Lansia. 2.1.1. Pengertian Lansia. Lansia (lanjut usia) adalah kelompok orang
yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka ...
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lansia 2.1.1. Pengertian Lansia 12, 13 Lansia (lanjut usia) adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Lebih rinci, penduduk lansia dapat dilihat dari aspek biologi, ekonomi, sosial, dan batasan umur, yaitu: a.
Aspek Biologi: Lansia merupakan penduduk yang telah menjalani proses penuaan, dalam arti menurunnya daya tahan fisik yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap serangan berbagai penyakit.
b.
Aspek Ekonomi: Lansia dianggap sebagai warga yang tidak produktif lagi dan hidupnya perlu ditopang oleh generasi yang lebih muda. Bagi penduduk lansia yang masih memiliki pekerjaan, produktivitasnya sudah menurun dan pendapatannya lebih rendah dibandingkan usia produktif. Namun, tidak semua penduduk yang termasuk dalam kelompok umur lansia ini tidak memiliki kualitas dan produktivitas.
c.
Aspek Sosial: Di negara Barat, penduduk lansia memiliki strata sosial di bawah kaum muda. Di masyarakat tradisional di Asia, seperti Indonesia, penduduk lansia memiliki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh masyarakat usia muda.
Universitas Sumatera Utara
d.
Aspek Umur: Dari ketiga aspek di atas, pendekatan umur adalah yang paling memungkinkan untuk mendefinisikan penduduk lansia. Departemen Kesehatan RI mengelompokkan usia lanjut menjadi kelompok usia lanjut dini yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun); kelompok usia lanjut yaitu kelompok dalam masa senium (65-70 tahun); dan kelompok usia lanjut dengan risiko tinggi (> 70 tahun). Proses penuaan adalah proses alami, akan tetapi sering menimbulkan masalah
karena secara fisiologik akan terjadi kemunduran berbagai organ tubuh.14 Beberapa ahli mengatakan bahwa proses menua adalah penimbunan semua perubahan yang menyertai bertambahnya usia. Penuaan dapat menyebabkan berbagai kemunduran fungsional, yang akhirnya dapat memicu timbulnya penyakit.15 2.1.2. Lansia di Indonesia 2 Peningkatan jumlah lansia terjadi baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang. Gejala menuanya struktur penduduk (ageing population) juga terjadi di Indonesia. Jika pada tahun 1990 jumlah lansia hanya sekitar 11 juta maka pada tahun 2020 jumlah itu diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 29 juta, dengan peningkatan dari 6,3% menjadi 11,4% dari total populasi.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Pertumbuhan Penduduk Lansia di Indonesia (1971-2020) Tahun 1971 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015 2020
Penduduk Lansia (Usia ≥ 60 tahun) Jumlah (ribuan) Persentase (%) 5.306 4,5 7.998 5,4 9.440 5,8 11.277 6,3 13.600 6,9 15.882 7,6 18.283 8,2 17.303 7,4 24.446 10,0 29.021 11,4
Sumber: BPS, Sensus Penduduk; dan LD-FEUI, Projeksi Penduduk Indonesia 1990-2020
Proses penuaan akan berkaitan dengan proses degeneratif tubuh dengan segala penyakit yang terkait, termasuk gangguan mobilitas dan alat gerak. Dengan demikian, golongan lansia ini akan memberikan masalah kesehatan khusus yang memerlukan bantuan pelayanan kesehatan tersendiri. Dengan usia lanjut dan sisa kehidupan yang ada, kehidupan lansia terisi dengan 40% masalah kesehatan.
2.2. Sistem Rangka Manusia 16 Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang-tulang (sekitar 206 tulang) yang membentuk suatu kerangka tubuh yang kokoh. Untuk kepentingan ilmu pengetahuan, rangka kemudian digolongkan menjadi rangka aksial, rangka apendikular, dan persendian antar tulang. a.
Rangka Aksial, terdiri dari 80 tulang yang membentuk aksis panjang pada tubuh dan melindungi organ-organ pada kepala dan leher. Rangka aksial terdiri dari kolumna vertebrata (tulang belakang), tengkorak, dan kerangka toraks (rangka
Universitas Sumatera Utara
iga). Kolumna vertebrata terdiri dari 26 vertebrata. Tengkorak diseimbangkan pada kolumna vertebrata yang terdiri dari tulang kranial yang berfungsi menutupi dan melindungi otak dan organ-organ panca indera, tulang wajah yang memberikan bentuk pada muka dan berisi gigi, 6 tulang auditori (telinga) yang terlibat dalam transmisi suara, dan tulang hioid yang menyangga lidah dan laring serta membantu dalam proses menelan. Kerangka toraks meliputi tulang-tulang iga dan sternum yang membungkus dan melindungi organ-organ toraks. b.
Rangka Apendikular, terdiri dari 126 tulang yang membentuk lengan, tungkai, dan tulang pektoral serta tonjolan pelvis yang menjadi tempat melekatnya lengan dan tungkai pada rangka aksial.
c.
Persendian adalah artikulasi dari dua tulang atau lebih.
2.2.1. Fungsi Tulang 16 Tulang mempunyai berbagai peranan bagi tubuh antara lain : a.
Memberikan topangan dan bentuk pada tubuh.
b.
Pergerakan. Tulang berartikulasi dengan tulang lain pada sebuah persendian dan berfungsi sebagai pengugkit. Jika otot-otot (yang tertanam pada tulang) berkontraksi, kekuatan yang diberikan pada pengungkit menghasilkan gerakan.
c.
Sistem rangka melindungi organ-organ lunak yang ada dalam tubuh.
d.
Pembentukan sel darah. Sumsum tulang merah yang ditemukan pada orang dewasa dalam tulang sternum, tulang iga, badan vertebrata, tulang pipih pada kranium, dan pada bagian ujung tulang panjang, merupakan tempat produksi sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit darah.
Universitas Sumatera Utara
e.
Tempat penyimpanan mineral. Kalsium dan fosfor disimpan dalam tulang agar bisa ditarik kembali dan dipakai untuk fungsi-fungsi tubuh, zat tersebut kemudian diganti melalui nutrisi yang diterima.
2.2.2. Komposisi Jaringan Tulang 16, 17 a.
Tulang tediri dari matriks ekstraselular. Sel-sel tersebut adalah osteosit, osteoblas, dan osteoklas.
b.
Matriks tulang tersusun dari serat-serat kolagen organik yang tertanam pada substansi dasar dan garam-garam anorganik tulang seperti fosfor dan kalsium. Substansi dasar tulang terdiri dari sejenis proteoglikan yang tersusun terutama dari kondroitin sulfat dan sejumlah asam hialuronat yang bersenyawa dengan protein. Garam-garam tulang berada dalam bentuk kristal kalsium fosfat yang disebut hidroksiapatit. Persenyawaan antara kolagen dan kristal hidroksiapatit bertanggung jawab atas daya regang dan daya tekan tulang yang besar.
c.
Tulang cancellus (berongga) dan tulang kompak. Tulang cancellus tersusun dari batang-batang halus dan ireguler yang bercabang serta saling tumpang tindih untuk membentuk jaring-jaring spikula dengan rongga yang mengandung sumsum. Tulang kompak adalah jaringan yang tersusun rapat, terutama ditemukan sebagai lapisan di atas tulang cancellus. Jumlah tulang kompak dan cancellus relatif bervariasi bergantung pada jenis tulang dan bagian yang berbeda dari tulang yang sama.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Pembentukan dan Reabsorbsi Tulang 6 Sel-sel dalam tulang yang terutama berhubungan dengan pembentukan dan reasorbsi tulang adalah osteoblast, osteosit, dan osteoklas. Osteoblast adalah sel pembentuk tulang yang mengsekresi kolagen, membentuk matriks sekitar mereka sendiri yang kemudian mengalami kalsifikasi. Osteosit adalah sel-sel tulang yang dikelilingi oleh matriks yang telah mengalami kalsifikasi. Sel-sel osteosit mengirimkan tonjolan-tonjolannya ke dalam kanalikuli yang bercabang-cabang diseluruh tulang. Osteoklas adalah sel multinuklear yang mengerosi dan mereasorbsi tulang yang sebelumnya terbentuk. Osteoklas dianggap berasal dari sistem sel hemopoitik melalui monosit. Mereka memfagositosis tulang dan mencernakannya dalam sitoplasmanya. Osteoblas sebaliknya, berasal dari sel osteoprogenitor yang berasal dari mesenkim. Osteoblas membentuk matriks tulang dan bila mereka dikelilingi tulang baru, menjadi osteosit. Osteosit akan tetap berhubungan satu dengan lainnya dan dengan osteoblas melalui tonjolan-tonjolan sitoplasma yang panjang yang berjalan melalui saluran-saluran pada tulang. Osteoblas, osteoklas dan osteosit semuanya dipengaruhi oleh hormon-hormon yang mengatur struktur tulang. Osteoklas, seperti telah dijelaskan diatas, adalah “giant cell” yang berinti banyak, dengan ukuran diameter 20 – 100 mikron. Ditemukan pada permukaan tulang yang menimbulkan proses erosi atau reasorbsi, dimana osteoklas ini akan membentuk lubang-lubang disebut lakuna. Satu sel osteoklas dapat menghancurkan 100 – 150 sel osteoblas dari sejumlah tulang. Sedangkan osteoblas merupakan derivat dari sel
Universitas Sumatera Utara
mesenkim, ditemukan pada permukaan tulang yang mengalami proses pertumbuhan dan perubahan (remodeling). 2.2.4. Kepadatan (Densitas Tulang) 6 Kepadatan tulang erat hubungannya dengan kekuatan tulang dan perubahanperubahan tulang yang terjadi selama kehidupan. Kepadatan tulang meningkat selama periode pertumbuhan. Pada wanita usia 35 – 40 tahun dengan menstruasi yang teratur, kepadatan tulang tidak meningkat atau menurun. Pertumbuhan tulang mencapai puncaknya pada usia 25 – 35 tahun untuk tulang-tulang trabekular (antara lain tulang belakang) dan pada usia 35 – 40 tahun untuk tulang-tulang kortikal. Setelah pematangan tulang selesai, kehilangan tulang dimulai dan berlangsung terus sampai usia 85 – 90 tahun. Pada periode menopause, kepadatan tulang trabekular akan menurun yaitu pada tulang belakang sebesar 1 – 8 % pertahun dan pada leher tulang paha terjadi penurunan tulang kortikal sebesar 0,5 - 5 % pertahun. Seorang wanita selama kehidupannya akan kehilangan 40 – 50 % jumlah tulang secara keseluruhan. Sedangkan pada pria hanya sebesar 20 – 30 %. Banyaknya kehilangan massa tulang pada wanita, selain disebabkan pertambahan usia dihubungkan juga dengan penurunan kadar estrogen dalam darah karena penurunan fungsi dan terhentinya fungsi ovarium. Pada wanita postmenopause jumlah kehilangan tulang trabekular melebihi tulang kortikal.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Pengertian Fraktur Fraktur berarti suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang (diskontinuitas tulang) oleh tenaga yang melebihi kekuatan tulang.18 Fraktur terjadi ketika tekanan yang kuat diberikan pada tulang normal atau tekanan yang sedang pada tulang yang terkena penyakit, misalnya osteoporosis.19 Fraktur merupakan keluhan terbanyak diantara penyakit orthopedi.20
2.4. Klasifikasi Fraktur 21, 22, 23 2.4.1. Klasifikasi Fraktur berdasarkan Garis Patahan Berdasarkan garis patahan pada tulang, fraktur terbagi atas : a.
Fraktur Dahan Hijau (Greenstick); pada tipe ini, tulang bengkok atau melengkung (seperti ranting hijau yang dipatahkan). Fraktur ini lebih sering ditemukan pada anak-anak yang tulangnya lebih elastis dari tulang orang dewasa.
b.
Fraktur Fissura; pada tipe ini, tulang yang mengalami fraktur tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti. Biasanya tulang akan tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.
c.
Fraktur Impresi; pada tipe ini, fraktur akan menimbulkan lekukan pada tulang.
d.
Fraktur Kompresi; yaitu fraktur yang terjadi akibat kekuatan besar pada tulang pendek atau epifisis tulang pipa.
e.
Fraktur Kominutif; pada tipe ini, fraktur yang terjadi lebih dari dua fragmen. Biasanya disebabkan oleh cedera hebat.
Universitas Sumatera Utara
f.
Fraktur Impaksi; pada tipe ini, fragmen-fragmen tulang terdorong masuk ke arah dalam tulang satu sama lain sehingga tidak dapat terjadi gerakan di antara fragmen-fragmen tersebut.
g.
Fraktur Patologis; yaitu fraktur yang disebabkan oleh adanya proses patologis, misalnya tumor atau osteoporosis tulang. Dengan trauma yang ringan saja tulang akan menglami fraktur.
2.4.2. Klasifikasi Fraktur berdasarkan Hubungan Antara Tulang dengan Udara Luar Fraktur dapat dibagi berdasarkan ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan udara luar, yakni: a.
Fraktur Tertutup (Close Fracture/Simple Fracture); yaitu jika patahan tulang tidak berhubungan dengan udara luar, kulit tidak rusak, dan tidak ada luka yang terjadi di sekitar tempat fraktur.
b.
Fraktur Terbuka (Open Fracture/Compound Fracture); yaitu jika patahan tulang berhubungan dengan udara luar, kulit bagian luar rusak atau robek. Luka bisa disebabkan karena tulang yang menembus (merobek) dari dalam atau akibat trauma yang langsung mengenainya dari luar. Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya patah tulang, dapat dilihat pada tabel berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Derajat Fraktur Terbuka Derajat
Luka
Fraktur Sederhana, dislokasi fragmen minimal
Laserasi < 2 cm
I
Laserasi > 2 cm, kontusi otot di sekitarnya Luka lebar, rusak hebat atau hilangnya jaringan di sekitarnya
II III
Dislokasi fragmen jelas Kominutif, fragmen tulang ada yang hilang
2.5. Epidemiologi Fraktur 2.5.1. Distribusi Fraktur a. Orang (Person) Pada
tahun
2007,
International
Osteoporosis
Foundation
(IOF)
memperkirakan sekitar 150 juta penduduk berusia di atas 50 tahun di seluruh dunia terdeteksi menderita osteoporosis dan berisiko mengalami fraktur.7 Satu dari tiga wanita di dunia berisiko mengalami osteoporosis, sedangkan pada pria hanya satu kasus dari 50 orang pria. Hal ini diduga berkaitan dengan adanya masa menopause pada wanita yang dapat mempengaruhi penurunan massa tulang.24 Di Amerika Serikat, secara etnik dikatakan bahwa golongan kulit putih lebih sering mengalami patah tulang daripada golongan kulit hitam.6 Di antara wanita kulit putih yang hidup hingga usia 80 tahun, hampir 50% memiliki kemungkinan akan mengalami patah tulang osteoporosis pada tulang punggung, panggul, dan lengan bawah.26 Di Amerika Serikat, insiden patah tulang lebih tinggi pada orang kulit putih dan lebih rendah untuk kelompok-kelompok etnis lainnya. Pada perempuan kulit
Universitas Sumatera Utara
putih, risiko patah tulang panggul adalah 1 dari 6 wanita sedangkan risiko diagnosis kanker payudara adalah 1 dari 9 wanita.25 b. Tempat (Place) 25 Menurut data IOF tahun 2009, diperkirakan bahwa di Eropa, 611.000 wanita dan 179.000 pria akan menderita patah tulang panggul setiap tahun; Di Inggris, diperkirakan 1 dari 2 wanita dan 1 dari 5 pria akan mengalami patah tulang setelah usia 50 tahun; Di Denmark, diperkirakan prevalensi osteoporosis pada orang berusia 50 tahun atau lebih adalah sekitar 41% pada wanita dan 18% pada pria. The National Osteoporosis Foundation di Amerika Serikat melaporkan bahwa pada tahun 2010, sekitar 12 juta orang di atas usia 50 tahun diperkirakan mengalami osteoporosis dan 40 juta lainnya memiliki massa tulang yang rendah. Pada tahun 2020, diperkirakan meningkat menjadi 14 juta kasus osteoporosis dan lebih dari 47 juta kasus massa tulang yang rendah. Dalam sebuah studi terhadap 5 negara di Amerika Latin (Argentina, Brazil, Kolombia, Meksiko, dan Puerto Riko) tahun 2009, prevalensi patah tulang belakang pada wanita di atas usia 50 tahun adalah sekitar 15% dan meningkat menjadi 28% pada wanita yang berusia lebih dari 80 tahun. Menurut data IOF tahun 2009, Iran menyumbang 0,85% dari beban global patah tulang panggul dan 12,4% dari beban patah tulang panggul di Timur Tengah. Di Arab Saudi, dengan jumlah penduduk usia 50 tahun atau lebih sebesar 1.461.401 jiwa, sekitar 8.768 (0,6%) diantaranya menderita patah tulang femoralis.
Universitas Sumatera Utara
c. Waktu (Time) Menurut Kanis, seorang tokoh WHO dalam bidang osteoporosis, jumlah patah tulang osteoporotik meningkat dengan cepat. Pada tahun 1990, di seluruh dunia terjadi 1,7 juta kasus patah tulang panggul. Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2050, seiring dengan semakin tingginya usia harapan hidup.24 Untuk tahun 2000, terdapat sekitar 9 juta kasus baru patah tulang karena osteoporosis di dunia. Sekitar 1,6 juta berada di panggul, 1,7 juta berada di lengan bawah, dan 1,4 juta orang mengalami patah tulang belakang.25 Pada tahun 2007, IOF memperkirakan sekitar 150 juta penduduk berusia di atas 50 tahun di seluruh dunia terdeteksi menderita osteoporosis dan berisiko mengalami fraktur yang dapat melumpuhkan dan menurunkan kualitas hidup.7 Menurut data yang diperoleh dari IOF, pada tahun 2000, di Eropa, terdapat sekitar 4 juta kasus patah tulang baru, dengan 8 fraktur setiap menit atau 1 fraktur setiap 8 detik. Jumlah patah tulang osteoporosis diperkirakan sekitar 3,79 juta. Pada tahun 2010, di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 12 juta orang berusia di atas 50 tahun akan mengalami osteoporosis dan 40 juta lainnya memiliki massa tulang yang rendah. WHO memperkirakan, pada tahun 2050 sekitar 50% kasus patah tulang panggul di seluruh dunia akan terjadi di Asia. 25 Data Departemen Kesehatan menyebutkan, pada tahun 2005, populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun di Indonesia mencapai 18,4 juta orang. Dari jumlah itu, 19,7% diantaranya menderita fraktur.7
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Determinan Fraktur a. Host a.1. Usia, Jenis Kelamin, dan Ras Seiring dengan bertambahnya usia terdapat peningkatan hilangnya massa tulang secara linear. Kehilangan massa tulang ini lebih nyata pada wanita dibanding pria. Tingkat hilangnya massa tulang ini sekitar 0,5 - 1% per tahun dari berat tulang pada wanita pasca menopause dan pada pria lebih dari 80 tahun.5 Kehilangan massa tulang pada wanita lebih besar dibandingkan pria. Hal ini disebabkan karena pada masa menopause wanita mengalami kehilangan massa tulang yang lebih besar dibanding pria pada usia yang sama. Dengan demikian, menopause merupakan suatu risiko terjadinya fraktur.24 Banyaknya kehilangan massa tulang pada wanita, selain disebabkan pertambahan usia dihubungkan juga dengan penurunan kadar estrogen dalam darah karena penurunan fungsi ovarium.6 Satu dari tiga wanita di dunia berisiko mengalami osteoporosis, sedangkan pada pria hanya satu kasus dari lebih 50 orang pria.24 Menurut data IOF tahun 2009, di Inggris, diperkirakan 1 dari 2 wanita dan 1 dari 5 pria akan mengalami patah tulang setelah usia 50 tahun.25 Umumnya, ras campuran Afrika-Amerika memiliki massa tulang tertinggi, sedangkan ras kulit putih khususnya keturunan dari Eropa Utara, memiliki massa tulang terendah. Massa tulang pada ras campuran Asia-Amerika berada diantara keduanya. Kita tidak mengetahui mengapa ras Afrika-Amerika memiliki massa tulang tertinggi, tapi kita tahu mereka memiliki rangka tulang yang besar.26
Universitas Sumatera Utara
Kemungkinan jarak tempat tinggal dari garis khatulistiwa berkaitan dengan risiko patah tulang. Misalnya, wanita kulit putih yang memiliki warna kulit terang dan tinggal jauh dari garis khtulistiwa di negara-negara seperti Swedia atau Norwegia memiliki risiko patah tulang yang tinggi. Sebaliknya, wanita Afrika yang berkulit gelap memiliki risiko patah tulang yang cukup rendah.26 Sebuah survei yang dilakukan oleh The United States National Health and Nutrition Survey (NHANES) tahun 2000 menunjukkan, prevalens osteoporosis pada wanita Amerika non-Hispanik (kulit putih) adalah 27% (50-59 tahun), 32% (60-69 tahun), dan 41% ≥( 70 tahun). Penelitian sebelumnya yang dialakukan Rochester pada tahun dan tempat yang sama menunjukkan prevalens yang lebih rendah pada wanita kulit hitam, yakni 14,8% (umur 50-59 tahun), 21,6% (umur 60-69 tahun), 38,5% (70-79 tahun), dan 70 % (≥ 80 tahun).27 a.2. Faktor Gaya Hidup (Life Style) a.2.1. Merokok: Tembakau dapat meracuni tulang dan juga menurunkan kadar estrogen. Wanita yang merokok dapat mengalami menopause dini (5 tahun lebih awal) daripada yang bukan perokok.26 Penelitian Scane et al (1999) di Amerika dengan desain Case Control memperlihatkan pria yang mengalami patah tulang belakang memiliki kebiasaan merokok 2,8 kali lebih besar dibanding pria yang tidak mengalami patah tulang belakang (Odds Ratio [OR]: 2,8; 95% CI: 1,2-6,7).28 a.2.2. Mengkonsumsi Alkohol: Konsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahuntahun mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Pada wanita pasca menopause, jumlah massa tulang yang berkurang akan semakin besar
Universitas Sumatera Utara
demikian juga dengan tulang yang patah. Alkohol dapat secara langsung meracuni jaringan tulang atau mengurangi massa tulang melalui nutrisi yang buruk karena peminum berat biasanya tidak mengkonsumsi makanan yang sehat dan mendapatkan hampir seluruh kalori dari alkohol.26 Konsumsi lebih dari 4 unit alkohol/hari dapat melipatgandakan risiko patah tulang panggul.25 Alkohol yang berlebihan juga meningkatkan risiko jatuh yang bisa mengakibatkan patah tulang.26 a.2.3. Aktivitas Fisik: Latihan beban ringan akan menekan rangka tulang yang menyebabkan tulang berkontraksi sehingga merangsang pembentukan tulang. Sebaliknya,
ketidakaktifan
karena
istirahat
di
tempat
tidur
yang
berkepanjangan dapat mengurangi massa tulang. Wanita berusia lanjut yang berdiri kurang dari 5 jam sehari memiliki risisko patah tulang panggul hampir 2 kali lebih besar dari wanita yang lebih aktif.26 a.2.4. Pemasukan Kalsium dan Vitamin D: pemasukan kalsium dan vitamin D yang rendah mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Menurut Recommended Dailiy Allowance (RDA), jumlah kalsium yang dibutuhkan untuk memelihara atau melindungi massa tulang setelah menopause bertambah dari 800 menjadi 1000-1500 mg/hari. Sebuah penelitian yang dilakukan pada penghuni panti wreda yang berusia 80 tahunan mendapati bahwa suplemen vitamin 500 mg/hari ditambah 800 IU (International Unit) vitamin D setiap hari mengurangi risiko patah tulang panggul dan patah tulang lainnya dalam sepertiga dari periode perawatan selama 18 bulan.26
Universitas Sumatera Utara
a.3. Faktor Genetika (Sejarah Keluarga) Faktor genetika juga memilki kontribusi terhadap massa tulang dan dapat membuat rentan atau melindungi kita dari risiko patah tulang. Anak perempuan dari wanita yang mengalami patah tulang osteoporosis rata-rata memiliki massa tulang yang lebih rendah dari normal usia mereka (3-7% lebih rendah).26 Sejarah patah tulang karena osteoporosis dalam keluarga sangat penting dalam menentukan risiko seseorang mengalami patah tulang. Dalam sebuah studi epidemiologi di Amerika dengan desain Kohort menunjukkan pasien dengan ayah yang memiliki sejarah osteoporosis berisiko mengalami patah tulang 2,16 kali lebih besar dibandingkan pasien dengan ayah yang tidak memiliki sejarah osteoporosis (Relative Risk [RR]: 2,16; 95% CI: 1,38-3,37).27 b. Agent 21, 29 Fraktur dapat terjadi akibat: b.1. Peristiwa Trauma Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba atau berlebihan. Kekuatan tersebut dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena. Bila terkena kekuatan tak langsung, dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu. b.2. Patologik, yang terdiri dari kelelahan atau tekanan dan kelemahan abnormal pada tulang. Pada kelelahan atau tekanan, retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam atau benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini
Universitas Sumatera Utara
paling sering ditemukan pada tibia, fibula, atau metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh. Sementara itu, pada kelemahan abnormal tulang, fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang tersebut lemah. Beberapa penyebab penting dari fraktur patologis ini adalah penyakit metabolisme tulang seperti osteoporosis dan osteomalasia; penyakit Paget (tulang sangat rapuh); dan kista atau displasiadisplasia. c. Environment 5 Kecelakaan merupakan penyebab jatuh yang utama (30-50% kasus jatuh lansia). Sekitar 70% kasus jatuh pada lansia terjadi di rumah, 10% terjadi di tangga, dengan kejadian jatuh pada saat turun tangga lebih banyak dibanding saat naik, yang lainnya terjadi karena tersandung atau menabrak sesuatu. Kejadian murni kecelakaan misalnya terpeleset atau tersandung. Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda-benda yang ada di rumah tertabrak kemudian jatuh. Faktor-faktor lingkungan yang sering dihubungkan dengan kejadian kecelakaan pada lansia antara lain alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau berada di bawah; WC yang rendah/jongkok; tempat berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah dipegang; lantai yang tidak datar atau menurun; karpet yang tidak direkatkan dengan baik, keset yang tebal/menekuk pinggirnya dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser; lantai yang licin atau basah; penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan); alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Komplikasi Fraktur 22 Komplikasi Fraktur dapat dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi dini, dan komplikasi lambat/kemudian. Komplikasi segera terjadi pada saat terjadinya patah tulang atau segera setelahnya. Komplikasi dini terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian patah tulang. Komplikasi lambat/kemudian terjadi lama setelah patah tulang. Penyulit segera dan setempat merupakan kerusakan yang langsung disebabkan oleh trauma di samping patah tulang dan dislokasi. Penyulit dini dapat berupa nekrosis dan gangguan penyembuhan. Sementara itu, penyulit lambat/kemudian merupakan komplikasi dini dari fraktur atau dislokasi tetapi efek-efek klinik dan radiologi tidak terlihat sampai beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan kemudian.
2.7. Proses Penyembuhan Fraktur 22 Proses penyembuhan fraktur adalah proses biologis alami yang akan terjadi pada setiap patah tulang. Secara umum proses penyembuhan fraktur ini dibagi menjadi beberapa tahapan, yakni sebagai berikut : a.
Hematom segera setelah cedera Pada permulaan akan terjadi perdarahan di sekitar patahan tulang yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost. Fase ini disebut fase hematoma.
Universitas Sumatera Utara
b.
Pembentukan kalus Hematom ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan vaskuler hingga hematom berubah menjadi jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang saling menempel. Fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen patahan tulang disebut kalus fibrosa.
c.
Penyatuan tulang Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus tulang. Pada foto Roentgen proses ini terlihat sebagai bayangan radiopak tetapi bayangan garis patah tulang masih terlihat. Fase ini merupakan fase penyatuan klinis.
d.
Konsolidasi dan proses swapugar Selanjutnya terjadi penggantian sel tulang secara berangsur-angsur oleh sel tulang yang mengatur diri sesuai dengan garis tekanan dan tarikan yang bekerja pada tulang. Akhirnya sel tulang ini mengatur diri secara lamellar seperti sel tulang normal. Kekuatan kalus ini sama dengan kekuatan tulang biasa.
2.8. Pencegahan Fraktur 2.8.1. Pencegahan Primordial Pencegahan primordial bertujuan untuk mempertahankan kondisi dasar atau status kesehatan masyarakat yang besifat positif agar dapat mengurangi kemungkinan suatu penyakit atau faktor risiko dapat berkembang dan memberikan efek patologis.30
Universitas Sumatera Utara
Upaya yang dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan primordial terhadap fraktur antara lain: a.
Hilangkan kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol. Merokok dapat menyebabkan kepadatan tulang menjadi lebih rendah sehingga lebih berisiko terhadap patah tulang dan risiko ini meningkat dengan bertambahnya usia. Risiko patah tulang belakang dan panggul pada pria dan wanita meningkat dengan asupan alkohol berat, terutama pada asupan jangka panjang.25
b.
Konsumsi makanan yang mengandung kalsium dan vitamin D. Berbagai penelitian telah membuktikan adanya penambahan densitas tulang pada pemberian kalsium. Sementara itu, vitamin D berperan dalam menyediakan cadangan kadar kalsium dan fosfat untuk proses mineralisasi tulang.24
c.
Berolahraga untuk menguatkan otot sekaligus menguatkan tulang (misalnya jalan dan jogging). Pidato Menkes RI dalam peringatan Hari Osteoporosis Nasional tahun 2009 menyebutkan, cara praktis mencegah osteoporosis dini adalah melakukan aktifitas fisik dengan berolah raga secara baik, benar, terukur, teratur (BBTT) paling tidak 30 menit, 3 kali seminggu.10
2.8.2. Pencegahan Primer Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau tidak sakit.31 Untuk mengurangi risiko patah tulang pada lansia dapat dilakukan dengan: a.
Hindari risiko jatuh bagi lansia. Jangan melakukan aktivitas fisik yang sangat melelahkan atau berisiko tinggi untuk terjadinya jatuh. Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan.
Universitas Sumatera Utara
Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang sulit dilihat. Peralatan rumah tangga yang sudah tidak aman (lapuk, dapat bergeser sendiri) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan/tempat aktivitas lansia. Lantai kamar mandi harus bersih dan tidak licin, sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, dan pintu harus mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.5 b.
Lakukan pemeriksaan massa tulang. Pemeriksaan massa tulang sangat bermanfaat dalam mengidentifikasi penurunan massa tulang seseorang sehingga meminimalkan risiko fraktur, mencegah terjadinya fraktur di masa yang akan datang dan dapat memonitor terapi untuk menjaga massa tulang. Bone Densitometri merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur massa tulang terutama bagi mereka yang rentan terhadap fraktur. Bone Densitometri ditetapkan oleh WHO sebagai golden standard dalam pemeriksaan massa tulang.32
c.
Terapi Estrogen. Pemberian estrogen dapat mencegah kehilangan tulang pada wanita post menopause. Secara epidemiologik, estrogen dapat menurunkan risiko terjadi fraktur tulang belakang sampai 90% serta fraktur pergelangan tangan dan paha sampai 50%. Beberapa prinsip pemberian estrogen yang dianjurkan adalah: Mulailah selalu dengan estrogen lemah (estradiol) dengan dosis rendah; dilakukan secara siklik; usahakan selalu dikombinasikan dengan progesteron; diberikan pengawasan ketat selama pemberian; apabila terjadi perdarahan, perlu dilakukan dilatasi dan kuretase; lakukan kerjasama dengan bagian Penyakit
Universitas Sumatera Utara
Dalam apabila sebelum dan selama masa terapi ditemukan keluhan nyeri dada, hipertensi kronik, hiperlipidemia, dan diabetes mellitus.6 d.
Masukan kalsium dan vitamin D yang adekuat bagi lansia.6
2.8.3. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder ditujukan pada lansia yang telah mengalami fraktur. Pencegahan sekunder ini dapat dilakukan dengan mendeteksi penyakit secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat.31 Pengobatan patah tulang pada lansia hingga kini masih jauh dari memuaskan. Masalah ini disebabkan terutama oleh karena pasien adalah lansia, dimana kecepatan remodeling atau pembaharuan tulang sudah menurun. Upaya untuk menghambat penyerapan tulang dan meningkatkan pembentukan tulang akan memerlukan waktu lama sampai perbaikan secara klinik dicapai. Pengobatan yang lama ini juga berpengaruh pada ketaatan pasien dalam berobat.33 Dengan demikian, dalam penatalaksanaan fraktur pada lansia, selain usaha pengobatan untuk memperbaiki kelainan yang terjadi juga diperlukan tindakan pencegahan.33 Penatalaksanaan kasus-kasus fraktur pada lansia terdiri dari: 5 a.
Tindakan terhadap fraktur: Apakah penderita memerlukan tindakan operatif, ataukah oleh karena suatu sebab tidak boleh dioperasi dan hanya dilakukan tindakan konvensional. Untuk itu diperlukan kerjasama dengan bagian ortopedi.
b.
Tindakan terhadap jatuh: Mengapa penderita mengalami jatuh, apa penyebabnya, dan bagaimana agar tidak terjadi jatuh berulang.
Universitas Sumatera Utara
c.
Tindakan terhadap kerapuhan tulang: Apa penyebabnya, bagaimana memperkuat kerapuhan tulang yang telah terjadi. Tindakan terhadap hal ini biasanya tidak bisa mengembalikan tulang seperti semula, tetapi bisa membantu mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan fraktur.
d.
Keperawatan dan rehabilitasi untuk mencegah komplikasi imobilitas (infeksi, dekubitus, konfusio) dan upaya agar penderita secepat mungkin bisa mandiri lagi.
2.8.4. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier ini ditujukan untuk mengurangi ketidakmampuan penderita dan mengadakan rehabilitasi. Pencegahan ini terus diupayakan selama penderita belum meninggal dunia. Upaya pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan fungsi organ yang cacat serta mendirikan pusatpusat rehabilitasi medik.31 Perawatan rehabilitatif pada pasien mencakup terapi fisik yang terdiri dari berbagai macam latihan.34 Selain keterbatasan fisik, setelah mengalami fraktur penderita juga dapat mengalami gangguan psikologis, mempengaruhi mood, mengurangi rasa percaya diri, dan mengalami depresi. Untuk itu, rehabilitasi penderita sebaiknya dibantu dengan pemberian dukungan semangat baik dari terapis, kerabat, maupun orang-orang sekitar penderita.35
Universitas Sumatera Utara