Kelemahannya, bibit lada asal stek tersebut memiliki perakaran yang kurang .....
pertumbuhan dan permunculan tunas pucuk (meristem pucuk), maka secara ...
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Respon Pertumbuhan Bibit Stek Lada (Piper Nisrum L.) Terhadap Pemberian Air Kelapa dan Berbagai Jenis CMA Oleh: Hendra Aguzaen Abstract Experiment about growth response of pepper grafting seed (Piper Nigrum L) to coconut water drop and kinds of CMA is carried out since in March – August 2004 in farming land Koto Tingga, Pasar Ambacang padang West Sumatra. This experiment aims: a) to know interaction between coconut water concentrate and CMA to rising of pepper grafting seed growth, b) to get the best cocout water concentrate, c) to get the best CMA that is symbiotic and able to raise pepper grafting seed growth. This experiment is designed in random group design (RAK) factorial 3 x 4 repeated 3 times, the data is analysed and DMRT tested. Interaction between coconut water interaction and CMA is intangible. G. Manihotis and G. Rosae raise pepper grafting seed better than G. Fasciculatum. Coconut water concentrate 25% more efficient than concentrate 50%. Key words: pepper, Piper Nigrum L, CMA
PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara pengekspor lada (Piper nisrum Linn) terbesar di dunia. Pada tahun 2001, volume ekspor lada nasional sebesar 53.594 ton atau 27% dari kebutuhan lada dunia. Akan tetapi produktivitas lada nasional per satuan luas lahan masih rendah, yaitu 0,5 ton/ha (Rismunandar dan H.M. Riski, 2003). Untuk itu perlu dilakukan peningkatan kualitas dan kuantitas produksi lada nasional, baik secara ekstensifikasi maupun intensifikasi. Permasalahannya saat ini terletak pada teknik budidaya, terutama pembibitan yang belum dilakukan secara tepat. Stek memegang peranan penting dalam pembibitan tanaman lada karena lebih efektif, efesien dan praktis, serta bibit yang dihasilkan mempunyai sifat yang sama dengan pohon induknya. Kelemahannya, bibit lada asal stek tersebut memiliki perakaran yang kurang baik. Menurut Wahid et al. (1996) dan Rismunandar (2000), bibit lada asal stek hanya memiliki akal lateral sebagai akar utama, jumlahnya terbatas dan akar serabutnya berada hanya pada lapisan oleh saja. Hal ini menyebabkan jangkauan dan permukaan serapan akar tanaman menjadi terbatas, sehingga kemampuan penyerapan hara dan air menjadi rendah serta kurang efektif dan efisien. Untuk itu dibutuhkan suatu paket teknologi perkebunan yang mampu memperbaiki sistem penakaran serta meningkatkan kemampuan serapan hara tanaman lada. Pada perbanyakan secara vegetatif dengan stek, pemberian ZPT dimaksudkan untuk merangsang dan memacu terjadinya pembentukan akar stek. Sehingga perakaran stek akan lebih baik dan lebih banyak. Air kelapa telah lama dikenal sebagai salah satu sumber ZPT terutama sitokinin, auksin dan giberelin (Prawiranata et al.,1988; Wattimena, 1988; Gardner, 1991). Sehingga cukup berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai salah satu sumber ZPT alami
Kaprodi Agronomi FP Univ. Baturaja dan Alumni Magister Teknologi Pertanian UNAND
Hendra Aguzaen, Hal; 36 - 47
36
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
yang ramah lingkungan, murah dan mudah didapat. Hasil penelitian Dwipa (1992) menunjukkan bahwa pertumbuhan serta perkembangan akar dan tajuk dari stek lada (cabang orthotop) dapat ditingkatkan degan perendaman stek selama 8 jam dalam 25% air kelapa muda, dan untuk stek lada perlu (dari cabang plagiotrop) direndam dalam 25-50 % air kelapa selama 12 jam (Ben dan Syukur, 2003). Pemberian air kelapa saja belum cukup untuk meningkatkan kemampuan serapan hara dan air oleh akar bibit stek lada, karena jangkauan serapan akar serabutnya terbatas hanya pada lapisan tanah olah saja. Untuk itu masih perlu didukung dengan penginokulasian cendawan mikoriza. Cendawa Mikoriza Arbuskula (CMA) merupakan salah satu jenis cendawa mikoriza yang mampu bersimbiosis secara mutualistik dengan tanaman/tumbuhan tingkat tinggi. Keberadaan hifa eksternal cendawa mikoriza yang ukurannya lebih panjang dan halus dibandingkan rambut akar, dapat memperluas luas permukaan serapan akar (Setiadi, 1989; Subiksa, 2002), sehingga serapan hara dan air oleh bibit stek lada dapat lebih ditingkatkan, terutama pada kondisi tanah yang kritis (Husin, 1992). Cendawan mikoriza mampu menginfeksi hampir semua jenis tanaman. Akan tetapi hubungannya simbiosis ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kesesuaian antara jenis cendawan mikoriza dengan tanaman inang. Sebagaimana yang dilaporkan Rahmansyah dan Suciatmih (1999) bahwa CMA jenis Glomus manihotis, Glomus etunicatum dan Glomus mikroagregatum yang di inokulasikan pada tanaman kacang tanah, ternyata mempunyai kemampuan menginfeksi yang berbeda yaitu masing-masing sebesar 90%, 80%, 70%. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tingkat kesesuaian jenis CMA dengan eskudat akar tanaman inang. Selanjutnya Armansyah (2001) melaporkan bahwa inokulasi CMA jenis Glomus manihotis pada bibit gambir mampu meningkatkan laju tumbuh relatif, laju asimilasi bersih dan rasio tajuk-akar dimana masing-masing sebesar 154,4%, 151,9%, dan 147,6%. Kemudian dari hasil penelitian Susi (2003) dilaporkan bahwa penginokulasian Glomus fasciculatum dapat meningkatkan pertumbuhan bibit cengkeh. Sebelumnya Setiadi (1998) juga melaporkan bahwa berat kering tajuk bibit kopi Arabika yang diinokulasi dengan Glomus intraradices, 55% lebih berat dari pada bibit tanpa inokulasi cendawan mikoriza. Dari uraian di atas, pemberian air kelapa diharapkan mampu mempercepat inisiasi dan meningkatkan jumlah akar bibit dari stek lada, sehingga akan semakin banyak akar yang dapat diinfeksi oleh CMA. Sehubungan dengan itu telah dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan air kelapa dan berbagai jenis CMA untuk mengatasi permasalahan prakaran serta serapan hara dan air dari bibir stek lada. Penelitianini bertujuan untuk; a) mengetahui interaksi antara konsetrasi air kelapa dan jenis CMA tehadap peningkatan pertumbuhan bibit stek lada; b) mendapatkan konsentrasi air kelapa yang terbaik terhadap peningkatan pertumbuhan bibit stek lada; dan c) mendapatkan jenis CMA terbaik yang mampu bersimbiosis serta meningkatkan pertumbuhan bibit stek lada. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan percobaan pot yang telah dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2004 pada lahan pertanian di dusun Koto Tingga, Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Padang Sumatera Barat. Sedangkan analisa laboraturium dilakukan di Laboraturium Jurusan Budidaya, Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) berpola faktorial 3 x 4 yang diulang 3 kali. Faktor pertama adalah konsentrasi air perendaman (air kelapa) dengan 3 taraf, yaitu; tanpa air kelapa atau air murni (Z0), 25% air kelapa (Z1) dan
Hendra Aguzaen, Hal; 36 - 47
37
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
50% air kelapa (Z2). Faktor kedua adalah inokulasi jenis CMA yang terdiri dari 4 perlakuan, yaitu; tanpa CMA (M0), G. manihotis (M1), G. Fasciculatum (M2) dan G. rosae (M3). Media pembibitan yang digunakan adalah tanah jenis Ultisol yang diambil dari kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Andalas di Limau Manis Padang, pada kedalaman 020 cm. Tanah tersebut dikering anginkan selama 3 hari, kemudian diayak dengan ayakan 0,5 cm. Tanah dicampur dengan pupuk kandang (kotoran sapi) secara merata dengan perbandingan 4 bagian tanah dan 1 bagian pupuk kandang, lalu disterilkan dengan alat sterilisasi tanah elektrik pada suhu 1500C selama 1.5 jam. Setiap pot percobaan diisi sebanyak 2 kg media tersebut, kemudian disiram dengan air sampai lembab, lalu diinkubasi selama seminggu sebelum ditanam. Bahan stek lada berupa stek satu ruas berdaun tunggal (varietas Kerinci) yang berasal dari sulur pajat (cabang orthotrop). Ruas yang diambil adalah ruas yang berada antara ruas ke 5-9 dari ujung sulur panjat. Inokulan CMA yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari inokulan yang megandung single spora, yang terdiri dari jenis Glomus manihotis, Glomus fasciculatum dan Gigasporarosae yang telah dibiarkan pada media pasir sungai dengan tanaman inang jagung. Inokulan CMA ini diperoleh dari Laboraturium Mikrobiologi Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Air kelapa yang digunakan berasal dari buah kelapa tua (matang), dengan kriterial a) kulit buah telah berwarna coklat (sebagian atau seluruhnya) dan telah berserabut; b) tempurung telah keras dan berwarna coklat tua; dan c) daging buah sudah bersantan. Air kelapa diambil dan dipisahkan dari buah kelapa tersebut. Konsentrasi 25% (Z1) dan 50% (Z2) air kelapa didapat melaluis pengenceran dengan menambah air bebas ion (aquades). Stek direndam selama 12 jam dalam larutan perendaman sesuai perlakuans konsentrasi air kelapa. Perlakuan Z0 direndam hanya dengan air bebas ion (aquades), Z1 direndam dalam konsentrasi 25% air kelapa dan Z2 direndam dalam 50% air kelapa. Semua stek yang telah mendapatkan perlakuan Z0, Z1 dan Z2 langsung ditanam pada media tanah dengan kedalaman 4 cm, dan bersamaan dengan itu diberikan perlakuan CMA sesuai perlakuan percobaan (M0, M1, M2, dan M3). Inokulan CMA diberikan sebanyak 25 g yang ditaburkan secara merata disekeliling pangkal stek dengan radius 2 cm pada kedalaman 5 cm dari permukaan tanah media tanah. Setiap polybag ditanam satu stek, dan selanjutnya disusun (sesuai satuan percobaan) di bawah naungan lalu ditutup sungkup plastik transparan. Naungan dan sungkup yang dibuat bersifat kolektif. Penaungan bibit dilakukan sejak awal minggu pertama (penanaman) sampai minggu ke 18. Sedangkan sungkup plastik transparan dibuka setelah bibit stek lada berumur 6 minggu setelah tanam (mst). Penyiraman dilakukan pada pukul 08.00, 12.00 dan 16.00 WIB. Selama empat minggu pertama. Kemudian pada minggu ke 5 – 6 penyiraman dilakukan pada pukul 08.00s dan 16.00 WIB, setelah minggu ke enam dan seterusnya penyiraman dilakukan pada pukul 08.00 WIB. Penyiangan gulma dilakukan secara mekanis dengan pencabutan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai kondisi di lapangan, dengan menggunakan tindakan secara mekanis. Pengamatan yang dilakukan terhadap pertumbuhan dan analisis tumbuh bibit stek lada meliputi peubah; panjang batang, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, umur bibit saat tunas beruas lima, dan rasio tajuk-akar (Rasio T-A). Sedangkan pengamatan terhadap infeksi CMA pada akar bibit stek lada meliputi persentase infeksi CMA dan intensitas infeksi CMA. Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan jika F-Hitung perlakukan berbeda nyata pada taraf 5% dilanjutkan dengan Uji Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Hendra Aguzaen, Hal; 36 - 47
38
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Rangkuman Nilai F-Hitung dari Data Semua Peubah Pengamatan yang Dikumpulkan Inokulasi Jenis CMA
Peubah a. Perubah bibit Panjang batang Jumlah daun Luas daun Panjang akar terpanjang Jumlah akar Berat kering Umur bibit saat beruas lima b. Analisis tumbuh bibit Rasio T-A c. Infeksi CMA pada akar Persentase infeksi CMA Intensitas infeksi CMA
Konsentrasi Air Kelapa
Interaksi
6,335 * 3,065 * 5,848 * 2,753 tn 5,532 * 5,285 * 4,472 *
22,664 10,260 7,815 7,220 8,069 12,609 12,094
* * * * * * *
1,662 0,600 0,715 0,713 1,675 0,987 0,411
tn tn tn tn tn tn tn
1,647 tn
1,553 tn
0,561 tn
30,474 * 9,546 *
4,537 * 7,281 *
1,503 tn 1,619 tn
* = nyata pada taraf 5%, tn = tidak nyata pada taraf 5%
Dari hasil percobaan terlihat bahwa tidak ada pengaruh interaksi antara jenis CMA dan konsentrasi air kelapa terhadap semua perubah parameter pertumbuhan bibit dan analisis tumbuh bibit stek lada serta parameter infeksi CMA yang diuji (Tabel 1). Hal ini menggambarkan bahwa tidak ada saling ketergantungan antara air kelapa dan CMA dalam mempengaruhi pertumbuhan bibit stek lada. Meskipun air kelapa mampu meningkatkan jumlah akar bibit stek lada serta meningkatkan persentase dan intensitas infeksi CMA (Tabel 2). Akan tetapi, tingkat keberhasilan dan efektifitas simbiosis mutualisme antara CMA dengan bibit stek lada lebih ditentukan oleh tingkat kesesuaian antara keduanya. Hormon auksin, sitokinin dan giberelin yang terkandung dalam air kelapa (Prawinata, 1998; Wattimena, 1988; Garner et al., 1991) sama dengan hormon yang dihasilkan CMA (Setiadi, 1989; Harran et al., 1992), diduga sebagai salah satu penyebab tidak adanya pengaruh interaksi antara jenis CMA dengan konsentrasi air kelapa. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh konsentrasi auksin, sitokinin dan giberilin yang tinggi pada bibit stek lada (karena perlakuan CMA dan air kelapa) menjadi kurang efesien untuk meningkatkan pertumbuhan bibit tersebut. Diduga kebutuhan hormon auksin, sitokinin dan diberelin bibit stek lada untuk mendukung pertumbuhannya telah terpenuhi hanya oleh CMA atau air kelapa saja. Pada Tabel 1. juga terlihat bahwa perlakuan pemberian air kelapa ataupun penginokulasian CMA nyata mempengaruhi 9 dari 10 (90%) peubah yang diamati. Hasil ini gambarkan bahwa pemberian air kelapa ataupun penginokulasian bibit stek lada dan tingkat infeksi CMA pada akar bibit stek lada selama masa pembibitan.
Hendra Aguzaen, Hal; 36 - 47
39
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Pengaruh Pemberian Air Kelapa Tabel 2. Rangkuman Hasil Uji DMRT Terhadap Data Semua Peubah Pertumbuhan Bibit Stek Lada dan Infeksi CMA sebagai Akibat Perlakuan Konsentrasi Air Kelapa. Pengaruh Utama Konsentrasi Air Kelapa 0% 25% 50%
Peubah a. Perubah bibit Panjang batang Jumlah daun Luas daun Panjang akar terpanjang Jumlah akar Berat kering Umur bibit saat beruas lima b. Analisis tumbuh bibit Rasio T-A c. Infeksi CMA pada akar Persentase infeksi CMA Intensitas infeksi CMA
13,55 a 8,63 a 143,75 a 23,38 a 9,84 a 1,22 a 13,83 a
18,94 11,50 210,42 28,76 11,88 1,75 12,81
b b b b b b b
20,34 11,83 205,04 27,09 12,04 1,76 12,25
b b b b b b b
1,7 a
1,62 a
1,67 a
17,48 a 1,06 a
24,21 b 1,21 b
25,31 b 1,25 b
Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf kecil sama berbeda tidak nyata menurut DMRT pada taraf nyata 5%.
Dari hasil percobaan ini, secara umum terlihat bahwa perendaman stek lada dalam air kelapa mampu meningkatkan pertumbuhan bibit stek lada. Konsetrasi 25% dan 50% ari kelapa sama baiknya dan mampu meningkatkan pertumbuhan bibit stek lada secara nyata pada hampir semua peubah pengamatan yang diuji, seperti; panjang batang, jumlah dan luas daun, panjang dan jumlah akar, berat kering, umur bibit saat tunas beruas lima, serta persentase dan intensitas infeksi akar oleh CMA (Tabel 2). Keadaan ini mengindikasikan bahwa konsentrasi 25% air kelapa lebih efisien dari pada konsentrasi 50% dalam memacu dan meningkatkan pertumbuhan bibit stek lada. Hal ini mungkin berhubungan dengan konsentasi hormon auksin, sitokinin dan giberilin dalam 25% air kelapa yang diduga sudah cukup efektif untuk memacu dan meningkatkan pertumbuhan bibit stek lada, terutama dalam merangsang dan memacu pertumbuhan awal stek (inisiasi akar dan tunas stek). Dugaan ini diperkuat oleh laporan penelitian Dwipa (1992), dimana perendaman stek lada selama 8 jam dalam 25% air kelapa muda mampu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan akar serta tajuk bibit stek lada selama masa pembimbibitan. Pada awalnya, pemberian ZPT pada stek dimaksudkan untuk merangsang dan memacu terjadinya pembentukan akar stek, sehingga perakaran stek menjadi lebih lebih baik dan lebih baik banyak (Rochiman dan Harjadi, 1973). Dari hasil percobaan ini terlihat bahwa perendaman stek dalam 25% dan 50% air kelapa nyata meningkatkan jumlah akar dan panjang akar terpanjang bibit stek lada dibandingkan dengan control. Selanjutnya Ben dan Syukur (2003) juga melaporkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan akar stek satu ruas berdaun tunggal lada perdu dapat dipacu jika stek direndam dalam 25-50% air kelapa selama 12 jam. Sebelumnya Krishnamoorty (1981) melaporkan bahwa untuk mempercepat inisiasi akar stek, memperbanyak jumlah akar per stek, dan meningkatkan persentase stek berakar dapat dilakukan dengan pemberian air kelapa. Hal ini berhubungan dengan keberadaan zat-zat aktif, terutama auksin dan sitokinin yang berperan dalam merangsang dan memacu inisiasi akar stek lada. Hendra Aguzaen, Hal; 36 - 47
40
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Auksin (IAA) bersama kofaktor perakaran (umumnya vitamin) akan membentuk kompleks IAA-kofaktor, kemudian bersama glukosa/karbohidrat, nitrogen dan zat hara lainnya akan mendorong terbentuknya inisiasi akar (Hartman dan Kester, 1978). Keberadaan auksin pada selang konsentrasi sempit/rendah diperlukan untuk merangsang dan memacu inisiasi akar pada jaringan kalus yang berbentuk di stek. Sedangkan pada selang konsentrasi luas/tinggi, auksin justru akan menghamba inisiasi akar, namun keberadaanya bersama sitokinin masih mampu merangsang inisiasi akar (Wattimena, 1988; Gardner et al., 1991). Hal ini mengindikasikan bahwa auksin dan sitokinin bekerja sinergis dalam merangsang dan memacu inisiasi akar stek lada. Sebelumna Harjadi (1984) mengemukakan bahwa karbohidrat juga berperan dalam meningkatkan laju pembelahan sel jaringan meristem pada kambium, titik tumbuh batang dan ujung akar, termasuk panjang akar. Dengan demikian, semakin banyak terbentuk inisiasi akar pada stek lada berarti semakin banyak pula jumlah akar bibit stek lada. Selanjutnya, semakin cepat terbentuk inisiasi akar pada stek lada berarti semakin panjang akar tersebut, sehubungan dengan bertambahnya umur bibit. Kemampuan serapan akar bergantung pada luas permukaan serap akar yang dipengaruhi oleh jumlah dan panjang akar. Peningkatan jumlah dan panjang akar akan meningkatkan serapan hara dan air tanaman, sehingga aktifitas fotosintesisi tanaman untuk menghasilkan bagian tanaman, dan terakumulasi sebagai bahan/berat kering tanaman. Asimilat yang ditranslokasikan ke akar akan digunakan untuk keperluan pertumbuhan akar, sedangkan yang ke tajuk untuk keperluan pertumbuhan tajuk, terutama tunas, batang dan daun. Hal ini sesuai pendapat Prawiranat et al. (1989) bahwa produksi asimilay dan akumulasi bahan kering tanaman dapat ditingkatkan jikas unsur hara yang tersedia cukup. Selain merangsang dan memacu pertumbuhan akar tanaman, hormon pertumbuhan juga berperan dalam merangsang dan memacu pertumbuhan tunas stek, termasuk pembentukan daun dan batang. Dari hasil percobaan ini terlihat bahwa perendaman stek lada dalam 25% dan 50% air kelapa mampu meningkatkan panjang batang, jumlah daun dan luas daun dibandingkan kontrol (Tabel 2). Ini sesuai dengan laporan penelitian Dwipa (1992), dimana perendaman stek lada selama 8 jam dalam 25% air kelapa mampu meningkatkan pertumbuhan tajuk bibit stek lada terutama panjang batang dan jumlah daun selama masa pembibitan. Keadaan ini disebabkan oleh keberadan hormons auksin, sitokinin dan giberelin yang terkandung dalam air kelapa, setelah diserap dan ditranslokasikan ke tunas stek dapat merangsang dan memacu pertumbuhan tunas stek laad. Dugaan ini diperkuat oleh pendapat Wattimena (1988) dan Gardner et al.i (1991) yang menyatakan bahwa pertumbuhan dan pemunculan tunas dikendalikan oleh hormon auksin dan sitokinin yang bekerja sinergis. Batang tanaman lada terdiri dari ruas dan buku, dimana pada setiap bukunya terdapat sehelai daun dengan duduk tunggal berseling (Rismunandar, 2000). Jadi setiap terjadi pertumbuhan dan permunculan tunas pucuk (meristem pucuk), maka secara langsung akan menghasilkan pertambahan panjang batang bibit stek lada. Pertambahan panjang batang bibit lada juga dapat terjadi melaluis pertambahan panjang ruas antar buku batang. Auksin dan giberelin merupakan hormon-hormon yang diduga berperan dalam memperpanjang ruas antar buku bibit stek lada. Auksin berperan aktif dalam mendorong pembesaran sel-sel ruas batang, sedangkan giberelin lebih aktif terutama dalam merangsang dan memacu pembelahan serta perbesaran sel-sel ruas batang (Wattimena, 1988; Gardner et al., 1991; Sallisbury dan Ross, 1995). Pada setiap pertambahan ruas karena pertumbuhan dan pemunculan tunas baru (tunas puncak dan tunas samping/ketiak), selalu dihasilkan daun baru. Hal ini berarti bahwa auksin dan sitokinin secara tidak langsung berperan dalam perningkatan jumlah daun bibit stek lada. Hendra Aguzaen, Hal; 36 - 47
41
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Jika jumlah daun meningkat maka luas permukaan daun bibit stek lada juga relatif meningkat. Selanjutnya, keberadaan auksin dan sitokinin di daun akan merangsang pembelahan dan perbesaran sel-sel daun muda sampai ukuran habitusnya, sehingga luas permukaan daun bibit juga meningkat (Wattimena, 1988; Gardner et al., 1991; Salisbury dan Ross, 1995). Peningkatan panjang batang, jumlah dan luas daun, serta jumlah dan panjang akar juga berarti peningkatan berat kering. Dari hasil percobaan ini terlihat bahwa konsentrasi 25% dan 50% air kelapa adalah sama baiknya dan secara nyata meningkatkan berat kering bibit stek lada dibandingkan dengan kontrol. Selanjutnya, berat kering tanaman akan terakumulasi lebih banyak di tajuk dari pada di akar, sehingga penampilan tajuk dan kecepatan pertumbuhannya juga dapat mencerminkan tingkat pertumbuhan tanaman tersebut. Menurut Wahid et al. (1996) dan Rismunandar (2000), bibit tanaman lada yang berasal dari stek satu ruas berdaun tunggal, telah siap tanam dan dapat dipindahkan ke lapangan jika tunas/batangnya sudah memiliki lima ruas. Pada percobaan ini juga terlihat bahwa konsentrasi 25% dan 50% air kelapa adalah sama baiknya dan secara nyta dapat mempersingkat umur bibit stek lada saat tunas/batang beruas lima dibandingkan dengan kontrol. Hal ini berarti bahwa perlakuan 25% dan 50% air kelapa mampu mempersingkat masa pembibitan bibit stek lada stek satu ruas berdaun tunggal. Hasil terebut sesuai dengan laporan Lufdy dan Ernawati (1978) dalam Wahid et al. (1996), dimana perendaman stek dalam 25% air kelapa selama 12 jam dapat meningkatkan pertumbuhan bibit stek lada asal sulur panjat. Keadaan tersebut disebabkan oleh keberadaan hormon auksion, sitokinin dan giberelin dari air kelapa yang dapat memacu dan meningkatkan pertumbuhan bibit stek lada, terutama dalam merangsang dan memacu pertumbuhan awal stek (inisasi akar stek dan tunas stek). Selanjutnya pada tunas stek yang baru tumbuh tersebut akan muncul/tumbuh ruas batang (ruas pertama) dan sehelai daun (daun pertama) yang merupakan tajuk awal bibit stek laad. Keberadaan tajuk awal ini, terutama daun pertama diduga berperan penting untuk meningkatkan aktifitas fotosintesis dan produksi asimilat guna mendukung pertumbuhan bibi stek lada selanjutnyas. Rasio T-A merupakan gambaran pola pendistribusian porsi asimilasi antara tajuk dan akar tanaman. Dari hasil percobaan ini terlihat konsentrasi 25% dan 50% air kelapa menghasilkan rasio T-A bibit stek lada yang lebih rendah dari pada kontrol, meskipun secara statitik tidak nyata (Tabel 2). Kondisi ini justru menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan akar bibit stek lada yang mendapat perlakuan air kelapa lebih baik dibandingkan dengan bibit tanpa perlakuan air kelapa. Keadaan tersebut disebabkan oleh pengaruh positif air kelapa (konsentrasi 25% dan 50%) terhadap peningkatan pertumbuhan akar bibit stek lada, terumata jumlah akar dan panjang akar terpanjang. Pada Tabel 2 juga terlihat bahwa perlakuan perendaman stek dalam 25% dan 50% air kelapa nyata meningkatkan presentase dan intensitas infeksi CMA pada akar bibit stek lada dibandingkan dengan tanpa air kelapa. Konsentrasi 50% air kelapa menghasilkan angka pengujian persentase dan intensitas infeksi CMA yang tertinggi, akan tetapi sama baiknya dengan kosentrasi 25%. Keadaan ini diduga berhubungan dengan keberadaan hormon auksin dan sitokinin air kelapa yang dapat merangsang dan memcau inisiasi akar stek lada. Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), pada perbanyakan secara vegetatif, pemberian ZPT pada stek dimaksudkan untuk merangsang dan memacu pembentukan akar stek, sehingga akar stek menjadi lebih cepat terbentuk dan lebih banyak. Danm dari hasil penelitian Dwipa (1992) dilaporkan bahwa perendaman stek dalam 25% air kelapa selama 8 jam mampu meningkatkan jumlah akar per bibit stek lada sebesar 16,4% dibandingkan kontrol. Dengan demikian, semakin banyak jumlah akar per bibit stek lada sebesar 16,4% dibandingkan kontrol. Dengan demikian, semakin banyak jumlah akar bibit stek lada yang terbentuk, maka Hendra Aguzaen, Hal; 36 - 47
42
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
kemungkinan akar bibit untuk dapat diinfeksi oleh CMA akan semakin besar/banyak, dan ini berarti meningkatkan persentase infeksi akar oleh CMA. Kemudian, semakin cepat inisiasi akar terjadi maka kemungkinan CMA untuk menginfeksi akar bibit stek lada juga akan semakin cepat. Selanjutnya persentase dan intensitas pada akar bibit ini akan terus meningkat dengan meningkatnya pertumbuhan bibit stek lada bersama waktu/umur bibit. Pengaruh Inokulasi CMA Secara umum jenis G. manihotis sama baik dengan G. rosae, dan kedua jenis ini secara nyata dapat meningkatkan pertumbuhan bibit stek lada, terutama terhadap perubah panjang batang, jumlah daun, luas daun, jumlah akar dan berat kering, serta dapat mempersingkat umur bibit saat tunas beruas lima dibandingkan kontrol (Tabel 3). Sedangkan jenis G. fasciculatum memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap peningkatan panjang tunas, luas daun dan berat kering bibit stek lada dibandingkan kontrol. Keadaan ini menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit stek lada akan lebih baik jika diinokulasi CMA jenis G. manihotis atau G. rosae dari pada jenis G. fasciculatum. Hal ini juga berarti bahwa CMA jenis G. manihotis dan G. rosae memiliki tingkat kesuaian yang lebih baik dari pada jenis G. fasciculatum terhadap bibit stek lada sebagai tanaman inang. Tabel 3. Rangkuman Hasil Uji DMRT Terhadap Data Semua Peubah Pertumbuhan Bibit Stek Lada dan Infeksi CMA sebagai Akibat Perlakuan Inokulasi CMA Pengaruh Utama Inokulasi Jenis CMA Tanpa CMA G. manihotis G. rosae
Peubah a. Perubah bibit Panjang batang Jumlah daun Luas daun Panjang akar terpanjang Jumlah akar Berat kering Umur bibit saat beruas lima b. Analisis tumbuh bibit Rasio T-A c. Infeksi CMA pada akar Persentase infeksi CMA Intensitas infeksi CMA
14,9 a 9,00 a 140,11a 24,06 a 9,67 a 1,27 a 13,78 a
20,07 c 11,39 b 217,94 b 27,44 a 11,78 b 1,81 b 12,67 b
17,04 ab 11,22 b 172,22 ab 28,51 b 11,17 b 1,56 ab 12,89 b
18,42 bc 11,00 b 215,33 b 25,63 a 12,40 b 1,68 b 12,52 b
1,63 a
1,68 a
1,61 a
1,72 a
4,85 a 1,00 a
32,72 c 1,28 c
21,21 b 1,14 b
30,57 c 1,26 bc
Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf kecil sama berbeda tidak nyata menurut DMRT pada taraf nyata 5%.
Keadaan tersebut juga didukung oleh data hasil pengamatan persentase dan intensitas infeksi CMA pada akar bibit stek lada. Jenis G. manihotis dan G. rosae menghasilkan persentase infeksi yang secara nyata lebih tinggi dibandingkan G. fasciculatum (Tabel 3). Intensitas infeksi G. manihotis yang secara nyata intensitas infeksi-nya lebih tinggi ari pada jenis G. fasciculatum. Perbedaan kemampuan jenis G. manihotis, G. rosae dan G. fasciculatum dalam menginfeksi akar dan meningkatkan pertumbuhan bibit stek lada disebabkan oleh perbedaan tingkat kesesuaian antara cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya sangat mempengarahui hubungan simbiosis mutualistik antara keduanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (1988) bahwa cendawan mikoriza yang sesuai akan lebih efektif membantu penyerapan hara dan air untuk keperluan tanaman inangnya. Hendra Aguzaen, Hal; 36 - 47
43
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Selanjutnya Fakuara (1988) juga melaporkan bahwa cendawan mikoriza yang diinokulasikan pada bibit Pinus merkusii mampu meningkatkan serapan unsur hara N, P, K dan Mg, yang masing-masing sebesar 320%, 500% 226% dan 197%. Bibit stek lada yang diinokulasi CMA diduga mampu meningkatkan serapan hara dan air dari dalam tanah, sehingga pertumbuhannya menjadi lebih baik bila dibandingkan dengan bibit tanpa inokulasi CMA. Pengaruh inokulasi CMA yang tidak nyata terhadap peningkatan panjang akar terpanjang bibit stek lada (Tabel 3) merupakan bukti dari keberadaan hifa eksternals mikoriza yang berperan dalam membantu dan meningkatkan serapan hara dan air bibit. Hifa eksternal cendawa mikoriza yang berukuran lebih halus dan panjang dibandingkan rambut akar mampu menjangkau dan menyerap hara dan air yang berada di dalam pori-pori tanah yang lebih kecil. Sehingga luas permukaan serapan akar menjadi lebih luas, dan serapan hara dan air bibir stek lada dapat lebih ditingkatkan. Prawiranata (1989) mengemukakan bahwa produksi dan akumulasi bahan kering tanaman dapat ditingkatkan, jika unsur hara yang tersedia cukup. Selanjutnya Gardner et al. (1991) menjelaskan bahwa bahan/berat kering tanaman merupakan hasil penimbunan asimilat dari proses fotosintesis tanaman tersebut. Dengan demikian, terjadinya peningkatan panjang batang, jumlah dan luas daun, jumlah akar dan berat kering bibit disebabkan oleh adanya peningkatan produksi asimilat, dan pada akhirnya dapat mempersingkat umur pembibitan stek lada. Kemampuan cendawa mikoriza (CMA) menghasilkan hormon auksin, sitokinin dan giberelin serta beberapa vitamin (Setiadi, 1989; Harran et al., 1992), di duga merupakan salah satu penyebab terpacunya pertumbuhan panjang batang, jumlah dan luas daun, serta jumlah akar bibit stek lada yang diinokulasi CMA. Keadaan ini sesuai dengan haasil penelitian Armansyah (2001) yang melaporkan bahwa inokulasi Glomus manihotis pada bibit gambir mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi batang (141%), jumlah daun (157%), lingkar batang (148%), dan biomassa bibit (112%). Selanjutnya dari hasil penelitian Susi (2003) dilaporlkan bahwa inokulasi Glomus fasciculatum pada bibit cengkeh dapat menambah tinggi batang, diameter batang, jumlah daun dan jumlah cabang pada batang. Sebelumnya Fakuara (1988) juga melaporkan bahwa inokulasi mikoriza pada bibit Pinus merkusii mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi batang (24%), diameter batang (23,5%) dan biomassa bibit (14,7%). Menurut Wattimena (1988), hormon berfungsi sebagai penggerak/pemicu reaksi-reaksi biokimia dan perubahan komposisi kimia di dalam tanaman yang mengakibatkan terebntuknya organ-organ tanaman, seperti; akar, tunas, batang, daun, bunga, dan lain sebagainya. Kemampuan pertambahan panjang batang bibit stek lada terjadi melalui pertumbuhan tunas pucuk (meristem pucuk) yang menghasilkan ruas baru, dan melalui perpanjangan ruas antar buku itu sendiri. Keberadaan auksin dengan konsentrasi tertentu berperan dalam merangsang dan memacu pertumbuhan tunas pucuk (Wattimena, 1988). Sedangkan giberelin berperan lebih dominan dalam merangsang perpanjangan ruas antar buku, dan sitokinin sangat aktif dalam merangsang pembelahan dan perbesaran sel tanaman (Gardner et al., 1991; Salisbury dan Ross (1995). Pada setiap buku tanaman lada tumbuhan sehelai daun dengan duduk tunggal berseling (Rismunandar, 2000). Hal ini berarti bahwa setiap terbentuk ruas baru (tunas pucuk dan tunas samping/ketiak) akan menghasilkan pertambahan daun baru. Jadi, auksin secara tidak langsung berperan dalam meningkatkan jumlah daun bibit stek lada melalui pembentukan ruas baru karena pertumbuhan tunas. Demikian pula halnya dengan pertambahan/perluasan luas daun total bibit stek lada, semakin banyak daun terbentuk maka luas daun total akan rekatif Hendra Aguzaen, Hal; 36 - 47
44
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
lebih luas. Keberadaan auksin dan sitokinin di daun akan merangsang pembelahan dan perbesaran sel, sehingga mampu meningkatkan luas daun sampai ukuran habitusnya (Wattimena, 1988; Gardner et al. 1991; Salisbury dan Ross, 1995). Hormon auksin dan sitokinin yang diproduksi oleh CMA juga diduga perperan dalam memperbanyak jumlah akar bibit stek lada. Hal ini mungkin berhubungan dnegan fungsi hormon terutama auksin dalam merangsang inisiasi akar. Menurut Watiimena (1988) dan Gardner et al.(1991), keberadaan hormon auksin pada selang konsentrasi sempit/rendah berperan dalam merangsang inisiasi akar pada jaringan kalus yang terbentuk di stek, serta memacu pembentukan akar. Meskipun auksin pada konsentrasi luas/tinggi akan menghambar inisiasi akar, namun keberadaannya bersama sitokinin masih mampu merangsang inisiasi akar. Bibit tanaman lada yang berasal dari stek satu ruas berdaun tunggal telah siap tanam (dapat dipindahkan ke lapangan) bila tunas/batangnya telah memiliki minimal lima ruas (Wahid et al., 1996; Rismunandar, 2000). Dari hasil uji statistik (Tabel 2) terlibat bahwa penginokulasian CMA jenis G. manihotis, G. fasciculatums, dan G. rosae secara tunggal pada bibit stek lada secara nyata mampu mempersingkat umur bibit siap tanam (tunas/batang beruas lima) dibandingkan dengan tanpa inokulasi CMA. Hal ini berarti masa pembibitan bibit lada yang berasal dari stek satu ruas berdaun tunggal dapat dipersingkat dengan penginokulasian CMA. Keadaan ini disebabkan oleh keberadaan CMA yang diduga berperan dalam membantu meningkatkan serapan hara dan air bagi kebutuhan bibit stek lada, serta memproduksi hormin pertumbuhan yang berguna untuk merangsang dan memacu pertumbuhan bibit. Dari data hasil uji statistik (Tabel 1 dan 3), rasio T-A bibit stek lada tidak dipengaruhi oleh perlakuan inokulasi CMA. Hal ini bukan berarti pertumbuhan bibit stek lada yang diinokulasi CMA tidak lebih baik dari pertumbuhan bibit tanpa inokulasi CMA, karena rasio T-A hanya menggambarkan pola pendistribusian asimilat antara tajuk dan akar. Keadaan ini mungkin brhubungan dengan pengaruh inokulasi CMA terhadap peningkatan pertumbuhan tajuk seperti pertambahan panjang batang, jumlah dan luas daun yang juga disertai peningkatan pertumbuhan akar, terutama jumlah akar. KESIMPULAN 1. CMA jensi G. manihotis merupakan jenis terbaik, dan diikuti oleh jenis G. rosae dan G. fasciculatum dalam menginfeksi dan meningkatkan pertumbuhan bibit stek lada. 2. G. manihotis menghasilkan persentase dan intensitas infeksi tertinggi (32,72% dan 1,28%), dan nyata meningkatkan panjang batang, jumlah daun, luas daun, jumlah akar dan berat kering bibit stek lada, serta nyata mempersingkat masa pembibitan (1.11 minggu). 3. Perendaman stek lada selama 12 jam dalam air kelapa pada konsentrasi 25% lebih efisien dari pada konsentrasi 50%, dan keduanya secara nyata meningkatkan pertumbuhan bibit stek lada. 4. Konsentrasi 25% air kelapa secara nyata meningkatkan pajang batang, jumlah daun, luas daun, panjang akar terpanjang, jumlah akar dan berat kering bibit stek lada, serta nyata mempersingkat masa pembibitan (1,02 minggu).
Hendra Aguzaen, Hal; 36 - 47
45
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
DAFTAR PUSTAKA Bem, F.A dan C. Syukur. 2003. Lada Perdu untuk Bisnis dan Hobi. Jakarta: Penerbit Penerbar Swadaya. Fakuara, M.Y. 1988. Mikoriza Teori dan Kegunaan dalam Praktek. Bogor: Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi IPB dan Lembaga Sumber Daya Informasi IPB. Gardner, F.P., R.B. Pearce and R.L. Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plant. Terjemahan Herawatu Susilo dan Subiyanto. “Fisiologi Tanaman Budidaya”. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Harjadi, S.S. 1984. Pengantar Agronomi. Jakarta: P.T. Gramedia.Jakarta. Harran, S., N. Ansori, G.A. Wattimena, H. Aswidinnoor, I. Anas, D.A. Santosa, Y. Fakuara, L.W. Gunawan dan A. Ernawati. 1992. Bioteknologi Pertanian 2. Bogor: PAU Bioteknologi IPB. Hartman, H.T. and D.E. Kester. 1978. Plant Propagation. Third Edition. New Delhi: Prentice Hall of India Private Ltd. Krishnamoorthy, W., S. Harran dan P. Tjondronegoro. 1988. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jilid I. Bogor: Departemen Botani Fakultas Pertanian IPB. Rismunandar. 2000. Lada Budidaya dan Tata Biaganya. Cetakan X. Jakarta: Penebar Swadaya. Rismunandar dan M. H. Riski. 2003. Lada Budidaya dan Tata Biaganya. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. Rochiman, K. Dan S.S. Harjai. 1973. Pembiakan Vegetatif. Departemen Agronomi Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 72 Hal. Alisury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Plant Physiology. Terjemahan D.R. Lukman dan Sumaryono. “Fisiologi Tumbuhan Jilid I, II dan III”. Bandung: ITB. Steadi, Y. 1989. Pemanfaatan Mikoorganisme dalam Kehutanan. Bogor: Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Bioteknologi IPB. Wahid, P., D. Soetopo, R. Zaubin, I. Mustika dan N. Nurdjannah. 1996. Monograf Tanaman Lada. Bogor: Balitro. Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: PAU Bioteknologi IPB, Bekerjasama dengan Lembaga Sumberdaya Informasi IPB.
Hendra Aguzaen, Hal; 36 - 47
46
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Makalah, Jurnal, Tesis dan Disertasi Armansyah. 2001. “Uji Efektivitas Dosisi dari Beberapa Jenis Cendawan Mikoriza Arbuskular Terhadap Pertumbuhan Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb)”. Tesis S2 Program Pascasarjanas Universitas Andalas. Padang. Husin, E.F. 1992. “Perbaikan Beberapa Sifat Podsodik Merah Kuning dengan Pemberian Pupuk Hijau Sesbania Rostrata dan Inokulasi MVA serta Efeknya terhadap Serapan Hara Hasil Tanaman Jagung”. Desertasi Doktor Fakultas Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. Rahmansyah, M. Dan Suciatmih. 1999. “Pemberian Inokulan Campuran Beberapa Cendawan Arbuskular pada Kacang Tanah dan Kedele”. Dalam Jurnal Mikrobiologi Indonesia, Vol. 4. No. 1 Permi Jurusan Biologi FMIPA IPB. Bogor. Hal 12-15. Santoso, E. 1988. “Pengaruh Fungsi Mikoriza Terhadap Pertumubuhan Diptorocarpaceae”. Tesis S2 Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor. 110 hal.
Bibit
Susi, N. 2003. “Pengaruh Dosis Cendawan Mikoriza Arbuskula Glomus fasciculatum Terhadap Pertumbuhan Bibit Cengkeh (Syzigium aromaticum (L.)merr and Perry)”. Tesisi S2 Program Pascasarjana UNAND Padang. Subiksa, IG.M. 2002. “Pemanfaatan Mikoriza untuk Penanggulangan Lahan Kritis Makalah Palsafah Sains (PPs702). Program Pascasarjana/SE IPB. Bogor.
Hendra Aguzaen, Hal; 36 - 47
47