PERLINDUNGAN HUKUM USAHA KECIL MENENGAH ... ABSTRAK.
Pemberdayaan ekonomi usaha kecil dan menengah dilakukan Pemerintah
dengan ...
PERLINDUNGAN HUKUM USAHA KECIL MENENGAH DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA (PENELITIAN DI KOTA MEDAN)
TESIS
Oleh
MARLON HENRIKUS SIMANJORANG 047011041/MKn
S
C
N
PA
A
S
K O L A
H
E
A S A R JA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
PERLINDUNGAN HUKUM USAHA KECIL MENENGAH DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA (PENELITIAN DI KOTA MEDAN)
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
MARLON HENRIKUS SIMANJORANG 047011041/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Judul Tesis
:
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: : :
PERLINDUNGAN HUKUM USAHA KECIL MENENGAH DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA (PENELITIAN DI KOTA MEDAN) Marlon Henrikus Simanjorang 047011041 Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum) Ketua
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, .H.,M.S.,C.N) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N)
(Dr. T. Keizerina Devi Azwar,SH.,CN.,M.Hum) Anggota
Direktur
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Tanggal lulus : 13 Agustus 2007 Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Telah diuji pada Tanggal : 13 Agustus 2007
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum.
Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N. 2. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH.,CN.,M.Hum. 3. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum. 4. Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
ABSTRAK Pemberdayaan ekonomi usaha kecil dan menengah dilakukan Pemerintah dengan menetapkan beberapa peraturan yang memberikan fasilitas atau kegiatan mulai dari perkreditan sampai dengan memecahkan masalah pemasaran yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil. Sehingga perlu dikaji tentang bagaimanakah perlindungan hukum terhadap kegiatan usaha kecil dan menengah oleh Pemerintah Kota Medan, alternatif pemecahan masalah yang dilakukan pengusaha kecil dan menengah dalam menghilangkan kendala-kendala yang dihadapinya, dan peranan usaha kecil dan menengah dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis sosiologis, dan yang dijadikan populasi adalah seluruh pengusaha kecil menengah yang berada di bawah pembinaan Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Besar Kota Medan. Sedangkan responden 290 unit usaha dan informan sebanyak 5 orang. Alat pengumpulan data primer adalah pedoman wawancara dan studi dokumen, sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Analisis data dilakukan dengan cara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pengusaha kecil menghadapi berbagai kendala, sebagian pengusaha pasrah saja menghadapi kendala-kendala itu, dan sebagian lagi melakukan berbagai upaya dalam menghadapi kendala tersebut. Pola ideal perlindungan usaha kecil adalah penyederhanaan izin dan prosedur pengurusannya, peningkatan penyaluran kredit lunak oleh BUMN agar dapat dimanfaatkan oleh semua usaha kecil, dan usaha menengah dan besar perlu secara proaktif harus bermitra dengan usaha kecil di bawah bimbingan pemerintah. Sebagian pengusaha kecil yang mengalami kendala dalam pengelolaan usaha mereka, berkaitan dengan faktor-faktor modal, pengetahuan hukum dan kebijaksanaan pemerintah, kondisi birokrasi pemerintah, sarana pendukung dan latar belakang sosial budaya pengusaha bersangkutan. Kendala-kendala yang dialami pengusaha kecil dalam proses permohonan bantuan modal kepada pemerintah atau swasta berkaitan dengan kemampuan dan pengetahuan mereka tentang peraturan hukum dan kebijaksanaan pemerintah tentang usaha kecil. Banyak pengusaha yang tidak memiliki pengetahuan hukum dan di antara mereka ada yang mengganggap hal itu tidak begitu penting. Pengetahuan mereka banyak kaitannya dengan pengalaman, informasi dan pendidikan dan pelatihan itu merupakan landasan mereka mengembangkan usahanya. Dengan memberdayakan usaha kecil diharapkan usaha kecil menjadi tangguh, mandiri dan juga dapat berkembang menjadi dengan sendirinya akan meningkatkan produk nasional, kesempatan kerja, ekspor serta pemerataan hasil-hasil pembangunan yang ada pada gilirannya akan memberikan sumbangan yang lebih besar terhadap penerimaan negara. Selanjutnya, pemberdayaan usaha kecil akan meningkatkan kedudukan serta peran usaha kecil dalam perekonomian nasional yang sehat dan kukuh. Adanya keterbatasan modal dalam dunia usaha kecil mengakibatkan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
terbatasnya pendapatan, sehingga kemampuan untuk memupuk modal sukar berkembang. Oleh karenanya, pemberdayaan usaha kecil sedikit banyak tergantung pada tersedianya bantuan pembiayaan dan bank ataupun keuangan non-perbankan lainnya. Disarankan agar pemerintah dapat meningkatkan perlindungan usaha kecil menengah terutama di bidang perizinan, perkreditan, dan kemitraan agar usaha kecil itu menjadi lebih sehat dan pada gilirannya dapat berkembang menjadi usaha menengah bahkan usaha besar. Dan kepada Pemerintah Kota Medan diharapkan mengurangi atau memangkas birokrasi perizinan terutama dalam pemberian perizinan bagi para investor, agar tidak terjadi birokrasi yang berbelit-belit. Pemerintah Daerah hendaknya mampu melahirkan regulasi yang dapat mengacu pertumbuhan perekonomian yang mampu merebut investor PMA dan PMDN sekaligus memberdayakan investor lokal. Keberhasilan Pemerintah Daerah mengelola UKM dapat memberikan kontribusi lebih bagi keuangan daerah dan kehidupan ekonomi rakyat. Kata kunci: - Perlindungan hukum - Usaha Kecil dan Menengah
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
ABSTRACT Economic empowerment for small and medium business is implemented by the Government by establishing some regulations that provide various facilities or activities ranging from credit to problem-solving of marketing, that is the Laws No.9 of 1995 regarding Small Business and the Governmental Rule No.32 of 1998 regarding Promotion and Development of Small Business. Thus, it is needed to investigate how the implementation of legal patronage for small and medium business have by the Government of Medan City, alternatives for the problem-solving implemented by small and medium businessmen in dealing with the challenges at hand, and the role of small and medium business empowering community economy. The present study is descriptive analysis using a juridical sociology in which the population included all the small and medium businessmen owners under the guidance of Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Besar (Cooperation and Promotion of Large Scale Business) of Medan. The respondents included 290 business units and 5 informants. The method of primary data collection included interview and documentary study whereas the secondary data were collected by library study. The data was analyzed qualitatively. The facts findings showed that the small business owners faced various challenges, some of them submit it on their fate in dealing with the challenges, and others made various efforts to deal with the barriers. The ideal patronage pattern for small business included simplification of license and the arrangement procedures, increase in soft credit by BUMN (State Owned Enterprises) that can be used by all the small business, and even the medium and large business need to proactively make a partnership with the small business under direction of the Government. A great number of the small business have challenges in managing their business, related to capital factors, legal knowledge and government policy, condition of the government bureaucracy, supportive facilities and the socio-culture background of the individual owners. The challenges dealt with by the small business owners included application for capital-aid to the government or private related to the their capability and knowledge about regulatory rules and government policy regarding the small business. There are many business owners who have no legal knowledge and some of them assumed that they are not so important. Their knowledge is greatly related to their experience, information and education, and even the training is like their foundation in developing their business. By empowering the small business, it is expected that the small business would be stronger, independent and also may be developed to increase the national product, employment opportunity, export as well as distribution of the reached development results as large contribution to the national revenue. Furthermore, empowerment of the small business would increase the position and role of small business in the healthy and stronger national economy. The restriction of capital in small business caused the lack of capital so that the capability for capital growth becomes weaker. Therefore, the empowerment of small business Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
more or less depends on the availability of capital and bank or other non banking finance. It is suggested that the government should improve the patronage of small and medium business especially in providing license, credit, and partnership that the small business could become healthier and develop to be medium and larger business. And for the Government of Medan city, it is expect to reduce and cut the bureaucracy in license arrangement for investors so that the bureaucracy is not so complicated. The Local Government is used to produce regulations that could enhance the economic growth that should be able to approach foreign at domestic investments and even empowering the local investors. The success of the local government in managing the small and medium business is expected to make a larger contribution to the local government finance and economic life of the people. Keywords:
- Legal patronage - Small and medium business
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kekuatan jasmani dan rohani sehingga penulis telah dapat merampungkan penulisan Hasil Penelitian Tesis dengan judul “Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian di Kota Medan)”. Karya ilmiah dalam bentuk tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada Program Magister Kenotariatan , Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam penyusunan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, kami
mengucapkan
terima
kasih
secara
khusus
kepada
yang
terhormat
para Komisi Pembimbing: Bapak Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum., Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N., dan Ibu Dr. Keizerina Devi Azwar, S.H.,C.N.,M.Hum., atas kesediaan memberikan bimbingan dan petunjuk serta saran untuk kesempurnaan tulisan ini, berkat saran dan petunjuk beliau tulisan ini dapat memperoleh hasil yang maksimal. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan para seluruh Staf atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam penyelesaian pendidikan ini.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
2. Para Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Sekolah Pascasarjana khususnya para Dosen di Magister Kenotariatan. 3. Para Pegawai Pengajaran pada Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Ir. Binsar Situmorang, M.Si., MAP., selaku Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Medan. 5. Bapak H. Sulaiman, S.H., selaku Kabag Hukum Pemko Medan. 6. Bapak Poltak Situmorang, selaku Kabag Perekonomian Pemerintah Kota Medan 7. Bapak Panusunan Lubis, selaku Kasubbag Dokumenter Pemerintah Kota Medan 8. Bapak Drs. H. T. Basyrul Kumali, MM., selaku Kepala Bagian Deperindag Kota Medan. 9. Seluruh rekan-rekan di Sekolah Pascasarjana Magister Kenotariatan yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu memberikan dorongan dalam penyelesaian studi di Strata Dua ini. 10. Kepada yang mulia orang tua kami Ayahanda G. Simanjorang dan Ibunda T. Br. Sitanggang, serta Ibunda mertua R. Br. Situmorang, isteri tercinta Ir. Debora Br. Tamba, ananda tersayang Andreas Kevin dan Anastasya Kinsky yang selalu mendorong, memperhatikan dan memberi semangat dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Akhir kata penulis mohon maaf apabila ada tutur kata dan sikap penulis yang tidak berkenan pada Bapak dan Ibu sekalian selama mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, semoga kita selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin.
Medan, Juli 2007 Penulis,
Marlon Henrikus Simanjorang
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
II.
III.
Identitas Pribadi Nama
:
Marlon Henrikus Simanjorang
Tempat/Tgl. Lahir
:
Tapanuli Utara / 28 April 1965
Status Pernikahan
:
Menikah
Alamat
:
Jl. Batu Tulis No. 53 Sei Putih Barat Medan.
Nama Ayah
:
G. Simanjorang
Nama Ibu
:
T. br. Sitanggang
Orang Tua
Pendidikan 1. SD. GKPS Mdan
: Tamat Tahun 1977
2. SMP Makmur Medan
: Tamat Tahun 1981
3. SMA Negeri 57 Jakarta
: Tamat Tahun 1984
4. S-1 Fakultas Hukum UNPAR Bandung
: Tamat Tahun 1992
5. S-2 Magister Kenotariatan (M.Kn.) SPs-USU : Tamat Tahun 2007
Medan,
Juli 2007
Penulis,
Marlon Henrikus Simanjorang
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ......................................................................................................
i
ABSTRACT....................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
v
RIWAYAT HIDUP.........................................................................................
viii
DAFTAR ISI...................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................
1
A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Perumusan Masalah ...............................................................
10
C. Tujuan Penelitian ...................................................................
10
D. Manfaat Penelitian .................................................................
11
E. Keaslian Penelitian ................................................................
11
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ................................................
12
1. Kerangka teori .................................................................
12
2. Konsepsi ..........................................................................
18
G. Metode Penelitian ..................................................................
19
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP USAHA KECIL DAN MENENGAH ....................................................................
24
A. Potensi Kota Medan ..............................................................
24
B. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah ................................
33
C. Perlindungan Hukum Terhadap Pengusaha Kecil dan Menengah Yang Diberikan oleh Pemerintah Kota Medan ...
37
BAB II
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
BAB III
BAB IV
BAB V
ALTERNATIF PEMECAHAN TERHADAP KENDALA YANG DIHADAPI OLEH PENGUSAHA USAHA KECIL DAN MENENGAH .....................................................................
42
A. Sejarah Berdirinya Usaha Kecil dan Menengah ...................
42
B. Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia .....
44
C. Alternatif Pemecahan Masalah Yang Dilakukan Pengusaha Kecil dan Menengah Terhadap Kendala-Kendala Yang Dihadapi ................................................................................
49
PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM MENINGKATKAN EKONOMI RAKYAT................................
62
A. Dasar Hukum Usaha Kecil dan Menengah ...........................
62
B. Faktor - Faktor Dalam Meningkatkan Perekonomian Masyarakat ............................................................................
68
C. Peranan Usaha Kecil dan Menengah Dalam Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan .............................................................
95
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 129 A. Kesimpulan ............................................................................ 129 B. Saran ....................................................................................... 130
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 132
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Nomor 4.1. 4.2. 4.3.
Judul
Halaman
Jumlah Usaha Kecil, Menengah dan Besar Tahun 1997 – 2002 (Unit) ..........................................................................................
110
Perbandingan Komposisi PDB Menurut Kelompok Usaha Pada Tahun 1997 dan 2002 (Dalam Milyar Rupiah) ................
112
Daftar Nama UKM Yang Menerima Pinjaman Modal Usaha Melalui Tim Terpadu UKM Pemerintahan Kota Medan Kerjasama Dengan PT. Bank Mandiri Medan Periode Tahun 2002 ............................................................................................
115
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia beberapa waktu lalu hingga sekarang ini membawa akibat yang cukup parah bagi perekonomian nasional. Hal tersebut terlihat dari bangkrutnya perusahaan-perusahaan besar (konglomerat) dan perbankan nasional. Dalam situasi demikian perusahaan-perusahaan besar yang selama ini menguasai aset dan perekonomian nasional kini menjadi rapuh dan tidak berdaya. Tragedi terpuruknya perekonomian Indonesia dapat menjadi pelajaran bagi perumus kebijakan publik dan perundang-undangan, untuk meninjau kembali kebijakan yang selama ini tertuju pada perusahaan-perusahaan besar untuk mengalihkan perhatian pada sektor usaha kecil menengah. Sektor usaha kecil menengah ternyata mempunyai daya tahan yang tinggi sehingga mampu bertahan dari badai krisis ekonomi dan moneter. Pembinaan dan perlindungan usaha kecil menengah, terutama pada masa krisis ini sangat strategis karena diperkirakan akan dapat menghasilkan nilai tambah (value added) yang memadai karena jumlah unit usahanya cukup banyak. Dengan usaha kecil menengah, akan terserap banyak tenaga kerja melalui usaha padat karya (labour intensive), dan dapat memperluas kesempatan berusaha dan memperoleh pemerataan pendapatan nasional yang selama ini didominasi perusahaan-perusahaan besar dan padat modal (capital intensive). Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Data statistik tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 2,6 juta perusahaan industri, 99,27% tergolong usaha kecil, dan 0, 73% tergolong usaha menengah dan besar. Sedangkan jumlah pengusaha kecil menengah Indonesia 33,44 juta yang tersebar di berbagai sektor usaha. Namun, ternyata usaha besar lebih menguasai perekonomian Indonesia. Usaha kecil menengah hanya menyumbang 14% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan usaha menengah dan besar menyumbangkan 86% dari PDB di sektor industri.1) Usaha kecil menengah menghadapi berbagai macam kendala untuk berkiprah dalam pembangunan perekonomian. Kendala-kendala tersebut dapat ditinjau dari berbagai aspek, salah satunya adalah berkaitan dengan perundang-undangan (aspek hukum) antara lain di bidang perizinan. Keuangan mikro telah menjadi suatu wacana global yang diyakini oleh banyak pihak menjadi metode yang efektif untuk mengatasi kemiskinan dalam dua dasawarsa terakhir. Pemerintah di berbagai negara berkembang juga telah mencoba mengembangkan keuangan mikro pada berbagai program pembangunan. Berbagai lembaga multilateral dan bilateral mengembangkan keuangan mikro dalam berbagai program kerjasamanya. Tidak ketinggalan berbagai lembaga keuangan dan lembaga swadaya masyarakat turut berperan dalam aplikasi keuangan mikro. Terkait dengan semua usaha tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mencanangkan tahun 2005 sebagai Tahun Kredit Mikro Internasional (International Year of Microcredit 2005). 2) 1)
Harian Media Indonesia, 11 September 2002. Tulus Tambunan, Globalisasi Ekonomi Ekspor, Usaha Kecil dan Menengah Indonesia, Makalah, Jakarta: LP3E-Kadin Indonesia, 2001, mengatakan ketika pembangunan dan pembinaan Usaha Kecil Menengah (UKM) menjadi salah satu tugas pokok Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil pada awal Pelita VI yang ditandai dengan terbentuknya Departemen Koperasi Pembinaan dan Pengembangan Pengusaha Kecil. Perhatian Pemerintah dan masyarakat terhadap pembangunan UKM semakin jelas, karena UKM ternyata memberikan kontribusi yang cukup significant bagi pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi. 2)
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Di Indonesia sendiri posisi keuangan mikro dalam tatanan wacana dan kebijakan masih marjinal meski sebenarnya keuangan mikro memiliki sejarah yang amat panjang bahkan secara internasional Indonesia dikenal sebagai salah satu negara perintis keuangan mikro. Saat ini terdapat 13.800 unit keuangan mikro formal dengan perputaran pembiayaan dan simpanan masyarakat mencapai Rp. 30 triyun dengan 37 juta nasabah penabung dan 9 juta nasabah peminjam. Peran keuangan mikro yang strategis terutama karena keuangan mikro memberikan kesempatan bagi usaha mikro untuk mengembangkan usahanya terutama melalui pelayanan keuangan mikro. Suatu pelayanan yang sulit didapatkan melalui lembaga keuangan formal. Usaha mikro merupakan aktivitas ekonomi yang banyak dijalani oleh rakyat miskin khususnya yang sering dikategorikan ke dalam economically active poor dan transient poverty, sehingga berkembangnya usaha mikro akan memiliki dampak terhadap peningkatan kemampuan rakyat miskin keluar dari belenggu kemiskinan. Era globalisasi membuka peluang sekaligus tantangan bagi pengusaha Indonesia termasuk usaha kecil, karena pada era ini daya saing produk sangat tinggi, live cycle product relatif pendek mengikut trend pasar, dan kemampuan inovasi produk relatif cepat. Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. 3)
3)
Sebagai gambaran, kendati sumbangannya dalam output nasional (PDRB) hanya 56,7% dan dalam ekspor nonmigas hanya 15%, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99% dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6% dalam penyerapan tenaga kerja. Namun, dalam kenyataannya selama ini UKM kurang mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa kesadaran bahwa kesadaran akan pentingnya UKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini saja . Aloysius Gunadi Brata, Distribusi Spesial UKM Di Masa Krisis Ekonomi, artikel, http://www/ekonomirakyat.org/edisi_20/artikel_7htm, diakses tanggal 7 November 2006. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Pemberdayaan ekonomi usaha kecil dan koperasi dilakukan Pemerintah dengan menetapkan beberapa peraturan yang memberikan fasilitas atau kegiatan mulai dari perkreditan sampai dengan memecahkan masalah pemasaran yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil. Bagi pengusaha kecil dan koperasi yang menjadi kendala utama dalam pelaksanaan usahanya adalah bidang permodalan. Pengusaha kecil masih merasa sulit untuk mendapatkan bantuan pinjaman dari Bank, yang lebih menyukai pemberian kredit kepada pengusaha besar. 4) Hal tersebut menyebabkan masyarakat tidak mampu menggunakan jasa perbankan untuk mengembangkan usahanya, sehingga bagi pengusaha kecil tersebut usahanya tidak dapat berkembang atau bahkan terhenti sama sekali. Banyak usaha-usaha individual dan bersifat retail yang berprospek tetapi sangat terbatas sumber pembiayaannya namun daya akses ke lembaga-lembaga penyedia dana seperti perbankan, sering kali harus menghadapi berbagai persyaratan maupun birokraasi yang panjang. Pihak Bank menerapkan peraturan perbankan secara kaku tanpa melihat realitas yang ada di masyarakat. Misalnya meminta aspek legalitas usaha yang demikian panjang daftarnya, yang kadang kala harus berhadapan dengan penyelenggara pemerintahan yang penuh birokrasi. 5) Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan usaha kecil dan menengah, karena masih banyak kendala yang dihadapi oleh usaha kecil dan 4)
Tiktik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala Kecil Menengah & Koperasi, Ghalia Indonesia, 2002, hlm. 24 5) Tulus Tambunan, op. cit., hlm. 2. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
menengah. Setidaknya terdapat tiga alasan yang mendasari negara berkembang belakangan ini memandang penting keberadaan UKM. Alasan pertama adalah karena kinerja UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif. Kedua, sebagai bagian dari dinamikanya, UKM sering mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi. Ketiga adalah karena sering diyakini bahwa UKM memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas ketimbang usaha besar. Usaha kecil dan usaha rumah tangga di Indonesia telah memainkan peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan mendukung pendapatan rumah tangga. 6) Peningkatan peran UKM memerlukan modal, dan untuk itu beberapa institusi perbankan memberikan saluran kredit. Kredit-kredit yang diberikan bank-bank tersebut antara lain dalam bentuk: 1. Bank Mandiri dengan debitur Usaha Kecil dan Menengah (UKM) 2. Bank BNI dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) untuk penyaluran kredit mikro. 3. Bank Rakyat Indonesia dengan Usaha Mikro-Kecil dan Menengah (UMKM) 4. Bank Central Asia dengan BPR untuk penyaluran kredit mikro 5. Bank Danamon dengan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). 6. Bank Internasional Indonesia dengan peternak itik dan BPR 7. Bank Niaga dengan UMKM 8. Bank Bukopin dengan Koperasi Simpan Pinjam. 7) Adanya penyaluran kredit pada usaha kecil ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian bangsa. sehingga dapat memaksimalkan fungsinya sebagai salah satu upaya peningkatan ekonomi bangsa. UKM memiliki peran penting bagi masyarakat di tengah krisis ekonomi. Dengan memupuk UKM diyakini akan dapat dicapai pemulihan ekonomi. Hal serupa
6)
Ibid., hlm. 3. Sharif Cicip Sutardjo, Pemulihan Ekonomi Lewat UKM, http://www.ekonomirakyat.org/ edisi_20/artikel_7.htm. diakses tanggal 11 November 2006 7)
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
juga berlaku bagi sektor informal. Usaha kecil sendiri pada dasarnya sebagian besar bersifat informal dan tradisional, karena itu relatif mudah untuk dimasuki oleh pelaku-pelaku usaha yang baru. Pendapat mengenai peran UKM atau sektor informal tersebut ada benarnya bila dikaitkan dengan perannya dalam meminimalkan dampak sosial dari krisis ekonomi khususnya persoalan pengangguran dan hilangnya penghasilan masyarakat. UKM dapat dikatakan merupakan salah satu solusi masyarakat untuk tetap bertahan dalam menghadapi krisis yakni dengan melibatkan diri dalam aktivitas usaha kecil terutama yang berkarakteristik informal. Dengan demikian maka persoalan pengangguran sedikit banyak dapat tertolong dan implikasinya adalah juga dalam hal pendapatan. Bukan tidak mungkin produk-produk UKM justru menjadi substitusi bagi produk-produk usaha besar yang mengalami kebangkrutan. Jika demikian halnya maka kecenderungan tersebut sekaligus juga merupakan respon terhadap merosotnya daya beli masyarakat. Usaha kecil dan menengah (UKM) nasional banyak mengalami masalah, khususnya dalam bidang manajemen, baik manajemen produksi, pemasaran, maupun sumber daya manusia, di samping masalah pembiayaan. Untuk menyukseskan “UKM Bangkit”, pemerintah menggandeng stakeholder (pihak terkait lainnya) seperti Kadin Indonesia dan pelaku usaha untuk membantu mengatasi masalah UKM. Dalam hal ini pemerintah berfungsi sebagai regulator dalam penerbitan kebijakan yang membantu UKM, pelaku di lapangan adalah swasta. Mengingat ketatnya persaingan yang dihadapi produk ekspor Indonesia termasuk UKM, maka Indonesia mengambil langkah-langkah strategis, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Langkah-langkah strategis jangka panjang diantaranya diarahkan untuk mengembangkan sumber daya manusia, Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
teknologi dan jaringan bisnis secara global. Sedangkan langkah-langkah strategis jangka pendek diantaranya, melakukan diversifikasi produk, menjalin kerjasama dengan pemerintah dan perusahaan besar, produksi, memperkuat akses ke sumber-sumber informasi dan perbaikan mutu. 8) Usaha kecil dan menengah (UKM) memegang peranan penting dalam ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha (establishment) maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop & UKM), usaha-usaha kecil termasuk usaha-usaha rumah tangga atau mikro, yaitu: Usaha dengan jumlah total penjualan (turn over) setahun yang kurang dari Rp. 1 Milyar), pada tahun 2000 meliputi 99,0% dari total usaha-usaha yang bergerak di Indonesia. Sedangkan usaha-usaha menengah (yaitu usaha-usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar antara Rp.l Milyar dan Rp. 50 Milyar) meliputi hanya 0,14% dari jumlah total usaha. Dengan demikian, potensi UKM sebagai keseluruhan meliputi 99,9 persen dari jumlah total usaha yang bergerak di Indonesia. 9) Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) merupakan kelompok usaha ekonomi yang penting dalam perekonomian Kota Medan. Hal ini disebabkan, usaha kecil menengah dan koperasi merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang signifikan. Oleh karena kesenjangan pendapatan yang cukup besar masih terjadi antara pengusaha besar dengan usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK), pengembangan daya saing UKMK, secara langsung merupakan upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, sekaligus mempersempit kesenjangan ekonomi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengusaha besar hanya 8)
Pandji Anoraga dan Djoko Sudantoko, Koperasi, Kewirausahaan, dan Usaha Kecil, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 276 9) Carunia Mulya Firdausy, Prospek Bisnis UKM dalam Era Perdagangan Bebas dan Otonomi Daerah, artikel, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 4. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
0,2% sedangkan Pengusaha Kecil, menengah dan koperasi mencapai 99,8%. 10) Ini berarti jumlah usaha kecil, menengah dan koperasi mencapai hampir 500 kali lipat dari jumlah usaha besar. Persoalannya kontribusi UKMK terhadap PDRB, hanya 39,8%, sedangkan usaha besar mencapai 60,2%. 11) Terhadap pertumbuhan ekonomi, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya memberikan kontribusi sebesar 16,4% sedangkan usaha besar 83,6%. Berdasarkan penguasaan pangsa pasar, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya menguasai pangsa pasar sebesar 20% (80% oleh usaha besar). Hal tersebut menunjukkan dua sekaligus, yaitu super kuatnya sektor usaha besar dan teramat lemahnya sektor UKMK. Keberadaan UKMK sebagai tulang punggung perekonomian kota menjadi perhatian khusus, sejalan dengan misi pertama pembangunan daerah lingkar luar, dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi, untuk kemajuan dan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat kota. Fokus untuk melihat salah satu dimensi penting dalam pengembangan UKM yang ideal adalah pada faktor pengusahanya baik dalam tenaga kerja yakni orang yang bekerja pada unit-unit usaha kecil dan faktor pengusahanya sebagai wirausahawan. Dimensi entrepreneurial development menempati posisi yang strategis dalam membangun UKM Indonesia yang berdaya saing dalam kerangka globalisasi dan keterbukaan pasar. Bagi Indonesia yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan lebih sempit lagi pertanian tanaman pangan yang lebih condong dengan subsidi tinggi, maka tantangan ini menjadi sangat besar karena selain menyangkut 10)
Potensi Daerah Kota Medan, http:/www.pemkomedan.go.id/medan_ukm.htm, diakses tanggal 11 Agustus 2006, hlm. 4. 11) Ibid., hlm. 7 Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
perubahan sikap juga harus dilaksanakan dalam jumlah yang besar secara serentak. 12) Pengembangan wirausaha baru seyogyanya dilakukan secara taktis dengan pola yang jelas dan berkesinambungan. Pemerintah seyogyanya mendorong dan memfasilitas penumbuhan wirausaha baru di sektor-sektor yang memiliki produktivitas yang tinggi misalnya sektor keuangan dan jasa perusahaan, serta konstruksi, dan sektor yang strategis karena memiliki kaitan yang tinggi dengan sektor lainnya, misalnya: sektor industri. Dengan menggunakan rasio jumlah penduduk per unit usaha sebesar 20, maka Indonesia memerlukan tambahan UKM di sektor industri 8,2% juta unit UKM, bahkan Noer Soetrisno menyatakan: “Indonesia masih memerlukan 20 juta UKM di sektor industri, dengan mempertimbangkan UKM di Indonesia sebagian besar industri rumah tangga, sehingga rasio penduduk per UKM seharusnya 6 berbanding 1.” 13) Jika memperhatikan struktur perekonomian di negara maju, perbandingan industri pengolahan dengan industri penunjangnya (di luar sektor pertanian) 1 : 1,4, maka diperlukan tambahan UKM yang berbasis pengetahuan dan teknologi sekurang-kurangnya 19,7% juta. Hal ini diperlukan untuk menstransformasi struktur perekonomian nasional. Adanya kendala hukum terlihat dari kelemahan perundang-undangan yang 12)
Secara garis besar kebijakan Pemerintah dalam pengembangan UKM semasa krisis dimulai dengan menggerakkan Usaha Kecil untuk pemulihan produksi dan distribusi kebutuhan pokok yang macet akibat krisis Mei 1998. Hingga akhir tahun 1999 upaya ini secara massive didukung dengan penyediaan berbagai skema kredit program yang kemudian mengalami kemacetan sejak 2000 dengan keluarnya UU No.25 Tahun 2000 tentang PROPENAS secara garis besar kebijakan pengembangan UKM ditempuh dengan tiga kebijakan pokok yaitu, (i) penciptaan iklim kondusif, (ii) meningkatkan akses kepada sumberdaya produktif, dan (iii) pengembangan kewirausahaan. Pada tahap selanjutnya ditekankan perlunya partisipasi stakeholder dalam arti luas dalam penyusunan kebijakan dan implementasinya. Namun perubahan hubungan instansional antar pusat dan daerah otonomi dalam pembinaan UKM sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah menjadikan ketidakrataaan pola dan kepasitas daerah dalam menangani pengembangan UKM, Carunia Mulya Firdausy, loc. cit. 13) Ibid., hlm. 6. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
ada,
terutama
dalam
implementasi
perundangan-undangan
yang
mengatur
perlindungan dan pembinaan usaha kecil. Kendala yuridis tersebut antara lain meliputi bidang perizinan, perkreditan, dan kemitraan yang perlu diinventarisasi, dievaluasi, dan dicari solusi pemecahannya melalui suatu penelitian.
B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap kegiatan usaha kecil dan menengah oleh Pemerintah Kota Medan? 2. Bagaimanakah alternatif pemecahan masalah yang dilakukan pengusaha kecil dan menengah dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapinya? 3. Bagaimanakah peranan usaha kecil dan menengah dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan perlindungan hukum terhadap kegiatan usaha kecil dan menengah oleh Pemerintah Kota Medan. 2. Untuk mengetahui dan menjelaskan alternatif pemecahan masalah yang dilakukan pengusaha kecil dan menengah dalam menghilangkan kendala-kendala yang dihadapinya. 3. Untuk mengetahui dan menjelaskan peranan usaha kecil dan menengah dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
D. Manfaat Penelitian Secara teoritis penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya hukum ekonomi di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam pemberdayaan usaha kecil dan menengah di Kota Medan. Secara praktis penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi para pembuat kebijakan atau pembuat keputusan di daerah, agar dapat menciptakan tercipta sistem hukum yang lebih aspiratif di bidang usaha kecil dan menengah, sehingga usaha kecil dan menengah dapat menjadi salah satu upaya peningkatan ekonomi rakyat.
E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Perlindungan Hukum Usaha Kecil dan Menengah belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan-permasalahan yang sama. Penelitian ini
merupakan
pemikiran
baru
dan
asli
dan
penelitian
ini
dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilimiah dan terbuka untuk kritikankritikan yang sifatnya membangun sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini. Sedangkan penelitian dalam topik yang berbeda yaitu penelitian Sdri. Nani Iriani mahasiswi Magister Kenotariatan (M.Kn) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Nim: 037011096 dengan judul “Pemahaman Pengusaha Usaha Kecil dan Menengah Terhadap Pendaftaran Merek (Suatu Studi Terhadap Pengusaha Konveksi di Kota Medan) Tahun 2004.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka teori Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, 14) sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. Jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya. Bukan karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup masyarakat. 15) Pergaulan antara manusia sebagai anggota masyarakat saling mempunyai kepentingan ada yang sama dan ada yang bertentangan antara satu sama lain. Dalam konteks pertentangan kepentingan masyarakat ini akan menimbulkan persoalan wajar dan tidak wajar, patut dan tidak patut, yang pada akhirnya pertentangan kepentingan ini dapat melanggar hak anggota masyarakat. Hal ini dapat terjadi dalam kegiatan sosial dan kegiatan-kegiatan ekonomi perusahaan karena itu perangkat hukum diperlukan untuk menciptakan dan melindungi hak anggota masyarakat. 16) Holland yang dikutip oleh Wise, Percy M. Winfeld dan Bias, bahwa tujuan hukum adalah
14)
W. Friedman, Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo, Jakarta, hlm. 2. Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999, hlm. 237. 16) Bismar Nasution, Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana USU, Medan, 2003, hlm. 1. 15)
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
menciptakan dan melindungi hak-hak (legal rights). Jadi perusahaan harus memperhatikan kepentingan hak orang lain dalam pergaulan hidup masyarakat, terutama kaum buruh, sebab perkembangan perangkat hukum untuk menciptakan dan melindungi hak manusia sebagai anggota masyarakat terus mengalami perkembangan dalam kegiatan ekonomi perusahaan sejalan dengan perkembangan masyarakat yang berperan menampung kebutuhan masyarakat yang berkepentingan (stakeholder) dari perusahaan. 17) Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechtgerechtigheid),
kemanfaatan
(rechtsutiliteit)
dan
kepastian
hukum
(rechtszekerheid). 18 Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith (1723-1790), Guru Besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasgow University pada tahun 1750, 19 telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice). Smith mengatakan bahwa: “tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian” (the end of justice is to secure from injury). 20) Kegiatan ekonomi rakyat yang merupakan bagian integral dunia usaha. Usaha Kecil dan Menengah mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur Perekonomian Nasional yang makin seimbang dan pemerataan pembangunan berdasarkan demokrasi ekonomi. 17)
Ibid., hlm. 2. Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Gunung Agung Tbk., Jakarta, 2002, hlm. 85. 19) Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada Pengukuhan sebagai Guru Besar USU – Medan, 17 April 2004, hlm. 4-5. Sebagaimana dikutip dari Neil Mac Cormick, “Adam Smith On Law”, Valvaraiso University Law Review, Vol. 15, 1981, hlm. 244. 20) Ibid., hlm. 247, sebagaimana dikutip dari R. L. Meek, D.D. Raphael dan P.G. Stein, ed. Lecture of Jurisprudence, Indianapolis, Liberty Fund, 1982, hlm. 9. 18)
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia kini sedang gencar memperoleh perhatian khusus dari Pemerintah, terutama sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1977, sektor UKM ternyata justru mampu bertahan, dibanding perusahaan yang memiliki modal besar. 21) Beberapa pihak telah berupaya untuk memberikan definisi yang tepat untuk usaha mikro (usaha kecil). Hal ini penting karena hingga saat ini kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan usaha mikro masih beragam karena masih sering terjadi pengertian tumpang tindih antara usaha mikro dan usaha kecil. Perlindungan usaha kecil merupakan kegiatan yang sudah lama dilakukan di negara-negara lain seperti Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Pengalaman negara lain ini tentunya berguna bagi Indonesia dalam menciptakan struktur ekonomi yang kuat yang bertumpu pada pemerataan kesempatan berusaha, bekerja, dan memperoleh pendapatan. Isu perlindungan usaha ini erat kaitannya dengan kebijakan desentralisasi produksi. Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan merupakan negara-negara yang saat ini memiliki struktur ekonomi yang kuat dan merupakan negara-negara yang sudah berhasil di dalam pembinaan usaha kecil. 22) Menurut hasil penelitian tahun 1994, perekonomian Amerika Serikat 90% disumbang oleh usaha kecil dan menengah, di Jepang usaha kecil dan menengah
21)
Cornelis Rintuh dan Miar, Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat, Edisi Pertama, Fak. Ekonomi UGM, Yogyakarta, 2005, hlm. 4. 22) Hatifah Saifunddin, “Pungutan, Dampakanya Terhadap Usaha Kecil”, Jurnal Analisis Sosial, Edisi 6 November 1997, hlm. 4. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
memberikan kontribusi terbesar terhadap penghasilan negara, dan di Taiwan sebagai salah satu negara industri baru (new industrialized country) usaha kecil dan menengah menyumbang lebih dari 50% terhadap total ekspor negara. 23) Di Indonesia peranan usaha kecil di dalam perekonomian nasional cukup lemah. Menurut hasil survei Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) bahwa aset 300 konglomerat Indonesia mencapai 227,3 trilyun, yaitu hampir 70% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Selanjutnya sekitar 200 konglomerat Indonesia menguasai lebih kurang 80% kehidupan ekonomi dan jumlah uang yang beredar di Indonesia, sedangkan usaha kecil hanya menyumbang 14% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Keadaan tersebut tidak memihak pada konsep demokrasi ekonomi atau ekonomi kerakyatan yang sejalan dengan triologi pembangunan nasional yang mengutamakan aspek pemerataan. Perlindungan usaha kecil mempunyai nilai yang strategis yang dapat dilihat dari beberapa manfaat yaitu: a. Menciptakan dan menyediakan pekerjaan melalui usaha padat tenaga kerja (labor intensive) b. Sebagai alat distribusi pendapatan melalui pemberian kesempatan berusaha; c. Mencegah urbanisasi melalui penyediaan lapangan kerja di pedesaan yang menimbulkan persoalan baru di perkotaan; d. Mengoreksi kelemahan yang terdapat pada pendekatan pembangunan ekonomi yang menekankan pertumbuhan. 24) Perlindungan usaha kecil di Indonesia telah dipertegas dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Undang-undang ini merupakan landasan utama dalam pembinaan dan pengembangan usaha kecil di
23) 24)
Tjakrawardaya, Pembinaan Usaha di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1997, hlm. 13. B.N. Marbun, Manajemen Pengusaha Kecil, Pustaka Birama, Jakarta, 1996, hlm. 24.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Indonesia. Namun, substansi dari undang-undang tersebut masih mengandung kelemahan-kelemahan, karena pengaturannya tidak komprehensif sehingga belum cukup efektif dalam memberikan perlindungan usaha kecil, khususnya terhadap perkembangan usaha menengah dan besar yang melakukan praktek monopoli. Oleh karena itu perlu segera direformasi kembali atau dilengkapi dengan undang-undang persaingan usaha. Sampai saat ini belum ada ketegasan mengenai UKM, padahal UKM adalah salah satu sektor usaha yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional, terbukti 90% tenaga kerja direkrut sektor ini. Dengan peranan UKM yang sangat signifikan dalam perekonomian nasional, kontribusi yang diberikan pemerintah sangat kecil, sangat tidak sebanding. Pemerintah harus berupaya untuk lebih memberdayakan UKM, misalnya bagaimana agar usaha kecil menjadi usaha menengah. 25) Di dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dinyatakan bahwa pemberdayaan usaha kecil diselenggarakan atas asas kekeluargaan. Itu berarti kondisi usaha kecil merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, swasta dan masyarakat. Dengan kata lain, pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan usaha kecil meliputi bidang-bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia dan teknologi. Banyak hal yang dapat dilakukan dalam upaya pemberdayaan iklim usaha kecil. Selama ini masih menitikberatkan pada bantuan modal usaha, karena modal merupakan faktor utama dalam suatu usaha (bisnis). Pemerintah menumbuhkan iklim
25)
John Tafbu Ritonga, “Bisnis dan Teknologi”,Waspada, 9 Juni 2004, hlm. 14.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
usaha bagi peningkatan kinerja usaha kecil melalui penetapan peraturan perundangundangan dan kebijaksanaan yang meliputi aspek-aspek pendanaan, persaingan, prasarana, informasi, kemitraan, perizinan usaha, dan perlindungan. Dari segi pendanaan pemerintah telah menetapkan peraturan perundangundangan dan kebijakan untuk: a. memperluas sumber pendanaan b. meningkatkan akses pada sumber-sumber pendanaan c. memberikan kemudahan dalam pendanaan. Di dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 316/KMK.016/1994 dikatakan bahwa pembinaan usaha kecil dan menengah dapat dilakukan dengan sumber dana bagian dari laba atau keuntungan yang diperoleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Untuk tersebut
menindaklanjuti
pemerintah
telah
Surat
menerbitkan
Keputusan Surat
Menteri
Keputusan
Keuangan
Bersama,
SKB
No.Kep.1515/BU/1994 dan SKB No.802/SKB/PPK/IX/1994, tanggal 14 Oktober 1994, Surat Keputusan Dirjen Pembinaan BUMN Departemen Keuangan dan Dirjen Pengusaha Kecil dan Menengah Departemen Koperasi, tentang pedoman pelaksanaan usaha kecil dan menengah dan koperasi melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. SKB tersebut mengatur status bantuan pembinaan kepada usaha kecil dan menengah dalam bentuk hibah, pinjaman dan penyertaan modal. Untuk menghindari terjadinya persaingan yang tidak sehat dan pemusatan ekonomi pada kelompok tertentu yang dapat merugikan usaha kecil dikeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Persaingan Tidak Sehat. Salah satu tujuan dilahirkan undang-undang tersebut adalah untuk memberdayakan potensi usaha kecil dengan memberikan kesempatan yang sama dalam memanfaatkan peluang usaha. Sebelum lahirnya undang-undang ini ruang gerak usaha kecil dirasakan sempit karena pengusaha besar cenderung monopoli semua sektor usaha. Usaha kecil sesungguhnya mengharapkan adanya iklim usaha yang kondusif, karena iklim usaha yang demikian lebih membuka kesempatan yang sama dalam berusaha.
2. Konsepsi Usaha kecil adalah memiliki kekayaan (aset) bersih paling banyak Rp. 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan, memiliki hasil penjualan tahunan (omzet) paling banyak Rp. 1 miliar, milik warga negara Indonesia, berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau terafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung oleh usaha besar atau usaha menengah. 26) Usaha menengah adalah memiliki kekayaan (aset) bersih antara Rp. 200 juta hingga Rp. 10 miliar, memiliki hasil penjualan tahunan (omzet) lebih dari Rp. 1 miliar tetapi kurang dari Rp. 50 miliar, milik warga negara Indonesia, serta berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau terafiliasi baik langsung maupun tidak langsung oleh usaha besar. 27) Perlindungan hukum usaha kecil dan menengah adalah menciptakan dan 26) 27)
Pasal 15 (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil. Instruks Presiden Nomor 10 Tahun 1999 Tentang Usaha Kecil.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
menyediakan pekerjaan melalui usaha padat tenaga kerja (labor intensive), sebagai alat distribusi pendapatan melalui pemberian kesempatan berusaha, menengahi urbanisasi melalui penyediaan lapangan kerja di pedesaan yang menimbulkan persoalan baru di perkotaan, serta mengoreksi kelemahan yang terdapat pada pendekatan pembangunan ekonomi yang menekankan pertumbuhan. 28)
G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian dan Pendekatan Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini bersifat deskriptif analitis, artinya penelitian ini hanya ingin menggambarkan analisis terhadap kebijakan-kebijakan dalam Peraturan Daerah Pemerintah Kota Medan. Penelitian deskriptif yang biasa disebut dengan penelitian eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan semua variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. 29) Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Penggunaan pendekatan yuridis sosiologis dimaksud sebagai pendekatan terhadap masalah dengan melihat kenyataan yang terjadi dalam praktek dan segi peraturan perundangundangan yang berlaku.
28)
Teguh Sulistia, Aspek Hukum Usaha Kecil dalam Ekonomi Kerakyatan, Padang, 2006, Andalas University Press, hlm. 104 dan 105. 29) Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 20. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah daerah kota Medan. Dipilihnya Kota Medan sebagai objek penelitian karena kota ini merupakan salah satu kota bisnis yang melahirkan banyak pelaku bisnis dan usaha kecil menengah di Sumatera Utara.
3. Populasi, Sampel Penelitian dan Nara Sumber Penelitian ini telah berlangsung di Kota Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengusaha kecil menengah yang berada di bawah pembinaan Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Besar Kota Medan. Berdasarkan data terbaru hingga akhir Juni 2006, yang diperoleh dari Kantor Wilayah Koperasi dan PPK di Kota Medan terdapat 29.000 Usaha Kecil Menengah binaan. Penentuan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling. Sampel diambil 1% dari 29.000 unit Usaha Kecil Menengah yang ada di Kota Medan dari masing-masing bidang usaha sebagai berikut: a. Usaha Perdagangan: 25.000 unit usaha dengan pertumbuhan sekitar 3% pertahun. b. Usaha Industri: 4000 unit usaha dengan pertumbuhan sekitar 0,2% pertahun. Jumlah: 29.000 unit usaha. 30) Untuk melengkapi data lapangan dari responden penelitian di atas, dipilih beberapa informan yang layak untuk dijadikan nara sumber sebagai berikut: a. Kepala Kantor Koperasi dan PPK Kota Medan b. Kepala Bagian Hukum pada Kantor Pemerintahan Kota Medan c. Kepala Bagian Perekonomian pada Kantor Pemerintahan Kota Medan, dan 30)
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan Tahun 2006.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
d. Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Medan. e. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.
4. Teknik Pengumpulan Data Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari perpustakaan dan dokumen pemerintah. Penelitian lapangan juga dilakukan untuk mendapatkan
bahan-bahan
guna
melengkapi
dan
menunjang
bahan-bahan
kepustakaan dan dokumen. a. Bahan kepustakaan (library research) dan dokumen: 1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan merupakan landasan utama untuk dipakai dalam rangka penelitian ini, di antaranya
adalah:
Undang-Undang
Dasar
1945,
Ketetapan
Majelis
Permusyawaratan Rakyat, kemudian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan usaha kecil menengah terutama Perda-perda yang ada di Daerah Kota Medan. 2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil-hasil penelitian, karya ilmiah dari kalangan hukum, dan penelitian lain-lain yang relevan dengan penelitian ini. 3) Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, berupa kamus, ensiklopedia, jurnal-jurnal ilmiah, majalah, surat kabar dan sebagaimana yang dipergunakan untuk melengkapi ataupun menunjang data penelitian. 31)
31)
lihat Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 194-195, dan Soerjono Soekanto, et.al., Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 13. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
b. Penelitian lapangan (field research) Penelitian lapangan yang dilaksanakan merupakan upaya memperoleh bahanbahan lapangan berupa dokumentasi dari instansi-instansi Pemerintah Kota Medan, yang berwenang dan terkait perlindungan hukum dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam pemberdayaan usaha kecil. Di samping itu juga dilakukan untuk menghimpun data primer dari nara sumber dengan wawancara.
5. Alat Pengumpulan Data a. Studi dokumen Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yakni dengan meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis literaturliteratur dan dokumen lainnya yang ada dan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. b. Pedoman wawancara Selain itu dilakukan juga wawancara, dengan terlebih dahulu membuat pedoman wawancara. Dengan pedoman wawancara ini
mengajukan pertanyaan-
pertanyaan kepada pejabat Dinas Koperasi Kota yang berwenang dari bidang UKM. Sedangkan untuk responden dari 290 unit Usaha Kecil Menengah menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) berupa angket secara tertutup dan terbuka.
6. Analisis Data Setelah semua data primer dan data sekunder diperoleh dilakukan pemeriksaan, editing dan evaluasi yaitu pemeriksaan kembali jawaban yang diterima untuk mengetahui relevansinya. Selanjutnya data tersebut dikelompokkan atas data yang sejenis untuk kepentingan analisis dan dilakukan pencatatan data secara
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
sistematis dan konsisten. Seluruh data yang diperoleh akan dianalisis dengan metode kualitatif dengan mempelajari
dokumen,
data
dan
jawaban
dari
para
nara
sumber.
Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini menggunakan metode induktif dan deduktif.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP USAHA KECIL DAN MENENGAH H. Potensi Kota Medan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) merupakan kelompok usaha ekonomi yang penting dalam perekonomian Kota Medan. Hal ini disebabkan, usaha kecil menengah dan koperasi merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang siginifikan. Oleh karena kesenjangan pendapatan yang cukup besar masih terjadi antara pengusaha besar dengan usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK), pengembangan daya saing UKMK, secara langsung merupakan upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, sekaligus mempersempit kesenjangan ekonomi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengusaha besar hanya 0,2% sedangkan Pengusaha Kecil, Menengah dan Koperasi mencapai 99,8%. Ini berarti jumlah usaha kecil, menengah dan koperasi mencapai hampir 500 kali lipat dari jumlah usaha besar. Persoalannya kontribusi UKMK terhadap PDRB, hanya 39,8%, sedangkan usaha besar mencapai 60,2%. Terhadap pertumbuhan ekonomi, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya memberikan kontribusi sebesar 16,4% sedangkan usaha besar 83,6%. Berdasarkan penguasaan pangsa pasar, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya menguasai pangsa pasar sebesar 20% (80% oleh usaha besar). Hal tersebut menunjukkan dua sekaligus, yaitu super kuatnya sektor usaha besar dan teramat lemahnya sektor Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
UKMK. Keberadaan UKMK sebagai tulang punggung perekonomian Kota Medan menjadi perhatian khusus, sejalan dengan misi pertama pembangunan daerah kota, dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi, untuk kemajuan dan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat kota Medan. 32) Jumlah koperasi dan usaha kecil menengah yang semakin besar dari tahun ke tahun, belum sepenuhnya diimbangi dengan peningkatan kualitas UKMK yang memadai, khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia, yang memberikan dampak negative terhadap produktifitas UKMK, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antar pelaku usaha kecil, menengah, koperasi dan besar. Masalah utama yang timbul dari usaha kecil, menengah dan koperasi secara umum berkaitan dengan Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan jiwa wirausaha UKMK. Pelaku Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) di Kota Medan pada umumnya memiliki kualitas sumber daya manusia yang terbatas tingkat pendidikannya. Tenaga kerja di UKMK didominasi oleh tenaga kerja yang berpendidikan rendah. Dalam bidang manajemen keuangan, UKMK yang telah memiliki laporan keuangan hanya sebesar 28,81% sedangkan selebihnya sebanyak 71,19% belum memiliki laporan keuangan. 33)
32)
Poltak Situmorang, Kabag Perekonomian Pemerintah Kota Medan, Wawancara, tanggal 10 Nopember 2006. 33) Binsar Situmorang, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Medan, Wawancara, tanggal 5 Desember 2006 Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Rendahnya pemanfaatan teknologi. Umumnya UKMK masih menggunakan peralatan manual ataupun teknologi yang masih sederhana, akhirnya menyebabkan produk yang dihasilkan UKMK kurang berkualitas. Pemasaran. Jumlah UKMK yang pemasarannya berorientasi ekspor sebesar 0,18%, sedangkan UKMK dengan pemasaran regional sebesar 1,2% dan untuk pemasaran berorientasi local sebesar 97,85%. Permodalan. Dalam bidang permodalan, UKMK yang mengalami kesulitan permodalan sebanyak 51,37%. Kondisi ini mencerminkan masih diperlukannya dukungan perkuatan permodalan bagi UKMK. Kelembagaan. Dari jumlah UKMK yang ada di Kota Medan sebanyak 40.958 unit dan Koperasi sebanyak 1.420 unit, umumnya kelembagaannya belum tertata secara maksimal. Di samping hal tersebut di atas, UKMK juga masih menghadapi berbagai permasalahan yang terkait dengan iklim usaha seperti: (a) besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan dan timbulnya berbagai pungutan, dan (b) praktik usaha yang tidak sehat. Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi UKMK, ternyata belum menunjukkan kemajuan yang merata. Tantangan ke depan UKMK untuk mampu bersaing di era perdagangan bebas, baik di pasar domestik maupun di pasar ekspor, sangat ditentukan oleh dua kondisi utama. Pertama, lingkungan internal UKMK harus diperbaiki, yang mencakup aspek kualitas SDM, terutama jiwa kewirausahaan (entrepreneurship), Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
penguasaan pemanfaatan teknologi dan informasi, struktur organisasi, system manajemen, kultur/budaya bisnis, kekuatan modal dan jaringan bisnis dengan pihak luar. Kedua, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang terkait dengan kebijakan pemerintahan, aspek hukum, kondisi persaingan pasar, kondisi ekonomi-sosialkemasyarakatan, kondisi infrastruktur, tingkat pendidikan masyarakat, dan perubahan ekonomi global. Pilihan strategi dan kebijakan untuk memberdayakan UKMK dalam memasuki era pasar global menjadi sangat penting bagi terjamin kelangsungan hidup dan perkembangan UKMK, sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pertumbuhan dan pemerataan pendapatan. Sasaran umum perkembangan daya saing UKMK dalam periode tahun 20062010 adalah: 1. Meningkatkan produksi usaha kecil, menengah dan koperasi dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan produktivitas daerah, atau sebesar 6-8% per tahun; 2. Adanya daya serap tenaga kerja tetap yang sebesar pada usaha kecil, menengah dan koperasi, bersamaan dengan bertambahnya tenaga kerja, sebesar 5-10% per tahun. Pemberdayaan UKM sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan dan peningkatan kegiatan usaha terutama sekali untuk membuka lapangan kerja baru sekaligus diversifikasi produk unggulan dalam upaya peningkatan eskpor non migas Kota Medan. UKM akan mampu dalam menghadapi persaingan pada era globalisasi perdagangan yang telah diambang pintu antara lain dengan penyerahan dana
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
pinjaman Bergulir kepada 500 UKM Kota Medan. Pemerintah Kota Medan melalui program-program pembangunannya mengutamakan pembinaan warganya agar dapat meningkatkan kehidupan yang layak dan mandiri juga dapat berpartisipasi pada pembangunan kota ini diantaranya dalam menjaga kebersihan dan keamanan 500 UKM yang akan menerima pinjaman dana Bergulir antara lain mengatakan bahwa, kepada 500 UKM yang saat ini mendapat pinjaman Bergulir supaya tepat waktu untuk pengembaliannya sebab banyak lagi yang menginginkan bantuan ini, saya mengharapkan kesadaran para pengelola UKM untuk melunasi kewajiban secepatnya sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. 34) Pemberdayaan UKM ini merupakan program Pemerintah Kota Medan dalam pembangunan dan pembinaan para pengusaha kecil dan menengah, sebab hasil industri UKM ini merupakan sentra-sentra perekonomian yang cukup potensial. Juga merupakan komoditi andalan/unggulan dari Kota Medan untuk tahun 2002 seperti perabot rumah tangga, komponen bahan bangunan, anyaman rotan, sulaman border, sepatu kulit, pakaian jadi (konveksi), pengolahan kopi dan sirup markisa, bika ambon, kerupuk ubi, dan lain-lain. Basyrul juga menjelaskan bahwa pinjaman dana bergulir yang diberikan kepada 50 UKM dengan dana hampir Rp. 1 milyar dengan masa pengembaliannya selama 2 tahun dengan dana pembinaan sebesar 10% per tahunnya dengan rincian sebagai berikut: 3½ persen jasa perbankan, 5 persen dana Tim Terpadu Pembinaan dan Pelatihan sedangkan 1½ persen dikembalikan kepada UKM setelah pembayaran cicilan terakhir yang merupakan tabungannya. 35)
34)
Binsar Situmorang, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Medan, Wawancara, tanggal 5 Desember 2006. 35) Bayu Fadlan,Ketua Kadin Kota Medan, Wawancara, 6 Desember 2006. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Untuk menghindari persaingan yang tidak sehat dan pemusatan ekonomi pada kelompok tertentu yang dapat merugikan usaha kecil, dikeluarkanlah UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tak Sehat. Sebelum lahirnya undang-undang ini ruang gerak usaha kecil dirasakan sempit oleh karena pengusaha besar cenderung monopoli semua sektor usaha. Suatu masalah yang sering timbul dalam perjanjian kredit adalah masalah ingkar janji. Ingkar janji dalam perjanjian kredit dapat berupa keterlambatan pembayaran kredit sebagaimana diperjanjikan atau dapat pula dalam bentuk kredit macet. Terhadap keterlambatan pembayaran maupun kredit macet sebagaimana dalam perbuatan ingkar janji selalu ada sanksinya. Dalam kebiasaan perbankan, sanksi bagi keterlambatan pembayaran berupa keharusan membayar bunga tunggakan (sebagai denda), sedangkan terhadap kredit macet sanksi secara hukum seharusnya dilakukan eksekusi benda objek bangunan atau pembayaran oleh pihak ketiga. Namun dalam praktek perbankan, apabila terjadi kredit macet tidak selalu dilakukan eksekusi benda jaminan karena biasanya bank melakukan upaya-upaya penyelamatan kredit dengan cara lain sebelum akhirnya melaksanakan eksekusi tersebut. Eksekusi benda jaminan di dalam praktek perbankan merupakan upaya terakhir untuk mengembalikan kredit yang telah disalurkan. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/6/PBI/2002 tertanggal 6 September 2002 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang dinilai berdasarkan kolektibilitasnya. Berdasarkan kolektibilitas kredit dapat digolongkan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
menjadi: kredit lancar, kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet. Kredit kurang lancar, diragukan dan kredit macet merupakan kredit yang bermasalah. Secara umum sarana pengamanan bagi terlaksananya hutang atau kredit adalah dengan adanya jaminan bank berupa jaminan kebendaan lebih bermanfaat dan lebih aman daripada menggunakan jaminan perorangan. Meskipun jaminan perorangan kurang disukai pihak kreditur dan ada beberapa pakar yang berpendapat kurang bermanfaat namun di dalam praktek perjanjian ini masih sering diperjanjikan antara bank dengan pihak ketiga sebagai penanggung yang menurut penilaian bank cukup untuk dipercaya kemampuannya. Perjanjian jaminan perorangan (personal guaranty) juga akhir-akhir ini banyak dilakukan dalam perjanjian kredit yang diperoleh dari luar negeri. Dalam praktek jenis perjanjian jaminan perorangan yang banyak dilakukan adalah dalam bentuk garansi, yang sering dilakukan dalam perjanjian-perjanjian yang akhir-akhir ini sering mensyaratkan adanya bank garansi. Hubungannya dalam pelaksanaan kelayakan usaha dengan adanya kredit macet sangatlah erat, karena dalam pelaksanaan kelayakan usaha tersebut apabila dalam prediksinya terdapat kesalahan maka sangat menentukan pengembalian kredit yang diberikan tersebut kemungkinan akan terjadinya kredit macet apabila terdapat adanya kesalahan, bahkan sebaliknya apabila dalam pelaksanaan kelayakan usaha tersebut dalam prediksinya ternyata baik dan benar maka akan terjadilah kredit usaha lancar dalam usaha tersebut, jadi dapatlah diambil kesimpulan bahwa hubungan pelaksanaan kelayakan usaha dalam kredit macet sangatlah erat kaitannya karena dalam pelaksanaannya melakukan survei. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Kredit dapat digolongkan macet apabila: a. Tidak memenuhi kriteria lancar, dan diragukan b. Memenuhi kriteria diragukan, yaitu: 1) Kredit masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-kurangnya 75% dari hutang, termasuk bunga. 2) Kredit tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai sekurangkurangnya 100% dari hutang. Tetapi dalam jangka waktu 9 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada usaha penyelamatan maupun pelunasan. c. Kredit tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri atau Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN). Piutang macet adalah piutang yang sampai pada suatu saat sejak piutang itu jatuh tempo tidak dilunasi oleh penanggung hutang sebagaimana mestinya sesuai dengan perjanjian, peraturan atau sebab apapun yang menimbulkan piutang tersebut. Dalam praktek perbankan apabila timbul kredit bermasalah, biasanya bank melakukan upaya-upaya penyelamatan kredit tersebut, dan upaya penyelamatan ini akan ditempuh apabila bank mempunyai keyakinan bahwa prospek usaha debitur masih dapat melancarkan kembali kredit bermasalah tersebut. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kredit macet adalah disebabkan karena salah satu atau beberapa faktor penyebab adanya faktor kelemahan antara lain: 1. Faktor kelemahan dari sisi debitur, yang meliputi aspek keuangan, manajemen dan operasional. 2. Faktor kelemahan dari sisi intern kreditur Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
3. Faktor kelemahan yang timbul di luar faktor debitur dalam intern kreditur (ekstern) keterangan dari di atas faktor kelemahan dari sisi debitur, sisi intern dan dari sisi yang timbul di luar faktor debitur dalam intern kreditur sebagai berikut: a. Sisi debitur 1) Menurunnya usaha nasabah yang akan mengakibatkan turunnya kemampuan nasabah untuk membayar angsuran yang diperlihatkan antara lain sebagai berikut: (a) Keterlambatan pembayaran angsuran sesuai janji (b) Omset penjualan yang cenderung menurun 2) Penyimpangan
dari
tujuan
akan
ketidakjujuran
debitur
dalam
menggunakan fasilitas kredit yang telah diberikan. 3) Kehilangan satu atau lebih pelanggan utama 4) Kecenderungan untuk berganti usaha, sementara nasabah tersebut belum mempunyai pengalaman yang cukup untuk usaha baru. b. Sisi intern 1) Itikad tidak baik dan atau kekurangmampuan petugas bank/kreditur dalam pengelolaan pemberian kredit mulai dari pengajuan permohonan sampai kredit dicairkan. 2) Kelemahan dan kurang efektifnya petugas bank/kreditur dalam membina nasabah. c. Sisi eksten 1) Akibat bencana alam 2) Akibat perubahan eksternal lingkungan. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
I. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah Sebelum dijelaskan pengertian
Usaha Kecil dan Menengah, berikut
dijelaskan terlebih dahulu tentang landasan teori hukum usaha kecil dan menengah. Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, 36) sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. Jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya. Bukan karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup masyarakat. 37) Pergaulan antara manusia sebagai anggota masyarakat saling mempunyai kepentingan. Kepentingan tersebut ada yang sama dan ada yang bertentangan antara satu sama lain. Dalam konteks pertentangan kepentingan masyarakat ini akan menimbulkan persoalan wajar dan tidak wajar, patut dan tidak patut, yang pada akhirnya pertentangan kepentingan ini dapat melanggar hak anggota masyarakat. Hal ini dapat terjadi dalam kegiatan sosial dan kegiatan-kegiatan ekonomi perusahaan karena itu perangkat hukum diperlukan untuk menciptakan dan melindungi hak anggota masyarakat. 38) Holland yang dikutip oleh Wise, Percy M. Winfeld dan Bias,
36)
W. Friedman, Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo, Jakarta, hlm. 2. Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999, hlm. 237. 38) Bismar Nasution, Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana USU, Medan, 2003, hlm. 1. 37)
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
bahwa tujuan hukum adalah menciptakan dan melindungi hak-hak (legal rights). Jadi perusahaan harus memperhatikan kepentingan hak orang lain dalam pergaulan hidup masyarakat, terutama kaum buruh, sebab perkembangan perangkat hukum untuk menciptakan dan melindungi hak manusia sebagai anggota masyarakat terus mengalami perkembangan dalam kegiatan ekonomi perusahaan sejalan dengan perkembangan masyarakat yang berperan menampung kebutuhan masyarakat yang berkepentingan (stakeholder) dari perusahaan. 39) Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechtgerechtigheid),
kemanfaatan
(rechtsutiliteit)
dan
kepastian
hukum
(rechtszekerheid). 40 Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith (1723-1790), Guru Besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasgow University pada tahun 1750, 41 telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice). Smith mengatakan bahwa: “tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian” (the end of justice is to secure from injury). 42) Kegiatan ekonomi rakyat yang merupakan bagian integral dunia usaha. Usaha Kecil dan Menengah mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur Perekonomian Nasional yang makin seimbang dan pemerataan pembangunan berdasarkan demokrasi ekonomi. 39)
Ibid., hlm. 2. Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Gunung Agung Tbk., Jakarta, 2002, hlm. 85. 41) Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada Pengukuhan sebagai Guru Besar USU – Medan, 17 April 2004, hlm. 4-5. Sebagaimana dikutip dari Neil Mac Cormick, “Adam Smith On Law”, Valvaraiso University Law Review, Vol. 15, 1981, hlm. 244. 42) Ibid., hlm. 247, sebagaimana dikutip dari R. L. Meek, D.D. Raphael dan P.G. Stein, ed. Lecture of Jurisprudence, Indianapolis, Liberty Fund, 1982, hlm. 9. 40)
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia kini sedang gencar memperoleh perhatian khusus dari Pemerintah, betapa tidak, sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1977, sektor UKM ternyata justru mampu bertahan, dibanding perusahaan yang memiliki modal besar. 43) Beberapa pihak telah berupaya untuk memberikan definisi yang tepat untuk usaha mikro (usaha kecil). Hal ini penting karena hingga saat ini kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan usaha mikro masih beragam karena masih sering terjadi pengertian tumpang tindih antara usaha mikro dan usaha kecil. Pengertian Usaha Kecil secara jelas tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995, yang menyebutkan bahwa Usaha Kecil adalah “Usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000.” Definisi yang tercantum dalam undang-undang ini adalah definisi yang paling banyak digunakan oleh badan/lembaga yang terkait dengan usaha mikro kecil. Kementrian Negara Koperasi & UKM menggunakan undang-undang tersebut sebagai dasar dalam mengelompokkan jenis-jenis usaha. Usaha Menengah berada sedikit di atas usaha kecil. Usaha menengah adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria: 1. Nilai kekayaan bersih yang dimiliki lebih dari Rp. 200.000.000 s/d paling banyak 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan. 2. Milik Warga Negara Indonesia (WNI) 3. Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar. 43)
Cornelis Rintuh dan Miar, Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat, Edisi Pertama, Fak. Ekonomi UGM, Yogyakarta, 2005, hlm. 4. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
4. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum dan atau badan usaha yang berbadan hukum. 44) Sementara Departemen Keuangan seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.40/KMK.06/2003, menitikberatkan pada besarnya hasil/pendapatan usaha dalam mendefinisikan usaha mikro. Menurut keputusan tersebut usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100.000.000 per tahun. 45) Kriteria bagi kegiatan Usaha Kecil adalah: 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah). 3. Milik Warga Negara Indonesia (WNI) 4. Berdiri sendiri, bukan anak perusahaan/cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah/besar. 5. Berbentuk usaha orang-perorangan (bukan badan hukum). 46) Pasal 1 angka 2 Keputusan Presiden Nomor 127 Tahun 2001 disebutkan bahwa bidang/jenis usaha yang dicadangkan untuk Usaha Kecil adalah usaha yang ditetapkan untuk Usaha Kecil yang perlu dilindungi, diberdayakan dan diberi peluang 44)
Noer Sutrisno, Kewirausahaan Dalam Pengembangan UKM Di Indonesia, http://www.smeru.or.id/newslet/2004/ed10/2004 data.htm. diakses tanggal 21 Mei 2006. 45) Noer Sutrisno, Strategi Penguatan UKM Melalui Pendekatan Klaster Bisnis: Konsep, Pengalaman Empiris dan Harapan, Artikel dalam Media Pengkajian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (UNFOKOP), No. 20, 2002, hlm. 5. 46) Usaha kecil menengah juga sering diidentikkan dengan industri rumah tangga karena sebagian besar kegiatan dilakukan di rumah, menggunakan teknologi sederhana atau tradisional, memperkerjakan anggota keluarga dan berorientasi pada pasa lokal. Kegiatan usaha seperti ini banyak ditemukan di negara-negara berkembang dan berperan cukup besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan pengentasan kemiskinan. Di Indonesia, usaha mikro mulai mendapat perhatian besar ketika mereka mampu bertahan bahkan berperan sebagai “katup pengaman” ketika terjadi krisis ekonomi, ibid., hlm. 7. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
berusaha agar mampu dan sejajar dengan pelaku ekonomi lainnya untuk mengoptimalkan peransertanya dalam pembangunan. Model pemberdayaan lewat kredit bersubsidi relatif rendah efektivitasnya. Karena itu, diperlukan cara pandang lebih luas dalam pengembalian UKM. Perlu disadari, UKM berada alam suatu lingkungan yang kompleks dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak mempertimbangkan pembangunan (khusus ekonomi) lebih luas. Karena konsep pembangunan yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM). Karena itu, upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan dilaksanakan
secara
berkesinambungan.
Kebijakan
ekonomi
(terutama
pengembangan dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM.
J. Perlindungan Hukum Terhadap Pengusaha Kecil dan Menengah Yang Diberikan oleh Pemerintah Kota Medan Usaha kecil menengah mengalami berbagai kendala dalam menjalankan usahanya sehingga perlu mendapatkan perlindungan terutama dari pemerintah. Pola ideal perlindungan usaha kecil menengah harus mencakup bidang perizinan, perkreditan dan kemitraan. Dibidang perizinan, pemerintah harus melakukan penyederhanaan jenis dan prosedur pengurusan izin. Jumlah izin yang banyak tentu membutuhkan waktu pengurusan yang lama dan biaya yang besar sehingga dapat menunda pelaksanaan usaha dan mengurangi modalnya. Selain itu, pemberian izin tidak dilakukan oleh
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
masing-masing instansi pemerintah, tetapi dilakukan oleh satu kantor saja (secara terpadu) sehingga memudahkan pengurusannya. Semua izin dapat dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk menghemat biaya dan waktu pengurusannya. Pada bidang perkreditan, pemberian kredit kepada usaha kecil menengah tidak hanya semata-mata didasarkan pada jaminan yang cukup tetapi lebih ditekankan pada kelayakan usaha dan kemampuan mengembalikan modal (kredit). Jumlah kredit lunak yang disalurkan oleh BUMN perlu ditingkatkan agar dapat dimanfaatkan oleh semua usaha kecil dan menengah. Pada bidang kemitraan, pemerintah perlu mengeluarkan ketentuan yang mewajibkan setiap usaha menengah dan usaha besar untuk menjadi mitra bagi usaha kecil menengah sesuai dengan kemampuan dan bidang usahanya masing-masing. Pemerintah juga mempertemukan usaha menengah dan besar dengan usaha kecil agar mereka dapat menjajaki kemungkinan kerja sama atau mengadakan mitra usaha. Dalam rangka kemitraan itu, usaha kecil perlu dibantu permodalan, dan dilatih dalam bidang organisasi dan manajemen perusahaan, produksi dan pemasaran barang dan atau jasa. 47) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil yang diundangkan pada tanggal 28 Pebruari 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 46) merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
47)
H. T. Basyrul Kumali, Kepala Bagian Deperindag Kota Medan, Wawancara, tanggal 12 Desember 2006. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 disebutkan bahwa pertimbangan dikeluarkannya peraturan pemerintah ini adalah mengingat kegiatan dan kebijaksanaan pemerintah yang telah dilaksanakan dalam upaya meningkatkan peran usaha kecil sesuai dengan kegiatan usahanya yang terdapat di berbagai sektor, misalnya sektor pertanian, peternakan, pertambangan, perindustrian, belum terlaksana secara optimal dan terpadu. Pelaksanaan program pembinaan usaha kecil, seakan-akan masing-masing pembina sesuai sektornya berjalan sendiri-sendiri, kurang terkoordinasi sehingga efektifitas pembinaan masih perlu ditingkatkan. Tidak adanya perlakuan tambahan di bidang perpajakan atau dalam rangka perolehan perizinan, atau permodalan yang tidak mendukung, merupakan kendala bagi usaha kecil, sehingga sulit berkembang. Apabila dilihat dari peningkatan produk, pemasaran, sumber daya manusia atau teknologi usaha kecil, kemampuan dan peran serta usaha kecil pada kenyataan masih jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan peningkatan kegiatan usaha menengah atau usaha besar. Oleh karena itu, diperlukan satu petunjuk yang disusun secara lengkap dan teratur dalam satu peraturan pelaksanaan pembinaan dan pengembangan usaha kecil. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka materi yang diatur dalam peraturan pemerintah ini ditekankan pada tata cara pembinaannya dan diatur pula mengenai koordinasi dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan, serta pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pembinaan dimaksud. Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
pembinaan dan pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah. Ruang lingkup, pembinaan dan pengembangan usaha kecil meliputi bidang produksi, dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia dan teknologi. Pembinaan dan pengembangan usaha kecil di bidang sumber daya manusia, dilaksanakan
dengan:
Memasyaratkan
dan
membudayakan
kewirausahaan.
Meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial. Membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan, pelatihan, dan konsultasi usaha kecil. Menyediakan tenaga penyuluh dan konsultan usaha kecil, menyediakan modul manajemen usaha kecil. Menyediakan tempat magang, studi banding dan konsultasi untuk usaha kecil. Selanjutnya untuk kelancaran pelaksanaan pembinaan dan pengembangan usaha kecil, Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 menyebutkan bahwa pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menyediakan pembinaan dan penjaminan serta bantuan perkuatan bagi usaha kecil melalui lembaga pendukung yang terdiri dari: Lembaga pembiayaan, Lembaga penjaminan dan Lembaga pendukung lain. Penjelasan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan lembaga pembiayaan dan lembaga penjaminan adalah lembaga yang sudah ada atau yang akan dibentuk, berdasarkan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun oleh dunia usaha. Sedangkan lembaga pendukung lainnya antara lain dapat berupa lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga pengkajian, lembaga pemasaran dan informasi, klinik konsultasi bisnis, inkubator, lembaga bantuan hukum dan pembelaan. Lembaga pembiayaan memberikan prioritas pelayanan, kemudahan dan akses dalam memperoleh pendanaan bagi usaha kecil yang dibina dan dikembangkan, melalui: (a) Penyelenggaraan pelatihan membuat rencana usaha dan manajemen keuangan. (b) Pemberian keringanan tingkat bunga kredit usaha kecil (c) Bimbingan dan bantuan usaha kecil. (d) Loket khusus untuk pelayanan dan informasi kredit usaha kecil. Lembaga penjaminan memberikan prioritas pelayanan dan kemudahan, dan akses bagi usaha kecil yang dibina dan dikembangkan untuk memperoleh jaminan pendanaan melalui: (a) Perluasan fungsi lembaga penjaminan yang sudah ada atau pembentukan lembaga penjaminan baru. (b) Pembentukan lembaga penjaminan ulang untuk menjamin lembaga-lembaga penjaminan yang sudah ada. Lembaga
pendukung
lain
berperan
menjembatani
pembinaan
dan
pengembangan usaha kecil melalui (a) Penyediaan informasi, bantuan manajemen dan teknologi kepada usaha kecil. (b) Pemberian bimbingan dan konsultasi melalui klinik konsultasi bisnis. (c) Pelaksanaan advokasi kepada berbagai pihak untuk kepentingan usaha kecil. (d) Pelaksanaan magang, studi banding dan praktek kerja bagi usaha kecil.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
BAB III ALTERNATIF PEMECAHAN TERHADAP KENDALA YANG DIHADAPI OLEH PENGUSAHA KECIL DAN MENENGAH A. Sejarah Berdirinya Usaha Kecil dan Menengah Sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang merupakan bagian integral dunia usaha, Usaha Kecil dan Menengah mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur Perekonomian Nasional yang makin seimbang dan pemerataan pembangunan berdasarkan demokrasi ekonomi. Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia kini sedang gencar memperoleh perhatian khusus dari Pemerintah, betapa tidak, sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1977, sektor UKM ternyata justru mampu bertahan, dibanding perusahaan yang memiliki modal besar. Krisis ekonomi kini sudah berusia lebih dari enam tahun. Namun tanda-tanda pemulihan yang diharapkan agaknya masih berjalan sangat lambat dan terseok-seok, walaupun nilai tukar rupiah semakin menguat dan kondisi sosial-politik nasional sudah semakin membaik. Pemulihan ekonomi yang berjalan lambat ini ditunjukkan antara lain dari masih rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi nasional, tingginya angka pengangguran dan kemiskinan serta ”mandegnya” perkembangan kegiatan usaha berskala besar baik PMA maupun PMDN. Secara detail angka-angka perkembangan indikator makro ekonomi yang belum menjanjikan dapat kita lihat pada laporan yang dikeluarkan, baik oleh Badan Pusat Statistik maupun dalam literatur-literatur ekonomi lainnya. Mesin pemulihan ekonomi selama ini masih sangat tergantung pada
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
besaran tingkat konsumsi semata, dan sedikit didorong oleh kegiatan investasi portofolio dan ekspor. Di tengah pemulihan ekonomi yang masih lambat ini, perekonomian nasional dihantui pula dengan ambisi nasional untuk melakukan otonomi daerah dan desentralisasi. Selain itu, adanya komitmen nasional untuk melaksanakan perdagangan bebas multilateral (WTO), regional (AFTA), kerjasama informasi APEC, dan bahkan ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2020 merupakan tambahan pekerjaan rumah yang harus pula disikapi secara serius. Dalam hal otonomi daerah dan desentralisasi, berbagai persoalan masih semerawut. Ini terjadi karena di satu pihak ada pihak-pihak tertentu yang tetap berkeinginan untuk melakukan otonomi daerah dan desentralisasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, sedangkan di pihak lain banyak yang menuntut revisi alas kedua undang-undang tersebut. Tarik menarik ini selanjutnya menimbulkan berbagai ketidakpastian, sehingga banyak daerah menetapkan berbagai peraturan baru khususnya yang berkaitan dengan pajak daerah, lisensi dan pungutan lainnya. Diperkirakan lebih dari 1000 peraturan yang berkaitan dengan pajak dan pungutan lainnya telah dikeluarkan daerah-daerah sejak diundangkannya pelaksanaan desentralisasi. Peraturan-peraturan ini telah menghasilkan beban berat bagi pelaksanaan kegiatan usaha di daerah. Dalam situasi dan kondisi ekonomi yang belum kondusif inilah dipandang perlu menciptakan aturan hukum yang lebih luwes mengenai usaha kecil menengah.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Mengacu kepada daya tahan eksistensi usaha kecil dan menengah pada masa krisis dan sebagai jawaban atas ketatnya persaingan ekonomi global dimunculkanlah produk hukum yang dijadikan sebagai embrio hukum dalam penataan usaha kecil menengah melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Perkembangan kegiatan usaha kecil dan menengah dianggap sebagai satu alternatif penting yang mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian nasional dan daerah. Argumentasi ekonomi di belakang ini yang dimiliki bangsa ini. Selain itu pengembangan kegiatan UKM relatif tidak memerlukan kapital yang besar dan dalam periode krisis selama ini UKM relatif tahan banting”, terutama UKM yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertanian. Depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika telah menyebabkan UKM dalam sektor pertanian dapat mengeruk keuntungan yang relatif besar. Sebaiknya UKM yang tergantung pada input import mengalami keterpurukan dengan adanya gejolak depresiasi rupiah ini. Tulisan singkat ini bertujuan untuk mendiskusikan prospek bisnis UKM dalam era perdagangan bebas dan otonomi daerah. Untuk membahas topik ini, berikut akan diuraikan potensi dan kontribusi UKM terhadap perekonomian nasional sebagai latar belakang analisis. Kemudian, didiskusikan upaya apa yang harus dilakukan dalam pengembangan UKM khususnya di daerah dalam menghadapi perdagangan bebas dan otonomi daerah.
B. Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia merupakan sumber penting kesempatan kerja dan motor penggerak utama pembangunan ekonomi di daerah Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
pedesaan, di luar sektor pertanian. Saat ini penekanan UKM mengalami perubahan. Dahulu peran UKM sebagai usaha memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan sumber pendapatan khususnya bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Namun saat ini UKM diharapkan dapat berperan sebagai salah satu sumber penting peningkatan eskpor non migas seperti di negara-negara maju (Eropa, Amerika Serikat, Jepang). Dalam sektor industri manufaktur, pengalaman di negara-negara maju tersebut menunjukkan bahwa UKM sangat penting sebagai industri-industri pendukung yang membuat dan memasok komponen-komponen, spare part, dan input-input lainnya untuk keperluan proses produksi di industri skala besar. Peranan UKM, khususnya usaha kecil juga sering dikaitkan dengan upaya pemerintah untuk mengurangi pengangguran, memerangi kemiskinan, dan pemerataan pendapatan. Karena itu tidak mengherankan jika kebijakan pengembangan UKM di Indonesia sering dianggap secara tidak langsung sebagai kebijakan penciptaan lapangan kerja atau kebijakan anti kemiskinan, atau kebijakan redistribusi pendapatan. Proses perkembangan ekonomi secara alami menimbulkan kesempatan besar yang sama bagi semua jenis kegiatan ekonomi semua skala usaha. Besarnya (size) suatu usaha tergantung pada sejumlah faktor. Dua diantaranya yang sangat penting
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
adalah pasar dan teknologi 48) Apabila pasar yang dilayani kecil, yakni untuk jenisjenis produk tertentu yang jumlah pembelinya memang terbatas atau sifatnya musiman, maka unit usaha yang cocok (viable), dalam arti walaupun omset kecil usaha tersebut tetap dapat menghasilkan margin keuntungan yang lumayan adalah usaha kecil. Besar kecilnya pasar itu sendiri ditentukan oleh tingkat pendapatan riil per kapita dan jumlah penduduk serta strukturnya atau jumlah pembeli sebenarnya (effective demand) atau potensial. Di Indonesia, untuk jenis-jenis barang konsumen tertentu seperti makanan dan minuman, pakaian jadi, tekstil, alas kaki, dan alat-alat rumah tangga, UKM tetap dapat bertahan di pasar dan bahkan menikmati pertumbuhan volume produksi yang lumayan setiap tahunnya, walaupun menghadapi persaingan yang ketat dari pengusaha lain yang juga membuat jenis-jenis barang yang sama, dan persaingan dari barang-barang impor. Hal ini terutama disebabkan karena UKM walaupun memproduksi barang yang sama, tetapi ada perbedaannya, misalnya dalam hal warna, bentuk, rasa, kemasan, harga atau pelayanan. Dengan perkataan lain, UKM memiliki segmentasi pasar tersendiri yang melayani kelompok pembeli tertentu. Perbedaan selera atau pola konsumsi di masyarakat untuk barang yang sama juga sangat menentukan besar kecilnya pasar UKM. Sebagai contoh, ada kelompok masyarakat yang lebih suka kain batik yang dibuat secara tradisional dengan
48)
Panandiker, Pai, D.H., Status of SMEs in Terms of Their Competitive Strength, Makalah disampaikan dalam The IX International Conference on Small and Medium Enterprises, New Delhi, 17-19 April 1996, WASME. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
tangan, ada kelompok masyarakat yang lebih menyenangi batik yang dicetak mesin modern di pabrik besar. Ada orang yang lebih suka membuatkan baju ke tukang jahit di pinggir jalan, ada orang yang lebih suka membeli pakaian impor di toko-toko baju yang mahal. Dari pembahasan di atas, dapat dikatakan bahwa di dalam suatu ekonomi modern sekalipun, UKM tetap mempunyai suatu kesempatan besar untuk survive atau bahkan berkembang pesat hanya jika pengusaha tersebut membuat jenis-jenis produk yang proses produksinya tidak mempunyai skala ekonomis dan mengandung teknologi sederhana tanpa mengurangi kualitas produk serta memerlukan keahlian tertentu (yang hanya dapat dimiliki di luar sistem pendidikan formal atau secara tradisional, turun-temurun). UKM di Indonesia sangat penting terutama dalam hal penciptaan kesempatan kerja. Argumentasi ini didasarkan pada kenyataan, bahwa di satu pihak jumlah angkatan kerja di Indonesia sangat berlimpah mengikuti jumlah penduduk yang besar, dan di pihak lain, Usaha Besar tidak sanggup menyerap semua pencari pekerjaan. Ketidaksanggupan Usaha Besar dalam menciptakan kesempatan kerja yang besar disebabkan karena memang pada umumnya kelompok usaha tersebut relatif padat modal, sedangkan UKM relatif padat karya. Kedua, pada umumnya Usaha Besar membutuhkan pekerja dengan pendidikan formal yang tinggi dan pengalaman kerja yang cukup, sedangkan UKM khususnya Usaha Kecil sebagian pekerjanya berpendidikan rendah.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Seperti halnya juga di negara-negara lain, perkembangan UKM di Indonesia tidak lepas dari berbagai macam masalah. Tingkat intensitas dan sifat dari masalahmasalah tersebut bisa berbeda antar wilayah/lokasi, antarsentra, antarsektor atau subsektor atau jenis kegiatan dan antar unit usaha dalam kegiatan/ sektor yang sama. Namun demikian, ada beberapa masalah yang umum dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah seperti: a. keterbatasan modal kerja atau modal investasi; b. kesulitan mendapatkan bahan baku dengan kualitas yang baik dan harga yang terjangkau: c. keterbatasan teknologi; d. sumber daya manusia dengan kualitas yang baik (pekerja dan manajer); e. kesulitan dalam pemasaran (termasuk distribusi). f. persaingan yang tidak sehat antara Usaha Besar dan Usaha Kecil.49) Dengan perkataan lain, masalah-masalah yang dihadapi banyak pengusaha kecil dan menengah bersifat multidimensi. Selain itu secara alami ada beberapa permasalahan yang lebih bersifat internal (sumbernya di dalam pengusaha), sedangkan lainnya lebih bersifat eksternal (sumbernya di luar pengaruh pengusaha). Dua masalah eksternal yang oleh banyak pengusaha kecil dan menengah dianggap paling serius adalah keterbatasan akses ke Bank dan distorsi pasar (output maupun input) yang disebabkan oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan atau peraturan-peraturan pemerintah yang
tidak kondusif yang disengaja maupun tidak disengaja lebih
menguntungkan pengusaha besar termasuk investor asing (penanaman modal asing).
49)
Syafie, M. Saleh, dan Yusri, “Aspek Sosio-Legal Pendayagunaan Potensi Usaha Dalam Program Pengembangan Dan Peningkatan Kinerja UKM Melalui Advokasi Kebijakan dan Peraturan”, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 36, Edisi 2003, Fakultas Hukum Unsyiah Darussalam- Banda Aceh, hlm. 223. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, pengusaha adalah orang atau badan hukum yang menjalankan perusahaan milik sendiri atau milik orang lain atau mewakili orang atau badan hukum yang berkedudukan di luar negeri yang memperkerjakan seorang buruh atau lebih dengan membayar upah. 50) C. Alternatif Pemecahan Masalah Yang Dilakukan Pengusaha Kecil dan Menengah Terhadap Kendala-Kendala Yang Dihadapi Penanaman modal asing merupakan potensi pelengkap bagi ekonomi nasional Indonesia yang sedang membangun, bahkan dapat meringankan budget devisa nasional, serta membawa penyebaran teknologi dan manajemen modern yang dapat dicontoh oleh pengusaha-pengusaha lain di Indonesia. Kemudian penanaman modal asing merupakan sumber pendapatan negara berupa pajak dan retribusi lainnya yang relatif lebih mudah dikontrol karena sistem manajemen mereka pada umumnya lebih teratur. Dan tidak kalah pentingnya penanaman modal asing dianggap sebagai tolak ukur bagi kepercayaan luar negeri terhadap situasi perekonomian nasional sendiri. Artinya, kondisi perekonomian nasional baik, maka investasi akan tertarik pada kemungkinan-kemungkinan keuntungan yang dapat dicapai, namun sebaliknya bila perekonomian Indonesia buruk, maka investasi tidak tertarik untuk menanamkan modalnya. 51) Menyikapi hal tersebut, pemerintah melakukan usaha-usaha untuk menarik investasi ke Indonesia. Maka pada tahun 1966-1967, pengusaha orde baru melakukan langkah pengembalian perusahaan asing melalui UUPMA, yang diikuti UUPMDN, 50)
Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hubungan Pekerja Dengan Pengusaha,Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum UISU, 1994, hlm. 83. 51 ) B. Napitupulu, Joint Ventures di Indonesia, Cetakan Kedua, Erlangga, Jakarta, 1986, hlm. 12. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
secara lebih luas pemerintah Indonesia menawarkan insentif, 52 baik kepada investor asing maupun domestik dalam bentuk: 1. Pembebanan pajak perseroan, untuk waktu paling lama enam tahun terhitung dari saat usaha mulai berproduksi; 2. Pembebanan pajak deviden atas bagian laba yang dibayarkan kepada pemegang saham, sejauh laba tersebut diperoleh dalam jangka waktu yang tidak melebihi waktu enam tahun sejak beroperasi; 3. Keringanan pajak perserorann atas keuntungan yang ditanam kembali dalam perusahaan bersangkutan terhitung dari saat penanaman kembali berupa perangsang penanaman (investment allowance); 4. Pembebasan bea masuk dan pajak penjualan atas pemasukan barang-barang perlengkapan tetap dan barang-barang modal kerja; 5. Pembebasan bea materai atas penempatan modal yang berasal dari modal asing. 6. Jaminan tidak ada nasionalisasi, kecuali dengan undang-undang dinyatakan bahwa kepentingan nasional menyatakan demikian, jika terjadi nasionalisasi, maka harus diberikan kompensasi dalam jumlah dan cara pembayaran yang disetujui oleh kedua belah pihak berdasarkan asas hukum internasional yang berlaku; 52)
Namun walaupun pemerintah telah menawarkan berbagai macam insentif, akan tetapi untuk PMA masih diberikan batasan-batasan, batasan tersebut adalah: Pertama, perusahaan PMA tidak diizinkan masuk ke jenis-jenis bisnis tertentu, Kedua, diberlakukan berbagai persyaratan pada kegiatan-kegiatan mereka, seperti diharuskannya mendapat izin tertentu, Ketiga, akses perusahaan PMA terhadap modal dalam negeri dikontrol secara ketat, Keempat, perusahaan PMA tidak dapat menikmati sepenuhinya program insentif dari pemerintah, Keilma, perusahaan PMA dikenal berbagai khusus menyangkut batas modal minimum, batas minimum kepemilikan lokal dan alih kepemilikan dari pihak asing ke mitra lokalnya. Sanyoko Sastrowardojo, Perkembangan Kebijakan Investasi di Indonesia, Dalam Perekonomian Indonesia Memasuki Millienium Ketiga, International Quality Publications, London, 1997, hlm. 88. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
7. Keleluasaan penggunaan tenaga asing pada posisi yang belum bisa diisi tenaga lokal; 8. Kapasitas batas waktu usaha maksimal dan prosedur perpanjangan masa usaha. 53 Kebijakan pemerintah selanjutnya pada kurun waktu Tahun 1984 sampai Tahun 1994, yang dikenal dengan periode peningkatan iklim investasi. Pada periode ini perekonomian Indonesia bergeser menjadi lebih terbuka, ditandai dengan deregulasi impor dan kepabeanan, pelonggaran peraturan penanaman modal dalam negeri dan asing, pengurangan ketergantungan pada perusahaan publik dan perusahaan milik negara serta pengembangan kontribusi sektor swasta. Kemudian proses persetujuan investasi terus mengalami penyederhanaan secara besar-besaran dengan diperkenalkannya tata cara administrasi baru dan dibentuknya BKPM sebagai suatu pelayanan satu atap dan pengenalan daftar skala prioritas (DSP). Pada tahun 1989 DSP diganti dengan daftar negatif investasi (DNI). 54 Kota Medan sendiri juga mengalami berbagai kendala dalam memberdayakan usaha kecil dan menengah. Jumlah koperasi dan usaha kecil menengah yang semakin besar dari tahun ke tahun, belum sepenuhnya diimbangi dengan peningkatan kualitas UKMK yang memadai, khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia, yang memberikan dampak negatif
53)
Sidik Jatmika, Op. Cit., hal. 80-81. Pada tahun 1986 jumlah sektor bisnis yang masuk DSP yang terbuka untuk investasi asing meningkat dari 475 menjadi 926 buah. Akan tetapi ketika DSP diganti dengan DNI, konsep ini secara ekstrem dianggap kembali kepada konsep yang lama. Artinya, justru dalam DNI daftar perusahaan yang tercantum tidak boleh menerima investasi baik dari dalam maupun dari luar negeri. Dan jika perusahaan yang tercantum dalam DNI tersebut terasa sudah cukup memadai maka barulah peruashaan itu dikeluarkan dari daftar DNI. H. Muchsin dan Fadillah Putra, Hukum Dan Kebijakan Publik: Analisis Atas Praktek Hukum Dan Kebijakan Publik Dalam Pembangunan Sektor Perekonomian Di Indonesia, Cetakan Pertama, Averroes Press, Malang, 2002, hlm. 139-140. 54)
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
terhadap produktivitas UKMK, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antar pelaku usaha kecil, menengah, koperasi dan besar. Masalah utama yang timbul dari usaha kecil, menengah dan koperasi secara umum berkaitan dengan: Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan jiwa wirausaha UKMK. Pelaku Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) di Kota Medan pada umumnya memiliki kualitas sumber daya manusia yang terbatas tingkat pendidikannya. Tenaga kerja di UKMK didominasi oleh tenaga kerja yang berpendidikan rendah. Dalam bidang manajemen keuangan, UKMK yang telah memiliki laporan keuangan hanya sebesar 28,81 sedangkan selebihnya sebanyak 71,19% belum memiliki laporan keuangan.
Rendahnya
pemanfaatan
teknologi.
Umumnya
UKMK
masih
menggunakan peralatan manual ataupun teknologi yang masih sederhana, akhirnya menyebabkan produk yang dihasilkan UKMK kurang berkualitas. 55) Pemasaran. Jumlah UKMK yang pemasarannya berorientasi ekspor sebesar 0,18%, sedangkan UKMK dengan pemasaran regional sebesar 1,2% dan untuk pemasaran berorientasi lokal sebesar 97,85%. Permodalan. Dalam bidang permodalan, UKMK yang mengalami kesulitan permodalan sebanyak 51,37%. Kondisi ini mencerminkan masih diperlukannya dukungan perkuatan permodalan bagi UKMK. Kelembagaan. Dari jumlah UKMK yang ada di Kota Medan sebanyak 40.958 unit dan koperasi sebanyak 1.420 unit, umumnya kelembagaannya belum tertata secara maksimal. Di samping hal tersebut di atas, UKMK juga masih menghadapi berbagai 55)
Soritus Harahap, S.H., Kasubbag Bantuan Hukum Pemko Medan, Wawancara, tanggal 10 Desember 2006. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
permasalahan yang terkait dengan iklim usaha seperti: (a) besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan dan timbulnya berbagai pungutan, dan (b) praktik usaha yang tidak sehat. Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi UKMK, ternyata belum menunjukkan kemajuan yang merata. 56) Tantangan ke depan UKMK untuk mampu bersaing di era perdagangan bebas, baik di pasar domestic maupun di pasar ekspor, sangat ditentukan oleh dua kondisi utama. Pertama, lingkungan internal UKMK harus diperbaiki, yang mencakup aspek kualitas SDM, terutama jiwa kewirausahaan (entrepreneurship), penguasaan pemanfaatan teknologi dan informasi, struktur organisasi, system manajemen, kultur/budaya bisnis, kekuatan modal dan jaringan bisnis dengan pihak luar. Kedua, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang terkait dengan kebijakan pemerintahan, aspek hukum, kondisi persaingan pasar, kondisi ekonomi-sosialkemasyarakatan, kondisi infrastruktur, tingkat pendidikan masyarakat, dan perubahan ekonomi global. Pilihan strategi dan kebijakan untuk memberdayakan UKMK dalam memasuki era pasar global menjadi sangat penting bagi terjamin kelangsungan hidup dan perkembangan UKMK, sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pertumbuhan dan pemerataan pendapatan. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sejak tanggal 1 Januari 2001, kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mulai berlaku sejak tanggal 15 Oktober 2004 maka terjadi perubahan yang mendasar, dimana selama ini kebijakan menyangkut investasi diatur oleh Pemerintah
56)
H. Sulaiman, S.H., Kabag Hukum Pemko Medan, Wawancara, tanggal 20 Desember 2006.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Daerah, 57 namun dengan berlakunya UUPD berdasarkan Pasal 13 dan Pasal 14 yang memiliki wewenang penuh terhadap peluang investasi adalah masing-masing daerah. Namun sangat disayangkan berlakunya otonomi daerah malah dianggap menghambat maksudnya investor, hal ini disebabkan oleh beberapa kendala, antara lain: 1. Masih rendahnya kualitas pelayanan birokrasi, lamanya waktu yang diperlukan untuk mengurus perizinan, dan tingginya biaya investasi. 2. Tidak efisiennya bisnis, meningkatnya biaya buruh, dan rendahnya kualitas infrastruktur. 3. Pemerintah
daerah
mengeluarkan
penetapan
beberapa
pungutan,
pajak,
sumbangan sukarela, serta tidak adanya intensif fiskal dan masalah pabean. 4. Kurangnya
kemampuan
pemerintah
daerah
dalam
menciptakan
dan
mempertahankan iklim bisnis yang menguntungkan, serta kurangnya kepastian hukum dan berbagai peraturan daerah yang tidak pro bisnis. 58) Berdasarkan program pembangunan daerah Kota Medan, sasaran utama pertumbuhan ekonomi diantaranya diusahakan untuk meningkatkan investasi baik
57)
Setelah berlakunya UUPD fungsi dan peran pemerintah pusat dalam pengaturan dan penciptaan peluang investasi bisnis di daerah, antara lain: Pertama, penetapan kebijakan umum untuk pengembangan peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis secara nasional. Kedua, penetapan kebijakan perencanaan nasional untuk adanya peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis di daerah-daerah; Ketiga, pengaturan kebijakan kerjasama regional dan internasional untuk mendorong berkembangnya peluang tumbuhnya sumber pembiayaan dan investasi bisnis; Keempat, pengaturan kebijakan kerjasama antara propinsi dalam pengembangan sumber pembiayaan dan investasi bisnis; dan Kelima, pengembangan sistem informasi untuk mendapat peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis secara nasional. Wimpy S. Tjetjep, Loc.Cit. 58) Muidrajat Kuncoro, Otonomi Dan Pembangunan Daerah: Reformasi Perencanaan, Strategi dan Peluang, Erlangga, Jakarta, 2004, hlm. 283-290. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
sebagai PMDN maupun PMA serta mengembangkan fasilitas pendukungnya. 59) Kebijakan di bidang investasi ini diarahkan untuk memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang dapat diwujudkan dengan melaksanakan kegiatan promosi potensi unggulan daerah baik di dalam negeri maupun di luar negeri serta menjamin kemudahan berinvestasi di wilayah Kota Medan. Kegiatan investasi ini dilakukan dengan strategi: 1. Meningkatkan investasi dalam dan luar negeri dalam rangka mengembangkan sektor riil dan peningkatan pertumbuhan ekonomi; 2. Mengutamakan kelembagaan dan profesionalisme aparat daerah agar menjamin pelayanan yang efisien dalam pemantauan investasi. 3. Menyempurnakan peraturan yang lebih kondusif terhadap peningkatan investasi termasuk penyempurnaan sistem insentif. Dengan prioritas utama adalah: 1. Meningkatkan struktur perekonomian wilayah melalui kajian pengembangan dan peningkatan data-data base; 2. Meningkatkan potensi komoditi andalan melalui daerah; 3. Meningkatkan partisipasi dalam kebutuhan pelayanan investor. Menyikapi arah kebijakan investasi tersebut, Pemerintah Kota Medan telah melakukan usaha-usaha untuk menarik investor. Diantara usaha-usaha tersebut adalah: akan tetapi Pemerintah Kota Medan masih sulit untuk menarik investor diakibatkan oleh beberapa kendala, diantaranya di daerah ini masih sering terjadi
59)
Pemeritnah Kota Medan, Program Pembangunan Daerah (PROPERDA) Kota Medan Tahun 2003-2008, Medan, 2002, hlm. 46. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
penyelundupan, kemudian lahan kawasan industri yang direncanakan (sampai penelitian ini dilakukan) belum terealisasi secara keseluruhan akibat ketiadaan dana, birokrasi perizinan yang masih berbelit-belit, tidak terjadinya satu pemahaman yang sama diantara dinas penanaman modal yang bertujuan untuk menarik masuknya investasi ke Kota Medan sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi wilayah (sufficient condition), untuk itu perlu adanya kebijakan deregulasi dan debirokratisasi sebagai upaya menarik minat investor tersebut.60) Salah
satu
program
penunjang
dalam
meningkatkan
pembangunan
perekonomian di Kota Medan adalah di bidang pertanian, yaitu dengan melakukan usaha-usaha peningkatan partisipasi masyarakat dan swasta dalam usaha subsektor perkebunan, yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk menanamkan modal di Kota Medan dalam berbagai bentuk deregulasi terhadap berbagai peraturan yang menghambat. Sedangkan bentuk kegiatan investasi yang dilakukan adalah bentuk kegiatan bagi hasil atau modal inti rakyat.61) Menyikapi hal tersebut Pemerintah Kota Medan belum memiliki peraturan daerah yang mengatur mengenai penanaman modal. Pemerintah Daerah Kota Medan baru memiliki beberapa peraturan yang mengatur tentang pajak dan retribusi. Ketentuan yang berlaku masih tunduk pada ketentuan-ketentuan nasional. Dari uraian di atas, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah daerah untuk menarik masuknya PMA dan PMDN, diantaranya: 1. Melakukan reformasi pelayanan investasi, dengan menerapkan sistem Unit 60) 61)
Program Pembangunan Daerah (PROPERDA 2003-2008), Kota Medan, 2004, hlm. 22-24. Ibid., hal. 29.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Pelayanan Terpadu (UPT) dalam memberikan pelayanan perizinan. Sistem ini diharapkan dapat menyederhanakan birokrasi perizinan. Kemudian menerapkan Sistem Satu Atap (SINTAP), dengan sistem ini diharapkan permohonan layanan perizinan investasi dapat diproses di satu tempat sehingga birokrasi menjadi lebih pendek, dan efisien. 2. Sistem informasi potensi investasi, sistem ini adalah bagaimana menggunakan cara dan strategi tertentu untuk menarik PMDN dan PMA. Strategi tersebut diantaranya adalah pameran produk potensi investasi dan promosi melalui internet, berupa situs web yang berisi berbagai macam informasi mengenai potensi investasi dan prosedur layanan untuk investor. 3. Peningkatan dan provisi infrastruktur fisik, langkah ini sangat penting untuk mendukung mempromosikan investasi di daerahnya. Paling tidak Pemerintah Daerah sudah harus membangun zona industri khusus. Salah satu Program Pemerintahan Kota Medan saat ini adalah peningkatan pelayanan publik, termasuk pelayanan perizinan usaha. Saat ini, persoalan perizinan itu menjadi salah satu fokus perhatian Pemerintahan Kota Medan. Targetnya adalah menciptakan pelayanan prima kepada masyarakat, khususnya pengusaha dan pelaku UKM, pada saat penandatanganan MoU antara Pemerintah Kota dan Direktur Bank Mandiri. Pelaksanaan kegiatan usaha tidak terlepas dari tiga hal penting yaitu perizinan, perkreditan dan kemitraan. Pemerintah mewajibkan setiap perusahaan untuk memiliki bermacam-macam izin sesuai dengan bidang dan kegiatan usahanya. Izin itu diperlukan bagi pemerintah guna melakukan pengawasan agar kegiatan perusahaan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun izin yang harus dimiliki usaha kecil menengah antara lain: izin usaha, izin tempat usaha, izin undang-undang gangguan, izin nama toko (papan nama), izin usaha industri, izin perdagangan dan izin pengangkutan. Dalam pengurusan izin tersebut pengusaha kecil menghadapi berbagai kendala yaitu izin-izin tersebut dikeluarkan oleh berbagai instansi pemerintah, sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama. Pengurusan izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah membutuhkan waktu antara 2 hari sampai dengan 1 bulan untuk masing-masing izin, sedangkan pengurusan izin yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat membutuhkan waktu yang lebih lama, yaitu antara 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Pengurusan bermacam-macam izin tersebut selain dapat menghabiskan waktu yang lama juga memerlukan biaya yang besar. Pengusaha harus mengeluarkan biaya pengurusan izin bagi biaya formal maupun biaya tidak formal. Biaya formal untuk izin-izin yang dikeluarkan pemerintah daerah yaitu sebesar Rp. 500.000,- per izin, dan biaya untuk izin yang dikeluarkan pemerintah pusat sekitar Rp. 2.000.000,- per izin. Sedangkan besarnya biaya tidak formal itu tergantung pada lama tidaknya izin itu dikeluarkan dan pendekatan (negosiasi) antara pengusaha tersebut dengan pemberi izin. Dalam permohonan pengurusan izin harus dilengkapi dengan syarat-syarat tertentu, seperti untuk memperoleh Surat Izin Tempat Usaha, pemohon harus memiliki bukti setoran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta rekomendasi dari camat setempat. Untuk memperoleh Tanda Daftar Perusahaan harus memiliki akte
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
pendirian perusahaan, dan lain-lain. Jangka waktu berlakunya izin harus terbatas, misalnya jangka waktu berlakunya Izin Tempat Usaha hanya satu tahun sehingga harus diperbaharui setiap tahunnya. Setiap perusahaan memerlukan modal baik pada tahap pendirian maupun pelaksanaan kegiatannya. Modal itu dapat berasal dari pemilik perusahaan itu sendiri maupun dari pihak lain. Modal dari pihak lain dapat berbentuk penyertaan modal dan kredit. Pengusaha kecil menengah selalu mengalami kesulitan dalam memperoleh kredit dari lembaga perbankan akibat ketidakmampuannya menyediakan jaminan dan membayar bunga yang tinggi. Kredit lunak pada BUMN yang bunganya rendah juga sulit diperoleh karena selain jumlahnya terbatas dan peminatnya banyak, juga harus mendapat rekomendasi dari Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Kota Medan. Dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 tercatat 21.487 pengusaha kecil menengah yang mengajukan permohonan kredit lunak kepada BUMN melalui Kantor Departemen Koperasi dan PPM Kota Medan, sedangkan yang dikabulkan permohonannya hanya sekitar 10%. Selain itu, usaha kecil menengah juga perlu melakukan kerja sama dengan pihak lain terutama dengan usaha menengah dan besar melalui program kemitraan. Pengertian kemitraan disini adalah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yaitu “kerjasama usaha antara kecil dan usaha menengah atau usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.” Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Pola kemitraan yang dimaksudkan untuk membantu pengusaha kecil tidak terlaksana dengan baik di Kota Medan. Hal ini disebabkan kurangnya minat dari usaha menengah dan besar untuk bermitra dengan usaha kecil. Usaha besar dan menengah beralasan bahwa yang memutuskan untuk bermitra adalah kantor pusatnya yang ada di Jakarta. Selain itu, usaha kecil selalu mengalami kesulitan untuk membuat proposal dan mencari bapak asuh. Sebagaimana dijelaskan bahwa pengusaha kecil menengah mengalami berbagai macam kendala hukum berkaitan dengan perizinan, perkreditan, dan kemitraan. Dalam menghadapi kendala demikian sebagian pengusaha kecil pasrah saja dalam arti tidak melakukan apa-apa sehingga dapat dikategorikan melanggar hukum dan atau tidak mendapatkan manfaat atau faedah dan fasilitas yang disediakan pemerintah, yang seyogianya apabila dimanfaatkan dapat meningkatkan kinerja perusahaannya. Sebagian pengusaha kecil menengah sebaiknya tidak pasrah dengan kemungkinan kesulitan yang dihadapinya yang ditunjukkan dengan adanya usahausaha tertentu yang dilakukannya untuk dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi dalam rangka mencegah timbulnya kesulitan tersebut. Bagi kelompok pengusaha kecil menengah terakhir ini yang penting adalah memanfaatkan semaksimal mungkin kesempatan yang ada untuk kepentingan bisnisnya. Pengusaha kecil menengah kelompok pertama yang pasrah pada kesulitan yang ada di dalam praktek ternyata menemukan kendala dalam memperoleh fasilitas yang disediakan pemerintah, misalnya perkreditan. Pengusaha semacam ini di lapangan tidak memperoleh surat-surat izin (perizinan) yang sebenarnya diharuskan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atau memperoleh satu atau beberapa macam izin dari sekian banyak izin yang diperlukan. Pengusaha demikian juga tidak memperoleh fasilitas kredit, baik dari perbankan maupun dari nonperbankan yang disediakan pemeritnah untuk usaha kecil. Pengusaha demikian juga tidak dapat memperoleh mitra usaha pembina sebagaimana diharapkan pemerintah melalui kebijakan kemitraan. Kelompok pengusaha kecil yang tidak pasrah pada kesulitan berupaya melakukan sesuatu yang dapat membantunya dalam rangka perolehan berbagai bentuk perizinan, perkreditan dan kemitraan. Di bidang perizinan misalnya, walaupun merasakan berat karena harus membayar sejumlah uang tertentu baik yang formal maupun tambahan, tetapi tetap diurus juga dengan harapan dapat memperoleh fasilitas lainnya dari pemerintah misalnya dapat mengikuti tender dalam pemborongan bangunan atau pengajuan permohonan kredit. Di bidang perkreditan, pengusaha kecil demikian mau saja membayar uang tambahan di luar ketentuan untuk memperlancar perolehan kredit yang sangat diperlukannya walaupun kredit dengan persyaratan yang berat baginya. Alternatif lain adalah memperoleh modal dari pihak lain di luar fasilitas yang disediakan pemerintah. Menurut mereka masalah modal merupakan masalah utama yang mereka hadapi saat ini.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
BAB IV PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM MENINGKATKAN EKONOMI RAKYAT A. Dasar Hukum Usaha Kecil dan Menengah Di Indonesia terdapat sejumlah departemen dan lembaga pemerintah non departemen yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam perumusan kebijaksanaan pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (selanjutnya disebut UKM) dan implementasinya (pelaksanaan program-program pembinaan), termasuk Menteri Negara Koperasi & Usaha Kecil dan Menengah, Menteri Keuangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Depperindag). Walaupun dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 telah ditetapkan apa yang dimaksud dengan Usaha Kecil, dan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 1999 mengenai definisi Usaha Menengah, namun dalam prakteknya banyak di antara departemen dan badan pemerintah tersebut punya kriteria sendiri-sendiri yang berbeda dalam mendefinisikan UKM. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil disahkan pada tanggal 26 Desember 1995 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74). Undang-Undang ini disusun dengan maksud memberdayakan usaha kecil, mencakup berbagai aspek pemberdayaan usaha kecil tetapi tidak mengatur mekanisme internalnya. Di dalamnya dimuat tentang pengertian dan kriteria usaha kecil serta landasan, asas dan tujuan. Selanjutnya, diperjelas dan dipertegas pula segisegi yang mencakup penumbuhan iklim usaha yang kondusif, pembinaan dan
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
pengembangan, pembiayaan dan perjanjian, kemitraan, koordinasi dan pengendalian, serta ketentuan pidana dan sanksi administratif. Pemberdayaan usaha kecil berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pemberdayaan usaha kecil diselenggarakan atas asas kekeluargaan. Pemberdayaan usaha kecil bertujuan: 1) Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah. 2) Meningkatkan peranan usaha kecil dalam pembentukan produk nasional, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, serta peningkatan dan pemerataan pendapatan untuk mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung serta memperkukuh struktur perekonomian nasional”. 62) Selanjutnya dalam konsiderans Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 disebutkan bahwa usaha kecil perlu memberdayakan dirinya dan diberdayakan dengan berpijak pada kerangka hukum nasional yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 demi terwujudnya demokrasi ekonomi yang berdasarkan pada asas kekeluargaan. Pemberdayaan usaha kecil dilakukan melalui penumbuhan iklim usaha yang mendukung bagi pengembangan usaha kecil, pembinaan dan pengembangan usaha kecil serta kemitraan usaha. Pemberdayaan usaha kecil dilaksanakan oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Dengan memberdayakan usaha kecil diharapkan usaha kecil menjadi tangguh, mandiri, dan juga dapat berkembang menjadi usaha menengah. Usaha kecil yang tangguh, mandiri, dan berkembang dengan sendirinya akan meningkatkan produk
nasional,
62)
kesempatan
kerja,
ekspor,
serta
pemerataan
hasil-hasil
Pasal 2,3 dan 4 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
pembangunan, yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan yang lebih besar terhadap penerimaan negara. Selanjutnya, pemberdayaan usaha kecil akan meningkatkan kedudukan serta peran usaha kecil dalam perekonomian nasional, sehingga akan terwujud tatanan perekonomian nasional yang sehat dan kukuh. 63) Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 menyebutkan bahwa Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Kriteria usaha kecil adalah memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah); milik warganegara Indonesia; berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar; dan berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. 64) Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil yang diundangkan pada tanggal 28 Pebruari 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 46) merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor
9 Tahun 1995
tentang Usaha Kecil.
63) 64)
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 disebutkan bahwa pertimbangan dikeluarkannya peraturan pemerintah ini adalah mengingat kegiatan dan kebijaksanaan pemerintah yang telah dilaksanakan dalam upaya meningkatkan peran usaha kecil sesuai dengan kegiatan usahanya yang terdapat di berbagai sektor, misalnya sektor pertanian, peternakan, pertambangan, perindustrian, belum terlaksana secara optimal dan terpadu. Pelaksanaan program pembinaan usaha kecil, seakan-akan masing-masing pembina sesuai sektornya berjalan sendiri-sendiri, kurang terkoordinasi sehingga efektivitas pembinaan masih perlu ditingkatkan. Tidak adanya perlakuan tambahan di bidang perpajakan atau dalam rangka perolehan perizinan, atau permodalan yang tidak mendukung, merupakan kendala bagi usaha kecil, sehingga sulit berkembang. Apabila dilihat dari peningkatan produk, pemasaran, sumber daya manusia atau teknologi usaha kecil, kemampuan dan peran serta usaha kecil pada kenyataan masih jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan peningkatan kegiatan usaha menengah atau usaha besar. Oleh karena itu, diperlukan satu petunjuk yang disusun secara lengkap dan teratur dalam satu peraturan pelaksanaan pembinaan dan pengembangan usaha kecil. 65) Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka materi yang diatur dalam peraturan pemerintah ini ditekankan pada tata cara pembinaannya dan diatur pula mengenai koordinasi dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan, serta pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pembinaan dimaksud. 65)
Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1998
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Kemudian, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995, bahwa usaha kecil dapat berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Dalam hal status badan hukum usaha kecil tersebut sangat terkait dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dan juga dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Jika usaha tersebut merupakan koperasi, maka koperasi tersebut memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Pemerintah sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Sedangkan jika usaha tersebut berbentuk perseroan, maka untuk memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 7 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Mengenai pendaftaran usaha diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, yang di dalam Pasal 2 dinyatakan Daftar Perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Selanjutnya perjanjian usaha kecil dan menengah dan besar khusus industri tertuang
dalam
Surat
Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
Nomor:590/MP/Kep/ID/99 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin usaha industri, izin perluasan dan tanda daftar industri. Juga Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 591/MPP/Kep/99 tentang tata cara pemberian surat izin usaha perdagangan (SIUP). Perijinan yang diatur oleh dua Surat Keputusan Menteri di atas wajib dimiliki oleh dua kelompok usaha kecil, menengah dan besar terutama yang berbentuk badan hukum. Bagi usaha perorangan yang dikelola sendiri atau anggota keluarga persyaratan yang tertuang dalam dua surat Keputusan Menteri tidak mutlak dimiliki. Surat ijin Usaha Industri (SIUD) dan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) akan diberikan apabila usaha perorangan itu mengajukan permohonan. Peran dari usaha kecil yang cukup berjasa dalam kegiatan ekonomi nasional semakin menguatkan tekat dan keinginan pemerintah untuk dapat melindunginya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 telah menetapkan ekonomi kerakyatan sebagai bentuk sokoguru di dalam upaya kebangkitan ekonomi nasional. Kegiatan usaha kecil sangat cocok dikembangkan dalam ekonomi kerakyatan karena ketentuan undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur keberadaannya sudah cukup lengkap. Kelengkapan pengaturan itu berarti adanya kepastian hukum untuk mendorong pemberdayaan bagi usaha kecil dalam perekonomian nasional. Pengaturan usaha kecil sebagai hukum positif atau hukum khusus berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden dan keputusan menteri. Di Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
mana semua peraturan hukum itu dibuat khusus untuk melindungi usaha kecil di dalam upaya memberdayakan dari kelemahannya. Apabila usaha-usaha kecil telah dilindungi dalam bentuk pengaturan hukum, maka keberadaannya diakui sebagai entitas hukum dan entitas bisnis pada kegiatan ekonomi termasuk bergerak di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah demi terwujudnya keadilan, keseteraan dan keseimbangan dalam suasana demokrasi ekonomi sebagaimana dimanatkan oleh Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. 66)
B. Faktor-Faktor Dalam Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Berlakunya Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UUPKPPPD), yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan mulai berlaku sejak tanggal 15 Oktober 2004, maka Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk melaksanakan kegiatannya dan menjalankan pembangunan serta kewenangan yang lebih luas dalam mendapatkan sumber-sumber pembiayaan, baik yang berasal dari daerah itu sendiri maupun data yang berasal dari APBN.
67)
Sistem pemerintahan berdasarkan UUPD dan UUPKPPPD ini memberikan keleluasan daerah (local discretion) untuk menjalankan fungsinya secara lebih baik. Semakin besar keleluasan daerah dalam menggali potensi yang ada di daerah, maka 66)
Teguh Sulistia, op. cit., hal. 157-158,159. Bacrul Elmi, Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia, Universitas Indonesia Perss, Jakarta, 2002, hlm. 45. 67
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
semakin besar pula kesempatan daerah mendapatkan pendapatan untuk membiayai pembangunan di daerahnya. Menyikapi hal ini, Hepworth dalam “Public Expenditure Control and Local Government” memandang bahwa semakin independen suatu daerah, akan makin memungkinkan daerah tersebut untuk memperoleh pendapatan yang besar. Sehingga, posisinya akan semakin baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (public service) yang berkualitas. 68) Keleluasaan Pemerintah Daerah dalam menjalankan aktivitasnya dapat dirumuskan dalam aspek-aspek, sebagai berikut: 1. Self modifying power, yaitu kemampuan untuk melakukan penyesuaian dari tatanan hukum normatif yang berlaku secara nasional sesuai dengan kondisi daerah. 2. Local political support, yaitu menyelenggarakan kegiatan pemerintahan yang mempunyai legitimasi luas, baik dari unsur eksekutif maupun legislatif. 3. Financial resources, yaitu mengembangkan kemampuan dalam mengelola sumber-sumber penerimaan daerah sebagai sumber pembiayaan kegiatan pemerintahan. 4. Developing brain power, yaitu membangun sumber daya manusia aparatur pemerintah yang bertumpu pada kapabilitas intelektual. 69) Aspek-aspek tersebut di atas bersifat saling mendukung dan saling melengkapi, sehingga konsep badan keuangan daerah yang didasarkan atas aspek keempat, yaitu financial resource harus di dukung oleh keempat aspek yang lainnya. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
68)
Edyanus Herman Halim, Menangkap Momentum Otonomi Daerah Menepis Ego Kedaerahan, Memacu Kemandirian Ekonomi Rakyat, UNRI Press, Pekanbaru, 2002, hlm. 89. 69) Soekarwo, Berbagai Permasalahan Keuangan Daerah, Airlangga University Press, 2003, hlm. 82. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka APBD. Pembiayaan keuangan daerah dalam rangka melaksanakan pengurusan rumah tangganya sendiri, Pemerintah Daerah diberikan keleluasaan dalam menghimpun dana, seperti diatur dalam Pasal 157 jo Pasal 164 UUPD, serta Pasal 5 UUPKPPD yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan desentralisasi, daerah berhak atas sumber-sumber penerimaan, berupa: 1. Pendapatan daerah, terdiri dari: a. Pendapatan Asli Daerah (PAD); b. Dana perimbangan, dan c. Lain-lain pendapatan. 2. Pembiayaan, yang terdiri dari: a. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah, b. Penerimaan pinjaman daerah, c. Dana cadangan daerah, dan d. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Berdasarkan Pasal 6 UUPKPPPD menyebutkan PAD bersumber dari: 1. Pajak daerah. 2. Retribusi daerah, 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan 4. Lain-lain PAD yang sah Sedangkan lain-lain PAD yang sah tersebut meliputi: 1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, 2. Jasa giro, Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
3. Pendapatan bunga, 4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan 5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. Sebenarnya peluang yang sangat strategis dalam peningkatan PAD adalah dengan masuknya para investor. Karena dengan masuknya para investor untuk melakukan investasi di daerah maka PAD semakin meningkat. Hal tersebut dapat dirinci dari masing-masing pajak daerah yang dapat dikenakan terhadap para investor, sepanjang pajak daerah yang ditetapkan itu (melalui Perda) tidak menyebabkan ekonomi biaya tinggi, seperti: 1. Apabila investor masuk untuk mendirikan perusahaan maka sudah dpat dikenakan retribusi, antara lain izin mendirikan bangunan dan izin peruntukan penggunaan tanah. 2. Kemudian dapat dikenakan pajak dalam hal investor menyelenggarakan usaha perhotelan, restoran, hiburan, parkir, reklame, listrik, galian C, dan lain sebagainya, sepanjang pajak dan retribusi tersebut tidak menjadi wewenang pemerintah propinsi maupun pemerintah pusat. Selama PAD benar-benar tidak memberatkan atau membebani masyarakat lokal, investor domestik maupun investor asing, tentu tidak masalah. Dan dapat dikatakan bahwa daerah dengan PAD yang meningkat setiap tahun mengindikasikan daerah tersebut mampu membangun daerahnya secara mandiri tanpa tergantung pemerintah pusat. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Upaya untuk meningkatkan PAD tersebut sebenarnya tidak terlepas dari kemampuan dan peran pemerintah daerah. Dalam hal ini menurut Lincolin dalam bukunya “Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah”, ada empat peran yang dapat diambil oleh pemerintah daerah untuk melahirkan inisiatif-inisiatif dalam proses pembangunan ekonomi di daerah, yaitu sebagai: 1. Entrepreneur, dalam sikap sebagai entrepreneur ini yang paling utama dilakukan oleh
Bupati/Walikota
adalah
optimalisasi
pemanfaatan
aset,
sehingga
menghasilkan profit maksimum seperti halnya perusahaan swasta dan dapat mensejahterakan masyarakat di daerahnya. 2. Koordinator, dalam peranannya ini seorang Bupati/Walikota dapat melibatkan instansi pemerintah lainnya, dunia usaha, dan masyarakat dalam menyusun straegi pembangunan di daerahnya. Hubungan dengan instansi lainnya sangat diperlukan dalam rangka koordinasi dengan pemerintah pusat agar selaras dengan strategi pembangunan nasional. 3. Fasilitator, dalam rangka sebagai koordinator bila terdapat ide-ide dari pihak lain yang bermanfaat bagi daerah, Bupati/Walikota harus memfasilitasi ide tersebut agar dapat diimplementasikan. Hal yang paling penting adalah seorang Bupati/Walikota harus bertindak sebagai fasilitator dalam rangka pemberdayaan masyarakat di daerah. 4. Stimulator,
hal
ini
berkaitan
dengan
stimulan
yang
harus
diberikan
Bupati/Walikota dalam rangka menciptakan dan pengembangan usaha di daerah. Misalnya menyelenggarakan pameran gratis bagi pengusaha kecil, kemudahan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
bagi investor yang akan masuk ke daerah, dan sebagainya. 70) John Kao dalam bukunya “Entrepreneurship, Creatifi, and Organization”, memberikan ciri-ciri seorang wirausaha, antara lain: 1. Sebagai katalis, 2. Membuat sesuatu terjadi, 3. Menggunakan kreatifitas untuk mengembangkan sesuatu yang baru dan dengan bersemangat mengimplementasikannya. Jadi seorang Bupati/Walikota tidak lagi hanya sebagai birokrasi tetapi menggunakan ilmu manajemen bisnis sebagai chief executive officer (CEO) agar dapat bertindak kreatif dan inovatif serta memiliki daya tanggap yang tinggi terhadap adanya peluang dalam mengelola daerahnya. Secara garis besar ada dua peran Bupati/Walikota, yakni secara eksternal harus bersikap sebagai entrepreneur (wirausahawan), sedangkan secara internal harus bersikap sebagai manajer puncak sebuah perusahaan, yang bila ada potensi di daerah dapat dimaksimalkan dengan cara melakukan terobosan-terobosan yang berani. Bupati/Walikota harus berlaku layaknya wirausahawan andal dan mampu memimpin, sehingga ia harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dari strategi tersebut. Namun perlu diingat bahwa hal tersebut hanyalah suatu cara untuk memaksimalkan potensi daerah agar dapat meraih keuntungan dengan sebesar-besarnya PAD, dan peningkatan PAD ini harus benarbenar dapat memakmurkan masyarakat di daerah. Untuk memakmurkan masyarakat di daerah, maka harus dioptimalisasikan 70)
Doli D. Siregar, Manajemen Aset, Strategi Penataan Konsep Pembangunan Berkelanjutan Secara Nasional Dalam Konteks Kepala Daerah Sebagai CEO’s pada Era Globalisasi Dan Otonomi Daerah, Cetakan Pertama, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hlm.399 Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
sumber-sumber penerimaan tersebut, khususnya PAD, yang secara terperinci dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pajak daerah Pajak daerah, sebagai salah satu unsur PAD diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Walaupun bagi para investor akan lebih bergairah melakukan investasi di daerah apabila terdapat kemudahan sistem perpajakan di daerah. Penyederhanaan sistem perpajakan di daerah perlu dilakukan, misalnya melalui penyederhanaan tarif dan jenis pajak daerah. Berdasarkan Pasal 2, 3 UUPDRD dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah maka jenis-jenis serta dasar pengenaan pajak dan tarif pajak daerah adalah: a. Jenis Pajak Propinsi, terdiri dari: 1) Pajak kenderaan bermotor dan kenderaan di atas air, yaitu pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kenderaan bermotor dan kenderaan di atas air. Dasar pengenaan pajak kenderaan bermotor dihitung sebagai perkalian dari 2 (dua) unsur pokok, yaitu nilai jual kenderaan bermotor, dan bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kenderaan bermotor. Sedangkan tarif pajak kenderaan bermotor ditetapkan sebesar 1,5% untuk kenderaan bermotor bukan umum, 1% untuk kenderaan bermotor umum, dan 0,5% untuk kenderaan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. Kemudian dasar pengenaan pajak kenderaan di atas air dihitung berdasarkan nilai jual Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
2) Bea masuk nama kenderaan bermotor dan kenderaan di atas air.
71)
Dasar
pengenaan bea balik nama kenderaan bermotor dan kenderaan di atas air adalah nilai jual kenderaan bermotor, tarifnya ditetapkan sebagai berikut: a) Tarif bea balik nama kenderaan bermotor atas penyerahan pertama: 10% untuk kenderaan bukan umum, 10% untuk kendaraan bermotor umum, 3% untuk kenderaan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. b) Tarif bea balik nama kenderaan bermotor atas penyerahan kedua dan selanjutnya: 1% untuk kenderaan bermotor bukan umum, 1% untuk kenderaan bermotor umum, dan 0,3% untuk kenderaan alat-alat berat dan alat-alat besar. c) Tarif bea balik nama kenderaan bermotor atas penyerahan karena warisan: 0,1% untuk kenderaan bermotor bukan umum, 1% untuk kenderaan bermotor umum, dan 0,03% untuk kenderaan bermotor alatalat berat dan alat-alat besar. Sedangkan tarif bea balik nama kenderaan di atas air atas penyerahan pertama ditetapkan 5%, untuk penyerahan kedua dan selanjutnya sebesar 1%, dan penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar 0,1%.
71)
Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf b UUPDRB, yang dimaksud dengan bea balik nama kenderaan bermotor dan kenderaan di atas air adalah pajak atas penyerahan hak milik kenderaan bermotor dan kenderaan di atas air sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
3) Pajak bahan bakar kenderaan bermotor,
72)
Dasar pengenaan pajak bahan
bakar kenderaan bermotor adalah nilai jual bahan bakar kenderaan bermotor. Tarifnya ditetapkan sebesar 5%. 4) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. Yaitu pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan 73) untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. Dasar pengenaan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan adalah nilai perolehan air. Tarifnya ditetapkan sebagai berikut: untuk air bawah tanah sebesar 20%, dan untuk air permukaan sebesar 10%. Namun semua hasil pajak Propinsi tersebut berdasarkan Pasal 2A UUPDRD harus dibagi kepada daerah Kota/Kota, dengan ketentuan: 1) Hasil penerimaan pajak kenderaan bermotor dan kenderaan di atas air dan bea balik nama kenderaan bermotor dan kenderaan di atas air diserahkan kepada daerah Kota/Kota di Propinsi yang bersangkutan paling sedikit 30%. 2) Hasil penerimaan pajak bahan bakar kenderaan bermotor dan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan diserahkan kepada daerah Kota/Kota di Propinsi yang bersangkutan paling sedikit 70%. 72)
Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf c UUPDRD, yang dimaksud dengan pajak bahan bakar kenderaan bermotor adalah pajak atas bahan bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kenderaan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kenderaan di atas air. 73) Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf d UUPDRD, yang dimaksud dengan air bawah tanah adalah air yang berada di perut bumi, termasuk air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah, sedangkan yang dimaksud dengan air permukaan adalah air yang berada di atas permukaan bumi, tidak termasuk air laut. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
3) Penggunaan bagian daerah Kota/Kota ditetapkan sepenuhnya oleh daerah Koa/Kota yang bersangkutan. b. Jenis pajak Kota/Kota, terdiri dari: 1) Pajak hotel, yaitu pajak atas pelayanan hotel. 74) Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Tarifnya ditetapkan paling tinggi 10%. 2) Pajak restoran, yaitu pajak atas pelayanan restoran, yang digunakan sebagai tempat untuk menyantap makanan dan/atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau catering. Dasar penganaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran. Tarifnya ditetapkan paling tinggi 10%. 3) Pajak hiburan, yaitu pajak atas penyelenggaraan hiburan yang meliputi semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. Dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan/atau menikmati hiburan. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 35%. 4) Pajak reklame, adalah pajak atas penyelanggaraan reklame, yaitu benda, alat, perbuatan, atau media yang menurut bentuk dan cetak ragamnya untuk tujuan 74)
Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (2) huruf a UUPDRD, yang dimaksud dengan hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan/atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak sama, kecuali untuk peroleh dan perkantora.. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
komersial, dipergunakan untuk memperkenankan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang dtiempatkan atau dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah. Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame. Tarifnya ditetapkan paling tinggi 25%. 5) Pajak penerangan jalan, yaitu pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Dasar pengenaan pajak penerangan jalan adalah nilai jual tenaga listrik. Tarifnya ditetapkan paling tinggi 10%. 6) Pajak pengambilan bahan galian golongan C, yaitu pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dasar pengenaan pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah nilai jual hasil pengambilan bahan galian golongan C. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 20%. 7) Pajak parkir, yaitu pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kenderaan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 20%. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Upaya yang dapat ditempuh guna meningkatkan penerimaan pajak daerah 75) antara lain dengan cara intensifikasi dan eksternasifikasi pemungutan, yaitu: a. Intensifikasi pemungutan adalah meningkatkan penerimaan dengan cara mengintensifikasi kegiatan pemungutan terhadap jenis pajak yang telah ada. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan mengadakan pendataan obyek dan subyek pajak sehingga potensi yang ada dapat direalisasikan secara optimal. b. Eksternsifikasi merupakan upaya untuk meningkatkan PAD dengan menggali sumber-sumber pungutan baru yang cukup potensial. Dalam menggali sumber pungutan baru ini dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu: 1) Menggali sumber baru terhadap jenis pungutan yang telah ada, dalam bentuk perluasan obyek atas suatu jenis pajak. 2) Menggali sumber yang memang baru sama sekali, artinya dengan jenis pungutan/pajak itu belum pernah dipungut. 76) Ini artinya Pemerintah Kota/Kota diberi keleluasaan atau peluang untuk menciptakan pajak daerah lainnya, disamping jenis-jenis pajak daerah seperti yang disebutkan di atas. Akan tetapi dalam pembuatan pajak daerah tersebut
75)
Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerntah daerah untuk meningkatkan PAD tanpa membebani masyarakat adalah memasukkan pajak bumi dan bangunan (PBB) menjadi pajak daerah. Bahkan menurut Nick Devas pada kebanyakan negara, PBB merupakan pajak daerah, sedangkan di Indonesia PBB sampai saat ini masih merupakan pajak pusat. Di kebanyakan negara PBB menyumbangkan lebih dari separuh PAD. Jadi secara justifikasi perlunya PBB dijadikan sebagai pajak daerah, diantaranya: Pertama, PBB merupakan hasil yang substansial (besar) bagi daerah. Kedua,Perolehan hasil dari PBB relatif stabil dan dapat diprediksi. Ketiga, Pungutan PBB cukup adil (auditable), yang memiliki tanah dan bangunan yang bernilai tinggi akan dikenakan pajak yang tinggi pula. Keempat, Pungutan PBB tidak berpengaruh besar terhadap harga-harga, sehingga tidak mengganggu efisiensi ekonomi (perekonomian). Kelima, Dasar pengenaan pajak cukup jelas dan mudah dipahami oleh pembayar pajak. Keenam, Objek PBB tidak berpindah-pindah (immovable), sehingga pajak tersebut tidak dapat disembunyikan. Ketujuh, Pengadministrasiannya relatif mudah. Kedelapan, Jelas pemerintah daerah mana yang berhak menerima pendapatan pajak atas PBB. Mardiasmo, Op. Cit., hlm. 152. 76) Dali D.Siregar, Op. Cit., hlm. 362. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
pemerntah daerah harus memperhatikan ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUPDRD: Beberapa kriteria yang harus dipenuhi dengan menciptakan pajak baru tersebut adalah: a. Bersifat pajak dan bukan retribusi b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah Kota/Kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah Kota/Kota yang bersangkutan. c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum. d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak Propinsi dan/atau objek pajak pusat. e. Potensinya memadai. f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif. g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat, dan h. Menjaga kelestarian lingkungan. Namun satu hal yang harus menjadi perhatian dalam pembuatan pajak daerah tersebut,
77)
di mana kepentingan investor harus diperhatikan. Karena dengan
banyaknya investor untuk menginvestasikan modalnya di daerah, maka semakin meningkat pula PAD di daerah tersebut.
77)
Pada prinsipnya, sistem perpajakan harus ekonomis, efisien, dan adil (economy efficiency and equity) serta sederhana dalam pengadministrasiannya. Beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah untuk memperbaiki sistem perpajakan daerah, antara lain: Pertama, Perlunya dilakukan perbaikan administrasi penerimaan daerah (revenne administration) untuk menjamin agar semua pendapatan dapat terkumpul dengan baik. Untuk itu, pemerintah daerah perlu memiliki sistem akuntansi yang memadai sehingga dapat dipastikan bahwa uang yang dikumpulkan telah diposting ke rekening pemerintah daerah secara benar, dan ada keamanan yang cukup dari bahaya pencurian, hilang atau salah hitung. Kedua, checking system, pada setiap tahap sangat perlu baha catatan-catatan tersebut di-cross-checked, dan dilakukan pengecekan mendadak (spot check) oleh staf senior secara acak. Ketiga, pelaporan hasil pengumpulan pajak dan retribusi daerah perlu dimonitor secara teratur dibandingkan dengan target dan potensi, dan hasilnya dilaporkan kepada staf senior yang memiliki kewenangan mengambil keputusan bila terjadi masalah. Keempat, metoda menghitung potensi pajak dan retribusi daerah yang efektif. Mardiasmo, Op. Cit., hlm. 154. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
2. Retribusi daerah Retribusi daerah 78) sebagaimana halnya pajak daerah merupakan salah satu PAD yang diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan mensejahterakan masyarakat. Retribusi daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang dipungut sebagai pembayaran atau imbalan langsung atas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Maka semakin banyak jenis pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah terhadap masyarakat, maka kecenderungan memperoleh dana retribusi semakin besar. Bila dilihat dalam ketentuan Pasal 18 UUPDRD dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, maka retribusi daerah dapat dibagi atas tiga golongan: a. Retribusi jasa umum Objek retribusi jasa umum79) adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Adapun jenis-jenis retribusi jasa umum adalah:
78)
Berdasarkan Pasal 1 angka 26 UUPDRD, yang dimaksud dengan retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 79) Berdasarkan Pasal 1 angka 26 UUPDRD, yang dimaksud dengan retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
1) Retribusi pelayanan kesehatan; termasuk disini pelayanan kesehatan di Puskesmas, balai pengobatan, dan rumah sakit umum daerah. Dalam retribusi pelayanan kesehatan ini tidak termasuk pelayanan pendaftaran. 2) Retribusi
pelayanan
persampahan/kebersihan;
meliputi
pengambilan,
pengangkutan, dan pembuangan serta penyediaan lokasi pembuangan/ pemusnahan sampah rumah tangga, dan perdagangan, tidak termasuk pelayanan kebersihan jalan umum dan taman. 3) Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil; Akte catatan sipil meliputi akte kelahiran, akte perkawinan, akte perceraian, akte pengesahan dan pengakuan anak, akte ganti nama bagi warga negara asing, dan akte kematian. 4) Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat; meliputi pelayanan penguburan/pemakaman pembakaran/pengabuan
termasuk mayat,
dan
penggalian sewa
tempat
dan
pengurungan,
pemakaman
atau
pembakaran/pengabuan mayat yang dimiliki atau dikelola pemeritah daerah. 5) Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, yaitu penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah. 6) Retribusi pelayanan pasar, yaitu fasilitas pasar tradisional/sederhana berupa pelataran, los yang dikelola pemerintah daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta. 7) Retribusi pengujian kenderaan, adalah pelayanan pengujian kenderaan bermotor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
8) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, yaitu pelayanan pemeriksaan dan/atau pengizinan oleh Pemerintah Daerah terhadap alat-alat pemadam kebakaran yang dimiliki dan/atau dipergunakan oleh masyarakat. 9) Retribusi penggantian biaya cetak biru, yaitu peta yang dibuat oleh Pemerintah Daerah, seperti peta dasar (garis), peta foto, peta digital, peta tematik, dan peta teknis (struktur). 10) Retribusi pengujian, kapal perikanan, yaitu pelayanan pengujian terhadap kapal penangkap ikan yang menjadi kewenangan daerah. b. Retribusi jasa usaha Objek retribusi jasa usaha 80) adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial. Pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah menganut prinsip komersial meliputi: 1) Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal. 2) Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum memadai disediakan oleh pihak swasta. Adapun jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah: 1) Retribusi pemakaian kekayaan daerah, antara lain pemakaian tanah dan bangunan, pemakaian ruangan untuk pesta, pemakaian kenderaan/alat-alat berat/alat-alat besar milik daerah. Tidak termasuk dalam pengertian pelayanan pemakaian kekayaan daerah adalah penggunaan tanah yang tidak 80)
Berdasarkan Pasal 1 angka 29 UUPDRD, yang dimaksud dengan jasa usaha adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
mengubah
fungsi
dari
tanah
tersebut,
seperti
pemancangan
tiang
listrik/telepon di tepi jalan umum. 2) Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan, yaitu pasar grosir berbagai jenis barang, dan fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan/ diselenggarakan oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh BUMD dan pihak swasta. 3) Retribusi tempat pelelangan, yaitu tempat yang secara khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan. Termasuk dalam pengertian tempat pelelangan adalah tempat yang dikontrak oleh pemerintah daerah dari pihak lain untuk dijadikan sebagai tempat pelelangan. 4) Retribusi terminal; yaitu pelayanan tempat penyediaan tempat parkir untuk kenderaan penumpang dan bis umum, tempat kegiatan usaha, dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah. Dengan ketentuan ini, pelayanan peron tidak dipungut retribusi. 5) Retribusi tempat khusus parkir, yaitu pelayanan penyediaan tempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang disediakan dan dikelola pemerintah daerah, tidak termasuk yang disediakan dan dikelola oleh BUMD dan pihak swasta. 6) Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/vital, yaitu penyediaan tempat penginapan/pesanggrahan/villa
yang
dimiliki
dan/atau
dikelola
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
oleh
pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMD dan pihak swasta. 7) Retribusi penyedotan kakus; yaitu pelayanan penyedotan kakus/jamban yang dilakukan oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMD dan pihak swasta. 8) Retribusi rumah potong hewan; yaitu pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah. 9) Retribusi pelayanan pelabuhan kapal; yaitu pelayanan pada pelabuhan kapal perikanan dan/atau bukan kapal perikanan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan kapal yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMN, BUMD dan pihak swasta. 10) Retribusi tempat rekreasi dan olah raga, yaitu tempat rekreasi, pariwisata, dan olah raga yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah. 11) Retribusi penyeberangan di atas air, yaitu pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kenderaan di atas air yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMN, BUMD dan pihak swasta. 12) Retribusi pengelolaan limbah cair; yaitu pelayanan pengolahan limbah caira rumah tangga, perkantoran, dan industri yang dikelola dan/atau dimiliki oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMD, dan pihak swasta.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
13) Retribusi penjualan produksi usaha daerah; yaitu penjualan hasil produksi usaha pemerintah daerah, antara lain bibit/benih tanaman, bibit ternak, dan bibit/benih ikan, tidak termasuk penjualan produksi usaha BUMN, BUMD dan pihak swasta. c. Retribusi perizinan tertentu Objeknya adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Adapun jenis-jenis perizinan tertentu 81) adalah: 1) Retribusi izin mendirikan bangunan; yaitu pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan, termasuk dalam pemerian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan pemantapan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan tetap memperhatikan koefisien luas bangunan (KLB), koefisien ketinggian bangunan (KKB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut. 2) Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol; yaitu pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu. 81)
Berdasarkan Pasal 1 angka 30 UUPDRD, yang dimaksud dengan perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
3) Retribusi izin gangguan; yaitu pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian atau gangguan, tidak termasuk tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah. 4) Retribusi izin trayek; yaitu pemberian izin kepada orang pribadi atau badan usaha untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu. Pemberian izin oleh pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tatif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Dengan demikian daerah mempunyai kewenangan untuk menetapkan prinsip dan sasaran yang akan dicapai dalam menetapkan tarif retribusi jasa umum, seperti untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dan membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Jadi, prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi jasa umum dapat berbeda menurut jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan dan golongan pengguna jasa. Selanjutnya prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Sedangkan prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruhnya biaya penyelenggaraan pemberian izin yang Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
bersangkutan. Biaya penyelenggaraan izin ini meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. Selain jenis-jenis retribusi yang telah disebutkan di atas, pemerintah daerah berdasarkan Pasal 18 ayat (4) UUPDRD, memiliki kewenangan untuk menetapkan jenis retribusi di daerahnya dengan peraturan daerah, sepanjang retribusi itu memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Retribusi jasa umum: 1) Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu. 2) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 3) Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum. 4) Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi. 5) Retribusi
tidak
bertentangan
dengan
kebijakan
nasional
mengenai
penyelenggaraan. 6) Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial. 7) Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
b. Retribusi jasa usaha: 1) Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu. 2) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah. c. Retribusi perizinan tertentu: 1) Retribusi tersebut termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi. 2) Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum. 3) Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehinga layak dibiayai dari retribusi perizinan. Kriteria inilah yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah bila ingin membuat jenis retribusi baru di luar yang telah ditentukan, misalnya adalah penerimaan negara bukan pajak yang telah diserahkan kepada daerah, atau pengenaan retribusi terhadap para pengusaha burung walet, atau terhadap para pengusaha penggalian pasir sungai untuk bahan bangunan.
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Selain pajak daerah dan retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah seperti BUMD merupakan salah satu sumber yang cukup potensial untuk Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
dikembangkan dalam meningkatkan PAD. Namun dalam perkembangannya banyak BUMD yang rugi, bahkan memiliki utang, yang lebih ironisnya adalah sudah merugi malah menguras kas daerah dengan alasan menyelamatkan perusahaan dan karyawan. Perusahaan daerah pada saat ini dapat digolongkan ke dalam empat bidang usaha, yaitu: a. Perusahaan daerah yang bergerak di bidang pemanfaatan umum seperti PD Pasar, PDAM, dan PD Kebersihan. b. Perusahaan daerah yang bergerak di bidang usaha komersial, seperti PD Perkebunan, PD Perhotelan, PD Aneka Jasa dan Pemesinan dan sebagainya. c. Bank Pembangunan Daerah (BPD) d. Bank Perkreditan Rakyat dan/atau Lembaga Keuangan Non Bank. 82) Untuk mengembangkan BUMD, wewenang penuh memang sudah berada di tangan pemerintah daerah. Yang menjadi persoalan sekarang adalah mampukah pemerintah daerah memberdayakan dan meningkatkan kinerja usaha BUMD. 83) Oleh sebab itu, Menteri Dalam Negeri telah mengambil langkah-langkah untuk mendorong pemerintah daerah menggali sumber potensi daerahnya. Adapun langkah kebijakan tersebut adalah:
82)
Doli D. Siregar, op. cit., hlm. 367. Menurut teori ada tiga kiat dalam memilih bidang usaha yang dapat membantu mengembangkan perusahaan daerah. Pertama, harus ada pemisahan antara pembuatan kebijaksanaan (eksekutif) dengan bagian keuangan agar menghasilkan pelayanan yang efisien. Maksudnya berikan keleluasaan kepada para eksekutif dalam membuat kebijakan penentuan harga, produksi dan pegawai dan sebagainya. Sehingga mereka memiliki rasa tanggung jawab yang lebih besar. Kedua, produk yang dihasilkan harus laku dijual, berkualitas baik, dan bermanfaat sebagai private good. Ketiga, cara menetapkan harga harus didasarkan pada hubungan antara biaya produk dengan harga jual kepada konsumen perorangan. Dengan demikian perusahaan daerah minimal dapat mencapai kondisi break even dan selanjutnya dapat memperoleh keuntungan, misalnya perusahaan jalan tol. Bachrul Elmi, op. cit., hlm. 51. 83)
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
a. Pembinaan perusahaan daerah 1) Deregulasi di bidang peraturan, antara lain dengan memberi kewenangan yang lebih luas kepada direksi perusahaan daerah dalam mengembangkan usahanya. Sehingga dapat lebih leluasa dan lincah dalam meraih dan memanfaatkan peluang bisnis ataupun dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. 2) Pembinaan di bidang manajemen umum, administrasi teknik dan keuangan dengan: a) Meningkatkan kemampuan manajerial bagi direksi perusahaan daerah melalui kursus-kursus dan studi perbandingan. b) Meningkatkan peran dan fungsi badan pengawas perusahaan daerah, sehingga memiliki wawasan yang luas dalam mengantisipasi gagasangagasan direksi perusahaan daerah. c) Menanggulangi tingkat kebocoran keuangan melalui kerjasama dengan konsultan dalam dan luar negeri dalam rangka pembinaan sistem akuntansi perusahaan daerah. b. Kerjasama perusahaan daerah dengan pihak ketiga, dalam upaya memanfaatkan aset perusahaan daerah agar lebih berdayaguna dan berhasil guna. c. Meningkatkan kemampuan permodalan melalui bantuan pinjaman dari dalam dan luar negeri. Melepas aset yang benar-benar tidak efisien dan tidak memiliki nilai ekonomi tinggi. 84) 84)
Bachrul Elmi, loc. cit.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Menyikapi hal tersebut pemerintah daerah harus memiliki visi tentang BUMD yang ada di daerahnya. Selain itu pemerintah daerah dalam mengembangkan BUMD juga harus dapat mengembangkan kerjasama dengan pihak manapun, baik antar BUMD dengan pemerintah daerah itu sendiri, karena pemerintah daerah dapat melakukan investasi dalam bentuk penyertaan modal, deposito atau bentuk investasi lainnya sepanjang hal tersebut memberi manfaat bagi peningkatan pelayanan masyarakat dan tidak mengganggu likuiditas pemerintah daerah.
85)
Dapat juga
kerjasama itu dilakukan dengan pihak swasta, baik itu investor dalam negeri maupun investor luar negeri yang tujuannya untuk meningkatkan perolehan laba perusahaan daerah, otomatis nilai PAD akan bertambah. Adapun bentuk kerjasama itu, yang umum dilakukan oleh sebuah perusahaan adalah dalam bentuk: a. Kerjasama pengelolaan atau operasi (joint operation), kerjasama dalam bentuk ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam proses produksi (operasi) perusahaan. Dengan menekan biaya produksi, maka kecenderungan perolehan profit akan semakin besar, karena harga jual produk BUMD dapat bersaing dengan produk sejenis di pasar. Manajemen dapat memutuskan untuk bekerjasama dengan perusahaan lain guna mengerjakan sebagian tahapan produksi, yang misalnya dilakukan oleh BUMD dapat saja tidak efisien, bahkan terjadi pembengkakan biaya produksi.
85)
Ahmad Yani, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah di Indonesia, Cetakan Pertama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 243.. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
b. Kerjasama usaha patungan (joint venture), yaitu pola kerjasama dimana untung dan rugi ditanggung sama oleh peruasahaan-perusahaan yang berkerjasama. Usaha patungan ini dapat berbentuk pendirian usaha baru dengan komposisi nilai saham (modal) dalam jumlah sama di antara perusahaan tersebut. Juga dapat berbentuk kerjasama di bidang manajemen yang sepenuhnya ditangani oleh perusahaan swasta (baik investor dalam negeri maupun luar negeri) yang sudah profesional dan ahli. 86) Dari uraian di atas, maka pemerintah daerah perlu melakukan upaya-upaya untuk pengembangan, peningkatan, dan penggalian sumber-sumber PAD, dengan cara: 1. Intensifikasi dan eksternsifikasi. Pada point intensifikasi, daerah harus berupaya mencerah seminimal mungkin tingkat kebocoran yang terjadi sebelum disetor ke kas daerah. Sementara pada eksternsifikasi, daerah perlu menggali sumbersumber pajak, retribusi dan perusahaan daerah yang baru melalui pengembangan, perluasan pelayanan dan peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkannya. 2. Peningkatan kemampuan aparatur melalui pendidikan dan latihan agar diperoleh tenaga-tenaga yang profesional. 3. Perlu penegakan hukum dan sanksi. 4. Perlu dilakukan penyuluhan kepada para wajib pajak dan retribusi untuk menumbuhkan kesadarannya akan kewajibannya membayar pajak dan retribusi atas pelayanan yang telah diberikan oleh pemerintah daerah. 86)
Juli Panglima Saragih, op. cit., hlm. 72.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
5. Peraturan-peraturan daerah sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang perlu diremajakan. 6. Mengupayakan langkah-langkah ke arah pelaksanaan rasionalisasi bidang pajak, retribusi Propinsi dan Kota/Kota, antara lain dengan penyerderhanaan prosedur perizinan serta menginventarisasi semua kepentingan Propinsi dan Kota/Kota. Misalnya, dengan menetapkan pembagian persentase hasil pungutan pajak dan retribusi antara Propinsi dan Kota/Kota, agar keseragaman dan keadilan dapat dipenuhi dalam rangka mewujudkan titik berat otonomi kepada Kota/Kota. 87) Bila selama ini investasi ke daerah harus melalui pusat, dengan UUPD dimungkinkan investasi langsung ke daerah, bahkan diharapkan dengan investasi langsung ke daerah ini dapat mengdongkrak PAD, sehingga beban APBN untuk angagaran dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) yang disetor ke daerah di masa yang akan datang semakin berkurang. Akan tetapi persoalan investasi luar negeri dan domestik pada era otonomi saat ini akan makin melebarkan kesenjangan antara daerah jika regulasi dan pengelolaan yang berkaitan dengan investasi tersebut tidak dilakukan secara tepar dan benar. Jadi dapat dipahami, bahwa salah satu kunci untuk meningkatkan PAD adalah dengan peningkatan investasi baik asing maupun domestik di daerah. Akan tetapi peningkatan itu harus didukung dengan strategi dan infrastruktur, baik berupa peraturan maupun saran fisik yang ada di daerah. Karena bila tidak didukung dengan strategi dan infrastruktur yang baik maka keberadaan investasi di daerah tidak banyak berubah dan tidak memiliki arti yang penting buat daerah itu sendiri. 87)
Lihat Doli D. Siregar, op. cit., hlm.366.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
K. Peranan Usaha Kecil dan Menengah Dalam Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Pada pasal 1 UUPD terdapat istilah desentralisasi, otonomi daerah, dan daerah otonom. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sedangkan daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa otonomi daerah dapat dilaksanakan jika ada pelimpahan atau pemberian wewenang pemerintahan dari pusat kepada daerah otonom, dalam hal ini pemerintah subnasional. Pelaksanaan desentralisasi 88) pada dasarnya adalah pengalihan sebagai fungsifungsi pemerintahan pusat yang dapat ditangani oleh Pemerintah Daerah. Namun tidak semua fungsi-fungsi tersebut dapat dialihkan, tetapi ada yang cukup didelegasikan, atau yang harus tetap ditangani secara langsung oleh pemerintah pusat. Desentralisasi kerapkali dipandang sebagai suatu solusi parsial terhadap sejumlah permasalahan berkaitan dengan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dalam 88)
Juli Panglima Saragih, Op. Cit., hlm. 39.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
suatu negara demokrasi. Bagi suatu negara yang besar, desentralisasi adalah suatu cara untuk merasionalisasikan barang publik (public goods) dan eksternalitas (manfaat bagi masyarakat) yang berbeda-beda untuk setiap daerah. Desentralisasi juga dipandang sebagai upaya untuk membedakan dengan rezim penguasa sebelumnya yang dianggap terlalu sentralisasi sehingga tidak memberikan kesempatan kepada daerah untuk berkembang. Bagi negara dengan beragam etnisitas, desentralisasi merupakan sarana untuk menyatukan keanekaragaman ini. 89) Pada penjelasan umum Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Propinsi sebagai daerah otonom, disebutkan tujuan peletakan kewenangan dan penyelenggaraan otonomi daerah adalah klasifikasi yang lebih mantap dalam usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat, pemerataan dan keadilan, demokrasitisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal dengan memperhatikan potensi keanekaragaman daerah. Untuk itu, berdasarkan UUPD Pemerintah Daerah diberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab sehingga memberikan peluang kepada daerah agar dengan leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah. Namun kewenangan tersebut pada dasarnya tetap terdapat keterbatasan, antara lain kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama, tetap menjadi kewenangan pemerintah. 89)
Umar Juoro, “Desentralisasi Demokrasi dan Pemutihan Ekonomi”, dalam Jurnal Demokrasi dan Ham, Vol. 2. No. 2 Juni – September 2002, hlm. 7. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Berdasarkan penjelasan Pasal 10 ayat (3) UUPD, yang dimaksud dengan urusan politik luar negeri dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya. Yang dimaksud dengan urusan pertahanan misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya,
membangun
dan
mengembangkan
sistem
pertahanan
negara
dan
persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya. Yang dimaksud dengan urusan keamanan msialnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang, kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara dan sebagainya. Yang dimaksud dengan urusan yustisi misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional. Dan yang dimaksud dengan urusan moneter dan fiskal nasional adalah kebijakan makro ekonomi, misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya. Sementara yang dimaksud dengan urusan agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaaan suatu agama, menetapkan kebijakan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya; dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional, tidak diserahkan kepada daerah. Khusus di bidang keagamaan sebagian kegiatannya dapat ditugaskan oleh pemerintah kepada
daerah
sebagai
upaya
meningkatkan
keikutsertaan
daerah
dalam
menumbuhkembangkan kehidupan beragama. Oleh karenanya untuk dapat melaksanakan otonomi daerah sebagaimana yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka kewenangan
pemerintahan
yang
diserahkan
kepada
daerah
dalam
rangka
desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut. Dan yang paling utama Pemerintah Pusat berkeinginan memberikan pinjaman dana kepada Pemerintah Daerah, untuk membantu Pemerintah Daerah dalam melakukan pembangunan inprastruktur, agar pada investor berkeinginan menginvestasikan modalnya ke daerah. 90) Adapun kewenangan propinsi dan kota, berdasarkan Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UUPD) yang mulai berlaku tanggal 15 Oktober 2004, menggantikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dapat digolongkan kepada urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah dan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan. Sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan tersebut meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
90)
Veri Iskandar, Kepala Komisi Persaingan Usaha Pemerintahan Kota Medan, Wawancara, tanggal, 15 Nopember 2006. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan, seperti pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, dan kehutanan, serta pariwisata. Kewenangan kota dan kota berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UUPD adalah urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kota, dan merupakan urusan yang berskala kota, meliputi: 1
Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2
Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;
3
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4
Penyediaan sarana dan prasrana umum;
5
Penanganan bidang kesehatan;
6
Penyelenggaraan pendidikan;
7
Penanggulangan masalah sosial;
8
Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
9
Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
10 Pengendalian lingkungan hidup; 11 Pelayanan pertahanan; 12 Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; 13 Pelayanan administrasi umum pemerintahan; 14 Pelayanan administrasi penanaman modal; 15 Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan 16 Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Hal-hal yang telah ditentukan dalam Pasal 13 dan 14 UUPD menunjukkan bahwa daerah otonomi, khususnya daerah kota memiliki kewenangan dalam bidang penanaman modal. Artinya Pemerintah Daerah berwenang menarik investasi ke daerahnya untuk melihat peluang investasi bisnis di daerah-daerah yang prospektif. Peranan pemerintah pusat dalam pengaturan dan penciptaan peluang investasi bisnis di daerah-daerah prospektif, antara lain: 1. Penetapan kebijakan umum untuk pengembangan peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis secara nasional. 2. Penetapan kebijakan perencanaan nasional untuk adanya peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis di daerah-daerah. 3. Pengaturan kebijakan kerjasama regional dan internasional untuk mendorong berkembangnya peluang tumbuhnya sumber pembiayaan dan investasi bisnis. 4. Pengaturan kebijakan kerjasama antar propinsi dalam pengembangan sumber pembiayaan dan investasi bisnis. 5. Pengembangan sistem informasi untuk mendapat peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis secara nasional. Sedangkan peran Pemerintah Propinsi dalam bidang sumber pembiayaan dan investasi bisnis, antara lain: 1. Pengaturan pengelolaan obyek dan daya tarik untuk tumbuhnya peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis lintas kota dan kota 2. Pengaturan pengelolaan sektor usaha untuk mendorong berkembangnya peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis lintas kota dan kota
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
3. Pengaturan rencana regional di bidang sumber pembiayaan dan investasi bisnis 4. Fasilitas dan penyelenggaraan promosi untuk mempercepat berkembang peluang adanya pembiayaan dan investasi bisnis antar daerah. 91 Peran Pemerintah Kota dan kota, antara lain lebih kepada pemberian izin (legalisasi), pengelolaan langsung sumber pembiayaan dan investasi bisnis serta pemeliharaan dan peningkatan kualias sarana, kualitas penunjang pelayanan sumber pembiayaan dan investasi bisnis di daerah terutama yang prospektif. Bahkan sesungguhnya Pemerintah Kota dan kota memiliki kewenangan yang sangat luas mengelola sumberdaya nasional yang tersedia di daerahnya, dan daerah-daerah tersebut dapat langsung mengadakan kerjasama yang saling menguntungkan dengan lembaga/badan di luar negeri, termasuk melakukan pinjaman dari sumber luar negeri. 92) Dengan begitu daerah otonom dapat melaksanakan kegiatan investasi dan sumber-sumber pembiayaan termasuk perizinan/legalisasinya yang dilaksanakan oleh daerah, dalam arti termasuk Pemerintah Daerah, dunia usaha/pengusaha dan asosiasi pengusaha di daerah. Upaya untuk mengoptimalkan perwujudan pelaksanaan investasi bisnis di daerah-daerah, salah satu pendekatan yang dapat dikembangkan adalah melalui pengembangan investment and business networking yaitu pendekatan jaringan kerja bisnis dan investasi. Untuk efektifnya suatu jaringan kerja bisnis dan investasi di daerah, diperlukan persyaratan, 93) antara lain:
91)
Wimpy S. Tjetjep, Dari Gunung Api Hingga Otonomi Daerah, Yayasan Media Bhakti Tambang, Jakarta, 2002, hlm. 269-270. 92) Ibid., hlm. 271. 93 ) Ibid., hlm. 273-275. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
1. Something to offer Setiap daerah harus bisa menawarkan sesuatu kepada daerah lainnya dan atau negara lainnya (terutama di negara tetangga). Sesuatu yang ditawarkan merupakan suatu potensi yang dimiliki atau yang menjadi keunggulan daerah dan merupakan potensi ciri khas daerah. Sehingga setiap daerah dapat menawarkan potensi yang berbeda. 2. Motivation to Network Setiap daerah harus memiliki motivasi yang tinggi untuk mengembangkan jaringan kerja bisnis di daerahnya dengan daerah lain dan atau dengan negara lainnya. Untuk mendorong timbulnya semangat motivasi ini, di daerah harus ditumbuh-kembagnkan business society. Dalam hal ini setiap daerah harus bisa mengembangkan secara sungguh-sungguh faktor-faktor yang dapat memotivasi keinginan membentuk jaringan kerja bisnis dan investasi. 3. Climate for Network Iklim yang kondusif bagi pengembangan jaringan kerja investasi bisnis, harus diciptakan dan dipelihara setiap daerah, dengan memperhitungkan lingkungan strategis yang berpengaruh, termasuk semakin tajamnya persaingan antara daerah dan antar negara. Fasilitas dan kemudahan harus diciptakan setiap daerah. 4. Bonding Di setiap daerah harus ada faktor perekat dalam pengembangan jaringan kerja investasi dan bisnis ini. Untuk itu daerah harus mendorong dan memfasilitasi dunia usaha di daerah, serta membentuk dan mengembangkan investment and Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
society network. Kemudian Pemerintah Daerah harus mendorong tumbuhnya dinamika dunia usaha daerah untuk bekerjasama mengembangkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan hubungan jaringan kerja investasi yang ada. 5. Strategic Planning Untuk mengimplementasikan secara berkesinambungan jaringan kerja investasi dan bisnis, diperlukan adanya perencanaan strategis pengembangannya. Oleh karena itu setiap daerah secara sinergi dengan seluruh unsur-unsur terkait menyusun perencanaan strategis. Dalam penyusunan perencanaan strategis kerja tersebut Pemerintah Daerah harus berperan lebih aktif termasuk mencari mitra bisnis yang strategis dalam bidang investasi. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memegang peranan penting dalam ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha (establishment) maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop & UKM), usaha-usaha kecil termasuk usaha-usaha rumah tangga atau mikro (yaitu usaha dengan jumlah lokal penjualan (turn over) setahun yang kurang dari Rp. 1 milyar), pada tahun 2000 meliputi 99,9 persen dari total usaha-usaha yang bergerak di Indonesia. Sedangkan usaha-usaha menengah (yaitu usaha-usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar antara Rp. 1 milyar dan Rp. 50 milyar) meliputi hanya 0,14 persen dari jumlah total usaha. Dengan demikian, potensi UKM sebagai keseluruhan meliputi 99,9 per sen dari jumlah total usaha yang bergerak di Indonesia. Besarnya peran UKM ini mengindikasikan bahwa UKM merupakan sektor usaha dominan dalam menyerap tenaga kerja. Berdasarkan survei yang dilakukan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
BPS (2000), pada tahun 1999 usaha-usaha kecil (termasuk usaha rumah tangga) memperkejakan 88,7 persen dari seluruh angkatan kerja Indonesia, sedangkan usaha menengah memperkerjakan sebanyak 10,7 persen. 94 Ini berarti bahwa UKM memperkerjakan sebanyak 99,4 persen dari seluruh angkatan kerja Indonesia. Di samping ini nilai tambah bruto total yang dihasilkan usaha-usaha kecil secara keseluruhan meliputi 41,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 1999, sedangkan usaha-usaha menengah secara keseluruhan menghasilkan 17,5 persen dari POB. Dengan demikian, nilai tambah bruto total yang dihasilkan UKM secara keseluruhan hampir sebesar 60 persen dari PDB. Potret dualistik struktur usaha nasional juga terjadi pada sektor industri manufaktor. Berdasarkan data BPS (1999), jumlah total usaha menengah dan besar hanya meliputi 0,8 persen dari seluruh usaha yang bergerak di sektor industri manufaktor. Namun dalam kontribusinya terhadap PDB, UMB (usaha menengah dan besar) menghasilkan tidak kurang dari 91,7 persen pada tahun 1999. Di sisi lain usaha kecil dan rumah tangga meliputi 99,2 persen dari total usaha, namun hanya memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 8,3 persen dari nilai tambah bruto total yang dihasilkan sektor industri manufaktur. Kedudukan UKM dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari: a. Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor; b. Penyedia lapangan kerja yang terbesar; 94
Ibid., hlm. 277.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
c. Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat; d. Pencipta pasar baru dan inovasi; serta e. Sumbangan dalam menjaga neraca pembayaran melalui sumbangannya dalam menghasilkan ekspor. 95) Posisi penting ini sejak dilanda krisis tidak semuanya berhasil dipertahankan sehingga pemulihan ekonomi belum optimal. Dalam pembangunan Kota Medan paling tidak ada lima pelaku yang paling menonjol; pemerintah, swasta (dunia usaha), masyarakat, profesional, dan intelektual. Demikian juga dalam kegiatan ekonomi, selain dikenal sektor publik yang diperankan oleh Pemerintah juga tidak kalah pentingnya sektor swasta dan masyarakat. Bahkan dilihat dari kontribusi masing-masing sektor, sektor swasta memberikan sumbangan jauh lebih besar, bahkan mencapai 80% dari total investasi yang ada. Dengan demikian sektor pemerintah hanya memberikan sumbangan 20%. Oleh karena itu salah satu kebijakan penting yang ditempuh Pemerintah Kota Medan adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi sektor swasta dan masyarakat untuk terlibat tidak saja dalam aktivitas-aktivitas yang diorientasikan mencari laba, tetapi juga kegiatan pembangunan kota secara keseluruhan. Untuk
mendorong
partisipasi
luas
swasta
dan
masyarakat
dalam
pembangunan kota maka salah satu cara yang ditempuh adalah membangun kemitraan antara Pemerintah Kota, swasta dan masyarakat dengan dukungan kaum
95)
Shujiro Urata, Policy REcommeditaion for SME Promotion in The Republic Indonesia, Japan International Agency, Jakrta, 2000. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
profesional dan intelektual. Berbagai kemitraan dan kerjasama tersebut terus dibangun dan dikembangkan dengan dasar saling memperkuat, saling membutuhkan dan saling menguntungkan satu sama lain. Adalah komitmen Pemerintah Kota untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi sektor swasta dan masyarakat untuk terlibat dalam proyek pembangunan kota (sektor publik), dengan berbagai bentuk perjanjian yang mungkin dilaksanakan seperti sistem kontrak sewa dan lain-lain. Dengan demikian tanggung jawab pembangunan kota, dipandang merupakan tanggung jawab bersama dari seluruh lapisan masyarakat. Sebagai salah satu kegiatan ekonomi, keberadaan lembaga keuangan, khususnya perbankan di Kota Medan dirasakan sangat strategis khususnya untuk mendukung ketersediaan modal, baik yang bersifat modal investasi, modal kerja, maupun konsumsi. Rusaknya sistem perbankan sebagai akibat krisis ekonomi ternyata tidak sampai menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. Salah satu indikasinya adalah terus meningkatkan simpanan dana masyarakat pada perbankan, baik yang berbentuk giro, tabungan, deposito, maupun dana pihak ketiga. 96) Saat ini paling tidak ada 40 bank yang beroperasi di Kota Medan, baik jenis bank umum devisa, bukan devisa, termasuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Walaupun fungsi intermidasi perbankan sejak krisis ekonomi belum pulih sepenuhnya, namun data hingga posisi bulan Maret 2001 menunjukkan meningkatkan 96)
Panusunan Lubis, Kasubbag Dokumenter Pemerintah Kota Medan, Wawancara, tanggal 15 Nopember 2006. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
penggunaan fasilitas kredit perbankan secara nominal maupun pertumbuhan kreditnya oleh para pengusaha (debitur). Total kredit yang tersalur di Kota Medan per 31 Maret 2001 telah mencapai Rp. 8,1 trilyun (Sumatera Utara Rp. 9,5 trilyun). Kredit yang paling banyak digunakan adalah kredit modal kerja, diikuti kredit investasi dan konsumsi. Dengan adanya investasi dan dorongan kredit perbankan tersebut kontribusi PDRB Medan terhadap Propinsi Sumatera Utara mencapai ratarata 21%. 97 Sedangkan dilihat dari segi pertumbuhan ekonominya menunjukkan tingkat elastisitas yang tinggi terhadap pertumbuhan propinsinya, artinya jika pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara positif, maka pertumbuhan ekonomi Kota Medan menunjukkan angka positif yang lebih besar dari pertumbuhan ekonomi propinsinya. Ini menunjukkan Kota Medan masih merupakan mesin pembangunan bagi daerah kota dan kabupaten lainnya di Sumatera Utara. Namun demikian untuk memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat minimal sama dengan masa sebelum krisis (6 s/d 7%). Kota Medan masih membutuhkan dana investasi paling tidak mencapai 12 trilyun rupiah, untuk 5 (lima) tahun ke depan. Di samping kesiapan perbankan di Kota Medan untuk berpartisipasi dalam pembiayaan investasi, dan modal kerja, Lembaga Keuangan (BI Cabang Medan) juga coretan terhadap informasi bisnis. Oleh karenanya BI juga menyediakan Sistem Informasi Baseline (SIB) dan Sistem Informasi Agrobisnis Berorientasi Ekspor (SIABE). Adanya SIB tersebut telah memberikan informasi lengkap tentang produk97)
Potensi Daerah Kota Medan, Buku Daerah Kota Medan, Pintu Gerbang, (Bappeda), http//www.pemkomedan.go.id/medan_ukm.htm. 2006 diakses tanggal 21 Desember 2006. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
produk agro industri yang telah diekspor ke berbagai negara tujuan, termasuk asal komoditi, teknologi pengolahan, daftar eksportir, pasar ekspor dan standar mutu produk. Bantuan teknis BI juga meliputi bantuan teknis pengembangan Usaha Kecil dan Mikro (PUKM) dengan sasaran sektor perbankan dalam bentuk penelitian dan pelatihan. Untuk pemberian informasi yang mencakup perkembangan asset, dana, kredit, kliring, jumlah perbankan, inflasi, kurs perdagangan internasional, investasi dan lain-lain. Buku Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah, sehingga memberikan gambaran perkembangan ekonomi regional. Dengan demikian lembaga keuangan yang ada, kenyataannya telah memberikan peranan penting bagi mendorong iklim investasi di Kota Medan. Meskipun demikian secara keseluruhan tetap saja, bahwa pada tahun 1998 selama puncak krisis pertumbuhan ekonomi yang negatif 13,4% telah mengakibatkan pengurangan jumlah unit usaha yang diperkirakan sebanyak 2,95 juta unit lebih. 98 Hal ini membuktikan betapa sulitnya melakukan suatu switching dalam jangka yang pendek, apabila faktor sumberdaya manusia yang berintikan penguasaan teknologi dan faktor kemampuan manajerial dari tenaga kerja rendah. Perjalanan perekonomian Indonesia selama lima tahun sejak dilanda krisis memang cukup menarik untuk dilihat dalam kerangka mengindentikfikasi kekuatan UKM karena karakter fleksibilitasnya ternyata tidak cukup menjadi pertimbangan
98)
BPS dan KMKUKM, 2001.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
untuk membuat lompatan, ketika faktor lainnya tidak mendukung. Hal ini antara lain karena usaha kecil yang ada fleksibel karena mereka terpaksa harus hidup, sehingga ketika dihadapkan pada tantangan baru batas maksimal kemampuannya untuk melakukan penyesuaian segera nampak dan tidak mampu bertahan terus dalam kegiatan yang sama. Secara garis besar kebijakan Pemerintah dalam pengembangan UKM semasa krisis dimulai dengan menggerakkan usaha kecil untuk pemulihan produksi dan distribusi kebutuhan pokok yang macet akibat krisis Mei 1998. Hingga akhir tahun 1999 upaya ini secara massive didukung dengan penyediaan berbagai skema program yang kemudian mengalami kemacetan sejak 200 dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 25 tentang PROPENAS secara garis besar kebijakan pengembangan UKM ditempuh dengan tiga kebijakan pokok, yaitu: 1. Penciptaan iklim kondusif; 2. Meningkatkan akses kepada sumberdaya produktif, dan 3. Pengembangan kewirausahaan. Pada tahap selanjutnya ditekankan perlunya partisipasi stakeholder dalam arti luas dalam penyusunan kebijakan dan implementasiknya. Namun perubahan hubungan instansional antar pusat dan daerah otonom dalam pembinaan UKM sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah menjadikan ketidakrataan pola dan kapasitas daerah dalam menangani pengembangan UKM. Fokus untuk melihat salah satu dimensi penting dalam pengembangan UKM yang ideal adalah pada faktor pengusahanya baik dalam tenaga kerja yakni orang Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
yang berkerja pada unit-unit usaha kecil dan faktor pengusahanya sebagai wirasusahawan. Dimensi entrepreneurial development menempati posisi yang strategis dalam membangun UKM Indonesia yang berdaya saing dalam kerangka globalisasi dan keterbukaan pasar. Bagi Indonesia yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan lebih sempir lagi pertanian tanaman pangan yang lebih condong dengan subsidi tinggi, maka tantangan ini menjadi sangat besar karena selain menyanakut perubahan sikap juga harus dilaksanakan dalam jumlah yang besar secara serentak. Melihat problematika perekonomian Indonesia maka pengembangan UKM selalu dihadapkan pada upaya menjawab dua persoalan pokok: Pertama, menjadikan UKM
sebagai
sektor
yang
kompetitif
untuk
orientasi
ekspor
sehingga
pengembangannya sangat selektif pada sektor-sektor tertentu. Kedua, upaya menjawab penciptaan lapangan kerja untuk menanggulangi masalah kemiskinan. Adanya oritansi ganda tersebut memerlukan pengenalan sasaran dan pilihan instrumen kebijakan yang sesuai. Tabel 4.1. Jumlah Usaha Kecil, Menengah dan Besar Tahun 1997 – 2002 (unit) 1997
1998
1999
2000
2001
2002
∑ UK
39.704.661
36.761.890
37.859.090
38.669.355
39.869.505
41.301.263
∑ UM
60.449
51.889
52.214
54.632
57.681
61.052
∑ UB
2.097
1.83
1.885
1.973
2.084
2.198
Sumber: Kementrian Koperasi dan UKM Bekerjasama dengan BPS (2000&2002)
Dilihat dari pertumbuhan jumlah unit usaha pada sebenarnya krisis yang melanda Indonesia yang telah berlalu selama lima tahun ini melahirkan persoalan
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
baru yang serius dalam kehidupan keseimbangan perekonomian ke depan. Persoalan tersebut adalah merosotnya jumlah unit usaha menengah dari lebih 60.449 unit pada tahun 1997 menjadi tinggal 51.889 unit pada tahun 1998, dan hingga akhir tahun 2001 hanya mencapai 57.681 unit. Hal ini berarti pada tahun 2001 jumlah unit usaha menengah belum mencapai jumlah sebelum masa krisis. Proyeksi yang lebih optimis memberikan indikasi bahwa pada akhir tahun 2002 dari segi jumlah unit usaha menengah mungkin sudah dapat kembali melampaui jumlah unit usaha menengah sebelum krisis. Ini sangat memprihatinkan karena peran usaha menengah sangat strategis untuk menjaga dinamika perekonomian dan menjaga keseimbangan struktur pengusaha. Paling tidak masalah ini membuat percepatan perlombaan pelaku ekonomi Indonesia dibanding pelaku ekonomi negara lain tertinggal selama lima tahun. Merosotnya usaha menengah juga mempunyai dampak yang buruk terhadap penumbuhan kehidupan yang lebih demokratis, karena semakin kuatnya oligopoli ekonomi yang cenderung melahirkan oligarchi politik. Persoalan penumbuhan unit usaha baru akan semakin komplek apabila dilihat dalam kontek daerah dalam arti penyebarannya. Dari sektor yang penting untuk membuat dinamika perekonomian yakni sektor industri pengolahan dilaporkan bahwa klaster industri kecil yang ada di tanah air sebanyak limapuluh delapan persen berada di Jawa-Bali-NTB. Analisis sederhana terhadap data perkembangan di Indonesia menunjukkan bahwa kendala untuk mencapai pertumbuhan di atas empat persen pada tahun 2002 lalu dan tahun ini juga berkaitan dengan kendala untuk menumbuhkan jumlah Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
perusahaan baru. Sektor-sektor industri pengolahan bahkan termasuk pertanian juga tidak mampu melakukan percepatan penambahan jumlah usaha baru yang diperlukan untuk menyerap berbagai dukungan yang tersedia. Sehingga selama ini selalu menarik melalui sektor penarik yang tidak langsung ketimbang sektor pendorong yang bersifat langsung, yaitu melalui sektor konsumsi ketimbang dorongan produksi. Jika masalah ini tidak mendapatkan perhatian yang serius, maka sebenarnya ini tidak menyentuh faktor yang krisis untuk mengembangkan UKM menuju usaha yang kompetitif. Tabel 4.2. Perbandingan Komposisi PDB Menurut Kelompok Usaha Pada Tahun 1997 dan 2002 (Dalam Milyar Rupiah) No
Uraian
1997
2002
Ket
1
Usaha Kecil
171.048 (40,45)
176.002 (41,25)
+2,3%
2
Usaha Menengah
78.524 (17,41)
72.132 (15,36)
-8,1%
3
Usaha Besar
183.673 (42,17)
178.606 (43,49)
4
PDB
433.245 (100)
426.740 (100)
-1,50%
Sumber: BPS (2002).
Secara umum peran usaha kecil dalam PDB mengalami kenaikan dibanding sebelum krisis bersamaan dengan merosotnya usaha menengah dan besar. Namun lima tahun setelah krisis keadaan usaha menengah tetap terpuruk sementara usaha
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
besar telah mengambil porsi yang lebih besar lagi. Gambaran perbandingan posisi tahun 1997 dan 2002 pada tabel 2 di atas memberikan perubahan tersebut dimana usaha menengah semakin mengecil perannya dalam perekonomian nasional. Posisi usaha kecil sendiri sempat menempati penyumbang yang lebih besar dibanding usaha besar, terutama pada puncak krisis 1998 dan 1999 namun kemudian tergeser kembali oleh usaha besar. Kendala lainnya adalah masih terdapatnya perbedaan istilah dan kriteria yang di antara atau instansi. Ini semua tentunya akan menimbulkan kerancuan, bukan saja terhadap lembaga atau instansi terkait, tetapi juga bagi usaha kecil tersebut. Karena itu, perlu segera dibuat kesepakatan tentang istilah yang berbeda ini. Format yang akan ditawarkan di sini adalah membentuk badan atau pusat kerja sama antar lembaga atau instansi yang memudahkan bagi UKM mencari pendamping, baik dari sisi manajerial maupun pendanaan. Pada badan atau pusat ini akan ada pembagian tugas sehingga akan berbagi peran, siapa yang bertugas melakukan seleksi (tentunya kriteria yang akan digunakan dalam seleksi merupakan kesepakatan semua pihak), melakukan pembinaan dan pengembangan serta pendanaan. UKM tidak perlu lagi mencari kredit ke perbankan atau lembaga keuangan non bank. Seluruh tahapan ini menjadi satu atap sehingga memudahkan pemerintah memonitoring kemajuan UKM. Pola kerjasama yang bisa dilakukan dapat digambarkan sebagai berikut. Gambarannya, seluruh UKM di daerah tercatat di Dinas KUKM propinsi atau kota. Lembaga atau instansi yang bersinergi tersebut memiliki kriteria penilaian yang Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
disepakati bersama guna mengetahui potensi dan kelayakan UKM secara menyeluruh dan dikelompokkan dalam suatu matriks pengembangan UKM dan diperoleh UKM yang memiliki potensi tinggi dan potensi rendah. Tahap berikutnya adalah membuat perencanaan serta pelaksanaan pembinaan dan pengembangan UKM. Karena pada tahap sebelumnya sudah diketahui kelemahan dari UKM yang memiliki potensi, seperti kelemahan manajerial atau pendanaan, maka langkah berikutnya adalah menyalurakan UKM kepada lembaga atau instansi sesuai dengan peran dengan kompetensinya masing-masing. Pemerintah Kota Medan di dalam Nota Kesepakatan Bersama dengan PT. Bank Mandiri No.580/2668 dan No.1/MDM./102/202 membuat kesepakatan bersama dalam bidang jasa perbankan. Adapun ruang lingkup kerjasama ini meliputi antara lain: a. Penempatan dan pengelolaan dana b. Kredit Adapun pelaku usaha yang mendapatkan dana untuk pengembangan usaha kecil dan menengah adalah:
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Tabel 3. Daftar Nama UKM Yang Menerima Pinjaman Modal Usaha Melalui Tim Terpadu UKM Pemerintahan Kota Medan Kerjasama Dengan PT. Bank Mandiri Medan Periode Tahun 2002 No
Nama
Alamat
Jenis Usaha
Jumlah (Rp)
1
Sudarto Selamet
Jl. Menteng No.328/7350906
Dagang Sembako
15.000.000
2
Abdul Tanjung
Jl. T. Bongkar V Gg. Iman No.3 7367428
Bordir
20.000.000
3
Ambo Chan
Jl. Bromo Gg. Balai Desa No.2 734330331
Konveksi
20.000.000
4
Ir. Dendi Judi Indri
Jl. Perbatasan No.5 6611039
Es. Kristal
25.000.000
5
Edi Susanto
Jl. Kaswari No.29 6611039
Ind. Kue
35.000.000
6
Syamsumar
Jl. Bromo No. 105
Dag. Sembako
10.000.000
7
Muchlis Nasution
Jl. Rawa I Gg. Sedar No. 18 (7341957)
Dag. Sembako
15.000.000
8
Syafruddin
Jl. Amaliun Gg. H. Basri No. 5 (7341957)
Konveksi
35.000.000
9
Juliana
Jl. AR Hakim Gg. Langgar No.143 (7358470)
Bordir
15.000.000
10
Syahmaruli
Jl. Garuda Gg. Citarum No.74 H
Dag. Kelontong
12.000.000
11
Nurlaily
Jl. Amaliun Gg. Senggol No. 13
Ind. Kue
12
Maraden Simbolon
Jl. Pasar Peringgan No. 22 (4556109)
Salon
50.000.000
13
Tetty Nirwana
Jl. Sidodame No.22 (6612022)
Konveksi
20.000.000
14
Syamsul Bakri
Jl. Pahlawan No.60 / Jl. Perisai No.3-A 4520581
Tk. Kosen
10.000.000
15
Ali Munar
Jl. Bromo Gg. Pukat No.23
Ind. Sepatu
10.000.000
Jumlah
Kadir
15 UKM
Catatan: Sumber Berasal dari Dana Guliran Tahun 2002 Dana yang disalurakan Rp. Tahun 2003 Dana yang disalurkan Rp. Tahun 2004 Dana yang disalurkan Rp. Jumlah Rp.
7.000.000
299.000.000
941.000.000,1.035.000.000,299.000.000,2.275.000.000,-
Untuk 54 UKM Untuk 46 UKM Untuk 15 UKM Untuk 115 UKM
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Pada tahap ini ada pembagian tugas dan peran. Hasil (output) pada proses ini adalah profil UKM yang memberikan gambaran tahun berdiri, produk yang dihasilkan, pasar sasaran, omzet tahun ke tahun, jumlah tenaga kerja, jenis bantuan yang telah diterima, perkembangan pasca bantuan. Ini semua tentunya harus berbatas waktu sehingga dilakukan evaluasi dan monitoring secara terus menerus. Hal ini tentu melihat kemajuan dari pembinaan dan pengembangan yang telah dilakukan selama ini terhadap UKM, yang dapat dijadikan dasar apakah UKM sudah dapat mandiri atau masih perlu pembinaan lanjut. Gambaran tersebut merupakan suatu rangkaian tertutup (loop circle) agar potret terkini UKM di daerah tersedia dan memudahkan langkah-langkah pemberdayaan. Untuk yang berpoetensi rendah perlu penanganan lain. Untuk mengembangkan UKM di Indonesia, diperlukan suatu koordinasi terpadu antar instansi yang berfungsi sama (sinergitas) agar dapat diperoleh suatu gambaran yang jelas tentang keberadaan serta kemampuan yang dimiliki UKM terkini dari waktu ke waktu. Dibutuhkan suatu tempat atau gedung pusat UKM di daerah yang memberikan segala bentuk pelayanan terhadap UKM. Hal ini untuk menghindari terjadianya pembinaan yang tidak tepat sasaran, tidak merata dan tumpang tindihnya program serta agar strategi yang diterapkan dalam pembinaan dan pengembangan dapat fokus dan sesuai kelemahan UKM. Secara umum pemahaman pengusaha konveksi di Medan dan Sumatera Utara terhadap merek sangat rendah. Masih ada pengusaha yang belum mengetahui pentingnya pendaftaran merek, padahal mereka telah memakainya bertahun-tahun. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Berbagai cara ditempuh untuk mempertahankannya. Kualitas adalah untuk pelanggan. Itulah inti dari ilmu pemasaran. Tindakan dan seni dalam bisnis sekarang ini adalah tindakan untuk memiliki pelanggan. Bukan pelanggan yang datang hanya sekali, tetapi pelanggan yang memiliki loyalitas. Pelanggan adalah sumber kunci variasi dalam proses pemasaran. Semakin banyak yang diketahui tentang pelanggan, maka semakin bermutu pelayanan pengusaha terhadap mereka. Karena pelangan baik sebagai konsumen atau rekan bisnis memiliki minat pribadi dalam mengembangkan hubungan dagang. Hal ini tidak sederhana, sangat memakan waktu. Jika pelanggan selalu diperhatikan, mereka akan kembali lagi. 99) Selama menunggu sertifikat merek keluar, model yang dibuat sudah ketinggalan. Sedangkan pengusaha harus selalu mengikuti perkembangan mode, membaca keinginan konsumen, model apa yang diminati atau yang sedang trend pada saat ini. Pesanan yang terus mengalir membuat mereka harus semakin kreatif untuk menciptakan model-model baru yang lebih bervariasi. Pengusaha konveksi yang tidak mengetahui pentingnya pendaftaran merek jumlahnya berkisar 3 (tiga) orang atau 12% (duabelas persen). Mereka belum pernah mendapat sosialisasi tentang Undang-Undang Merek. Mereka tidak mengetahui bahwa tetap saja membuat usaha konveksi dengan memakai merek yang tidak didaftarkan. Ini sudah berlangsung lama.Mereka sudah cukup puas apabila konveksi yang mereka buat laku di pasaran. 99)
Dick Sheaaf dan Margaret Kaiter, ed: Tim Handal Niaga Pustaka, 1999, Pintar Manajemen, rahasia sukses salesman Besar Trend Bisnis Modern strategi Manajemwen Abad 21 strategi membangun tim yang tangguh. Handal Niaga Pustaka, Jakarta, hlm. 50. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Pengusaha yang dijadikan responden adalah sebanyak 25 orang, masingmasing terdiri dari 15 orang pengusaha kecil dan 10 orang pengusaha menengah. Mereka tidak mempunyai asosiasi tetapi berdiri sendiri. Ada beberapa pertanyaan yang diajukan kepada pengusaha berhubungan dengan pemahaman mereka terhadap Undang-Undang
Merek.
Pengertian
pemahaman
diartikan
sebagai
sumber
pengetahuan yang berasal dari pendidikan dan pelatihan-pelatihan formal yang pernah diikuti, pengalaman mereka berusaha dan media informasi yang dimiliki pengusaha. Dilihat dari jawaban tentang lamanya usaha yang telah dirintis, kebanyakan pengusaha telah melakukan kegiatan konveksi ini selama lebih kurang 10 tahun. Dalam masa itu sangat mungkin mereka mendapat banyak pengalaman yang berkaitan dengan bisnis konveksi. Demikian pula dari segi latar belakang (asal manusia) usaha yang dikelola mereka sekarang. Bagi mereka yang berasal dari keluarga pengusaha banyak pengalaman diperoleh dari tradisi usaha keluarganya. Tingkat pendidikan formal dan latihan-latihan yanag berkaitan dengan usaha dapat membantu mereka memperluas pemahaman dan wawasan usaha tersebut. Pengetahuan pengusaha yang berasal dari pengalaman mereka selama ini bisa bervariasi. Dari hasil wawancara diketahui bahwa mereka pernah mendapat pelatihan jahit menjahit yang diselenggarakan oleh Kantor Dinas Deppreindag Medan pada tahun 2000 mereka mengatakan hasil pelatihan itu bermanfaat langsung terhadap kinerja usahanya. Sebanyak 15 di antara 25 orang pengusaha yang pernah mengikuti sosialsiasi Undang-Undang Merek masih mengehendaki bantuan pembinaan Advokasi dan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Konsultasi Hukum yang berkaitan dengan usaha kecil. Pembinaan advokasi ini pernah diberikan oleh Kanwil Depkeh dan HAM terakhir pada bulan Desember tahun 2000. Pengalaman lain yang menambah wawasan dan pemahaman pengusaha itu berkaitan dengan permohonan pinjaman modal kepada pemerintah atau bank. Pertanyaan yang diajukan adalah apakah mereka mengetahui adanya perhatian pemerintah dalam bentuk bantuan modal usaha melalui bank. Sejumlah 10 orang pengusaha menyatakan ya (tahu). Pada waktu lain ditanyakan mengenai izin industri mereka. Misalnya, bagi mereka yang tidak memiliki izin, mengapa itu terjadi. Beberapa pengusaha yang tidak mempunyai izin menganggap izin itu tidak penting, karena dalam kegiatan usaha sehari-hari mereka tidak pernah mengalami masalah berkaitan dengan perizinan. Mereka tidak pernah dievaluasi oleh instansi pemerintah perihal izin industri. Padahal menurut ketentuan hukum yang berlaku hakekatnya izin industri adalah suatu hal yang harus dimiliki oleh setiap penyandang profesi bisnis. Melalui izin, bisnis UKM dapat dibina dan diawasi secara kesinambungan. Dengan adanya izin industri kegiatan-kegiatan UKM yang berdampak merugikan masyarakat dapat dihindari. Pengetahuan seperti ini disampaikan kepada mereka sebagai bagian pemberdayaan dari segi pengetahuan berbisnis. Pemahaman pengusaha terhadap merek dapat juga dikaitkan dengan sumber informasi yang dimiliki, terutama media cetak (surat kabar) dan media lainnya. Seberapa banyak sumber informasi yang dimiliki pengusaha dalam upaya mengembangkan kinerja usaha itu. Dapat diperkirakan bahwa semakin banyak Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
infromasi yang diperoleh pengusaha semakin sukses mereka menguasai pasar, dan hal itu merupakan wawasasan pengetahuan yang berpengaruh pada kinerja usahanya. Salah satu pertanyaan yang diajukan kepada pengusaha adalah apakah peningkatan kinerja usaha mereka berkaitan dengan banyak informasi yang diperoleh. Dari 25 orang yang ditanya 21 orang menjawab ya, sedangkan 4 orang menjawab tidak. Selanjutnya ditanyakan seberapa penting informasi dunia usaha itu. 18 orang menjawab sangat penting dan 5 orang mengatakan penting, selebihnya tidak ada jawaban. Media informasi yang menjadi rujukan pengusaha kecil umumnya berasal dari media cetak terbitan lokal seperti Waspada, Analisa, dan Sinar Indonesia Baru. Informasi yang disajikan media tersebut lebih terkonsentrasi pada berita-berita yang berkaitan dengan dunia politik dan perkembangan potensi daerah. Berita-berita yang berkaitan dengan bisnis UKM kurang mendapat perhatian di kalangan pers. Bahkan informasi dan tulisan dan tulisan yang berhubungan dengan hukum merek dan peraturan perudnang-undangan belum mendapat porsi yang sama dengan pemberitaan lainnya. Disamping tempat usaha yang dikunjungi peneliti, tentu saja mendapat pengalaman yang lebih banyak dari mereka yang tidak mempunyai usaha lain. Namun dilihat dari profesionalitas usaha tindakan itu tidaklah efisien, terutama dalam mencurahkan fikiran dan perhatian, karena usaha yang sedang dijalani masih dalam kategori UKM dengan pembagian tugas dalam manajemen usaha masih relatif terbatas. Peningkatan kinerja pengusaha UKM dipengaruhi juga oleh kondisi sosial budaya itu dipahami sebagai asal usul lapisan sosial pengusaha bersanagkutan, sistem Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
nilai budaya yang dihayati, dan norm-norma yang menjadi rujukan mereka bersikap dan berprilaku. Selanjutnya diajukan pertanyaan bagaimana latar belakang keluarga mereka apakah mereka berasal dari keluarga pengusaha juga mengatakan mereka berasal dari keluarga pengusaha, 12 orang dari keluarga petani dan 5 orang keluarga pegawai swasta, 8 orang yang berasal dari keluarga pengusaha pada umumnya pengusaha kecil. Mereka ini bukan dari kalangan pengusaha besar, tetapi dari kalangan pengusaha biasa yang memiliki etos dagang tradisional yang kurang mengandalkan ilmu pengetahuan (manajemen) modern. Namun 12 orang dari keluarga petani memberikan indikasi bahwa mereka kurang memiliki etos bisnis karena dalam kalangan masyarakat petani tidak memungkinkan mendapatkan pola pikir yang efisien, mengutamakan keuntungan ekonomis Berkaitan dengan pengetahuan organisasi telah dinyatakan kepada pengusaha apakah mereka mempunyai suatu wadah organisasi sebagai tempat berkumpul dan berbagi pengalaman usaha, pengusaha yang diidentifikasi tidak mempunyai wadah organisasi, ini menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki kultur atau kebiasaan untuk membangun usahanya secara bersama-sama. Dalam manajemen usaha modern kebersamaan dalam organisasi bisnis merupakan suatu alat tawar menawar dalam kerangka pengembangan usaha. Kemampuan tawar menawar bersama-sama yang dituangkan dalam suatu wadah ini mempunyai kekuatan pressure baik terhadap pemerintah/ BUMN, maupun usaha menengah dan besar. Kondisi pengusaha seperti itu membutuhkan intervensi lembaga advokasi melalui sistem pemberdayaan yang berkelanjutan. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Namun demikian ketika ditanyakan apakah mereka pernah bekerja sama dengan pengusaha lain, semua pengusaha memberikan jawaban tidak. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dibangun mereka itu mengandalkan kekuatan indvidual. Artinya, jika mereka itu mengalami kegagalan usaha, maka tidak ada suatu kekuatan lain dalam bentuk perhimpunan pengusaha yang membantu pemecahan masalah terhadap sengketa yang dialami. Dalam hal ini pengusaha tersebut belum menyadari kerjasama dengan pengusaha lain yang didukung oleh suatu perhimpunan pengusaha. Bahkan diperlukan suatu lembaga lain yang dapat memberikan advokasi untuk mengantisipasi terjadinya sengketa yang merugikan usahanya. Selanjutnya ditanyakan kepada pengusaha apakah dalam kerjasama yang dilakukan pernah terjadi sengketa. Semua pengusaha mengatakan tidak. Itu berarti bahwa kerjasama mereka tidak beresiko tinggi, artinya kerjasama masih dalam bentuk praktis, seperti pengadaan barang yang nilai transaksinya pun relatif rendah. Kerjasama yang dibangun tidak melibatkan modal yang besar dan jumlah tenagakerjapun relatif masih kecil. Kebanyakan pengusaha tidak mampu memasarkan produknya dengan benar, karena rendahnya pendidikan dan keterampilan pemasaran mereka sehingga mereka kurang mampu menyusun dan menerapkan strategi pemsaran yang tepat. Tingkat pengetahuan dan keterampilan pengusaha yang lemah menyebabkan pengelolaan usaha acapkali bukan didasarkan pada suatu strategi bisnis yang cukup mapan, melainkan pada perasaan dan intuisi seorang pengusaha. Intuisi atau perasaan dalam bisnis dibutuhkan, namun tidak bias secara terus menerus dipakai sebagai acuan.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Pengusaha kecil juga kurang mampu membaca dan mengakses peluangpeluang pasar berprospek cerah. Akibatnya pemasaran produk cenderung statis dan monoton, baik dilihat dari segi kualitas maupun pasar. Hal ini terjadi karena pegnetahuan dan keterampilan pengusaha masih lemah, ditambah akses terhadap informasi pasar yang kurang serta kelembagaan pendukung yang belum berperan, khususnya dalam pemasaran. Selain faktor di atas, ketidakmampuan pengusaha kecil dalam menghadapi pesaing dan mengantisipasi pesaing baru juga disebabkan karena adanya kekuatan lain yang memang sulit ditembus oleh pengusaha kecil. Kekuatan lain ini kerapkali dimiliki pengusaha-pengusaha besar yang tertarik untuk menambah segmen pasar yang biasanya diisi oleh pengusaha kecil. Ini tampak dari kian banyakna orang menjual barang yang sama yang dihasilkan oleh pengusaha. Artinya semakin banyak barang pengganti dengan manfaat yang sama dan kian berperan pula desain, bentuk, warna dan corak dari barang yang mempunyai manfaat sama. Dengan demikian pembeli kian bebas menentukan pilihan mereka terhadap barang yang akan dibeli. Apakah mau membeli barang yang murah tetapi tidak terlalu bagus, atau memilih barang lain dengan kualitas bagus walaupun harganya mahal. Pilihan lain pun masih banyak. Kenyataan ini menuntut pengusaha mengetahui secara lebih mendalam apa sebetulnya yang dibutuhkan atau diinginkan oleh pembeli dari suatu produk. Ini merupakan langkah pertama yang harus dilakukan oleh pengusaha. Jadi kalau membuat suatu barang, maka barang tersebut harus dibuat sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pembeli. Tanpa memperhatikan kebutuhan dan keinginan pembeli, Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
kesuksesan tidak akan pernah teraih. Suatu produk yang betul-betul sangat berkualitas, dengan teknologi yang amat canggih tapi tdiak diminati oleh pembeli, produk tersebut akan diabaikan sehingga menjadi tidak berarti. Hanya kerugian sangat besar yang diperoleh. Untuk itu pengusaha perlu memperdalam pengetahuan tentang perilaku konsumen yang terus bergerak dari waktu ke waktu, baik pergeseran gaya hidup maupun mode pakaian. Langkah lain yang perlu dilakukan adalah menentukan segmen pasar mana yang dituju, segmen pasar bisa ditinjau dari aspek geografis, sosial, budaya. Sebagai contoh, masih sedikitnya penjual kebutuhan kerudung di lingkungan sekitar rumah, pengusaha kecil membuka toko dengan lokasi di rumah sendiri. Segmen pasar yang dituju adalah masyarakat sekitar, ibu-ibu rumah tangga, kelas sosial menengah ke bawah. Dalam ilmu manajemen diketahui bahwa tujuan perusahaan tidak sekedar memperoleh laba, tapi juga memberikan kepuasan kepada pelanggan. Agar pelanggan puas, berikan barang atau jasa yang melebihi harapan mereka. Dalam hal ini pengusaha bukan hanya sekedar menjual. Menjual bisa berkonotasi negatif, tidak peduli apakah pembeli puas atau dewasa. Penjual hanya mementingkan barangnya atau jasa yang ditawarkan laku, terkadang menggunakan cara atau taktik yang tidak etis. Akan lebih efektif lagi bila pengusaha berupaya tidak sekedar menjual tetapi memasarkan. Di sini pengusaha dituntut berpikir kreatif dan inovatif, baik strategi produk, harga, lokasi atau distribusi dan promosi termasuk pelayanan. Kegiatan-kegiatan tersebut dikoordinasi sehingga menarik pembeli, bahkan mereka puas dan tidak lagi ke pengusaha lain.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Pengusaha perlu pula mengetahui dan memahami jumlah calon pembeli dan jumlah pesaing atau pengusaha yang membuat barang atau jasa yang sama. Berkaca dari pengusaha di daerah Yogyakarta, misalnya kaos merek “dagadu” ditujukan bagi remaja. Kendati pesaing banyak, dengan desain kreatif sesuai selera remaja, ia mampu survei dan tumbuh pesat. Artinya pengusaha harus mengetahui barang-barang atau jasa yang laku atau sedang diminati pembeli (terlaris) dan yang kurang laku. Pengusaha harus pula menguasai manfaat dan kelemahan barang atau jasa yang ditawarkan. Salah satu pengusaha konveksi mampu menjelaskan teknik pembuatan, kelebihan dari pakain yang dibuatnya serta konveksi tersebut dengan baik, sehingga dapat dipastikan pembelian dibuat segera terlaksana. Begitu pula pengusaha perlu mengatur waktu yang baik dalam melayani pelanggan. Pelayanan yang ramah, berbusana rapi, empati atau memperhatikan dan memahami kebutuhan pelanggan, serta tidak membedakan pembeli akan lebih mengena di hati palanggan. Juga perlu menentukan lokasi menjual yang strategis dan mudah dicapai oleh pembeli, termasuk suasana nyaman, tidak terlalu bising, tidak adanya kesulitan mencari lahan parkir. Idealnya pengusaha sebaiknya bisa memberikan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan pesaing kualitas yang lebih baik. Tapi kondisi ini memang sulit dilaksanakan karena dibutuhkan dana yang banyak, komitmen dengan pengusaha lain. Dengan demikian pengusaha perlu menentukan pilihan bila akan bersaing harga atau bersaing dalam kualitas. Di saat kondisi krisis berkepanjangan ini, Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
mayoritas masyarakat pasti mereka ulang kembali pengetahuan mereka, maka penetapan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan pesaing dengan kualitas yang tidak jauh berbeda, tampaknya lebih dapat diterapkan. Agar menarik dan pelanggan tidak lari ke pengusaha lain, pengusaha juga sebaiknya melakukan promosi sederhana. Memberikan diskon atau potongan harga khusus pada saat tertentu. Pengusaha juga harus menjaga hubungan yang harmonis dengan semua pihak yang berkepentingan, hubungan yang harmonis dengan pelanggan akan menjadikan loyalitas pelanggan pada pengusaha semakin tinggi. Pelayanan setelah penjualan merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan oleh pengusaha. Jika ada keluhan barang yang dibeli cacat, rusak, atau jasa yang diberikan tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, pengusaha sebaiknya menindaklanjuti segera dengan lapang dada. Secara lapisan sosial dalam masyarakat ada 3 kategori, lapisan atas (power), menengah (economic), dan bawah (social). Tapi lapisan itu memiliki nilai-nilai budaya yang berbeda-beda. Lapisan atas adalah mereka yang berkuasa atas keseluruhan masyarakat yang terdiri dari berbagai lapisan secara horizontal dan vertikal. Bagi mereka yang termasuk dalam lapisan bawah cenderung tidak mempunyai etos kerja keras yang berorientasi pasar, mereka terbiasa hidup dalam taraf sanggup mencukupi keperluan sendiri (self sufficiency) untuk mempertahankan eksistensinya, mereka hampir tidak memiliki motivasi menghasilkan produk yang meningkat baik dalam bidang ekonomi maupun bidang mata pencahariannya. Hidup mereka banyak tergantung pada nasib lebih banyak berdoa dari pada bekerja keras.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Orientasi hidup mereka lebih kepada masa lalu. Anggota bawah ini menekankan nilai-nilai kehormatan (sosial) lebih daripada nilai-nilai ekonomis. Mereka tidak mampu merubah pola hidup tradisional karena tidak didukung budaya wiraswasta dan ilmu pengetahuan modern. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil disahkan pada tanggal 26 Desember 1995 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74). Undang-Undang ini disusun dengan maksud memberdayakan usaha kecil, mencakup berbagai aspek pemberdayaan usaha kecil tetapi tidak mengatur mekanisme internalnya. Di dalamnya dimuat tentang pengertian dan kriteria usaha kecil serta landasan, asas dan tujuan. Selanjutnya, diperjelas dan dipertegas pula segisegi yang mencakup penumbuhan iklim usaha yang kondusif, pembinaan dan pengembangan, pembiayaan dan perjanjian, kemitraan, koordinasi dan pengendalian, pembiayaan dan perjanjian, kemitraan, koordinasi dan pengendalian, serta ketentuan pidana dan sanksi aministratif. Dalam konsiderans serta ketentuan pidana dan sanksi administratif. Dalam konsiderans Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 disebutkan bahwa usaha kecil perlu memberdayakan dirinya dan diberdayakan, dengan berpijak pada kerangka hukum nasional yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 demi terwujudnya demokrasi ekonomi yang berdasarkan pada asas kekeluargaan. Pemberdayaan usaha kecil dilakukan melalui: Penumbuhan iklim usaha yang mendukung bagi pengembangan usaha kecil dan pembinaan dan pengembangan usaha kecil serta kemitraan usaha. Pemberdayaan usaha kecil dilaksanakan oleh Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Dengan memberdayakan usaha kecil diharapkan usaha kecil menjadi tangguh. Usaha kecil yang tangguh, mandiri, dan berkembang dengan sendirinya akan meningkatkan produk nasional, kesempatan kerja, ekspor, serta pemerataan hasil-hasil pembangunan, yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan yang lebih besar terhadap penerimaan negara. Selanjutnya, pemberdayaan usaha kecil akan meningkatkan kedudukan serta peran usaha kecil dalam perekonomian nasional, sehingga akan terwujud tatanan perekonomian nasional yang sehat dan kukuh. Pemerintah menumbuhkan iklim usaha bagi usaha kecil melalui penetapan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan meliputi aspek: pendanaan, persaingan, prasarana, informasi, kemitraan, perizinan usaha; dan perlindungan. Pemerintah menumbuhkan iklim usaha bagi usaha dalam aspek
pendanaan
dengan
menetapkan
peraturan
perundang-undangan
dan
kebijaksanaan untuk: memperluas sumber pendanaan, meningkatkan akses terhadap sumber pendanaan, memberikan kemudahan dalam pendanaan. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 dikatakan bahwa yang dimaksud dengan memperluas sumber pendanaan adalah berbagai upaya memperbanyak jenis dan meningkatkan alokasi pendanaan yang dapat dimanfaatkan usaha kecil. Selanjutnya yang dimaksud dengan meningkatkan akses terhadap sumber pendanaan mencakup berbagai upaya penyederhanaan tata cara dalam memperoleh dan. Sedangkan yang dimaksud dengan memberikan kemudahan dalam pendanaan mencakup berbagai upaya pemberian keringanan dalam pendanaan.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
L. Kesimpulan 1. Perlindungan hukum terhadap usaha kecil menengah oleh Pemerintah Kota Medan dapat dilakukan dengan : a. Memberikan peluang kepada usaha kecil menengah untuk mendapatkan kredit, dengan mudah dan dengan bunga yang yang kompetitif serta pengembalian dengan jangka waktu yang relatif lama. b. Pengurusan perizinan yang lebih mudah terutama terkait dengan masalah persyaratan dan adanya kesiapan dari pemerintah untuk memberikan bantuan ketika usaha kecil menengah terbentur dengan masalah perizinan. c. Pemerintah
mensosialisasikan
peraturan
peraturan
yang
menyangkut
kepentingan usaha kecil menengah dan melakukan penyuluhan hukum dan akibat hukum peraturan peraturan tersebut. d. Jika terjadi perikatan kredit dalam bentuk APHT/ SKMHT tidak sama perlakuannya dengan usaha dalam skala besar. 2. Alternatif pemecahan kendala yang dihadapi pengusaha kecil menengah: a. Pengawasan dan pembinaan pemerintah secara terus menerus terhadap usaha kecil menengah serta memberikan pelayanan yang maksimal apabila UKM menghadapi masalah dalam bidang permodalan dan perizinan.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
b. Perlu peninjauan mengenai kendala yang dihadapi UKM dengan melakukan regulasi tata aturan perihal UKM. c. Mengucurkan dana segar bila pengusaha kecil dan menengah memiliki masalah didalam operasional usaha.
3. Peran Usaha kecil menengah dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Bantuan pemerintah ditujuk untuk perkembangan usaha kecil menengah karena adanya usaha kecil menengah berpotensi dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
B. Saran 1. Disarankan agar pemerintah dapat meningkatkan perlindungan usaha kecil menengah terutama di bidang perizinan, perkreditan, dan kemitraan agar usaha kecil itu menjadi lebih sehat dan pada gilirannya dapat berkembang menjadi usaha menengah bahkan usaha besar. Diharapkan kepada Pemerintah Kota Medan mengurangi atau memangkas birokrasi perizinan terutama dalam pemberian perizinan bagi para investor, agar tidak terjadi birokrasi yang berbelitbelit. 2. Pemerintah Daerah hendaknya mampu melahirkan regulasi yang dapat mengacu pertumbuhan perekonomian yang mampu merebut investor PMA dan PMDN sekaligus memberdayakan investor lokal. Keberhasilan Pemerintah Daerah mengelola UKM dapat memberikan kontribusi lebih bagi keuangan daerah dan kehidupan ekonomi rakyat. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
3. Kepada Pemerintah Kota Medan agar melakukan penataan hukum dalam menyikapi persaingan usaha terutama dalam mengkonstruksi payung hukum berusaha sehingga usaha kecil menengah dapat menunjukkan pertumbuhan ekonomi rakyat dan akhirnya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Gunung Agung Tbk., Jakarta, 2002. Anoraga, Pandji dan Djoko Sudantoko, Koperasi, Kewirausahaan, dan Usaha Kecil, Rineka Cipta, Jakarta, 2000. Anwar, Saiful, Sendi-Sendi Hubungan Pekerja Dengan Pengusaha,Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum UISU, 1994. Cormick, Neil Mac, “Adam Smith On Law”, Valvaraiso University Law Review, Vol. 15, 1981. Elmi, Bacrul, Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia, Universitas Indonesia Perss, Jakarta, 2002. Faisal, Sanapiah, Format-Format Penelitian Sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999. Firdausy, Carunia Mulya Prospek Bisnis UKM dalam Era Perdagangan Bebas dan Otonomi Daerah, artikel, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, 2003. Friedman, W., Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo, Jakarta. Halim, Edyanus Herman, Menangkap Momentum Otonomi Daerah Menepis Ego Kedaerahan, Memacu Kemandirian Ekonomi Rakyat, UNRI Press, Pekanbaru, 2002. Juoro, Umar, “Desentralisasi Demokrasi dan Pemutihan Ekonomi”, dalam Jurnal Demokrasi dan Ham, Vol. 2. No. 2 Juni – September 2002. Kuncoro, Muidrajat, Otonomi Dan Pembangunan Daerah: Reformasi Perencanaan, Strategi dan Peluang, Erlangga, Jakarta, 2004. Marbun, B.N., Manajemen Pengusaha Kecil, Pustaka Birama, Jakarta, 1996. Muchsin, H., dan Fadillah Putra, Hukum Dan Kebijakan Publik: Analisis Atas Praktek Hukum Dan Kebijakan Publik Dalam Pembangunan Sektor Perekonomian Di Indonesia, Cetakan Pertama, Averroes Press, Malang, 2002.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Napitupulu, B., Joint Ventures di Indonesia, Cetakan Kedua, Erlangga, Jakarta, 1986. Nasution, Bismar, Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana USU, Medan, 2003. ______, Mengkaji Ulang Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada Pengukuhan sebagai Guru Besar USU – Medan, 17 April 2004. Panandiker, Pai, D.H., Status of SMEs in Terms of Their Competitive Strength, Makalah disampaikan dalam The IX International Conference on Small and Medium Enterprises, New Delhi, 17-19 April 1996, WASME. Partomo, Tiktik Sartika dan Abd. Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala Kecil Menengah & Koperasi, Ghalia Indonesia, 2002. Pemerintah Kota Medan, Program Pembangunan Daerah (PROPERDA 2003-2008), Medan, 2004. Pemeritnah Kota Medan, Program Pembangunan Daerah (PROPERDA) Kota Medan Tahun 2003-2008, Medan, 2002. R. L. Meek, D.D. Raphael dan P.G. Stein, ed. Lecture of Jurisprudence, Indianapolis, Liberty Fund, 1982. Rintuh, Cornelis dan Miar, Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat, Edisi Pertama, Fak. Ekonomi UGM, Yogyakarta, 2005. Ritonga, John Tafbu, “Bisnis dan Teknologi”,Waspada, 9 Juni 2004. Saifunddin, Hatifah, “Pungutan, Dampakanya Terhadap Usaha Kecil”, Jurnal Analisis Sosial, Edisi 6 November 1997. Sastrowardojo, Sanyoko, Perkembangan Kebijakan Investasi di Indonesia, Dalam Perekonomian Indonesia Memasuki Millienium Ketiga, International Quality Publications, London, 1997. Sheaaf, Dick dan Margaret Kaiter, ed: Tim Handal Niaga Pustaka, 1999, Pintar Manajemen, rahasia sukses salesman Besar Trend Bisnis Modern strategi Manajemwen Abad 21 strategi membangun tim yang tangguh. Handal Niaga Pustaka, Jakarta.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Siregar, Doli D., Manajemen Aset, Strategi Penataan Konsep Pembangunan Berkelanjutan Secara Nasional Dalam Konteks Kepala Daerah Sebagai CEO’s pada Era Globalisasi Dan Otonomi Daerah, Cetakan Pertama, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004. Soekanto, Soerjono, et.al., Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. Soekarwo, Berbagai Permasalahan Keuangan Daerah, Airlangga University Press, 2003. Sulistia, Teguh, Aspek Hukum Usaha Kecil Dalam Ekonomi Kerayakatan, Andalas University Press, Padang, 2006. Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Suryasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999. Sutrisno, Noer, Strategi Penguatan UKM Melalui Pendekatan Klaster Bisnis: Konsep, Pengalaman Empiris dan Harapan, Artikel dalam Media Pengkajian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (UNFOKOP), No. 20, 2002. Syafie, M. Saleh, dan Yusri, “Aspek Sosio-Legal Pendayagunaan Potensi Usaha Dalam Program Pengembangan Dan Peningkatan Kinerja UKM Melalui Advokasi Kebijakan dan Peraturan”, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 36, Edisi 2003, Fakultas Hukum Unsyiah Darussalam- Banda Aceh. Tambunan, Tulus, Globalisasi Ekonomi Ekspor, Usaha Kecil dan Menengah Indonesia, Makalah, Jakarta: LP3E-Kadin Indonesia, 2001. Tjakrawardaya, Pembinaan Usaha di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1997. Tjetjep, Wimpy S., Dari Gunung Api Hingga Otonomi Daerah, Yayasan Media Bhakti Tambang, Jakarta, 2002. Urata, Shujiro, Policy Recommeditaion for SME Promotion in The Republic Indonesia, Japan International Agency, Jakrta. Yani, Ahmad, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah di Indonesia, Cetakan Pertama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008
Internet: Brata, Aloysius Gunadi Distribusi Spesial UKM Di Masa Krisis Ekonomi, artikel, http://www/ekonomirakyat.org/edisi_20/artikel_7htm, diakses tanggal 7 November 2006. Kota
Medan, http://Kotamedan.go.id/sergai/index.php? Option=com_content& task=view&id=93&itemid=55, diakses tanggal 31 Desember 2006.
Potensi Daerah Kota Medan, Buku Daerah Kota Medan, Pintu Gerbang, (Bappeda), http//www.pemkomedan.go.id/medan_ukm.htm. 2006 diakses tanggal 21 Desember 2006. Potensi
Daerah Kota Medan, http:/www.pemkomedan.go.id/medan_ukm.htm, diakses tanggal 11 Agustus 2006.
Sutardjo, Sharif Cicip, Pemulihan Ekonomi Lewat UKM, http://www. ekonomirakyat.org/edisi_20/artikel_7.htm. diakses tanggal 11 November 2006. Sutrisno, Noer, Kewirausahaan Dalam Pengembangan UKM Di Indonesia, http://www.smeru.or.id/newslet/2004/ed10/2004 data.htm. diakses tanggal 21 Mei 2006.
Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan), 2007 USU Repository © 2008