LABORATORIUM PENGEMATAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN

32 downloads 232 Views 317KB Size Report
WERENG COKLAT (Nilafarvata lugens Stal) PADA TANAMAN PADI ... Pengamatan Hama Penyakit (LPHP) Tiroang Pinrang dapat diselesaikan dengan baik.
UJI EFEKTIVITAS Beauveria bassiana UNTUK MENGENDALIKAN WERENG COKLAT (Nilafarvata lugens Stal) PADA TANAMAN PADI MT.2006

Disusun oleh : Ir. H.Ruslan Patihong NIP. 080 069 287.LABORATORIUM PENGEMATAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN (LPHP) TIROANG PINRANG DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA UPTD.BALAI PROTEKSI TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROPINSI SULAWESI SELATAN

Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan Rahmat dan TaufikNya, sehingga laporan kegiatan pelaksanaan Kajian “ Uji efektifitas Beauveria bassiana untuk mengendalikan wereng batang coklat (Nilafarvata lugens Stal) pada tanaman padi MT. 2006” yang merupakan hasil dari kegiatan yang dilaksanakan di Wilayah Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit (LPHP) Tiroang Pinrang dapat diselesaikan dengan baik. Pada Laporan ini berisi tentang Hasil pengamatan efektifitas beberapa perlakuan konsentrasi spora B.bassiana. Dari hasil yang diperoleh konsentras spora 8 x 107 mampu mengendalikan wereng batang coklat didalam kurungan hanya 2 hari setelah diaplikasi, dan dilapangan tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga koreksi dari permbaca diharapkan dapat menyepurnakan, namun demikian kami mengharap agar dapat dijadikan dasar dan sumber informasi bagi pengembangan kegiatan agensia hayati dimasa datang. Amin.

Tiroang, 22 Desember 2006 Kepala LPHP Pinrang

Ir. H. RUSLAN PATIHONG Nip. 080 069 287

DAFTAR TABEL I.

i DAFTAR ISI Teks halaman ……..……………………………………… ……… ……. ii

PENDAHULUAN ……………………………………………………..

1

Tujuan, ..................................................……………………….…...……..

3

Keluaran …………………………….………..……………………..

3

Latar belakang

II.

TINJAUAN PUSTAKA Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal)…………….…...….. …. 1. Biologi. ..................................................................................………… 2. Ekologi .................................................................................................... 3. Musuh Alami ……………………………………………...………….. 4. Pengendalian menggunakan pestisida ……………………...…………

4 4 5 6 6

Beauveria bassiana vuill ………………………………………...……… 8 1. Suhu (Tampratur) …………………………………………...…...…... 9 2. PH (Kemasaman) ………………………………………………...…… 9 3. RH (Kelembaban) …………………………………………...………... 10 4. Mekanisme antagonis Cendawan Beauveria bassiana……...………... 10 III.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu …………………………………………..……..…...

12

Bahan dan alat …………….. ……………………………….……………

12

Metode Pelaksanaan ……………..…………………………….………... 1. Cara pelaksanaan uji dalam kurungan ………………….……………. 2. Cara pelaksanaan di lapang ………………………….………………..

12 15 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Wereng Coklat dalam kurungan ……………………………………..

17

Uji aplikasi dilapangan…………………………………………………… 18 1. Keadaan populasi Wereng Batang Coklat (WBC)……………………. 18 2. Keadaan populasi Wereng hijau (Nephotettik virecens)……………… 20 Hasil produksi ubinan…….……………………....................................… 22 V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ……….……………………………………………….........

23

2. Saran …...…………………………………………………………........ 23 VI. DAFTAR PUSTAKA

ii DAFTAR TABEL Nomor

teks

halaman

Tabel 1. Komulatif luas serangan Wereng coklat di Wilayah LPHP. Tiroang Pinrang...............................................................................

2

Tabel 2. Ukuran jumlah padat spora dalam konsentrasi media yang ditetapkan sebagai perlakuan uji kosentrasi spora B.bassioana......

14

Tabel 3. Hasil pengamatan rata-rata populasi wereng coklat yang mati setiap hari dalam kurungan setelah diaplikasi B. Bassiana sesuai perlakuan MT. 2006 .......................................

17

Tabel 4. Hasil pengamatan rata-rata popoulasi w.coklat (Nilaparvata lugens Stal) pada setiap perlakuan di lapang MT. 2006.....

19

Tabel 5. Hasil pengamatan rata-rata popoulasi w.hijau (Nephotettic virens) pada setiap perlakuan di lapang MT. 2006.............................................

21

Tabel 6. Hasil produksi dengan luasan 6,25 m2 pada setiap petak perlakuan MT. 2006…………………………………………………………....

22

iii

Nomor

DAFTAR GAMBAR Teks

Halaman

Gambar 1. Kumbang .Karabid makan larva ....................................................

7

Gambar 2. B.bassiana pada Wereng hijau……………………………………

7

Gambar 3. Denah letak keadaan petak perlakuan yang akan dilaksanakan dilapang.....................................................................

16

Gambar 4. Grafik perkembangan populasi WBC pada setiap perlakuan dilapang...........................................................................

19

Gambar 5. Grafik perkembangan populasi Wereng hijau pada setiap perlakuan dilapang................................................................

21

Gambar 6. Kegiatan uji efektivitas konsentrasi B.bassiana untuk pengendalian W.coklat di dalam kurungan ......................................

26

Gambar 7. Kegiatan uji efektivitas konsentrasi B.bassiana untuk pengendalian W.coklat di lapang MT.2006....................................

26

Nomor

DAFTAR LAMPIRAN Teks

Halaman

Lampiran 1. Data hasil rekapan Mortalitas populsi Wereng akibat perlakuan beberapa konsentrasi di dalam kurungan B. bassiana MT. 2006..............

26

Lampiran 2a. Hasil pengamatan jumlah populasi yang mati di dalam kurungan setelah 10 HSA pada setiap perlakuan aplikasi B. bassiana MT. 2006....... 27 Lampiran 2b. Jumlah populasi yang mati di dalam kurungan setelah 10 HSA pada setiap perlakuan aplikasi B. bassiana ditransfer ke Log (x + 1)... 27 Lampiran 2c. Daftar analisa varians rata-rata produksi ubinan yang sudah Diperlakukan......................................................................................... 27 Lampiran 3a. Hasil produksi ubinan pada setiap perlakuan aplikasi B. Bassiana di lapangan MT. 2006....................................... 28 Lampiran 3b. Hasil produksi ubinan pada setiap perlakuan aplikasi B. bassiana di lapangan ditransfer ke Log (x+1)................... 28 Lampiran 3b. Daftar analisa varians rata-rata produksi ubinan yang sudah Diperlakukan........................................................................................ 28

PENDAHULUAN Latar Belakang Organisme Pengganggu tanaman (OPT) merupakan resiko yang harus dihadapi dan dipertimbangkan, salah satu pengendalian yang dianjurkan dan praktis banyak digunakan oleh petani adalah pengendalian dengan menggunakan pestisida.

Penggunaan pestisida

dalam menekan populasi dan serangan OPT yang dianjurkan adalah paling terakhir apabila semua cara yang lain kurang berhasil, dengan ketentuan berdasarkan pengamatan agroekosistem. Alasan ini dikemukakan karena penggunaan pestisida yang tidak sesuai ianjuran sehingga dapat menimbulkan kebalnya OPT sasaran (Resistensi), munculnya populasi/serangan yang lebih tinggi (Resurgensi), dan matinya musuh alami yang sifatnya menekan OPT tersebut sehingga ekosistem tidak seimbang. Keadaan seperti ini menyebabkan terjadinya populasi dan serangan OPT, di Kabupaten Sidrap dan Pinrang sangat diduga mengalami kasus seperti di atas khususnya OPT. Wereng Coklat dan Wereng P. Putih sebaga akibat penggunaan jenis dan jumlah pestisida yang berlebihan atau di luar anjuran dengan tidak didasari hasil pengamatan agroekosistem dilapang.

Serangan Wereng Coklat dan Wereng P. Putih terjadi secara

sporadis pada musim tanam MT. 2004/ 2005 terjadi di di Kab. Pinrang, Barru dan Kab. Sidrap, Pinrang dan Enrekang sedang di MT. 2004/2005 terjadi di Kab. Pinrang, Barru dan Enrekang, untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.

2 Tabel 1. Komulatif luas serangan Wereng coklat di Wilayah LPHP. Tiroang Pinrang. Musim

Komulatif luas seranga W.Coklat (Ha)

Tanam

Kab. Pinrang

Kab. Sidrap

Kab. Barru

Kab.Enrekang

2004

26

2480

0

50.6

2004/2005

45

0

35

14

2005

0

0

0

0

2005/2006*

0

17

2

0

Usaha perlindungan tanaman dengan menerapkan konsep PHT yaitu pengendalian yanglebih ramah lingkungan antara lain pemanfaatan musuh alami sebagai agens hayati sebagai pengendali OPT yang bisa diterapkan di lapangan. Salah satu agens hayati yang diekplorasi dam dikembangkan ditingkat LPHP adalah jenis Beauvaria bassiana yang merupakan cendawan entomopathogenik yang berpeluang dikembangkan sebagai biopestisida.

Hal ini mengingat bahwa cendawan ini mudah didapatkan, dibiakkan,

diaplikasi, dan tidak mencemari lingkungan dan dapat hidup lestari bila lingkungan tetap mendukung. Beauveria bassiana salah satu jenis agens hayati yang ditemukan di lapang memparasiti/menginfeksi beberapa OPT. Seperti (Wereng coklat, Wereng hijau, Walang sangit dan belalang). Daud et al., (1999) mengemukakan bahwa B. bassiana dengan konsentrasi 107 konidia/ml dapat menyebabkan kematian terhadap Darna catenata sebesar 98%, Hypotenemus hampai 79%, Heliotis armigera 83% dan Plutella xylostella sebesar 70%. Infeksi B. Bassiana pada umumnya melaluintegument, namun dapat juga

3 melalui mulut dan saluran pencernaan serta lubang alami serangga (Tanada, 1987). Keadaan ini dipertimbangkan untuk menguji tingkat konsentrasi yang efesien yang mampu mengendalikan OPT di lapang. Tujuan Untuk mengetahui konsentrasi spora Beauveria bassiana yang efektif untuk menekan Wereng coklat (Nilapharvata lugens) di dalam kurungan dan dilapangan. Keluaran Hasil dari kajian konsentrasi B.bassiana ini dapat dijadikan bahan untuk menyusun rekomendasi pengendalian populasi Wereng coklat (Nilapharvata lugens) dan termasuk jenis OPT lain seperti Wereng hijau (Nepotettix virescens) dan Wereng punggung Putih (Sogatella furcivera) dan Walang sangit (Leptocoris acuta) pada tanaman padi.

TINJAUAN PUSTAKA Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal) Biologi Telur Wereng Batang Coklat (WBC) berbentuk lonjong agak melengkung, bagian ujung, pangkal dan tutup telurnya tumpul, mempunyai perekat pada pangkal telurnya yang menghubungkan telur satu dengan lainnya. Telur diletakkan berkelompok pada jaringan pangjkal pelepah daun. Tetapi populasinya tinggi, telur diletakkan di ujung pelepah daun dan tulang daun. Bentuk kelompok telurnya menterupai sisir panjang.

Nimfa berkembang

menjadi 2 bentuk yaitu makroptera (bersayap panjang) yang mempunyai sayap depan dan sayap belakang secara norma. Bentuk ke-2 adalah Brakipera (bersayap kerdil) yaitu wereng coklat dewasa yang sayap depan dan belakangnya tumbuh tidak normal, terutama sayap belakang. Umumnya brakiptera bertubuh lebih besar, tungkai dan peletak telurnya lebih panjang. Pada setiap kepadatan populasi wereng brakiptera lebih tinggi dari makroptera.

Gambar 1. Populasi Imago dan Nimfa Wereng Batang Coklat ( Nilapavatalugens stall) 5 Ekologi Populasi WBC. terbentuk karena adanya kopulasi acak antar bentuk sayap. Tetapi wereng yang datang pertama kali ke lahan itu adalah bentuk makroptera sebagai wereng

imigran. Secara alami permulaan wereng datang di lahan tanaman yang sudah lilir. Kisimoto (1977) melaporkan bahwa serangga tertarik terhadap tanaman padi berumur 10 – 20 Hst. WBC memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap ketahanan suatu varietas padi. Oleh sebab itu penanaman varietas tahan yang dilakukan oleh petani secara terus menerus dapat merangsang perubahan virulensi dan akhirnya muncul biotipe/koloni baru yang dapat mematahkan ketahanan varietas yang ditanam oleh petani. Di Sukamandi, pada Musim Penghujan 1983/84 populsai awal WBC pada varietas IR 26 hanya 0.02 ekor/rumpun. Rendahnya populasi awal itu karena wereng biotipe 1 tidak berkembang pada IR 26. Walaupun populasinya rendah di awal generasi, tetapi wereng coklat dengan mantap sampai ke generasi ketiga. Populasi pada generasi ke-3 mencapai 500 kali populasi generasi awal, sehingga terjadi kerusakan tanaman pada generasi itu. Penelitian dalam kurungan besar di tengah sawah (15m x 15m x 2m) pada kepadatan populasi awal pelita i/I adalah 0,0038 ek/rumpun contoh, pada generasi ke-2 akan berkembang mencapai 867,5 kali populasi generasi awal, dan pada generasi ke-3 mencapai 7843,75 kali populasi awal, sehingga terjadi mati kering (Hopper burn).

6 Musuh Alami Parasitoid telur wereng coklat adalah Anagrus spp, Gonatocerus spp, Oligosita spp, Polynema sp dan Mymar taprobanicum. Anagrus spp dapat memarasit 44,5 – 66,9 %.

Parasitoid nimfa dan dewasa adalah Elenchus sp, Haplogonatopus sp dan pseudogonatopus sp. Parasitisme Elenchid dan Pseudogonatopus mencapai 40%.. Parasitoid nematode adalah Agamermis sp dapat memarasit sampai 20% terkadang lebih dari 40%. Pedator wereng batang coklat antara lain Cyrtohinus lividipennis mampu memangsa 9,17 telur W.coklat/hari, Paederus fuscipes, k.karabid (Ophionea nigrofasciata),Coccinella sp, microvelia douglasi dan laba-laba. Pengendalian menggunakan pestisida Pestisida dewasa ini merupakan sarana yang perlu dan masih dibutuhkan dibidang pertanian terutama untuk melindungi tanaman dan hasilnya yang ditimbulkan oleh OPT. Pada umumnya pestisida bersifat racun terhadap OPT, tetapi juga dapat meracuni manusia dan lingkungan hidup. Menurut Wetterson (1988), ada banyak penggolongan pestisida yang beredar dipasaran dan senantiasa digunakan baik yang ditujukan kepada hewan, tumbuhan maupun jazad renik, untuk mengendalikan jenis serangga maupun hewan yang berpotensi sebagai OPT. adalah Insektisida, Rodentisida, Mollusisida, Avisida dan Mitisida. Menurut Anonim (2003) formulasi insektisida yang terdaftar ada 290 jenis formulasi dan yang tidak terdaftar juga masih banyak yang beredar dipasaran.

Dilapang masih ditemukan beberapa

petani menggunakan formulasi insektisida yang tidak terdaftar/ tidak dianjurkan untuk tanaman padi, sehingga dapat menimbulkan pengaruh samping. 7 Palpp (1976), mengemukakan bahwa pengaruh samping dari penggunaan pestisida terhadap serangga dapat berupa timbulnya kekebalan (resisten) aataupun resurgensi dan matinya serangga diluar sasaran (Musuh alami) dan tercemarnya lingkungan agroekosistem. Penomena resurgensi pertama dilaporkan pada penggunaan insektisida jenis Kalium arsenat,

Krioloit, DDT, BHC, Aldrin, Toxapen dan Paration.

Pada Wereng coklat fenomena

resurgensi dilaporkan oleh Heinricks dan Mochida (1984) berupa menurunnya tingkat mortalitas,

meningkatnya laju reprodukasi, laju makan, memendeknya stadia nimpa,

memanjangnya masa oviposisi dan stadia imago.

M.Sudjak dan Yasin (2000), problematic

yang terkait dengan dampak samping dari penggunaan pestisida baik lansung maupun tidak langsung cukup segnifikan merusak ekosistem lingkungan dan bahkan kesehatan manusia. Penanganan pestisida masih perlu terus diteliti dan diuji lebih jauh agar ekosistem pertanaman/ bumi kita dapat terselamatkan dari proses pencemaran senyawa senyawa kimia yang berbahaya.

Gbr 1. K.Karabid makan larva

Gbr 2. B.bassiana pada W.hijau 8

Beauveria bassiana vuill Cendawan Beauveria bassiana (balsamo) Vuillemin merupakan salah satu cendawan entomopatogen yang dapat menginfeksi serangga sehingga menjadi sakit dan mati. Steinhaus (1967) mengklasifikasikan cendawan ini sebagai berikut:

Divisi

: Eumycetes

Sub divisi

: Deuteromycotina

Kelas

: Hyphomycetes

Ordo

: Moniliales

Famili

: Moniliaceae

Genus

: Beauveria

Spesies

: Beauveria bassiana

Balsamo mendeskripsikan dan memberi nama cendawan tersebut sebagai Botrytis bassiana. Namun Vuillemin (1912) mengganti nama dengan genus Beauveria dan tetap menggunakan bassiana sebagai nama spesies seperti yang dikemukakan Balsamo (Tanada, 1987). Genus Beauveria secara morfolgi bentuknya seperti tepung putih sehingga dikenal sebagai “White muscardine” (Steinhaus, 1963 dan Tanada, 1987). Bentuknya oval agak bulat, miselium dibawahnya menggelembung (Steinhaus, 1963). Genus Beauveria mempunyai 14 spesies, dua diantaranya yaitu Beauveria bassiana dengan spora yang hampir sama bagiannya berbentuk bola dan oval serta Beauveria vanilla dengan spora yang hampir seluruhnya berbentuk oval (Macleod 1954 dalam Tanada, 1987).

9 Pertumbuhan dalam media berbentuk koloni putih seperti kapas. Konidofor yang fertile bercabang-cabang secara zig-zag dan pada bagian ujungnya terbentuk spora (konidia). Konidia bersel satu, berbentuk bulat sampai oval, bening berukuran 2 – 3 mikron. Koloni

Beauveria bassiana berwarna putih berukuran 2 – 4 mikron dengan hifa yang berwarna hialin (Steinhaus, 1967). Faktor- factor yang sangat mempengaruhi perkecambahan konodia Beauveria adalah suhu, pH dan kelembaban yang dijelaskan pada tulisan ini yakni. Suhu (Tampratur) Konodia tidak akan tumbuh pada suhu diatas 35ºC (Steinhaus, 1963), sedangkan pada suhu 4ºC dan udara kering, konodia dapat hidup sampai 2 tahun, pada suhu 23ºC kelangsungan hidupnya tidak lebih dari 12 minggu. Namun Laja et al., (2002) mengemukakan bahwa Beauveria bassiana dapat disimpan pada suhu kamar yang berkisar 28ºC - 30ºC hingga 5 bulan tanpa kehilangan patogenitasnya terhadap larva Ostrinia furnacalis. PH (Kemasaman) Cendawan memerlukan kemasaman tertentu untuk tumbuh dengan baik dan optimum Cendawan dapat tumbuh pada kisaran pH 3,3 sampai 8,5 namun pertumbuhan optimum terjadi pada pH 6,7 (Riyatno dan Santosa, 1991). Diana Daud et al., (1996) mengemukakan bahwa kisaran pH untuk pertumbuhan Beauveria bassiana pada media beras, jagung, kentang dan ubi kayu adalah kisaran pH 3 sampai pH 9.

10 RH (Kelembaban) Ferron (1977) mengatakan bahwa kelembaban udara relatif (RH nisbi) tidak berpengaruh pada infeksi awal, demikian juga pada fase inkubasi yang dicirikan oleh perkembangan

miselium namun kelembaban relative yang tinggi sangat penting pada perkembangan konidofor dan konidia. Mekanisme antagonis Cendawan Beauveria bassiana vuill Secara umum entomopatogenik (patogen) sebagai agen pengendali hayati tidak mempunyai dampak negative terhadap lingkungan. Steinhaus (1963) mengemukakan bahwa gagasan penggunaan cendawan untuk menekan populasi hama didasarkan pada penemuan Agustinobassi (1835) yang mengamati adanya infeksi alamiah cendawan Beauvaria bassiana terhadap ulat sutra (Bombyx mori L). Serangga yang menjadi inang B.bassiana terutama dari ordo Lepidoptera, Coleoptera, Hemiptera, Diptera dan Hymenoptera (Steinhaus, 1963). Diana Daud et al (1999) mengemukakan bahwa B.bassiana dengan konsentrasi 10 konidia/ml dapat menyebabkan kematian Darna catenata sebesar 98 %, Hypotenemus hampei 79 %, Heliothis armigera 83 % dan Plutella xylostella sebesar 70 %.

Infeksi B.bassiana pada umumnya melalui integumen,

namun dapat juga melalui mulut dan saluran pencernaan serta lubang alami serangga (Tanada, 1987). David (1968) dalam Sila (1993) mengemukakan bahwa sebelum mematikan serangga target, B.bassiana lebih dahulu berkecambah kemudian penetrasi ke haemocoel (rongga tubuh serangga). Dalam proses penetrasi, hipa menghasdilkan enzim proteinase, lipase dan kitinase. Enzim enzim tersebut berguna untuk melunakkan integument serangga yang terdiri dari khitin. Dalam tubuh serangga, hifa akan 11 memperbanyak diri dan menghasilkan beauverisin yang bersifat racun dan berakibat poada kerusakan saluran pencernaan dan sistim saraf (Robert, 1981; Cheung, 1982 dalam Haryono, Nuraini dan Riyanto, 1994).

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu

Kegiatan ini dilaksanakana dengan cara uji coba dalam bentuk plot di Kelurahan Marawi, Kec. Tiroang, Kab. Pinrang atau sekitar 210 Km arah utara kota Makassar. Pelaksanaan kegiatan ini dimulai bulan Mei sampai September 2006 (tanam tanggal 31 Mei 2006) Bahan dan alat Bahan yang digunakan terdiri dari ; -

Tanaman padi varietas Ciliwung

-

Populasi Wereng coklat

-

Media padat agens hayati (Beauveria bassiana)

-

Pestisida dan pupuk

Alat yang digunakan adalah ; -

Alat mekanis ( cangkul, hansporayer dan lainnya)

-

Ajir dan papan nama

-

Alat alat Laboratorium (autoclave, ruang isolasi/Handcase, cawang, ellemeyer dll)

-

Alat permentor untuk media cair

-

Alat tulis. Cara pelaksanaan Dalam rangka kegiatan uji konsentrasi B. Bassiana dilakukan beberapa tahapan

kegiatan dalam penyempurnaan kegiatan uji konsentrasi jumlah populasi spora dalam bentuk larutan yaitu ;

12

a. Tahap Explorasi : Sumber inokulum Cendawan B. Bassiana yang ditemukan dil lapang (di Desa Wala Kec. MaritenggaE kab. Sidrap) pada populasi Wereng coklat yang terinfeksi (dalam bentuk mummi) pada akhir bulan Maret 2006 (lihat gambar). b. Tahap isolasi :

W. Coklat yang terinfeksi tersebut dibersihkan terlebih dahulu

kemudian ditumbuhkan pada media Potato Sugar Agar (PSA), selanjutnya dilakukan isolasi selama 3 kali dimedia Potato Dextrosa Agar (PDA) untuk pemurnian. c. Tahap Identifikasi : dengan melihat bentuk fisik dan warna kemudian digunakan mikroskop (pembesaran 10 x 100) untuk menentukan jenis cendawan B. Bassiana. d. Tahap perbanyakan/pengembangan : Setelah berkembang di PSA dan PDA dengan baik dan kelihatan murni, selanjutnya dikembangkan di media padat dengan menggunakan bahan dari media beras yakni ; -

Beras dicuci bersih dikukus sampai setengah matang dan dinginkan tetap di dalam dandang.

-

Beras yang sudah dingin dimasukkan ke dalam ruang isolasi (Steril), selanjutnya dilakukan isolasi dan pemindahan spora dari media PSA ke media beras.

-

Media beras disimpan di encase dalam proses pengembangan selama 5 – 10 hari, selanjutnya diukur kepadatan sporanya.

-

Dari hasil pengembangan kelihatan berkembang dengan cepat dan matang pada umur 10-12 hari setelah diisolasi.

13

e. Pengukuran kerapatan spora : Setelah 14 hari Cendawan B. Bassiana dikembangkan di media padat/beras, dilakukan pengukuran kerapatan spora dengan menggunakan Mikroskop spora dengan cara sbb ; -

Timbang 1 Gram media padat yang sudah terinfeksi (14 hari) dan larutkan ke dalam 1 Liter Aquades diaduk sampai rata (homogen).

-

Teteskan larutan tadi pada gelas Spora meter dan tutup dengan dek gelas, selanjutnya dilihat pada mikroskop dengan pembesaran 10 x 100 dengan menfokuskan pada garis kotak besar dan kecil pada spora meter.

-

Di dalam spora meter terdapat kotak besar luasan 1 mm2 trdapat di dalamnya = 25 kotak sedang,dan 1 kotak sedang terdapat di dalamya = 16 kotak kecil, sehingga seluruhnya berjumlah 25 ktk sedang x 16 ktk kecil = 400 kotak kecil.

-

Menghitung jumlah spora pada 5 kotak sedang berjejer secara diagonal misalnya hasil pengamatan/perhitungan ; Kotak (I = 18 spora) + (II = 28 spora) + (III = 15 spora) + (IV = 18 spora) + (V = 22 spora). Jumlah 5 kotak = 93 spora, selanjutnya masukkan dalam rumus ; t x d S=

_______________

N x 0,25

93 x 100 x 106 →

_________________

x 106 = 4,65 x 108 / Gram

(5 x 16)(0,25)

14

Dengan hasil yang telah dicapai (kerapatan spora sudah ditemukan 10-7/ berat media) maka dibuatlah perlakuan angka kerapatan spora dengan dasar jumlah spora dalam 1 gram media beras yang matang dengan membuat perlakuan seperti tabel 2. Tabel 2. Ukuran jumlah padat spora dalam konsentrasi media yang ditetapkan sebagai perlakuan uji kosentrasi spora B.bassioana Kons. Media / H2O

Perlakuan P–1

Jumlah spora (5 Kotak) Tak terdeteksi

Kerapatan spora Pada larutan 8 x 105 spora

0,5 Gr media / Ltr H2O 0,6 Gr media / Ltr H2O

P–2

2 spora

10 x 106 spora

10 Gr media / Ltr H2O

P–3

16 spora

8 x 107 spora

100 Gr media / Ltr H2O

P–4

125 spora

6,25 x 108 spora

1000 Gr media / Ltr H2O

P–5

Tak terhitung

8 x 109 spora

Kontol

P-6

-

-

Perlakuan yang direncanakan Perlakuan yang akan dilaksanakan yaitu melakukan uji di Laboratorium yang dikurung dan perlakuan yang langsung di Lapang dengan perlakuan sebagai berikut ; P1 - Kerapatan spora Beauvaria bassiana 105/ml P2 - Kerapatan spora Beauvaria bassiana 106/ml P3 - Kerapatan spora Beauvaria bassiana 107/ml P4 - Kerapatan spora Beauvaria bassiana 108/ml P5 - Kerapatan spora Beauvaria bassiana 109/ml P6 - Kontrol (tanpa pengendalian)

15

a. Cara pelaksanaan uji dalam kurungan -

Siapkan pot/ember plastik yang terkurung dan berisi tanah.

-

Tanam bibit padi varietas ciliwung dalam pot/ember sebanyak 3 tanaman setiap pot di dalam kurungan.

-

Masukkan

populasi

Wereng

coklat

sebanyak

20

ekor

pada

setiap

pot

ulangan/perlakuan dan ganti Wereng coklat yang mati setelah bermalam semalam dalam kurungan. -

Aplikasi Beauveria bassiana sesuai konsentrasi perlakuan yang telah ditentukan setiap perlakuan dan dilakukan 3 kali ulangan.

-

Pengamatan dilakukan mulai 1 hari setelah aplikasi, terhadap populasi Wereng coklat yang mati atau mummi dilanjutkan pengamatan setiap hari sampai 10 Hari Setelah Aplikasi (HSA).

b. Cara pelaksanaan di lapang yaitu ; -

Tanaman di lapang di ploting dengan memisahkan sebanyak jumlah 3 ulangan dan 6 perlakuan secara acak dengan ukuran masing-masing 5 x 5 meter. (Denah perlakuan dapat dilihat pada gambar 3).

-

Aplikasi konsentrasi B.bassiana sesuai dengan perlakuan yang direncanakan.

-

Pencampuran B.bassiana dengan air ditambah 1 sendok gula makan gula pasir ke dalam 10 – 12 liter air ( Tangki handsprayer).

-

Pengamatan terhadap populasi dan serangga OPT dan Musuh alami dimulai umur 14 HST dan dilakukan seterusnya sampai panen dengan interval waktu 7 hari.

16

-

Jumlah rumpun sampel yang diamati tiap plot ditentukan secara sistematis 10 rumpun tetap dengan letak secara diagonal lurus.

-

Pemeliharaan/sistem budidaya tanaman tetap dilakukan sesuai anjuran teknis dengan varietas ciliwung.

-

Jumlah perlakuan 6 3 ulangan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) uji statistik berjarak Duncan yang sesuai perlakuan.

------- 5 m-------

P-1

P- 5

P- 4

P- 2

P- 3

P- 6

P- 3

P- 1

P- 5

P- 4

P- 6

P- 2

P- 6

P- 2

P- 3

P- 1

P- 5

P- 4

Gambar 3. Denah letak keadaan petak perlakuan yang akan dilaksanakan dilapang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Wereng Coklat dalam kurungan Hasil pengamatan yang ditemukan mulai pada saat awal sampai 10 hari setelah aplikasi (Hsa) menunjukkan perlakuan P-3 yang mengandung 16 spora/5 kotak dalam konsentrasi 10 gram yang dilarutkan dalam 1 liter air atau mengandung spora B.bassiana 8 x 107 dapat mematikan pada 2 -3 Hsa dan terinfeksi/mummi pada 4 Hsa dan hasilnya terakhir sama dengan perlakuan P-4 (Kons. 100 Gr media padat / Liter air). Sehingga data menunjukkan perlakuan P-3 lebih efesien dan ampuh dalam pengendalian populasi W. Coklat, untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 3 dan lampiran 1. Perlakuan dibawahnya (P1 dan P-2) hasilnya tidak meyakinkan karena infeksi kelihatan/mummi nanti pada 5 Hsa dan 8 Hsa, sedang perlakuan (P-4 dan P-5) sangat boros bahan yang digunakan hasilnya tidak begitu jauh berbeda. Tabel 3. Hasil pengamatan rata-rata populasi wereng coklat yang mati setiap hari dalam kurungan setelah diaplikasi B. Bassiana sesuai perlakuan MT. 2006 Perlakuan Konst. P-1

1 0

Jumlah populasi yang mati Hsa (ekor/tanaman) 2 3 4 5 6 7 8 9 * 0 0 0,66 0,66 1,66 1,33 1 0,33

P-2

0

0

P-3

0

P-4

0

0

1,33 1,66 2

0,66

1,66*

1,66* 1,33*

2,33 2*

10 0

Jumlah Pop. mati 5,66 b

2,66*

2

13,66 c

3,33* 1,66* 1,33

0

14,33 d

1,66*

1,33* 1,33* 3,66* 2,33* 1,66*

3 1*

1*

0

14,33 d

P-5

0,66 1,33 3,33* 4,33*

2*

1,66*

2*

0,33

0

0

16

e

P-6

0,33

0

0

0

0

0,66

0

1

a

0

0

0

Ket ; - Setiap ulangan dimasukkan 20 Ekor Wereng setiap kurungan - * Terdapat populasi yang mummi - Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom jumlah menunjukkan perbedaan uji Duncan taraf 5 %

18

Baehaki (2005) menyatakan penggunaan agens hayati Beauveria bassiana dosis 109 + zat aditif dapat menekan populasi wereng punggung putih.

Kemanjuran pemakaian

Beauveria bassiana + zat aditif sudah terlihat mulai setelah aplikasi pertama, yang mana populasi wereng punggung putih pada petak perlakuan agens hayati berbeda dan lebih rendah dengan populasi wereng punggung putih pada petak kontrol.

Kemanjuran pemakaian

Beauveria bassiana + zat aditif setelah aplikasi kedua (15 hari setelah aplikasi pertama) setaraf dengan kemanjuran insektisida BPMC. Uji aplikasi dilapangan 1. Keadaan populasi Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens stal) Laju perkembangan populasi wereng coklat dari umur tanaman 21 Hst mulai ditemukan kelihatan agak statis tidak berkembang sampai pada umur tanaman 77 Hst data hasil pengamatan populasi sangat rendah, hal ini mungkin sangat erat hubungannya dengan keadaan iklim/cuaca yang tidak mendukung yaitu sejak umur tanaman 35 Hst ( pertengahan bulan Juli) cuaca panas dan tidak pernah turun hujan sampai tanaman dipanen yang sangat mempengaruhi iklim mikro. Semua perlakuan yang diaplikasikan menunjukkan populasi sangat rendah, hanya perlakuan yang tidak diaplikasi Kontrol) kelihatan grafiknya agak lebih tinggi pada umur 56 Hst untuyk jelasnya dapat dilhat pada tabel 4 dan Gambar 4. Keadaan suhu dan kelembaban mikro pada rumpun padi sangat menetukan bagi perkembangan populasi W.coklat. Menurut Baehaki S.E. 2005, Cuaca mempunyai pengaruh kuat terhadap parameter (Keperidian, kematian, distribusi dan dispersal) menekan terhadap pluktuasi populasi WBC.

19 Perkembangan pop. W.coklat 0.7 0.6

(Ek/Rpn)

0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 14

21

P. 1

28

35

P. 2

42

49

P. 3

P. 4

56

63

P. 5

70 Hst. P. 6 (Kont)

Gambar 4. Grafik perkembangan populasi WBC pada setiap perlakuan dilapang Tabel 4. Hasil pengamatan rata-rata popoulasi w.coklat (Nilaparvata lugens Stal) pada setiap perlakuan di lapang MT. 2006 Perlakuan

Populasi W. Coklat (Ekor/Rpn) setiap pengamatan (umur HST) 14

21

28

35

42

49

56

63

70

77

P–1

0

0

0

0,33

0,13

0

0,13

0

0,06

0

P–2

0

0

0

0

0

0,06 0,06

0

0,13

0,13

P–3

0

0

0,33

0

0

0,2

0,2

0

0,66

0,13

P–4

0

0

0,06

0

0

0

0,2

0,2

0,06

0,06

P–5

0

0

0

0

0

0,06 0,13

0,13

0,13

0,13

P-6

0

0,06

0,06

0,26

0

0,2

0,33

0,06

0,06

0,66

Keterangan :. - Aplikasi dilakukan 2 kali yaitu pada umur 30 dan 50 Hst. - Umur 84 Hst tidak ditemukan populasi dilapangan karena kemarau/ cuaca kering.

Dari data diatas perlakuan perlakuan B.bassiana (P-1, P-2, P-3, P-4 & P-5) populasi ditemukan dilapang sangat rendah termasuk kontrol kelihatan hampir sama, populasi ditemukan dilapang sangat rendah. Dari hasil analisa statistik diantara semua perlakuan tidak sinifikan sehingga tidak perlu dilakuklan uji lanjutan..

20 Efektivitas B.bassiana dalam menekan populasi WBC ditentukan karena penurunan populasi setelah 4 sampai 8 hari sesudah aplikasi dengan mekanisme penetrasi B.bassiana dimulai dengan pertumbuhan spora pada epikutikula dan pembentukan badan buah seperti apresoria. Konsentrasi B.bassiana yang memiliki kemampuan menghasilkan enzim kitinase yang terbentuk dari rangkaian polysakarida dan kitin dalam matriks protein (Alexopulus dan Mim, 1996 dalam Amiruddin dan Mazhfiah 2000). 2. Keadaan populasi Wereng hijau (Nephotettik virecens) Populasi OPT Wereng Hijau ditemukan dilapang mulai umur 14 Hst. kelihatan agak statis tidak berkembang sampai pada umur tanaman 77 Hst data hasil pengamatan populasi sangat rendah, hal ini mungkin sangat erat hubungannya dengan keadaan iklim/cuaca yang tidak mendukung pada beberapa perlakuan seperti diatas populasi wereng batang coklat diatas, untuk jelasnya dapat dilihat pada Gamber 5 dan Tabel 5. Populasi musuh alami yang dominan adalah Laba-laba didapati mulai awal pertanaman sampai pertanaman berumur 70 Hst sedangkan yang lain populasinya berkurang (Coccinelled dan Anggang-anggang).

21 Perkembangan pop. W.hijau 0.9 0.8

(Ek/Rpn)

0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 14

21

P. 1

28 P. 2

35

42

P. 3

49

56

P. 4

63

70 Hst

P. 5

P. 6

Gambar 5. Grafik perkembangan populasi Wereng hijau pada setiap perlakuan dilapang Tabel 5. Hasil pengamatan rata-rata popoulasi w.hijau (Nephotettic virens) pada setiap perlakuan di lapang MT. 2006

P–1

14 0,07

Populasi W. Hijau (Ekor/Rpn) setiap pengamatan (umur HST) 21 28 35 42 49 56 63 70 0,2 0,07 0,13 0,26 0,33 0 0,13 0,06

P–2

0,2

0,26

0,2

0,6

0,26

0,4

0,26

0,2

0,2

0

P–3

0

0,4

0,13

0,26

0

0,6

0,06

0,33

0

0

P–4

0

0,73

0,13

0,26

0,06

0,26

0,04

0,13

0,06

0

P–5

0,06

0,33

0,2

0,8

0,2

0,26

0,2

0,4

0,26

0

P-6

0

0

0,33

0,06

0,13

0,33

0,06

0,16

0,2

0

Perlakuan

Keterangan :.

- Aplikasi dilakukan 2 kali yaitu pada umur 30 dan 50 Hst. - Umur 84 Hst tidak ditemukan populasi dilapangan karena kemarau/ cuaca kering.

77 0

22 Hasil produksi ubinan Pengambilan ubinan dilakuakan pada masing ulangan disetiap perlakuan dengan ukuran 6.25 m2 yang dikonversi kg/Ha. Hasil ubinan yang diuji dengan statistik menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), ternyata ditemukan F. Hitung lebih kecil dari pada F. Tabel sehingga tidak perlu diuji lanjutan karena tidak ada perbedaan yang berarti , untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Hasil produksi dengan luasan 6,25 m2 pada setiap petak perlakuan MT. 2006

Perlakuan P-1

Hasil ubinan produksi padi setiap petak perlakuan Ubinan (kg/6,25 m2) Produksi (Kg/Hektar) 3,785 6,056

P-2

3,334

5,334

P-3

3,516

5,626

P-4

3,928

6,285

P-5

3,373

5,397

P-6

3,379

5,406

Ket : Hasil ubinan tidak menunjukkan perbedaan nyata. (Tabel lampiran)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan -

Makin tinggi konsentrasi spora B.bassiana dalam larutan yang diaplikasikan makin cepat mematikan atau membuat mummi pada populasi Wereng coklat

-

Konsentrasi 10 Gr media padat/1 liter air (Kons. Spora B.bassiana 8 x 10 7, perlakuan P-3) mampu menekan populasi wereng coklat dan kelihatan mummi pada 4 HSA di dalam kurungan,

-

Konsentrasi 100 Gr media padat/ 1 liter air ( Kons. Spora B.bassian 6.25 x 10

8

,

Perlakuan P-4) lebih mampu menekan tetapi tidak efisien dalam penggunaan bahan/biaya. -

Populasi Wereng hijau mulai ditemukan dilapang pada umur 14 HST dan Wereng coklat 21 HST dalam bentuk Makroptera, populasi sangat kecil sampai umur tanaman di panen, dan musuh alami yang hadir adalah Laba-laba. Coccinellid dan Angganganggang dianggap seimbang dengan perkembangan OPT di lapang.

-

Perlakuan konsentrasi B. bassiana di lapang tidak berpengaruh terhadap hasil produksi ubinan sehingga hasil pengamatan OPT di lapang tidak perlu dilakukan uji statistik.

Saran saran 1. Musim tanam 2006 keadaan curah hujan sangat rendah/kering yang mempengaruhi iklim micro, sehingga populasi Wereng coklat sangat rendah untuk itu masih perlu diuji kembali pada iklim dan waktu yang berbeda.

24 2. Sebaiknya

kegiatan

kajian

dilakukan

dilapang

pelaksanaannya

berkaitan

permasalahan dan saling terkait dengan pengujian yang lain pada waktu dan tempat yang sama, sehingga permasalahan yang terjadi didaerah tersebut dapat damankan. 3. Kendala yang dihadapi MT. 2006 keadaan curah hujan sangat rendah/ kering mulai pertengahan bulan Juli sehingga tidak mendukung perkembangan populasi wereng coklat dilapangan.

25 DAFTAR PUSTAKA Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta (terjemahan Munsir Busman) Hal 713. Amiruddin dan Mazhfia 2000, Perbanyakan dan keafektifan B.bassiana untuk mengendalikan W.coklat pada tanaman padi. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan FEI dll. Baehaki S.E dkk, 1994. Pedoman Pemanfaatan dan Pengelolaan Cendawan pathogen Serangan Hama Tanaman Padi Sawah. Direktorat Jenderal. Diana

Daud I dan Besse M, 1998. Pengaruh Beauveria bassiana Vuill (Monoliales;miliaceae). Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan XI, PEI, PFI, HPTI, Maros.

_________, 1999. Bioinsektisida Beauvaria bassiana. Ekspose Hasil Penelitian UNHAS Thn. 1999. Haryono, H, Riyanto dan Siti Nuraini, 1994. Prospek Penggunaan Beauvaria bassiana Untuk Pengandalian Hama Tanaman Perkebunan. Prosiding Makalah Serangga I. Hal 75 – 79. Sila M., 1993. Microbiologi Ostrinia furnacalis Drywood Termites, Cryptotermes cyanocephalus Light (Kalotermitidae ; Isoptera) The Philippines Los Banos (Thesis). Steinhaus, E.A, 1967. Insect Microbiologycal. Haffier Publishing Company. New York and London. Pp: 396 – 491. Tanada Y, 1987. Microbial Pesticide Pest Control. Academic Press. New York, San Fransisco, London. Palpp.FV. 1976. Biochemical Genetics of Insecticide Resistence.Ann.Rev.Ent.21:179 – 197. M.Sudjak Saenong dan Yasin 2000. Dampak Aplikasi Pestisida dalam Perspectif Lingkungan Kesehatan. Wetterson.A. 1988. Pesticides Users Healt and Safety Hand book. An. International Guide. Gower Teknocal Fublishing Compani Limites England. Untung K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gaja Mada University Press 273 hal

Lampiran 1. Data hasil rekapan Mortalitas populsi Wereng akibat perlakuan beberapa konsentrasi di dalam kurungan B. bassiana MT. 2006 Perlakuan Jumlah populasi yang mati tiap hari (ekor/tanaman) Jumlah Ulang Konsentarsi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pop.mati 0,1 Gr/ltr air

1

0

0

0

0

1

2

1

1

0

0

5

(8 x 105)

2

0

0

0

1

0

1

2

0

61

0

5

P-1

3

0

0

0

1

1

2

1

1+1

0

0

7

0

0

0

1

0,33

0

5,66

1

13

Rata-rata

0,66 0,66 1,66 1,33

1 Gr/ltr air

1

0

0

0

0

2+1

1+1

2

3+1

1+1

(8 x 106)

2

0

0

0

1

1

2+1

1

2+1

1+2 1+1

14

P-2

3

0

0

0

1

1

1+1

2

1+1

1+2 1+2

14

0

0

0

Rata-rata

0,66 1,66 2,33 1,66

3

2,66

2

13,66

10Gr/ltr air

1

0

2

1+1

1

1

2+1

2+2

1

0

0

14

(8 x 107)

2

0

1

2

1+2

1

1

2+2

2

1

0

15

P-3

3

0

1

+1

+1

+2

+2

2

2

3

0

14

0

14,33

Rata-rata

0 1,33 1,66 1,66 1,33

2

3,33 1,66 1,33

100 Gr/ltr air

1

0

1

1+1

+2

2+1

3

1

1

+1

0

14

(8 x 108)

2

0

3

+1

+1

2+2

2

1

+1

+1

0

14

P-4

3

0

2

+1

+1

3+1

1+1

2+1

1

1

0

15

0

2

1,33 1,33 3,66 2,33 1,66

1

1

0

14,33

1

0

2

2+2

4+2

1+2

1

2

0

0

0

18

2

0

1

2+1

3+2

1+1

2+2

+2

0

0

0

16

3

0

1

1+2

3+1

+1

0

2

1

0

0

14

0,66 1,33 3,33 4,33

2

1,66

2

0,33

0

0

16

Rata-rata 1000 Gr/ltr air (8 x 109) P-5 Rata-rata Kontrol P-6 Rata-rata

1

0

0

0

0

0

0

0

0

1

0

1

2

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

3

0

0

0

0

0

0

0

0

1

0

2

0,33 0

0

0

0

0

0

0

0,66

0

1

Ket : Jumlah populasi wereng ciklat setiap ulangan 20 ekor Angka yang diikuti tanda + didepannya berarti tanda mummi

Lampiran 2a. Hasil pengamatan jumlah populasi yang mati di dalam kurungan setelah 10 HSA pada setiap perlakuan aplikasi B. bassiana MT. 2006 Perl. Kons.

Berat tiap ulangan (Kg/6,25 m)

B. bassiana

I

II

III

P–1

5

5

P–2

13

P–3

Jumlah

Rata-rata

7

17

5,66

14

14

41

13,66

14

15

14

43

14,33

P–4

14

14

15

43

14,33

P–5

18

16

14

48

16

P–6

1

0

2

3

1

Jumlah

65

64

66

195

Rata-rata

10,83

10,66

22

Lampiran 2b. Jumlah populasi yang mati di dalam kurungan setelah 10 HSA pada setiap perlakuan aplikasi B. bassiana ditransfer ke Log (x + 1) Perl. Kons.

Berat tiap ulangan (Kg/6,25 m)

B. bassiana

I

II

III

P–1

0,7781

0,7781

P–2

1,1761

P–3

Jumlah

Rata-rata

0,9031

2,4593

0,9198

1,2041

1,1761

3,5563

1,1854

1,1461

1,1761

1,1761

3,4983

1,1661

P–4

1,1761

1,1761

1,2041

3,5563

1,1854

P–5

1,2787

1,2304

1,1761

3,6852

1,2284

P–6

0,3010

0

0,4771

0,7781

0,2594

Jumlah

5,8561

5,5648

6,1126

17,5335

Rata-rata

0,9760

0,9275

1,0188

Lampiran 2c. Daftar analisa varians rata-rata produksi ubinan yang sudah diperlakukan Sidik Ragam Ulangan Perlakuan Galat Total X=

2 Ex _______

Derajat Bebas 2 5 12 17

Jumlah Kuadrat 0,0250 2,1765 0,1338 2,3103

Kuadrat Tengah 0,0125 0,4353 0,0115

F. Hitung 1,1468 37,8522**

S

= 0,9740

CV = _________

x 100 % = 10,7190 > (5 % Lab = legal)

rxt

Sx (Standar error) = VKT. Galat = V 0,0109 = 0,1044

F. Tabel 5% 1% 4,70 7,54 3,11

Lampiran 3a. Hasil produksi ubinan pada setiap perlakuan aplikasi B. Bassiana di lapangan MT. 2006 Perl. Kons. B. bassiana P–1 P–2 P–3 P–4 P–5 P–6 Jumlah Rata-rata

Berat tiap ulangan (Kg/6,25 m) I II III 3,303 3,559 4,494 3,238 3,304 3,460 3,039 4,207 3,302 3,543 3,955 4,286 2,710 3,966 3,443 3,632 3,188 3,317 19,465 22,179 22,302 3,244 3,695 3,717

Jumlah

Rata-rata

3,785 3,334 3,516 3,928 3,373 3,379

6,0056 5,334 5,626 6,285 5,397 5,406

Lampiran 3b. Hasil produksi ubinan pada setiap perlakuan aplikasi B. bassiana di lapangan ditransfer ke Log (x+1) Perl. Kons. B. bassiana P–1 P–2 P–3 P–4 P–5 P–6 Jumlah Rata-rata

Berat tiap ulangan (Kg/6,25 m) I II III 1,9510 2,0146 2,2347 1,9334 1,9503 1,9899 1,8812 2,1695 1,9499 2,0107 2,1107 2,1977 1,7916 2,1133 1,9857 2,0327 1,9204 1,9537 11,5997 12,2788 12,3116 1,9333 2,0465 2,0519

Jumlah

Rata-rata

6,1994 5,8736 6,0006 6,3191 5,8906 5,9268 36,1910

2,0664 1,9579 2,0002 2,1064 1,9635 1,9689

Lampiran 3b. Daftar analisa varians rata-rata produksi ubinan yang sudah diperlakukan Sidik Ragam Ulangan Perlakuan Galat Total

Derajat Bebas 2 5 10 17

Jumlah Kuadrat 0,0538 0,0566 0,1151 0,0055

Kuadrat Tengah 0,0269 0,0113 0,0115

F. Hitung 2,3391 0,9826

5% 4,70 3,33

F. Tabel 1% 7,54 6,64

Ket ; F Tabel lebih besar dari F Hitung sehingga JK Perlakuan dan Ulangan tidak berbedanyata. (Uji tidak dilanjutkan)

Gambar 6. Kegiatan uji efektivitas konsentrasi B.bassiana untuk pengendalian W.coklat di dalam kurungan

Gambar 7. Kegiatan uji efektivitas konsentrasi B.bassiana untuk pengendalian W.coklat di lapang MT.2006