unduh makalah lengkap - OPI LIPI

205 downloads 269 Views 1MB Size Report
Sepanjang sejarah dan di seluruh dunia, pendidikan memiliki dua tujuan besar, yaitu membantu ... rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk.
MENDIDIK ANAK CERDAS DAN BERKARAKTER INOVATIF DAN KEWIRAUSAHAAN E. Handayani Tyas [email protected] ABSTRAK Pendidikan karakter dilakukan dalam tiga tempat, yaitu rumah, sekolah, dan masyarakat/lingkungan. Orangtua, guru, dan masyarakat diharapkan dapat menjadi pelaku-pelaku pendidikan bagi anak bangsa yang memenuhi tiga kunci, yakni: (1) dasar pendidikannya adalah kasih sayang; (2) syarat teknisnya adalah saling percaya; dan (3) syarat mutlaknya adalah kewibawaan. Jika guru mendasarkan Kegiatan Belajar Mengajar nya (KBM) pada kasih sayang, maka transmisi nilai yang dirujuk menjadi suatu perilaku khas pada anak akan mudah untuk terwujud. Adapun syarat teknis, saling percaya maksudnya bahwa interaksi pembelajaran dalam pendidikan karakter yang dibangun oleh guru mensyaratkan adanya saling percaya antara guru dengan peserta didiknya, antara peserta didik dengan peserta didik, dan antara lingkungan pendidikan dengan peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa guru memiliki peran yang besar untuk memberikan keteladanan dalam mempercayai bahwa setiap anak adalah individu yang memiliki potensi yang harus difasilitasi oleh guru dan lingkungannya. Sedangkan syarat mutlak, kewibawaan maksudnya bahwa proses pendidikan karakter tidak akan terwujud (tidak menghasilkan kepemilikan karakter oleh anak) manakala guru diasumsikan tidak berwibawa di mata peserta didik. Cara membina karakter tidak dapat lagi dilakukan melalui hafalan, dogma atau indoktrinasi, melainkan harus lebih memperhatikan perilaku yang tak langsung dapat diamati dan bersifat intrinsik. Proses pembentukan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang khas yang ada pada orang yang bersangkutan, atau disebut faktor bawaan atau faktor endogen atau nature dan oleh faktor lingkungan atau eksogen atau nurture. Antara keduanya ada interaksi: manusia yang dapat mengubah/membentuk budaya lingkungan, tetapi lingkungan juga dapat membentuk karakter manusia (Jati Diri Bangsa, 2010). Hal tersebut terutama tumbuh dalam perilaku keteladanan yang secara tidak sengaja merasuk dalam kehidupan kejiwaan seseorang dan dialaminya dalam lingkungan terdekat, rumah dan sekolah.

Kata kunci: .Pendidikan, Peserta didik, Kecerdasan, Karakter, Inovatif, Kewirausahaan.

1

I. Pendahuluan Sepanjang sejarah dan di seluruh dunia, pendidikan memiliki dua tujuan besar, yaitu membantu orang-orang menjadi cerdas dan membantu mereka menjadi baik. Kata ‘baik’ di sini dapat didefinisikan dalam bentuk nilai-nilai moral yang memiliki kemanfaatan obyektif. Nilai-nilai yang mengakui martabat manusia dan mempromosikan kebaikan individu dan masyarakat. Menghargai diri sendiri, menghargai hak-hak dan martabat semua orang, dan menghargai lingkungan yang membuat semua kehidupan berkelanjutan. Tidak menyakiti apa yang seharusnya kita hargai, peduli terhadap diri sendiri dan orang lain, mengurangi penderitaan, dan membangun dunia yang lebih baik. Belakangan ini dunia diperhadapkan dengan struktur sosial yang kian memburuk, karenanya sekolah-sekolah menjadi tumpuan harapan untuk membangun karakter mulai anak-anak usia dini. Sekolah harus menyediakan pendekatan yang komprehensif, yang merangkul banyak hal, terhadap pendidikan nilai yang menggunakan semua tahap kehidupan sekolah untuk membantu perkembangan karakter seseorang. Perjalanan anak-anak kita masih relatif panjang, sehingga mungkin saja kita belum tahu apakah mereka berhasil nantinya. Oleh karena itu yang perlu kita (orangtua dan guru) lakukan adalah mempersiapkan segala sesuatunya terutama pendidikan dengan sepenuh hati, pikiran, jiwa dan raga, tentunya dengan satu harapan mereka kelak menjadi manusia yang mampu berpikir kritis, analitis, mandiri, bertanggung jawab dan jujur dalam ucapan, tutur kata dan tindakan. Sebagus apapun sebuah rancangan pendidikan karakter, akan lebih bagus jika manusianyalah yang harus terlebih dahulu berkarakter. Seperti apa itu yang dimaksud dengan manusia yang berkarakter? Karakter biasa ditulis dalam bahasa Inggris dengan character, yang dimaknai sebagai budi (pekerti), perangai, pembawaan (pengertian yang cukup dekat dengan kata ‘sifat’- ‘watak’); sedangkan makna ‘sifat’ adalah rupa, tanda lahiriah dan ‘watak’ adalah sikap batin manusia yang memengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, tabiat, berkepribadian dan bertingkahlaku. Karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, watak dan tabiat (Kamisa, 1997:281); sedangkan Erie Sudewo (2011:11) mengatakan bahwa karakter merupakan kumpulan dari tingkah laku baik dari seorang anak manusia dan tingkah laku ini merupakan perwujudan dari kesadaran menjalankan peran, fungsi, dan tugasnya mengemban amanah dan tanggung jawab. Penulis lain, Sijabat (2011:1-2) menyamakan antara karakter dan watak, beliau mengatakan bahwa watak adalah sifat, tabiat, atau kebiasaan dalam diri dan kehidupan manusia, yang sudah begitu tertanam dan berurat akar serta telah menjadi ciri khas diri kita sendiri (personalitis). 2

Melalui pendidikan, anak dapat belajar untuk mengetahui apa saja hal baik dan hal buruk, apa saja yang boleh dilakukan dan apa saja yang tidak boleh dilakukan, karena memang pendidikan merupakan pembentukan yang dilakukan oleh orang lain di luar diri anak yang bertujuan untuk membentuk dan atau mengubah peserta didik. Mengubah dari yang tidak tahu menjadi tahu, mengubah dari yang tidak baik menjadi baik, dan mengubah dari yang sudah baik menjadi lebih baik lagi, baik dari sisi ranah kognitif, afektif dan psikomotoriknya.

II. Tujuan Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui tulisan ini tentu selaras dengan yang dimaksud oleh UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, yang pada Pasal 3 mengatakan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional tersebut menyiratkan bahwa melalui pendidikan hendak diwujudkan peserta didik yang berkembang secara optimal dan utuh antarberbagai aspek kecerdasan: intelektual, emosional, spiritual, dan kinestetika. Sesungguhnya pendidikan itu mempunyai tugas mulia (mission sacre) terhadap individu peserta didik, yakni membangun dan menumbuh-kembangkan pribadi yang memiliki ilmu pengetahuan, meningkatkan kemampuan dan keterampilan teknikal, mengembangkan kepribadian yang kokoh dan membentuk karakter yang kuat. Anak yang cerdas dan kreatif memiliki kebiasaan yang selalu ingin tahu dan dapat menemukan sesuatu hasil dari imajinasinya, selalu menuangkan gagasannya secara inovatif. Melalui pembiasaan yang terus menerus akan membawanya kepada sikap mandiri dan bertanggung jawab, serta menyukai hal-hal kewirausahaan (entrepreneurship). Membangun sikap entrepreneur dan kemandirian anak cerdas dimulai dari lingkungan keluarga, kemudian ke lingkungan sekitar yang semakin luas, dan apabila pengelolaannya dilakukan secara konsisten dan akurat, maka akan terbentuk kepribadian yang positif melalui proses pembelajaran (learning process). Di tengah pergaulan masyarakat yang majemuk, diperlukan karakter yang inovatif agar manusia dapat survive dalam pergaulan sosial. Tidak selamanya tamatan sekolah atau perguruan tinggi harus mencari kerja, melainkan harus bisa menciptakan lapangan kerja. Mampu menyediakan pekerjaan baru hasil dari kreativitasnya. Menciptakan teknologi dan 3

mengubah persaingan pasar, termasuk pasar internasional yang sangat menarik dan menyediakan peluang kewirausahaan.

III. Metoda Adapun metoda yang dipakai dalam penulisan ini adalah studi kepustakaan dan berdasarkan experiential (belajar dari pengalaman). Hal ini didasari pemikiran bahwa, manakala teori dibawa/diterapkan ke dalam kenyataan terkadang terjadi kesenjangan. Oleh karena itulah diperlukan sebuah pengalaman yang kontekstual. Berani mencoba dan pantang menyerah ketika harus terjadi kegagalan.

IV. Hasil Melalui usaha gigih dan keteladanan para orangtua dan pendidik, diharapkan menghasilkan anak-anak yang cerdas, berkarakter inovatif, dan menjadi wirausahawan yang mandiri, bertanggung jawab, tangguh, dan saleh. Memiliki sifat toleransi yang tinggi, bersimpati dan empati terhadap sesama. Ibarat tanaman, ia perlu hidup di tanah yang subur, dipupuk dan disiangi/dirawat, cukup air dan sinar matahari, sehingga nantinya berbuah lebat. Hasil itu akan nampak apabila seseorang memiliki: 1. Kepercayaan diri, timbulnya rasa percaya diri tentu didahului dengan dipunyainya konsep diri dan harga diri yang jelas. 2. Keyakinan pada masa depan dari setiap usaha yang dilakukannya, untuk itu diperlukan komitmen tinggi, fokus, dan totalitas. 3. Keterampilan mengenali peluang, wirausahawan yang berhasil mampu melihat peluang di balik segala kesulitan. 4. Ketegasan dalam mengambil keputusan, bagi wirausahawan keterampilan membuat sebuah keputusan apapun resikonya adalah hal yang harus dilakukannya tanpa ragu-ragu. 5. Kepemimpinan, sebagai leader, wirausahawan harus mempunyai follower, menjadi panutan – perintis jalan – penyelaras - dan pemberdaya bagi orang yang dipimpinnya. Pendidikan karakter menurut Ratna Megawangi (2004:95), ‘sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya’. Definisi lainnya dikemukakan oleh Fakry Gaffar (2010:1), ‘sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu’. Dalam definisi tersebut, ada tiga ide pikiran penting, yaitu: 1) proses transformasi nilai-nilai, 2) ditumbuhkembangkan dalam kepribadian, dan 3) menjadi satu dalam perilaku. 4

Yang dimaksud dengan perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah), jadi tidak hanya sekedar suatu dogmatisasi nilai kepada peserta didik, tetapi sebuah proses yang membawa peserta didik untuk memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan dalam perilaku keseharian manusia, termasuk bagi anak. Pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang menggali kemampuan berempati terhadap orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Pendidikan karakter sangat penting untuk pembentukan manusia ‘seutuhnya,’ yakni manusia yang ‘taft’ yang mampu berkompetisi di era global. Adapun yang dimaksud manusia ‘taft’ adalah manusia yang memiliki kemampuan dan kecerdasan sosial seperti halnya kemampuan untuk beradaptasi dengan dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. “when wealth lost – is not lost, when health lost – something is lost, when character lost – all is lost” Pendidikan karakter sangat diperlukan manusia, agar kelak dapat bertanggung jawab terhadap lingkungan dan diri sendiri. Dalam pergaulannya manusia akan selalu berinteraksi dengan sesama manusia dan lingkungannya, ia harus mempunyai kecerdasan interpersonal yang baik, agar ia bisa belajar hidup bersama dengan manusia yang lain (learning to life together or learning with other). Tindakannya atau perilakunya dapat diterima di masyarakat karena tidak merugikan orang lain, tidak anarkhis, dan tidak menindas/kejam. Kalau kita mau menyiapkan anak-anak kita untuk cakap hidup di jamannya kelak, jangan biarkan mereka terperangkap dengan cara yang hanya bisa berpikir sesuai dengan yang telah diprogram (hafalan dan drilling), tidak kreatif, tidak kritis, tidak berani mengambil resiko, tidak proaktif, dan apatis. Anak-anak harus hidup di masa depan yang begitu dinamis, serba cepat berubah, sangat kompleks, dan penuh tantangan, serta mungkin saja sarat beban. Seperti kata Einstein, anak-anak adalah manusia, bukan well-trained dog! Selanjutnya Albert Einstein pernah memberikan warning, akan bahayanya sistem pendidikan yang terlalu menjejali anak dengan banyak mata pelajaran, yang menurutnya dapat membuat anak berpikir dangkal, dan menjadikannya bukan seorang yang independent critical thinker. Pada hakekatnya, manusia adalah makhluk yang bisa dididik dan juga bisa mendidik. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan pendidikan yang paling tepat untuk mulai membentuk dan membangun karakter manusia, karena anak usia 0 – 8 tahun merupakan usia emas (golden age), bahkan para ahli mengatakan kalau pendidikan karakter diawali sejak bakal anak masih dalam kandungan ibunya, pendidikan karakter itu sudah harus tertanam.

5

Usia dini merupakan usia yang paling penting dalam tahap perkembangan manusia, sebab usia tersebut merupakan periode diletakkannya dasar struktur kepribadian yang dibangun sepanjang rentang kehidupannya, karena perkembangan fisik dan mental mengalami kecepatan yang luar biasa. Pengalaman sangat penting, sebab dasar awal cenderung bertahan dan akan memengaruhi sikap dan perilaku anak, di samping itu dasar awal akan berkembang menjadi kebiasaan Unsur-unsur seperti: tanggung jawab, ketekunan, ketaatan, kesabaran, loyalitas, ketelitian, keramahtamahan, kepekaan, kedisiplinan, tepat waktu, ketertiban, toleransi, ketulusan, kebajikan, kebijaksanaan, keberanian, penguasaan diri, antusiasme, kehati-hatian, kemurahan hati, sikap hemat, rasa hormat, tahu berterimakasih, kreatif dan inovatif; senantiasa diimplementasikan sehingga dapat mewarnai kehidupan sehari-hari. Sebaliknya karakter negatif seperti pemarah, pemalas, defensif, kompulsif, depresif, manipulatif, egois, serakah, iri hati, penakut, penipu, pembohong, pembual, dan sejenisnnya semua bisa diubah melalui pendidikan. Pendidikan yang dimaksud dimulai dari keluarga, karena keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama yang dikenal sejak anak dilahirkan. Ibu, ayah, dan anggota keluarga lainnya merupakan lingkungan sosial yang secara langsung berhubungan dengan si anak. Keadaan keluarga sebagai bentuk lingkungan sosial termasuk dengan jumlah besar kecilnya anggota keluarga, keharmonisan keluarga, perlakuan ibu dan ayah terhadap seorang anak, sangat memengaruhi pembentukan dan perkembangan kepribadian seorang anak. Fungsi keluarga sebagai sarana penerus budaya dapat berkurang apabila hubungan orangtua dengan anak (hubungan emosional) tidak lagi mendalam karena berbagai tuntutan dan kebutuhan hidup. Pendidikan karakter dimulai dari rumah, karena rumah adalah lingkungan tempat anak dididik untuk yang pertama kalinya. Orangtua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Keluarga adalah masyarakat terkecil yang terdiri dari ibu, ayah dan anak. “Family is the basic unit of society”, kalimat tersebut dapat dimaknai bahwa institusi keluarga dalam sebuah masyarakat merupakan pondasi, apabila dasar itu rapuh maka rapuhlah masyarakat itu. Hal ini sesuai dengan kata bijak Confusius: ‘Apabila ada cinta dalam perkawinan, akan ada suasana harmoni dalam keluarga; ketika suasana harmoni tercipta dalam keluarga, maka akan ada kedamaian dalam masyarakat; apabila ada kedamaian dalam masyarakat, terciptalah kemakmuran dalam negara; apabila ada kemakmuran dalam setiap negara, maka akan ada kedamaian di seluruh dunia’. Suatu keluarga dapat dikatakan harmonis, jika ibu, ayah dan anak atau anak-anak dapat menerapkan nilai-nilai keluarga, keluarga demikian berada dalam situasi kondusif, ada kedamaian dan tercapai kebahagiaan. 6

Apabila setiap institusi keluarga damai, masyarakat menjadi damai dan negara juga akan menjadi negara yang damai, aman, makmur, sejahtera, dan terwujudlah masyarakat madani. Melalui pendidikan, anak terbentuk perilakunya, kebiasaan-kebiasaannya, good habits (melakukan kebiasaan berbuat baik), lewat pencontohan (example), penularan baik dari internal maupun eksternal. Orangtua dan guru adalah orang-orang terdekat bagi si anak, itulah sebabnya tepatlah yang diajarkan oleh tokoh pendidikan nasional Indonesia, Ki Hajar Dewantoro, dengan ‘ing ngarso sung tulodo – ing madyo mangun karso – tut wuri handayani’ (di depan menjadi teladan – di tengah membangun kehendak baik – di belakang memberikan dorongan/memotivasi). George Boggs meneliti (1997) tentang adanya 13 indikator keberhasilan seseorang dalam dunia kerja, yaitu (1) jujur, (2) tepat waktu, (3) bisa menyesuaikan diri dengan orang lain, (4) bisa bekerja sama dengan atasan, (5) menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik, (6) motivasi tinggi untuk memperbaiki diri, (7) percaya diri, (8) mampu berkomunikasi dengan menjadi pendengar yang baik, (9) mampu bekerja mandiri dengan supervisi minimum, (10) tahan terhadap stres, (11) mempunyai kecerdasan sesuai kebutuhan, (12) bisa membaca dengan pemahaman memadai, (13) mengerti dasar-dasar berhitung (Ratna Megawangi, 2007:129). Ternyata 10 dari 13 (77%) indikator tersebut adalah menyangkut karakter yang merupakan dominan otak kanan, dan sisanya (23%) yang menyangkut otak kiri, padahal orang menjadi kreatif apabila terjadi dialog antara otak kiri dan otak kanan secara seimbang. Sementara pelajaran di sekolah-sekolah Indonesia sampai kini masih dominan menggunakan otak kiri dan belum mengoptimalkan fungsi otak kanan, sangat disayangkan! Untuk lebih mudah memahami tentang nilai-nilai yang merupakan urat nadi nya karakter, berikut ini disajikan sebuah matrik yang berisikan nilainilai yang dianggap penting dalam kehidupan manusia yang cerdas dan berkarakter, sebagai berikut: Nilai yang terkait dengan diri sendiri Jujur Kerja keras Tegas Sabar Ulet Ceria Teguh Terbuka

Nilai yang terkait dengan orang/makhluk lain Senang membantu Toleransi Murah senyum Pemurah Kooperatif/mampu bekerjasama Komunikatif Amar maruf (menyerukan kebaikan) Nahi munkar (mencegah kemunkaran)

Nilai yang terkait dengan ketuhanan Ikhlas Ikhsan Iman Takwa Dan sebagainya

7

Visioner Mandiri Tegar Pemberani Reflektif Tanggung jawab Disiplin Dan sebagainya

Peduli (manusia, alam) Dan sebagainya

Sedangkan nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan menurut Indonesia Heritage Foundation (IHF), adalah: No Karakter 1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya (love Allah, trust, reverence, loyalty) 2. Kemandirian dan tanggungjawab (responsibility, excellence, self reliance, discipline, orderliness) 3. Kejujuran/amanah, bijaksana (truthworthiness, reliability, honesty) 4. Hormat dan santun (respect, courtesy, obedience) 5. Dermawan, suka menolong dan gotong royong (love, compassion, caring, emphathy, generousity, moderation, cooperation) 6. Percaya diri, kreatif dan pekerja keras (confidence, assertiveness, creativity, resourcarefulness, courage, determination and enthusiasm) 7. Kepemimpinan dan keadilan (justice, fairness, mercy, leadership) 8. Baik dan rendah hati (kindness, friendliness, humility, modesty) 9. Toleransi dan kedamaian dan kesatuan (tolerance, flexibility, peacefulness, unity) Sumber: Ratna Megawangi, 2004:95

V.

Kesimpulan Berpikir cerdas, kreatif dan inovatif mendorong seseorang untuk mampu berpikir keluar kotak (think out of the box). Dunia kewirausahaan semakin diminati, karenanya pada akhir tulisan ini, penulis menyarankan beberapa hal yang patut diperhatikan: 1. Gali terus segala informasi tentang caracara berwirausaha (pelajari ilmu ekonomi, produksi dan pemasaran, serta hukum). 2. Segeralah menentukan bidang usaha dan jenis produk termasuk barang dan jasa (akan lebih baik jika berangkat dari hobi). 3. Perhitungkan budget untuk memulai sebuah usaha (man – material –money - method - measurable). 4. Bikin jejaring yang luas (networking antarelasi dan klien/customer). 5. Kelola/alokasikan waktu sebaik-baiknya, karena waktu begitu berharga. 8

6.

Bersikap pantang menyerah (never ever give up), jujur, rendah hati, terbuka untuk mempelajari hal-hal baru, motivasi tinggi, serta berserah kepada Yang Maha Kuasa adalah kuncinya.

Fungsi pembentukan pribadi, terutama berkembangnya keutamaan intelektual, serta dampaknya bagi kehidupan sosial inilah yang membuat pendidikan karakter mendesak untuk dikembangkan sebagai strategi alternatif perbaikan kualitas bangsa. Sekolah mempunyai peranan besar dalam membentuk karakter anak bangsa dan sekolah berkewajiban menumbuhkan kemampuan/potensi peserta didiknya agar dapat berpikir kritis, analitis, menjadi pembelajar yang berkarakter inovatif, pembelajar yang tidak harus mencari kerja tetapi dapat menyediakan lapangan kerja (menjadi entrepreneur), pembelajar yang tidak sekedar memiliki motivasi internal dalam belajar, melainkan juga mampu memaknai berbagai macam pengetahuan yang diterimanya secara bijak, serta siap menjadi pembelajar seumur hidup (lifelong learning). Latihan: Buah semangka bulat dan semangka kotak dimuat dalam truk dari kebun ke pasar untuk di jual, mana yang kreatif dan lebih efisien?

Jakarta, 05.10.2011.

9

DAFTAR PUSTAKA Cleese, Jonh. 2011. Out of Our Minds: Learning to be Creative. United Kingdom: Capston Publishing Indratno, A. Ferry T (editor), Forum Mangunwijaya. 2007. Kurikulum yang mencerdaskan. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika Kesuma, Dharma, Triatna Cepi, Permana Johar. 2011.Pendidikan karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.Bandung: PT Remaja Rosdakarya Megawangi, Ratna. 2007. Semua Berakar pada Karakter. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sijabat, B.S. 2011. Membangun Pribadi Unggul Suatu Pendekatan Teologis terhadap Pendidikan Karakter. Yogyakarta: ANDI Offset Sudewo, Erie. 2011. Best Practice Character Building Menuju Indonesia Lebih Baik. Jakarta: Republika Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP – UPI. 2007. Ilmu Aplikasi Pendidikan: Pendidikan Disiplin Ilmu. Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama http://greensmk-smkn3tubancerdasberbudi.blogspot.com/2010/04/13karakter-penunjang-keberhasilan.html http://bulan-tsabit.blogspot.com/2011/03/sukses-dengan-kecerdasanemosional.html http://indonesia-educenter.net/content/view/87/107/

10