Kompetensi menggambarkan dasar pengetahuan dan ... yang lain maka
pengertian kompetensi merujuk pada kemampuan orang untuk memenuhi
persyaratan ...
BAB II KERANGKA TEORITIS
2.1 Pengertian Kompetensi dan Jenis Kompetensi Perubahan yang terjadi pada bidang Sumber Daya Manusia diikuti oleh perubahan
pada
kompetensi
dan
kemampuan
dari
seseorang
yang
mengkonsentrasikan diri pada Manajemen Sumber Daya Manusia. Perkembangan kompetensi yang semakin luas dari praktisi Sumber Daya Manusia memastikan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia memegang peranan penting dalam kesuksesan organisasi. Kompetensi kini telah menjadi bagian dari bahasa manajemen pengembangan. Standar pekerjaan atau pernyataan kompetensi telah dibuat untuk sebagian besar jabatan sebagai basis penentuan pelatihan dan kualifikasi ketrampilan. Kompetensi menggambarkan dasar pengetahuan
dan
standar kinerja yang dipersyaratkan agar berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan atau memegang suatu jabatan. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi kompetensi untuk mendukung kemampuan dikonsentrasikan pada hasil perilaku. Definisi kompetensi menurut Amstrong & Murlis dalam Ramelan (2003:47), dia mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik mendasar individu yang secara kausal berhubungan dengan efektivitas atau kinerja yang sangat baik. Menurut Wahjosumidjo (1995:34), kompetensi adalah merupakan kinerja tugas rutin yang integratif, yang menggabungkan resources (kemampuan,
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan, asset dan proses, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat) yang menghasilkan posisi yang lebih tinggi dan kompetitif. Sebagai konsekuensi dari defenisi kompeten atau kompetensi ini, atau yang lain maka pengertian kompetensi merujuk pada kemampuan orang untuk memenuhi persyaratan perannya saat ini atau masa mendatang. Dengan demikian, kompetensi tidak hanya terkait dengan kinerja saat ini. Kompetensi juga bisa untuk meramalkan kinerja masa mendatang karena kompetensi merupakan karakteristik yang berkelanjutan yang umumnya tidak bisa hilang. Salah satu masalah berkaitan dengan konsep kompeten atau kompetensi adalah istilah tersebut digunakan untuk merujuk pada kemampuan untuk melaksanakan suatu jabatan atau tugas secara kompeten dan juga pada bagaimana seharusnya orang berperilaku untuk menjalankan peran secara kompeten. Banyak komentator akademis yang berpendapat bahwa kompeten harus dibedakan dengan kompetensi. Pada umumnya orang mencampuradukkan pengertian kedua istilah tersebut. Kedua konsep ini harus dipisahkan yaitu : -
Kompetensi harus digunakan untuk merujuk pada bidang kerja dimana seseorang kompeten.
-
Kompetensi harus digunakan untuk merujuk pada dimensi perilaku yang mendasari kinerja yang kompeten. Kerumitan lebih jauh muncul dengan adanya perbedaan antara
kompetensi dasar dan kompetensi pembeda. Kompetensi dasar adalah kompetensi/ keterampilan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau menjalankan suatu jabatan. Kompetensi pembeda adalah karakteristik perilaku
Universitas Sumatera Utara
yang
ditunjukkan
oleh
mereka
yang
berkinerja
tinggi
yang
berbeda
karakteristiknya dengan orang yang tidak efektif. Konsep kompeten bahkan menjadi lebih rumit lagi dengan adanya pendapat beberapa
orang bahwa kompetensi adalah penguasaan perilaku,
pengetahuan dan ketrampilan. Sementara itu beberapa orang lain berpendapat bahwa kompetensi adalah efektivitas penggunaan pengetahuan dan ketrampilan, bukan pengetahuan dan ketrampilan itu sendiri. Salah satu cara untuk keluar dari rimba bahasa ini adalah dengan mengingat bahwa gaji berkait dengan kompetensi harus tergantung pada metode pengukuran kompetensi. Untuk melakukan hal ini penting bagi kita untuk membedakan aspek kinerja input, proses, output, dan penting bagi kita untuk memahami bagaimana kompetensi diukur pada masingmasing aspek kinerja tersebut. a.
Sebagai input, kompetensi bisa diukur sebagai kapasitas seseorang untuk menjalankan pekerjaannya. Kapasitas disini merujuk pada pengertian apa yang dibawa orang ke dalam pekerjaannya dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan dan atribut pribadi.
b.
Sebagai sebuah proses, kompetensi bisa diukur dalam bentuk perilaku yang dipersyaratkan dalam suatu jabatan agar bisa secara efektif mengubah input menjadi output.
c.
Sebagai sebuat output, kompetensi diukur melalui hasil perilaku orang dalam menggunakan pengetahuan, ketrampilan dan atribut pribadi terbaiknya.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mencapai kompetensi tertentu, seseorang perlu memiliki sejumlah kapabilitas. Kapabilitas biasanya merupakan kombinasi dari dimensi sifat pribadi, ketrampilan dan pengetahuan. Menurut Thoha (1996:88) ada 5 tipe karakteristik dasar dari kompetensi yaitu : a.
Motif (Motive) yaitu sesuatu yang secara terus menerus dipikirkan atau diinginkan oleh seseorang yang menyebabkan adanya tindakan. Motif ini menggerakan, mengerahkan dan memiliki prilaku terhadap tindakan tertentu atau tujuan dan perbedaan orang lain.
b.
Sifat (Trait) yaitu karakteristik fisik dan respon yang konsisten terhadap situasi dan informasi.
c.
Konsep pribadi (Self Concept) yaitu pelaku, nilai – nilai dan kesan pribadi seseorang.
d.
Pengetahuan (Knowledge) yaitu informasi mengenai seseorang yang memiliki bidang substansi tertentu.
e.
Ketrampilan (Skill) yaitu kemampuan untuk melakukan tugas fisik dan mental tertentu. Menurut Amstrong & Murlis dalam Ramelan (2003:56), kompetensi itu
ada 2 (dua) yaitu kompetensi inti
dan kompetensi generik atau kompetensi
khusus. 1.
Kompetensi Inti. Kompetensi inti adalah merupakan hal-hal yang harus dilakukan organisasi dan orang yang ada didalamnya agar bisa berhasil. Kompetensi inti ini merupakan hasil dari pembelajaran kolektif dalam
Universitas Sumatera Utara
organisasi.
Mereka
mengatakan
bahwa
kompetensi
inti
adalah
komunikasi, keterlibatan dan komitmen mendalam untuk bekerja dalam organisasi. Kompetensi inti melibatkan banyak orang dari banyak level dan fungsi dalam organisasi. Kompetensi inti dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bagian yaitu a. Kompetensi inti bisnis yaitu menetapkan apa yang harus dilakukan bisnis
untuk
mendapatkan
keunggulan
kompetitif
dengan
mengonsolidasikan teknologi yang dimiliki dalam keseluruhan organisasi dan mengubah ketrampilan menjadi kompetensi yang bisa memberdayakan bisnis untuk beradaptasi secara cepat dengan peluang yang terus berubah. b. Kompetensi inti perilaku adalah kualitas fundamental yang diterapkan oleh individu dalam organisasi. Kompetensi inti prilaku bisa berdiri sendiri untuk membuat kerangka kompetensi yang berlaku untuk setiap orang dalam organisasi, meskipun dengan tingkatan yang berbeda – beda. 2.
Kompetensi Generik Kompetensi generik adalah kompetensi yang berlaku untuk kategori karyawan tertentu, seperti manajer, pemimpin tim, teknisi desain, manajer cabang, spesialis kepersonaliaan, akuntan, operator mesin, asisten penjualan atau sekretaris. Sebagai contoh, kompetensi generik manajer cabang bisa mencakup kepemimpinan, perencanaan dan pengorganisasian, pengembangan bisnis, hubungan pelanggan, keputusan
Universitas Sumatera Utara
komersial, ketrampilan komunikasi dan hubungan antar pribadi. Kompetensi generik bisa ditetapkan untuk kelompok jabatan yang secara fundamental sifat – sifat tugasnya sama, tetapi level pekerjaan yang ditangani berbeda – beda. 3.
Kompetensi Spesifik Kompetensi spesifik yaitu kompetensi yang berkait dengan tugas khusus / spesifik untuk individu atau sekelompok kecil pemegang peran yang tidak tercakup dalam profil kompetensi generik untuk peran tersebut. Profil kompetensi sebagai basis untuk melakukan kompetensi bisa diturunkan kompetensi inti bisnis, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.1. dibawah ini. GAMBAR 2.1 PROFIL KOMPETENSI DARI KOMPETENSI INTI
Kompetensi Inti
Peran Generik A
Peran Spesifik A1
Peran Spesifik A2
Sumber : Amstrong (2003)
Peran Generik B
Peran Spesifik B1
Peran Spesifik B2 BB2
Meski demikian profil kompetensi bisa terjadi dari kombinasi kompetensi inti perilaku, kompetensi generik dan kompetensi spesifik, seperti diilustrasikan dalam Gambar 2.2. dibawah ini.
Universitas Sumatera Utara
GAMBAR 2.2 PEMBENTUK PROFIL KOMPETENSI
Inti Kompetensi Prilaku
Kompetensi Generik
Kompetensi Spesifik
=
Profil Kompetensi
Sumber : Amstrong (2003)
Perlu dicamkan bahwa tidak ada standar atau komposisi profil kompetensi yang diterima secara umum. Di dalam beberapa organisasi, profil kompetensi dikembangkan sesuai dengan salah satu dari model yang dijelaskan di atas. Beberapa organisasi yang lain menyusun profil kompetensi berdasarkan kombinasi dari dua atau tiga bidang kompetensi inti, generik atau khusus.
2.2
Status Sosial Ekonomi
2.2.1 Pengertian Status Sosial Ekonomi Menurut Nofie Iman, seorang konsultan bisnis (2004), menyatakan status sosial ekonomi (social economic status/SEC) adalah adalah peringkat atau stratifikasi masyarakat secara sosial-ekonomi yang disusun berdasar riset badan independen. Lembaga riset AC Nielsen melakukan pengelompokan berdasar belanja rutin bulanan rumah tangga seperti listrik, air, telepon, uang sekolah, uang rokok, uang bensin, dan lain sebagainya. Dalam penelitian untuk mengetahui keterkaitan status sosial ekonomi dan aspirasi kerja pada anak sekolah tinggi di Nigeria, Adeyemi Idowu dan Abimbade O.Dere (1980) mengelompokkan , skala sosial ekonomi berdasarkan jenis pekerjaan, pendidikan dan rata-rata pendapatan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Secara teoretis status sosial ekonomi dimanifestasikan dengan jenis pekerjaan, tingkat pendidikan dan penghasilan yang diterima. Tingkat pendidikan dan penghasilan secara umum mempengaruhi motivasi kerja yang pada akhirnya berkaitan dengan kualitas pekerjaan. 2.2.2 Pengaruh Status Sosial Ekonomi Pada Motivasi Kerja Penelitian Adeyemi Idowu dan Abimbade O.Dere (1980) menunjukkan tingkat status sosial ekonomi yang tinggi berpengaruh pada motivasi kerja yang tinggi. Penelitian ini juga menunjukkan banyak siswa dengan status sosial
ekonomi rendah bercita-cita untuk pekerjaan tingkat menengah. Pegawai
yang mempunyai
tingkat
pendidikan, pendapatan dan
kesejahteraan yang lebih baik akan lebih mendorong untuk bekerja keras dan untuk tetap aktif dalam bekerja. Pegawai yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi akan mempunyai wawasan dan pengetahuan yang lebih luas yang akan lebih mengembangkan sikap proaktif, peka dan bersikap responsif terhadap berbagai kecenderungan yang ada di masyarakat. Para pegawai yang memiliki tingkat kesejahteraan dan pendapatan yang memadai akan membuat mereka dapat bekerja dengan tenang dan sungguh-sungguh yang akan berdampak pada kecepatan dan memberikan jasa layanan. Mengacu pada hasil penelitian Adeyemi Idowu dan Abimbade O.Dere (1980), pegawai dengan tingkat status sosial ekonomi yang rendah, dengan informasi dan bimbingan yang memadai dapat diarahkan agar memiliki motivasi untuk mencapai status sosial ekonomi yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2.3
Kinerja
2.3.1 Pengertian Kinerja Kinerja adalah gabungan perilaku dengan prestasi dari apa yang diharapkan dan pilihannya atau bagian syarat-syarat tuga yang yang ada pada msing-masing individu dalam organisasi (Waldman,1994). Pendapat lain menunjukkan bahwa kinerja adalah kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan oleh individu atau kelompok sesuai dengan tanggung jawabnya (Mangkunegara, 2001). Menurut Irawan (2002:11), bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita mengenal tiga macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan pegawai, maka kita juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja unit, dan kinerja pegawai. Dessler (2000:87) berpendapat : Kinerja (prestasi kerja) karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya. Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi kerja dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang. Dengan demikian bahwa kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja
Universitas Sumatera Utara
lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik. 2.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Kopelman (1988), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah
karakteristik
organisasi
individual
(organiational
(individual
characteristics)
characteristics),
dan
karakteristik
karakteristik kerja
(work
characteristics). Lebih lanjut Kopelman menjelaskan bahwa kinerja selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan, juga sangat tergantung dari karakteristik individu, seperti kemampuan, pengetahuan, keterampilan, umur, suku bangsa, status sosial ekonomi dan lain-lain. Sedangkan Hall TL dan Meija (1987), menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja adalah : a.
Faktor Internal yang terbaiki menjadi dua, yaitu karakteristik individu (umur, pendapatan, status perkawinan,pengalaman kerja dan masa kerja) dan sikap terhadap tugas (persepsi, pengetahuan, motivasi, tanggung jawab dan kebutuhan terhadap imbalan.
b.
Faktor Eksternal yang meliputi sosial ekonomi, demografi, geografi (lingkungan kerja), aseptabilitas, dan organisasi (pembinaan, pengawasan, koordinasi dan fasilitas).
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Penilaian Kinerja Unsur-unsur yang menunjukkan kinerja di samping kualitas adalah kuantitas dan efektivitas. Apabila kualitas harus di lihat dari persepsi pelanggan, maka unsur kuantitas dan efektivitas dapat dinilai melalui mekanisme manajerial yaitu penilaian kinerja. Menurut Mathis & Jackson dalam Sadeli (2002:81), Penilaian kinerja (Performance Appraisal) adalah proses evaluasi seberapa baik pegawai mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set standar, dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para pegawai. Penilaian demikian ini juga disebut sebagai penilaian pegawai, evaluasi pegawai, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja, dan penilaian hasil. Penilaian kinerja (Performance Appraisal) pegawai memiliki dua penggunaan yang umum di dalam organisasi, dan keduanya dapat merupakan konflik yang potensial. Salah satu kegunaan adalah mengukur kinerja untuk tujuan memberikan penghargaan atau dengan kata lain untuk membuat keputusan administratif mengenai si pegawai. Promosi atau pemecatan pegawai bisa tergantung pada hasil penilaian ini, yang sering membuat hal ini menjadi sulit untuk dilakukan oleh para manajer. Kegunaan yang lainnya adalah untuk pengembangan potensi individu. Pada kegunaan ini para manajer ditampilkan dengan peran lebih sebagai seorang konselor dari pada seorang hakim, dan atmosfernya sering kali berbeda. Penekanannya adalah pada mengidentifikasi potensi dan perencanaan terhadap arah dan kesempatan pertumbuhan karyawan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. di bawah ini menunjukkan dua peran yang berpotensi menimbulkan konflik dalam penilaian kinerja.
Penggunaan Administratif Kompensasi Promosi Pemberhentian Pengurangan PHK
PENILAIAN KINERJA
GAMBAR 2.3 PERAN BERTENTANGAN DALAM PENILAIAN KINERJA
Penggunaan Pengembangan Mengidentifikasi kan kekuatan. Mengidentifikasi kan bagian untuk ditingkatkan Perencanaan pengembangan Pembinaan dan perencanaan karir
Sumber Mathis & Jackson (2002:83) Penilaian kinerja (Performance Appraisal) dapat menjadi sumber informasi utama dan umpan balik untuk pegawai, yang merupakan kunci bagi pengembangan mereka dimasa mendatang. Di saat atasan mengidentifikasi kelemahan, potensi, dan kebutuhan pelatihan melalui umpan balik penilaian kinerja, mereka dapat memberi tahu pegawai mengenai kemajuan mereka dan melaksanakan perencanaan pengembangan. Peran atasan pada situasi seperti ini adalah seperti pembina. Tugas pembina adalah memberi penghargaan bagi kinerja yang baik berupa pengakuan, menerangkan tentang peningkatan yang diperlukan, dan menunjukkan pada pegawai bagaimana caranya meningkatkan diri. Pegawai yang dinilai menunjukkan kemungkinan tidak berkinerja, akan tetapi sebenarnya dia mempunyai potensi, bisa jadi lingkungan kerjanya yang
Universitas Sumatera Utara
tidak mendukung. Apakah pegawai tersebut mempunyai kondisi kerja menguntungkan untuk bekerja, cukup informasi untuk mengambil keputusan yang dikaitkan dengan pekerjaannya, waktu yang memadai untuk melakukan pekerjaan yang baik dan lain sebagainya. Jika pegawai tersebut tidak mendapatkannya maka akan mempengaruhi kinerjanya. Dalam penilaian kinerja pegawai tidak hanya menilai hasil secara fisik, tetapi juga pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti kemampuan kerja, kerajinan, status sosial ekonomi, hubungan kerja atau hal – hal khusus sesuai dengan bidang dan tingkatan pekerjaan. 2.3.4 Syarat Penilaian Kinerja Terdapat kurang lebih dua syarat utama yang diperlukan guna melakukan penilaian kinerja yang efektif, yaitu (1) adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif; dan (2) adanya objektivitas dalam proses evaluasi (Gomes, 2003:136). Sedangkan dari sudut pandang kegunaan kinerja itu sendiri, Sondang Siagian (2008-223-224) menjelaskan bahwa bagi individu penilaian kinerja berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, keletihan, kekurangan dan potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karirnya. Sedangkan bagi organisasi, hasil penilaian kinerja sangat penting dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan tentang berbagai hal seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, rekrutmen, seleksi, program pengenalan, penempatan, promosi, sistem balas jasa, serta berbagai aspek lain dalam proses manajemen sumber daya
Universitas Sumatera Utara
manusia. Berdasarkan kegunaan tersebut, maka penilaian yang baik harus dilakukan secara formal berdasarkan serangkaian kriteria yang ditetapkan secara rasional serta diterapkan secara objektif serta didokumentasikan secara sistematik.
Universitas Sumatera Utara