iklim dalam konteks pembangunan ketahanan pangan membutuhkan
manajemen ... Pemerintah Provinsi NTB, khususnya bersama Badan Ketahanan
Pangan. ...... telah terpenuhi dan bahkan melebihi angka konsumsi pangan ideal
yang.
GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT SAMBUTAN
Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamu’alaikum, Wr.Wb. Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa saya menyambut gembira tersusunnya buku Strategi dan Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015. Iklim merupakan salah satu penggerak ekonomi yang paling penting dan merupakan sumberdaya yang menentukan efektifitas dan efisiensi dari berbagai kegiatan pembangunan di berbagai sektor. Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan. Perubahan iklim dalam konteks pembangunan ketahanan pangan membutuhkan manajemen resiko iklim saat ini secara efektif dan mampu mengembangkan sistem pembangunan ketahanan pangan yang tahan terhadap dampak perubahan iklim. Buku Strategi dan Rencana Aksi ini menjabarkan strategi antisipasi baik mitigasi maupun adaptasi perubahan iklim untuk mendukung keberlanjutan ketahanan pangan di Nusa Tenggara Barat. Agar langkah-langkah yang telah dirumuskan bersama berjalan dengan baik, maka perlu dilakukan koordinasi, monitoring dan evaluasi agar dapat ditemukan kendali, kendala dan permasalahan di lapangan. Akhirnya saya mengajak kepada semua pihak baik Pemerintah maupun masyarakat untuk berperan aktif dalam mendukung pembangunan ketahanan pangan menghadapi perubahan iklim. Terima kasih disampaikan kepada Tim Penyusun dan semua pihak termasuk WFP (World Food Programme) yang mendukung tersusunnya Strategi dan Rencana Aksi ini. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Mataram, 20 Desember 2011 Gubernur Nusa Tenggara Barat
Dr. TGH. M. Zainul Majdi
KATA PENGANTAR
Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Nusa Tenggara Barat dan United Nations World Food Programme (WFP) pada tahun 2010 telah bersama-sama mengembangkan Peta Ketahanan dan Kerawanan Pangan (FSVA) di tingkat kabupaten dan kecamatan sebagai alat pendukung untuk mengarahkan perencanaan pembangunan provinsi khususnya dalam bidang ketahanan pangan dalam konteks desentralisasi di Indonesia. Meningkatnya dampak perubahan iklim yang meliputi perubahan pola hujan yang semakin tidak menentu, peningkatan suhu udara, meningkatnya kejadian bencana terkait iklim ekstrim, kekeringan, dan banjir, dikhawatirkan akan semakin memperburuk situasi masyarakat di wilayah-wilayah yang rentan terhadap kerawanan pangan. Hal ini merupakan tantangan serius bagi ketahanan pangan. Untuk itu, lebih besar dari sebelumnya, upaya bersama sangat diperlukan untuk melindungi dan memperkuat penduduk yang rentan dalam mengatasi dampak dan beradaptasi terhadap perubahan iklim. WFP menyambut baik atas diselesaikannya Strategi dan Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011 – 2015. Dokumen ini merupakan wujud dari hasil kerjasama yang erat antara WFP dan Pemerintah Provinsi NTB, khususnya bersama Badan Ketahanan Pangan. Saya sangat berharap Rencana Aksi ini akan semakin memperkuat upaya kerjasama kita dalam mempromosikan transformasi yang berkelanjutan terkait upaya adaptasi perubahan iklim dan meningkatkan ketahanan masyarakat lokal, dengan memprioritaskan masyarakat miskin dan rawan pangan. Kami mengharapkan kerjasama yang berkelanjutan dalam memastikan ketahanan pangan bagi seluruh masyarakat di Provinsi NTB.
Coco Ushiyama Perwakilan & Direktur United Nations World Food Programme, Indonesia
DAFTAR ISI
TIM PENYUSUN vi BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 2 B. Maksud dan Tujuan 5 C. Ruang Lingkup 5 D. Pendekatan 6 E. Sasaran 7 F. Landasan Hukum 7 BAB II KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 9 A. Aspek Ketersediaan Pangan 10 1. Produksi 11 2. Pasokan dan Pengelolaan Cadangan Pangan 11 B. Aspek Distribusi Pangan 14 C. Aspek Konsumsi Pangan 15 BAB III DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP IKLIM DI NUSA TENGGARA BARAT 19 A. Curah Hujan 21 B. Pola Musim 22 C. Fenomena El Nino dan La Nina 23 D. Kenaikan Suhu Udara 24 1. Suhu Udara Rata-rata 24 2. Suhu Udara Maksimum 25 3. Suhu Udara Minimum 25 E. Kenaikan Muka Air Laut 26 F. Resume PrakiraanMusim Hujan Tahun 2011/2012 NTB 27 BAB IV DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI NUSA TENGGARA BARAT 31 A. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketersedian Pangan 32 B. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Distribusi/Akses Pangan 34 C. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pemanfaatan/Konsumsi Pangan 34
ii Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
BAB V STRATEGI DAN RENCANAAKSI KETAHANAN PANGAN MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM 37 A. Strategi Antisipasi 40 1. Strategi Adaptasi 41 2. Strategi Mitigasi 41 B. Rencana Aksi 47 BAB VI PELAKSANAAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI 55 A. Pelaksanaan 56 B. Pemantauan dan Evaluasi 56 BAB VII PENUTUP
57
LAMPIRAN 59 KEPUTUSAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NO 202 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENYUSUNAN STRATEGI RENCANA AKSI KETAHANAN PANGAN MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2011-2015
iii Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
DAFTAR TABEL
Tabel. 1 Produksi Pangan Nabati dan Pangan Hewani Provinsi NTB 2005-2010 11 Tabel. 2
Jenis dan Jumlah Cadangan Pangan Provinsi NTB Tahun 2010
Tabel. 3 Jumlah dan Kapasitas Lumbung di Provinsi NTB
12 13
Tabel. 4
Situasi Konsumsi dan Keragaman Pangan Aktual Penduduk NTB 2010 16
Tabel. 5
Perkembangan Capaian Pola Pangan Harapan (PPH) NTB 5 tahun (2006-2010) 17
Tabel. 6
Kenaikan suhu Rata-rata Tahunan 2001-2010
24
Tabel. 7
Kenaikan Suhu Maksimum Rata-rata Tahunan 2001-2010
25
Tabel. 8
Kenaikan Suhu Minimum Rata-rata Tahun 2001-2010
26
Tabel. 9
Zona Musim di Provinsi Nusa Tenggara Barat
27
Tabel. 10 Perbandingan Area Puso Padi dan Jagung Terhadap Luas Area Tanam Padi dan Jagung Tahun 2006-2009
33
Tabel. 11 Konsumsi Kalori dan Protein per Kapita per Hari pada Tiga Golongan Terbawah dari Golongan Pengeluaran Bulanan Per Kapita
35
Tabel. 12 Strategi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim untuk Ketahanan Pangan 42 Tabel. 13 Rencana Aksi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim
iv Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
48
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Grafik Rata-rata Curah Hujan Bulanan Tahun 1971 - 2010
Gambar 2.
Grafik Perbandingan Curah Hujan Tahun 2001-2010 dengan
21
normalnya 22 Gambar 3.
Grafik Suhu Rata-rata Tahunan 1971 - 2010
24
Gambar 4.
Grafik Suhu Maksimum Rata-rata Tahunan 1971 - 2010
25
Gambar 5.
Grafik Suhu Minimum Rata-rata Curah Tahunan 1971 - 2010
26
Gambar 6.
Perkiraan Curah Hujan (2011-2015)
28
Gambar 7.
Perkiraan Curah Hujan (2011-2015)
29
Gambar 8.
Perkiraan Suhu Udara Rata-Rata 2011-2014
29
Gambar 9.
Perkiraan Suhu Udara Minimum 2011-2014
29
Gambar 10. Perkiraan Suhu Udara Maksimum 2011-2014
30
Gambar 11. Sumber Pendapatan Utama Berdasarkan Klasifikasi Sektoral di NTB 34 Gambar 12. Tipologi penghidupan untuk NTB berbasis pada pelayanan ekosistem utama di Kecamatan, dan proyeksi dampak relatif pada kesejahteraan pada tahun 2030, 2060, 2100, kapasitas adaptasi tahun 2011 dan kerentanan pada tahun 2030 dan 2100
38
Gambar 13. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan/Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) Provinsi NTB
39
Gambar 14. Nisbi kerentanan terhadap penghidupan dan ketahanan pangan pada tiap-tiap kecamatan di NTB tahun 2030 (proyeksi)
40
v Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
TIM PENYUSUN BUKU RENCANA AKSI KETAHANAN PANGAN MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM TAHUN 2011-2015 (Berdasarkan SK Gubernur Nomor 202 Tahun 2012 Tanggal 20-3-2012)
Penanggung Jawab Gubernur Nusa Tenggara Barat (Dr.TGH. Zainul Majdi, MA) Pengarah Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (Ir. H. Badrul Munir, MM) Ketua Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTB (Ir. Husnanidiaty Nurdin, MM) Sekretaris Kepala Dinas Pertanian dan TPH Provinsi NTB (Ir. Abdul Maad, MM)
vi
Anggota 1. Kepala Dinas Peternakan dan Keswan Provinsi NTB (Dr. Ir. Syamsul Hidayat Dilaga, MS) 2. Kepala Dinas Perkebunan Provinsi NTB (Ir. Ihya Ulumudin, MM) 3. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTB (Ir. Hartina, MM) 4. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB (Ir. H. Muhammad Ali Syahdan, MM) 5. Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi NTB (Ir. H. Moh. Rusdi, MM) 6. Kepala Dinas perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTB (Drs. Lalu Imam Maliki, MM) 7. Kepala Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian Provinsi NTB (Ir.Tadjuddin Erfandy, MSc) 8. Kepala Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi NTB (Ir. Ridwan Syah, M.Sc. MM, MTP) 9. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi & Geofisika Provinsi NTB (Drs. A.A. Gede Trikumara S) 10. Kepala Perum Bulog Divisi Regional NTB (Drs. Rusdianto) 11. Kepala Biro Administrasi perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi NTB (Drs. Yoga Safitri, MM) 12. Sekretaris Bakorluh Provinsi NTB (Dr.Ir. Masyhur, MS)
Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
Tim Penyunting 1. Ir. Lalu Muhammad Zaki, MM (Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTB) 2. Ir. Ulayati Ali, MM (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTB) 3. Ir. Gembong, MM (Biro Administrasi Perekonomian Provinsi NTB) 4. Ir. Retty Wimartini, MM (Dinas Perkebunan Provinsi NTB) 5. Ir. H. Subagio MM (Dinas Pertanian TPH Provinsi NTB) 6. Ir. Iwan Jayadi, MM (Dinas Kehutanan Provinsi NTB) 7. Ir. Sasi Rustandi, M.Si (Dinas Kelautan dan Perikanan (Provinsi NTB) 8. Oktaviana Indriana (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Provinsi NTB) 9. Ir. Hj. Andri Nurwati (Bakorluh Provinsi NTB) 10. Janu Tri Gunawan, SP (Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTB) 11. Dr. H. Ahmad Suriyadi, SP,M.Agr Sc (BPTP Provinsi NTB) 12. Ahmad Faisal, SE (Perum Bulog Divre NTB) 13. Ir. Siti Hajar (Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTB) 14. Mira Juwita, SP (Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTB) 15. Robert Silas Kabanga, S.Kom (Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTB) 16. Chandra Panjiwibowo (World Food Programme) 17. Elviyanti Martini (World Food Programme) 18. Anthonius Rahardjo (World Food Programme) 19. Yane Rachma Birawati (World Food Programm) 20. Putrawan Habibi (World Food Programme) Tim Pokja Ahli Kelompok Kerja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Provinsi NTB
vii Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
BAB I
PENDAHULUAN STRATEGI & RENCANA AKSI KETAHANAN PANGAN MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM
A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan merupakan hak asasi bagi setiap rakyat Indonesia. Pemenuhan pangan sangat penting sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas dalam mendukung pembangunan nasional. Oleh karena itu, upaya untuk memenuhi kecukupan pangan merupakan kerangka dasar dalam pembangunan nasional dan diharapkan mampu mendorong upaya pembangunan sektor lainnya. Iklim merupakan salah satu penggerak ekonomi yang paling penting dalam menentukan efektifitas dan efisiensi dari berbagai kegiatan pembangunan. Iklim diartikan sebagai keadaan cuaca rata-rata dalam jangka waktu yang cukup panjang, minimal 30 tahun. Selain itu, perubahan iklim juga berpotensi mengakibatkan terjadinya perubahan sosial/ kependudukan dan budaya. Berbagai kajian sosial menemukan bahwa pola hubungan sosial berkaitan sangat erat dengan pola iklim. Dengan kata lain, pola sosial dan budaya dipengaruhi secara langsung oleh kondisi iklim setempat termasuk di dalamnya adalah kemampuan masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan. Perubahan iklim merupakan tantangan paling serius yang dihadapi masyarakat khususnya daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) pada saat ini dan ke depan seiring dengan semakin tingginya dampak dari perubahan iklim seperti peningkatan frekuensi dan intensitas banjir dan kekeringan serta peningkatan periodisitas El Nino dan La Nina. Penelitian terkini menegaskan bahwa Provinsi NTB sangat rentan terhadap perubahan iklim yang dapat berdampak secara signifikan terhadap ketahanan pangan, baik dari aspek ketersediaan, distribusi dan konsumsi serta kualitas pangan dan gizi. Kerentanan tersebut didasarkan oleh keadaan iklim dan agro-ekologi yang beragam, beranekaragam penghidupan, kondisi kemiskinan, pertumbuhan penduduk, dan laju deforestrasi (AusAID-CSIRO Alliance, Universitas Mataram, Pemprov NTB, 2011). Dalam Strategi dan Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim Nusa Tenggara Barat, dijelaskan bahwa beberapa isu strategis dalam perubahan iklim akan berdampak pada ketahanan pangan, yang diantaranya adalah:
2
1. Menurunnya daya dukung ekologis yang ditandai dengan meluasnya degradasi hutan dan lahan kritis. Konsekuensinya adalah terjadi penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya air (mata air dan sungai) yang diperkirakan akan mengancam 70% lahan pertanian dan pasokan Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
air bersih bagi masyarakat. Dampak ini juga terlihat di daerah pesisir dan laut di mana terjadi abrasi dan degradasi hutan bakau yang signifikan dan 44% terumbu karang mengalami kerusakan 2. Meningkatnya intensitas bencana akibat perubahan ekstrim pada variabilitas iklim yang tidak menentu. Hal ini ditandai dengan terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau yang berdampak pada meluasnya daerah puso pada musim hujan mencapai 2,712 ha dan kekeringan pada lahan padi mencapai 6,272 ha pada tahun 2007. Gelombang laut dan air laut pasang yang terjadi hampir sepanjang tahun 2007 mengakibatkan nelayan kesulitan dalam mencari nafkah. Dalam situasi seperti ini peran perempuan sangatlah dibutuhkan. Terutama dalam mencari mata pencaharian alternatif. 3. Lebih dari 400 titik mata air di Nusa Tenggara Barat telah hilang dan telah menyebabkan terjadinya defisit air akibat menurunnya ketersediaan air, sementara pemanfaatan air cenderung semakin tinggi. 4. Meningkatnya kerentanan sosial akibat usaha tani dan nelayan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka terutama dalam pemenuhan pangan, yang pada akhirnya juga mempengaruhi penghidupan rumah tangga. 5. Ketidak pedulian dan apatisme para pihak terhadap fenomena alam dan kerusakan lingkungan, baik dari segi kebijakan dan implementasinya, dan 6. Sistem Informasi penyediaan dan pemanfaatan variabilitas iklim belum optimal. Kerentanan sektor pertanian terhadap perubahan iklim dapat didefinisikan sebagai tingkat kekurang berdayaan suatu sistem usahatani dalam mempertahankan dan menyelamatkan tingkat produktivitasnya secara optimal dalam menghadapi cekaman perubahan iklim. Ada tiga faktor utama yang terkait dengan perubahan iklim yang berdampak pada sektor pertanian yaitu: (1) perubahan pola hujan dan iklim ekstrim (banjir dan kekeringan); (2) peningkatan suhu udara; dan (3) peningkatan permukaan air laut. Penanganan masalah perubahan iklim dalam konteks pembangunan ketahanan pangan membutuhkan manajemen risiko iklim secara efektif, dan pada saat bersamaan juga harus mampu mengembangkan sistem pembangunan ketahanan pangan yang tahan terhadap dampak perubahan iklim jangka-panjang. Upaya tersebut membutuhkan pendekatan lintas-sektor Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
3
baik pada tingkat nasional, regional, maupun lokal yang menghubungkan strategi pendekatan menyeluruh dan komprehensif antara kebijakan implementasi dengan ilmu pengetahuan dan hasil-hasil penelitian. Pembangunan ketahanan pangan harus dapat menjamin ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi seimbang serta merata. Pemerataan pembangunan ketahanan pangan dilaksanakan baik pada tingkat daerah, rumah tangga, maupun perorangan, serta harus dapat diwujudkan secara merata di seluruh wilayah sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumberdaya, kelembagaan dan kearifan lokal yang ada di masyarakat. Relasi gender yang harmonis mulai level mikro dalam sebuah keluarga sampai level makro dalam sistem pengambilan keputusan di level nasional, harus menjadi prinsip dalam rancang bangun kebijakan pembangunan, sehingga diperlukan desain kebijakan pembangunan di bidang pangan yang menjamin kebutuhan rakyat secara adil dan merata. Dalam implementasinya, setiap kebijakan yang dilakukan oleh tiap instansi semestinya juga harus memperhatikan hubungan atau relasi antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dikarenakan pembangunan nasional ditujukan untuk seluruh penduduk tanpa membedakan hak laki-laki maupun perempuan. Hal ini juga diperkuat dengan ditetapkannya Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional. Pemerintah mengatur penyelenggaraan pengarusutamaan gender mulai dari institusi atau lembaga pemerintah di tingkat pusat hingga daerah. Tujuan PUG adalah terselenggaranya kebijakan dan program pembangunan yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada prinsipnya pembangunan diarahkan untuk dapat meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan rakyat tanpa membedakan jenis kelamin. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka di pandang penting untuk menyusun Stategi dan Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim. Perencanaan strategi dan rencana aksi yang disusun harus mempertimbangkan pengalaman, kebutuhan, aspirasi, dan permasalahan perempuan dan laki-laki untuk menjamin pelaksanaan pembangunan yang lebih fokus, berkesinambungan, berkeadilan dan mencapai tingkat kemungkinan keberhasilan yang tinggi (optimal).
4 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
B. Maksud dan Tujuan Maksud disusunnya Strategi dan Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim adalah untuk memberikan panduan dan arahan pelaksanaan kegiatan menghadapi perubahan iklim untuk mendukung ketahanan pangan di NTB, yang mencakup pemerintah, masyarakat, pelaku usaha yang bergerak di bidang pertanian, dan pihak terkait lainnya. Tujuan Penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim adalah sebagai pedoman dalam mensinergikan berbagai program dan kegiatan antisipasi di daerah yang mencakup kegiatan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim untuk mendukung ketahanan pangan. Secara khusus, Strategi dan Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim ini bertujuan : 1. Menyiapkan arah kebijakan dan strategi ketahanan pangan dalam menghadapi perubahan iklim; 2. Menyiapkan program dan rencana aksi ketahanan pangan dalam menghadapi perubahan iklim; 3. Menyiapkan tahapan dan strategi pelaksanaan program dan rencana aksi adaptasi dan mitigasi ketahanan pangan dalam menghadapi perubahan iklim; 4. Menetapkan sasaran dan waktu pencapaian masing-masing program dan rencana aksi; 5. Meningkatkan komitmen dan memperkuat koordinasi dengan semua pihak terkait dalam penanganan masalah ketahanan pangan secara terpadu. 6. Menyongsong dan mensukseskan pembangunan NTB dalam Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) koridor V bidang ketahanan pangan dan pariwisata yang meliputi Bali-Nusa Tenggara. C. Ruang Lingkup Buku Strategi dan Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim ini berisi strategi dan langkah konkrit yang perlu dan akan dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan daerah dengan menjamin berjalannya secara baik subsistem ketahanan pangan yaitu: ketersediaan pangan, distribusi pangan, dan konsumsi pangan. Buku ini menyajikan upaya yang sistematis dan terintegrasi untuk memperlambat laju pemanasan global bersama dengan masyarakat dunia disertai dengan upaya meningkatkan ketahanan pangan dalam menghadapi Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
5
perubahan iklim. Masalah perubahan iklim saat ini dan mendatang harus dijadikan sebagai salah satu faktor penting dalam menentukan dasardasar perencanaan pembangunan daerah; baik untuk jangka pendek, menengah maupun panjang. Dalam rencana aksi ini, dibahas mengenai ketahanan pangan di Provinsi Nusa Tenggara Barat, dampak pemanasan global terhadap perubahan iklim di NTB, dampak perubahan iklim terhadap ketahanan pangan di NTB, strategi dan rencana aksi ketahanan pangan dalam menghadapi perubahan iklim, serta pemantauan, monitoring dan evaluasi. D. Pendekatan Strategi dan Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim disusun berdasarkan kajian dan analisa terhadap berbagai dokumen dan data serta hasil-hasil penelitian, diskusi dan workshop serta konsultasi dengan berbagai pihak. Beberapa dokumen yang menjadi sumber penyusunan Strategi dan rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim antara lain :
6
1. Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2005. Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Badan Litbang Pertanian, Indonesia. 2. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2007. Rencana Aksi Nasional Dalam Menghadapi Perubahan Iklim. 3. Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2009. Program 100 hari Kementerian Pertanian. 4. Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2010. Konsep dan Arahan Renstra Kementerian Pertanian 2010-2014. 5. Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2009. Laporan hasil penelitian Sumberdaya Lahan (tanah, iklim dan air). Badan Litbang Kementerian Pertanian. 6. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan GIZ. 2010. Risk and Adaptation Assessment to Climate Change in Lombok Island, West Nusa Tenggara Province. 7. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Dewan Ketahanan Pangan dan World Food Programme, 2010. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Barat/ Food Security and Vulnerability Atlas of Nusa Tenggara Barat. 8. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, 2012. Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi NTB 2011-2015. 9. Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian, 2010. Draft Rencana Aksi Daerah Adaptasi dan Mitigasi terhadap Perubahan Iklim. Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
10. Handoko, I., Y. Sugiarto and Y. Syaukat. 2008. Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi Pangan Strategis: Telaah kebijakan independen dalam bidang perdagangan dan pembangunan. SEAMEO BIOTROP. Bogor. 191p. 11. AusAID-CSIRO Research for Development Alliance, University of Mataram, NTB Government. CSIRO Climate Adaptation Flagship, Brisbane, and University of Mataram, Lombok, 2011: Climate Futures and Rural Livelihood Adaptation Strategies of Nusa Tenggara Barat Province. 12. WFP, 2011 Rapid gender situation analysis in NTB, looking at issues related to food insecurity, intra household food allocation, nutrition, health, and vulnerability to climate change impacts. 13. Vermeulen, S.J., Aggarwal, P.K., Ainslie, A., Angelone, C., Campbell, B.M., Challinor,A.J., Hansen, J., Ingram, J.S.I., Jarvis, A., Kristjanson, P., Lau, C., Thornton, P.K, and Wollenberg, E. 2010. Agriculture, Food Security and Climate Change: Outlook for Knowledge, Tools and Action. CCAFS Report 3. Copenhagen, Denmark: CGIAR-ESSP Program on Climate Change, Agriculture and Food Security. 14. WFP- AusAID-CSIRO Research for Development Alliance, University of Mataram, NTB Government. 2012. Combined Analysis of NTB Livelihoods in 2030. 15. WFP, 2011. Lessons Learned from the Food for Work/Food for Training (FFW/FFT) WFP PRRO 10069.2 Nusa Tenggara Barat (NTB). 16. Bappenas, 2011. Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. E. Sasaran Sasaran penyusunan buku Strategi dan Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim Provinsi NTB adalah tersedianya dokumen Rencana Aksi Daerah dalam mengantisipasi dampak/pengaruh perubahan iklim yang meliputi upaya adaptasi dan mitigasi guna mendukung ketahanan pangan daerah bagi seluruh instansi dan dinas terkait di Provinsi NTB. F. Landasan Hukum Dasar landasan hukum penyusunan buku Strategi Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim Tahun 2011-2015 adalah sebagai berikut: 1. Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. 3. Peraturan Nomor 68 Tentang Ketahanan Pangan. Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
7
4. Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2007 tentang Pertanggung Jawaban Gubernur, Bupati/Walikota. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembangian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. 7. Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan. 8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. 9. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Bappeda dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi NTB yang mengatur tentang tugas pokok dan fungsi Lembaga Teknis Daerah. 10. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 20092013. 11. Masterplan: Acceleration and Expansion of Indonesia Economic Development 2011-2025. Bali-Nusa Tenggara Economic Corridor. Gateway for Tourism and National Food Support. 12. Arahan Gubernur Nusa Tenggara Barat tentang Perkuat Koordinasi dan Sinkronisasi Program dan Kegiatan SKPG, antar klaster, antar pusat dan daerah, antar provinsi dan kabupaten/kota dan dengan mitra strategis. 13. Arahan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat untuk menyusun buku yang berjudul “Strategi dan Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim”. 14. Inpres No. 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender.
8 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
BAB II
KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT STRATEGI & RENCANA AKSI KETAHANAN PANGAN MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM
Saat ini fenomena yang menarik di bidang pertanian, termasuk sub sektor produksi pangan adalah apa yang disebut sebagai feminisasi pertanian (feminization of agriculture). Feminisasi pertanian adalah kecenderungan meningkatnya peran perempuan pada sub sektor produksi pangan dan secara bersamaan menurunnya peran laki-laki pada sub sektor ini. Penyebab utama adalah meningkatnya jumlah laki-laki yang merantau dari desa ke kota meninggalkan pekerjaannya sebagai petani sehingga peran ini digantikan oleh perempuan. Hal ini juga didukung oleh meningkatnya jumlah perempuan yang berperan sebagai kepala keluarga dan konsekuensinya adalah perempuan harus mampu turun tangan untuk bekerja di sektor pertanian. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dalam menganalisa kondisi ketahanan pangan di NTB, dipandang perlu untuk memperhatikan analisa sumber pendapatan dan penghidupan masyarakat NTB yang didasarkan pada ketersediaan produk dan pelayanan ekosistem (AusAID-CSIRO Alliance, Universitas Mataram, Pemprov NTB, 2011) serta memperhatikan dan memprioritaskan wilayah-wilayah NTB yang rentan terhadap kerawanan pangan dan gizi berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan (Pemprov NTB, BKP dan WFP, 2010). A. Aspek Ketersediaan Pangan Aspek ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan komponen bahan pangan untuk mencukupi kebutuhan/ kecukupan seluruh penduduk dari segi jumlah, mutu, keragaman dan keamanannya. Ketersediaan pangan ini sangat dipengaruhi oleh produksi, pasokan dan pengelolaan cadang pangan. Berbagai hasil studi mengungkapkan bahwa ketahanan pangan baik keluarga maupun nasional tak terlepas dari peran perempuan. Perempuan berperan dalam produksi, pengolahan dan distribusi pangan di tingkat rumah tangga. Selain pada sub sektor produksi pangan, kontribusi perempuan yang tidak kalah pentingnya dalam ketahanan pangan adalah pada kelangsungan keanekaragaman hayati, yang merupakan hal penting dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan.
10 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
1. Produksi Sebagai salah satu daerah penyangga stok pangan nasional, maka keinginan untuk tetap menjadi daerah yang mandiri di bidang pangan perlu terus diupayakan dengan mengusahakan peningkatan produksi komoditas bahan pangan terutama padi (beras), jagung, kedelai, dll, disamping komoditas lainnya seperti ternak (daging sapi). Peningkatan produksi dan produktivitas pangan nabati maupun hewani sangat dipengaruhi oleh daya dukung dan potensi sumberdaya serta lingkungan (agroklimat). Keragaman produksi pangan nabati maupun pangan hewani selama 5 tahun dapat digambarkan dalam tabel berikut ini: Tabel 1. Produksi Pangan Nabati dan Pangan Hewani Provinsi NTB Tahun 2005-2010 No I
Komoditas
1. 2. 3. 4.
Pangan Nabati Padi Jagung Kedelai Ubi Kayu
4. 5.
Ubi Jalar Sayuran
II.
Produksi (Ton) 2006
2007
2008
2009
2010
1.552.627 103.963 108.639 87.259
1.526.347 120.612 68,419 88.527
1.750.678 196.263 95.086 68.386
1.870.775 308.863 95.846 85.062
1.774.499 371.826 93.122 70.606
19.372 176.523
13.007 181.214
10.985 224.362
11.276 267.510
13.134 212.277
Pangan Hewani 1,
Daging
20.634
20.851
21.307
31.923
39.796
2, 3.
Telur Ikan
2.538 109,98
4.777 128,32
4.885 146,12
6.071 182,79
5.030 266,72
Sumber data: BKP Provinsi NTB Tahun 2010.
2. Pasokan dan Pengelolaan Cadangan Pangan Cadangan pangan merupakan salah satu komponen penting dalam ketersediaan pangan, karena merupakan sumber pasokan untuk mengisi kesenjangan antara produksi dan kebutuhan dalam daerah/masyarakat. Pengelolaan cadangan pangan dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah (provinsi dan kabupaten/ kota) serta masyarakat.Cadangan pangan pemerintah (baik pusat, provinsi dan kabupaten/kota) mencakup pangan tertentu yang bersifat pokok yaitu padi/ beras. Di Nusa Tenggara Barat, padi/ beras merupakan komoditas strategis karena sebagian besar penduduk bergerak di sektor pertanian dan Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
11
menjadi kebutuhan pokok/ utama penduduk. Besarnya cadangan pangan yang harus disediakan di daerah/wilayah Nusa Tenggara Barat adalah satu persen dari konsumsi penduduk. Satu bagian merupakan cadangan pangan yang harus dikelola oleh pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat dan 9 sembilan bagian lainnya dikelola oleh pemerintah kabupaten/ kota se-NTB. Cadangan pangan pemerintah ini khususnya beras dikelola oleh Perum Bulog Divisi Regional (Divre) NTB. Pengelolaan cadangan pangan yang dilakukan pemerintah, dilaksanakan melalui kegiatan Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP) baik di provinsi maupun kabupaten/kota. Sedangkan cadangan pangan yang dikelola masyarakat dikembangkan serta dilaksanakan melalui kegiatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) dan Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) serta pengembangan Desa Mandiri Pangan (Desa-Mapan) dan lumbung pangan. Adapun jumlah cadangan pangan pada tahun 2010 adalah sebagai berikut : Tabel 2. Jenis dan Jumlah Cadangan Pangan Provinsi NTB Tahun 2010 No 1.
2.
Jenis Cadangan Pangan Cadangan Pangan Pemerintah 1) PDRP Provinsi NTB 2) PDRP Kabupaten/ Kota Cadangan pangan masyarakat A. Gudang LDPM B. Gudang LUEP C. Lumbung, Pasar, Kios dan RT
TOTAL Cadangan Pangan
Jumlah (ton) 63,52 13,52 ton 49,99 ton 4.678 90 ton 119 ton 4.468 ton 4.741,52
Sumber data: BKP Provinsi NTB Tahun 2010.
12
Cadangan pangan pemerintah, yaitu dari pemerintah pusat yang tersimpan di gudang Bulog Divre NTB untuk Provinsi NTB sejumlah 200 ton/ tahun dan jumlah cadangan di masing-masing kabupaten/ kota sebesar 100 ton/ tahun, dan cadangan pangan pemerintah kabupaten/ kota dalam rangka PDRP (Penanganan Daerah Rawan Pangan) yaitu: Kota Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, Sumbawa Barat, Dompu, Bima dan Kota Bima masing-masing 4,5 ton, sedang Lombok Timur dan Sumbawa masing-masing 9,2 ton, sehingga jumlah cadangan pangan di kabupaten/ kota se-NTB sebanyak 49,9 ton. Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
Pengelolaan cadangan pangan oleh pemerintah disamping untuk mengisi kesenjangan antara produksi dengan kebutuhan juga bertujuan untuk penanggulangan kerawanan pangan, dan gizi masyarakat serta menurunkan tingkat kemiskinan sekurang-kurangnya sebesar satu persen pertahun sesuai kesepakatan MDGs (Millenium Development Goals) pada KTT Pangan Dunia di Roma, Italia tahun 1996. Untuk pengembangan dan penyediaan cadangan pangan masyarakat, pemerintah telah melaksanaan pemberdayaan masyarakat untuk mengembangkan lumbung pangan masyarakat desa. Adapun jumlah kelompok lumbung pangan yang telah dikembangkan di masingmasing kabupaten dapat disampaikan sebagai berikut: Tabel 3. Jumlah dan Kapasitas Lumbung di NTB
Tabel 3.
Jumlah dan Kapasitas Lumbung di NTB
9
9
7
Kapasitas Lumbung (Ton) 80
Lombok Tengah
63
37
13
300
3
Lombok Timur
45
27
17
350
4
Sumbawa
40
25
15
150
5
Sumbawa Barat
25
5
5
200
6
Dompu
23
20
20
60
7
Bima
146
82
21
120
8
Lombok Utara
12
2
2
40
363
207
100
1.300
No
Kabupaten
1
Lombok Barat
2
TOTAL
Lumbung
Jumlah Desa
Kecamatan
Sumber data: BKP Provinsi NTB tahun 2010
Lumbung pangan pada tabel tersebut diatas dikembangkan untuk menyediakan cadangan pangan masyarakat sekaligus sebagai upaya pemberdayaan masyarakat. Pengembangan lumbung pangan terutama di wilayah pedesaan merupakan langkah kongkrit untuk menjaga ketersediaan pangan pada saat terjadi kerawanan pangan. Lumbung pangan diharapkan mampu menjamin ketersediaan pangan bila terjadi bencana alam yang disebabkan oleh iklim terutama gagal tanam maupun gagal panen akibat kemarau yang berkepanjangan dan banjir.
13 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
B. Aspek Distribusi Pangan Aspek distribusi pangan dimaksudkan untuk mewujudkan atau menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan mutu yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau, melalui pengembangan sistem distribusi yang efektif dan efisien. Mengingat sebagian besar penduduk adalah masyarakat petani yang tinggal di wilayah pedesaan, maka aspek distribusi untuk mengakses pangan sering menjadi kendala. Dalam mendukung aspek distribusi tersebut, pemerintah telah mengembangkan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) pada Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN). Pendekatan dalam pengembangan LDPM tersebut adalah melalui pemberdayaan masyarakat/ kelompok tani agar mampu mengembangkan kegiatan-kegiatan ekonomi produktif secara berkelanjutan dan berkembang secara swadaya. Pengembangan LDPM ini adalah untuk peningkatan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, khususnya untuk petani di sentra produksi dalam rangka mendukung petani memperoleh harga produksi yang lebih baik, memperkuat pengelolaan cadangan pangan, sehingga memudahkan akses terhadap pangan serta mengembangkan kemampuan petani untuk dapat memperoleh nilai tambah dari hasil produksinya. Sejalan dengan hal tersebut, penguatan LDPM juga berfungsi untuk menjaga stabilitas harga produksi di tingkat petani. Untuk meningkatkan akses pangan rumah tangga miskin, pemerintah telah mengembangkan program subsidi/ bantuan pangan berupa beras untuk rumah tangga yang memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan. Mengingat beras adalah bahan pangan pokok yang paling banyak dikonsumsi, maka prioritas utama pemerintah adalah untuk menjamin masyarakat agar dapat mengakses beras dalam jumlah yang mencukupi melalui program subsidi pangan untuk rumah tangga miskin (Raskin). Melalui program ini pemerintah mendistribusikan beras dengan harga bersubsidi sehingga masyarakat miskin yang daya belinya sangat terbatas bisa mendapatkan bahan pangan pokoknya. Penyaluran Raskin di Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2007 sebesar 55.809.794 kg dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 98.646.560 kg hingga tahun 2009 meningkat 105.582.780. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam penyaluran raskin adalah volume beras yang disalurkan tidak mencukupi kebutuhan sesuai norma sebesar 20 kg/kk/ 14 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
bulan. Pada umumnya kendala tersebut diselesaikan di tingkat masyarakat melalui musyawarah desa. Survei evaluasi yang dilaksanakan oleh 35 perguruan tinggi pada tahun 2003 menemukan bahwa rata-rata penerimaan beras raskin adalah 13,3 kg/kk/bln. Pasa saat standar pembagian raskin pada tahun 2007 sebesar 10 kg/kk/bln. Hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian Universitas Mataram pada tahun 2007 menemukan bahwa pembagian raskin di tingkat rumahtangga miskin di Nusa Tenggara Barat rata-rata sebesar 7-8 kg/kk/bln. C. Aspek Konsumsi Pangan Aspek konsumsi berfungsi menggerakkan agar pola pemanfaatan pangan dapat memenuhi kaedah mutu, keanekaragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalan. Pada aspek ini, kerentanan pangan dan sirkulasi penyakit yang disebabkan oleh perubahan iklim (menurunnya kualitas air dan tingginya polutan, dan penyakit malaria) mengharuskan adanya upaya penanganan mulai dari tingkat kemampuan individu dalam mengkonsumsi pangan. Perempuan memiliki peranan yang sangat penting dalam penyediaan konsumsi makanan yang bergizi dan aman bagi kesehatan anggota keluarganya. Pola pemanfaatan pangan atau yang disebut sebagai pola konsumsi pangan bertujuan agar terjadi keseimbangan dan keragaman dalam pemanfaatan pangan untuk konsumsi. Pola konsumsi dalam suatu rumah tangga di pengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial dan budaya. Untuk mendukung ketahanan pangan di masyarakat perlu penanaman kesadaran pola konsumsi yang sehat, yang dimulai sejak dini baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Pola konsumsi pangan masyarakat dipantau melalui 2 (dua) indikator yang telah di tetapkan melalui Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG), yaitu Angka Kecukupan Energi/Gizi (AKE/AKG) dan Angka Kecukupan Protein (AKP). Sedangkan untuk memantau tingkat keragaman konsumsi pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH). Situasi konsumsi pangan penduduk NTB Tahun 2010 secara agregat telah memenuhi kecukupan konsumsi baik energi maupun protein sebagaimana di gambarkan dalam tabel berikut ini.
15 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
Tabel 4. Situasi Konsumsi dan Keragaman Pangan Aktual Penduduk Tabel 4. Situasi Konsumsi dan Keragaman Pangan Aktual Penduduk Provinsi NTB Tahun 2010 Provinsi NTB Tahun 2010 No
Kelompok Pangan
Konsumsi (gram)
Energi (kkalori)
AKE (%)
Protein (gram)
AKP (%)
Skor PPH
1.
Padi-padian
361,3
1.454
72,7
32,3
62,0
25,0
2.
Umbi-umbian
31,3
38,5
1,9
0,3
0,6
1,0
3.
Pangan Hewani
73,5
131,0
6,5
13,4
25,8
13,1
4.
Minyak dan Lemak
15,5
138,5
6,9
0,0
0,1
3,5
5.
Buah/biji berminyak
3,8
21,3
1,3
0,3
0,6
0,5
6.
Kacang-kacangan
19,8
62,5
3,1
5,5
10,5
6,3
7.
Gula
17,8
59,0
2,9
0,0
0,0
1,5
8.
Sayur dan Buah
249,6
93,2
4,7
3,8
7,3
23,3
9.
Lain-lain
71,0
38,5
1,9
1,8
3,5
0,0
2.036
101,8
57,4
110,4
74,1
Total
Sumber Data: BKP Prov. NTB Tahun 2010. AKE: Angka Kecukupan Energi AKP: Angka Kecukupan Protein
Dari tabel tersebut terlihat bahwa Angka kecukupan Energi (AKE), Angka Kecukupan Protein (AKP) penduduk NTB Tahun 2010 berada di atas 100 %. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumsi pangan penduduk NTB telah terpenuhi dan bahkan melebihi angka konsumsi pangan ideal yang dipersyaratkan pada WKNPG yaitu untuk AKE 2.000 Kkal/kap/hari dan AKP 52 gram/kap/hari. Namun demikian pola keragaman konsumsi penduduk di NTB pada Tahun 2010 baru mencapai Angka 74,1. Hal ini mengindikasikan dalam keragaman dan mutu pangan yang di konsumsi relatif masih dikategorikan rendah. Hal ini juga tidak lepas dari situasi konsumsi pangan penduduk yang sebagian besar hampir 72,2 % merupakan kelompok padi–padian, terutama beras. Dengan demikian kelompok padi-padian (beras) nyaris mendominasi dalam pola konsumsi pangan penduduk NTB. Jika dilihat perkembangan secara keseluruhan konsumsi pangan masyarakat NTB (konsumsi energi, protein) dari tahun 2006-2010, menunjukkan adanya perbaikan, hal ini ditunjukkan oleh capaian angka konsumsi energi dan protein yang masih diatas standar nasional. Demikian pula dengan angka skor mutu pangan yang setiap tahun meningkat. Perkembangan capaian Pola Pangan Harapan Provinsi Nusa Tenggara Barat selama kurun waktu 5 tahun (2006-2010) dapat dilihat dalam tabel dibawah ini. 16 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
Tabel 5. Perkembangan Capaian Pola Pangan Harapan (PPH) Provinsi NTB selama 5 Tahun (2006-2010) No
Komponen
1. 2. 3. 4.
Konsumsi energi (Kkal/kap/hr) % Konsumsi Energi (AKE) Konsumsi Protein (gr/kap/hr) % Kontribusi Protein
5.
Skor PPH
2006 2.044 102,2 58,4 112,2 68,7
Capaian PPH NTB 2007 2008 2009 2.049 2.003 2.004 102,4 100,2 100,2 58,9 55,8 56,5 113,2 107,3 108,6 69,6
72,7
73,4
2010 2.036 101,8 57,4 110,4 74,08
% (-/+)
-0,1 -0,1 -0,4 -0,4 1,9
Sumber data: BKP Prov. NTB tahun 2010
Dari tabel diatas terlihat bahwa Skor PPH meningkat dari 68.7 tahun 2006 ke 74,08 pada tahun 2010, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan dalam pola konsumsi pangan menjadi semakin beragam, bergizi, dan seimbang. Namun demikian, perlu disadari bahwa konsumsi energi masyarakat NTB yang bersumber dari kelompok padi-padian khususnya beras pada tahun 2009 masih cukup tinggi (72,7%), dan diharapkan pada tahun 2015 akan menurun menjadi 61,91%. Angka tersebut masih lebih tinggi dari persentase konsumsi energi anjuran PPH sebesar 50% yang bersumber dari padi-padian atau khususnya beras. Konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, sayuran dan buah serta kacang-kacangan masih tergolong rendah.
17 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
BAB III
DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP IKLIM DI NUSA TENGGARA BARAT
STRATEGI & RENCANA AKSI KETAHANAN PANGAN MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM
Pesatnya pembangunan di berbagai sektor dunia telah berdampak terhadap peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara global. Peningkatan suhu udara merupakan bagian dari efek pemanasan global yang berdampak pada meningkatnya anomali cuaca dan iklim diberbagai belahan wilayah Indonesia termasuk wilayah Nusa Tenggara Barat. Gejala penyimpangan fenomena alam (cuaca dan iklim) yang sering terjadi, menyebabkan perubahan pola cuaca (terutama curah hujan dan pola hujan) menjadi ekstrim dan sulit untuk diprediksi. Perkiraan iklim secara global oleh IPCC (2007) menemukan bahwa peningkatan konsentrasi GRK bumi sejak tahun 1750 sampai abad ke20 telah mengakibatkan suhu bumi naik 0,7ºC dan tinggi muka air laut bumi naik 12-22 cm, sedangkan kisaran proyeksi pemanasan global pada abad 21 dengan proyeksi kenaikan suhu udara 0,5-3,6ºC, muka air laut global diproyeksikan naik 0,18-0,59 m. Fakta dan proyeksi tersebut dapat berpengaruh secara spesifik kepada wilayah-wilayah yang rentan terhadap perubahan iklim global. Secara umum perubahan iklim global akan membawa perubahan kepada parameter-parameter cuaca secara spesifik yaitu temperatur, curah hujan, tekanan, kelembaban udara, laju serta arah angin, kondisi awan, dan radiasi matahari. Perubahan pada curah hujan akan berdampak pada sektor-sektor yang terkait dengan air, yaitu sumber daya air, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, infrastruktur (termasuk pemukiman, transportasi, irigasi air tanah dalam dan air permukaan dan penataan ruang), rawa, lahan kering, serta pantai. Kegagalan panen karena kekeringan atau kebanjiran, timbulnya penyakit tanaman akibat perubahan iklim akan mempengaruhi ketahanan pangan dan jika tidak di tangani dengan baik dikhawatirkan akan mengakibatkan bencana bagi penduduk khususnya di wilayah NTB. Hal ini sangat beralasan, sebab lahan pertanian di Propinsi NTB terdiri dari ladang dan sawah. Sawah terdiri dari sawah beririgasi teknis, yakni sawah yang selalu memperoleh air sepanjang tahun; sawah beririgasi setengah teknis, yakni sawah yang kekurangan air di musim kemarau, dan lahan sawah tadah hujan (Rainfed) yakni sawah yang irigasinya tergantung sepenuhnya pada hujan. Jika terjadi kekeringan karena kemarau panjang maka tanaman padi yang ditanam di daerah lahan sawah tadah hujan akan mengalami cekaman air yang paling parah, sehingga produksinya berbeda dengan produksi tanaman di daerah beririgasi. Informasi cuaca dan iklim akan sangat penting sebagai bahan perencanaan guna dapat mengantisipasi serta meminimalisasi dampak perubahan atau bencana yang terjadi dari akibat perubahan iklim tersebut. 20 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
Untuk melihat sejauh mana perubahan iklim tersebut terjadi khususnya di wilayah NTB berikut disajikan perkembangan beberapa indikator iklim seperti curah hujan, pola musim, fenomena El Nino dan La Nina serta suhu udara. A. Curah Hujan Data curah hujan merupakan data yang memiliki fluktuasi sangat tinggi, sehingga dalam pengolahannya, data tersebut dikelompokkan dalam periode 3 (tiga) bulanan yaitu Januari – Maret, April – Juni, Juli – September dan Oktober – Desember. Berikut grafik total curah hujan bulanan tahun 1971 sampai dengan 2010 yang masing-masing dibagi dalam periode 10 tahunan, yakni periode 19711980, periode 1981-1990, periode 1991-2000 dan periode 2001-2010. Gambar 1. Grafik Total Curah Hujan Tiga Bulanan Tahun 1971 - 2010
Dari grafik total curah hujan tiga bulanan di atas, dapat dianalisa sebagai berikut: • Periode bulan Januari – Maret menunjukan trend menurun (curah hujan berkurang) selama periode tahun 2001 – 2010 yang cukup signifikan dibandingkan periode tahun sebelumnya. • Periode bulan April – Juni tidak menunjukan trend atau perubahan yang signifikan. • Periode bulan Juli – September tidak menunjukan trend atau perubahan yang signifikan. • Periode bulan Oktober – Desember menunjukan trend naik (curah hujan bertambah) selama periode tahun 2001 – 2010 yang cukup signifikan dibandingkan periode tahun sebelumnya. Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
21
Dari analisa di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi pergeseran curah hujan maksimum dari periode bulan Januari – Maret pada tahun 1971 hingga tahun 2000 menjadi periode bulan Oktober – Desember pada tahun 2001 hingga tahun 2010. B. Pola Musim Kondisi iklim di Indonesia khususnya di wilayah Nusa Tenggara Barat secara umum dipengaruhi oleh aktifitas monsun baratan (musim angin baratan) dan monsun timuran (musim angin timuran). Pada saat monsun timuran, di wilayah Nusa Tenggara Barat umumnya berlangsung musim kemarau/ kering yakni bulan April hingga Oktober. Puncak musim kemarau/ kering umumnya berlangsung antara bulan Juli hingga Agustus. Sebaliknya pada saat monsun baratan, wilayah Nusa Tenggara Barat umumnya berlangsung musim hujan yakni pada bulan November hingga Maret, dengan puncak musim hujan umumnya berlangsung antara bulan Januari hingga Februari. Gambar 2: Grafik Perbandingan Curah Hujan 2001-2010 dengan normalnya (1971-2000)
22
Sumber Data : BMKG Mataram 2011 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
Dari pengolahan data curah hujan bulanan tahun 2001 hingga tahun 2010 menunjukkan terjadi pergeseran dari rata-rata normalnya. Rata-rata curah hujan bulanan tahun 2001 hingga tahun 2010 untuk bulan Januari, Maret, April, Juni dan Agustus berada di bawah rata-rata normalnya. Sedangkan bulan Mei, Juli, September, November dan Desember berada di atas ratarata normalnya. Bulan Januari yang seharusnya menjadi puncak musim hujan mengalami hujan di bawah normalnya pada tahun 2002, 2004-2009. Hujan di atas normalnya terjadi antara bulan Oktober hingga Desember. Sedangkan untuk tahun 2010, hujan di atas normalnya terjadi pada bulan Mei hingga Oktober yang seharusnya merupakan musim kemarau/kering. C. Fenomena El Nino dan La Nina El Nino adalah fenomena menghangatnya suhu muka lautan di wilayah pantai Amerika Selatan dan mendinginnya suhu muka laut di perairan Indonesia. Kondisi ini menyebabkan kurangnya ketersediaan uap air pembentuk awan di wilayah Indonesia sehingga Indonesia akan mengalami periode kering. Berdasarkan data historis kejadian hujan dan nilai SOI (Southern Oscilation Index) untuk memprediksi El Nino dan La Nina, periode terjadi El Nino lebih sering dibanding La Nina yaitu pada 1991, 1993, 1994, 1997/1998 dan 2007 La Nina adalah fenomena kebalikan dari El Nino yaitu kondisi dimana suhu muka lautan di wilayah pantai Amerika Selatan mendingin sementara suhu muka laut di perairan Indonesia menghangat sehingga tersedia cukup uap air pembentuk hujan. Pada periode ini Indonesia memasuki masa basah dikarenakan intensitas hujan yang meningkat dibanding normalnya. La Nina tercatat terjadi pada tahun 1998/1999, 2000 dan 2007/2008, 2009/2010 dan 2011. Secara umum terdapat tiga cara untuk mendeteksi terjadinya El Nino dan La Nina yaitu: • Perbedaan tekanan permukaan laut antara Tahiti dan Darwin • Perbedaan suhu muka laut Pasifik Equator • Pergerakan angin Pasat. Perubahan iklim juga diduga mempengaruhi periode kejadian El Nino dan La Nina. Normalnya, El Nino dan La Nina terjadi 5-7 tahun sekali tanpa adanya pengaruh perubahan iklim. 23 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
D. Kenaikan Suhu Udara 1. Suhu Udara Rata-Rata Analisa data suhu udara rata-rata Kota Mataram tahun 1971 hingga tahun 2010 menunjukan trend kenaikan yang cukup signifikan mulai dari tahun 1996 hingga tahun 2010. Secara umum suhu udara rata – rata terendah terjadi pada bulan Juli dan tertinggi terjadi pada bulan November – Desember. Gambar 3. Grafik Suhu Rata – Rata Tahunan 1971-2010
Kenaikan suhu udara rata-rata Kota Mataram dari tahun 2001 hingga tahun 2010 sebesar 0,5°C dari data rata-rata normalnya (data tahun 1971-2000). Kenaikan suhu udara rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 1,0°C. Hal ini disebabkan karena terjadinya fenomena global El Nino pada akhir tahun 2009 hingga pertengahan tahun 2010. Tabel 6. Kenaikan Suhu Rata-Rata Tahunan 2001-2010 Terhadap Ratarata 1971-2000 TAHUN SUHU NORMAL 1971-2000 26,1
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
26,5
26,5
26,4
26,6
26,8
26,5
26,5
26,4
26,7
27,1
KENAIKAN SUHU 2001-2010
0,4
0,4
0,3
0,5
0,7
0,4
0,4
0,3
0,6
1,0
0,5
24 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
2. Suhu Udara Maksimum Analisa data suhu udara maksimum rata-rata Kota Mataram tahun 1971 hingga tahun 2010 menunjukan trend kenaikan yang cukup signifikan mulai dari tahun 1996 hingga tahun 2010. Secara umum suhu udara maksimum terendah terjadi pada bulan Juni - Juli dan tertinggi terjadi pada bulan Maret. Gambar 4. Grafik Suhu Maksimum Rata – Rata Tahunan 1971-2010
Kenaikan suhu udara maksimum rata-rata Kota Mataram dari tahun 2001 hingga tahun 2010 sebesar 0,8°C dari data rata-rata normalnya (data tahun 1971-2000). Kenaikan suhu udara rata-rata maksimum tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 1,2°C. Tabel 7. Kenaikan Suhu Maksimum Rata-Rata Tahunan 2001-2010 Terhadap Rata-rata 1971-2000 TAHUN SUHU NORMAL 2001 1971-2000 31,5 30,9
0,6
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
31,3
31,6
31,8
32,1
31,4
31,6
31,5
31,7
31,9
KENAIKAN SUHU 2001-2010
0,4
0,7
1,0
1,2
0,5
0,7
0,6
0,8
1,1
0,8
3. Suhu Udara Minimum Analisa data suhu udara minimum rata-rata Kota Mataram tahun 1971 hingga tahun 2010 menunjukan trend kenaikan yang cukup signifikan mulai dari tahun 1996 hingga tahun 2010. secara umum suhu udara minimum terendah terjadi pada bulan Juli - Agustus dan tertinggi terjadi pada bulan Desember – Januari. Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
25
Gambar 5. Grafik Suhu Minimum Rata – Rata Tahunan 1971-2010
Kenaikan suhu udara minimum rata-rata Kota Mataram dari tahun 2001 Hingga tahun 2010 sebesar 0,7°C dari data rata-rata normalnya (data tahun 1971-2000). Kenaikan suhu udara rata-rata minimum tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 1,4°C. Tabel 8. Kenaikan Suhu Minimum Rata-Rata Tahun 2001-2010 Terhadap Rata-rata 1971-2000. TAHUN 2001
2002
2003 2004 2005 2006 2007
2008
2009 2010
SUHU NORMAL 1971-2000
23,1
23,1
23,2
23,1
23,4
23,0
23,2
23,2
23,1
23,9
KENAIKAN SUHU 2001-2010
22,5
0,6
0,6
0,7
0,6
0,9
0,4
0,7
0,7
0,6
1,4
0,7
E. Kenaikan Muka Air Laut Kajian kerentanan dan resiko perubahan iklim yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup bersama GIZ (2010) menjelaskan bahwa wilayah Lombok bagian Utara mengalami kenaikan permukaan air laut sekitar 6 mm per tahun, sedangkan di selatan 4 mm per tahun. Di daerah lain, resikonya semakin berbeda, dipengaruhi kecepatan kenaikan, pola arus, sedimentasi di garis pantai, dan kuat lemahnya gelombang.
26
Kajian tersebut lebih lanjut menjelaskan bahwa global warming juga berkaitan erat dengan semakin tingginya frekuensi El Nino dan La Nina. Frekuensi terjadinya dua ekstrem itu mulai meningkat pada 1970 sampai sekarang. Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
Pulau Lombok sangat rentan terhadap pengaruh kenaikan tinggi air laut, terutama terhadap bahaya banjir atau rob, sedimentasi dan erosi. Kajian tersebut memperkirakan pada tahun 2030, tinggi permukaan air laut di pantai utara dan selatan Pulau Lombok mencapai 10.5 – 24 cm dan akan meningkat menjadi 28 – 55 cm pada 2080. Kenaikan tinggi permukaan air laut meningkatkan resiko erosi, perubahan garis pantai dan mereduksi wilayah lahan basah di sepanjang pantai. F. Resume Prakiraan Parameter-parameter Perubahan Iklim Tahun 2011/2015 Provonsi Nusa Tenggara Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari 21 Zona Musim (ZOM) yaitu ZOM 220 s/d 240, dengan pembagian wilayah sebagaimana yang disajikan pada Tabel 9 berikut ini: Tabel 9. Zona Musim di Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
ZOM 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240
Wilayah Lombok Barat bagian Selatan, Lombok Tengah bagian Selatan Lombok Tengah Kota Mataram, Lombok Barat bagian Barat Lombok Utara bagian Barat Lombok Utara bagian Utara Lombok Timur bagian Utara Lombok Barat bagian Tengah, Lombok Tengah bagian Utara Lombok Timur bagian Barat, Lombok Tengah bagian Timur Lombok Timur bagian Timur Lombok Timur bagian Selatan Sumbawa Barat bagian Selatan Sumbawa Barat bagian Utara Sumbawa Besar bagian Barat Sumbawa Besar bagian Barat Laut Sumbawa Besar bagian Tengah Sumbawa Besar bagian Timur Laut Sumbawa Besar bagian Selatan dan Timur Bima dan Dompu bagian Utara Dompu Bima bagian Selatan Bima bagian Timur
Perubahan iklim di NTB dalam dekade terakhir cukup signifikan yaitu bergesernya puncak musim hujan, bertambah pendeknya periode musim hujan, tren kenaikan suhu udara dan kenaikan muka air laut. Perkiraan parameter-parameter perubahan iklim oleh BMKG (2011), hasil temuan Kementerian Lingkungan Hidup dan GIZ (2010) dan CSIRO Unram (2010) 27 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
memberikan kontribusi yang besar dalam perencanaan pembangunan ketahanan pangan baik jangka pendek maupun jangka panjang Provinsi NTB. Perakiraan-perakiraan tersebut diantaranya adalah: 1. Hasil prediksi curah hujan bulanan periode tahun 2012-2015 berkisar antara 9 – 278 mm (gambar. 6). 2. Prediksi musim hujan untuk periode tahun 2011-2013 akan berlangsung selama 5 bulan dari bulan November-Maret. Sedangkan untuk Musim Hujan periode tahun 2013-2015 akan berlangsung selama 6 bulan dari Oktober-Maret (gambar. 6). 3. Prediksi sifat hujan bulanan periode tahun 2011-2015 umumnya Normal. Periode Bawah Normal diprediksi akan terjadi pada Juni-Agustus 2012 dan November-Desember 2013. Sedangkan hujan Atas Normal diprediksi akan terjadi pada tiap bulan Agustus –September tahun 2013 hingga 2015 (gambar. 7). 4. Sedangkan untuk hasil proyeksi suhu udara, baik suhu udara rata-rata, suhu minimum maupun suhu maksimum menunjukkan pola yang cukup seragam yaitu dominan naik pada periode 4 tahun kedepan dengan besar kenaikan berkisar antara +0.1 °C s.d +0.5 °C. Kenaikan terbesar dihasilkan dari proyeksi suhu minimum (gambar. 8, 9 dan 10). 5. Berdasarkan analisa proyeksi kenaikan muka air laut menggunakan skenario IPCC SRESa1b (750 ppm) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan GIZ (2010), pesisir pantai di wilayah utara dan selatan Pulau Lombok akan mengalami kenaikan muka air laut berkisar antara 10.5 hingga 24 cm pada tahun 2030. Lebih lanjut, pada 2080, kenaikan muka air laut diperkirakan mencapai 28 hingga 55 cm. Gambar 6. Perkiraan Curah Hujan (2011-2015)
Sumber: BMKG NTB 2011
28 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
Gambar 7. Perkiraan Sifat Hujan 2011-2015
Sumber: BMKG NTB 2011
Gambar 8. Perkiraan Suhu Udara Rata-Rata 2011-2014
Sumber. BMKG NTB
Gambar 9. Perkiraan Suhu Udara Minimum 2011-2014
29
Sumber. BMKG NTB Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
Gambar 10. Perkiraan Suhu Udara Maksimum 2011-2014
Sumber. BMKG NTB
30 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
BAB IV
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KETAHANAN PANGAN DIPROVINSI NUSA TENGGARA BARAT STRATEGI & RENCANA AKSI KETAHANAN PANGAN MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM
Perubahan iklim yang kian terasa dampaknya di provinsi NTB akan sangat berpengaruh pada ketahanan pangan baik ketersediaan pangan, akses distribusi dan konsumsi pangan. Pada tingkat rumah tangga, perubahan iklim menjadi ancaman serius bagi sumber pendapatan utama masyarakat yang perlu ditanggulangi secara terintegrasi melalui pendekatan lintas sektoral. Oleh karena itu, dianggap perlu dalam Strategi dan Rencana Aksi ini untuk menganalisa lebih jauh dampak perubahan iklim terhadap ketiga pilar ketahanan pangan sebagai acuan dalam menentukan langkahlangkah strategis kebijakan strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim mendukung ketahanan pangan. A. Dampak Perubahan Iklim terhadap Ketersediaan Pangan. Ketersediaan Pangan adalah tersedianya pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik itu bersumber dari produksi pangan domestik, impor/ perdagangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan dari produksi domestik, masuknya pangan melalui mekanisme pasar, stok pangan yang dimiliki pedagang dan pemerintah, serta bantuan pangan baik dari pemerintah maupun dari badan bantuan pangan. Provinsi NTB adalah daerah swasembada/ surplus pangan padi dan jagung dan ketersediaan pangan pada tingkat provinsi memadai. Dari 105 kecamatan, hanya terdapat 7 kecamatan (5 di Pulau Lombok dan 2 di Pulau Sumbawa) yang mengalami defisit produksi serealia. Temuan ini mencerminkan bahwa selama satu dekade terakhir ketersediaan pangan di NTB bukan menjadi permasalahan utama dalam pembangunan ketahanan pangan. Namun, kajian dampak perubahan iklim terhadap ketersediaan pangan yang dilakukan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB (1999) melaporkan bahwa kekeringan tahun 1997/1998 di NTB menyebabkan 8,400 Ha tanaman padi mengalami kekeringan berat dan lebih kurang 1,400 Ha diantaranya mengalami puso yang mengakibatkan menurunnya produksi pangan pada periode tersebut. Data terbaru menunjukkan komoditas padi dan jagung juga mengalami penurunan produksi akibat puso selama periode 2007-2009. Kerusakan tanaman padi terjadi di tahun 2008 (0,80%), tahun 2009 (0,41%) dan tahun 2007 (4,04%). Pada tahun 2007 tingkat kerusakan terparah tanaman padi ditemukan di Bima (9,85%), Lombok Tengah (7,0%) dan diikuti Dompu (5,39%) serta Sumbawa Barat (2,41%). Demikian pula pada kerusakan tanaman jagung pada tahun 2008 (0,56%), tahun 2009 (0,18%) dan tahun 2007 (9,23%). Pada tahun 2007, tingkat kerusakan tertinggi tanaman jagung terdapat di Sumbawa Barat (40,65%) diikuti Dompu (10,48%) (BPS, 2009: FSVA,2010). 32 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
Tabel 10. Perbandingan Area Puso Padi dan Jagung terhadap Luas Area Tanam Padi dan Jagung Tahun 2006 – 2009
Sumber: BPS 2009:FSVA 2010.
Perubahan parameter iklim lainnya seperti meningkatnya suhu udara (0,5ºC) pada proyeksi tahun 2015, dan kenaikan muka air laut yang mencapai 10,5 hingga 24 cm pada tahun 2030 akan mengancam aspek-aspek ketahanan pangan utama seperti pertanian, sumberdaya hutan dan air, perikanan darat dan laut bahkan peternakan. Beberapa hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa kenaikan suhu udara 0,5ºC dapat menurunkan hasil serealia 0,5 ton ha. Degradasi hutan di NTB (Dishut NTB, 2007) mencapai 20.000 ha per tahun, dan dengan program pemerintah (gerhan) pemerintah hanya mampu merehabilitasi 5.000 ha/tahun. Di sisi lain, degradasi hutan akan memberi dampak buruk terhadap sumber air (kualitas dan kuantitas) baik air untuk irigasi maupun air bersih. Erosi tanah sebagai akibat dari pembersihan lapisan penutup tanah, akan menyebabkan sedimentasi/endapan pada jalan air, yang dapat mengganggu kegiatan di hilir atau dataran rendah. Kekurangan air juga akan mempengaruhi sistem pertanian, perikanan dan pengoperasian bendungan. Sedangkan dalam sektor peternakan, perubahan suhu diperkirakan dapat mempengaruhi produktivitas daging akibat cekaman iklim (physicological stress) dan menurunkan harga jual ternak. Dari aspek infrastruktur irigasi, perubahan iklim akan berdampak pada menurunnya efektivitas penggunaan air irigasi (Kundzewicz et al., 2007). Hasil perkiraan BMKG tentang menurunnya curah hujan bersamaan dengan meningkatnya suhu udara di musim kering akan menyebabkan evapotranspirasi tinggi pada suhu udara maksimum, yang berdampak pada semakin lamanya musim kemarau. Akibatnya kebutuhan akan air irigasi pada sawah irigasi akan meningkat sekalipun pada musim tanam curah hujan tidak mengalami perubahan. Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
33
B. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Distribusi/Akses terhadap Pangan Akses Pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, stok, pembelian, barter, hadiah, pinjaman, dan bantuan pangan. Perubahan iklim akan meningkatkan peluang terjadinya bencana seperti banjir dan kekeringan yang dapat menyebabkan suplai pangan untuk didistribusikan menjadi terganggu karena ketersediaan pangan lokal menjadi tidak menentu. Keadaan ini dapat diperparah dengan menurunnya bahkan menghilangnya sumber pendapatan dan penghidupan utama (gambar.11) masyarakat terutama rumah tangga dalam upaya mendapatkan akses untuk pangan, sehingga menyebabkan mereka beresiko terjebak dalam kemiskinan dan semakin rentan terhadap kerawanan pangan yang pada gilirannya mempengaruhi pola konsumsi pangan dan kondisi nutrisi keluarga. Gambar 11. Sumber Pendapatan Utama Berdasarkan Klasifikasi Sektoral di NTB
Sumber: Podes, 2008; BPS, 2009: FSVA, 2010
C. Dampak Perubahan Iklim terhadap Konsumsi Pangan.
34
Pemanfaatan pangan meliputi penggunaan pangan yang bisa di konsumsi oleh rumah tangga, dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi (konversi secara efisien oleh tubuh). Nelson et al. (2009) menggunakan ekonomi modeling untuk memprediksi bahwa harga pangan serealia akan meningkat secara signifikan seiring dengan perubahan iklim. Hal ini menyebabkan berubahnya/ menurunnya pola konsumsi kandungan kalori dan protein dan meningkatkan potensi terjadinya gizi buruk pada anak-anak. Perubahan iklim juga akan mempengaruhi Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
kemampuan secara individu untuk menggunakan pangan secara efektif dengan terjadinya perubahan kondisi kerawanan pangan dan perubahan akibat penyakit yang disebabkan oleh kurangnya ketersediaan air bersih dan kurang gizi bagi individu masyarakat (Schmidhuber and Tubiello, 2007). Curah hujan yang ekstrim dapat meningkatkan resiko timbulnya penyakit yang disebabkan oleh lemahnya menejemen pengelolaan air bersih terutama pada daerah-daerah pedesaan yang secara tradisional belum memiliki sanitasi air bersih yang baik. Fakta ini juga terlihat pada dampak terjadinya banjir pada daerah-daerah perkotaan yang infrastruktur sanitasi air bersih masih kurang memadai. Hal ini dapat meningkatkan jumlah individu dalam masyarakat yang terjangkit wabah penyakit seperti kolera dan malaria sehingga menurunkan kemampuan individu dalam pemanfaatan pangan. Dampak perubahan iklim terhadap konsumsi pangan yang telah dijelaskan di atas menjadi sangat penting ditanggulangi mengingat tingkat konsumsi energi, kalori dan protein di NTB masih jauh kurang di bawah konsumsi nasional (tabel 11). Tabel 11. Konsumsi Kalori dan Protein per Kapita per Hari pada Tiga Golongan Terbawah dari Golongan Pengeluaran Bulanan per Kapita
Ket: Golongan Pengeluaran Bulanan per Kapita (Monthly Per Capita Expenditure (MPCE)) *AKG Nasional: 2.000 Kkal dan 52 gram protein/orang/hari Sumber: SUSENAS 2009, SUSENAS 2002; FSVA 2010
Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
35
Secara umum, proyeksi dampak perubahan iklim yang berkaitan erat dengan ketahanan pangan di Propinsi NTB berdasarkan analisa yang telah dilakukan memperlihatkan dampak pada turunnya daya dukung lingkungan, terganggunya sumber penghidupan dan kebiasaan-kebiasaan sosial yang terdapat dalam lingkungan masyarakat sebagaimana berikut: 1. Kenaikan suhu berpotensi meningkatkan transpirasi, kebutuhan air tanaman, mempercepat kematangan buah/biji, menurunkan mutu hasil panen dan meningkatkan peluang berkembangnya hama dan penyakit tanaman dan ternak (unggas dan ruminansia kecil). 2. Perubahan pola hujan berpotensi menjadikan penurunan curah hujan pada awal musim tanam sehingga dapat terjadi gagal tanam. Kekeringan dan atau curah hujan yang sangat ekstrim pada fase pembungaan atau penyerbukan dapat menyebabkan terjadinya gagal panen. 3. Potensi penurunan ketersediaan air mencapai 28 % yang diakibatkan oleh kekeringan yang umumnya terjadi dari sedang hingga tinggi dengan disaat yang bersamaan potensi banjir dari kecil hingga sedang. Di samping itu, laju deforestrasi yang terus meningkat (15.000 ha/tahun) menyebabkan sumber mata air dan sumber irigasi (wilayah DAS) jauh berkurang. 4. Peningkatan suhu udara dan suhu permukaan air laut mengancam terumbu karang di perairan dalam dan habitat ekosistem pesisir yang berdampak pada menurunnya sumber penghidupan masyarakat nelayan. 5. Tumbuh suburnya organisme yang dapat mengganggu kesehatan manusia seperti malaria dan kolera. Keadaan ini diperparah dengan pola hidup masyarakat yang belum memperhatikan secara saksama tentang prilaku hidup bersih dan sehat. 6. Banjir, kekeringan dan longsor dapat mengganggu pola dan infrastruktur distribusi pangan sehingga distribusi dan konsumsi pangan tidak efektif dan efisien sampai pada tingkat rumah tangga.
36 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
BAB V
STRATEGI DAN RENCANA AKSI KETAHANAN PANGAN MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM STRATEGI & RENCANA AKSI KETAHANAN PANGAN MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM
Penerapan strategi adaptasi dan mitigasi dan rencana aksi ketahanan pangan dalam menghadapi perubahan iklim di NTB haruslah berdasarkan analisa resiko perubahan iklim suatu wilayah/ tipologi terhadap ketahanan pangan serta memperhatikan aspek kesetaraan gender. Hal ini menentukan prioritas implementasi rencana aksi yang tepat sasaran, efektif dan efisien. Penelitian AusAID-CSIRO Alliance, Universitas Mataram, dan Pemprov NTB (2011) telah memetakan tujuh (7) jenis tipologi penghidupan dan kerentanannya terhadap perubahan iklim di wilayah provinsi NTB berdasarkan produk dan jasa lingkungan, indikator kesejahteraan manusia dan kapasitas adaptasi wilayah (gambar.12). Penentuan kerentanan terhadap tiap-tiap tipologi tersebut berdasarkan pada tingginya dampak perubahan perubahan iklim dan rendahnya kapasitis adaptasi pada masingmasing tipologi penghidupan. Hasil analisa menunjukkan bahwa daerahdaerah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim adalah wilayah yang berada di pesisir (budidaya pesisir dan kelautan) dan pertanian lahan kering dan lahan basah di mana ketersediaan pangan dan gizi sangat bergantung pada daerah-daerah tersebut. Gambar 12. Tipologi penghidupan untuk NTB berbasis pada pelayanan ekosistem utama di Kecamatan, dan proyeksi dampak relatif pada kesejahteraan pada tahun 2030, 2060, 2100, kapasitas adaptasi tahun 2011 dan kerentanan pada tahun 2030 dan 2100. Harap diperhatikan bahwa seluruh dampak yang diproyeksikan negatif. Tipologi yang paling rentan pada tahun 2030 adalah tipologi 3 (beras dan tambak bandeng), 4 (beragam pertanian dan pemanfaatan hasil hutan), 7 (beragam hasil tanam dan kegiatan pesisir) dan 5 (beras dan tembakau).
38
Sumber: AusAID-CSIRO Alliance, Universitas Mataram, Pemprov NTB, (2011). Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
WFP bekerjasama dengan BKP Provinsi NTB juga telah menerbitkan Peta Ketahanan dan Kerawanan Pangan 2010 yang menganalisa level kerentanan pangan wilayah hingga pada level kecamatan (gambar. 13). Acuan terhadap kedua sumber data ini diharapkan mampu menjawab tantangan dalam menentukan arah kebijakan yang merangkul ketiga pilar ketahanan pangan dalam mengantisipasi perubahan iklim dan dalam waktu yang bersamaan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat NTB. Gambar 13. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan/Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) Provinsi NTB (2010)
Ket: Prioritas 1, 2 dan 3 : 64 Kecamatan dengan resiko rentan terhadap kerawanan pangan. Prioritas 4, 5 dan 6 : 41 Kecamatan tahan terhadap kerawanan pangan, dan Jumlah kecamatan yang di analisa sebanyak 105 Kecamatan, tidak termasuk wilayah Kota Mataram dan Kota Bima. Sumber: FSVA, 2010.
Kerawanan pangan merupakan isu multi-dimensional yang memerlukan analisis dari berbagai parameter tidak hanya produksi dan ketersediaan pangan saja. Meskipun tidak ada cara spesifik untuk mengukur ketahanan pangan, kompleksitas ketahanan pangan dapat disederhanakan dengan menitikberatkan pada tiga dimensi yang berbeda namun saling berkaitan yaitu ketersediaan pangan, akses pangan oleh rumah tangga dan pemanfaatan pangan oleh individu. Indikator yang dipilih dalam FSVA provinsi NTB berkaitan erat dengan tiga pilar ketahanan pangan berdasarkan Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi.
Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
39
Dengan mengkombinasikan data pada tipologi penghidupan yang rentan terhadap perubahan iklim dan tekanan populasi penduduk pada tahun 2030 (gambar. 12) dan data kerentanan pangan saat ini pada tiap kecamatan di NTB (gambar. 13), maka dihasilkan peta kerentanan pada penghidupan dan kerentanan pangan dengan kecamatan-kecamatan yang menjadi prioritas utama (gambar. 14). Kecamatan-kecamatan yang paling tinggi tingkat kerentanannya (ranking 6 dengan warna merah tua) berada di Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur di Pulau Lombok, dan juga Kabupaten Bima dan Dompu di Pulau Sumbawa. Seluruh Kecamatan tersebut berada pada tipologi 3 (padi dan tambak bandeng) atau tipologi 5 (padi dan tembakau). Begitu juga dengan kecamatan-kecamatan yang berada pada level kerentanan tinggi (ranking 5 berwarna oranye) berada pada tipologi 3 dan tipologi 5 ditambah dengan tipologi 4 (pertanian campuran dan hutan) dan tipologi 7 (pertanian campuran dan kegiatan pesisir) (lihat lampiran 2. untuk melihat secara detil Kecamatan-Kecamatan yang dimaksud tersebut). Gambar. 14. Nisbi kerentanan terhadap penghidupan dan ketahanan pangan pada tiap-tiap kecamatan di NTB tahun 2030 (proyeksi).
Sumber: WFP, AusAID-CSIRO Alliance, Universitas Mataram, Pemprov NTB, (2011) Ket: Kecamatan-Kecamatan yang berada pada ranking 6 merupakan kecamatan-kecamatan yang paling rentan diikuti dengan Kecamatan-Kecamatan yang memiliki ranking lebih rendah.
A. Strategi Antisipasi
40
Penanganan masalah perubahan iklim terhadap ketahanan pangan di NTB membutuhkan manajemen antisipasi risiko iklim yang efektif, dan pada saat bersamaan juga mampu mengembangkan sistem ketahanan pangan yang tahan terhadap dampak perubahan iklim jangka panjang. Upaya tersebut membutuhkan pendekatan lintas-sektor baik pada tingkat nasional, regional, maupun lokal. Upaya adaptasi harus disertai upaya mitigasi karena upaya adaptasi tidak akan dapat efektif apabila laju perubahan iklim melebihi kemampuan beradaptasi. Mitigasi merupakan upaya mengurangi laju emisi gas rumah kaca dari berbagai sumber dan meningkatkan laju penyerapannya oleh berbagai penyerap seperti hutan. Dengan demikian, generasi yang akan datang tidak terbebani oleh dampak perubahan iklim yang lebih berat. Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
1. Strategi Adaptasi Strategi adaptasi adalah strategi penyesuaian terhadap terjadinya perubahan iklim. Pelaksanaan strategi adaptasi terhadap perubahan iklim ini diarahkan untuk jangka pendek dan jangka panjang a. Strategi adaptasi jangka panjang lebih diarahkan kepada upayaupaya untuk meningkatkan daya dukung sumberdaya lingkungan, mendukung agroklimat yang sesuai serta ketersediaan sumberdaya air untuk mendukung pengelolaan usaha tani dan memperkuat kesempatan petani untuk mendorong produktivitasnya. b. Sedangkan strategi adaptasi jangka pendek lebih diarahkan kepada penyusuaian/perbaikan pola usaha tani ataupun pola tanam baik untuk wilayah lahan kering maupun lahan basah serta pengkajian ataupun penelitian kajian terhadap komoditas–komoditas yang memiliki daya tahan terhadap perubahan iklim dan pola usaha tani yang sesuai dengan agroklimat setempat. Strategi adaptasi yang diimplementasikan dalam rangka menghadapi perubahan iklim gobal tersebut adalah dengan melaksanakan penyesuaian-penyesuaian pola tanam dan pola usaha tani serta penyesuaian komoditas/ varietas tanaman unggul yang memiliki konsumsi dengan lingkungan dan agroklimat setempat. Komoditas yang dikembangkan/diusahakan di NTB adalah yang memiliki keunggulan baik untuk lahan kering, lahan tadah hujan, lahan sawah bahkan lahan– lahan sawah yang memiliki potensi genangan/ banjir. 2. Strategi Mitigasi Upaya mitigasi bertujuan untuk menurunkan laju emisi Gas Rumah Kaca (GRK) global sehingga konsentrasi GRK di atmosfer masih berada dalam tingkatan yang dapat ditolerir. Dalam bidang ketahanan pangan, penurunan konsentrasi GRK disyaratkan untuk dilakukan secara terintegrasi dengan pendekatan lintas sektoral. Untuk mengukur efektifitas pelaksanaan kegiatan mitigasi pada berbagai sektor, pengembangan kemampuan dan sistem kelembagaan dalam penyusunan strategi penurunan konsentrasi GRK akan mendapatkan perhatian yang khusus. Tabel di bawah ini menjelaskan upaya-upaya strategi adaptasi dan mitigasi dari masing-masing Sektor/Sub Sektor: 41 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
42
Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
Tabel 12 :Strategi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim untuk Ketahanan Pangan
43 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
44 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
45 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
46 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
B. Rencana Aksi Rencana Aksi merupakan pendekatan yang mensinergikan antara persoalan adaptasi, mitigasi dan rencana pembangunan daerah menjadi peluang dalam mencapai tujuan dari pembangunan yang telah ditetapkan. Tantangan yang akan dihadapi adalah bagaimana meningkatkan pemahaman adaptasi, mitigasi perubahan iklim di pemerintahan maupun masyarakat. Inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna dan ramah lingkungan dalam rangka akselerasi peningkatan produktivitas melalui optimalisasi pemanfaatan ruang, intensifikasi, rehabilitasi, peremajaan tanaman, diversifikasi dan integrasi usaha. Meminimalisir pengaruh serta penanggulangan dampak perubahan iklim terutama untuk mendukung ketahanan pangan di NTB, diarahkan pada strategi antisipasi dan rencana aksi. Dalam strategi antisipasi tersebut mencakup strategi adaptasi dan strategi mitigasi. Program adaptasi lebih di fokuskan pada aplikasi teknologi adaptif, terutama pada tanaman pangan seperti penyesuaian pola tanam, penggunaan varietas unggul adaptif terhadap kekeringan, genangan/banjir, salinitas dan umur genjah serta penganeka ragaman usaha tani, teknologi pengelolaan lahan, pupuk, air, diversifikasi pangan dan lain-lain. Peran pemerintah dalam program adaptasi variabilitas dan perubahan iklim mencakup fasilitas pemerintah untuk aplikasi teknologi budidaya pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim (penyediaan varietas adaptif, fasilitasi penerapan teknik pengelolaan lahan dan air) peningkatan indeks panen, penurunan resiko gagal panen, peningkatan produktivitas dan kapasitas irigasi. Program mitigasi lebih difokuskan pada aplikasi teknologi rendah emisi, baik pada tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura serta peternakan. Beberapa teknologi yang perlu dikembangkan antara lain varietas unggul dan pola tanam yang rendah emisi dan atau dengan jenis tanaman penyerap karbon yang tinggi, penyiapan lahan tanpa bakar, pengembangan dan pemanfaatan biofluel, penggunaan pupuk organik, biopestisida. Selain itu mitigasi dalam konteks pemanfaatan dan perluasan areal pertanian adalah dengan memfokuskan pembukaan lahan baru hanya pada lahan terlantar dan terdegradasi tanpa melakukan kegiatan yang bersifat deforestasi.
47 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
Tabel 13 : Rencana Aksi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim 48 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
49 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
50 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
51 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
52 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
53 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
BAB VI
PELAKSANAAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI STRATEGI & RENCANA AKSI KETAHANAN PANGAN MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM
A. Pelaksanaan Implementasi Strategi dan Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim di Nusa Tenggara Barat dilaksanakan secara paralel dan terkoordinasi oleh masing-masing dinas terkait. Rencana aksi adaptasi dan mitigasi dari masing-masing dinas terkait dijabarkan setiap tahun selama kurun waktu 5 tahun dengan dukungan pembiayaan baik dari APBN (Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan) maupun dari APBD (Provinsi). Dengan demikian, setiap kegiatan yang dilaksanakan masing-masing dinas terkait tetap mengacu kepada upaya dan rencana aksi adaptasi dan mitigasi yang telah dituangkan dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015. B. Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan dan evaluasi merupakan suatu kaidah dalam pelaksanaan suatu program kebijakan. Oleh sebab itu, pemantauan dan evaluasi mutlak diperlukan sebagai bagian dari keseluruhan paket program untuk mengendalikan seluruh program agar tidak menyimpang dari petunjuk dan ketentuan yang ada. Untuk mendukung tercapainya tujuan dan sasaran serta arah kebijakan ini, maka masing-masing dinas terkait agar senantiasa melakukan pemantauan/ monitoring dan evaluasi terhadap keseluruhan strategi dan rencana aksi yang telah ditetapkan. Hasil pemantauan/ monitoring dan evaluasi pelaksanaan program yang dilakukan masing-masing dinas terkait agar disampaikan secara berkala setiap akhir tahun kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat melalui Badan Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Barat secara berjenjang.
56 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
BAB VII
PENUTUP STRATEGI & RENCANA AKSI KETAHANAN PANGAN MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM
Pertanian dan ketahanan pangan di provinsi NTB menjadi isu strategis sebab pertanian bukan hanya sebagai sumber utama komoditi pangan tetapi juga sebagai sumber penghidupan dan pendapatan utama masyarakat sehingga dampaknya juga akan sangat terasa terhadap pertumbuhan ekonomi terutama di daerah pedesaan. Di sisi lain, perubahan iklim yang kian terasa di provinsi NTB sangat berdampak pada ketahanan pangan baik ketersediaan pangan akses, distribusi dan konsumsi pangan pada tingkat rumah tangga. Hal ini akan berdampak serius bagi sumber penghidupan utama masyarakat dan perlu ditangani secara terintegritasi melalui pendekatan lintas sektoral. Strategi dan Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim disusun berdasarkan kajian dan analisa terhadap berbagai dokumen dan data serta hasil-hasil penelitian, diskusi, wokshop dan konsultasi dengan berbagai pihak. Dari pendekatan-pendakatan di atas, maka upaya adaptasi harus disertai upaya mitigasi karena upaya adaptasi tidak akan dapat efektif apabila laju perubahan iklim melebihi kemampuan beradaptasi. Mitigasi merupakan upaya mengurangi laju emisi gas rumah kaca dari berbagai sumber dan meningkatkan laju penyerapannya oleh berbagai penyerap emisi (hutan). Dengan demikian, generasi yang akan datang tidak terbebani oleh dampak perubahan iklim khususnya di sektor pangan. Penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim Nusa Tenggara Barat ini disusun untuk memberikan panduan dan arahan dalam pelaksanaan pembangunan pangan bagi institusi pemerintah, swasta, masyarakat dan pelaku lain termasuk organisasi profesi yang bergerak dalam program perbaikan pangan masyarakat di NTB yang diharapkan dapat diterapkan baik pada setiap tingkatan pemerintahan, pemangku kepentingan terkait sampai dengan tingkat rumah tangga. Rencana aksi ini merupakan dokumen operasional yang secara terpadu menyatukan pembangunan ketahanan pangan di NTB dalam rangka menghadapi perubahan iklim dan mewujudkan pembangunan ketahanan pangan yang stabil dan merata bagi seluruh masyarakat NTB.
58 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
LAMPIRAN STRATEGI & RENCANA AKSI KETAHANAN PANGAN MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM
60 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
61 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
62 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
63 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
A. Mitigasi
LAMPIRAN 1. LOKASI DAN TARGET RENCANA AKSI KETAHANAN PANGAN MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2011-2015
64
Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
65 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
66 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
67 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
68 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
69 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
70 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
71 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
B. Adaptasi
72
Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
73 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
74 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
75 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
76 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
77 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
78 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
79 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
80 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
81 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
82 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
83 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
84 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
85 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
LAMPIRAN 2. PERBANDINGAN PENGHIDUPAN DAN KETAHANAN PANGAN TIAP KECAMATAN DI PROVINSI NTB PADA TAHUN 2030 DENGAN PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN TAHUN 2010 Tabel 1. Perbandingan Penghidupan dan Ketahanan Pangan Tiap Kecamatan di Provinsi NTB pada Tahun 2030 (Ranking 6 = sangat tinggi) dengan Peta Ketahanan Dan Kerentanan Pangan Tahun 2010 (Tinggi = Prioritas 1, Rendah = Prioritas 5)
86 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
Tabel 2. Perbandingan Penghidupan dan Ketahanan Pangan Tiap Kecamatan di Provinsi NTB pada Tahun 2030 (Ranking 5 = tinggi) dengan Peta Ketahanan Dan Kerentanan Pangan Tahun 2010 (Tinggi = Prioritas 1, Rendah = Prioritas 5)
87 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim
Tabel 3. Perbandingan Penghidupan dan Ketahanan Pangan Tiap Kecamatan di Provinsi NTB pada Tahun 2030 (Ranking 4 = Medium tinggi) dengan Peta Ketahanan Dan Kerentanan Pangan Tahun 2010 (Tinggi = Prioritas 1, Rendah = Prioritas 5)
88 Strategi & Rencana Aksi Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim