BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skripsi ini akan ...

62 downloads 1420 Views 293KB Size Report
kebijakan privatisasi pendidikan di Indonesia. Untuk memahami globalisasi dan mekanisme dunia sekarang, orang perlu memahami neoliberalisme. Regulator.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skripsi ini akan membahas tentang Neoliberalisme dan penerapan kebijakan privatisasi pendidikan di Indonesia. Untuk memahami globalisasi dan mekanisme dunia sekarang, orang perlu memahami neoliberalisme. Regulator utama dalam kehidupan ekonomi adalah mekanisme pasar, bukan pemerintah. Logika pasarlah yang berjaya diatas kehidupan publik. Liberalisasi pasar juga menghilangkan peran negara pada penyediaan fasilitas publik. Ini ditampilkan melalui desakan kepada pemerintah untuk melakukan privatisasi sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melayani kepentingan umum dan strategis. Kebijakan privatisasi diperkenalkan dan dilaksanakan di negara-negara maju dan juga negara-negara berkembang dengan asumsi bahwa privatisasi diinginkan oleh karena efek politis yang ditimbulkannya dalam pengalihan dan pengurangan permintaan terhadap Negara. Perencanaan ekonomi sentralistik, proteksionisme, regulasi ekonomi yang berlebihan, dominasi pemerintah dalam berbagai sektor ekonomi, berkembangnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta strategi industri subsitusi impor, menjadi sasaran kritik komunitas epistemis liberal. Dalam konteks Indonesia, paham neoliberal mulai terasa pengaruhnya di tahun 1980-an, setelah Indonesia banyak menderita kerugian akibat jatuhnya harga minyak dunia. Internasional Monetary Funds (IMF) dan Bank Dunia lewat kebijakan SAP (Structural Adjustment Programme) mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan reformasi dalam bentuk deregulasi, liberalisasi

Universitas Sumatera Utara

ekonomi, dan privatisasi BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Pemerintah mulai melakukan deregulasi dan liberalisasi sektor ekonomi, antara lain, keuangan, perbankan, dan industri, yang dilaksanakan sejak pertengahan tahun 1980-an hingga awal tahun 1990-an. Walaupun deregulasi dan liberalisasi ekonomi dipandang cukup berhasil, privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak terjadi. Setelah tahun 1991-1992, deregulasi mulai melambat seiring dengan naiknya kelompok konglomerat dan melebarnya kesenjangan ekonomi antara kaum kaya dan kaum miskin. 1 Krisis ekonomi yang melanda Asia pada tahun 1997 memberi kesempatan bagi lembaga-lembaga keuangan internasional untuk mendesak kembali agenda liberalisasi, deregulasi dan privatisasi yang sebelumnya kehilangan momentum. Akibat terjerat hutang luar negeri, banyak negara tidak mempunyai lagi anggaran bagi kesejahteraan masyarakat, negara-negara tidak mampu lagi mengendalikan harga barang konsumsi dan biaya pendidikan serta kesehatan yang terus naik. Saat krisis keuangan melanda Indonesia pada tahun 1997, Presiden Soeharto, meminta bantuan Internasional Monetary Fund (IMF) dan lembaga-lembaga keuangan internasional lain untuk memenuhi kebutuhan sumber pendanaan dari luar. Mereka menyodorkan sejumlah persyaratan, satu diantaranya adalah privatisasi BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan pemerintah Indonesia pun setuju untuk menjalankan serangkaian program penyesuaian ekonomi makro yang diajukan Bank Dunia, IMF (Internasional Monetary Fund), dan Bank Pembangunan Asia. Menguatnya liberalisasi ekonomi dan krisis multidimensi di Indonesia memberi legitimasi pada pemerintah untuk melakukan privatisasi pada sejumlah 1

Rizal Mallarangeng, Mendobrak Sentralisme: Ekonomi Indonesia 1986-1992, Jakarta: KPG, 2002, hal.17-18

Universitas Sumatera Utara

Badan Usaha milik Negara (BUMN), termasuk melakukan privatisasi di bidang pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan yang pada mulanya merupakan tanggung jawab utama pemerintah diserahkan kepada pihak swasta. Karena motif utama pihak swasta adalah mencari keuntungan, tidaklah mengherankan jika privatisasi kemudian merosot menjadi komersialisasi pendidikan. Dunia pendidikan ditransformasikan menjadi lahan bisnis dan investasi ekonomi semata. Akibatnya, pendidikan menjadi barang mewah yang sulit dijangkau masyarakat bawah. Biaya pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi (PT) semakin mahal dan cenderung tidak terkendali. Dalam pandangan pendidikan sebagai komoditas, akan menimbulkan pergeseran yang menjadikan pendidikan bersifat elitis. Artinya, hanya akan dinikmati oleh kalangan tertentu saja yaitu yang mampu membayar. Padahal seharusnya pendidikan itu bersifat populis yaitu harus dinikmati oleh semua orang sesuai dengan haknya masing-masing. 2 Kapitalisasi pendidikan sesungguhnya berawal dari apa yang dilakukan oleh aktor-aktor utamanya, yaitu Trans National Corporations (TNCs), yang dibantu oleh Bank Dunia/IMF (Internasional Monetary Fund), melalui kesepakatan yang dibuat dalam WTO (World Trade Organization) yang menganut paham, bahwa pertumbuhan ekonomi hanya bisa dicapai sebagai hasil normal melalui kompetisi bebas. Mekanisme ekonomi benar-benar diserahkan pada pasar bebas tanpa campur tangan pemerintah dan negara. Implikasinya, pemerintah dijauhkan dari campur tangan untuk meregulasi perusahaanperusahaan swasta. Semua aspek mengalami liberalisasi dan kapitalisasi, termasuk bidang pendidikan. Proses otonomi kampus dan pencabutan subsidi pendidikan

2

Harian Media Indonesia, 18 Februari 2004.

Universitas Sumatera Utara

dilakukan karena dianggap akan menghambat persaingan bebas dalam bidang pendidikan. Nuansa privatisasi atau upaya pelepasan tanggung jawab pemerintah dalam menyelenggarakan dan membiayai pendidikan, terutama pendidikan dasar sembilan tahun secara gratis dan bermutu, sudah terlihat dalam legalitas pendidikan. Diawali dari kemunculan sejumlah pasal di Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Hal itu terlihat dari berkurangnya kewajiban pemerintah sebagai penanggung jawab utama dalam pendidikan dasar rakyat menjadi kewajiban bersama dengan masyarakat. Hal Ini terlihat pada Pasal 9 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan, Pasal 12 Ayat 2 (b) yang memberi kewajiban terhadap peserta didik untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, terkecuali bagi yang dibebaskan dari kewajibannya sesuai undang-undang yang ada. Pasal 50 ayat 6, perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya. Di tingkat perguruan tinggi, di Indonesia pada tahun 2000 beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) diubah bentuknya menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Beberapa Perguruan Tinggi Negeri pavorit seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Pertanian Bogor (IPB) kemudian

berlomba-lomba

membuka

jalur

khusus

dalam

menerima

mahasiswanya. Biaya masuk naik mulai dari 25 juta sampai 150 juta rupiah.

Universitas Sumatera Utara

Penjelasan di atas tentu sangat bertentangan dengan konstitusi UndangUnang Dasar 1945. Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan dengan tegas bahwa Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Kemudian dipertegas lagi dalam ayat (4) yang menyebutkan Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Tetapi apa yang terjadi, Pemerintah justru ingin berbagi tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan. Munculnya Rancangan UndangUndang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) menjadi bukti konkret sebagai ujung pelegalan privatisasi edukasi negeri ini. Memang, Konsep awal Badan Hukum Pendidikan (BHP) diilhami oleh semangat mengembalikan dan melindungi fungsi institusi pendidikan sebagai alat untuk

mentransformasikan

nilai-nilai

kemasyarakatan

dan

membebaskan

pendidikan dari hegemoni kekuasaan, dan pendidikan harus dikembalikan kepada masyarakat dan dilaksanakan dari, oleh dan untuk masyarakat. Dalam hal ini, peran pemerintah dalam mengkonstruksi pendidikan akan tergantikan oleh masyarakat dan pemerintah hanya akan berperan sebagai fasilitator. Tetapi, yang menjadi persoalan berikutnya adalah, apakah Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) merupakan jawaban yang tepat bagi pengembangan pendidikan Indonesia kedepan? Apakah Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) memberikan jaminan bagi terwujudnya pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan dalam rangka menghadapi

Universitas Sumatera Utara

tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global? Secara teoretis, privatisasi pendidikan lewat Badan Hukum Pendidikan sesungguhnya tidak selalu bersifat negatif. Privatisasi pendidikan dapat meringankan beban pemerintah dalam membiayai pendidikan, sehingga anggaran yang tersedia bisa digunakan untuk membiayai aspek lain yang lebih mendesak. Misalnya, untuk membiayai pendidikan alternatif, seperti pendidikan nonformal untuk kalangan miskin, anak jalanan atau suku terasing. Privatisasi pendidikan juga dapat memberi peluang lebih besar kepada masyarakat untuk turut berpartisipasi mencerdaskan bangsa. Tingkat partisipasi dan semangat kompetisi yang dilahirkan privatisasi dapat mendorong lembaga pendidikan berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction oriented) yang senantiasa menjaga kualitas kurikulum, fasilitas penunjang dan kemampuan para pendidik (dosen/guru). Kondisi ini pada gilirannya dapat menjadi faktor pendorong bagi proses belajar mengajar dan pencerdasan anak didik. Singkatnya, masuknya sektor swasta dalam pengelolaan pendidikan dapat memperluas jaringan penyedia jasa pendidikan. Pertanyaannya adalah sampai sejauh mana rakyat Indonesia dapat menikmati pendidikan yang berkualitas dalam pasar bebas? Apabila rakyat Indonesia tidak mampu, di mana peran publik negara? Apakah pendidikan akan sepenuhnya diserahkan pada liberalisasi pasar? Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji penyebaran paham Neoliberalisme dalam penerapan kebijakan privatisasi, terutama privatisasi pendidikan di Indonesia, mengingat bahwa salah satu misi pendidikan nasional Indonesia adalah mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka dari

Universitas Sumatera Utara

alasan tersebutlah penulis memilih judul “Neoliberalisme dan Ekonomi Politik Indonesia. Studi kasus: Penerapan Kebijakan Privatisasi Pendidikan di Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka penulis membuat suatu perumusan masalah: 1. Bagaimana implementasi kebijakan privatisasi pendidikan dijalankan di Indonesia? 2. Apakah dampak yang ditimbulkan dari penerapan kebijakan privatisasi pendidikan di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengkaji paham Neoliberalisme lewat penerapan kebijakan privatisasi pendidikan di Indonesia. 2. Untuk mengkaji dampak yang ditimbulkan dari penerapan kebijakan privatisasi pendidikan di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Menambah pemahaman mahasiswa tentang kebijakan privatisasi, terutama kebijakan privatisasi pendidikan di Indonesia 2. Secara akademis, penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari penerapan kebijakan privatisasi pendidikan di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

1.5 Kerangka Dasar Pemikiran 1.5.1. Pandangan Dasar Neoliberalisme Terdapat dua pandangan dasar Neoliberalisme: 3 1. Penolakan teoritis terhadap negara Menurut pemahaman neoliberalisme, segala campur tangan negara ditolak oleh para ekonom beraliran Neoliberalisme. Mekanisme pasar pada dasarnya sudah cukup untuk menggerakkan roda ekonomi, atau bahwa invisible hand cukup membuat lancar produksi, distribusi maupun konsumsi. Setiap campur tangan negara hanya akan menimbulkan distorsi. Perencanaan ekonomi sentralistik, proteksionisme, regulasi ekonomi yang berlebihan, dominasi pemerintah dalam berbagai sektor ekonomi, berkembangnya badan usaha milik negara, subsidi terusmenerus, serta strategi industri subsitusi impor, menjadi sasaran kritik komunitas Neoliberal. Sebagai alternatif mereka menganjurkan kepada pemerintah untuk melakukan reformasi dalam bentuk deregulasi, liberalisasi ekonomi, dan privatisasi badan usaha milik negara untuk mengatasi memburuknya situasi ekonomi. Negara harus keluar dari ekonomi, termasuk keluar dari kegiatan program kesejahteraan karena program ini menimbulkan defisit. Dengan mengurangi program kesejahteraan, kas pemerintah akan diringankan. Situasi ini akan memungkinkan pemerintah untuk menurunkan pajak pada para pelaku bisnis, yang pada gilirannya, akan mendapatkan gairah baru untuk berproduksi. Inflasi

3

Wibowo dan Francis Wahono (ed), Neoliberalisme, Yogyakarta: Cinderalas Pustaka Cerdas, 2003, Hal.275-277.

Universitas Sumatera Utara

dengan sendirinya turun dengan meningkatnya output. Konsumen akan juga meningkatkan spending, dan bergulirlah roda ekonomi. Satu kelebihan neoliberalisme adalah menawarkan pemikiran politik yang sederhana, menawarkan penyederhanaan politik sehingga pada titik tertentu politik tidak lagi mempunyai makna selain apa yang ditentukan oleh pasar dan pengusaha. Dalam pemikiran neoliberalisme, politik adalah keputusan-keputusan yang menawarkan nilai-nilai, sedangkan secara bersamaan neoliberalisme menganggap hanya satu cara rasional untuk mengukur nilai, yaitu pasar. Semua pemikiran diluar rel pasar dianggap salah. Kapitalisme neoliberal menganggap wilayah politik adalah tempat dimana pasar berkuasa, ditambah dengan konsep globalisasi dengan perdagangan bebas sebagai cara untuk perluasan pasar melalui WTO (World Trade Organization), akhirnya kerap dianggap sebagai Neoimperialisme. Gagasan diatas didukung dengan beberapa teori: a. Teori Absolute Advantage 4 Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nation dalam rangka melawan Merkantilisme pada abad ke-18. merkantilisme percaya bahwa sebuah bangsa hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan bangsa lain, dan mengajarkan agar pemerintah menjalankan kontrol ketat pada semua kegiatan ekonomi maupun perdagangan. Smith, sebaliknya, mengajarkan bahwa semua bangsa akan mendapat untung jika mengadakan perdagangan dan mendukung kebijakan laissez faire. Katanya,

4

Ibid, Hal.279

Universitas Sumatera Utara

perdagangan bebas akan membuat sumber daya dunia dipakai secara amat efisien dan dengan demikian akan menghasilkan kesejahteraan dunia secara maksimal. b. Teori Comparative Advantage 5 Teori ini dikemukakan oleh David Ricardo dalam bukunya yang berjudul Principal of Political Economy and Taxation (1817). Contoh yang diambil adalah Inggris dan Portugal. Inggris yang menjadi penghasil wool ulung lebih baik tidak mencoba untuk memproduksi anggur yang menjadi keunggulan Portugal. Inggris tetap menjadi penghasil wool dan Portugal penghasil anggur. Keduanya akan menikmati wool dengan kualitas unggul dan demikian juga anggur, kalau keduanya mengadakan perdagangan. Kalau masing-masing ingin menghasilkan keduanya sendiri, maka yang akan diperoleh adalah wool dan anggur dengan kualitas rendah. Maka lebih menguntungkan kalau Inggris dan Portugal masingmasing mengadakan spesialisasi, lalu keduanya membuka pasar mereka dan mengadakan perdagangan. Dengan kata lain, prinsip perdagangan bebas ini menuntut agar negaranegara membuka pasar mereka sebesar-besarnya untuk terjadinya perdagangan. Semakin negara-negara tidak menghalangi arus ekspor-impor, semakin konsumen dalam masing-masing negara akan menikmati keuntungan. c. Teori Competitive Advantage 6 Teori ini dituangkan oleh Michael Porter dalam bukunya the Competitive Advantage of Nations (1990). Dalam teori ini, negara tidak hanya berdagang, tetapi juga bersaing. Kalau sebuah negara ingin memperoleh kemakmuran (diukur

5

Michel Porter, The Competitive Advantage of Nation, London: Macmilan, 1990, Hal.19.

6

Robert O.Keohane dan Helen V. Milner (ed), Internationalization and Domestic Politics, Cambridge: cambridge University Press, 1996.

Universitas Sumatera Utara

dengan angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi), ia harus bersaing dengan negara-negara lain untuk merayu modal yang dimiliki oleh perusahaanperusahaan multinasional yang jumlahnya terbatas itu. Dalam rangka persaingan itulah negara berlomba mengurangi hambatan untuk terjadinya perdagangan bebas maupun masuknya investor, dan sekaligus juga mengembangkan kekayaan yang dimilikinya seperti struktur ekonomi nasional, nilai-nilai, kultur, sejarah bangsa. Negara juga harus menyediakan fasilitas-fasilitas untuk menarik modal yang dimiliki oleh para investor, terutama investor global. Implikasi dari teori ini adalah bahwa negara harus semakin mundur dari kegiatan intervensinya dalam ekonomi, terutama di bidang regulasi dan redistribusi kekayaan. 2. Homo Economicus dan Pasar Sebagai Model Sosial dan Politik 7 Peradaban pasar secara implisit menganjurkan dan mengutamakan konsep manusia tertentu yaitu manusia sebagai homo economicus. Kapitalisme (dan konsep manusia sebagai homo economicus) dipandang sebagai sesuatu yang natural, yaitu sebagai sesuatu yang transhistoris, yang mengangkangi sejarah. Dengan kata lain, homo economicus dipandang sebagai kodrat manusia. Masyarakat dipandang sebagai agregat dari individu-individu ini. Manusia pertama-tama dan terutama beroperasi atas motif-motif ekonomi, atau lebih tepat lagi menurut prinsip ekonomi kapitalis. Individu adalah titik awal dan titik akhir neoliberalisme. Dengan menganut teori pilihan rasional yang ontologinya juga individual, Neoliberalisme percaya bahwa berdasarkan informasi yang sama, setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi di dalam pasar. Pasar

7

Wibowo dan Francis Wahono (ed), Op.Cit, Hal 302-303.

Universitas Sumatera Utara

dipandang sebagai cara hidup paling efisien dalam alokasi sumber, perluasan lingkup preferensi individu dan menjamin kebebasan politik. Pasarlah yang memberikan kemungkinan optimal bagi individu-individu. Model ini juga diterapkan pada bidang sosial dan politik. Dalam kehidupan sosial, misalnya, persoalan keadilan harus ditempatkan dalam konteks pasar. Pasar yang sempurna menjamin keadilan komunitatif, meskipun tidak menjamin keadilan distributif. Distribusi ekonomi selalu berdasarkan pada kemampuan individu, modal, dan bakat yang ditopang mekanisme pasar yang sempurna. Dalam kerangka pikir ini, politikpun dipandang sebagai transaksi ekonomis. Bahasa politik yang tadinya memang khas, diubah menjadi bahasa ekonomis. Unsur kekuasaan dan konflik dikeluarkan dari khasanah bahasa dan analisa politik. Politik menjadi serupa dengan ekonomi. Analisa politik menjadi analisa tentang biaya dan manfaat dari suatu transaksi. Unsur politik dan pertarungan kekuasaan dikaburkan dan disamarkan dalam bahasa yang sepenuhnya berbau konsensual. Penyamaran dan pengaburan ini mengakibatkan perubahan arti politik secara mendalam. Politik lalu disamakan dengan proses tawar menawar dan dengan manajemen. Dalam konteks pikiran Fukuyama, hal ini menjadi kelas. Ketika debat ideologi tidak lagi perlu, maka yang diperlukan adalah diskusi dan konsensus tentang program dan proyek. Ketika ideologi sudah berakhir, perdebatan tentang hal-hal mendasar tidak mendapat tempat lagi dalam diskursus politik yang didominasi terutama oleh pembicaraan tentang teknologi atau tentang bagaimana yang tentu bersifat pragmatis.

Universitas Sumatera Utara

1.5.2 Definisi Privatisasi 8 Menurut Peacock Privatisasi pada umumnya di definisikan sebagai pemindahan industri dari milik pemerintah ke sektor swasta yang berimplikasikan bahwa saham dominan dalam pemilikan aktiva akan berpindah kepemegang saham. Beesley dan Littlechild mengartikan Privatisasi sebagai pembentukan perusahaan. Dan menurut Company act, bahwa penjualan yang berkelanjutan sekurang-kurangnya sebesar 50 persen dari saham milik pemerintah ke pemegang saham swasta. Tetapi, yang menggarisbawahi ide ini adalah membuat konsep pengembangan industri dengan cara meningkatkan peranan pada kekuatan pasar. Menurut Clementi terdapat empat batasan dalam kebijakan pemerintahan Thatcer tentang institusi pada perusahaan sektor publik secara keseluruhan, antara lain: a. Memungkinkan pemindahan terhadap kepemilikan swasta b. Membuka aktivitas terhadap kompetisi yang dikenal sebagai liberalisasi c. Menghapus fungsi tertentu yang dilakukan oleh sektor publik secara bersamaan atau melakukan subkontrak kepada sektor swasta sehingga dapat dilakukan dengan biaya yang lebih rendah. d. Membebani masyarakat pada jasa di sektor publik yang disediakan secara percuma. Pirie mendefinisikan privagtisasi sebagai ide yang melibatkan pemindahan produksi barang dan jasa dari sektor publik ke sektor swasta. Sebagai pembagi terendah, mengerjakan secara swasta yang telah dikerjakan secara publik. Ini

8

Indra Bastian, Ph.D, Model Pengelolaan Privatisasi, Yogyakarta: BPFE, 2000, hal 27-29.

Universitas Sumatera Utara

bukan kebijakan, tetapi sebuah pendekatan. Sebuah pendekatan yang mengakui bahwa peraturan dimana pasar mengatur aktivitas ekonomi adalah lebih dari peraturan yang dilakukan oleh manusia dan hukum. Kay dan Thompson mendefinisikan privatisasi adalah terminologi yang digunakan untuk mencakup beberapa perbedaan secara alternatif, yang berarti mencakup perubahan hubungan antara pemerintah dengan sektor swasta. Di antara yang paling penting adalah adanya disnasionalisasi penjualan kepemilikan publik, deregulasi terhadap pengenalan kompetisi ke status monopoli dan kontrak melalui francise ke perusahaan swasta terhadap produksi barang dan jasa yang dibiayai oleh negara.

1.5.3

Teorema Pendukung Gagasan Privatisasi 9

Salah satu kebijakan pokok Neoliberalisme adalah privatisasi, seperti privatisasi perusahaan milik negara, pendidikan dan kesehatan. Perdebatan disini adalah mencakup pilihan antara pro-swasta atau pro-negara. Mereka yang mendukung privatisasi biasanya mengajukan alasan efisiensi sebagai alasan utama. Sedang mereka yang menolak biasanya mengajukan alasan nasionalisme sebagai dasarnya. Privatisasi tidak selalu baik atau buruk dalam dirinya sendiri. Ia bisa baik jika semakin menjamin terselenggaranya kepentingan umum, dan ia buruk bila justru makin menghapus pertimbangan umum. Pada masa-masa awal, biasanya privatisasi bisa menjadi cara yang efektif untuk menyuntikkan etos kewirausahaan

9

Fabby Tumiwa dan Hamong Santono, Sebuah Dogma Ekonomi Bernama Swastanisasi: Melacak Tata Kelola Lembaga Keuangan Internasional dari Gagasan dan Aktor Swastanisasi Listrik dan Air di Indonesia, dalam Sugeng Bahagijo (ed), Globalisasi Menghempas Indonesia, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006, hal.133-136.

Universitas Sumatera Utara

ke dalam berbagai perusahaan milik negara yang sudah lesu. Namun, dalam proses selanjutnya, dengan mudah privatisasi membawa petaka, sebab kinerja badan-badan usaha itu dengan cepat meninggalkan pertimbangan-pertimbangan umum, dan semakin digerakkan pertama-tama oleh perhitungan akumulasi laba semata. Privatisasi memiliki definisi berpindahnya sumber daya dan badan usaha dari tangan publik ke tangan swasta. Dalam konteks ilmu politik, privatisasi adalah sebuah cara untuk memperbaiki pengelolaan dan kinerja badan usaha serta sektor publik lainnya, termasuk mengurangi beban negara. Privatisasi bertujuan untuk mencapai efisiensi mikro ekonomi lebih tinggi, mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus mengurangi kebutuhan pinjaman publik akibat defisit anggaran belanja dengan cara mengurangi subsidi Negara yang diberikan kepada BUMN. Ekonom seperti Armen Alchian, mengembangkan teorema Property Right yang menjelaskan perbedaan dalam perilaku organisasi berdasarkan insentif individu yang diciptakan oleh struktur hak milik (Property Right). Dalam pandangan mereka, Property Rights menentukan hubungan sosial ekonomi yang harus ditaati oleh setiap orang dalam pemanfaatan sumber daya langka. Semakin individu berusaha mendapatkan keuntungan/manfaat dari kepemilikannya, semakin baik kepemilikan itu dipelihara. Sebaliknya, semakin lemah dan terabaikannya Property Rights mereka, semakin rendah pula motivasi individu untuk menggunakan milik mereka secara efisien. Dalam konteks privatisasi, menurut teorema Property Rights, masyarakat akan menjadi lebih baik jika perusahaan publik atau aset perusahaan publik dimiliki oleh sektor swasta dan harus menghadapi ujian untuk mendapatkan

Universitas Sumatera Utara

keuntungan. Pemindahan hak atas aset-aset sektor publik kepada sektor swasta akan menigkatkan efisiensi dalam hal pengawasan badan usaha yang bersangkutan. Ada beberapa catatan berkaitan dengan dasar pemikiran dan implikasi dari teori tersebut. Pertama, teori itu berpegang pada bentuk kepemilikan sebagai penjelasan utama atas kinerja dari berbagai organisasi. Kedua, teori itu mengambil pasar sebagai acuan utama untuk menetapkan nilai, dan menganggap sektor publik kurang baik karena tidak dapat diukur dengan acuan tersebut, misalnya pemilik saham (negara yang dipresentasikan oleh pemerintah) tidak dapat menjual saham mereka. Kemampuan bertahan di pasar tergantung pada kemampuan suatu organisasi untuk menghasilkan penghargaan atau keuntungan bagi para pemiliknya. Badan usaha yang dikuasai publik tidak menerima sanksi dari pasar (misalnya, nilai saham perusahaan menurun) apabila kinerjanya buruk, sehingga tidak ada insentif bagi para pengelola untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Setelah teorema itu berkembang pula teori Pricipal Agent. Teori ini menyatakan bahwa prinsipal (pemegang saham) sebagai pemilik dari badan usaha akan berusaha memastikan bahwa agen (para pengelola dan manajer badan usaha) bertindak berdasarkan kepentingan para pemilik. Dalam konteks badan usaha milik negara, pemilik adalah pemerintah yang juga berlaku sekaligus sebagai agen yang mengelola perusahaan. Kedua fungsi tersebut menimbulkan sejumlah komplikasi dalam hal penentuan tujuan utama badan usaha dan pengelolaan perusahaan. Dalam hal itu, kepemilikan menjadi tercerai berai karena terdiri dari warga negara yang dipresentasikan oleh kekuatan atau blok politik dan tujuannya pun

Universitas Sumatera Utara

beragam, yang cendrung populis dan mengabaikan prinsip ekonomi. Untuk badan usaha swasta, pemiliknya adalah para pemilik modal atau saham yang memiliki tujuan tunggal, yaitu memakasimalkan keuntungan. Dengan adanya tujuan tunggal yang melibatkan kepentingan pribadi di sektor swasta, principals akan memberi perhatian serius dalam mengawasi kinerja keuangan dan produktivitas serta akuntabilitas dari para agen. Wai Hong Ho, dalam Disertasi Doktoralnya, menyatakan bahwa perusahaan milik negara tidak efisien karena mereka beroperasi dengan menjalankan sejumlah tujuan, misalnya, penyerapan tenaga kerja atau pemuasan kepentingan partai-partai politik. Teorema lain yang mendukung privatisasi adalah pengembangan konsep ekonomi Neoliberal tentang

individualisme

metodologis (methodological

individualism) yang mempertanyakan motivasi para pekerja di sektor publik atau badan usaha milik negara. Menurut teori Public Choice, birokrat pemerintah dipandang sebagai individu-individu yang cendrung mementingkan diri sendiri, merancang kemakmuran dan bukan untuk kepentingan seluruh masyarakat. Penggambaran mengenai sektor publik seperti itu sangat berbeda dengan pandangan awal

yang

mengatakan bahwa pemerintah dipercaya dapat

memaksimalkan keadilan sosial. Semakin besar kontrol yang dimiliki pemerintah, semakin besar pula kecendrungan untuk melakukan pengeluaran secara berlebihan, inefisiensi dalam alokasi sumber daya serta inefisiensi produksi pada badan-badan pemerintah.

Universitas Sumatera Utara

1.5.4 Definisi Pendidikan M.J. Langeveld mendefinisikan pendidikan sebagai upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada ke dewasaan, dan usaha menolong anak untuk melaksanakan tugas-tugas hidupnya, mencapai penentuan diri-susila agar dia bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggungjawab secara susila. Kemudian Stella Van Petten Henderson mendefinisikan pendidikan sebagai kombinasi dari pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial. Sedangkan menurut Encyclopedia Americana mendefinisikan pendidikan sebagai proses yang dipakai individu untuk memperoleh pengetahuan atau wawasan, atau mengembangkan sikap-sikap ataupun keterampilan-keterampilan.

1.5.5 Hakekat Pembelajaran Di dunia pendidikan istilah pembelajaran sering digunakan. Menurut pendapat Hamalik pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun

10

meliputi

unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Unsur manusiawi merupakan unsur penting dalam pembelajaran yang terdiri dari peserta didik, guru, tenaga laboratorium, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan. Dalam pembelajaran tidak bisa dipisahkan dari unsur material yang meliputi buku-buku, kurikulum, koran, majalah, papan tulis, kapur, brosur, buletin, OHP, peta, globe dan sebagainya. Fasilitas dan perlengkapan meliputi ruangan kelas, tempat duduk dan meja siswa, ruangan laboratorium, perpustakaan, komputer. Sedangkan yang

10

Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2001, hal. 57.

Universitas Sumatera Utara

termasuk prosedur adalah jadwal pelajaran, metode mengajar, belajar, praktik, ujian.

1.5.6

Pendidikan Nasional

Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia. 11

1.5.7 Visi, Misi, Tujuan dan Strategi Pendidikan Nasional 12 Pendidikan Nasional memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga

11

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

12

Ibid

Universitas Sumatera Utara

Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut: 1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia. 2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar. 3. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral. 4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global 5. Memberdayakan

peran

serta

masyarakat

dalam

penyelenggaraan

pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan visi dan misi pendikan nasional tersebut, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Universitas Sumatera Utara

Pembaharuan sistem pendidikan memerlukan strategi tertentu. Strategi pembangunan pendidikan nasional meliputi: 1. Pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia; 2. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; 3. Proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; 4. Evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; 5. Peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan; 6. Penyediaan sarana belajar yang mendidik; 7. Pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; 8. Penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; 9. Pelaksanaan wajib belajar; 10. Pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; 11. Pemberdayaan peran masyarakat; 12. Pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat;dan 13. Pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional.

1.5.8 Jalur Pendidikan 13 Jalur Pendidikan di Indonesia, menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikelompokkan menjadi tiga macam, masing-masing adalah: 1. Pendidikan Formal, Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Diperoleh di

13

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Universitas Sumatera Utara

lembaga-lembaga pendidikan seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), Diploma, Strata 1 (S1), Strata 2 (S2), Spesialis, dan Strata 3 (S3). 2.

Pendidikan Nonformal, Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan

yang

berfungsi

sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam

rangka

mendukung

pendidikan

sepanjang hayat. Satuan

pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. 3.

Pendidikan Informal, Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

1.5.9 Privatisasi Pendidikan Sebenarnya tidak ada definisi yang jelas mengenai privatisasi pendidikan. Tetapi disini penulis akan mendefinisikan privatisasi pendidikan sebagai bentuk penyerahan kewajiban pemerintah (negara) dalam hal pengelola dan pembiaya sektor pendidikan —lewat pencabutan subsidi —kepada masyarakat (pihak swasta). Dengan begitu, lembaga pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi) memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan.

Universitas Sumatera Utara

1.6 Kerangka Analisa Dalam menganalisis masalah penulis menggunakan kerangka analisa yang terdiri dari variabel-variabel. Berfungsi untuk memperjelas masalah yang akan diteliti dalam menganalisis skripsi ini. Variabel Independent (variabel bebas) dan Variabel Dependent (variabel terikat). Variabel bebas adalah konsep yang dipakai sebagai dasar untuk menjelaskan atau meramalkan konsep lain. Variabel terikat adalah suatu akibat dari kekuatan variabel bebas. Variabel Bebas

Variabel Terikat

Intervensi dan Program Neoliberalisme Melalui LembagaLembaga Internasional

Ekonomi Politik Indonesia

Indikator: Privatisasi dan pemotongan subsidi

Di legalkan melalui UU Nomor 20 tahun 2003

Otonomi pendidikan tinggi dan manajemen basis sekolah

Privatisasi BUMN (Badan Usaha Milik Negara)

Privatisasi pendidikan

Rancangan UndangUndang Badan Hukum Pendidikan

Universitas Sumatera Utara

1.7 Metode Penelitian Dalam rangka penyusunan skripsi ini perlu digunakan suatu metode penelitian yang memiliki ikatan dengan masalah yang akan dibahas agar inti dari masalah ini dapat ditarik sebuah kesimpulan pada akhirnya. Untuk itu diperlukan data yang ada hubungannya dengan masalah tersebut. Dalam hal ini penulis menggunakan: Metode penulisan yang dipakai melalui metode deskriptif analisis dimana penulis menjabarkan dan mencoba menggambarkan masalah yang akan diangkat kedalam pembahasan skripsi ini.

1.8. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini menggunakan Metode Library Research yaitu penelitian kepustakaan dimana penulis membahas masalah berdasarkan buku-buku, majalah, internet, Koran dan literatur lainnya.

1.9. Teknik Analisa Data Tahap selanjutnya dalam penulisan skripsi ini adalah melakukan analisis terhadap masalah yang telah dirumuskan. Untuk menganalisis data yang dikumpulkan, penulis menggunakan teknik analisis antara lain: 1. Teknik Analisa Deskriptif Adalah suatu tekhnik analisa yang menggambarkan suatu peristiwa, tingkah laku, perbuatan dari objek yang diteliti sehingga dapat diperoleh gambaran umum Penerapan Kebijakan Privatisasi Pendidikan di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

2. Teknik Analisa Deduktif Yaitu menganalisis data berdasarkan kesimpulan teori yang sudah berlaku umum untuk dapat ditarik kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat, dapat dikemukakan saran yang dipertimbangkan oleh para pengambil kebijakan terhadap masalah yang dihadapi.

Universitas Sumatera Utara

1.10. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab yang terdiri dari: Bab I:

Bab ini akan membahas latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, kerangka dasar pemikiran, kerangka analisa, metode penulisan, teknik pengumpulan data, teknik analisa data dan sistematika penulisan.

Bab II :

Bab ini akan membahas latar belakang kebijakan privatisasi pendidikan di Indonesia. Bab ini diawali dengan pembahasan latar belakang lahirnya ide privatisasi secara umum dan latar belakang kebijakan privatisasi di indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan latar belakang kebijakan privatisasi pendidikan di indonesia yang antara lain akan membahas

faktor

pendorong

mengapa

pemerintah

menerapkan kebijakan privatisasi pendidikan, dan legitimasi privatisasi pendidikan di Indonesia. Bab III:

Bab ini akan membahas tentang dampak kebijakan privatisasi pendidikan di Indonesia. Di bab ini penulis menguraikan dua dampak kebijakan privatisasi, yaitu kenaikan biaya pendidikan dan pengangguran sebagai akibat kurikulum berorientasi pasar. Di bab ini penulis juga menguraikan kebijakan privatisasi sebagai bentuk pelanggaran konstitusi Republik Indonesia.

Bab IV:

Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan.

Universitas Sumatera Utara