PADA KOLOM BETON BERTULANG BUJURSANGKAR DENGAN.
MENGGUNAKAN ... Sedangkan teknisi beton bertulang di Indonesia maupun
luar negeri ...
TUGAS AKHIR – RC 091380
STUDI PENGARUH EKSENTRISITAS TERHADAP FAKTOR REDUKSI PADA KOLOM BETON BERTULANG BUJURSANGKAR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL BASIC 6.0 STUDY OF ECCENTRICITY EFFECTS ON REDUCTION FACTORS OF SQUARE REINFORCED CONCRETE COLUMNS USING VISUAL BASIC 6.0 PROGRAM RADITYA ADI PRAKOSA NRP 3106 100 096 DOSEN PEMBIMBING Ir. Iman Wimbadi, MS. Tavio ST., MT., Ph.D JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi sepuluh Nopember Surabaya 2010 1
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan IPTEK, banyak ilmuwan yang mulai mengembangkan teknologi dalam dunia ketekniksipilan. Tak terkecuali beton bertulang, material komposit yang paling banyak dijumpai dalam pembangunan struktur bangunan. Banyak bangunan struktur yang runtuh disebabkan oleh kegagalan struktur pada kolom. Sebab, komponen struktur utama pada bangunan adalah kolom sebagai penerima beban bangunan maupun beban luar yang bekerja pada struktur yang selanjutnya akan diteruskan ke dalam pondasi. Oleh sebab itu, perencanaan kolom harus mendapat perhatian lebih. Terlebih kolom menerima kombinasi beban yaitu beban aksial serta momen lentur yang diakibatkan oleh beban eksentris maupun beban lateral akibat angin dan gempa atau dapat pula akibat beban lantai yang tidak seimbang. Di Indonesia, peraturan beton bertulang masih menggunakan SNI 2847-2002 mengenai “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Gedung” dimana peraturan ini mengacu pada ACI 1999 dan ASTM. Sedangkan teknisi beton bertulang di Indonesia maupun luar negeri banyak yang telah memakai metode desain terbaru yaitu Unified Design Provisions yang ada di dalam tata cara perhitungan beton bertulang ACI 3182002 dalam hal pengurangan kekuatan yang mampu dipikul oleh komponen struktur bangunan. Perbedaan dari kedua code tersebut menyangkut faktor reduksi kekuatan kolom dimana SNI 03-2847-2002 masih berdasarkan besarnya beban aksial sedangkan ACI 3182002 menggunakan regangan tarik untuk menentukan besarnya faktor reduksi.
Pengaruh eksentrisitas beban yang bekerja terhadap faktor reduksi ini dapat dihitung dengan melakukan analisa manual kemampuan layan kolom maupun dengan menggunakan program bantu seperti program Visual Basic 6.0 yang nantinya akan dipergunakan dalam penyelesaian tugas akhir ini. Hal ini dikarenakan Visual Basic 6.0 tidak memerlukan pemrograman khusus untuk menampilkan jendela (window) dan cara penggunaannya juga berbasis visual. Selain itu, Visual Basic 6.0 adalah bahasa pemrograman yang revolusioner yaitu mengacu pada event dan berorientasi objek. Visual Basic 6.0 juga dapat menciptakan aplikasi dengan mudah karena hanya memerlukan sedikit penulisan kode – kode program sehingga kegiatan pemrograman dapat
difokuskan pada penyelesaian problem utama dan bukan pada pembuatan antar-mukanya (user interface). Akan tetapi, hasil yang diperoleh pun perlu dibandingkan dengan program lain yang serupa seperti PCA Column, sehingga dapat menghasilkan output yang lebih efisien. 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah yang akan dibahas antara lain : 1. Bagaimana pengaruh ratio eksentrisitas pada diagram interaksi P-M kolom? 2. Bagaimana bentuk diagram distribusi daya dukung kolom sesuai ratio eksentrisitas yang terjadi? 3. Bagaimana membuat simulasi perbandingan antara ratio eksentrisitas dan koefisien variasi tahanan kolom? 4. Bagaimana mencari faktor reduksi kekuatan layan kolom terhadap pengaruh eksentrisitas yang dengan sesuai Unified Design Provisions yang terdapat pada ACI 318-2002? 5. Apakah faktor reduksi yang telah dianalisis sesuai dengan kurva antara faktor reduksi dan regangan tarik berdasarkan tata cara perhitungan beton bertulang ACI 318-2002? 1.3 Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai antara lain : 1. Membuat suatu program bantu dalam dunia ketekniksipilan yang sederhana dan mudah diterapkan untuk mengetahui faktor reduksi kekuatan kolom sesuai ACI 318-2002. 2. Mampu merencanakan kolom dengan beban eksentris yang sesuai dengan ACI 318-2002. 3. Mengetahui bahwa nilai output aplikasi program yang telah dibuat dapat dipertanggungjawabkan dengan memverifikasi diagram interaksinya dengan PCA Column. 1.4 Batasan Masalah Ruang lingkup permasalahan dan pembahasan pada tugas akhir ini dibatasi oleh beberapa hal antara lain : 1. Studi tugas akhir ini hanya meninjau elemen struktur beton bertulang yang mengalami kombinasi momen lentur dan gaya aksial yaitu kolom. 2. Studi tugas akhir ini hanya meninjau kolom berpenampang bujursangkar dengan tulangan longitudinal 4 sisi (four side equal) dan jumlah tulangan kelipatan 4. 3. Studi tugas akhir ini hanya meninjau kolom pendek yang mengalami beban aksial dan momen uniaksial tanpa knick atau faktor tekuk. 4. Studi tugas akhir ini hanya menganalisis diagram interaksi P-M kolom, kurva perbandingan ratio
2
eksentrisitas dengan koefisien variasi tahanan global, serta kurva perbandingan faktor reduksi kekuatan kolom dan regangan tarik sesuai ACI 318-2002 (Unified Design Methode). 5. Studi tugas akhir ini hanya menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0. 1.5 Manfaat Adapun manfaatnya antara lain : 1. Dapat digunakan oleh praktisi beton bertulang untuk lebih memahami dasar analisis faktor reduksi kekuatan kolom sesuai peraturan ACI 318-2002. 2. Dapat digunakan untuk membuat peraturan tentang tata cara perhitungan beton bertulang yang sesuai dengan perkembangan peraturan beton bertulang yang ada di luar negeri dan dapat diterapkan di Indonesia.
Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian dan Prinsip Dasar Kolom Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban – beban dari elevasi atas ke elevasi lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui pondasi. Karena kolom merupakan komponen tekan, maka keruntuhan pada satu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan kolaps (runtuhnya) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh bats total (ultimate total collapse) beserta seluruh strukturnya. Keruntuhan kolom struktural merupakan hal yang sangat berarti ditinjau dari segi ekonomis maupun segi manusiawi. Oleh karena itu, dalam merencanakan kolom perlu lebih waspada yaitu dengan memberikan kekuatan cadangan yang lebih tinggi daripada yang dilakukan pada balok dan elemen struktural horisontal lainnya, terlebih lagi karena keruntuhan tekan tidak memberikan peringatan awal yang cukup jelas. Keserasian tegangan dan regangan yang digunakan dalam analisis atau desain seperti pada balok juga dapat diterapkan pada kolom. Akan tetapi, disini ada suatu faktor baru (selain momen lentur) yang ikut masuk dalam perhitungan, yaitu adanya gaya tekan. Karena itu, perlu ada penyesuaian dalam menyusun persamaan – persamaan keseimbangan penampang dengan meninjau kombinasi gaya tekan dan momen lentur. Banyaknya penulangan dalam hal balok telah dikontrol agar balok dapat berperilaku daktail. Dalam hal kolom, beban aksial biasanya dominan sehingga
keruntuhan yang berupa keruntuhan tekan sulit dihindari. Apabila beban pada kolom bertambah, maka retak akan banyak terjadi di seluruh tinggi kolom pada lokasi – lokasi tulangan sengkang. Dalam keadaan batas keruntuhan (limit state of failure), selimut beton di luar sengkang (pada kolom bersengkang) atau di luar spiral (pada kolom berspiral) akan lepas sehingga tulangan memanjangnya akan mulai kelihatan. Apabila bebannya terus ditambah, maka terjadi keruntuhan dan tekuk local (local buckling) tulangan memanjang. Dapat dikatakan bahwa dalam keadaan batas keruntuhan, selimut beton lepas dahulu sebelum lekatan baja-beton hilang. Seperti halnya balok, kekuatan kolom dievaluasi berdasarkan prinsip – prinsip dasar sebagai berikut : 1. Distribusi regangannya linier di seluruh tebal kolom. 2. Tidak ada gelincir antara beton dengan tulangan baja (ini berarti regangan pada baja sama dengan regangan pada beton yang mengelilinginya). 3. Regangan beton maksimum yang diizinkan pada keadaan gagal (untuk perhitungan kekuatan) adalah 0,003. 4. Kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak digunakan dalam perhitungan. 2.2 Kekuatan Kolom Pendek dengan Beban Sentries Apabila suatu kolom dengan luas penampang brutonya Ag dengan lebar b dan tinggi total h, bertulangan baja dengan luas total Ast (terbagi pada semua sisi kolom) maka Luas bersih penampang beton adalah Ag - Ast. Gambar 2.1 menjelaskan tentang pembebanan pada beton dan baja pada saat beban kolom meningkat. Pada awalnya, baik beton maupun baja berperilaku elastis. Pada saat regangannya mencapai sekitar 0,002 sampai 0,003, beton mencapai kekuatan maksimum f’c. Secara teoritis, beban maksimum yang dapat dipikul oleh kolom adalah beban yang menyebabkan terjadinya tegangan f’c pada beton. Penambahan beban lebih lanjut bisa saja terjadi apabila strain hardening pada baja terjadi sekitar regangan 0,003.
Gambar 2.1 Hubungan tegangan-regangan pada beton dan baja (beban sentris)
3
Dengan demikian kapasitas beban sentris maksimum pada kolom dapat diperoleh dengan menambahkan kontribusi beton yaitu sebesar (Ag-Ast) 0,85f’c dan kontribusi baja yaitu sebesar (Astfy). Ag adalah luas bruto total penampang beton. Ast adalah luas total tulangan baja (Ast = As + A’s). Yang digunakan dalam perhitungan adalah 0,85f’c bukan f’c karena kekuatan maksimum yang dapat dipertahankan pada struktur aktual mendekati harga 0,85f’c. Sehingga kapasitas beban sentris maksimum (P0) dinyatakan sebagai berikut: P0 = 0,85 f’c (Ag – Ast) + Astfy (2.1) Gambar 2.2 menjelaskan tentang beban yang sentris meyebabkan tegangan tekan yang merata di seluruh bagian penampang. Pada saat terjadi keruntuhan, tegangan dan regangannya terjadi secara merata di seluruh bagian penampang. 0,002 0,85f 'c A'sfy d
Cc = 0,85f 'c (Ag - Ast)
h
Asfy d' b (a)
(b)
(c)
Gambar 2.2 Geometri, Regangan, dan Tegangan Kolom (beban sentris); (a) Penampang Melintang; (b) Regangan Beton; (c) Tegangan (dan gaya – gaya)
Untuk eksentrisitas kecil, kuat aksial beban diambil 80% dan 85% masing – masing untuk sengkang dan spiral sehingga persamaan 2.1 menjadi seperti berikut: Pn(max) = 0,8 [0,85ƒ’c (Ag – Ast) + Astƒy] (2.2) untuk kolom bersengkang Pn(max) = 0,85 [0,85ƒ’c (Ag – Ast) + Astƒy] (2.3) untuk kolom berspiral Beban nominal ini masih harus direduksi lagi dengan menggunakan faktor reduksi kekuatan Φ. Biasanya untuk desain, besarnya (Ag – Ast) dapat dianggap sama dengan Ag tanpa kehilangan ketelitian. 2.3 Kekuatan Kolom Pendek dengan Beban Eksentris Selain menerima beban aksial, kolom juga mengalami momen lentur. Momen ini dapat dikonversikan menjadi suatu beban P dengan eksentrisitas e. Momen lentur ini dapat bersumbu tunggal (uniaxial) seperti dalam hal kolom eksterior bangunan bertingkat banyak. Kekuatan kolom yang dibebani eksentris seperti beban aksial dan lentur, pada prinsipnya mengenai distribusi tegangan dan blok tegangan segi empat ekuivalennya hampir sama dengan balok seperti pada Gambar 2.3. Gambar 2.3. memperlihatkan
penampang melintang suatu kolom segi empat tipikal dengan diagram distribusi regangan, tegangan dan gaya padanya. Diagram ini berbeda dengan diagram yang menjelaskan tentang adanya gaya nominal memanjang Pn yang bekerja pada keadaan runtuh dan mempunyai eksentrisitas e dari pusat plastis (atau bisa saja pusat geometri) penampang. Tinggi sumbu netral ini sangat menentukan kekuatan kolom. Persamaan gaya dan momen dari Gambar 2.3 untuk kolom pendek dapat dinyatakan sebagai gaya tahan aksial nominal dalam keadaan runtuh Pn = Cc + Cs – Ts (2.4) −
Mn = Pne = Cc ( y -
− − a ) + Cs ( y - d’) + Ts (d - y ) 2
(2.5)
Karena :Cc = 0,85ƒ’c ba Cs = A’sƒ’s Ts = Asƒs Persamaan (2.1) dan (2.2) dapat pula ditulis sebagai : Pn = 0,85ƒ’cba + A’sƒ’s - Asƒs (2.6) Mn=Pne = 0,85ƒ’cba( - a 2 ) + A’sƒ’s( - d’) + Asƒs(d - ) (2.7) Untuk eksentrisitas kecil, kuat aksial beban diambil 80% dan 85% masing – masing untuk sengkang dan spiral. Rumusnya menjadi : (2.8) Pn(max) = 0,8 [0,85ƒ’c (Ag – Ast) + Astƒy] untuk kolom bersengkang Pn(max) = 0,85 [0,85ƒ’c (Ag – Ast) + Astƒy] (2.9) untuk kolom berspiral ƒ’s = Esε’s = Es ƒs = Esεs = Es
0,003(c − d ' )
c 0,003(d − c)
c
≤ ƒy
(2.10)
≤ ƒy
(2.11)
d' y
h/2 A's
d
h As
Pusat plastis
b Penampang melintang
εc = Pn
ε'
Cs Cc
c
Cs Cc
e'
(d - d')
Sumbu netral
Ts
e
Pusat plastis
Ts
εs
4
4. Regangan :
d −c c c − d' ε’s = 0,003 c εs = 0,003
Tegangan : ƒs = Esεs ≤ ƒy ƒ’s = Esε’s ≤ ƒy
Tegangan : ƒs = Esεs ≤ ƒy ƒ’s = Esε’s ≤ ƒy
c = jarak sumbu netral y = jarak pusat plastis e = eksentrisitas beban ke pusat plastis e’ = eksentrisitas beban ke tulangan tarik d’ = selimut efektif tulangan
5. 6.
Kondisi beban berimbang. Saat eksentrisitas terus ditambah akan dicapai suatu kondisi dimana tulangan pada sisi tarik mencapai leleh dan pada saat bersamaan, beton pada sisi lainnya mencapai tekan maksimum 0,85 f’c. Kondisi ini disebut kondisi pada beban berimbang (balance). Momen besar, beban aksial relatif kecil. Jika eksentrisitas terus ditambah keruntuhan terjadi akibat tulangan meleleh sebelum hancurnya beton. Momen lentur besar. Pada kondisi ini, keruntuhan terjadi seperti halnya pada sebuah balok. P
e
P
P e
Gambar 2.3 Tegangan dan Gaya – gaya pada Kolom
2.4 Keruntuhan Kolom Keruntuhan kolom dapat terjadi apabila tulangan bajanya leleh karena tarik atau terjadinya kehancuran pada beton yang tertekan. Selain itu dapat pula kolom mengalami keruntuhan apabila terjadi kehilangan stabilitas lateral, yaitu terjadi tekuk. 2.4.1 Beban Aksial dan Lentur pada Kolom Kolom akan melentur akibat momen dan momen tersebut akan cenderung menimbulkan tekanan pada satu sisi kolom dan tarikan pada sisi lainnya. Tergantung pada besar relatif momen dan beban aksial, banyak cara yang dapat menyebabkan rutuhnya kolom. Gambar 2.4 memperlihatkan kolom yang memikul beban Pn. Dalam beberapa bagian dari gambar, beban ditempatkan pada eksentrisitas yang semakin besar sehingga menghasilkan momen yang semakin besar pula. Setiap kasus dari keenam kasus tersebut dibahas singkat sebagai berikut : 1. Beban aksial besar dan Momen diabaikan maka pada kondisi ini keruntuhan akan terjadi oleh hancurnya beton, dengan semua tulangan dalam kolom mencapai tegangan leleh dalam tekan. 2. Beban aksial besar dan momen kecil sehingga seluruh penampang tertekan. Jika suatu kolom menerima momen lentur kecil (yaitu eksentrisitas kecil), seluruh kolom akan tertekan tetapi tekanan di satu sisi akan lebih besar dari sisi lainnya. Tegangan tekan maksimum dalam kolom akan sebesar 0,85 f’c dan pada kondisi ini keruntuhan akan terjadi oleh runtuhnya beton dan semua tulangan tertekan. 3. Eksentrisitas lebih besar atau ditingkatkan dari kasus sebelumnya maka gaya tarik akan mulai terjadi pada satu sisi kolom dan baja tulangan pada sisi tersebut akan menerima gaya tarik yang lebih kecil dari tegangan leleh. Pada sisi yang lain tulangan mendapat gaya tekan.
(a)
(c)
(b)
P
P e
e
M
(f) (e) (d) Gambar 2.4 Kolom Menerima Beban dengan Eksentrisitas yang terus Diperbesar
2.4.2 Keruntuhan Tarik (Under – reinforced) Keruntuhan tarik akibat momen lentur ultimate terjadi jika tulangan baja mencapai leleh lebih dahulu yaitu regangannya (εs) sama atau lebih besar dibanding regangan pada saat leleh (εy). Kondisi tersebut dapat terjadi jika jumlah tulangan baja (As) yang dipasang relatif sedikit. Awal keadaan runtuh dalam hal eksentrisitas yang besar dapat terjadi dengan lelehnya tulangan baja yang tertarik. Peralihan dari keruntuhan tekan ke keruntuhan tarik terjadi pada e = eb. Jika e lebih besar daripada eb atau Pn < Pnb, maka keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan tarik yang diawali oleh lelehnya tulangan tarik. Dalam praktek biasanya digunakan penulangan yang simetris, yaitu A’s = As, dengan maksud mencegah kekeliruan dalam penempatan tulangan tarik dan tulangan tekan. Penulangan yang simetris juga diperlukan apabila ada kemungkinan tegangan berbalik tanda, misalnya karena arah angin atau gempa yang berbalik. 2.4.3 Keruntuhan Tekan (Over – reinforced) Keruntuhan tekan terjadi jika serat tekan beton εc = εcu = 0,003. Sedangkan serat tarik baja εs < εy. Keruntuhan dimulai dari beton terlebih dahulu sedangkan tulangan baja masih dalam batas elastis ( fs < fy ), jenis keruntuhan ini sifatnya getas (tiba – tiba) tanpa didahului
5
oleh lendutan yang cukup besar khususnya bila beton tidak diberi tulangan pengekangan yang cukup. Agar dapat terjadi keruntuhan yang diawali dengan hancurnya beton, eksentrisitas e gaya normal harus lebih kecil daripada eksentrisitas balanced eb dan tegangan pada tulangan tariknya lebih kecil daripada tegangan leleh, yaitu ƒs < ƒy. Dalam proses analisis (maupun desain) diperlukan persamaan dasar keseimbangan yaitu persamaan (2.6) dan persamaan (2.7). Selain itu, diperlukan pula prosedur coba – coba dan penyesuaian, serta adanya keserasian regangan di seluruh bagian penampang. 2.4.4 Keruntuhan Balanced Keruntuhan balance atau keadaan batas tercapai jika serat desak beton εcu = 0,003 dan serat tarik baja εs = εy (regangan pada titik leleh yang pertama). Kondisi balance digunakan sebagai acuan untuk mengetahui apakah suatu penampang mempunyai keruntuhan tarik atau keruntuhan tekan. Dari segitiga yang sebangun dapat diperoleh persamaan tinggi sumbu netral pada kondisi balanced, cb yaitu : Cb 0,003 = (2.12) f d y 0,003 + E s Atau dengan menggunakan Es = 2 x 105 MPa : 600 Cb = d (2.13) 600 + f y
600
ab = β1C b = β1d (2.14) 600 + f y Beban aksial nominal pada kondisi balanced Pnb dan eksentrisitasnya eb dapat ditentukan dengan menggunakan ab pada persamaan (2.3) dan (2.4). Pnb = 0,85.ƒ’c.b.ab + A’sƒ’s - Asƒy (2.15) − a − Mnb = Pnbeb = 0,85ƒ’cbab ( y - ) + A’sƒ’s ( y - d’) + 2 − Asƒy (d - y ) ` (2.16)
((
) )
Dimana ƒ’s = 0,003 Es c − d ' c ≤ ƒy b b
(2.17)
−
dan y adalah jarak tepi tertekan ke pusat plastis atau geometris. Perlu dicatat bahwa karena Ab dan f’s diketahui, maka baik Pnb maupun eb dapat dihitung tanpa memerlukan
− suatu coba–coba. Apabila A’s = As, maka y = 0,56
2.5 Persamaan pada Kolom Bertulang pada Empat Sisi Apabila suatu kolom segiempat mempunyai tulangan pada keempat sisinya dan semua tulangan yang sejajar tidak simetris, maka solusinya harus dicari berdasarkan prinsip – prinsip pertamanya. Pn = 0,85ƒ’cba + A’sƒ’s - Asƒs (2.18) −
Mn =Pne = 0,85ƒ’cba ( y -
− a ) + A’sƒ’s ( y - d’) + Asƒs (d 2
−
y)
(2.19) Untuk itu Persamaan (2.16) dan (2.17) harus disesuaikan terlebih dahulu. Kontrol keserasian regangan harus tetap dipertahankan di seluruh bagian penampang. Gambar 2.5 memperlihatkan kolom yang bertulangan pada keempat sisinya. Anggapan yang digunkan disini adalah : Gsc = titik berat gaya tekan pada tulangan tekan Gst = titik berat gaya tarik pada tulangan tarik Fsc = resultan gaya tekan pada tulangan = ΣA’s ƒsc Fst = resultan gaya tarik pada e tulangan = ΣA’s ƒst h
h/2
ysc yst
c
c
Gambar 2.5 Kolom yang mempunyai tulangan pada keempat sisinya : (a) penampang melintang; (b) regangan; (c) gaya –gaya dengan metoda numerik
Keseimbangan antara gaya – gaya dalam dengan momen dan gaya luar harus terpenuhi yaitu : (2.20) Pn = 0.85ƒ’cbß1c + Fsc - Fst
⎛h 1 ⎞ Pn e = 0.85 f 'c bβ1c⎜ − β1c ⎟ + Fsc yst + Fst yst ⎝2 2 ⎠ (2.21) Coba – coba dan penyesuaian diterapkan dengan menggunakan suatu asumsi tinggi garis netral c, yang berarti pula tinggi blok tegangan ekuivalen a diketahui. Besarnya regangan pada setiap lapis (layer) tulangan ditentukan dengan menggunakan distribusi regangan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.5 (b) untuk menjamin terpenuhinya keserasian regangan. Tegangan pada setiap tulangan diperoleh dengan menggunakan persamaan : ƒsi = Esεsi = Esεc
si c − si = 600 c c
(2.22)
Dimana ƒsi harus ≤ ƒy
6
Carilah Pn untuk c yang diasumsikan tadi dengan menggunakan Persamaan (2.20). Substitusikan besarnya gaya normal tersebut ke dalam persamaan (2.19) dan peroleh c. Apabila c ini belum cukup dekat dengan c yang diasumsikan semula, lakukan coba – coba berikutnya. Gaya tahanan nominal Pn yang sesungguhnya pada penampang ini adalah yang diperoleh pada coba – coba terakhir sehubungan dengan c yang sudah benar. Dalam banyak hal, disarankan untuk selalu menggunakan tulangan baja pada sisi yang tegak lurus terhadap sumbu lentur –sekalipun secara teoritis tidak diperlukan- paling sedikit 25% dari luas tulangan memanjang utamanya. 2.6 Diagram Interaksi Kolom Beton Bertulang Hampir semua elemen struktur tekan pada struktur beton diperlakukan untuk menerima momen sebagai tambahan terhadap beban aksial. Hal ini bisa diakibatkan oleh beban yang tidak terletak pada tengah kolom seperti pada gambar 2.5 (b) atau juga sebagai hasil penahan daripada keadaan tidak seimbang momen pada ujung balok yang didukung oleh kolom.
Gambar 2.6 Beban Aksial dan Momen pada Kolom
Jarak e diartikan sebagai eksentrisitas terhadap beban. Kedua kasus ini pada dasarnya sama yaitu beban P eksentris pada gambar 2.6 (b) bisa diganti dengan beban P yang bekerja pada aksis centroidal ditambah dengan momen, M = Pe, terhadap sumbu centroid. Kapasitas penampang kolom beton bertulang dapat dinyatakan dalam bentuk diagram Interaksi P – M yang menunjukkan hubungan beban aksial dan momen lentur pada kondisi batas. Setiap titik kurva menunjukkan kombinasi P dan M sebagai kapasitas penampang terhadap suatu garis netral tertentu.
Gambar 2.7 Distribusi Regangan Berkaitan dengan Titik pada Diagram Interaksi
Gambar 2.7 menggambarkan beberapa seri dari distribusi regangan dan menghasilkan titik – titik pada diagram interaksi. Distribusi regangan A dan titik A menunjukkan keadaan murni aksial tekan. Titik B menunjukkan hancurnya satu muka kolom dan gaya tarik sebesar nol pada muka lainnya. Bila kuat tarik beton diabaikan pada proses perhitungan, hal ini menunjukkan terjadinya retak pada bagian bawah muka penampang. Diagram interaksi untuk kolom umumnya dihitung dengan mengasumsikan regangan yang didistribusikan dimana setiap regangan bersesuaian dengan titik tertentu pada diagram interaksi, dan menghitung nilai yang bersesuaian dengan P dan M. Bila titik – titik tersebut telah dihitung, barulah hasilnya ditunjukkan dengan diagram interaksi. Proses perhitungan ditunjukkan pada gambar 2.6 untuk satu regangan tertentu. Potongan penampang digambarkan pada Gambar 2.8 (a) dan satu regangan distribusi diasumsikan seperti pada Gambar 2.8 (b). Maksimum regangan tekan beton diatur sebesar 0,003, bersesuaian dengan kegagalan kolom. Lokasi garis netral dan regangan pada tiap tulangan dihitung dari distribusi regangan. Hasilnya kemudian digunakan untuk menghitung besarnya blok tekanan dan besarnya gaya yang bekerja pada tiap tulangan, seperti pada Gambar 2.8 (c). Gaya pada beton dan tulangan yang ditunjukkan pada Gambar 2.8 (d) dihitung dengan mengalikan gaya dengan luas dimana gaya tersebut bekerja. Akhirnya, gaya aksial Pn dihitung dengan menjumlahkan gaya – gaya individual pada beton dan tulangan, dan momen Mn dihitung dengan menjumlahkan gaya – gaya ini terhadap titik pusat daripada potongan penampang. Nilai Pn dan Mn ini menggambarkan satu titik di diagram interaksi.
7
2.8 Distribusi Normal, Beta Index, Safety Factor, serta Reabilitas Bila dalam suatu kumpulan tes tekan beton yang hasilnya telah ditabelkan dan diurutkan sesuai interval kelas tertentu, kemudian dilakukan pembuatan grafik per interval kelas dan titik tengah dari tiap interval tersebut ditarik garis seperti pada gambar 2.9. Grafik tersebut disebut sebagai distribusi normal yang dijabarkan dengan cara deterministik Dengan mengetauhi parameter-parameter distrubusi yang ada termasuk nilai rata-rata dan standar deviasi, maka dengan menggunakan rumus distribusi gauss seperti pada persamaan 2.27 didapatkan sebuah distribusi normal sesuai parameter yang ada. ⎡ 1 ⎛ x − µ ⎞2 ⎤ 1 (2.27) exp ⎢ − ⎜ f (x ) = ⎟ ⎥ σ 2π ⎢ 2⎝ σ ⎠ ⎥
⎣
Gambar 2.8 Perhitungan Pn dan Mn untuk kondisi regangan tertentu
2.7 Nilai rata-rata, Varians, Standar Deviasi, dan Koefisien Variasi Nilai rata-rata (mean value) suatu populasi harus selalu mengacu pada nilai rata-rata aritmatiknya dengan menggunakan persamaan 2.23. Sedangkan varians digunakan untuk mengetahui berapa besar variasi daripada penyebaran yang terjadi, dimana varians dirumuskan dengan persamaan 2.24. Standar deviasi digunakan untuk menyatakan besarnya nilai varisai daripada penyebaran yang terjadi di sekitar titik rata-rata seperti pada persamaan 2.25. Koefisien variasi merupakan suatu konstanta yang menyatakan besar kecilnya penyebaran yang terjadi. Hal ini dikarenakan standar deviasi yang lebih besar terhadap standar deviasi yang lainnya belum tentu penyebaran yang terjadi juga lebih besar, sehingga perlu adanya koefiesien variasi ini untuk mengukur besar atau kecilnya penyebaran tersebut. Koefisien variasi didefinisikan sebagai nilai rata-rata suatu populasi dibagi dengan besarnya nilai standar deviasi seperti pada persamaan 2.26. ∑ xi (2.23) µ (mean ) = n Dimana: xi = nilai tiap anggota populasi N = jumlah anggota populasi
n = ∑ ( xi − x ) i =1 n σ = ∑ ( xi − x ) i=1
σ
2
Ω=
µ σ
(2.24)
(2.25) (2.26)
Bila
⎦
µ x = 0 dan σ x =1 maka
akan didapatkan
bentuk khusus dari Performance Density Function (f(x)). Maka rumus Distribusi Gauss menjadi 1 ⎡ 1 2⎤ f (x ) = −∞< x