Oleh: Agunan Samosir, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan
RI. Saat ini, pembangunan di sektor perikanan menjadi perhatian utama bagi ...
Sektor Perikanan: PNBP Yang Terabaikan Oleh: Agunan Samosir, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI
Saat ini, pembangunan di sektor perikanan menjadi perhatian utama bagi Pemerintah. Perhatian tersebut diimplementasikan melalui dukungan kebijakan fiskal dan non fiskal yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama nelayan. Selain itu, kebijakan Pemerintah juga diarahkan untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya. Harapan dari dampak kebijakan yang telah dilakukan adalah kontribusi sektor perikanan semakin meningkat antara lain: (i) penyediaan lapangan kerja, ekspor dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Fakta menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar (17.504 pulau) di dunia serta memiliki garis pantai sepanjang 104.000 km. Panjang garis pantai Indonesia terbesar kedua setelah Kanada. Berlimpahnya kekayaan laut yang terdapat di Indonesia diikuti dengan besarnya potensi sumberdaya dan jenis ikan seperti ikan pelagis besar dan kecil, ikan demersal, udang, lobster, cumi-cumi dan lainnya. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan 2011, potensi lestari sumberdaya ikan laut Indoneisa sebesar 6,52 juta ton. Volume produksi perikanan Indonesia baik dari perikanan tangkap maupun perikanan budidaya terus meningkat setiap tahunnya. Produksi perikanan tangkap tahun 2006 sebesar 4,8 juta ton dan meningkat menjadi 5,7 juta ton pada tahun 2011. Rata-rata kenaikan produksi perikanan dirasakan cukup lambat hanya sekitar 3,2 persen. Produksi dari perikanan budidaya berbeda dengan perikanan tangkap, rata-rata kenaikan produksi perikanan budidaya 2006-2011 adalah 25,62 persen. Volume produksi perikanan budidaya tahun 2006 sebesar 2,68 juta ton, meningkat hampir 3 kali pada tahun 2011 yaitu 7,92 juta ton. Seiring dengan meningkatnya volume produksi perikanan tahun 2006-2011, nilai produksi perikanan tangkap tahun 2006 adalah sebesar Rp48,43 triliun dan meningkat 1,5 kali pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp70,03 triliun. Sedangkan nilai produksi perikanan budidaya sebesar Rp27,92 triliun pada tahun 2006 meningkat tajam pada tahun 2011 menjadi Rp66,54 triliun. Rata-rata kenaikan nilai produksi perikanan budidaya 2006-2011 sebesar 25,97 persen. Namun, tingginya volume dan nilai produksi perikanan tangkap dan budidaya tidak dibarengi dengan nilai PNBP yang bersumber dari sumberdaya ikan dan non sumberdaya ikan (non SDA). Tabel 1 menunjukkan bahwa total target PNBP perikanan yang ditetapkan dalam APBN 20052012 tidak pernah melebihi Rp500 miliar. Target PNBP yang berasal dari perikanan tangkap cenderung tidak mengalami perubahan sejak tahun 2009 yaitu sebesar Rp150 miliar. Sedangkan realisasinya mengalami fluktuasi. Realisasi PNBP perikanan tangkap (sumber daya alam/SDA) tahun 2005-2010 tidak pernah melebihi target yang ditetapkan dalam APBN.
1
Realisasi PNBP perikanan tangkap tahun 2011 sebesar Rp183,80 miliar atau 122,53 persen dari target APBN dan realisasi tahun 2012 adalah Rp218,92 miliar atau 145,95 persen dari targetnya. Tingginya realisasi PNBP perikanan tangkap tahun 2011-2012 disebabkan terakumulasinya pembayaran tunggakan penerimaan pungutan pengusahaan perikanan (PPP) dan pungutan hasil perikanan (PHP) dari tahun 2009-2010. Tabel 1. Target dan Realisasi PNBP Perikanan 2005-2012 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
SDA (Rp.Miliar) Target Realisasi 400.00 272.22 414.15 198.76 200.00 114.84 200.00 77.40 150.00 92.03 150.00 91.99 150.00 183.80 150.00 218.92
Non SDA (Rp.Miliar) % Target Realisasi % 68.06 12.89 16.71 129.64 47.99 11.35 16.58 146.08 57.42 12.94 19.79 152.94 38.70 16.47 27.24 165.39 61.35 20.09 33.45 166.50 61.33 30.10 34.99 116.25 122.53 30.00 39.91 133.03 145.95 32.83 60.90 185.50
Total (Rp.Miliar) Target Realisasi 412.89 288.93 425.50 215.34 212.94 134.63 216.47 104.64 170.09 125.48 180.10 126.98 180.00 223.71 182.83 279.82
% 69.98 50.61 63.22 48.34 73.77 70.51 124.28 153.05
Sumber: KKP, 2013.
Bila realisasi PNBP perikanan tangkap tahun 2011 sebesar Rp183,8 miliar dibandingkan dengan nilai produksinya sebesar Rp70,03 triliun menjadi ironis. Berarti hanya sebesar 0,26 persen yang masuk ke APBN. Padahal dari seluruh hasil PNBP tersebut akan dibagihasilkan atau dikembalikan ke masing-masing daerah secara merata. Dalam perhitungan nilai produksi perikanan tangkap diperoleh dari seluruh pencatatan hasil tangkapan nelayan tanpa membedakan dari jenis kapal yang digunakan. Adapun jenis kapal yang dioperasikan untuk menangkap ikan dibagi jadi 3 kelompok kewenangan yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 54 tahun 2002, yaitu: (i) kewenangan pusat, PNBP yang berasal dari PPP dan PHP untuk kapal lebih dari 30 gros ton (GT), (ii) kewenangan propinsi, merupakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari perijinan kapal lebih dari 10 GT sampai dengan 30 GT (> 10 GT – 30 GT), dan (iii) kewenangan kabupaten/kota, merupakan PAD dari perijinan kapal tidak bermotor/bermotor 5 – 10 GT. Kapal dengan ukuran lebih dari 30 GT merupakan penyumbang terbesar terhadap volume dan nilai produksi perikanan tangkap di Indonesia. Hal ini disebabkan kemampuan kapal lebih dari 30 GT mampu beroperasi di luar 12 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas ke arah perairan kepulauan. Kemampuan tangkap dari jenis kapal ini jauh lebih besar dibandingkan kapal yang perijinannya di propinsi dan kabupaten/kota. Selain itu, kapal lebih dari 30 GT mampu beroperasi lebih lama dan bahkan bisa berbulan-bulan dibandingkan kapal yang lebih kecil. Rendahnya target dan realisasi PNBP perikanan tangkap diduga penetapan formula terutama PHP tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. PHP dikenakan pada saat perusahaan memperoleh atau memperpanjang surat ijin penangkapan ikan (SIPI). Adapun formula PHP 2
yang dikenakan berdasarkan PP nomor 19 tahun 2006 adalah (i) skala kecil = 1% x produktivitas kapal x HPI, dan (ii) skala besar = 2,5% x produktivitas kapal x HPI. HPI adalah harga patokan ikan yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan. HPI ditetapkan setiap tahun dengan mengikuti perkembangan harga penjualan ikan oleh nelayan ke pembeli di masing-masing daerah. Namun, HPI terakhir ditetapkan pada tahun 2011 melalui Peraturan Menteri Perdagangan nomor 13 tahun 2011 tentang penetapan harga patokan ikan untuk perhitungan pungutan hasil perikanan. Produktivitas kapal penangkap ikan merupakan tingkat kemampuan memperoleh hasil tangkapan ikan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan (a) ukuran tonase kapal, (b) jenis bahan, (c) kekuatan mesin kapal, (d) jenis alat penangkap ikan yang digunakan, (e) jumlah trip operasi penangkapan ikan per tahun, (f) kemampuan tangkap rata-rata per trip dan (g) wilayah penangkapan ikan. Adapun metode perhitungan produktivitas kapal ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 60 tahun 2010. Hal yang menarik dari formula perhitungan PHP adalah kemungkinan besar target yang ditetapkan dalam APBN akan terealisasi pada tahun tersebut. Nelayan atau pemilik kapal sebelum beroperasi untuk menangkap ikan sudah membayar dimuka PNBP (PHP). Dengan demikian, berapapun hasil tangkapan nelayan dalam satu tahun tetap dihitung berdasarakan skala kapal, produktivitas kapal dan HPI. Bila hasil tangkapan kurang dari kapasitas kapal, maka nelayan mengalami kerugian. Sebaliknya, hasil tangkapan melebihi kapasitas dan trip, PNBP yang diperoleh tidak mengalami perubahan. Usulan untuk memperbaiki formula perhitungan PHP sudah bergulir sejak tahun 2012. Hasil studi yang dilakukan oleh BKF tahun 2013 menunjukkan bahwa seharusnya PNBP tahun 2014 sebesar Rp1,52 triliun. Formula baru yang ditawarkan menggunakan net profit margin nelayan dari usaha penangkapan ikan sebesar 20,42 persen. Besarnya PNBP yang berasal dari PHP optimis bisa diperoleh dengan memperbaiki (update) HPI setiap tahunnya sesuai harga pasar di masing-masing daerah pendaratan ikan. Hal lain yang perlu dilakukan adalah meningkatkan monitoring dan pengawasan kapal penangkap ikan melalui pemberian kewenangan yang lebih besar bagi kantor Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) dan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) yang berada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Selain itu, penggunaan logbook (buku pencatatan hasil penangkapan ikan per trip) dapat dijadikan sebagai syarat utama bagi nelayan saat mendaratkan ikan di pelabuhan. Fenomena yang menarik saat ini adalah jarang kapal penangkap ikan kembali ke pelabuhan bila sudah melakukan operasi sesuai dengan kapasitas ikan yang ditangkap dan ketersediaan bahan bakar minyak (BBM). Kapal tersebut hanya melakukan penangkapan sesuai dengan alat yang digunakan. Peran dari pendaratan ikan di pelabuhan digantikan oleh kapal pengangkut ikan (KPI) yang memiliki muatan yang besar sekitar 500 GT. Kapal mengangkut ikan sekali jalan 3
membawa BBM untuk kebutuhan kapal ikan tangkap, persediaan makanan dan minuman berikut elpiji 12 kg bagi nakhoda dan anak buah kapal (ABK) serta ABK yang sudah waktunya berganti (shifting). Secara berkala, kapal pengangkut ikan akan ke daerah tangkapan ikan. Hasil tangkapan ikan menjadi jauh lebih besar dibandingkan kapal ikan tangkap. Waktu yang dibutuhkan kapal ikan tangkap kembali ke pelabuhan sekitar 10 hari. Kebijakan perikanan nasional yang menyeluruh, terpadu dan berorientasi untuk pelestarian mutlak dilakukan. Bila penangkapan ikan tidak dikelola dengan baik, maka wilayah pengelolaan perikanan (WPP) di Indonesia semakin terbatas. Saat ini saja beberapa WPP terindikasi wilayah tertutup untuk penangkapan ikan (overfishing). Pentingnya penataan dan pengelolaan terkendali di sektor perikanan harus dijadikan prioritas utama bagi pengambil kebijakan. Gambar 1. Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia Pelagis Besar Pelagis Kecil
Pelagis Besar Pelagis Kecil Pelagis Besar
Demersal
Demersal Udang Penaeid
Udang Penaeid Pelagis Besar Pelagis Kecil
Pelagis Kecil
Pelagis Besar
Demersal
Pelagis Kecil
Udang Penaeid
Demersal
Pelagis Besar Pelagis Kecil Demersal
Demersal Udang Penaeid
Pelagis Besar Pelagis Kecil Demersal Pelagis Besar
Udang Penaeid
Pelagis Kecil Pelagis Besar
Demersal
Pelagis Kecil
Udang Penaeid
4
Udang Penaeid
Udang Penaeid
= Uncertain
= Fully exploited
= Overfishing
= Moderate
Sumber: KKP, 2013
Pelagis Kecil
Demersal
Demersal
Keterangan :
Pelagis Besar