TINJAUAN ISLAM TENTANG ETIKA POLITIK SOEHARTO ...

11 downloads 364 Views 541KB Size Report
B. Kritik dan Komentar Pakar Politik Indonesia Tentang Etika Politik ... 1 G. Dwipayana dan Ramadhan K.H. Soeharto, Pikiran dan Ucapan Saya ( Otobiografi), (Jakarta: ... Dalam rangka memantapkan Pancasila sebagai satu- satunya azas.
TINJAUAN ISLAM TENTANG ETIKA POLITIK SOEHARTO Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh : Yuanita Rusalia Harneni NIM : 104045201535

KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 M/1430 H

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi

berjudul

“TINJAUAN

ISLAM

TENTANG

ETIKA

POLITIK

SOEHARTO” telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari selasa, 17 Februari 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Siyasah Syar’iyyah. Jakarta, 17 Februari 2009. Mengesahkan: Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M. NIP. 150 210 422

Panitia Ujian : 1. Ketua

: Asmawi, M.Ag. NIP. 150 282 394

( ………….…… )

2. Sekretaris

: Sri Hidayati, M.Ag NIP. 150 282 403

( …………….… )

3. Pembimbing

: Dr. Rumadi M.Ag NIP. 150 283 352

(…………….…. )

5. Penguji I

: Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M. NIP. 150 210 422 ( …………….… )

5. Penguji II

: Musyrofah, S.Ag, M.Si NIP. 150 318 265

( …………….… )

MOTTO: KEBENARAN PENDAPAT MANUSIA ITU RELATIF JANGAN MERASA BENAR, KARENA BELUM TENTU KITA BENAR SEMENTARA YANG LAIN SALAH. KETIKA MELIHAT ORANG LAIN SALAH JANGAN KITA MERASA BENAR, BISA JADI KITA YANG SALAH. KEBENARAN MUTLAK DAN HAKIKI ADALAH MILIK ALLAH SWT. YUANITA R.H. SS

“ WA IN TUTHI

AKTSARA MAN FI AL-ARDHI YUDLILLUKA’ AN

SABILI ALLAH IN YATTABI UNA ILLA AL-ZHANNA WA IN HUM ILLA YAKHRUSHUNA”(DAN JIKA KAMU MENURUTI (TREN) KEBANYAKAN ORANG-ORANG YANG (BERKUASA, MAINSTREAM) DI MUKA BUMI INI, NISCAYA MEREKA AKAN MENYESATKANMU DARI JALAN ALLAH, MEREKA TIDAKLAH MENGIKUTI PERSANGKAAN BELAKA DAN MEREKA TIDAK LAIN HANYALAH BERDUSTA

Q.S. ALAL-AN’AM 6: 116

“ IT IS THE RESPONSIBILITY OF INTELLECTTUAL’S TO SPEAK THE TRUTH AND TO EXPOSE LIES” (ADALH TANGGUNG JAWAB KAUM INTELEKTUAL UNTUK MENGUNGKAPKAN BERBAGAI KEBOHONGAN)

NOAM CHOMSKY, THE N.Y. REVIEW OF BOOK’S, 2/ 23, 1967 1967

KATA PENGANTAR

Bismillah al rahman arrahim

Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat, rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tetap tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan tuntunan dan petunjuk kepada umat manusia menuju kehidupan serta peradaban dan berkeadilan serta keluarga dan para sahabat yang dicintainya. Skripsi yang berjudul “TINJAUAN ISLAM TENTANG ETIKA POLITIK SOEHARTO” akhirnya dapat diselesaikan dengan yang diharapkan penulis. Kebahagiaan yang tidak ternilai bagi penulis secara pribadi adalah dapat mempersembahkan yang terbaik kepada kedua orang tua, seluruh keluarga dan pihak-pihak yang selalu ikut andil mensukseskan harapan penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan rasa hormat dan bentuk penghargaan yang tidak terlukiskan, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. DR. Drs. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Asmawi, M.Ag. dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag. kepala program studi dan Sekretaris program studi yang memberikan motivasi dan kemudahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. Bapak Dr. Rumadi M.Ag, pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan serta petunjuk-petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama menjalani studi di UIN Jakarta. 5. Pimpinan dan seluruh karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum serta Perpustakaan Utama yang telah memberikan faslitas dan pelayanan kepada penulis untuk mengadakan studi perpustakaan. 6. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Rurswadi dan ibunda Sri Hartini terima kasih atas do’a, kasih sayang dan perhatiannya serta pengorbanan yang tiada terhingga selama membesarkan dan mendidik penulis sampai saat ini. Tak terkecuali keluarga besarku yang selama ini mendampingi penulis. 7. Adik dan kakakku tersayang yang mengukuhkanku sebagai seorang kakak sekaligus adik...I Luv U !! 8. Chokie, Ibhenk, Dwa, Rio yang tak pernah lepas keberadaannya sehingga penulis mengerti akan arti ketulusan...pengorbanan...dan kesabaran... 9. Rekan-rekan senasib seperjuangan Rini, Santi, Qo2m, Dira, Putri, Atul, Urwah. Tak lupa anak-anak Ikatan Alumni Slank 2001.....Chayoo !! and my best friend Alumni NEPAL 2004, she colour’s luv u all... !! 10. Teman-teman SS 2005 UIN Jakarta, yang telah memberikan pengalaman, kenangan dan kebersamaan yang semoga semua akan tetap ada, kapan reuniannya..!!

Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan. Semoga Allah membalas semua kebaikan dengan balasan yang berlipat ganda. Terakhir penulis berharap semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca pada umumnya. Amiin

Jakarta, 14 Januari 2009 Penulis

DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................

i

KATA PENGANTAR .................................................................................

ii

DAFTAR ISI................................................................................................

v

BAB I:

BAB II:

BAB III:

BAB IV:

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................

1

B. Perumusan Masalah..............................................................

14

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................

14

D. Tinjauan Pustaka ..................................................................

15

E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data.................................

18

F. Sistematika Penulisan............................................................

20

BIOGRAFI DAN POKOK- POKOK PEMIKIRAN SOEHARTO A. Riwayat Hidup Soeharto.......................................................

22

B. Konsep Negara Dalam Pemikiran Soeharto...........................

25

C. Sistem Pemerintahan Soeharto..............................................

29

ETIKA POLITIK SOEHARTO A. Pengertian Etika Politik ........................................................

31

B. Sejarah Etika Politik Soeharto...............................................

44

C. Prinsip-Prinsip Etika Politik Soeharto ...................................

61

TINJAUAN ISLAM TENTANG ETIKA POLITIK SOEHARTO A. Prinsip – Prinsip Etika Politik Dalam Islam ..........................

67

B. Kritik dan Komentar Pakar Politik Indonesia Tentang Etika Politik Soeharto ..............................................................................

84

C. Analisis Penulis Tentang Etika Politik Soeharto Dalam Islam ................................................................................... BAB V:

87

KESIMPULAN A. Kesimpulan ..........................................................................

91

B. Saran ...................................................................................

93

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

94

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa. Duda dua anak sebelum menikah dengan Sukirah, ibu Soeharto. Selain bertani tidak ada lagi mata pencaharian Kertosudiro yang lain. Berselang dari kelahiran Soeharto, suami istri tersebut berpisah. Setelah menjanda Sukirah menikah lagi dengan Atmopawiro dan melahirkan 7 orang anak, termasuk Probosutedjo. Kertosudiro sendiri menikah lagi dan memperoleh 4 orang anak dari istri ketiganya itu. Belum berusia 40 hari, Soeharto bayi dititipkan ke rumah kakeknya, mbah Kromo, hingga sekitar usia 4 tahun. Setelah itu Soeharto diambil kembali oleh ibunya untuk tinggal bersama keluarga Atmoprawiro, ayah tiri yang menikah dengan ibunya

setelah bercerai dengan

Kertosudiro. Kehidupan bersama ibunya tidak terlalu membuat Soeharto bahagia dengan lahirnya adik tirinya setiap tahun.1 Semasa kecil Soeharto sering berpindah tempat tinggal. Soeharto tinggal di rumah kakeknya dari pihak ibu, pamannya, di rumah kakak perempuannya yang telah bersuami,

1

G. Dwipayana dan Ramadhan K.H. Soeharto, Pikiran dan Ucapan Saya (Otobiografi), (Jakarta: Lamtoro Agung Persada, 1998), hal. 11

bahkan teman ayahnya. Setidaknya dalam sepuluh tahun pertama hidupnya, enam kali Soeharto kecil harus hidup menumpang dari satu ke lain keluarga. Titik paling penting yang berpengaruh pada kehidupannya, bermula ketika dirinya dititipkan untuk hidup bersama bibi dan pamannya, Prawirowihardjo di Wuryantoro, dan disekolahkan, serta dianggap sebagai putra mereka yang paling tua. Lepas sekolah, sore hari, Soeharto Soeharto kecil belajar mengaji di langgar bersama teman-temannya. Saat itu pula semangatnya terpupuk kuat lewat gerakan kepanduan, Hizbul Wathan. Dalam usia 14 tahun, Soeharto dikhitan, ketiadaan biaya membuat Soeharto tidak melanjutkan sekolah. Setamat SMP Muhammadiyah, ia langsung mencari pekerjaan. Soeharto diterima sebagai pembantu Klerek pada sebuah bang desa (volksbank) yang bertugas keliling kampung. Menampung permintaan pinjaman dari para petani, pedagang kecil dan pemilik warung. Namum pekerjaan itu tak lama ia jalani. Kemudian tak lama menganggur ia menjadi Tentara Kerajaan Belanda (Koninklijke Nederlands Indische Leger, KNIL) selama 7 hari dengan pangkat sersan, kemudian memulai karirnya sebagai seorang militer. Bertahun kemudian Soeharto sudah menjadi letnan kolonel (everste) dan bertugas di Yogyakarta. Dan pada tahun itu pula ia menikah dengah Siti Hartinah teman sekelas adik Soeharto. Soeharto menikah tanggal 26 Desember 1947 di Solo, saat menikah Soeharto berusia 26 tahun, sementara Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra

dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.2

Soeharto merupakan pemimpin yang tangguh dengan kemantapan strategi. Dengan kepemimpinannya pula ia berhasil dengan gemilang menciptakan suatu kondisi Politik yang stabil. Sesuai dengan filosofi dan latar belakang budaya Jawa yang dianutnya, tujuan akhir dari kepemimpinan Soeharto terhadap bangsa Indonesia adalah negara tata tenterem kerta raharja. Artinya, sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945, bahwa segala kemakmuran dan kesejahteraan adalah semata-mata untuk bangsa Indonesia. Secara pribadi Soeharto merupakan pemimpin yang mampu membangun perekonomian bangsa menjadi kuat dan stabil. Pembangunan terus dilakukan dengan penuh perencanaan dan bertahap, Soeharto menekankan pembangunan ekonomi yang saat itu tidak stabil dengan konsepnya yang amat terkenal yakni trilogi pembangunan; stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang tertuang di dalam sebuah GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara).3 Selanjutnya pemerintah menempatkan

faktor stabilitas

nasional politik,

penyelenggaraan partai, tanggung jawab, dan disiplin nasional. Serta keamanan nasional sebagai faktor terpenting dan esensial sebagai pembangunan nasional yang disusun, dirumuskan dan dilaksanakan berdasarkan ideologi Pancasila. Adapun tujuan dari

2

Ibid, hal. 13-17. Miftah H. Yusuf Pati, Pengantar dalam: Tarmizi Tahir, H.M. Soeharto Membangun Citra Islam, (Jakarta: PT. Bina Mitra Asia Mark, Mei 2007), cet. 1, hal. 34 3

kebijakan ekonomi pembangunan tersebut adalah dicapainya suatu tata kehidupan politik, pengorganisasian kekuatan sosial politik, dan struktur politik. Usaha untuk melaksanakan konsep dasar pembangunan masyarakat pada umumnya dilakukan dengan; menghilangkan perbedaan ideologi dari berbagai kelompok masyarakat, serta tindakan politik rakyat diarahkan pada prinsip loyalitas seluruh kekuatan politik kepada ideologi tunggal Pancasila. Dalam pembangunan sebagai pengamalan Pancasila menuju tinggal landas. Bertujuan untuk membangun suatu masyarakat maju yang sesuai dengan cita-cita perjuangan bangsa, dan bukan masyarakat maju yang bertolak belakang dengan cita-cita perjuangan bangsa. 4 Dalam rangka memantapkan Pancasila sebagai satu-satunya azas. Soeharto mengembangkan hubungan yang positif dan kreatif antara kehidupan beragama. Berpedoman pada iman dari masing-masing agama yang diyakini dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berasaskan Pancasila. Dalam meletakkan landasan moral, etik dan spiritual yang kokoh bagi pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. Sehingga kerukunan hidup antar umat beragama dapat terjalin dengan damai, yang merupakan bagian dari kemajemukan bangsa yang bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika. Filosofi dan gaya kepemimpinanya Soeharto, memang lebih berorientasikan kepentingan rakyat, kepentingan bangsa, dan juga kepentingan bagaimana agar bangsa ini bisa melangkah maju dalam pembangunan yang berkelanjutan. Tindakan dan kebijakan beliau didasari atas didikan masa kecilnya. Dimasa remaja ia sempat mengenyam pendidikan di Perguruan Muhammadiyah. Jadi selama kepemimpinan Soeharto terlihat 4

Dwipayana dan Ramadhan, (Otobiografi), hal. 463-465

ada bekas-bekas pendidikan Muhammadiyah dalam sikapnya. Sebagai manusia Soeharto dipengaruhi oleh kulturnya, yakni kultur Indonesia pada umumnya dan Jawa pada khususnya, selain juga dipengaruhi agama yang dipelajari di masa muda.

Soeharto dalam kategori Geertz berdasarkan masa kecilnya adalah orang abangan. Namun karena statusnya sosialnya yang tinggi, dengan menikah dengan Siti Hartinah, gadis keturunan priyayi Jawa, Soeharto masuk kategori priyayi, dimana namanya priyayi sulit beradaptasi dengan Islam.5 Ketika Soeharto menjadi presiden, umat Islam mengalami islamisasi birokrasi, disebabkan kultur Jawa identik dengan priyayi. Kondisi tersebut diperkuat pengaruh Nasakom dari pemerintahan Soekarno yang membagi masyarakat Indonesia menjadi tiga golongan; nasionalis, agama, dan komunis. Konsep ini diperkenalkan oleh Presiden Soekarno yang berfungsi sebagai satu jalan menyatupadukan golongan-golongan berlainan haluan politik di Indonesia. Konsep penyatuan ini diharapkan Presiden Soekarno dapat membawa Indonesia menjadi lebih baik. Membicarakan Indonesia, kiranya tidak lengkap bila tidak mengikutkan sosok Soekarno, sebagai salah satu faunding father, didalamnya. Sosok Soekarno yang mempunyai sosok yang cerdas, berwibawa, punya visi revolusioner, teguh pada pendirian, seorang orator dan penarik masa yang mengagumkan, serta mempunyai ideologi yang melahirkan ide-ide besar dan revolusioner yang melampaui zamannya. Meskipun demikian tidak jarang, kita menemukan kontroversi dan kelemahan-kelemahan mendasar dari dirinya sebagai manusia.

5

Republika, Selasa, 28 Januari, 2008, (dalam artikel Alan Samson, Army and Islam in Indonesia)

Ini semua terjadi karena latar belakang pendidikan yang diperoleh Bung Karno dari masa kecil sampai dewasa begitu bermacam-macam. Sejak kecil, Bung Karno telah tumbuh menjadi seorang sosok yang mewarisi wacana-wacana jawa dari pemikiran orang tuanya. Kemudian wacana itu berkembang hingga berkenalan dengan pemikiran barat terutama pemikiran salah seorang filosof Jerman Karl Marx dengan marxisme-nya. Pemikiran ini yang kelak menjadikannya sebagai pemuda yang radikal dan militan. Pada waktu dibuang di Bengkulu pun, beliau menyempatkan diri untuk belajar Islam. Dari kronologi penemuan perbedaan ideologi ini, Bung Karno tumbuh menjadi seorang pemikir yang dianggap mampu untuk menyatukan berbagai macam perbedaan pandangan menjadi satu dengan mengambil titik temu atau mengambil hal-hal yang dianggap baik dan menyatukannya. Hal ini dikenal sebagai singkretisme. Dari pemikiannya inilah lahir sebuah ideologi baru yang disebut Bung Karno dengan Nasakom, yaitu nasionalis, agama, dan komunis. Ketiga ideologi ini disatukan oleh Bung Karno dan dijadikan sebuah konsepsi pemikiran yang digunakan untuk melawan penjajahan dan penindasan (imperalisme).

1. Nasionalisme berasal dari kata ‘nation’ (Inggris) yang berarti bangsa. Bangsa mempunyai dua pengertian, yaitu; dalam pengertian antropologis/ sosiologis dan dalam pengertian politis.6 Dalam pengertian antropologi/ sosiologi bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan suatu persekutuan hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa satu kesatuan ras, bahjasa, agama, sejarah/ adat-istiadat. Dan dalam pengertian politik adalah masyarakat dalam

6

Aminuddin Nur, Pengantar Studi Sejarah nasional, (Jakarta: Bimbingan Masa, 1967), hal. 13

satu daerah yang sama dan mereka tunduk kepada kedaulatan negara sebagai sesuatu kekuasaan tertinggi diluar dan kedalam.

Mengenai definisi nasionalisme ada beberapa tokoh yang mengemukakan:

1. Menurut Ernest Renan: Nasionalisme adalah kehendak untuk bersatu dan bernegara 2. Menurut Otto Bauar: Nasionalisme adalah suatu persatuan perangai atau karakter yang timbul karena perasaan senasib 3. Menurut Hans Kohn, Nasionalisme secara fundamental timbul dari adanya National Counciousness. Dengan perkataan lain nasionalisme adalah formalisasi (bentuk) dan rasionalisasi dari kesadaran nasional berbangsa dan bernegara sendiri. 4. Menurut L. Stoddard: Nasionalisme adalah suatu kepercayaan yang dimiliki oleh sebagian terbesar individu di mana mereka menyatakan rasa kebangsaan sebagai perasaan memiliki secara bersama di dalam suatu bangsa. 5. Menurut Dr. Hertz dalam bukunya yang berjudul Nationality in History and Politics mengemukakan empat unsur nasionalisme, yaitu:

1. Hasrat untuk mencapai kesatuan. 2. Hasrat untuk mencapai kemerdekaan. 3. Hasrat untuk mencapai keaslian. 4. Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa 6. menurut Louis Sneyder. Nasionalisme adalah hasil dari perpaduan faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, dan intelektual.

Jadi Nasionalisme dapat diartikan: Nasionalisme dalam arti sempit adalah suatu sikap yang meninggikan bangsanya sendiri, sekaligus tidak menghargai bangsa lain sebagaimana mestinya. Sikap seperti ini jelas mencerai-beraikan bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Keadaan seperti ini sering disebut chauvinisme. Sedang dalam

arti luas, nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain. 7

2. Agama, menurut Mohammad Natsir pernah mengatakan agama adalah hal yang disebut sebagai problem of ultimate concern, suatu problem kepentingan mutlak, yang berarti jika seseorang membicarakan soal agamanya maka ia tidak dapat tawar menawar.

Secara terminologi dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan aturan atau tata cara hidup manusia dengan hubungannya dengan tuhan dan sesamanya. Dalam al-Qur’an agama sering disebut dengan istilah din. Istilah ini merupakan istilah bawaan dari ajaran Islam sehingga mempunyai kandungan makna yang bersifat umum dan universal. Artinya konsep yang ada pada istilah din seharusnya mencakup makna-makna yang ada pada istilah agama dan religi.

Konsep din dalam Al-Qur’an diantaranya terdapat pada surat Al-Maidah ayat 3 yang mengungkapkan konsep aturan, hukum atau perundang-undangan hidup yang harus dilaksanakan oleh manusia. Islam sebagai agama namun tidak semua agama itu Islam. Surat Al-Kafirun ayat 1-6 mengungkapkan tentang konsep ibadah manusia dan kepada siapa ibadah itu diperuntukkan. Dalam surat As-Syura ayat 13 mengungkapkan din sebagai sesuatu yang disyariatkan oleh Allah. Dalam surat As-Syura ayat 21 Din juga dikatakan sebagai sesuatu yang disyariatkan oleh yang dianggap Tuhan atau yang dipertuhankan selain Allah. Karena din dalam ayat tersebut adalah sesuatu yang 7

Http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=24&fname=ppkn205_04.htm, Selasa, 23 Februari 2009.

disyariatkan, maka konsep din berkaitan dengan konsep syariat. Konsep syariat pada dasarnya adalah “jalan” yaitu jalan hidup manusia yang ditetapkan oleh Allah. Pengertian ini berkembang menjadi aturan atau undang-undang yang mengatur jalan kehidupan sebagaimana ditetapkan oleh Tuhan. Pada ayat lain, yakni di surat Ar-Rum ayat 30, konsep agama juga berkaitan dengan konsep fitrah, yaitu konsep yang berhubungan dengan penciptaan manusia.8

3. Komunisme adalah suatu ideologi didunia, selian kapitalis dan ideologi lainnya. Komunisme lahir sebagai reaksi terhadap kapitalisme di abad ke-19, yang mana mereke

itu

mementingkan

individu

pemilik

dan

mengesampingkan

buruh.

Istilah komunisme sering dicampuradukan dengan Marxisme. Komunisme adalah ideologi yang digunakan partai komunis diseluruh dunia. Racikan ideologi ini berasal dari pemikiran Lenin sehingga dapat pula disebut “Marxisme Leninisme”. Komunisme sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasan, dimana kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi. Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme sangat membatasi demokrasi pada rakyatnya, dan karenanya komunisme juga disebut anti Liberalis.

Negara yang pernah ditubuhnya berpegang dengan faham komunis:

1. Kesatuan Soviet (Kesatuan Republik Sosialis Soviet) 2. China (RRC) 3. Cuba (Republik Cuba) 8

Http://diaz2000.multiply.com/journal/item/86, Selasa, 23 Februari, 2009

4. Laos (Republik Demokratik Rakyat Laos) 5. Vietnam (Republik Sosialis Vietnam) 6. Korea Utara (Republik Demokratik Rakyat Korea) 7. Yaman Selatan (Republik Demokratik Rakyat Yaman) 8. Myanmar/Burma (Republik Sosialis Kesatuan Burma) 9. Kamboja/Kampuchea (Demokratik Kampuchea)

Pada tahun 2005 yang sampai pada saat ini, lima (5) diantanya masih memerintah dibawah komunis yaitui : 1. China 2. Laos 3. Vietnam

4. Cuba 5. Korea Utara.9

Bung Karno berpendidikan di sekolah rendah bumiputera sampai menjadi insinyur pada tahun 1926. Tindakan beliau sebagai ketua partai PNI dengan membangun federasi

PPPKI

(Permufakatan

Perhimpunan

Politik

Kebangsaan

Indonesia),

mengakibatkan Bung Karno harus ditangkap dan dijatuhi hukuman empat tahun kurungan dalam sel yang berukuran satu setengah meter. Selain itu, Bung Karno juga pernah diasingkan di Ende, sebuah kampung di Flores pada tahun 1933 sebelum dipindahkan ke Bengkulu pada tahun 1938.

9

Http://4gusetiyo.wordpress.com/2007/11/21/komunisme/ Selasa, 21 November, 2007

Bung Karno sampai dengan akhir hayatnya tetap bertahan terhadap ide Nasakom yang mengatakan bahwa kekuatan politik di Indonesia pada saat itu terdiri dari tiga golongan ideologi besar yaitu: golongan yang berideologi nasionalis, golongan yang berideologi dengan latar belakang agama, dan golongan yang berideologi komunis. Tigatiganya merupakan kekuatan yang diharapkan tetap bersatu untuk menyelesaikan masalah bangsa secara bersama-sama. Barangkali juga ide Bung Karno tentang Nasakom berkaitan dengan pendapat Clifford Geertz yang dalam bukunya The Religion of Java yang membagi masyarakat Jawa dalam tiga varian: priyayi, santri, dan abangan. Yang bisa diterjemahkan priyayi adalah kaum Nasionalis, santri adalah kaum Agamis, dan abangan adalah kaum Komunis. Soeharto menolak demokrasi Barat dan memperkenalkan demokrasi Pancasila dengan menerapkan sistem pemerintahannya yang dikenal dengan demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi yang mengadopsi dan menyerap kultur bangsa Indonesia dan agama yang dipeluk masyarakatnya. Soeharto menandaskan survivalnya bahwa Pancasila merupakan usaha untuk memperkokoh bangsa yang kuat.10 Sebagai sebuah negara demokrasi, keberadaan politik di Indonesia merupakan suatu keharusan, karena keberadaanya merupakan cermin dari nilai demokrasi. 11 Sebagai seorang aktifis politik, Soeharto tentu sangat dipengaruhi oleh pemikiran Islam, bahkan sangat mungkin sekali bahwa Islam telah ikut mengilhami munculnya Ideologi Pancasila.12 Istilah demokrasi merupakan istilah ambigous.13 Pengertiannya tidak tunggal 10

G. Dwipayana dan Nazaruddin Sjamsudin, Jejak Langkah Pak Harto 1 Oktober 1965-27 Maret 1968, (Jakarta: PT. Citra Lamtoro Agung, 1991), hal. 145. 11 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), Cet. 21, hal. 163. 12 Retnowati Abdulgani-Knapp, Soeharto The Life and Legacy of Indonesia’s Second President, (Jakarta: Hasta Pustaka, 2007) 13 Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, hal. 50.

sehingga berbagai negara yang mengklaim diri sebagai negara demokrasi telah menempuh rute-rute yang berbeda.14 Sebagaimana Islam pun memandang masalah etika dalam berpolitik merupakan Persoalan yang sangat penting dalam Islam, karena politik itu dipandang sebagai bagian dari ibadah, karena itu harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip ibadah, yang harus diniatkan dengan lillahi taala dan etika dalam politik itu berkenaan dengan prinsip Islam dalam pengelolaan masyarakat. Keberadaan masyarakat dan negara merupakan hal yang sangat penting dan mutlak dalam Islam. Karena itu, para ahli fikih politik Islam mengemukakan adalah suatu kewajiban bagi orang Islam untuk mendirikan negara. Dengan adanya negara bisa diciptakan sebuah keteraturan kehidupan masyarakat yang baik. Manusia menurut Aahmad Syafi’i Maarif, bukanlah hanya makhluk sosial, tetapi juga secara alamiah makhluk politik.15 Selama beberapa tahun sepeninggal Rasulullah, umat Islam mengalami beberapa model kepemimpinan, antara lain, kepemimpinan model khilafah dan dinasti. Sehingga semakin berkembangnya suatu negara semakin berkembang pula dan muncul bentukbentuk negara dalam konsep negaranya masing-masing sesuai dengan negara yang didirikan. Sejarah kehidupan Nabi Muhammad menjadi bukti dari kehidupan manusia yang dicita-citakan Islam. Ia menterjemahkan petunjuk Al’Quran kedalam kehidupan manusia secara nyata, menyangkut kehidupan politik dan kenegaraan. Nabi Muhammad sebagai utusan Tuhan pada periode Mekkah tidak mempunyai kekuatan politik, sedangkan pada

14 15

M. Amin Rais, “Pengantar”, Dalam Demokrasi dan Proses Politik, (Jakarta: LP3ES, 1986) Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, (Jakarta: LP3ES, 1985), cet. 1, hal. 13.

periode Madinah beliau bukan hanya Rasul tetapi juga kepala negara. Sekalipun beliau tidak pernah menyatakan dirinya sebagai penguasa, tetapi sejarah hidup Nabi Muhammad pada periode Madinah jelas menggambarkan bahwa Islam dan negara merupakan perpaduan dua unsur pokok dalam kehidupan manusia yang sangat berkaitan satu sama lain.16 Memasuki abad 20, umat Islam tetap dan terus dituntut untuk mendirikan sebuah negara ideal. Untuk merealisasikan tuntutan itu, umat Islam dihadapkan pada beberapa pilihan sistem politik, antara lain demokrasi. Demokrasi merupakan salah satu mekanisme untuk memilih seorang pemimpin. Meskipun beberapa negara Islam telah menjalankan proses demokrasi, dan belum berhasil, tetapi mekanisme demokrasi tetap diandalkan sebagai mekanisme yang baik. Sebab, di dalam mekanisme demokrasi terdapat sistem check and balance, memperkuat civil society, mewujudkan good governance, taushiyah. Sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur'ân yang mengandung nilai-nilai dan ajaran yang bersifat etis mengenai aktifitas sosial politik umat manusia. Ajaran ini mencakup prinsip-prinsip tentang keadilan, persamaan, persaudaraan, musyawarah Al-Qur'ân maupun sunnah tidak memiliki preferensi terhadap sistem politik yang mapan untuk menetukan bentuk legal-formal negara yang ideal. Islam hanya memiliki seperangkat nilai etis yang dapat dijadikan rujukan dalam penyelenggaraan negara yang sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Persoalan politik (negara) lebih merupakan urusan kreatifitas manusia, atau kerangka wilayah fiqh yang perlu dilakukan ijtihad.

16

Harun Nasution, Islam Dtinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1974), cet. 1, hal. 92

Sebagai wilayah fiqh maka setiap rumusan dan interpretasi yang dihasilkan tentu berbeda, karena paradigma yang digunakan pun juga berbeda.17 Berangkat dari permasalahan yang ada dalam skripsi ini penulis mencoba membahas masalah dengan judul: Tinjauan Islam Tentang Etika Politik Soeharto, dengan beberapa alasan sebagai berikut: 1. Masalah etika dalam berpolitik merupakan persoalan yang sangat penting dalam mendirikan sebuah negara yang baik. 2. Ada beberapa sisi yang menarik yang perlu ditelaah dalam berbagai norma dan perspektif hukum dalam menyoroti masalah-masalah seputar etika politik, karena etika poltik menentukan bentuk daripada sebuah negara yang dipimpinnya. B. Perumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah, maka dapat disusun perumusan masalah guna memudahkan dalam penyusunan skripsi ini. Dalam perumusan skripsi ini, penulis ingin menjelaskan seluk beluk mengenai tinjauan Islam terhadap etika politik Soeharto dalam bernegara. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang akan dijadikan bahan pembahasan oleh penulis adalah: 1. Bagaimana etika politik Soeharto? 2. Bagaimana konsep, bentuk negara, serta sistem pemerintahan Soeharto? 3. Bagaimana tinjauan Islam mengenai etika politik Soeharto? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 17

Prof. D.r. Muhammad Tahir, Azhari S.H, Negara Hukum (Suatu Studi Tentang PrinsipPrinsipnya Dilihat Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini , (Jakarta: Prenata Media, 2003).

Tujuan dari penulisan skipsi ini dimaksudkan sebagai bahan bacaan peminat politik Islam, yaitu:

1. Untuk mengenal lebih dalam mengenai etika politik Soeharto 2. Untuk menjelasan mengenai pandangan Islam terhadap etika politik Soeharto 3. Untuk menjelasan etika politik Soeharto dalam bernegara 4. Untuk mengenal lebih dalam mengenai ideologi negara yang diterapkan Soeharto di Indonesia Manfaat penelitian secara teoritis dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui bagaimana pandangan Islam tentang etika politik Soeharto baik dari segi yuridis konvensional, filosofis, sosiologis, serta efektifitas dari Politik HM. Soeharto dalam bernegara tersebut. 2. Menambah referensi penulis lain yang menaruh minat pada masalah ini dan memberi informasi sebagai bahan masukan atau bahan perbandingan. D. Tinjauan Pustaka Dalam menjaga keaslian judul yang akan penulis ajukan dalam skripsi ini perlu kiranya penulis lampirkan juga beberapa buku rujukan yang berkaitan dengan pembahasan. Berdasarkan buku-buku yang akan dicantumkan dibawah ini baik kiranya jika dikelompokan terlebih dahulu menjadi beberapa bagaian sudut pandang, antara lain, Pembahasan tentang etika politik Soeharto belum ada yang mengkaji secara serius dan mendalam, yang penulis temukan kajian tentang Soeharto pernah dilakukan oleh:

Saiman Vidiananda dengan NIM: 102033202128, dengan judul Nasionalisme Pancasila dalam perspektif Soeharto, Jurusan Pemikiran Politik islam, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2008 M/ 1429 H. Mengenai: lebih banyak mengangkat hal-hal yang berkaitan dengan pemahaman, pola pikir Soeharto tentang konsep Nasionalisme Pancasila, serta membahas mengenai bentuk Nasionalisme, dari Nasionalisme Barat, Nasionalisme Timur, Nasionalisme Indonesia dan Nasionalisme Pancasila.18 Buku yang digunakan yaitu Soeharto Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya (Otobiografi), sebagaimana yang dipaparkan kepada G. Dwipayana dan Ramadhan K.H, mengenai: kisah hidup presiden Soeharto dari masa kecil yang tidak cemerlang sampai menjadi presiden RI kedua, serta pikiran-pikiran maupun ucapan presiden Soeharto sebelum dan setelah menjadi presiden, dimana Soeharto mendapat banyak ujian ketika menjadi panglima kostrad terutama mengenai pengkhianatan PKI terhadap Pancasila dalam G-30-S/PKI dan kepemimpinannya yang berhasil meciptakan suatu kondisi politik yang stabil.19 Buku

Biografi

Politik

Presiden

Republik

Indonesia

Kedua

Soeharto

Pembangunan dan Partisipasi, oleh H. Ahmad Shahab, mengenai: kronologi pengalaman Soeharto dari masa kecil, menjadi tentara semasa revolusi, komandan militer di Jawa Tengah, tugas kemiliteran komandan operasi mandala tahun 1960-1965, percobaan kudeta sampai membahas mengenai usaha meraih kekuasaan 1965-1968, legitimasi dan konsolidasi pemerintahan 1968-1973, tantangan orde baru 1973-1980, stabilitas ekonomi,

18

Saiman Vidiananda, Nasionalisme Pancasila Dalam Persfektif Soeharto, (Pemikiran Politik Islam, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2008 M/ 1429 H) 19 G. Dwipayana dan Ramadhan KH, Soeharto Pikiran Ucapan dan tindakan Saya (Otobiografi), Jakarta: Lamtoro Agung Persada, 1989.

politik dan pembangunan 1980-1988, masa keemasan 1988-1993, kemunduran menuju kejatuhan 1993d-1998, dikutip dari berbagai publikasi media komunikasi, dikembangkan dari hasil-hasil iskusi di internal jaringan kerja Lembaga swadaya Masyarakat People Aspiration Center.20 Buku Soeharto the Life and Legacy of Indonesia’s Second President, oleh Retnowati Abdulgani Knapp, mengenai: pengalaman hidup dan warisan peninggalan Soeharto, serta mensejajarkannya dengan gaya pemerintahan presiden Soekarno, menyajikan pasang surut kehidupan Soeharto.21 Buku Jejak Langkah Pak Harto 1 Oktober 1965-27 Maret 1968 oleh Team Dokumentasi Presiden RI Ke-2, editor G. Dwipayana dan Nazaruddin, mengenai: kesinambungan pemikiran kebijaksanaan Pak Harto, serta penjabaran dari para pelaksana dalam bidang-bidang yang telah dipercayakan kepada mereka masing-masing mulai tanggal 1 Oktober-27 Maret 1968 yang dimulai dengan langkah langkah Mayor Jendral Soeharto pada tanggal 1 Otober 1965 untuk mengatasi pengkhianatan PKI dengan gerakan G-30-S/PKI sampai dengan pengangkatannya menjadi Presiden RI ke-2 oleh sidang umum MPRS pada tanggal 27 Maret 1968 serta pada tahun 1966 yakni saat kelahiran orde baru.22

20

Shahab, H. Ahmad, Biografi Politik Presiden RI. Ke-2 Soeharto Pembangunan dan Partisipasi, Jakarta PT. Golden Terayon Press, 2008. 21 Abdulgani, Retnowati-Knapp, Soeharto The Life and Legacy of Indonesia’s Second President, Jakarta: Hasta Pustaka, 2007. 22 G. Dwipayana dan Nazaruddin Sjamsudin, Jejak Langkah Pak Harto 1 Oktober 1965-27 Maret 1968, Jakarta: PT. Citra Lmtoro Agung, 1991.

Buku Soekarno file berkas-berkas Soekarno 1965-1967 kronologi suatu keruntuhan oleh Antonie C.A. Dake, mengenai: latar belakang Soekarno sampai pergantian pemerintahan dari presiden Soekarno ke Soeharto.23 Buku Jendral M. Yusuf Panglima Para Prajurit oleh Atmadji Sumarkidjo mengenai: peran Jendral M. Yusuf di dalam pemerintahan presiden Soekarno yang tidak terlepas dari peristiwa Supersemar.24 Buku yang digunakan dalam sudut pandang para pakar politik yaitu: Soeharto Membangun Citra Islam, buku yang dikeluarkan oleh Miftah H. Yusuf Pati pengantar H. Dr. dr. Tarmizi Tahir, mengenai : peran Soeharto dan pergerakan Islam dalam mencitrakan Islam di Indonesia yang menjadikan pancasila sebagai ideologi dasar negara, yang menjamin kehidupan berbagai agama serta perkembangan Islam pada saat ini pasca orba.25 Buku Kontroversi Supersemar dalam transisi kekuasaan Soekarno-Soeharto, oleh Tim Lembaga Analisis Informasi, mengenai: lahirnya seputar Supersemar dan penyerahan transisi kekuasaan Soekarno-Soeharto yang ditandatangani oleh presiden Soekarno yang merupakan terobosan penting bagi karir politik Soeharto.26 Diantara karya-karya tulis tersebut, tidak ada kesamaan judul yang secara langsung berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Namun terdapat beberapa isu penting yang dapat diuraikan kembali penjelasannya, karena dalam uraiannya tersebut hanya memunculkan pandangan dari satu sudut saja, yakni sudut etika 23

Dake, Antonie C.A, Soekarno File Berkas-berkas Soekarno 1965-1967 Kronologi Suatu Keruntuhan, Jakarta: Aksara karunia, 2005. 24 Sumarkidjo, Atmadji, Jendral M. Yusuf Panglima Para Jendral Jakarta: Hasta Pustaka, 2006 25 H. Yusuf Pati, Miftah Pengantar : KH. Dr. dr. Tarmizi Tahir, HM, Soeharto Membangun Citra Islam, PT bina Mitra Prima Asia Mark, Mei Cet. 1, 2007. 26 Tim Lembaga Analisis Informasi, Kontroversi Supersemar Dalam Transisi Kekuasaa SoekarnoSoeharto, (Yogyakarta: MedPress, Maret 2007)

yang dilihat dari hukum Islam. Dari sini penulis tertarik mengkaji lebih dalam tentang etika politik ini, dengan mengangkat isu seputar konsep etika politik Soeharto, agar uraian yang akan dituangkanpun lebih terarah. Perbedaan yang penulis tampilkan adalah segi komparatif yang membahas mengenai etika politik dan tinjauan hukum Islam.

E . Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode merupakan strategi utama dalam pengumpulan data-data yang diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi. Pada dasarnya sesuatu yang dicari dalam penelitian ini tidak lain adalah “pengetahuan” atau lebih tepatnya “pengetahuan yang benar”, dimana pengetahuan yang benar ini nantinya dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu.27 Penelitian ini dimaksudkan untuk menggali data yang behubungan dengan etika politik Soeharto dan kaitannya dengan Islam. 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian yang berbentuk studi kepustakaan, dengan jenis penelitian kualitatif, yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan masalah etika politik 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Studi dokumenter yaitu studi yang dilakukan dengan mempelajari sumber-sumber informasi milik objek yang ditulis secara langsung tanpa perantara penulis lainnya. 2. Studi kepustakaan yaitu studi yang dilakukan dengan mempelajari literatur yang ada

27

27-28.

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 1997), hal.

hubungannya dengan masalah yang diteliti dengan mengumpulkan data-data melalui bahan bacaan seperti teks book, majalah, jurnal, surat kabar ataupun artikel yang memiliki relevansi dengan penelitian ini guna mendapatkan landasan teoritis. Sedangkan untuk memperoleh data yang berkenaan dengan judul penelitian penulis menggunakan metode pengumpulan data yang bersumber sebagai berikut: 1. Data Primer Data yang dipakai oleh penulis adalah literatur yang sebagian besar bukunya ditulis oleh Soeharto sendiri, mengenai pemikiran etika politik Soeharto (Otobiografi sebagaimana yang dipaparkan kepada G. Dwipayana dan Ramadhan KH.). Lalu literatur yang terkait langsung dengan etika politik Islam dan mambahas prinsip-prinsip etika politik Islam (Prof. D.r. H. Muhammad Tahir Azhary, S.H. Negara Hukum). 2. Data Skunder Data literatur mengenai tulisan orang lain tentang Soeharto, baik pemikiran maupun kondisi sosial politik, konsep etika politik, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. Buku pendukung lainnya yaitu Soekarno file berkasberkas Soekarno 1965-1967 kronologi suatu keruntuhan oleh Antonie C.A,. Dake Soeharto Membangun Citra Islam, oleh Miftah H. Yusuf Pati pengantar H. Dr. dr. Tarmizi Tahir. 3. Teknik Analisis Data Dalam menganalisa data, pendekatan dalam penelitian yang disajikan oleh penulis adalah kualitatif komparatif dengan menggunaan elaborasi metode penelitian deskriptif komparatif yaitu penelitian yang berusaha memberikan uraian dan

menggambarkan secara garis besar kemudian dilakukan analisis terhadap etika politik Soeharto dan ajaran Islam baik dari segi yuridis, filosofis maupun sosiologis. Komparatif

yang dimaksud disini adalah melacak kembali pendapat yang

berlawanan sehingga dapat ditemukan hubungan keduanya yaitu etika politik Soeharto dan ajaran Islam.28 4. Teknik Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta Tahun 2007

F . Sistematika Penulisan Untuk lebih menjaga keutuhan dan memudahkan dalam penulisan, dan sebagai upaya agar skripsi ini dapat terarah secara sistematis, maka penulis menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut: BAB I

: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah; perumusan Masalah; Tujuan dan Manfaat Penelitian; Tinjauan Pustaka; Metode dan Teknik Pengumpulan Data; Sistematika Penulisan.

BAB II

: Biografi dan pokok-pokok pemikiran Soeharto: Riwayat hidup Soeharto konsep negara dalam pemikiran Soeharto; Sistem pemerintahan Soeharto

BAB III

: Etika politik Soeharto: Pengertian etika politik; Sejarah etika politik Soeharto; prinsip-prinsip etika politik Soeharto..

BAB IV

: Tinjauan Islam tentang etika politik Soeharto: Prinsip-prinsip etika politik dalam Islam; kritik dan komentar pakar politik Indonesia tentang

28

Alimuddin Tuwu, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: Universitas Indonesia)

etika politik Soeharto; Analisis penulis tentang etika politik Soeharto dalam Islam BAB V

: Penutup yang terdiri dari kesimpulan; kritik dan saran.

BAB II BIOGRAFI DAN POKOK-POKOK PEMIKIRAN SOEHARTO

A. Riwayat Hidup Soeharto Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah. Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri tani. Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Soeharto menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya (Schakel School Muhammadiyah) di Wonogiri’ sementara pendidikan agama Islam yang kuat telah mengukuhkan keimanan dan ketaqwaanya dalam menempuh segala cobaan hidup`filsafat hidup Jawa yang berakar dalam lingkungan keluarganya juga menumbuhkan” pengertian yang dalam” mengenai kehidupan dan masyarakat. Selepas sekolah Soeharto bekerja sebagai pegawai Bank desa (Volks-Bank) di lanjutkan dengan menjadi Tentara kerajaan Belanda–KNIL, tetapi tidak lama sehubungan dengan meletusnya Perang Dunia II. Tentara kerajaan Belanda menyerah tanpa syarat kepada Tentara kerajaan Jepang

dilanjutkan dengan menjadi polisi dan kemudian tentara Pembela Tanah Air (PETA)’ suatu organisasi para militer yang dibentuk Jepang. Keterlibatannya dalam bidang militer inilah yang menjadikan dirinya sebagai salah seorang pionir atau perintis pembentuk Tentara keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian menjadi Tentara Nasionalis Indonesia (TNI). 29 Pengalaman-pengalaman militer inilah yang membekali hidupnya dalam memimpin bangsa Indonesia. Ketika menjadi komandan Wehrkreise III di Yogya’ ia mengadakan serangkaian serangan pada malam hari terhadap kekuatan tentara Belanda yang menduduki Yogya. Serangan yang paling berhasil dan menpunyai dampak besar adalah Serangan Umum 1 Maret 1949’ yang dilangsungkan pada pagi hari dan berhasil menduduki kota Yoyakarta. Serangan Umum 1 Maret 1949 mempunyai dampak politisi bagi Indonesia di dunia internasional’ yang akhirnya menghasilkan suatu pengakuan internasional atas eksistensi Negara Republik Indonesia termasuk tentara Nasionalisnya. Sebagai komandan Brigade Mataram/Panglima Divisi III Diponegoro pada tanggal 8 April 1950 Soeharto membasmi berbagai pemberontakan di daerah yaitu sebagai komandan operasi penumpasan Andi Aziz di Makasar dan sebagai Panglima Mandala di dalam perjuangan merebut kembali Irian Barat yang bernama “Brigade Garuda Mataram” dengan panji yang berlukiskan seekor burung garuda berwarna kuning dan bertuliskan “Mataram”. Kedua batalyon penggempur yang ditetapkan Soeharto ialah Batalyon Kresno dibawah pimpinan Darjatmo dan Batalyon Seno di bawah pimpinan Mayor Sudjono terjadi pemberontakan separatis di Indonesia Timur pada tanggal 8 April

29

G. Dwipayana dan Ramadhan K.H. Soeharto, Pikiran dan Ucapan Saya (Otobiografi), (Jakarta: Lamtoro Agung Persada, 1998), hal. 25.

1950 Dewan Perwakilan sementara RIS memutuskan untuk memilih Negara kesatuan RI negara yang dicita-citakan Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan perubahan RIS menjadi RI terjadi di Makassar yakni pada tanggal 17 Agustus 1950. Pada awal tahun 1956 Soeharto di pindahkan ke Staf Umum Angkatan Darat (SUAD) sebagai pamen yang diperbantukan kepada kepala staf. Pada tanggal 1 Maret Soeharto kembali ke lingkungan TT-IV Diponegoro sebagai kepala Staf pada tanggal 3 Juni 1956 menjadi panglima TT-IV/Diponegoro menggantikan kolonel M.Bachrum terhitung mulai 1 Januari 1957 Soeharto menjadi kolonel efektif. Pengalaman militernya kembali diuji ketika menjadi Panglima kostrad. Pada masa ini PKI mengadakan pengkhianatan terhadap Pancasila dengan membunuh beberapa perwira terbaik AD.30 Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran. Perkawinan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih. Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Soeharto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Soeharto memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998.

30

Ibid, hal. 158.

Setelah dirawat selama 24 hari di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan, mantan presiden Soeharto akhirnya meninggal dunia pada minggu, 27 Januari 2008. Soeharto meninggal pada pukul 13.10 siang dalam usia 87 tahun akibat kegagalan multi organ. Pemakaman jenazah presiden Soeharto dimakamkan di Astana Giri Bangun, Solo, Senin 28 Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, pada tanggal 10 Maret 1982, sebagai akibat dari banjirnya penanaman modal asing yang berbondong-bondong datang ke Indonesia, bangkitnya pengusaha domestik dan pesatnya pertumbhan pembangunan.31 B. Konsep Negara Dalam Pemikiran Soeharto Sebagai presiden ke-2 bangsa Indonesia Soeharto merupakan pemimpin yang tangguh dengan kemantapan strategi. Dengan kepemimpinannya pula ia berhasil dengan gemilang menciptakan suatu kondisi politik yang stabil. Sesuai dengan filosofi dan latar belakang budaya Jawa yang dianutnya, tujuan akhir dari kepemimpinan Soeharto terhadap bangsa Indonesia adalah Negara Tata Tenterem Kerta Raharja. Artinya, sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945, bahwa segala kemakmuran dan kesejahteraan adalah semata-mata untuk bangsa Indonesia. Ada tiga unsur pokok dalam konsep kepemimpinan Soeharto, yaitu: Ingarso Sung Tulodo (jika menjadi seorang pemimpin harus bisa menjadi contoh atau teladan bagi orang yang dipimpinnya). Ing Madyo Bangun Karso (ditengah-tengah harus bisa memberi contoh, memberi inspirasi, motivasi, dan semangat). Tuturi Andayani (sebagai pemimpin ia bisa memberi nasehat, memberikan daya, dorongan atau kekuatan kepada masyarakatnya, anak buahnya, termasuk juga kepada rakyatnya. 31

Retnowati Abdulgani-Knapp, Soeharto The Life and Legacy of Indonesia’s Second President, (Jakarta: Hasta Pustaka, 2007). Hal. 180.

Soeharto adalah pemimpin yang bekerja berdasarkan konsep, yang tertuang dalam sebuah GBHN, selain itu juga bedasarkan mekanisme dan peraturan yang ada. Karena itu kebijaksanaan pembangunan Soeharto selalu dibekali oleh Tap-Tap MPRS, antara lain: 1. Melaksanakan pembangunan lima tahun (Repelita) Presiden menekankan pembangunan ekonomi yang saat itu tidak stabil dengan konsepnya yang amat terkenal yakni trilogi pembangunan; Stabilitas Nasional, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pemerataan. Ini artinya, stabilitas nasional mutlak diperlukan bila pertumbuhan ekonomi akan digalakkan atau dilaksanakan. Bila Pertumbuham ekonomi berjalan, maka pemerataan menjadi tujuan dan dapat dilaksanakan, Secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap, dan berlanjut untuk memacu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat, yang diarahkan untuk mencapai kemajuan kesejahteraan lahir batin, termasuk terpenuhinya rasa aman, rasa tenteram, dan rasa keadilan serta terjaminnya kebebasan mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab bagi seluruh rakyat. Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dapat dilihat dalam beberapa tahap antara lain: a. Repelita I (1969-1972), memberikan prioritas pembangunan pada sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian. b. Repelita II (1974-1979), memberikan prioritas pembangunan pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. c. Repelita III (1979-1984), menitik beratkan pembangunan sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi.

d. Repelita IV (1984-1989), menitik beratkan pembangunan sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun ringan yang akan terus dikembangkan dalam repelita-repelita selanjutnya. e. Repelita V (1989-1994), menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan. Pada Juni 1968, Soeharto mendorong rakyat untuk meninggalkan pertentanganpertentangan politik dan agama, sehingga dapat dicapai stabilitas nasional yang merupakan syarat mutlak bagi pelaksanaan pembangunan. Dalam pidato yang membahas banyak topik didepan MPR pada malam peringatan Hari Kemerdekaan 1968, yang merupakan pidato

pertamanya sebagai presiden penuh,ia

menekankan

bahwa

pembangunan (perjuangan pembebasan rakyat dari kemelaratan) dilandaskan pada stabilitas, serta bahwa stabilitas harus didasarkan pada kesetiaan kokoh terhadap semangat UUD’45 yang menurut pemahama Soeharto tidak dapat diubah. Pembangunan yang berhasil, dalam pidatonya di Medan 1 September 1968, dilandaskan dan didahului oleh terciptanya stabilitas politik. 2. Menyederhanakan partai politik dalam kehidupan Partai pada masa pemerintahan Soeharto disederhanakan menjadi tiga kekuatan sosial politik saat itu, yakni; PPP (Partai Persatuan Pembangunan), terbentuk karena persamaan program, spiritual tanpa mengabaikan aspek material dalam pembangunan nasional pada tanggal 9 Pebruari 1968, yang mengadakan konsultasi dan koordinasi antar wakil-wakil NU, Parmusi, dan Perti, partai lainnya yaitu PDI (Partai Demokrasi indonesia), terbentuk karena persamaan program perjuangan dalam pembangunan

nasional pada tanggal 10 Januari 1973, dan GOLKAR (golongan karya) pada tanggal 20 Oktober 1964. 3. Melaksanakan pemilu sebagai wujud dari pembangunan demokrasi di negara Indonesia. Setelah tidak diselenggarakan selama 15 tahun sejak pemilu pertama pada masa pemerintahan Soekarno tahun 1955, dan untuk mewujudkan demokrasi Soeharto selaku mandataris MPR menyelenggarakan pemilu 1971 berdasarkan UUD 1945, yang merupakan barometer kemampuan bangsa didalam menyalurkan aspirasi rakyat secara demokratis dan realistis.

C. Sistem Pemerintahan Soeharto Terhadap masalah ideologi, Soeharto memperkuat dan memperluas gagasangagasan yang ia kembangkan pada tahun 1950-an. Dasar pemikiran Soeharto adalah ideologi Pancasila. Dalam sebuah pidato pada 15 April 1968, ia menegaskan bahwa mencoba-coba menggunakan dasar negara yang lain dari Pancasila atau menyelewengkan pelakasanaannya, hanya akan membawa malapetaka bagi seluruh bangsa. Menurut Soeharto, dalam berpolitik untuk Pancasila haruslah dipergunakan cara-cara Pancasila. Soeharto tidak sependapat Indonesia dengan penduduknya yang beragam suku dan keyakinnya dijadikan Negara Islam tetapi Soeharto juga tidak menghendaki negara sekuler, Soeharto tidak anti-Islam sebagai agama, tetapi menentang partai Islam. Walau demikian tidak semua gagasan partai Islam ditolak dimana proses lahirnya UU Perkawinan (UU No. 1 tahun 1974). Undang-Undang yang pertama memuat syariat Islam secara tidak langsung, melainkan sebagai sebuah negara yang melindungi Islam dan agama lain yang hidup dan berkembang di negara ini dengan menerapkan sistem

pemerintahan yang diterapkan Soeharto adalah sistem pemerintahan presidentil dengan menerapkan asas demokrasi Pancasila, yang dikenal dengan demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi yang mengadopsi dan menyerap kultur bangsa Indonesia dan agama yang dipeluk masyarakatnya. Demokrasi Pancasila berarti demokrasi kedaulatan rakyat yang dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila yang lainnya, yang penggunaannya harus disertai dengan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut keyakinan agama masingmasing, harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan harkat dan martabat manusia, harus menjamin dan memperkokoh persatuan bangsa, dan harus dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan sosial. Demokrasi Pancasila berpangkal tolak dari paham kekeluargaan dan gotongroyong. Demokrasi Pancasila bukan ditentukan oleh paksaan kekuatan, melainkan kebulatan mufakat yang dikedepankan sebagai hasil hikmah kebijaksanaan. Demokrasi Pancasila berusaha mencapai keserasian antara kepentingan individu dan masyarakat dan tidak membiarkan penindasan golongan lemah oleh golongan kuat baik melalui cara-cara ekonomi maupun politik. Dengan demikian masyarakat Pancasila sebagai masyarakat yang sosial religius, demokrasi Pancasila yang mengutamakan kepentingan rakyat dan bukan kepentingan golongan atau pribadi. Pada 1972, Soeharto menyatakan, sangat penting untuk meneruskan semangat’45 kepada generasi berikutnya agar menjadi panduan mereka dalam bersikap dengan tepat untuk mengembangkan persatuan bangsa.

BAB III ETIKA POLITIK SOEHARTO

A. Pengertian Etika Politik Kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos, yang berarti watak, tingkah laku seseorang. Dengan demikian etika berkaitan dengan kelakuan manusia. Akan tetapi kita perlu mengetahui bahwa etika tidak sama dengan moral atau moralitas. Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.32 Moralitas adalah sistem nilai mengenai bagaimana manusia harus hidup secara baik sebagai manusia. RF. Atkinson33 bahkan mendefinisikannya sebagai kumpulan keyakinan yang berlangsung dalam suatu masyarakat mengenai karakter dan perilaku, mengenai apa yang harus dilakukan oleh masyarakat atau mengenai tindakan yang harus dibuat untuk menjadi orang yang baik. Etika adalah ilmu kritis yang mempertanyakan dasar rasionalitas sistem-sistem moralitas yang ada 32

K. Bertens, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), cet. 6 Http://drveggielabandresearch.blogspot.com/2008/05/pengertian-etika-dan-jenis-jenis etika.html, Sabtu, 24 Mei 2008. 33

Perlu dibedakan antara etika politik dengan moralitas politisi: moralitas politisi menyangkut mutu moral negarawan dan politisi secara pribadi. Sebagaimana yang terdapat dalam sosok Soeharto, dalam banyak hal, sikap Soeharto mengikuti ajaran yang tetap menjaga jangan sampai kata-kata yang ia ucapkan menunjukkan reaksi keras atau kemarahan. Ia selalu berbicara dengan nada tenang dan datar yang sama sekali tidak menunjukkan emosi. Ia sering memakai kata-kata yang tidak pasti, diantaranya kata-kata seperti “saya rasa”, “barangkali” dan “mbok menawi”. (mungkin), yang bagi orang Jawa dianggap mencerminkan kesopanan. Orang Jawa biasanya tidak memberikan komentar atau menjawab secara langsung ketika ditanyakan sesuatu. Mereka merasa lebih baik memilih sikap yang tidak menantang. Seperti halnya dengan orang Jawa mana pun, pandangan hidup Soeharto dilandaskan pada dua hal, yaitu bahwa nasib memegang peranan yang sangat menentukan dalam segala situasi serta tindakan manusia dan bahwa bagi manusia, mengubah apa yang sudah ditakdirkan adalah suatu hal yang mustahil. Di kalangan masyarakat kita ada yang berpandangan bahwa di Indonesia, oarang Jawa itu seperti orang Inggris di kalangan masyarakat Eropa, karena orang Jawa yang tulen adalah mereka yang bersikap sangat santun dan berbudaya tinggi. Perkataan keras yang penuh emosi atau tingkah laku yang berlebihan dianggap kurang santun bagi orang Jawa.34 Etika Politik sebagai cabang dan ilmu filsafat lahir di Yunani pada saat strukturstruktur politik tradisional mulai ambruk yang memunculkan pertanyaan bagaimana seharusnya masyarakat ditata. Etika politik adalah perkembangan filsafat di zaman pasca

34

Retnowati Abdulgani-Knapp, Soeharto The Life and Legacy of Indonesia’s Second President, (Jakarta: Hasta Pustaka, 2007). Hal. 406

tradisional yang berfungsi dalam masyarakat mengenai tanggung jawab dan kewajiban pada prinsip-prinsip moral dasar tentang dimensi politis kehidupan manusia sebagai sarana kritik ideologi mengenai paham-paham dan strategi-strategi keabsahan yang mendasari penyelenggaraan suatu negara yang berkeadilan sosial35. Sebagaimana yang terdapat dalam etika politik Soeharto dengan prinsipnya yang terkenal , ”aja kagetan, aja gumunan, aja dumeh”, (jangan kagetan, jangan heran, jangan mentang-mentang), yang jadi pegangan selama hidupnya sejak kecil, terutama bagi mereka yang percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau ”nrimo melek”(jadilah orang yang sabar apapun yang terjadi terimalah, jangan mengeluh serta gunakan selalu kewaspadaan. Satu ajaran lain dari nenek moyang yang paling diyakininya adalah:”hormat kalawan gusti, guru, ratu, lan wong atuwo karo”, (percaya kepasa Tuhan Yang Maha Esa, guru, pemerintah dan orang tua). Dari sudut nenek moyang orang Jawa etika yang dianut Soeharto dikenal sebagai Tri Dharma yaitu Rumongso melu bandarbeni, yang menjabarkan rasa kepemilikan dalam masyarakat, wajib melu bangrungkebi, yang mengacu kepada sebuah kewajiban untuk memelihara dan dan membela masyarakat, dan mulatsarira bangrasawani, yang berarti harus selalu sensitif. Maka sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti: 1. Pemisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan negara (John Locke) 2. Kebebasan berpikir dan beragama (John Locke) 3. Pembagian kekuasaan (John Locke, Montesquie) 35

Frans magnis Suseno, Etika Politik (Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern) , (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1987).

4. Kedaulatan rakyat (Rousseau) 5. Negara hukum demokratis/Republican (Kant) 6. Hak-hak asasi manusia (John Locke, dsb) 7. Keadilan sosial Etika politik digunakan membatasi, meregulasi, melarang dan memerintahkan tindakan mana yang diperlukan dan mana yang dijauhi. Etika politik yang bersifat sangat umum dan dibangun melalui karakteristik masyarakat bersangkutan amat diperlukan untuk menampung tindakan-tindakan yang tidak diatur dalam aturan secara legal formal. Jadi, etika politik lebih bersifat konvensi dan berupa aturan-aturan moral. Etika politik bukanlah suatu sistem politik yang berbelit. Secara sederhana, etika politik dapat diartikan sebagai sejumlah nilai luhur yang seharusnya diterapkan dalam perilaku politik para politisi. Hans Küng36 menyebut etika politik sebagai kewajiban hati nurani yang tidak difokuskan pada apa yang baik atau benar secara abstrak, tetapi pada apa yang baik dan benar dalam situasi yang konkrit". Di bidang politik, Machiavelli telah memproklamirkan pemisahan politik dan etika. Machiavelli menggaris bawahi bahwa etika satu-satunya dalam politik adalah kebaikan negara, mempertahankan negara dengan segala cara dan biaya. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti : 36

http://drveggielabandresearch.blogspot.com/2008/05/pengertian-etika-dan-jenisjenis-etika.html, Sabtu, 2008 Mei 24.

1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban

moral

(akhlak) 2.kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak 3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :

1. nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisa berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial. 2. kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik 3. ilmu tentang yang baik atau buruk.37 Lima Prinsip Dasar Etika Politik Kontemporer yakni: 1. Pluralisme Dengan pluralisme dimaksud kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya, untuk hidup dengan positif, damai, toleran, bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, dan adat budaya. Pluralisme mengimplikasikan pengakuan 37

Http://massofa.wordpress.com/2008/11/17/pengertian-etika-moral-dan-etiket/, 17November 2008.

terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, dan toleransi. Prinsip pluralisme terungkap dalam Ketuhanan Yang Maha Esa yang menyatakan bahwa di Indonesia tidak ada orang yang boleh didiskriminasikan karena keyakinan religiusnya. 38 Sebagai seorang Islam yang taat, Presiden Soekarno dan Soeharto mempelajari bagaimana Nabi Muhammmad SAW. Di zamannya memperhatikan problem-problem besar yang dihadapi umatnya secara lebih dalam daripada pemimpin-pemimpin lain di jaman itu. Nabi harus menyelidiki jauh secara dalam dan penuh siksaan ke dalam dirinya sendiri agar dapat memperoleh sebuah jalan keluar yang tidak hanya sesuai secara politis tetapi juga memuaskan secara spiritual. Islam adalah agama yang mengajarkan pengikutnya tentang kehidupan di dunia da akhirat. Kedua Presiden Indonesia ini merupakan penganut Islam moderat, yang mengikuti ajaran Qur’an bahwa tidak ada paksaan dalam urusan keimanan. Keutamaan yang paling penting dalam agama Islam adalah keadilan sosial. Tugas utama umat Islam adalah membangun sebuah masyarakat (ummah) yang penuh belas kasih, dimana diberlakukan pemerataan kekayaan yang adil. Bahkan, keprihatinan atas kesenjangan sosial selalu merupakan bagian inti dari visi dunia dilihat dari kacamata seluruh agama yang ada. 2. Hak Asasi Manusia Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti kemanusia yang adil dan beradab. Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan

38

Abdulgani, Soeharto The Life and Legacy of Indonesia’s Second President, Hal. 178

martabatnya sebagai manusia. Hak Asasi Manusia adalah hak yang paling mendasar yang dimiliki oleh setiap individu, sejak ia masih dalam kandungan ibunya sampai ia meninggal.39 Hak-hak asasi manusia adalah mutlak maupun kontekstual, yaitu: a. Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian negara, masyarakat, melainkan karena ia manusia, jadi dari tangan Sang Pencipta. b. Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, di ambang modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/ tradisi, dan sebaliknya diancam oleh negara modern. Hak asasi manusia sebagaiman terdapat pada Undang-undang subversi pada masa pemerintahan presiden Soeharto, ia menyatakan bahwa sesuai dengan UUD 1945 Presiden, sebagai mandataris MPR, memiliki kekuasaan tertinggi dengan bantuan Wakil Presiden dan menteri-menterinya. Presiden melaksanakan tugasnya sebagaimana disebutkan dalam UUD melalui GBHN. Karenanya, kedua Inpres No. 2/ 1996 dan Keppres No. 42/ 1996 berada dalam otoritas Presiden sebagai mandataris MPR. Kemudian ia menjelaskan bahawa tahapan-tahapan harus dilakukan dalam pembangunan Negara, sebagaimana diuraikan dalam setiap Repelita dan rencana negara jangka panjang untuk 25 tahun, ia mempunyai rencana membuat Indonesia menjadi negara industri yang kuat dengan sistem pertanian yang modern di akhir periode 25 tahun tersebut. Adalah penting bagi sebuah negara untuk dapat berkembang menjadi suatu negara industri. Tahap pertama yang harus diambil berkaitan dengan aktifitas manufaktur yang dapat menjaga pertaniannya; langkah kedua adalah memproses bahan mentah untuk

39

H. Hasan Basri, Pengantar Yusril Ihza Mahendra, Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Mihrab, 2004), Cet. 1.

produksi akhir; termasuk kebutuhan untuk membuat komponen-komponen mesin yang dibutuhkan negeri ini.40 3. Solidaritas Bangsa Solidaritas mengatakan bahwa kita tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Sosialitas manusia berkembang secara melingkar: keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, dan solidaritas sebagai manusia. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing. Masa pemerintahan Soeharto terkenal dengan seputar KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) salah satunya adalah mengenai seputar yayasan yang didirikannya, ia menjelaskan mengenai isu-isu seputar yayasan-yayasannya, ia yakin, akan dapat mempercepat pengentasan kemiskinan. Soeharto melihat perlunya sektor swasta agar membantu untuk mengurangi beban pemerintah dalam bidang kesejahteraan sosial. Inti dari program pembangunannya dalah membangun manusia Indonesia seutuhnya, dalam hal kekayaan materi dan kekayaan spiritual sebagaimana yang terdapat dalam pasal 33 UUD 1945 mengenai pendidikan.41 Soeharto berpendapat bahawa yayasan-yayasannya dibangun sesuai dengan surat keputusan notaris yang dikeluarkan oleh Departemen Kehakiman, dimana tercantum juga dengan jelas panerimaan manfaat yang akan dibantu dan tipe operasinya. Dana awalnya sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dalam sistem perbankan, karena bank dan intitusi keuangan lainnya wajib memberikan 5 % keuntungannnya setelah membayar pajak untuk kepentingan kesejahteraan sosial. 40

Abdulgani, Soeharto The Life and Legacy of Indonesia’s Second Presiden,).

Hal. 264 41

Ibid, hal. 266

Dari 5 % dana yang dikumpulkan, 2,5 % diberikan kepada Yayasan Supersemar dan 2,5 % diberikan kepada Yayasan Dharmais (separuh untuk beasiswa sekolah dan separuh lainnya untuk anak yatim). Pada tanggal 11 Oktober 1999, Jaksa Agung mengeluarkan instruksi untuk menghentikan investigasi karena tidak ada bukti yang ditemukan bahwa, dalam kapasitasnya sebagai ketua yayasan Soeharto terlibat dalam prakik korupsi, semuanya itu terjadi akibat dari ulah kroni-kroninya. Presiden Soeharto sengaja memilih orang-orang yang ia percaya untuk duduk di jajaran badan pengurus yayasannya. Mereka juga merupakan orang-orang yang mengerti konsepnya dan memiliki ide yang sama dengannya. Untuk itu ia bergantung kepada kroni-kroninya dan itu merupakan manifestasi nepotisme. Memang ia mengikuti filsafat Jawa bahwa mereka yang memberikan sumbangan sebaiknya tidak pamer ketika memberikan bantuan kepada orang lain, tetapi harus selalu ingat ketika kita mendapat bantuan dari orang lain. Ini sesuai dengan konsep kerendahan hati yang diajarkan di semua keluarga Jawa. Hanya ketika kritik dan salah pengertian yayasan muncul, barulah presiden Soeharto melihat pentingnya untuk bicara. Walaupun ia telah menjelaskan konsepnya mengenai yayasan dalam biografinya pada tahun 1988 masyarakat tidak mau lagi mendengarkan.42 4. Demokrasi Demokrasi merupakan prinsip kedaulatan rakyat menyatakan bahwa tak ada manusia, atau sebuah elit berhak untuk menentukan dan memaksakan (menuntut dengan ancaman) bagaimana orang lain harus hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran menyatakan, bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Demokrasi adalah kedaulatan rakyat atau 42

Ibid, hal, 269-277.

prinsip keterwakilan. Jadi demokrasi memerlukan sebuah sistem sebagai aspirasi rakyat terhadap elit politik. Sebagaimana Soeharto mendirikan yayasan Dakab untuk mendukung mesin politiknya, Golkar. Ketika semua organisasi sosial diminta untuk menerima Pancasila sebagai satusatunya azas, dimana ketika negara mencapai swasembada beras. Pada tahun 1964 Sekber Golkar adalah suatu kesatuan yang dimaksudkan tentara untuk menghadapi dan mencegah bangkitnya komunisme. Golkar menjadi mesin yang kuat dalam arena pemilihan umum pada masa itu. Golkar merupakan pisau dengan dua ujung: satu untuk menggalang pengaruh komunis dan satu lainnya untuk menjaga keutuhan UUD 1945 dan Pancasila. Yang satu ditujukan untuk masyarakat sipil untuk berperan aktif, dan yang satu lagi adalah tempat militer memainkan peran kunci. Golkar dibutuhkan untuk menjaga penyusupan komunis, terutama dalam peristiwa penting seperti pemilihan umum. Dalam masalah demokrasi, Soekarno dan Soeharto menerapkan demokrasi yang sesuai dengan kepribadian bangsa dan negara. Soekarno memperkenalkan Demokrasi Terpimpin dan Soeharto menggunakan Demokrasi Pancasila; kedua-duanya pada hakekatnya merupakan pembatasan atas liberalisme barat. Kedua Prsiden tersebut memegang pendirian bahwa setiap negara merdeka harus mempunyai tempat pijakan yang kokoh dalam percaturan kuasa yang lebih di atas yang lain, sehingga merasa berhak untuk mendiktekan pandangannya mengenai demokrasi dan hak-hak azasi manusia, apalagi memaksakan kehendak agar pandangan mereka harus diikuti. Pemaksaan atas sistem demokrasi yang mereka anut agar diterapkan di negara merdeka dan berdaulat yang lain sebenarnya sudah merupakan pelanggaran atas prinsip-prinsip

dasar demokrasi itu sendiri43 5. Keadilan sosial Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Maksud baik apa pun kandas apabila melanggar keadilan. Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana.44 Dalam kenyataan, keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Perlu diperhatikan bahwa ketidakadilan-ketidakadilan itu bersifat struktural, bukan pertama-pertama individual. Artinya, ketidakadilan tidak pertama-tama terletak dalam sikap kurang adil orang-orang tertentu (misalnya para pemimpin), melainkan dalam struktur-struktur politik, ekonomi, sosial, budaya, ideologis. Sebagaimana pada peristiwa Aceh, yakni Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Kejahatan HAM atas Muslim Aceh diawali oleh VOC Belanda, diteruskan oleh rezim Orde Lama Soekarno, dan ditindas lebih kejam lagi di masa kekuasaan Suharto. Bahkan di zaman Jenderal Suharto-lah, NAD yang sangat berjasa dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI, terutama dari segi finansial, sebab itu NAD juga disebut sebagai ‘Lumbung Uang RI’ dijadikan lapangan tembak dengan nama Daerah Operasi Militer (DOM), 1989-1998.45 Pasca berakhirnya penjajahan dan Indonesia dinyatakan merdeka, Aceh secara langsung atau tidak dinyatakan sebagai bahagian dari pada Republik Indonesia (RI) oleh foundernya. Dalam menghirup udara merdeka, para pemimpin Aceh yang terdiri dari kaum ulama mencoba mengelola Aceh dengan ketentuan Islam dan melaksanakan 43

Ibid, hal. 283-382. G. Dwipayana Nazaruddin Sjamsudin, Jejak Langkah Pak Harto 1 Oktober 1965-27 Maret 1968 , (Jakarta: PT. Citra Lamtoro Agung, 1991), hal. 181. 44

45

Http://thufailalghifari.multiply.com/reviews/item/91

Syari’at Islam di sana. Ternyata usaha tersebut tidak mendapatkan restu dari pihak RI di Jakarta kerana yang memimpin RI adalah orang-orang yang berlatar belakang nasionalissekularis. Kesan dari itu, kaum ulama bersama rakyat Aceh melawan RI dengan mengisytiharkan Darul Islam/Tentera Islam Indonesia (DI/TII) tahun 1953. Perlawanan tersebut memakan waktu lebih kurang sepuluh tahun lamanya dengan kerugian kedua belah pihak yang tidak terhitung jumlahnya. Akhirnya perlawanan yang cukup heroik dan unik tersebut berakhir dengan perdamaian dan pemimpin pemberontakan Teungku Muhammad Daud Beureu-eh diberikan penghormatan, kemuliaan dan dijemput dengan menggunakan pendekatan agama dan adat Aceh. Pasca Soeharto, Islam di Aceh tidak jauh beda. Hanya karena ada perlawanan GAM sajalah maka Indonesia memberikan Aceh menjalankan Syari’at Islam di sini lewat ketentuan Undang-undang No. 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Aceh dan Undangundang No. 18 Tentang Autonomi Khusus untuk Aceh. Ketika terjadinya perdamaian GAM dengan RI 15 Agustus 2005 ditambah lagi dengan Undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Yang terakhir masih diperdebatkan kalangan GAM karena ada sisi-sisi yang belum mengacu kepada MoU Helsinki sebagai patron dalam perdamaian GAM dengan RI.46 B. Sejarah Etika Politik Soeharto Sejak awal pemerintahan Soeharto menghindari politik Islam karena latar belakangnya sebagai seorang militer tulen. Terlebih pada masa itu militer masih trauma dan khawatir dengan pemberontakan-pemberontakan yang membawa ideologi Islam. 46

Http://ummahonline.wordpress.com/2007/02/26/melirik-perkembangan-acehpucuk-dicita-ulampun-tiba/?referer=sphere_related_content/

Seperti yang terjadi beberapa kali di zaman Soekarno berkuasa. Selain itu militer juga solid berada di belakang Soekarno ketika membubarkan Konstituante pada 5 Juli 1959 dan menyatakan kembali ke UUD 1945. Sidang konstituante sebelumnya berjalan alot, berlarut-larut dan dan gagal mencapai kata bulat soal asas negara. Partai-partai politik Islam di satu kubu memperjuangkan Islam sebagai ideologi negara, di kubu lain partai-parti nasionalis tetap bertahan dengan Pancasila, dengan kembali ke UUD 1945 maka asas negara adalah Pancasila.47 Untuk mencegah kembali menguatnya politik Islam, Soeharto tidak memberi pintu masuk kepada partai Masyumi, yang konsisten memperjuangkan asas Islam, untuk hidup kembali setelah dibubarkan oleh soekarno menjelang kejatuhannya. Soeharto tidak memberi izin kepada tokoh-tokoh Masyumi untuk menghidupkan kembali partainya dan faham komunis kembali hidup. Soeharto juga tidak ingin membiarkan Partai Nasionalis Indonesia (PNI) pada era Orde Lama pengurusnya dekat dengan kaum komunis, leluasa bergerak. Soeharto lebih memilih membersarkan sekretariat Bersama Golongan Karya, yang diisi oleh kalangan abangan dan militer, dengan harapan lebih mudah dikontrol. Disisi lain, Soeharto juga memerlukan dukungan dari kalangan Islam yang menjadi mayoritas penduduk negeri. Soeharto tidak menghendaki politik Islam bergema kembali, namun Soeharto membiarkan lahirnya satu partai baru berasas Islam, yakni Partai Muslim Indonesia (Parmusi) serta merangkul kalangan ulama dan politisi Nahdlatul Ulama (NU).

47

H. Ahmad Shahab, Biografi Politik Presiden RI. Ke-2 Soeharto Pembangunan dan Partisipasi, (Jakarta PT. Golden Terayon Press, 2008), hal. 211

Bagi Soeharto Islam hanya sekedar agama yang dianut oleh warganya . Ketidakstabilan politik yang berimbas kepada kestabilan ekonomi pada zaman Soekarno, Soeharto tidak ingin ideologi Islam dalam pentas politik nasionalis tumbuh subur. Baginya Islam boleh berkembang dan tumbuh subur sebagai sebuah kepercayaan, bukan sebagai ideologi partai politik. Soeharto menghindari keinginan untuk menjadikan Islam sebagai asas negara. Sebagaimana diperjuangkan oleh partai-partai Islam di masa pemerintahan Soekarno. Soeharto mensosialisasikan jargon “ politik no pembangunan yes”, yang menjauhkan rakyat dari politik dan menjadikan golkar sebagai satu-satunya agen pembangunan.48 Menjelang pertengahan 80-an sikap Soeharto terhadap pergerakan Islam bergeser dan mengakomodasi politik Islam. karena yakin Pancasila tidak akan diganggu-gugat sebagai asas tunggal dalam setiap sendi kehidupan nasionalis. Ini terlihat pada Munas Golkar tahun 1983. Akbar Tanjung sebagai mantan ketua umum HMI bersaing dengan Sarwono Kusumaatmaja dalam pemilihan sekjen Golkar. Soeharto naik ke kursi RI-1 sebagai presiden melalui proses sejarah yang sangat kontroversial, yaitu dengan keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Setahun kemudian , 27 Maret 1968, Soeharto resmi dilantik sebagai presiden kedua Indonesia, mengganti Soekarno, oleh Majelis Permuswyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).49 Itulah awal perjalanan panjang kekuasaan Soeharto selama 32 tahun di bawah panji Orde Baru. Setiap lima tahun muncul kebulatan tekad yang mendukungnya sebagai

48

G. Dwipayana dan Ramadhan KH, Soeharto, ”Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, (Otobiografi), (Jakarta: Lamtoro Agung Persada, 1989), hal. 337. 49

hal. 254.

Atmadji Sumarkidjo, Jendral M. Yusuf Panglima Para Jendral, (Jakarta: Hasta Pustaka, 2006),

calon tunggal presiden dan berturut-turut suara MPR terus mengukuhnya secara aklamasi, mulai pada sidang umum 1973, 1978, 1983, 1988, dan 1998. Soeharto sendiri merupakan prajurit yang setia mempertahankan bangsa Indonesia sebagai negara yang merdeka. Ia menjalankan dengan baik apa yang dibebankan oleh Soekarno dalam menumpas pemberontakan dan merebut kembali Irian Jaya dalam politik luar negeri.50 Golkar berperan besar dalam mendukung kekuasaan Soeharto selama 32 tahun. Soeharto sempat menyatakan untuk tidak dicalonkn kembali sebagai presiden pada periode 1998-2003. namun dengan dukungan kroninya, ia terus memilih menjadi presiden. Akumulasi kekecewaan rakyat yang memuncak, membuat pertahanan politiknya oleng. Masa jabatannya berakhir lewat pengunduran diri pada Mei 21 Mei 1998, dan menyerahkan tampuk kekuasaan kepada BJ Habibie. Pengunduran diri Soeharto menyusulnya terjadinya krisis moneter 1997, kerusuhan Mei 1998, tekanan politik dalam dan luar negeri, serta gelombang demonstrasi yang berpuncak pada pendudukan Gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa. Pada masa pemerintahannya, Soeharto menetapkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik sebagai pokok tugas dan tujuan pemerintahan. Ia tampil sebagai Bapak pembangunan yang mengesankan Indonesia makmur secara ekonomi dan jenderal besar yang represif.51 C. Memahami orang Jawa Yang disebut orang Jawa adalah mereka yang berbahasa ibu bahasa Jawa dan yang nenek moyangnya berasal dari Jawa Tengah dan JawaTimur. Orang Jawa pada 50

Antonie C.A. Dake, Sukarno File ”Berkas-berkas Soekarno 1965-1967” Kronologi Suatu Keruntuhan, (Jakarta: Aksara Taruna, 2005), hal 263. 51 Republika, Rabu, 30 Januari, 2008

umumnya membagi diri mereka ke dalam tiga kelompok sosial: wong cilik atau kaum miskin (sebagian besar dari mereka petani), yang sebagian dari mereka hidup di kota dengan mengandalkan pendapatan minimum; priyayi, yaitu para birokrat dan cendekiawan; dan kelompok bangsawan atau ndara. Orang Jawa tradisional sangat percaya pada kekuatan-kekuatan spiritual dan ritual keagamaan. Sebelum panen, melakukan perjalanan jauh, setelah menerima promosi dan pada setiap kesempatan, orang Jawa akan menyerahkan sesajen ketika mengingingkan dan menerima kebahagiaan cosmic. Mereka akan berkonsultasi dengan buku primbon untuk memilih waktu dan tempat yang terbaik untuk melaksanakan acara-acara penting. Bahkan para raja, ratu, presiden, dan perdana menteri tidak akan senang melakukan perubahan yang tidak sesuai dengan apa yang yang sudah ditentukan oleh pimbon. Soekarno juga percaya akan hal-hal semacam ini waktu memilih 17 Agustus 1945 untuk hari proklamasi Negara kita. Orang Jawa percaya bahwa legenda memainkan peran penting dalam mendidik dan mengembangkan pikiran anak muda. Pementasan wayang dengan cerita yang diambil dari cerita-cerita epik Hindu Ramayana dan Mahabarata menyampaikan nilai-nilai pemandu kehidupan kepada penontonnya. Mempelajari wayang merupakan hal yang penting apabila ingin memahami orang Jawa secara lebih mendalam.52 Bagi seorang Jawa, seorang pemimpin harus alus atau berbudi halus, elegen, bertutur-kata lembut, sopan, mudah beradaptasi dan sensitif, dengan kekuatan dari dalam sehingga mampu memberikan perintah secara tidak langsung dan sopan, yang dipermukaan tampak seperti merendahkan diri. Emosi-emosi seperti kebahagiaan,

52

Retnowati, Soeharto The Life and Legacy of Indonesia’s Second President,hal. 1-2.

kesedihan, kekecewaan, kemarahan, penyerahan, harapan dan rasa kasihan tidak seharusnya diperlihatkan di depan umum. Prsiden Soeharto

adalah salah satu orang

yang paling

hebat

dalam

mendemonstrasikan karakter alus ini, dan terutama, dalam hal penguasaan diri. Ketegangan pribadi dan sosial, konflik dan konfrontasi dengan sangat hati-hati akan dihindari oleh orang Jawa yang menganggap kerukunan atau keharmonisan sebagai sifat yang sangat pentinga. Hidup dalam harmoni berarti hidup dalam permufakatan, dalam kedamaian dan ketenangan tanpa konflik dan pertentangan, atau bersatu agar masyarakat dapat saling tolong-menolong satu sama lain.53 Soeharto telah banyak mempengaruhi sejarah Indonesia, dengan sikap dan tekad serta semangat perjuangan yang pantang menyerah. Soeharto menganut falsafah Jawa ”mikul dhuwur, mendhem jero” atau (carilah yang terbaik dari manusia dan cobalah untuk memaafkan kesalahan-kesalahan mereka yang kita hormati). Orang Jawa yang tulen adalah mereka yang bersikap sangat santun dan berbudaya tinggi. 54 Seperti yang diutarakan Alwi Shahab yang memaparkan bahwa kecenderungan kejawen Soeharto terlihat saat berpidato diberbagai tempat, Soeharto selalu mengutip dan menyerukan pemahaman falsafah Jawa”tepo seliro; mendhem jero, mikul dhuwur, tuturi andayani, lan biso rumongso ojo rumongso biso.55 Soeharto dikenal sebagai Tri Dharma, yaitu Rumongso melu bandarbeni, (rasa kepemilikan dalam masyarakat), wajib melu bangrungkebi, yang mengacu (kewajiban

53 54

Ibid, hal. 3. Dwipayana dan Ramadhan , Soeharto, ”Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, (Otobiografi),

hal. 439. 55

Republika, Rabu, 30 Januari, 2008

untuk memelihara dan membela masyarakat), dan mulatsarira bangrasawani, (selalu sensitif).56 Soeharto menggunakan keterbatasannya sendiri untuk memperbaiki pendidikan bagi mayoritas rakyat. Salah satu masalah yang penting bagi Soeharto yang membedakan dengan Soekarno adalah mengatasi masalah perekonomian. Soeharto tidak mengingkari bahwa Soekarno dan Hatta-lah adalah dua tokoh yang telah berjasa dalam memproklamirkan kemerdekaan bangsa, dan bahwa Soekarno dan Hatta-lah yang berhasil menanamkan harga diri dan jati diri bangsa Indoneasia yang merdeka. 57 Soeharto dianggap sebagai seorang yang berpandangan ke dalam dan pengenalannya tentang pemikiran Barat terbatas, disebabkan Soeharto berasal dari daerah pedesaan. Berbeda dengan Soekarno yang berasal dari perkotaan yang menerapkan demokrasi terpimpin yang beraliran komunis, Soeharto dengan menggunakan demokrasi gaya Indonesia yang diberi nama demokrasi Pancasila sebagai sistem tunggal yang harus diterima semua partai politik. Istilah terpimpin dan Pancasila yang digunakan oleh kedua presiden, membuktikan bahwa sistem demokrasi Barat tidak dapat diterima dan diterapkan begitu saja tanpa mengadakan penyesuaian dalam menjalankan pemerintahan. Soekarno memusatkan seluruh perhatiannya untuk persatuan dan kesatuan bangsa dengan mencoba kekuatan yang ada pada saat itu, yakni nasionalisme, agama dan komunisme (Nasakom). Dan tugas utama Soeharto adalah menghentikan inflasi yang sangat tinggi, mencegah agar rakyat tidak kelaparan dan secara jelas menggariskan program ekonomi untuk mengisi arti kemerdekaan. Dan segera membubarkan partai 56

Retnowati-Knapp Abdulgani, Soeharto The Life and Legacy of Indonesia’s Second President, (Jakarta: Hasta Pustaka, 2007), hal. 108 57 Ibid, hal 407

komunis. Sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Kemerdekaan adalah hak semua bangsa dan karenanya kolonialisme yang bertentangan dengan kemanusiaan dan rasa keadilan harus dihilangkan.58 1. Soeharto, Jawa, Santrinisasi Soeharto meninggalkan kontroversi pendapat semasa pemerintahannya. Pada awal Soeharto menjadi presiden, kondisi ekonomi dan sosial Indonesia sangat tidak stabil, sehingga terjadinya kemiskinan dan pergolakan sosial. Hanya dengan satu kalimat, Soeharto mampu menyederhanakan berbagai persoalan; penuhi berbagai kebutuhan rakyat Indonesia, yang kemudian menjadi landasan untk menata dan membangun Indonesia. Soeharto mempunyai pribadi unik. Satu sisi seorang militer yang keras dan disiplin, tapi di sisi lain seorang Jawa yang lembut dan penuh unggah-ungguh. Paduan sikap Soeharto ini sangat mewarnai pemerintahannya. Usaha keras Soeharto untuk mewujudkan kestabilan pemerintahan dalam batas-batas tertentu merupakan refleksi sikap kejawaannya yang tidak menyukai konflik terbuka. Sikapnya sebagai seorang Jawa yang akomodatif dan menyukai keselarasan hidup menjadikan pemerintahannya stabil. Pemerintahannya mampu merangkul tetanggatetangganya; Singapura, Malaysia yang pernah dimusuhi Orde Lama. Kedatangan Lee Kuan Yew dan Mahathir Mohammad ke Jakarta untuk bertemu Soeharto bukti bahwa kejawaan Soeharto yang menomorsatukan hidup selaras dan damai. 2. Islam di awal Rezim Soeharto Para pengamat sosial sering mempertentangkan antara Islam dan Jawa. Dalam kategori Clifford Geertz, terbagi dalam tiga kategori; santri, abangan dan priyayi. 58

Ibid, hal, 408

Soeharto dalam kategori Geertz berdasarkan masa kecilnya adalah orang abangan. Namun karena statusnya sosialnya yang tinggi, dengan menikah dengan Siti Hartinah, gadis keturunan priyayi Jawa, Soeharto masuk kategori priyayi. Yang namanya priyayi sulit beradaptasi dengan Islam.59 Ketika Soeharto menjadi presiden, umat Islam mengalami islamisasi birokrasi, disebabkan kultur Jawa identik dengan priyayi. Kondisi tersebut diperkuat pengaruh Nasakom dari pemerintahan Soekarno yang membagi masyarakat Indonesia menjadi tiga golongan; nasionalis, agama, dan komunis. Ketiganya menurut Soekarno, harus bergandengan tangan mempersatukan dan membesarkan Indonesia. Dalam prakteknya, penggolongan tersebut justru memecahbelah kehidupan keagamaan orang Jawa. Islam seolah-olah identik hanya dengan mendukung partai Islam, sedangkan golongan nasionalis dan komunis bukan Islam, yang menyebabkan jauhnya Islam dari birokrasi. Pada tahun 1960 dan tahun 1970-an, umat Islam terpinggirkan dalam birokrasi, termasuk militer. Menurut Samson, hubungan antara militer dengan birokrasi menjalin simbiosis mutualisme. Pada Rezim Soeharto semua kepala daerah dan menteri-menteri yang mengurusi masalah-masalah strategi berasal darai militer. Sehingga antara militerisasi dan birokrasi seakan-akan identik. Keduanya dalam. kategori budaya Jawa termasuk golongan priyayi yang menyebabkan sulitnya beradaptasi dengan Islam. 3. Perubahan Islam Marginalisasi golongan Islam dari birokrasi berubah ketika pemerintah menetapkan Pancasila sebagai asas tunggal. Pancasila menjadi dasar setiap kebijakan dalam langkah pemerintah, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Golongan abangan maupun 59

Republika, Selasa 29 Januari 2008, (Dalam artikel Alan Samson, Army and Islam in Indonesia)

priyayi mayoritas menganut Islam. Tempat ibadah umat Islam adalah mesjid sehingga menjalankan asas Pancasila. Di Golkar berdiri MDI (Majelis Dakwah Islamiyah) bagian dari Golkar yang bertugas menggolkarkan masa santri. Sehingga kyai dapat berhubungan erat dengan politisi Golkar dan birokrat yang mendorong santrinisasi birokrasi. Perpaduan Pancasila dan Golkarisasi membuat kategorisasi dikotomis santri dan abangan rontok, setelah Soeharto membentuk Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila yang usaha utanmanya membangun mesjid di daerah. Kepedulian Golkar pada Islam berakibat terbukanya akses bagi santri untuk masuk kedalam birokrasi. Kondisi ini semakin kuat setelah Soeharto mengizinkan Habibie dan kawan-kawannya membentuk Ikatan Cendekiawan Muslim se- Indonesia (ICMI).60 4. Soeharto Islam dan Indonesia Tidak bisa dibantah Soeharto adalah tokoh besar bangsa yang penuh kontroversi dan hubungan Soeharto dengan umat Islam juga penuh kontroversi.61 Pada pemilu 14971, Soeharto dan birokrasi pemerintah termasuk ABRI mendukung sepenuhnya Golkar yang menjadi kekuatan politik pendukung pemerintah. Dukunga itu dilakukan dengan cara kasar. Banyak aktifis NU dan ormasa Islam lain yang mengalami tindakan kekerasan dari aparat keamanan. Cara yang lebih halus yaitu dengan membentuk GUPPI untuk menarik sebagian tokoh dan warga NU ke dalam Golkar. Usaha tersebut bertujuan untuk mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara. Kemenangan Soeharto diukur dengan keberhasilan mempertahankan Pancasila (dalam 60

Ibid. John Echols dan Hassan Shadily, Kamus Iggris-Indonesia,( controversy adalah perdebatan, percekcokan) 61

penafsiran Soeharto). Pemilu, penyederhanaan partai menjadi tiga dan menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi orpol dan ormas, adalah medan pertempuran dari peperangan mempertahankan Pancasila. NU, Parmusi, PSII, dan Perti waktu itu masih mempertahankan Piagam Jakarta, yang bagi Soeharto dianggap membahayakan Pancasila, maka partai-partai Islam harus dikalahkan dengan segala cara, termasuk cara militer yang ternyata efektif. Soeharto tidak anti Islam sebagai agama, tetapi menentang partai Islam. Tidak semua gagasan partai Islam ditolaknya sebagaimana lahirnya UU Perkawinan (UU No. 1 tahun 1974) UU Pertama yang memuat ketentuan Syariat Islam secara tidak langsung. Soekarno pada akhir 1950-an tidak mampu untuk menggolkan RUU perkawinan. Pertarungan kekuasaan Soeharto bukan ditandai perlawanan sisa-sisa Soekarno melawan Soeharto. Bukan juga sebagai penghapusan pengaruh komunis serta perebutan wacana pembangunan ekonomi pragmatisme berhadapan dengan gagasan ekonomi nasionalisme, melainkan juga diwarnai dengan ketegangan negara sekuler dengan hasrat politik sisa kekuatan Masyumi dan Darul Islam(DI) sebagai partai modern. Masyumi memperjuangkan politik demokratis dengan warna Islam. Sementara DI berhasrat mendirikan negara Islam. Bagi Soeharto karena keterlibatan tokoh Masyumi dalam gerakan PRRI akhir 1950-an, kedua hasrta itu di persatukan.62 Sebagai konsekuensinya, politik Orde Baru hingga akhir tahun 1980-an bukan saja bersifat anti ideologi, melainkan juga mempraktekkan gagasan Snouck Hurgronye dalam menaklukkan Aceh: membiarkan kalangan Islam melaksanakan ibadah secara teknis dan memberangus setiap orang atau kelompok bergagasan politik Islam.

62

266.

Dake, Sukarno File ”Berkas-berkas Soekarno 1965-1967” Kronologi Suatu Keruntuha, hal.

Politik Orde Baru hingga akhir 1980-an pada hakekatnya adalah usaha memapankan sebuah negara sekuler melalui perlindungan angkatan bersenjata dan intelijen dengan legitimasi pembangunan ekonomi. Dan karena gagasan politik Islam tak sejalan dengan sekularisme negara pembangunan (developmental state) maka usaha yang dilakukan adalah mendorong proyek amalgamasi berbagai politik Islam pada 1980-an. Kelahiran Partai Persatuan Pembangunan , Partai Demokrasi Indonesia berlangsung dengan motivasi ini. Pada tahun 1989 , presiden Soeharto tampil demonstratif dengan simbol keislaman. Muncul di televisi membaca AL-Fatihah yang menggambarkan pergeseran politik Orde Baru.63 5. Soeharto, Negara, dan Politik Islam Jatuhnya Soeharto dari kekuasaannya yang digenggam selama 32 tahun pada Mei 1998, memberi angin segar bagi kehidupan politik Islam (gerakan politik berideologi Islam) di Indonesia. Setelah dimarginalkan selama Orde Baru yang militeris-birokratiksekuler, politik Islam kembali muncul. Puluhan partai politik berasaskan Islam lahir di awal era Reformasi, termasuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang kembali menggunakan asas Islam, sejak 1982 dipaksa oleh Soeharto untuk menerima asas tunggal Pancasila. Di sebabkan Soeharto pada masa kekuasaannya tidak memberi kesempatan bagi tumbuh suburnya politik Islam di Indonesia. Baru pada saat-saat kejatuhannya Soeharto lebih dekat kepada Islam. Bahkan dikalangan militer Soeharto di kenal sebagai hijau ketimbang merah-putih yang selalu memegang doktrin nasionalis. Kalangan pengamat

63

Republika, selasa, 29 Januari 2008.

memberi istilah pada kabinet pembangunan VII, yang merupakan kabinet terakhir kekuasaan Soeharto, sebagai kabinet ijo royo-royo. Menoleh kembali ke masa-masa awal kekuasaannya hingga ke detik-detik terakhir kejatuhannya, hubungan politik Islam dan rezim Orde Baru memang mengalami pasang-surut, walau banyak mengalami surutnya. Bila menelusuri lebih dalam lagi, hubungan tersebut dapat di kategorikan sebagai:64 1. Periode Pertama (1966-1979) Ditandai dengan konsolidasi negara Orde Baru yang diiringi dengan kebijakan yang represif terhadap Islam politik. Pada periode ini, yakni di masa-masa awal pemerintahannya, Soeharto melihat Islam politik sebagai ancaman terhadap kekuasaan politiknya. Meminjam ungkapan pengamat politik R. William Liddle, Soeharto melihat Islam sebagai Political enemy number two sesudah komunis, dan karena itu layak disebut sebagai ekstrem kanan. Pada masa ini, hubungan antara negara dan Islam politik diwarnai dengan rasa saling curiga dan ketidakpercayaan yang tinggi antara pemerintah dan umat Islam. Juga diwarnai perlakuan yang represif terhadap kekuatan Islam politik, terutama sikapnya terhadap para mantan aktifis Partai Masyumi. 2. Periode kedua (1979-1989) pada periode ini diwarnai dengan pemerkuatan hegemoni ideologi negara Pancasila dan eliminasi Islam politik. Dalam periode ini, negara Orde Baru selain melakukan tafsiran otoriter terhadap Pancasila sebagai ideologi, juga memberlakukan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi partai politik dan akhirnya juga ormas keagamaan. 64

Ibid.

Akibatnya adalah sebuah ketegangan dan konflik politik yang tajam antara negara dan kekuatan Islam politik. Kelompok-kelompok Islam terbagi menjadi dua, yakni mereka yang bersikap akomodatif dan pragmatis terhadap kemaun politik Orde Baru dengan menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas. Yang lain adalah mereka yang menolak asas tunggal Pancasila dengan segala konsekuensinya. Di antara mereka ada yang melakukan perlawanan dengan keras terhadap kebijakan politik ini, sehingga terjadilah peristiwa Tanjung Priok pada 12 September 1984 yang mengakibatkan terjadinya korban jiwa dan musnahnya harta benda. Dalam gerak Islam politik juga ditandai dengan naiknya kelas menengah santri baru yang sangat committed terhadap dakwah Islam dengan strategi pengembangan Islam kultural. Naiknya kelas menengah santri membawa dampak yang signifikan dalam hubungan antara Islam dan negara pada periode sesudahnya 3. Periode ketiga (1989-1993) ditandai denganperubahan yang signifikan atas kebijakan politik negara Orde Baru yang amat akomodatif terhadap Islam politik. Pada periode ini, negara memberikan konsesi politik terhadap umat Islam dalam bentuk pemberian dukungan politis, memfasilitasi, dan menginstitusionalisasi kepentingan Islam politik. Di antaranya adalah dukungan terhadap berdirinya lembaga-lembaga seperti ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), BMI (Bank Muamalat Indonesia), dan Asuransi Takaful. Sebagai akibat dari kebijakan politik ini, negara Orde Baru dengan pimpinan Soeharto mendapatkan dukungan dan legitimasi politik yang kuat, terutama dari kelas menengah santri baru yang umumnya punya hubungan ideologis dan berlatar belakang ormas-ormas Islam dalam kelompok modernis, terutama HMI (Himpunan Mahasiswa

Islam), KISDI (Komite Indonesia Untuk Solidaritas Dunia Islam), dan DDII (Dewan Dawah Islam Indonesia). Namun sebagai akibat dari negara dan kelompok Islam modernis ini, Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) yang wakyi itu menjadi Ketua umum PBNU dan juga kekuatan-kekuatan nasionalis sekuler lainnya melakukan oposisi terhadap Soeharto dan rezim Orde Baru.

4. Periode keempat (1993-1998) Ditandai dengan kebijakan negara Orde Baru yang melakukan kooptasi terhadap Islam politik. Dalam periode ini, Soeharto dengan Orde Baru dengan sadar melakukan kontrol yang terkendali terhadap kekuatan Islam politik. Terutama setelah melihat akomodasi yang diberikan terhadap kelompok Islam modernis tidak seluruhnya mampu mengerem suara-suara kritis dan bahkan oposisi terhadap kepemimpinan politiknya.65 Bahkan, di dalam tubuh ICMI sendiri, muncul sikap dan pandangan politik yang secara terbuka mengkritisi kebijakan politiknya yang mulai digerogoti oleh KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme) yang mengkawatirkan. Terutama sekali sepak terjang para tokoh yang oleh Adam Schwartz tergolong dalam kategori the real ICMI, semacam Amin Rais, Nurcholis Madjid, Bintang Pamungkas sulit diterima oleh Soeharto. Maka yang terjadi semacam koreksi terhadap ICMI dengan pencoretan sejumlah nama calon tertentu anggota MPR yang diusulkan o0leh pengurus ICMI yang diketua oleh BJ. Habibie yang dekat dengan Soeharto.66

65 66

Ibid. Dwipayana dan Ramadhan , Soeharto, ”Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, (Otobiografi),

Tokoh-tokoh ICMI M. Dawam Rahardjo dan Adi Sasono yang sebelumnya masuk dalam daftar calon anggota MPR konon menghilang setelah adanya seleksi politik dari pimpinan Orde Baru. Puncaknya adalah ketika Amin Rais yang pada saat itu menjadi ketua Dewan Pakar ICMI, mundur (menurut versi Amin ia dipaksa mundur) dalam jajaran kepengurusan ICMI. Sejak saat itu yang terjadi adalah pergeseran riil dari kebijakan yang akomodatif menuju ke arah apa yang disebut dengan state sponsored political Islam. Dengan ciri pokok subordinasi total atas format, orientasi dan implementasi Islam politik ke dalam kepentingan dan kontrol penuh negara. State sponsored political Islam sudah semakin kuat, tetapi tideak dapat membendung barisan gerbong reformasi yang makin panjang dengan para mahasiswa sebagai kekuatan utamanya. Keadaan sudah tidak terbendung lagi, dan kekacauan politik meluas setelah terbunuhnya mahasiswa Trisakti. Reformasi mengakhiri rezim Orde Baru. Soeharto menyatakan mengundurkan diri sebagai presiden pada 21 Mei 1998, kemudian digantikan oleh BJ. Habibie yang juga merupakan mantan ketua umum ICMI. D. Prinsip-prinsip Etika Politik Soeharto Dalam kehidupannya, karakteristik Soeharto kental diwarnai filosofi Jawa yang memegang prinsip ”aja kagetan, aja gumunan, aja dumeh”, (jangan kagetan, jangan heran, jangan mentang-mentang) yang jadi pegangan Soeharto selama hidupnya sejak kecil sebagai seorang Jawa. Bagi mereka yang percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa67, prinsip ini pula yang dijadikannya sebagai pegangan pada masa pemerintahannya dengan memberlakukan prinsip dan berpegang teguh dalam melaksanakan tugas MPRS antara hal. 538-539.. 67 Ibid, hal.13.

lain: 1. Menegakkan hukum (yang rumusan filosofis Pancasilanya terdapat dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang terdiri dari lima sila, yaitu: a. Ketuhanan Yana Maha Esa b. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab c. Persatuan Indonesia d. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan e. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia 2. Menegakkan konstitusi (mengatur negara Republik Indonesia beserta seluruh unsurunsurnya, yaitu, rakyat, wilayah, dan pemerintah). 3. Menegakkan demokrasi68. (Demokrasi yang dijalankan adalah demokrasi Pancasila yang norma-norma pokoknya hukum-hukum dasarnya telah diatur dalam UndangUndang Dasar 1945. Prinsip demokrasi Pancasila yaitu mendahulukan kepentingan rakyat mendahulukan kepentingan bersama mendahulukan kebenaran dan keadilan sehingga kebulatan mufakat dapat tercapai69. Syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam membangun suatu bangsa bahwa ia harus diletakkan diatas pemurnian Pancasila, pemurnian pelaksanaan asas dan sendisendi UUD 1945, pelaksanaan seluruh jiwa dan semangat dari Ketetapan-ketetapan MPRS, bersih dari unsur-unsur G-30-S/PKI, serta perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan. Soeharto juga menjelaskan tentang pokok-pokok pada masa pemerintahannya,

68

Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan Dan Pengamalam Pancasila (BP-7) Pusat, Bahan Penataran P-4 Pancasila, (Perum Percetakan Negara RI, 1996). 69 Dwipayana dan Ramadhan, Soeharto Pikiran Ucapan dan tindakan Saya (otobiografi), hal. 226.

yaitu: 1. Tujuan jangka panjang yang meliputi dalam negeri yaitu, masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dalam wadah negara kesatuan RI, di luar negeri meliputi, ikut mewujudkan ketertiban dunia berdasarkan pada kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 2. Tujuan jangka pendek yaitu, terwujudnya tugas dan program Kabinet Ampera yang mempunyai 2 sasaran pokok, yaitu terselenggaranya pemilihan umum dan tersedianya bahan-bahan pokok yang dibutuhkan oleh rakyat70.

70

Dwipayana Nazaruddin Sjamsudin, Jejak Langkah Pak Harto 1 Oktober 1965-27 Maret 1968, hal. 128 &214.

BAB IV TINJAUAN ISLAM TENTANG ETIKA POLITIK SOEHARTO

A. Politik Soeharto Dalam bersikap Soeharto mengikuti ajaran yang tetap menjaga jangan sampai kata-kata yang ia ucapkan menunjukkan reaksi keras atau kemarahan. Ia selalu berbicara dengan nada tenang dan datar yang sama sekali tidak menunjukkan emosi. Ia sering memakai kata-kata yang tidak pasti, diantaranya kata-kata seperti “saya rasa”, “barangkali” dan “mbok menawi”. (mungkin), yang bagi orang Jawa dianggap mencerminkan kesopanan. Orang Jawa biasanya tidak memberikan komentar atau menjawab secara langsung ketika ditanyakan sesuatu. Mereka merasa lebih baik memilih sikap yang tidak menantang. Seperti halnya dengan orang Jawa mana pun, pandangan hidup Soeharto dilandaskan pada dua hal, yaitu bahwa nasib memegang peranan yang sangat menentukan dalam segala situasi serta tindakan manusia dan bahwa bagi manusia, mengubah apa yang sudah ditakdirkan adalah suatu hal yang mustahil. Di kalangan masyarakat kita ada yang berpandangan bahwa di Indonesia, oarang Jawa itu seperti orang Inggris di kalangan masyarakat Eropa, karena orang Jawa yang tulen adalah mereka yang bersikap sangat santun dan berbudaya tinggi. Perkataan keras yang penuh emosi atau tingkah laku yang berlebihan dianggap kurang santun bagi orang Jawa.71

71

Retnowati Abdulgani-Knapp, Soeharto The Life and Legacy of Indonesia’s Second President, (Jakarta: Hasta Pustaka, 2007). Hal. 406

Sebagaimana yang terdapat dalam etika politik Soeharto dengan prinsipnya yang terkenal , ”aja kagetan, aja gumunan, aja dumeh”, (jangan kagetan, jangan heran, jangan mentang-mentang), yang jadi pegangan selama hidupnya sejak kecil, terutama bagi mereka yang percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau ”nrimo melek”(jadilah orang yang sabar apapun yang terjadi terimalah, jangan mengeluh serta gunakan selalu kewaspadaan. Satu ajaran lain dari nenek moyang yang paling diyakininya adalah:”hormat kalawan gusti, guru, ratu, lan wong atuwo karo”, (percaya kepasa Tuhan Yang Maha Esa, guru, pemerintah dan orang tua). Dari sudut nenek moyang orang Jawa etika yang dianut Soeharto dikenal sebagai Tri Dharma yaitu Rumongso melu bandarbeni, yang menjabarkan rasa kepemilikan dalam masyarakat, wajib melu bangrungkebi, yang mengacu kepada sebuah kewajiban untuk memelihara dan dan membela masyarakat, dan mulatsarira bangrasawani, yang berarti harus selalu sensitif.

B. Politik Islam Dalam Islam masalah politik adalah sesuatu yang sangat penting, dimana politik adalah kekuatan umat Islam Indonesia yang memakai Islam sebagai ideologi perjuangan menentang kezaliman serta membentuk sebuah negara hukum yang memiliki prinsipprinsip umum yaitu, prinsip kekuasaan sebagai amanah, prinsip musyawarah, prinsip keadilan, prinsip persamaan, prinsip pengakuan dan perlindungan setiap hak-hak asasi manusia, prinsip keadilan bebas, prinsip perdamaian, prinsip kesejahteraan, prinsip

ketaatan rakyat.72 Dalam Islam, politik itu dikenal dengan istilah “siayasah atau siayasat” yang mengandung arti mengatur, mengurus atau membuat kebijaksanaan dalam literatur Islam. Sebagaimana dikemukakan Ibnu al-Qayyim yang dinukilkannya dari Ibnu ‘Aqil ”siyasat adalah setiap langkah perbuatan yang membawa manusia dekat kepada kemaslahatan dan terhindar dari kerusakan, walaupun Rasul tidak menetapkannya dan Allah tidak mewahyukannya”. Sedangkan Khallaf mendefinisikannya sebagai “pengolahan masalahmasalah umum bagi negara Islam yang menjamin terealisasinya kemaslahatan dan terhindar dari kemudharatan dengan tidak melanggar ketentuan syariat yang umum yang tidak bertentangan dengan substansi ajaran dasar dan pokok syariat Islam. 73 Perbedaan keduanya adalah terletak pada sistem pemerintahannya dan memiliki persamaan yaitu melaksanakan pemerintahannya berdasarkan prinsip. Etika politik Soeharto tidak berlawanan dengan Hukum Islam. Di karenakan dalam membentuk sebuh pemerintahan diperlukan sebuah nilai etika maupun moral dalam pembentukan sebuah negara, yang penting adalah substansinya, artinya nilai-nilai yang terkandung sesuai dengan prinsip-prinsip dalam al-Qur'ân seperti, musyawarah (syûrâ), keadilan ('adâlah), persamaan (musâwah), hak-hak asasi manusia (huqûq al-adamî), perdamaian (shalâh), keamanan, sehingga pelaksanaannya dapat direalisasikan dalam konteks bernegara. C. Prinsip-prinsip Etika Politik Dalam Islam Persoalan etika politik adalah sesuatu yang sangat penting dalam Islam, karena berbagai alasan. Pertama, politik itu dipandang sebagai bagian dari ibadah, dalam arti 72

Prof. D.r. Muhammad Tahir, Azhari, S.H, Negara hukum (Suatu studi tentang prinsipprinsipnya dilihat dari segi hukum Islam, implementasinya pada Periode Negara Madinah dan masa kini) , (Jakarta: Prenata Media, 2003) 73 J. Suyuti Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau Dari Pandangan Al-Quran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), cet., ke-1, edisi ke-1, hal. 8.

luas. Karena itu harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip ibadah, misalnya, dalam berpolitik harus diniatkan dengan lillahi taala. Dalam berpolitik, kita tidak boleh melanggar perintah-perintah Allah, karena pelanggaraan terhadap prinsip-prinsip ibadah dapat merusak kesucian politik. Kedua, etika politik dipandang sangat perlu dalam Islam, karena politik itu berkenaan dengan prinsip Islam dalam pengelolaan masyarakat. Dalam berpolitik sering menyangkut hubungan antarmanusia, misalnya saling menghormati, saling menghargai hak orang lain, saling menerima dan tidak memaksakan pendapat sendiri. Itulah prinsipprinsip hubungan antarmanusia yang harus berlaku di dalam dunia politik.74 Selain itu, keberadaan masyarakat dan negara merupakan hal yang sangat penting dan mutlak dalam Islam. Karena itu, para ahli fikih politik Islam mengemukakan adalah suatu kewajiban bagi orang Islam untuk mendirikan negara. Dengan adanya negara bisa diciptakan sebuah keteraturan kehidupan masyarakat yang baik, sehingga pada gilirannya umat Islam bisa menyelenggarakan ibadah-ibadahnya dengan baik pula. Selama beberapa tahun sepeninggal Rasulullah, umat Islam mengalami beberapa model kepemimpinan, antara lain, kepemimpinan model khilafah dan dinasti. Belakangan ini, dinamika politik semakin berkembang, dan muncul bentuk-bentuk negara, seperti republik, aristokrasi, dan lain-lain. Dinamika politik yang luar biasa itu didorong oleh semangat teologi Islam, yang menyebutkan.  

      ./01 )*+,- %'(  !"#$ %A'3D ABC#56 .=⌧? %3 789: ; 15< 23456 74

Azhari, Negara hukum, hal. 103

2175< 789F 23D E !"#$ ? MO$P5Q N J#KL,M H*I$ ?3G Y3Z[ X⌧ 65< TUV:W RS*#ML Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-nisa 4:59). Realitas politik dan adanya semangat teologi Islam tersebut mendorong para filosof dan para ahli etika politik Islam untuk membuat aturan-aturan pemilihan seorang pemimpin pemerintahan demi terwujudnya negara ideal, Al-Farabi dalam karyanya, AlMadiinah Al-Faadhilah, Ibnu Maskawih dalam bukunya Tahziib Al-Akhlak, dan AlMawardi dalam karyanya Al-Ahkaam Al-Shultaaniyah. Ini artinya, para pemikir Islam menyadari betapa Islam memperhatikan dalam menciptakan dan mengembangkan negara ideal.75 Memasuki abad 20 ini, umat Islam tetap dan terus dituntut untuk mendirikan sebuah negara ideal. Untuk merealisasikan tuntutan itu, umat Islam dihadapkan pada beberapa pilihan sistem politik, antara lain demokrasi. Demokrasi merupakan salah satu mekanisme untuk memilih seorang pemimpin. Meskipun beberapa negara Islam telah menjalankan proses demokrasi, dan belum berhasil, tetapi mekanisme demokrasi tetap diandalkan sebagai mekanisme yang baik. Sebab, di dalam mekanisme demokrasi terdapat sistem check and balance, memperkuat civil society, mewujudkan good governance, taushiyah, dan lain yang, selalu berproses dan membutuhkan kesabaran, ketangguhan, dan lainnya untuk bisa maju ke depan. Bahwa al-Qur'ân mengandung nilainilai dan ajaran yang bersifat etis mengenai aktifitas sosial politik umat manusia. Ajaran ini mencakup prinsip-prinsip tentang keadilan, persamaan, persaudaraan, musyawarah, 75

Ibid. 105

dan lain-lain. Untuk itu sepanjang negara berpegang kepada prinsip-prinsip tersebut maka pembentukan "negara Islam" dalam pengertian yang formal dan ideologis tidaklah begitu penting. Dalam Islam diperlukan seorang pemimpin untuk memerintah negaranya yaitu dengan sebutan khalifah sebagaimana posisinya sebagai pengemban amanah Allah SWT. Untuk mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya menurut ketentuanketentuan yang telah Allah gariskan. Prinsip-prinsip etika Politik dalam Islam ( nomokrasi Islam) itu antara lain:

1. Prinsip kekuasaan sebagai amanah BC⌧5< 2 *]F#6  \23D 5Q3D M_3`7a %A'3D ^ 1 ,-  ☺0I  2 \\1$ 7c G /,:☺50MW g ef  \23D N E:MI$3G

2⌧F  \23D 0 jkW3G G0hi Y3[ 1S#Km G ☺j⌧l Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S.An-Nisa 4: 58)

Apabila ayat tersebut dirumuskan dengan menggunakan metode pembentukan garis hukum sebagaimana diajarkan oleh Hazairin dan dikembangkan oleh Sayuti Thalib.76 Maka dari itu, ayat tersebut dapat ditarik dua garis hukum yaitu: pertama, 76

Hazairin, Hukum kewarisan Bilateral Menurut Al-Qur’an dan hadits, ( Jakarta: Timtamas,

1982), h.6-10. Sayuti Thalib, Hukum kekeluargaan Indonesia, ( Jakarta: UI Press 1985), hal. 3.

manusia diwajibkan menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya. Kedua, manusia diwajibkan menetapkan hukum dengan adil. Perkataan amanah yang dalam Bahasa Indonesia disebut amanat dapat diartikan pesan. Dalam konteks kekuasaan negara perkataan amanah itu dapat dipahami sebagai pendelegasian atau pelimpahan kewenangan dan karena itu kekuasaan dapat disebut sebagai mandat yang bersumber atau berasal dari Allah. Rumusan kekuasaan dalam nomokrasi Islam77 adalah78; kekuasaan adalah suatu karunia atau nikmat Allah yang merupakan suatu amanah kepada manusia untuk dipelihara dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan dalam AlQur’an dan dicontohkan oleh Sunnah Rasulullah. Kekuasaan itu kelak harus dipertanggung jawabkan kepada Allah. Dalam nomokrasi Islam kekuasaan adalah suatu karunia atau nikmat Allah, ia merupakan rahmat dan kebahagiaan baik bagi yang menerima kekuasaan itu maupun bagi rakyatnya. Kekuasaan harus selalu didasarkan kepada keadilan karena prinsip keadilan dalam Islam menempati posisi yang sangat berdekatan dengan taqwa   o   Mie p ocP"5 gF *]is\1 J#:t qr  Kh.VEDI$3G N $75< vr %A<  H*5 2 ?u⌧  0;IDey`$ wx #I a $: OS#3sML  vz3D N  iD\