6 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

139 downloads 2260 Views 141KB Size Report
Fungsi yang berhubungan dengan tugas (ask related) atau pemecahan masalah ,mencakup penetapan struktur tugas, pemberian saran penyelesaian, .... Apabila ditunjukkan dalam struktur organisasi, kepemimpinan gaya otoriter akan.
BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepemimpinan 2.1.1.1 Pengertian kepemimpinan Berdasarkan pendapat Soekarso, et al (2010, p10), kepemimpinan (leadership) merupakan proses pengaruh sosial, yaitu suatu kehidupan yang memengaruhi kehidupan lain, kekuatan yang memengaruhi prilaku orang lain kearah pencapain tujuan tertentu. Sedangkan berdasarkan Fiedler (Masmuh, 2010, p247) kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan memberikan pengarahan dan koordinasi kepada bawahan (anggota organisasi) dalam mencapai tujuan organisasi serta kesediaan untuk menjadi penanggung jawab utama dari kegiatan kelompok yang dipimpinnya. Maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu perilaku dengan tujuan tertentu

untuk memengaruhi aktivitas para anggota kelompok sehingga dapat mencapai

tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. 2.1.1.2 Jalur Kepemimpinan Menurut Soekarso, et al (2010, p20) menyatakan pada umumnya seseorang menjadi pemimpin melalui jalur kepemimpinan antara lain : a. Tradisional (warisan) artinya seseorang menjadi pemimpin karena warisan (keturunan) b. Kepribadian

artinya

seseorang

menjadi

pemimpin

karena

kekuatan

pribadinya, baik karena kecakapannya maupun kekuatan fisiknya. c.

Pengangkatan atasan artinya seseorang menjadi pemimpin karena diangkat oleh pihak atasannya, berdasarkan struktural organisasi.

6

7

d. Kepercayaan kelompok artinya seseorang menjadi pemimpin karena suatu kepercayaan dari anggota kelompok/organisasi e. Situasional artinya seseorang menjadi pemimpin karena suatu kesempatan atau dukungan kondisi lingkungan. f.

Pemilihan artinya seseorang menjadi pemimpin berdasarkan hasil pemilihan anggota.

Kemudian dalam suatu organisasi pemimpin dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut (Soekarso, et al , 2010, p21) yaitu ; 1. Pemimpin formal Adalah pemimpin yang secara resmi diangkat dalam jabatan struktural organisasi, dan kekuasaannya bersumber dari organisasi berupa kekuasaan resmi/syah (legitimate power) 2. Pemimpin informal Adalah pemimpin yang tidak resmi diangkat, tidak terlihat dalam struktural organisasi, dan kekuasaannya bersumber dari pribadi (terindividu) misalnya berupa kekuasaan ahli (expert power) 2.1.1.3 Fungsi-Fungsi Kepemimpinan Berdasarkan pendapat Soekarso, et al (2010, pp22-23) agar kelompok atau organisasi berjalan dengan efektif, maka seorang pemimpin harus melaksanakan dua fungsi utama yaitu sebagai berikut: 1. Fungsi yang berhubungan dengan tugas (ask related) atau pemecahan masalah,mencakup penetapan struktur tugas, pemberian saran penyelesaian, informasi, dan pendapat. 2. Fungsi yang berhubungan dengan pemeliharaan kelompok (group maintenance) atau sosial, mencakup segala sesuatu yang dapat membantu kelompok atau organisasi berjalan lebih baik atau efektif, persetujuan dengan kelompok lain,

8

penengahan perbedaan pendapat dan sebagainya. Dalam pada itu fungsi-fungsi kepemimpinan dalam organisasi antara lain “Enam F” sebagai berikut : a. Fungsi pengambilan keputusan (Decision making) b. Fungsi pengarahan (Directing) c. Fungsi pendelegasian (Delegation) d. Fungsi pemberdayaan (Empowerment) e. Fungsi fasilitasi (Facilitating) f. Fungsi pengedalian (Controlling) 2.1.1.4 Tipologi Kepemimpinan Dalam teori kepemimpinan sedikitnya terdapat enam tipologi kepemimpinan yang dikenal dewasa ini, yaitu sebagai berikut (Soekarso, et al, 2010, pp24-26): 1. Tipe Otoriter Adalah tipe pemimpin yang berbagai kegiatan yang akan dilakukan dan penetapan keputusan ditentukan sendiri oleh pemimpin semata-mata. 2. Tipe Demokratis Adalah tipe pemimpin yang berbagai kegiatan yang akan dilakukan dan penetapan

keputusan

ditentukan

bersama

antara

pemimpin

dengan

bawahan. 3. Tipe Liberal Adalah tipe pemimpin yang berbagai kegiatan dan penetapan keputusan lebih banyak diserahkan pada bawahan. 4. Tipe Populis Adalah tipe pemimpin yang mampu membangun rasa solidaritas pada bawahan atau pengikutnya.

9

5. Tipe Kharismatik Adalah tipe pemimpin yang memiliki nilai ciri khas kepbribadian yang istimewa atau wibawa yang tinggi sehingga sangat dikagumi dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap bawahan atau pengikutmya. 6. Tipe Kooperatif Dimaksud sebagai kepemimpinan ciri khas Indonesia, yaitu kepemimpnan yang memiliki jiwa pancasila, yang memiliki wibawa dan daya untuk membawa serta dan memimpin masyawakat lingkungannya kedalam kesadaran

kehidupan

kemasyarakatan

dan

kenegaraan

berdasarkan

pancasila dan UUD 1945. Dalam perkembangannya disamping enam tipologi tersebut, dikenal juga tiga tipologi kepemimpinan lain sebagai berikut : 1. Tipe tertutup Adalah tipe pemimpin yang tidak menginformasikan keadaan organisasi kepada para bawahan atau pengikut walaupun dalam batas-batas tertentu. 2. Tipe Terbuka Adalah tipe pemimpin yang menginformasikan keadaan organisasi kepada para bawahan, sehingga bawahan dalam batas-batas tertentu mengetahui keadaan organisasi. 3. Tipe Moderat Adalah tipe pemimpin yang berorientasi pada iman, ilmu, amal, serta berwawasan lingkungan dan visi masa depan. 2.1.1.5 Sumber Daya Kepemimpinan Berdasarkan pendapat Soekarso, et al (2010, pp26-39) seseorang pemimpin hanya dapat melakukan fungsi kepemimpinannya apabila memiliki kekuatan berupa suatu sumber daya tertentu, seperti :

10

1. Pengaruh (Influence) Kepemimpinan

merupakan

proses

pengaruh

sosial

dalam

hubungan

interpersonal. Pemimpin mempengaruhi bawahan atau pengikut kearah yang diinginkan.

2. Kekuasaan (Power) Pemimpin hanya dapat melakukan fungsi kepemimpinannya apabila memiliki suatu sumber daya tertentu, yaitu power. Dalam hal ini power berarti daya, atau dalam teori kepemimpinan power adalah sebagai kekuasaan. 3. Legitimasi (Legitimacy) Kepemimpinan memerlukan legitimasi agar posisi formal keberadaan pemimpin dan kekuasaan mendapat pengakuan resmi dalam organisasi. 4. Indiosinkratik kredit (Indiosyncracy credit) Konsep

indiosinkratik

merupakan

elemen

penting

dari

analisa

teori

pertukaran (exchange theory). Bagaimanapun pemimpin atau anggota dalam menjalankan tugas mempunyai peran masing-masing sesuai dengan normanorma kelompok atau organisasi. 5. Wewenang (Authority) Wewenang merupakan dasar hukum untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas dan tanggung jawab dapat dilaksanakan dengan baik. 6. Politik (Politic) Dalam organisasi terdapat keterbatasan sumber daya , keanekaragaman struktur, perbedaan kepentingan dan terjadi perubahan, maka agar mendapat lebih berperan atau lebih berkuasa dalam organisasi diperlukan tindakan-tindakan tertentu yaitu politik.

11

2.1.1.6 Proses Kepemimpinan Menurut pendapat Soekarso, et al (2010, p45) Proses kepemimpinan berawal dari proses pola gaya pemimpin, selanjutnya menggalang kekuatan kekuasaan, memengaruhi perilaku individu/kelompok, pemberdayaan sumber daya, dan berakhir pada pencapaian tujuan.

Pemimpin

Gaya Pemimpin

1. Orientasi Tugas 2. Orientasi Orang

Mempengaruhi Perilaku

1. Anggota 2. Sumber daya

Kekuatan Pemimpin

1. Pengaruh 2. Kekuasaan 3. Legitimasi 4. Indiosinkratik 5. Wewenang 6. Politik

Tujuan

sumber : Soekarso, et al, Teori Kepemimpinan (2010, p46) Gambar 2.1 Model Skematis Proses Kepemimpinan 2.1.1.7 Keterampilan Seorang Pemimpin Menurut Keith Davis (Masmuh, 2010, p247) mengatakan bahwa ada tiga keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yakni : 1. Keterampilan teknis (technical skill) menunjukkan bahwa seseorang memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam setiap jenis proses atau teknik. 2. Keterampilan insani (human skill) adalah kemampuan untuk bekerja dengan orang lain secara efektif dan untuk membina kerja sama.

12

3. Keterampilan konseptual (conceptual skill) yaitu kemampuan untuk berfikir dalam istilah yang berkaitan dengan perencanaan jangka panjang, misalnya kerangka kerja dan model 2.1.1.8 Gaya Kepemimpinan Berdasarkan pendapat Soekarso, et al (2010, p11) , gaya kepemimpinan adalah perilaku atau tindakan pemimpin dalam mempengaruhi para anggota/pengikut serta melaksanakan tugas-tugas pekerjaan manejerial. Kemudian berdasarkan Masmuh (2010, pp265), gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. 2.1.1.9 Jenis-jenis Gaya Kepemimpinan Dalam teori kepemimpinan terdapat dua jenis gaya kepemimpinan yang utama, yaitu (Soekarso, et al, 2010, pp44-45) : 1. Gaya berorientasi pada tugas (task oriented) Adalah gaya kepemimpinan yang memusatkan perhatiannya pada tugas, yaitu penetapan dan menstruktur tugas. Dalam hal ini termasuk pembagian kerja, penjadwalan, sistem prosedur, petunjuk pelaksanaan, dan sebagainya yang kesemuanya mencakup penekanan aspek teknis atau penyelesaian tugas pekerjaan. 2. Gaya berorientasi pada orang (people oriented) Adalah gaya kepemimpinan yang memusatkan perhatiaannya pada orang yaitu hubungan antar pribadi. Dalam hal ini mencakup saling percaya. Menghargai gagasan bawahan, membangun kerjasama, peka terhadap kebutuhan dan kesejahteraan bawahan.

13

2.1.1.10 Dimensi Gaya Kepemimpinan Ronald Lippit dan Ralp K. White dalam studinya berpendapat dan mengemukakan adanya tiga gaya kepemimpinan (Soekarso, et al, 2010, pp100-101) : ” Authoritarian” (otoriter), ”autocratic” (otokratis), ”dictatorial” (diktator).

1.

Adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang akan dilakukan diputuskan oleh pimpinan semata-mata. Kepemimpinan gaya otoriter antara lain berciri : -

Wewenang mutlak berpusat pada pimpinan

-

Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan

-

Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan

-

Komunikasi langsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan

-

Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan para bawahannya dilakukan secara ketat

-

Prakarsa harus selalu datang dari pimpinan

-

Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan, atau pendapat

-

Tugas-tugas bagi bawahan diberikan secara instruktif

-

Lebih banyak kritik daripada pujian

-

Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat

-

Pimpinan menuntut kesetiaan mutlak tanpa syarat

-

Cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman

-

Kasar dalam bertindak

-

Kaku dalam bersikap

-

Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan

14

Apabila ditunjukkan dalam struktur organisasi, kepemimpinan gaya otoriter akan nampak sebagai bagan di bawah ini: Keterangan : = pimpinan = bawahan = arah hubungan

sumber : Soekarso, et al, Teori Kepemimpinan (2010, p102) Gambar 2.2 Gaya Otoriter dalam Struktur Organisasi 2.

”Democratic” (demokratis) Adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah diterapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Kepemimpinan gaya demokratis antara lain berciri: -

Wewenang pimpinan tidak mutlak

-

Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan

-

Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan

-

Kebijaksanaan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan

-

Komunikasi berlangsung timbal balik, baik yang terjadi antara pimpinan dan bawahan maupun antar sesama bawahan

-

Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan para bawahan dilakukan secara wajar

-

Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan

-

Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan atau pedapat

15

-

Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan daripada instruktif

-

Pujian dan kritik seimbang

-

Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas kemampuan masing-masing

-

Pimpinan meminta kesetiaan para bawahan secara wajar

-

Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak

-

Terdapat suasana saling percaya, saling menghormati dan saling menghargai

-

Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama pimpinan dan bawahan.

Apabila ditunjukkan dalam struktur organisasi, kepemimpinan gaya demokratis akan nampak sebagai bagan di bawah ini:

Keterangan :

= pimpinan

= bawahan

= arah hubungan

sumber : Soekarso, et al, Teori Kepemimpinan (2010, p103) Gambar 2.3 Gaya Demokratis dalam Struktur Organisasi

16

3. ’’Laissez-faire” (kebebasan), ”free-rein” (bebas kendali), ”libertarian” (kebebasan) Adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar besedia bekerjasama untuk mencapi tujuan yang telah ditentukan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan. Kepemimpinan gaya kebebasan antara lain berciri : -

Pimpinan melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan

-

Keputusan lebih banyak dibuat oleh para bawahan

-

Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh para bawahan

-

Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahannya

-

Hampir tiada pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan yang dilakukan para bawahan.

-

Prakarsa selalu datang dari bawahan

-

Hampir tiada pengarahan dari pimpinan

-

Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok

-

Kepentingan pribadi lebih utama daripada kepentingan kelompok

-

Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh orang per orang

Apabila ditunjukkan dalam struktur organisasi, kepemimpinan gaya Laissez-faire akan nampak sebagai bagan di bawah ini:

17

Keterangan :

= pemimpin

= bawahan

= arah hubungan

sumber : Soekarso, et al, Teori Kepemimpinan (2010, p104) Gambar 2.4 Gaya liberal dalam struktur organisasi 2.1.2 Komunikasi 2.1.2.1 Pengertian Komunikasi Menurut Bovee dan Thill (2007, p4), komunikasi adalah proses mengirimkan dan menerima pesan-pesan. Kemudian menurut kelompok sarjana komunikasi yang memfokuskan diri pada studi komunikasi antarmanusia yang dikutip oleh Dewi dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Bisnis (2007, p2) menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu pertukaran, proses simbolik yang menghendaki orang-orang agar mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antar sesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain, serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu. Maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lainnya untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau tingkah laku baik secara lisan (langsung) maupun tidak langsung (melalui media). 2.1.2.2 Komunikasi Organisasi Berdasarkan pendapat Redding dan Sanborn yang dikutip oleh Masmuh dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan Praktek (2010, p5)

18

mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Kemudian menurut Pace dan Faules (Masmuh, 2010, p5) mengklasifikasikan definisi komunikasi organisasi menjadi dua, yakni definisi fungsional dan definisi interpretative. Definisi fungsional komunikasi organisasi adalah sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Sedangkan definisi interpretative komunikasi organisasi cenderung menekankan pada kegiatan penanganan-pesan yang terkandung dalam suatu “batas organisasi” (organizational boundary). Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakkan bagian dar suatu organisasi tertentu (Pace dan Faules, 2006, 31) Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan berbagai pesan di dalam organisasi, baik di dalam kelompok formal maupun informal. 2.1.2.3 Proses Komunikasi Komunikasi antar manusia hanya bisa terjadi bila didukung unsur-unsur komunikasi dan komunikasi memerlukan proses. Pembahasan mengenai proses komunikasi akan dijelaskan melalui beberapa model komunikasi di bawah ini : (Dewi, 2007, p3) Aritoteles dalam bukunya Rhetorica yang dikutip oleh Dewi (2007, pp3-4)) berpendapat bahwa setiap komunikasi terdiri atas 3 unsur penting yaitu, 1. Pembicara, yakni sumber komunikasi atau orang yang menyampaikan pesan 2. Apa yang dibicarakan 3. Penerima, yaitu orang yang menerima pesan

19

sumber

pesan

penerima

Sumber : Cangara yang dikutip Dewi dalam bukunya Komunikasi Bisnis (2007, p4) Gambar 2.5 Model Komunikasi Aritoteles Dalam model komunikasi David K Berlo unsur-unsur utama komunikasi terdiri atas SMCR yang dikutip oleh Dewi (2007, p4) yakni : a. Source (sumber atau pengirim) Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pengirim informasi. Sumber bisa terdiri dari satu orang atau kelompok misalnya partai, oragnisasi atau lembaga. Sumber sering disebut komunikator, source,

sender, atau encoder. b. Message (pesan atau informasi) Pesan adalah sesuatu (pengetahuan, hiburan, informasi, nasehat, atau propaganda) yang disampaikan pengirim kepada penerima, pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Pesan sering juga disebut message, content, atau information. c. Channel (saluran atau media) Saluran komunikasi terdiri atas komunikasi lisan, tertulis, dan elektronik. Media yg dimaksud disini adalah alat atau sarana yang digunakan untuk memindahkan pesan dari pengirim kepada penerima. d. Receiver (penerima), Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirimkan oleh pengirim. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau kelompok. Penerima merupakan elemen penting dalam proses komunikasi karena menjadi sasaran dalam suatu komunikasi.

20

Disamping itu, terdapat 3 unsur lain (Dewi, pp4-5) yakni : a. Feedback (tanggapan balik) Umpan balik atau tanggapan balik merupakan respon atau reaksi yang diberikan oleh penerima. Dalam hal pesan belum sampai kepada penerima, tanggapan balik dapat pula berasal dari media. Umpan balik bisa berupa data, pendapat, komentar atau saran. b. Efek samping Efek atau pengaruh merupakan perbedaan antara apa yg dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh bisa terjadi dalam bentuk perubahan pengetahuan

(knowledge), sikap (attitude) dan perilaku (behavior). c. Lingkungan Lingkungan atau situasi adalah faktor-faktor tertentu yg dapat memengaruhi jalannya komunikasi. Lingkungan dapat berupa : ‐

Lingkungan fisik (misalnya letak geografis dan jarak)



Lingkungan sosial budaya ( misalnya bahasa, adat istiadat, dan status sosial)



Lingkungan psikologis (pertimbangan kejiwaan)



Dimensi waktu (misalnya musim, pagi/siang/malam)

Setiap unsur tersebut saling bergantung satu sama lain dan memiliki peranan penting dalam membangun proses komunikasi (Dewi, 2007, p6)

21

sumber

pesan

Saluran dan media

Penerima

efek

Umpan balik Sumber: Cangara yang dikutip Dewi dalam bukunya Komunikasi Bisnis (2007, p4) Gambar 2.6 Model Komunikasi Berlo Kemudian Bovee dan Thill dalam bukunya Business Communication Today menggambarkan proses komunikasi sebagai berikut (Dewi, 2007, p6)

2. ide berubah menjadi pesan 1.pengirim mempunyai ide/gagasan

3.pesan disampaikan

5.penerima bereaksi dan mengirim umpan balik

4.penerima mendapat pesan

Sumber : Haryani 2001 yang dikutip Dewi dalam bukunya Komunikasi Bisnis (2007, p6) Gambar 2.7 Model Komunikasi Bovee dan Thill Proses komunikasi tersebut terdiri dari 4 (lima) tahap kegiatan yakni, 1. Pengirim memiliki ide/gagasan Komunikasi diawali dengan adanya ide/gagasan dalam pikiran seseorang (pengirim) dan kemudian ingin menyampaikan kepada orang lain (penerima)

22

2. Ide diubah menjadi pesan Ide/gagasan yang ada dalam pikiran pengirim tidak mudah dimengerti orang lain. Agar dapat dimengerti atau diterima dengan baik, ide/ gagasan yang ada dalam pikiran diubah menjadi pesan. 3. Pemindahan pesan Setelah ide /gagasan diubah menjadi pesan. Tahap selanjutnya adalah memindahkan pesan kepada penerima melalui berbagai bentuk komunikasi (verbal, nonverbal, lisan, atau tertulis) dan media komunikasi (tatap muka, telepon, surat, laporan dan lain sebagainya) 4. Penerima menerima pesan Penerima mengartikan atau menginterpretasikan pesan yg diterima 5. Penerima pesan bereaksi dan mengirimkan umpan balik Sebagai tanggapan atas pesan yang diterima, penerima akan memberi sinyal (misalnya mengangguk, tersenyum atau secara tertulis) umpan balik adalah tanggapan dari penerima pesan dan merupakan elemen kunci dalam rantai komunikasi. 2.1.2.4 Penggolongan Komunikasi dalam Organisasi Menurut pendapat Masmuh (2010, pp8-22) ada lima penggolongan komunikasi dalam organisasi yang biasa dipakai, yaitu : 1. Komunikasi Lisan dan Tertulis Dasar penggolongan komunikasi lisan dan tertulis ini adalah bentuk pesan yang akan disampaikan. Banyak orang menyukai komunikasi lisan karena situasi keakraban yang ditimbulkannya, sedangkan orang lain berpendapat bahwa kecermatan dan ketepatan biasanya lebih berhasil dicapai melalui komunikasi lisan maupun tertulis, biasanya pada kesempatan atau saat yang berbeda dengan maksud untuk meningkatkan kemungkinan pemahaman atas pesan-pesan yang dikirimkan. Pada

23

umumnya pesan-pesan lisan lebih mudah dan cepat dikirimkan, dan biasanya lebih murah dibandingkan pesan-pesan yang disampaikan secara tertulis. 2. Komunikasi verbal dan non verbal Menurut Masmuh (2010, p9) jika dua orang berinteraksi, maka informasi mengenai perasaan dan gagasan-gagasan dan ide-ide yang timbul akan dikomunikasikan. Informasi mengenai perasaan seseorang dikemukakan secara lisan melalui apa yang dikatakan dan bagaimana mengatakannya. Arti dari kata atau kalimat diperjelas melalui tinggi rendahnya nada suara, perubahan nada suara, keras tidaknya suara, dan kapan komunikator berbicara. Perasaan seseorang juga dapat dinyatakan melalui berbagai isyarat-isyarat atau signal-signal nonverbal dalam percakapan tatap muka langsung, perasaan, keadaan jiwa, atau suasana hati seseorang dinyatakan melalui gerakan isyarat (gesture), ekspresi wajah, posisi dan gerakan badan, postur, kontak fisik, kontak pandangan mata, dan stimulasi nonverbal lain yang sama pentingnya dengan kata-kata yang diucapkan. 3. Komunikasi ke bawah, ke atas, dan ke samping Penggolongan komunikasi ke bawah, ke atas, dan ke samping (lateral) ini didasarkan pada arah aliran pesan-pesan dan informasi di dalam suatu organisasi. Untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam, maka berikut ini akan diuraikan ketiga jenis komunikasi tersebut sebagai barikut (Masmuh, 2010, pp10-14); a. Komunikasi ke bawah Aliran informasi dalam komunikasi ke bawah mengalir dari tingkatan manajemen puncak

ke manajemen menengah , manajemen yang lebih

rendah, dan akhirnnya sampai pada karyawan operasional. Komunikasi ke bawah pada umumnya sangat cocok digunakan jika manajemen hanya ingin menyampaikan informasi faktual dan nonkontroversial (tidak menjadi pokok pertentangan), dan tujuannya hanya semata-mata memberikan informasi,

24

bukan membujuk ( persuasive). Komunikasi ke bawah mempunyai fungsi pengarahan, perintah, indoktrinasi, inspirasi, dan evaluasi. Pertemuan tatap muka langsung, pembicaraan lewat telepone, memo dan instruksi tertulis merupakan media atau saluran yang banyak digunakan dalam komunikasi ke bawah b. Komunikasi ke atas Aliran komunikasi ke atas dari hirarki wewenang yang lebih rendah ke yang lebih tinggi biasanya mengalir di sepanjang rantai komando. Fungsi utamanya

adalah

untuk

memperoleh

informasi

mengenai

kegiatan,

keputusan, dan peaksanaan pekerjaan karyawan pada tingkat yang lebih rendah.

Komunikasi

ke

atas

dapar

berupa

laporan

prestasi

kerja

(performance report), saran-saran dan rekomendasi, usulan anggaran, pendapat atau opini, keluhan, permohonan bantuan, atau instruksi. c. Komunikasi ke samping Komunikasi ke samping (lateral communication) terjadi antara dua pejabat atau pihak yang berada dalam tingkatan hirarki wewenang yang sama (komunikasi horizontal) atau antara orang atau pihak pada tingkatan yang berbeda yang tidak mempunyai wewenang langsung terhadap pihak lainnya (komunikasi diagonal). Media komunikasiyang banyak digunakan dalam komunikasi ke samping ini adalah pertemuan tatap muka langsung (panitia dan konferensi), pembicaraan lewat telepon, memo tertulis, perintah kerja dalam bentuk surat tugas, dan formulir pernohonan (requisation form). 4. Komunikasi formal dan informal Komunikasi dalam organisasi juga dapat digolongkan menjadi komunikasi formal dan komunikasi informal (Masmuh, 2010, pp15-19) a. Komuniksi formal

25

Komunikasi formal terjadi di antara karyawan melalui garis kewenangan yang telah ditetapkan oleh manajemen. Komunikasi formal juga menetapkan saluran dimana komunikasi ke atas berlangsung, misalnya bawahan dapat didorong untuk menyatakan ide-ide, sikap, dan perasaan mereka sendiri, pekerjaan mereka,

kebijaksanaan

perusahaan,

dan

masalah-masalah

sejenis

yang

melibatkan mereka. Menurut Miftah Thoha yang dikutip masmuh (2010, p16) proses komunikasi struktur formal pada hakekatnya dapat dibedakan atas tiga dimensi sebagai berikut : ‐

Dimensi vertikal, adalah dimensi komunikasi yang mengalir dari atas ke bawah dan sebaliknya dari bawah ke atas.



Dimensi horizontal, yakni pengiriman dan penerimaan berita atau informasi yang dilakukan antara berbagai pejabat yang mempunyai kedudukan sama. Tujuan dari komunikasi ini untuk melakukan koordinasi. Komunikasi yang berdimensi horizontal ini sebagian dapat dilakukan dengan tertlis dan sebagian lain dilakukan secara lisan.



Dimensi luar organisasi, dimensi komunikasi ini timbul sebagai akibat dari kenyataan bahwa suatu organisasi tidak bisa hidup sendirian. Karena itu organisasi membutuhkan berbicara atau berkomunikasi dengan pihak luar yang berada dalam lingkungannya tersebut.

b. Komunikasi informal Komunikasi informal terjadi di antara karyawan dalam suatu organisasi yang dapat berinteraksi secara bebas satu sama lain terlepas dari kewenangan dan fungsi jabatan mereka. Biasanya komunikasi informal dilakukan melalui tatap muka langsung dan pembicaraan lewat telepon. Komunikasi informal terjadi sebagai perwujudan dari keinginan manusia untuk bergaul (sosialisasi) dan keinginan untuk menyampaikan informasi yang dipunyainya dan dianggap tidak

26

dipunyai oleh rekan sekerjanya. Dengan mempelajari komunikasi informal dapat dilakukan penyesuaian-penyesuaian dalam organisasi formal guna mendukung komunikasi dan pencapaian tujuan organisasi. Fungsi utama dari komunikasi informal adalah memelihara hubungan sosial seperti persahabatan dan kelompok informal dan penyebaran informasi yang bersifat pribadi, gosip, dan desasdesus. Di samping itu, komunikasi informal dapat bersifat hubungan penugasan atau kedinasan (task related). 5. Komunikasi satu arah dan dua arah a. Komunikasi satu arah Jenis komunikasi satu arah ini menghiangkan kesempatan untuk memperoleh penjelasan

dan

konfirmasi.

Jenis

komunikasi

ini

hanya

menekankan

penyampaian pesan. Komunikasi satu arah mempunyai keuntungan dan kerugian. Jenis komunikasi satu arah cepat penyampaiannya, dan menghemat waktu dan biaya. Pengirim pesan merasa puas karena tidak adanya kesempatan bagi komunikan untuk mempertanyakan informasi yang dikirimkan sehingga dapat melindungi atau menutupi kelalaian dan kesalahan yang mungkin dilakukannya. Namun komunikasi searah ini sangat tidak memuaskan penerima pesan yang tidak mempunyai kesempatan untuk memperoleh penjelasan atas pesan yang dikirimkan. Penerima pesan dibiarkan dalam keadaan ketidakjelasan, yang dalam kebanyakan kasus dihilangkan dengan cara menerima pesan tersebut begitu saja. b. Komunikasi dua arah Komunikasi dua arah mempunyai suatu sistem umpan-balik yang terpasang tetap

(built-in system of feed back) di dalamnya yang memungkinkan komunikator dapat memperoleh umpan-balik pesan yang disampaikan. Jenis komunikasi ini menjamin informasi dan penjelasan lebih lanjut akan diberikan dan tersedia setiap saat jika

27

dibutuhkan. Kerugian komunikasi dua arah adalah lambat, memakan banyak waktu, dan ada kemungkinan kuranng efisien karena dapat memberikan kepuasan yang berlebihan kepada penerima pesan yang mempunyai kesempatan untuk memahami pesan yang dikirimkan sepenuhnya. 2.1.2.5 Saluran dan Media Komunikasi dalam Organisasi Menurut Dewi (2007, pp23-24) jika ditinjau dari sudut formalitas, saluran komunikasi dalam organisasi terdiri atas : 1. Saluran komunikasi formal Saluran formal merupakan saluran komunikasi resmi yang mengikuti rantai komando dalam struktur organisasi. Saluran itu pada umumnya bisa diketahui dari struktur organisasi suatu peusahaan. 2. Saluran komunikasi informal Bagan informasi menunjukkan bagaimana seharusnya informasi mengalir dalam organisasi atau peusahaan. Namun pada kenyataanya, sebagian besar organisasi juga memiliki saluran komunikasi informal di samping komunikasi formal. Komunikasi informal mengabaikan hierarki organisasi. Komunikasi informal itu sering disebut desas-desus, rumor, atau selentingan. Kemudian menurut Masmuh (2010, pp23-35) saluran dan media komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut : a. Saluran dan media komunikasi tertulis Berdasarkan arah aliran informasinya, saluran dan media komunikasi tertulis dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: saluran dan media komunikasi ke bawah tertulis, ke atas tertulis dan ke samping tertulis. 1. Saluran dan media komunikasi ke bawah tertulis, seperti deskripsi jabatan dan pedoman prosedur kerja, buku pedoman (handbook), majalah dan bulentin perusahaan, memo dan instruksi tertulis, papan pengumuman dan

28

poster, laporan tahunan yang dipublikasikan, surat yang dimasukkan dalam amplop gaji atau upah, dan surat yang dikirimkan langsung ke rumah karyawan 2. Saluran dan media komunikasi ke atas tertulis, seperti kotak saran, program saran (suggestion program), grievance procedure, survei semangat kerja dan sikap karyawan, dan mekanisme penyusunan anggaran. 3. Saluran dan media komunikasi ke samping tertulis, mekanisme penyusunan anggaran di atas dapat juga digunakan sebagai saluran dan media komunikasi ke samping tertulis. Sedangkan media komunikasi lain adalah memo antar departemen. b. Saluran dan media komunikasi lisan Banyak organisasi modern telah memanfaatkan pemakaian komunikasi lisan atau tatap muka langsung secara luas seperti halnya komunikasi tertulis di depan. Saluran dan media komunikasi lisan digolongkan sebagai berikut : 1. Saluran dan media komunikasi ke bawah lisan, seperti pembicaraan lewat telepon, komunikasi tatap muka antara bawahan dan atasan, dan tugas kepanitiaan. 2. Saluran dan media komunikasi ke atas lisan, seperti wawancara pemutusan hubungan kerja, dan kebijaksanaan pintu terbuka. 3. Saluran dan media komunikasi ke samping lisan, seperti pembicaraan lewat telepon, panitia dan koferensi di samping merupakan saluran dan media komunikasi ke bawah dan ke atas lisan tetapi juga dapat berfungsi sebagai saluran dan media komunikasi ke samping lisan.

29

2.1.2.6 Hambatan Komunikasi dalam Organisasi Menurut Dewi (2007, p17) hambatan komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut : 1. Kelebihan beban informas dan pesan yang bersaing Perkembanga teknologi telah menyebabkan jumlah pesan dalam suatu organisasi meningkat tajam hingga kecepatan yang semakin tinggi. Hal itu bisa berakibat pada adanya pesan yang tidak ditanggapi, pesan yang dianggap tidak penting, atau pemberian respon yang tidak akurat. 2. Penyaringan yang tidak tepat Ketika meneruskan suatu pesan kepada orang lain di dalam organisasi, biasanya terjadi penyaringan yang dilakukan dengan memotong atau menyingkat pesan. Bisa jadi suatu pesan penting tidak sampai sebagian atau bahkan seluruhnya karena telah dipotong atau dibuang. 3. Iklim komunikasi tertutup atau tidak memadai Pertukaran informasi yang bebas dan terbuka merupakan salah satu ciri komunikasi yang efektif. Iklim komunikasi sangat terkait dengan gaya manajemen. Gaya manajemen yang tertutup cenderung menghambat pertukaran informasi. Demikian pula saluran yang terlalu banyak bisa mengubah pesan ketika bergerak vertikal atau horisontal dalam sebuah organisasi. Menurut Cangara yang dikutip Dewi dalam bukunya Komunikasi Bisnis (2007, pp1718) hambatan komunikasi pada dasarnya terdiri atas tujuh macam gangguan dan rintangan yaitu: 1. Gangguan teknis, misalnya gangguan pada stasiun radio, jaringan telepon, kerusakan pada alat komunikasi dan lain-lain. 2. Gangguan semantik merupakan gangguan yang disebabkan karena kesalahan pada bahasa yang digunakan. Misalnya, kata-kata yang terlalu banyak memakai jargon

30

asing, penggunaan bahasa yang berbeda, dan penggunaan struktur bahasa yang tidak sebagaimana mestinya. 3. Gangguan psikologis merupakan rintangan yang terjadi karena adanya persoalan dalam diri individu. Misalnya, rasa curiga, situasi berduka, atau gangguan kejiwaan 4. Rintangan fisik atau organik merupakan rintangan karena letak geografis. Misalnya jarak yang jauh sehingga sulit dicapai alat transprtasi dan komunikasi. 5. Rintangan status merupakan rintangan yang terjadi karena perbedaan status sosial dan senioritas. Misalnya antara raja dengan rakyat, antara atasan dan bawahan atau antara dosen dengan mahasiswa. 6. Rintangan kerangka pikir merupakan rintangan yang terjadi karena adanya perbedaan pola pikir. Perbedaan pola pikir bisa disebabkan karena pengalaman dan latar belakang pendidikan yang berbeda. 7. Rintangan budaya merupakan rintangan yang disebabkan oleh perbedaan norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut. 2.1.2.7 Cara Mengatasi Hambatan dan Memperbaiki Komunikasi Menurut Bovee dan Thill yang dikutip oleh Dewi (2007, pp18-19) cara mengatasi hambatan dan memperbaiki komunikasi agar menjadi efektifitas adalah : 1. Memelihara iklim komunikasi terbuka Iklim komunikasi merupakan campuran dari nilai, tradisi, dan kebiasaan. Komunikasi terbuka akan mendorong keterusterangan dan kejujuran serta mempermudah umpan balik 2. Bertekat memegang teguh etika berkomunikasi Etika merupakan prinsip-prinsip yang mengatur seseorang untuk bersikap atau membawa diri. Orang yang tidak etis biasanya egois dan tidak peduli salah atau benar, serta menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

31

3. Memahami kesulitan komunikasi antarbudaya Maju berkembangnya teknologi dan informasi telah menyebabkan terjadinya interaksi antarbudaya, baik dalam lingkup regional, nasional, maupun internasional. Memahami latar belakang, pengetahuan, kepribadian, dan persepsi antarbudaya akan membantu mengatasi hambatan komunikasi yang terjadi karena perbedaan budaya. 4. Menggunakan

pendekatan

berkomunikasi

yang

berpusat

pada

penerima.

Menggunakan pendekatan yang bepusat pada penerima berarti tetap mengingat penerima ketika sedang berkomunikasi 5. Menggunakan teknologi secara bijaksana dan bertanggungjawab untuk memperoleh dan membagi informasi. 6. Menciptakan dan memproses pesan secara efektif dan efisien. Hal itu dapat dilakukan dengan cara : ‐

Memahami penerima pesan



Menyesuaikan pesan dan menghubungkan gagasan



Mengembangkan dan menhubungkan gagasan



Mengurangi jumlah pesan



Memilih saluran atau media yang tepat



Meningkatkan keterampilan berkomunikasi

2.1.2.8 Komunikasi yang Efektif Komunikasi akan efektif apabila terjadi pemahaman yang sama dan merangsang pihak lain untuk berpikir atau melakukan sesuatu. Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif akan menambah keberhasilan individu maupun organisasi. Komunikasi yang efektif akan membantu mengantisipasi masalah-masalah, membuat keputusan yang tepat, mengoordinasikan aliran kerja, mengawasi orang lain, dan mengembangkan berbagai hubungan (Dewi, 2007, p14).

32

Secara sederhana, komunikasi terdiri atas tiga unsur, yaitu komunikator, pesan dan komunikan. Dengan demikian, apabila diurut dari proses komunikasi, maka faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi yang efektif adalah (Dewi, 2007, p15) : 1. Kredibilitas dan daya tarik komunikator Kredibilitas komunikator menunjukan bahwa pesan yag disampaikannya dianggap benar dan dapat dipercaya. Kepercayaan yang tinggi terhadap komunikator akan menyebabkan kesediaan komunikan untuk menerima pesan dan mengubah sikap sesuai keinginan komunikator. 2. Kemampuan pesan untuk mebangkitkan tanggapan Suatu pesan akan menimbulkan reaksi dan umpan balik apabia memenuhi kondisi berikut: ‐

Menarik perhatian Agar menarik perhatian, pesan dirancang dengan format baik, pilihan kata yang tepat, serta waktu dan media penyampaian yang tepat.



Menggunakan lambang atau bahasa yang dipahami komunikan



Mampu memahami kebutuhan pribadi komunikan

3. Kemampuan komunikan untuk menerima dan memahami pesan Komunikasi akan berlangsung efektif apabila komunikan memiliki kemampuan untuk memahami pesan, sadar akan kebutuhan dan kepentingannya, mampu mengambil keputusan sesuai kebutuhan dan kepentingannya, serta secara fisik dan mental mampu menerima pesan. 2.1.2.9 Karakteristik Komunikasi yang Efektif Menurut Bovee dan Thill (2007, p7) dokumen bisnis yang efektif mengandung lima ciri utama. Yaitu 1. Sediakan informasi yang praktis

33

Berilah para penerima pesan informasi yang berguna, apakah informasi ini untuk membantu mereka melakukan tindakan yang diinginkan atau untuk memahami kebijakan baru perusahaan. 2. Berikan fakta bukan kesan Gunakan kalimat konkret, detail yang spesifik, dan informasi yang jelas, menyakinkan, akurat, dan etis. Bahkan ketika suatu opini dibutuhkan, sajikan bukti yang menyakinkan untuk mendukung kesimpulan anda 3. Perjelas dan padatkan informasi Berikan pokok-pokok informasi yang paling penting daripada memberikan semua informasi pada pembaca. Sebagian besar pebisnis profesional menemukan diri mereka berada pada serbuan banjir data dan informasi. Pesan-pesan yang jelas dan ringkas lebih efektif daripada yang tidak. 4. Nyatakan tanggung jawab dengan tepat Tulislah pesan-pesan yang menghaslkan respon spesifik dari penerima tertentu. Nyatakan secara jelas apa yang anda harapkan dari para penerima atau apa yang dapat anda lakukan untuk mereka 5. Bujuk orang lain dan tawarkan rekomendasi Tunjukkan pada para pembaca anda secara tepat bagaimana mereka akan mendapat manfaat dengan memberikan respon aau pesan anda sesuai dengan cara yang anda inginkan. 2.1.2.10 Kepuasan Komunikasi Organisasi Menurut Redding yang dikutip oleh Masmuh (2010, pp47-51), yang dimaksud kepuasan komunikasi organisasi adalah semua tingkat kepuasan seorang karyawan mempersepsi lingkungan komunikasi secara keseluruhan. Kepuasan dalam pengertian ini menunjukkan kepada bagaimana baiknya informasi yang tersedia memenuhi persyaratan

34

permintaan anggota organisasi akan tuntutan bagi informasi, dari siapa datangnya, cara disebarluaskan, bagaimana diterima, diproses dan apa respon orang yang menerima. Hal yang banyak memberikan sumbangan kepada kepuasan dalam organisasi belumlah diidentifikasi semuanya tetapi pekerjaan Osmo Wiio, Down dan Hazen dan Beckstrom menyarankan beberapa dimensi. Mereka menyusun suatu angket untuk mengukur 10 dari faktor kepuasan komunikasi organisasi karyawan dalam organisasi. Kepuasan dengan komuniksi muncul dari kombinasi faktor-faktor berikut: a. Kepuasan dengan pekerjaan. Ini mencakup hal-hal yang berkenaan dengan pembayaran, keuntungan, naik pangkat pekerjaan itu sendiri b. Kepuasan dengan ketepatan informasi. Faktor ini mencakup tentang tingkat kepuasan

dengan

informasi,

kebijaksanaan,

teknik-teknik

baru,

perubahan

administrative dan staf, rencana masa datang dan penampilan pribadi c.

Kepuasan dengan kemampuan seseorang yang menyarankan penyempurnaan. Faktor ini mencakup hal-hal sebgai tempat dimana komunikasi seharusnya disempurnakan, pemberitahuan mengenai perubahan untk tujuan penyempurnaan dan strategi khusus yang digunakan dalam membuat perubahan.

d. Kepuasan dengan efisiensi bermacam-macam saluran komunikasi. Faktor ini mencakup melalui mana komunikasi disebarluaskan dalam organisasi, mencakup peralatan, bulentin, memo, materi tulisan. e. Kepuasan dengan kualitas media. Faktor inimencakup berapa baiknya mutu tulisan, nilai informasi yang tersedia dan ketepatan informasi yang datang. f.

Kepuasan dengan cara komunikasi teman sekerja. Faktor ini mencakup komunikasi horizontal, informal dan tingkat kepuasan yang timbul dari diskusi masalah dan medapatkan informasi teman sekerja.

35

g. Kepuasan dengan keterlibatan dalam komunikasi organisasi sebagai kesatuan. Faktor ini mencakup hal-hal keterlibatan hubungan dengan organisasi, dukungan atau bantuan dari organisasi dan informasi dari organisasi. 2.1.2.11 Dimensi Komunikasi Organisasi 5 dimensi beserta indikator dari komunikasi organisasi adalah sebagai berikut (Pace dan Faules, 2006, pp497-498) : Tabel 2.1 Tabel Dimensi dan indikator komunikasi organisasi Dimensi komunikasi organisasi 1. Kualitas media

Indikator komunikasi organisasi Persepsi

anggota

organisasi

mengenai

seberapa jauh penerbitan, petunjuk tertulis, laporan dan media lainnya : a. Menarik untuk dibaca b. Tepat c.

Efisien

d. Dapat dipercaya 2. Aksesibilitas informasi

Persepsi

anggota

seberapa

jauh

organisasi

informasi

mengenai

tersedia

bagi

anggota organisasi, dari berbagai sumber dalam organisasi, yaitu : a. Atasan langsung b. Atasan yang lebih tinggi c.

Kelompok

d. Bawahan e. Dokumen penerbitan f.

Obrolan lisan

36

3. Penyebaran informasi

Persepsi anggota organisasi mengenai: a. Penyebaran informasi dalam struktur organisasi b. Penyebaran

informasi

yang

penting/khusus c. 4. Beban informasi

Penyebaran informasi terkini

Persepsi

anggota

seberapa

jauh

organisasi

mereka

mengenai

merasa

bahwa

mereka menerima informasi lebih banyak atau kurang daripada yang dapat mereka tangani atau yang mereka perlukan agar berfungsi secara efektif a. Kecukupan informasi b. Kekurangan informasi c.

Kelebihan informasi

d. Kelewatan informasi/terisolasi

5. Ketepatan pesan

Persepsi

anggota

organisasi

mengenai

berapa bit informasi yang mereka ketahui tentang suatu pesan tertentu dibandingkan dengan jumlah bit informasi sesungguhnya didalam pesan tersebut dan distorsi

Sumber : Pace dan Faules (2006, pp497-498)

37

2.1.3 Kepuasan Kerja Karyawan 2.1.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan

kerja

adalah

sikap

umum

terhadap

pekerjaan

seseorang,

yang

menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima (Robbins, 2003, p78) dalam bukunya Wibowo ”Manajemen Kinerja” (2007, p299). Menurut Rivai dan Sagala (2009, p856) kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Kemudian menurut Luthans (2006, p243) kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, atau sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. 2.1.3.2 Teori Kepuasan Kerja Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaanya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Di antara teori kepuasan kerja adalah Two-factor theory dan value theory (Wibowo, 2007, pp300-301). 1. Two-Factor Theory. Teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan Hygiene factors. 2. Value Theory. Menurut konsep teori ini, kepuasan kerja terjadi pada tingkat di mana hasil pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima hasil, akan kurang puas.

38

Sedangkan menurut Rivai dan Sagala (2009, pp856-857) teori tentang kepuasan kerja yang cukup dikenal ada 3 teori yaitu : 1. Teori ketidaksesuaian (Discrepancy theory) Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka

orang

akan

menjadi

lebih

puas

lagi,

sehingga

terdapat

discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apan yang dicapai. 2. Teori keadilan (Equity theory) Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. 3. Teori dua faktor (two factor theory) Menurut teori ni kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap perkerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu. 2.1.3.3 Dimensi Kepuasan kerja Kemudian dalam Journal The Winner edisi volume 1, nomor 1, september 2000 ,Moh. As’ad, menyimpulkan bahwa ada enam factor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, yaitu (Hary, pp23-24): a. Faktor yang berhubungan dengan pekerjaan Factor ini sangat mendukung dalam timbulnya kepuasan dalam diri seseorang karyawan, sebab dengan diberikannya beban pekerjaan yang berlebihan maka karyawan akan menjadi cepat bosan dan jenuh didalam mengerjakan

39

pekerjaannya. Sehingga karyawan pun menjadi merasa tidak puas yang pada akhirnya perusahaan jadi tidak tercapai. b. Faktor yang berhubungan dengan kondisi kerja Maksudnya adalah lingkungan kerja atau tempat kerja dimana karyawan tersebut melaksanakan tugasnya. Lingkungan kerja disini juga meliputi parkir, tempat ibadah, kantin, ventilasi ruangan, penyinaran ruangan, dan sebagainya. Bila semua hal tersebut dapat terpenuhi dengan baik, maka kepuasan kerja dapat terwujud. c.

Faktor teman sekerja Teman sekerja yang baik adalah teman kerja yang dapat diajak bekerjasama, bertanggung jawab, dan mempunyai rasa solidaritas yang tinggi antar sesama teman sekerja.

d. Fakor pengawasan Kepuasan kerja karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahanya, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang terpenting didalam organisasi kerjanya. Pengawasan yang diberikan kepada bawahanya bisa diberikan oleh seorang supervisor yang dapat dipandang sebagai figur seorang ayah sekaligus seorang atasan. e. Faktor promosi Apabila karyawan bekerja dengan lebih rajin dan disiplin, maka karyawan tersebut memperoleh hak untuk mendapat promosi jabatan yang lebih baik lagi dari jabatan sebelumnya. Hal ini sangat perlu untuk seorang atasan agar tercipta kepuasan kerja pada karyawan.

40

f.

Faktor upah Upah bukanlah satu-satunya ukuran dalam menimbulkan kepuasan diri karyawan, belum tentu menimbulkan rasa puas pada dirinya, bahkan bisa saja yang terjadi justru sebaliknya.

2.1.3.4 Respons terhadap Ketidakpuasan Kerja Dalam suatu organisasi di mana sebagaian terbesar pekerjaanya memperoleh kepuasan kerja, tidak tertutup kemungkinan sebagian kecil di antaranya merasakan ketidakpuasan. Ketidakpuasana pekerja dapat ditunjukan dalam sejumlah cara. Robbins (2003, p32) menunjukan empat tanggapan yang berbeda satu sama lain dalam dimensi konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, dengan penjelasan sebagai berikut (wibowo, 2007, pp314-315).

1. Exit Ketidakpuasan ditunjukan melalui perilaku diarahkan pada meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri.

2. Voice Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki

keadaan,

termasuk

menyarankan

perbaikan,

mendiskusikan

masalah dengan atasan, dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan.

3. Loyalty Ketidakpuasan ditunjukan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi dihadapan kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen melakukan hal yang benar.

41

4. Neglect Ketidakpuasan ditunjukan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan. 2.1.3.5 Cara untuk Meningkatkan Kepuasan Beberapa cara yang dapat dilakukan organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawannya berdasarkan Greenberg dan Baron (2003, p159):

1. Make jobs fun Orang akan lebih puas dengan pekerjaan yang mereka nikmati daripada yang membosankan. Walaupun beberapa pekerjaan memang bersifat membosankan, tetap ada cara untuk menyuntikkan beberapa level keasyikan ke dalam hampir setiap pekerjaan. Teknik-teknik kreatif yang telah diterapkan misalnya mengoper buket bunga dari meja satu orang ke yang lainnya setiap setengah jam dan mengambil gambar lucu orang lain ketika sedang bekerja lalu memasukkannya ke papan buletin.

2. Pay people fairly Ketika orang merasa bahwa mereka dibayar atau diberi imbalan secara adil, maka kepuasan kerja mereka cenderung akan meningkat.

3. Match people to jobs that fit their interests Semakin orang merasa bahwa mereka mampu memenuhi kesenangan atau minat mereka saat bekerja, semakin mereka akan mendapatkan kepuasan dari pekerjaan tersebut.

4. Avoid boring, repetitive jobs Orang jauh lebih merasa puas terhadap pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk mencapai keberhasilan dengan memiliki kontrol secara bebas tentang bagaimana mereka melakukan tugas-tugas mereka.

42

2.1.4 Kinerja Karyawan 2.1.4.1 Pengertian Manajemen Kinerja Berdasarkan pendapat Wibowo (2007, pp4-7), menjelaskan bahwa Manajemen kinerja adalah manjemen tentang menciptakan hubungan dan memastikan komunikasi yang efektif. Manjemen kinerja memfokuskan pada apa yang diperlukan oleh organisasi, manajer, dan pekerja untuk berhasil. Manajemen kinerja adalah tentang bagaimana kinerja dikelola untuk memeperoleh sukses. Dalam sistem manajemen kinerja yang dikutip oleh Mathis dan Jackson (2006, p.377) terdiri atas proses untuk mengidentifikasi, mendorong, mengukur, mengevaluasi, meningkatkan dan memberikan penghargaan atas kinerja karyawan. Maka dapat disimpulkan bahwa manajemen kinerja adalah suatu proses manajemen yang menunjang keberhasilan organisasi melalui pengembangan kinerja karyawan. 2.1.4.2 Proses Manajemen Kinerja Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p89-107) ada 4 langkah pokok dalam pengenalan terhadap proses manajemen kinerja yang luas: 1. Merencanakan kinerja Seperti halnya mengenali proses- proses yang lain, pertama-tama kita harus jelas tentang alasan utama mengenalkan manajemen kinerja, juga harusmemiliki pandangan yang jelas tentang apa yang diharapkan akan diperoleh. Harus ada komitmen yang kuat dari atasan dalam memperkenalkan proses ini, karena tanpa adanya komitmen ini akan sulit untuk mendapatkan bantuan dari tingkatan yang lebih rendah, dan sumber yang tersedia untuk mencapai hasil akan tidak mencukupi. Tahap berikutnya dalam merancang proses manajemen kinerja adalah menetapkan tujuan. Tujuan ini dikembangkan dari arah dan strategi organisasi secara keseluruhan dan dari pernyataan yang mengandung maksud dan tujuan organisasi yang akan diperbaiki secara bertahap dan mengalir kebawah sampai dalam bentuk target individual. Hal ini dikenal dengan nama pendekatan dari atas ke bawah.

43

Alternatif nya adalah pendekatan dari bawah ke atas. Seperti namanya, maka prioritas dan target ditentukan oleh organisasi yang lebih rendah. Dalam beberapa hal seperti tidak logis, karena bertentangan dengan teori, yaitu keberadaan suatu pekerjaan adalah untuk maksud tertentu dan maksud tersebut ditentukan oleh manajemen organisasi. Jika pertimbangan diberikan untuk penentuan target individual, maka harus diingat bahwa individu-individu tersebut mempunyai tujuan yang tidak hanya berhubungan dengan pekerjaan saja. Sebenarnya prioritas mereka lebih pada hal-hal seperti prospek ada tidaknya promosi, upah, jati diri, cuti, gaya hidup, hubungannya dengan rekan sekerja dan atasan. 2.

Mengelola kinerja Bila tujuan kinerja sudah ditetapkan, dan rencana tindakan telah disetujui, langkah berikutnya dalam proses manajemen kinerja adalah memastikan bahwa rencana tersebut dilaksanakan, dan hasil yang ditentukan dapat tercapai.

3.

Meninjau kinerja Peninjauan kinerja merupakan bagian dari proses pengaturan kinerja. Namun, dengan melihat pertimbangan khusus yang dapat diterapkanpada aspek proses, maka akan lebih mudah dalam proses pemeriksaan sebagai bagian yang terpisah. Penilaian kinerja, biasanya terjadi pada saat wawancara yang diadakan beberapa waktu antara karyawan dengan para manajernya. Seringkali hasil dari wawancara tersebut berpengaruh langsung pada pelatihan, dan pengembangan.

4.

Memberi imbalan Imbalan kinerja merupakan bagian dari proses manajemen kinerja yang mencoba memberikan karyawan semacamimbalan atas pencapaian targetnya. Seringkali apa yang

dicari

oleh

pekerja

adalah

pengakuan

atas

kinerja

yang

telah

dilakukannya.hanya saja ketika uang yang menjadi ukuran, maka imbalan kinerja

44

akan menjadi suatu masalah yang rumit, dan penekanan masalah tersebut terdapat pada aspek finansial. 2.1.4.3 Pengertian Kinerja Kinerja berasal dari pengertian performance. Adapula yang memberikan pegertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan secara langsung (Wibowo, 2007, p7). Mathis dan Jackson (2006, p.378) berpendapat bahwa kinerja (performance) pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja Karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen yaitu kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil, kehadiran, dan kemampuan bekerja sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah perilaku yang ditunjukkan sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. 2.1.4.3.1 Kinerja Individu Kinerja individu yang dikutip oleh Payaman (2005, p10), adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja. Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor: Kemampuan dan keterampilan kerja; motivasi dan etos kerja. Kinerja setiap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan, yaitu kompetensi orang yang bersangkutan, dukungan organisasi dan dukungan manajemen.

45

Sumber : Payaman, Manajemen dan Evaluasi Kinerja (2005, p14) Gambar 2.8 Model Kinerja Individual Model Kinerja Individu menurut Payaman dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu: kompetensi individu, dukungan organisasi, dan dukungan manajemen. 2.1.4.4 Elemen Kinerja Karyawan Menurut Mathis dan Jakson (2006, p378), kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut : ‐

Kuantitas dari hasil



Kualitas dari hasil



Ketepatan waktu dari hasil



Kehadiran



Kemampuan bekerja sama

Dimensi lain dari kinerja di luar beberapa yang umum ini dapat diterapkan pada berbagai pekerjaan. Kriteria pekerjaan (job criteria) atau dimensi yang spesifik dari kinerja pekerjaan akan mengidentifikasikan elemen yang paling penting dalam pekerjaan tersebut.

46

2.1.4.5 Peningkatan Kinerja Payaman (2005, p19) menjelaskan bahwa pembinaan kinerja dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja setiap individu, kelompok atau unit kerja, serta meningkatkan kinerja perusahaan setinggi mungkin. Peningkatan dapat dilakukan antara lain dengan: 1. Mendorong pekerja memahami uraian tugas dan uraian jabatannya, serta memahami tanggung jawabnya 2. Mendorong pekerja memahami sasaran yang harus dicapai 3. Membantu

pekerja

memahami

bagaimana

melakukan

pekerjaan

dengan

menggunakan alat-alat kerja yang sesuai 4. Memberdayakan pekerjaan melalui bimbingan, penyuluhan, pendidikan, dan pelatihan. 5. Menumbuhkan motivasi dan etos kerja 6. Menciptakan iklim kerja yang kondusif 2.1.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Baihaqi (2002) dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Intervening” ditemukan bahwa Gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja faktor

turn

penting

yang memengaruhi

karyawan.

perilaku

kerja

Gaya

kepemimpinan

seperti

kepuasan,

menjadi

kinerja

dan

over karyawan. Gaya kepemimpinan secara langsung memengaruhi kepuasan

kerja melalui kecermatannya dalam menciptakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang menarik, pelimpahan tanggung jawab serta penerapan peraturan dengan baik. Maka dari itu, pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang tepat akan menimbulkan kepuasan karyawan

terhadap

pekerjaannya.

Di

dalam penelitian

ini

juga

ditemukan

gaya

kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Pemimpin sebagai salah satu penentu arah dan tujuan organisasi diharapkan mampu mengontrol

47

perilaku-perilaku kerja dan mengarahkannya pada peningkatan produktivitas dan kinerja karyawan. Hubungan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja juga telah dibuktikan oleh penelitian Hayati dan Sari yang berjudul “Keterampilan Kepemimpinan Pengusaha Industri Skala Kecil” dalam jurnal ekonomi dan bisnis Indonesia Vol. 22, no 2, 2007, 197-214. Ditemukan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara kepuasan karyawan terhadap kinerja karyawan, hasil ini menunjukkan bahwa baik atau tidaknya kepuasan karyawan pada industri skala kecil akan meningkatkan atau menurunkan kinerja karyawan. Di dalam penelitian Kusumawati (2008) yang berjudul “Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan” ditemukan bahwa gaya kepemimpinan secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap kinerja baik secara langsung maupun tidak langsung melalui kepuasan kerja. Dan di dalam penelitian Baharun, Sawai, dan Rathakrishnan yang berjudul “Hubungan antara Komunikasi dalam Organisasi dengan Kepuasan Kerja, Prestasi Kerja dan Komitmen Kerja” ditemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan di antara komunikasi dengan kepuasan kerja. Selain itu didalam buku Masmuh (2010, p50) mengatakan ada beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa komunikasi organisasi itu berkorelasi dengan tingkat kepuasan kerja, misalnya saja hasil studi Schuler dan Blank mengatakan bahwa ada hubungan yang positif antara ketepatan komunikasi yang berkenaan dengan tugas komunikasi kemanusiaan, dan komunikasi pembaruan dengan kepuasan kerja dan hasil yang dicapai oleh pekerja. Di dalam penelitian Rendy (2009) yang berjudul “Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Komunikasi Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada PT Equity Security Indonesia” ditemuka bahwa variabel komunikasi organisasi sangat dominan untuk memengaruhi kinerja karyawan dan pengaruhnya signifikan.

48

Pengaruh variabel gaya kepemimpinan dan komunikasi terhadap kepuasan kerja juga telah dibuktikan oleh penelitian Sulastri (2008) yang berjudul “Pengaruh Komunikasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan PT. Roti Tiga Dara di Sidhoharjo Wonogiri ”ditemukan bahwa baik secara individu maupun bersama-sama variabel komunikasi dan gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Hubungan antara kepuasan kerja terhadap kinerja juga telah dibuktikan oleh Gibson (2000, p110) dalam bukunya Wibowo (2007, p307), secara jelas menggambarkan adanya hubungan timbal balik antara kinerja dan kepuasan kerja. Di satu sisi dikatakan kepuasan kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga pekerja yang puas akan lebih produktif. Di sisi lain dapat pula terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh adanya kinerja atau prestasi kerja sehingga pekerja yang lebih produktif akan mendapatkan kepuasan. Sementara itu Vecchio cenderung mengikuti pandangan bahwa kinerja secara tidak langsung menyebabkan kepuasan. Kinerja akan menerima reward, baik intrinsik maupun ekstrinsik. Kepuasan akan diperoleh melalui penilaian pekerja terhadap reward yang diterima. Apabila pekerja merasa bahwa pemberian penghargaan tersebut adil, akan membuat kepuasan kerja meningkat. Namun, apabila terjadi sebaliknya akan menyebabkan ketidakpuasan kerja.

49

Penilaian penghargaan dirasa adil Reward intrinsik

Kinerja

Kepuasan

Reward ekstrinsik

sumber : Wibowo, Manajemen Kinerja (2007, p308) Gambar 2.9 Kinerja Menyebabkan Kepuasan Kemudian Hubungan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan juga telah dibuktikan oleh penelitian Sulianti yang berjudul “Pengaruh Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara III di Sumatera Utara” ditemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. 2.2. Kerangka Pemikiran Salah satu faktor yang mendukung CV. Surya Lampung agar dapat mencapai tujuan perusahaan adalah kebutuhan akan gaya kepemimpinan yang baik: otoriter, demokratis,

Laissez-faire. Untuk mencapai tujuan perusahaan, maka seorang pemimpin harus dapat menciptakan komunikasi orgasisasi yang efektif, dimana dimensi dari komunikasi organisasi meliputi, kualitas media, aksesbiilitas informasi, penyebaran informasi, beban informasi, dan ketepatan pesan. Kedua variabel tersebut dicari apakah saling mempengaruhi. Variabel gaya kepemimpinan dan komunikasi organisasi secara individual maupun simultan diasumsikan mempengaruhi variabel kepuasan kerja karyawan, faktor kepuasan kerja karyawan meliputi pekerjaan, kondisi kerja, teman sekerja, pengawasan, promosi dan upah. Kemudian ketiga variabel tersebut dicari apakah berdampak pada variabel kinerja

50

karyawan yang meliputi kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil, kehadiran, serta kemampuan bekerja sama baik secara individual maupun simultan Berdasarkan teori-teori yang ada maka dapat dirumuskan suatu model kerangka pemikiran yang akan digunakan pada penelitian ini, yaitu adalah sebagai berikut:

Gaya Kepemimpinan (X1)

Kepuasan Kerja (Y)

Komunikasi Organisasi (X2)

Sumber : penulis Gambar 2.10 Kerangka Pemikiran

Kinerja karyawan (Z)

51

Keterangan: = Pengaruh secara simultan = Pengaruh secara individual = Hubungan (korelasi) antar variabel 2.3 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini disajikan berdasarkan tujuan penelitian, hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah: Untuk T-1 Ho = Gaya kepemimpinan (X1), dan Komunikasi Organisasi (x2) tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap Kepuasan Kerja (Y) Karyawan pada CV. Surya Lampung. Ha = Gaya Kepemimpinan (X1),dan Komunikasi Organisasi (x2) memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap Kepuasan Kerja (Y) Karyawan pada CV. Surya Lampung Untuk T-2 Ho = Gaya Kepemimpinan (X1), Komunikasi Organisasi (X2), serta Kepuasan Kerja (Y) karyawan tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada CV. Surya Lampung Ha = Gaya Kepemimpinan (X1), Komunikasi Organisasi (X2), serta Kepuasan Kerja (Y) Karyawan

memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap Kinerja

Karyawan (Z) pada CV. Surya Lampung