanya saling membutuhkan. Salah satu diantara keduanya tidak bisa berjalan tampa iringan satu sama lain. Bila di telaah satu per satu, ekonomi berperan dalam menyejahterakan rakyat dengan cara mengelola sumber daya alam yang terkandung di dalam bumi suatu negara dan juga bertujuan untuk mencapai kesejahteraan dan mengentaskan kemiskinan. Sedangkan politik berperan menciptakan iklim yang mendukung terciptanya kesejahteraan rakyat banyak. Sehingga dapat kita lihat bahwa sistem dan keadaan politik di suatu negara akan mempengaruhi semua prosedur dan aspek-aspek ekonomi karena bagaimanapun keadaan ekonomi dipengaruhi oleh aspek-aspek politik dan ekonominya. Di berbagai
negara,
pengaruh
pemerintahan terbesar terletak
pada
pertumbuhan ekonominya. Tentu saja banyak permasalahan yang timbul dalam pemerintahan modern yang lahir dari ide dan sistem ekonomi, tuntutan lapangan kerja, modal hak milik tanah, penurunan dan kenaikan ekonomi, serta kemajuan teknologi. (Anonym, 2010 dalam Perekonomian dan Politik dalam Data serta Hubungannya,
http://www.forum-
politisi.org/downloads/Hubungan_Ekonomi_dan_Politik.pdf). Sistem ekonomi pada negara bersistem politik sosialis, mereka mengijinkan negara mengontrol secara keseluruhan kesatuan kehidupan ekonomi masyarakat. Pun dalam studi ekonomi politik, negara tidak terlepas dari peranannya sebagai regulator ekonomi yang legitimasi. Sejak wacana globalisasi diperkenalkan pasca berakhirnya perang dingin, globalisasi menandai era terjadinya integrasi ekonomi secara besar-besaran. Depresi Ekonomi di tahun 1930an membuktikan bahwa pasar tidak bisa benarbenar diberi kebebasan seluas-luasnya sebagaimana ide-ide pendukung liberalisasi ekonomi milik Adam Smith. Pada kenyataannya sejak tahun 1944, berdirinya institusi moneter internasional membuktikan bahwa perekonomian pada 9
hakikatnya harus dipolitisasi supaya selalu melayani kepentingan nasional negara tertentu. Pendukung merkantilisme menganggap perekonomian merupakan subordinat politik. Dengan kata lain, selalu ada bentuk intervensi pemerintah untuk kemudian terlibat dalam manajemen perekonomian negara. Selain itu, bentuk lain korelasi politik dan ekonomi terletak pada situasi dan kondisi politik negara yang mempengaruhi arus modal dan investasi. Apabila pemerintah nasional gagal menyediakan keamanan kondusif yang menyediakan confidence kepada investor maka sangat potensial terjadi capital flight yakni larinya modal domestik ke luar negeri maupun larinya modal asing (Gilpin, 1987). Pada perkembangan selanjutnya ekonomi menjadi salah satu faktor penentu posisi perpolitikan negara secara struktural karena perekonomian menjadi unsur yang tidak bisa lepas dari atribut power suatu negara (Mingst, 2009). Ekonomi dan politik sendiri merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Faktanya China dan India menjadi negara besar karena pertumbuhan ekonominya dibekali “power” yang esensial dalam ikut serta percaturan politik internasional. China, Pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu pada tahun 2008 hanya 9,4%, turun dibanding
pertumbuhan
tahun
2007
sebesar
11,9%.
pada tahun 2009 ekonomi China tumbuh 8,7 persen pada 2009, melambat karena krisis keuangan global melanda pasar ekspor China yakni Amerika serikat (Anonim.,
2010
dalam
http://www.inilah.com/news/read/ekonomi/2010/01/27/307741/imf-akuipercepatan-pertumbuhan-ekonomi-asia/). Hal ini disebabkan elite politik China memutuskan untuk membuka kebijakan isolasi ekonomi mereka sehingga pembangunan ekonomi China sejak itu ditujukan untuk peningkatan inflow FDI (Foreign Direct Investment) dan menjaga agar nilai Yuan tetap berada 2.1 % di bawah dolar Amerika. Sejak tahun 1997, India telah berhasil melakukan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% dengan orientasi pembangunan ekonomi sebagian besar pengembangan sektor jasa seperti akuntasi dan pemberdayaan manusia dibekali keahlian berbahasa Inggris untuk pengembangan sektor industri perangkat
lunak
dan
teknologi
informasi
(CIA,
2010
dalam
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/in.html).
10
Becermin dari uraian di atas, maka sangat mungkin sekali apabila pembangunan ekonomi Indonesia sangat bergantung sekali terhadap kondisi dan situasi negara yang terefleksi oleh proyeksi masa depan sistem politik Indonesia dengan menggunakan pendekatan komparasi dengan negara-negara yang memiliki persamaan karakter dengan Indonesia antara lain Singapura dan India. Oleh karena itu, kami memilih “Proyeksi Sistem Politik Indonesia terkait Pembangunan Ekonomi di tahun 2020: sebuah studi komparasi” sebagai judul tulisan ini.
11
BAB II PEMBAHASAN Dalam usaha untuk menyusun proyeksi masa depan sistem politik Indonesia dengan pembangunan ekonominya maka sangat penting untuk terlebih dahulu menganalisa keunggulan yang potensial dan kendala kelemahan Indonesia. Faktor-faktor riil pendukung keunggulan tersebut dapat dirangkum dalam berbagai sektor antara lain (1) sektor perkembangan permodalan (kapital dan investasi) di Indonesia yang tercermin dalam indeks bursa saham gabungan Indonesia (IHSG); (2) sumber daya manusia Indonesia sebagai faktor potensial pendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa datang; (3) bentuk-bentuk dukungan politik terhadap kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia; (4) bentuk-bentuk kebijakan publik yang mendukung pembangunan ekonomi Indonesia di masa datang; (5) ideologi sistem politik Indonesia yang mempengaruhi arah pembangunan ekonomi secara keseluruhan.
1. Modal Pasar Modal pada hakekatnya adalah pasar yang tidak berbeda jauh dengan pasar tradisional yang selama ini kita kenal; terdapat penjual dan pembeli, penawaran dan permintaan. Pasar modal dapat juga diartikan sebagai sebuah wahana yang mempertemukan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang menyediakan dana sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal telah menggariskan bahwa Pasar Modal mempunyai posisi yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Pertumbuhan suatu Pasar Modal sangat bergantung dari kinerja bursa saham. Kondisi permodalan Indonesia di bursa efek tidak bisa lepas dari proyeksi internal (kondisi dan situasi domestik) dan eksternal (kondisi dan situasi ekonomi internasional). Kondisi pasar modal Indonesia saat ini dihiasi dengan melemahnya nilai rupiah akibat neraca surplus perdagangan yang semakin menurun. Penurunan ini disebabkan semakin ramainya perekonomian domestik yang cenderung lebih banyak mengimpor bahan baku dari luar sehingga terjadi arus dana ke luar negeri. Kecenderungan ini akan terus menerus berlangsung apabila perekonomian domestik tidak menunjukkan
12
kemampuan menemukan bahan baku lain dilu ar bahan baku utama. Diprediksikan rupiah akan menghadapi dua opsi yakni bertahan pada kisaran 9,200-9,900 atau melemah pada kisaran di atas batas atas yakni 10,000 (Kompas, 2010 dalam http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/04/04384097/rupiah.cenderung.lemah ). Melihat kecendurungan demikian BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi
tahun depan ada di kisaran 6-6,5 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2010, yang diprediksi 5,8 persen. Sumber utama pertumbuhan ekonomi 2011 akan ditopang kuatnya konsumsi rumah tangga dan investasi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan semakin tinggi, yakni dari 4,8 persen pada tahun 2010 menjadi 5 persen pada tahun 2011. Adapun pertumbuhan investasi diperkirakan naik dari 9 persen pada tahun 2010 menjadi 11 persen pada tahun 2011. Sedangkan suku bunga Bank Indonesia berusaha untuk menjaga inflasi tetap berada pada kisaran 5-6 persen di tahun 2011 dan tahun-tahun berikutnya. Apabila kenaikan inflasi sebesar 0.5 persen maka bisa dipastikan inflasi dan kenaikan suku bunga di tahun 2020 mencapai sekitar 8-11% (Kompas,
2010
dalam
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/04/04384097/rupiah.cenderung.lemah) Bahkan akhir-akhir ini terdapat tren perusahaan domestik Indonesia lebih sering melakukan “Go Public”, hal ini sudah iprakarsai oleh beberapa perusahaan perbankan Indonesia (BNI dan BII), sebagaimana diikuti oleh perusahaan telekomunikasi besar milik Indonesia seperti Indosat. PT Timah Wachid Usman dan saat ini adalah PT Indopoly Indonesia (milik Grup Salim) yang melepas sahamnya sebesar 35.17%. Indopoly adalah salah satu perusahaan yang tergabung dalam Salim Group. Bergerak di bidang kemasan plastik film biaxially oriented polypro-pylene, perseroan memiliki pabrik di Indonesia dan China (Kompas, 2010 dalam http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/04/04241788/indopoly.tawarkan.saha m.rp.210-rp.315 ). Ranah perekonomian eksternal berpengaruh terhadap kekuatan nilai rupiah di tahun-tahun mendatang. Adanya krisis utang Yunani di Eropa seolah mengindikasikan ancaman resesi ekonomi di wilayah kawasan (regionalisme) 13
sangat
mungkin
terjadi.
Perekonomian
internasional
tentu
saja
sangat
mempengaruhi perkembangan ekonomi domestik di Indonesia. Apabila krisis utang Yunani di tahun ini mengancam perekonomian anggota Uni Eropa yang lain, maka dipastikan akan terjadi krisi di awal perjalanan tahun 2020. Artinya, krisis ekonomi yang melanda Yunani sekarang masih jauh dari benar-benar pulih malah mengancam kondisi kestabilan ekonomi di beberapa negara Eropa yang sepakat
memberikan
bailout.
Bailout
tersebut
berkonsekuensi
terhadap
meningkatnya hutang beberapa negara anggota Uni Eropa tersebut. Artinya, di awal 2020 nanti atau lebih awal dari tahun tersebut, Rupiah mesti mengantisipasi kemungkinan meluasnya krisis Eropa ini. Amerika serikat sendiri menyerahkan penanganan krisis tersebut kepada Uni Eropa, bahkan Amerika serikat dan Inggris benar-benar menyatakan penolakannya membantu Uni Eropa. Berdasarkan uraian di atas proyeksi yang bisa disimpulkan adalah perekonomian Indonesia akan semakin dimiliki oleh asing, nilai rupiah yang tertahan, semakin sering perusahaan grup Indonesia yang melakukan “go public”, dan kemungkinan terjadinya krisis menjelang tahun 2020, meskipun krisis ini tidak mengglobal, dampaknya masih terasa di Indonesia. Di sisi lain, Indonesia mesti menghadapi tantangan pasar dan perdagangan yang makin bebas. Peluang-peluang
yang
ada
antara
lain
menggerakkan
pemerataan
pembangunan di sektor-sektor ekonomi lain misalnya unit usaha menengah ke bawah. Menghadapi tantangan yang demikian sistem politik Indonesia pada akhirnya
diupayakan
untuk
lebih
mengedepankan
kebijakan-kebijakan
makroekonomi. Kebijakan makroekonomi tersebut akan cenderung dirumuskan oleh para pakar ekonomi. Untuk itu, kerangka kebijakan mesti banyak berasal dari praktisi-praktisi ekonomi. Sistem politik Indonesia akan mengarahkan kebijakan yang mempermudah para investor asing untuk menanamkan investasinya di dalam negeri namun tidak jua mengabaikan usaha industri dalam negeri melalui insentifinsentif
dan
kebijakan-kebijakan
politik
yang
mengarahkan
lingkungan
perekonomian Indonesia menjadi lebih kondusif lagi. Menurut Mantan Menteri Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, dalam menghadapi pasar bebas, Indonesia tidak bisa hanya tergantung pada variabel 14
ekonomi saja, melainkan juga pada institusinya (Harian Ekonomi Neraca Perbankan, 2010). Birokrasi politik mesti dipermudah dan ditujukan untuk melindungi perekonomian nasional dan menjamin bantuan modal usaha kecil. Selain itu terdapat perilaku ekonomi Indonesia yang semakin banyak mengimpor bahan baku dan terlalu berkonsentrais pada pembangunan ekonomi yang berorientasi ekspor (export economy oriented). Pemerintah Indonesia mesti berupaya untuk merubah dan mereformasi paradigma pengusaha yang terlalu mengfokuskan kegiatan ekonomi pada ekspor. Ini membuktikan sumber daya alam Indonesia sudah tidak bisa bersaing dengan kemajuan perindustrian di Indonesia Pemerintah mestinya lebih kreatif menyediakan alternatif bagi pengusaha untuk lebih bergerak di perekonomian domestik melalui kerangka kebijakan industrialisasi substitusi impor (ISI).
2. Sumber daya manusia Dalam kajian hubungan internasional terdapat unsur “power” atau kekuasaan. Kekuasaan negara menjamin posisinya dalam hubungan internasional yang demikian terhierarki. Salah satu unsur power ketiga adalah komposisi demografis. Artinya, suatu negara yang memiliki jumlah penduduk sangat besar berpotensi tumbuh menjadi negara besar. China dan India memiliki komposisi penduduk dengan jumlah yang sangat besar dan keduanya saat ini adalah dua negara yang tumbuh menjadi negara besar baik secara politik, ekonomi, maupun sekuriti. Lantas bagaimana dengan posisi ekonomi Indonesia? Apa kaitannya dengan sistem politik Indonesia? Kebijakan kependudukan dan program pembangunan sosial dan ekonomi yang dilaksanakan Indonesia selama tiga dekade yang lalu telah berhasil menurunkan angka kelahiran dan kematian sehingga mampu menghambat laju pertumbuhan penduduk dari 2,3% pada periode 1971-1980 menjadi 1,4% per tahun pada periode 1990-2000. Walaupun demikian, jumlah penduduk Indonesia masih akan terus bertambah. Di daerah yang pertumbuhan penduduknya telah menurun, terjadi perubahan struktur umur penduduk yang ditandai dengan penurunan proporsi anak-anak usia di bawah 15 tahun disertai dengan peningkatan pesat 15
proporsi penduduk usia kerja dan peningkatan proporsi penduduk usia lanjut (lansia) secara perlahan. Sedangkan di daerah yang tingkat pertumbuhan penduduknya masih tinggi, proporsi penduduk usia 0-14 tahun masih besar sehingga memerlukan investasi sosial dan ekonomi yang besar pula untuk penyediaan sarana tumbuh kembang, termasuk pendidikan dan kesehatan. Saat ini setiap tahunnya terjadi kelahiran sekitar 4,5 juta bayi. Bayi-bayi ini akan berkembang dan mempunyai kebutuhan yang berbeda sesuai dengan peningkatan usianya. Pada saat ini dari 100 persen anak-anak yang masuk sekolah dasar, 50% diantaranya tidak dapat melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi setelah lulus SMP. Mereka akan putus sekolah dan menuntut pekerjaan padahal tidak mempunyai ketrampilan yang memadai. Sempitnya lapangan kerja membuat para pemuda-pemudi putus sekolah menciptakan pekerjaannya sendiri di sektor informal (Statistik Indonesia, 2010 dalam http://www.datastatistikindonesia.com/content/view/83/115/1/1/). Di bawah ini tabel yang merefleksikan pertumbuhan penduduk Indonesia berdasarkan provinsi dalam juta jiwa (tabel 1.1) dan dalam prosen (table 1.2).
16
17
Statistics Indonesia. 2010. Dinamika Penduduk dalam http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/83/115/1/1/
Tabel 1.1 Pertumbuhan Penduduk Menurut Provinsi 2000-2025
18
Statistics Indonesia. 2010. Dinamika Penduduk dalam http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/83/115/1/1/
Tabel 1.2 Pertumbuhan Penduduk Menurut Provinsi 2000-2025
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara demografi peningkatan penduduk Indonesia akan terjadi secara perlahan. Akan tetapi permasalahan kependudukan berkaitan dengan ketersediaan tenaga kerja, peningkatan mutu keterampilan dan keahlian mereka masih menjadi persoalan di tahun 2020. Meskipun demikian, suatu hal yang menjadi keuntungan Indonesia di tahun 2020 adalah jumlah usia kerja yang maksimal. Apabila pemerintah nasional bisa mengakomodasi nilai tersebut dengan menyiapkan lapangan kerja maka diprediksikan Indonesia akan menjadi negara industrialis yang besar dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi jika dibandingkan dengan negara lain pada dua dekade kemudian. Sistem politik Indonesia akan nantinya haruslah mengarah pada kebijakan yang mendukung penyerapan dan penggunaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien.
3. Iklim politik dan dukungan politik a. Sistem Politik Indonesia Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, dengan memakai sistem demokrasi, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil, di mana Presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Sistem politik di Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) yang terdiri dari dua badan yaitu DPR yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil-wakil Partai Politik dan DPD yang anggota-anggotanya mewakili provinsi yang ada di Indonesia. Setiap daerah diwakili oleh 4 orang yang dipilih langsung oleh rakyat di daerahnya masingmasing. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah lembaga tertinggi negara (Anonim, 2009). Pemerintahan SBY-Boediono terus berupaya meningkatkan kemajuan ekonomi melalui program-program ekonominya. program ekonomi yang telah dijalankan capres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah berpihak kepada rakyat kecil yang tertinggal, meskipun belum mampu memuaskan semua pihak. Dalam UUD 1945 pada pasal 33 disebutkan bahwa “pemerintah harus melakukan 19
intervensi terhadap kondisi perekonomian yang dijalankan melalui mekanisme pasar”. Mengapa harus ada intervensi? Adanya Intervensi oleh pemerintah dimaksudkan
untuk mengupayakan peningkatan kesejahteraan rakyat secara
meluas dengan keberpihakan terhadap masyarakat yang tertinggal namun tanpa menghalangi langkah masyarakat yang sudah maju. Berbagai program pro rakyat yang sudah dilakukan SBY selama ini adalah seperti subsidi pupuk, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pemberian bantuan langsung tunai (BLT), jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) dan beras untuk rakyat miskin merupakan bentuk kebijakan ekonomi yang berpihak pada rakyat (Anonim, 2010 dalam http://matanews.com/2009/07/13/baru-separo-jalan-defisit-apbn-rp57-t/ ). Selain itu pemerintah juga disibukan dengan kenaikan harga bahan bahan kebutuhan pokok masyarakat. Parahnya lagi, pemerintah disibukan juga dengan masalah politik Bank Century yang tak kunjung selesai. Pemerintah
hanya
disibukan dengan penyelesaian masalah masalah rutin sehingga terkesan kurang memperdulikan implementasi perencanaan ekonomi tahunan dan pembangunan. Untuk menyukseskan implementasi perencanaan ekonomi seta pembangunan, diperlukan adanya dukungan politik yang kuat dari DPR. Namun sayangnya, hal tersebut tidak mudah untuk diwujudkan dalam masa demokrasi terbuka ini. Membentuk koalisi juga tidaklah mudah. Kedudukan politik di Indonesia sangat bersifat “melayani kepentingan kelompok”. Adanya koalisi bersama yang dipimipin oleh Abu Rizal Bakrie yang mana juga seorang pengusaha pemimpin group Bakrie terbesar di Indonesia. Bentuk adanya koalisi ini kemungkinan terjadi di masa mendatang apabila terdapat ketidakpastian dalam jajaran eksekutif pemerintah. Kesempatan mengembangkan perekonomian menjadi sirna karena masing-masing komponen bangsa lebih mementingkan perebutan kekuasaan politik daripada menyelesaikan masalah ekonomi. Bisa disimpulkan bahwa tren politik sekarang yang mengedepankan koalisi akan berjalan untuk dua dekade ke depan. Sayangnya koalisi yang terbentuk ini membawa
kepentingan
korporat
pengusaha
Indonesia.
Dikhawatirkan 20
pembangunan ekonomi secara menyeluruh tidak mendapatkan perhatian pemerintah secara bulat. Kemungkinan yang terjadi adalah pembangunan ekonomi yang timpang di sektor-sektor tertentu makin marak misalnya pergerakan ekonomi di bidang jasa dan perbankan. Begitupula dengan orientasi partai-partai di Indonesia bukan lagi menjadi pengejawantahan suara rakyat melainkan perwakilan sejumlah kepentigan korporat besar. Akan hadir seorang pemimpin dari kalangan pebisnis di perjalanan tahun menuju 2020 atau lebih banyak wakil rakyat dari golongan pengusaha.
4. Kebijakan publik Analisis dampak kebijakan publik merupakan fokus pembicaraan yang menarik untuk dicermati. Daya tarik ini minimal didasarkan pada tiga hal penting. Pertama,
konteks
desentralisasi
pemerintahan
yang
mewarnai
wacana
penyelenggaraan pemerintah di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Kedua, studi tentang dampak kebijakan yang senantiasa dikritisi oleh berbagai pihak (kalangan akademisi dan praktiksi). Ketiga, esensi dan urgensi evaluasi kebijakan publik karena kemanfaatan kebijakan yang dievaluasi terlihat melalui dampaknya terhadap sasaran (target) yang dituju (Tarigan, 2010). Kebijakan publik di Indonesia sangat bersifat otonomi melalui penyerahan sebagian mandat pusat ke daerah dalam bentuk desentralisasi dan dekonsentrasi. Penyerahan
otonomi
(hak
perlakuan
khusus
daerah)
ditujukan
untuk
pengembangan daerah secara lebih efektif dan efisien. Meskipun lahir beberapa kritik terhadap pelaksanaan otonomi daerah ini, tetapi terdapat optimisme di tahun-tahun mendatang bahwa pelaksanaan otonomi ini akan membaik dan akibatnya mengundang investor untuk secara langsung bekerja sama dengan pemerintah daerah tanpa kendala yang memakan waktu lama. Kedatangan investor ini sangat baik untuk menambah FDI. Sayangnya permodalan di daerah ini akan semakin banyak didominasi oleh investor asing daripada investor dalam negeri sehingga ketergantungan kebijakan akan sangat memihak pemilik modal tersebut daripada benar-benar melayani publik masyarakat yang ada. Kehadiran investor ini mayoritas adalah korporat 21
multinasional besar yang beroperasi transnasional. Tren politik yang terjadi di daerah saat ini adalah semakin banyaknya elite politik daerah yang tidak tahu menahu dampak jangka panjang investasi ini pada keberlangsungan pembangunan ekonomi daerah.
5. Ideologi sistem ekonomi politik indonesia Ideologi adalah intisari pemikiran mendasar dari suatu konsep (hidup) (Bacon, 2007). Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa ideologi adalah pemikiran yang mencakup konsepsi mendasar tentang kehidupan dan memiliki metode untuk merasionalisasikan pemikiran tersebut berupa fakta, metode menjaga pemikiran tersebut agar tidak menjadi absurd dari pemikiran-pemikiran yang lain dan metode untuk menyebarkannya. Tujuan utama dari ideologi sendiri adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ditinjau dari aspek politik, ideologi politik adalah sebuah himpunan ide dan prinsip yang menjelaskan bagaimana seharusnya masyarakat bekerja, dan menawarkan tugas (order) kepada masyarakat tertentu. Ideologi politik biasanya mengenai dirinya dengan bagaimana ia mengatur kekuasaan dan bagaimana seharusnya dilaksanakan. Terdapat beberapa ideologi politik yang dianut oleh negara-negara di dunia, yaitu ideologi anarkisme, kapitalisme, komunisme, komunitarianisme, konservatisme, neoliberalisme, demokrasi kristen, fasisme, monarkisme, nasionalisme, nazisme, liberalisme, libertarianisme, sosialisme, dan demokrat sosial. Indonesia merupakan sebuah negara kesatuan yang berbasis republik. Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil, di mana presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Berbeda dengan ideologi politik, ideologi ekonomi secara mendasar terdiri dari 3 macam yaitu: 1. Sistem ekonomi liberal (pasar), sistem ini memberi kebebasan sepenuhnya kepada masyarakat yang punya modal untuk menguasai perekonomian. biasanya negara-negara yang menganut sistem ini adalah negara-negara yang mempunyai banyak modal (negara maju) sehingga negara-negara seperti ini sering disebut negara kapitalis/penguasa modal. Sistem permodalan Indonesia 22
dijalankan menggunakan mekanisme liberalisasi ekonomi. Nilai mata uang Rupiah Indonesia dibiarkan berfluktuasi sedemikian rupa sesuai dengan permintaan dan penawaran di pasar modal (Helleiner, 2002). 2. Sistem
ekonomi
terpusat
(terpimpin),
sistem
ini
dalam
kegiatan
perekonomiannya semua sumber daya dikuasai sepenuhnya oleh seorang pemimpin saja (biasanya pemerintah) dan masyarakat hanya berperan sebagai konsumen saja, sehingga dalam sistem perekonomian seperti ini harga-harga barang lebih mudah dikendalikan sehingga kemakmuran masyarakat lebih mudah
untuk
diatur.
biasanya
negara
yang
menggunakan
sistem
perekonomian seperti ini adalah negar-negara komunis. Beberapa cabang penting penerimaan negara seperti minyak dan pertambangan dikuasai oleh negara. 3. Sistem perekonomian campuran, sistem ini merupakan perpaduan antara sistem ekonomi terpusat dengan sistem perekonomian liberal, sehingga sumber
daya
sebagian
dikelola
pemerintah
dan
sebagian
dikelola
swasta/masyarakat yang punya modal. negara-negara yang menganut sistem perekonomian seperti
ini
adalah negara
yang masih
dalam
taraf
mensejahterakan masyarakatnya. Sedangkan ideologi sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia merupakan ideologi campuran, hal ini terbukti melalui UUD 45 pasal 33 dimana sebagian sumber daya dikuasai oleh negara (melalui BUMN) namun berjalannya waktu dan tingkat inflasi, sekaran beberapa aset BUMN dan sahamnya dijual kepada swasta sehingga sekrang sumber daya Indonesia sebagian besar dikuasai oleh swasta (kaum kapitalis/penguasa modal). Bisa disimpulkan sistem perekonomian Indonesia adalah campuran yang akan mengarah pada liberal. Proyeksi ideologi sistem ekonomi Indonesia adalah sebagai berikut: perekonomian Indonesia sering berada di daerah abu-abu daripada benar-benar berada di daerah hitam maupun putih. Tidak terdapat transparansi dimana perekonomian Indonesia memerlukan kontrol pemerintah agar pemanfaatan sumber daya alam akan selalu berorientasi untuk mensejahterakan rakyat. Fakta 23
yang banyak terjadi adalah pemerintah Indonesia selalu gagal mendapatkan porsi pengusahaan saham negara yang mendatangkan keuntungan lebih besar. Indonesia selalu kalah dengan pemain korporat multinasioal. Peristiwa Blok Cepu, Freeport, dan Petrochina adalah salah satu contohnya. Bagi hasil pengelolaan sumber daya alam selalu memarginalkan Indonesia. Tren ini akan terus menerus terjadi di masa mendatang seiring dengan korporat multinasional itu akan semakin tumbuh menjadi lebih besar. Melihat pada ideologi politik yang dianut oleh Indonesia yaitu ideologi demokrasi, masih memiliki banyak kekurangan disana sini. Terutama pada kekuasaan parlemennya. Kekuasaan parlemen dan eksekutif yang sangat rawan mementingkan diri sendiri melalui tindak korupsi di sana sini akan semakin memundurkan potensi ekonomi Indonesia yang saat ini semestinya lebih diberdayakan karena peluang itu akan terus menerus mengalir.
6. Komparasi dengan negara lain a. Singapura Ekonomi Singapura sangat ramah bisnis dan dianggap sebagai yang terbaik sebagai pusat keuangan. Ada ribuan karyawan memberikan keunggulan hasil yang sama di perusahaan-perusahaan multinasional yang membawa Singapura pada peta global. Dasar ekonomi pasar dikembangkan sangat baik dan sangat didukung oleh barang ekspor dan impor. Singapura telah dihormati oleh persatuanperusahaan dan masuk dalam daftar Empat macan Asia yang mengatur pasar di Asia bersama dengan Hong Kong, Korea Selatan dan Taiwan. Produk pabrik canggih dengan definisi tinggi adalah penopang utama ekonomi Singapura. Industri manufaktur di seluruh bidang elektronik, teknik kimia, pengilangan minyak bumi, mechanical engineering dan ilmu lainnya di negara yang mengembangkan kecanggihan tekhnologi di Singapura. Manufaktur menyumbang hampir 26% terhadap GDP negara dan memproduksi 10% dari produk kue wafer di dunia. (CIA, 2010 dalam https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/geos/sn.html ).
24
Singapura memiliki salah satu pelabuhan tersibuk di dunia dan dihormati karena mempunyai pusat perdagangan foreign exchange (penukaran mata uang asing) terbesar keempat ketika diurutkan setelah pusat keuangan seperti London, Tokyo dan New York. Singapura juga mempekerjakan ribuan tenaga ahli dari seluruh dunia sehingga menjadi majikan global juga. Karena saat ini resesi global, Singapura juga terpengaruh sehingga GDP berkurang cukup besar. Tetapi, pemerintah bertujuan untuk merevitalisasi perekonomian Singapura dan mengatur kembali Singapura pada kemakmurannya setelah resesi. Singapura memiliki 14 perjanjian perdagangan bilateral dan multilateral di seluruh dunia dengan negaranegara seperti India, Cina, Asia, Korea, Eropa, Yordania, Jepang, Selandia Baru, Korea Selatan, Panama, Peru, Korea Selatan, Chili dan Amerika Serikat. Untuk membuat Singapura menjadi pusat komersial dan wisatawan pemerintah telah melegalkan perjudian dan dua kasino telah dibangun di Marina dan Sentosa Selatan pada tahun 2005. Bangunan-bangunan milik negara dan komersial akan diterangi setelah diumumkan oleh pemerintah untuk membuat penampilan pulau secara estetika lebih menawan dibandingkan dengan negaranegara lain seperti Bangkok, Hong Kong, Shanghai dan Tokyo. Singapura merayakan masakannya setiap tahun dalam festival makanan Singapura. Tidak perlu diragukan bahwa jenis makanan yang ditawarkan dari suatu negara juga penting bagi wisatawan yang dapat beradaptasi dengan perubahan namun tidak sepenuhnya cita rasa mereka berubah ketika mencoba produk makanan. Singapura membanggakan berbagai masakan yang cocok dan memenuhi selera perorangan. Strategi pembangunan di Singapura mengedepankan bergerak di sektor ekspor, impor, jasa dan manufaktur. Persamaan Indonesia dan Singapura terletak pada peluang ekonomi di kawasan Asia tenggara yang sama. Artiya peluang pengembangan potensi ekonomi Indonesia adalah serupa dengan Singapura. Bahkan Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan manusia yang jauh melebihi Singapura. Letak Indonesia juga sama strategisnya dengan letak Singapura. Hanya saja Indonesia gagal dalam menangkap peluang pengembangan ekonomi di keempat sektor tersebut karena terlalu luasnya wilayah kepulauan Indonesia. Wilayah Indonesia yang sangat berjauhan menjadi kelemahan 25
Indonesia yang gagal mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi dengan komando pusat. Selain itu kelemahan Indonesia yang lain terletak pada kegagalan menyediakan kondisi yang favorable seperti tercitanya jaminan keamanan, kestabilan budaya dan politik, serta penegakan hukum. Singapura tumbuh sebagai wilayah pusat perdagangan, pelabuhan internasional yang sangat ramai, sekaligus pusat pariwisata. Dilihat dari unsur-unsurnya, maka sebenarnya Indonesia memiliki potensi serupa. Terdapat kemungkinan pada dua dekade ke depan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melampaui Singapura. Hal ini diakibatkan Singapura mengalamai degadrasi jumlah penduduk usia produktifnya.
b. India India merupakan negara yang telah mengembangkan ekonomi terbuka (open market), Walaupun dahulu India telah menggunakan kebijakan "autarkic" yang telah lampau. Dimana terdapat liberalisasi ekonomi, mencakup penurunan dari kontrol transaksi dan investasi asing, hal ini dimulai sejak tahun 1990an yang telah menyajikan guna mempercepat pertumbuhan negara, dimana kemudian memiliki rata-rata lebih dari 7% per tahun sejak tahun 1997. Macam-macam kegiatan ekonomi di India meliputi pertanian desa tradisional, agrikultur moderen, pertukangan, industri moderen kelas menengah atas, dan pelayanan dari sektor jasa yang banyak. Sedikit lebih dari setengah kekuatan ekonomi India berasal dari sektor pertanian/ agrikultur, namun sektor jasa merupakan sumber terbesar dari pertumbuhan ekonomi India. Disisi lain, sektor industri India mengalami kemunduran pada awal tahun 2008, seiring dengan krisis keuangan global yang terjadi ketika itu. Kemudian pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia diantara kekuatan ekonomi besar di negara lainnya, India dapat keluar dari masa terberat yakni dampak krisis keuangan global karena kebijakan-kebijakan para pejabat bank yang cenderung berhati-hati dan cenderung sedikit bergantung pada peningkatan sektor ekspor India. Banyaknya permintaan domestik, digerakkan oleh pembelian dari konsumen barang tahan lama dan industri mobil, dan sebagainya. Defisit keuangan India meningkat secara substansial pada tahun 2008, seharusnya untuk mengisi dan memberikan subsidi, program untuk melepaskan tuntutan dari hutang bagi para petani, jaminan pekerjaan bagi para pekerja 26
pedesaan, dan pendorong pengeluaran atau belanja daerah. Hal ini kemudian meningkatkan fase dari privatisasi ekonomi pemerintah terhadap kepemilikan perusahaan, yang merupakan bagian dari penutupan kerugian daripada defisit ekonomi India. Tantangan terbesar dari pemerintahan India adalah tersebar luasnya kemisikinan, pengetahuan yang kurang memadahi, infrastruktur sosialnya, keterbatasan kesempatan kerja, dan tidak cukupnya akses untuk mengikuti pendidikan basic maupun higher . Lebih dari kajian ini, peningkatan populasi dan perubahan keadaan demografis India juga akan memperburuk keadaan masyarakat India, ekonomi, dan masalah-masalah lingkungan yang ada saat ini (CIA, 2010 dalam https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/geos/in.html). India dengan jumlah penduduk sangat besar mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan ekonominya pada jasa, pertanian, dan otomotif. Potensi jumlah penduduk ini digunakan oleh pemerintah nasional dengan sebaik-baiknya dengan meletakkan modal besar terhadap sektor peningkatan mutu sumber daya manusianya supaya dibekali dengan keahlian berbahasa Inggris khususnya. Program pemerintah ini sangat membantu peningkatan jasa akuntasi dan teknik informasi dan teknologi.
7. Tantangan Pembangunan Ekonomi Indonesia Memburuknya
krisis
utang
Yunani
membuat
perekonomian
dunia
internasional juga terkena dampaknya karena bursa saham global terus bergejolak. Lambannya respons Uni Eropa (UE) dan otoritas global, sehingga krisis Yunani kini mulai menggulung Spanyol dan Portugal serta berpotensi menyebar ke negara Eropa lain dan membuat perekonomian global kembali terancam. Sudah saatnya Indonesia mewaspadai dan mengantisipasi kemungkinan dampaknya pada perekonomiannya. Diproyeksikan untuk dua dekade ke depan, krisis-krisis regional seperti ini akan terus bermunculan. Meskipun dampaknya tidak akan sefenomenal krisis finansial di Amerika, akan tetapi setiap terjadinya krisis akan mempengaruhi neraca ekspor Indonesia ke luar negeri. Krisis di Yunani telah menurunkan neraca ekspor Indonesia menjadi 9% saja dari 11%. Setiap kali neraca pembayaran tersebut berubah atau menurun, pembangunan ekonomi 27
Indonesia juga pasti akan tertahan. Sehingga pada 2020 nanti, neraca ekspor Indonesia akan berfluktuasi mengalami penurunan sekian persen akibat adanya beragam krisis regional (Yunani dan Thailand, krisis minyak pada 2008 lalu). Keterkaitannya dengan sistem politik Indonesia adalah, sebagaimana tradisi partai Indonesia, keberhasilan untuk memperbaiki ekonomi maupun keterpurukan ekonomi masih akan menjadi agenda utama untuk melakukan kritik politik terhadap kinerja pemerintahan “incumbent”. Indonesia memiliki perekonomian terbesar di Asia Tenggara, merupakan salah satu tonggak penting ekonomi pasar dunia, dan juga anggota G-20. Memiliki ekonomi berbasis pasar di mana pemerintah memainkan peran penting dengan memiliki lebih dari 164 perusahaan milik negara dan mengelola harga beberapa barang pokok, termasuk bahan bakar, beras, dan listrik. Pasca krisis keuangan dan ekonomi yang dimulai pada pertengahan 1997, pemerintah mengambil alih sebagian besar aset sektor swasta melalui pengambilalihan pinjaman bank bermasalah dan aset perusahaan melalui proses restrukturisasi utang. Negaranegara yang tergabung dalam G-20 akan memainka peran yang lebih signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi internasional. Pemerintahan nasional di masa akan datang masih akan berkiblat pada kepentingan memperbaiki dan meningkatkan nama baik Indonesia di dunia internasional, sebagaimana banyak menyebutnya sebagai kebijakan neoliberalisme. Selain itu, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan munculnya perusahaan dan grup korporasi besar maka akan timbul permasalahan pajak yang mana perusahaan-perusahaan (grup maupun korporat) Indonesia enggan menyetorkan kewajiban pajak masing-masing. Ini mengakibatkan setoran pajak untuk pembangunan ekonomi dan infrastruktur ekonomi pada akhirnya tidak sebanding dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia (Kompas, 2010 dalam http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/04/04232244/..setoran.tak.sebanding.p ertumbuhan..industri.). Oleh karenanya, kami berpendapat penting bagi Indonesia untuk mengantisipasi pelbagai tantangan-tantangan dalam usaha pembangunan ekonomi di masa depan melalui perbaikan sistem politik.
28
BAB III KESIMPULAN
Proyeksi sistem politik Indonesia dua dekade mendatang: Tuntutan kebutuhan akan kemakmuran dari pemerintah dan masyarakat akan semakin meningkat dan intens. Pemerintah lalu merespon dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan politik. Kebijakan-kebijakan politik tersebut akan berupa kebijkan publik yang menstimulus perekonomian dan industri yang ditujukan untuk menciptakan lingkungan kondusif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Demi mendukung terciptanya kebijakan yang populis bagi para pengusaha, maka investor diizinkan membanjiri Indonesia. Berbagai insentif dikeluarkan oleh pemerintah seperti subsisdi, perlindungan usaha yang lebih kompetitif, dan stimulus ekonomi (kemudahan pengusaha mendapat pinjaman asing). Usaha kecil-menengah mendaptkan berbagai kemudahan permodalan dan pinjaman lebih luas dan terjamin. Dalam rangka proses realisasi kebijakan tersebetu, pemerintah membutuhkan sokongan dari pengusaha-pengusaha besar baik lokal maupun internasional. Jalur dukungan tersebut bisa diperoleh dari partisipasi politik pengusaha-pengusaha besar. Muncul kecenderungan dari kebijakan pemerintah untuk meloloskan permintaan pengusaha dalam sektor perindustrian. Semakin lama, partai dan masyarakat didominasi oleh kaum bisnis sehingga permintaan masyarakat luas tidak lagi esensial. Masyarakat akan merasa jenuh diabaikan menyebabkan kekacauan sosio-politik dengan alasan-alasan ekonomis. Kekacauan ini akan semakin banyak, elite politik Indonesia lalu hadir dengan berbagai janji dan jaminan kemakmuran pada masyarakat luas. Ketika kemakmuran ini tercipta oleh keadaan ekonomi yang lebih baik, maka masyarakat akan mulai terlena dengan kapitalisme dan tidak lagi peduli akan sistem perpolitikan di negaranya. Nasionalisme terhadap negara akan mulai memudar. Nasionalisme terhadap negara lalu hilang oleh tingginya efek globalisasi ekonomi yang diciptakan oleh kebijakan pemerintah yang telah didominasi oleh kaum pengusaha. Semakin besar dampak globalisasi dan perdagangan bebas menyebabkan peran negara tidak lagi penting karena fungsi-fungsi negara akan 29
digantikan oleh grup-grup korporat besar. Lahir pemimpin Indonesia dari golongan pengusaha sehingga tercipta stereotype “Pengusaha adalah pemimpin Indonesia”. Ini mengakibatkan entitas Negara Kesatuan Republik Indonesia musnah digantikan oleh korporasi terbesar di dunia yakni “Indonesia Coorporation”. Selama kebutuhan pokok dan ekonomi rakyat terpenuhi, rakyat akan dengan suka rela menyerahkan legitimasi kekuasaan dijalankan oleh korporasi-korporasi besar. Strategi pembangunan di Singapura mengedepankan bergerak di sektor ekspor, impor, jasa dan manufaktur. Persamaan Indonesia dan Singapura terletak pada peluang ekonomi di kawasan Asia tenggara yang sama. Artiya peluang pengembangan potensi ekonomi Indonesia adalah serupa dengan Singapura. Bahkan Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan manusia yang jauh melebihi Singapura. Letak Indonesia juga sama strategisnya dengan Singapura. Hanya saja Indonesia gagal dalam menangkap peluang pengembangan ekonomi di keempat sektor tersebut karena terlalu luasnya wilayah kepulauan Indonesia. Wilayah Indonesia yang sangat berjauhan menjadi kelemahan Indonesia yang gagal mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi dengan komando pusat. Selain itu kelemahan Indonesia yang lain terletak pada kegagalan menyediakan kondisi yang favorable seperti terciptanya jaminan keamanan, kestabilan budaya dan politik, serta penegakan hukum. Indonesia memiliki keunggulan yang lebih potensial daripada Singapura. Apabila diberdayakan dengan konsep pembangunan ekonomi sebagaimana dilakukan oleh Singapura yakni berorientasi pada pengembangan dan pembangunan ekonomi di sekkor jasa, perdagangan, dan pariwisata, maka dalam dua dekade ke depan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah jauh melampaui Singapura. Hal serupa terjadi bila Indonesia becermin pada India. Peningkatan sumber daya manusia dengan keahlian liguistik sanggup menaikkan pertumbuhan perekonomian rata-rata 7 % setiap tahunnya. Jika strategi demikian dilakukan tanpa hambatan signifikan maka hanya dalam kurun waktu satu dekade saja Indonesia sudah cukup kompetitif disejajarkan dengan perekonomian India.
30
Oleh karena perekonomian merupakan salah satu unsur menentukan “power” dalam situasi politik internasional maka apabila perekonomian Indonesia berangsur membaik dan mengalami peningkatan maka posisi Indonesia dalam perpolitikan Internasional akan menjadi sangat “powerful”.
31
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. IMF Akui Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Asia. [4 Juni 2010] http://www.inilah.com/news/read/ekonomi/2010/01/27/307741/imf-akuipercepatan-pertumbuhan-ekonomi-asia/ Anonim. 2009. Baru Separo Jalan, Defisit APBN Rp5,7 T. [4 Juni 2010] http://matanews.com/2009/07/13/baru-separo-jalan-defisit-apbn-rp57-t/ Central Intelligence Agency. 2010. India’s Country Profile. [4 Juni 2010] https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/in.html Central Intelligence Agency. 2010. Singapore Country Profile. [4 Juni 2010] https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/sn.html Dharma, Surya dan Pinondang Simanjuntak. 2000. Paradigma Birokrasi Pemerintah dan Otononomi Daerah, Jurnal Bisnis dan Birokrasi, Vol. III. sl. halaman. 59. Gilpin, Robert. 1987. “International Money Matters”, dalam The Political Economy of International Relations. Princeton: Princeton University Press, pp. 118-170 Frieden, Jeffry. 2006. International Political Economy.
Oxford: Oxford
University Helleiner, Eric. 2008. “The Evolution of International Monetary System”, dalam The Global Political Economy. Oxford: Oxford University Press Harian Ekonomi Perbankan. 2010. Sistem Politik-Ekonomi Indonesia "Bukan IniBukan Itu" [23 Juni 2010] dalam http://bataviase.co.id/node/119551 Kompas. 2010. Rupiah Cenderung Lemah. [3 Juni 2010] http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/04/04384097/rupiah.cenderung.le mah
32
Kompas. 2010. Indopoly Tawarkan Saham Rp 210-Rp 315. [4 Juni 2010] http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/04/04241788/indopoly.tawarka n.saham.rp.210-rp.315 Kompas. 2010. Setoran Tak Sebanding Pertumbuhan Industri. [4 Juni 2010] http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/04/04232244/..setoran.tak.seba nding.pertumbuhan..industri Leach, Steve, et. al. 1994. The Changing Organisation and Management of Local Government. London : Macmillan Press LTD, h. 128 - 151. Mingst, Karen. 2009. The Essentials of International Relations. New York: WW. Norton Publishing Soenarto, Soedarno. 2010. Perekonomian dan Politik dalam Data serta Hubungannya.
[4
Juni
2010]
http://www.forum-
politisi.org/downloads/Hubungan_Ekonomi_dan_Politik.pdf
dalam
http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=54&id=83&option=com_conte nt&task=view Statistics Indonesia. 2010. Dinamika Penduduk. [4 Juni 2010] http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/83/115/1/1/ Susanto, Hari dan Syahid Latief. 2009. Inilah Tiga Program ekonomi SBYBoediono. [4 Juni 2010] http://bisnis.vivanews.com/news/read/62984inilah_tiga_program_ekonomi_sby_boediono The World Bank Group. Decentralization & Subnational Regional Economics: What, Why, and Where. [internet diakses pada 29 Mei 2010] dalam http://www1.worldbank.org/publicsector/DecentralizationSubNationalEco nomics/what.htm Tarigan, Antonius, Ir. 2010. Konsentrasi Kebijakan Publik: Mencermati dampak kebijakan public dalam menanggulangi kemiskinan. Jakarta: Menteri negara BPPN/Bappenas pdf files
33
LAMPIRAN 1. Anonim. 2010. IMF Akui Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Asia. [4 Juni 2010] http://www.inilah.com/news/read/ekonomi/2010/01/27/307741/imfakui-percepatan-pertumbuhan-ekonomi-asia/ EKONOMI - KEUANGAN 27/01/2010 - 08:53
IMF Akui Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Asia
(Istimewa) INILAH.COM, Washington - IMF memproyeksikan perekonomian di Asia diperkirakan mengalami percepatan pertumbuhan pada 2010, dipimpin oleh perkiraan tingkat pertumbuhan China yang mencapai 10%. Dalam World Economic Outlook terbaru yang dirilis, Selasa (26/1), Dana Moneter Internasional (IMF) mengurangi kekhawatiran pasar tentang risiko langsung pertumbuhan China karena Beijing memperketat likuiditas di tengah melonjaknya inflasi dan rekor tinggi pinjaman bank. Lembaga donor yang berbasis di Washington mengatakan perekonomian negara berkembang Asia diperkirakan tumbuh rata-rata 8,4% tahun ini dan juga pada 2011, dibanding 6,5% pada 2009. "China, pendorong pertumbuhan global tradisional, mungkin mengirim pertumbuhan 10 persen tahun ini, menaikkan satu persen poin dari proyeksinya 9,0 persen yang dibuat pada Oktober," kata IMF dalam risetnya. Tapi IMF mengingatkan, pertumbuhan ekonomi di negara yang paling padat penduduknya di dunia itu bisa melambat 9,7 persen tahun depan. Ekonomi China tumbuh 8,7 persen pada 2009. Produk domestik bruto (PDB) China, ukuran luas output barang dan jasa suatu negara, kembali ke pertumbuhan dua digit pada kuartal keempat 2009 pada posisi 10,7 persen, pihak berwenang China mengatakan pekan lalu.
34
Kecepatan itu melampaui target pemerintah delapan persen, tingkat yang dianggap penting untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan mencegah kerusuhan sosial di perkotaan China yang berpenduduk 1,3 miliar orang. Tapi peningkatan inflasi, bersama dengan pengawasan ketat pemerintah pada pinjaman bank dan kenaikan biaya pinjaman, telah mempertahankan pasar gelisah dalam beberapa pekan terakhir di tengah kekhawatiran bahwa pelambatan ekonomi China bisa meredam pemulihan global. Jorg Decressin, kepala divisi studi ekonomi dunia IMF, mengesampingkan risiko langsung di China. "Tidak ada yang serius risiko gelembung pasar," katanya. IMF menegaskan negara-negara berkembang utama di Asia memimpin pemulihan global. Sebab kawasan ini menjadi yang pertama pulih dari penurunan global yang berasal dari krisis keuangan terburuk dalam beberapa dasawarsa. "India diperkirakan bergabung dengan China dalam memberikan dorongan untuk pertumbuhan di Asia tahun ini dan pada 2011," kata IMF. India akan membukukan pertumbuhan 7,7 persen pada 2010, katanya, merevisi naik 1,3 persentase poin perkiraan sebelumnya. Pada Desember, Menteri Keuangan India Pranab Mukherjee memberikan prospek paling bergairah (bullish) untuk ekonomi India, mengatakan pertumbuhan akan hampir 8,0 persen dalam tahun fiskal yang berakhir 31 Maret. Negara berpenduduk paling padat kedua di dunia ini juga diperkirakan tumbuh 7,8 persen tahun depan setelah mengelola pertumbuhan 5,6 persen tahun lalu, menurut proyeksi IMF. Jepang adalah menyeimbangkan untuk muncul dengan pertumbuhan 1,7 persen pada 2010 -- tidak berubah dari perkiraan terakhir -- setelah kontraksi tajam 5,3 persen tahun lalu, IMF mengatakan, menambahkan bahwa perekonomian terkaya di Asia itu dapat mempercepat pertumbuhan menjadi 2,2 persen tahun depan. IMF juga mengatakan bahwa perekonomian Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand diperkirakan tumbuh pada sedikit lebih baik rata-rata 4,7 persen pada 2010 dari 1,3 persen tahun lalu. Proyeksi pertumbuhan Asia adalah di atas untuk ekonomi berkembang dunia sekitar enam persen pada 2010 setelah dua persen tahun lalu. IMF melihat output yang lebih cepat 2010 untuk ekonomi berkembang dunia. "Kerangka ekonomi kuat dan kebijakan tanggap yang cepat telah membantu banyak negara-negara berkembang melindungi dampak dari guncangan eksternal yang belum pernah terjadi sebelumnya dan dengan cepat menarik kembali aliran modal," ulasnya. [*/hid]
Copyright � 2007-2010 Inilah.com. All rights reserved Inilah.com
35
2. Kompas. 2010. Setoran Tak Sebanding Pertumbuhan Industri. [4 Juni 2010] http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/04/04232244/..setoran.tak.seba nding.pertumbuhan..industri
Setoran Tak Sebanding Pertumbuhan Industri Jumat, 4 Juni 2010 | 04:23 WIB Jakarta, Kompas - Pemeriksaan pajak akan dilakukan terhadap perusahaan yang membayar pajak lebih sedikit dibandingkan dengan tolok ukur di industrinya. Oleh karena itu, wajib pajak perusahaan diimbau untuk membayar pajak sesuai dengan kewajibannya. Demikian ditegaskan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Tjiptardjo di Jakarta, Kamis (3/6). Menurut Tjiptardjo, sektor pertambangan dan penggalian serta perburuan, pertanian, dan kehutanan tumbuh sangat tinggi. Namun, kenaikan setoran pajaknya tidak sebanding dengan pertumbuhan industrinya. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, misalnya, sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 28,1 persen. Namun, kenaikan setoran pajaknya hanya 9,8 persen dibandingkan 2009. ”Perusahaan yang membayar pajak jauh lebih sedikit dibandingkan tolok ukur di industrinya, kami imbau memperbaiki pembayaran pajaknya. Jika tidak juga memperbaiki, kami akan menyelesaikannya dengan pemeriksaan pajak,” tegas Tjiptardjo. Saat ini Ditjen Pajak sedang memproses pelanggaran pajak yang dilakukan 14 perusahaan. Lima di antaranya telah divonis satu hingga dua tahun oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara dan PN Jakarta Selatan. Tjiptardjo menjelaskan, tahun ini realisasi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) tumbuh lebih rendah 7,9 persen dibanding realisasi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan Barang Mewah.
36
Dia menjelaskan, ada empat faktor yang membuat penerimaan dari PPh anjlok. Pertama, karena pertumbuhan negatif penerimaan PPh Pasal 21 (pajak untuk penghasilan tetap yang dilaporkan pemberi kerja) sebesar 5,7 persen. Hal ini disebabkan oleh hilangnya kewajiban wajib pajak untuk memasukkan surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak mulai 2010. Kedua, turunnya realisasi penerimaan PPh Pasal 23 sebesar 6,5 persen dibandingkan dengan penerimaan pajak sejenis pada periode yang sama 2009. Ketiga, realisasi penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 orang pribadi yang tumbuh negatif 23,3 persen dibandingkan dengan periode Januari-Mei 2009. Keempat, penerimaan PPh dari fiskal luar negeri yang melorot 78,8 persen dibandingkan penerimaan PPh fiskal tahun 2009. ”Pertumbuhan negatif pada penerimaan PPh fiskal luar negeri ini disebabkan bertambahnya wajib pajak yang memiliki NPWP (nomor pokok wajib pajak) yang mengajukan fasilitas bebas fiskal,” kata Tjiptardjo. Hingga Mei 2010, Ditjen Pajak telah menghimpun penerimaan (tanpa penerimaan migas) senilai Rp 215,545 triliun atau 13,9 persen di atas penerimaan pajak tanpa migas periode Januari-Mei 2009 yang hanya Rp 189,315 triliun. Pendongkrak utama penerimaan dari pajak berasal dari penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Menurut Tjiptardjo, hal ini dampak dari pertumbuhan ekonomi awal tahun 2010. (OIN)
37
3. Susanto, Hari dan Syahid Latief. 2009. Inilah Tiga Program ekonomi SBYBoediono. [4 Juni 2010] http://bisnis.vivanews.com/news/read/62984inilah_tiga_program_ekonomi_sby_boediono
Inilah Tiga Program Ekonomi SBYBoediono Heri Susanto, Syahid Latif SELASA, 2 JUNI 2009, 20:29 WIB
VIVAnews - Pasangan Sosilo Bambang Yudhoyono-Boediono memaparkan tiga program ekonomi yang akan dilaksanakan jika nanti terpilih sebagai presiden dan wakil presiden. Hal tersebut disampaikan langsung Boediono dalam dialog di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Selasa 2 Juni 2009. Dialog ini adalah rangkaian kampanye yang dilakukan pasangan SBY-Boediono. Tiga program itu adalah pembangunan infrastruktur melalui peningkatan kapasitas. Hal ini dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak swasta untuk mendukung ekonomi yang lebih baik. Program kedua, adalah perbaikan pelayanan melalui penerapan tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Dan program terakhir adalah perlu adanya intervensi efektif pemerintah untuk hal-hal yang langsung membantu masyarakat lemah. Hal ini dilakukan dengan program beras miskin, bantuan langsung tunai (BLT), bantuan operasional sekolah, dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri. Boediono menjelaskan, untuk bidang infrastruktur, ada dua hal pokok yang akan dikembangkan pemerintahannya jika terpilih. Pertama, perbaikan infrastruktur tidak hanya dilakukan pemerintah tapi juga harus berbagi dengan swasta. "Infrastruktur yang bisa dikerjakan pemerintah misalnya pembangunan jalan di desa dan kecamatan, sedangkan untuk proyek infrastruktur yang besar bisa dilakukan dengan pihak swasta," kata Boediono. Program infrastruktur kedua, lanjut Boediono, adalah layanan infrastruktur nonfisik berupa perbaikan pelayanan reformasi birokrasi. "Jika diperlukan reformasi aturan," ujar mantan Gubernur Bank Indonesia itu. Untuk BLT, pasangan SBY-Boediono menganggap program ini masih perlu ada
38
perbaikan. "Seharusnya tidak hanya diberikan dalam bentuk uang saja, tapi bisa dalam bentuk lain," jelasnya. Boediono menegaskan program yang baik harus terus dilaksanakan. "Manfaatnya juga harus bisa dirasakan masyarakat," ujarnya. www.vivanews.com http://bisnis.vivanews.com/news/read/62984-inilah_tiga_program_ekonomi_sby_boediono Dipublikasikan : Selasa, 2 Juni 2009, 20:29 ©VIVAnews.com
WIB
4. Soedarno, Soenarto MA. 2010. Perekonomian dan Politik dalam Data serta Hubungannya.
[4
Juni
2010]
http://www.forum-
politisi.org/downloads/Hubungan_Ekonomi_dan_Politik.pdf
dalam
http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=54&id=83&option=com_conte nt&task=view Pengaruh Ideologi Terhadap Pembangunan Ekonomi Indonesia dan Periode yang Mempengaruhinya Soenarto Soedarno, MA Mantan Asisten Menteri Sekretaris Negara Urusan Khusus dan Mantan Duta  Besar RI untuk Republik Cekoslovakia Pendahuluan Sejarah perkembangan bangsa-bangsa menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat antara kehidupan ekonomi dan format politik. Hal ini mudah dimengerti karena kehidupan ekonomi, bersangkut paut dengan masalah produksi, distribusi, konsumsi dan pertukaran barang dan jasa sedang format politik bertautan dengan kultur, struktur dan prosedur hidup bersamaan antara manusia yang memerlukan barang dan jasa tersebut. Perkembangan sejarah tersebut juga berlaku dalam kehidupan ekonomi dan politik di Indonesia. Pada saat masyarakat Indonesia masih belum menjadi satu bangsa, dampak dinamika kehidupan ekonomi dan politik ditanggulangi langsung oleh suku-suku bangsa yang ada, yang biasanya telah mempunyai kerajaan-kerajaan lokalnya sendiri. Setelah suku-suku bangsa Indonesia tersebut secara perlahan-lahan mengembangkan kesadaran kebangsaan dan melancarkan gerakan menuju kemerdekaan, dampak dinamika kehidupan ekonomi dan politik nasional tersebut mulai dirasakan sebagai masalah bersama, yaitu masalah bangsa dan Negara Indonesia yang akan dibentuk, yang baru berhasil diwujudkan dalam tahun 1945. Kekuatan luar yang paling intensif dan paling lama bersinggungan dengan sukusuku bangsa Indonesia secara khusus dengan bangsa Indonesia secara umum adalah kerajaan Belanda, yang menganut faham liberalisme dalam politik dan kapitalisme dalam ekonomi. Tidaklah mengherankan bahwa dalam perjuangan melawan tekanan kerajaan Belanda, bangsa Indonesia berpaling 39
kepada antitesa dari liberalisme dan kapitalisme tersebut, yang juga terdapat dalam khazanah pemikiran Barat, antara lain kepada nasionalisme, sosialisme, bahkan pada komunisme. Dengan latar belakang sejarah yang demikian tadi dapatlah dipahami mengapa garis merah yang menjelujuri seluruh artikel yang ditulis oleh para pemimpin pergerakan Indonesia sebelum dan setelah Perang Dunia Kedua adalah kritik dan protes yang teramat pedas kepada kapitalisme dan politik ekonomi rezim kolonial Hindia Belanda. Oleh karena itu dapatlah dimengerti bahwa dalam merumuskan tujuan terbentuknya negara, dalam menetapkan dasar negara, serta dalam menentukan tugas pemerintahan negara dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, masalah kesejahteraan masyarakat menjadi salah satu tema sentral. Dalam alinea kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa: “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur�?. Adapun jiwa dari keseluruhan semangat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terdapat dalam alinea keempat, yang menyatakan: “Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia�?.   Karena itu upaya memajukan kesejahteraan umum merupakan tugas utama pemerintahan negara, yang mau tidak mau harus menjadi tolok ukur kinerja pemerintah, yang dalam sistem pemerintahan presidensial dengan sendirinya berarti salah satu tolok ukur kinerja seorang presiden. Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia bahkan merupakan salah satu sila dari lima sila Pancasila sebagai dasar Negara. Seharusnya sejak tahun 1961, Republik Indonesia sudah dapat mulai mencurahkan seluruh potensi dan kekuatannya untuk membangun guna meningkatkan kesejahteraan rakyat, melaksanakan rencana pembangunan jangka panjangnya, yaitu sewaktu pemberontakan di daerah yang terakhir telah dapat ditanggulangi.  Namun, ternyata masih ada berbagai “agenda�? nasional yang dipandang lebih perlu ditangani terlebih dahulu sebelum pembangunan dapat dimulai, seperti pembebasan Irian Barat bulan Desember 1961, konfrontasi Malaysia yang baru terbentuk, menggalang “The New Emerging Forces�? untuk menghadapi “The Old Established Forces�?, dan me-nasakom-kan ideologi 40
Pancasila. “Agenda�? yang terakhir ini pula yang membuka peluang untuk aksi “ofensif revolusioner�? Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap semua golongan yang dinamai komunistofobi dan anti Nasakom. Sebagai akibat pengalihan perhatian dan sumber daya nasional untuk hal-hal yang tidak langsung merupakan kepentingan rakyat ini, makin lama makin terasa bahwa Republik Indonesia tidak dapat mewujudkan apa yang demikian lama dicita-citakan rakyatnya. Keadaan tadi diperparah lagi oleh pertambahan jumlah penduduk yang hampir tidak terkendali, oleh karena pemerintahan pada saat itu memandang jumlah penduduk yang besar bukanlah merupakan beban, tetapi justru merupakan kekuatan untuk melakukan revolusi.  Gerakan 30 September/ PKI akhirnya meruntuhkan pengaruh komunisme dan PKI dalam masyarakat dan dalam jajaran pemerintahan. Sebagai konsekuensinya, tanpa direncanakan sama sekali, Indonesia terseret ke dalam pengaruh Blok Barat, bukan hanya dalam bidang politik, tetapi juga dalam bidang ekonomi.  Dengan segala kekurangan dan kelemahannya yang baru dapat diketahui secara retrospektif dapat dikatakan bahwa secara umum pembangunan nasional pertama yang cukup berhasil dalam meningkatkan taraf hidup rakyat Indonesia memang baru dapat dilaksanakan secara teratur antara tahun 1969-1997.  Kemajuan dan masalah yang dialami dalam menyelenggarakan pembanguan nasional selama ini bukan hanya mempunyai makna ekonomis, tetapi juga mempunyai relevansi ideologi dan politik, oleh karena pembangunan nasional tersebut merupakan upaya jangka panjang pertama yang berhasil baik dari Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mewujudkan visi dan misinya yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 secara sistematis, terencana, melembaga, dan berkesinambungan. Sebelum kurun itu, belum pernah sekalipun Republik Indonesia dapat menyelenggarakan pembangunan nasional secara demikian terencana. Pengaruh “Ideologi-ideologi Besar�? dalam Pembangunan  Secara retrospektif kiranya dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh dari tiga “ideologi�? besar yang meresapi keseluruhan pembangunan nasional yang berlangsung antara tahun 1969-1998 tersebut, yaitu : menguatnya pengaruh liberalisme dan kapitalisme setelah jatuhnya Vietnam Selatan pada tahun 1975; meluasnya cara berfikir strategi militer yang membagi tugas-tugas besar nasional berjangka panjang dalam tahapan-tahapan operasi ; dan kuatnya budaya politik yang sentralistis kedalam tataran pemerintahan. a. Pengaruh liberalisme dan kapitalisme masuk ke dalam skenario pembangunan nasional Indonesia melalui berbagai undang-undang tentang modal asing sejak tahun 1967. Bidang-bidang yang paling intensif terpengaruh oleh modal asing ini antara lain adalah sektor industri, pertambangan, perkebunan, keuangan dan perbankan. Investasi dalam bidang pertambangan dan perkebunan memerlukan penyediaan lahan yang amat luas, yang di beberapa daerah mengakibatkan penggusuran rakyat setempat dari tanah yang sudah didiaminya selama berpuluh tahun. Dalam dasawarsa 1990-an, pengaruh liberalisme dan kapitalisme ini semakin berkembang melalui faham neo-liberalisme, yang bertujuan untuk mengkomersialkan seluruh barang dan jasa, jika perlu dengan meniadakan fungsi 41
pemerintah dalam bidang kesejahteraan rakyat. Privatisasi besar-besaran badanbadan usaha milik Negara termasuk dalam kerangka pengaruh liberalisme dan kapitalisme ini. b. Pengaruh Jalan Pikiran Strategis Militer. Pengaruh jalan pikiran strategis militer dalam pembangunan nasional terlihat dalam proses penyusunan rencana pembangunan yang dirancang bagaikan mempersiapkan suatu kampanye militer. Sebagai suatu tugas strategis yang akan memakan waktu panjang dan memerlukan pengerahan sumber daya nasional yang besar, rencana pembangunan nasional disusun berdasar suatu Strategi Akselerasi Modernisasi 25 Tahun yang pelaksanaannya terdiri dalam lima kali Rencana Pembangunan Lima Tahun, yang setiap tahunnya dijabarkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahunan. c. Pengaruh Budaya Politik yang Sentralistik. Dalam wacana para Pendiri Negara antara bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 1945 telah berkembang dua pemikiran dasar dalam pemerintahan, antara yang menginginkan adanya pemerintahan yang kuat di bawah seorang presiden yang kuat, dan yang hendak membatasi kekuasan presiden itu untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Suasana zaman saat itu amat kuat kearah pemerintahan yang kuat, yang akhirnya tercermin dalam kalimat Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, (yang sekarang telah dihapuskan) yang berbunyi: concentration of power and responsibility upon the President. Secara kebetulan, budaya politik tersebut juga diterima oleh sebagian terbesar rakyat Indonesia. Babak Tiga Besar Pembangunan Secara retrospektif terlihat bahwa sebelum mengalami kemerosotan drastis dalam tahun 1997, ada tiga babak besar dalam pelaksanaan strategi pembangunan perekonomian Indonesia berjangka panjang ini. Pengalaman dalam tiga babak besar pembangunan ini perlu dikaji baik-baik, bukan hanya untuk memelihara dan melanjutkan kebijakan dan praksis pembangunan yang sudah terbukti baik, tetapi juga untuk menghindarkan dan mencegah kebijakan dan praksis pembangunan yang terbukti bisa berakibat fatal. a. Babak pertama, antara tahun 1966-1968; merupakan babak pendahuluan, untuk meletakkan landasan konseptual serta landasan institusional yang diperlukan untuk melancarkan pembangunan ekonomi berjangka panjang. Setelah melakukan serangkaian konsultasi dengan para ahli ekonomi terkemuka Indonesia, Pemerintah memutuskan untuk menjadikan tema pembangunan nasional sebagai core value dalam pemerintahannya, untuk menggantikan secara mendasar tema revolusi yang menjadi tema dasar kegiatan pemerintahan terdahulu. b. Babak kedua, antara tahun 1969-1997; merupakan rangkaian pelaksanaan pembangunan lima tahun, yang secara gradual berhasil meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya rakyat Indonesia secara menyeluruh. Adalah menarik untuk memperhatikan bahwa perjalanan panjang pembangunan nasional ini berlangsung selama tiga dasawarsa terakhir Perang Dingin antara Blok Barat yang menganut faham liberalisme, yang kehidupan ekonominya didasarkan pada sistem pasar bebas dengan Blok Timur yang bertumpu pada ideologi Marxisme42
Leninisme, yang sistem ekonominya merupakan sistem ekonomi dengan perencanaan terpusat. Hampir seluruh Negara di dunia pada saat itu tidak terkecuali Republik Indonesia memang seakan-akan terbagi dalam dua blok pengaruh ini, masing-masingnya di bawah kendali dua superpower Amerika Serikat dan Uni Soviet, yang berusaha keras untuk meletakkan dunia di bawah pengaruh ideloginya masing-masing. Tidaklah mudah bagi Negara-negara di dunia untuk melepaskan diri dari pengaruh kedua Negara raksasa tersebut. Antara tahun 1959-1965 kepemimpinan nasional Republik Indonesia cenderung pada Blok Timur, dan setelah tahun 1966 sebagian merupakan reaksi balik atas kekejaman para pelaku peristiwa Gerakan 30 September PKI, sehingga lebih cenderung kepada Blok Barat. Dalam babak kedua ini terlihat peningkatan kegairahan pembangunan serta tumbuhnya konsensus nasional yang amat kompak, yang meresapi hampir seluruh bidang, bukan hanya untuk mewujudkan stabilisasi, tetapi juga rehabilitasi. Besar kemungkinan bahwa hal itu disebabkan oleh karena tingginya harapan masyarakat, serta adanya ketersediaan dana dari luar negeri. Hasilnya sungguh luar biasa. Dengan ukuran apapun, dan oleh pengeritik yang paling tajam sekalipun, harus diakui bahwa pembangunan nasional dalam kurun 1969-1997 ini secara substantial berhasil mengurangi kemiskinan yang telah berlangsung selama berabad-abad, dan mulai meletakkan landasan dari suatu visi masa depan Indonesia baru, mendekati apa yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Sejak tahun 1967, berbagai upaya telah dilakukan guna mewujudkan situasi yang stabil dan dinamis. Kondisi demikian merupakan syarat mutlak untuk melaksanakan pembangunan nasional. Dengan terlaksananya pembangunan, diharapkan pertumbuhan ekonomi akan meningkat, yang pada gilirannya akan meningkatkan pula pendapatan nasional. Selain itu, stabilnya perekonomian nasional akan menstabilkan situasi, moneter, fiskal, serta berbagai kebijakan ekonomi lainnya, yang penting bagi peningkatan kemakmuran rakyat dan kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan internasional. Landasan umum pembangunan ekonomi di Indonesia dinyatakan dalam Trilogi Pembangunan, yang prioritasnya disesuaikan dengan kondisi perekonomian saat itu. Trilogi Pembangunan adalah: stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan. Guna mencapai sasaran tersebut, pemerintah menyusun rencana pembangunan ekonomi secara bertahap, disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya. Rencana tersebut, dituangkan dalam Rangkaian Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), yang terdiri atas Repelita I hingga Repelita V (1969/1974 -1994/1995) atau (Pembangunan Jangka Panjang Tahap I) dan Repelita VI (1995/19961999/2000), yang merupakan tahap untuk memperkuat Landasan Pembangunan Jangka Panjang Tahap II. Sejak Repelita I hingga VI, pemerintah telah menyusun arah pembangunan ekonomi dengan jelas. Sasarannya adalah menciptakan landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri, yang pelaksanaannya dititikberatkan pada bidang ekonomi. Sasaran pembangunan bidang ekonomi adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan tercapainya struktur ekonomi yang seimbang, yaitu 43
kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh. c. Arah Pembangunan Ekonomi dari Repelita I hingga VI, secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut (Komalasari, 1996): 1) Repelita I (1969/1970-1973/1974), difokuskan pada stabilisasi ekonomi dengan melakukan pengendalian inflasi dan penyediaan kebutuhan pangan dan sandang dalam jumlah yang cukup. 2) Repelita II (1974/1975-1978/1979), difokuskan pada peningkatan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat melalui upaya peningkatan ketersediaan lapangan kerja. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi menjadi prioritas utama guna mendorong terciptanya lapangan kerja. 3) Repelita III (1979/1980-1983/1984), fokusnya adalah swa-sembada pangan, peningkatan ekspor non-migas dan mengupayakan terjadinya pemerataan hasilhasil pembangunan. Pada masa itu, dilakukan berbagai upaya untuk memperlancar proses transisi ekonomi, dari sektor pertanian ke industri. 4) Repelita IV (1984/1985-1988/1989), fokusnya adalah peningkatan kemampuan ekonomi dalam negeri dengan mengurangi ketergantungan pada sektor migas dan mendorong ekspor non-migas. Hal ini merupakan reaksi atas memburuknya ekonomi dunia dan neraca pembayaran Indonesia pada Pelita III. Di samping itu, diupayakan juga peningkatan industri manufaktur dengan tetap memperhatikan peningkatan kesempatan kerja. Periode ini dilakukan perbaikan, baik sektor riil maupun moneter, melalui berbagai kebijakan seperti melakukan devaluasi untuk mendorong ekspor, deregulasi perbankan untuk memobilisasi dana masyarakat melalui tabungan domestik, deregulasi sektor riil untuk mengurangi hambatan tarif dan memacu investasi. 5) Repelita V (1989/1990-1993/1994), fokusnya tidak terlalu berbeda dengan Repelita IV, yakni mengupayakan peningkatan kemampuan dalam negeri. Pemerintah juga mengupayakan peningkatan kesempatan berusaha bagi seluruh warga Negara dengan menghilangkan berbagai kendala yang menghambat keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan. Deregulasi sektor riil dan sektor moneter terus dilakukan untuk mendorong tercapainya perekonomian yang lebih efisien. 6) Repelita VI (1994/1995-1998/1999), yang fokusnya adalah: - Penataan dan pemantapan industri nasional. - Peningkatan diversifikasi usaha dan hasil pertanian serta peningkatan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian yang didukung oleh industri pertanian. - Penataan dan pemantapan kelembagaan dan sistem koperasi agar koperasi semakin efisien serta berperan utama dalam perekonomian rakyat dan berakar di masyarakat. - Peningkatan peran pasar dalam negeri serta perluasan pasar luar negeri. - Peningkatan pemerataan yang meliputi peningkatan kegiatan ekonomi rakyat, kesempatan usaha, lapangan kerja, serta peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. d. Pada PJPT II, yang dimulai dengan Repelita VII, sasaran pembangunan bidang ekonomi adalah; “terciptanya perekonomian yang mandiri dan andal sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan, peningkatan kemakmuran rakyat 44
yang semakin merata, pertumbuhan yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang mantap, bercirikan industri yang kuat dan maju, pertanian yang tangguh, koperasi yang sehat dan kuat, serta perdagangan yang maju dengan sistem distribusi yang mantap, didorong oleh kemitraan usaha yang kukuh antara badan usaha koperasi, Negara, dan swasta serta pendayagunaan sumber daya alam yang optimal yang kesemuanya didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, maju, produktif, dan profesional, iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dan terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup�?. Sedangkan arah pembangunan bidang ekonomi pada PJPT II adalah ; “terwujudnya perekonomian nasional yang mandiri dan andal berdasarkan demokrasi ekonomi untuk meningkatkan kemakmuran seluruh rakyat secara selaras, adil, dan merata. Pertumbuhan ekonomi harus diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat serta mengatasi ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial. Diberikan perhatian kepada usaha untuk membina dan melindungi usaha kecil dan tradisional serta golongan ekonomi lemah, termasuk koperasi. Didukung oleh peningkatan produktivitas, dan efisiensi serta sumber daya manusia yang berkualitas. Industri diarahkan menjadi penggerak utama ekonomi yang efisien, berdaya saing tinggi, mempunyai struktur yang makin kukuh�?. Tabel 1.1 memberikan informasi tentang rata-rata pertumbuhan ekonomi dari Pelita I – Pelita V menurut sektor. Dibandingkan dengan sektor lainnya, sektor industri secara konsisten terlihat mempunyai pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi. Sektor lain yang juga mempunyai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi antara lain adalah sektor bangunan serta sektor angkutan dan komunikasi. Sektor pertanian yang pada Pelita II menempati urutan kedua tertinggi dalam pertumbuhan ekonomi setelah sektor industri, ternyata pertumbuhannya terus menurun pada Pelita berikutnya, dan pada Pelita V pertumbuhan sektor pertanian hanya 3,6 persen, atau nomor dua terkecil setelah sektor pertambangan. Turunnya kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia bukan berarti produksi pertanian mengalami penurunan, tetapi lebih disebabkan karena sektor-sektor lainnya yang tumbuh lebih cepat. Hal ini bisa dimengerti, karena sesuai dengan proses pembanguann yang sedang berlangsung, semakin maju suatu Negara, maka kontribusi sektor pertanian di Negara tersebut akan terus berkurang sedangkan kontribusi sektor industri akan terus meningkat menuju kearah industrialisasi. Disamping sektor industri, sektor lainnya yang juga mempunyai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi (rata-rata di atas 6 persen pada Pelita V) adalah sektor bangunan (konstruksi), sektor angkutan dan komunikasi, sektor perdagangan serta sektor lainnya, yang merupakan gabungan dari sektor jasa-jasa serta sektor listrik, gas dan air minum.
Tabel
1.1 45
Pertumbuhan Ekonomi Sumber : Buku Repelita I-VI.
Menurut
Sektor,
Pelita
I-V
e. Babak ketiga merupakan titik balik, sewaktu Negara-negara Asia diguncang oleh krisis ekonomi mulai bulan Juli 1997. Pada saat Thailand terpaksa mengadakan devaluasi terhadap mata uang baht-nya, hampir seluruh pejabat pemerintah memberi komentar bahwa fundamental ekonomi Indonesia kukuh, dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ternyata ekonomi Indonesia tidaklah sekukuh yang diperkirakan dan rakyat banyak sungguh layak untuk khawatir. Hanya dalam waktu satu tahun antara Juli 1997 sampai dengan Mei 1998 seluruh struktur ekonomi Indonesia serta wibawa Presiden Soeharto runtuh bagaikan sebuah rumah kartu. Kurs rupiah yang merosot dari Rp 2.400 per US Dollar menjadi lebih dari Rp 15.000 per US Dollar, menghancurkan seluruh dunia usaha yang mengandalkan usahanya pada kredit luar negeri. Pembubaran 16 buah bank swasta, yang dilakukan atas rekomendasi The International Monetary Fund (IMF) yang saat itu dipimpin oleh Michael Camdessus, telah menimbulkan kekhawatiran sedemikian rupa di dalam masyarakat, sehingga Pemerintah mengambil kebijakan darurat berupa Bantuan Likuiditas Bank Indoensia (BLBI), yang ternyata tidak sepenuhnya digunakan untuk menyelamatkan bank-bank swasta yang bersangkutan, tetapi juga dikorupsi, antara lain dengan melarikannya ke luar negeri. Penutup Perspektif Masa Depan. Ditinjau dari perspektif ekonomi, salah satu kritik mendasar yang dapat ditujukan kepada Pembangunan dimasa lalu adalah pemberian kepercayaan yang terlalu besar kepada sistem ekonomi pasar. Dalam tahun-tahun pertama pembangunan nasional keputusan untuk mengundang modal asing, baik untuk mengeksplorasi maupun untuk mengeksploitasi sumber daya nasional; serta untuk melakukan pinjaman luar negeri, masih dapat dipahami. Sebabnya ialah oleh karena tidak tersedianya dana di dalam negeri untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang demikian diperlukan, sehingga pemerintah memberanikan diri untuk mengambil langkah-langkah drastis yang sebelumnya dipandang bagaikan suatu taboo.  Namun pada akhirnya kebijakan mengundang modal asing dan melakukan pinjaman luar negeri tersebut telah kabablasan sehingga sistem perekonomian nasional bagaikan mengabaikan sama sekali semangat pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa “bumi, dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat�?.  Sebagai gantinya telah timbul suatu sistem ekonomi yang bersifat neo-liberal, yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Dalam kenyataan, yang terlihat dan terasa oleh masyarakat banyak, dan menjadi faktor pemicu demikian banyak protes, demonstrasi dan unjuk rasa, adalah bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya makin lama makin banyak yang dikuasai oleh perusahaan swasta dan digunakan untuk sebesar-besar keuntungan 46
mereka sendiri, jika perlu dengan merugikan kepentingan rakyat.  Seluruh rakyat beserta Pemerintah harus menjaga agar bersamaan dengan mengambil pelajaran dari sisi-sisi baiknya, harus dihindari dan dicegah berulangnya pengalamaan pahit dalam tahun-tahun terakhir. Rencana Pembangunan 25 Tahun Pertama. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi di masa datang harus secara konsisten direncanakan, diorganisasikan, serta dikendalikan sesuai dengan semangat kerakyatan yang tercantum dalam UndangUndang Dasar 1945.  Adalah jelas bahwa untuk mewujudkan dukungan masyarakat, perlu ditumbuhkan terlebih dahulu optimisme serta kepercayaan, yang antara lain banyak tergantung pada tegasnya pemberantasan korupsi, yang merupakan faktor paling utama dari terwujudnya ekonomi biaya tinggi dan keruntuhan ekonomi 5. Statistics Indonesia. 2010. Dinamika Penduduk. [4 Juni 2010] http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/83/115/1/1/
Dinamika Daerah
Penduduk
dan
Perencanaan
Pembangunan
Kebijakan kependudukan dan program pembangunan sosial dan ekonomi yang dilaksanakan Indonesia selama tiga dekade yang lalu telah berhasil menurunkan angka kelahiran dan kematian sehingga mampu menghambat laju pertumbuhan penduduk dari 2,3% pada periode 1971-1980 menjadi 1,4% per tahun pada periode 1990-2000. Walaupun demikian, jumlah penduduk Indonesia masih akan terus bertambah. Di daerah yang pertumbuhan penduduknya telah menurun, terjadi perubahan struktur umur penduduk yang ditandai dengan penurunan proporsi anak-anak usia di bawah 15 tahun disertai dengan peningkatan pesat proporsi penduduk usia kerja dan peningkatan proporsi penduduk usia lanjut (lansia) secara perlahan. Sedangkan di daerah yang tingkat pertumbuhan penduduknya masih tinggi, proporsi penduduk usia 0-14 tahun masih besar sehingga memerlukan investasi sosial dan ekonomi yang besar pula untuk penyediaan sarana tumbuh kembang, termasuk pendidikan dan kesehatan. Daerah yang berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk menghadapi tantangan baru dimana peningkatan yang pesat dari proporsi penduduk usia kerja akan berdampak pada tuntutan perluasan kesempatan kerja. Disamping itu telah terjadi pergeseran permintaan tenaga kerja dengan penguasaan teknologi dan matematika, yang mampu berkomunikasi, serta mempunyai daya saing tinggi di era globalisasi. Kesemuanya ini berkaitan dengan program bagaimana menyiapkan calon pekerja agar mempunyai kualitas tinggi, dengan ketrampilan yang memadai. 47
Saat ini setiap tahunnya terjadi kelahiran sekitar 4,5 juta bayi. Bayi-bayi ini akan berkembang dan mempunyai kebutuhan yang berbeda sesuai dengan peningkatan usianya. Pada saat ini dari 100 persen anak-anak yang masuk sekolah dasar, 50% diantaranya tidak dapat melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi setelah lulus SMP. Mereka akan putus sekolah dan menuntut pekerjaan padahal tidak mempunyai ketrampilan yang memadai. Sempitnya lapangan kerja membuat para pemuda-pemudi putus sekolah menciptakan pekerjaannya sendiri di sektor informal.
Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jadi aspek demografis mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan yang dihadapi di Indonesia pada saat ini. Daerah miskin sering ditinggalkan penduduknya untuk bermigrasi ke tempat lain dengan alasan mencari kerja. Mereka dapat berpindah secara permanen, menjadi migran ulang-alik, menjadi migran sirkuler yakni bekerja di tempat lain dan pulang ke rumahnya sekali dalam beberapa minggu atau beberapa bulan, atau menjadi migran musiman, misalnya bekerja di kota setelah musim tanam dan musim panen. Kemiskinan berkaitan erat dengan kemampuan mengakses pelayanan kesehatan serta pemenuhan kebutuhan gizi dan kalori. Dengan demikian penyakit masyarakat umumnya berkaitan dengan penyakit menular, seperti diare, penyakit lever, dan TBC. Selain itu, masyarakat juga menderita penyakit kekurangan gizi termasuk busung lapar, anemi terutama pada bayi, anak-anak, dan ibu hamil. Kematian bayi adalah konsekuensi dari penyakit yang ditimbulkan karena kemiskinan ini (kekurangan gizi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi). Keluarga mempunyai tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar anggotanya seperti pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup. Oleh karenanya diperlukan pemberdayaan keluarga terutama melalui peningkatan akses terhadap informasi tentang permasalahan ini. Kesimpulannya adalah bahwa pertumbuhan penduduk berkaitan dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu para penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat mengembangkan program pembangunan kependudukan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tepat sasaran. 48
Modul dalam situs ini membuka wawasan tetang bagaimana aspekaspek demografi dapat diangkat dalam sebuah perencanaan program pembangunan di tingkat kabupaten dan kota. Masing-masing modul akan terkait dengan pemilihan indikator demografi serta data kependudukan yang tepat untuk kepentingan tersebut.
6. Central Intelligence Agency. 2010. India’s Country Profile. [4 Juni 2010] https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/in.html India Economic Overview India is developing into an open -market economy, yet traces of its past autarkic policies remain. Economic liberalization, including reduced controls on foreign trade and investment, began in the early 1990s and has served to accelerate the country's growth, which has averaged more than 7% per year since 1997. India's diverse economy encompasses traditional village farming, modern agriculture, handicrafts, a wide range of modern industries, and a multitude of services. Slightly more than half of the work force is in agriculture, but services are the major source of economic growth, accounting for more than half of India's output, with only one -third of its labor force. India has capitalized on its large educated English -speaking population to become a major exporter of information tec hnology services and software workers. An industrial slowdo wn early in 2008, followed by the global financial crisis, led annual GDP growth to slow to 6.5% in 2009, still the second highest growth in the world among major economies. India escaped the brunt of the global financial crisis because of cautious banking policies and a relatively low dependence on exports for growth. Domestic demand, driven by purchases of consumer durables and automobiles, has re -emerged as a key driver of growth, as exports have fallen since the global crisis started. India's fiscal deficit increased substantially in 2008 due to fuel and fertilizer subsidies, a debt waiver program for farmers, a job guarantee program for rural workers, and stimulus expenditures. The government ab andoned its deficit target and allowed the deficit to reach 6.8% of GDP in F Y10. Ne vert heless, as shares of GDP, both government spending and taxation are among the lowest in the world. The government has expressed a commitment to fiscal stimulus in FY10, and to deficit reduction the following two years. It has increased the pace of privatization of government -owned companies, partly to offset the deficit. India's long term challenges include widespread poverty, inadequate physical and social infrastructure , limited employment opportunities, and insufficient access to basic and higher education. Over the long -term, a growing population and changing demographics will only e xacerbate social, economic, and environmental problems.
8. Central Intelligence Agency. 2010. Singapore Country Profile. [4 Juni 2010] https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/geos/sn.html Singapore Economic Overview Singapore has a h ighly developed and successful free -market economy. It enjoys a remarkably open and corruption -free environment, stable prices, and a per capita GDP higher than that of most developed countries. The economy depends heavily on exports, particularly in consu mer electronics, information technology
49
products, pharmaceuticals, and on a growing financial services sector. Real GDP growth averaged 6.8% between 2004 and 2008, but contracted 2.1% in 2009 as a result of the global financial crisis. The economy has begu n to rebound in 2010 and the government predicts growth of 3 -5% for the year. Over the longer term, the government hopes to establish a new growt h path that focuses on raising productivity growth, which has sunk to 1% per year in the last decade. Singapore has attracted major investments in pharmaceuticals and medical technology production and will continue efforts to establish Singapore as Southeast Asia's financial and high -tech hub.
9. Gilpin, Robert. 1987. “International Money Matters”, dalam The Political Economy of International Relations. Princeton: Princeton University Press, pp. 118-170 dalam Renny Candradewi dkk. 2010. Standar Emas menuju Sistem Bretton Woods: institutionalisasi Ekonomi Politik Internasional.
Standar Emas menuju Sistem Bretton Wood: Institusionalisasi Ekonomi Politik Internasional Renny Candradewi 070810532
[email protected] Rizki Rahmadini 070810510
[email protected]
Ayu Mustika 070810150 Muflichah Tri Hayu W 070810513
[email protected] [email protected] Maya Farridha 070810708
[email protected]
Alfiandi Imam 070710xxx
Berbagai artikel yang ditulis masing-masing oleh Jeffry A Frieden (2006), Richard Peet (2003), dan Robert Gilpin (1995) mengulas proses panjang institusionalisasi ekonomi politik internasional dengan berbagai sudut pandang berbeda. Melalui tulisannya dalam “The Bretton Woods System in Action” membawa pertumbuhan ekonomi yang pesat melalui adanya integrasi nasional, pasar yang dipicu oleh perubahan sosial dan keterlibatan Amerika sebagai leader dalam sistem perekonomian yang demikian. Gilpin mengutarakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang demikian disebabkan adanya institusi moneter yang mampu menjalankan tiga fungsi utamanya yakni liquidity, adjustment, dan confidence (Gilpin, 1987: 118). Tulisan ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan seputar intitusionalisasi yang terjadi pada era postwar dan perbedaan sistem ekonomi berdasarkan standar emas (Gold Standard) dan sistem Bretton Woods secara konstruktif: adakah institusi moneter dalam ekonomi internasional, 50
motif apa yang mendasari pembentukannya, dan bagaimana sistem Bretton Wood berbeda dengan Sistem Gold Standard. Jeffry A Frieden, Profesor Ekonomi Universitas Harvard, menjelaskan kondisi dan situasi ekonomi internasional pasca Perang Dunia II yang mana perekonomian berkembang pesat dibawah tiga hal yang diusung oleh Sistem Bretton Wood, yakni integrasi ekonomi yang terjadi secara global, pasar yang dikelola oleh beragam perubahan sosial, dan adanya leader dalam sistem pasar (Frieden, 2006: 279). Pertama, keberadaan integrasi internasional yang dikelola pemerintah demi kemajuan unsur-unsur ekonomi nasionalnya (domestik). Bentuk integrasi ekonomi dalam skala internasional ini memicu kemajuan teknologi dan modifikasi di dalamnya sehingga mempercepat transfer teknologi antarnegara. Ini dicontohkan oleh perekonomian Jepang mengalami kemajuan pesat akibat kebijakan pemerintah untuk melatih tenaga kerjanya sekaligus mengeluarkan insentif anggaran guna mendukung riset pengembangan untuk membeli teknologi asing yang dicontohkan dengan baik oleh maturisasi perusahaan elektronik Sony, otomobil Toyota, dan otomotif milik Honda dengan kualitas dan harga kompetitif sehingga kesemuanya mampu membangun cabang produksi di Amerika bersaing dengan Ford General Motors dan Chrysler milik Amerika. (Frieden, 2006: 280). Kedua, adanya pasar yang dikelola oleh perubahan sosial didalamnya. Perubahan sosial tersebut terkait dengan peran pemerintah yang lebih confident and braver untuk bertindak dalam bentuk kebijakan ekonomi antara lain subsidi, pemotongan pajak, pinjaman murah, dan bantuan lainnya (Frieden,2006: 280). Ketiga,
keterlibatan
Amerika
serikat
sebagai
promotor
kerjasama
antarnegara Barat dalam bentuk aliran investasi perusahaan multinasionalnya. Yang menjadikannya berbeda semasa pemberlakuan emas sebagai standar nilai tukar uang dunia adalah nilai tukar emas di dunia membatasi pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan moneter serupa secara leluasa dan menghilangkan peran pemerintah untuk mengendalikan inflasi, unemployment¸dan stabilitas ekonomi (Frieden, 2006: 283). 51
Dalam tulisannya Frieden mengusung ide adanya institusi moneter yang pertama kali dibentuk yaitu ECSC dan IBRD (World Bank) serta GATT sebagai fasilitator non-institusi. Berikut motif yang melatarbelakangi pembentukan institusi moneter tersebut antara lain: peran GATT (1947-1994) dalam ekonomi internasional adalah sebagai bukan sebagai organisasi (institusi) perdagangan, tetapi bertindak sebagai forum yang mefasilitasi dua negara atau lebih guna menegosiasikan peringanan tarif antarnegara sekaligus mempermudah setiap negara untuk meningkatkan kuota ekspornya (subsidi impor dan ekspor). GATT adalah suatu treaty yang memotivasi terbentuknya perihal di atas. Peran ECSC (European Coal and Steel Community) tadinya untuk meningkatkan kemampuan bisnis Eropa untuk bersaing secara internasional utamanya untuk meningkatkan bisnis Perancis (Jean Monnet sebagai chairman) supaya mampu bersaing dengan Amerika serikat saat itu. Hal kedua yang melandasi pembentukan ECSC (1951) adalah keinginan untuk mengurangi hambatan tarif antara enam negara anggotanya supaya lebih kompetitif menghadapi peluang pasar internasional (Frieden, 2006: 287). Latar belakang pembentukan ECSC oleh enam negara yang diketuai oleh Monnet adalah untuk menciptakan ikatan industri yang kompetitif terhadap pasar Amerika di antara negara2 eropa, kemudian berikutnya diikuti oleh pembentukan Euratom dan European Economic Community hingga pada 1971 terbentuk European Union. IBRD dimaksudkan untuk memberikan pinjaman jangka panjang atau investasi jangka panjang membantu pembangunan infrastruktur negara-negara seperti Jepang, Jerman dan negara Eropa sehingga lebi capable dalam persaingan ekonomi secara global dan internasional. Peran IBRD dalam ekonomi internasional adalah menjamin ketersediaan pinjaman jangka panjang untuk rekonstruksi dan pembangunan instruktur dan fasilitas negara-negara Old World (Inggris, Perancis, Jerman dan Jepang). Bantuan ekonomi ini kemudian terus meluas meliputi bantuan keuangan untuk negara-negara berkembang dan negara dunia baru (Frieden, 2006: ). Bersama dengan IBRD dan IMF, dibentuk sebagai reaksi terhadap adanya ketidapastian akibat investasi jangka pendek yang bersifat kurang menguntungkan dalam menjamin stabilitas ekonomi internasional. IMF 52
dan IBRD adalah ladang terhadap investasi jangka panjang yang bersifat lebih reliabel daripada investasi jangka pendek. Dua sistem moneter atau politik internasional yang digunakan awalnya adalah emas sebagai standar mata uang internasional dan dolar sebagai nilai tetap mata uang yang bertahan hingga tahun 1974. Sesuai dengan saran yang dikeluarkan oleh Keynes dan White, ini menjadi semacam ekspektasi untuk menaggulangi krisis di masa mendatang dengan mengijinkan adanya otoritas internasional yang menjadi motorik ekonomi politik internasional dengan mata uang internasional yang disetujui oleh anggota-anggotanya. Amerika serikat yang muncul sebagai negara yang secara ekonomi paling kuat di antara negara pemenang PD II lainnya mengadopsi ide Keynes dan mengimplementasikannya dalam insitusi moneter dunia selaku leader-nya sekaligus investasi dominan dalam setiap institusi tersebut, utamanya IBRD (World Bank) dan IMF. Perbedaan Gold standard dan Bretton Wood System adalah, Bretton Woods System mengijinkan negara bertindak sesuai dengan kebijakan moneter yang diinginkan dalam rangka menciptakan perekonomian yang lebih stabil dan kondusif. Pemerintah menjadi lebih confident dalam merencanakan dan melakukan
program
kerja,
bahkan
melanjutkan
guna
mendorong
laju
perekonomian. Kebijakan politik ini mencakup menaikkan dan menurunkan suku bunga, menekan pengangguran, dan perekonomian yang relatif stabil. Akan tetapi di sisi lain sangat berisiko mengundang inflasi sekaligus menurunkan kuota investasi jangka panjang dan cenderung menerbitkan investasi yang bersifat jangka pendek yang rentan menciptakan ketidakstabilan ekonomi antarnegara. Sebagaimana dicontohkan oleh Perancis dan Italia yang melakukan kebijakan untuk menurunkan suku bunga 1-2 % sehingga mampu menekan tingkat pengangguran serendah mungkin, terbukti menjaga kestabilan ekonomi tetapi mengakibatkan inflasi lebih tinggi 1-2% dari Jerman yang saat itu menaikkan suku bunga dengan level yang sama (Frieden, 2006: 291). Bretton Wood juga mendorong nilai tukar tetap stabil dan pasar nilai tukar tetap terbuka untuk memicu perdaganan dan investasi jangka panjang, tetapi sistem moneter Bretton Wood mengharuskan batasan aliran keuangan untuk 53
memperbolehkan pemerintah mengikuti kebijakan yang mereka pilih. Sistem Bretton Wood terbukti menjaga kestabilan dan kemajuan pesat ekonomi internasional
dan
mendukung
pemerintahan
secara
nasional
untuk
mengembangkan kebijakan ekonomi makro selaras dengan kondisi domestik (Frieden, 2006: 292). Berbeda dengan Gold Standard yang cenderung membatasi peran pemerintah untuk mengikuti kebijakan yang dipilih demi menjaga kestabilan dan siklus jumlah mata uang yang beredar di pasar. Ketika uang banyak beredar di masyarakat, pemerintah tidak bisa mengatur kestabilan harga dan ekonomi melalui kebijakan devaluasi maupun revaluasi untuk menyesuaikan dengan kondisi ekonomi domestik. Untuk pertama kalinya Bretton Wood mengijinkan setiap pemerintahan nasional untuk mengikuti kebijakan yang dipilih sesuai dengan kondisi ekonomi nasional masing-masing. Tulisan Richard Peet dalam “Bretton-Woods: Emergence of a Global Economic Regime” serupa dengan tulisan Frieden yang mengutarakan bahwa institusi moneter dalam ekonomi politik internasional pasca Perang Dunia II adalah IMF, IBRD, ITO, dan GATT. Kesemuanya dibentuk berdasarkan keinginan untuk menciptakan suatu tatanan yang sanggup menghindari terjadinya perang dan perekonomian dinilai sebagai bentuk tatanan yang paling ideal dengan paham kapitalis tersebut dan ekonomi paling dekat koneksinya dengan politik. Oleh karena itu, Bretton Wood mengintegrasikan prinsip-prinsip ekonomi ke dalam politik untuk mewujudkan cita-cita perdamaian dunia dibawah suatu institusi internasional sekaligus ekonomi yang terpusat pada satu direksi yakni hegemon. 1. Institusi moneter dalam Ekonomi Politik Internasional Pasca Perang Dunia II, dimana keadaan dunia internasional masih belum aman, Amerika dan Inggris memutuskan untuk membicarakan tentang rencana ekonomi demi mencapai keamanan perdamaian dunia dan kesejahteraan dengan cara mengadakan kerjasama ekonomi internasional. Mereka bertemu di Bretton Woods, New Hampshire pada tanggal 1-22 Juli 1944. Beberapa kerjasama dibuat berdasarkan pasar dunia dimana modal dan benda dapat berpindah secara bebas yang diatur oleh institusi global. Ada tiga institusi pengatur yaitu IMF, 54
International Bank for Reconstruction and Development
atau IBRD, yang
sekarang dikenal dengan nama World Bank atau Bank Dunia dan International Trade Organization (ITO), yang sekarang berubah menjadi the General Agreement on Tarrifs and Trade (GATT) dan kemudian mengalami perubahan lagi menjadi WTO. 2. Motif Institusi Moneter dalam Ekonomi Politik Internasional Dalam konferensi Bretton Woods, AS dan Inggris sepakat untuk menghasilkan suatu kesepakatan bersama, meskipun di dalam konferensi tersebut tidak jarang AS dan Inggris saling mempunyai pendapat yang berbeda, dan juga hasil dari Bretton Woods ini yang sebenarnya cenderung didominasi oleh kepentingan AS. Sehingga dapat dikatakan bahwa di dalam Bretton Woods ini AS muncul sebagai kekuatan hegemon (Peet, 2003: 53). Hobsbawm (1994) juga menganggap bahwa ekonomi dunia yang terpusat pada AS ini akan mendominasi seperempat abad nantinya. Cohen (1991) mengungkapkan bahwa rezim Bretton Woods menyerupai suatu tatanan moneter hegemon yang terpusat pada dollar. Sehingga dalam hal ini, kemampuan institusi-institusi Bretton Woods yang semakin besar dalam mengatur perekonomian dunia mencerminkan perluasan dari kekuatan ekonomi politik AS (Peet, 2003: 53). Dalam prakteknya, Bretton Woods dan institusi-institusi yang dihasilkan bertujuan untuk mencegah perang. Bretton Woods dicirikan oleh adanya hubungan ketidaksamaan, terutama dalam hal ekonomi, di mana negara berkembang bergantung pada negara maju. Namun, dalam Bretton Woods ini negara-negara akan memasuki masa pasar bebas dengan tidak adanya otonomi dari pemerintah. Bretton Woods akan mendorong pasar kapitalis menjadi lebih agresif untuk berkembang secara global di luar batas dunia industri sekalipun. Pengaruh Keynes tentang peran pemerintah yang diperlukan dalam mengatur perekonomian pada saat itu hanya menjadi sekedar kompleksitas ekonomi-politik (Peet, 2003: 33). 3. Perbedaan Sistem Gold Standard dan Bretton Wood Pada saat itu, bursa moneter internasional didasarkan pada standar emas. Aturannya sangat sederhana, setiap mata uang nasional didukung oleh banyaknya 55
emas yang dimiliki oleh bank sentral negara tersebut. Uang tersebut bebas berkonversi menjadi emas dan diizinkan untuk melewati perbatasan Negara. Menurut Spero (1985), konferensi di Bretton Woods memungkinkan 3 hal. Pertama, yaitu kekuasaan terpusat pada sekelompok negara, khususnya di Amerika Utara dan Eropa Barat, di mana mereka dapat membuat keputusan terhadap seluruh sistem dunia. Kedua, kondisi pembuatan Bretton Woods memungkinkan negara-negara berkekuatan besar untuk “share” kepentingan bersama, terutama tentang kapitalisme, khususnya terhadap liberalisme klasik, di mana nantinya negara-negara ini akan mendasarkan perekonomiannya terhadap mekanisme pasar. Kondisi ketiga yaitu adanya kecenderungan AS untuk menjadi pemimpin. Tulisan Robert Gilpin (1987) tidak jauh berbeda dengan dua tulisan sebelumnya, Frieden dan Peet. Perbedaan mendasarnya hanya terletak pada rasionalisasi terbentuknya institusi moneter dan pandangan yang terletak pada perbedaan antara standar emas dan sistem Bretton Wood. Robert Gilpin tidak secara eksplisit menunjuk adanya suatu institusi moneter dalam tulisannya, sebaliknya Gilpin hanya mengungkapkan bagaimana institusi moneter itu menjalankan peran ekonomi sekaligus leadership semestinya melalui liquidity, adjustment, dan confidence. Sebaliknya ia menegaskan kronologi mengapa para ahli melihat perekonomian domestik dan internasional secara terpisah, sehingga muncul standar emas sebagai alat tukar perdagangan internasional. 1. Institusi moneter dalam Ekonomi Politik Internasional Berbeda dengan Frieden, Robert Gilpin seorang realis, mengutarakan pada awalnya para ahli ekonomi melihat bahwa sistem moneter internasional secara ekonomi dan politik bersifat netral (Gilpin, 1987:118). Dengan kata lain, sistem moneter dan sistem ekonomi politik tidak saling mempengaruhi satu sama lain. Namun para ahli ekonomi tidak memperhitungkan bahwa norma-norma dan konvensi-konvensi yang berhubungan dengan pengaturan sistem moneter pada era moderen juga mempengaruhi kekuatan suatu negara dan kesejahteraan negara. Artinya, ketika norma-norma dan konvensi itu disetujui dan diterapkan pada sistem dunia, maka akan terjadi perubahan yang signifikan terjadi dalam hal 56
pendistribusian
kekuasaan
dan
kesejahteraan
negara.
Dalam
hal
ini,
pendistribusian yang dialami oleh negara akan berbeda satu sama lain. Dengan kata lain, rezim moneter menekankan harga dan keuntungan yang berbeda dalam masing-masing negara. Dewasa ini, fungsi sistem moneter menjadi menjadi fokus yang penting dalam ekonomi internasional. Sistem moneter memfasilitasi pertumbuhan perdagangan dunia, investasi luar negeri dan interdependensi global (Gilpin, 1987:118). Selain itu, efisiensi dan stabilitas dalam sistem moneter internasional menjadi faktor yang penting dalam ekonomi politik internasional. Dengan kata lain, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sistem moneter internasional menjadi faktor yang penting dan krusial dalam dinamika ekonomi politik internasional dan tidak bisa menjadi suatu hal yang dipandang sebelah mata lagi. 2. Motif Institusi Moneter dalam Ekonomi Politik Internasional Motif institusi moneter menurut Gilpin adalah sudah sewajarnya menurut pada kepentingan nasional negara. Selaras dengan pemikiran realisme dimana perekonomian merupakan subordinat dari sistem politik dan proses politik yang ada maka setiap rezim moneter mesti berdasarkan pada tatanan politik tertentu. Karena sifat alamiah sistem moneter internasional mempengaruhi kepentingan nasional negara, maka negara mencoa untuk mempengaruhinya dan membuatnya melayani setiap kepentingan itu (Gilpin, 2006:119). Misalnya pada abad ke 19, Inggris berusaha untuk memonopoli sistem tersbut sehingga sesuai dengan kepentingannya. Sehingga sistem moneter pada saat itu mencerminkan kepentingan ekonomi dan politik Inggris. Kemudian kekuatan Inggris menurun seiring dengan kejatuhan sistem moneter pada tahun 1930an. Barangkali sistem moneter bisa politisasi menurut Gilpin, akan tetapi aliran barang dan uang dan emas masih suatu hal yang apolitik karena uang hanya bisa didapatkan melalui kegiatan mikroekonomi seperti jual beli dalam perdagangan. Oleh karena itu, sulit bagi pemerintah untuks secara langsung mengaturnya karena saat itu kegiatan mikroekonomi masih sangat kental dalam perdagangan sebelum era Depresi Hebat. Sebaliknya munculnya filosofi ekonomi menjelaskan bahwa sebenarnya perekonomian bisa dimasuki unsur politik pada setiap kebijakan yang melibatkan 57
pemerintahan,
kebijakan
demikian
kemudian
populer
dengan
sebutan
makroekonomi. Makroekonomi adalah bentuk intervensi pemerintah kemudian untuk mengatur berapa banyak uang yang beredar di masyarakat melalui kebijakan keuangan ketat atau longgar dan pajak. 3. Perbedaan Sistem Gold Standard dan Sistem Bretton Wood Perubahan nilai tukar dalam sistem moneter internasional telah menjadi suatu isu penting dalam studi Ekonomi Politik Internasional. Karena dalam kenyataannya perubahan sistem nilai tukar tidak cuma dipandang sebagai suatu permasalahan ekonomi, tetapi juga menjadi sangat politis karena berkaitan erat dengan kepentingan masing-masing negara. Pertengahan 1870an menjadi periode awal dari penggunaan sistem nilai tukar tetap dalam sistem moneter internasional. Sistem moneter internasional yang pertama kali berhubungan langsung dengan hegemoni internasional adalah kemunculan sistem standar emas klasik (the classical gold standard) yang dipraktekkan oleh Inggris berlangsung dari tahun 1870 hingga tahun 1914 (Gilpin 1987: 124). Pada sistem standar emas klasik ini, setiap negara menjadikan emas sebagai mata uangnya dan sistem nilai tukar yang dipakai adalah sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Karena semua negara menggunakan emas sebagai mata uangnya, maka cadangan internasional yang harus dimiliki setiap bank sentral juga harus berupa emas. Dalam hal ini pemerintah Inggris menetapkan nilai poundsterling dengan emas. Karena perkembangan industri dan perdagangan dunia yang berkembang pada abad 19 serta diperkuat dengan ditemukannya tambang emas di Amerika dan Afrika, maka sistem standar emas dipakai oleh banyak negara hingga era Perang Dunia I. Dengan adanya pengaturan dalam standar emas, kurs semua mata uang menjadi baku. Prinsip pokok sistem moneter dengan standar emas klasik adalah bahwa bank sentral setiap negara menjual dan membeli emas berdasarkan harga yang telah ditetapkan. Sementara dalam perdagangan internasional, transaksitransaksi yang dilakukan harus mengacu pada mata uang Inggris (Poundsterling) konskuensinya bank-bank sentral seluruh dunia dalam menentukan kurs atau nilai tukar standar emas harus mengacu pada kebijakan Bank of England. Persoalan 58
kedua muncul ketika bank sentral mesti mendapatkan emas terbatas dari kegiatan jual beli di sisi lain emas begitu banyak masuk dengan bebas dari pengusaha yang melakukan kegiatan di sektor pertambangan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dalam sistem standar emas: sistem di mana uang dalam negeri dijamin penuh dengan emas. Artinya setiap satuan uang tersebut (misalnya, satu rupiah) selalu bisa ditukar dengan emas murni seberat gram tertentu di Bank Sentral. Setelah Perang Dunia Dua sruktur finansial yang muncul adalah sistem Bretton Woods. Pertemuan para wakil dari 44 negara yang berlangsung pada bulan Juli 1944 di Bretton Woods, New Hemisphere, Amerika Serikat merupakan momen kelahiran sistem Bretton Woods yang kemudian ditandai dengan pembentukan IMF-International Monetary Fund (Dana Moneter Internasional) sebagai lembaga keuangan internasional yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dunia pasca Perang Dunia (Gilpin, 1987: 132). Salah satu misi dari terbentuknya lembaga ini adalah menjamin terciptanya full employment dan stabilisasi harga, sekaligus memungkinkan semua negara mencapai keseimbangan eksternal tanpa melakukan pembatasan perdagangan. Sistem Bretton Woods adalah suatu sistem yang mensyaratkan kurs mata uang dipatok dalam emas atau dollar Amerika Serikat. Dalam sistem ini bankbank pemerintah tiap negara selain AS diwajibkan untuk menjaga nilai kurs mata uang mereka dan dolar. Untuk itu mereka melakukan intervensi terhadap pasar mata uang asing. Bila mata uang satu negara terlalu tinggi terhadap dolar, maka bank pemerintahnya harus menjual mata uangnya dengan dolar agar menjaga nilai tukarnya. Sebaliknya, bila mata uangnya terlalu rendah, mereka harus membeli mata uang mereka sendiri agar menaikkan kembali nilainya. Dalam sebuah sistem memiliki fase-fase yang membuat sistem itu dinamis dan berkembang. Begitu juga dengan sistem moneter internasional. Pada awalnya, pada periode premodern, logam mulia atau uang koin, terutama emas dan perak, menjadi dasar dari sistem moneter internasional (Gilpin, 1987:119). Mata uang lokal dan internasional cenderung terpisah sangat jauh antara satu dengan yang 59
lain. Dengan kata lain, mata uang lokal tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap mata uang internasional, begitu juga sebaliknya. Jika nilai mata uang lokal menurun maka hal tersebut tidak akan membuat mata uang internasional ikut menurun. Hal ini dikarenakan tidak ada patokan yang pasti dan yang membuat keduanya saling berhubungan. Selain itu, perdagangan internasional tidak mengglobal seperti sekarang. Hanya wilayah negara-negara tertentu saja yang ikut berpartisipasi dalam perdagangan internasional. Dengan kata lain, tidak ada paraturan yang mengikat negara-negara untuk menggunakan mata uang internasional tersebut untuk digunakan dalam transaksi lokal. Sifat dasar dan peran dari mata uang internasional mulai berubah pada abad ke-16 dan abad ke-17 dengan ditemukannya emas dan perak di daratan Amerika dan ekspansi dari perdagangan internasional (Gilpin, 1987:121). Pemisahan antara uang lokal dan uang internasional runtuh sebagai konsekuensi munculnya gelombang arus yang hebat menuju Eropa terhadap logam mulia Dunia Baru, pertumbuhan moneterisasi terhadap ekonomi nasional, dan meningkatnya interdependensi ekonomi. Pada masa ini juga muncul teori yang memberikan kontribusi yang besar dan menjadi yang pertama pada ilmu ekonomi dan dasar daru perkembangan ekonomi liberal. Yaitu, teori price-specie flow yang dicetuskan oleh David Hume. Dalam teorinya, Hume mencoba untuk merespon terhadap obesesi negara-negara merkantilis untuk menimbun koin melalui keuntungan perdagangan atau ekspor dan ketakutan negara-negara tersebut bahwa kerugian perdagangan akan mengakibatkan hilangnya koin (Gilpin, 1987:121). Menurutnya, jika suatu negara menghasilkan koin dalam pembayaran untuk kelebihan ekspor melebihi impor, maka konsekuensi yang akan terjadi adalah meningkatnya cadangan uang yang akan mengakibatkan harga ekspor dan domestik akan naik. Hal ini akan membuat negara-negara lain akan berbalik tidak membeli barang tersebut. Sehingga membuat
kemampuan warga negara itu
sendiri dalam hal impor akan meningkat. Kemudian, ekspor negara akan turun dan impor akan naik. Teori ini memberikan kontribusi berupa pemaparan mengenai equilibrium sederhana
60
Meskipun teori tersebut memberikan kontribusi untuk mengkarakteristikkan hubungan sistem moneter internasional menuju abad ke-20, namun sifat dasar sistem moneter ber-revolusi pada sistem dunia modern berdasarkan kepada sejumlah perkembangan ekonomi politik itu sendiri (Gilpin, 1987:121). Dengan kata lain, sistem moneter berubah menjadi modern bukan karena teori tersebut, tetapi karena adanya perubahan signifikan dalam ekonomi politik. Bisa dari hubungan antara kedua bidang tersebut atau bisa jadi mengglobalnya ekonomi politik tersebut. Revolusi tersebut mempengaruhi perubahan moneter secara signifikan. Revolusi ini, atau sering disebut dengan revolusi keuangan, terjadi pada abad ke18 dan ke-19. Dimana ketika pemerintahan negara-negara mulai mengeluarkan uang kertas, munculnya perbankan moderen, dan perkembangbiakan alat kredit milik negara dan swasta (Gilpin, 1987:122). Untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemerintahan mengatur persediaan uang dan mengatur aktivitas ekonomi melalui proses pembuatan uang. Perubahan ini menimbulkan perselisihan yang serius antara otonomi ekonomi domestik dan tatanan moneter internasional. Karena mulai muncul hubungan yang mengikat antara keduanya, jika ekonomi domestik membuat uang terlalu banyak makan akan menimbulkan inflasi yang dapat membuat ekonomi internasional menjadi tidak stabil. Konflik tersebut dipecahkan dengan perumusan standar emas internasional (Gilpin, 1987:128). Sistem ini memberikan wewenang untuk bank sentral untuk membeli dan menjual emas dengan harga yang tetap. Kemudian warga-warga negara bisa mengekspor dan mengimpor emas dengan bebas. Sistem ini memberikan solusi dan penyesuaian terhadap kebutuhan bangsa dalam suatu negara untuk mempunyai kekayaan yang riil sebanyak-banyaknya namun tidak membuat guncang sistem ekonomi internasional. Perang Dunia I memberi konsekuensi terhadap sistem moneter internasional adalah terjadinya nasionalisasi sistem moneter dunia (Gilpin, 1987:128). Standar emas mulai jatuh dan digantikan oleh penyusunan floating rate. Hal ini seiring sejalan dengan berakhirnya kepemimpinan ekonomi Inggris dan jatuhnya interdependensi ekonomi. Sehingga pengendalian sistem ekonomi menjadi 61
otonomi negara kembali dan menjadi wewenang nasional kembali. Hal ini menimbulkan kekacauan ekonomi dan inflasi yang sangat hebat. Kemudian diadakan Konferesi Genoa yang membua standar pertukaran emas sebagai solusi masalah tersebut. Bagaimanapun, sistem ini hanya bertahan beberapa tahun saja, jatuhnya sistem ini menjadi salah satu faktor yang penting yang mempercepat terjadinya Great Depression pada tahun 1930an. Atas dasar trauma terjadinya Perang Dunia dan Great Depression, negaranegara demokrasi Barat menyusun dua perangkat prioritas ekonomi paska-perang (Gilpin, 1987:131). Pertama adalah mencapai pertumbuhan ekonomi dan full employment. Yang kedua adalah penciptaan tatanan ekonomi dunia yang stabil yang akan mencegah kembalinya nasionalisme ekonomi yang bersifat merusak pada tahun 1930an. Konferensi Bretton Wood pada tahun 1944 menjadi usaha untuk membuat tatanan ekonomi dunia yang stabil. Sistem Bretton Wood mempunyai beberapa ciri kunci (Gilpin, 1987:131). Sistem ini memimpikan dunia ketika pemerintahan suatu negara sangat bebas untuk mengejar sasaran ekonomi nasional, namun tatanan moneter berdasarkan pada fixed exchange rates. Selain itu, dibentuknya IMF untuk mengawasi pelaksanaan sistem moneter dan menyediakan pinjaman jangka menengah kepada negara yang kesulitan. Sistem ini juga mengijinkan suatu bangsa untuk mengubah exchange rate dengan persetujuan internasional. Namun, sistem ini mengalami kejatuhan seiring dengan outflows dolar yang mengakibatkan kekurangan dana kronis yang dialami oleh Amerika. Krisispun terjadi dan sistem Bretton Woods jatuh. Sistem juga memberikan kontribusi yang nyata. Dengan munculnya hegemoni Amerika sebagai pengontrol sistem moneter dunia dengan dolar sebagai acuan nilai tukar utama, dimana 1 ons emas seharga $35. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem moneter menjadi faktor yang penting dalam dinamika ekonomi politik internasional. Sebagai sistem, moneter internasional inipun mengalami dinamika dan juga tahapan-tahapan yang cukup signifikan. Hal ini dikarenakan antara sistem moneter dan ekonomi politik internasional saling mempengaruhi dinamika satu sama lain. 62
OPINI Perihal intervensi pemerintah dalam kegiatan ekonomi: ide dari intervensi politik di pasar sudah terdapat pada ekonomi politik klasik. Pemerintah boleh campur tangan dalam kasus kegagalan pasar, untuk menyediakan barang kolektif publik. Namun pada dasarnya para ahli ekonomi liberal tidak mempercayai bahwa ada hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan perkembangan politik, dalam pandangan mereka ekonomi berjalan maju, sedangkan politik berjalan mundur (Gilpin 1987: 30). Dari pemikiran Smith berubah menjadi pemikiran Keynes yang menganggap perlu adanya campur tangan pemerintah serta perhitungan tentang perbandingan konsumsi serta hasil produksi. Pemikiran Keynes pula yang dipakai Amerika Serikat utuk menanggulangi krisis ekonomi yang terjadi, terlihat pada adanya program New Deal dan pembentukan the US Employment Act of 1946.(Collins 1981) Hal tersebut menunjukkan bahwa pemikiran Keynes mulai dipakai dan menyebar luas di pemerintahan. Pada saat itu juga Amerika Serkat menyadari bahwa perlu adanya negara yang bertanggung jawab dan berusaha untuk mengembalikan keadaan dengan bekerja sama untuk mengatur sistem ekonomi internasional. Intervensi dari pemerintah berupa pengaturan terhadap perekonomian domestik dan mengkombinasikannya dengan sistem ekonomi internasional. Terdapat pula institusi internasional yang berperan dalam menstabilkan system yang berlaku agar setiap negara mampu berperan sesuai posisinya dalam ekonomi pasar global dalam mengatasi dan mengurangi hambatan ekonomi melalui treaty dalam GATT (sekarang WTO). Bretton Woods merupakan hasil reaksi dari suatu negara yang berupa proteksionisme. Menurut Adam Smith, hasil yang diinginkan suatu negara bukan didasarkan pada kehilangan yang dialami negara lain, namun keuntungan negara ketika mereka berhasil melakukan perdagangan dengan negara lain dalam pasar dunia yang bebas. Kami setuju manakala Bretton Woods merupakan bentuk upaya perdamaian negara-negara dalam situasi yang masih tegang pasca Perang Dunia II. Perdamaian yang ingin dicapai didukung dengan adanya faktor lain seperti ketergantungan dan keinginan tentang adanya pemerataan ekonomi serta militer di setiap negara. Ketdiaksamaan akan tingkat ekonomi dan politik suatu negara 63
dalam perdagangan internasional menjadi instrumen dari kekuatan nasional. (Hirschman1945). Ketergantungan yang terjadi antara Utara dan Selatan memperlihatkan bahwa pemahaman liberal klasik hanya dimiliki oleh negaranegara yang maju saja seperti Amerika Serikat dan Inggris. Bretton Woods terjadi karena adanya ketidaksamaan ekonomi terutama dalam hal pengembangannya. Bretton Woods juga menunjukkan adanya “nafsu” dari kaum kapitalis untuk melakukan ekspansi secara global terhadap negara yang industrinya masih dalam tahap berkembang. Bretton Woods sangat memegang prinsip liberalisasi ekonomi modern dengan mengandalkan pada insitusi moneter yang berperan sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi sekaligus mengurangi hambatan-hambatan proteksi negara terhadap kegiatan impor negara lain. Keududukan Amerika serikat dalam Bretton Woods sebenarnya menolak sebagai pemimpin dalam perekonomian. Namun pada kenyataannya Amerika memiliki hampi sebagian besar investasi jangka panjang dalam berbaga institusi moneter seperti IMF dan IBRD. Hal ini tidak lain adalah sebagai upaya untuk mem-politisasi perekonomian internasional secara makro sehingga perekonomian internasional tersebut selalu berada pada arah melayani kepentingan nasional Amerika serikat. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri, sesuai dengan pernyataan Gilpin sebelumnya bahwa perekonomian hanyalah sebagai subordinate kepentingan nasional suatu negara dan merupakan power yang esensial untuk menentukan posisi negara secara struktural dalam perekonomian internasional. SUMBER Frieden, Jeffrey A. 2006. “The Bretton-Wood System in Action”, dalam Global Capitalism: Its Fall and Rise in the Twentieth Century. New York: W.W. Norton & Co. Inc., pp. 278-300 Peet, Richard. 2003. “Bretton-Woods: Emergence of a Global Economic Regime”, dalam Unholy Trinity: The IMF, World Bank and WTO. London: Zed Books, pp. 27-55
64
Gilpin, Robert. 1987. “International Money Matters”, dalam The Political Economy of International Relations. Princeton: Princeton University Press, pp. 118-170
65