pranikah memutuskan untuk melakukan aborsi dan bagaimana proses stres
yang dialami oleh wanita yang melakukan aborsi akibat kehamilan pranikah,
serta.
1 Stres Pada Wanita Yang Melakukan Aborsi Akibat Kehamilan Pranikah Prof. Dr. E. S. Margiantari, SE., MM. (Rektor Universitas Gunadarma) Dr. A. M. Heru Basuki, Msi. (Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma) Ahmad Yudhie K. (Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gunadarama) Stres Pada Wanita Yang Melakukan Aborsi Akibat Kehamilan Pranikah ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengapa wanita yang mengalami kehamilan pranikah memutuskan untuk melakukan aborsi dan bagaimana proses stres yang dialami oleh wanita yang melakukan aborsi akibat kehamilan pranikah, serta mengapa wanita yang bersangkutan dapat mengalami stres? Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran permasalahan subjek penelitian secara mendalam. Jumlah subjek yang diambil sebanyak 2 orang dengan karaktersitik subjek adalah wanita yang berusia antara 18 hingga 23 tahun dan pernah melakukan aborsi akibat kehamilan pranikah dalam kurun waktu maksimal satu tahun setelah melakukan aborsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua subjek memiliki alasan untuk melakukan aborsi. Kedua subjek juga merasakan adanya gejala stres pada saat sebelum maupun setelah aborsi. Kedua subjek juga merasakan kecemasan dan ketakutan akan efek yang bisa ditimbulkan oleh aborsi.
Kata kunci : Kehamilan Pranikah, aborsi, stres. BAB I A. Latar Belakang Masalah Banyak sekali cerita serupa dari kasus-kasus kehamilan pranikah yang berakhir dengan aborsi. Bahkan sangat mungkin kasus-kasus aborsi pernah terjadi pada keluarga, kerabat, ataupun orang-orang terdekat seperti yang pernah terjadi pada salah seorang teman baik peneliti sendiri. Menurut Sarwono (1999) banyaknya kasus kehamilan di luar pernikahan di Indonesia merupakan masalah dekadensi moral yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya mengingat Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan yang sangat kontra dengan budaya seks bebas sebagai penyebab kehamilan pranikah. Meski pengguguran kandungan (aborsi) dilarang oleh hukum di banyak negara terutama di Indonesia, namun tetap saja kenyataannya sampai awal tahun 2000 terdapat lebih dari 2,3 juta perempuan di Indonesia pernah melakukan aborsi (Kompas 3 Maret 2000, dalam jurnal perempuan). Dengan maraknya kasus-kasus kehamilan pranikah, semakin marak pula kasus aborsi yang dilakukan oleh pasanganpasangan di luar nikah. Menurut Moeloek (1996), angka aborsi terutama di negara-negara yang melarang aborsi
2 seperti Indonesia sebenarnya sulit sekali dipastikan dan dikumpulkan secara akurat dari rumah sakit ataupun klinikklinik yang menangani masalah tersebut, karena sebagian besar kasus-kasus aborsi yang dilakukan umumnya ditutup-tutupi, tidak dilaporkan ataupun dilaporkan sebagai kasus lain. Aborsi akibat kehamilan yang tidak diharapkan ternyata memiliki banyak sekali dampak psikis negatif bagi pelakunya. Knox (dalam Sudarsono, 1995) mengemukakan bahwa seorang wanita yang dihadapkan pada kehamilan yang tidak diinginkan dan terjadi di luar nikah dapat mengalami emosi-emosi negatif. Walaupun aborsi pada akhirnya dilakukan dengan tanpa keraguan, namun terkadang para wanita sering mengalami stres yang berkepanjangan sebelum dan sesudah aborsi, timbul perasaan bersalah, marah, menyesal dan sedih, dan pasangannya pun dapat mengalami perasaan yang sama (Shostak dalam Sudarsono, 1995). Secara umum stres dapat diartikan sebagai sebagai suatu gejala umum yang dialami individu dan bercirikan adanya pengalaman yang mencemaskan atau menegangkan secara intensif dan relatif menekan yang muncul karena keadaan atau situasi eksternal yang terus memaksa individu memenuhi tuntutan yang tidak biasa pada dirinya (Lazarus dalam Davis, 1999). Menurut Frater & Wright (dalam David, Llewelyn & Pythces, 1989) salah satu faktor yang cenderung menimbulkan stres pada masa pra aborsi adalah jika seorang wanita merasa bahwa keputusan aborsi tersebut tidak berasal dari dirinya, melainkan paksaan dari orang lain seperti pasangan, teman, atau keluarga, atau bisa juga paksaan dari suatu keadaan (situasi) yang bersifat
normatif seperti perasaan malu terhadap lingkungan bila tetap melanjutkan kehamilannya. B. Pertanyaan Penelitian 1. Mengapa wanita yang mengalami kehamilan pranikah, memutuskan untuk melakukan aborsi? 2. Bagaimana proses stres yang dialami oleh wanita yang melakukan aborsi akibat kehamilan pranikah? Mengapa demikian? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan wanita yang mengalami kehamilan pranikah memutuskan untuk melakukan aborsi, bagaimana proses stres yang dialami oleh wanita yang melakukan aborsi akibat kehamilan pranikah, serta mengapa wanita yang bersangkutan dapat mengalami stres yang demikian. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial dan psikologi klinis tentang stres pada wanita yang melakukan aborsi akibat kehamilan pranikah dan dapat dipakai sebagai pedoman dalam melakukan penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran stres serta faktor penyebab timbulnya stres pada wanita yang melakukan aborsi akibat kehamilan pranikah sehingga dapat
3 memberikan masukan bagi para pendidik, orang tua ataupun individu dari berbagai kalangan usia terutama para wanita akan pentingnya kesadaran menjauhi perilaku seks pranikah yang dapat mengakibatkan kehamilan pranikah yang kemudian berujung pada tindakan aborsi yang berdampak negatif.
BAB II A. Stres 1. Pengertian Stres Lazarus (dalam Davis 1999) mendefinisikan stres sebagai suatu gejala umum yang dialami individu dan bercirikan adanya pengalaman yang mencemaskan atau menegangkan secara intensif dan relatif menekan yang muncul karena keadaan atau situasi eksternal yang terus memaksa individu memenuhi tuntutan yang tidak biasa pada dirinya. Menurut Sarafino (1998) stres dapat didefinisikan sebagai reaksi individu terhadap stimulus lingkungan yang merupakan penyebab terjadinya stres (stressor). Sarafino (1998) mendefinisikan stres sebagai reaksi individu terhadap stimulus lingkungan yang merupakan penyebab terjadinya stres (stressor). Sementara itu Copper & Payne (1991) menjelaskan stres sebagai suatu stimulus atau rangsangan yang membuat seseorang melakukan upaya untuk meredam atau mengalihkan tuntutan-tuntutan yang dihadapinya, dengan kata lain stres akan membuat seseorang melakukan coping atau usaha untuk mengatasi masalah yang dihadapi dengan setepat-tepatnya sesuai dengan yang dikehendakinya.
2. Gejala Stres Fontana (1998) mengemukakan gejala-gejala stres dibagi menjadi gejala fisik seperti Gejala-gejala fisik, gejala kognitif, gejala emosional atau mental, dan gejala behavioral. 3. Stressor (Sumber-Sumber Stres) Selanjutnya Stressor disusun berdasarkan literatur tentang sumber stres menurut Sarafino (1998), yaitu : a. Stres yang Bersumber dari Dalam Diri Individu b. Stres yang Bersumber dari Keluarga c. Stres yang Bersumber dari Masyarakat/Lingkungan 4. Dampak-Dampak Stres Menurut Powell (1983) stres dapat berdampak positif yang mencakup pemuasan kebutuhan dasar, kemampuan menangani masalah, juga inkulasi stres. Dampak negatif yang berupa gangguan fisik dan mental serta dapat juga mempengaruhi perubahan tingkah laku individu. B. Aborsi 1. Pengertian Aborsi Istilah aborsi pertama kali didefinisikan oleh David (1973) sebagai penghentian kehamilan sebelum janin mampu bertahan hidup secara mandiri (dalam Moeloek, 1996). Menurut Badudu dan Zain (1996), abortus/aborsi didefinisikan sebagai keguguran janin, yaitu melakukan abortus sebagai usaha melakukan pengguguran (dengan
4 sengaja karena tak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu). 2. Jenis-Jenis Aborsi Dalam dunia medis, aborsi dibedakan menjadi 2 kategori (Rathus & Nevid, 1993), yaitu : a. Spontaneus Abortion (Aborsi Spontan) Aborsi ini terjadi secara tidak disengaja. Umumnya disebut keguguran. Bisa terjadi pada wanita dengan trauma kehamilan, bekerja terlalu berat, atau keadaan patologis lainnya. b. Induced / Provocatus Abortion (Aborsi Secara Sengaja) Jenis aborsi ini dilakukan secara sengaja dengan prosedur yang sah dan aman (safe abortion), biasanya dilakukan di tempat praktik dokter, klinik atau rumah sakit (Mims & Swenson, 1980). 3. Alasan Melakukan Aborsi Disamping itu Pratiwi (2004) mengemukakan alasan-alasan yang mendorong aborsi, antara lain kekhawatiran akan gagalnya studi yang sedang dijalani, ketidaksiapan menghadapi kemungkinankemungkinan perubahan hidup, ketidaksiapan ekonomi di kemudian hari, ketidaksiapan membina rumah tangga, perasaan malu kepada lingkungan sekitar. 4. Aborsi yang Aman dan yang Tidak Aman Aborsi dikatakan aman hanya bila dilakukan di tempat praktik dokter, klinik, atau rumah sakit yang berkompeten (Fern & Swenson dalam Sarwono, 1999). Sementara yang dimaksud dengan aborsi yang tidak aman,
adalah penghentian kehamilan yang dilakukan oleh orang yang tidak terlatih atau kompeten dalam melakukan praktik aborsi dan menggunakan sarana yang tidak memadai (Sudarsono, 1995). 5. Sikap Masyarakat Terhadap Aborsi di Indonesia Melihat kondisi obyektif perundang-undangan di Indonesia, sangat sedikit alasan yang dibenarkan untuk melakukan aborsi, sedangkan pada kenyataannya praktik-praktik aborsi, baik legal maupun ilegal semakin subur dan malah dijadikan lahan usaha oleh pihak-pihak tertentu (Media Indonesia 1997, dalam www.jurnalperempuan.com). C. Kehamilan Pranikah 1. Definisi Kehamilan Pranikah Istilah kehamilan pranikah adalah perwujudan dari perilaku seks yang dilakukan sebelumnya di luar konsepsi pernikahan (seks pranikah) yang menyebabkan kehamilan. Artinya kehamilan pranikah diawali oleh perilaku seks pranikah terlebih dahulu. Perilaku seks pranikah merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum, agama, maupun kepercayaan pada masing-masing individu (Wijaya, 2006). 2.Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kehamilan Pranikah Sementara Lidz (dalam Kusumahadi, 1991) mengemukakan beberapa faktor yang ikut mempengaruhi terjadinya kehamilan pranikah, antara lain kurangnya informasi mengenai seks, kurangnya
5 dan bercirikan adanya pengalaman yang mencemaskan atau menegangkan secara intensif dan relatif menekan yang muncul karena keadaan atau situasi eksternal yang terus memaksa individu memenuhi tuntutan yang tidak biasa pada dirinya.
pengetahuan moral dan atau agama yang didapat dari sekolah, maupun orangtua, latar belakang sosialbudaya, problem psikologis pada pria atau wanita yang bersangkutan, dan penolakan penggunaan alat kontrasepsi D.
Stres pada Wanita yang Melakukan Aborsi Akibat Kehamilan Pranikah Biasanya kehamilan pranikah terjadi pada usia remaja, sebagai akibat dari pergaulan yang bebas. Banyak dari mereka yang memilih melakukan aborsi dengan alasan untuk menghindari malu dan takut diketahui oleh orang lain. Aborsi sendiri menurut Atasherdatni dalam www.jurnalperempuan.com diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu proses pengakhiran hidup janin sebelum diberi kesempatan untuk tumbuh, yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja. Dengan cara menariknya keluar dari dalam rahim sebelum waktunya, biasanya aborsi dilakukan saat janin masih berusia muda (sebelum bulan ke empat masa kehamilan). Aborsi pada akhirnya dilakukan dengan tanpa keraguan, namun terkadang para wanita sering mengalami stres yang berkepanjangan sebelum dan sesudah aborsi, timbul perasaan bersalah, marah, menyesal dan sedih, dan pasangannya pun dapat mengalami perasaan yang sama (Shostak dalam Sudarsono, 1995). Lazarus (dalam Davis 1999) mendefinisikan stres sebagai suatu gejala umum yang dialami individu
A. B.
C.
D.
E.
F.
G.
BAB III Pendekatan Penelitian Menggunakan pendekatan kualitatif Subjek Penelitian Subjek adalah wanita yang berusia antara 18 hingga 23 tahun dan pernah melakukan aborsi akibat kehamilan pranikah dalam kurun waktu maksimal satu tahun setelah melakukan aborsi. Tahap Penelitian Tahap penelitian ini terdiri dari tahap persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian dan analisis data. Tehnik Pengumpulan Data Menggunakan teknik wawancara berstruktur, agar wawancara dapat berjalan secara efektif dan efisien dan mengantisipasi kemungkinan terlupanya pokok-pokok permasalahan yang diteliti. Alat Bantu Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan alat tulis, pedoman wawancara dan tape recorder Keakuratan Penelitian Peneliti menggunakan triangulasi data, triangulasi teori dan triangulasi metodologis dengan menggunakan wawancara dan observasi. Teknik Analisis Data Marshall dan Rossman (1995) memberikan beberapa tahapan yang diperlukan dalam menganalisa data kualitatif, yaitu mengorganisasikan data, pengelompokkan berdasarkan kategori, tema, dan pola jawaban,
6 menguji asumsi atau permasalahan, mencari alternatif penjelasan bagi data dan menulis Hasil Penelitian
BAB IV HASIL DAN ANALISA I. Subjek Pertama Bernama O, mahasiswi perguruan tinggi swasta di Depok. Melakukan aborsi sebanyak 1 kali. a. Penyebab Aborsi Penyebab aborsi subjek ialah subjek takut pendidikannya akan terhambat apabila ia tetap mempertahankan kehamilannya, subjek juga belum siap untuk membina kehidupan berumah tangga, subjek merasa malu dipandang rendah dan takut apabila lingkungannya mengetahui tentang kehamilan subjek di luar nikah, baik itu lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitar subjek. Pratiwi (2004) mengemukakan beberapa alasan yang mendorong terjadinya aborsi pada remaja yang hamil di luar nikah, seperti kekhawatiran akan gagalnya studi yang sedang dijalani, ketidaksiapan menghadapi kemungkinankemungkinan perubahan hidup, ketidaksiapan ekonomi dikemudian hari, ketidaksiapan membina rumah tangga, dan perasaan malu kepada lingkungan sekitar. b. Stres Pada Wanita yang Melakukan Aborsi Akibat Kehamilan Pranikah
1. Gejala Fisik Subjek mengalami gejala stres yang di tandai dengan gejala stres fisik, yaitu : (a) Nafsu makan berkurang, (b) Mual, (c) sakit kepala. 2. Gejala Kognitif Subjek mengalami gejala stres yang di tandai dengan gejala stres kognitif, yaitu : (a) sulit berkonsentrasi, (b) Delusi dan gangguan pikiran. 3. Gejala Emosional dan Mental Subjek mengalami gejala stres yang di tandai dengan gejala stres emosional dan mental, yaitu : (a) Depresi dan tidak berdaya, (b) Harga diri menurun, (c) Rasa ingin marah terus menerus, (d) Berkurangnya minat terhadap kehidupan. 4. Gejala Behavioral (Tingkah Laku) Subjek mengalami gejala stres yang di tandai dengan gejala stres behavioral (tingkah laku), yaitu : (a) Menurunnya minat atau antusiasme, (b) Menurunnya energi dan kelincahan aktivitas tubuh, (c) Insomnia (sulit tidur), (d) Sering menangis dan ingin menangis, (e) Selalu gelisah, (f) Cenderung pendiam. Gejala-gejala yang disebutkan diatas sesuai dengan gejala-gejala stres yang diungkapkan oleh Fontana (1998) dan Stolten (1981) Diantara gejala disebutkan diatas, gejala stres yang pada diri subjek
stres yang telah ada beberapa tidak muncul baik sebelum
7 maupun setelah aborsi, yaitu ; gejala fisik, seperti kecenderungan berkeringat terus menerus, kram dan kejang otot, sulit bernafas, dan tekanan darah tinggi ; gejala kognitif, seperti fungsi ingatan menurun ; gejala emotional / psikologis, seperti mudah merasa terganggu ; gejala behavioral seperti masalah dalam bicara, penyalahgunaan obat-obatan meningkat, dan meningkatnya sinisme. c. Penyebab Stres Pada Wanita yang Melakukan aborsi Akibat Kehamilan Pranikah. Subjek merasakan adanya konflik dalam diri subjek, dimana subjek harus menghadapi kenyataan hamil di luar nikah, namun subjek sangat belum siap untuk menikah, selain itu pacar subjek pada saat itu masih meniti karirnya dan juga belum siap untuk menikahi subjek, sehingga muncul perasaan bersalah atas apa yang telah diperbuatnya, termasuk keputusan aborsi yang harus diambil dan dilakukan. Subjek pun merasa malu dipandang rendah dan takut apabila keluarga atau masyarakat mengetahui kehamilannya. Subjek takut pendidikannya akan terhambat apabila ia tetap mempertahankan kehamilannya dan meneruskan memiliki anak. Selain itu, menurut SO, subjek juga takut hidupnya akan berubah dan tidak bisa berkarir karena sibuk mengurus anak. Sehingga pada akhirnya subjek dihadapkan pada keharusan dirinya untuk melakukan aborsi yang sama sekali tidak pernah diharapkannya. Di samping itu juga, muncul kekhawatiran dan kecemasan subjek jika suatu saat tidak bisa memiliki
anak lagi karena aborsi yang dilakukannya. Hal-hal yang berseberangan inilah yang selanjutnya menimbulkan konflik bagi subjek. Hal ini sesuai dengan sumber stres yang dikemukakan oleh Sarafino (1998), yaitu stres yang bersumber dari dalam diri individu yang salah satunya ditandai dengan munculnya konflik. Selain itu, diperkuat juga dengan pendapat Harber & Runyon (dalam Harjana, 1994) yang mengungkapkan sumbersumber stres dapat berasal dari stressor eksternal dan stressor internal. Stressor eksternal bersumber dari tekanan-tekanan yang ada di luar diri individu yang secara tidak sengaja diciptakan oleh individu yang bersangkutan, misalnya tuntutan yang berasal dari orang lain seperti anak, suami, keluarga, pekerjaan dan masyarakat. Sedangkan stressor internal bersumber dari dalam diri individu yang bersangkutan berdasarkan idealisme dan nilai-nilai pribadi yang dimilikinya, dan bisa juga terbentuk karena adanya harapan-harapan tertentu sebagai hasil dari sistem nilai yang dianut oleh seseorang. Dalam hal ini, yang menyebabkan stres pada subjek adalah stressor internal, dimana subjek dengan mengacu pada idealisme dan nilainilai pribadi yang dimilikinya tidak pernah berharap bahwa aborsi lah yang harus dilakukannya apalagi bila kemudian dikaitkan dengan kecemasan dan ketakutan dirinya bahwa suatu saat tidak bisa memiliki anak lagi karena aborsi yang dilakukannya.
8 II. Subjek Kedua Bernama M, mahasiswi perguruan tinggi swasta di Depok. Melakukan aborsi sebanyak 1 kali. a. Penyebab Aborsi Subjek mengemukakan beberapa alasan yang menyebabkan dirinya melakukan aborsi. Saat itu subjek berada dalam kondisi hamil di luar nikah yang menyebabkan subjek takut jika keluarga dan masyarakat sekitar mengetahui perihal kehamilannya. Subjek juga takut pendidikannya akan terhambat, mental yang belum siap untuk menikah dan membina keluarga, persepsi bahwa masa depannya pun akan terhambat dan memiliki tanggung jawab yang sangat besar apabila ia tetap mempertahankan kehamilannya sendiri, sementara pacar subjek tidak mau bertanggung jawab setelah mengetahui subjek hamil. Hal ini sejalan dengan pendapat Pratiwi (2004) yang mengemukakan beberapa alasan yang mendorong terjadinya aborsi pada remaja yang hamil di luar nikah, seperti kekhawatiran akan gagalnya studi yang sedang dijalani, ketidaksiapan menghadapi kemungkinankemungkinan perubahan hidup, ketidaksiapan membina rumah tangga, dan perasaan malu kepada lingkungan sekitar. Hal ini sejalan juga dengan pendapat lainnya yaitu wanita yang bersangkutan belum siap secara mental maupun sosial ekonomi untuk menikah ataupun membesarkan anak tanpa suami (Loebis, 1997).
b. Stres Pada Wanita yang Melakukan Aborsi Akibat Kehamilan Pranikah 1. Gejala Fisik Subjek mengalami gejala stres yang di tandai dengan gejala stres fisik, yaitu : (a) Nafsu makan berkurang, (b) Mual, (c) sakit kepala, (d) Tekanan darah tinggi. 2. Gejala Kognitif Subjek mengalami gejala stres yang di tandai dengan gejala stres kognitif, yaitu : (a) sulit berkonsentrasi, (b) Delusi dan gangguan pikiran. 3. Gejala Emosional dan Mental Subjek mengalami gejala stres yang di tandai dengan gejala stres emosional dan mental, yaitu : (a) Depresi dan tidak berdaya, (b) Harga diri menurun, (c) Rasa ingin marah terus menerus, (d) Berkurangnya minat terhadap kehidupan, (e) Mudah terganggu. 4. Gejala Behavioral (Tingkah Laku) Subjek mengalami gejala stres yang di tandai dengan gejala stres behavioral (tingkah laku), yaitu : (a) Menurunnya minat atau antusiasme, (b) Penyalahgunaan obat-obatan meningkat, (c) Menurunnya energi dan kelincahan aktivitas tubuh, (d) Meningkatnya sinisme, (e) Sering menangis dan ingin menangis, (f) Insomnia (sulit tidur), (g) Selalu gelisah, (h) Cenderung pendiam.
9 Gejala-gejala yang disebutkan diatas sesuai dengan gejala-gejala stres yang diungkapkan oleh Fontana (1998) dan Stolten (1981) Diantara gejala stres yang telah disebutkan diatas, ada beberapa gejala stres yang tidak muncul pada diri subjek baik sebelum maupun setelah aborsi, yaitu ; gejala fisik, seperti kecendrungan berkeringat terus menerus, kram dan kejang otot, sulit bernafas ; gejala kognitif, seperti fungsi ingatan menurun ; gejala behavioral (tingkah laku), seperti masalah dalam bicara. c. Penyebab Stres Pada Wanita yang Melakukan aborsi Akibat Kehamilan Pranikah. Adapun penyebab stres pada subjek antara lain, konflik yang muncul dimana harus mempertahankan kehamilannya atau tidak, disebabkan pacar subjek tidak mau bertanggung jawab dan meninggalkan subjek ketika mengetahui perihal kehamilan subjek, jika subjek tetap mempertahankan kehamilannya menurutnya ia akan memiliki tanggung jawab yang sangat besar, dan harus ditanggung sendiri olehnya. Di samping itu, menurutnya kondisi hamil di luar nikah adalah aib yang harus segera ditutupi agar keluarga dan lingkungan tidak mencitrakan buruk kepadanya, tapi subjek pun tidak bisa menerima keputusan aborsi yang harus dilakukannya adalah benar, apalagi terkait dengan ajaran agama yang dianutnya. Hal-hal inilah yang mengakibatkan
timbulnya konflik pada diri subjek. Ditambah lagi muncul ketakutan subjek akan efek-efek yang bisa terjadi akibat aborsi yang dilakukannya, seperti kerusakan rahim, mandul, dsb. Hal ini sesuai dengan sumber stres yang dikemukakan oleh Sarafino (1998), yaitu stres yang bersumber dari dalam diri individu yang ditandai dengan munculnya konflik. Dalam hal ini subjek mengalami konflik yaitu harus memilih antara 2 pilihan yang sama-sama tidak menyenangkan baginya yaitu memilih apakah tetap mempertahankan kehamilannya dan menjadi seorang single parent bagi anaknya dengan resiko menanggung aib yang bakal diterimanya ataukah harus segera mengaborsi kandungannya meski hal ini tidak pernah diharapkannya, apalagi terkait dengan ajaran agama yang dianutnya serta kecemasan dan ketakutan subjek akan efek yang bisa dideritanya seperti kerusakan rahim ataupun mandul akibat aborsi yang dilakukan. Selain sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Sarafino di atas, diperkuat juga dengan pernyataan Harber & Runyon (dalam Harjana, 1994) yang mengungkapkan sumbersumber stres dapat berasal dari stressor eksternal dan stressor internal. Stressor eksternal bersumber dari tekanan-tekanan yang ada di luar diri individu yang secara tidak sengaja diciptakan oleh individu yang bersangkutan, misalnya tuntutan yang berasal dari orang lain
10 seperti anak, suami, keluarga, pekerjaan dan masyarakat. Sedangkan stressor internal bersumber dari dalam diri individu yang bersangkutan berdasarkan idealisme dan nilainilai pribadi yang dimilikinya, dan bisa juga terbentuk karena adanya harapan-harapan tertentu sebagai hasil dari sistem nilai yang dianut oleh seseorang. Dalam hal ini, penyebab stres subjek adalah stressor internal, dimana meski pada akhirnya aborsi lah yang harus dilakukan untuk mengakhiri konflik batin pada dirinya, namun subjek juga tidak bisa menerima keputusan aborsi yang harus dilakukannya adalah benar, apalagi bila dikaitkan dengan idealisme dan nilai-nilai pribadi serta harapanharapan tertentu sebagai hasil dari sistem nilai yang dianutnya yang dalam hal ini adalah ajaran agama yang dianutnya.
BAB V A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti terhadap dua (2) orang subjek, dalam hal ini wanita yang melakukan aborsi akibat kehamilan pranikah dapat ditarik kesimpulan bahwa : A. Penyebab Aborsi Pada Wanita yang Mengalami Kehamilan Pranikah. Terdapat beberapa alasan yang mendasari subjek 1 dan subjek 2 untuk melakukan aborsi, antara lain kekhawatiran akan gagalnya studi yang dijalani, ketidaksiapan menghadapi kemungkinan perubahan
hidup, ketidaksiapan untuk membina rumah tangga, perasaan takut dan malu kepada lingkungan sekitar. B. Proses stres yang Dialami Wanita yang Melakukan Aborsi Akibat Kehamilan Pranikah. Pada saat sebelum aborsi kedua subjek mengalami gejala stres fisik yang ditandai dengan nafsu makan berkurang, seringkali merasa mual, dan sakit kepala. Setelah aborsi, gejala stres fisik yang dialami sebelum aborsi umumnya sudah mulai berkurang. Baik sebelum maupun setelah aborsi, subjek 2 mengalami gejala stres fisik yaitu sakit kepala atau migrain. Subjek 2 juga mengalami gejala stres fisik berupa indikasi tekanan darah tinggi pada masa sebelum aborsi. Sebelum aborsi kedua subjek pun mengalami gejala stres kognitif yang ditandai dengan sulit untuk berkonsentrasi. Kedua subjek samasama mengalami gejala stres kognitif berupa munculnya delusi dan gangguan pikiran, hanya saja khusus subjek 1, delusi dan gangguan pikiran hanya muncul pada masa setelah aborsi, sementara subjek 2 mengalaminya pada saat sebelum maupun setelah aborsi. Perasaan bersalah atas apa yang telah diperbuat dan keputusan berat yang harus diambil dan dilakukan membuat gejala stres emosional atau mental muncul. Gejala stres emosional atau mental ini dialami oleh kedua subjek pada masa sebelum aborsi, yang ditandai dengan depresi dan perasaan tidak berdaya, harga diri menurun, rasa ingin marah terus menerus, kurangnya minat terhadap kehidupan
11 bahkan pada diri subjek 1 timbul keinginan untuk bunuh diri, dan perasaan mudah terganggu. Namun setelah aborsi gejala stres emosional atau mental relatif tidak dialami kembali oleh kedua subjek, hanya saja khusus subjek 1, gejala stres emosional yang ditandai dengan rasa ingin marah terus-menerus masih muncul pada masa setelah aborsi, terutama kepada kekasihnya saat itu. Subjek 1 tidak mengalami gejala stres emosional yang ditandai dengan perasaan mudah terganggu, sedangkan subjek 2 merasa dirinya mudah terganggu dan menjadi orang yang sensitif karena pacarnya meninggalkannya dan berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri. Namun setelah aborsi kedua subjek tidak mengalami gejala stres emosional tersebut. Sebelum aborsi kedua subjek juga mengalami gejala stres behavioral atau tingkah laku yang ditandai dengan menurunnya minat atau antusiasme, menurunnya energi tubuh, sulit tidur / perubahan pola tidur, sering menangis dan mudah menangis, selalu gelisah, dan cenderung menjadi pendiam. Ada gejala stres perilaku yang sama-sama dialami kedua subjek baik sebelum maupun setelah aborsi, yaitu merasa gelisah. Sementara khusus gejala stres perilaku yaitu sering atau mudah menangis sebelum maupun sesudah aborsi hanya dialami subjek 1, subjek 2 hanya mengalaminya pada masa sebelum aborsi. Selain itu, ada perbedaan yang lain antara subjek 1 dan subjek 2. Subjek 2 mengalami gejala stres behavioral atau tingkah laku yang ditandai dengan meningkatnya penyalahgunaan obat-obatan dan
meningkatnya sinisme pada masa sebelum aborsi, sedangkan subjek 1 tidak mengalami gejala tersebut. Pada masa setelah aborsi subjek 1 masih mengalami gejala stres behavioral atau tingkah laku yang ditandai dengan menurunnya minat atau antusiasme. C. Penyebab Stres pada Wanita yang Melakukan Aborsi Akibat Kehamilan Pranikah. Kedua subjek merasakan adanya tekanan dan konflik yang bersumber dari dalam diri masingmasing, dimana kedua subjek samasama belum siap menikah / berkeluarga, sama-sama takut jika keluarga serta lingkungan sekitar tahu perihal kehamilan yang dialaminya, dan sama-sama takut pendidikan dan masa depan mereka akan terhambat jika tetap mempertahankan kehamilannya, karena pada saat itu mereka masih berstatus mahasiswi. Subjek 1 merasa malu dipandang rendah dan takut apabila keluarga dan masyarakat mengetahui kehamilannya, sedangkan subjek 2 selain juga takut dan malu jika keluarganya mengetahui kasus kehamilan pranikahnya, ia juga mengalami kebingungan apakah harus mempertahankan kehamilannya atau tidak karena ditinggal sang pacar yang tidak mau bertanggung jawab, sementara di sisi lain kedua subjek juga tidak pernah berharap bahwa keputusan aborsi adalah suatu hal yang benar yang harus diambil dan dilakukan, apalagi bila dikaitkan dengan idealisme dan nilai-nilai pribadi yang dimilikinya (agama), sehingga muncullah perasaan bersalah dan penyesalan
12 kepercayaan diri untuk melihat bagaimana kepercayaan diri wanita yang mengalami kehamilan di luar nikah. Selain metode kualitatif, metode lain yang dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya adalah metode kuantitatif untuk melihat tidak hanya pada satu individu melainkan banyak individu.
yang mendalam atas apa yang menimpa mereka. Kedua subjek juga merasakan kecemasan dan ketakutan akan efek yang bisa ditimbulkan oleh aborsi seperti kemandulan ataupun kerusakan rahim. B. Saran 1. Subjek disarankan untuk lebih bijaksana dalam berhubungan dengan laki-laki yang menjadi teman atau pasangannya, menghindari perilaku seks bebas agar tidak terjadi kehamilan pranikah untuk kedua kalinya dan mencegah kembali terjadinya aborsi yang bisa membahayakan diri subjek sendiri. Subjek juga disarankan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya agar selalu dituntun dalam menjalani kehidupan. 2. Bagi lingkungan atau masyarakat umum, terutama bagi para wanita yang sedang menjalin hubungan dekat dengan lawan jenis, disarankan untuk menjauhi dan tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah, karena bisa mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan yang berujung pada tindakan aborsi. Sedangkan bagi para orang tua dan pendidik disarankan untuk memberikan informasi yang benar dan tepat tentang pendidikan seks dan pendidikan agama secara berkelanjutan kepada anak didiknya. 3. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya mencoba variabel lain seperti contohnya variabel
DAFTAR PUSTAKA
Atasherdatni. 1999. Aborsi dalam Perspektif Kesehatan Wanita. www.jurnalperempuan.com Azwar,
A. 1987. Perkawinan dan Kehamilan pada Wanita Usia Muda. Jakarta : IAKMI.
Atwater, E. 1983. Psychology of Adjustment. 2nd ed. New Jersey : Prentice Hall. Badudu, J. S. & Zain, S. M. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Pustaka Sinar Harapan : Jakarta. Bell, R. R. 1996. Premarital Sex in a Changing Society. New Jersey : Prentice Hall. Blood, R. O. 1989. Marriage. New York : The Free Press. Bourne, G. 1994. Pregnancy. London : Pan Books Ltd. Cooper, L. & Payne. 1991. Personality & Stress: Individual Deferences in The Stress Process. New York : John Wiley & Sons.
13 David, H . P., Llewelyn, B. M. & Pythces G. 1989. Psychological Studies in Abortion ; Psychological Perspectives on Population. New York : Basic Books, Inc. Davis,
Richard. 1999. Health Psychology : Stress Copying and Health. USA : Mc Graw Hill Publishing Companies.
Deddy Wira S. 2004. Kami Semua www.haiSayang Dini!. online.com Dianawati, A. 2003. Pendidikan Seks untuk Remaja. Jakarta : Kawan Pustaka. Emery, R. E. & Oltmanns, T. F. 2000. Abnormal Psychology in Changing World. 4th ed. USA : Mc Graw Hill Publising Companies. Fogel, C. I. & Woods, N. F. 1995. Women’s Health care. Comprehensive Handbook. California : SAGE Publication.
Hardjana, A. M. 1994. Stress tanpa Distress : Seni Mengolah Stress. Yogyakarta : Kanisius. ISSA (Institute for social, Studies and Action). 1991. Fact About Abortion, Info Kit on Womens Health. New York. ISSA. Kusumahadi, Pandu. 1991. Hamil Sebelum Menikah., Siapa yang Salah?. WKBT Adhiwarga PKBI Daerah Istimewa Yogyakarta. Loebis,
Sara Kristi. 1997. Pola Penerimaan Wanita Terhadap Aborsi. Jurnal. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Marshall, C. & Rossman. 1995. Design Qualitative Research. London. Sage Publication. Mc Quade, W. & Aikman A. 1991. Stress ; apakah stress itu? bagaimanakah stress mempengaruhi kesehatan kita? bagaimana mengatasi stress?. Erlangga : Jakarta.
Fontana, David. 1998. Managing Stress. London : Blackwell Publishing.
Mims, Fem H. , Swenson, Melinda. 1980.Sexuality : a Nursing Perspectives. New York : Mc Graw Hill Book Co.
Gatchel, J. R., Baum, A. & Krantz, D. S. 1989. An Introduction to Health Psychology. 2nd ed. USA : Mc Graw Hill Publishing Companies.
Moeloek, F. A. 1996. Naskah Seminar “Beberapa Fakta dan Angka Tentang Aborsi”. Denpasar.
Grossman, F. K., Eichler, L. S., & Winickoff, S. A. 1996. Pregnancy, Birth and Parenthood. London : JosseyBass Publishers.
Moleong, L. J. (2001). Metodologi Gabungan Kuantitatif / Kualitatif dan Analisis Data. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
14 Pervin, A. & Jhon, P. 1999. Hand Book of Personality : Theory and Research. New York : Guilford Press. Poerwandari. 2001. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Depok, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Powell, D. 1983. Human Adjusment Normal Adaptation Through The Life Cycle. Toronto : Litlle Browm & Co.
Indonesia : Studies in Family Planing. Jakarta. Soehartono, I . 2002 . Metode Penelitian Sosial . Bandung . PT. Remaja Rosdakarya. Sudarsono, Wahyu. 1995. Laporan Pelaksanaan Seminar Aborsi dan Kehamilan Tidak Diinginkan. PKBI, Bengkulu. Wijaya, A. 2006. www.drawclinic.com
Seks
Bebas.
Pratiwi. (2004). Pendidikan seks untuk remaja. Yogyakarta: Tugu Publisher.
www.jurnalperempuan.com
Rathus, Spencer A. & Nevid, Jeffrey S. 1993. Human Sexuality in a World of Diversity. Massachusette : Allyn and Bacon.
Yin, R. K. 2003 . Case Study Research : Design and Methods. 4th ed. California : SAGE Publications.
Rice, P. L. (1999). Stress and Health. 3rd ed. Pacific Grove : Brooks / Cole Publishing Company. Sampoerno, D. & Sadli, S. 1974. The Problem of Abortion in Indonesia : Psychological Aspects of Abortion in Asia. Santrock, John W. 1998. Life Span Development. 6th ed. Boston : Wm.C. Brown Publishers. Sarafino, E. P. 1998. Health Psychology. Biopsychosocial Interactions. 2nd ed. New York : John Wiley & Sons, Inc. Sarwono, Sarlito W. Widyantoro, Hull, A. 1999. Induced Abortion in
www.wikipedia.org