dengan keuangan Islam karena memang potensinya besar. Untuk itu,
pemerintah .... gradual, pemerintahnya akan menerapkan sistem keuangan.
Islam yang ...
Humayon Dar:
Tarik Investasi Asing dengan Keuangan Islam
T
ernyata perkembangan keuangan Islam dunia tidak begitu mengesankan. Minim inovasi dan melambat di beberapa pusat keuangan Islam dunia, seperti Malaysia. Cerita baiknya justeru datang di pasar baru keuangan Islam dunia. Negara-negara bermayoritas Muslim dan yang porsi keuangan Islamnya masih di bawah 10% terhadap industri keuangan nasional. Pola pertumbuhan pun dipaparkan Prof. Dr. Humayon Dar, CEO Edbiz Corporation, London, Inggris. “Tetapi kita tidak bisa mengabaikan Indonesia”, katanya tentang potensi Indonesia di bidang keuangan Islam. Justeru menurutnya Indonesia
masuk dalam cerita baik itu. Di sela-sela kunjungan bisnisnya di Jakarta, Ibrahim Aji dari Sharing mewawancarai salah satu global prominent scholar in Islamic finance ini. Profesor Dar menyarankan, Indonesia dapat menarik foreign direct investment (FDI) dengan keuangan Islam karena memang potensinya besar. Untuk itu, pemerintah dapat membentuk sebuah Dewan Penasehat Keuangan Islam Internasional yang tugasnya, mempromosikan Indonesia ke investor kelas dunia, khususnya dari negara-negara petrodolar. Dan, Profesor Dar, dengan pengalamannya ikut membawa Malaysia menjadi pemain global keuangan Islam, menyatakan bersedia, jika dia diundang untuk menjadi salah satu anggota dewan penasehat tersebut. Over all, pemikiran Profesor Dar cukup radikal untuk Indonesia dan keuangan Islam di Indonesia. Misalnya, tidak harus ada yang namanya bank syariah jika skema keuangan Islam dapat dipraktikkan secara meluas. Lalu, pembangunan Ibu Kota baru karena Jakarta sudah tidak nyaman dan ini dapat dilakukan dengan skema keuangan syariah. Menarik untuk berdiskusi dengannya. Insyallah, akhir April ini, penerbit Global Islamic Finance Report (GIFR) ini akan datang lagi ke Jakarta. Tertarik untuk bertemu dengannya?
Bagaimana perkembangan keuangan Islam global terkini?
Secara global jika besaran industri keuangan Islam tahun ini adalah USD 1,631 Triliun. Besaran yang ignorable, tidak begitu besar ketika kita membandingkannya dengan salah satu ethics fund manager. Ethics fund manager terbesar di dunia memiliki besaran USD 3 Triliun. Dan seluruh besaran keuangan Islam hanyalah USD 1,6 Triliun tadi. Ini tidak terlalu besar di tataran global Dalam lima tahun terakhir, saya dapat mengatakan industri keuangan Islam has not done well. Misalnya, jarangnya inovasi di keuangan Islam. Produk yang ditawarkan kebanyakan adalah produk yang didesain 10—15 tahun lalu. Kurangnya inovasi ini, karena beberapa hal. Pertama, pelaku industri tidak memiliki referensi inovasi. Kedua, tidak mau mengeluarkan biaya untuk riset dan beberapa bank kecil tidak sanggup membiayai riset. Sebelumnya inovasi justeru datang dari lembaga keuangan Barat seperti Deutsche Bank, BNP Paribas, dan bank-bank sejenis lainnya. Mereka justeru membangun produk keuangan Islam. Sayangnya, dalam lima tahun terakhir, banyak bank-bank Barat itu telah menghentikan edisi april 2013
menghentikan pengembangan produk keuangan Islamnya. Menurunkan operasionalnya di keuangan Islam. Kita pun belum menemukan lagi produk yang benar-benar baru di pasar. Dalam empat hingga lima tahun terakhir, produk yang paling notable adalah sukuk. Tetapi sebenarnya sukuk ini juga terbatas dan tidak ada inovasinya lagi. Kalau Anda melihat Malaysia, sebagai salah satu pemain besar sukuk dunia, masih memakai struktur sukuk model lama. Dengan sistem yang itu-itu saja, seperti ijarah, bai bittaman ajil (BBA), murabahah, musyarakah, dan sebagainya. Saat ini, porsi sukuk murabahah dan BBA memang meningkat. Ini berarti industri bergerak cepat menuju debt based Islamic banking and finance system yang berarti alarm bagi pelaku keuangan Islam. Inilah salah satu issu terkait sukuk. Meskipun sering didengar bahwa pasar sukuk berkembang cukup bagus, tetapi bagaimana dengan aspek lainnya Takaful misalnya, tidak berkembang begitu mengesankan. Islamic equity fund global tidak begitu bagus, ada yang lokal tetapi sangat kecil.
mencapai 35% dan stagnan. Banyak anggota Gulf Cooperation Country (GCC) porsinya sekitar 20-22%. Menurut analisa saya, pertumbuhannya di GCC akan melambat, tetapi tidak termasuk Saudi Arabia. Saudi ini unik, mereka negara yang dikenal Islam ortodoks dan lebih relijius. Dari sisi demografi dapat disandingkan dengan Malaysia. Malaysia berpopulasi 27-28 juta orang, dengan 19-20 juta Muslimnya. Saudi memiliki 27-29 juta orang dengan 1819 juta adalah ekspatriat, sisanya 11--12 jutaan adalah pribumi. Jadi ada kesamaan dalam hal demografi. Meskipun demikian, Saudi lebih luas wilayahnya daripada Malaysia dan dibandingkan Saudi, Malaysia lebih terbuka. Namun, karena konservatif dan ortodoksinya itu, keuangan Islam di Saudi diharapkan akan bertumbuh lebih besar. Menurut saya, Saudi akan menjadi negara yang secara gradual, pemerintahnya akan menerapkan sistem keuangan Islam yang lengkap. Tidak akan terjadi dalam 2-3 tahun ke depan, mungkin 7—10 tahun ke depan. Ini karena masyarakatnya menginginkan hal tersebut.
“Jadi pemerintah Indonesia harusnya berkomitmen untuk menjadikan keuangan Islam sebagai area strategisnya. Bisa dikatakan, tetap mempertahankan posisi sekulernya, karena ini bukan soal mempromosikan agama, tetapi bisnis. Dan, kita gunakan bentuk bisnis ini untuk menarik foreign direct investment (FDI)”.
Beberapa contoh Islamic equity fund lokal yang bagus seperti di Saudi Arabia, Luxembourg, lalu yang dibuat CIMB Islamic Asset Management. Sayangnya, juga belum berhasil mengumpulkan jumlah dana yang signifikan. Kami belum menemukan beberapa perkembangan signifikan. Ceritanya memang seperti kekurangan inovasi kalau kita melihat pada operasi global keuangan Islam. Tetapi ada juga cerita bagus. Menurut hemat saya, keuangan Islam akan bertumbuh bagus di beberapa pasar baru. Misalnya di negara-negara seperti Libya, Maroko, Tunisia, Mesir, dan beberapa negara Afrika. Termasuk, negara-negara yang porsi keuangan Islamnya masih sangat kecil. Di Pakistan misalnya, aset keuangan Islam di 2012 masih 7%, lalu di Indonesia, 3—4%. Ini potensi besar. Pendapat saya, ketika sebuah negara mencapai asset keuangan Islam sebesar 20% dari industri keuangannyya, pertumbuhannya akan melambat. Kurva menaik cepat hingga 10%, setelah itu terus menanjak hingga mencapai 20%, setelah itu melambat. Tetap tumbuh tetapi melandai. Di Malaysia misalnya, kurva menanjak cepat hingga 10%. Juga di antara 10—20%, tetapi kini melambat di 20%. Di negara lain seperti Kuwait porsi keuangan Islamnya edisi april 2013
Analisa saya lainnya terhadap keuangan Islam global, Hal lainnya, keuangan Islam tidak lagi akan menjadi fenomena global, justeru fenomena regional. Keuangan Islam memiliki masa depan di negara mayoritas Muslim. Khususnya di blok Organisasi Konferensi Islam (OKI). Di luar itu, akan sulit. Kalau bicara blok OKI, Saudi Arabia adalah nomor satunya. Tetapi kita tidak bisa mengabaikan Indonesia. Indonesia adalah negara sekuler. Pemerintahnya lebih suka mempertahankan posisi sekulernya dalam hal kebijakan dan kehidupan sosialnya. Yang saya lihat bagus adalah pemahaman tersirat antara pemerintah dan kelompok relijius Islam. Mereka saling menerima dan menghargai satu sama lain. Karena kontrak tersirat ini, saya tidak melihat ada oposisi terhadap apapun yang dilakukan atas nama Islam pada level individu di kalangan pejabat negara. Jadi, jika Anda bicara ke Menteri Keuangan, Beliau akan mengatakan, contohnya, saya seorang Muslim, saya tidak melarang bisnis Anda, jika Anda butuh dukungan saya akan bantu. Tetapi ini di level individu. Sebagai Menteri Keuangan, tidak semudah itu. Sehingga di level Menteri Anda harus melobi, atau mencari dukungan pejabat yang lebih berkuasa. Sehingga pengambilan keputusan menjadi sangat lambat. Sebagai contoh, selaku institusi, Bank Indonesia (BI) tidak begitu mempromosikan keuangan Islam, pun tidak menghambatnya bertumbuh. Terserah fenomena pasar. Jika ada pemain pasar
internasional mau masuk, silahkan saja. Ini sesuatu yang bagus sebenarnya. Sehingga kita melihat, pemerintah mulai mengubah legislasi, misalnya UU Sukuk dan Perbankan Syariah. Akhirnya, saya mengatakan akan lebih mudah menjalankan keuangan Islam di Indonesia. Dilihat dari besarannya Indonesia sangat potensial karena pasarnya. Lihatlah Malaysia, negara dengan luasan dan populasi lebih kecil, tetapi memiliki lebih banyak alat strategis untuk keuangan Islam. Hasilnya, Malaysia mendapat lebih banyak investasi keuangan syariah dunia. Indonesia di lain pihak adalah negara tetangga Malaysia, tetapi terdapat banyak hambatan untuk berinvestasi di sini. Saya berpikir, kalau pemerintah mau mempertahankan kebijakan ini, bisa menggunakan keuangan Islam sebagai alat kebijakan. Seperti di Malaysia, kalau ada bank mau masuk ke Malaysia, diterima tetapi harus membuka bank Islam. Jadi pemerintah Indonesia harusnya berkomitmen untuk menjadikan keuangan Islam sebagai area strategisnya. Bisa dikatakan, tetap mempertahankan posisi sekulernya, karena ini bukan soal mempromosikan agama, tetapi bisnis. Dan, kita gunakan bentuk bisnis ini untuk menarik foreign direct investment (FDI). Jika saja, pemerintah RI mau memakai kebijakan ini dan menyatakannya di pasar, banyak institusi akan datang ke Indonesia, karena Indonesia pasar yang besar.
Bagaimana pemerintah Indonesia bisa melakukan ini?
Pertama, sebaiknya Indonesia memiliki semacam penasehat keuangan Islam internasional berbentuk dewan. Anggotanya berasal dari seluruh dunia yang berkompeten tentunya. Di Indonesia sendiri saya menyarankan beberapa nama berlevel internasional seperti Muhammad Syafii Antonio dan Adiwarman A. Karim. Selain, tetap mengundang figur global lainnya. Orang-orang ini dapat ditugaskan roadshow ke seluruh negara OKI untuk mempromosikan Indonesia sebagai tujuan investas. Mungkin awalnya akan sulit untuk meyakinkan negara OKI karena masalah fasilitas, sumber daya, regulasi, dan sebagainya di sini. Tetapi jika kita mau memulai strategi ini, masalah-masalah tersebut, ketika mereka kembali ke Indonesia, lalu membagi informasi itu kepada pemerintah, lihat kami sudah pergi ke Tunisia, Oman, dan negara OKI lainnya, mereka mau berinvestasi di Indonesia tetapi Anda harus melakuan ini, ini, dan ini. Sehingga Anda memberikan feedback kepada pemerintah mengenai bagaimana menarik investor ke Indonesia. Kemungkinan lainnya. Membangun pusat keuangan Islam. Mungkin bisa disebut Jakarta Islamic Finance Center (JIFC) seperti Dubai Islamic Finance Center (DIFC). Ada insentif pajak di sana, memiliki yurisdiksi legalnya sendiri. Mungkin bisa mengambil lokasi antara Jakarta dan Bandung. Pelaku industri baik lokal maupun global bisa pergi ke sana dan settled up bisnis di sana. JIFC harus mebolehkan investor menanamkan dana dengan efisiensi pajak dan dapat dilarang untuk mengambil deposit dari masyarakat.
Kemungkinan lainnya adalah, ide yang cukup radikal, memindahkan Ibu Kota karena popularitas Jakarta sebagai kota yang semrawut. Sebuah kota baru seperti Pakistan mendirikan Ibu Kota barunya ketika Karachi sudah tidak layak mereka mendirikan Islamabad. Anda juga dapat membangun sebuah kota dengan ciri khas Islam, katakanlah Islampore. Anda dapat mengundang swasta untuk membangunkannya. Pemerintah menyewa katakanlah untuk 15 tahun. Jadi, pemerintah tidak perlu berinvestasi dan mengganggu APBN.
Untuk membangun kota baru itu, dapat menggunakan skema keuangan Islam?
Kalau sukuk tenornya terlalu pendek. Pembangunan kota ini akan butuh waktu lama, mungkin 30-35 tahun. Keuangan Islam dapat berperan dengan misalnya, dibangun sebagian besar oleh Islamic investor dan dengan instrumen keuangan Islam yang lebih kompleks. Ijarah misalnya bisa digunakan untuk persewaan lahan selama 99 tahun. Namun yang jelas, hal ini akan membuat kota menjadi lebih tertata, karena dikelola oleh swasta, investor asing pun akan lebih nyaman untuk datang. Baiklah, ini hanya salah satu kemungkinan, Anda dapat memiliki model lain, model ini memang agak radikal.
Baik, ada saran untuk industri keuangan Islam di Indonesia?
Indonesia adalah negeri yang unik. Anda punya banyak sekali rural banks, lebih dari 1000, dari situ sekitar 30% adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Dari sini, bisa dikembangkan model saving and loan institution untuk membantu keuangan mikro syariah. Meskipun sudah dilakukan tapi, Anda kurang memublikasikannya secara internasiona. Tidak seperti Bangladesh. Model BPRS ini sebenarnya dapat menjadi peluang bisnis bagi bank umum syariah (BUS) untuk mengakuisisinya. Misalnya Bank Muamalat Indonesia (BMI) memiliki 20 BPRS, lalu Bank Syariah Mandiri 50 BPRS. Diselaraskan dengan induknya, dijadikan salah satu perpanjangan tangan BUS itu ke desa-desa. Ketika diakuisisi, ukuran BPRS pun membesar karena BUS menginjeksi modal. Ketika soal ukuran, kita bicara efisiensi sebenarnya. Saran lainnya, bank syariah di Indonesia juga harus mulai memikirkan tentang kelebihsesuaian dengan prinsip Islam. Bank syariah, seperti bank konvensional, adalah tentang penciptaan kredit. Anda pergi ke bank, baik syariah maupun konvensional, Anda mendapat sesuatu yang disebut kredit, apakah itu kredit mobil, rumah, dan sebagainya. Apakah itu dengan dasar ijarah, murabahah, bank bertindak sebagai pencipta kredit. Sekarang, bank syariah bisa lebih menyesuaikan diri dengan Islam, dengan menjadi pencipta pekerjaan. Mengubah fokus menciptakan kredit atau utang, menjadi kepada penciptaan pekerjaan. Kalau bank syariah menciptakan kredit, apa yang bank harapkan? Peminjaman uangnya? Maka bank berasumsi, bahwa uang itu akan diutilisasi oleh nasabah untuk membeli atau melakukan sesuatu. Bank biasanya tidak mau jika uang yang digunakan adalah untuk tujuan bisnis. karena ini berisiko. Mereka maunya ke kredit konsumer. Bank akan edisi april 2013
bertanya secara formal kepada Anda. Untuk apa uang ini? Lalu Anda menjawab, saya ingin menginvestasikannya di toko saya, untuk menciptakan pekerjaan bagi enam orang lagi. Lalu bank berkata, kami tidak tertarik dengan penciptaan pekerjaan. Tetapi kalau Anda mengatakan bahwa Anda adalah pegawai negeri sipil (PNS) dan ingin membeli mobil, bank akan lebih tertarik. Dalam proses itu bank menciptakan ketergantungan masyarakat terhadapnya. Sebaliknya, jika bank syariah menciptakan pekerjaan, bank menciptakan bisnis, pekerjaan, dan ini adalah sumber pendapatan yang berkelanjutan untuk masyarakat. Penciptaan pekerjaan bermakna menyiapkan modal ekuitas untuk bisnis. Ketika Anda bertanya kepada bank mengapa mereka begitu, karena ini berisiko. Menurut saya diperlukan infrastruktur legal yang memberikan kenyamanan bagi bank syariah untuk menciptakan pekerjaan. Salah satu cara agar bank syariah tidak menjadi sekadar pencipta kredit, adalah mereka sebagai bisnis itu sendiri. Mereka harus memiliki keahlian di salah satu bidang, agrikultur, properti, dan sebagainya. Bank
“Ini berarti mestinya a whole nature of Islamic banks has to be changed. Saran saya, kalau ini berarti tidak harus memiliki yang namanya bank syariah. Kita bisa saja memiliki mudarabah company misalnya. Ini bukan bank” menyediakan kredit di salah satu bidang dan bank terlibat di dalamnya. Ketika hal ini terjadi, peran bank sebagai pengumpul deposit berubah, sulit mendapat ijin untuk mengumpulkan deposit. Bank tidak dapat menaruh deposito pada sesuatu yang berisiko. Karena ada kewajiban imbal hasil tetap untuk deposan yang akan digantungkan pada pada faktor yang berubah-ubah. Ini berarti mestinya a whole nature of Islamic banks has to be changed. Saran saya, kalau ini berarti tidak harus memiliki yang namanya bank syariah. Kita bisa saja memiliki mudarabah company misalnya. Ini bukan bank. Ini bukan institusi, ini instrumen layaknya sukuk. Ada beberapa kerangkanya yang sudah berjalan di dunia ini, di Pakistan misalnya, mereka memiliki legislasi lengkapnya. Misalnya, Anda ingin membangun hotel dengan 10 tahun masa proyeknya. Anda membuat PT, namanya Ibrahim Aji Mudarabah Management, lalu PT ini men-set up mudarabah. Masyakat pun diajak untuk berinvestasi di perusahaan ini. Uangnya digunakan untuk membangun hotel tersebut. Perusahaan ini bertindak sebagai mudharib. Hotel dibangun, lalu dijual, mendapatkan profit, nah, investor berhak atas modal plus profitnya. Juga jika Anda tidak menjual hotel tersebut, investor juga berhak atas bagi hasilnya. Mudarabah edisi april 2013
bisa didaftarkan di bursa efek dan bersifat likuid. Ini berarti jika investor tidak ingin lagi berinvestasi, dia dapat menjual saham mudarabah tersebut. Dalam pandangan saya, apa yang dinamakan bank syariah harusnya dibangun atas mudarabah. Namun, jika Anda menginginkan bisnis konsumer, bisa memakai murabahah. Jadi, jika ada orang mau membeli mobil, dia tidak harus datang ke bank, melainkan ke perusahaan murabahah ini.
Bagaimana dengan kerangka legal untuk perusahaan ini?
Similarly, Indonesia memiliki banyak perusahaan pembiayaan. Jadi, bisa saja Indonesia memiliki perusahaan murabahah atau perusahaan mudarabah. Inilah bisnis riil, bukan sekadar soal peminjaman uang, tetapi melakukan bisnis. Apa yang bank syariah lakukan saat ini adalah menyediakan kredit seperti bank konvensional, hanya bedanya dalam cara yang sesuai dengan syariah. Saya tidak mengatakan bahwa bank syariah itu tidak Islami, tetapi diperlukan a real changes in the way Islamic banking is being practices. Memang, pandangan saya cukup radikal.
Tentang Profesor Humayon Dar Dia adalah seorang ekonom Islam, futuris, penulis, penasehat syariah, akademisi, filsuf, dan pemikir transformasional, yang mengkhususkan diri di bidang perbankan dan keuangan Islam. Ia adalah salah satu tokoh pemikir keuangan Islam dunia berpengaruh. Telah banyak membantu beberapa keluarga terkemuka di Timur Tengah dan Asia untuk mendapatkan solusi ekonomi berbasis agama. Melalui jaringannya yang luas mengembangkan peluang bisnis bagi kliennya dari seluruh dunia. Saat ini menjabat sebagai Chairman Edbiz Corporation, yang berbasis di London, Inggris. Grup ini membawahi Edbiz Consulting, konsultan keuangan Islam untuk banyak proyek di Pakistan, Malaysia, Indonesia dan beberapa negara lain di blok OKI. Salah satu karya tahunan Edbiz yang menjadi acuan industri adalah Global Islamic Finance Report (GIFR) yang mendaftar Islamic Finance Country Index (IFCY). Pada 2011, Indonesia menduduki peringkat empat dalam IFCI. Terbit tiap tahun, GIFR 2013 terbit kembali pada akhir Maret 2013. Dia juga Editor-in-Chief Finance Ulasan Islam (ISFIRE) - sebuah majalah kuartalan diterbitkan oleh Edbiz Consulting dari London. Profesor Dar memegang BSc (Hons) dan MSc (baik dalam Ekonomi Islam) dari International Islamic University di Islamabad. Meraih MPhil dan PhD (di bidang Ekonomi) dari Cambridge University. Profesor Dar juga duduk di Dewan Direksi dari Arab--British Chamber of Commerce.