Tesis

67 downloads 3652 Views 493KB Size Report
contoh bentuk pusat perbelanjaan eceran yang meramaikan dunia ritel ... Lingkungan toko dengan fasilitas fisiknya beserta dengan suasana dalam ...... secara aktual, seperti: suasana nyaman di dalam berbelanja, kebersihan atas sanitasi ...
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, keberadaan pasar tradisional mulai tersaingi atau bahkan tergeser oleh adanya bisnis eceran modern. Bisnis eceran atau biasa disebut dengan pedagang eceran semakin terasa keberadaannya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Berbagai macam pusat perbelanjaan eceran bermunculan dengan bermacam bentuk dan ukuran yang menyebabkan persaingan dalam dunia ritel semakin ketat. Beberapa contoh bentuk pusat perbelanjaan eceran yang meramaikan dunia ritel diantaranya adalah minimarket, convenience store, supermarket dan hipermarket. Persaingan yang ketat di bisnis ritel, juga disebabkan dengan semakin banyaknya bisnis ritel luar negeri yang memasuki pasar domestik. Masuknya bisnis ritel dari luar negeri yang dikelola secara profesional menuntut bisnis ritel domestik untuk dikelola secara profesional pula agar mampu bersaing dalam melayani konsumen. Realitas kompetitifnya adalah pusat-pusat perbelanjaan harus bekerja sekeras mungkin untuk menarik konsumen dari pusat perbelanjaan lain. Oleh karena itu diperlukan strategi jitu untuk merebut hati konsumen dengan terus menerus memperhatikan kepuasan dan loyalitas pelanggannya (Javalgi dalam Bloemer dan Schroder, 2002). Meningkatnya persaingan dan tuntutan konsumen atas pelayanan yang berkualitas, mengharuskan pelaku bisnis ritel untuk mengubah kebijakan dan

perspektif terhadap konsumennya (Julita, 2001). Pertanyaan yang harus dijawab oleh manajemen adalah apakah berorientasi pada peningkatan penjualan dengan menarik konsumen baru atau berorientasi pada upaya mempertahankan pelanggan yang telah ada. Hal yang perlu dipahami adalah dengan berorientasi pada peningkatan penjualan dengan menarik konsumen baru, perusahaan memang dapat memperoleh omzet yang meningkat dalam sesaat. Namun konsumen baru tersebut tidak bisa menjanjikan akan terus menggunakan produk perusahaan. Sehingga hal yang lebih baik dilakukan oleh pelaku bisnis ritel adalah mempertahankan pelanggan yang telah ada karena mampu memberikan keuntungan jangka panjang yang lebih besar bagi perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat para pelanggan puas dan loyal terhadap perusahaan. Salah satu strategi agar suatu organisasi mampu bersaing adalah dengan memberikan layanan yang terbaik serta membangun citra yang baik di mata konsumen maupun publik, karena layanan dan citra dapat mempengaruhi proses pembelian suatu produk atau jasa. Oleh karena itu, layanan dan citra menjadi faktor penting bagi keberhasilan pemasaran suatu organisasi (Hurriyati, 2005:21). Layanan ritel merupakan salah satu pembentuk kepuasan pelanggan, di mana peningkatan kinerja layanan ritel dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas layanan pada aspek fisik, reliabilitas, interaksi personal, pemecahan masalah, dan kebijakan perusahaan (retail). Kinerja layanan ritel yang sesuai dengan harapan pelanggan menyebabkan ritel tersebut akan memiliki

keunggulan bersaing di mata konsumen tidak hanya terhadap kepuasan tetapi juga berdampak pada loyalitas pelanggan (Lu dan Seock, 2008). Lingkungan dalam toko memiliki peran yang sangat penting untuk menarik konsumen. Lingkungan toko dengan fasilitas fisiknya beserta dengan suasana dalam toko, penetapan harga, promosi dan produk yang ditawarkan suatu toko memberikan stimuli-stimuli yang diterima oleh konsumen tersebut sehingga menimbulkan persepsi terhadap keseluruhan toko tersebut yang disebut dengan citra toko (Bloomer, 2002). Dengan berbekal citra toko yang positif, penyebaran informasi dari mulut ke mulut dapat menyebabkan orang yang mendapat informasi tersebut akan tertarik dan dengan segera mengunjungi toko tersebut. Semakin baik citra toko di mata konsumen maka semakin besar pula impulsive buying yang dilakukan oleh konsumen dan begitu juga sebaliknya (Bloemer dan Ruyter 2008). Hal ini juga diperkuat oleh penelitian lainnya yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara citra toko, kepuasan dan loyalitas pelanggan (Bloomer, 2002). Pada umumnya para peritel sebenarnya kurang memiliki pengetahuan yang cukup tentang penghubung antara kepuasan dan loyalitas pelanggan terhadap toko (Cronin dalam Bloemer dan Schroder, 2002). Kepuasan konsumen yang menciptakan loyalitas pelanggan merupakan faktor penting dalam kesuksesan perdagangan ritel dan kemampuan toko untuk bertahan (Omar dalam Semuel, 2006). Fenomena munculnya berbagai perusahaan pengecer di Indonesia dalam berbagai bentuk toko moderen berlaku juga di Bali. Banyak sekali

gerai-gerai ritel yang ikut meramaikan industri sektor ritel di Bali seperti: Carrefour, Indomaret, Alfamart, Hypermart, Lotte Mart, Giant, Hero, dan pedagang eceran lokal lainnya. Hal ini mendorong perusahaan pengecer besar untuk tetap melakukan penelitian terhadap perilaku para pelanggannya. Hal ini diperlukan untuk dapat memberi masukan kepada pihak manajemen dalam menyusun strategi bersaingnya dalam kondisi pasar yang semakin kompetitif. Pepito Supermarket adalah salah satu perusahaan pengecer di Bali yang sangat memperhatikan layanan ritel dan citra toko. Citra toko dibangun oleh Pepito Supermarket dengan menerapkan bauran pemasaran eceran seperti: store location yang tepat dengan pemilihan lokasi yang strategis di daerah Kuta, product characteristic dengan memfokuskan pada produk dominan impor, bagian penitipan barang, staf yang tersebar di sekitar area perbelanjaan yang siap melayani dan membantu pelanggan, retail communication dengan adanya member card dan brosur-brosur, in store ambience seperti: alunan musik, adanya kenyamanan ruangan (AC), retail price consideration dengan mempertimbangkan harga eceran pesaing dalam menetapkan harga, dan harga khusus pada hari-hari tertentu. Desain eksterior dibuat menarik dengan adanya etalase yang didesain khusus, sedangkan desain interior mempunyai keunikan dan kesan etnik, dengan barang-barang tertentu yang dijual dikelompokkan pada tiap rak. Produk yang dijual dikelompokkan berdasarkan fungsi dan manfaatnya, misalnya rak khusus minuman beralkohol, aneka bumbu masak, toiletries, dan lain sebagainya. Visual merchandising seperti terdapat beberapa produk baru yang ditempatkan di rak atau counter tersendiri dengan dilengkapi

media point of sale bahkan dapat juga ditambahi dengan sales promotion girl (SPG). Sedangkan layanan ritel dilakukan oleh Pepito Supermarket dengan memberikan layanan-layanan terbaik kepada para pelanggannya seperti: lingkungan toko yang bersih, jam operasional toko yang sesuai dengan yang telah diumumkan, fasilitas parkir yang luas, lay out toko yang memudahkan konsumen mendapatkan barang yang dibutuhkan, dan layanan yang cepat dalam proses pembayaran. Pepito Supermarket merupakan supermarket yang memiliki target pasar dan diferensiasi dari gerai ritel umumnya. Pepito Supermarket memiliki target pasar yakni lima puluh persen penduduk lokal atau domestik dan lima puluh persennya lagi adalah wisatawan mancanegara maupun ekspatriat yang tinggal di Bali. Hal ini dilakukan mengingat lokasi dari Pepito Supermarket itu sendiri, yang terletak di daerah pariwisata yakni Kuta. Selain itu yang yang membuatnya berbeda dengan supermarket lainnya adalah produk yang dijual ke para konsumennya yakni barang-barang yang fresh dengan kualitas tinggi dan produk–produk impor yang memiliki brand image tinggi serta sulit didapatkan di gerai lainnya. Sehingga tidak banyak supermarket yang dapat dikatakan sebagai pesaing Pepito Supermarket. Gerai ritel di Bali yang dapat digolongkan sejenis saat ini dengan Pepito Supermarket dan merupakan pesaing dari Pepito Supermarket antara lain: Casa Gourmet, Papaya Fresh Gallery, Dijon, Bali Deli, Lotus, dan Coco Gourmet. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1.1 Perkembangan Gerai Pesaing Pepito Supermarket 2008-2009 Jumlah Gerai No. Nama Gerai 2008 2009 1 Casa Gourmet 1 1 2 Papaya Fresh Gallery 1 1 3 Dijon 1 1 4 Bali Deli 1 1 5 Lotus 1 1 6 Coco Gourmet 1 Sumber : Pepito Supermarket, 2010 Walaupun tidak memiliki pesaing sejenis yang cukup banyak dan jumlah gerai pesaing yang tetap selama tahun 2008-2009 kecuali untuk Coco Gourmet yang baru dibuka pada tahun 2009, Pepito Supermarket sangat perlu untuk memperhatikan pesaing lainnya untuk bisa mempertahankan eksistensinya di pasar ritel terlebih lagi adanya fluktuasi jumlah kunjungan pelanggan Pepito Supermarket selama tahun 2008 sampai dengan 2009. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.2. Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa selama kurun dua tahun tersebut jumlah kunjungan konsumen Pepito Supermarket berfluktuasi. Hal ini disebabkan karena target pasar yang ditetapkan oleh Pepito Supermarket tidak hanya penduduk lokal ataupun domestik tetapi juga wisatawan mancanegara dan ekspatriat yang mengenal adanya faktor musiman (seasonal) di Bali. Sebagai daerah pariwisata musim-musim di Bali dapat kita bagi menjadi low season, high season dan peak season yang mempengaruhi kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali.

Tabel 1.2 Jumlah Kunjungan Konsumen Pepito Supermarket Beserta Tingkat Pertumbuhan Tahun 2008-2009 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata

Tahun 2008 14,598 13,673 13,212 12,987 13,491 11,986 18,219 17,283 15,482 14,289 13,421 17,279 175,920 14,660

2009 13,729 12,812 12,563 12,748 12,517 12,332 14,829 14,971 15,236 13,782 12,983 16,828 165,330 13,778

Tingkat Pertumbuhan (%) (5.95) (6.30) (4.91) (1.84) (7.22) 2.89 (18.61) (13.38) (1.59) (3.55) (3.26) (2.61) (66.33) (5.53)

Sumber : Pepito Supermarket, 2010 Berdasarkan data kunjungan wisatawan mancanegara untuk kedatangan ke Bali pada tahun 2008-2009 justru memperlihatkan bahwa kunjungan wisatawan tiap bulannya bila dibandingkan dengan tahun yang berbeda cendrung mengalami peningkatan, kecuali di bulan Februari 2009 yang mengalami sedikit penurunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.3 . Bila dibandingkan dengan fluktuasi kunjungan wisatawan mancanegara dengan kunjungan wisatawan mancanegara yang datang ke Pepito Supermarket, terlihat bahwa kenaikan jumlah wisatawan yang datang ke Bali, tidak berdampak pada peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke Pepito Supermarket, justru sebaliknya jumlah kunjungan cenderung mengalami penurunan. Seperti misalnya pada bulan Januari 2008-2009 jumlah kunjungan

wisatawan ke Bali mengalami kenaikan sebesar 17,71% sedangkan kunjungan konsumen ke Pepito Supermarket mengalami penurunan sebesar 5,95%. Tabel 1.3 Jumlah Kedatangan Wisatawan ke Bali per Bulan 2008-2009 Tahun Bulan Tingkat Pertumbuhan 2008 (orang) 2009 (orang) (%) 17. Januari 139,872 164,643 71 (10.1 Februari 155,153 139,370 7) 4. Maret 153,929 161,169 70 21. April 147,515 179,879 94 13. Mei 159,877 181,983 83 11. Juni 170,994 190,617 48 22. Juli 183,122 224,636 67 18. Agustus 187,584 222,441 58 15. September 181,033 208,185 00 16. Oktober 180,944 210,935 57 15. November 142,014 163,531 15 9. Desember 166,855 182,556 41 13. Total 1,968,892 2,229,945 26 Rata-rata 164,074 Sumber : Diparda Bali, 2010

185,829

13

Hal ini mengindikasikan bahwa kedatangan wisatawan tidak menjamin semakin banyaknya wisatawan untuk berkunjung ke Pepito Supermarket, karena masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi penurunan kunjungan wisatawan ke Pepito Supermarket seperti: length of stay wisatawan

yang berkunjung ke Bali, pilihan destinasi wisata yang berbeda, total expenditure, serta kondisi ekonomi makro lainnya. Selain jumlah kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali, kedatangan wisatawan pun dapat dilihat berdasarkan negara asal seperti pada Tabel 1.4 berikut ini. Tabel 1.4 Persentase Kedatangan Wisatawan Berdasarkan Negara Asal Tahun 2008-2009 Persentas Negara e Australia 17,84 Japan 16,18 China 7,75 Malaysia 6,28 Korea Selatan 6,14 Taiwan 5,96 Perancis 4,40 Inggris 4,18 Jerman 3,75 Belanda 3,32 Negara lainnya dengan persentase kurang dari 3% 24,20 Total 100 Sumber : Diparda Bali, 2010 Berdasarkan Tabel 1.4 dapat dilihat bahwa kunjungan wisatawan ke Bali paling banyak dilakukan oleh wisatawan Australia dengan persentase 17,84%. Selanjutnya diikuti oleh negara seperti Jepang dengan persentase 16,18, China 7,75%, Malaysia 6,68%, Korea Selatan 6,14%, Taiwan 5,96%, Perancis 4,40%, Inggris 4,18%, Jerman 3,75%, Belanda 3,32% dan sisanya beberapa negara dengan persentase kurang dari tiga persen. Berdasarkan pantauan peneliti dan sumber dari manajemen Pepito Supermarket di bagian layanan pelanggan, diperoleh informasi bahwa fluktuasi kunjungan pelanggan dari tahun 2008 sampai dengan 2009 disebabkan karena

banyaknya keluhan pelanggan yang diterima oleh Pepito Supermarket, di mana keluhan pelanggan datang dari berbagai jenis permasalahan mulai dari harga, promosi, lokasi, produk, display barang, sampai layanan dan fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh Pepito Supermarket. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.5 berikut ini. Tabel 1.5 Keluhan Pelanggan Pepito Supermarket Tahun 2008-2009 Klasifikasi Keluhan Layanan Ritel

Citra Toko 3. 4. 5. 7.

Jenis Keluhan 1. Fasilitas parkir 2.Layanan pembayaran 3.Lingkungan fisik 1. Harga 2.Variasi produk 3. Jam operasional toko 4. Display barang 5. Promosi 6.Atmosfer toko 7. Lokasi Total

Absolut 32 24

Relatif (%) 16 12

19 28 22 19 17 16 13 11 201

9 14 11 10 8 8 7 5 100

Sumber : Pepito Supermarket, 2010 Berdasarkan Tabel 1.5 dapat dilihat bahwa keluhan pelanggan dapat dikelompokkan menjadi dua yakni layanan ritel dan citra toko. Keluhan pelanggan yang tergolong kategori layanan ritel antara lain : fasilitas parkir yang disediakan oleh Pepito Supermarket, layanan pembayaran di kasir yang dinilai oleh pelanggan kurang memuaskan, serta lingkungan fisik toko. Untuk kategori layanan ritel keluhan atas fasilitas parkir paling sering disampaikan oleh pengunjung. Sedangkan keluhan dari segi citra toko terdiri atas: harga, variasi produk, jam operasional toko, display barang, promosi, atmosfer toko, dan lokasi yang dianggap kurang memuaskan bagi konsumen. Untuk kategori citra

toko, hal yang paling sering dikeluhkan oleh pelanggan adalah harga yang relatif mahal. Walaupun sebenarnya setiap perusahaan tidak mengharapkan adanya

keluhan

konsumen

dalam

perusahaan,

justru

menginginkan

konsumennya puas namun tetap saja keluhan tersebut selalu datang. Keluhan yang datang pun tidak dapat dianggap sebagai suatu masalah tetapi justru sebagai kritik yang konstruktif bagi perusahaan.

Dengan demikian, Pepito

Supermarket dituntut untuk menaruh perhatian lebih banyak lagi guna mengurangi keluhan yang diterima terkait layanan ritel dan citra toko tersebut. Berdasarkan

gambaran

diatas,

maka

yang

menjadi

pokok

permasalahan secara garis besar adalah bagaimana layanan ritel dan citra toko mempengaruhi kepuasan dan loyalitas pelanggan dalam sebuah perusahaan ritel yakni Pepito Supermarket. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka disusunlah rumusan masalah sebagai berikut. 1) Apakah layanan ritel berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan Pepito

Supermarket? 2) Apakah citra toko berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan Pepito

Supermarket? 3) Apakah kepuasan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan Pepito

Supermarket?

4) Apakah layanan ritel berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan Pepito

Supermarket? 5) Apakah citra toko berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan Pepito

Supermarket? 6) Apakah layanan ritel melalui kepuasan berpengaruh terhadap loyalitas

pelanggan Pepito Supermarket? 7) Apakah citra toko melalui kepuasan berpengaruh terhadap loyalitas

pelanggan Pepito Supermarket? 8) Apakah ada perbedaan perilaku kelompok domestik dan mancanegara

dalam menjelaskan hubungan layanan ritel dan citra toko terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan Pepito Supermarket ?

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang, pokok permasalahan, dan judul penelitian, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut. 1)

Untuk mengetahui pengaruh layanan ritel terhadap kepuasan pelanggan Pepito Supermarket.

2)

Untuk mengetahui pengaruh citra toko terhadap kepuasan pelanggan Pepito Supermarket.

3)

Untuk mengetahui pengaruh kepuasan terhadap loyalitas pelanggan Pepito Supermarket.

4)

Untuk mengetahui pengaruh layanan ritel terhadap loyalitas pelanggan Pepito Supermarket.

5)

Untuk mengetahui pengaruh citra toko terhadap loyalitas pelanggan Pepito Supermarket.

6)

Untuk mengetahui pengaruh layanan ritel melalui kepuasan terhadap loyalitas pelanggan Pepito Supermarket.

7)

Untuk mengetahui pengaruh citra toko melalui kepuasan terhadap loyalitas pelanggan Pepito Supermarket.

8)

Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan perilaku kelompok domestik dan mancanegara dalam menjelaskan hubungan layanan ritel dan citra toko terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan Pepito Supermarket.

1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi perguruan tinggi, pengelola ritel moderen, dan pengambil kebijakan publik, dengan kegunaan sebagai berikut. 1)

Manfaat teoritis a)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada

penyusunan strategi layanan ritel dan citra toko dalam menciptakan kepuasan dan loyalitas pelanggan. b)

Mendapat gambaran menyeluruh tentang keterkaitan antara

variabel-variabel tertentu, khususnya antara variabel layanan ritel dan citra toko dengan kepuasan dan loyalitas pelanggan. c)

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi peneliti-

peneliti lainnya yang melakukan penelitian dengan obyek yang sama.

2)

Manfaat praktis a)

Dapat menjadi referensi bagi perusahaan dalam mengidentifikasi

variabel dan indikator penentu layanan ritel dan citra toko serta kepuasan dan loyalitas pelanggan dalam sebuah pengelolaan ritel moderen. b)

Dapat menjadi referensi bagi perusahaan untuk menentukan

kebijakan mengenai strategi bisnis apa yang harus dijalankan terkait variabel layanan ritel dan citra toko terutama yang berkaitan dalam hal mengurangi keluhan konsumen.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Layanan Ritel Layanan ritel merupakan konsep gabungan yang berasal dari konsep ritel dan kualitas layanan. Lovelock dan Wright (2007:265) menyatakan kualitas layanan harus dimulai dari kebutuhan konsumen dan berakhir pada persepsi konsumen. Hal ini berarti bahwa kualitas layanan yang baik bukanlah berdasarkan pada sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan pada sudut pandang atau persepsi konsumen. Konsumen yang mengkonsumsi dan menikmati jasa pelayanan perusahaan, seharusnya menentukan kualitas layanan yang diberikan oleh pihak penyedia jasa. Memberikan kualitas layanan dengan baik merupakan suatu hal yang jarang dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan yang sangat berorientasi pada pemberian kualitas layanan terbaik akan dapat meningkatkan reputasi perusahaan di mata pelanggan. Suatu cara perusahaan untuk tetap dapat unggul bersaing adalah memberikan pelayanan dengan kualitas yang lebih tinggi dari pesaingnya secara konsisten. Harapan konsumen dibentuk oleh pengalaman masa lalunya, pembicaraan dari mulut ke mulut serta promosi yang dilakukan oleh perusahaan jasa, kemudian membandingkannya. Parasuraman dkk dalam Kotler (2007:439) mengemukakan tentang model kualitas layanan yang menyoroti syarat-syarat utama memberikan kualitas layanan diantaranya sebagai berikut. 1. Kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen. Pada kenyataannya pihak manajemen perusahaan tidak selalu dapat merasakan

atau memahami apa yang diinginkan para konsumen secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu pelayanan didesain dan pelayanan-pelayanan pendukung atau sekunder yang diinginkan konsumen. 2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen

dengan spesifikasi kualitas layanan. Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh konsumen, tetapi tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas layanan, kekurangan sumber daya atau karena adanya kelebihan permintaan. 3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas layanan dan penyampaian pelayanan. Ada beberapa penyebab terjadinya kesenjangan ini, misalnya karyawan kurang terlatih, beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan, selain itu mungkin juga karyawan dihadapkan pada standar-standar yang terkadang saling bertentangan satu sama lain. 4. Kesenjangan antara penyampaian pelayanan dan komunikasi eksternal. Kesenjangan ini bisa terjadi apabila apa yang dikomunikasikan (dipromosikan) perusahaan kepada pihak luar atau konsumen berbeda dengan kondisi nyata yang dijumpai konsumen terhadap perusahaan. 5. Kesenjangan antara pelayanan yang dirasakan dan pelayanan yang diharapkan. Kesenjangan ini terjadi apabila konsumen mengukur kinerja

atau prestasi perusahan dengan cara yang berlainan atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas layanan tersebut. Stanton dalam Buchari (2005:243) mendefinisikan layanan sebagai sesuatu yang dapat diidentifikasi secara terpisah, tidak berwujud, ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan. Dalam hal ini kegiatan layanan tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan pokok perusahaan ritel yaitu penjualan barang dan jasa. Layanan yang ditawarkan kepada konsumen ini biasanya tidak berwujud, namun layanan dapat dihasilkan dengan menggunakan benda-benda berwujud maupun tidak. Pengertian lain mengenai layanan diungkapkan oleh Zeithaml dan Bitner yang dikutip oleh Buchari (2005:243) yang menyatakan bahwa layanan adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk yang dikonsumsi secara bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai atau sehat) yang bersifat tidak berwujud. Dalam pengertian ini dapat disimpulkan bahwa layanan dapat memberikan nilai tambah yang positif bagi pelanggan sehingga keberadaannya sangat diperlukan untuk menunjang kebutuhan pokok pelanggan. Perbedaan karakteristik jasa dan manufaktur mempunyai implikasi yang sangat besar dalam menetapkan pemahaman dan penentuan kualitas layanan. Demikian halnya dalam ritel dibutuhkan pendekatan yang tepat dan sesuai dengan aspek-aspek yang dibutuhkan dalam operasional ritel tersebut untuk membangun model kualitas layanan yang dapat diimplementasikan dalam bisnis ritel (Utami, 2006:254).

Kategori

layanan

yang

digunakan

untuk

mengembangkan

SERVQUAL sangat berbeda pada ritel barang dagangan. Demikian pula konsumen menggunakan kriteria yang berbeda untuk mengevaluasi peritel yang baik yang merupakan campuran antara barang dan jasa yang disebut sebagai perusahaan jasa eksklusif (exclusively service firm). Pemahaman terhadap konsep kualitas dengan dimensi dan atribut yang sesuai dalam bisnis ritel tentunya membutuhkan kajian mengenai berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan terkait dengan layanan ritel. Penelitian layanan ritel umumnya dimodifikasi pada item atribut SERVQUAL agar menjadi relevan dengan dunia ritel yang umunya berbeda dengan bisnis jasa dan manufaktur lainnya. Dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, usaha ritel modern tidak dapat melepaskan kaitan layanan dalam upaya memberikan yang terbaik bagi pelanggannya. Ma’ruf (2005:217) mengungkapkan bahwa layanan ritel (layanan eceran) bertujuan memfasilitasi para pembeli ketika berbelanja di gerai. Adapun jenis-jenis pelayanan yang ditawarkan dalam gerai meliputi:

(1)

1)

Customer service

2)

Terkait fasilitas gerai

Jasa pengantaran (delivery) (2) Gift wrapping (3) Fasilitas tempat makan (4) Fasilitas kredit (5) Cara pembayaran dengan credit card atau debit card

3)

Terkait jam operasional toko

4) (1)

Fasilitas-fasilitas lain

Ruang mushola (2)

Gerai laundry

(3)

Gerai cuci cetak film

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai konsep ritel dan layanan yang telah diutarakan dapat dielaborasi menjadi layanan ritel sebagai bentuk pelayanan yang diberikan kepada pelanggan oleh peritel dengan tujuan agar mampu memfasilitasi pelanggan ketika berbelanja dalam suatu gerai. Menurut Dabholkar, dkk dalam Utami (2006:256), retail sevice dapat dilihat dari lima dimensi yang dapat dilihat sebagai berikut. 1) Pysical aspect, adalah daya tarik suatu ritel dilihat dari aspek fisiknya dan

kemudahan pelanggan dalam menemukan barang. Seperti misalnya gedung yang bersih dan bagus dan sarana penerangan (Mustikowati, dkk, 2002). 2) Reliability, adalah ketepatan pemenuhan janji kepada pelanggan serta penyediaan barang yang sesuai keinginan pelanggan. Contohnya adalah jam operasional toko yang sesuai dengan pengumuman dan kebebasan memilih barang (Mustikowati, dkk, 2002). 3) Personal Interaction, adalah interaksi personal antara karyawan dan pelanggan. Contohnya adalah yang berkaitan dengan personal interaction adalah kasir yang cepat melayani pembayaran, dan karyawan yang memiliki pengetahuan (Mustikowati, dkk, 2002).

4) Problem Solving, adalah pemberian solusi terhadap masalah yang dihadapi pelanggan ketika sedang berbelanja atas layanan yang diterima. Contoh hal yang berkaitan dengan problem solving adalah lay out toko yang memudahkan konsumen untuk mendapatkan barang dan kemudahan penukaran barang (Mustikowati, dkk, 2002). 5)

Policy, adalah kebijakan supermarket dalam merespon tuntutan atau kebutuhan pelanggan. Contohnya hal yang berkaitan dengan policy adalah pemberian potongan atau diskon, fasilitas parkir yang luas, fasilitas bermain, fasilitas ATM dan fasilitas restoran atau food center.

2.2 Citra toko Setiap badan usaha berusaha untuk menciptakan citra yang baik di mata konsumen karena kesan konsumen terhadap suatu toko akan mempunyai pengaruh yang penting bagi kesuksesan toko tersebut. Dengan adanya citra yang baik maka toko tersebut akan mampu menarik lebih banyak konsumen. Menurut Bellenger & Goldstrucker dalam Bloemer dan Schroder (2002): “A store image can be defined as the customer’s perception of the store versus competitive stores”. Jadi dapat diartikan citra toko adalah bagaimana persepsi konsumen terhadap suatu toko dibandingkan dengan toko lainnya. Masing-masing konsumen mempunyai persepsi yang berbeda antara toko yang satu dengan yang lainnya tergantung dari citra setiap toko. Kotler (2007:172) mendefinisikan citra toko sebagai “seperangkat keyakinan, ide dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek”. Selanjutnya Kotler (2007:173) menyatakan citra toko merupakan “sikap dan

tindakan seseorang terhadap suatu objek sangat dikondisikan citra dari objek tersebut”. Suatu perusahaan akan dilihat melalui citranya baik citra itu negatif maupun positif. Citra yang positif akan memberikan arti yang baik terhadap produk perusahaan tersebut dan seterusnya dapat meningkatkan jumlah penjualan. Sebaliknya penjualan produk suatu perusahaan akan jatuh atau mengalami kerugian jika citranya dipandang negatif oleh masyarakat (Yusoff dalam Mardalis, 2005). Sunter dalam Mardalis (2005) berkeyakinan bahwa pada masa yang akan datang hanya dengan citra, maka pelanggan akan dapat membedakan sebuah produk dengan produk lainnya. Oleh karena itu bagi perusahaan memiliki citra yang baik adalah sangat penting. Dengan konsep yang baik sebuah perusahaan dapat melengkapkan identitas yang baik pula dan pada akhirnya dapat mengarahkan kepada kesadaran yang tinggi, loyalitas, dan reputasi yang baik. Menurut Cox dan Britain dalam Bloemer (2002) : “Store image can be defined as the customer’s perception of the store and its attributes”. Berdasarkan pengertian di atas dapat dinyatakan bahwa citra toko merupakan persepsi pelanggan terhadap toko serta atribut-atributnya. Masing-masing atribut tersebut akan membentuk citra yang berbeda di mata konsumen. Menurut Bellenger dkk dalam Bloemer dan Schroder (2002): “An interesting example how a department store can be use its retail mix to create store image that is attractive to its target market”. Artinya, bauran eceran dapat menciptakan kesan terhadap toko yang menarik bagi konsumennya sehingga bauran eceran harus didesain sedemikian

rupa untuk mampu tampil beda dan lebih menarik daripada pesaingnya agar dapat diingat dalam dalam benak konsumen. Perbedaan bauran eceran dapat menciptakan citra toko yang berbeda di mata konsumen, karena citra toko merupakan persepsi konsumen atau perasaaan konsumen terhadap suatu toko maka hal yang samapun dapat dipandang berbeda oleh konsumen. Jadi melalui retail mix yang berbeda maka setiap toko dapat menciptakan citra toko yang berbeda pula. Pendapat tersebut didukung oleh Morgenstein dan Strogin dalam Cardozo (2006) : “Store image are exterior and interior design of store, the importance of moderenization, lay out and design factors, the impact of display, the movement of merchandise and customer, and store services”. Dapat diartikan bahwa citra toko untuk rancangan bagian luar dan dalam toko, pentingnya moderenisasi, faktor perancangan dan tata letak, pengaruh display, pergerakan barang-barang dan konsumen serta pelayanan yang diberikan. Citra toko adalah situasi anteseden dari kepuasan. Citra toko yang dibangun didasarkan atas apa yang disebut sebagai unique selling proposition (USP) yang disesuaikan dengan retail value proposition (RVP). Masing-masing proposition berkenaan dengan value drivers. Value drivers adalah hal-hal yang menciptakan nilai dari suatu toko, atau perusahaan peritel. Value drivers berasal dari unsur-unsur citra institusional, yaitu citra dari perusahaan atau gerai yang berupa konservatif atau modern, trustworthy, etis, dan lain-lain. Citra toko dilambangkan dalam rupa visual menyangkut icon, gambar, atau lainnya (Ma’ruf, 2005:182). Value drivers juga tercipta dari adanya aspek-

aspek lain, yaitu target market yang dilayani, ragam merchandise yang tersedia, berikut kualitas dan harganya, lokasi (nyaman dicapai dan aman) dan area parkir yang tersedia, promosi yang dilakukan, dan atmosfer toko (Ma’ruf, 2005 :182). Ghosh dalam Bloemer dan Schroder (2002), menyatakan citra toko dibangun dari delapan elemen bauran pemasaran eceran yang terdiri atas: lokasi, merchandise, store atmosphere, display barang, harga, periklanan, personal selling, dan program insentif. Dalam pengambilan keputusan pembelian, para konsumen dapat dipengaruhi oleh salah satu atau keseluruhan dari faktor-faktor citra toko terdiri atas lima atribut untuk kegiatan operasi usaha eceran yang dapat dikendalikan oleh pengecer, meliputi: product, price, promotion, location,dan people (Ma’ruf, 2005:121). (1) Produk (Product) Produk (Product) menurut Kotler (2007:23) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Tjiptono (2002:98) mengemukakan bahwa produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Produk di dalam bisnis ritel disebut merchandise

sehingga

konsep-konsep

dasarnya

sama

dengan

merchandising seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Lalu dikenal juga istilah merchandising yakni kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai dengan bisnis dijalani toko (produk berbasis makanan, pakaian,

barang kebutuhan rumah, produk umum, dan lain-lain, atau kombinasi) untuk disediakan dalam toko pada jumlah, waktu, harga, yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel (Ma’ruf : 135). (2) Harga (Price) Kotler dan Keller (2007:24) menyatakan bahwa harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa atau sejumlah nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa tersebut. Tjiptono (2002:102) mengemukakan bahwa harga adalah satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau hak penggunaan suatu barang dan jasa. Ada tiga pihak yang menjadi dasar pertimbangan dalam penetapan harga oleh sebuah perusahaan perdagangan ritel, yaitu konsumen, dirinya sendiri, dan pesaing. Peritel perlu memperhatikan keinginan konsumen yaitu membayar harga yang sepadan dengan nilai yang diperoleh (value for money), lalu keinginannya untuk mendapatkan laba semaksimal mungkin, dan faktor penetapan harga oleh pesaing. Terdapat beberapa implementasi strategi harga (Ma’ruf, 2005:173) antara lain: a)

Penetapan harga secara customary dan variable

Customary pricing adalah harga yang tetap, tidak akan diubah untuk periode tertentu. Variable pricing adalah harga yang

ditetapkan secara variatif sesuai dengan fluktuasi tingkat permintaan konsumen. b)

Penetapan harga ganjil (odd pricing), adalah harga yang

ganjil seperti Rp 99.000, Rp 199.000, Rp 749.000 atau angka lainnya yang menunjukkan angka yang tidak bulat. c)

Leader pricing, penetapan harga di mana profit margin-nya

lebih rendah daripada tingkat yang biasanya diraih, ini bertujuan menarik konsumen lebih banyak. d)

Penetapan harga paket, yaitu harga yang didiskon untuk

penjualan lebih dari satu unit per itemnya. e)

Price lining (harga bertingkat), adalah penetapan harga

secara bertingkat dengan batas bawah dan batas atas tertentu. Ini biasanya untuk produk yang mempunyai banyak model dan harga sangat banyak. (3) Promosi (Promotion) Alma (2005:142) menyatakan bahwa promosi adalah sejenis komunikasi yang memberikan penjelasan yang meyakinkan calon konsumen tentang barang dan jasa. Ma’ruf (2005:183) menyatakan bahwa bauran promosi sebagai kombinasi strategi yang paling baik dari variabel-variabel periklanan, personal selling dan alat-alat promosi yang lain untuk mencapai tujuan program penjualan. Promosi dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa elemen promosi yang dikenal dengan promotion mix. Promotion mix merupakan kombinasi dari beberapa unsur

promosi, yang lazimnya adalah iklan, sales promotion, personal selling, dan publisitas. a) Advertising (periklanan) Iklan menempati urutan pertama dan berperan prima di antara semua alat-alat promotion mix bagi peritel besar. Iklan dijalankan melalui media cetak seperti koran dan majalah, media elektronik seperti televisi, radio, bioskop dan internet (Ma’ruf, 2005:184). b) Sales promotion (promosi penjualan) Sales promotion adalah program promosi peritel dalam rangka mendorong

terjadinya

penjualan

atau

untuk

meningkatkan

penjualan atau dalam rangka mempertahankan minat pelanggan untuk tetap berbelanja padanya (Ma’ruf, 2005:187). Jenis-jenis sales promotion yaitu: (a) Point of purchase Display di counter, lantai atau jendela display yang memungkinkan para peritel mengingatkan para pelanggan dan menstimulasi belanja impulsif. Kadangkala display disiapkan oleh pemasok atau produsen. (b) Kontes Para pelanggan berkompetisi untuk memperebutkan hadiah yang disediakan dengan memenangkan permainan.

(c) Kupon Peritel mengiklankan diskon khusus bagi para pembeli yang memanfaatkan kupon yang diiklankan (biasanya dalam koran, tetapi juga bisa dari tempat yang disediakan dalam kontes belanja). Para pembeli kemudian membawa kupon itu untuk dipakai

berbelanja

di

gerai

yang

bersangkutan

dan

mendapatkan diskon. (d) Frequent shopper program (program pelanggan setia) Para pelanggan diberi poin atau diskon berdasarkan jumlah pembelanjaan, yang nantinya poin tersebut dapat ditukarkan dengan barang. (e) Hadiah langsung Hadiah diberikan langsung tanpa menunggu jumlah poin, hal ini juga berdasarkan pada jumlah belanja. (f)

Sample Sample adalah contoh produk yang diberikan secara cumacuma yang tujuannya adalah memberikan gambaran baik dalam manfaat, rupa ataupun bau dari produk yang dipromosikan. (g) Demonstrasi Tujuan dari demonstrasi adalah memberikan gambaran atau contoh dari barang atau jasa yang dijual.

(h) Referal gifts (hadiah untuk rujukan)

Hadiah yang diberikan kepada pelanggan jika membawa calon pelanggan baru. (i) Souvenir Barang-barang souvenir dapat menjadi alat sales promotion yang menunjukan nama dan logo peritel. (j) Special events (acara-acara khusus)

Adalah alat sales promotion yang berupa fashion show, penandatanganan buku oleh pengarang, pameran seni dan kegiatan dalam liburan. c) Public Relations (hubungan masyarakat)

Public Relations adalah komunikasi yang membangun citra positif bagi peritel di mata publiknya. Publik bagi peritel adalah pemilik atau pemegang saham, pelanggan, pemerintah, masyarakat luas di kota, penduduk sekitar, media massa, para opinion leader khususnya tokoh masyarakat baik yang skala nasional maupun skala lokal, para karyawan dan keluarganya, serikat pekerja dan para pemasok. (Ma’ruf, 2005:190). Unsur-unsur dalam public relations (public relations mix) terdiri atas: (a) Corporate image, yaitu

dilakukan

berkenaan

citra perusahaan, hal-hal yang

dengan

komunikasi

perusahaan,

membentuk dan mempertahakan citra perusahaan, serta memecahkan persoalan citra perusahaan jika timbul.

(b) Etika dan tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu yang

berkenaan dengan karyawan dan dengan masyarakat. (c) Hal-hal yang terkait dengan produk dan pelayanan adalah

mutu, pujian pihak ketiga, penanganan keluhan dan hubungan pelanggan (customer relations). (d) Publisitas, berupa konferensi pers, ceramah, media relations,

press release. (e) Sponsorship, menjadi sponsor dalam kegiatan atau event

tertentu. d) Personal selling Personal selling adalah upaya penjualan yang dilakukan oleh para karyawan di gerai ritel kepada calon pembeli (Ma’ruf, 2005:192). Definisi tersebut memperlihatkan bahwa peran karyawan sangat penting di dalam personal selling. Peran customer-contact personnel (pramuniaga dan lainnya), yaitu : (a) Selling (penjualan), yaitu untuk produk yang perlu didorong

(push) tingkat penjualannya karena selama beberapa waktu terakhir kurang banyak penjualannya. (b)

Cross-selling, yaitu menawarkan produk yang

berbeda, yang mendukung produk yang dibutuhkan oleh pembeli. (c)

Advising, yaitu berperan sebagai penasihat bagi

pelanggannya. Tugas sebagai penasihat adalah memberikan

pandangan tentang produk yang cocok untuk dikonsumsi oleh customer tersebut. (4) Lokasi (Place) Lokasi (place), dapat juga berarti saluran (saluran pemasaran). Kotler (2007:48) mengemukakan bahwa saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan barang dan jasa siap digunakan atau dikonsumsi. Namun dalam hal bisnis ritel, place lebih mengarah pada lokasi pembangunan usaha ritel. Lokasi adalah faktor yang sangat penting dalam retail mix (retail marketing mix). Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses dibandingkan gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama, oleh pramuniaga yang sama banyak dan terampil, dan sama-sama punya setting atau ambience yang bagus. Untuk membuka gerai di suatu lokasi baru, daftar checklist berikut ini dapat dimanfaatkan untuk mengetahui potensi yang tersedia (Ma’ruf, 2005:124). a)

Populasi

:

besarnya

populasi,

tingkat

pendapatan,

pekerjaan, industri setempat, tingkat pengangguran, kepadatan rumah

dan

penduduk,

usia

perumahan,

klasifikasi

lingkungan/tetangga, tingkat kepemilikan rumah, gaya hidup, kelompok suku, pola belanja sekarang, dan lain-lain.

b)

Kemudahan akses : arus pejalan kaki, rute masuk pejalan

kaki, transportasi umum (jenis, biaya, kemudahan, potensi), tingkat kepemilikan

mobil,

jaringan

jalan

(kondisi,

kepadatan,

pembatasan), parkir (kapasitas, kemudahan, biaya, potensi), dan lain-lain. c)

Pesaing : kegiatan ritel sekarang (pesaing langsung, pesaing

tidak langsung, toko utama (achor store), daya tarik lingkungan, kesesuaian), kondisi ritel (area penjualan, perkiraan perputaran, analisis produk, area perdagangan, usia gerai, parkir), indeks kejenuhan, potensi persaingan (ekspansi gerai, peremajaan atau renovasi gerai, lokasi kosong, dan lain-lain). d)

Biaya : harga, syarat leasing, persiapan situs gerai, larangan

dalam membangun, kebutuhan renovasi atau peremajaan, biaya perawatan, kebutuhan keamanan, ketersediaan dan penggajian staf, biaya antaran, biaya media promosi, dan lain-lain. (5) Sumber Daya Manusia (People) Ritel adalah bisnis tenaga kerja intensif. Para pegawai memiliki peranan penting dalam memberikan layanan pada konsumen dan membangun loyalitas konsumen. Pegawai yang berpengetahuan dan ahli berusaha mewujudkan tujuan-tujuan ritel yaitu berbagai aset penting yang mendukung keberhasilan perusahaan (Utami, 2006:61).

2.3 Kepuasan Pelanggan Produk berkualitas memiliki peranan penting dalam membentuk kepuasan pelanggan. Kotler (2007:31) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai perasaan suka atau tidak seseorang terhadap suatu produk setelah membandingkan antara prestasi produk tersebut dengan harapan. Menurut Tse dan Wilton dalam Tjiptono (2002:146), kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya (norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Dari definisi-definisi tersebut dapat dilihat adanya suatu kesamaan makna bahwa kepuasan pelanggan merupakan suatu perasaan atau penilaian emosional dari pelanggan atas penggunaan suatu produk barang atau jasa ketika harapan dan kebutuhan terpenuhi. Dengan kata lain, jika konsumen merasa apa yang diperoleh lebih rendah dari yang diharapkan (negatif diskonfirmasi) maka konsumen tersebut akan tidak puas. Jika yang diperoleh konsumen melebihi apa yang diharapkan (positif diskonfirmasi) maka konsumen akan puas, sedangkan pada keadaan ketika apa yang diterima sama dengan yang diharapkan, maka konsumen tersebut akan merasakan tidak puas dan puas (netral). Menurut

Musanto

dalam

Wijayanti

(2008),

mempengaruhi kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut.

faktor-faktor

yang

a. Reliability (Keandalan)

Merupakan kemampuan dari suatu produk usaha perusahaan untuk menghasilkan produk sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh perusahaan. b. Response to and remedy of problem Merupakan

respon

dan

cara

pemecahan

masalah

dalam

menanggapi keluhan serta masalah yang dihadapi pelanggan. c. Sales experience Merupakan semua hubungan antara pelanggan dengan karyawan, khususnya dalam hal komunikasi yang berhubungan dengan pemberian informasi tentang produk. d. Convenience of Acquisition Merupakan segala kemudahan dan kenyamanan yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan. Kepuasan dapat diukur dengan beberapa metode yang dapat digunakan. Kotler (2007:179) menyatakan bahwa ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu: 1.

Sistem keluhan dan saran

Perusahaan meyediakan kotak saran dan keluhan, kartu komentar, customer hot lines, mempekerjakan petugas pengumpulan pendapat atau keluhan untuk pelanggan, sehingga pelanggan leluasa meyampaikan keluhan maupun saran. Sarana informasi ini memungkinkan perusahaan bertindak lebih cepat untuk menyelesaikan masalah.

2.

Survey kepuasan konsumen

Metode survey dilakukan perusahaan melalui kuisioner, telepon, e-mail, fax atau dengan wawancara langsung, melalui metode ini maka perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari konsumen. Konsumen akan memberikan pandangan positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para konsumennya. 3.

Ghost Shopping

Perusahaan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan sebagai konsumen perusahaan dan pesaing, kemudian melaporkan hasil yang didapat. Metode ini dapat mengamati kekuatan dan kelemahan produk serta pelayanan baik perusahaan sendiri maupun perusahaan pesaing. 4.

Lost Customer Analysis

Metode yang terakhir adalah metode lost customer analysis, cara kerja metode ini adalah dengan menghubungi mantan konsumen untuk menanyakan alasan berhenti membeli dan pindah ke produk pesaing sehingga perusahaan dapat mengambil kebijakan perbaikan.

2.4 Loyalitas Pelanggan Loyalitas pelanggan memiliki peran penting dalam sebuah perusahaan, mempertahankan pelanggan yang telah ada berarti meningkatkan kinerja keuangan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, hal ini menjadi alasan utama bagi perusahaan untuk menarik dan mempertahankan pelanggannya. Menurut Griffin (2002:4):

“Loyalty is defined as non random purchase expressed over time by some decision making unit”. Berdasarkan definisi di atas dapat dijelaskan bahwa loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap produk suatu perusahaan yang dipilih. Menurut Mowen dan Minor dalam Mardalis (2005) mendefinisikan loyalitas sebagai kondisi ketika pelanggan mempunyai sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Loyalitas adalah faktor terpenting dalam menentukan kesuksesan suatu bisnis dan keberlangsungan suatu usaha, dan tanpa adanya loyalitas dalam bisnis, maka keunggulan kompetitif yang dimiliki seperti tidak pernah ada dan perusahaan tidak akan sukses (Omar dalam Semuel, 2006). Griffin (2002:31) menyatakan bahwa pelanggan yang loyal merupakan aset penting bagi perusahaan, hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya seperti: melakukan pembelian secara teratur (makes regular repeat purchases), membeli di luar lini produk atau jasa (purchases across product and service the line), merekomendasikan produk lain (refers other), menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing (demonstrates an immunity to the full of the competition), dan bersedia membayar lebih mahal (pay more for the product). Peter dan Olson (2002:68) menyatakan bahwa loyalitas pelanggan merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara berulangberulang. Untuk membangun kesetiaan atau loyalitas pelanggan terhadap suatu produk yang dihasilkan suatu badan usaha tersebut memerlukan waktu yang lama

melalui suatu proses pembelian yang berulang-ulang. Loyalitas pelanggan yang dalam perkembangan awalnya lebih menitikberatkan pada aspek perilaku, dikembangkan lebih luas lagi dengan melibatkan dimensi sikap dan perilaku. Konsep ini dikembangkan oleh Dick dan Basu dalam Wijayanti (2002), loyalitas dipandang sebagai hubungan erat antara sikap relatif dengan perilaku pembelian ulang. Pandangan yang mendasarkan hubungan antara sikap dan perilaku ini amat bermanfaat bagi pemasar. Pertama, dari segi validitas yang akan lebih baik, terutama dapat digunakan untuk memprediksi apakah loyalitas yang terlihat dari perilaku pembelian ulang terjadi karena memang sikapnya yang positif (senang) terhadap produk tersebut ataukah hanya karena situasi tertentu yang memaksanya (spurious loyalty). Kedua, memungkinkan pemasar melakukan identifikasi terhadap faktor yang dapat menguatkan atau melemahkan konsistensi loyalitas. Pelanggan berbeda dengan konsumen. Seseorang dapat dikatakan sebagai pelanggan apabila orang tersebut mulai membiasakan diri untuk membeli produk yang ditawarkan oleh suatu badan usaha. Kebiasaan tersebut dapat dibangun melalui pembelian berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak melakukan pembelian ulang maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pelanggan tetapi sebagai seseorang pembeli atau konsumen Peter dan Olson, 2002:39). Dengan demikian pelanggan yang loyal adalah “pelanggan yang memiliki ciri-ciri utama antara lain : melakukan pembelian secara berulang-ulang terhadap badan usaha yang sama, memberitahukan kepada orang lain tentang kepuasankepuasan yang didapat dari badan usaha tersebut, dan menunjukkan kekebalan

terhadap tawaran-tawaran dari badan usaha pesaing, dan bersedia membayar lebih mahal (Griffin, 2002:84). Menurut Mardalis (2005) loyalitas dapat diukur berdasarkan beberapa hal seperti berikut ini. a. Urutan pilihan (choice sequence) Metode urutan pilihan atau disebut juga pola pembelian ulang ini banyak dipakai dalam penelitian dengan menggunakan panel-panel agenda harian pelanggan lainnya, dan lebih terkini lagi, data scanner. b. Proporsi pembelian (proportion of purchase) Berbeda dengan runtutan pilihan, cara ini menguji proporsi pembelian total dalam sebuah kelompok produk tertentu. Data yang dianalisis berasal dari panel pelanggan. c. Preferensi (preference) Cara ini mengukur loyalitas dengan menggunakan komitmen psikologis atau pernyataan preferensi. Dalam hal ini, loyalitas dianggap sebagai “sikap yang positif” terhadap suatu produk tertentu, sering digambarkan dalam istilah niat untuk membeli. d. Komitmen (commitment) Komitmen lebih terfokus pada komponen emosional atau perasaan. Komitmen terjadi dari keterkaitan pembelian yang merupakan akibat dari keterlibatan ego dengan kategori merek. Keterlibatan ego tersebut terjadi ketika sebuah produk sangat berkaitan dengan nilai-nilai penting, keperluan, dan konsep diri pelanggan.

2.5 Konsep Ritel Moderen Arti moderen di sini adalah penataan barang menurut keperluan yang sama dikelompokkan di bagian yang sama yang dapat dilihat dan diambil langsung oleh pembeli, penggunaan alat pendingin udara, dan adanya pramuniaga profesional (Ma’ruf, 2005:73). Keberadaan bisnis ritel moderen ditandai dengan salah satu ciri, yaitu meningkatnya kebutuhan terhadap aplikasi teknologi sistem informasi. Seperti misalnya penggunaan aplikasi sistem operasi toko dengan komputer seperti: Point of Sales (POS), Electronic Data Interchange (EDI), dan EFT (Electronic Fund Transfer), di mana aplikasi sistem tersebut diharapkan menunjang peningkatan efisiensi. Pada tahun 2004, macam-macam ritel moderen di Indonesia adalah sebagai berikut (Ma’ruf, 2005:74). 1)

Minimarket: terjadi pertumbuhan sebanyak 1.800 buah selama 10 tahun sampai tahun 2002. Luas ruang minimarket adalah antara 50 m2 sampai 200 m2.

2)

Convenience store: gerai ini mirip minimarket dalam hal produk yang dijual, tetapi berbeda dalam hal harga, jam buka, luas ruang, dan lokasi. Convenience store ada yang buka 24 jam dengan luas antara 200 m2 hingga 450 m2 dan berlokasi di tempat yang strategis. Sebagian produknya sedikit lebih mahal daripada yang dijual minimarket.

3)

Specialty store: Sebagian masyarakat lebih menyukai berbelanja di toko di mana pilihan produk tersedia lengkap sehingga tidak harus mencari lagi toko lain. Keragaman produk disertai harga yang bervariasi dari yang terjangkau

hingga yang premium membuat specialty store unggul. Contoh specialty store adalah Electronic City dan Automall. 4)

Factory outlet.

5)

Distro atau distribution outlet.

6)

Supermarket: sebanyak 700 buah berdiri dalam kurun waktu 10 tahun sampai tahun 2002. Supermarket kecil mempunyai luas ruang antara 300 m2 sampai 1.100 m2, sedangkan supermarket besar mempunyai luas antara 1.100 m2 sampai 2.300 m2.

7)

Departement store atau toserba (toko serba ada) : gerai jenis ini mempunyai ukuran luas ruang yang beraneka, mulai dari beberapa ratus m2, hingga 2.000 m2 -3.000 m2.

8)

Perkulakan atau gudang rabat (semacam warehouse club).

9)

Superstore : mulai 2.300 m2 sampai 4.700m2.

10)

Hypermarket : luas ruang diatas 5.000 m2.

11)

Pusat belanja yang terdiri atas dua macam : mall dan trade centre. Mall memuat banyak gerai mulai dari toko (store) biasa sampai supermarket, departement store, amusement center, dan foodcourt. Trade center mirip mall tetapi tidak memiliki ruang publik seluas mall dan biasanya tidak tersedia departement store dan amusement center.

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Didorong dengan semakin cepatnya perubahan dalam lingkungan bisnis ritel, semakin banyaknya permintaan konsumen akan suatu produk dan layanan, serta kompetisi yang semakin ketat di antara pebisnis-pebisnis ritel, menyebabkan peritel berkewajiban untuk terus menerus memperhatikan kepuasan dan loyalitas pelanggannya (Javalgi dalam Bloemer dan Schroder, 2002). Loyalitas adalah faktor terpenting dalam menentukan kesuksesan suatu bisnis dan keberlangsungan suatu usaha, dan tanpa adanya loyalitas dalam bisnis, maka keunggulan kompetitif yang dimiliki seperti tidak pernah ada dan perusahaan tidak akan sukses (Omar dalam Semuel, 2006). Griffin (2002:31) menyatakan bahwa pelanggan yang loyal merupakan aset penting bagi perusahaan, hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya seperti: melakukan pembelian secara teratur (makes regular repeat purchases), membeli di luar lini produk atau jasa (purchases across product and service the line), merekomendasikan produk lain (refers other), dan menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing (demonstrates an immunity to the full of the competition) dan bersedia membayar lebih mahal (pay more for the product). Loyalitas dapat tercipta jika perusahaan mampu memuaskan pelanggannya (Kotler, 2007:176). Jika kepuasan pelanggan terwujud maka loyalitas pada toko juga dapat terwujud (Omar dalam Semuel, 2006). Selain itu ditekankan bahwa loyalitas pelanggan pada toko adalah faktor penting dalam kesusksesan

perdagangan eceran dan kemampuan toko untuk bertahan. Konsep kepuasan memiliki hubungan yang erat dengan loyalitas pelanggan dapat dilihat dari beberapa hasil studi seperti penelitian yang dilakukan oleh Chen dan Quester (2006) yang menghasilkan bahwa kepuasan memiliki efek yang positif terhadap loyalitas toko, di mana kepuasan itu dihasilkan dengan pelayanan karyawan yang baik, usaha untuk memberikan nilai lebih dan nilai ekonomis. Kepuasan pelanggan menempati posisi penting dalam praktek di dunia bisnis karena manfaat yang dapat ditimbulkannya bagi perusahaan. Pertama, banyak peneliti setuju bahwa konsumen yang terpuaskan cendrung akan menjadi loyal (Anderson dkk dalam Suhartanto, 2001). Konsumen yang puas terhadap barang dan jasa yang dikonsumsinya akan mempunyai kecendrungan untuk membeli ulang dari produsen yang sama. Kedua, kepuasan merupakan faktor yang akan mendorong adanya komunikasi dari mulut ke mulut yang bersifat positif (Solomon dalam Suhartanto, 2001). Bentuk dari komunikasi dari mulut ke mulut yang disampaikan oleh orang yang puas ini bisa berbentuk rekomendasi kepada calon konsumen lain, dorongan kepada rekan untuk melakukan bisnis dengan penyedia di mana konsumen puas dan mengatakan ha-hal yang baik tentang penyedia jasa tersebut. Faktor terakhir dari efek kepuasan pelanggan terhadap perilaku adalah pelangan yang puas cendrung untuk mempertimbangkan penyedia jasa yang mampu memuaskan sebagai pertimbangan pertama jika ingin membeli barang atau jasa yang sama. Faktor terakhir ini dikenal sebagai faktor kognitif yang ditimbulkan oleh adanya kepuasan (Gremler dan Brown dalam Suhartanto, 2001).

Dalam beberapa penelitian tentang kepuasan konsumen, ditemukan bahwa kepuasan secara menyeluruh adalah suatu evaluasi global yang terdiri atas kepuasan atas komponen-komponen atribut dari suatu barang atau jasa (Mittal,dkk, 2001). Kepuasan konsumen yang menciptakan loyalitas pelanggan merupakan faktor penting dalam kesuksesan perdagangan ritel dan kemampuan toko untuk bertahan. Pada era pasar modern saat ini, loyalitas dapat ditentukan langsung oleh ekspektasi pelanggan terhadap produk dan jasa yang ditawarkan, atau juga oleh aplikasi retail mix yang ditetapkan (Chang dan Tu, 2005) Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Singh (2006), ditemukan

bahwa kepuasan sangat penting. Walaupun kepuasan pelanggan tidak menjamin adanya pembelian ulang yang dilakukan oleh pelanggan, tetapi kepuasan masih memainkan peranan penting untuk menumbuhkan loyalitas pelanggan dan retensi pelanggan. Hal ini juga diperkuat oleh riset yang dilakukan oleh Gerpott dalam Singh (2006) yang menyatakan kepuasan pelanggan adalah determinan langsung dalam membentuk loyalitas pelanggan di mana selanjutnya akan menjadi pusat determinan terhadap retensi pelanggan. Kepuasan pun terbentuk manakala perusahaan mampu memberikan kualitas layanan dan membangun citra positif di mata pelanggannya. Begitu juga pada bisnis ritel, terutama ritel moderen layanan ritel dan citra toko tidak dapat dipungkiri sebagai pembentuk kepuasan (Omar dalam Semuel, 2006). Variasi kepuasan pelanggan atas sekelompok toko moderen akan terbentuk manakala layanan eceran dan ragam karakteristik dari citra toko, benarbenar dapat memenuhi ekspektasi maupun keinginan para pelanggan setianya

secara aktual, seperti: suasana nyaman di dalam berbelanja, kebersihan atas sanitasi lingkungan toko, privasi pelanggan di dalam berbelanja benar-benar terjaga, kemudahan atas sarana pembayaran produk ritel yang telah dibeli oleh para pelanggan, kejelasan arah maupun nilai-nilai manfaat produk ritel bagi pihak pengguna atau pemakainya dan display serta lay out barang di dalam toko. Ma’ruf (2005:217) mengungkapkan bahwa layanan ritel bertujuan memfasilitasi para pembeli ketika berbelanja di gerai, sedangkan citra toko merupakan persepsi pelanggan terhadap toko melalui atribut-atribut yang ada di dalamnya. Penelitian yang dilakukan oleh Nadiri, dkk (2009) menemukan bahwa layanan ritel yang terdiri atas lima dimensi yakni : physical aspect, reliability, personal interaction, problem solving dan policy memiliki pengaruh langsung secara positif terhadap niat berperilaku yang ditunjukkan dengan melakukan pembelian ulang dan rekomendasi kepada orang lain. Penelitian lainnya mengenai pengaruh kualitas layanan pada kepuasan dan loyalitas pelanggan grey consumers’ juga menemukan bahwa kualitas layanan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan di department store dan juga loyalitas toko secara menyeluruh (Lu dan Seock, 2008). Selain itu juga ditemukan bahwa kepuasan dapat menjadi intervening positif antara layanan ritel dan loyalitas pelanggan (Warniati, 2007 dan Sari, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2008), juga menunjukkan bahwa kualitas layanan yang diberikan oleh pihak Hypermart Bandung, ditemukan dapat menciptakan kepuasan pelanggan dan menimbulkan niat berperilaku pelanggan di masa yang akan datang. Caruana

(2002) pun juga menemukan bahwa loyalitas dipengaruhi oleh kualitas layanan dengan kepuasan pelanggan terlebih dahulu. Citra toko yang dibangun merupakan suatu langkah strategis yang dilakukan oleh pengecer untuk mendekatkan produk atau jasa pada pelanggan secara langsung (Bloemer, 2002). Sehingga usaha ini akan memberikan dampak positif terhadap kepuasan pelanggan. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai hubungan antara citra toko, kepuasan dan loyalitas pelanggan yang menghasilkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara citra toko dengan kepuasan dan loyalitas pelanggan (Bloomer dan Ruyter, 2008). Studi ini juga diperkuat oleh studi lain yang dilakukan oleh Blomer (2002), bahwa citra toko sebagai afeksi positif memiliki pengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Kuatnya pengaruh karakteristik citra toko

yang terdiri atas:

assortment, atmosfer, lokasi untuk meningkatkan jumlah pelanggan dan menjadikannya sebagai pelanggan rutin perusahaan, serta memiliki pengalaman yang positif untuk menambah kepuasan yang dipersepsikam oleh para pelanggan (Bloomer dan Schroder, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Theodoridis, dkk (2009) juga menemukan bahwa atribut dari citra toko memiliki pengaruh yang positif terhadap kepuasan pelanggan dengan tingkat variasi yang berbeda berdasarkan profil pelanggannya Pengaruh citra toko terhadap loyalitas juga ditemukan dalam hasil penelitian Andreassen, serta Andreassen dan Linestad dalam Mardalis (2005). Hasil penelitian Andreassen dan Linestad dalam Mardalis (2005) menghasilkan bahwa citra toko mempunyai dampak langsung yang signifikan terhadap loyalitas

pelanggan dan ada pula yang menyatakan dampaknya tidak langsung tetapi melalui variabel lain. Penelitian mengenai hubungan interrelationship antara citra toko, store satisfaction, dan store loyalty di Toko Korea yang menerapkan pola diskon menemukan bahwa loyalitas toko ditentukan langsung dari attribute citra toko yang diterapkan terkait dengan lokasi toko, pengadaan barang, dan penjualan purna jual (Koo, 2003). Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Pungky (2007) yang menghasilkan bahwa citra toko memiliki pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Penelitian yang dilakukan oleh Ryu, dkk (2003) menemukan bahwa terdapat hubungan antara citra toko, kepuasan pelanggan dan niat berperilaku. Dalam penelitiannya semua hipotesis teruji, mulai dari citra toko yang berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, citra toko berpengaruh terhadap niat berperilaku, serta kepuasan pelanggan yang berpengaruh terhadap niat berperilaku. Selain itu penelitian lain yang dilakukan oleh Brunner, dkk (2008) juga menemukan bahwa citra toko berpengaruh terhadap loyalitas melalui kepuasan. Layanan Ritel (X1) Kepuasan (Y1)

Loyalitas (Y2)

Citra toko (X2)

Gambar 3.1 Model Konseptual Hubungan Variabel Layanan Ritel, Citra Toko, Kepuasan, dan Loyalitas Pelanggan

Kerangka konseptual penelitian ini dirumuskan berdasarkan penjabaran dari konsep berpikir penelitian di mana mengacu pada penelitian sebelumnya serta teori-teori pendukung yang terkait dengan penelitian ini. Sehingga penelitian ini lebih ditekankan pada pengaruh variabel layanan ritel dan citra toko terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan. Kerangka konseptual penelitian yang disusun menggambarkan bahwa kepuasan pelanggan (Y1) dipengaruhi secara langsung oleh variabel layanan ritel (X1) dan citra toko (X2), sedangkan variabel loyalitas pelanggan di pengaruhi oleh kepuasan pelanggan (Y1), tetapi dapat juga dipengaruhi secara langsung oleh masing-masing variabel yakni : layanan ritel (X1) dan citra toko (X2) maupun tidak langsung dengan menggunakan variabel kepuasan sebagai intervening. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1 di atas. 3.2. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep penlitian yang mengacu pada penelitian sebelumnya dan teori-teori, maka disusunlah hipotesis penelitian sebagai berikut. 1) Layanan ritel berpengaruh langsung secara positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan Pepito Supermarket. 2) Citra toko berpengaruh langsung secara positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan Pepito Supermarket. 3) Kepuasan pelanggan berpengaruh langsung secara positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan Pepito Supermarket. 4) Layanan ritel berpengaruh langsung secara positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan Pepito Supermarket.

5) Citra toko berpengaruh langsung secara positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan Pepito Supermarket. 6) Layanan ritel melalui kepuasan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan Pepito Supermarket. 7) Citra toko melalui kepuasan berpengaruh langsung secara positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan Pepito Supermarket. 8) Terdapat perbedaan perilaku kelompok domestik dan mancanegara dalam menjelaskan hubungan layanan ritel dan citra toko terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan Pepito Supermarket .

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1

Rancangan Penelitian Berdasarkan tingkat eksplanasinya (level of explanation), penelitian ini

termasuk dalam kategori penelitian asosiatif yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Sugiyono (2006:11), tujuan utama penelitian asosiatif adalah memperoleh penjelasan mengenai hubungan sebab akibat antara layanan ritel dan citra toko terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan Pepito Supermarket, Kuta-Bali. Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data melalui survei pelanggan dan alat pengumpul data yang digunakan adalah kuisioner (Solimun, 2005:63). Rancangan ini merupakan rencana menyeluruh dari penelitian yang mencakup hal-hal yang akan dilakukan peneliti, mulai dari membuat hipotesis dan implikasinya secara operasional sampai kepada analisis data. Penekanan khusus dalam penelitian ini ditujukan pada atribut atau indikator dari variabel layanan ritel dan citra toko yang mempengaruhi kepuasan pelanggan dan pada akhirnya berdampak kepada tingkat loyalitas baik secara langsung maupun tidak langsung. Data diolah dengan menggunakan Structural Equation Model (SEM), kemudian akan dibahas dan dari interprestasi hasil penelitian tersebut ditarik kesimpulan dan diberikan saran.

4.2

Lokasi dan Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pepito Supermarket dengan pertimbangan

bahwa Pepito Supermarket dikategorikan sebagai ritel moderen yang memiliki segmentasi yang luas dengan target pasar lima puluh persen penduduk lokal atau domestik dan lima puluh persennya lagi adalah wisatawan mancanegara termasuk para ekspatriat yang tinggal di Bali. Selain itu Pepito Supermarket dipilih karena telah menerapkan layanan ritel dan citra toko dalam mencapai kepuasan dan loyalitas pelanggannya. Obyek penelitian adalah suatu hal atau apa saja yang menjadi perhatian dan apa saja yang di teliti dalam penelitian. Obyek penelitian ini adalah pengaruh layanan ritel dan citra toko terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan. 4.3

Identifikasi Variabel Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan dan hipotesis yang diajukan, variabel-

variabel dalam analisis ini dapat diidentifikasikan secara garis besar menjadi dua yakni: variabel eksogen dan variabel endogen. Untuk variabel eksogen dan endogen dalam penelitian pemasaran dan perilaku konsumen sering dikenal dengan istilah variabel laten atau konstruk, sehingga untuk selanjutnya akan digunakan istilah konstruk eksogen dan konstruk endogen. 1.

Konstruk eksogen diwakili oleh dua konstruk yakni

layanan ritel (X1) dan citra toko (X2). 2.

Konstruk endogen diwakili oleh dua konstruk yakni

konstruk kepuasan pelanggan (Y1) dan loyalitas pelanggan (Y2).

Tabel 4.1 Klasifikasi Konstruk dan Indikatornya Klasifikasi Konstruk Eksogen

Nama Konstruk Layanan ritel (X1)

Indikator 1. 2. 4.

6. 8. Citra toko ( X2)

1. 2. 4. 6. 8.

10. 12.

14. Endogen

Kepuasan pelanggan (Y1)

1. 2. 4.

Loyalitas pelanggan (Y2)

1. 2. 3. 4.

Lingkungan toko yang bersih (X1.1) Jam operasional toko yang sesuai dengan pengumuman yang terpasang (X1.2) Kasir yang cepat dalam melayani pembayaran (X1.3) Fasilitas parkir yang luas (X1.4) Lay out toko yang memudahkan menemukan barang yang dibutuhkan (X1.5) Lokasi mudah dijangkau (X2.1) Harga yang reasonable (X2.2) Display barang yang menarik (X2.3) Pilihan produk yang beranekaragam (X2.4) Atmosfer toko yang baik (X2.5) Program loyalty yang menarik (X2.6) Karyawan yang ramah (X2.7) Promosi yang menarik (X2.8) Kepuasan dengan barang yang ditawarkan (Y1.1) Kepuasan dengan layanan yang diberikan (Y1.2) Kepuasan secara umum (Y1.3) Bersedia membayar harga yang tercantum pada barang (Y2.2) Menjadikan sebagai pilihan utama dalam berbelanja (Y2.1) Merekomendasikan kepada orang lain (Y2.4) Menceritakan hal-hal positif (Y2.3)

Sumber Dabholkar dalam Utami (2006:256)

Ghosh dalam Bloemer dan Schroder (2002); Ma’ruf (2005:182)

Bloemer dan Ruyter (2008)

Griffin (2002:84), Bloemer dan Ruyter (2008)

4.4 Definisi Operasional Variabel Setelah indikator masing-masing variabel ditentukan, selanjutnya masingmasing indikator didefinsikan dengan jelas. Definisi operasional menurut Sugiyono (2006:36) adalah definisi yang dibuat spesifik sesuai dengan kriteria

pengujian atau pengukuran. Tujuannya adalah agar pembaca lain juga memiliki pengertian yang sama. Definisi operasional dibentuk dengan cara mencari indikator empiris konsep. Konstruk yang diteliti dapat didefinisikan sebagai berikut. 1)

Layanan ritel (X1) Penelitian-penelitian yang terkait dengan layanan ritel menetapkan indikator – indikator yang dianggap sesuai dengan aspek operasional bisnis ritel, yang meliputi : lingkungan toko yang bersih, jam operasional toko yang sesuai dengan pengumuman yang terpasang, kasir yang cepat dalam melayani pembayaran, fasilitas parkir yang luas, dan lay out toko yang memudahkan menemukan barang yang dibutuhkan (Dabholkar dalam Utami, 2006:256). Dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, usaha ritel modern tidak dapat melepaskan kaitan layanan dalam upaya memberikan yang terbaik bagi pelanggannya. Ma’ruf (2005:217) mengungkapkan bahwa layanan ritel bertujuan memfasilitasi para pembeli ketika berbelanja di gerai. Persepsi tentang layanan ritel tersebut diukur berdasarkan indikatorindikator sebagai berikut. (1) Lingkungan toko yang bersih (X1.1), adalah penilaian pelanggan

terhadap lingkungan Pepito Supermarket yang terkait dengan kebersihan toko baik lingkungan di dalam maupun di luar toko. (2) Jam operasional toko yang sesuai dengan pengumuman yang terpasang

(X1.2), adalah penilaian pelanggan tentang jam operasional (buka tutup)

toko yang sesuai dengan pengumuman yang telah terpasang di depan toko. (3) Kasir yang cepat dalam melayani pembayaran (X1.3), adalah penilaian

pelanggan tentang kecepatan kasir dalam melayani pembayaran dari pelanggan, mulai dari antrian pembayaran dan fasilitas lain yang ada hubungannya dengan kecepatan transaksi seperti menerima pembayaran dengan kartu debet maupun kredit. (4) Fasilitas parkir yang luas (X1.4), adalah penilaian pelanggan tentang

fasilitas parkir yang luas sehingga pelanggan dengan mudah dapat memarkirkan kendaraannya baik berupa mobil, bus, dan sepeda motor. (5) Lay out toko yang memudahkan menemukan barang yang dibutuhkan

(X1.5), adalah lay out toko yang teratur sehingga memudahkan pelanggan untuk mencari dan menemukan barang yang diinginkan. 2)

Citra toko (X2) Citra toko pada ritel moderen berkaitan dengan persepsi konsumen terhadap suatu toko dibandingkan dengan toko lainnya yang dapat dilihat dari delapan item indikator yang menggunakan skala pengukuran yaitu skala Likert 5 poin yang terdiri atas lokasi mudah dijangkau, harga yang sesuai dengan barang yang ditawarkan (reasonable,) display barang yang menarik, pilihan produk yang beraneka ragam, atmosfer toko yang baik, program loyalty yang menarik, karyawan yang ramah, dan promosi yang menarik di dalam toko (Ghosh dalam Bloemer dan Schroder, 2002 dan Maruf, 2005:182).

Persepsi tentang citra toko tersebut diukur berdasarkan indikator-indikator sebagai berikut. (1) Lokasi Pepito Supermarket mudah dijangkau (X2.1), adalah penilaian

pelanggan tentang lokasi Pepito Supermarket, menyangkut kemudahan akses dan pertimbangan lainnya yang berhubungan dengan lokasi fisik Pepito Supermarket. (2) Harga yang sesuai dengan barang yang ditawarkan (reasonable) (X2.2),

adalah persepsi pelanggan tentang kebijakan harga yang dilakukan oleh Pepito Supermarket di mana harga yang ditawarkan oleh konsumen sesuai dengan kualitas barang maupun atribut-atribut yang melekat pada barang tersebut. (3) Display barang yang menarik (X2.3), adalah penilaian pelanggan tentang

penempatan display barang yang dilakukan oleh Pepito Supermarket, di mana display barang dibuat semenarik mungkin sehingga membuat konsumen tertarik untuk mengambil dan membeli barang-barang yang ditawarkan oleh Pepito Supermarket. (4) Pilihan produk yang beranekaragam (X2.4), adalah penilaian pelanggan

tentang produk yang disediakan oleh Pepito Supermarket di mana produk ditawarkan dengan beragam mulai dari kebutuhan pokok sampai kebutuhan yang jarang dicari oleh konsumen di Supermarket seperti: toys serta party supplies.

(5) Atmosfer yang baik (X2.5) adalah penilaian pelanggan tentang kondisi

dan kenyamanan berbelanja di toko termasuk suhu atau temperatur ruangan dan suasana Pepito Supermarket. (6) Program loyalty yang menarik (X2.6), adalah penilaian pelanggan

terhadap program loyalty customer yang diadakan oleh Pepito di mana pada jam tertentu atau hari tertentu pemegang member card Pepito Supermarket diberikan diskon tambahan. (7) Karyawan yang ramah (X2.7), adalah penilaian pelanggan tentang

keramahan para karyawan Pepito Supermarket dalam memberikan tegur sapa kepada pelanggan yang datang sampai pelanggan tersebut pulang dari Pepito Supermarket. (8) Promosi yang menarik dalam toko (X2.8) adalah penilaian pelanggan

terhadap promosi yang dilakukan oleh Pepito Supermarket di dalam tokonya seperti: pemasangan wobbler dan media point of sale lainnya dan program direct sampling di dalam toko. 3)

Kepuasan Pelanggan (Y1) Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya (norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya atau mengalaminya. Variabel kepuasan pelanggan diukur dengan

tiga item

indikator yang menggunakan skala pengukuran yaitu skala Likert lima poin yang terdiri atas kepuasan menyeluruh terhadap barang yang ditawarkan, kepuasan

menyeluruh terhadap layanan yang diberikan dan kepuasan secara umum terhadap suatu toko. Persepsi tentang kepuasan pelanggan tersebut diukur berdasarkan indikator-indikator sebagai berikut. (1) Kepuasan menyeluruh terhadap barang yang ditawarkan (Y1.1), adalah

penilaian pelanggan terhadap kepuasan yang dirasakan tentang barangbarang yang ditawarkan oleh perusahaan. (2) Kepuasan terhadap layanan yang diberikan (Y1.2),

adalah penilaian

pelanggan mengenai kepuasan atas keseluruhan layanan yang diberikan terkait dengan layanan yang diberikan oleh staf dan manajemen Pepito Supermarket mulai dari konsumen tersebut datang kemudian berbelanja hingga pulang dari Pepito Supermarket. (3) Kepuasan secara umum

(Y1.3), adalah penilaian pelanggan secara

umum mengenai kesesuaian antara harapan dan kinerja yang dirasakan dari Pepito Supermarket. 4)

Loyalitas pelanggan Loyalitas

pelanggan

menunjukkan

kecenderungan

pelanggan

untuk

menggunakan suatu merek tertentu dengan tingkat konsistensi yang tinggi. Ini berarti loyalitas selalu berkaitan dengan preferensi pelanggan dan pembelian. Variabel loyalitas pelanggan diukur dengan empat item indikator yang menggunakan skala pengukuran yaitu skala Likert lima poin yang terdiri atas bersedia membayar harga yang tercantum pada barang, menjadikan pilihan utama

dalam berbelanja, rekomendasi kepada orang lain, serta menceritakan hal-hal positif yang diukur dari skala sangat tidak setuju sampai skala sangat setuju. Persepsi tentang loyalitas pelanggan tersebut diukur berdasarkan indikator-indikator sebagai berikut. (1) Bersedia membayar harga yang tercantum pada barang (Y2.1), adalah

penilaian pelanggan terhadap kesediaannya untuk membayar harga yang tercantum pada barang-barang yang ditawarkan oleh Pepito Supermarket. (2) Menjadikan sebagai pilihan utama dalam berbelanja (Y2.2), adalah

penilaian pelanggan terhadap tindakannya untuk menjadikan Pepito Supermarket sebagai pilihan utamanya untuk berbelanja sebelum memilih supermarket lainnya. (3) Merekomendasikan

kepada orang lain (Y2.3), adalah penilaian

pelanggan untuk melakukan tindakan mempengaruhi orang lain untuk berbelanja di Pepito Supermarket. (4) Menceritakan hal-hal positif (Y2.4), adalah penilaian pelanggan terhadap

tindakannya untuk menceritakan hal-hal positif tentang pengalaman berbelanjanya di Pepito Supermarket kepada orang lain baik itu kolega, teman dan kerabatnya. 4.5

Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

4.5.1 Populasi

Populasi merupakan kumpulan dari individu-individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Menurut Sugiyono (2006:72) populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini populasi adalah seluruh pengunjung yang berkunjung ke Pepito Supermarket. 4.5.2 Sampel Sampel dalam penelitian ini merupakan sampel non probabilitas, di mana jumlah populasi tidak diketahui yakni sebagian kecil pengunjung yang berbelanja di Pepito Supermarket Kuta-Bali. Jumlah anggota sampel atau ukuran sampel (sampel size) ditetapkan 140 dengan pertimbangan teori yang menyatakan bahwa ukuran sampel untuk analisis SEM disarankan antara 100 hingga 200 dan minimum absolutnya 50 (Hair dalam Wicaksana, 2007). Selain itu juga didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Santoso (2007: 68) bahwa untuk memperoleh hasil analisis jalur yang maksimal dengan menggunakan SPSS, sebaiknya digunakan sampel di atas 100. Ukuran sampel memegang peranan penting dalam estimasi dan interpretasi hasil. Sejauh ini belum ada rumusan untuk menghitung besar sampel pemodelan SEM (Structural Equation Model). Secara struktural dinyatakan bahwa ukuran sampel yang cukup adalah 100 sampai dengan 200 (Ghozali, 2007:26). Jika terlalu besar akan menuai kesulitan dalam meraih Goodness of Fit. Untuk itu saran terbaik bagi ukuran sampel adalah 5 sampai dengan 10 observasi untuk setiap estimasi parameter. Disamping pendapat di atas, pertimbangan utama

dalam penggunaan sampel adalah 1). Kendala sumber daya (waktu, dana dan sumber daya lain), 2). Ketepatan, di mana melalui pemilihan desain sampel yang baik peneliti akan memperoleh data yang akurat, 3). Pengukuran destruktif, artinya objek yang dikorbankan untuk maksud pengujian jangan sampai sangat besar dan merugikan. Berdasarkan pandangan dan batasan tersebut di atas, maka sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 140 responden dengan pertimbangan ukuran sampel 7 kali dari jumlah indikator yang ada (7 kali 20 indikator = 140 responden) yang masih berada dalam rentang ukuran sampel yang sebaiknya dipergunakan yakni 100-200 responden. Untuk selanjutnya karena target pasar dari Pepito Supermarket tidak hanya saja penduduk lokal ataupun domestik tetapi juga mancanegara, maka sampel penelitian sejumlah 140 responden akan diambil dengan pembagian secara merata yakni, 70 responden penduduk lokal ataupun domestik, sedangkan sisanya 70 responden diambil dari responden mancanegara. 4.5.3 Teknik pengambilan sampel Pemilihan teknik pengarnbilan sampel merupakan upaya penelitian untuk mendapat sampel yang dapat menggambarkan populasi. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik judgemental sampling. Menurut Malhotra (2005:373) judgement sampling adalah teknik penentuan sampel convenience (kemudahan) yang disertai dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Dalam penelitian ini, tahap pertama pengambilan sampel adalah siapa saja yang kebetulan bertemu dengan peneliti (diperoleh dengan mudah) dan tahap berikutnya adalah bila responden tersebut cocok sebagai sumber data dengan

pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang digunakan dalam memilih responden adalah berdasarkan ketentuan bahwa responden dalam penelitian ini adalah pengunjung Pepito Supermarket yang sudah pernah melakukan kunjungan minimal tiga kali (3x). Selain itu, pengunjung yang dipilih adalah pengunjung yang berbelanja dengan kriteria minimal tamat SLTA, dengan pertimbangan pelanggan yang telah tamat SLTA mampu memberikan pendapat yang rasional, mengambil keputusan dan mampu untuk menjawab pertanyaan dalam kuisioner. 4.6

Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode angket dan observasi. Metode angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara membagi daftar pertanyaan kepada responden agar responden tersebut memberikan jawabannya (Suliyanto, 2006: 140). Dengan metode angket ini, 140 responden diwawancarai melalui kuisioner. Setiap jawaban diselaraskan dengan dasar teori yang melandasi parameter penelitian. Data diperoleh dari wakil populasi yang diwakili oleh responden yang sudah pernah berkunjung dan berbelanja minimal 3x di Pepito Supermarket. Selain metode angket, metode lain yang digunakan oleh peneliti adalah metode observasi di mana peneliti secara langsung melakukan pengamatan pada lokasi penelitian yakni Pepito Supermarket. 4.7 Instrumen Penelitian dan Skala Pengukuran

4.7.1 Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner. Berdasarkan sifatnya instrumen penelitian, kuisioner yang digunakan adalah kuisioner yang berisikan pertanyaan tertutup (close-ended question) di mana responden digiring untuk memilih salah satu jawaban dari berbagai alternatif jawaban yang sudah disediakan oleh peneliti dan pertanyaan-pertanyaan tersebut

disusun

secara

terstruktur,

untuk

memudahkan

responden

menjawabnya. 4.7.2 Skala pengukuran Penilaian terhadap variabel yang diidentifikasi tentang pengaruh layanan ritel dan citra toko terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan dilakukan dengan pernyataan berskala. Dalam kuisioner ini digunakan skala Likert 1-5, di mana responden diberikan kebebasan untuk menentukan pendapat atau opini sesuai dengan yang dialaminya terhadap indikator-indikator pada kuisioner tersebut. Skala Likert umumnya menggunakan poin skala dan derajat persetujuan sangat tidak setuju sampai sangat setuju. Dalam penelitian ini digunakan rentang penilaian 1 sampai dengan 5 di mana nilai 1 dikategorikan ukuran penilaian sangat tidak setuju (STS), nilai 2 menunjukkan ukuran penilaian tidak setuju (TS), nilai 3 menunjukkan ukuran penilaian netral (N), nilai 4 menunjukkan ukuran penilaian setuju (S), dan nilai 5 menunjukkan ukuran penilaian sangat setuju (SS). Alasan pemilihan skala Likert dengan lima tingkatan ini antara lain: kesesuaian dengan berbagai penelitian sebelumnya, memperbesar variasi jawaban bila dibandingkan empat skala, dan agar memperlihatkan kecenderungan pemilihan responden terhadap variabel. Begitu pula jika dibandingkan dengan

skala Likert tujuh tingkatan yang akan memberikan variasi jawaban yang terlalu beragam bagi responden.

4.8 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan SEM (Structural Equation Modeling) dengan program AMOS (Analysis of Moment Structure) 16. Menurut Ghozali (2005:1), SEM merupakan gabungan dari dua metode statistik yang terpisah yaitu analisis faktor dan model persamaan simultan. Menurut Santoso (2007:12), SEM adalah teknik analisis multivariate yang merupakan kombinasi antara analisis faktor dan analisis regresi (korelasi), yang bertujuan untuk menguji hubungan-hubungan antar variabel yang ada pada sebuah model, baik itu antar indikator dengan konstruknya ataupun hubungan antar konstruk. 4.8.1 Tahapan pemodelan dengan analisis persamaan struktural (SEM) Penelitian ini menggunakan SEM (Structural Equation Model) yang didasarkan pada evaluasi atas adanya hubungan saling ketergantungan. Ferdinand (2002:34) mengajukan tahapan pemodelan dan analisis persamaan struktural menjadi tujuh langkah yaitu sebagai berikut: 1. Pengembangan model berdasar teori.

Langkah pertama dalam pengembangan model SEM adalah pencarian atau pengembangan sebuah model yang mempunyai justifikasi teoritis yang kuat. Untuk dapat bertahan pada persaingan di bisnis ritel yang semakin ketat, perusahaan perlu memperhatikan kepuasan dan loyalitas pelanggannya. Kepuasan pelanggan dapat terbentuk dari layanan ritel yang diberikan kepada para konsumennya dan juga membangun citra toko yang positif. Penelitian menunjukkan bahwa layanan ritel dan citra toko ternyata dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan (Omar dalam Semuel, 2006). Beberapa penelitian juga menemukan bahwa layanan ritel memiliki pengaruh secara langsung terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan, selanjutnya citra toko juga memiliki pengaruh secara langsung baik ke kepuasan pelanggan maupun ke loyalitas pelanggan yang masing-masing variabel diukur dengan indikator-indikator tertentu (Bloomer, 2002). Konsep berikutnya adalah kepuasan yang memiliki pengaruh secara langsung dan positif terhadap loyalitas pelanggan seperti yang dikemukakan oleh Chen dan Quester (2006). Kepuasan juga menjadi variabel intervening antara layanan ritel terhadap loyalitas dan citra toko terhadap loyalitas (Warniati, 2007 dan Ryu, 2003). Sehingga berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya dibangunlah model hubungan antara layanan ritel, citra toko, kepuasan dan loyalitas pelanggan. 2. Menyusun diagram jalur. Pada langkah kedua, model teoritis yang telah dibangun pada langkah pertama akan digambarkan pada path diagram. Path diagram tersebut akan mempermudah untuk melihat hubungan-hubungan kausalitas. Berdasarkan

dari kajian teori dan kerangka teoritis yang ada, kemudian dibuat gambar diagram jalur hubungan kausalitas antar variabel (konstruk) beserta indikatornya yang dapat dilihat di Gambar 4.1 berikut.

e1 e2 e3 e4 e5

1

X11 1

1

X12

1

Layanan Ritel (x1)

X13

1

X14

1

X15

e16 e15 e14

1 1 1

Y21 Y13 Y22 Y12

Kepuasan (Y1)

Loyalitas (Y2)

1

1

Y11

Y23

1

1

Y24 1

e6

1

e7

1

e8

1

e9 e10 e11 e12 e13

1 1 1 1

z1

z2

X21 X22 X23 X24 Citra Toko (x2)

X25 X26

1

X27 X28

Gambar 4.1 Model Jalur Hubungan Variabel Layanan Ritel, Citra Toko, Kepuasan, dan Loyalitas Pelanggan 3. Menyusun persamaan struktural. Selanjutnya adalah mengubah diagram jalur ke dalam persamaan struktural dan model pengukuran. Pada langkah ketiga ini, model yang dinyatakan dalam diagram jalur dinyatakan dalam dua kategori dasar yaitu sebagai berikut.

1 1 1 1

e17 e18 e19 e20

a. Persamaan-persamaan struktural (structural equations). Persamaan ini dirumuskan untuk menyatakan hubungan kausalitas antar berbagai konstruk. Persamaan struktural dari model diagram jalur penelitian ini dinyatakan sebagai berikut. Y 1 = γ 1 X 1 + γ 2 X 2 + ε 1 …………………………………………… (1) Y 2 = γ 1 X 1 + γ 2 X 2 + ε 1 β1 Y 1 + ε 2 …………………………………………….. (2) di mana: γ (gamma) = hubungan langsung variabel eksogen terhadap variabel endogen β (beta) = hubungan langsung variabel endogen terhadap variabel endogen ε (epsilon) = measurement error X1 = layanan ritel X2 = citra toko Y1 = kepuasan pelanggan Y2 = loyalitas pelanggan b. Persamaan spesifikasi model pengukuran (measurement model). Persamaan spesifikasi ini untuk menentukan variabel mana yang mengukur

konstruk

serta

menentukan

serangkaian

matriks

yang

menunjukkan korelasi yang dihipotesiskan antar konstruk atau variabel. 4. Memilih jenis input matrik dan estimasi model yang diusulkan. Model persamaan struktural berbeda dari teknik analisis multivariat lainnya. SEM hanya menggunakan data input berupa matrik varian/kovarian atau matrik korelasi (Ghozali, 2005:22). Sedangkan teknik estimasi model yang digunakan adalah Maximum Likelihood Estimation (ML) dengan program

AMOS 16. Menurut Ferdinand (2002:165) estimasi dilakukan secara bertahap yaitu sebagai berikut. a.

Teknik confirmatory factor analysis, yaitu teknik yang ditujukan

untuk mengestimasi measurement model dan menguji unidimensionalitas dari konstruk eksogen maupun konstruk endogen. Pada tahap ini, model akan mengkonfirmasi apakah variabel yang diamati dapat mencerminkan faktor yang dianalisis. Terdapat dua uji dasar dalam confirmatory factor analysis yaitu uji kesesuaian model (Goodness of fit Test) dan uji signifikansi bobot faktor. Pada tahap confirmatory factor analysis juga dilakukan uji validitas dan reabilitas sebagai berikut. a)

Pengujian validitas suatu indikator konstruk dapat dilakukan dengan pengujian convergent validity. Convergent validity dapat dinilai dari measurement model yang dikembangkan dalam penelitian dengan menentukan apakah setiap indikator yang diestimasi secara valid mengukur dimensi dari konsep yang diujinya. Convergent validity akan menjelaskan hubungan antar konstruk serta indikator yang membentuknya. Sebuah indikator menunjukkan convergent validity yang signifikan apabila koefisien variabel indikator itu lebih besar dari dua kali standar error-nya (Anderson & Gerbing, 1980 dalam Ferdinand, 2002:187). Jika sebuah indikator memang menjelaskan sebuah konstruk, maka indikator tersebut akan mempunyai factor loading yang tinggi dengan konstruk tersebut serta total indikator akan mempunyai

variance extracted yang cukup tinggi (Santoso, 2007:109). Variance extracted dapat digunakan untuk menguji validitas masing-masing konstruk. Menurut Santoso (2007:111) variance extracted di atas 0,5 dapat dijadikan tanda adanya konvergensi yang memadai. Variance extracted dapat dicari dengan rumus (Ghozali, 2005:134) sebagai berikut. =

Variance Extraced

Σ s tan dardized loading 2 .......................................... Σ s tan dardized loading 2 + Σεj

(1)

Keterangan : 1) Standardized loading diperoleh langsung dari standardized loading untuk tiap-tiap indikator. 2) εj adalah measurement error = 1 – (standarized loading)2 b) Reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator-

indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai di mana masing-masing indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk atau faktor laten yang umum. Cara yang dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas adalah dengan menghitung composite (construct) reliability. Construct reliability didapat dengan rumus (Ghozali, 2005:134). Construct Reliability

=

(Σ s tan dardized loading ) 2 .......................................... (Σ s tan dardized loading ) 2 + Σεj

(2)

Keterangan. 1) Standardized loading diperoleh langsung dari standardized loading untuk tiap-tiap indikator. 2) εj adalah measurement error = 1 – (standardized loading)2 Nilai batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat yang reliabilitas yang dapat diterima adalah 0,70. Dalam penelitian eksploratori, reliabilitas

yang sedang antara 0,5 sampai 0,6 sudah cukup untuk menjustifikasi sebuah hasil penelitian (Nunally dan Bernstein, 1994 dalam Ferdinand, 2002:193). b.

Teknik full structural equation model, yaitu teknik yang digunakan

untuk menguji kausalitas yang telah dinyatakan sebelumnya. Melalui analisis full model akan memperlihatkan ada tidaknya kesesuaian model dan hubungan kausalitas dalam model yang diuji. Pengujian structural equation model dilakukan dengan dua cara yaitu uji kesesuaian model serta uji signifikansi kausalitas melalui uji koefisien regresi. 5. Menilai identifikasi model struktural. Problem identifikasi adalah ketidakmampuan proposed model untuk menghasilkan unique estimated. Cara melihat ada tidaknya problem identifikasi adalah dengan melihat hasil estimasi yang meliputi sebagai berikut. a.

Standar error untuk satu atau beberapa koefisien sangatlah besar. b.

Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang

seharusnya disajikan. c.

Nilai estimasi yang tidak mungkin misalnya error variance yang negatif.

d.

Adanya nilai korelasi yang tinggi (> 0,90) antar koefisien estimasi. 6. Evaluasi kriteria goodness of fit Langkah yang harus dilakukan sebelum menilai kelayakan dari model struktural adalah menilai apakah data yang akan diolah memenuhi asumsi model persamaan struktural. Menurut Ghozali (2005:23) ada tiga asumsi dasar

yang harus dipenuhi untuk dapat menggunakan model persamaan struktural yaitu sebagai berikut. a. Observasi data independen. b. Responden diambil secara random (random sampling responden).

c. Memiliki hubungan linier Menurut Ferdinand (2002:51) ada beberapa asumsi SEM yang harus dipenuhi dalam prosedur pengumpulan dan pengolahan data yaitu sebagai berikut. 1) Ukuran sampel Ukuran yang harus dipenuhi dalam pemodelan SEM adalah minimum berjumlah 100 dan selanjutnya menggunakan perbandingan lima observasi untuk setiap estimasi parameter. 2) Normalitas dan linearitas Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dapat diuji dengan metode-metode statistik. Uji linearitas dapat dilakukan dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk menduga ada tidaknya linearitas. Evaluasi normalitas dilakukan dengan menggunakan kriteria critical ratio skewness atau curtosis value sebesar ± 2,58 pada tingkat signifikansi 0,01. Data dapat disimpulkan mempunyai distribusi normal jika nilai critical ratio skewness atau curtosis berada di antara -2,58 dan +2,58 (Ghozali, 2005:128). 3) Outliers

Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariat yaitu yang muncul karena kombinasi karakteristik yang unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dengan observasi-observasi lainnya. Outliers dapat diketahui dengan membandingkan nilai pada output observations futhest from the centroid. Data akan dianggap outliers jika nilai mahalanobis d-squared (χ2) hitung lebih besar dari χ2 pada tabel (Gozhali, 2005:228). Setelah asumsi SEM terpenuhi, langkah berikutnya adalah menguji kesesuaian dan uji statistik. Dalam analisis SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur atau menguji hipotesis mengenai model (Hair, dkk dalam Ferdinand, 2002:54). Ada beberapa jenis fit index yang mengukur derajat kesesuaian antara model yang dihipotesiskan dengan data yang disajikan, antara lain sebagai berikut. a) χ2 - Chi-square Statistik Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah likelihood ratio Chi-square statistik. Chi-square ini bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yang digunakan. Dasar pengambilan keputusan dalam uji Chi-Square ini adalah sebagai berikut (Santoso, 2007:98). (1) Dengan membandingkan χ2 hitung dengan χ2 tabel Jika χ2 hitung ≤ χ2 tabel, maka matrik kovarian sampel tidak berbeda dengan matrik kovarians estimasi. Jika χ2 hitung > χ2 tabel, maka matrik kovarian sampel berbeda dengan matrik kovarians estimasi.

(2) Dengan melihat angka probabilitas (ρ) pada output AMOS Jika ρ ≥ 0,05 maka matrik kovarian sampel tidak berbeda dengan matrik kovarians estimasi. Jika ρ < 0,05 maka matrik kovarian sampel berbeda dengan matrik kovarians estimasi. b) GFI (Goodness of fit Index) Secara teoritis, angka GFI berkisar antara 0 (poor fit) sampai 1,0 (perfect fit) dengan pedoman bahwa semakin hasil GFI mendekati angka 1, akan semakin baik model tersebut dalam menjelaskan data yang ada. Menurut Ferdinand (2002:57) nilai GFI yang diharapkan adalah sebesar ≥ 0,90. c) AGFI (Adjusted goodness of fit) Adjusted goodness of fit merupakan pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan ratio degree of freedom untuk proposed model dengan degree of freedom untuk null model. Nilai yang direkomendasikan adalah sama atau ≥ 0,90. d) CMIN/DF Adalah nilai Chi-square dibagi dengan degree of freedom. Menurut Wheaton et. Al dalam Ghozali (2005:24) nilai rasio 5 (lima) atau kurang dari lima merupakan ukuran yang reasonable. Peneliti lainnya seperti Byrne dalam Ghozali (2005:24) mengusulkan nilai rasio ini ≤ 2, merupakan ukuran fit. e) TLI (Tucker Lewis Index)

Tucker Lewis Index atau dikenal dengan nonnormed fit index (NNFI), pertama kali diusulkan sebagai alat untuk mengevaluasi analisis faktor, tetapi sekarang dikembangkan untuk SEM. Ukuran ini menggabungkan ukuran parsimony ke dalam indeks komparasi antara proposed model dan null model dan nilai TLI berkisar dari 0 sampai 1,0. Nilai TLI yang direkomendasikan adalah ≥ 0,90 (Ghozali, 2005:25). f) CFI (Comparative Fit Index) Indeks ini pada dasarnya membandingkan angka NCP (Non Centrality Parameter) pada berbagai model. CFI mempunyai range value antara 0 sampai 1. Pada umumnya, nilai di atas 0,90 menunjukkan model sudah fit dengan data yang ada. g) RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation) RSMEA

adalah

sebuah

indeks

yang

dapat

digunakan

untuk

mengompensasikan Chi-square statistik dalam sampel yang besar. Nilai RSMEA ≤ 0,08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model berdasarkan degrees of freedom (Browne & Cudeck, 1993 dalam Ferdinand, 2002:56). 7. Interpretasi dan Modifikasi Model Ketika model telah dinyatakan diterima, maka dapat dipertimbangkan dilakukannya modifikasi model untuk memperbaiki penjelasan teoritis atau goodness of fit. Jika model dimodifikasi, maka model tersebut harus di crossvalidated (diestimasi dengan data terpisah) sebelum model modifikasi diterima.

4.8.3 Multiple group analysis Program Amos memungkinkan analisis dilakukan secara simultan untuk model yang sama terdapat beberapa basis data yang berbeda. Fasilitas analisis multigroup atau data dari multiple samples digunakan untuk membuat analisis dengan mengestimasi parameter dan hipotesis beberapa group atau kelompok sampel data secara sekaligus (Ferdinand, 2002 :115). Analisis multiple group membagi sampel berdasarkan karakteristik tertentu, yang ditentukan terlebih dahulu dan ada dalam proses pengumpulan data (Santoso, 2002:165). Dalam penelitian ini dilakukan analisis multiple group berdasarkan karakter geografis sampel yakni penduduk lokal atau domestik dan wisatawan mancanegara yang didalamnya termasuk para ekspatriat.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

9.1 Hasil Penelitian 9.1.1

Gambaran umum Pepito Supermarket Pepito Supermarket didirikan oleh bapak John Sastrawan pada tahun 2002, dengan motto ”Fresh Everyday”. Dengan lokasi yang strategis, Pepito Supermarket terletak di jantung Kuta, yakni Jalan Kediri 36 A Tuban mempermudah akses bagi pengunjung untuk menemukan Pepito Supermarket yang hanya lima menit dari Airport. Pepito Supermarket dibangun sebagai sebuah supermarket modern dan premium yang menjual berbagai produk yang segar dengan atmosfer toko serta suasana yang nyaman.

Pepito Supermarket juga

berusaha untuk memberikan layanan yang berkualitas dari hati kepada para konsumennya yang berkunjung dan berbelanja ke Pepito Supermarket. Pepito Supermarket juga berkomitmen untuk menyediakan produk yang segar dan produk yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Target

pasar

Pepito

Supermarket

ditujukan

kepada

wisatawan

mancanegara serta domestik yang berkunjung ke Bali juga ekspatriat-ekspatriat yang tinggal di Bali. Kemudian semakin meluas meliputi penduduk di lingkungan sekitar. Dengan motto ”Fresh Everyday” yang merefleksikan jaminan Pepito Supermarket untuk menyediakan hanya produk segar yang berkualitas kepada pelanggan tercintanya. Seluruh produk yang ditawarkan ke pelanggan didisplay semenarik mungkin dan didasarkan pada proses seleksi yang ketat dari karyawan yang telah dilatih secara profesional serta di simpan dalam rak tertentu untuk

menjaga kesegarannya. Adapun beberapa produk yang ditawarkan oleh Pepito Supermarket terdiri atas beberapa golongan seperti buah dan sayuran segar baik lokal maupun yang diimpor, berbagai macam daging dan ikan segar, ready to eat food, wine dan liquor, dairy products, hair and beauty aids, beverages, party supplies, toys, dan item groceries yang khusus diimpor untuk membedakan produk yang ditawarkan oleh Pepito Supermarket kepada para pelanggannya. Adapun produk impor yang ditawarkan oleh Pepito Supermarket adalah produk impor yang berasal dari negara Australia, China, Korea, Jerman, Swiss, Belgia, Perancis, dan Amerika Serikat. Selain produk-produk di atas untuk menjaring pelanggannya lebih banyak lagi, Pepito Supermarket juga bekerjasama dengan beberapa perusahaan ternama untuk membuka stand dan counter di Pepito Supermarket seperti : Baskin & Robins Ice Creams, Crocs, Ming Florist, Umah Bali Home Living yang menjual produk-produk kerajinan tangan dan oleh-oleh dari Bali. Sehingga pelanggan dapat menjadikan Pepito Supermarket sebagai salah satu one stop shopping centre. Seiring perkembangan bisnis ritel di Bali di bisnis ritel, Pepito Supermarket terus menambah fasilitas-fasilitas untuk membuat para pelanggannya puas dan loyal serta melakukan diferensiasi terhadap barang-barang dan layanan yang diberikan seperti: penambahan fasilitas kartu diskon bagi member card, fasilitas pembayaran dengan kartu kredit, teknologi yang canggih, layanan pelanggan, karyawan yang terlatih dan ramah, area parkir yang memadai, dominasi produk yang dijual impor, penggunaan teknologi baru sehingga bisa

mengangkat citra Pepito Supermarket sebagai premium supermarket di Bali, dengan diferensiasi produk yang dimiliki. Selain itu dengan semakin kompetiifnya persaingan dalam dunia ritel, Pepito Supermarket pun menambah gerai ritelnya satu lagi di lokasi yang strategis yakni Puri Gading. Lokasi pun dipilih dengan pertimbangan bahwa area Puri Gading merupakan area di mana hotel-hotel banyak didirikan, obyek wisata serta tempat bermukimnya para ekspatriat-ekspatriat di Bali. Dalam

rangka

mendukung

operasional

perusahaannya,

Pepito

Supermarket menerapkan struktur organisasi yang menuntut adanya tanggung jawab dan wewenang serta hubungan kerja yang jelas antar satu satuan kerja yang ada dalam perusahaan. Tujuan struktur organisasi ini adalah untuk memberikan gambaran secara sistematis tentang hubungan-hubungan kerjasama dari orangorang yang terdapat di dalam perusahaan guna mencapai tujuan. Adapun bentuk struktur organisasi yang digunakan untuk mendukung kegiatan usaha di Pepito Supermarket adalah struktur organisasi garis dan staf, seperti pada Gambar 5.1.

Alasan dipilihnya struktur organisasi garis dan staf oleh Pepito Supermarket adalah sebagai berikut. 1.

Struktur organisasi ini sederhana dan mudah dimengerti oleh personal yang terlibat. Di samping itu struktur organisasi ini dinilai efektif dan memperhatikan efisiensi kerja serta dapat menciptakan adanya pemusatan pengambilan keputusan sampai tingkat bawah.

2.

Pembagian wewenang, tugas serta tanggung jawab yang tegas sehingga mendukung pengembangan dan peningkatan keterampilan serta keahlian staf perusahaan dalam bidang maupun jabatannya masing-masing yang didasarkan pada kemampuan dan pengalaman kerja yang dimiliki.

9.1.2

Karakteristik responden Karakteristik responden merupakan informasi yang sangat berharga dalam suatu populasi yang bisa dijelaskan dengan alat uji statistik. Dalam penelitian ini karakteristik responden digambarkan melalui jenis kelamin, Negara asal, dan umur responden. Adapun hasil karakteristik responden yang terkumpul melalui kuisioner adalah sebagai berikut. Jenis kelamin Berdasarkan jenis kelaminnya, responden dalam penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua yakni : responden laki-laki dan perempuan.

Tabel 5.1 Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total Sumber : Lampiran 6

Jumlah (orang) 58 82 125

Persentase 41,4 58,6 100

Negara asal Berdasarkan pada pengambilan sampel di mana ukuran sampel bagi menjadi dua yakni domestik sebesar 50 persen dari jumlah sampel yang ada dan 50 persennya lagi diambil dari mancanegara. Untuk responden mancanegara dapat dilihat lebih detail lagi Negara-negara yang menjadi asal responden penelitian ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut ini. Tabel 5.2 Responden Menurut Negara Asal Negara Amerika Serikat Australia Belanda Jepang Korea Rusia Swiss Taiwan Total Sumber : Lampiran 6

Jumlah (orang) 7 24 9 7 4 13 3 3 70

Persentase 10 34,3 12,9 10 5,7 18,6 4,3 4,3 100

Umur Menurut kelompok umur responden dibagi menjadi 6 kategori dengan rentang umur 5 tahun untuk setiap kategorinya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut ini.

Tabel 5.3 Responden Menurut Kelompok Umur Umur (tahun)

Jumlah (orang)

Persentase

17 – 21

8

5,7

22 – 26

24

17,1

27 – 31

24

17,1

32 – 36

30

21,4

37 – 42

28

20

42 tahun ke atas Total

26 140

18,7 100

Sumber : Lampiran 6 9.1.3

Evaluasi terhadap asumsi SEM Evaluasi terhadap asumsi SEM dapat dilakukan dengan melihat ukuran sampel yang digunakan dalam penelitian, asumsi normalitas dan evaluasi atas outlier. a.

Ukuran Sampel Ukuran sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 140 responden di mana telah memenuhi minimum sampel permodelan untuk SEM.

b.

Evaluasi asumsi normalitas Evaluasi normalitas dilakukan dengan menggunakan kriteria critical ratio curtosis sebesar ± 2,58 pada tingkat signifikansi 0,01. Data dapat disimpulkan mempunyai distribusi normal jika nilai critical ratio custosis berada di antara -2,58 sampai dengan + 2,58. Hasil output normalitas data dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 5.4 Hasil Uji Assesment of Normality Full Model Variable Min max skew c.r. kurtosis X28 2.000 5.000 -.336 -1.622 -.283 Y21 2.000 5.000 -.645 -3.114 -.095 Y22 2.000 5.000 -.739 -3.570 .610 Y23 2.000 5.000 -.581 -2.808 .106 Y24 2.000 5.000 -.452 -2.182 -.042 Y13 2.000 5.000 -.425 -2.052 .158 Y12 2.000 5.000 -.301 -1.452 -.416 Y11 2.000 5.000 -.328 -1.586 -.403 X21 2.000 5.000 -.329 -1.587 -1.080 X22 1.000 5.000 -.219 -1.058 -.524 X23 2.000 5.000 -.410 -1.978 -.909 X24 1.000 5.000 -.286 -1.382 -.451 X25 2.000 5.000 -.580 -2.799 -.611 X26 1.000 5.000 -.322 -1.555 -.570 X27 1.000 5.000 -.596 -2.877 -.185 X15 2.000 5.000 -.292 -1.412 -.670 X14 2.000 5.000 -.218 -1.052 -.449 X13 2.000 5.000 -.102 -.492 -.930 X12 2.000 5.000 -.445 -2.151 -.592 X11 2.000 5.000 -.316 -1.527 -.725 Multivariat 39.600 e Sumber : Lampiran 10

c.r. -.684 -.230 1.474 .257 -.102 .382 -1.005 -.972 -2.609 -1.264 -2.195 -1.089 -1.475 -1.377 -.447 -1.617 -1.084 -2.245 -1.430 -1.751 7.897

Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa secara univariat data menyebar dengan normal. Hal itu dapat dilihat dari nilai critical ratio kurtosis nya keseluruhan menunjukkan nilai dibawah ± 2,58. Untuk itu, secara umum dapat dikatakan bahwa bahwa distribusi data yang digunakan dalam model ini berdistribusi normal. c. Evaluasi atas outliers

Outlier adalah kondisi observasi dari suatu data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi

lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim, baik untuk sebuah variabel tunggal ataupun variabel-variabel kombinasi (Hair et al dalam Ghozali, 2005:227). Deteksi terhadap multivariate outliers dilakukan dengan memperhatikan hasil uji Observations Farthest From The Centroid (Mahalanobis Distance). Kriteria yang digunakan adalah berdasarkan nilai Chi-square pada derajat kebebasan (degree of freedom) 20 yaitu jumlah variabel indikator pada tingkat signifikansi p