Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir. Pusat Studi
Terumbu Karang Universitas Hasanuddin ii. RINGKASAN EKSEKUTIF.
LAPORAN AKHIR STUDI JARINGAN PEMASARAN PRODUK PERIKANAN DARI TAMAN NASIONAL LAUT TAKA BONERATE KABUPATEN SELAYAR
PUSAT STUDI TERUMBU KARANG
UNIVERSITAS HASANUDDIN Desember 2002
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
RINGKASAN EKSEKUTIF Studi Jaringan Pemasaran Produksi Perikanan dari Taman Nasional Laut Taka Bonerate bertujuan untuk: (1) mengetahui keluasan jaringan pemasaran produksi ikan yang berasal dari Taman Nasional Laut Taka Bonerate; (2) merumuskan mekanisme pasar yang kondusif dan berdaya guna untuk pengembangan ekonomi masyarakat setempat; (3) menganalisis margin dan pangsa harga pemasaran produk perikanan pada setiap lembaga pemasaran; dan (4) untuk menganalisis manfaat pemasaran ekspor dan antar-pulau (intersulair) produk perikanan dari Kabupaten Selayar. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan (Juni – September 2002) di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate yang terdiri dari 5 (lima) pulau yaitu Pulau Rajuni, Tarupa, Jinato, Latondu dan Pasitallu sebagai sentra produksi, kemudian Kota Benteng Kab Selayar, Kab Sinjai, Kab Bulukumba dan Kota Makassar sebagai sentra pemasaran. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Survei yaitu penelitian yang menggunakan kuisioner dan mengambil sampel sebagai wakil dari populasi. Penentuan responden (sampel) dilakukan dengan metode Cluster Random Sampling yang terdiri dari nelayan, pedagang, tokoh masyarakat dan pemda yang secara keseluruhan berjumlah 338 orang.
Untuk menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini digunakan
beberapa analisis kuantitatif, kualitatif, analisis margin mutlak, analisis keuntungan, analisis efisiensi pemasaran dan analisis manfaat antar pulau dan ekspor. Hasil penelitian menyimpulkan jaringan pemasaran produksi perikanan dari Taman Nasional Laut Taka Bonerate untuk jenis ikan hidup melalui 5 (lima) saluran pemasaran, untuk ikan segar melibatkan 6 (enam) saluran pemasaran dan untuk ikan olahan melibatkan 4 (empat) saluran pemasaran. Jaringan pemasaran untuk ikan hidup sampai
ke
luar
negeri
(Hongkong);
ikan
segar
dipasarkan
ke
TPI
Lappa
Kab. Sinjai, TPI Lappa’e dan TPI Labuang Karang di Kab Bulukumba, Kab Bantaeng, TPI Rajawali Makassar, Kota Pare-Pare, Kab Pinrang, Kab Polmas, Kab Toraja di Sulsel sampai ke Bali, Ambon, NTT, Bau-Bau, Kupang dan Flores; sedangkan ikan olahan pemasarannya ke Benteng Kab Selayar, Kab Bulukumba, Kab Sinjai, Kab Bantaeng dan Kota Makassar sampai diantarpulaukan ke Flores, Maumere, NTT. Khusus untuk ikan kering pari (dendeng pari) dipasarkan sampai ke Kota Kendari Sulawesi Tenggara.
ii Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Terdapat dua model pemasaran ikan hidup di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate yaitu: (1) yang membentuk pola kemitraan ponggawa – Sawi, dan (2) nelayan yang tidak mempunyai ponggawa. Kedua model tersebut mempunyai perbedaan harga jual yang sangat menyolok yaitu nelayan yang bermitra lebih rendah nilai jualnya dibanding dengan nelayan yang tidak bermitra sehingga
pendapatan
nelayan yang tidak bermitra relatif lebih tinggi. Dengan demikian, model pemasaran yang kondusif dan berdaya guna untuk pengembangan ekonomi masyarakat setempat adalah model pemasaran nelayan yang tidak mempunyai ponggawa tapi dengan dukungan sarana dan prasarana dari pemerintah dan lembaga alternatif. Model jaringan pemasaran yang meningkatkan PAD Kabupaten Selayar adalah sentra produksi (TNLTBR) ke sentra pemasaran (Kota Benteng) ke zona penyangga (Pulau Kayuadi, Pulau Jampea dan Pulau Bonerate).
Margin tertinggi lembaga
pemasaran ikan hidup adalah eksportir dengan margin mutlak sebesar Rp 100.000 untuk jenis ikan Napoleon dan pangsa harga tertinggi diperoleh pedagang besar sebesar 50%; margin tertinggi lembaga pemasaran ikan segar sebesar Rp 40.000 yang diperoleh agen (ekportir Bali) untuk ikan demersal ekonomi tinggi dan pangsa harga terbesar diperoleh produsen (nelayan) sebesar 87,5%.
Margin tertinggi lembaga
pemasaran ikan olahan adalah pedagang besar untuk jenis sirip hiu sebesar Rp 800.000 dan pangsa harga lembaga pemasaran tertinggi adalah pedagang besar (Makassar) sebesar 44,5%. Manfaat pemasaran ikan hidup pada tingkat eksportir sebesar Rp 28.035/kg, pada ikan segar manfaat pemasaran antar pulau sebesar Rp 1.350/kg, manfaat ini lebih kecil jika dibandingkan dengan manfaat pemasaran pada tingkat eksportir sebesar Rp 33.946/kg, serta pada ikan olahan manfaat pemasaran tertinggi pada tingkat pedagang pengumpul sebesar Rp 1.375/kg.
Secara ekonomis pemasaran eksportir
lebih menguntungkan daripada pedagang antar-pulau (interinsulair). Lembaga pemasaran ikan hidup yang mendapatkan keuntungan yang terbesar diperoleh pedagang pengumpul pada musim Timur sebesar Rp 8.850/kg dan dan yang diperoleh agen pada musim Barat sebesar Rp 28.100/kg.
Pada ikan segar, lembaga
pemasaran yang memperoleh keuntungan terbesar adalah agen sebesar Rp 4.660/kg, pada musim Barat dan pada musim Timur, pada pedagang besar dengan keuntungan sebesar Rp 3.800/kg.
Untuk ikan olahan lembaga pemasaran yang memperoleh
keuntungan terbesar adalah pedagang pengumpul lokal pada musim Barat sebesar Rp 4.841,7/kg dan pedagang pengecer yang memperoleh keuntungan sebesar Rp 14.895/kg pada musim Timur. iii Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Lembaga pemasaran yang lebih efisien untuk ikan hidup adalah eksportir sebesar 9,2%; untuk ikan segar adalah agen sebesar 0,79% dan untuk ikan olahan adalah pedagang pengecer sebesar 0,40%. Adapun saran dari penelitian ini adalah (1) Pentingnya dibentuk sebuah lembaga ekonomi alternatif untuk mengurangi ketergantungan nelayan sawi terhadap ponggawanya, terutama untuk memenuhi kebutuhan operasional nelayan; (2) Perlunya membentuk sebuah lembaga/kelompok pemberdayaan nelayan sehingga mereka dapat saling membantu dan bekerja sama untuk meningkatkan kesejahteraan mereka; (3) Perlunya perhatian dan penanganan pemerintah daerah setempat untuk dapat menyediakan sarana dan prasarana yang dapat mendukung aktivitas pemasaran produksi perikanan seperti industri pengolahan (cold storage) dan pelabuhan perikanan dalam rangka peningkatan PAD Kabupaten Selayar; (4) Perlunya pertimbangan yang matang untuk menentukan besarnya retribusi yang dipungut pada setiap lembaga pemasaran, yang berlandaskan pada tingkat margin, pangsa harga dan keuntungan masing-masing lembaga pemasaran yang nantinya dijadikan sebagai sumber pembiayaan pembangunan sarana dan prasarana perikanan seperti dermaga, cold storage, kegiatan konservasi dan lainnya; (5) Penentuan lokasi-lakasi untuk sentra pemasaran di daerah pulau pulau kecil diantaranya Pulau Bonerate, Pulau Jampea dan Pulau Kalotoa untuk lebih memperlancar arus distribusi dan perdagangan ikan dari kawasan Taka Bonerate; (6) Perlunya penanganan yang lebih tepat terutama untuk retribusi bagi nelayan Taka Bonerate yang menjual hasil tangkapannya di luar Pulau Selayar, nelayan yang berasal dari luar Pulau selayar yang menjual hasil tangkapannya di luar wilayah Selayar serta nelayan yang berasal dari selayar dan menjual hasil tangkapannya di Pulau selayar sehingga nantinya ada kontribusi yang lebih signifikan bagi PAD Kabupaten Selayar.
iv Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................
ii
PENGANTAR .....................................................................................................
iii
DAFTAR ISI........................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
x
I.
PENDAHULUAN ......................................................................................................1 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
II.
LATAR BELAKANG ...............................................................................................1 PERUMUSAN MASALAH ........................................................................................2 TUJUAN PENELITIAN ............................................................................................3 KEGUNAAN PENELITIAN .......................................................................................3 KERANGKA PIKIR.................................................................................................3 METODOLOGI PENELITIAN ...............................................................................6
2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. III. 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. IV.
LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ..........................................................................6 METODE PENELITIAN ...........................................................................................6 SUMBER DATA ....................................................................................................7 ANALISIS DATA ...................................................................................................7 KONSEP OPERASIONAL .....................................................................................10 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................11 PRODUKSI PERIKANAN ......................................................................................11 PEMASARAN .....................................................................................................13 LEMBAGA PEMASARAN ......................................................................................14 SALURAN PEMASARAN ......................................................................................16 BIAYA, HARGA DAN MARGIN PEMASARAN...........................................................17 HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................20
4.1. GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI .....................................................................20 4.1.1. Kondisi Geografi dan Letak Wilayah ......................................................20 4.1.2. Karakteristik Pulau - Pulau ......................................................................21 4.1.3. Kependudukan ........................................................................................23 4.1.4. Iklim dan Musim Tangkapan ...................................................................24 4.1.5. Oseanografi.............................................................................................25 4.1.6. Potensi Sumberdaya Laut .......................................................................25 4.1.7. Aktivitas Penangkapan............................................................................27 4.2. POLA KEMITRAAN PONGGAWA DAN SAWI ...........................................................29 4.3. LUASAN JARINGAN PEMASARAN DI KAWASAN TAKA BONERATE ..........................34 4.3.1. Luasan Jaringan Pemasaran Produksi Ikan Hidup ................................34 4.3.1.1. Analisis Biaya Pemasaran Ikan Hidup.............................................37 4.3.1.2. Margin Pemasaran Ikan Hidup ........................................................37 4.3.1.3. Pangsa Harga Ikan Hidup ...............................................................40 4.3.1.4. Keuntungan Lembaga Pemasaran..................................................43 v Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
4.3.1.5. Efisiensi Pemasaran........................................................................44 4.3.1.6. Volume Produksi .............................................................................45 4.3.1.7. Analisis Manfaat Pemasaran Ikan Hidup.........................................46 4.3.2. Luasan Jaringan Pemasaran Ikan Segar ...............................................47 4.3.2.1. Biaya Pemasaran Ikan Segar..........................................................51 4.3.2.2. Analisis Margin Pemasaran Ikan Segar ..........................................52 4.3.2.3. Analisis Pangsa Harga Ikan Segar..................................................54 4.3.2.4. Keuntungan Pemasaran Ikan Segar ...............................................56 4.3.2.5. Efisiensi Pemasaran Ikan Segar .....................................................57 4.3.2.6. Volume Produksi .............................................................................59 4.3.2.7. Analisis Manfaat Pemasaran Ikan Segar ........................................60 4.3.3. Jaringan Pemasaran Produksi Ikan Olahan ............................................61 4.3.3.1. Luasan Jaringan Pemasaran Ikan Olahan ......................................61 4.3.3.2. Biaya Pemasaran Ikan Olahan........................................................64 4.3.3.3. Margin Pemasaran Ikan Olahan......................................................65 4.3.3.4. Analisis Pangsa Harga Ikan Olahan................................................68 4.3.3.5. Analisis Keuntungan Pemasaran Ikan Olahan ................................69 4.3.3.6. Volume Produksi Olahan.................................................................71 4.3.3.7. Analisis Manfaat Pemasaran Ikan Olahan ......................................72 V.
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................76 5.1. 5.2.
VI.
KESIMPULAN .....................................................................................................76 SARAN ..............................................................................................................78 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................79
LAMPIRAN
vi Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
DAFTAR TABEL 1. Lokasi dan Jumlah Sampel (orang) Responden per Lokasi Penelitian
7
2. Pembagian Zonasi, Cakupan Lokasi dan Luas TNTB ........................
21
3. Selang dan Rata-Rata Parameter Iklim Kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate..................................................
21
4. Nama Pulau, Luas Pulau dan Jumlah Penduduk Dalam Kawasan TNTB ..................................................................................
23
5. Persentase Jenis Pekerjaan Penduduk di Kecamatan Taka Bonerate ..............................................................................................
23
6. Jenis dan Jumlah Produksi Ikan Laut di Kec.Taka Bonerate Tahun 2001 .......................................................................................
26
7. Persentase Jenis Alat Tangkap Utama yang Digunakan Nelayan di Kecamatan Taka Bonerate ...............................................................
27
8. Jumlah (Unit) dan Jenis alat Tangkap Yang digunakan di Kawasan Taka Bonerate ...................................................................
28
9. Kemampuan Terhadap Akses dan Kontrol Ponggawa dan Sawi dalam Relasi Pengelolaan Ikan Kerapu Hidup di Kawasan Taka Bonerate Persentase.................................................................
30
10. Analisis Potensi Responden Nelayan dan Ponggawa dalam Hubungan Kerjasama Pengelolaan Ikan Kerapu Hidup di Kawasan Taka Bonerate ...................................................................
32
11. Biaya Pemasaran Ikan Hidup oleh Lembaga Pemasaran di Kawasan Taka Bonerate .....................................................................
37
12. Margin Mutlak Pemasaran Ikan Hidup dari Taka Bonerate Berdasarkan Nilai Ekonomis Per komoditi .........................................
38
13. Margin Mutlak Pemasaran Ikan Hidup Per Lembaga Pemasaran dari Taka Bonerate ..............................................................................
39
14. Margin Mutlak yang Diterima oleh Masing-masing Saluran Pemasaran ..........................................................................................
40
15. Pangsa Harga Produsen (nelayan) pada Dua Musim Tangkapan untuk Berbagai Jenis Komoditas Hasil Tangkapan ............................
41
16. Pangsa Harga Pedagang Ikan Hidup berdasarkan Lembaga Pemasaran untuk dua musim tangkap................................................
42
17. Keuntungan Lembaga Pemasaran Ikan Kerapu Hidup dari Taman Nasional Taka Bonerate Kabupaten Selayar..........................
44
18. Efisiensi Pemasaran Ikan Kerapu Hidup.............................................
45
19. Rata-rata Jumlah Produksi Ikan Hidup Tangkapan Nelayan di Kawasan Taka Bonerate Saat Survei Dilakukan ...............................
46
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
vi i
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
20. Biaya Pemasaran oleh Masing-masing Lembaga Pemasaran Ikan Segar...........................................................................................
51
21. Margin Mutlak Pemasaran Ikan Segar dari Taka Bonerate ke Konsumen..............................................................
52
22. Margin Mutlak yang Diterima Masing-masing Lembaga Pemasaran Pada Penjualan Ikan Segar di TNTB ..................................................
53
23. Margin Mutlak yang diterima oleh masing-masing Saluran Pemasaran ikan segar ........................................................................
54
24. Pangsa Harga Produsen Ikan Segar ..................................................
55
25. Pangsa Harga yang diterima Oleh Masing-masing Lembaga Pemasaran Ikan Segar Saat Survei..................................................
56
26. Keuntungan Lembaga Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Taka Bonerate.....................................................................
57
27. Efisiensi Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Taka Bonerate ............
58
28. Produksi Ikan Segar (setelah dikonversi per bulan) Per Lokasi Survei di Kawasan Taka Bonerate .....................................................
59
29. Biaya Pemasaran oleh Masing-Masing Lembaga Pemasaran dan Saluran Pemasaran Ikan Kerapu Kering di Kawasan Taka Bonerate.....................................................................................
64
30. Margin Mutlak Pemasaran Ikan Asin dari Taka Bonerate Ke Konsumen ..........................................................................................
66
31. Margin Mutlak yang diterima oleh masing-masing Lembaga Pemasaran .........................................................................................
66
32. Margin Mutlak yang diterima oleh masing-masing saluran pemasaran ..........................................................................................
67
33. Pangsa Harga Lembaga Pemasaran Ikan Olahan .............................
68
34. Tingkat Keuntungan Lembaga Pemasaran Ikan Olahan di Kawasan Taka Bonerate.....................................................................
69
35. Efisiensi Pemasaran Ikan Olahan pada Setiap Lembaga Pemasaran di Kawasan Taka Bonerate..............................
70
36. Volume Produksi ikan Olahan (Asin) di Taka Bonerate per Lokasi Survei .....................................................................................
72
37. Analisis Manfaat Ikan Olahan Kawasan Taka Bonerate .....................
73
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
vi ii
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
DAFTAR GAMBAR 1. Skema Kerangka Pikir Studi Jaringan Pemasaran Produksi Perikanan dari Taman Nasional Taka Bonerate ..................................................
5
2. Skema Peran dan Aktivitas yang Dilakukan Oleh Sawi dan Ponggawa Dalam Hubungan Kerja Sama Pengelolaan Ikan Kerapu Hidup ........
29
3. Skema Jaringan Pemasaran Ikan Hidup di Taka Bonerate ...............
34
4. Peta Distribusi Alur Pemasaran Ikan Hidup dari Taka Bonerate .......
36
5. Skema Saluran Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Taka Bonerate Kabupaten Selayar Tahun 2002 .........................................................
48
6. Peta Saluran Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Taka Bonerate ....
49
7. Skema Jaringan Pemasaran Ikan Olahan di Kawasan Taka Bonerate
61
8. Jaringan Pemasaran Ikan Olahan di Kawasan Taka Bonerate (dalam bentuk ikan asin) ....................................................................
62
9. Peta Saluran Pemasaran Ikan Olahan di Kawasan Taka Bonerate ..
63
10. Skema Jaringan Pemasaran Untuk Peningkatan PAD Kab. Selayar .
74
ix Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................
81
2. Identitas Responden Pedagang pada Studi Jaringan Pemasaran Produksi Perikanan dari Kawasan Taka Bonerate Kecamatan Taka Bonerate Kabupaten Selayar .....................................................
82
3. Identitas Responden Nelayan pada Studi Jaringan Pemasaran Hasil Perikanan dari Kawasan Taka Bonerate Kecamatan Taka Bonerate Kabupaten Selayar ....................................................
85
4. Analisis Margin Pemasaran Ikan Hidup .............................................
89
5. Analisis Pangsa Harga Ikan Hidup ...................................................
92
6. Analisis Margin Pemasaran Ikan Segar .............................................
95
7. Analisis Pangsa Harga Pemasaran Ikan Segar .................................
98
8. Analisis Margin Pemasaran ...............................................................
99
9. Analisis Pangsa Harga Ikan Asin .......................................................
101
10. Jumlah dan Jenis alat Tangkap Yang digunakan di Kawasan Taka Bonerate ....................................................................................
102
11. Profil Perusahaan Produk (Ikan) ........................................................
103
12. Perhitungan Analisis Manfaat Pemasaran .........................................
104
13. Foto Kegiatan Penelitian ....................................................................
108
x Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
I. 1.1.
PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Laut Taka Bonerate di Kabupaten Selayar Sulawesi Selatan,
memiliki terumbu karang seluas 385.900 ha dan merupakan atol terbesar ketiga di dunia. Kabupaten Selayar sendiri terletak pada posisi geografis 120° 54’ – 121° 21’ Bujur Timur dan 6° 23’ – 7° 05’ Lintang Selatan. Kabupaten Selayar memiliki luas daratan 903,35 km2 dan luas lautan 23.571,65 km2, dengan total pulau sebanyak 123 buah pulau besar dan kecil. Penghasilan utama Kabupaten Selayar bersumber pada hasil perikanan. Jenisjenis ikan yang dihasilkan dari daerah ini umumnya adalah ikan karang, misalnya ikan kerapu, ikan sunu, udang barong (lobster) dan lainnya, yang umumnya mempunyai nilai ekonomis penting dengan harga jual relatif tinggi. Ikan–ikan yang dihasilkan di daerah tersebut bukan saja dikonsumsi di dalam negeri, tetapi juga merupakan komoditi yang mempunyai peminat di luar negeri. Tingginya permintaan akan komoditi ikan karang dari luar negeri serta didorong oleh harga jual yang tinggi, membuat masyarakat cenderung mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara berlebihan, baik dengan menggunakan cara yang ramah lingkungan maupun dengan cara yang merusak lingkungan seperti dengan penggunaan bom, bius maupun bubu (khususnya di terumbu karang). Dengan demikian, dikhawatirkan jika tidak ada pengawasan yang ketat terhadap alat tangkap dan aktifitas penangkapan, maka terumbu karang di Kabupaten Selayar khususnya di kawasan Taka Bonerate akan bertambah rusak (Made, 1994). Sistem atau organisasi pemasaran yang ada pada masyarakat nelayan di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate adalah kelembagaan informal Ponggawa-Sawi.
Sistem ini umumnya tidak menguntungkan bagi nelayan karena
proporsi yang diperoleh oleh nelayan dari hasil tangkapan lebih kecil dibandingkan dengan yang diperoleh oleh ponggawa. Selain sistem ponggawa – sawi, struktur pasar komoditi hasil perikanan juga mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan. Setiap rantai pemasaran yang terbentuk akan memiliki karakteristik tersendiri, yang juga akan mempengaruhi tingkat keuntungan
1 Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
dan efesiensi dari suatu sistem jaringan pemasaran. Dengan demikian, setiap jaringan pemasaran yang ada perlu dianalisis secara mendalam, yang meliputi analisis struktur harga yang terbentuk, margin setiap lembaga pemasaran, pangsa harga dan manfaat pemasaran antar pulau. Untuk mengetahui bagaimana sistem dan jaringan pemasaran hasil perikanan yang terdapat pada masyarakat nelayan di Taka Bonerate, luasan jaringan pemasaran dan mekanisme pasar, dampak kegiatan penangkapan dan pemasaran produksi perikanan terhadap kelestarian terumbu karang, maka diperlukan penelitian yang lebih mendalam tentang jaringan produksi perikanan di daerah tersebut serta implikasinya, baik
bagi
tingkat
penghidupan
masyarakat
maupun
sumbangsihnya
terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Selayar. Studi Jaringan Pemasaran Produk Hasil Perikanan Nelayan di Taman Nasional Taka Bonerate ini juga dimaksudkan untuk menilai dukungan dan peranan setiap lembaga ekonomi masyarakat nelayan seperti: lembaga pasar, sarana dan prasarana ekonomi (pelabuhan, bandara serta industri pengolahan) yang dapat mendukung nilai tambah (value added) setiap produksi hasil tangkapan nelayan di kawasan Taka Bonerate.
1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah
yang berkaitan dengan penelitian ini adalah: (1)
Bagaimana bentuk jalur-jalur pemasaran dan mekanisme lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran produk perikanan serta seberapa luas jaringan pemasaran dari Taman Nasional Taka Bonerate sampai ke konsumen?
(2)
Bagaimana mengidentifikasi dan merumuskan model pemasaran yang baik sehingga dapat terbentuk mekanisme pasar yang kondusif dan berdaya guna bagi pengembangan ekonomi masyarakat setempat?
(3)
Berapa besar margin dan pangsa harga pemasaran produk perikanan pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat?
(4)
Sejauh mana manfaat pemasaran ekspor dan antar pulau (interinsulair) produk perikanan dari Kabupaten Selayar?
2 Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:
(1)
Mengetahui luasan jaringan pemasaran produksi perikanan yang berasal dari Taman Nasional Taka Bonerate sampai ke tangan konsumen;
(2)
Merumuskan mekanisme pasar yang kondusif dan berdaya guna untuk pengembangan ekonomi masyarakat setempat;
(3)
Menganalisis margin dan pangsa harga pemasaran produk perikanan di setiap lembaga pemasaran yang terlibat;
(4)
Menganalisis manfaat pemasaran untuk ekspor dan antar pulau (interinsulair) produk perikanan dari Kabupaten Selayar.
1.4.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi berbagai pihak
yang berkepentingan (stakeholder) seperti: nelayan, ponggawa, industri swasta maupun pemerintah dalam mengambil kebijakan dan keputusan tentang pemanfaatan serta pengelolaan sumberdaya hayati perairan yang ada di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate.
1.5.
Kerangka Pikir Salah satu sumberdaya alam penting di laut adalah ekosistem terumbu karang.
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem laut dengan keanekaragaman hayati (biodiversity) yang paling tinggi yaang merupakan habitat untuk berlindung, mencari makan dan tempat memijah beribu-ribu jenis biota laut, selain mempunyai fungsi lain sebagai pencegah pengikisan pantai. Disamping sebagai sumber hasil perikanan dan konservasi kawasan pantai, terumbu karang juga berpotensi mendukung pariwisata bahari. Keutuhan terumbu karang
dari waktu ke waktu dapat berubah, karena
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersumber dari aktivitas manusia maupun karena pengaruh alam.
Diduga bahwa pengaruh aktivitas manusia bersifat lebih
merusak daripada pengaruh alam. Sumber kerusakan utama adalah akibat eksploitasi
3 Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
langsung sumberdaya alam laut; sedangkan secara tidak langsung bersumber pada pola pemanfaatan lahan di sekitar ekosistem pantai. Tingginya permintaan pasar lokal, antar pulau, maupun permintaan ekspor komoditi perikanan, terutama terhadap ikan-ikan karang yang bernilai ekonomis tinggi, merupakan faktor utama pendorong terjadinya eksploitasi
sumberdaya perikanan
secara berlebihan, baik dengan metode yang ramah maupun yang merusak lingkungan. Secara langsung, kegiatan pemanfaatan hasil laut oleh masyarakat memberikan dampak pada peningkatan pendapatan dan tingkat kesejahteraan mereka. Disamping itu, juga memberikan kontribusi pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Selayar dan perolehan devisa negara. Namun demikian, pada kenyataannya nelayan yang melakukan penangkapan di laut sejauh ini tidak dapat menikmati pendapatan yang layak akibat proporsi dari hasil bagi yang mereka peroleh relatif lebih sedikit, dibandingkan dengan pedagang pengumpul dan pedagang besar (eksportir), yang menikmati keuntungan besar. Menyadari hal-hal tersebut di atas, maka diperlukan suatu kajian tentang sistem pemasaran yang dapat memberikan alokasi keuntungan yang adil terhadap individu dan lembaga pemasaran yang terlibat didalamnya.
setiap
Salah satu model sistem
pemasaran yang baik adalah pola kemitraan yang berbasis dan berpihak pada masyarakat.
Pendekatan penelitian ini, dirangkum dalam kerangka pikir yang
diperlihatkan pada Gambar 1 di bawah.
4 Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
TAMAN NASIONAL TAKA BONERATE
Produk perikanan (Ikan ekonomis penting)
Terumbu karang dan biodiversitasnya
(-)
- Permintaan pasar yang
(-)
(-)
tinggi - Harga tinggi
(-) (-) Kegiatan Eksploitasi Besar -besaran Deplesi Sumberdaya Perikanan dan kerusakan terumbu karang
Kegiatan lembaga dan jaringan pemasaran
(+)
Model pola kemitraan yang saling menguntungkan
Peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan PAD
(+)
Keterangan :
(+ ) Dampak yang menguntungkan ( - ) Dampak yang merugikan
Gambar 1.
Skema Kerangka Pikir Studi Jaringan Pemasaran Produksi Perikanan dari Taman Nasional Taka Bonerate
5 Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
II.
METODOLOGI PENELITIAN
2.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dipilih secara purposive, yaitu pulau-pulau di kawasan Taman
Nasional Laut Taka Bonerate (Jinato, Tarupa, Rajuni, Pasitallu, Latondu) sebagai sentra produksi, dan di ibu kota Kabupaten Selayar, Benteng, sebagai sentra pemasaran. Selain itu, untuk menelusuri luasan jalur pemasaran, model kelembagaan pemasaran masyarakat, dan untuk mengidentifikasi sarana dan prasarana sebagai faktor pendukung; maka lokasi penelitian juga dilakukan di Bulukumba dan Kota Makassar (Lampiran 2).
daerah Kabupaten Sinjai,
Penelitian ini, secara keseluruhan
dilakukan selama 4 (empat) bulan, mulai bulan Juni hingga September 2002.
2.2.
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan penggunaan metode survei,
yaitu penelitian
yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data pokok (Singarimbun, 1989). Penentuan sampel (responden) dipilih secara Cluster Random Sampling (berkelompok), dengan mengelompokan responden menjadi: (a) Nelayan penangkap ikan dan jenis alat tangkap yang digunakan; (b) Pedagang (P. Pengumpul, Pengecer, P. Besar, Eksportir); (c) Tokoh masyarakat; (d) Wakil perintah dan instansi/lembaga terkait (Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan,
Bupati Selayar, Kadin, LSM, Karantina Ikan,TPI, Balai Uji Mutu Hasil Perikanan). Secara keseluruhan, jumlah responden yang dihimpun berjumlah 338 orang dari berbagai lokasi, dan dirangkum pada Tabel 1 berikut:
6 Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Tabel 1. Lokasi dan Jumlah Sampel (Orang) Responden per Lokasi Penelitian No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Lokasi
Nelayan
Pedagang
Pemda
23 45 42 40 37 2 9 8 192
4 10 6 5 16 29 23 11 18 117
1 1 1 1 1 5 3 13
P. Latondu P. Rajuni P. Tarupa P. Jinato P.Pasitallu Benteng Bulukumba Sinjai Makassar Total
Tokoh Masyarakat 1 3 2 2 5 2 1 16
Jumlah 29 59 51 48 59 37 33 19 21 338
Sumber : Data Primer yang Diolah, 2002
2.3.
Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 sumber, yaitu: (a) Data primer, diperoleh dari hasil observasi dan wawancara langsung dengan
responden
dan
lembaga-lembaga
pemasaran
yang
terlibat,
dengan
menggunakan daftar pertanyaan dan catatan harian; (b) Data sekunder, diperoleh dari instansi yang mempunyai keterkaitan dengan
lingkup penelitian, seperti dari Dinas Perikanan, Balai Karantina Ikan, Deperindag, Bapedda dan lainnya.
2.4.
Analisis Data Berbagai analisis data dilakukan untuk menjawab permasalahan penelitian,
dengan pendekatan berupa: (a) Analisis
kuantitatif,
untuk
mengungkapkan
data
seperti:
data
harga
penjualan/pembelian, margin pemasaran, jumlah produksi dan lain-lain; (b) Analisis kualitatif, untuk menggali informasi yang mendalam mengenai sistim
pemasaran, jaringan dan luasan pemasaran yang dilakukan masyarakat, serta ketersediaan sarana dan prasarana pendukung pemasaran (formal maupun informal) (Hamid,1977); (c) Analisis
deskriptif, untuk menggambarkan proses terjadinya hubungan
kerjasama dan bentuk ikatan yang ada dalam pola kemitraan ponggawa-sawi
7 Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
dengan menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threats). Dengan demikian, analisis deskriptif dapat mengungkapkan:
Akses dan manfaat yang diperoleh nelayan dan pedagang terhadap sumberdaya dan modal yang tersedia;
Dukungan-dukungan pemasaran (sarana) yang dapat diakses oleh ke dua pihak;
Peluang yang ada bagi nelayan (sawi) maupun pedagang pengumpul (ponggawa) untuk mengembangkan usaha perikanan;
Ancaman yang mungkin timbul dari pola kemitraan yang ada; dan
Perbandingan beberapa sistim pemasaran yang dilakukan masyarakat nelayan untuk kemudian menemukan sistem pemasaran yang efisien.
(d) Analisis deskriptif, untuk menggambarkan jalur-jalur pemasaran produksi
perikanan di Taman Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Selayar, sampai ke pedagang besar di Kota Benteng dan Makassar, baik konsumen antar pulau, maupun konsumen ekspor; (e) Analisis margin pemasaran dengan rumus yang diadopsi dari Dahoklory
(1990):
- Margin Mutlak
=
Harga penjualan ditingkat Pengecer
Harga pembelian ditingkat nelayan
- Margin Mutlak Pedagang
=
Harga penjualan oleh pedagang pengecer
Harga pembelian oleh pedagang
Harga di tingkat nelayan
- PH. Produsen
=
100 % Harga penjualan oleh Pengecer
Margin Mutlak Pedagang
- PH. Pedagang
=
100% Harga Penjualan oleh Pengecer
Dimana:
PH Produsen PH Pedagang
= =
Pangsa Harga bagi Produsen Pangsa Harga bagi Pedagang
(e) Untuk mengetahui jumlah keuntungan, digunakan rumus:
π = M – Bp
8 Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
π = keuntungan lembaga pemasaran M = margin Bp = biaya pemasaran
Dimana:
(f) Untuk menghitung efisiensi pemasaran, maka rumus yang di gunakan adalah :
EP =
Ep x 100 % He
Dimana: Ep = Efisiensi Pemasaran Bp = Biaya Pemasaran setiap Lembaga He = Harga Eceran/harga penjualan setiap lembaga (g) Analisis manfaat pemasaran antar pulau (Interinsulair) dan ekspor yang akan
didasarkan pada diagram berikut: Harga (Rp/Kg) Hppj G Hppbbnp cd Hnsp ct Hppbni Hnsi
Musim
Ikan
Paceklik
(h) Analisis manfaat pemasaran menggunakan rumus yang diadopsi dari
Dahoklory (1990): G = (Hppj- Hppbni) – (Ct + Cd) Dimana: HnSi Hppbni Hppbnp Hnsp Hppj Ct Cd G
= Harga nelayan di Kabupaten Selayar pada musim ikan = Harga pembelian pedagang besar di Kota Makassar pada musim ikan = Harga pembelian pedagang besar di Kota Makassar pada musim paceklik = Harga nelayan di Kabupaten Selayar pada musim paceklik. = Harga pembelian pengecer antar pulau = Biaya transportasi = Biaya pengembangan produk = Manfaat pemasaran antar pulau/ekspor
9 Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
2.5.
Konsep Operasional Untuk membatasi diri dalam penelitian ini , maka digunakan batasan pengertian
sebagai berikut: 1. Akses, adalah kemampuan untuk mendapatkan/mengelola sumber daya yang tersedia; 2. Analisis SWOT, yaitu analisis yang digunakan untuk mengungkapkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari suatu kondisi pola kemitraan antara ponggawa dan sawi; 3.
Konsumen akhir, adalah orang atau lembaga yang melakukan pembelian barang atau komoditas dengan tujuan untuk dikonsumsi secara langsung;
4. Lembaga pemasaran, adalah orang, badan atau perusahaan yang terlibat dalam penyaluran produksi perikanan dari produsen ke konsumen; 5. Biaya pemasaran, adalah biaya dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dalam penyaluran produk dari produsen ke konsumen; 6. Margin pemasaran, adalah selisih antara biaya penjualan dan pembelian disetiap lembaga pemasaran; 7. Manfaat yaitu hasil yang dapat dinikmati oleh nelayan (sawi) , dan pedagang pengumpul (ponggawa) dari pola kemitraan yang disepakati; 8. Kelembagaan, yaitu penataan sosial yang diterima oleh masyarakat sebagai wadah untuk memenuhi kehidupan mereka; 9. Nelayan, (produsen) yaitu orang yang melakukan penangkapan ikan di laut dan hasil tangkapannya di jual ke pedagang pengumpul/ponggawa atau dikonsumsi 10. Pedagang besar, adalah pedagang yang aktif di pasar-pasar pusat (Kota Makassar) yang mendapatkan ikan dari pedagang pengumpul. 11. Pedagang pengumpul/ponggawa, adalah orang yang aktif membeli dan mengumpulkan ikan dari produsen di daerah produsen untuk dijual ke pedagang berikut, sekaligus sebagai pemberi modal kerja pada nelayan (sawi); 12. Pedagang pengecer, adalah pedagang yang aktif membeli ikan dari pedagang besaruntuk dijual, secara eceran, ke konsumen; 13. Pangsa Harga, adalah kemampuan suatu lembaga untuk meningkatkan jangkauan harganya di pasaran, yang dinyatakan dalam satuan persen; 14. Agen, lembaga atau perorangan yang merupakan perpanjangan tangan perusahaan atau pedagang yang tuganya melakukan pengumpulan dan pembelian ikan di lokasi produsen (nelayan).
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
1 0
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
III. 3.1.
TINJAUAN PUSTAKA Produksi Perikanan Di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate (TNLTBR) terdapat sejumlah
produk perikanan dari berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomis. Namun demikian, beberapa diantaranya telah menunjukkan penurunan populasi yang memprihatinkan, misalnya udang barong (Panulirus spp), yang sudah jarang ditemukan dan kalaupun ada hanya berukuran kecil. Jenis ikan berukuran besar yang bernilai ekonomis juga sudah mulai berkurang, seperti: ikan kakap (Lutjanus spp), kerapu (Ephinephelus spp), napoleon (Cheilinus spp), ekor kuning (Caesio spp), titang (Scatophagus spp), baronang (Siganus spp), belut laut (Gimnothorax spp), teripang (Holothuria spp), beragam jenis ikan hias (Ornamental coral fishes), ikan hiu, ikan pari (Trygon sp), dan gurita (Octopus spp) Penurunan populasi biota tersebut disebabkan karena aktifitas penangkapan yang intensif oleh nelayan pendatang yang berasal dari Flores, Bali, Madura maupun dari Sulawesi Selatan sendiri seperti Sinjai. Disamping itu terdapat beberapa jenis biota laut yang dilindungi, misalnya: ikan napoleon (Cheilinus spp), kima (Tridacna spp), Hippopus spp, Trochus sp, Charonia tritons, Cassus cornata, Conus textile, penyu (Chelonia spp), Eretmochelys sp, dan duyung (Dugong-dugong).
Dari jenis-jenis biota laut yang dilindungi tersebut, jenis
kima, duyung, ikan napoleon, susu bundar, Conus textile dan penyu merupakan jenis yang populasinya sangat memprihatinkan (Anonim, 1997). Selain jenis komoditas tersebut di atas di kawasan perairan Taka Bonerate terdapat berbagai jenis ikan karang yang bernilai ekonomis tinggi seperti kerapu. Kerapu merupakan ikan yang termasuk kedalam famili Serranidae, dan terdiri dari 4 genus (Cephalopolis, Cromileptis, Epinephelus dan Plectropomus). Daerah hidupnya terutama ditemukan pada perairan karang, dekat pantai; namun, sering juga ditemukan hidup di dasar perairan (campuran lumpur dan pasir) yang tidak jauh dari pantai). Ikan kerapu yang hidup tersebar di laut diberbagai tipe habitat ini terdiri dari 46 spesies. Dari jumlah sebanyak itu, hanya 4 jenis ikan Kerapu yang diekspor dan biasa disajikan di restoran kelas tinggi, yaitu kerapu bebek (Cromileptes altivelis), Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina), Kerapu Sunu (Plectropomus maculates), dan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) (Murtidjo, 2002).
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
1 1
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Kerapu bebek, dalam perdagangan internasional sangat populer dengan nama humpback seabass, atau polka-dot grouper.
Ikan ini memiliki bentuk badan yang
lonjong dan agak pipih dan disebut sebagai kerapu bebek karena kepalanya memiliki bentuk yang mendatar menyerupai kepala bebek. Kerapu ini digolongkan sebagai ikan buas demersal atau ikan buas yang hidup di dasar laut. Dasar laut yang disukai adalah pasir berkarang dan terdapat di perairan dangkal dengan kedalaman berkisar antara
10-40
m.
Kerapu
bebek
memiliki
warna
dasar
abu-abu
dengan
bintik-bintik hitam, warna badan bagian atas merah sawo matang, dengan bagian bawah keputihan.
Daerah penyebarannya di Indonesia meliputi Kepulauan Riau,
Kepulauan Seribu, Lampung Selatan, Bangka (Kordi, 2001). Kerapu lumpur, popular dengan nama groasy grouper, memiliki bentuk badan yang gepeng memanjang di habitat alamnya dengan ukuran badan dapat mencapai panjang maksimal 150 cm. Namun demikian, pada umumnya, yang berhasil ditangkap di laut memiliki panjang tubuh berkisar antara 30-50 cm. Warna dasar dari ikan kerapu ini adalah sawo matang, dan pada bagian bawah agak keputihan; selain itu terdapat garis menyerupai pita yang berwarna gelap yang melintang pada badannya. Kerapu lumpur banyak dijumpai di daerah kawasan muara sungai yang berlumpur. Epinephelus tauvina ini banyak terdapat di perairan Arafura, Teluk Cempe dan perairan sekitar Kupang (Murtidjo, 2002). Kerapu sunu dalam perdagangan internasional sangat popular dengan nama coral trout. Ikan kerapu ini memiliki bentuk tubuh yang agak gepeng dan memanjang, dengan warna badan coklat kemerahan dengan noda-noda berwarna biru yang ukurannya tidak seragam, serta sisi badan yang berwarna biru. Selain itu, pada badannya terdapat enam (6) garis yang menyerupai pita berwarna gelap yang melintang pada badannya namun adakalanya pita tersebut tidak dapat dilihat dengan jelas. Di Indonesia daerah penyebarannya meliputi perairan Kepulauan Karimun Jawa, Kepulauan Seribu, Lampung Selatan, Kepulauan Riau, Bangka Selatan dan perairan terumbu karang (Murtidjo, 2002). Ikan kerapu macan dalam perdagangan internasional dikenal dengan nama carped cod. Ikan kerapu ini mirip dengan kerapu lumpur, namun dengan ukuran tubuh yang lebih tinggi dengan noda-noda pada tubuhnya yang lebih rapat dan berwarna gelap. Seluruh tubuh ikan kerapu macan berwarna coklat kemerahan, termasuk siripnya.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
1 2
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Pemasaran ikan kerapu merupakan usaha yang menjanjikan bagi masyarakat nelayan, karena harga yang sangat tinggi terutama dalam keadaan hidup dan pasar yang sangat terbuka, karena dapat dipasarkan dalam bentuk segar, beku maupun dalam bentuk pengalengan yang semuanya merupakan komoditi ekspor; sedangkan dalam bentuk olahan (kering) dipasarkan secara lokal ataupun diantar-pulaukan (Made, 1994).
3.2.
Pemasaran Pemasaran adalah segala bentuk kegiatan atau usaha yang dilakukan agar
barang yang diproduksi dapat mengalir secara langsung ke sektor konsumsi. Definisi ini menunjukkan bahwa pemasaran itu meliputi kegiatan-kegiatan melakukan perdagangan (merchandising), promosi (promotion), penentuan harga (pricing), penjualan (selling), dan transportasi (transportation). Pemasaran adalah suatu proses yang dinamis karena merupakan suatu proses integral total dan bukanlah suatu pemilihan badan-badan yang terpecah antara fungsi-fungsi dan produk. Dengan demikian, pemasaran bukanlah suatu aktifitas atau sejumlah beberapa aktifitas saja, melainkan merupakan hasil dari hubungan timbal balik dari beberapa aktifitas (Anwar, 1994).
Selain itu, Kötler (1992) mengatakan bahwa
pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran, dimana proses pertukaran melibatkan kerja seperti: penjual harus mencari pembeli, mengenali kebutuhan pembeli, merancang produk yang tepat, mempromosikan produk tersebut, menyimpan dan mengangkutnya, menegosiasikan dan lain sebagainya. Pemasaran (marketing) pada prinsipnya adalah aliran barang dari produsen ke konsumen. Aliran barang ini dapat terjadi karena adanya peranan lembaga pemasaran. Peranan lembaga pemasaran ini sangat tergantung dari sistem pasar yang berlaku dan karateristik aliran barang yang dipasarkan. Oleh karena itu dikenal istilah saluran pemasaran atau marketing channel. Fungsi saluran pemasaran ini sangat penting, khususnya dalam melihat tingkat harga di masing-masing lembaga pemasaran (Soekartawi, 2002)
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
1 3
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Lembaga tataniaga/pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dengan mana barang-barang bergerak dari pihak produsen ke pihak konsumen. Jadi fungsi lembaga pemasaran, adalah untuk: 1. Mengurangi tugas produsen dalam kegiatan distribusi untuk mencari konsumen; 2. Membantu menyediakan peralatan dan jasa-jasa yang dibutuhkan; 3. Membantu dibidang pengangkutan; serta 4. Membantu dibidang keuangan dan menyediakan sejumlah dana untuk melakukan penjualan secara kredit terhadap produsen. Mubyarto (1989) mengatakan bahwa sistim pemasaran dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat. Pertama, mampu menyampaikan hasil-hasil dari nelayan atau petani produsen kepada konsumen dengan harga yang semurah-murahnya. Kedua, mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen terakhir pada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang itu. Hanafiah dan Saefuddin (1986) mengatakan bahwa hasil pertanian perikanan, merupakan produk yang mudah rusak atau membusuk, sifat ini menyebabkan hasil perikanan tidak dapat disimpan lebih lama tetapi harus segera dipasarkan. Hal ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Made (1994) bahwa pemasaran ikan hidup biasanya dilakukan melalui suatu saluran yang pendek mengingat sifatnya yang mudah rusak, yaitu nelayan langsung membawa hasil tangkapannya ke pedagang pengumpul/pedagang besar. Kemudian oleh pedagang dikumpulkan dan dipelihara di dalam keramba untuk mencapai jumlah tertentu selama kurang lebih dua bulan untuk kemudian dijual atau diekspor.
3.3.
Lembaga Pemasaran Lembaga pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan
atau fungsi tataniaga/pemasaran, dimana barang-barang bergerak dari pihak produsen ke pihak konsumen. Golongan produsen adalah mereka yang tugas utamanya menghasilkan barang-barang. Mereka adalah nelayan, petani ikan, dan pengolah hasil perikanan. Disamping berproduksi, mereka sering kali aktif melakukan beberapa fungsi tata niaga/pemasaran tertentu untuk menyalurkan hasil produksinya ke konsumen (Hanafiah dan Saefuddin, 1986). Sedangkan, pengertian pedagang perantara (midlemen atau intermediary) adalah mereka, baik perorangan maupun
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
perseroan, 1 4
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
yang berusaha dalam bidang tata niaga/pemasaran. Lembaga ini membeli dan mengumpulkan barang-barang yang berasal dari produsen dan menyalurkannya kepada konsumen. Adapun lembaga pemberi jasa (facilitating agencies) adalah mereka yang memberi jasa atau fasilitas untuk memperlancar fungsi tata niaga pemasaran yang dilakukan oleh produsen atau pedagang perantara, contohnya adalah bank, usaha pengangkutan, biro iklan dan sebagainya. Lembaga
pemasaran
dapat
digolongkan
berdasarkan
pemilikan
dan
penguasaan atas barangnya, yaitu: 1. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki barang, tetapi menguasai barang tersebut seperti: agen perantara (broker), selling broker, dan buying broker; 2. Lembaga pemasaran yang memiliki dan menguasai barang seperti: pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang eksport, import dan sebagainya; 3. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang seperti: lembaga pemasaran fasilitas. Lembaga pemasaran, selain berperan dalam menentukan bentuk saluran pemasaran, juga melakukan kegiatan fungsi pemasaran yang meliputi: pembelian, sortasi, penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan. Masing-masing lembaga pemasaran, sesuai dengan kemampuan pembiayaan yang dimilikinya, akan melakukan fungsi pemasaran secara berbeda-beda.
Karena
perbedaan kegiatan dan biaya yang dikeluarkan, maka tidak semua kegiatan dalam fungsi pemasaran dilakukan oleh lembaga pemasaran; dengan demikian biaya dan keuntungan pemasaran menjadi berbeda di tiap tingkat lembaga pemasaran (Soekartawi, 2002). Tahapan distribusi produk hasil tangkapan nelayan melalui beberapa lembaga yang mana setiap lembaga mempunyai fungsi dan peranan masing-masing. Pengaliran barang yang dimulai dari produsen ke konsumen terdapat kegiatan-kegiatan pengumpulan, penyimpanan
dan penimbangan.
Proses pengumpulan merupakan
tahap dalam pengaliran barang yang mana pada tahapan ini dilakukan oleh agen pemasaran. Proses penimbangan merupakan tindakan penyesuaian permintaan dan penawaran berdasarkan tempat, waktu dan kualitas.
Sedang proses penyebaran
merupakan tahap akhir dalam pengaliran barang, dimana barang terkumpul tersebar ke konsumen yang membutuhkannya (Hanafiah dan Saefuddin,1986).
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
1 5
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
3.4.
Saluran Pemasaran Pemilihan saluran pemasaran yang tepat merupakan faktor penting dalam usaha
memperlancar arus barang dari produsen ke konsumen. Meskipun barang yang disalurkan sudah sesuai dengan selera konsumen, tetapi apabila saluran yang digunakan tidak mempunyai kemampuan, kegiatan, dan inisiatif, maka usaha penyaluran barang akan mengalami hambatan (Nitisemito, 1981). Menurut Kotler (1992) bahwa kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka di pasar. Perantara membentuk sebuah saluran pemasaran yang dapat terdiri dari beberapa tingkat:
1. Saluran non-tingkat (saluran pemasaran langsung) terdiri seorang produsen yang langsung ke konsumen. Produsen
Konsumen
2. Saluran satu tingkat mempunyai satu perantara penjualan. Dalam pasar konsumen, perantara itu sekaligus sebagai pengecer Produsen
Pengecer
Konsumen
3. Saluran dua tingkat mempunyai dua perantara. Di dalam pasar konsumen mereka merupakan grosir atau pedagang besar sekaligus pengecer. Produsen
Grosir
Pengecer
Konsumen
Menurut Kartasapoetra (1986) bahwa agar usaha pemasaran dapat berlangsung baik, lancar dan tidak merugikan produsen maka prosesnya harus memperhatikan segi mental dan fisik dengan maksud agar tercapai keseimbangan antara penawaran dan permintaan di pasar. Cara yang paling umum ditempuh oleh produsen dalam menyalurkan produk mereka ke konsumen adalah melalui saluran pemasaran. Selanjutnya dikatakan bahwa panjang-pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu hasil perikanan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: a. Jarak antara produsen dan konsumen, karena makin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk; b. Cepat tidaknya kerusakan produk, karena produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima oleh konsumen, dengan demikian menghendaki saluran yang pendek dan cepat;
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
1 6
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
c. Skala produksi, karena bila produksinya dalam ukuran-ukuran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, sehingga akan tidak menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar; d. Posisi keuangan pengusaha, karena produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung akan memperpendek saluran tataniaga.
3.5. Biaya, Harga dan Margin Pemasaran Soekartawi (2002) mengatakan bahwa biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemasaran. Biaya pemasaran meliputi biaya angkut, biaya pengeringan, pungutan retribusi, dan lain-lain. Besarnya biaya pemasaran ini berbeda satu sama lain, tergantung pada: a. Macam komoditi pertanian. Seperti diketahui sifat barang pertanian adalah bulky (volume besar tapi nilai kecil), sehingga lebih banyak biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran; b. Lokasi-lokasi pengusahaan yang
terpencil, akan memberikan tambahan biaya
pengangkutan yang pada akhirnya mengakibatkan besarnya biaya pemasaran; c. Macam dan peranan lembaga tataniaga. Keterlibatan lembaga tataniaga atau lembaga pemasaran yang terlalu banyak dalam mekanisme pasar juga akan menambah biaya pemasaran, apalagi kalau cara kerja dan sistem pemasarannya belum sempurna. Berpindahnya barang niaga dari daerah produksi ke pusat konsumsi tidak terlepas dari biaya pemasaran.
Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan
selama transaksi pemindahan barang dari produsen ke konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pemasaran adalah panjang pendeknya rantai pemasaran, biaya angkutan, penyusutan barang dan peralatan produksi yang digunakan. Hanafiah dan Saefuddin (1986) juga mengatakan, bahwa biaya pemasaran mencakup jumlah pengeluaran oleh nelayan atau petani ikan untuk keperluan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan penjualan hasil produksinya, maupun pengeluaran oleh lembaga tata niaga. Menurut Mubyarto (1989), adanya biaya pemasaran karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: kurang baiknya jalan dan prasarana perhubungan; tersebarnya tempat produksi; serta banyaknya pungutan, baik yang bersifat resmi maupun tidak resmi disepanjang jalan antara produsen dan konsumen. Bila kondisi
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
1 7
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
jalan buruk berarti memperpanjang waktu pengangkutan dan memperbesar resiko kerusakan. Untuk pengertian margin, Hanafiah dan Saefuddin (1986) mengatakan bahwa margin adalah perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dengan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir. Selanjutnya, ada tiga faktor yang mempengaruhi besarnya margin pemasaran yaitu: 1) perubahan biaya pemasaran, keuntungan pedagang perantara, harga yang dibayar oleh konsumen, dan harga yang diterima oleh produsen; 2) sifat barang yang diperdagangkan; serta 3) tingkat pengolahan barang. Sementara Winardi (1993) mengatakan bahwa margin pemasaran adalah selisih harga pada produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen. Pengertian harga suatu barang adalah nilai pasar (nilai tukar) dari barang tersebut yang dinyatakan dalam jumlah uang. Harga merupakan suatu hal yang penting dan menarik bagi para penjual maupun bagi para pembeli di pasar. Bagi produsen, tingkat harga dimana mereka menjual hasil produksinya
mungkin akan mempunyai
pengaruh (efek) yang berbeda terhadap laba (profit) bersih yang akan diperolehnya. Bagi pihak pedagang, perbedaan antara harga penjualan dan biaya yang dikeluarkan menentukan besarnya laba (merge) dan merge ini merupakan dasar bagi mereka bekerja pada setiap transaksi daripada pasar-pasar diamana mereka dapat membeli dan menjual (Mubyarto 1989). Selanjutnya dikatakan Mubyarto (1989)
bahwa produsen maupun perantara
menaruh perhatian pada harga, karena harga menentukan kualitas barang yang akan dijual. Biaya tataniaga yang diikeluarkan
adalah jumlah pengeluaran perusahaan
perikanan untuk keperluan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan penjualan hasil produksinya dan termasuk, jumlah pengeluaran oleh lembaga tataniaga (badan perantara) dan laba (profit) yang diterima oleh badan bersangkutan. Biaya tataniaga suatu macam produk biasanya diukur, secara kasar, dengan margin dan spread. Margin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir. Pada suatu perusahaan istilah margin merupakan sejumlah uang yang ditentukan secara internal accounting, yang diperlukan untuk menutupi biaya dan laba, dan ini merupakan perbedaan atau spread antara harga pembelian dan harga penjualan.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
1 8
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Keuntungan adalah selisih antara harga yang dibayarkan kepada penjual pertama dengan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir (margin) setelah dikurangi dengan biaya pemasaran (Soekartawi, 2002). Sapuan (1991) menyatakan bahwa di dalam sistem pemasaran terdapat margin pemasaran yang didefinisikan sebagai harga dari sekumpulan jasa-jasa pemasaran atau perbedaan harga yang terbentuk antara produsen awal hingga konsumen terakhir. Sedangkan menurut Winardi (1993), margin dalam bidang transaksi komersil merupakan perbedaan antara harga pembelian yang dibayar oleh seorang pedagang eceran dan harga penjualannya.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
1 9
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Daerah Studi 4.1.1. Kondisi Geografi dan Letak Wilayah Taman Nasional Laut Taka Bonerate (TNLTB) terletak di Laut Flores antara 120° 55’ – 121° 25’ Bujur Timur dan 6° 20’ – 7° 10’ Lintang Selatan. Secara administrasi pemerintahan, TNLTB termasuk kedalam wilayah Kecamatan Taka Bonerate, Kabupaten Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Luas kawasan Taman Nasional ini adalah 530.765 Ha, yang terdiri dari 21 gugusan pulau-pulau kecil yang membentuk lingkaran menyerupai tapal kuda, disebut sebagai atol. Kawasan ini ditetapkan sebagai Taman Nasional Laut, karena memiliki karang atol terbesar ketiga di dunia, dengan luas 222.000 Ha, setelah atol Kwajalein, di Kepulauan Marshall, dan atol Suvadiva di Maldive Sebagai Taman Nasional Laut Taka Bonerate, kawasan ini terbagi ke dalam tiga daerah zonasi (Tabel 2), yaitu: 1)
Zona inti, yang merupakan daerah utama yang dilindungi dari kegiatan eksploitasi sumberdaya alam yang ada, dengan luas kawasan
8.050 Ha,
termasuk kedalamnya adalah Pulau Latondu Kecil, Tinanja, Ampalassa, Taka Kumai dan Taka Balalong; 2)
Zona pemanfaatan intensif, dengan luas 9.300 Ha, terdiri dari Pulau Tinabo Kecil, Lantigiang, Taka Silebu, serta Taka Sepe. Daerah ini merupakan perairan yang dapat dimanfaatkan oleh stakeholder yang ada, dengan menggunakan peralatan dan teknologi yang lebih maju;
3)
Zona
pemanfaatan
tradisional,
seluas
26.800
Ha,
merupakan
daerah
penangkapan dengan menggunakan peralatan sederhana, termasuk didalamnya adalah: Taka Lamungan, Taka Tros, Taka Bongko, dan Taka Belang.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
2 0
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Tabel 2. Pembagian Zonasi, Cakupan Lokasi dan Luas TNTB No
1
Zona
INTI
Lokasi (pulau dan taka) Latondu kecil Tinanja Ampalassa Taka Kumai dan Taka Balalong
Total Luas
2
PEMANFAATAN INTENSIF
Taka Silebu Tinabo Kecil Lantigiang Taka Sepe
Total Luas
3
PEMANFAATAN TRADISIONAL
4
Total Luas CADANGAN
Taka Bongko Taka Lamungan Taka Tros Taka Belang
Luas (Ha)
Total Luas (%)
3.100 1.400 800 2.750 8.050 1.600 1.500 3.400 2.800 9.300 1.500 20.100 4.300 900 26.800 486.615
1,52
1,75
5,05 91,68
Sumber: Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2001
Pada Tabel 3 terlihat bahwa kawasan Taka Bonerate memiliki suhu udara antara 28 – 44 °C, dengan rata-rata 36 °C; curah hujan antara 1526 – 1708 mm dan rata-rata kelembaban udara sebesar 88%. Tabel 3. Selang dan Rata-rata Parameter Iklim Kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate Parameter Iklim Suhu Udara Curah Hujan Kelembaban Udara
Selang
Rata-rata
28 – 44 °C 1526 – 1708 mm 82 – 92%
36 °C 88%
Sumber: Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2001
4.1.2. Karakteristik Pulau - Pulau Pulau-pulau dalam kawasan TNLTB mempunyai karakteristik dengan pantai berpasir putih, didominasi oleh vegetasi kelapa, dan tidak memiliki hutan bakau, sehingga tepi pantainya langsung berhubungan dengan pesisir laut. Di pulau-pulau tersebut tidak terdapat sungai, sehingga air tanah cenderung terasa asin. Untuk kebutuhan air minum, penduduk biasanya membeli dari luar kawasan atau menampung air hujan, bahkan ada beberapa penduduk yang sudah menggali sumur.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
2 1
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Pulau Rajuni Besar dan Kecil, mempunyai ketinggian ± 3 m dari permukaan laut. Bentuk kedua pulau ini memanjang dari Utara ke Selatan dengan ukuran panjang 1,5 km dan lebar sekitar 0,5 km.
Bentuk perairan dasarnya agak datar, dengan
kemiringan antara 0 – 3% dan tanpa topografi yang berarti. Pulau Latondu Besar dan Kecil, mempunyai ketinggian pulau ± 4 m dari permukaan laut. Bentuk kedua pulau ini juga memanjang dari Utara ke Selatan dengan luas sepanjang 1,5 km dan lebar 0,5 km. Bentuk wilayah dasar sampai agak datar, dengan kemiringan antara 0 – 3% dan tanpa topografi yang berarti. Pulau Tarupa Besar dan Kecil, mempunyai ketinggian pulau ± 4 m dari permukaan laut. Bentuk kedua pulau ini memanjang Utara – Selatan dengan ukuran panjang 1,8 km dan lebar kurang lebih 0,8 km. Reliefnya datar sampai agak datar, dengan kemiringan antara 0 – 3% dan tanpa topografi yang berarti. Pulau Ampalassa juga memanjang dari Utara ke Selatan, dengan panjang sekitar 1 km dan lebar 0,5 km. Ketinggian dari permukaan laut kurang lebih 3 m. Bentuk pulaunya datar sampai agak datar, dengan kemiringan antara 0 – 3% dan tanpa topografi yang berarti. Pulau Tinanja, memanjang Utara – Selatan dengan panjang kurang lebih 1 km dan lebar 0,5 km. Ketinggian dari permukaan laut kurang lebih 2 m. Bentuk wilayah datar sampai agak datar, dengan kemiringan antara 0 – 3% dan tanpa topografi yang berarti. Pulau Passitallu terdiri dari Passitallu Timur, Passitallu Tengah dan Pulau Passitallu Barat, dengan ketinggian masing-masing sekitar 4 m dari permukaan laut. Pulaunya berbentuk memanjang dari Utara ke Selatan, dengan panjang sekitar 1,2 km dan lebar sekitar 0,8 km. Bentuk pulaunya datar dengan kemiringan 0 – 3%, tanpa topografi yang berarti. Pulau Jinato memiliki ketinggian sekitar 4 m dari permukaan laut. Bentuk pulau memanjang Utara – Selatan dengan panjang sekitar 1,6 km dan lebar 0,8 km. Bentuk wilayah datar sampai agak datar dengan kemiringan 0 – 3% dan tanpa topografi yang berarti (Anonim,1997).
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
2 2
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
4.1.3. Kependudukan Mayoritas penduduk yang bermukim di dalam kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate terdiri dari suku Bajo dan Bugis. Dewasa ini kepulauan tersebut telah berubah menjadi tempat tinggal atau pemukiman, hal ini disebabkan daerah ini kaya akan sumberdaya alam laut. Penduduk menempati desa-desa yang tersebar di tujuh pulau, yaitu Pulau Rajuni kecil, Rajuni Besar (Desa Rajuni), Pulau Latondu Besar (Desa Latondu), Pulau Tarupa (Desa Tarupa), Pulau Jinato (Desa Jinato) dan Pulau Pasitallu Timur dan Passitallu Tengah (Desa Tambuna). Penduduk yang menetap di kawasan pada tahun 2001 berjumlah ± 4527 jiwa (lihat Tabel 4). Tabel 4. Nama Pulau, Luas Pulau dan Jumlah Penduduk dalam Kawasan TNTB No.
Pulau
Luas (Ha)
1 Latondu Besar 2 Rajuni Kecil 3 Rajuni Besar 4 Jinato 5. Tarupa 6 Passitallu Timur 7 Passitallu Tengah Jumlah
125 91 14 58 40 33 27 388
Jumlah Penduduk (jiwa) 594 1. 260 302 847 648 336 540 4527
Sumber: Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2001
Pulau terluas di kawasan Taka Bonerate adalah Pulau Latondu Besar, seluas 125 Ha, dengan jumlah penduduk 594 orang; sedangkan pulau terkecil adalah Rajuni Besar, seluas 14 Ha, dengan jumlah penduduk 302 orang. Pulau yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Pulau Rajuni Kecil dengan 1.260 orang . Tabel 5. Persentase Jenis Pekerjaan Penduduk di Kecamatan Taka Bonerate Jenis Pekerjaan Penduduk (%) No.
1. 2. 3. 4. 5.
Nama Pulau Jinato Rajuni Tarupa Latondu Tambuna Total
Pengusaha pelayaran
Pedagang/ Pengumpul
Nelayan
Pegawai Negeri
ABRI
LainLain
63,40 9,80 2,40 19,50 4,90 100,00
38,80 10,60 19,50 19,50 11,60 100,00
23,00 11,50 13,70 29,30 22,50 100,00
32,20 19,40 16,10 12,90 19,40 100,00
28,60 14,30 14,30 14,20 28,40 100,00
27,70 27,90 5,60 16,60 22,20 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Selayar (2001)
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
2 3
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Pada Tabel 5 terlihat bahwa penduduk yang pekerjaannya sebagai pengusaha pelayaran, pedagang pengumpul, pegawai negeri, dan ABRI persentase terbesar terdapat pada pulau Jinato masing-masing
sebesar 63,40%, 38,80%, 32,20%, dan
28,50%; dan pekerjaan penduduk sebagai nelayan persentase terbesar terdapat pada pulau Latondu sebesar 29,30% sedangkan penduduk dengan profesi lain persentase terbesar adalah pada Pulau Rajuni sebesar 27,90%. Pekerjaan penduduk dengan persentase terendah sebagai pengusaha pelayaran adalah Pulau Tarupa sebesar 2,40%; sebagai pedagang pengumpul persentase terendah adalah Pulau Tambuna sebesar 11,60%; sebagai pegawai negeri dan ABRI persentase terendah terdapat pada Pulau Latondu masing-masing sebesar 12,90% dan 14,20%; profesi sebagai nelayan persentase terendah terdapat pada Pulau Rajuni sebesar 11,50%; sebagai profesi lain persentase terendah terdapat pada Pulau Tarupa sebesar 5,90%.
4.1.4. Iklim dan Musim Tangkapan Kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate ini dipengaruhi oleh musim angin Barat, angin Timur, dan musim pancaroba. Musim angin Barat terjadi sekitar bulan Januari sampai Maret dan biasanya diikuti musim penghujan dengan angin kencang yang dapat menimbulkan gelombang laut yang besar. Musim angin Timur terjadi pada bulan Juli sampai September, yang diikuti oleh musim kemarau dan ditandai dengan kurangnya kecepatan angin, sehingga gelombang laut agak tenang. Musim pancaroba, adalah musim peralihan, terjadi antara bulan April sampai Juni dan antara bulan Oktober hingga Desember. Keadaan laut pada musim pancaroba tidak dapat diduga karena sewaktu-waktu gelombang laut tenang dan di waktu lain menjadi besar. Produksi perikanan sangat dipengaruhi oleh musim. Saat musim Barat yang disebut musim paceklik, nelayan kurang atau bahkan tidak melaut akibat besarnya ombak sehingga produksi perikanan pada umumnya menurun. Sebaliknya, saat musim Timur tiba para nelayan sangat bersyukur karena pada musim ini kondisi laut sangat bersahabat, sehingga para nelayan dengan semangat baharinya berbondong-bondong melaut untuk menangkap ikan, sehingga musim Timur ini juga sering disebut musim ikan karena produksi ikan sangat melimpah. Musim juga mempengaruhi harga jual produk perikanan, pada saat musim Barat harga ikan meningkat karena kurangnya aktivitas penangkapan, sedangkan pada musim Timur harga ikan menurun akibat hasil yang melimpah.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
2 4
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
4.1.5. Oseanografi Pada musim Barat, pada bulan Januari – Maret, arus permukaan di kawasan TNLTBR mengalir ke arah Timur dengan kecepatan 33 sampai – 50 cm/det. Pada awal musim Timur (bulan April), arus permukaan mengalir ke arah Barat dengan kecepatan lemah (12 – 38 cm/det), untuk kemudian semakin meningkat dengan kecepatan maksimum terjadi pada bulan Juni, sekitar 75 cm/det dan mengarah ke Timur. Pada akhir musim Timur, bulan Oktober, kecepatan arus mulai menurun dan mengarah ke Barat dengan kecepatan 25 – 38 cm/det. Temperatur rata-rata permukaan laut di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate berkisar antara 26,7 °C – 29 °C. Suhu permukaan mulai menurun pada bulan Mei sampai mencapai nilai minimumnya sebesar 26,7 °C pada bulan Agustus. Suhu permukaan akan mulai naik pada bulan September dan mencapai maksimum, 29 °C pada bulan Desember. Pada waktu puncak musim Barat (Januari), temperatur turun lagi sampai bulan Pebruari, kemudian naik lagi pada bulan Maret – Mei. Salinitas permukaan air di perairan TNLTB berkisar antara 33 – 34 ‰. Variasi tahunan rata-rata bertambah 1,5 ‰ pada musim Timur sampai 3 ‰ pada musim Barat. Variasi tersebut disebabkan oleh arus musiman. Pada awal bulan Barat massa air dengan salinitas rendah mengalir dari Laut Jawa ke Laut Flores yang mereduksi salinitas, tetapi hanya sekitar 0,53 ‰. Pada musim Timur massa air dari Laut Banda dengan salinitas tinggi mengalir ke Laut Flores menyebabkan salinitas di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate meningkat. Perairan TNLTB memiliki tipe pasang surut semi-diurnal, yaitu dalam sehari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut. Selang pasang tertinggi dan surut terendah berkisar antara 2 – 2,30 m (Anonim,1997).
4.1.6. Potensi Sumberdaya Laut
Berdasarkan hasil penelitian PSTK (2001), potensi sumberdaya laut di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate meliputi ekosistem, terumbu karang dan biota asosiasinya yang merupakan habitat penting bagi berbagai organisme laut ubur-ubur, cacing laut, Crustacea, Echinodermata, bintang laut, ular, penyu, dugong dan sebagainya.
Selain itu, berbagai jenis ikan juga banyak ditemukan seperti: ikan hiu,
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
2 5
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
pari, ikan-ikan karang seperti ikan badut, peri, tampal bor, kupu-kupu, kardinal, damsel, sidat, ekor kuning seperti biji nangka, kerapu, kakak tua, buntal, baronang, lepu ayam, dan napoleon, maupun ikan-ikan pelagis seperti: tuna, bobara, dan barakuda. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Selayar, jenis dan jumlah hasil tangkapan nelayan per tahun 2001 terlihat pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Jenis dan Jumlah Produksi Ikan Laut di Kec.Taka Bonerate Tahun 2001 No
Jenis Ikan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Peperek Biji Nangka Bambangan/Merah Kerapu Lencam Kakap Ekor Kuning Cucut Pari Bawal Putih Bawal Hitam Alu-Alu Layang Selar Kuwe Ikan Terbang Belanak Julung-julung Teri Tembang Lamuru Kembung Tenggiri Papua Tenggiri Total
Jumlah Produksi (Ton) 40,7 4,2 15,5 23,1 27 3,4 4,6 25,2 22,3 0,4 0,7 15,1 2,2 7,3 23 9,2 34,7 75,2 69,1 35,2 45,9 25,8 29,7 1,7 451,2
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Selayar, 2001
Dari tabel diatas terlihat bahwa terdapat 24 jenis ikan sebagai tangkapan utama nelayan. Jumlah hasil tangkapan setiap jenis ikan berbeda-beda, untuk jenis tangkapan terbanyak adalah ikan julung-julung, diikuti ikan teri , masing-masing sebanyak 75,2 dan 69,1 ton.
Kedua jenis ikan ini termasuk ikan ekonomis rendah; sedangkan ikan
ekonomis tinggi, seperti ikan kerapu, produksinya cukup tinggi sebanyak 23,1 ton. Ikan kerapu merupakan ikan yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap pendapatan nelayan karena memiliki harga jual yang relatif tinggi dan dipasarkan sampai ke luar negeri.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
2 6
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
4.1.7. Aktivitas Penangkapan Seperti umumnya masyarakat yang bermukim di pulau–pulau kecil, aktivitas kehidupan dan keseharian nelayan amat bergantung pada laut sebagai sumberdaya utamanya. Keadaan ini juga terjadi pada masyarakat yang ada di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate, yang umumnya berprofesi sebagai nelayan tangkap. Tabel 7 memperlihatkan jumlah dan jenis alat tangkap utama yang digunakan oleh nelayan di pulau-pulau dalam kawasan Taka Bonerate. Tabel 7. Persentase Jenis Alat Tangkap Utama yang Digunakan Nelayan di Kecamatan Taka Bonerate No. 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Pulau Jinato Rajuni Tarupa Latondu Tambuna
Jenis Alat Tangkap Utama Penduduk Pancing Pukat Kompressor 75,6 16,6 7,7 62,0 32,9 5,1 68,6 15,7 15,7 51,9 26,9 21,2 88,1 11,9 0,0
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Selayar (2001)
Dilihat dari jumlah dan jenis alat tangkap utama yang digunakan oleh nelayan di kawasan Taka Bonerate adalah pancing, pukat dan kompresor, mengindikasikan bahwa nelayan yang berdiam di kawasan Taka Bonerate mempunyai target tangkapan utama ikan karang. Pemilihan berbagai alat tangkap bagi nelayan tergantung pada jenis tangkapan yang diharapkan, kemampuan pengoperasian alat, serta kemampuan permodalan yang dimiliki. Karena kondisi perairan di kawasan Taka Bonerate yang umumnya berkarang, maka nelayan mengoperasikan jenis alat tangkap yang sesuai dengan kondisi tersebut, dengan target tangkapan rata-rata nelayan adalah jenis ikan karang ekonomis tinggi, seperti ikan sunu dan ikan kerapu. Sebagai pembanding data sekunder pada Tabel 7 di atas, berikut ditampilkan hasil survei terhadap berbagai jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan nelayan di kawasan Taka Bonerate (Tabel 8). Seperti terlihat pada Tabel 7, pada Tabel 8 juga terlihat bahwa jenis alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan di kawasan Taka Bonerate adalah pancing, karena jenis ikan karang, seperti sunu dan kerapu, relatif lebih mudah ditangkap dengan menggunakan alat tangkap ini. Kedua jenis ikan karang tersebut merupakan target
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
2 7
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
penangkapan, karena mempunyai nilai jual yang relatif tinggi, sehingga mendorong para nelayan untuk melakukan penangkapan secara intensif. Selain alat tangkap pancing, ada juga nelayan yang menggunakan alat tangkap bubu dan kompressor sebagai media alat tangkap.
Nampaknya, jenis alat tangkap pancing bagi nelayan di kawasan ini
dianggap lebih ekonomis digunakan karena hanya menggunakan perahu kecil (jolloro), walaupun dengan mobilitas yang terbatas. Tabel 8 juga memperlihatkan, dari sebarannya, bahwa penggunaan alat tangkap pancing atau lainnya, untuk menangkap ikan karang hanya dilakukan oleh nelayan yang berdomisili di sekitar pulau-pulau di kawasan Taka Bonerate; sedangkan nelayan dari luar kawasan relatif kurang menggunakannya, terlihat dari hanya 5 orang nelayan dari Kabupaten Sinjai dan 2 orang dari Bulukumba. Nelayan dari luar kawasan, umumnya, menggunakan alat tangkap dengan kapasitas tangkapan yang lebih besar, seperti alat tangkap gae dan long line. Nelayan luar kawasan memiliki sumber permodalan yang lebih besar, dan memiliki kemampuan terhadap jenis alat tangkap tersebut yang lebih baik.
Nelayan dari luar kawasan umumnya berasal dari Kabupaten Sinjai dan
Bulukumba. Tabel 8. Jumlah (unit) dan Jenis Alat Tangkap yang Digunakan di Kawasan Taka Bonerate Lokasi Jenis Alat Tangkap Jinato Tarupa Rajuni P.tallu Latondu Benteng B.kumba Bagang 1 0 2 1 0 0 0 perahu Pancing 29 29 30 22 15 0 5 2 3 1 2 3 1 1 Purse seine Jaring 0 4 1 2 2 0 0 Pukat 0 0 0 1 0 0 0 Bengiwang Pukat Hiu 0 3 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Long line Jala 1 0 0 0 0 0 0 Lanra 1 0 3 0 0 0 0 Bubu 6 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 Rengge' Kompresor 1 0 0 0 0 0 0 Tonda 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 41 39 38 29 21 1 6
Sinjai
Jumlah
0
4
2 1 0
132 14 9
0
1
1 1 0 0 1 0 0 1 7
6 1 1 4 7 1 1 1 182
Sumber: Data Primer setelah diolah, 2002
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
2 8
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
4.2. Pola Kemitraan Ponggawa dan Sawi Kemitraan antara ponggawa (pedagang) dan sawi (nelayan) sangat dipengaruhi oleh aspek ekonomi yang bersifat saling membutuhkan (simbiosis mutualistis). Menurut Bachtiar (1997), faktor pendorong atau motif untuk menjadi sawi adalah hasrat untuk mempertahankan diri dan mengembangkan hidup.
Hal ini bersifat sosial dan di
dalamnya terdapat segi-segi yang bersifat ekonomi yang ingin dicapai. Di kawasan Taka Bonerate hubungan yang nampak adalah hubungan usaha ekonomi, tetapi hubungan yang sesungguhnya lebih kompleks. Hal ini dipengaruhi adat masyarakat yang egaliter dan menganut asas balas budi dan menjadi faktor yang mempengaruhi langgengnya hubungan ponggawa-sawi. Pola kemitraan ponggawa-sawi, yang menggambarkan pula hak dan tanggung jawab masing-masing pihak, dapat dilihat pada skema berikut (Gambar 2): Hubungan Sosial -
Hubungan Ekonomi
Membantu Biaya Hidup Keluarga Melayani dalam kesempatan “khusus”
-
-
Sawi (Nelayan)
Penyediaan Alat tangkap Biaya Operasional Pinjaman Pembelian Hasil Tangkapan
Ponggawa
Faktor Eksternal - Harga Pasar - Harga material alat tangkap - Permintaan/Penawaran -
Gambar 2. Skema Peran dan Aktivitas yang Dilakukan Oleh Sawi dan Ponggawa Dalam Hubungan Kerjasama Pengelolaan Ikan Kerapu Hidup
Pola kemitraan yang terjalin menunjukkan bahwa masing-masing pihak saling mendukung dan melengkapi dalam aktifitasnya. Skema di atas merupakan bidang kerja sama ponggawa-sawi dalam aktivitas pengelolaan ikan kerapu hidup. Terlihat pada Gambar 2, bahwa operasional penangkapan nelayan disokong oleh ponggawa dalam
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
2 9
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
hal perlengkapan penangkapan.
Keterampilan dan pengetahuan menangkap yang
dimiliki nelayan, dihargai oleh ponggawa dalam bentuk bantuan pemenuhan berbagai kebutuhan nelayan dengan konsekuensi sawi menyerahkan hasil tangkapannya. Mekanisme sistem ponggawa-sawi yang ditemukan di lapangan yang dapat merugikan sawi antara lain adalah nilai jual ikan oleh sawi lebih rendah Rp 5000 sampai Rp 10.000 jika dibandingkan dengan nelayan yang bukan sawi. Kemudian jika utang sawi sudah hampir lunas maka ponggawa mempunyai strategi agar sawi tidak terlepas dari ikatannya dengan cara menawarkan modal baru atau kebutuhan rumah tangga dalam bentuk barang seperti TV ukuran besar, kompor gas, kulkas dan lain-lain, sehingga utang sawi akan bertambah terus. Keuntungan yang diperoleh sawi selama bermitra dengan ponggawa adalah pemenuhan kebutuhan sawi setiap saat baik berupa modal usaha maupun kebutuhan sehari-hari terpenuhi secara instan dan tanpa jaminan. Salah satu kegiatan studi ini menganalisis potensi integrasi ponggawa dengan sawi dalam pola kemitraan dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan atau keeratan hubungan interaksi timbal balik, yang pada dasarnya dapat dilihat dari aspek akses dan kontrol. Akses adalah kemampuan untuk mengupayakan atau memanfaatkan sumberdaya; sedangkan kontrol adalah peranan yang dilakukan, berupa wewenang mengatur dan atau memanfaatkan sumberdaya dalam berperilaku untuk mencapai tujuan tertentu. Kemampuan akses dan kontrol responden studi terlihat pada Tabel 9. Tabel 9. Kemampuan Terhadap Akses dan Kontrol Ponggawa dan Sawi dalam Relasi Pengelolaan Ikan Kerapu Hidup di Kawasan Taka Bonerate No 1.
2.
3.
4.
Uraian Perlengkapan Penangkapan: • Perahu • Mesin • Alat Tangkap • Bahan Bakar Operasi Penangkapan • Pengetahuan • Penangkapan • Biaya Operasional Hasil Tangkapan: • Ikan kerapu Hidup • Selain ikan kerapu Pemasaran: • Lokasi • Harga
Akses Nelayan Ponggawa
Kontrol Nelayan Ponggawa
+ + -
+++ +++ +++ +++
+ _ + -
+++ +++ +++ +++
+++ +++ +
+++
++ ++ +-
+++
+++ +++
+++ +
+
+++ +
-
+++ +++
-
+++ +++
Sumber: Data primer yang diolah, 2002 Catatan: +++ = Tinggi ++ = Sedang + = Rendah - = Tidak ada
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
3 0
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Kemampuan akses dan kontrol ponggawa, terutama terhadap permodalan usaha, secara umum lebih tinggi dan lebih besar, seperti terlihat pada tabel di atas. Selain itu, ponggawa juga sangat berpengaruh dalam hal perlengkapan penangkapan dan pemasaran. Sebaliknya, kemampuan akses dan kontrol nelayan sangat besar dalam hal pengetahuan dan pengalaman menangkap.
Dengan demikian, benang
merah yang dapat dilihat adalah bahwa nelayan memiliki kelebihan dalam aspek fisik dan pengalaman untuk menangkap; sebaliknya ponggawa memiliki kemampuan finansial dan manajerial.
Hal yang sama berlaku dalam penangkapan ikan kerapu
hidup, yaitu bahwa nelayan sangat kuat aksesnya terhadap penangkapan; sedangkan ponggawa memiliki kontrol penuh terhadap penjualan hasil tangkapan. Uraian diatas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Yusran (2002) bahwa interaksi internal antara ponggawa, clan sawi, non clan sawi dan fishing master adalah sebagai berikut: •
Hubungan hirarki antara ponggawa, clan sawi (keluarga dekat) dan non clan sawi banyak terjadi pada sistem bagi hasil, pinjaman dan pelayanan sosial lain dari ponggawa sehingga timbul sikap loyal terhadap ponggawa. Interaksi antara ponggawa dan clan sawi didominasi oleh hubungan keluarga, sementara non clan sawi sekedar hubungan kerja. Jadi kedua hubungan ini akan menciptakan kepatuhan dan loyalitas, termasuk dalam melayani keluarga ponggawa pada kesempatan-kesempatan khusus, misalnya perkawinan atau acara keluarga.
Dalam masyarakat Bugis
Makassar interaksi internal antara ponggawa dan sawi lebih erat lagi ketika musim tangkapan menurun karena meningkatnya kebutuhan hidup dalam bentuk pinjaman kepada ponggawa . •
Hubungan horisontal antara ponggawa dan fishing master dalam armada pole and line dan purse seine termasuk sawi dilakukan dalam bentuk musyawarah dalam mengambil keputusan terutama dalam menyusun strategi penangkapan dan jenis ikan yang akan di tangkap
•
Hubungan antara ponggawa dan kekuatan eksternal tidak hanya sebatas pada sawi saja tetapi, hubungan faktor eksternal selalu ada.
Contohnya
harga pasar, pedagang pengumpul lokal dan harga material alat tangkap yang pada akhirnya akan membawa pengaruh peda proses pengambilan keputusan.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
3 1
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
•
Pengaruh tidak langsung antara fishing master dan pedagang pengumpul lokalpun terjadi, tapi interaksinya tidak terjadi secara terus menerus, dan hanya terjadi jika pembagian hasil yang tidak terlalu jelas. Hal ini berarti bahwa banyak negosiasi antara ponggawa purse seine mengenai sistem pembagian. Hubungan antara fishing master dan kekuatan luar tidak hanya berlangsung dengan pedagang pengumpul laut.
Untuk mengetahui potensi masing-masing pihak dalam hubungan relasi ponggawa-sawi
yang bekerja sama dalam pengelolaan ikan
kerapu hidup, maka
dilakukan pendekatan analisis “SWOT”. Analisis ini digunakan untuk mengetahui kekuatan (Strength), kelemahan (Weakness), peluang (Oportunity), dan ancaman (Threat) yang dimiliki atau yang mungkin dihadapi oleh ponggawa dan nelayan dalam kerjasamanya. Hasil analisis yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Analisis Potensi Responden Nelayan dan Ponggawa dalam Hubungan Kerjasama Pengelolaan Ikan Kerapu Hidup di Kawasan Taka Bonerate No
Analisis
1.
Kekuatan
2.
3.
Kelemahan
Peluang
Nelayan • •
• • • • • • • • • •
4.
Ancaman
• • • • •
Pengetahuan/pengalaman Operasional langsung
Kondisi sosial ekonomi rendah Kemampuan manajemen rendah Modal usaha kurang Relasi sangat kurang Informasi pasar kurang Sifat subsisten Mempertahankan pola kemitraan Kerja sama pihak lain Nilai komoditi tinggi Perubahan status dengan sawi menjadi ponggawa Kelangkaan sumberdaya Keselamatan dan kesehatan kerja Munculnya saingan Politik perdagangan/globalisasi Kebijakan pemerintah *)
Ponggawa • • • • • • • •
Finansial – modal yang besar Lembaga pemasaran utama Kemampuan membangun relasi Sumber informasi - inovasi Penerimaan masyarakat Sangat bergantung pada nelayan Tidak ada jaminan kredit investasi Kontrol nelayan lemah
• • • •
Mendapat bantuan kredit Pengembangan usaha Nilai komoditi tinggi Permintaan Luar Negeri cukup tinggi
• • • • •
Kelangkaan sumberdaya Kehilangan investasi Munculnya saingan Pasar global Kebijakan pemerintah *)
Sumber : Data primer yang diolah Catatan :*) = Faktor yang berpengaruh ganda
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
3 2
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Terlihat dari Tabel 10, antara kekuatan dan kelemahan responden nelayan dengan ponggawa terdapat kecenderungan berkebalikan, dimana posisi kekuatan bagi ponggawa merupakan kelemahan bagi nelayan dan begitu juga sebaliknya. Selain itu, terlihat bahwa kemampuan nelayan dalam hal pengetahuan dan pengalaman sangat menonjol, sebaliknya lemah terhadap akses keuangan dan sumber permodalan usaha. Dengan mengacu pada matriks SWOT, maka dapat dilakukan analisis dengan menggunakan faktor internal dan eksternal tersebut di atas, untuk menentukan beberapa strategi dapat dilakukan, seperti: 1.
Strategi SO, adalah strategi yang dipilih dengan memanfaatkan kekuatan untuk merebut peluang yang tersedia, diantaranya adalah : a. Mempertahankan pola kemitraan yang sudah ada dengan mengarahkannya pada kemitraan yang berbasis pada pengembangan ekonomi masyarakat dengan efisiensi b. Merubah pola pikir dari usaha subsistens menjadi usaha komersial, agar status dari sawi dapat berubah menjadi ponggawa c. Menjalin kerja sama dengan pihak lain yang lebih menguntungkan.
2.
Strategi WO, adalah strategi yang dibuat untuk memanfaatkan peluang dengan mengatasi terlebih dahulu kelemahan yang dimiliki diantaranya adalah: a. Meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui penerapan teknologi tepat guna pada pemberdayaaan anggota keluarga,
terutama istri dengan anak wanita
nelayan; b. Mengupayakan modal usaha disertai dengan pembinaan teknis dengan model pendampingan; c. Melakukan sosialisasi, secara kontinu, tentang informasi pasar di tingkat nelayan sehingga nelayan bisa memberdayakan dirinya. 3.
Strategi ST, adalah strategi yang dibuat untuk memanfaatkan kekuatan dengan mengatasi tantangan yang ada. Beberapa diantaranya adalah: a. Menerapkan
alat
tangkap
yang
ramah
lingkungan,
untuk
menghindari
kelangkaan sumberdaya; b. Menyediakan alat keselamatan penangkapan dan kesehatan kerja, maupun asuransi.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
3 3
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
4.3. Luasan Jaringan Pemasaran di Kawasan Taka Bonerate 4.3.1. Luasan Jaringan Pemasaran Produksi Ikan Hidup Jaringan pemasaran adalah jumlah lembaga pemasaran yang dilalui suatu barang dari daerah produsen sampai konsumen. Dalam melakukan aktifitas, lembagalembaga tersebut melaksanakan sejumlah fungsi-fungsi pemasaran. Sementara luasan pemasaran menyangkut area distribusi hasil tangkapan nelayan. Berdasarkan pengertian di atas, maka lembaga pemasaran ikan hidup yang teridentifikasi di kawasan Taka Bonerate adalah: nelayan, pedagang pengumpul lokal, pedagang pengumpul kecil, pedagang perantara (agen), ponggawa dan pedagang besar.
Hasil penelitian menemukan lima bentuk jaringan pemasaran ikan hidup di
kawasan Taka Bonerate. Skema alur perdagangan ikan hidup menunjukkan jalur distribusi seperti yang terlihat pada Gambar 3.
Nelayan (Produsen) V
II IV
I
Pedagang Pengumpul (Ponggawa)
Pedagang Pengumpul Kecil
III
Pedagang Pengumpul Besar
Pedagang Besar
Agen
Eksportir Importir (Kapal Hongkong)
Gambar 3. Skema Jaringan Pemasaran Ikan Hidup di Taka Bonerate Keterangan: : Model pemasaran I : Model pemasaran II : Model pemasaran III : Model pemasaran IV : Model pemasaran V
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
3 4
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Dengan demikian, bentuk-bentuk jaringan pemasaran ikan hidup adalah: 1. Nelayan
Pedagang Pengumpul Besar
Pedagang Besar
Eksportir 2. Nelayan
Pedagang Pengumpul Kecil
Pedagang Pengumpul Besar
Eksportir 3. Nelayan 4. Nelayan
Agen Ponggawa
Pedagang Besar 5. Nelayan
Pedagang Besar
Eksportir
Pedagang Pengumpul Besar
Eksportir Agen
Importir (Kapal Perikanan dari Hongkong)
Selanjutnya, Gambar 4 berikut menunjukkan daerah distribusi alur pemasaran ikan hidup dari Taka Bonerate.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
3 5
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Gambar 4. Peta Saluran Pemasaran Ikan Hidup dari Kawasan Taka Bonerate Kabupaten Selayar
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
3 6
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
4.3.1.1.
Analisis Biaya Pemasaran Ikan Hidup
Biaya pemasaran merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses pergerakan barang dari tangan produsen sampai ke tangan konsumen akhir. Biaya-biaya tersebut mempengaruhi besarnya perbedaan antara harga yang diterima oleh produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen.
Tabel 11. Biaya Pemasaran Ikan Hidup oleh Lembaga Pemasaran di Kawasan Taka Bonerate No 1
Lembaga Pemasaran Nelayan
2
Jumlah Pedagang Pengumpul
3 4
Jumlah Ponggawa Agen
5
Jumlah Pedagang Besar
6
Jumlah Eksportir
Uraian Biaya Umpan Tenaga Kerja Transportasi Transportasi Tenaga Kerja Transportasi Transportasi Tenaga Kerja Biaya Pemeliharaan Tenaga Kerja Biaya Pemeliharaan Pajak Tenaga Kerja
Jumlah
(Rp/Kg) 600 1.000 225 1.825 500 650 1.150 500 800 1.000 100 1.900 750 200 950 300 650 950
Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2002
Dari tabel di atas terlihat bahwa biaya tertinggi dikeluarkan oleh agen sebesar Rp 1900/kg terdiri dari biaya transportasi, tenaga kerja dan pemeliharaan, sedangkan terendah dikeluarkan oleh ponggawa sebesar Rp 500/kg yang hanya mengeluarkan biaya transportasi.
4.3.1.2.
Margin Pemasaran Ikan Hidup
Margin pemasaran adalah selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian. Perbedaan harga disebabkan adanya biaya dan keuntungan yang diharapkan. Perhitungan besarnya margin mutlak pemasaran ikan hidup dari Taka Bonerate dilampirkan (Lampiran 4); sedangkan rangkuman perhitungan setiap jaringan terlihat pada Tabel 12.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
3 7
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Tabel 12. Margin Mutlak Pemasaran Ikan Hidup dari Taka Bonerate Berdasarkan Nilai Ekonomis per komoditi Margin Mutlak (Rp)
Harga/Kg Musim
Barat
Timur
Jenis Komoditi
Lobster Napoleon kerapu lumpur Baby (0,2-0,6) Super (0,6-1,3) Sunu Baby (0,2-0,6) Super (0,6-1,3) 1,3–UP (ekor) Kerapu macan Lobster Napoleon Kerapu lumpur Baby (0,2-0,6) Super (0,6-1,3) Sunu Baby (0,2-0,6) Super (0,6-1,3) 1,3–UP (ekor) Kerapu macan
Harga di Tingkat Produsen (Rp) Rendah Tinggi 130.000 140.000 125.000 150.000
Harga Jual Eksportir (Rp) Rendah Tinggi 135.000 150.000 200.000 350.000
Rendah
Tinggi
5.000 75.000
10.000 200.000
15.000 -
40.000
30.000 -
60.000
15.000 -
20.000
25.000 50.000
80.000 90.000 70.000
30.000 70.000
130.000 150.000 100.000
5.000 30.000
50.000 60.000 30.000
130.000 120.000
140.000 130.000
130.000 300.000
150.000 350.000
5.000 180.000
10.000 220.000
10.000 -
35.000
25.000 -
55.000
20.000
33.000 70.000
125.000 145.000 90.000
15.000 10.000 20.000
23.000 50.000
75.000 85.000
50.000 60.000 20.000
Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2002
Dari Tabel 12 terlihat, bahwa pada musim Timur margin mutlak tertinggi ada pada jenis ikan napoleon sebesar Rp 220.000/kg; sedangkan margin mutlak terendah untuk jenis lobster sebesar Rp 5.000/kg. Pada musim Barat, margin mutlak terendah untuk jenis sunu baby (0,2 – 0,6 kg) dan lobster, masing-masing sebesar Rp 5.000/kg; sedangkan tertinggi adalah untuk jenis napoleon, sebesar Rp 200.000/kg.
Secara
keseluruhan, margin mutlak tertinggi diperoleh ikan jenis Napoleon, karena komoditi ini merupakan salah satu ikan yang memiliki jumlah permintaan pasar yang tinggi; namun sekaligus merupakan ikan yang dilindungi. Untuk margin mutlak per lembaga pemasaran, pada Tabel 13 berikut terlihat bahwa
pedagang pengumpul besar memperoleh margin mutlak tertinggi, sebesar
Rp 30.000/kg, baik saat musim Barat maupun Timur, untuk jenis ikan sunu; sedangkan terendah, sebesar Rp 2.000/kg, untuk jenis ikan kerapu lumpur pada kedua musim.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
3 8
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Tabel 13. Margin Mutlak Ikan Hidup per Lembaga Pemasaran dari Taka Bonerate Lembaga Pemasaran
Musim Barat
PPB Timur Barat PB Timur Barat PPK Timur Barat Agen Timur Barat Ponggawa Timur Barat Eksportir Timur
Nilai Ekonomis Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Lobster 5.000 10.000 5.000 10.000 10.000 10.000 10.000 5.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 10.000 10.000 10.000 20.000 20.000 20.000 5.000 5.000
Margin Mutlak per Komoditi (Rp) Kerapu Sunu Napoleon lumpur 15.000 2.000 5.000 20.000 15.000 20.000-30.000 10.000 2.000 5.000 20.000 10.000 20.000-30.000 10.000 12.000 5.000 100.000 10.000 5.000-30.000 10.000 10.000 2.000 70.000 10.000 5.000-10.000 25.000 3.000 5.000 10.000 5.000 10.000-20.000 20.000 3.000 10.000 10.000 5.000 5.000-30.000 45.000 2.000 5.000 50.000 20.000 20.000-30.000 50.000 2.000 6.000 50.000 12.000 20.000-30.000 35.000 1.000 5.000 30.000 5.000 20.000-20.000 35.000 1.000 5.000 30.000 5.000 2.000-20.000 150.000 10.000 5.000 100.000 10.000 5.000-20.000 140.000 2.500 3.000 80.000 10.000 5.000-30.000
Kerapu Macan 5.000 10.000 5.000 10.000 15.000 10.000 5.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 25.000 20.000 15.000 20.000 15.000 20.000 20.000 20.000 30.000 10.000
Sumber: Hasil Olahan Data Primer Keterangan: PPB= Pedagang Pengumpul Besar; PB= Pedagang Besar; PPK= Pedagang Pengumpul Kecil
Pedagang besar memperoleh margin mutlak tertinggi pada musim Timur, sebesar Rp 70.000/kg untuk ikan napoleon dan terendah, pada musim Barat, sebesar Rp 2.000/kg untuk jenis ikan sunu. Untuk pedagang pengumpul kecil, diperoleh margin mutlak tertinggi, sebesar Rp 30.000/kg untuk jenis ikan sunu, pada musim Timur; dan terendah, sebesar Rp 3.000/kg untuk jenis ikan kerapu lumpur, baik pada musim Barat maupun pada musim Timur.
Selebihnya, pihak agen memperoleh margin mutlak
tertinggi, sebesar Rp 50.000/kg untuk jenis ikan napoleon pada musim Barat maupun Timur dan terendah sebesar Rp 2.000/kg untuk jenis ikan kerapu lumpur pada musim Barat maupun Timur. Ponggawa memperoleh margin mutlak tertinggi, sebesar Rp 35.000/kg untuk jenis ikan napoleon pada musim Barat maupun Timur; dan terendah, sebesar Rp 1.000/kg untuk jenis ikan kerapu lumpur, pada musim Barat maupun Timur. Eksportir, sebagai lembaga terakhir, memperoleh margin mutlak tertinggi, sebesar Rp 150.000/kg untuk jenis ikan napoleon, pada musim Barat; dan terendah sebesar Rp 2.500/kg untuk jenis ikan kerapu lumpur, pada musim Timur.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
3 9
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Tabel 14. Margin Mutlak yang Diterima oleh Masing-masing Saluran Pemasaran Saluran Pemasaran Saluran Pertama
Saluran Kedua
Saluran Ketiga
Saluran Keempat
Saluran Kelima
Musim Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur
Nilai Ekonomis Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Lobster 35.000 40.000 20.000 20.000 45.000 50.000 30.000 35.000 50.000 50.000 45.000 30.000 45.000 50.000 30.000 30.000 40.000 40.000 25.000 25.000
Margin Mutlak (Rp) per komoditas Kerapu Napoleon Sunu lumpur 175.000 24.000 15.000 220.000 35.000 30.000-80.000 160.000 14.500 10.000 170.000 30.000 30.000-70.000 190.000 15.000 15.000 130.000 30.000 35.000-70.000 170.000 75.000 18.000 110.000 25.000 55.000-65.000 205.000 24.000 15.000 250.000 40.000 40.000-70.000 200.000 14.500 11.000 200.000 32.000 40.000-60.000 210.000 25.000 20.000 250.000 40.000 50.000100.000 195.000 15.500 30.000 200.000 35.000 32.000-90.000 195.000 12.000 10.000 150.000 30.000 35.000-40.000 190.000 4.500 9.000 130.000 22.000 35.000-50.000
Kerapu Macan 40.000 40.000 40.000 30.000 35.000 40.000 45.000 30.000 45.000 40.000 60.000 40.000 55.000 60.000 55.000 50.000 30.000 30.000 55.000 30.000
Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2002
Tabel 14 memperlihatkan bahwa, margin mutlak tertinggi yang diperoleh lembaga pemasaran, didominasi oleh jenis ikan napoleon, karena komoditi tersebut termasuk ikan hias yang dilindungi dengan permintaan untuk pasar ekspor yang cukup tinggi.
Sedangkan margin mutlak terendah untuk setiap lembaga pemasaran
didominasi untuk jenis ikan kerapu lumpur. Berdasarkan Tabel 14 tersebut, terlihat bahwa margin mutlak yang diperoleh pada masing-masing saluran pemasaran tertinggi, didominasi oleh jenis ikan napoleon. Margin mutlak tertinggi, sebesar Rp 250.000/kg, ada pada saluran pemasaran ketiga saat musim Barat; dan margin mutlak terendah, sebesar Rp 4.500/kg tercatat pada saluran pemasaran kelima, untuk jenis ikan kerapu lumpur, disaat musim Timur.
4.3.1.3.
Pangsa Harga Ikan Hidup
Informasi mengenai pangsa harga digunakan untuk melihat atau mengetahui proporsi harga yang diambil di setiap tingkatan lembaga pemasaran. Pangsa harga ikan hidup dapat dihitung dengan dua cara.
Pertama, dilihat dari pangsa harga
produsen dan kedua, dilihat dari pangsa harga pedagang. Pangsa harga produsen adalah perbandingan antara harga produsen dengan harga penjualan pedagang terakhir.
Sedangkan pangsa harga pedagang adalah perbandingan antara margin
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
4 0
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
mutlak dengan harga penjualan pedagang terakhir.
Perhitungan pangsa harga ikan
hidup dilampirkan pada Lampiran 5. Untuk pangsa harga yang diperoleh produsen berbagai komoditi tangkapan disajikan pada Tabel 15 berikut. Tabel 15. Pangsa Harga Produsen (nelayan) pada Dua Musim Tangkapan untuk Berbagai Jenis Komoditas Hasil Tangkapan
Musim
Nilai Ekonomi Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Barat
Rendah Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Timur
Rendah Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi
Jenis Komoditi Lobster Lobster Napoleon Kerapu lumpur Baby (0,2 – 0,6) Super (0,6 – 1,3) Sunu Baby (0,2 – 0,6) Super (0,6 – 1,3) 1,3 – >>/ekor Kerapu macan Lobster Labster Napoleon Kerapu lumpur Baby (0,2 – 0,6) Super (0,6 – 1,3) Sunu Baby (0,2 – 0,6) Super (0,6 – 1,3) 1,3 – UP/Ekor Kerapu macan
Harga Produsen (Rp/Kg) 130.000 140.000 125.000 150.000
Harga Ekspor (Rp/Kg) 135.000 150.000 200.000 350.000
15.000 40.000
30.000 60.000
50,0 66,7
25.000 80.000 90.000 50.000 70.000 130.000 140.000 120.000 130.000
30.000 130.000 150.000 70.000 100.000 130.000 150.000 300.000 350.000
83,3 61,5 60,0 71,4 70,0 100 93,3 40,0 37,1
10.000 35.000
25.000 55.000
40,0 63,6
23.000 75.000 85.000 50.000 70.000
33.000 125.000 145.000 70.000 90.000
69,7 60,0 58,6 71,4 77,8
PH (%) 96,3 93,3 62.5 42,9
Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2002
Berdasarkan tabel tersebut di atas, terlihat bahwa pangsa harga produsen tertinggi adalah 100% saat musim Timur, untuk jenis lobster; sedangkan terendah, 37,1%, juga saat musim Timur untuk jenis ikan napoleon. Untuk pangsa harga yang diperoleh oleh pedagang, khusus ikan hidup dapat dilihat pada Tabel 16 berikut
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
4 1
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Tabel 16. Pangsa Harga Pedagang Ikan Hidup Berdasarkan Lembaga Pemasaran untuk Dua Musim Tangkap Lembaga Pemasaran
Musim Barat
PPB Timur Barat PB Timur Barat PPK Timur Barat Agen Timur Barat Ponggawa Timur Barat Eksportir Timur
Pangsa Pasar (%) Kerapu Sunu Lumpur 6,66 167 15,4 15,4-20,0 10,0 20,0 20,0 15,4-23,1 40,0 16,7 16,7 3,84-20,0 50,0 8,0 20,0 3,84-7,69 10,0 16,7 8,33 7,7-20,0 15,0 40,0 10,0 23,1-3,84 6,7 16,7 33,3 13,3-23,1 10,0 24,0 24,0 23,1-15,4 3,33 16,7 8,33 13,3-15,4 5,0 20,0 10,0 15,4 33,3 16,6 16,6 3,8-13,3 12,5 12,0 20,0 3,8-23,1
Nilai Ekonomis
Lobster
Napoleon
Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi
3,84 7,14 4,34 8,33 7,69 7,14 8,69 4,16 15,4 14,3 17,4 16,7 15,4 14,3 17,4 16,7 7,7 7,14 8,7 16,6 15,4 14,4 4,3 4,2
5,0 5,71 3,57 6,66 3,33 28,6 3,57 23,3 8,33 2,9 7,14 3,33 15,0 14,3 17,9 16,7 11,6 8,6 12,5 10,0 50,0 28,6 50,0 26,7
Kerapu Macan 5,0 10,0 5,0 9,09 15,0 8,33 5,0 9,09 10,0 8,33 10,0 9,1 10,0 8,3 25,0 18,0 15,0 16,6 15,0 18,2 20,0 16,0 30,0 9,1
Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2002 Keterangan: PPB = Pedagang Pengumpul Besar PB = Pedagang Besar PPK = Pedagang Pengumpul Kecil
Berdasarkan Tabel 16 di atas, terlihat bahwa pangsa harga tertinggi diperoleh oleh pedagang pengumpul besar (PPB), sebesar 25,5% untuk jenis kerapu lumpur saat musim Barat; sedangkan terendah, 3,84%, untuk jenis lobster saat musim Barat. Bagi pedagang besar (PB), pangsa harga tertinggi, sebesar 50,0%, diperoleh untuk jenis kerapu lumpur saat musim Timur; dan terendah, 3,33%, untuk ikan napoleon pada musim Barat.
Bagi pedagang pengumpul kecil, pangsa pasar tertingginya, sebesar
40,0%, diperoleh untuk jenis ikan sunu saat musim Timur; dan terendah, 2,9%, untuk jenis napoleon pada musim Barat. Berikutnya, bagi agen pangsa harga tertingginya adalah 25,0% untuk jenis kerapu macan pada musim Timur dan terendah, 6,7%, untuk jenis kerapu lumpur pada musim Barat. Bagi ponggawa, pangsa pasar tertingginya adalah 20,0% untuk jenis sunu pada musim Timur dan terendah 3,33% untuk jenis kerapu lumpur pada musim Barat. Terakhir bagi pihak eksportir pangsa harga tertinggi
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
4 2
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
yang diperoleh adalah sebesar 50,0% untuk jenis napoleon saat musim Timur dan Barat; dan terendah, 3,8%, diperoleh untuk ikan sunu pada musim Barat.
4.3.1.4.
Keuntungan Lembaga Pemasaran
Keuntungan pemasaran merupakan selisih harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen setelah dikurangi dengan biaya pemasaran. Keuntungan dari suatu lembaga pemasaran tidak terlepas dari biaya pemasaran, dimana biaya pemasaran yang dikeluarkan berupa pergerakan ikan kerapu hidup dari tangan produsen sampai ke konsumen (eksportir). Besar kecilnya biaya pemasaran untuk hasil perikanan tergantung dengan besar kecilnya lembaga pemasaran dan jumlah fasilitas yang diperlukan dalam proses pergerakan ikan kerapu hidup itu. Adapun jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran ikan kerapu hidup tersebut berupa biaya angkutan, biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja, pajak dan lain-lain. Dari Tabel 17 di bawah diketahui bahwa keuntungan terbesar yang diperoleh lembaga yang terlibat dalam pemasaran ikan kerapu hidup adalah sebesar Rp 28.850/kg terlihat pada tingkat pedagang pengumpul pada musim Timur.
Jenis
kerapu hidup yang diperdagangankan adalah kerapu sunu super. Sementara keuntungan terkecil adalah sebesar Rp 100/kg pada tingkat agen baik pada musim Barat maupun musim Timur, sementara jenis kerapu yang diperdagangkan adalah kerapu lumpur ukuran baby. Besarnya keuntungan yang dperoleh oleh lembaga pemasaran berkaitan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan, semakin besar biaya yang dikeluarkan semakin besarpula peroleh keuntungan yang diharapkan, begitu juga sebaliknya. Jadi suatu kewajaran yang ada bila keuntungan yang besar dimiliki oleh lembaga yang juga berani menanggung kerugian yang relatif besar Keuntungan itu sendiri merupakan selisih antara harga penjualan dengan biaya pemasaran, atau dari besarnya biaya-biaya pemasaran yang dikeluarkan akan memperoleh suatu keuntungan pemasaran. Pada Tabel 17 diperlihatkan keuntungan yang diterima pihak lembaga pemasaran yang terlibat dalam tata niaga atau pemasaran ikan kerapu hidup.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
4 3
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Tabel 17. Keuntungan Lembaga Pemasaran Ikan Kerapu Hidup dari Taman Nasional Taka Bonerate Lembaga Pemasaran P. Pengumpul Ponggawa Agen P.Besar Eksportir
Musim Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur
Keuntungan Lembaga Pemasaran Kerapu Lumpur Kerapu Sunu Baby Super Baby Super 8.850 3.850 3.850 1.850 28.850 8.850 3.850 1.850 19.500 4.500 4.500 500 19.500 3.500 4.500 500 28.100 3.275 18.275 100 28.100 4.500 10.275 100 4.050 4.050 9.050 11.050 4.050 1.050 9.050 9.050 3.875 3.875 8.875 8.875 3.875 1.875 8.875 1.335
Kerapu Macan 8.850 8.860 19.500 18.500 8.275 18.500 19.050 19.050 8.875 8.875
Sumber : Data Primer setelah diolah, 2002.
4.3.1.5.
Efisiensi Pemasaran
Semua kegiatan pemasaran menghendaki adanya sesuatu yang disebut efisiensi, yaitu dengan pengorbanan yang serendah mungkin sehingga mencapai tingkat kepuasan yang diinginkan.
Efisiensi yang dimaksud disini adalah efisiensi
pemasaran ikan hidup yang terdapat dikawasan taman nasional laut Taka Bonerate. Berdasarkan hasil penelitian maka besarnya persentase efisiensi pemasaran pada setiap lembaga dapat dilihat tabel berikut: Tabel 18 menunjukkan bahwa, eksportir merupakan lembaga yang lebih efisien dengan persentase efisiensi hanya mencapai 9,2% dibandingkan dengan ponggawa yang mencapai persentase efisiensi pemasaran sebesar 48,4%. Hal ini disebabkan karena besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh ponggawa dibandingkan eksportir. Besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh ponggawa ini disebabkan karena jarak pemasaran ikan kerapu hidup dari ponggawa yang menetap di daerah produsen ke pihak eksportir yang menetap di ibukota kabupaten. Dan diantara saluran-saluran tersebut, maka saluran yang paling efisien adalah saluran ke IV dengan nilai efisiensi pemasaran rata-rata 46,7% dan inefisiensi adalah saluran I dengan nilai efisiensi pemasaran rata-rata 139,7%.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
4 4
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Tabel 18. Efisiensi Pemasaran Ikan Kerapu Hidup dari Taman Nasional Taka Bonerate
No
Lembaga Pemasaran
1.
Ponggawa
2.
Pedagang Besar
3.
Eksportir Saluran I Pedagang Pengumpul
4. 5.
Pedagang besar
6.
Eksportir
Musim Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur
Saluran II 7.
Agen
8.
Pedagang Besar
9.
Eksportir
Barat Timur Barat Timur Barat Timur
Saluran III 10.
Pedagang Besar
11.
Eksportir
Barat Timur Barat Timur
Saluran IV
Efisiensi Pemasaran Kerapu Lumpur Kerapu Sunu Baby Super Baby Super 25,0 6,0 10,0 1,5 27,3 7,5 10,0 1,5 4,7 1,9 3,8 0,7 5,4 2,3 4,3 0,7 3,1 1,6 3,1 0,7 4,7 1,9 3,8 0,7 70,2 21,2 25,0 5,8 4,6 3,8 7,7 1,2 5,7 4,6 7,7 1,2 4,7 1,9 3,8 0,7 5,4 2,3 4,3 0,7 3,1 1,6 3,1 0,7 4,7 1,9 3,8 0,7 28,2 16,1 30,4 5,8 23,7 4,7 9,5 1,2 25,3 6,3 9,5 1,2 4,7 1,9 3,8 0,7 5,4 2,3 4,3 0,7 3,1 1,6 3,1 0,7 4,7 1,9 3,8 0,7 66,9 18,7 34,0 6,0 4,7 1,9 3,8 0,7 5,4 2,3 4,3 0,7 3,1 1,6 3,1 0,7 4,7 1,9 3,8 0,7 17,9 7,7 15,0 2,8
Kerapu Macan 2,1 2,1 0,9 0,9 0,9 0,8 7,5 1,6 1,6 0,9 0,9 0,7 0,8 6,5 2,4 2,4 0,9 0,9 0,7 0,8 8,1 0,9 0,9 0,7 0,8 3,3
Total 44,6 48,4 12,0 13,6 9,2 11,9 139,7 18,9 20,8 12,0 13,6 9,2 11,9 86,4 41,9 45,1 12,0 13,6 9,2 11,9 133,7 12,0 13,6 9,2 11,9 46,7
Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2002
4.3.1.6.
Volume Produksi
Seperti telah disampaikan sebelumnya, produksi perikanan sangat dipengaruhi oleh musim, yang di kawasan Taka Bonerate ini terbagi menjadi: musim penangkapan, musim peralihan (pancaroba), dan musim paceklik. Musim penangkapan, ditandai dengan banyaknya kegiatan penangkapan biasanya berlangsung pada bulan September sampai Januari.
Musim peralihan
biasanya terjadi pada bulan Februari sampai April; sedangkan musim paceklik berlangsung pada bulan Mei sampai bulan Agustus. Volume produksi yang dihasilkan oleh nelayan sangat bervariasi. Pada musim penangkapan, umumnya nelayan selalu memperoleh ikan setiap kali penangkapan; tetapi pada musim paceklik, kadang-kadang nelayan tidak memperoleh hasil sama
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
4 5
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
sekali. Berikut ini adalah proyeksi jumlah hasil tangkapan nelayan yang didasarkan pada hasil survei yang dilakukan di lapangan sekitar pertengahan Juni 2002
dari
ukuran waktu tersebut musim yang berlaku adalah musim transisi (pancaroba). Tabel 19. Rata-Rata Jumlah Produksi Ikan Hidup Tangkapan per Responden Nelayan di KawasanTaka Bonerate No 1 2 3 4 5
Lokasi Latondu Rajuni Tarupa Jinato Pasitallu Rata-rata
Kg/Minggu
Kg/Bln
Kg/Thn
16,5 12,75 20,76 18,72 55,2 24,8
66 51 83,04 74,90 220,8 449,8
594 45,9 747,4 674,1 1987,2 1809,7
Sumber: Data primer, 2002
Dari Tabel 19 di atas, terlihat bahwa jumlah hasil tangkapan dari setiap lokasi berbeda-beda baik hasil tangkapan harian, mingguan, bulanan maupun data tahunan. Jumlah hasil tangkapan, perminggu, yang terbanyak
diperoleh nelayan responden
Desa Pasitallu sebesar 55,2 kg; sedangkan paling sedikit tercatat di Desa Latondu dengan jumlah produksi mingguan 16,5 kg.
Bila dirata-ratakan maka jumlah hasil
tangkapan nelayan pada kelima lokasi survei didapatkan 24,8 kg per minggu, sementara hasil perbulan tercatat 449,8 kg dan untuk pertahun sebanyak 1.809,7 kg.
4.3.1.7.
Analisis Manfaat Pemasaran Ikan Hidup
Tujuan utama usaha perdagangan adalah untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari sejumlah biaya yang dikeluarkan. Dalam aktivitas pemasaran terdapat berbagai komponen biaya yang harus dikeluarkan. Adapun komponen dan perkiraan jumlah biaya pemasaran yang dilakukan pedagang ikan hidup seperti ikan napoleon, kerapu lumpur, sunu, kerapu macan dan lobster yaitu meliputi biaya operasional rata-rata yang dikeluarkan untuk melakukan transaksi. Dengan mengetahui proporsi biaya pemasaran pada pedagang besar di Kota Benteng dalam melakukan aktifitas pemasaran dan eksportir, perlu diketahui bahwa jumlah ikan yang diperdagangkan oleh pedagang besar di Kota Benteng bukan saja ikan yang berasal dari kelima pulau yang disurvei di Taka Bonerate, tetapi juga berasal dari luar kawasan Taman Nasional, seperti dari Kecamatan Pasimasunggu dan Pasilambena. Manfaat yang diperoleh dapat di hitung dengan menggunakan rumus
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
4 6
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
(Dahoklory, 1990) (lihat Lampiran 12.1).
Setelah dikalkulasi diperoleh manfaat
pemasaran ikan hidup tertinggi ditingkat pedagang pengumpul besar pada musim Barat adalah sebesar Rp. 127.045/kg dan terendah di tingkat eksportir pada musim Timur sebesar Rp. 28.035,82/kg.
Menurut hasil wawancara, volume penjualan ikan
kerapu hidup di Benteng antara 1.000 kg sampai 2.000 kg atau rata-rata 1500 kg per 2 minggu; sehingga dalam satu bulan volume produksi rata-ratanya adalah Rp 3.000/kg, dan proyeksi dalam waktu 1 tahun adalah: 9 bulan produktif x Rp 3.000/kg = Rp 27.000/kg. Jadi total manfaat pemasaran satu kali penjualan adalah 1.500 kg x Rp 28.035,82/kg = Rp 42.053.730 pada musim Timur sedangkan pada musim Barat adalah 1500kg x Rp 127.045/kg = Rp 190.567.500. Hal tersebut memperlihatkan bahwa manfaat pemasaran yang diperoleh pada musim Baratjauh lebih besar dari musim Timur karena harga ikan memang melonjak naik pada musim Barat terutama jenis komoditi seperti di atas, maka secara ekonomis pemasaran ikan hidup pada musim Barat lebih menguntungkan dibandingkan musim Timur. Kenyataan di lapangan apabila dikaitkan dengan retribusi yang dibayar oleh pedagang besar dan eksportir untuk sekali penjualan sebesar Rp 100.000 sampai Rp. 200.000, maka nilai ini sangat kecil dan tidak proporsional dengan manfaat pemasaran yang diperoleh pedagang seperti di atas. Seyogyanya pemerintah daerah meningkatkan nilai retribusi perdagangan ikan hidup ini di sesuaikan dengan nilai manfaat yang diperoleh cukup besar sehingga secara langsung dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Selayar.
4.3.2. Luasan Jaringan Pemasaran Ikan Segar Penelusuran luasan jaringan pemasaran dimaksudkan untuk melihat seberapa jauh cakupan pasar atau area pemasaran suatu komoditas, selain itu untuk melihat berbagai model jaringan pasar komoditi termasuk berbagai jenis lembaga pemasaran yang terlibat dalam distribusi hasil tangkapan nelayan hingga ke tangan konsumen. Dari hasil survei, diperoleh enam (6) model jaringan pemasaran produk ikan segar di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate. Masing-masing model tersebut tersaji dalam Gambar 5. Untuk daerah tujuan pemasaran ikan segar dari kawasan Taka Bonerate, cakupannya cukup luas, seperti terlihat pada Gambar 6 berikut.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
4 7
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
VI
II
Nelayan (Produsen)
III
V
IV
Pedagang Pengumpul Laut
Ped.Antar Pulau NTT Bau-bau Gorontalo
TPI Sinjai/Bulukumba/ Makassar
Pedagang Pengecer
Pedagang Antar Daerah (Juragan /Ponggawa)
Pedagang Besar (Makassar)
Konsumen (Rumah Makan, Restoran dan Hotel)
I
Ped.Pengumpul Darat/Lokal
Agen
Eksportir Bali/Makassar
Konsumen (Rumah Makan, Restoran dan Hotel) Makassar, Pinrang. Pare-Pare, Polmas, Bantaeng, Toraja Keterangan:
: Model I : Model II : Model III
: Model IV : Model V : Model VI
Gambar 5. Skema Saluran Pemasaran Ikan Segar Di Kawasan Taka Bonerate Kabupaten Selayar Tahun 2002
Dari skema tersebut, maka jalur-jalur pemasaran ikan segar dapat diuraikan sebagai berikut : • Model 1 • Model 2 • Model 3 • Model 4 • Model 5 • Model 6
: Produsen Æ Ped.Pengumpul darat/lokal Æ Agen Æ Eksportir di Bali : Produsen Æ Ped.Pengumpul Laut Æ TPI Sinjai, Bulukumba Æ Ped. Antar Daerah/Juragan (ponggawa) Æ Pengecer Æ Konsumen. : Produsen Æ Ped.Pengumpul Laut Æ TPI Sinjai & Bulukumba Æ Ped. Besar (Makassar) Æ Eksportir Makassar. : Produsen Æ Ped. Pengumpul Laut Æ TPI Sinjai, Bulukumba & Makassar Æ Ped.Pengecer Æ Konsumen. : Produsen Æ Ped. Antar Daerah Æ Ped. Besar Makassar Æ Konsumen : Produsen Æ Ped.Pengumpul Darat Æ Ped. Antar Pulau Æ Konsumen (rumah makan, restoran, hotel)
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
4 8
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Gambar 6. Peta Saluran Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Taka Bonerate Kabupaten Selayar
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
4 9
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Pemasaran ikan segar dari kawasan Taka Bonerate sampai ke konsumen akhir melalui rantai pemasaran yang cukup beragam dan umumnya relatif pendek, walaupun jumlah lembaga pemasaraan yang terlibat di dalamnya cukup banyak.
Lembaga
pemasaran yang terlibat dari produsen sampai ke konsumen tercatat ada 10 jenis lembaga yaitu: nelayan, pedagang pengumpul laut, pedagang pengumpul darat, pedagang pengecer, agen, pedagang antar daerah, pedagang antar-pulau, pedagang besar, konsumen akhir, dan eksportir. Pada model saluran pertama, pedagang pengumpul darat, yang berasal dari Kota Benteng di Selayar, membeli ikan ke pulau-pulau yang ada di kawasan. Selanjutnya melalui agen yang berkedudukan di Benteng, ikan tersebut dijual ke eksportir yang berkedudukan di Bali. Pada model saluran kedua dan ketiga, jalurnya dimulai dari produsen ke pengumpul laut, yang akan membawanya ke TPI, dimana di TPI ini ikan tersebut dapat dijual keberbagai lembaga pemasaran seperti: pedagang antar-daerah (juragan/ponggawa), pedagang besar, pedagang pengecer maupun langsung ke konsumen. Pada saluran model ketiga, pedagang pengumpul laut (secara lokal disebut pang’es) melakukan transaksi di laut dengan membeli ikan secara langsung dari nelayan, untuk kemudian dibawa ke Tempat Pendaratan Ikan (TPI). TPI yang dituju adalah TPI Labuang Korong dan TPI Kajang, keduanya di Kab. Bulukumba, TPI di Kab. Sinjai, TPI Benteng di Kab. Selayar, dan TPI Rajawali di Kota Makassar. Khusus di TPI Sinjai,
ikan
dari
Pang’es
ditadah
oleh
paccata,
atau
petugas
TPI
Sinjai
yang melakukan pelelangan secara terbuka. Paccata ini kemudian melakukan pemotongan harga sebesar 10%/keranjang (berat isi = 50 kg) pada setiap transaksi ikan yang terjual. Biaya pemotongan diperuntukkan bagi biaya buruh angkut, administrasi dan gaji karyawan TPI.
Sedangkan di TPI Bulukumba, ikan dari pang’es langsung
diterima oleh pedagang pengumpul besar atau ponggawa (juragan) atau pengecer. Perlu diketahui bahwa ponggawa (juragan) adalah pemilik beberapa unit kapal yang dioperasikan oleh nelayan dan mereka itu, biasanya memberikan pinjaman modal kepada nelayan untuk keperluan hidup dan biaya operasional penangkapan. Dengan demikian, sebagai konsekuensinya,
hasil tangkapan nelayan harus dijual kepada
ponggawa yang memberikan pinjaman. Biasanya setelah ikan laku terjual, ponggawa akan memotong langsung sebagian hasil penjualannya untuk mengansur pinjaman para nelayannya.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
5 0
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Pedagang pengumpul laut terdiri dari pang’es dan pedagang pengumpul lokal di pulau-pulau; sedangkan yang termasuk pedagang pengumpul darat adalah pedagang pengumpul besar, atau ponggawa (juragan kapal) yang umumnya berkedudukan di Kabupaten Bulukumba, Kab. Sinjai, Kota Benteng, dan TPI Rajawali di Makassar.
4.3.2.1. Biaya Pemasaran Ikan Segar Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran dari tangan produsen hingga ke konsumen.
Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
masing-masing lembaga pemasaran ikan segar dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 20. Biaya Pemasaran oleh Masing-Masing Lembaga Pemasaran Ikan Segar No
Lembaga Pemasaran
1.
Nelayan
2.
Total P. Pengumpul Laut
3.
Total P. Pengumpul Darat
4.
Total Pedagang Besar
5.
Total Pedagang Antar Daerah
6.
Total Pedagang Antar Pulau
7.
Agen
Uraian Biaya Umpan Transportasi Tenaga Kerja Transport Tenaga Kerja Transport Tenaga Kerja Transport Tenaga Kerja Transport Tenaga Kerja Transport Tenaga kerja Retribusi
Total Transport Tenaga Kerja Total
Rp/Kg 50 100 97 247 200 375 575 250 50 300 100 300 400 200 100 300 500 100 50 650 10 30 40
Sumber : Hasil olahan data primer, 2002
Dari tabel di atas, terlihat bahwa biaya tertinggi dikeluarkan oleh pedagang antar pulau sebesar Rp 650/kg sedangkan biaya terendah dikeluarkan oleh pihak agen sebesar Rp 40/kg.
Hal tersebut disebabkan karena pedagang antar-pulau harus
mengeluarkan retribusi dan memiliki kondisi yang berbeda dengan pihak agen.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
5 1
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
4.3.2.2. Analisis Margin Pemasaran Ikan Segar Margin mutlak pemasaran ikan segar adalah harga pembelian ditingkat pedagang pengecer (sebagai konsumen akhir) dikurangi harga pembelian ditingkat nelayan.
Margin mutlak pemasaran bagi pedagang adalah harga penjualan oleh
pedagang dikurangi harga pembelian oleh pedagang tersebut.
Untuk menganalisis
tingkat margin setiap lembaga, maka komoditi dikelompokkan menjadi ikan ekonomis rendah dan ikan ekonomis tinggi. Yang termasuk ikan pelagis ekonomis tinggi adalah ikan layang, tenggiri, tongkol, cakalang, hiu dan ikan pari; sedangkan ikan pelagis ekonomis rendah adalah: ikan sardin, mairo (teri), simbulla, kembung dan ikan merah (sinrili). Yang termasuk ikan demersal ekonomis tinggi adalah: ikan kerapu, sunu dan kakap; sedangkan yang termasuk ikan demersal ekonomis rendah adalah: ikan lamuru, baronang, kakatua, ekor kuning dan katamba.
Margin mutlak pemasaran bagi
kelompok ikan ekonomis rendah dan tinggi dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Margin Mutlak Pemasaran Ikan Segar dari Taka Bonerate ke Konsumen
Jenis Komoditi
Musim Barat
Timur
-
Nilai Ekonomis
Pelagis Pelagis Demersal Demersal Rajungan Cumi Gurita Kerang Pelagis Pelagis Demersal Demersal Rajungan Cumi-cumi Gurita Kerang
Rendah Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi
Harga Pembelian Tingkat Nelayan (Rp) 4.500 17.000 7.000 15.000 10.000 9.000 10.500 5.000 2.000 6.750 7.000 13.000 7.500 8.000 9.500 4.000
Harga Penjualan Tingkat Pengecer (Rp) 10.000 17.000 10.000 25.000 15.500 15.000 17.000 7.000 4.000 9.000 8.000 17.000 12.500 13.000 15.000 5.500
Margin Mutlak (Rp) 5.000 10.000 3.000 9.500 5.500 5.000 6.500 2.000 2.000 3.750 1.000 9.000 5.000 5.000 5.500 1.500
Sumber : Hasil olahan data primer, 2002
Berdasarkan Tabel 21 terlihat bahwa pada musim Barat, margin mutlak tertinggi sebesar Rp 10.000/kg, adalah untuk jenis ikan pelagis ekonomis tinggi; dan terendah, sebesar Rp 2.000/kg, untuk jenis kerang.
Pada musim Timur, margin mutlak tertinggi
sebesar Rp 9.000/kg, adalah untuk jenis ikan demersal ekonomis tinggi dan terendah, sebesar Rp 1.000/kg, untuk jenis ikan demersal ekonomis rendah. Dari nilai margin
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
5 2
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
mutlak tersebut terlihat adanya perbedaan harga, walaupun tidak besar, antara musim Barat dan musim Timur. Tabel 22. Margin Mutlak yang Diterima Masing-masing Lembaga Pemasaran pada Penjualan Ikan Segar di TNTB No
Lembaga Pemasaran
1.
Pengumpul Laut
2.
Pengumpul Darat
3.
Pedagang Besar
4.
Antar Daerah
5.
Antar Pulau
6.
Agent/Eksportir Bali
7.
Pengecer
Margin Mutlak (Rp) berdasarkan musim tangkap Komoditi
Musim Paceklik (Barat)
Musim Ikan (Timur)
Ek. Rendah
Ek. Tinggi
Ek. Rendah
Ek. Tinggi
Pelagis
2.000
2.000
1.000
3250
Demersal
2.000
2.000
1.000
3000
Rajungan
0
5.500
0
5.000
Pelagis
1000
2000
1.500
2.000
Demersal
2000
2.000
2.000
2.000
Pelagis
1,500
2,200
2.500
4,200
Demersal
2,000
2,000
2.000
1,500
Pelagis
1.000
2,000
1.500
1,500
Demersal
3,000
2,000
1.250
3.000
Pelagis
2,500
0
1.500
0
Pelagis
4.500
0
2,000
0
Demersal
2,000
40,000
1,000
35.000
Pelagis
500
2,000
1,000
1,000
Demersal
1,500
2,500
1,000
1,500
Cumi-cumi
0
5.000
0
5.000
Kerang
0
1.000
0
1.500
Sumber: Data primer setelah diolah, 2002
Berdasarkan Tabel 22, diketahui bahwa margin tertinggi lembaga pemasaran ikan segar, sebesar Rp 40.000/kg, diperoleh oleh agen (eksportir di Bali) untuk ikan demersal ekonomis tinggi, saat musim Barat , sedangkan margin terendah, sebesar Rp 500/kg, diperoleh pengecer untuk jenis ikan pelagis ekonomis rendah pada musim Barat
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
5 3
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Tabel 23. Margin Mutlak yang diterima oleh masing-masing Saluran Pemasaran ikan segar Margin Mutlak (Rp) per musim tangkap No
Lembaga Pemasaran
Komoditi
Musim Paceklik (Barat) Ek. rendah
1.
Saluran pemasaran I
Saluran Pemasaran II
3.
Saluran Pemasaran III
4.
Saluran Pemasaran IV
5. 6.
Saluran Pemasaran V Saluran Pemasaran VI
Ek. rendah Ek. tinggi
Pelagis
6.500
6,200
4,750
8.500
Demersal
6.000
6,000
5,000
9.500
Rajungan
-
5.500
-
5.000
Pelagis
3.500
4.000
2,750
4.250
Demersal 2.
Ek. tinggi
Musim Ikan (Timur)
5.500
2,000
4.250
Rajungan
-
6.500
5.500
-
5.000
Cumi-cumi
-
5.000
-
5.000
Kerang
-
1.000
-
1.500
Pelagis
2,500
2.000
1,750
3.250
Demersal Pelagis
3.500 7,500
3.000 4.000
1,000 1,500
3.000 2.000
Demersal
6,000
3.500
3,000
3.500
Pelagis
2.500
4.250
5,000
5.200
Demersal
5.000
7.000
5,000
9.500
Pelagis
4.500
4.200
3,000
5.200
Demersal
2.000
3.000
4,000
6.500
Rajungan
-
5.500
-
5.000
Sumber : Hasil olahan data primer, 2002
Pada Tabel 23 terlihat bahwa margin mutlak saluran pemasaran tertinggi, sebesar Rp 9.500/kg, diperoleh saat musim Timur untuk jenis ikan demersal ekonomis tinggi, pada bentuk saluran pemasaran I dan V. Di lain pihak, margin mutlak terendah, sebesar Rp 1.000/kg, diperoleh saat musim Barat untuk jenis kerang ekonomis tinggi pada bentuk saluran pemasaran II, maupun saat musim Timur untuk jenis demersal ekonomis rendah pada saluran pemasaran III.
4.3.2.3. Analisis Pangsa Harga Ikan Segar
Berdasarkan Tabel 24 di bawah, terlihat bahwa pangsa harga yang diperoleh produsen untuk berbagai jenis komoditi yang dihasilkan jumlahnya bervariasi. Kisaran jumlah pangsa harga yang diperoleh nelayan antara 45% - 87,5%. Pangsa harga tertinggi adalah untuk jenis ikan demersal ekonomis rendah, saat musim Timur;
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
5 4
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
sedangkan terendah tercatat untuk jenis ikan pelagis ekonomis tinggi, saat musim Barat. Perlu kembali diketahui bahwa pangsa harga produsen adalah jumlah proporsi atau bagian harga yang diperoleh oleh nelayan dari total, secara keseluruhan, harga pasar untuk jenis komoditi tersebut. Tabel 24. Pangsa Harga Produsen Ikan Segar Harga (Rp/kg) Musim
Komoditi
Pelagis
4.500
Penjualan oleh Pengecer 10.000
PH (%) 45
7.000
17.000
41,17
Rendah
7.000
10,000
70.00
Tinggi
15.500
25,000
62,00
Rajungan
Tinggi
10.000
-
Cumi-cumi
Tinggi
9.000
15.000
60
Suso
Rendah
5.000
7.000
71.42
Gurita
Tinggi
Pelagis Demersal Timur
Rendah
Ditingkat Nelayan
Tinggi
Domersal Barat
Nilai Ekonomis
Rajungan
-
10.500
17.000
61.80
Rendah
2.000
4.000
50
Tinggi
6.750
9.000
75
Rendah
7.000
8.000
87,5
Tinggi
13.000
17,000
76,47
Tinggi
7.500
-
-
Cumi-cumi
Tinggi
8.000
13.000
61.53
Suso
Rendah
4.000
5.500
72.72
Gurita
Tinggi
9.500
15.000
63.3
Sumber : Data Primer Hasil Olahan, 2002
Pangsa harga merupakan kemampuan dari suatu lembaga pemasaran untuk meningkatkan jangkauan harganya di pasaran, dinyatakan dalam satuan persen. Berdasarkan Tabel 25 di bawah, diketahui bahwa pangsa harga terbesar diperoleh produsen ,sebesar 87,50%, untuk jenis ikan demersal ekonomis rendah, saat musim Timur; sedangkan terendah, diperoleh pedagang pengumpul darat, sebesar 12,2%, untuk jenis ikan demersal ekonomis tinggi, saat musim Barat.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
5 5
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Tabel 25. Pangsa Harga yang diterima Oleh Masing-masing Lembaga Pemasaran Ikan Segar No.
1.
2.
3. 4.
Pangsa Harga (%) per musim tangkap Lembaga Pasar
Komoditi
Musim Barat
Musim Timur
Ek. rendah
Ek. tinggi
Ek. tendah Ek. tinggi
Pelagis
45
41,17
50
75
Demersal
70
62
87,50
76,4
Rajungan
Produsen (Nelayan)
Pedagang Pengumpul Laut Pedagang Pengumpul Darat Pedagang Antar Daerah
-
Cumi-cumi Kerang (isinya/Suso) Gurita
-
60
71.42
-
72.72
-
-
61.8
-
72.72
Pelagis
55.55
16.66
50
65
Demersal
25
12,9
16.66
46.15
Rajungan
-
-
-
-
25
-
75
-
-
12,2
-
26,66
16.12
-
-
23,70
Pelagis Demersal Pelagis
61.53
Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2002
4.3.2.4. Keuntungan Pemasaran Ikan Segar Keuntungan
yang
diperoleh
pada
setiap
lembaga
pemasaran
dapat
menunjukkan tingkat keberhasilan setiap lembaga dalam tingkat penjualannya. Perbedaan harga disebabkan karena adanya tambahan harga yang merupakan keuntungan yang diperoleh dari biaya-biaya yang dikeluarkan setiap lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran. Adapun besarnya keuntungan pemasaran yang diperoleh setiap lembaga pemasaran di kawasan Taka Bonerate dapat dilihat pada tabel berikut.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
5 6
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Tabel 26. Keuntungan Lembaga Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Taka Bonerate
1
Lembaga Pemasaran Pengumpul Laut
2
Pengumpul Darat
3
Pedagang Besar
4
Ped.Antar Daerah
5
Ped.Antar Pulau
6
Agen
No
Komoditi Pelagis Demersal Rajungan Pelagis Demersal Pelagis Demersal Pelagis Demersal Pelagis
Musim Barat Ek.rendah Ek.tinggi 1425 1425 1425 1425 4925 700 1700 1700 1700 1100 1800 1600 1600 700 1700 2600 1600 1929 -
Pelagis Demersal
4460 1960
3996
Musim Timur Ek.rendah Ek.tinggi 2675 425 2425 425 4425 1200 1700 1700 1700 2100 3800 1600 1100 1200 1200 850 2600 929 1960 960
960
Sumber : Hasil olahan data primer, 2002
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa agen pada musim Barat mempunyai keuntungan terbesar dibanding dengan lembaga pemasaran lainnya yaitu sebesar Rp 4.460/kg pada komoditi ikan pelagis ekonomis rendah. Sedangkan pengumpul laut memiliki keuntungan terendah sebesar Rp 425/kg, hal ini terjadi karena besarnya biaya yang dikeluarkan oleh pengumpul laut dalam proses pemasaran.
4.3.2.5. Efisiensi Pemasaran Ikan Segar Semua kegiatan pemasaran menghendaki adanya sesuatu yang disebut efisiensi, yaitu dengan pengorbanan yang serendah mungkin sehingga mencapai tingkat kepuasan yang diinginkan.
Efisiensi yang dimaksud disini adalah efisiensi
pemasaran ikan hidup yang terdapat di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate. Berdasarkan hasil penelitian maka besarnya persentase efisiensi pemasaran pada setiap lembaga dapat dilihat tabel berikut:
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
5 7
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Tabel 27. Efesiensi Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Taka Bonerate
No
Lembaga Pemasaran
Efesiensi Pemasaran Musim
Pelagis Rendah
1
Pengumpul Darat/Lokal
2
Agent
Saluran I Pengumpul 1 Laut 2
PAD
3
Pengecer
Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur
Saluran II 1
PPL
2
Ped.Besar
Barat Timur Barat Timur
Saluran III 1
P.Peng. Laut
2
Pengecer
Saluran IV P.Antar 1 Daerah 2
Ped.Besar
Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur
Saluran V 1
P.P.Daerah
2
P.Antar Pulau
Saluran VI
Barat Timur Barat Timur
3,75 5,45 0,25 0,5 9,95 7,19 12,7 3,75 5,45 2.09 5,5 36,68 7,19 12,7 4,4 5 29,29 7,19 12,7 2,09 5,5 27,48 3,75 5,45 4,4 5 18,6 3,75 5,45 7,14 8,78 25,12
Demersal
Tinggi
1,66 3,75 5,41 4,79 7,66 1,66 4,29 1,29 2,44 22,13 4,79 7,66 1,98 3,28 17,71 4,79 7,66 1,29 2,44 16,18 1,66 3,75 1,98 3,28 10,67 1,66 3,75 5,41
Rajungan
Cumi-Cumi
Jumla hTotal
Kerang
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
3,75 3,75 0,5 0,5 8,66 8,22 9,58 3 4,62 2,2 2,75 30,37 8,22 9,58 3,33 3,33 24,46 8,22 9,58 2,2 2,75 22,75 3,75 3,75 3,33 3,33 14,16 3,75 3,75 7,5
1,36 2,31 0,04 0,05 3,76 2,87 5,75 1,36 2,61 0,88 1,29 14,76 2,87 5,75 1,48 3,08 13,18 2,87 5,75 0,88 1,29 10,79 1,36 2,31 1,48 3,08 8,23 1,36 2,31 3,67
-
-
-
-
-
-
-
-
3,71 4,6 8,31 3,71 4,6 8,31 -
-
3,71 4,6 8,31 -
-
-
3,14 4,4 7,54 3,14 4,4 7,54 -
2 1,29 1,47 6,52 1,29 1,47 2,76 -
-
-
-
-
1,47 1,69 3,16 1,47 1,69 3,16 -
-
-
-
-
1,76
Sumber: Hasil olahan data primer, 2002 Keterangan: PAP = Pedagang Antar Pulau PAD = Pedagang antar Daerah PB = Pedagang Besar PPL = Pedagang Pengumpul Laut PPD = Pedagang Pengumpul Darat
Dari tabel diatas, terlihat bahwa efisiensi pemasaran tertinggi terdapat pada saluran ke II dengan nilai 129,49% yang terdiri dari pedagang pengumpul laut, pedagang antar daerah dan pengecer. Sedangkan terendah terdapat pada saluran ke I dengan nilai 27,78% yang terdiri dari pedagang pengumpul darat/lokal dan agen. Hasil menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan pada saluran II lebih rendah dibanding saluran I, hal tersebut sesuai dengan pendapat Mubyarto (2000) yang mengatakan bahwa sistem pemasaran dianggap efisien apabila memenuhi syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen ke konsumen dengan biaya yang serendahrendahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil daripada keseluruhan harga
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
5 8
10,52 15,26 0,79 1,21 27,78 28,54 42,05 11,77 22,87 6,46 19,54 129,4 26,78 40,29 11,19 14,69 92,95 26,78 40,29 12,36 19,54 98,97 10,52 15,26 11,19 14,69 51,66 10,52 15,26 7,14 8,78 41,7
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
yang dibayar konsumen akhir kepada semua lembaga yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang.
4.3.2.6. Volume Produksi Jumlah produksi hasil tangkapan nelayan sangat ditentukan oleh musim tangkapan, seperti halnya nelayan pada umumnya akan melakukan
kegiatan
penangkapan, yang lebih intensif saat kondisi laut dalam keadaan tenang dan relatif kurang pada saat kondisi laut mempunyai gelombang yang besar.
Berikut pada
Tabel 28, diperlihatkan jumlah produksi tangkapan untuk kategori ikan segar oleh ratarata nelayan di kawasan Taka Bonerate.
Tabel 28. Produksi Ikan Segar (setelah dikonversi per bulan) Per Lokasi Survei di Kawasan Taka Bonerate
No
Lokasi
1
Latondu
2
Rajuni
Jumlah Produksi Jumlah rata-rata/hari Responden (Kg) (orang) 483 18 163,5 45
Total Jumlah Produksi/hari (kg) 8.694
Total Produksi/bulan (kg) 1.565
7.358,8
183.971
3
Tarupa
30
17,6
527,1
15.814
4
Jinato
31
4,3
133.3
4.133
5
Passitallu
19
0.78
15
285
6
Tambuna
8
32,4
259.1
2.073
1
730
730
730
5
195,4
547.2
2.736
4
3.144,4
12.577.5
50.310
7 8 9
Benteng Bulukumba Lappa
Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2002
Tabel 28 memperlihatkan jumlah produksi terbesar terdapat di Pulau Rajuni dengan total produksi 183.971 kg, yang diperoleh oleh responden sebanyak 45 orang; sedangkan, produksi terendah terdapat di Pulau Passitallu, dengan total produksi 285 kg, dari responden sejumlah 19 orang. Setiap responden mengoperasikan alat tangkap yang berbeda-beda.
Tingginya produksi yang diperoleh dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, diantaranya jenis alat tangkap yang digunakan, penentuan fishing ground oleh nelayan, lamanya operasi/trip dan musim tangkap.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
5 9
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
4.3.2.7. Analisis Manfaat Pemasaran Ikan Segar Pemasaran ikan segar untuk jenis pelagis demersal, rajungan, cumi-cumi, gurita dan
kerang
dapat
mendatangkan
manfaat
yang
lebih
besar
apabila
dapat
meminimalkan biaya yang dikeluarkan dan memperoleh harga jual yang tinggi. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas pemasaran antar pulau meliputi biaya penanganan (biaya operasional) dan biaya transportasi. Dengan mengetahui proporsi biaya pemasaran pada pedagang pengumpul dalam melakukan aktifitas pemasaran antar pulau, maka manfaat yang diperoleh dapat dihitung berdasarkan rumus Dahoklory (1990) (lihat Lampiran 12.2) Berdasarkan hasil analisis manfaat yang diperoleh, bahwa manfaat
yang
terendah terdapat pada tingkat pedagang antarpulau pada musim Barat sebesar Rp 1.350/kg sedangkan manfaat tertinggi terdapat pada tingkat eksportir sebesar Rp 33.946/kg pada musim Barat.
Hal tersebut menunjukkan bahwa manfaat
pemasaran pada musim Barat sedikit lebih tinggi dari musim Timur, karena pada musim Barat banyak nelayan yang berproduksi sehingga volume pembelian ditingkat pedagang pengumpul cukup tinggi apalagi jika didukung oleh tingginya permintaan ditingkat eksportir. Manfaat yang tertinggi pada tingkat eksportir yang berdomisili di Bali menunjukkan bahwa usaha tersebut cukup memberikan kontribusi khususnya bagi pihak Pemda setempat (PAD) sedangkan pedagang antar pulau dari kawasan Taka Bonerate cenderung membawa hasil produksi ke daerah lain yang mempunyai TPI karena dari 38 TPI /PPI yang ada di Sulawesi Selatan, Kabupaten Selayar termasuk daerah yang belum memiliki TPI/PPI satu pun. Pedagang antar pulau memperoleh banyak manfaat dari TPI/PPI karena pada TPI inilah biasanya tersedia sarana yang mendukung terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli. Sarana yang biasanya disediakan oleh TPI biasanya pelabuhan kapal nelayan, Gudang pendingin (cold storage), timbangan, buruh angkut dan sebagainya. Transaksi perdagangan yang terjadi di TPI biasanya akan menguntungkan pihak pedagang dan pembeli, karena harga produk perikanan yang dijual ditentukan melalui mekanisme tawar-menawar, dimana banyak penjual maupun pembeli sehingga tidak ada satupun lembaga perorangan yang dapat menentukan harga sekehendak hati (price maker) tetapi mengikuti fluktuasi harga yang berlaku (price taker).
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
6 0
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Berdasar pada hal tersebut, seyogyanya pihak Pemerintah Daerah Kab. Selayar mampu mengambil tindakan-tindakan berupa penyediaan sarana penunjang perikanan tangkap seperti PPI atau TPI
4.3.3. Jaringan Pemasaran Produksi Ikan Olahan Hasil survei yang diperoleh jaringan pemasaran produksi ikan olahan di kawasan Taka Bonerate adalah yang diperlihatkan pada Gambar 7 berikut.
NELAYAN / PRODUSEN
PEDAGANG PENGUMPUL LOKAL
PEDAGANG ANTAR PULAU
BENTENG BANTAENG
PEDAGANG ANTAR DAERAH
FLORES NTT
BULUKUMBA SINJAI
PEDAGANG BESAR MAKASSAR
KENDARI
MAUMERE PEDAGANG PENGECER KONSUMEN
Gambar 7. Skema Jaringan Pemasaran Ikan Olahan di Kawasan Taka Bonerate
4.3.3.1.
Luasan Jaringan Pemasaran Ikan Olahan
Skema jaringan pemasaran ikan olahan di kawasan TNLTB di atas menunjukkan ada empat model saluran pemasaran produk ikan olahan. Jaringan tersebut terbentuk oleh saluran-saluran pemasaran dari tiap lembaga yang terlibat dalam pemasaran produk perikanan, mulai dari produsen hingga ke konsumen.
Dengan demikian,
masing-masing saluran pemasaran untuk ikan olahan (dalam bentuk ikan asin) digambarkan pada Gambar 8 di bawah ini. Sedangkan Gambar 9 menunjukkan daerah distribusi alur pemasaran ikan olahan dari Taka Bonerate.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
6 1
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
1.
Nelayan
Pedagang pengumpul lokal
Pedagang Antar Daerah
Konsumen (Makassar)
2.
Nelayan
Pedagang pengumpul lokal
Konsumen (Makassar)
3.
Nelayan
Pedagang Besar
Pedagang Antar Daerah
Pedagang Pengecer
Pedagang pengumpul lokal
Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
Konsumen (Benteng, Sinjai, Bulukumba dan Bantaeng
4.
Nelayan
Pedagang pengumpul lokal
Pedagang Antar Pulau (Flores, Maumere, NTT, dan Kendari)
Gambar 8. Jaringan Pemasaran Ikan Olahan di Kawasan Taka Bonerate (dalam bentuk ikan asin)
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
6 2
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Gambar 9. Peta Saluran Pemasaran Iakn Olahan di Kawasan Taka Bonerate Kabupaten Selayar
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
6 3
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
4.3.3.2.
Biaya Pemasaran Ikan Olahan
Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemasaran. Biaya pemasaran meliputi biaya angkut, biaya pengeringan, pungutan retribusi, dan lain-lain selama dalam proses pemasaran kerapu kering dari kawasan Taka Bonerate sampai ketangan konsumen. Sesuai dengan Soekartawi (2002) bahwa pada dasarnya, biaya pemasaran komoditi perikanan biasanya di pengaruhi oleh biaya pengolahan, biaya penyimpanan, biaya transportasi serta jarak dan banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat dalam pergerakan barang dari produsen sampai ke konsumen. Untuk mengetahui jumlah biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat maka dapat dilihat pada Tabel 29 berikut ini:
Tabel 29. Biaya Pemasaran yang Digunakan oleh Masing-masing Lembaga Pemasaran dan Saluran Pemasaran Ikan Kerapu Kering di Kawasan Taka Bonerate, 2002. No.
Lembaga Pemasaran
1. 2. 3.
Produsen (Nelayan) Pedagang Pengumpul Lokal Pedagang Besar Makassar
4.
Pedagang Pengecer Bulukumba
5. 6. 7.
Sal. I 740,0 158,3 1.600,0
Sal. IV 740,0 158,3 -
-
-
110,0
-
-
-
900,0
-
-
105,0
-
530,0 -
2.498,3
2.603,3
1.908,3
1428,3
Pedagang Antar Daerah (Bulukumba, Benteng dan Sinjai) Pedagang Antar Pulau Pedegang Pengecer Makassar
Total
Biaya (Rp/Kg) Sal. II Sal. III 740,0 740,0 158,3 158,3 1.600,0 -
Sumber: Data Primer yang Telah Diolah, 2002
Pada Tabel 29, dapat dilihat bahwa lembaga pemasaran yang mempunyai biaya pemasaran
yang
terendah
adalah
pedagang
pengumpul
lokal
yang
hanya
mengeluarkan biaya pemasaran berupa biaya tenaga kerja dan pengemasan sebesar Rp 158,3 /kg. sedangkan lembaga pemasaran yang mengeluarkan biaya pemasaran yang tertinggi adalah pedagang besar sebesar Rp 1600/kg. Tingginya biaya pemasaran yang keluarkan oleh
pedagang besar karena biaya kemasan, retribusi, biaya
transportasi dan penyimpanan perawatan produk kerapu kering tersebut sebelum dijual ke pedagang pengecer dan swalayan di Jakarta. Untuk melihat biaya yang dikeluarkan pada setiap saluran dapat dipaparkan bahwa pada saluran pertama yang melibatkan 3 lembaga pemasaran mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp 2.498,3/kg. Tingginya biaya pemasaran yang dikeluarkan pada saluran ini karena adanya intersulair yang dilakukan oleh pedagang besar ke
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
6 4
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Jakarta sehingga bentuk kemasan yang digunakan untuk mengirim ikan kerapu memakan biaya yang cukup besar dan biaya transportasi serta pungutan retribusi yang dikenakan pada waktu pengiriman. Pada saluran kedua (II ) biaya yang digunakan tidak jauh berbeda dengan saluran pemasaran (I ) sebesar Rp 2.603,3/kg. Karena melibatkan lembaga pemasaran pedagang pengecer yang memasarkan ikan kerapu di Kotamadya Makassar. Saluran pemasaran ketiga juga melibatkan empat lembaga pemasaran yaitu produsen (nelayan).
Pedagang pengumpul lokal, pedagang antar daerah dan pedagang
pengecer di daerah Benteng, Bulukumba dan Sinjai.
Rendahnya biaya pemasaran
yang dikeluarkan pada saluran ketiga sebesar Rp 1.908,3/kg, disebabkan kawasan Taka Bonerate sebagai sentra produksi jaraknya tidak terlalu jauh ke daerah sentra pemasaran Benteng, Bulukumba dan Sinjai. Sedangkan saluran pemasaran yang keempat (4) biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga yang terlibat di dalamnya sebesar Rp 1.428,3/kg. Angka ini sangat rendah dibandingkan dengan saluran pemasaran sebelumnya sebab pedagang antar pulau adalah orang-orang yang tinggal di kawasan Taka Bonerate sehingga biaya yang dikeluarkan hanya untuk biaya pengiriman produk kerapu Kering ke Flores, Maumere dan NTT.
4.3.3.3.
Margin Pemasaran Ikan Olahan
Margin pemasaran adalah selisih harga antara harga yang dibayar oleh konsumen akhir dengan harga yang diterima oleh produsen (nelayan). Sedangkan margin mutlak diketahui dengan menghitung jumlah masing-masing margin yang diperoleh pada setiap lembaga pemasaran.
Dengan demikian, margin pemasaran
dapat memberikan gambaran mengenai jumlah penerimaan yang diperoleh lembaga pemasaran. Besarnya margin dipengaruhi oleh fluktuasi harga ikan olahan, atau ikan asin ini. Pada musim ikan (penangkapan) harga ikan cenderung menurun; sedangkan pada musim paceklik harga ikan olahan meningkat. Komoditi ikan olahan dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu menjadi kelompok ikan pelagis dan ikan demersal. Disetiap kelompok, kemudian dikelompokkan lagi menjadi yang bernilai ekonomis tinggi dan ekonomis rendah. Untuk lebih jelasnya, komposisi margin yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 30 berikut:
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
6 5
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Tabel 30. Margin Mutlak Pemasaran Ikan Asin Dari Taka Bonerate Ke Konsumen Musim
Jenis Komoditi Pelagis Pelagis Demersal Demersal Sirip Hiu Teri Putih Pelagis Pelagis Demersal Demersal Sirip Hiu Teri
Barat
Timur
Nilai Ekonomis Rendah Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi
Harga pembelian ditingkat Nelayan (Rp) 10.000 14.000 12.000 25.000 1.000.000 30.000 1.500 4.000 7.500 20.000 25.000
Harga pembelian ditingkat Pengecer (Rp) 12.500 15.000 20.000 30.000 1.800.000 40.000 2.000 5.000 10.000 25.000 30.000
Margin Mutlak (Rp) 2.500 1.000 8.000 5.000 800.000 10.000 500 1.000 2.500 5.000 5000
Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2002
Berdasarkan Tabel 30 di atas terlihat bahwa margin mutlak tertinggi lebih banyak diperoleh saat musim Barat. Margin mutlak tertinggi, sebesar Rp 800.000/kg adalah untuk sirip ikan hiu, dan terendah Rp 1000/kg, untuk jenis ikan pelagis. Saat musim Timur, margin mutlak pemasaran tertinggi ada pada jenis ikan demersal dan ikan teri, masing-masing sebesar Rp 5000/kg; sedangkan terendah ada pada jenis ikan pelagis, sebesar Rp 500/kg.
Secara keseluruhan, terlihat bahwa margin mutlak pemasaran
ikan asin meningkat saat musim Barat, karena kelangkaan ikan; sedangkan saat musim Timur menurun, karena produksi ikan melimpah sehingga harga penjualan ikan asin menurun. Sedangkan margin mutlak yang diterima masing-masing lembaga pemasaran dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 31. Margin Mutlak yang diterima oleh masing-masing Lembaga Pemasaran No
Lembaga Pemasaran
1.
P. Pengumpul Lokal
2.
P. Antar Daerah
3.
P. Antar Pulau
4.
Pedagang Besar
5.
Pedagang Pengecer
Komoditi Pelagis Demersal Pelagis Demersal Pelagis Demersal Pelagis Demersal Sirip Hiu Teri Pelagis Demersal
Margin Mutlak (Rp) berdasarkan Musim Tangkap Musim Barat Musim Timur Rendah Tinggi Rendah Tinggi 500 2.500 8.000 1.000 1.000 2.500 500 1.000 2.000 1.500 1.500 1.000 1.000 1.500 1500 1.000 1.500 5.000 3000 2.000 3.000 800.000 10.000 5.000 1.000 500 1.000 5.000 13.000 2.500 5.000
Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2002
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
6 6
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Untuk margin mutlak yang diterima per setiap lembaga pemasaran (Tabel 31), diketahui bahwa margin pemasaran ikan olahan tertinggi diterima oleh pedagang besar sirip hiu, saat musim Barat.
Kemudian diikuti oleh pedagang pengecer, yang
memperoleh keuntungan sebesar Rp 13.000/kg ikan demersal juga saat musim barat. Dilain pihak, pedagang pengumpul lokal menerima margin mutlak terendah untuk jenis ikan pelagis, hanya sebesar Rp 500/kg. Sedangkan untuk melihat margin mutlak yang diterima oleh masing-masing saluran pemasaran dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 32. Margin Mutlak yang diterima oleh masing-masing Saluran Pemasaran
No.
Lembaga Pemasaran
Komoditi
Margin Mutlak (Rp) per Musim Tangkap Musim Barat Musim Timur Ek. rendah
1.
Saluran Pemasaran I
2.
Saluran Pemasaran II
3.
Saluran Pemasaran III
4.
Saluran Pemasaran IV
Pelagis Demersal Sirip Hiu Teri Putih Pelagis Demersal Pelagis Demersal Pelagis Demersal
2.500 8.000 9.000 13.000 5.000 7.500 1.500 3.500
Ek. tinggi
3.000 800.000 10.000 2.500 26.500 1.000 21.000 1.500 9.000
Ek. rendah
Ek. tinggi
2.000 4.000 2.500 6.500 1.000 3.500 500 1.000
1.000 5.000 3.000 10.500 1.000 5.500 -
Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2002
Mengenai margin mutlak yang diperoleh setiap saluran pemasaran (Tabel 32), pada saluran pemasaran I, diperoleh keuntungan terbesar pertama untuk olahan jenis sirip hiu sebesar Rp 800.000/kg, diikuti oleh Rp 8.000/kg ikan demersal, saat musim Barat; sedangkan terendah, Rp 1.000/kg ikan pelagis, saat musim Timur. Jadi, margin ikan olahan sirip hiu tetap memberikan keuntungan terbesar kepada pedagang besar yang berada di Makassar. Pada saluran pemasaran II, terlihat bahwa keuntungan terbesar, Rp 26.500/kg, diperoleh untuk jenis ikan demersal, terutama ikan kerapu dan sunu; sedangkan untuk jenis ikan pelagis margin yang diperoleh pada musim Timur dan musim Barat oleh lembaga pemasaran tetap sama juga berbeda, yaitu pada musim Barat nilai margin yang diperoleh Rp 9.000/kg sedangkan musim Timur turun menjadi Rp 2.500/kg Pada saluran pemasaran III, keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran untuk jenis ikan pelagis tidak mengalami perubahan berarti pada jenis pelagis rendah tetapi untuk jenis pelagis tinggi terjadi perbedaan yaitu musim Barat diperoleh margin
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
6 7
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Rp 5.000/kg turun menjadi Rp 1.000/kg. Sementara untuk jenis demersal ekonomis tinggi memperoleh keuntungan cukup tinggi Rp 21.000/kg. Pada saluran pemasaran IV, margin yang diperoleh dipengaruhi keberadaan lembaga pemasaran antar-pulau yang menjual antar-pulau seperti ke Maumere, Flores, NTT dan Kendari. Dengan adanya biaya transportasi yang harus dikeluarkan, maka margin tertinggi, Rp 9.000/kg hanya diperoleh untuk ikan demersal ekonomis tinggi; sedangkan keuntungan paling sedikit, sebesar Rp 500/kg diperoleh untuk ikan pelagis. Dari pembahasan di atas, terlihat adanya perbedaan harga karena pengaruh musim penangkapan. Akibatnya, saat produksi ikan segar melimpah, harga ikan asin menjadi sangat rendah, dan sebaliknya saat musim Barat, karena kelangkaan ikan maka harga ikan asin meningkat.
4.3.3.4.
Analisis Pangsa Harga Ikan Olahan
Analisis pangsa harga bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai proporsi harga yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran ikan olahan, dalam hal ini
ikan asin.
Tabel 33 menjabarkan pangsa harga yang diterima oleh
masing-masing lembaga pemasaran tersebut, terlihat, bahwa pangsa harga tertinggi diperoleh oleh pedagang besar (di Makassar) yang menjual ikan olahan, sirip hiu, sebesar 44,5% dan untuk jenis teri yang dipasarkan di luar Makassar (ke Surabaya). Pangsa harga terendah diperoleh pedagang antar-pulau, untuk jenis ikan demersal sebesar 5%.
Selain itu, terlihat bahwa pedagang pengumpul lokal memperoleh
keuntungan yang juga cukup besar, 40%, untuk jenis ikan demersal.
Hal ini
memperlihatkan bahwa di kawasan Taka Bonerate pedagang pengumpul lokal juga mendapat peluang keuntungan yang besar. Tabel 33. Pangsa Harga yang diterima masing-masing Lembaga Pemasaran Ikan Olahan No.
Lembaga Pemasaran
1.
P. Pengumpul Lokal
2.
P. Antar Daerah
3.
P. Antar Pulau
4.
Pedagang Besar
Komoditi Pelagis Demersal Pelagis Demersal Pelagis Demersal Pelagis Demersal Sirip Hiu Teri
Pangsa Harga (% ) Musim Barat Musim Timur Rendah Tinggi Rendah Tinggi 25,0 12,5 40,0 10,0 25,0 20,8 12,5 12,5 22,7 33,4 13,6 7,0 5,0 12,0 20,0 30,0 25,0 25,0 16,7 16,7 12,0 44,5 33,5 -
Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2002
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
6 8
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
4.3.3.5.
Analisis Keuntungan Pemasaran Ikan Olahan
Keuntungan
yang
diperoleh
pada
setiap
lembaga
pemasaran
dapat
menunjukkan tingkat keberhasilan setiap lembaga dalam tingkat penjualannya. Perbedaan harga disebabkan karena adanya tambahan harga yang merupakan keuntungan yang diperoleh dari biaya-biaya yang dikeluarkan setiap lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran kerapu kering. Adapun besarnya keuntungan pemasaran yang diperoleh setiap lembaga pemasaran
di kawasan Taka Bonerate
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 34.
Tingkat Keuntungan (π) Lembaga Pemasaran Ikan Olahan di Kawasan Taka Bonerate, 2002
No.
Lembaga Pemasaran
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pedagang Pengumpul Lokal Pedagang Besar Pedagang Pengecer Makassar Pedagang Antar Daerah Ped. Pengecer Bulukumba, Sinjai Pedagang Antar Pulau
Keuntungan (π ) Rp/Kg Musim Barat Musim Timur Sunu Kerapu Sunu Kerapu 4.841,7 2.841,7 3.841,7 1.841,7 8.400 6.900 7.400 5.900 5.395 2.395 2.395 14.895 4.100 1.100 2.850 100 2.890 2.390 1.890 2.390 8.470 7.970 7.970 470
Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2002
Keuntungan tertinggi diperoleh pedagang besar pada waktu musim Barat sebanyak Rp 8.400/kg untuk jenis ikan Sunu kering sedangkan untuk kerapu kering sebesar Rp 6.900/kg. Ketika musim Timur maka terjadi penurunan keuntungan yang diperoleh pedagang besar masing-masing untuk jenis Sunu dan Kerapu sebesar Rp 7.400/kg dan Rp 5.900/kg.
Sedangkan untuk pedagang pengecer yang ada di
Makassar mendapat keuntungan yang tidak jauh berbeda dengan pedagang besar, karena kurangnya biaya pemasaran.
Tetapi pada musim Timur terjadi peningkatan
keuntungan untuk Kerapu kering di Makassar karena minat konsumen tidak berkurang walaupun melimpahnya ikan segar karena rasanya gurih dan lezat. Pedagang antar-pulau mendapat keuntungan untuk kedua jenis ikan Sunu dan kerapu kering sebesar Rp 8.470/kg dan Rp 7.970/kg. Pada musim Timur pedagang antar-pulau mendapat keuntungan Rp 7.970/kg untuk ikan Sunu kering serta untuk ikan kerapu kering sebesar Rp 470/kg. Terjadinya perbedaan tingkat keuntungan karena adanya perbedaan biaya pemasaran, keuntungan pedagang perantara, harga yang
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
6 9
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
dibayar oleh konsumen dan harga yang diterima oleh konsumen (Hanafiah dan Saefuddin,1986). Pada pedagang pengumpul lokal mendapat keuntungan yang terendah sebesar Rp 4.817/kg untuk ikan Sunu dan Rp 2.841,7/kg untuk Kerapu kering pada musim Barat sedangkan untuk musim Timur terjadi penurunan sebesar Rp 3.841,7 /kg untuk ikan Sunu dan Rp 1.847,7/kg untuk ikan Kerapu kering. pedagang pengumpul lokal
Hal ini terjadi dikarenakan
harus mengeluarkan biaya pemasaran yang terdiri dari
biaya pengeringan, transportasi dan tenaga kerja, selain itu disebabkan adanya pemberian bantuan kepada nelayan sawi-nya dalam bentuk pemenuhan kebutuhan hidup dan kebutuhan alat operasi tangkapan pada musim paceklik. 4.3.3.6. Analisis Efesiensi Pemasaran Ikan Olahan Semua kegiatan pemasaran menghendaki adanya sesuatu yang disebut efisiensi, yaitu dengan pengorbanan yang serendah mungkin sehingga mencapai tingkat kepuasan yang diinginkan. Efesiensi yang dimaksud disini ialah efesiensi pemasaran ikan olahan yang terdapat di kawasan Taka Bonerate. Berdasarkan hasil penelitian maka besarnya persentase efisien pemasaran pada setiap lembaga dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 35. Efisiensi Pemasaran Ikan Olahan pada Setiap Lembaga Pemasaran di Kawasan Taka Bonerate.
No.
Lembaga Pemasaran
1. Pedagang Pengumpul Lokal 2. Pedagang Besar Saluran I 3. Pedagang Pengumpul Lokal 4. Pedagang Besar 5. Pedagang Pengecer Makassar Saluran II 6. Pedagang pengumpul Lokal 7. Pedagang Antar Daerah Pedagang Pengecer Benteng, 8. Bulukumba dan Sinjai Saluran III 9. Pedagang Pengumpul Lokal 10. Pedagang Antar Pulau Saluran IV
Efesiensi pemasaran (%) Musim Barat Musim Timur Sunu Kerapu Sunu Kerapu 0,79 1,13 0,87 1,58 5,30 6,40 5,90 7,4 6,09 7,53 6,77 8,98 0,79 1,13 0,97 1,58 5,30 6,40 5,90 7,4 0,32 0,38 0,39 0,52 6,41 7,91 7,16 9,15 0,79 1,13 0,87 1,58 4,50 6,90 5,20 7,80
1,09 6,25 7,32 1,12 6,25 0,40 7,65 1,09 6,10
3,70
4,40
5,50
4,40
4,5
8,99 0,79 2,12 2,91
12,43 1,13 2,40 3,53
11,57 0,87 2,20 3,07
13,78 1,58 4,07 5,65
11,69 1,09 2,69 3,79
RataRata
Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2002
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
7 0
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa pedagang pengecer di Makassar merupakan lembaga pemasaran yang efisien dengan persentase efisien pemasaran hanya mencapai 0,40% dibandingkan dengan pedagang besar di Makassar yang mencapai persentase efesiensi pemasaran sebesar 6,25%. Hal ini disebabkan karena besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang besar dibandingkan pedagang pengecer.
Besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang
besar karena jarak pemasaran kerapu kering selain Makassar, kerapu kering juga dipasarkan oleh pedagang besar ke Jakarta di swalayan dengan 2 kali pengiriman setiap bulannya dan pengemasan yang digunakan adalah kemasan plastik dan kaleng sehingga kerapu kering sampai ke konsumen dalam keadaan bersih dan terjaga mutunya. Ini sesuai dengan pendapat Mubyarto (1986) mengatakan sistem pemasaran dianggap efisien apabila mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen ke konsumen dengan biaya yang serendah-rendahnya, mampu mengadakan pembagian keuntungan yang adil daripada keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang itu. Dari keempat saluran pemasaran kerapu kering yang ada di kawasan Taka Bonerate, maka rata-rata efisiensi pemasaran menunjukkan bahwa saluran pemasaran IV yang terdiri dari pedagang pengumpul lokal dan pedagang antar-pulau yaitu 3,79%. Hal ini disebabkan karena pendeknya lembaga pemasaran yang terlibat dan pedagang antar-pulau yang memasarkan kerapu kering ke Maumere, NTT dan Flores adalah orang-orang yang berdomisili di kawasan Taka Bonerate dan kadangkala berperan sebagai pedagang pengumpul lokal sehingga dapat mengurangi biaya pemasaran yang digunakan.
Lain halnya dengan saluran pemasaran pemasaran yang ketiga yang
mengalami inefisiensi dengan nilai 11,69% karena banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat yaitu pedagang pengumpul lokal, pedagang antar-daerah, pedagang pengecer di Benteng, Bulukumba dan Sinjai sehingga untuk menyampaikan ke konsumen akhir diperlukan banyak perantara sehingga biaya pemasaran yang digunakan meningkat dan faktor tak kalah pentingnya adalah jarak lokasi daerah pemasaran dengan daerah sentra produksi.
4.3.3.6.
Volume Produksi Olahan
Biasanya ikan olahan, berupa ikan asin, merupakan hasil olahan dari produk ikan segar maupun ikan hidup; akan tetapi di Pulau Rajuni nelayan sengaja menangkap
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
7 1
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
untuk dijadikan produk olahan, karena tak adanya sarana dan
fasilitas untuk
memasarkan ikan segar dan ikan hidup di pulau ini. Produksi hasil olahan di setiap pulau berbeda-beda, tergantung pada musim penangkapan. Hasil produksi saat musim penangkapan, umumnya untuk ikan segar, akan melimpah, sehingga untuk menghindari kerugian yang lebih besar maka nelayan mengolahnya menjadi produk olahan sehingga pada musim paceklik harga ikan olahan meningkat.
Tabel 36. Volume Produksi Responden Ikan Olahan (Asin) di Taka Bonerate per Lokasi Survei
Rajuni Tarupa Jinato Passitallu Latondu
Jumlah responden 5 8 7 6 6
Total
32
No 1. 2. 3. 4. .
Lokasi
Volume Produksi Ikan Asin Kg/minggu Kg/Bulan Kg/tahun 105,00 420,00 3.780,00 27,00 108,00 972,00 86,40 345,60 311,40 100,80 403,20 3.628,80 54,00 216,00 1.944,00 373,20
1.492,80
10.636,12
Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2002
Dilihat dari Tabel 36 di atas, di kawasan Taka Bonerate volume produksi ikan asin terbanyak terdapat di Pulau Passitallu, sebesar 3.628,80 kg/tahun; dan terendah terdapat di Pulau Tarupa, sebesar 972,00 kg/tahun. Namun demikian, bila dilihat dari total produksi tahunan di kawasan ini yang sebesar 10.636,12 kg, maka dapat disimpulkan bahwa kawasan Taka Bonerate menjadi pemasok produk ikan asin yang cukup besar.
4.3.3.7.
Analisis Manfaat Pemasaran Ikan Olahan
Analisis manfaat merupakan bagian penting dalam melakukan usaha pemasaran dan faktor biaya merupakan pertimbangan prioritas. Pada kegiatan pemasaran ikan olahan dimana biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pemasaran ikan olahan tersebut meliputi biaya penanganan dan biaya transportasi. Analisis manfaat selain dilakukan untuk ikan segar dan ikan hidup, penting juga dilakukan untuk jenis ikan olahan dimana komponen biaya pengembangan produk dan transportasi dari produsen sampai konsumen, harga pembelian dan penjualan tetap
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
7 2
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
menjadi komponen utama penganalisaan sehingga lembaga pemasaran yang paling efisien dan efektif dapat dikembangkan dan menimbulkan nilai manfaat yang tinggi. Berdasarkan biaya tersebut, maka dapat juga diketahui harga pembelian di tingkat pengecer dan pedagang pengumpul sehingga manfaat pemasaran ikan olahan dapat dihitung dengan rumus Dahoklory (1990) (Lampiran 12.3). Untuk mengetahui manfaat yang diperoleh lembaga pemasaran ikan olahan dari kawasan Taman Laut Nasional Taka Bonerate dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37. Analisis Manfaat Produk Ikan Olahan Kawasan Taman Laut Taka Bonerate No 1. 2. 3. 4.
Jenis Lembaga Pedagang Pengumpul Loka Pedagang Antar Daerah Pedagang Antar Pulau Pedagang Besar (Makassar)
Manfaat / Musim Barat (Rp/Kg) Timur (Rp/Kg) 4.341,7 1.375 7.433,3 845 134.400 - 600
Sumber Data Primer Setelah Diolah, 2002.
Berdasarkan data pada Tabel 37 dapat diketahui bahwa nilai manfaat yang diperoleh dari tiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran ikan olahan, tertinggi terdapat pada pedagang besar (Makassar) sebesar Rp 134.400/kg pada musim Barat diikuti dengan pedagang antar daerah Rp 7.433,3/kg, pedagang pengumpul lokal sebesar Rp 4.341,7/kg dan pedagang antar-pulau hanya sekitar Rp 845/kg. Tingginya nilai manfaat yang diperoleh pedagang besar pada musim Barat disebabkan karena beberapa faktor antara lain; a) ikan-ikan bernilai tinggi yang dieksploitasi nelayan/rumah tangga perikanan tangkap seperti ikan hiu; b) harga jual yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dari biaya transportasi maupun pengembangan produk. Nilai manfaat yang diperoleh ini ternyata tidak sebanding dengan manfaat per lembaga yang diperoleh pada musim Timur, dimana manfaat tertinggi diperoleh pada pedagang pengumpul yaitu Rp 1.375/kg dan pedagang besar (Makassar) hanya sebesar Rp (-) 600/kg. Sedangkan pedagang antar daerah dan pedagang antar pulau masingmasing tidak ada nilainya karena pada musim Timur saluran pemasaran produk ikan olahan tidak melewati lembaga-lembaga ini melainkan langsung ke konsumen. Hal ini berkaitan dengan harga ikan yang rendah/minim akibat banyaknya jumlah produksi sehingga nelayan (produsen) memutuskan memperpendek saluran pemasaran untuk mendapatkan harga jual lebih baik atau untuk menutupi biaya produksi. Selain itu
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
7 3
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
rendahnya nilai manfaat yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran ini dikarenakan ikan-ikan yang bernilai ekonomis tinggi tidak dapat tereksploitasi nelayan. Pola pemasaran produk seperti yang terjadi pada produk ikan olahan asal kawasan Taka Bonerate seperti ini hanya menguntungkan para pedagang besar dari luar Kabupaten Selayar sehingga nelayan sebagai komponen utama dari jaringan pemasaran ini tidak tersentuh. Belum maksimalnya penerapan peraturan dari Pemda Kabupaten Selayar menyebabkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari sektor perikanan menjadi tidak maksimal. Selama ini pedagang besar membayar retribusi/pajak tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima sehingga mempengaruhi manfaat yang ditimbulkan pada lembaga pemasarannya.
Diharapkan dengan adanya penertiban
pihak pemda terhadap lembaga pemasaran terkait mampu menciptakan iklim yang kondusif sehingga manfaat yang dapat diperoleh pedagang antar daerah, pedagang antar pulau dan khususnya pedagang pengumpul lokal dapat ditingkatkan.
\Model Jaringan Pemasaran Untuk Meningkatkan PAD Kab. Selayar
Sentra Produksi (Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate
Sentra Pemasaran Zona inti (Kota Benteng Kab. Selayar)
Zona Penyangga: - Pulau Kayuadi - Pulau Jampea - Pulau Bonerate
Antar Daerah
Eksport
Antar Pulau
Skema gambar 10. Jaringan Pemasaran Untuk Meningkatkan PAD Kabupaten Selayar
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
7 4
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
Untuk mendukung Kota Benteng sebagai sentra pemasaran produksi perikanan diperlukan sarana dan prasarana: ª Pembangunan kawasan terpadu yang telah diprogramkan oleh DKP Kab. Selayar meliputi:
Pembangunan TPI dan PPI yang direncanakan tahun 2003, telah memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL);
Pembangunan cold storage;
Pembangunan pabrik es di kawasan zona penyangga;
Perluasan lapangan udara (diprogramkan selesai 2005) oleh Bupati.
s
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
7 5
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
1) A. Bentuk jaringan pemasaran produksi perikanan dari Taman Nasional Taka Bonerate untuk jenis ikan hidup melalui 5 (lima) saluran pemasaran yang melibatkan 6 (enam) lembaga pemasaran. Jaringan pemasaran ikan hidup dari kawasan ini juga merambah ke luar negeri yaitu Hongkong. B. Bentuk jaringan pemasaran produksi perikanan dari Taman Nasional Taka Bonerate untuk jenis ikan segar melalui 6 (enam) saluran pemasaran yang melibatkan 9 lembaga pemasaran. Produk ikan segar dipasarkan ke TPI Lappa di Kabupaten Sinjai; TPI Lappe’e dan TPI Labuang Karang di Kabupaten Bulukumba; ke Kabupaten Bantaeng; ke TPI Rajawali di Makassar; ke Kota Parepare, Pinrang, Polmas, Toraja di Sulawesi Selatan; hingga ke Bali, Ambon, NTT, Baubau, Kupang dan Flores. C. Bentuk jaringan pemasaran produksi perikanan dari Taman Nasional Taka Bonerate untuk jenis ikan olahan melalui 4 (empat) saluran pemasaran yang melibatkan 6 (enam) lembaga pemasaran. Jaringan pemasarannya mencakup Benteng, ibukota Kab. Selayar; Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bantaeng dan Kodya Makassar; hingga diantarpulaukan ke Flores, Maumere, NTT. Khusus untuk ikan kering pari (dendeng pari) dipasarkan hingga ke Kendari, Sulawesi Tenggara. D. Model jaringan pemasaran yang meningkatkan PAD Kabupaten Selayar adalah dari sentra produksi
di Taman Nasional Laut Taka Bonerate ke sentra
pemasaran (Kota Benteng) lalu ke zona penyangga (Pulau Kayuadi, Pulau Jampea, Pulau Bonerate). 2) A. Terdapat dua model pemasaran ikan hidup di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate yakni: a) yang membentuk pola kemitraan ponggawa – sawi, dan b) nelayan yang tidak mempunyai mitra/ponggawa. Kedua model ini mempunyai perbedaan harga jual yang sangat menyolok yaitu nelayan yang bermitra memiliki nilai jual yang rendah dibandingkan dengan nelayan yang tidak bermitra sehingga pendapatan nelayan yang tidak bermitra relatif lebih tinggi. Dengan demikian
model
pemasaran
yang
kondusif
dan
berdaya
guna
untuk
pengembangan ekonomi masyarakat setempat adalah model pemasaran
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
7 6
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
dimana nelayan tidak mempunyai ponggawa tapi dengan dukungan sarana dan prasarana dari pemerintah dan adanya lembaga ekonomi alternatif. B. Model jaringan pemasaran yang meningkatkan PAD Kabupaten Selayar adalah dari sentra produksi
di Taman Nasional Laut Taka Bonerate ke sentra
pemasaran (Kota Benteng) lalu ke zona penyangga (Pulau Kayuadi, Pulau Jampea, Pulau Bonerate). 3) A. Margin tertinggi lembaga pemasaran ikan segar, sebesar 40.000/kg yang diperoleh agen (eksportir Bali) untuk ikan demersal ekonomi tinggi dan pangsa harga terbesar diperoleh produsen (nelayan) sebesar 87,50% untuk jenis ikan demersal ekonomi rendah. B. Margin tertinggi lembaga pemasaran ikan hidup, sebesar Rp 100.000/kg yang diperoleh eksportir untuk ikan Napoleon dan pangsa harga terbesar diperoleh pedagang besar sebesar 50,0% untuk jenis ikan kerapu lumpur. C. Margin tertinggi lembaga pemasaran ikan olahan, sebesar Rp 800.000 yang diperoleh pedagang besar untuk komoditi sirip hiu dan pangsa harga terbesar diperoleh pedagang besar (Makassar) sebesar 44,5% untuk jenis sirip hiu. 4)
Lembaga pemasaran ikan hidup yang mendapatkan keuntungan yang terbesar diperoleh pedagang pengumpul pada musim Timur sebesar Rp 28.850/kg dan agen pada musim Barat sebesar Rp 28.100/kg.
Sedangkan pada ikan segar,
lembaga pemasaran yang memperoleh keuntungan terbesar adalah agen sebesar Rp 4.660/kg pada musim Barat dan pada musim Timur pedagang besar memperoleh keuntungan sebesar Rp 3.800/kg.
Untuk ikan olahan lembaga
pemasaran yang memperoleh keuntungan terbesar adalah pedagang pengumpul lokal pada musim Barat sebesar
Rp 4.841,7/kg dan pedagang pengecer yang
memperoleh keuntungan sebesar Rp 14.895/kg pada musim Timur. 5)
Lembaga pemasaran yang lebih efisien pada ikan hidup adalah eksportir sebesar 9,2%; pada ikan segar lembaga pemasaran yang lebih efisien adalah agen sebesar 0,79% dan pada ikan olahan lembaga pemasaran yang lebih efisien adalah pedagang pengecer sebesar 0,40%.
6) Manfaat pemasaran ikan hidup pada tingkat eksportir sebesar Rp 28.035/kg, sedangkan manfaat pemasaran ikan segar antar pulau sebesar Rp 1.350/kg, Nilai manfaat ini lebih kecil jika dibandingkan dengan manfaat pemasaran pada tingkat
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
7 7
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
eksportir sebesar Rp 33.946/kg, serta pada ikan olahan manfaat pemasaran tertinggi pada tingkat pedagang pengumpul sebesar Rp 1.375/kg.
Secara
ekonomis pemasaran ekspo lebih menguntungkan daripada pedagang antar-pulau (interinsulair) untuk produk hasil perikanan yang berasal dari Takabonerate.
5.2.
Saran Setelah melakukan penelitian tentang jaringan pemasaran produk perikanan di
Taka Bonerate maka saran-saran yang dapat dikemukakan adalah: •
Pentingnya dibentuk sebuah lembaga ekonomi alternatif untuk mengurangi ketergantungan
nelayan
sawi
terhadap
ponggawa-nya
utamanya
untuk
memenuhi kebutuhan operasional nelayan. •
Perlunya membentuk sebuah lembaga/kelompok pemberdayaan nelayan sehingga mereka dapat saling membantu dan bekerja sama untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
•
Perlunya perhatian dan penanganan pemerintah daerah setempat untuk dapat menyediakan
sarana
dan
prasarana
yang
dapat
mendukung
aktivitas
pemasaran produksi perikanan seperti industri pengolahan (cold storage) dan pelabuhan perikanan dalam rangka peningkatan PAD Kabupaten Selayar. •
Perlunya pertimbangan yang matang untuk menentukan besarnya retribusi yang dipungut pada setiap lembaga pemasaran, yang berlandaskan pada tingkat margin, pangsa harga dan keuntungan masing-masing lembaga pemasaran yang nantinya dijadikan sebagai sumber pembiayaan pembangunan sarana dan prasarana perikanan seperti dermaga, cold storage, kegiatan konservasi dan lainnya.
•
Penentuan lokasi-lokasi untuk sentra pemasaran di daerah pulau pulau kecil misalnya di Benteng, Pulau Jampea dan Pulau
Kalotoa untuk lebih
memperlancar arus distribusi dan perdagangan ikan dari kawasan Taka Bonerate •
Perlunya penanganan yang lebih tepat terutama untuk retribusi bagi nelayan Taka Bonerate yang menjual hasil tangkapannya di luar Pulau Selayar, nelayan yang berasal dari luar pulau Selayar yang menjual hasil tangkapannya di luar wilayah Selayar serta
nelayan yang berasal dari Selayar dan menjual hasil
tangkapannya di Pulau Selayar agar ada kontribusi yang lebih signifikan bagi PAD kabupaten Selayar.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
7 8
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
VI. DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 1997. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Taka Bonerate Tahun 1997 –Tahun 2002. Departemen Kehutanan. Makassar. Anwar, I.M. 1994. Bandung.
Dasar-Dasar Marketing.
Cetakan Kedua. Penerbit Alumni
Dahoklory, K.B.M. 1990. Meningkatkan Perdagangan Antar Pulau Produk Perikanan dari Ambon ke Jawa. Laporan Penelitian Proyek Penelitian dan Pengembangan Perikanan Pusat Penelitian dan Pengembangan. Jakarta. Ghufran, M. Kordi, K. 2001. Pembesaran Apung. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Kerapu Bebek di Keramba Jaring
Hamid,A.K. 1977. Tataniaga Pertanian. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang. Hanafiah, A.M. dan A.M. Saefuddin. 1986. Tataniaga Hasil Perikanan. Cetakan Pertama. Penerbit Universitas Indonesia Jakarta. Kartasapoetra. 1986. Marketing Produk Pertanian dan Industri. Penerbit PT. Bina Aksara. Jakarta. Kotler, P. 1992. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta. Made, Sutinah. 1994. Studi Pemasaran Ikan Kerapu (Epinephelus spp) Hidup, Segar dan Olahan di Sulawesi Selatan. Program Pasca Sarjana. Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang. Murtidjo, B. A. 2002. Budidaya Kerapu dalam Tambak. Penerbit Kanisius Jogjakarta. Mubyarto.1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi Ketiga. LP3ES. Jakarta. Nitisemito, A.S. 1981. Marketing. Ghalia Indonesia. Jakarta. Sapuan. 1991. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Margin Pemasaran Beras Di Indonesia. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Singarimbun, M. dan Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. Soekartawi. 1992. Pembangunan Pertanian. PT. Grafindo Persada.. Jakarta Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian. Rajawali Pers. Jakarta. Winardi. 1993. Asas-Asas Marketing. Penerbit Mandar Maju. ---------. 1986. Kamus Ekonomi. Penerbit Alumni. Bandung.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
7 9
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate – Laporan Akhir
---------. 1989. Aspek-aspek Bauran Pemasaran (Marketing Mix). Maju. Bandung.
CV. Mandar
Yusran, M. 2002. Ponggawa-Sawi Relationship in Co-Management: Interdisiplinary Analysis of Coastal Resource Management. Ph.D Disertation. Dalhousie University, Halivax. Nova Scotia. Canada.
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
8 0