129 PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN REACT ...

5 downloads 115 Views 82KB Size Report
2 Okt 2010 ... communication from REACT classes are better than those of ... kita perlu mengubah strategi pendidikan dan hal ini harus dimulai dari kelas, ...
PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN REACT MENINGKATKAN KEMAMPUAN MATEMATIS SISWA SMP Oleh: Tapilouw Marthen Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRACT The aims of this study are to analyze and describe the students’ achievement on mathematics comprehension, reasoning, and communication ability based on Contextual Teaching and Learning (CTL) through REACT approach. The method of this study is quasi experiment, and the samples are 3 SMPs that consist of higher, middle, and lower rank of students at SMP in Bandung City. This study was carried out at 2 classes of grade VIII from each school, that were chosen through random cluster sampling. The results of this study are, that the mathematics comprehension, reasoning, and communication from REACT classes are better than those of conventional classes of the higher rank SMP. But the achievements based on prior mathematics ability of the lower rank SMP of the REACT class and conventional class is slightly different. Only at the lower rank SMP, the mathematics reasoning ability of conventional class is higher than the REACT class. Most of the students experiencing difficulties on solving mathematics essay test that aimed at measuring their reasoning ability. The constrain of REACT’s learning that focus on giving chance to construct new knowledge based on students’ ability is the time management on each class activity because of the limited school schedule. The conclusion of this study is that Contextual Teaching and Learning through REACT approach is a better choice to promote the development of mathematics ability, because most of the students are motivated to learn and develop their mathematics ability as well. Key word: REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, and Transferring). Comprehension, Reasoning, and Mathematics Communication.

PENDAHULUAN Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik, memberikan keteladanan, membangun kemauan, membangun kreativitas dalam pembelajaran adalah suatu ketetapan pada Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003. Sehubungan dengan pendidikan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik, pada pembelajaran matematika, peningkatan kemampuan matematis merupakan aspek penting. Gambaran mengenai kemampuan matematika dijelaskan sebagai standar kompetensi matematika pada tingkat satuan pendidikan mulai dari SD dan MI sampai SMA/K dan MA adalah pemahaman matematis, memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan, menggunakan

penalaran,

keterampilan

melakukan

penyelidikan

atau

investigasi,

menyelesaikan masalah, dan memiliki sikap menghargai matematika. Dalam pembelajaran, guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi pengetahuan berjalan dengan baik (Suparno, 1997). Namun demikian, bukan sesuatu yang mudah supaya siswa dapat mempelajari matematika, karena terkait dengan motivasi, dan siswa mempunyai strategi pemecahan masalah sendiri yang belum tentu Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11 No.2 Oktober 2010

129

tepat penyelesaiannya Oleh karena itu, diperlukan perhatian guru dalam pembelajaran melalui konteks dan strategi yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan situasi siswa belajar supaya siswa dapat membangun pengetahuan baru berdasarkan kemampuan dasar yang dimilikinya. Pentingnya pembelajaran kontekstual, diwacanakan oleh Crawford (2001) dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya, CORD (1999) di USA mempublikasikan hasil kajian mereka dengan mengedepankan fakta, yaitu: 1) orang tua dan para pemberi kerja menyatakan bahwa pendidikan matematika dan sains perlu dibenahi, 2) selama ini kita belum melakukan secara optimal apa yang harus dilakukan dalam mengajar anak-anak untuk memahami bagaimana menggunakan gagasan-gagasan dalam matematika, 3) metode yang digunakan guru, yang dianggap baik di masa lalu ternyata kurang cocok untuk masa kini, 4) kita perlu mengubah strategi pendidikan dan hal ini harus dimulai dari kelas, 5) keberhasilan dalam pembelajaran jika tujuan utama guru adalah mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep dasar dalam kurikulum. Selanjutnya, disarankan oleh CORD dan Crawford untuk melakukan pembelajaran komtekstual melalui REACT. Akronim REACT menjelaskan bahwa lima aspek yang merupakan satu kesatuan dalam pelaksanaan pembelajaran yaitu menghubungkan (Relating), melakukan pencarian dan penyelidikan yang dilakukan oleh siswa secara aktif untuk menemukan makna konsep yang dipelajari (Expeririencing), penerapan pengertian matematika dalam penyelesaian masalah (Applying), memberikan kesempatan kepada siswa belajar melalui bekerjasama dan berbagi (Cooperating), dan memberikan kesempatan kepada siswa melakukan transfer pengetahuan matematika dalam penyelesaian masalah matematika dan pada bidang aplikasi matematika lainnya (Transffering). Pembelajaran yang menekankan pada lima aspek yang ditunjukkan pada REACT merupakan urutan pengelompokan keterampilan yang berjalan bersama-sama di atas “benang rutin” yang menyokong pedoman pembelajaran (Nisbet & Schucksmith, 1998). Berdasarkan penjelasan mengenai penerapan pendekatan pembelajaran melalui REACT, terdapat aspek refleksi terhadap proses pembelajaran yang melibatkan pengajar dan pembelajaran. Oleh karena itu, terdapat kaitan antara tiga aspek yaitu: 1) mengaitkan bahan ajar yang baru dengan bahan ajar sebelumnya, 2) menentukan dan memilih langkah terbaik untuk mencapai tujuan serta keterampilan dan informasi yang diperlukan, dan 3) merenungkan tentang kualitas pembelajaran yang dihasilkan, apa yang dapat dipelajari, dan aspek apa yang dapat digunakan kembali. Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11 No.2 Oktober 2010

130

Sumarmo (2003) dalam kajiannya tentang pembelajaran matematika sekolah menyatakan bahwa Guru perlu mempertimbangkan mengubah pandangan mereka dalam pembelajaran matematika, dari guru sebagai pengajar berubah menjadi pendidik, fasilitator, motivator, dan manajer pembelajaran. Dari penerapan strategi melayani siswa secara sama diubah menjadi memerhatikan siswa sesuai dengan kebutuhannya; semula guru menetapkan tujuan pembelajaran dimana siswa mengingat informasi dan prosedur penyelesaian berubah menjadi pencapaian pemahaman mendalam, pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, koneksi, dan siswa menemukan makna konsep yang dipelajari karena mereka aktif belajar selama pembelajaran. Melalui studi atas pelaksanaan pembelajaran matematika di SMP, beberapa peneliti menyatakan kesimpulan sebagai berikut: (1) Rendahnya kualitas pemahaman matematis siswa SMP karena dalam proses pembelajaran matematika guru terlalu berkonsentrasi pada latihan menyelesaikan yang bersifat prosedural dan mekanistis (IMSTEP-JICA, 1999); (2) Guru belum meerapkan pendekatan pembelajaran karena praktis seperti terikat pada waktu belajar terjadwal, lebih efektif bilaman menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (Siregar, 2005); (3) Terdapat peningkatan kemampuan berfikir tingkit tinggi bila dalam pembelajaran digunakan metode pembelajaran tidak langsung atau metode gabungan dengan proporsi lebih besar melalui memberikan kesempatan siswa mengembangkan kemampuan matematis yang mereka miliki (Suryadi, 2005); (4) Kemampuan komunikasi matematis siswa lebih meningkat bilamana dalam pembelajaran diaplikasikan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil (Ansari 2004); (5) Melalui penerapan pendekatan open-ended dalam pembelajaran secara efektif, kemampuan penalaran matematis siswa meningkat signifikan (Dahlan, 2005); dan (6) Pembelajaran berbasis masalah dan menyajikan masalah terbuka melalui penggunaan media pembelajaran interaktif berpengaruh secara signifikan pada peningkatan

kemampuan matematis siswa (Herman, 2006; Priatna, 2007); (7) Daya

matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran melalui investigasi kelompok lebih baik dari siswa yang mendapatkan investigasi individual (Syaban, 2008). Melalui studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, dengan menggunakan pengamatan terhadap proses pembelajaran matematika di SMP dan tes matematika menggunakan soal uraian, pendekatan pembelajaran yang digunakan guru belum optimal meningkatkan kemampuan matematis siswa, media pembelajaran belum digunakan untuk meningkatkan partisipasi aktif siswa menemukan sendiri makna dari pengertian matematika yang dipelajari, Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11 No.2 Oktober 2010

131

dan pendekatan pembelajaran yang digunakan lebih berpusat pada guru. Penggunaan tes hasil belajaran dengan tujuan mengidentifikasi kemampuan pemahaman matematis, komunikasi matematis, penalaran matematis, dan pemecahan masalah belum digunakan efektif karena alasan teknis pelaksanaan evaluasi, waktu tes, banyaknya murid pada tiap kelas sebagai kendala digunakannya bentuk tes uraian untuk mengukur kemampuan matematis siswa. Bagaimanakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis, penalaran, dan komunikasi siswa bilamana pembelajarannya kontekstual, melalui REACT? Faktor apa saja yang menjadi kendala dalam pembelajaran matematika melalui penerapan pendekatan kontekstual? Memperhatikan

pendapat

Sumarmo

(2003),

pemahaman

matematis

dapat

dikelompokkan menjadi pemahaman induktif dan intuitif. Pemahaman induktif meliputi pemahaman mekanikal, instrumental,, dan komputasional yang diidentifikasi melalui indikator dapat melaksanakan perhitungan rutin, algoritmik, dan menerapkan rumus pada kasus serupa. Pemahaman intuitif meliputi pemahaman rasional, fungsional, mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya, dan dapat memperkirakan suatu kebenaran tanpa ragu. Kemampuan komunikasi dapat diidentifikasi melalui kemampuan menyatakan ide dan konsep matematika secara lisan dan tulisan menggunakan simbol dan menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika. Sementara itu NCTM (1989) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis diidentifikasi melalui menyatakan ide matematis dan menjelaskannya melalui penggunaan notasi matematika, gambar, tabel, dan alat visualisasi lain supaya konsep yang disajikan dipahami oleh orang lain. Kemampuan penalaran matematis meliputi membuat konjektur, analisis, evaluasi, menemukan pemecahan masalah tak rutin, melakukan pembuktian, dan membuat kesimpulan (Mullis, 2001; Suryadi, 2005; BSNP,2008).

METODE DAN PROSEDUR Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol hanya pos-tes, meliputi dua kelompok yang dinyatakan dengan diagram berikut: X

O

-

O

X = pembelajaran melalui REACT Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11 No.2 Oktober 2010

132

O = tes kemampuan matematis (pemahaman, penalaran, dan komunikasi matematis). Populasi penelitian ini adalah siswa pada tiga SMP di Kota Bandung masing-masing satu dari sekolah peringkat Tinggi, Sedang, dan Rendah. Pada tiap sekolah di atas ditentukan secara purposif yaitu siswa kelas 8 (kelas 2 SMP), kemudian dipilih dua kelas 8 secara acak yaitu satu kelas sebagai kelas perlakuan (eksperimen) yang pembelajarannya melalui REACT dan satu kelas sebagai kelas kontrol. Setelah melakukan pembelajaran melalui penerapan REACT menggunakan LKS, dilakukan tes kemampuan matematis yaitu Tes Sub-Sumatif dan Tes Sumatif, observasi kelas dan wawancara. Berdasarkan nilai sub-sumatif (NSS) dan sumatif (NS) diperoleh nilai kemampuan matematis (KM) menggunakan rumus, KM =

NSS + 2NS . Prosedur inferensi 3

diawali melalui uji homogenitas varian dan uji normalitas. Berdasarkan uji normalitas yang menunjukkan bahwa data berdistribusi normal maka uji perbedaan rata-rata pada penelitian ini menggunakan uji t dengan tingkat kesalahan α = 5 % HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI A. Kemampuan Matematis (gabungan) (1) Sub-Sumatif Kemampuan matematis siswa pada tes sub sumatif berdasarkan peingkat sekolah dan pendekatan pembelajaran dijelaskan pada Gambar 1.

SUB SUMATIF 70 60 50 40

REACT

30

KONVENSIONAL

20 10 0 tinggi

sedang

rendah

Gambar 1. Kemampuan Matematis pada Tes Sub-Sumatif ditinjau dari peringkat sekolah dan pendekatan pembelajaran.Skor max 100. Pada Gambar 1 dijelaskan bahwa nilai kemampuan matematis siswa peringkat Tinggi, Sedang, dan Rendah, yang mengalami pembelajaran maelalui REACT lebih tinggi dari pada siswa yang belajarnya konvensional.. Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11 No.2 Oktober 2010

133

Melalui uji hipotesis, H0 : µ1 = µ 2

v.s

H1: µ1 > µ 2

µ1 = nilai rata-rata kelompok REACT dan µ 2 = nilai rata-rata kelompok Konvensional diperoleh, 1) α = 5% > sig = 0,002 berarti Ho ditolak atau nilai KM siswa sekolah peringkat Tinggi yang pembelajarannya melalui REACT lebih tinggi daripada Konvensional, 2) α = 5% > sig = 0,010 berarti H0 ditolak atau nilai KM siswa sekolah peringkat Sedang yang belajarnya melalui REACT lebih tinggi daripada siswa Konvensional, 3) α = 5% > sig = 0,010 berarti Ho ditolak atau dapat diterima nilai KM siswa sekolah peringkat Rendah yang pembelajarannya melalui REACT lebih tinggi dari siswa Konvensional. (2) Sumatif Kemampuan Matematis siswa pada tes Sumatif berdasarkan peringkat sekolah dan pendekatan pembelajaran disajikan pada Gambar 2.

SUMATIF 80 70 60 50

REACT

40

KONVENSIONAL

30 20 10 0 tinggi

sedang

rendah

Gambar 2. KM pada Tes Sumatif ditinjau dari peringkat sekolah dan pendekatan pembelajaran. Skor max 100. v.s H1: µ1 > µ 2 ; Melalui uji hipotesis, H0 : µ1 = µ 2 µ1 = nilai rata-rata kelompok REACT

µ 2 = nilai rata-rata kelompok Konvensional. Diperoleh, 1) α = 5% > sig = 0,02 berarti Ho ditolak atau menerima nilai sumatif kelompok REACT

pada sekolah peringkat Tinggi ternyata lebih tinggi daripada kelompok

Konvensional, 2) α = 5% < sig = 0,247 berarti Ho diterima atau kemampuan matematis siswa peringkat Sedang kelompok REACT tidak berbeda daripada konvensional; 3) α = 5% > sig = 0,004 berarti Ho ditolak atau menerima nilai siswa sekolah peringkat Rendah ternyata lebih tinggi dari siswa kelompok REACT. (3) Kemampuan Matematis Gabungan

Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11 No.2 Oktober 2010

134

Gambaran kemampuan matematis siswa yang diperoleh dari tes sub-sumatif dan sumatif disajikan pada Gambar 3 dan Tabel 1 NILAI AKHIR 70 65 REACT KONVENSIONAL

60 55 50 tinggi

sedang

rendah

Gambar 3. KM berdasarkan pringkat sekolah dan pembelajaran Konvensional (Skor Max 100) TABEL 1 KEMAMPUAN MATEMATIS BERDASARKAN PERINGKAT SEKOLAH DAN PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN Peringkat Sekolah

React KMSS

Konvensional KMS

KMG

KMSS

KMS

KMG

Tinggi

64.17

72.00

69.39

59.20

61.21

60.54

Sedang

62.27

66.91

65.36

50.70

55.24

53.73

Rendah

59.00

56.21

57.14

50.00

54.92

53.28

Rata-rata

61.81

65.04

63.96

53.30

57.12

55.85

Keterangan: KMSS KMS KMG

= Kemampuan Matematis pada Sub-Sumatif = Kemampuan Matematis pada Sumatif = Kemampuan Matematis Gabungan

Data pada Gambar 3 dan Tabel 1 menjelaskan bahwa kemampuan matematis (KM) siswa yang belajarnya melalui REACT lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya Konvensional B. Kemampuan pemahaman matematis Pada Gambar 4 dan Tabel 2 dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan pemahaman siswa sekolah peringkat Tinggi, Sedang, dan Rendah yang pembelajarannya melalui REACT dan Konvensional.

Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11 No.2 Oktober 2010

135

skor rata-rata

Pemahaman berdasarkan peringkat sekolah (REACT dan Konvensional) 40.00 30.00 REACT

20.00

Konvensional

10.00 0.00 tinggi

sedang

rendah

peringkat sekolah

Gambar 4. Pemahaman Matematis Siswa ditinjau dari peringkat sekolah dan kelompok pembelajaran Skor Max 40 TABEL 2. PEMAHAMAN MATEMATIS BERDASARKAN PERINGKAT SEKOLAH DAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN Peringkat

React

Sekolah

PmSS

Konvensional PmS

PmG

PmSS

PmS

PmG

Tinggi

25.67

29.98

28.54

23.68

26.18

25.35

Sedang

24.91

29.53

27.99111

20.28

24.40

23.02667

Rendah

23.60

24.30

24.06667

20.00

22.98

21.98889

25.66667

29.98333

28.54444

23.68

26.18333

25.34889

Rata-rata

Keterangan: PmSS PmS PmG

= Pemahaman Matematis pada Sub-Sumatif = Pemahaman Matematis pada Sumatif = Pamahaman Matematis Gabungan

Melalui uji perbedaan rata-rata atau uji t diperoleh: 1) Pada sekolah peringkat tinggi, Sig = 0,048 < α = 5% berarti hipotesis nol ditolak atau dapat diterima pemahaman matematis siswa yang pembelajarannya melalui REACT lebih tinggi dari siswa yang belajarnya Konvensional, 2) Pada sekolah peringkat Sedang, Sig = 0,001 < α = 5% berarti hipotesis nol ditolak atau dapat diterima pemahaman matematis siswa yang pembelajarnnya melalui REACT lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya konvensional, 3) Pada sekolah peringkat Rendah. Sig = 0,141 > α = 5% berarti hipotesis nol diterima atau dapat diterima pemahaman matematis siswa yang pembelajarannya melalui REACT berbedanya tidak signifikan dari siswa yang belajarnya konvension C. Kemampuan Penalaran Matematis Kemampuan penalaran siswa peringkat sekolah Tinggi, Sedang, dan Rendah ditunjukkan pada Gambar 4.dan Tabel 3

Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11 No.2 Oktober 2010

136

skor rata-rata

Penalaran berdasarkan peringkat sekolah (REACT dan Konvensional) 30.00 20.00

REACT Konvensional

10.00 0.00 tinggi

sedang

rendah

peringkat sekolah

Gambar 4 Kemampuan Penalaran matematis Berdasarkan Peringkat Sekolah. Skor Max 30 Tabel 3. Penalaran Matematis Berdasarkan Peringkat Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran Peringkat

React

Sekolah

PnSS

Konvensional PnS

PnG

PnSS

PnS

PnG

Tinggi

19.25

20.09

19.81

17.76

17.45

17.55

Sedang

18.68

20.00

19.56

15.21

14.25

14.57

Rendah

17.70

14.39

15.49

15.00

15.64

15.43

Rata-rata

18.54

18.16

18.29

15.99

15.78

15.85

Keterangan: PnSS PnS PnG

= Penalaran Matematis pada Sub-Sumatif = Penalaran Matematis pada Sumatif = Penalaran Matematis Gabungan

Melalui uji perbedaan rata-rata yang dilakukan diperoleh, 1) Pada sekolah peringkat Tinggi. Sig = 0,046 < α = 5%. berarti hipotesis nol ditolak atau dapat diterima penalaran siswa yang belajarnya melalui REACT lebih tinggi dari pada siswa yang belajarnya konvensional, 2) Pada sekolah peringkat Sedang, Sig = 0,020 < α = 5% bearti hipotesis nol ditolak atau dapat diterima penalaran siswa yang pembelajarannya melalui REACT lebih tinggi dari siswa yang belajarnya konvensional, 3) Pada sekolah peringkat Rendah. Sig = 0,20 > α = 5% berarti hipotesis nol diterima atau siswa yang pembelajarannya melalui REACT tidak berbeda daripada siswa yang belajarnya konvensional..Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran, siswa dengan pemahaman matematis pada kategori kurang perlu didorong dan difasilitasi supaua lebih banyak bertanya, lebih tekun, tidak boleh putus asa menghadapi tantangan dalam pembelajaran. Selama pembelajaran melalui REACT pada studi ini, dilakukan berbagai upaya supaya siswa yang kurang meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalarannya. Ditinjau dari rekor yang dicapai oleh siswa yang capaiannya kurang diperoleh informasi bahwa umumnya siswa tersebut baru sampai pada tahap memahami masalah seperti temuan Sabandar (2005). Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11 No.2 Oktober 2010

137

D. Kemampuan Komunikasi Matematis Kemampuan komunikasi matematis siswa yang diperoleh melalui studi ini, disajikan pada Gambar 5 dan Tabel 4 berikut ini.

skor rata-rata

Komunikasi berdasarkan peringkat sekolah (REACT dan Konvensional) 30.00 20.00

REACT

10.00

Konvensional

0.00 tinggi

sedang

rendah

peringkat sekolah

Gambar 5 Kemampuan Komunikasi Siswa ditinjau dari peringkat sekolah dan pembelajaran (Skor max 30) TABEL 4. KOMUNIKASI MATEMATIS BERDASARKAN PERINGKAT SEKOLAH DAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN Peringkat

React

Sekolah

KSS

Konvensional KS

KG

KSS

KS

KG

Tinggi

19.25

21.93

21.03

17.76

17.58

17.64

Sedang

18.68

19.46

19.20

15.21

16.59

16.13

Rendah

20.00

17.53

18.35

15.00

16.30

15.87

Rata-rata

19.31

19.64

19.53

15.99

16.82

16.54

Keterangan: KSS KS KG

= Komunikasi Matematis pada Sub-Sumatif = Komunikasi Matematis pada Sumatif = Komunikasi Matematis Gabungan

Data pada Gambar 5 dan Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata komunikasi siswa yang pembelajarannya melalui REACT lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya Konvensional. Melalui uji perbedaan rata-rata diperoleh, 1) Pada sekolah peringkat Tinggi, . Sig = 0,001 < α = 5%. Berarti H0 ditolak atau dapat diterima kemampuan komunikasi siswa yang mengalami pembelajaran melalui REACT lebih tinggi dari siswa yang belajarnya konvensional, 2) Pada sekolah peringkat Sedang. . Sig = 0,013 < α = 5%.berati H0 ditolak atau dapat diterima kemampuan komunikasi matematis siswa yang

pembelajarannya melalui

REACT lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya konvensiona, 3) Sekolah Peringkat Rendah. . Sig = 0,200 > α = 5%. Berarti H0 diterima atau perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengalami pembelajaran melalui REACT tidak berbeda daripada siswa yang belajarnya konvensional.

Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11 No.2 Oktober 2010

138

KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis, pembahasan, dan temuan penelitian maka kesimpulan penelitian ini adalah 1. Kemampuan matematis siswa (gabungan) ditinjau dari peringkat sekolah, dan pengelompokan berdasarkan kemampuan matematika awal adalah: a. Kemampuan Matematis (KM) siswa yang mengalami pembelajaran melalui REACT lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya Konvensional b. Kemampuan matematis siswa sekolah peringkat Tinggi, Sedang, dan Rendah yang mengalami pembelajaran melalui REACT lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya konvensional 2. Kemampuan pemahaman matematis siswa ditinjau dari pendekatan pembelajaran, peringkat sekolah, dan pengelompokan berdasarkan kemampuan matematika awal adalah: a. Pemahaman matematis siswa yang mengalami pembelajaran melalui pendekatan REACT lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya konvensional b. Pemahaman matematis siswa sekolah peringkat Tinggi, Sedang, dan Rendah yang mengalami pembelajaran melalui REACT lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya konvensional. 3. Kemampuan penalaran matematis matematis siswa ditinjau dari pendekatan pembelajaran, peringkat sekolah, dan pengelompokan berdasarkan kemampuan matematika awal adalah: a. Penalaran matematis siswa yang mengalami pembelajaran melalui pendekatan REACT lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya konvensional b. Penalaran matematis siswa sekolah peringkat Tinggi, Sedang yang mengalami pembelajaran melalui REACT lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya konvensional. 4. Kemampuan komunikasi matematis siswa ditinjau dari pendekatan pembelajaran, peringkat sekolah, dan pengelompokan berdasarkan kemampuan matematika awal adalah: a. Siswa yang mengalami pembelajaran melalui pendekatan REACT, kemampuan komunikasi mereka lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya konvensional

Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11 No.2 Oktober 2010

139

b. Komunikasi matematis siswa sekolah peringkat Tinggi, Sedang, dan Rendah yang mengalami pembelajaran melalui REACT lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya konvensional. 5. Kesulitan yang dialami siswa umumnya dalam menyelesaikan masalah matematika yang disajikan melalui bentuk esai atau soal ceritera yang indikatornya menunjukkan penalaran matematis. SARAN Berdasarkan uraian mengenai temuan, kesimpulan, maka disarankan beberapa hal berikut: 1. Bagi guru matematika disarankan untuk mencoba melakukan pembelajaran melalui REACT, karena melalui pendekatan REACT dapat diketahui kemampuan siswa menjelaskan secara lisan dan tulisan menghubungkan pengertian matematika yang sudah dipelajari dengan yang sementara dipelajari, keterlibatan melakukan kegiatan hands-on, menggunakan pengertian matematika dalam pemecahan masalah, kerja dalam kebersamaan melalui kelompok. Untuk itu yang sebaiknya dilakukan adalah menyiapkan pertanyaan arahan (pemicu), rencana kegiatan hands-on dan petunjuk kegiatan kelompok, menyiapkan masalah matematika yang non-rutin, dan alokasi waktu melakukan refleksi. 2. Bagi guru matematika yang bermaksud mencoba untuk mengembangkan pembelajaran melalui

REACT

sebaiknya

mempertimbangkan,

faktor-faktor

(i)

konsisten

mengajukan pertanyaan pemicu, agar siswa mampu melakukan eksplorasi dan penyelidikan; (ii) mengutamakan kegiatan hands-on dan doing-math untuk menciptakan

suasana pembelajaran yang menyenangkan dan mendorong siswa

melakukan eksplorasi dan penyelidikan. Pada kondisi tertentu guru perlu mempertimbangkan untuk menggunakan kombinasi pengajaran konvensional dan pembelajaran melalui REACT. 3. Bagi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) khususnya UPT PLP yang selama ini bekerjasama dengan sekolah mitra melalui pelaksanaan program PLP, disarankan identifikasi fakta mengenai penerapan pendekatan pembelajaran di sekolah-sekolah tempat mahasiswa melakukan PLP dan mempublikasikan supaya mahasiswa dosen pembimbing memahami kondisi sekolah pada umum. Pemahaman kondisi sekolah

Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11 No.2 Oktober 2010

140

sebelum mahasiswa melaksanakan program PLP merupakan masukan bila dalam kegiatan PLP tersebut ada rencana melakukan inovasi pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA BSNP. (2007). Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan CORD. (1999). Teaching Mathematics Contextually. Tersedia: http://www.cord.org [1 Juni 2004] Crawford, M. (2001). Teaching Contextually: Research, Rational, and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics Science. Tersedia: http://www.cord.org [1 Juni 2004] Dahlan. J.A. (2005). Implementasi Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Open-Ended dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa SMP. Makalah Pada Seminar Nasional Matematika di Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan Herman, T. (2006). Pengembangan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kristis dan Kreatif Siswa SMP. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Tidak Diterbitkan. IMSTEP-JICA. (1999). Permasalahan Pembelajaran Matematika SD, SLTP, dan SMU di Kota Bandung. Bandung: FPMIPA Johnson, E.B.(2007). Contextual Teaching & Learning& menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Mizan Media Utama. National Council Of Teacher of Mathematics (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Tersedia:http://www.nctm.org/standards/overview.htm [20 Januari 2004]. Sumarmo, U. (2003).. Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa Sekolah Menengah. Makalah pada Seminar Nasional Nasional Pendidikan Sains dan Matematika. [23 Agustus 2003] kerjasama JICA dan FPMIPA UPI, Bandung. Suparno,P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Suryadi,D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLP. Disertasi: Tidak Diterbitkan. Syaban. M. (2008). Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas melalui Pembelajaran Investigasi. Disertasi. Tidak Diterbitkan.

BIODATA SINGKAT Penulis adalah Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11 No.2 Oktober 2010

141