September

20 downloads 13427 Views 646KB Size Report
25 Sep 2014 ... penerapan pembiayaan murabahah. Dari sisi efektivitas, hasil studi penulis menunjukkan bah wa keselu- ruhan skor dari prosedur pengajuan.
Terselenggara atas kerja sama Harian Republika dan Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB

JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Tim Redaksi Iqtishodia: Dr Yusman Syaukat Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr Iman Sugema Deni Lubis MAg Salahuddin El Ayyubi MA

REPUBLIKA

KAMIS, 25 SEPTEMBER 2014

23

Menguji Efektivitas Pembiayaan

MUDHARABAH BMT BAGI UMKM

S Mufida Amalia Azzahrah Mahasiswa S1 Ekonomi Syariah FEM IPB

Dr Irfan Syauqi Beik Ketua Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB

ektor usaha mikro, kecil dan menengah sangat berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Namun, pertumbuhan dan perkembangan usaha mikro dan kecil di Indonesia saat ini belum sepenuhnya diimbangi peningkatan kualitas UMK yang ada. Hal ini karena masih ada kendala terbesar yang dihadapi dalam mengembangkan usaha, yaitu keterbatasan modal (Kemenkop 2012). Baitul maal wat tamwil (BMT) hadir sebagai penyedia jasa keuangan usaha mikro dengan alternatif penawaran pembiayaan pada sistem bagi hasil, salah satunya akad pembiayaan mudharabah. Statistik perbankan syariah menunjukkan jumlah pembiayaan mudharabah pada BUS dan UUS mengalami peningkatan, meski rasio pembiayaan mudharabah pada BUS dan UUS terhadap jumlah total pembiayaan turun setiap tahunnya (BI, 2013). Hal ini berbeda dengan data jumlah dan rasio pembiayaan mudharabah pada salah satu BMT dengan jaringan luas, yaitu BMT X (pihak BMT minta tak disebut namanya). Total dan rasio pembiayaan mudharabah pada BMT X ini mengalami tren yang meningkat setiap tahunnya. Pada 2012 dan 2013 jumlah pembiayaan mudharabah mencapai Rp 179,8 miliar dan Rp 178,9 miliar, dengan rasio 93 persen dan 88 persen (BMT X, 2014). Hal ini mengindikasikan bahwa sistem pembiayaan mudharabah merupakan akad pembiayaan bagi hasil yang banyak ditawarkan BMT X kepada anggotanya yang notabene UMKM. Pengertian mudharabah menurut ketetapan fatwa DSN MUI adalah akad kerja sama antara kedua pihak di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak kedua sebagai pengelolaan dana, sedangkan keuntungan usaha dengan bagi hasil yang sesuai kesepakatan kontrak. Nisbah keuntungan pada pembiayaan mudharabah adalah imbalan untuk kedua pihak, yaitu pemberi modal dan pelaku usaha. Akad pembiayaan mudharabah dijelaskan dalam Alquran: “Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menu-

TSAQOFI

Pesan untuk Kabinet Jokowi – JK (1)

Dr Irfan Syauqi Beik Ketua Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB

D

TABEL 1. REKAPITULASI EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN MUDHARABAH YANG DIBERIKAN OLEH BMT X AREA JAKARTA No

Aspek (ni)

1

Prosedur Pengajuan Pembiayaan

1290

2

Prosedur Pencairan Pembiayaan Mudharabah

1268 1102

3

Prosedur Pengembalian Pembiayaan Mudharabah

4

Penawaran Akad Pembiayaan Mudharabah

5

Dampak Pembiayaan yang Diberikan Rata-rata Total Skor

naikan amanatnya dan hendaklah ia bertaqwa kepada Tuhannya” (QS 2:283). Sedangkan dalam sebuah hadits, dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda, Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, Qiradh (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual (HR. Ibnu Majah).

Hasil penelitian Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor yang memengaruhi permintaan pembiayaan mudharabah dan efektivitas pembiayaan mudharabah bagi UMKM pada BMT X Area Jakarta dengan menggunakan metode path analysis dan analisis deskriptif. Responden yang dijadikan sampel sebanyak 117 pelaku UMKM yang mengambil pembiayaan mudharabah pada BMT X Area Jakarta. Dari studi, ternyata ditemukan fakta besarnya permintaan pembiayaan mudharabah yang diajukan anggota (PP) dipengaruhi signifikan oleh pendapatan UMKM sebelum pembiayaan mudharabah (PU), margin pembiayaan mudharabah (MP) dan besaran agunan (AA). PU memiliki pengaruh positif terhadap PP dengan nilai 0,47. Dapat diinterpretasikan bahwa jika pendapatan usaha sebelum pembiayaan naik 1 persen, akan meningkatkan permintaan pembiayaan yang diajukan sebesar 0,47 persen. Karena ketika seorang anggota memiliki pendapatan cukup tinggi, mereka akan berusaha memperluas dan mengembangkan usahanya agar lebih maju

alam sebuah survey yang baru dirilis pada pertengahan 2014 ini, Pew Research Center yang berpusat di Amerika Serikat menyatakan bahwa mayoritas masyarakat dunia meyakini bahwa kondisi perekonomian global saat ini berada dalam situasi yang kurang baik. Dari survey yang dilaksanakan pada tanggal 17 Maret – 5 Juni 2014 terhadap 48.643 responden di 44 negara, terungkap fakta bahwa 64 persen penduduk negara maju (developed economies) meyakini bahwa kondisi perekonomian mereka sangat buruk, diikuti oleh 59 persen responden yang berasal dari emerging economies. Hanya penduduk negara-negara berkembang (developing economies) yang masih meyakini kinerja perekonomian mereka baik (51 persen). Dari sisi tingkat kepuasan masyarakat terhadap sistim dan kinerja perekonomian saat ini, hampir seluruh negara yang disurvey menyatakan ketidakpuasannya, kecuali di Tiongkok, Vietnam, Malaysia dan Rusia yang mayoritas rakyatnya merasa puas. Yang menarik, negara-negara yang terkena dampak krisis keuangan yang paling parah, tingkat ketidakpuasannya adalah yang paling tinggi. Yunani, Italia dan Spanyol misalnya, tingkat ketidakpuasan masyarakatnya mencapai angka masingmasing sebesar 95 persen, 90 persen dan 91 persen. Khusus Indonesia, survey tersebut menunjukkan bahwa tingkat ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi perekonomian nasional mencapai angka 55 persen. Hanya kurang dari separuh responden yang merasa puas dengan kondisi saat ini. Titik pangkal ketidakpuasan ini bersumber dari empat persoalan mendasar yang dihadapi oleh perekonomian dunia termasuk Indonesia. Yaitu, kenaikan tingkat inflasi, penurunan kesempatan kerja, kenaikan angka kesenjangan pendapatan antara kelompok kaya dengan kelompok miskin, dan utang publik yang semakin tinggi. Secara umum, Pew Research Center menyimpulkan bahwa perekonomian dunia saat ini berada pada arah dan jalur yang salah, sehingga perlu ada upaya perbaikan kebijakan. Terlepas dari persoalan metodologi survey yang dilakukan, namun apa yang dirilis oleh lembaga tersebut

Total Skor

patut dijadikan pelajaran bahwa ada sesuatu yang keliru dengan sistim perekonomian saat ini. Kekeliruan inilah yang harus dapat kita koreksi agar kesejahteraan masyarakat bisa semakin baik ke depan. Contoh kekeliruan sistemik, menurut pendapat pribadi penulis, terletak pada sistim keuangan global saat ini, termasuk yang diterapkan di Indonesia. Dalam praktik perbankan misalnya, besarnya bunga kredit bergantung pada profil risiko nasabah dan jenis usaha yang akan dibiayai. Semakin berisiko, semakin besar pula bunga kreditnya. Prinsip ini kemudian diadopsi oleh perbankan syariah sehingga polanya menjadi sama, yaitu semakin berisiko semakin besar marjin atau bagi hasil yang menjadi kewajiban nasabah pembiayaan. Yang jadi masalah, profil risiko ini juga ditentukan oleh size dari usaha yang dimiliki oleh nasabah, di samping faktor-faktor lain seperti karakter nasabah, dan sebagainya. Akibatnya, jika ada dua orang nasabah yang sama-sama berkarakter baik, punya rekam jejak yang tanpa cela, tetapi memiliki size usaha yang berbeda, maka besarnya beban kewajiban yang dikenakan boleh jadi berbeda. Pengusaha besar biasanya mendapatkan beban marjin yang lebih rendah dibandingkan dengan pengusaha mikro atau kecil. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa yang kecil dianggap lebih beresiko sehingga harus membayar lebih banyak dibandingkan dengan yang besar. Bukan sebaliknya. Sehingga, meski bank tidak terlalu banyak berharap pada peningkatan DPK yang signifikan dari nasabah usaha mikro dan kecil (UMK), tapi mereka bisa mendapatkan prosentase profit yang lebih besar dari membiayai UMK ini. Berbeda dengan nasabah besar yang bisa meningkatkan DPK secara signifikan, meski prosentase keuntungan dari membiayai usaha mereka tidak sebesar pembiayaan UMK. Bukankah secara tidak langsung kita menjalankan sistim perbankan yang “mengistimewakan” yang besar?

Perubahan kebijakan Untuk itu, agar ketidakadilan ekonomi yang bersifat sistemik ini dapat diatasi, maka pemerintahan Jokowi JK harus berupaya keras menata

945 1206 1162,2

usahanya serta ingin mendapatkan pendapatan usaha yang lebih tinggi sehingga mengajukan pembiayaan lebih besar lagi. Pengaruh margin pembiayaan (MP) terhadap permintaan pembiayaan mudharabah yang diajukan PP memiliki nilai koefisien yang negatif sebesar -0,12. Artinya jika MP naik 1 persen, akan menurunkan PP 0,12 persen. Hal itu dikarenakan anggota akan merasa berat dengan beban kewajiban yang harus dibayarkan pada BMT. Begitu pula dengan besarnya AA. Variabel AA memiliki pengaruh negatif terhadap PP sebesar -0,36. Dapat diinterpretasikan bahwa jika nilai AA meningkat 1 persen, akan menurunkan besarnya permintaan pembiayaan yang diajukan anggota sebesar 0,36 persen. Artinya, anggota akan menambah permintaan pembiayaan mudharabah yang diajukan pada BMT ketika nilai agunannya semakin kecil atau bahkan tidak ada agunan sama sekali. Sementara itu, tinggi rendahnya pendapatan anggota (UMKM) setelah mendapat pembiayaan mudharabah (PS) dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh permintaan pembiayaan mudharabah (PP). Jika jumlah permintaan pembiayaan mudharabah yang diajukan UMKM naik 1 persen, akan meningkatkan pendapatan UMKM setelah pembiayaan mudharabah sebesar 0,79 persen.

Perbaikan praktik dan efektivitas Temuan di lapang menunjukkan bahwa terdapat kekeliruan praktik pada sistim pembiayaan mudharabah yang dilakukan oleh BMT X Area

sistim yang ada, dengan mengubah beragam kebijakan yang dianggap tidak adil dan merugikan kepentingan masyarakat dan bangsa Indonesia. Apalagi di tengah tekanan perlambatan ekonomi global yang dampaknya semakin terasa pada perekonomian nasional. Pertumbuhan ekonomi maksimal 5,3 persen tahun ini sebagaimana yang dinyatakan Kementerian Keuangan merupakan indikator yang menegaskan hal tersebut. Penulis berharap bahwa pemerintahan mendatang bisa mengoptimalkan semua potensi domestik yang dimiliki oleh bangsa ini, termasuk

Jakarta. Ada beberapa yang tidak terpenuhi dalam pelaksanaan akad ini, yaitu dapat dilihat dari sistim perhitungan yang digunakan oleh BMT X Area Jakarta. BMT X Area Jakarta menggunakan nilai harga investasi minimum (HIM) sebagai proyeksi nilai keuntungan pada UMKM anggota pembiayaan mudharabah BMT. Hal ini tak sesuai prinsip syariah. Pelaksanaan pembiayaan dengan sistem akad mudharabah seharusnya tidak menggunakan nilai proyeksi keuntungan pada pelaku usaha, tapi nilai realita keuntungan yang didapat dari usaha. Penetapan proyeksi HIM untuk pembagian nisbah bagi hasil pada BMT X merupakan indikasi bahwa BMT belum siap menerapkan sistem bagi hasil khususnya pembiayaan mudharabah bagi UMKM untuk keberlangsungan usaha. Alternatif pembiayaan sesuai prinsip syariah yang dapat dilakukan oleh BMT X Area Jakarta dengan sistem perhitungan proyeksi atau penetapan persentase margin dengan penggunaaan sistem pembiayaan murabahah. BMT X dapat menggunakan penetapan tambahan atau margin pembiayaan yang dijelaskan transparan kepada anggotanya melalui penerapan pembiayaan murabahah. Dari sisi efektivitas, hasil studi penulis menunjukkan bahwa keseluruhan skor dari prosedur pengajuan pembiayaan mudharabah hingga dampak pembiayaan mudharabah yang diberikan BMT X untuk UMKM diperoleh rata-rata skor 1162,2 (lihat Tabel 1). Keseluruhan prosedur sudah berjalan cukup baik, tapi pada beberapa aspek seperti margin pembiayaan/bagi hasil dan aspek pemahaman akad pembiayaan mudharabah mendapat penilaian dengan kriteria tidak efektif. Dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembiayaan mudharabah yang diberikan pada BMT X Area Jakarta berdasarkan hasil penilaian responden dapat dikategorikan pada kriteria cukup efektif, dan belum mencapai kriteria efektif yang merupakan kriteria terbaik. Karena itu, diperlukan perbaikan dari sisi manajemen, prosedur dan persyaratan pembiayaan, serta perubahan dari sisi akad yang digunakan. Wallahu a’lam. ■

potensi ekonomi dan keuangan syariah. Jangan sampai institusi ekonomi dan keuangan syariah yang ada tidak mendapat dukungan yang memadai dan optimal. Ada beberapa langkah yang sebaiknya diambil pemerintahan mendatang. Pertama, menjadikan Indonesia sebagai pusat keuangan dan investasi syariah dunia. Karena itu, negara harus memfasilitasinya dengan menciptakan road map dan beragam infrastruktur regulasi yang mendukung tercapainya hal tersebut, termasuk antara lain dengan mendirikan bank BUMN syariah. Wallahu a’lam. (bersambung). ■

24

REPUBLIKA

JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

KAMIS, 25 SEPTEMBER 2014

Strategi Pengembangan

ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT

S

elama dua dekade terakhir, pengelolaan zakat mengalami peningkatan yang cukup pesat. Hal ini ditandai dengan meningkatnya penghimpunan zakat yang dilakukan oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) dari tahun ke tahun. Penghimpunan zakat tahun 2013 telah mencapai angka Rp. 2,5 triliun. Selama dua belas tahun terakhir pertumbuhan penghimpunan zakat tidak pernah lebih rendah dari 20 persen pertahun (Beik, 2014). Namun demikian, meski perkembangan pengelolaan zakat dinilai pesat, menurut para penggiat zakat, banyak permasalahan di dalam OPZ yang perlu dievaluasi. Tulisan ini bertujuan untuk mencari strategi terbaik bagi pengembangan OPZ. Pilihan strategi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pengelola zakat dalam mengembangkan OPZnya masing-masing. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis SWOT yang dikombinasikan dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Analisa SWOT menganalisis kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threat) pada OPZ sehingga menghasilkan alternatif-alternatif strategi pengembangan OPZ. Metode AHP digunakan dalam pemilihan strategi terbaik dari berbagai alternatif strategi yang ada. Penelitian ini melibatkan tujuh orang responden yang dipilih secara purposive sampling. Dari tujuh orang responden tersebut, tiga orang adalah praktisi di Lembaga Zakat Nasional (LAZNAS), tiga orang adalah praktisi di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), dan satu orang lagi adalah seorang akademisi yang aktif dalam pendidikan dan penelitian di bidang zakat.

Khalifah Muhamad Ali Staf Pengajar Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB

Prioritas kekuatan Para responden dalam penelitian ini menempatkan dasar hukum agama tentang zakat adalah kekuatan utama yang dimiliki oleh OPZ. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga yang memiliki banyak sekali dalil baik yang bersumber dari Alquran maupun dari As Sunnah. Menurut Sabiq (2006), zakat disebutkan secara beriringan dengan kata shalat pada 82 ayat di dalam Alquran. Kuatnya dasar hukum zakat ini menjadikan semua ulama sepakat akan kewajibannya. Bahkan Khalifah Abu Bakar akan memerangi segolongan orang yang mengingkari kewajiban zakat. Aspek kekuatan utama selanjutnya adalah adanya UU No 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat. Regulasi

TAMKINIA

Staf Pengajar Prodi Ekonomi Syariah FEM, Peneliti Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB

TABEL 1. ANALISIS SWOT DAN STRATEGI PENGEMBANGAN OPZ No

Aspek

1

Kekuatan (S)

• Dasar hukum agama • UU No 23/2011 • Luasnya jaringan OPZ

2

Kelemahan (W)

• Lemahnya database muzakki dan mustahik • Kurangnya transparansi • Lemahnya manajemen mutu

3

Peluang (O)

• Jumlah penduduk muslim • Besarnya potensi zakat • Meningkatnya kesadaran umat

4

Ancaman (T)

• Kurangnya pengetahuan masyarakat • Kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap OPZ • Kurangnya dukungan pemerintah

5

Strategi Pengembangan Strategi agresif (S-O) : memaksimalkan kekuatan dan merebut peluang

Prioritas kelemahan Para responden menganggap bahwa belum adanya database mustahik dan muzakki secara nasional adalah kelemahan utama OPZ. Hafidhuddin dan Juwaini (2006) mengungkapkan bahwa sinergi dalam penyusunan database muzaki ataupun mustahik secara online merupakan satu hal yang sangat penting untuk dilakukan. Sinergi database ini diharapkan dapat memberikan peta muzaki dan mustahik di Indonesia, yang sangat berguna bagi penyusunan peta dakwah. Kelemahan utama selanjutnya adalah kurangnya transparansi dan akuntabilitas pengelola zakat. Masalah transparansi dan akuntabilitas merupakan bagian dari good corporate governance yang seharusnya menjadi suatu hal yang mengakar dalam organisasi yang menjunjung tinggi kejujuran dan amanah (IZDR, 2009). Kelemahan utama berikutnya adalah lemahnya manajemen mutu. Sebagai contoh, meskipun telah ada PSAK 109 sebagai pedoman manajemen keuangan, masih banyak pengelola zakat yang belum menyesuaikan laporan keuangannya dengan aturan tersebut. Laporan keuangan yang beraneka ragam akan menyulitkan auditor keuangan dalam memeriksa dan membandingkan kinerja keuangan antara satu pengelola zakat dengan pengelola lainnya.

Prioritas peluang Aspek peluang utama yang dimiliki oleh OPZ adalah mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam. Banyaknya jumlah penduduk muslim akan memudahkan penghimpunan, pengelolaan, maupun pendistribusian zakat. Peluang utama selanjutnya adalah besarnya potensi zakat nasional. Banyaknya penduduk Muslim menyimpan potensi zakat yang juga besar. Potensi akan semakin besar

Prioritas

seiring dengan baiknya pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Meski terdapat kesenjangan yang besar antara potensi zakat dengan realisasinya, peningkatan penghimpunan zakat terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Peluang utama berikutnya adalah meningkatnya kesadaran umat Islam untuk berzakat ke OPZ. Survai yang dilakukan oleh PIRAC dalam Adiwarman dan A.Azhar Syarief (2008) melaporkan bahwa tingkat kesadaran muzakki meningkat dari 49,8 persen di tahun 2004 menjadi 55 persen di 2007.

Prioritas ancaman Aspek ancaman utama yang dimiliki oleh OPZ adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang zakat. Kurangnya pengetahuan masyarakat, khususnya muzaki, tentang zakat merupakan ancaman utama bagi OPZ yang bergantung pada dana zakat masyarakat. Kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pengelola zakat juga dianggap sebagai sebuah ancaman utama bagi OPZ. Hal utama yang membuat seorang muzaki bersedia membayarkan zakatnya melalui amil adalah adanya kepercayaan. OPZ tidak dapat memaksa muzaki untuk membayar zakat melalui organisasinya karena zakat belum menjadi obligatory system dalam regulasi yang ada. Kurangnya dukungan (political will) dari pemerintah adalah salah satu ancaman bagi pengelola zakat. Dukungan pemerintah tidak cukup hanya dengan memberikan regulasi, tapi juga diiringi dengan adanya pengawasan.

Prioritas strategi pengembangan Pendapat gabungan dari semua responden menyatakan bahwa strategi terbaik yang dapat dilakukan oleh OPZ adalah strategi agresif dengan memaksimalkan aspek kekuatan dan merebut peluang. Salah satu cara untuk memaksimalkan kekuatan pada lembaga zakat adalah dengan melakukan perhatian yang serius pada dasar hukum agama dan regulasi yang berlaku dengan memanfaatkan luasnya jaringan pengelola zakat yang tersebar di seluruh penjuru nusantara. Pengelola zakat seharusnya dapat mengoptimalkan luasnya jaringan untuk terus melakukan sosialisasi dan edukasi zakat kepada masyarakat di daerahnya masing-masing. Sosialisasi dan edukasi yang dilakukan dilakukan dengan mengedepankan dasardasar hukum agama tentang zakat. Pengelola zakat perlu lebih giat dalam melakukan sosialisasi dan edukasi zakat kepada masyarakat karena kegiatan pengelolaan zakat telah mendapatkan payung hukum dalam sistem pengelolaan negara. Cara untuk memanfaatkan peluang yang ada adalah dengan mengidentifikasi muzaki baru dengan tetap menjaga loyalitas muzaki lama. Data yang sering dipublikasikan oleh OPZ adalah data pertumbuhan penghimpunan zakat, padahal data yang juga penting untuk diketahui adalah data pertumbuhan muzaki. Data pertumbuhan muzaki ini adalah salah satu indikator utama keberhasilan OPZ dalam mengelola zakat. Wallahu a’lam. ■

Rasul SAW, Jabir dan Kisah Unta abir bin Abdullah ra adalah salah seorang sahabat Rasulullah yang banyak meriwayatkan hadis. Beliau adalah putera dari seorang syahid Uhud, Abdullah bin Amr al-Anshari ra. Beliau juga dikaruniai umur yang panjang oleh Allah hingga dapat menyaksikan kehidupan cucu Rasulullah SAW, Muhammad bin Ali ra. Kisah beliau sangat inspiratif dan sering dijadikan rujukan para penimba ilmu. Kisah Jabir ra yang paling sering diceritakan adalah mengenai mukjizat Rasulullah SAW yang melipatgandakan hidangan jamuannya untuk Rasulullah namun mencukupi hingga mampu menjamu pasukan penggali parit. Kisah Jabir ra yang lain yang sering diceritakan adalah terkait dengan bab Munakahat, yaitu tentang pernikahannya dengan seorang janda dan bukan dengan gadis. Namun, dalam artikel ini, kisah yang ingin diangkat adalah kisah Jabir ra dengan untanya yang terkait dengan muamalah ekonomi. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata, “Aku keluar bersama Rasulullah pada perang Dzat ar-Riqa’, dari Nakhl dengan mengendarai seekor unta yang lemah. Ketika Rasulullah kembali dari perang Dzat ar-Riqa’, teman-temanku dapat berjalan dengan lancar, sementara aku tertinggal di belakang hingga beliau menyusulku. Beliau bersabda kepadaku, “Apa yang terjadi denganmu, wahai Jabir?” Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, untaku berjalan sangat pelan.” Beliau bersabda, “Suruh ia duduk!” Aku mendudukkan untaku dan beliau juga mendudukkan untanya. Setelah itu beliau bersabda, “Berikan tongkatmu kepadaku!” Atau beliau bersabda: “Potongkan sebuah tongkat untukku dari pohon itu.” Lalu aku pun mengerjakan perintah Rasulullah SAW., dan beliau mengambil tongkat yang dimintanya. Beliau menusuk lambung untaku beberapa kali

J

Laily Dwi Arsyianti

ini merupakan sebuah payung hukum yang menjamin bahwa kegiatan pengelolaan zakat telah masuk dalam sistem pengelolaan negara. Pengelolaan zakat bukan lagi aktivitas ilegal yang tidak memiliki dasar hukum positif di Indonesia. Kekuatan utama berikutnya adalah luasnya jaringan OPZ, baik LAZ maupun BAZNAS. Menurut Wibisono (2011), terdapat 33 BAZDA provinsi, 447 BAZDA kabupaten/kota serta 18 LAZ nasional dan 22 LAZ daerah. Banyaknya OPZ ini dapat memudahkan masyarakat dalam menyalurkan zakatnya, dan di saat yang sama dapat membantu pemerintah dalam mengumpulkan dana zakat secara nasional.

kemudian bersabda, “Naikilah untamu!” Aku segera menaikinya. Demi Allah yang mengutus beliau dengan membawa kebenaran, untaku mampu menyalip unta beliau. Kami bercakap-cakap, kemudian beliau bersabda, “Wahai Jabir, apakah engkau bersedia menjual untamu kepadaku?” Aku menjawab, “Tidak wahai Rasulullah, namun aku akan menghibahkannya kepadamu.” Beliau bersabda, “Juallah untamu ini kepadaku!” Aku menjawab, “Kalau begitu, hargailah untaku ini.” Beliau bersabda, “Bagaimana kalau satu dirham?” Aku menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah, kalau harganya seperti itu, engkau merugikanku.” Beliau bersabda, “Dua dirham?” Aku menjawab, “Aku tidak mau seharga itu, wahai Rasulullah.” Beliau terus menaikkan penawaran hingga harga unta itu mencapai satu uqiyah (kira-kira setara dengan 40 dirham). Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau ridha dengan harga itu?” Beliau menjawab, “Ya.” Aku berkata, “Kalau begitu unta ini menjadi milikmu.” “Ya, aku telah terima” jawab beliau lalu bersabda, “Wahai Jabir, apakah engkau sudah menikah?” “Sudah, wahai Rasulullah,” Jawabku. Beliau bertanya, “Dengan gadis ataukah janda?”, “Dengan janda,” Jawabku. Beliau bersabda, “Kenapa engkau tidak menikahi seorang gadis hingga engkau bisa bercanda dengannya dan ia bisa bercanda denganmu?” Aku menjawab, “Ayahku gugur di perang Uhud dan meninggalkan tujuh orang anak perempuan. Aku menikahi seorang wanita yang dewasa sehingga bisa mengurus dan mengasuh mereka.” Beliau bersabda, “Engkau benar, insya Allah. Bagaimana jika telah tiba di Shirar (Sebuah tempat kira-kira 5 km dari kota Madinah) nanti aku perintahkan penyiapan unta untuk disembelih, kemudian kita adakan jamuan daging unta pada hari tersebut hingga istrimu mendengar kabar tentang kita dan

ia melepaskan bantalnya?” “Aku tidak memiliki bantal wahai Rasulullah,” jawabku. Beliau bersabda, “Engkau akan memilikinya insyaAllah. Karena itu, jika engkau telah tiba di rumahmu, maka lakukanlah perbuatan orang cerdik.” Setibanya di Shirar, Rasulullah SAW, memerintahkan para sahabat untuk menyiapkan unta dan kemudian disembelih. Kami mengadakan jamuan makan pada hari itu. Pada sore hari, beliau masuk ke rumah, dan kami pun masuk ke rumah kami. Aku ceritakan kisah ini dan sabda Rasulullah kepada istriku. Istriku berkata, “Lakukanlah itu, dengar dan taatlah.” Esok paginya aku membawa untaku, menuntun dan mendudukkannya di depan pintu masjid Rasulullah, kemudian aku duduk di dekat masjid. Ketika beliau keluar dan melihatnya, beliau bersabda, “Apa ini?” Para sahabat menjawab, “Ini unta yang dibawa Jabir.” Beliau bersabda, “Di mana Jabir?” Aku pun dipanggil, kemudian beliau bersabda, “Wahai anak saudaraku, ambillah untamu, karena ia menjadi milikmu!” Beliau memanggil Bilal dan bersabda kepadanya, “Pergilah bersama Jabir, dan berikan kepadanya uang satu uqiyah!” Aku pergi bersama Bilal, dan kemudian ia memberiku uang satu uqiyah dan memberi sedikit tambahan kepadaku. Demi Allah, pemberian beliau tesebut terus berkembang dan bisa dilihat tempatnya di rumahku hingga aku mendapat musibah di perang alHarrah belum lama ini. Dari kisah Jabir ra di atas, ada beberapa hikmah yang dapat diambil. Pertama, dalam muamalah, komunikasi sosial sangat penting. Rasulullah SAW sangat dikenal memiliki kepribadian yang santun dalam ucapan dan tingkah lakunya. Dari kisah di atas, beliau mengajak berdialog dengan komunikasi yang sangat santun. Menurut ahli tafsir, sebenarnya, beliau ingin mengetahui berapa kebutuhan sahabatnya. Namun, beliau tidak serta merta “to the point” mena-

nyakannya kepada Jabir ra, melainkan beliau ajak dialog. Secara nyata, beliau melakukannya dengan penawaran beli unta yang dimiliki sahabatnya dan beliau lakukan dengan setahap demi setahap hingga mencapai penawaran yang diinginkan sahabatnya, sehingga kemudian beliau mengetahui bahwa sebesar itulah yang dibutuhkan oleh sahabatnya. Cara ini masih berlaku pada zaman beliau, yaitu ketika kaum mukminin memiliki kepribadian yang luhur termasuk memegang teguh kejujuran. Sehingga, dari cara ini, Jabir ra sangat dapat dipercaya bahwa memang sebesar itulah kebutuhan beliau. Dari cara ini pula, pertanyaan Rasulullah SAW dapat terjawab. Kedua, dalam bermuamalah, tidak ada jual beli bersyarat, sehingga ketika menawarkan pembelian, Rasulullah SAW tidak lantas kemudian mensyaratkan bahwa untanya bisa dipakai terlebih dahulu jika ingin dibeli, melainkan dilakukannya sesudah kesepakatan telah dibuat. Rasulullah SAW masih mengizinkan sahabatnya untuk menungganginya. Sebagaimana tafsir di atas, sebenarnya, Rasulullah SAW tidak berniat serta merta membeli unta Jabir ra. Ketiga, kepribadian Rasulullah SAW yang sangat mulia tercermin dari tindakan beliau yang kemudian memberikan unta yang dibelinya tersebut kepada pemilik awalnya, Jabir ra. Sejak awal, rencana beliau adalah untuk membantu sahabatnya, dan bukan menambah asetnya. Kita patut meniru Rasul SAW bahwa prioritas utama perencanaan keuangan kita sepatutnya adalah sedekah dan manfaat bagi yang lain, dibandingkan dengan mengumpulkan, menumpuk, dan memperbesar aset, hingga menghitung-hitungnya dan akhirnya menjadi pelit atau enggan membaginya untuk lingkungan sekitar. Wallahu a’lam. ■

REPUBLIKA

JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

KAMIS, 25 SEPTEMBER 2014

25

KRISIS EKONOMI dari Perspektif Siyasah Syar’iyyah

D

alam beberapa tahun belakangan ini, dunia telah mengalami beberapa kali guncangan krisis ekonomi. Berdasarkan Meera (2004), ada tiga instrumen utama yang berperan penting pada sistem ekonomi global saat ini. Akan tetapi, ketiga instrumen tersebut juga merupakan akar penyebab kehancuran ekonomi dunia, yaitu fiat money, suku bunga, dan fractional reserve banking. Ketiga unsur ini telah menyebabkan ketidakstabilan dalam perekonomian. Pada sistem fiat money, uang terus menerus diciptakan sehingga tumbuh secara eksponensial. Sayangnya kondisi ini mengakibatkan ketidakseimbangan dalam perekonomian karena di lain pihak, pertumbuhan sektor riil meningkat secara linear. Akibatnya inflasi tidak dapat dihindari. Beberapa ekonom menyatakan bahwa inflasi adalah tanda dari pertumbuhan ekonomi. Namun pada kenyataannya, inflasi menciptakan masalah bagi perekonomian. Permasalahan muncul ketika hanya sekelompok kecil orang yang mampu mendapatkan uang, sisanya harus menghadapi berbagai dampak kenaikan harga. Oleh karena itu, sistem fiat money menyebabkan inflasi yang sebenarnya mengurangi daya beli sebagaian besar masyarakat. Perbedaan antara orang miskin dan orang kaya akan lebih tinggi dan hal ini bukan hanya menyebabkan masalah ekonomi, tetapi juga efek sosial, seperti peningkatan tingkat kriminalitas di masyarakat. Selain sistem fiat money, suku bunga memiliki peran penting pada krisis ekonomi. Sebagian besar orang akan berjuang sangat keras untuk membayar bunga dengan pokoknya, bahkan di antara mereka akan berakhir dengan default seperti kebangkrutan yang dialami oleh banyak perusahaan besar di dunia karena beban hutang yang harus ditanggung. Kondisi ini diperparah oleh sistem fractional reserve banking yang memberi kewenangan “penciptaan uang” melalui penciptaan kredit. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan antara sektor moneter dan sektor riil, serta inflasi dalam perekonomian. Untuk membuktikan pernyataan ini, Meera (2004) memaparkannya dengan menggunakan model persamaan Irving Fisher, yaitu MV = PY, dimana M adalah jumlah uang, P tingkat harga, Y output dan V perputaran uang. Ketika uang beredar meningkat melalui proses penciptaan kredit, tingkat harga akan naik dengan asumsi perputaran uang dan output dari sektor riil tetap. Temuan lain yang mendukung keberadaan kondisi ketidakseimbangan antara sektor moneter dan sektor riil dapat dilihat pada Tabel 1. Namun demikian, sebenarnya Islam telah memberikan panduan mengenai sistem ekonomi yang berkeadilan. Sistem ekonomi Islam telah menemukan solusi untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam sistem perekonomian saat ini. Hal ini disebabkan instrumen yang digunakan dalam sistem ekonomi Islam dapat mengurangi risiko dan gejolak dalam sistem perekonomian yang meliputi riil money, full reserve banking, dan sistem bagi hasil (Meera, 2004). Dengan adanya sistem ini, diharapkan akan menghasilkan stabilitas per-

Tita Nursyamsiah Staf Pengajar Prodi Ekonomi Syariah FEM, Peneliti Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB

BUKAN TAFSIR

Dosen IE FEM IPB

M Iqbal Irfany Dosen IE-FEM IPB

ekonomian dan meningkatkan produktivitas serta kesempatan kerja sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Selain itu, Islam memiliki pedoman untuk memperoleh tujuannya melindungi umat manusia, termasuk untuk sistem ekonomi. Menurut Jauhar (2009), sistem perlindungan dalam Islam secara luas dikenal sebagai maqashid al-syari’ah yang mencakup lima elemen dasar kehidupan (alKulliyat al-khams / adh-dharurat alkhams). Maqasid al-syari’ah menekankan konsep maslahah (manfaat) yang meliputi peningkatan, pelestarian dan pengamanan lima elemen dasar (ushul). Tujuan utama dari maqashid al-syari’ah secara luas adalah mewujudkan kehidupan individu dan masyarakat untuk kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat. Pemerintah sebagai ulil amri atau pemimpin di antara kita memiliki kewajiban untuk melindungi lima elemen dasar maqasid syariah untuk mendapatkan ridho Allah dan mencapai kesejahteraan umat manusia. Umumnya, para ulil amri tersebut harus memiliki strategi atau pedoman yang berimplikasi pada kebijakan yang mereka buat dan tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, atau yang disebut siyasah syar’iyyah. Siyasah syar’iyyah didefinisikan sebagai doktrin luas atas hukum Islam yang memberikan kewenangan terhadap para pemimpin untuk menentukan aturan dimana prinsip-prinsip syariah harus diterapkan. Menurut para fuqaha, siyasah syar’iyyah melibatkan keputusan dan langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh imam dan ulil amri mengenai hal-hal yang tidak ada aturan khusus yang diatur dalam syariah. Seperti apa yang dikatakan Ibnu Qayyim di bawah ini, “Setiap tindakan yang benarbenar membawa manusia dekat dengan kebaikan (salat) dan jauh dari kejahatan (fasad) merupakan bagian dari siyasah yang adil, bahkan jika itu belum disetujui oleh Rasulullah atau diatur oleh wahyu Ilahi..... “ Dari penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa para pemimpin harus mengelola prinsip-prinsip

TABEL 1. WORLD MONEY SUPPLY DAN GDP World Money

Supply USD Trillion

Narrow Money Broad Money Domestic Money External Debt Foreign Exchange Reserves Total Fiat Money Base World GDP Ratio of Fiat Money to GDP

22 75 105 60 10 272 50 5.4 : 1 Sumber: Howard (2011)

syariah dalam setiap kegiatan muamalah, termasuk di bagian ekonomi. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan siyasah syar’iyyah pada sistem ekonomi sangat penting untuk memecahkan masalah ekonomi dan mencapai kesejahteraan bagi umat manusia.

TABEL 2. VECTOR ERROR CORRECTION MODEL

Menguji akar masalah ekonomi Untuk membuktikan teori mengenai tiga akar masalah dalam krisis ekonomi, maka dibuatlah sebuah model persamaan sederhana yang menunjukkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan variabel yang mempengaruhinya. Model tersebut meliputi: LogIPI = (LogMS, IR), dimana LogIPI adalah bentuk logaritma dari Industrial Production Index (IPI) sebagai proksi dari pertumbuhan ekonomi sektor riil, dan LogMS adalah bentuk logaritma dari Money Supply (MS) sebagai proksi dari pertumbuhan fiat money dan fractional reserve banking, dan IR didefinisikan sebagai tingkat suku bunga. Beberapa rangkaian tes dilakukan untuk menguji model itu, di antaranya stationary test, cointegration test, Granger causality test, dan Vector Error Correction Model (VECM). Dari persamaan VECM dapat disimpulkan kedua variabel independent memiliki hubungan yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (lihat Tabel 2). Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa money supply dan interest rate memi-

Variables Coefficient

T-statistic

LogMS IR C

-4.26225 -5.98128

-1.0110022 -0.195788 42.55670

Sumber: Data Diolah

liki dampak negatif bagi pertumbuhan sektor riil. Hal ini mengindikasikan peningkatan jumlah uang yang beredar dan tingkat suku bunga mengakibatkan penurunan pada sektor riil. Hasil ini relevan bila dibandingkan dengan teori bahwa suku bunga, fiat money, dan fractional reserve banking adalah tiga instrumen yang dapat menghambat perekonomian di sektor riil. Ketiga instrumen ini pada dasarnya menghasilkan liquidity trap dan inflasi pada perekonomian. Secara teori dan ekometrik, tiga instrumen moneter tersebut terbukti memiliki andil yang sangat besar pada krisis ekonomi yang terjadi. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah sebagai ulil amri memiliki kebijakan untuk meminimalisir dampak buruk dari ketiga instrumen tersebut, diantaranya dengan mengimplementasikan riil money, penghapusan sistem riba, dan penerapan Islamic public banking melalui pendirian bank BUMN syariah. Wallahu a’lam. ■

Buat Hati yang Masih Belepotan

U

Dr Iman Sugema

Prayogi/Republika

ntuk ukuran orang seperti kami yang masih memiliki hati yang belum seratus persen lurus alias belepotan dengan berbagai niat bengkok, pelajaran berikut ini mungkin banyak sekali manfaatnya. Pelajaran ini kami ambil dari seorang guru SD yang menghadapi pertanyaan yang paling sulit seumur hidupnya dari seorang murid kelas lima. Seorang murid bertanya mengapa nilai sebuah perbuatan ditentukan oleh niatnya. Buat seorang kiyai, ini merupakan pertanyaan standar yang bisa dicarikan rujukannya dalam Al quran maupun hadist. Tapi buat seorang guru SD, ini merupakan pertanyaan yang tidak terduga. Jawaban guru pun sangat spontan, sebagai berikut. Sebuah niat yang jelek tidak mungkin menghasilkan perbuatan yang baik dan bermanfaat. Kalau kamu berangkat dari rumah dan bilang pada ibumu akan ke sekolah, padahal niat kamu adalah bolos maka yang akan kamu lakukan adalah tidak masuk sekolah. Bukankah begitu? Tetapi bisa saja kamu di tengah jalan mengubah niat yaitu ingin belajar di sekolah, maka kamu akan

pergi ke sekolah walaupun niat awalnya adalah bolos. Jadi yang menentukan perbuatan adalah niat yang terakhir. Kalau niat yang terakhir adalah jelek maka pasti perbuatannya juga jelek. Begitu juga sebaliknya. Perbuatan selalu merupakan cerminan dari niat. Kalau niat tidak sesuai dengan perbuatan, itu namanya pura-pura. Kalau niatnya bolos, terus di tengah jalan ketemu guru maka kamu akan menuju ke sekolah kan? Tapi hatimu tak di sekolah kan? Walaupun masuk kelas, kamu jadinya tidak belajar sungguh-sungguh. Percakapan itu sungguh langsung menohok persoalan inti yakni pentingnya hati dalam menentukan niat dan perbuatan. Semua perbuatan sehari-hari ditentukan oleh suasana hati. Bisa jadi kita berpura-pura, tetapi jawaban yang sebenarnya ada dalam hati kita. Kalau kita ingin menilai perbuatan kita sendiri, maka tanyalah hati kita sendiri. Begitu juga dalam melakukan transaksi keuangan yang saat ini semakin rumit. Terkadang kita dihadapkan pada produk syariah yang nama, istilah dan tata-caranya sangat mirip

dengan produk keuangan konvensional. Mungkin leasing sepeda motor atau mobil dapat menjadi contoh yang menarik. Kalau kita datang ke dealer sepeda motor biasanya sudah ada agen dari perusahaan pembiayaan yang menawarkan fasilitas leasing. Kalau kita lihat di brosur, pembiayaan syariah dan konvensional dua-duanya menawarkan skema cicilan yang tak jauh beda. Kalau kita tanya ke si agen tersebut apa beda diantara keduanya, pasti jawabannya agak kurang memuaskan. Kira-kira jawabannya adalah yang satu dijamin halal sedangkan yang lainnya tidak dijamin halal. Itu karena pada umumnya agen penjualan seringkali tidak dididik secara khusus untuk memberikan informasi yang sejelas-jelasnya. Bahkan, seorang agen seringkali merupakan agen konvensional yang merangkap agen syariah. Buat kita yang sangat awam, situasi ini jelas sangat membingungkan. Kalau seorang agen tidak begitu yakin bahwa hidupnya dapat sejahtera dengan hanya mengandalkan penawaran produk keuangan syariah, bukankah itu merupakan cermin dari hati yang mendua? Bukankah itu

merupakan cerminan niat asal dapat uang besar tanpa harus mempertimbangkan halal atau tidak? Kalau hati mereka aja belum lurus, bagaimana mereka meyakinkan kita supaya lurus bersyariah? Tampaknya ini merupakan hal yang sangat sepele, tetapi implikasinya sangat besar bagi perkembangan industri keuangan syariah. Hal seperti ini jelas dapat mengaburkan makna perbedaan syariah versus konvensional. Untuk hal-hal yang perbedaanya agak kabur, justru masalah keyakinan, hati dan niat menjadi faktor penentu. Dalam skema leasing syariah terdapat tiga transaksi serial yakni perusahaan melakukan pembelian sepeda motor, kemudian motor tersebut dijual kepada anda dengan margin tertentu, dan akhirnya anda melakukan pembayaran secara mencicil. Skema leasing konvensional juga mengandung tiga transaksi serial yakni pembelian motor oleh perusahaan pembiayaan, penjualan sepeda motor kepada anda tanpa marjin, dan pada akhirnya anda mencicil pokok berikut bunganya. Kalau bunga dianggap sama dengan marjin,

maka orang awam akan berkesimpulan bahwa dua-duanya tak memiliki perbedaan. Padahal akadnya berbeda. Keyakinan hati kita akan membentuk niat, dan niat akan menentukan perbuatan. Kalau niat tidak konsisten dengan perbuatan, maka kita sedang berpura-pura. Kalau keyakinan kita salah menilai bahwa produk syariah sama saja dengan produk konvensional, lantas kita melakukan perbuatan akad syariah, apakah itu tidak sama dengan sedang berpura-pura syariah. Masalah hati memang merupakan urusan kita dengan Allah SWT. Tak ada makhluk yang berhak untuk menilai apakah kita sedang berpura-pura atau bersungguh-sungguh. Supaya perbuatan kita konsisten dengan niat, maka diperlukan pengetahuan yang cukup memadai mengenai prinsip-prinsip transaksi keuangan syariah. Adalah menjadi kewajiban kita semua untuk saling berbagi pengetahuan. Financial literacy di bidang syariah tampaknya masih akan merupakan pekerjaan rumah yang cukup menantang. Bukankah lentera hati adalah ilmu pengetahuan? ■