Pembangunan Daerah dalam Angka 2012 - Bappenas

3 downloads 1918 Views 16MB Size Report
Buku Pembangunan Daerah Dalam Angka 2012(PDDA) ini merupakan kelanjutan dari publikasi sejenis tahun sebelumnya yang disusun oleh Direktorat  ...
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

KATA PENGANTAR

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

KATA PENGANTAR DEPUTI Buku Pembangunan Daerah Dalam Angka 2012(PDDA) ini merupakan kelanjutan dari publikasi sejenis tahun sebelumnya yang disusun oleh Direktorat Pengembangan Wilayah, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah. Dalam publikasi ini disajikan data dan informasi tentang perkembangan hasil pembangunan daerah dalam kurun waktu 2005 sampai dengan 2012. Yang, mencakup enampokok bahasan yaitu: (i) geografis dan administrasi wilayah, (ii). kondisi fisikwilayah, (iii). sosial ekonomi dan kependudukan, (iv). perekonomian daerah, (v). prasarana wilayah, dan (vi) kondisi lingkungan hidup Seluruh data sebagian besar diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan sebagian lainnya bersumber dari Kementerian dan lembaga yang kompeten di bidangnya. Uraian dari setiap pembahasan dalam laporan ini tentunya belum menggambarkan perkembangan dari keseluruhan aspek pembangunan, karena keterbatasan ketersediaan data. Namun, dalam penyusunan laporan mendatang diharapkan dapat terus disempurnakan dengan berbagai indikator yang lebih relevan, cakupan informasi yang lebih luas dan mutakhir sejalan dengan kemudahan dalam perolehan data dari berbagai instansi terkait. Kami mengucapkan terimakasih atas segala dukungan berbagai pihak dalam penyusunan laporan ini. Kami sangat menghargai kritik dan saran dari berbagai pihak guna menyempurnakan Laporan di masa mendatang.

Jakarta,

Desember 2012

Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah

Max H. Pohan

KATA PENGANTAR

i

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

ii

KATA PENGANTAR

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

TIM PENYUSUN

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

TIM PENYUSUN PENGARAH: Dr. Ir. Max H. Pohan, CES, MA Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah

PENANGGUNG JAWAB : Ir. Arifin Rudiyanto M.Sc, Ph.D Direktur Pengembangan Wilayah TIM PENYUSUN : Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D, Awan Setiawan, SE, MM, ME Yudianto, ST. MT, MPP, Rudi Alfian, SE ,Supriyadi, S.Si, MTP, M. Agung Widodo, SP, MIDEC, Septaliana Dewi Prananingtyas, SE,M.Bus.Ec Fidelia Silvana, SP. M.Int. Ekon & F, Ika Retna Wulandary, ST. Bimo Fahrizal Arvianto, S.Si TIM AHLI: Bambang Waluyanto; Moch Rum Alim; Nana Mulyana; Aziz Faizal Fachrudin; Setya Rusdianto; Tri Supriyana; Nur Farida Panglipuring Tyas. TIM PENDUKUNG: Anna Astuti, SE, Eni Arni, Sapto Mulyono, Donny Yanuar, Cecep Supriyadi, Nuning Ariwati, Slamet Supriyanto.

Komentar, saran dan kritik dapat disampaikan ke: Direktorat Pengembangan Wilayah Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta Pusat 10310 Telp/Fax. (021) 3193 4195

T I M

P E N

Y U S

U N

iii

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

iv

T I M

P E N

Y U S

U N

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

DAFTAR ISI

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

DAFTAR ISI Kata Pengantar Deputi

i

Tim Penyusun

iii

Daftar Isi

v

Daftar Tabel

xi

Daftar Gambar

xxxi

BAB 1. PROFIL PEMBANGUNANSUMATERA

1-1

1.1. ADMINISTRASI WILAYAH 1.2. SOSIAL EKONOMI DAN KEPENDUDUKAN 1.2.1. Kependudukan 1.2.2. Ketenagakerjaan 1.2.3. Kesehatan 1.2.4. Pendidikan 1.2.5. Kemiskinan 1.2.6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 1.3. PEREKONOMIAN DAERAH 1.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 1.3.1.1. PDRB MenurutLapangan Usaha 1.3.1.2. PDRB MenurutPenggunaan 1.3.2. Investasi PMA dan PMDN 1.3.3. Perdagangan Ekspor dan Impor 1.3.4. KomoditasdanSektor Unggulan Daerah 1.4. INFRASTRUKTUR WILAYAH 1.4.1. InfrastrukturJalan 1.4.2. InfrastrukturEnergiListrik 1.4.3. Infrastruktur Telekomunikasi 1.4.4. Infrastruktur Air Bersih 1.5. SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP 1.5.1. Sumber Daya Alam 1.5.2. Lingkungan Hidup

BAB 2. PROFIL PEMBANGUNANJAWABALI 2.1. ADMINISTRASI WILAYAH 2.2. SOSIAL EKONOMI DAN KEPENDUDUKAN 2.2.1. Kependudukan 2.2.2. Ketenagakerjaan 2.2.3. Kesehatan 2.2.4. Pendidikan 2.2.5. Kemiskinan 2.2.6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

1-1 1-2 1-2 1-4 1-9 1-11 1-12 1-14 1-15 1-15 1-15 1-18 1-20 1-21 1-22 1-27 1-27 1-29 1-30 1-32 1-32 1-32 1-34

2-1 2-1 2-2 2-2 2-4 2-9 2-12 2-13 2-14

D A F T A R I S Iv

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 2.3. PEREKONOMIAN DAERAH 2.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2.3.1.1. PDRB MenurutLapangan Usaha 2.3.1.2. PDRB MenurutPenggunaan 2.3.2. Investasi PMA dan PMDN 2.3.3. Perdagangan Ekspor dan Impor 2.3.4. Komoditas dan Sektor Unggulan Daerah 2.4. INFRASTRUKTUR WILAYAH 2.4.1. Infrastruktur Jalan 2.4.2. Infrastruktur Energi Listrik 2.4.3. Infrastruktur Telekomunikasi 2.4.4. Infrastruktur Air Bersih 2.5. SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP 2.5.1. Sumber Daya Alam 2.5.2. Lingkungan Hidup

BAB 3. PROFIL PEMBANGUNAN NUSA TENGGARA 3.1. ADMINISTRASI WILAYAH 3.2. SOSIAL EKONOMI DAN KEPENDUDUKAN 3.2.1. Kependudukan 3.2.2. Ketenagakerjaan 3.2.3. Kesehatan 3.2.4. Pendidikan 3.2.5. Kemiskinan 3.2.6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 3.3. PEREKONOMIAN DAERAH 3.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 3.3.1.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha 3.3.1.2. PDRB Menurut Penggunaan 3.3.2. Investasi PMA dan PMDN 3.3.3. Perdagangan Ekspor dan Impor 3.3.4. Komoditas dan Sektor Unggulan Daerah 3.4. INFRASTRUKTUR WILAYAH 3.4.1. Infrastruktur Jalan 3.4.2. Infrastruktur Energi Listrik 3.4.3. Infrastruktur Telekomunikasi 3.4.4. Infrastruktur Air Bersih 3.5. SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP 3.5.1. Sumber Daya Alam 3.5.2. Lingkungan Hidup

vi

DAFTAR ISI

2-15 2-15 2-15 2-18 2-20 2-21 2-23 2-29 2-29 2-31 2-33 2-34 2-35 2-35 2-37

3-1 3-1 3-1 3-1 3-3 3-8 3-10 3-11 3-13 3-13 2-13 2-13 2-16 3-18 3-19 3-21 3-26 3-26 3-28 3-29 3-30 3-30 3-30 3-32

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 BAB 4. PROFIL PEMBANGUNAN KALIMANTAN

4-1

4.1. ADMINISTRASI WILAYAH 4.2. SOSIAL EKONOMI DAN KEPENDUDUKAN 4.2.1. Kependudukan 4.2.2. Ketenagakerjaan 4.2.3. Kesehatan 4.2.4. Pendidikan 4.2.5. Kemiskinan 4.2.6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 4.3. PEREKONOMIAN DAERAH 4.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 4.3.1.1. PDRB MenurutLapangan Usaha 4.3.1.2. PDRB MenurutPenggunaan 4.3.2. Investasi PMA dan PMDN 4.3.3. Perdagangan Ekspor dan Impor 4.3.4. Komoditas dan Sektor Unggulan Daerah 4.4. INFRASTRUKTUR WILAYAH 4.4.1. Infrastruktur Jalan 4.4.2. Infrastruktur Energi Listrik 4.4.3. Infrastruktur Telekomunikasi 4.4.4. Infrastruktur Air Bersih 4.5. SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP 4.5.1. Sumber Daya Alam 4.5.2. Lingkungan Hidup

4-1 4-2 4-2 4-4 4-9 4-11 4-12 4-14 4-15 2-15 2-15 2-18 4-19 4-20 4-21 4-27 4-27 4-29 4-30 4-31 4-32 4-32 4-34

BAB 5. PROFIL PEMBANGUNAN SULAWESI

5-1

5.1. ADMINISTRASI WILAYAH 5.2. SOSIAL EKONOMI DAN KEPENDUDUKAN 5.2.1. Kependudukan 5.2.2. Ketenagakerjaan 5.2.3. Kesehatan 5.2.4. Pendidikan 5.2.5. Kemiskinan 5.2.6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 5.3. PEREKONOMIAN DAERAH 5.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 5.3.1.1. PDRB MenurutLapangan Usaha 5.3.1.2. PDRB MenurutPenggunaan 5.3.2. Investasi PMA dan PMDN 5.3.3. Perdagangan Ekspor dan Impor 5.3.4. Komoditas dan Sektor Unggulan Daerah 5.4. INFRASTRUKTUR WILAYAH 5.4.1. Infrastruktur Jalan 5.4.2. Infrastruktur Energi Listrik 5.4.3. Infrastruktur Telekomunikasi 5.4.4. Infrastruktur Air Bersih

5-1 5-2 5-2 5-4 5-8 5-11 5-12 5-13 5-14 2-14 2-14 2-17 5-19 5-20 5-21 5-27 5-27 5-29 5-30 5-32

DAFTAR ISI

vii

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 5.5. SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP 5.5.1. Sumber Daya Alam 5.5.2. Lingkungan Hidup

BAB 6. PROFIL PEMBANGUNAN MALUKU 6.1. ADMINISTRASI WILAYAH 6.2. SOSIAL EKONOMI DAN KEPENDUDUKAN 6.2.1. Kependudukan 6.2.2. Ketenagakerjaan 6.2.3. Kesehatan 6.2.4. Pendidikan 6.2.5. Kemiskinan 6.2.6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 6.3. PEREKONOMIAN DAERAH 6.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 6.3.1.1. PDRB MenurutLapangan Usaha 6.3.1.2. PDRB MenurutPenggunaan 6.3.2. Investasi PMA dan PMDN 6.3.3. Perdagangan Ekspor dan Impor 6.3.4. Komoditas dan Sektor Unggulan DaeraH 6.4. INFRASTRUKTUR WILAYAH 6.4.1. Infrastruktur Jalan 6.4.2. Infrastruktur Energi Listrik 6.4.3. Infrastruktur Telekomunikasi 6.4.4. Infrastruktur Air Bersih 6.5. SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP 6.5.1. Sumber Daya Alam 6.5.2. Lingkungan Hidup

BAB 7. PROFIL PEMBANGUNAN PAPUA 7.1. ADMINISTRASI WILAYAH 7.2. SOSIAL EKONOMI DAN KEPENDUDUKAN 7.2.1. Kependudukan 7.2.2. Ketenagakerjaan 7.2.3. Kesehatan 7.2.4. Pendidikan 7.2.5. Kemiskinan 7.2.6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 7.3. PEREKONOMIAN DAERAH 7.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 7.3.1.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha 7.3.1.2. PDRB Menurut Penggunaan 7.3.2. Investasi PMA dan PMDN 7.3.3. Perdagangan Ekspor dan Impor 7.3.4. Komoditas dan Sektor Unggulan Daerah

viii

DAFTAR ISI

5-32 5-32 5-34

6-1 6-1 6-1 6-1 6-3 6-8 6-10 6-11 6-12 6-13 2-13 2-13 2-16 6-18 6-19 6-20 6-24 6-24 6-26 6-27 6-28 6-29 6-29 6-31

7-1 7-1 7-1 7-1 7-3 7-8 7-10 7-11 7-13 7-13 7-13 7-13 7-17 7-18 7-19 7-20

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 7.4. INFRASTRUKTUR WILAYAH 7.4.1. Infrastruktur Jalan 7.4.2. Infrastruktur Energi Listrik 7.4.3. Infrastruktur Telekomunikasi 7.4.4. Infrastruktur Air Bersih 7.5. SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP 7.5.1. Sumber Daya Alam 7.5.2. Lingkungan Hidup

7-24 7-24 7-26 7-27 7-29 7-29 7-29 7-31

DAFTAR ISI

ix

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

x

DAFTAR ISI

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

DAFTAR TABEL

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

DAFTAR TABEL Tabel 1-1.

Administrasi Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2010

1-1

Tabel 1-2.

Distribusi Pulau Menurut Provinsi dan Status Penamaan di Wilayah Sumatera Tahun 2009

1-1

Tabel 1-3.

Perkembangan Jumlah Penduduk di Wilayah Sumatera Menurut Provinsi

1-2

Tabel 1-4.

Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Usia di Wilayah Sumatera Tahun 2010

1-3

Tabel 1-5.

Angkatan Kerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Sumatera (Februari 2012)

Tabel 1-6.

1-5

Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Sumatera (Februari 2012

Tabel 1-7.

1-5

Distribusi Persentase Penduduk Usia 15 tahun ke atas yang Bekerja Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Wilayah

Tabel 1-8. Tabel 1-9.

Sumatera (Februari 2012)

1-6

Distribusi Persentase Penduduk Bekerja Menurut Provinsi danLapangan Usaha di Wilayah Sumatera, (Februari 2012)

1-7

Perkembangan Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera (Februari 2009-Februari 2012)

1-7

Tabel 1-10. Distribusi Pengangguran Terbuka Perkotaa/Perdesaan , Februari 2011

Menurut

dan

Wilayah 1-8

Tabel 1-11. Distribusi Persentase Pengangguran terbuka menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang di Tamatkan di Wilayah Sumatera (Februari 2012)

1-9

Tabel 1-12. Prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang Menurut Provinsi Tahun 2007dan 2010.

1-10

Tabel1-13.

Persentase Kelahiran Balita Menurut Provinsi dan Penolong Kelahiran Terakhir Tahun 2011

1-11

Tabel 1-14. Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf Menurut Provinsi Di Wilayah Sumatera Tahun 2009-2011

1-11

Tabel 1-15. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Provinsi dan Usia Sekolah Tahun 2009-2011

1-12

Tabel 1-16. Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi Di Wilayah Sumatera Tahun 2006-2012 (Februari)

1-13

Tabel 1-17. Penurunan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Dalam Priode 20042012

1-13

Tabel 1-18. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Sumatera Tahun 2012

1-14

DAFTAR

TABEL

xi

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 1-19. Indek Pembangunan Manusia Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2006-2010

1-14

Tabel 1-20. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Wilayah Sumatera Atas Dasar Harga Konsta (ADHK) Tahun 2000,2007-2011

1-15

Tabel 1-21. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Sumatera Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2010 ADHK Tahun 2010 (persen/tahun)

1-15

Tabel 1-22. Distribusi Persentase PDRB Menurut Provinsi dan Lapangan Usaha di Wilayah Sumatera Tahun 2011 ADHB Tabel 1-23. Peran PDRB Provinsi dalam Pembentukan PDRB Wilayah Sumatera dan PDRB Total 33 Provinsi Tahun 2011 (persen) Tabel 1-24. PDRB Per Kapita Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2007-2011 Atas Dasar Harga Berlaku

1-17 1-17 1-18

Tabel 1-25. Distribusi Persentase PDRB Menurut Provinsi dan Penggunaan Di Wilayah Sumatera Tahun 2011 Atas Dasar Harga Berlaku Tabel 1-26. Laju Pertumbuhan PDRB Wilayah Sumatera Menurut Penggunaan Tahun 2007-2011 (persen/tahun)

1-19 1-19

Tabel 1-27. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Provinsi dan Penggunaan Di Wilayah Sumatera Tahun 2011 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

1-20

Tabel 1-28. Perkembangan Realisasi Investasi PMDN (Milyar Rp) dan Jumlah Proyek MenurutProvinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2007-2011

1-20

Tabel 1-29. Perkembangan Realisasi Investasi PMA (Juta USD) dan Jumlah Proyek Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2007-2011

1-21

Tabel 1-30. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2006-2010 (Juta USD)

1-21

Tabel 1-31. Perkembangan Nilai Impor Non Migas Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2006-2010 (Juta USD)

1-22

Tabel 1-32. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Padi di Wilayah Sumatera Tahun 2006-2012

1-23

Tabel 1-33. Perkembangan Produksi Luas Panen dan Produktivitas Tanaman Padi Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2012

1-23

Tabel 1-34. Produksi (Ton) Tanaman Perkebunan Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2011

1-24

Tabel 1-35. Luas Areal (Ha) Tanaman Perkebunan Meurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2011

1-24

Tabel 1-36. Perkembangan Ternak Besar di Wilayah Sumatera Tahun 2005-2011

1-25

Tabel 1-37. Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2009

1-25

Tabel 1-38. Populasi Ternak Unggas Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2009

1-26

xii

DAFTAR

TA B E L

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 1-39. Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap di Wilayah Sumatera Tahun 2007 dan 2010 (ton)

1-26

Tabel 1-40. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya di Wilayah Sumatera Tahun 2005 dan 2010 (ton)

1-27

Tabel 1-41. Panjang Jalan Menurut Provinsi dan Status Kewenangan di Wilayah Sumatera Tahun 2008 dan 2010

1-27

Tabel 1-42. Kondisi Jalan Nasional Menurut Provinsi Tahun 2010

1-29

Tabel 1-43. Kapasitas Terpasang Menurut Jenis Pembangkit (Mw) di Wilayah Sumatera Tahun 2011

1-29

Tabel 1-44. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita

1-30

Tabel 1-45. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon kabel dan Penerimaan SInyal Telepon Selular

1-31

Tabel 1-46. Umlah Air Bersih Untuk Kebutuhan Masyarakat Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2007

1-32

Tabel 1-47. Luas Lahan Hutan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Per Provinsi (s.d. Bulan September 2009) di Wilayah Sumatera

1-33

Tabel 1-48. Persentase Desa/Kelurahan yang Mengalami Gangguan Lingkungan menurut Provinsi dan Jenis Gangguan, 2002, 2005 & 2008

1-34

Tabel 1-49. Jumlah Titik Panas Terpantau Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2005-2009

1-35

Tabel 1-50. Luas dan Penyebaran Lahan Kritis di Sumatera Menurut Provinsi Tahun 2010. (dalam hektar)

1-36

Tabel 1-51. Jumlah DAS Berdasarkan Tingkat Prioritas penangannya di Sumatera

1-36

Tabel 2-1.

Administrasi Provinsi di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2010, Menurut Ditjen Kemendagri

2-1

Tabel 2-2.

Jumlah Pulau Menurut Provinsi di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2009

2-1

Tabel 2-3.

Perkembangan Jumlah Penduduk di Wilayah Jawa-Bali Menurut Provinsi

2-2

Tabel 2-4.

Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Antar Provinsi di Wilayah Jawa Bali, Tahun 2010

2-4

Tabel 2-5.

Angkatan Kerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Jawa- Bali (Februari 2012)

Tabel 2-6.

2-5

Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Jawa-Bali (Februari 2012)

Tabel 2-7.

2-5

Distribusi Persentase Penduduk Usia 15 tahun ke atas yang Bekerja

DAFTAR

TABEL

xiii

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Wilayah Jawa-Bali (Februari 2012) Tabel 2-8.

Distribusi Persentase Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Lapangan Usaha Di Wilayah Jawa-Bali (Februari 2012)

Tabel 2-9.

2-6 2-7

Perkembangan Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi Tahun 2009 dan 2012 (Februari)

2-7

Tabel 2-10. Distribusi Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Jawa-Bali (Februari 2012)

2-8

Tabel 2-11. Distribusi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Jawa-Bali (Februari 2012)

2-9

Tabel 2-12. Prevalensi Gizi Buruk dan Kurang Menurut Provinsi Tahun 2007 dan 2010

2-10

Tabel 2-13. Persentase Kelahiran Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir, Tahun 2011.

2-11

Tabel 2-14. Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf Menurut Provinsi Tahun 2009 dan 2011

2-12

Tabel 2-15. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Usia Sekolah Antarprovinsi Tahun 2009,2011

2-12

Tabel 2-16. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Antarprovinsi di Wilayah Jawa-Bali, Tahun 2006-2012

2-13

Tabel 2-17. Perkembangan Penurunan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Tabel 2-18. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Jawa-Bali Menurut Perdesaan dan Perkotaan Antarprovinsi Tahun 2012 Tabel 2-19. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi di Wilayah Jawa Bali Tahun 2006-2010 Tabel 2-20. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Wilayah Jawa-Bali Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2007-2011 (Persen) Tabel 2-21. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Jawa-Bali Menurut Lapangan Usaha

2-14 2-14 2-15 2-15

Atas Dasar Harga Konstan 2000,Tahun 2006-2010. (Persen)

2-16

Tabel 2-22. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Wilayah Jawa-Bali Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan2000,Tahun 2010 (Persen)

2-16

Tabel 2-23. Struktur Ekonomi ADHB Provinsi di Wilayah Jawa Bali Tahun 2011, (persen)

2-17

Tabel 2-24. Kontribusi Provinsi terhadap Pembentukan PDRB ADHB Wilayah Jawa-Bali dan Nasional Tahun 2011, (dalam persen)

2-18

Tabel 2-25. PDRB Per Kapita dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 Menurut Provinsi di Wilayah Jawa BaliTahun 2007-2011, (dalam Ribu Rupiah. Tabel 2-26. Distribusi Persenntase PDRB Menurut Provinsi dan Penggunaan xiv

D A F T A R TA B E L

2-18

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2011 Atas Dasar Harga Berlaku

2-19

Tabel 2-27. Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan Wilayah Jawa Bali Tahun 20072011, (dalam persen)

2-20

Tabel 2-28. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Provinsi dan Penggunaan Di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2011 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

2-20

Tabel 2-29. Perkembangan Realisasi Investasi PMA (Juta US$) dan Jumlah Proyek Menurut Provinsi di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2007-2011 Tabel 2-30. Perkembangan Realisasi Investasi PMDN (Rp. Miliar) dan Jumlah Proyek Menurut Provinsi di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2007-2011

2-21 2-21

Tabel 2-31. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Provinsi di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2006-2010. (dalam juta US$)

2-22

Tabel 2-32. Perkembangan Nilai Impor Non Migas Provinsi di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2006-2010. (dalam juta US$)

2-22

Tabel 2-33. Perkembangan Neraca Perdagangan Provinsi di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2006-2010. (dalam juta US$)

2-23

Tabel 2-34. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Padi di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2007-2012

2-23

Tabel 2-35. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Padi di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2012

2-24

Tabel 2-36. Perkembangan Produksi Tanaman Pangan di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2007-2012

2-24

Tabel 2-37. Perkembangan Luas Areal (Ha) dan Produksi (Ton) Tanaman Perkebunan Menurut Provinsi di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2004-2011

2-25

Tabel 2-38. Produksi Perkebunan Menurut Provinsi di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2011. (dalam ton)

2-26

Tabel 2-39. Luas Areal Perkebunan Menurut Provinsi di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2011. (dalam ha)

2-26

Tabel 2-40. Perkembangan Ternak Besar Menurut Jenis Ternak di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2005-2011

2-27

Tabel 2-41. Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2011

2-27

Tabel 2-42. Perkembangan Ternak Unggas Menurut Jenis Ternak di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2005-2011

2-28

Tabel 2-43. Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2011, (ribu ekor)

2-28

Tabel 2-44. Perkembangan Produksi Perikanan tangkap Menurut Provinsi di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2007-2010, (ton)

2-29

Tabel 2-45. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Menurut Provinsi DAFTAR

TABEL

xv

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2007-2010, (ton)

2-29

Tabel 2-46. Perkembangan Panjang Jalan Menurut Status Pembinaannya di Wilayah Sumatera Tahun 2008 dan 2010

2-30

Tabel 2-47. Kondisi Jalan Nasional Tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010

2-31

Tabel 2-48. Kapasitas Terpasang Menurut Jenis Pembangkit (Mw) di Wilayah JawaBali Tahun 2011

2-32

Tabel 2-49. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita

2-33

Tabel 2-50. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler

2-34

Tabel 2-51. Sumber Air Bersih Untuk Kebutuhan Domestik Masyarakat Menurut Provinsi di Wilayah Jawa Bali, Tahun 2010

2-35

Tabel 2-52. Luas Lahan Hutan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Per Provinsi (s.d. Bulan September 2009)

2-36

Tabel 2-53. Persentase Desa/Kelurahan yang Mengalami Gangguan Lingkungan menurut Provinsi dan Jenis Gangguan Tahun 2005 dan 2008

2-37

Tabel 2-54. Luas dan Penyebaran Lahan Kritis di Jawa-Bali Menurut Provinsi Tahun 2010. (dalam hektar)

2-38

Tabel 2-55. Jumlah DAS Berdasarkan TingkatPrioritas penanganannya di Jawa-Bali Tahun 2007

2-38

Tabel 3-1.

Administrasi Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2010

3-1

Tabel 3-2.

Jumlah Pulau Menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2009

3-1

Tabel 3-3.

Perkembangan Jumlah Penduduk di Wilayah Nusa Tenggara Menurut Provinsi

3-2

Jumlah dan Persentase Penduduk Wilayah Sumatera Menurut Kelompok Usia, Tahun 2010

3-2

Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Antar Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara, Tahun 2010

3-3

Tabel 3-4. Tabel 3-5. Tabel 3-6.

Angkatan Kerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Nusa Tenggara (Februari 2012)

Tabel 3-7.

Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Nusa Tenggara (Februari 2012)

Tabel 3-8.

3-4 3-5

Distribusi Persentase Penduduk Usia 15 tahun ke atas yang Bekerja Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di

Tabel 3-9.

xvi

Wilayah Jawa-Bali (Februari 2012)

3-5

Distribusi Persentase Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Lapangan Usaha Di Wilayah Nusa Tenggara (Februari 2012)

3-6

D A F T A R TA B E L

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 3-10. Perkembangan Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi Di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2009 dan 2012 (Februari)

3-7

Tabel 3-11. Distribusi Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Nusa Tenggara (Februari 2012)

3-7

Tabel 3-12. Distribusi Persentase Pengangguran TerbukaMenurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Nusa Tenggara (Februari 2012)

3-7

Tabel 3-13. Prevalensi Gizi Buruk dan Kurang Menurut Provinsi Tahun 2007dan 2010

3-9

Tabel 3-14. Persentase Kelahiran Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir, Tahun 2011

3-10

Tabel 3-15. Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf Menurut Provinsi Tahun 2009 dan 2011.

3-10

Tabel 3-16. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Usia Sekolah Antarprovinsi Tahun 2009,2011

3-11

Tabel 3-17. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Antarprovinsi di Wilayah Nusa Tenggara, Tahun 2006-2012 Tabel 3-18. Perkembangan Penurunan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Tabel 3-19. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Nusa Tenggara Menurut Perdesaan dan Perkotaan Antarprovinsi Tahun 2012). Tabel 3-20. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi di Wilayah Nusa TenggaraTahun 2006-2010

3-12 3-12 3-12 3-13

Tabel 3-21. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Atas Dasar Harga Konstan 2000Tahun 2007-2012 (Persen) Tabel 3-22. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Nusa Tenggara Menurut Lapangan Usaha

3-13

Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, 2006-2010. (Persen)

3-14

Tabel 3-23. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2010 (Persen). Tabel 3-24. Struktur Ekonomi Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2011, (persen). Tabel 3-25. Kontribusi Provinsi terhadap Pembentukan PDRB ADHB Wilayah Nusa Tenggara dan Nasional Tahun 2011, (dalam persen) Tabel 3-26. PDRB Per Kapita dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 Menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2007-2010, (Ribu Rupiah)

3-14 3-15 3-16

3-16

Tabel 3-27. Distribusi Persenntase PDRB Menurut Provinsi dan Penggunaan Di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2011 Atas Dasar Harga Berlaku

3-17

Tabel 3-28. Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2007-2011, (persen).

3-18

Tabel 3-29. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Provinsi dan Penggunaan

DAFTAR

TABEL

xvii

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2011 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000. Tabel 3-30. Perkembangan Realisasi Investasi PMA (Juta US$) dan Jumlah Proyek Menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tnggara Tahun 2007-2011 Tabel 3-31. Perkembangan Realisasi Investasi PMDN (Rp. Miliar) dan Jumlah Proyek Menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2006-2010

3-18 3-19 3-19

Tabel 3-32. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2006-2010. (dalam persen).

3-20

Tabel 3-33. Perkembangan Nilai Impor Non Migas Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2006-2010. (dalam persen)

3-20

Tabel 3-34. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Padi di Nusa Tenggara Tahun 2012

3-21

Tabel 3-35. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Padi Menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2012

3-22

Tabel 3-36. Produksi dan Luas Panen Tanaman Palawija Menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2012

3-22

Tabel 3-37. Perkembangan Produksi (ton) dan Luas Areal (Ha) Tanaman Perkebunan di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2008

3-23

Tabel 3-38. Produksi (ton) dan Luas Areal Tanaman Perkebunan Menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2011

3-23

Tabel 3-39. Perkembangan Ternak Besar Menurut Jenis Ternak di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2005-2009

3-24

Tabel 3-40. Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2011

3-24

Tabel 3-41. Perkembangan Ternak Unggas Menurut Jenis Ternak di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2005-2011 Tabel 3-42. Populasi Ternak Unggas Menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2011

3-24 3-25

Tabel 3-43. Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2005 dan 2010, (dalam ton)

3-25

Tabel 3-44. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2005 dan 2010, (dalam ton)

3-26

Tabel 3-45. Perkembangan Panjang Jalan Menurut Status Kewenangan di Wilayah Nusa Tenggara

3-26

Tabel 3-46. Kondisi Jalan Nasional Tidak Mantap antarprovinsi, Tahun 2010

3-28

Tabel 3-47. Kapasitas Terpasang Menurut Jenis Pembangkit (Mw) di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2011

xviii

DAFTAR

TA B E L

3-28

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 3-48. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita.

3-29

Tabel 3-59. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler

3-30

Tabel 3-50. Sumber Air Bersih Untuk Kebutuhan Domestik Masyarakat Menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara, Tahun 2010

3-30

Tabel 3-51. Luas Lahan Hutan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Per Provinsi (s.d. September 2009) di Wilayah Nusa Tenggara

3-31

Tabel 3-52. Persentase Desa/Kelurahan yang Mengalami Gangguan Lingkungan menurut Provinsi dan Jenis Gangguan Tahun 2005 dan 2008 3-32 Tabel 3-53. Luas dan Penyebaran Lahan Kritis di Nusa Tenggara Menurut Provinsi Tahun 2010. (dalam hektar)

3-35

Tabel 3-54. Jumlah DAS Berdasarkan Tingkat Prioritas penangannya di Nusa Tenggara

3-35

Tabel 4-1.

Administrasi Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2010

4-1

Tabel 4-2.

Jumlah Pulau Menurut Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2009

4-1

Tabel 4-3.

Perkembangan Jumlah Penduduk di Wilayah Kalimantan Menurut Provinsi

4-2

Jumlah dan Persentase Penduduk Wilayah Kalimantan Menurut Kelompok Usia, Tahun 2010

4-3

Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Antar Provinsi di Wilayah Kalimantan, Tahun 2010

4-4

Tabel 4-4. Tabel 4-5. Tabel 4-6.

Angkatan Kerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Kalimantan (Februari 2012)

Tabel 4-7.

4-5

Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Kalimantan (Februari 2012)

Tabel 4-8. Tabel 4-9.

4-6

Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Kalimantan (Februari 2012)

4-6

Distribusi Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Lapangan Usaha di wilayah Kalimantan, Tahun 2011

4-7

Tabel 4-10. Perkembangan Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi Di Wilayah Kalimantan Tahun 2009 dan 2012 (Februari)

4-8

Tabel 4-11. Distribusi Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Kalimantan (Februari 2012)

4-8

Tabel 4-12. Distribusi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Kalimantan DAFTAR

TABEL

xix

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 (Februari 2012)

4-9

Tabel 4-13. Prevalensi Gizi Buruk dan Kurang Menurut Provinsi Tahun 2007dan 2010

4-10

Tabel 4-14. Persentase Kelahiran Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir, Tahun 2011

4-11

Tabel 4-15. Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf Menurut Provinsi Tahun 2009 dan 2011.

4-11

Tabel 4-16. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Usia Sekolah Antarprovinsi Tahun 2009,2011

4-12

Tabel 4-17. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Antarprovinsi di Wilayah Kalimantan, Tahun 2006-2012 Tabel 4-18. Perkembangan Penurunan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Tabel 4-19. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Kalimantan Menurut Perdesaan dan Perkotaan Antarprovinsi Tahun 2012). Tabel 4-20. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2006-2010 Tabel 4-21. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Wilayah Kalimantan Atas Dasar Harga Konstan 2000Tahun 2007-2012 (Persen) Tabel 4-22. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kalimantan Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, 2006-2010. (Persen) Tabel 4-23. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Wilayah Kalimantan Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2010 (Persen). Tabel 4-24. Struktur Ekonomi Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2011, (persen). Tabel 4-25. Kontribusi Provinsi terhadap Pembentukan PDRB ADHB Wilayah Kalimantan dan Nasional Tahun 2011, (dalam persen) Tabel 4-26. PDRB Per Kapita dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 Menurut Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2007-2010, (Ribu Rupiah)

4-13 4-13 4-14 4-14 4-15 4-15 4-16 4-17 4-17 4-18

Tabel 4-27. Distribusi Persenntase PDRB Menurut Provinsi dan Penggunaan Di Wilayah Kalimantan Tahun 2011 Atas Dasar Harga Berlaku

4-18

Tabel 4-28. Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan Wilayah Kalimantan Tahun 2007-2011, (persen).

4-18

Tabel 4-29. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Provinsi dan Penggunaan Di Wilayah Kalimantan Tahun 2011 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000. Tabel 4-30. Perkembangan Realisasi Investasi PMA (Juta US$) dan Jumlah Proyek Menurut Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2007-2011 Tabel 4-31. Perkembangan Realisasi Investasi PMDN (Rp. Miliar) dan Jumlah Proyek Menurut Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2007-2011

4-19 4-19 4-20

Tabel 4-32. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2006-2010. (dalam persen). Tabel 4-33. Perkembangan Nilai Impor Non Migas Provinsi di Wilayah Kalimantan

xx

DAFTAR

TA B E L

4-20

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Tabel 4-34

Tahun 2006-2010. (dalam persen)

4-21

Perkembangan neraca perdagangan luar negeri Kalimantan dari tahun 2006-2010

4-21

Tabel 4-35. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Padi di Kalimantan Tahun 2007-2012

4-22

Tabel 4-36. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Padi Tabel 4-37 Tabel 4-38 Tabel 4-39 Tabel 4-40

di Kalimantan Tahun 2012

4-22

Perkembangan Produksi Tanaman Pangan di Wilayah Kalimantan Tahun 2007-2012

4-23

Perkembangan Produksi Tanaman Pangan Menurut Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2012 (ton)

4-23

Perkembangan Produksi dan Luas Areal Tanaman Perkebunan di Wilayah Kalimantan Tahun 2005-2011 (ton)

4-24

Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Menurut Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2008 (ton)

4-24

Tabel 4-41. Perkembangan Ternak Besar Menurut Jenis Ternak di Wilayah Kalimantan Tahun 2005-2011

4-25

Tabel 4-42. Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2011

4-25

Tabel 4-43. Populasi Ternak Unggas Menurut Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2011

4-25

Tabel 4-44. Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Menurut Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2005 dan 2010

4-26

Tabel 4-45. Produksi Perikanan Budidaya Menurut Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2005 dan 2010, (dalam ton)

4-26

Tabel 4-46. Perkembangan Panjang Jalan Menurut Status Kewenangan di Wilayah Kalimantan

4-27

Tabel 4-47

4-29

Kondisi Jalan Nasional Tidak Mantap Antarprovinsi Tahun 2010

Tabel 4-48. Kapasitas Terpasang Menurut Jenis Pembangkit (Mw) di Wilayah Kalimantan Tahun 2011

4-29

Tabel 4-49. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita.

4-30

Tabel 4-50. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler

4-31

Tabel 4-51

Sumber Air Bersih untuk Kebutuhan Domestik Masyarakat Menurut Provinsi di Wilayah Kalimantan

4-32

Tabel 4-52. Luas Lahan Hutan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Per Provinsi (s.d. September 2009) di Wilayah Kalimantan

4-33

DAFTAR

TABEL

xxi

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 4-53

Persentase Desa/Kelurahan yang Mengalami Gangguan Lingkungan menurut Provinsi dan Jenis Gangguan Tahun 2005 dan 2008 Tabel 4-54. Jumlah Titik Panas Terpantau Menurut Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2004-2008

4-34 4-35

Tabel 4-55. Luas dan Penyebaran Lahan Kritis di Kalimantan Menurut Provinsi Tahun 2010. (dalam hektar)

4-35

Tabel 4-56. Perkembangan Jumlah DAS Berdasarkan Tingkat Prioritas Penangannya di Kalimantan

4-36

Tabel 5-1.

Administrasi Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2010

5-1

Tabel 5-2.

Jumlah Pulau Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2009

5-1

Tabel 5-3.

Perkembangan Jumlah Penduduk di Wilayah Sulawesi Menurut Provinsi.

5-2

Tabel5-4.

Jumlah dan Persentase Penduduk Wilayah Sulawesi Menurut Kelompok Usia, Tahun 2010

5-3

Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Antar Provinsi di Wilayah Sulawesi, Tahun 2010.

5-4

Tabel 5-5. Tabel 5-6.

Angkatan Kerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Sulawesi (Februari 2012)

Tabel 5-7.

Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Sulawesi (Februari 2012)

Tabel 5-8.

5-5 5-5

Distribusi Persentase Penduduk Usia 15 tahun ke atas yang Bekerja Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Wilayah Sulawesi (Februari 2012)

Tabel 5-9.

5-6

Distribusi Persentase Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Lapangan Usaha Di Wilayah Sulawesi (Februari 2012)

5-7

Tabel 5-10. Perkembangan Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi Di Wilayah Sulawesi Tahun 2009 dan 2012 (Februari)

5-7

Tabel 5-11. Distribusi Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Sulawesi (Februari 2012)

5-8

Tabel 5-12. Distribusi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkandi Wilayah Sulawesi (Februari 2012)

5-8

Tabel 5-13. Prevalensi Gizi Buruk dan Kurang Menurut Provinsi Tahun 2007dan 2010

5-9

Tabel 5-14. Persentase Kelahiran Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir, Tahun 2011

5-10

Tabel 5-15. Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf Menurut Provinsi Tahun 2009 dan 2011

5-11

xxii

D A F T A R TA B E L

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 5-16. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Usia Sekolah Antarprovinsi Tahun 2009,2011 Tabel 5-17. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Antarprovinsi di Wilayah Sulawesi, Tahun 2006-2012 Tabel 5-18. Perkembangan Penurunan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Tabel 5-19. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Sulawesi Menurut Perdesaan dan Perkotaan Antarprovinsi Tahun 2012

5-11 5-12 5-13 5-13

Tabel 5-20. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2006-2010

5-14

Tabel 5-21. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Wilayah Sulawesi Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2007-2012 (Persen)

5-14

Tabel 5-22. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Sulawesi Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, 2006-2010 (Persen)

5-15

Tabel 5-23. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Wilayah Sulawesi Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2010. (dalam persen)

5-15

Tabel 5-24. Struktur Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2011, (dalam persen) Tabel 5-25. Kontribusi Provinsi terhadap Pembentukan PDRB ADHB Wilayah Sulawesi dan Total 33 Provinsi Tahun 2011, (dalam persen)

5-16 5-17

Tabel5-26. PDRB Per Kapita dengan Migas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2007-2011, (dalam Ribu Rupiah)

5-17

Tabel5-27. Distribusi Persenntase PDRB Menurut Provinsi dan Penggunaan Di Wilayah Sulawesi Tahun 2011 Atas Dasar Harga Berlaku

5-18

Tabel 4-28. Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan Wilayah Sulawesi Tahun 2011, (dalam persen)

5-18

Tabel 4-29. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Pengeluaran Per Provinsi Tahun 2011, (dalam %)

5-19

Tabel 5-30. Perkembangan Realisasi Investasi PMA (Juta US$) dan Jumlah Proyek Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2007-2011

5-19

Tabel 5-31. Perkembangan Realisasi Investasi PMDN (Rp. Miliar) dan Jumlah Proyek Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2007-2011

5-20

Tabel 5-32. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2006-2010. (dalam persen)

5-20

Tabel 5-33. Perkembangan Nilai Impor Non Migas Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2006-2010. (dalam persen)

5-21

Tabel 5-34. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Padi Di Wilayah Sulawesi Tahun 2011Tahun 2007-2011

5-21

Tabel 5-35. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Padi di Sulawesi Tahun 2012

5-22

DAFTAR

TABEL

xxiii

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 5-36. Perkembangan Produksi Tanaman Pangan di Wilayah Sulawesi Tahun 2007-2012

5-22

Tabel 5-37. Produksi (ton)dan Luas Panen (ha) Tanaman Palawija Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2012

5-23

Tabel 5-38. Perkembangan Produksi (ton) Tanaman Perkebunan Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2006-2011

5-23

Tabel 5-39. Produksi (ton) dan Luas Areal (ha) Tanaman Perkebunan Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2011

5-24

Tabel 5-40. Perkembangan Ternak Besar Menurut Jenis Ternak di Wilayah Sulawesi Tahun 2005-2009

5-24

Tabel 5-41. Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2011

5-25

Tabel 5-42. Perkembangan Ternak Unggas Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2011

5-25

Tabel 5-43. Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2005 dan 2010, (dalam ton)

5-26

Tabel 5-44. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2005 dan 2010, (dalam ton)

5-26

Tabel 5-45. Perkembangan Panjang Jalan Menurut Status Kewenangan di Wilayah Sulawesi

5-27

Tabel 5-46. Kondisi Jalan Nasional Tidak Mantap Antarprovinsi,Tahun 2010

5-28

Tabel 5-47. Kapasitas Terpasang Menurut Jenis Pembangkit (Mw) di Wilayah Sulawesi Tahun 2011

5-29

Tabel 5-48. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita

5-30

Tabel 5-49. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler

5-31

Tabel 5-50. Sumber Air Bersih Untuk Kebutuhan Domestik Masyarakat Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi, Tahun 2010

5-32

Tabel 5-51. Luas Lahan Hutan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Per Provinsi (s.d. Bulan September 2009) di Wilayah Sulawesi.

5-33

Tabel 5-52. Persentase Desa/Kelurahan yang Mengalami Gangguan Lingkungan menurut Provinsi dan Jenis Gangguan Tahun 2005 dan 2008

5-34

Tabel 5-53. Luas dan Penyebaran Lahan Kritis di Sulawesi Menurut Provinsi Tahun 2010. (dalam hektar)

5-35

Tabel 5-54. Jumlah DAS Berdasarkan Tingkat Prioritas Penangannya di Sulawesi

5-35

Tabel 6-1.

Administrasi Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2010

6-1

Tabel 6-2.

Jumlah Pulau Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2009

6-1

xxiv

DAFTAR

TA B E L

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 6-3.

Perkembangan Jumlah Penduduk di Wilayah Maluku Menurut Provinsi

6-2

Tabel6-4.

Jumlah dan Persentase Penduduk Wilayah Maluku Menurut Kelompok Usia, Tahun 2010

6-2

Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Antar Provinsi di Wilayah Maluku, Tahun 2010

6-3

Tabel 6-6.

Angkatan Kerja Menurut Provinsi di Wilayah Maluku, Tahun 2011

6-4

Tabel 6-7.

Penduduk Bekerja Menurut Provinsi di Wilayah Maluku, Tahun 2011

6-5

Tabel 6-8.

Komposisi Penduduk Usia 15 tahun ke atas yang Bekerja Menurut Provinsidan Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Tahun 2011. (dalam persen)

6-5

Distribusi Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2011

6-6

Tabel 6-5.

Tabel 6-9.

Tabel 6-10. Perkembangan Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi Di Wilayah MalukuTahun 2009 dan 2012 (Februari)

6-7

Tabel 6-11. Distribusi Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Maluku (Februari 2012)

6-7

Tabel 6-12. Distribusi Persentase Pengangguran TerbukaMenurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkandi Wilayah Maluku (Februari 2012)

6-7

Tabel 6-13. Prevalensi Gizi Buruk dan Kurang Menurut Provinsi Tahun 2007dan 2010

6-9

Tabel 6-14

Persentase Kelahiran Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir, Tahun 2011

6-10

Tabel 6-15. Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf Menurut Provinsi Tahun 2009 dan 2011

6-10

Tabel 6-16. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Usia Sekolah Antarprovinsi Tahun 2009,2011

6-11

Tabel 6-17. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Antarprovinsi di Wilayah Maluku, Tahun 2006-2012

Tabel 6-18. Perkembangan Penurunan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Tabel 6-19. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Maluku Menurut Perdesaan dan Perkotaan Antarprovinsi Tahun 2012

6-12 6-12 6-12

Tabel 6-20. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2006-2010

6-13

Tabel 6-21. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Wilayah Maluku Atas Dasar Harga Konstan 6-13

Tahun 2000, 2007-2011(Persen)

Tabel 6-22. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Maluku Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, 2006-2010. (Persen) Tabel 6-23. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Wilayah Maluku Tenggara Menurut Lapangan Usaha Atas dasar harga Konstan 2000, tahun 2010(persen) Tabel 6-24. Struktur Ekonomi Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2011, (dalam persen)

Tabel 6-25. Kontribusi Provinsi terhadap Pembentukan PDRB ADHB Wilayah Maluku dan Nasional Tahun 2011, (dalam persen)

6-14 6-14 6-15 6-16

Tabel 6-26. PDRB Per Kapita dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 DAFTAR

TABEL

xxv

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2005-2010, (dalam Ribu Rupiah)

6-16

Tabel 4-27. Distribusi Persentase PDRB Menurut Provinsi dan Penggunaan di Wilayah Maluku Tahun 2011 Atas dasar harga berlaku

6-17

Tabel 4-28. Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan Wilayah Maluku Tahun 20072011, (persen)

6-18

Tabel 6-29. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Provinsi dan Penggunaan Di Wilayah Maluku Tahun 2011 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

6-18

Tabel 6-30. Perkembangan Realisasi Investasi PMA (Juta US$) dan Jumlah Proyek Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2006-2010

6-19

Tabel 6-31. Perkembangan Realisasi Investasi PMDN (Rp. Miliar) dan Jumlah Proyek Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2006-2010

6-19

Tabel 6-32. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2006-2010. (dalam persen)

6-19

Tabel 6-33. Perkembangan Nilai Impor Non Migas Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2006-2010. (dalam persen)

6-20

Tabel 6-34. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Padi Di Wilayah MalukuTahun 2011Tahun 2007-2012

6-20

Tabel 6-35. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Padi di Wilayah Maluku Tahun 2012

6-21

Tabel 6-36. Perkembangan Produksi Tanaman Pangan di Wilayah Maluku Tahun 2007-2012, (dalam ton)

6-21

Tabel 6-37. Produksi TanamanPalawija Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2012, (dalam ton)

6-22

Tabel 6-38. Perkembangan Luas Areal (ha) dan Produksi Tanaman Perkebunan di Wilayah Maluku Tahun 2008.

6-22

Tabel 6-39. Perkembangan Ternak Besar Menurut Jenis Ternak di Wilayah Maluku Tahun 2005-2009

6-23

Tabel 6-40. Perkembangan Ternak Unggas Menurut Jenis Ternak di Wilayah Maluku Tahun 2007-2011

6-23

Tabel 6-41. Populasi Ternak Unggas Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2011

6-23

Tabel 6-42. Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2005 dan 2010, (dalam ton)

6-24

Tabel 6-43. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2005 dan 2010, (dalam ton)

6-24

Tabel 6-44. Perkembangan Panjang Jalan Menurut Status Kewenangan di Wilayah Maluku

6-25

Tabel 6-45 Kondisi JalanNasional Tidak Mantap antarprovinsi, Tahun 2010

6-26

Tabel6-46.

xxvi

Kapasitas Terpasang Menurut Jenis Pembangkit (Mw) di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2011

DAFTAR

TA B E L

6-27

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 6-47. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, RasioElektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita.

6-27

Tabel 6-48. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler

6-28

Tabel 6-49. Sumber Air Bersih Untuk Kebutuhan Domestik Masyarakat Menurut Provinsi di Wilayah Maluku, Tahun 2010

6-29

Tabel 6-50. Luas Lahan Hutan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Per Provinsi (s.d. Bulan September 2009) di Wilayah Maluku

6-30

Tabel 6-51. Persentase Desa/Kelurahan yang Mengalami Gangguan Lingkungan menurut Provinsi dan Jenis Gangguan Tahun 2005 dan 2008

6-31

Tabel 6-52. Luas dan Penyebaran Lahan Kritis di Maluku Menurut Provinsi Tahun 2010. (dalam hektar)

6-32

Tabel 6-53. Jumlah DAS Berdasarkan Tingkat Prioritas penangannya di Maluku

6-32

Tabel 7-1.

Administrasi Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2010

7-1

Tabel 7-2.

Jumlah Pulau Menurut Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2009

7-1

Tabel 7-3.

Perkembangan Jumlah Penduduk di Wilaya Papua Menurut Provinsi

7-2

Tabel7-4.

Jumlah dan Persentase Penduduk Wilayah Papua Menurut Kelompok Usia, Tahun 2010

7-2

Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Antar Provinsi di Wilayah Papua, Tahun 2010

7-3

Tabel 7-6.

Angkatan Kerja Menurut Provinsi di Wilayah Papua, Tahun 2012

7-4

Tabel 7-7.

Penduduk Bekerja Menurut Provinsi di Wilayah Papua, Tahun 2012

7-5

Tabel 7-8.

Komposisi Penduduk Usia 15 tahun ke atas yang Bekerja

Tabel 7-5.

Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan yang Tabel 7-9.

Ditamatkan Tahun 2012. (dalam persen)

7-5

Distribusi Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2012

7-6

Tabel 7-10. Perkembangan Pengangguran Terbuka Antarprovinsi, Tahun 2009 dan 2012

7-7

Tabel 7-11. Distribusi Pengangguran terbuka Menurut Provinsi di Wilayah Papua, Tahun 2012

7-7

Tabel 7-12. Komposisi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Antarprovinsi, Februari 2012

7-7

Tabel 7-13. Prevalensi Gizi Buruk dan Kurang Menurut Provinsi Tahun 2007dan 2010

7-9

Tabel 7-14. Persentase Kelahiran Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir, Tahun 2011

7-10

DAFTAR

TABEL

xxvii

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 7-15. Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf Menurut Provinsi Tahun 2009 dan 2011

7-10

Tabel 7-16. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Usia Sekolah Antarprovinsi Tahun 2009,2011

7-11

Tabel 7-17. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Antarprovinsi di Wilayah Papua, Tahun 2006-2012 Tabel 7-18. Perkembangan Penurunan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Tabel 7-19. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Papua Menurut Perdesaan dan Perkotaan Antarprovinsi Tahun 2012) Tabel7-20.

Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2006-2010

7-12 7-12 7-12 7-13

Tabel 7-21. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Wilayah Papua Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, 2007-2012 (Persen)

7-13

Tabel 7-22. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Papua Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, 2006-2010. (Persen)

7-14

Tabel 7-23. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Wilayah Papua Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2010. (Persen)

7-14

Tabel 7-24. Struktur Ekonomi Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2011, (persen)

7-16

Tabel 7-25. Kontribusi Provinsi terhadap Pembentukan PDRB ADHB Wilayah Papua dan Nasional Tahun 2011, (dalam persen) Tabel 7-26. PDRB Per Kapita dengan Migas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2005-2010, (dalam Ribu Rupiah)

7-16

7-17

Tabel 7-27. Distribusi Persenntase PDRB Menurut Provinsi dan Penggunaan Di Wilayah Papua Tahun 2011 Atas Dasar Harga Berlaku

7-17

Tabel 7-28. Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan Wilayah Papua Tahun 2007-2011, (persen

7-18

Tabel 7-29. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Provinsi dan Penggunaan Di Wilayah Papua Tahun 2011 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

7-18

Tabel 7-30. Perkembangan Realisasi Investasi PMA (Juta US$) dan Jumlah Proyek Menurut Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2007-2011

7-19

Tabel 7-31. Perkembangan Realisasi Investasi PMDN (Rp. Miliar) dan Jumlah Proyek Menurut Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2007-2011

7-19

Tabel 7-32. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2006-2010

7-19

Tabel 7-33. Perkembangan Nilai Impor Non Migas Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2006-2010

7-20

xxviii

D A F T A R TA B E L

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 7-34. Perkembangan Neraca Perdagangan Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2006-2010

7-20

Tabel 7-35. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Padi Di Wilayah Papua Tahun 2007-2012

7-21

Tabel 7-36. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Padi Menurut Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2012

7-21

Tabel 7-37. Perkembangan Produksi (ton) Tanaman Palawija di Wilayah Papua Tahun 2007-2012

7-21

Tabel 7-38. Perkembangan Ternak Unggas Menurut Jenis Ternak di Wilayah Maluku Tahun 2005-2009

7-22

Tabel 7-39. Produksi (Ton) dan Luas Areal Tanaman Perkebunan Menurut Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2011

7-22

Tabel 7-40. Perkembangan Ternak Besar Menurut Jenis Ternak di Wilayah Papua Tahun 2007-2011

7-23

Tabel 7-41. Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2011

7-23

Tabel 7-42. Populasi Ternak Unggas Menurut Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2011

7-23

Tabel 7-43. Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Menurut Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2005 dan 2010, (dalam ton)

7-24

Tabel 7-44. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Menurut Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2005 dan 2010, (dalam ton)

7-24

Tabel 7-45. Perkembangan Panjang Jalan Menurut Status Kewenangan di Wilayah Papua

7-25

Tabel 7-46. Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antarprovinsi, Tahun 2010.

7-26

Tabel 7-47. Kapasitas Terpasang Menurut Jenis Pembangkit (Mw) di Wilayah Nusa Tenggara 7-27

Tahun 2011

Tabel 7-48. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan 7-27

Konsumsi Listrik Perkapita

Tabel 7-49. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler

7-28

Tabel 7-50. Sumber Air Bersih Untuk Kebutuhan Domestik Masyarakat Menurut Provinsi di Wilayah Papua, Tahun 2010

7-29

Tabel 7-51. Luas Lahan Hutan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Per Provinsi (s.d. Bulan September 2009) di Wilayah Papua.

7-30

Tabel 7-52. Persentase Desa/Kelurahan yang Mengalami Gangguan Lingkungan menurut Provinsi dan Jenis Gangguan, 2005 dan 2008

7-31

Tabel 7-53. Luas dan Penyebaran Lahan Kritis di Papua Menurut Provinsi Tahun 2007. (dalam hektar)

7-32

DAFTAR

TABEL

xxix

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

xxx

DAFTAR

TA B E L

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

DAFTAR GAMBAR

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

DAFTAR GAMBAR Gambar 1-1: Angka Ketergantungan (Dependency Ratio) Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2010

1-3

Gambar 1-2: Distribusi Penduduk Menurut Provinsi, Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Wilayah Sumatera Tahun 2010

1-4

Gambar 1-3: Perkembangan Ketenagakerjaan di Wilayah Sumatera Periode 20052012 (Februari)

1-4

Gambar 1-4: Distribusi Persentase Penduduk Bekerja di Wilayah Sumatera Menurut Lapangan Usaha (Februari 2012)

1-6

Gambar 1-5: Distribusi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Sumatera (Februari 2012)

1-8

Gambar 1-6: Estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2007-2010

1-9

Gambar 1-7: Persentase Balita dengan Status Tinggi Badan Pendek (Stunting) Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Pada Tahun 2007 dan 2010

1-10

Gambar 1-8: Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Sumatera Tahun 2006-2012

1-12

Gambar 1-9: Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Wilayah Sumatera Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005 dan 2010, (persen)

1-16

Gambar 1-10: Distrubusi Persentase PDRB Wilayah Sumatera Menurut Penggunaan Tahun 2011

1-18

Gambar 1-11: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Menurut Provinsi Di Wilayah Sumatera Tahun 2010

1-28

Gambar 1-12: Jumlah dan Persentase Desa yang Terdapat BTS Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2011

1-31

Gambar 1-13: Proporsi Luas Kawasan Hutan di Wilayah Sumatera Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan 2009

1-33

Gambar 1-14: Jumlah Desa yang Terkena Bencana Longsor menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2005 dan 2008

1-37

Gambar 2-1: Angka Ketergantungan (Dependency Ratio) Menurut Provinsi di Wilayah Jawa Bali Tahun 2010

2-3

Gambar 2-2: Perkembangan Ketenagakerjaan di Wilayah JawaBali Periode 2005-2012

2-4

DAFTAR

GAMBAR

xxxi

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Gambar 2-3: Komposisi Penduduk Bekerja di Wilayah Jawa- Bali Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2012

2-6

Gambar 2-4: Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Jawa- Bali, Tahun 2012

2-8

Gambar 2-5: Estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) Menurut Provinsi di Wilayah Jawa Bali Tahun 2007-2010

2-10

Gambar 2-6: Status Tinggi Badan Antarprovinsi di Wilayah Jawa-Bali Pada Tahun 2007 dan 2010

2-11

Gambar 2-7: Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Jawa-Bali, Tahun 2006-2012

2-13

Gambar 2-8: Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Wilayah Jawa-Bali Atas Dasar Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011 (persen)

2-17

Gambar 2-9: Kontribusi Komponen Penggunaan terhadap PDRB di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2011, (dalam persen)

2-19

Gambar 2-10: Total PanjangJalandanKerapatanJalan (Road Density) AntarProviinsi Di Wilayah Jawa Bali

2-30

Gambar 2-11: Perkembangan Kondisi Kualitas Jalan di Wilayah Jawa Bali

2-31

Gambar 2-12: Jumlah dan Persentase Desa yang Terdapat BTS Menurut Provinsi Di Wilayah Jawa Bali

2-34

Gambar 2-13: Proporsi Luas Kawasan Hutan di Wilayah Jawa Bali Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan 2009

2-36

Gambar 2-14: Jumlah Desa yang Terkena Bencana Longsor menurut Provinsi di Wilayah Jawa – Bali Tahun 2005 dan 2008

2-39

Gambar 3-1: Angka Ketergantungan (Dependency Ratio) Menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2010

3-3

Gambar 3-2: Perkembangan Ketenagakerjaan di Wilayah Nusa Tenggara Periode 2005-2012 (Februari) Gambar 3-3: Distribusi Persentase Penduduk Bekerja di Wilayah Nusa Tenggara Menurut Lapangan Usaha (Februari 2012)

3-4 3-6

Gambar 3-4: Estimasi UmurHarapanHidup (UHH) Menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2007-2010

3-8

Gambar 3-5: Status Tinggi Badan Antarprovinsi di Wilayah Sumatera Pada Tahun 2007 dan 2010) 3-9 Gambar 3-6: Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Nusa Tenggara, Tahun 2006-2012 Gambar 3-7: Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Wilayah Nusa Tenggara xxxii

DAFTAR

G AM B A R

3-11

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005 dan 2011. (persen)

3-15

Gambar 3-8: Struktur PDRB Penggunaan ADHB Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2011, (dalam persen)

3-17

Gambar 3-9: Perkembangan Neraca Petrdagangan di Kepulauan Nusa Tenggara

3-21

Gambar 3-10: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah Nusa Tenggara

3-27

Gambar 3-11: Perkembangan Kondisi Kualitas Jalan di Wilayah Nusa Tenggara

3-27

Gambar 3-12: Jumlah dan Persentase Desa yang Terdapat BTS Menurut Provinsi Di Wilayah Nusa Tenggara

3-29

Gambar 3-13: Proporsi Luas Kawasan Hutan di Wilayah Nusa Tenggara Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan 2009

3-31

Gambar 3-14: Jumlah Desa yang Terkena Bencana Longsor menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2005 dan 2008

3-34

Gambar 4-1: Angka Ketergantungan (Dependency Ratio) Menurut Provinsi di Wilayah Kalimanatan Tahun 2010

4-4

Gambar 4-2: Perkembangan Ketenagakerjaan di Wilayah Kalimantan Periode 2005-2012 (Februari)

4-5

Gambar 4-3: Distribusi Persentase Penduduk Bekerja di Wilayah Kalimantan Menurut Lapangan Usaha (Februari 2012) Gambar 4-4:

4-7

Estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) Menurut Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2007-2010

4-9

Gambar 4-5: Status Tinggi Badan Antarprovinsi di Wilayah Kalimantan Pada Tahun 2007 dan 2010

4-10

Gambar 4-6: Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Kalimantan, Tahun 2006-2012

4-12

Gambar 4-7: Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Wilayah Kalimantan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011. (dalam persen)

4-16

Gambar 4-8: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProviinsi Di Wilayah Kalimantan

4-28

Gambar 4-9: Perkembangan Kondisi Kualitas Jalan di Wilayah Kalimantan (Km)

4-28

Gambar 4-10: Jumlah dan Persentase Desa yang Terdapat BTS Menurut Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2011

4-31

DAFTAR

GAMBAR

xxxiii

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Gambar 4-11: Proporsi Luas Kawasan Hutan di Wilayah Kalimantan Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan 2009

4-32

Gambar 4-12: Jumlah Desa yang Terkena Bencana Longsor menurut Provinsi di Wilayah Kalimantan Tahun 2005 dan 2008

4-36

Gambar 5-1: Perkembangan Angka Ketergantungan (Dependency Antarprovinsi di Wilayah Sulawesi, Tahun 2000 dan 2010

Ratio) 5-3

Gambar 5-2: Perkembangan Ketenagakerjaan di Wilayah Sulawesi Periode 2005-2012 (Februari)

5-4

Gambar 5-3: Distribusi Persentase Penduduk Bekerja di Wilayah Sulawesi Menurut Lapangan Usaha (Februari 2012) Gambar 5-4:

5-6

Estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2007-2010

5-9

Gambar 5-5: Status Tinggi Badan Antarprovinsi di Wilayah Sulawesi Pada Tahun 2007 dan 2010

5-10

Gambar 5-6: Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Sulawesi, Tahun 2006-2012

5-12

Gambar 5-7: Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Wilayah Sulawesi Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011. (dalam persen)

5-16

Gambar 5-8: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProviinsi Di Wilayah Sulawasi

5-27

Gambar 5-9: Perkembangan Kondisi Kualitas Jalan di Wilayah Sulawesi(Km)

5-28

Gambar 5-10: Jumlah dan Persentase Desa yang Terdapat BTS Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2011

5-31

Gambar 5-11: Proporsi Luas Kawasan Hutan di Wilayah Sulawesi Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan 2009

5-33

Gambar 5-12: Jumlah Desa yang Terkena Bencana Longsor menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2005 dan 2008

3-36

Gambar 6-1: Perkembangan Angka Ketergantungan (Dependency Antarprovinsi di Wilayah Maluku, Tahun 2000 dan 2010

Ratio) 6-3

Gambar 6-2: Perkembangan Ketenagakerjaan di Wilayah Maluku Periode 20052011

6-4

Gambar 6-3: Komposisi Penduduk Bekerja di Wilayah Maluku Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2011

6-6

Gambar 6-4: Estimasi UmurHarapanHidup (UHH) Menurut Provinsi di Wilayah MalukuTahun 2007-2010

6-8

xxxiv

DAFTAR

G AM B A R

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Gambar 6-5: Status Tinggi Badan Antarprovinsi di Wilayah Maluku Pada Tahun 2007 dan 2010.

6-9

Gambar 6-6: Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Maluku, Tahun 2006-2012

6-11

Gambar 6-7: Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Wilayah Maluku Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009

6-15

Gambar 6-8: Struktur PDRB Menurut Komponen Penggunaan ADHB di Maluku Tahun 2011

6-17

Gambar 6-9: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah Maluku Mauku

6-26

Gambar 6-10: Perkembangan Panjang Jalan Menurut Status Kewenangan di Wilayah Maluku (Km)

6-25

Gambar 6-11: Jumlah dan Persentase Desa yang Terdapat BTS Menurut Provinsi Di Wilayah Maluku

6-28

Gambar 6-12: Proporsi Luas Kawasan Hutan di Wilayah Maluku Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan 2009

6-30

Gambar 6-13: Jumlah Desa yang Terkena Bencana Longsor Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2005 dan 2008

6-33

Gambar 7-1: Perkembangan Angka Ketergantungan (Dependency Antarprovinsi di Wilayah Papua, Tahun 2000 dan 2010

7-3

Ratio)

Gambar 7-2: Perkembangan Ketenagakerjaan di Wilayah Papua Periode 20052012

7-4

Gambar 7-3: Komposisi Penduduk Bekerja di Wilayah Papua Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2012

7-6

Gambar 7-4: Estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) Menurut Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2007-2010

7-8

Gambar 7-5: Status Tinggi Badan Antarprovinsi di Wilayah Papua Pada Tahun 2007 dan 2010.)

7-9

Gambar 7-6: Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Papua, Tahun 2006-2012

7-11

Gambar 7-7: Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Wilayah Papua Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha Tahun 2005 dan 2011.

7-15

Gambar 7-8: Struktur PDRB menurut Penggunaan ADHB di Wilayah Papua Tahun 2011, (dalam persen)

7-17

Gambar 7-9: Total Panjang Jalan dan Kerapatan AntarProviinsi Di Wilayah Papua

Jalan

(Road

Density) 7-25

Gambar 7-10: Perkembangan Kondisi Kualitas Jalan di Wilayah Papua

DAFTAR

7-26

GAMBAR

xxxv

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Gambar 7-11: Jumlah dan Persentase Desa yang Terdapat BTS Menurut Provinsi Di Wilayah Papua

7-28

Gambar 7-12: Proporsi Luas Kawasan Hutan di Wilayah Papua Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan 2009

7-30

xxxvi

DAFTAR

G AM B A R

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

PROFIL PEMBANGUNAN SUMATERA

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

PROFIL PEMBANGUNAN SUMATERA 1.1. ADMINISTRASI WILAYAH Wilayah Sumatera secara administratif terbagi menjadi 10 provinsi, 34 kota, 117 kabupaten, 1.774 kecamatan dan 23.213 kelurahan/desa, dengan total luas wilayah daratan sekitar 480.802 km2. Wilayah Sumatera terdiri dari 5.277 pulau, di mana 2.654 pulau di antaranya sudah bernama dan 2.623 pulau lainnya belum bernama. Provinsi Kepulauan Riau memiliki jumlah pulau terbanyak, yaitu 2.408 pulau. Tabel 1-1: Wilayah Administrasi Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2010 LUAS WILAYAH (KM2) 1. Aceh 57.965 2. Sumatera Utara 72.981 3. Sumatera Barat 42.013 4. Riau 87.024 5. Jambi 50.058 6. Sumatera Selatan 91.592 7. Bengkulu 19.919 8. Lampung 34.624 9. Bangka Belitung 16.424 10. Kepulauan Riau 8.202 SUMATERA 480.802 Sumber: Ditjen Pum Kemendagri (Mei 2010) NO.

PROVINSI

KOTA

KAB.

5 8 7 2 2 4 1 2 1 2 34

18 25 12 10 9 11 9 12 6 5 117

KEC.

KEL.

DESA

275 408 169 153 128 217 116 206 43 59 1.774

112 661 286 196 151 350 148 174 61 130 2.269

6.308 4.988 678 1.304 1.168 2.519 1.294 2.184 300 201 20.944

Tabel 1-2: Distribusi Pulau Menurut Provinsi dan Status Penamaan di Wilayah Sumatera Tahun 2009 PULAU SUDAH BERNAMA 1. Aceh 205 2. Sumatera Utara 250 3. Sumatera Barat 210 4. Riau 73 5. Kep. Riau 1.436 6. Jambi 16 7. Sumatera Selatan 43 8. Kep. Bangka Belitung 311 9. Bengkulu 23 10. Lampung 87 SUMATERA 2.654 INDONESIA 8.651 Sumber: Statistik Perikanan dan Kelautan 2009, DKP NO.

PROVINSI

PULAU BELUM BERNAMA 458 169 181 66 972 3 10 639 24 101 2.623 8.853

JUMLAH 663 419 391 139 2.408 19 53 950 47 188 5.277 17.504

PULAU SUMATERA

1- 1

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

1.2.

SOSIAL EKONOMI DAN KEPENDUDUKAN

1.2.1.

Kependudukan

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, penduduk Wilayah Sumatera berjumlah 50,63 juta orang, meningkat sebanyak 8,2 juta dari jumlah pada tahun 2000. Jumlah penduduk wilayah tersebut merupakan 21,3 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia, dan merupakan konsentrasi penduduk tertinggi kedua setelah wilayah Jawa- Bali yang mencapai 60,7 persen. Dengan luas wilayah Sumatera sekitar 480.793,28 km2, tingkat kepadatan penduduk wilayah Sumatera diperkirakan sebesar 105 jiwa per km2, lebih rendah dari rata-rata kepadatan penduduk Indonesia sebesar 124 jiwa/km2. Namun demikian tingkat kepadatan di dalam wilayah Sumatera sangat bervariasi antarprovinsi. Provinsi Kepulauan Riau merupakan daerah terpadat dengan densitas mencapai 205 jiwa per km2, sedangkan Provinsi Jambi memiliki kepadatan yang paling rendah dengan 62 jiwa per km2. Bila dilihat dalam perspektif dinamis, maka tingkat kepadatan penduduk di Kepulauan Riau meningkat sebesar 61 persen, yang merupakan laju terpesat di tingkat wilayah. Sementara itu di Provinsi Sumatera Utara tingkat kepadatan hanya meningkat 11 persen dalam periode yang sama. Tabel 1-3: Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2000 dan 2010 NO.

PROVINSI

1. Aceh 2. Sumatera utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Kep. Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau SUMATERA NASIONAL

JUMLAH PENDUDUK (JIWA) 2000 3.929,2 11.642,5 4.248,5 3.907,8 2.407,2 6.210,8 1.455,5 6.730,7 900,0 1.040,2 42.472,4 205.132,5

2010 4.494,4 12.982,2 4.846,9 5.538,4 3.092,3 7.450,4 1.715,5 7.608,4 1.223,3 1.679,2 50.631,0 237.641,3

KEPADATAN PENDUDUK PER KM2 2000 2010 68 78 160 178 101 115 45 64 48 62 68 81 73 86 194 220 55 74 127 205 88,0 105,0 107,0 124,0

LAJU PERTUMBUHAN (%) 90-00 00-10 1,46 2,36 1,32 1,10 0,62 1,34 4,27 3,58 1,83 2,56 1,24 1,85 2,20 1,67 1,17 1,24 3,14 4,95 1,60 1,80 1,40 1,50

Sumber Data : BPS, Sensus Penduduk

Secara keseluruhan, laju pertumbuhan penduduk Wilayah Sumatera dalam periode 2000-2010 mencapai 1,8 persen/tahun, lebih tinggi dari laju pertumbuhan penduduk nasional 1,5 persen/tahun. Tingginya laju pertumbuhan penduduk Wilayah Sumatera disumbang oleh tingginya pertumbuhan penduduk di Provinsi Kepulauan Riau (4,95 persen/tahun), Riau (3,58 persen/tahun), Kepulauan Bangka Belitung (3,14 persen/tahun), Jambi (2,56 persen/tahun), dan Provinsi Aceh (2,36 persen/tahun). Sementara itu populasi di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Lampung bertumbuh relatif lambat di bawah laju rata-rata nasional. Dari sisi struktur penduduk menurut kelompok usia, hampir 65 persen penduduk Wilayah Sumatera tergolong dalam usia produktif (15-65 tahun). Kelompok usia terbesar berikutnya adalah penduduk usia 0-14 tahun sebesar 31,5 persen, dan sisanya sebanyak 4,01 persen adalah penduduk usia lanjut (di atas 65 tahun). Dengan demikian, rasio ketergantungan (dependency ratio) di wilayah Sumatera adalah sebesar 55 persen, yang berarti setiap 100 orang yang berusia kerja (dianggap produktif) mempunyai tanggungan sebanyak 55 orang yang belum produktif (0-14 tahun) dan dianggap tidak produktif lagi (>65 tahun). Angka dependency ratio tersebut relatif tinggi dibandingkan angka nasional sebesar 51,3 persen.

1 -2 P U L A U S U M A T E R A

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 1-4: Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Usia di Wilayah Sumatera Tahun 2010 KELOMPOK USIA Usia Muda (< 14 tahun) Usia Produktif (15-64 tahun) Usia Tua ( >65 tahun) TOTAL PENDUDUK DEPENDENCY RATIO Sumber: Sensus Penduduk 2010,BPS

JUMLAH

%

15.950.793 32.651.956 2.028.182 50.630.931

31,50 64,49 4,01 100,00 55

Jika dilihat perbandingannya antarprovinsi, ternyata angka ketergantungan di Provinsi Kepulauan Riau merupakan yang terendah meskipun memiliki laju pertumbuhan penduduk tertinggi di tingkat wilayah. Sebaliknya, Provinsi Sumatera Barat yang memiliki laju pertumbuhan penduduk rendah memiliki angka ketergantungan tinggi (Gambar 1-1). Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan penduduk di Kepulauan Riau lebih didorong oleh migrasi tenaga kerja usia produktif. Dengan kata lain, Kepulauan Riau menjadi tujuan migrasi penduduk dari daerah lain. Namun demikian semua provinsi mengalami penurunan angka rasio ketergantungan, yang menunjukkan besarnya potensi percepatan pertumbuhan wilayah. Gambar 1-1: Angka Ketergantungan (Dependency Ratio) Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2010.

Sumber : Sensus Penduduk 2010, BPS

Sementara itu dari sisi perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan (sex ratio) sebagian besar provinsi di Wilayah Sumatera memiliki jumlah laki-laki yang lebih banyak dari perempuan. Di Kepulauan Bangka Belitung, untuk setiap 100 perempuan terdapat 108 lakilaki. Sebaliknya di Sumatera Barat hanya terdapat 98 laki-laki untuk 100 orang perempuan.

PULAU SUMATERA

1- 3

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Gambar 1-2: Distribusi Penduduk Menurut Provinsi, Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Wilayah Sumatera Tahun 2010

Sumber: Sensus Penduduk 2010,BPS

1.2.2.

Ketenagakerjaan

Kondisi ketenagakerjaan di wilayah Sumatera secara umum menunjukkan perkembangan yang positif. Kesempatan kerja (yang ditunjukkan oleh jumlah orang bekerja) bertambah lebih banyak dari angkatan kerja baru sehingga memungkinkan terjadinya pengurangan tingkat pengangguran. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Wilayah Sumatera menurun relatif cepat dibandingkan nasional dalam empat tahun terakhir. Per Februari 2012 TPT Wilayah Sumatera mencapai 5,61 persen, lebih rendah dari TPT nasional 6,32 persen. Gambar 1-3: Perkembangan Ketenagakerjaan di Wilayah Sumatera Periode 2005-2012 (Februari)

Sumber: Sakernas ( Februari), BPS 2012

Angkatan Kerja. Total angkatan kerja di Wilayah Sumatera pada tahun 2012 mencapai 25,46 juta orang. Angka tersebut menyumbang 21,14 persen dalam total angkatan kerja nasional. Provinsi Sumatera Utara memiliki angkatan kerja terbesar, diikuti Lampung dan Sumatera Selatan. Hampir di semua provinsi sebagian besar angkatan kerja berada di perdesaan. Hanya di Kepulauan Riau sebagian besar angkatan kerjanya berada di perkotaan yang merupakan pusat kegiatan industri.

1 -4 P U L A U S U M A T E R A

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 1-5: Angkatan Kerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Sumatera (Februari 2012) NO.

PROVINSI

1. Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Kep. Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau SUMATERA

PERKOTAAN (K) JUMLAH % (JIWA) 565.603 27,09 3.058.255 46,63 908.542 38,64 1.005.349 38,32 466.007 30,05 1.295.422 32,97 261.601 28,63 995.673 25,32 293.561 47,53 742.485 83,31 9.592.498 37,68

PEDESAAN (D) JUMLAH % (JIWA) 1.522.089 72,91 3.499.951 53,37 1.442.650 61,36 1.618.147 61,68 1.085.005 69,95 2.634.039 67,03 652.205 71,37 2.936.566 74,68 324.070 52,47 148.732 16,69 15.863.454 62,32

TOTAL (K+D) JUMLAH % (JIWA) 2.087.692 100 6.558.206 100 2.351.192 100 2.623.496 100 1.551.012 100 3.929.461 100 913.806 100 3.932.239 100 617.631 100 891.217 100 25.455.952 100

% WIL 8,20 25,76 9,24 10,31 6,09 15,44 3,59 15,45 2,43 3,50 100

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

Penduduk Bekerja. Jumlah penduduk bekerja di wilayah Sumatera pada tahun 2012 mencapai 24,03 juta orang. Pola persebaran penduduk bekerja mirip dengan pola persebaran angkatan kerja. Terlepas dari kualitasnya, kesempatan kerja di sebagian besar provinsi di Wilayah Sumatera lebih banyak tersedia di perdesaan dibandingkan di perkotaan. Namun demikian di Di Provinsi Kepulauan Riau kesempatan kerja di perkotaan jauh lebih banyak dibandingkan dengan di wilayah perdesaannya. Pola ini seiring dengan tahapan pengembangan wilayah di sebagian besar provinsi yang masih merupakan wilayah agraris di mana peran sektor pertanian masih dominan dalam penyediaan lapangan kerja. Tabel 1-6: Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Sumatera (Februari 2012) NO.

PROVINSI

1. Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Kep. Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau SUMATERA

PERKOTAAN (K) JUMLAH % (JIWA) 519.640 27,02 2.779.718 45,24 831.384 37,72 935.236 37,59 447.093 29,92 1.177.051 31,73 251.697 28,15 883.047 23,67 281.597 46,89 701.377 83,60 8.807.840 36,66

PEDESAAN (D) JUMLAH % (JIWA) 1.403.645 72,98 3.364.851 54,76 1.372.834 62,28 1.552.621 62,41 1.047.305 70,08 2.532.632 68,27 642.517 71,85 2.847.921 76,33 318.891 53,11 137.557 16,40 15.220.774 63,34

TOTAL (K+D) JUMLAH % (JIWA) 1.923.285 100 6.144.569 100 2.204.218 100 2.487.857 100 1.494.398 100 3.709.683 100 894.214 100 3.730.968 100 600.488 100 838.934 100 24.028.614 100

% Wil 8,00 25,57 9,17 10,35 6,22 15,44 3,72 15,53 2,50 3,49 100,00

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

Penduduk bekerja menurut tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan. Meskipun memiliki potensi penduduk usia produktif yang besar, namun sebagian besar tenaga kerja di Wilayah Sumatera merupakan tamatan pendidikan dasar dan menengah. Secara keseluruhan tenaga kerja tamatan pendidikan tinggi (universitas dan akademi) tidak sampai 10 persen dari total penduduk bekerja. Sebaliknya, tenaga kerja berpendidikan SD masih mendominasi di semua provinsi, termasuk di Kepulauan Riau yang merupakan salah satu basis industri nasional.

PULAU SUMATERA

1- 5

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 1-7: Distribusi Persentase Penduduk Usia 15 tahun ke atas yang Bekerja Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Wilayah Sumatera (Februari 2012) NO

PROVINSI

1. Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Kep. Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau SUMATERA

≤ SD 39,43 39,73 41,44 38,06 50,38 49,73 47,22 50,94 51,02 30,31 43,87

TINGKAT PENDIDIKAN YANG DITAMATKAN Diploma SMTA SMTA SMTP I/II/III/ Universitas Umum Kejuruan Akademi 20,57 23,51 3,80 5,31 7,38 23,52 19,50 9,39 2,66 5,21 20,18 17,63 9,49 3,80 7,46 21,35 21,85 8,93 3,29 6,52 17,33 16,89 5,02 2,76 7,62 19,17 17,23 6,11 2,76 4,99 21,72 16,47 6,42 2,12 6,04 22,65 13,35 6,77 2,27 4,02 16,28 15,68 9,90 3,16 3,95 16,48 24,16 15,60 6,63 6,82 21,07 18,38 7,84 3,13 5,71

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012. Penduduk yang bekerja pada lapangan usaha pertanian masih tergolong dominan, mencapai hampir separuh dari seluruh penduduk bekerja. Berikutnya diikuti oleh penduduk bekerja di sektor perdagangan dan jasa-jasa (Gambar 1-4). Gambar 1-4: Distribusi Persentase Penduduk Bekerja di Wilayah Sumatera Menurut Lapangan Usaha (Februari 2012)

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

Lebih dari separuh penduduk bekerja di Provinsi Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Sumatera Utara, dan Aceh menggantungkan pendapatannya dari sektor pertanian. Sebaliknya kurang dari seperlima penduduk bekerja di Kepulauan Riau yang bekerja di pertanian.

1 -6 P U L A U S U M A T E R A

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 1-8: Distribusi Persentase Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Lapangan Usaha Di Wilayah Sumatera (Februari 2012) NO.

PROVINSI

1 2 1. Aceh 50,2 0,3 2. Sumatera Utara 51,1 0,9 3. Sumatera Barat 42,3 1,9 4. Riau 44,8 1,1 5. Jambi 56,2 1,2 6. Sumatera Selatan 55,2 1,2 7. Bengkulu 58,5 0,6 8. Lampung 51,8 0,8 9. Kep. Bangka Belitung 29,5 23,2 10. Kepulauan Riau 15,1 3,6 SUMATERA 49,1 1,6 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012. Keterangan: 1. Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan, 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air 5. Bangunan

3 4,4 6,2 7,2 6,0 3,1 4,7 3,9 8,4 4,9 14,6 6,2

LAPANGAN USAHA *) 4 5 6 7 0,1 6,2 13,9 3,6 0,1 4,0 17,5 4,5 0,1 4,6 19,8 4,6 0,3 3,9 21,5 4,0 0,3 3,3 15,8 3,0 0,1 4,5 15,2 4,0 0,1 4,0 15,3 2,4 0,2 2,9 18,9 3,2 0,1 3,9 21,3 1,5 0,6 5,1 29,6 6,9 0,2 4,1 18,0 3,9

8 1,1 1,3 2,0 2,7 1,8 1,3 1,0 1,1 2,5 2,8 1,6

9 20,3 14,4 17,4 15,8 15,2 13,9 14,1 12,8 13,1 21,7 15,2

Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

6. Perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel 7. Angkutan, pergudangan dan komunikasi 8. Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah, dan jasa perusahaan 9. Jasa kemasyarakatan

Pengangguran Terbuka. Jumlah pengangguran Terbuka di wilayah Sumatera pada tahun 2012 mencapai 1,43 juta orang, berkurang sebesar 364,8 ribu jiwa dibanding tahun 2009. Sementara berdasarkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), berkurang sebesar 2,07 poin persentase dibanding tahun 2009. Selama kurun waktu tersebut, Provinsi Sumatera Utara mampu menurunkan jumlah pengangguran terbuka terbanyak di tingkat wilayah. Sebaliknya di Kepulauan Riau jumlah pengangguran terbuka justru sedikit meingkat. Namun demikian dari sisi persentase, penurunan TPT yang signifikan terjadi di Riau dan Bengkulu. Bahkan pada tahun 2012, tingkat pengangguran terbuka di Bengkulu termasuk yang paling rendah secara nasional, di mana hanya dua dari seratus angkatan kerjanya yang belum menemukan pekerjaan. Tabel 1-9: Perkembangan Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi Di Wilayah Sumatera Tahun 2009 dan 2012 (Februari) NO.

PROVINSI

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau

SUMATERA

JUMLAH PENGANGGURAN TERBUKA (JIWA) TAHUN TAHUN ∆('12-'09) 2009 2012 173.624 164.407 -9.217 521.643 413.637 -108.006 172.253 146.974 -25.279 206.471 135.639 -70.832 69.857 56.614 -13.243 292.234 219.778 -72.456 46.054 19.592 -26.462 230.942 201.271 -29.671 26.817 17.143 -9.674 52.237 52.283 46 1.792.132

1.427.338

-364.794

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (%) TAHUN TAHUN ∆('122009 2012 '09) 9,31 7,88 -1,43 8,25 6,31 -1,94 7,90 6,25 -1,65 8,96 5,17 -3,79 5,20 3,65 -1,55 8,38 5,59 -2,79 5,31 2,14 -3,17 6,18 5,12 -1,06 4,82 2,78 -2,04 7,81 5,87 -1,94 7,68

5,61

-2,07

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

PULAU SUMATERA

1- 7

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Meskipun telah berkurang cukup besar, jumlah pengangguran terbuka di Sumatera Utara masih yang terbanyak di tingkat wilayah, hampir mencapai sepertiga dari total jumlah pengangguran terbuka Wilayah Sumatera. Sementara itu jumlah pengangguran terbuka di Kepulauan Bangka Belitung merupakan yang paling kecil Tabel 1-10: Distribusi Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Sumatera (Februari 2012) NO.

PROVINSI/WILAYAH

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau

SUMATERA

PERKOTAAN (K) JUMLAH % (JIWA) 45.963 27,96 278.537 67,34 77.158 52,50 70.113 51,69 18.914 33,41 118.371 53,86 9.904 50,55 112.626 55,96 11.964 69,79 41.108 78,63 784.658

54,97

PEDESAAN (D) JUMLAH % (JIWA) 118.444 72,04 135.100 32,66 69.816 47,50 65.526 48,31 37.700 66,59 101.407 46,14 9.688 49,45 88.645 44,04 5.179 30,21 11.175 21,37 642.680

45,03

TOTAL (K+D) JUMLAH % (JIWA) 164.407 100 413.637 100 146.974 100 135.639 100 56.614 100 219.778 100 19.592 100 201.271 100 17.143 100 52.283 100 1.427.338

100

% WIL . 11,52 28,98 10,30 9,50 3,97 15,40 1,37 14,10 1,20 3,66 18,75

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

Dari sisi tingkat pendidikannya, separuh pengangguran di Wilayah Sumatera berpendidikan menengah atas (Gambar 1-5). Sebaliknya kurang dari 10 persen pengangguran yang berpendidikan tinggi. Sisanya adalah pengangguran berpendidikan SMTP dan SD dengan proporsi yang seimbang. Namun demikian bila diamati di tingkat provinsi, proporsi pengangguran berpendidikan tinggi relatif besar di Bengkulu dan Jambi. Gambar 1-5: Distribusi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Sumatera (Februari 2012)

Sumber: Sakernas Februari 2012, BPS

1 -8 P U L A U S U M A T E R A

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 1-11: Distribusi Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Wilayah Sumatera (Februari 2012) PENDIDIKAN TERTINGGI YANG DITAMATKAN SMTA DIPLOMA NO. PROVINSI ≤ SD SMTP UMUM/ I/II/III/ UNIVERSITAS KEJURUAN AKADEMI 1. Aceh 20,19 21,83 50,36 4,40 3,23 2. Sumatera Utara 20,13 16,23 54,78 3,37 5,48 3. Sumatera Barat 20,30 22,51 46,82 3,72 6,65 4. Riau 26,07 21,25 51,04 0,81 0,83 5. Jambi 14,62 15,66 51,59 6,14 11,99 6. Sumatera Selatan 23,73 20,29 45,94 5,25 4,78 7. Bengkulu 33,60 11,84 35,18 5,97 13,41 8. Lampung 18,60 23,14 50,69 4,13 3,43 9. Kep. Bangka Belitung 28,88 12,09 52,21 6,82 0,00 10. Kepulauan Riau 26,66 36,01 34,39 1,83 1,10 SUMATERA 21,37 20,19 49,99 3,81 4,64 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

JUMLAH 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

1.2.3. Kesehatan Secara umum tingkat kesehatan masyarakat di Wilayah Sumatera menunjukkan perbaikan, sebagaimana terlihat pada indikator utama Umur Harapan Hidup (UHH). Semua provinsi mengalami peningkatan UHH antara tahun 2007 dan 2010. Namun demikian pencapaian indikator UHH masih belum merata antarprovinsi dan tiga dari sepuluh provinsi di Wilayah Sumatera memiliki UHH di bawah rata-rata nasional. Gambar 1-6: Estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2007-2010 73.0 72.1

72.0

Tahun

71.0

70.0

70.5

70.8

71.0

71.1

71.4

72.2

72.6

71.6

70,9

UHH Provinsi tahun 2007

69.3

UHH Provinsi tahun 2010

69.0 68.0

UHH Nasional Tahun 2010

67.0 Kep. Riau

Riau

Sumatera Utara

Lampung

Sumatera Selatan

Sumatera Barat

Kep. Babel

Jambi

Bengkulu

Aceh

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS, 2011

Indikator lain yang dipakai untuk menggambarkan kondisi kesehatan masyarakat adalah tingkat kejadian (prevalensi) gizi buruk pada balita. Gizi buruk pada balita berakibat pada gangguan pertumbuhan serta rendahnya berat badan dan tinggi badan. Sebagian besar provinsi di Wilayah Sumatera mencatat penurunan prevalensi gizi buruk/gizi kurang, dengan penurunan paling signifikan terjadi Riau. Namun demikian frekeuensi gizi buruk/kurang di empat provinsi

PULAU SUMATERA

1- 9

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 masih di atas rata-rata nasional. Di samping itu Provinsi Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, dan Jambi justru mengalami peningkatan prevalensi gizi buruk/kurang. Tabel 1-12: Prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang Menurut Provinsi Tahun 2007dan 2010. 2007 NO.

PROVINSI

GIZI BURUK (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka 9. Belitung 10. Kepulauan Riau INDONESIA

GIZI KURANG (%)

2010 GIZI BURUK/ KURANG

GIZI BURUK (%)

GIZI KURANG (%)

GIZI ∆ (2007BURUK/ 2010) KURANG (%) 23,7 2,8 21,3 1,4 17,2 3,0 16,2 5,2 19,7 -0,8 19,9 -1,7 15,3 1,4 13,5 4,0

10,7 8,4 5,9 7,5 6,3 6,5 4,8 5,7

15,8 14,3 14,3 13,9 12,6 11,7 11,9 11,8

26,5 22,7 20,2 21,4 18,9 18,2 16,7 17,5

7,1 7,8 2,8 4,8 5,4 5,5 4,3 3,5

16,6 13,5 14,4 11,4 14,3 14,4 11,0 10,0

4,6

13,7

18,3

3,2

11,7

14,9

3,4

3,0 5,4

9,4 13,0

12,4 18,4

4,3 4,9

9,8 13,0

14,1 17,9

-1,7 0,5

Sumber: Riskesdas 2007,2010

Sementara itu, empat dari sepuluh provinsi di Wilayah Sumatera memiliki persentase balita dengan tinggi badan kurang yang lebih tinggi dari persentase nasional. Tinggi badan kurang (stunting) adalah indikator yang digunakan untuk menggambarkan status gizi yang sifatnya kronis, artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku pola asuh yang tidak tepat, sering menderita penyakit secara berulang karena hygiene dan sanitasi yang kurang baik. Sebagian besar provinsi menunjukkan perbaikan dalam indikator ini kecuali Kepulauan Riau yang justru mengalami peningkatan meskipun kecil. Gambar 1-7: Persentase Balita dengan Status Tinggi Badan Pendek (Stunting) Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Pada Tahun 2007 dan 2010

Sumber: Riskesdas 2007, 2010

1 - 10 P U L A U S U M A T E R A

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Indikator kesehatan lainnya yang menggambarkan kinerja dari pelayanan kesehatan bagi masyarakat adalah kondisi kesehatan ibu dan bayi yang berkaitan dengan proses melahirkan. Kondisi ini dapat ditunjukkan melalui data persentase kelahiran balita menurut penolong kelahiran terakhir. Pada tahun 2011, persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga medis di sebagain besar provinsi wilayah Sumatera lebih tinggi dari angka nasional. Hanya Provinsi Jambi dan Lampung yang memiliki angka persentase di bawah rata-rata nasional. Capaian tertinggi diperoleh Provinsi Kepulauan Riau. Tabel 1-13: Persentase Kelahiran Balita Menurut Provinsi dan Penolong Kelahiran Terakhir Tahun 2011 NO.

PROVINSI

1. Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Kepulauan Riau 6. Jambi 7. Sumatera Selatan 8. Kep. Bangka Belitung 9. Bengkulu 10. Lampung INDONESIA

DOKTER

10,5 13,8 19,9 16,9 35,6 11,9 13,0 17,0 15,2 11,3 16,9

TENAGA MEDIS TENAGA BIDAN MEDIS LAINNYA

78,7 75,0 71,4 65,3 59,6 61,3 68,9 67,1 70,4 68,6 63,7

0,4 0,9 0,5 0,8 0,3 0,9 0,5 0,9 0,6 1,0 0,7

TENAGA NON MEDIS TOTAL

DUKUN

89,7 89,7 91,8 83,0 95,5 74,1 82,4 85,0 86,3 80,9 81,3

FAMILI

10,0 8,0 7,4 16,7 4,3 25,6 17,1 14,5 13,1 18,6 17,3

0,3 1,8 0,6 0,2 0,2 0,2 0,5 0,3 0,6 0,3 1,2

TOTAL

10,3 9,8 8,0 16,9 4,5 25,8 17,6 14,8 13,7 18,9 18,6

Sumber: SUSENAS, BPS 2012

1.2.4. Pendidikan Perkembangan tingkat pendidikan masyarakat di Wilayah Sumatera secara umum menunjukkan peningkatan antara tahun 2009 dan 2011. Hal ini ditunjukkan oleh indikator utama Rata-Rata Lama Sekolah yang menunjukkan peningkatan di tujuh provinsi. Hanya satu provinsi yang mengalami penurunan capaian rata-rata lama sekolah, dan dua lainnya tidak mengalami perubahan. Capaian tertinggi pada indikator ini pada tahun 2011 diperoleh Provinsi Kepulauan Riau, yang juga berhasil membuat kemajuan paling pesat dalam periode 2009-2011. Tabel 1-14: Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf Menurut Provinsi Di Wilayah Sumatera Tahun 2009 dan 2011. NO.

PROVINSI

1. Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau NASIONAL

RATA-RATA LAMA SEKOLAH (TAHUN) 2009 2011 ∆('11-'09) 8,6 8,6 8,5 8,6 7,7 7,7 8,2 7,7 7,4 8,1 7,7

8,8 8,8 8,4 8,6 8,0 7,8 8,3 7,7 7,5 9,7 7,9

0,2 0,2 -0,1 0,3 0,1 0,1 0,1 1,6 0,2

ANGKA MELEK HURUF (%) 2009 96,39 97,15 96,81 98,11 95,51 97,21 94,9 94,37 95,41 96,08 92,58

2011 95,84 96,83 96,2 97,61 95,52 96,65 95,13 95,02 95,6 97,67 92,81

∆('11-‘09) -0,55 -0,32 -0,61 -0,5 0,01 -0,56 0,23 0,65 0,19 1,59 0,23

Sumber: SUSENAS, BPS 2012

PULAU SUMATERA

1 - 11

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Indikator lain untuk melihat tingkat pendidikan masyarakat adalah Angka Melek Huruf (AMH). Pada indikator ini perkembangan di Wilayah Sumatera menunjukkan capaian yang bervariasi, di mana lima provinsi mencapai peningkatan dan lima lainnya justru mengalami penurunan. Namun demikian pada tahun 2011, seluruh provinsi memiliki AMH di atas rata-rata nasional. AMH tertinggi dicapai oleh Provinsi Kepulauan Riau, sementara yang terendah dialami Provinsi Lampung. Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Wilayah Sumatera antara tahun 2009 dan 2011 ditandai oleh kecenderungan penurunan APS pada kelompok usia 7-12 tahun (pendidikan dasar). Namun demikian pada kelompok usia pendidikan menengah, khususnya menengah atas justru menunjukkan kecenderungan peningkatan APS. Pada tahun 2011, capaian APS tertinggi diperoleh Provinsi Aceh untuk kelompok usia 7-12 tahun dan 16-18 tahun, serta Provinsi Kepulauan Riau untuk kelompok usia 13-15. Tabel 1-15: Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Provinsi dan Usia Sekolah Tahun 2009 dan 2011 NO.

PROVINSI

7-12 1. Aceh 99,07 2. Sumatera Utara 98,70 3. Sumatera Barat 98,02 4. Riau 98,55 5. Kepulauan Riau 98,95 6. Jambi 98,11 7. Sumatera Selatan 97,80 8. Kep Bangka Belitung 96,90 9. Bengkulu 98,53 10. Lampung 98,53 INDONESIA 97,95 Sumber: SUSENAS, BPS 2012

2009 13-15 94,31 91,43 88,79 91,58 91,26 85,10 84,65 79,98 87,47 85,92 85,47

2011 16-18 72,74 66,34 65,25 63,92 64,62 55,13 54,12 46,70 58,80 50,44 55,16

7-12 99,03 98,33 98,10 97,71 97,84 98,34 97,91 97,02 98,29 97,90 97,58

13-15 94,07 89,10 89,64 87,94 96,42 88,07 85,32 83,54 90,82 85,85 87,78

∆ ('11-'09) 16-18 72,41 67,54 68,12 65,06 65,74 59,49 55,93 49,17 62,34 55,41 57,85

7-12 (0,04) (0,37) 0,08 (0,84) (1,11) 0,23 0,11 0,12 (0,24) (0,63) (0,37)

13-15 (0,24) (2,33) 0,85 (3,64) 5,16 2,97 0,67 3,56 3,35 (0,07) 2,31

16-18 (0,33) 1,20 2,87 1,14 1,12 4,36 1,81 2,47 3,54 4,97 2,69

1.2.5. Kemiskinan Penduduk miskin di wilayah Sumatera pada tahun 2012 mencapai 6,3 juta jiwa, yang merupakan 12,07 persen dari total penduduk wilayah, dan 22 persen dari keseluruhan penduduk miskin di Indonesia. Tingkat kemiskinan wilayah tersebut berada sedikit di atas tingkat kemiskinan nasional. Jumlah dan persentase penduduk miskin di Wialyah Sumatera terus menurun sejak tahun 2007 hingga tahun 2012 (Februari). Gambar 1-8: Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Sumatera Tahun 2006-2012

Sumber: Susenas (Februari), BPS 2012

1 - 12 P U L A U S U M A T E R A

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Dari sepuluh provinsi yang ada, empat di antaranya masih memiliki persentase penduduk miskin di atas nasional pada tahun 2011. Tingkat kemiskinan tertinggi terjadi di Provinsi Bengkulu, sedangkan yang terendah di Provinsi Bangka Belitung (5,53%). Kecuali Provinsi Bengkulu, semua provinsi di Wilayah Sumatera mengalami penurunan tingkat kemiskinan antara tahun 2011 dan 2012. Tabel 1-16: Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2006 - 2012 (Februari) NO

PROVINSI

2006 1. Aceh 28,70 2. Sumatera Utara 14,31 3. Sumatera Barat 11,61 4. Riau 10,48 5. Jambi 10,00 6. Sumatera Selatan 18,17 7. Bengkulu 20,90 8. Lampung 22,64 9. Bangka Belitung 10,16 10. Kepulauan Riau 7,21 SUMATERA 16,43 NASIONAL 16,48 Sumber: Susenas (Februari), BPS 2012

2007 26,65 13,90 11,90 11,20 10,27 19,15 22,13 22,19 9,54 10,30 16,46 16,58

2008 23,53 12,55 10,67 10,63 9,32 17,73 20,64 20,98 8,58 9,18 15,08 15,42

TAHUN 2009 21,80 11,51 9,54 9,48 8,77 16,28 18,59 20,22 7,46 8,27 13,92 14,15

2010 20,98 11,31 9,50 8,65 8,34 15,47 18,30 18,94 6,51 8,05 13,30 13,33

2011 19,57 11,33 9,04 8,47 8,65 14,24 17,50 16,93 5,75 7,40 12,57 12,49

2012 19,46 10,67 8,19 8,22 8,42 13,78 17,70 16,18 5,53 7,11 12,07 11,96

Meskipun demikian secara umum penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin di Wilayah Sumatera pada tahun 2011-2012 mengalami pelambatan bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tabel 1-17: Penurunan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin dalam Periode 2004-2012 NO.

PROVINSI

1. Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau SUMATERA

RATA2 PENURUNAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN (RIBU/TAHUN) (2009- (2010- (2011- (2004- (20092010) 2011) 2012) 2009) 2012) 31 -32,9 -14,24 52,86 -5,38 8,8 9,59 74,06 60,08 30,82 -0,7 -12,08 37,34 8,62 8,19 27,2 18,25 -1,02 43,38 14,81 8,1 -31,08 1,01 15,08 -7,32 42,2 50,89 17,78 42,28 36,96 -0,8 21,29 -8,05 4,2 4,15 78,4 181,19 44,88 0,68 101,49 8,8 -4,26 0,7 3,04 1,75 -1,5 0,14 -1,66 4,95 -1,01 201,5 201,03 150,8 204,58 184,44

RATA2 PENURUNAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN (%/TAHUN) (2009- (2010- (2011- (2004- (20092010) 2011) 2012) 2009) 2012) 0,82 1,41 0,11 1,33 0,78 0,20 -0,02 0,66 0,68 0,28 0,04 0,46 0,85 0,18 0,45 0,83 0,18 0,25 0,73 0,42 0,43 -0,31 0,23 0,74 0,12 0,81 1,23 0,46 0,93 0,83 0,29 0,80 -0,20 0,76 0,30 1,28 2,01 0,75 0,40 1,35 0,95 0,76 0,22 0,32 0,64 0,22 0,65 0,29 -1,65 0,39 0,62 0,73 0,50 0,71 0,62

Sumber: Susenas (Februari), BPS 2012

Sebagian besar penduduk miskin di Wilayah Sumatera berada di perdesaan. Demikian juga persentasenya, persentase penduduk miskin terhadap total penduduk perdesaan umumnya lebih tinggi dibandingkan persentase penduduk miskin terhadap penduduk perkotaan. Namun demikian, di Provinsi Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, dan Jambi terjadi

PULAU SUMATERA

1 - 13

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 fenomena sebaliknya di mana tingkat kemiskinan di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan. Tabel 1-18: Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Sumatera Tahun 2012 NO.

JUMLAH PENDUDUK MISKIN (000)

PROVINSI

Kota 1. Aceh 171,80 2. Sumatera Utara 669,25 3. Sumatera Barat 127,81 4. Riau 148,17 5. Jambi 103,48 6. Sumatera Selatan 388,65 7. Bengkulu 93,67 8. Lampung 239,07 9. Kep. Bangka Belitung 25,13 10. Kepulauan Riau 108,53 SUMATERA 2.075,56 NASIONAL 10.647,25 Sumber: Susenas (Februari), BPS 2012

Desa 737,24 738,00 276,93 334,90 168,19 668,38 218,00 1.014,77 46,23 22,70 4.225,34 18.485,20

Kota + Desa 909,04 1.407,25 404,74 483,07 271,67 1.057,03 311,66 1.253,83 71,36 131,22 6.300,87 29.132,43

PERSERTASE PENDUDUK MISKIN (%) Kota Desa Kota + Desa 13,07 21,97 19,46 10,32 11,01 10,67 6,67 9,14 8,19 6,43 9,36 8,22 10,44 7,52 8,42 14,16 13,57 13,78 17,18 17,94 17,70 12,00 17,63 16,18 3,95 7,06 5,53 7,15 6,94 7,11 10,15 13,29 12,07 8,78 15,12 11,96

1.2.6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI), dianggap sebagai ukuran yang dapat menggambarkan pencapaian pembangunan yang lebih berorientasi pada perbaikan kualitas hidup manusia di suatu negara/wilayah. IPM merupakan indeks komposit dari indikator-indikator Umur Harapan Hidup (UHH), Rata-Rata Lama Sekolah (RLS), Angka Melek Huruf (AMH), dan Rata-Rata Pengeluaran Perkapita yang disesuaikan. Semua provinsi di Wilayah Sumatera memperlihatkan peningkatan IPM secara konsisten dari tahun 2006 hingga 2010. Secara relatif di tingkat nasional, capaian IPM provinsiprovinsi di Wilayah Sumatera berada dalam kisaran menengah hingga tinggi yang terlihat dari rankingnya secara nasional. Pada tahun 2010 hanya dua dari sepuluh provinsi di Wilayah Sumatera yang memiliki IPM di bawah angka nasional. IPM tertinggi di Wilayah Sumatera dicapai oleh Provinsi Riau, sedangkan yang terendah di Provinsi Lampung (Tabel 1-19). Tabel 1-19: Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2006-2010 NO.

PROVINSI

1. Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau NASIONAL Sumber: BPS, tahun 2011

2006 69,41 72,46 71,65 73,81 71,29 71,09 71,28 69,38 71,18 72,79 70,10

1 - 14 P U L A U S U M A T E R A

2007 70,35 72,78 72,23 74,63 71,46 71,40 71,57 69,78 71,62 73,68 70,59

IPM 2008 70,76 73,29 72,96 75,09 71,99 72,05 72,14 70,30 72,19 74,18 71,17

2009 71,31 73,80 73,44 75,60 72,45 72,61 72,55 70,93 72,55 74,54 71,76

2010 71,7 74,19 73,78 76,07 72,74 72,95 72,92 71,42 72,86 75,07 72,27

2006 18 8 9 3 10 13 11 19 12 7

2007 17 8 9 3 12 13 11 20 10 6

Peringkat 2008 2009 17 17 8 8 9 9 3 3 13 13 12 10 11 12 20 21 10 11 6 6

2010 17 8 9 3 13 10 11 20 12 6

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

1.3. PEREKONOMIAN DAERAH 1.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 1.3.1.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Pertumbuhan



Perekonomian Wilayah Sumatera pada tahun 2012 mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan kondisi tahun 2011. Pada tahun 2012, dampak pelemahan ekonomi dunia nampak dirasakan di beberapa provinsi, khususnya provinsi-provinsi penghasil komoditas ekspor batubara, sawit, dan karet yang permintaan dan harganya turun di pasar dunia. Namun demikian secara umum perekonomian provinsi-provinsi masih tumbuh positif. Tabel 1-20: Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Wilayah Sumatera Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) dengan Migas Tahun 2000, 2007-2012. (dalam persen) NO. PROVINSI Aceh 1. Sumatera Utara 2. Sumatera Barat 3. Riau 4. Jambi 5. Sumatera Selatan 6. Bengkulu 7. Lampung 8. Kep. Bangka Belitung 9. Kepulauan Riau 10. SUMATERA NASIONAL

2007 -2.36 6.90 6.34 3.41 6.82 5.84 6.46 5.94 4.54 7.01 4.96 6.35

2008 -5.24 6.39 6.88 5.65 7.16 5.07 5.75 5.35 4.60 6.63 4.98 6.01

2009 -5.51 5.07 4.28 2.97 6.39 4.11 5.62 5.26 3.74 3.52 3.50 4.63

2010 2.74 6.42 5.94 4.21 7.35 5.63 6.10 5.88 5.99 7.19 5.58 6.22

2011 5.09 6.63 6.25 5.04 8.54 6.50 6.45 6.43 6.46 6.66 6.19 6.49

2012 5.20 6.22 6.35 3.55 7.44 6.01 6.61 6.48 5.72 8.21 5.82 6.23

Sumber :BPS, tahun 2012

Pada tahun 2010 seluruh sektor tumbuh positif dan lebih besar dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya, kecuali sektor jasa. Sektor dengan laju pertumbuhan ekonomi tertinggi dan sekaligus penopang pertumbuhan ekonomi di Wilayah Sumatera adalah sektor perdagangan, sektor angkutan dan komunikasi, dan sektor kontruksi. Tabel 1-21: Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Sumatera Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2010 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (persen/tahun) NO.

LAPANGAN USAHA

2006

2007

2008*

2009**

2010**

1. Pertanian 4,70 5,07 4,51 3,78 2. Pertambangan & Penggalian 1,39 -2,22 0,36 -3,20 3. Industri Pengolahan 4,25 4,85 3,66 2,55 4. Listrik, Gas & Air 10,94 4,91 5,19 5,94 5. Konstruksi 11,17 9,69 8,31 7,06 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7,11 6,94 6,58 5,01 7. Pengangkutan & Komunikasi 10,21 9,70 8,76 7,81 8. Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 9,53 11,29 10,86 7,84 9. Jasa-Jasa 6,22 8,77 7,58 6,68 Sumber: BPS, tahun 2010 Keterangan: *) angka sementara; **) angka sangat sementara

4,80 1,94 5,00 6,41 8,27 7,42 9,18 8,46 -35,64

PULAU SUMATERA

1 - 15

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 

Struktur Ekonomi

Secara keseluruhan, ekonomi Wilayah Sumatera ditopang oleh tiga lapangan usaha utama, yakni pertanian, industri pengolahan, dan pertambangan. Namun demikian penyebaran sumber daya alam pertambangan tidak merata antardaerah. Di luar ketiga sektor utama tersebut, sektor perdagangan, hotel, dan restauran juga memiliki peran yang besar. Struktur perekonomian wilayah tersebut relatif tidak mengalami pergeseran yang berarti selama periode 2005-2011. Gambar 1-9: Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Wilayah Sumatera Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005 dan 2010, (persen). Struktur Ekonomi P. Sumatera 2005 (%)

Struktur Ekonomi P. Sumatera 2011 (%)

Sumber : BPS, tahun 2010

Sementara distribusi ekonomi menurut Provinsi, terlihat secara keseluruhan sektor pertanian, industry pengolahan, dan perdagangan masih sektor andalan. Namun untuk sektor pertambangan hanya menjadi andalan di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kep. Bangka Belitung, dan sektor angkutan di Provinsi Aceh, Sumatera Barat, dan Lampung.

1 - 16 P U L A U S U M A T E R A

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Tabel 1-22: Distribusi Persentase PDRB Menurut Provinsi dan Lapangan Usaha di Wilayah Sumatera Tahun 2011 Atas Dasar Harga Berlaku NO.

PROVINSI

1. Aceh 2. Sumatera Utara*) 3. Sumatera Barat 4. Riau*) 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Bangka Belitung*) 10. Kepulauan Riau SUMATERA

1 27,88 22,92 23,50 20,14 29,35 17,28 37,01 36,05 19,12 4,63 22,27

2 11,64 1,37 2,98 35,91 19,07 22,31 3,55 1,93 17,83 7,63 15,95

3 8,81 22,96 11,39 20,52 10,67 20,60 4,40 16,01 21,29 47,78 20,24

LAPANGAN USAHA (%) 4 5 6 0,47 10,07 16,03 0,95 6,35 19,00 0,98 6,60 18,03 0,17 5,62 9,42 0,88 4,28 14,98 0,48 7,71 13,07 0,50 3,06 19,85 0,54 3,42 15,91 0,81 5,56 18,22 0,60 7,79 19,40 0,57 6,27 14,86

7 10,95 9,03 15,68 1,96 6,36 4,73 8,77 11,47 3,48 4,49 6,91

8 2,63 6,60 4,53 2,47 5,10 3,53 5,34 5,88 2,54 4,99 4,32

9 11,52 10,81 16,31 3,79 9,33 10,29 17,50 8,79 11,15 2,69 8,61

Sumber: BPS, tahun 2011 Keterangan: 1=Pertanian 2= Pertambangan & Penggalian 3= Industri Pengolahan 4= Listrik, Gas & Air

5= Konstruksi 6= Perdagangan, Hotel & Restoran 7= Pengangkutan & Komunikasi 8= Keuangan & Jasa Perusahaan 9= Jasa-Jasa

Dalam pembentukan PDRB Wilayah, Provinsi Riau dan Sumatera Utara memiliki peran yang relatif besar, yakni mencapai sekitar 50 persen. Di sisi lain, peran Provinsi Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, dan Jambi masih kurang dari 10 persen. Tabel 1-23: Peran PDRB Provinsi dalam Pembentukan PDRB Wilayah Sumatera dan PDRB Total 33 Provinsi Tahun 2011 (persen) NO.

PROVINSI

1. Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Kepulauan Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau SUMATERA Sumber: BPS, tahun 2011



PDRB ADHB (RP. JUTA) 85.537.965,91 314.156.937,46 98.917.269,39 413.350.122,80 63.268.138,39 181.776.072,00 21.150.289,62 128.408.894,93 30.254.777,26 80.242.793,63 1.417.063.261,40

SHARE TERHADAP PULAU (%) 6,04 22,17 6,98 29,17 4,46 12,83 1,49 9,06 2,14 5,66 100,00

SHARE TERHADAP NASIONAL (%) 1,42 5,22 1,64 6,87 1,05 3,02 0,35 2,13 0,50 1,33 23,54

PDRB Perkapita

Dalam kurun lima tahun terakhir, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita wilayah Sumatera rata-rata meningkat. Namun, jika dibandingkan antarprovinsi, terlihat adanya ketimpangan yang cukup tinggi. Ketimpangan yang cukup tinggi PDRB perkapita di Wilayah Sumatera disebabkan oleh besarnya PDRB perkapita Provinsi Riau dan Kepulauan Riau. Sementara beberapa provinsi memiliki PDRB perkapita sangat rendah atau berada dibawah rata-rata PDRB perkapita Pulau Sumatera dan PDB perkapita nasional, yaitu hampir seluruh

PULAU SUMATERA

1 - 17

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 provinsi kecuali Kepulauan Riau dan Riau. Sebagai gambaran, perkembangan PDRB per kapita Provinsi di wilayah Sumatera disajikan pada Tabel 1-24. Tabel 1-24: PDRB Per Kapita Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2007-2011 Atas Dasar Harga Berlaku NO.

PROVINSI

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau

NASIONAL

2007

2008

2009

2010

2011*

16.849 14.167 12.729 41.412 11.697 13.195 7.963 8.357 16.170 37.207

17.056 16.403 14.825 53.264 14.725 15.763 8.833 10.078 19.175 40.746

16.337 17.840 15.803 60.211 15.107 15.909 9.318 11.789 19.869 42.166

17.351 21.237 17.995 61.876 17.404 17.984 10.514 14.100 21.013 42.649

18.606

17.360

21.424

23.913

27.084

30.812

20.168

20.327

45.469

Sumber: BPS, tahun 2010 Keterangan: *) angka sementara;

1.3.1.2. PDRB Menurut Penggunaan Dari sisi penggunaan, perekonomian wilayah Sumatera pada tahun 2011 didominasi oleh komponen konsumsi, yaitu mencapai 61,5 persen dari total PDB dan meningkat dibandingkan nilai konsumsi tahun 2010. Total konsumsi sebagian besar 50,20 persen untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga dan 10,79 persen pengeluaran konsumsi pemerintah. Sementara untuk komponen PMTB sebesar 24,74 persen, dan komponen untuk ekspor sebesar 47,12persen. Gambar 1-10: Distrubusi Persentase PDRB Wilayah Sumatera Menurut Penggunaan Tahun 2011

Sumber: BPS 2012

Distribusi PDRB penggunaan disetiap provinsi, secara keseluruhan didominasi oleh komponen pengeluaran untuk konsumsi, terutama untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga dengan rata-rata diatas 50 persen kecuali untuk Provinsi Aceh dan Riau. Selain konsumsi rumah 1 - 18 P U L A U S U M A T E R A

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 tangga, komponen ekspor dan impor juga memiliki peran yang cuku besar terhadap pembentukan PDRB provinsi di Sumatera. Tabel 1-25: Distribusi Persentase PDRB Menurut Provinsi dan Penggunaan Di Wilayah Sumatera Tahun 2011 Atas Dasar Harga Berlaku NO. 1.

PROVINSI Aceh

KONSUMSI RUMAH TANGGA 41,27

KONSUMSI LEMBAGA NIRLABA -

KONSUMSI PEMERINTAH 23,65

PMTB

PERUBAHAN STOK

EKSPOR

1,52

23,80

8,00

0,25

43,52

34,23

IMPOR

2.

Sumatera Utara

59,22

0,36

10,33

17,76 20,56

3.

Sumatera Barat

53,59

0,89

15,21

20,26

-3,56

28,95

15,34

4.

Riau

31,00

0,28

6,41

24,55

2,56

49,47

14,26

5.

Jambi

59,89

0,63

18,27

18,81

2,52

55,79

55,91

-0,10

40,97

40,93

6.

Sumatera Selatan

63,53

1,17

10,62

24,74

7.

Bengkulu

60,43

0,94

16,00

10,84

-9,84

33,92

12,29

8.

Lampung

51,11

0,96

10,81

17,23

0,41

42,49

23,01

4,04

61,16

59,48

-63,61

109,17

105,50

9.

Kep. Bangka Belitung

51,56

1,00

16,08

25,64

10.

Kepulauan Riau

76,71

1,14

7,04

75,05

Sumber: BPS,2012

Perkembangan ekonomi dari sisi permintaan, komponen impor barang dan jasa pada tahun 2011 mencatat pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 15,04 persen lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan impor tahun 2010 (10,53%), disusul oleh komponen peggeluaran PMTB tumbuh sebesar 9,38 persen dan komponen Ekpor tumbuh sebesar 10,41 persen, Namun untuk komponen konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah memiliki laju pertumbuhan lebih rendah dari pertumbuhan tahun sebelumnya. Tabel 1-26: Laju Pertumbuhan PDRB Wilayah Sumatera Menurut Penggunaan Tahun 2007-2011 (persen/tahun) NO.

JENIS PENGGUNAAN

TAHUN 2007

2008

2009

2010*)

1.

Konsumsi Rumah Tangga

2.

Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba

3.

Konsumsi Pemerintah

4.

PMTB

5.

Perubahan Stock

6.

Ekspor Barang & Jasa

7.

Impor Barang & Jasa 16,33 16,36 5,09 10,53 Sumber: BPS, 2012 Keterangan: *) angka sementara; **) angka sangat sementara

2011**)

RATA-RATA (2007-2011)

7,54

8,27

6,76

7,45

5,98

7,20

10,57

7,64

20,47

(1,70)

3,78

8,15

8,59

4,25

11,61

7,54

7,29

7,86

10,54

10,25

6,98

8,38

9,38

9,11

(490,35)

160,03

(71,31)

201,59

(10,57)

(42,12)

8,18

9,22

(4,36)

7,79

10,42

6,25

15,04

12,67

Sementara Perkembangan Ekonomi Dari Sisi Permintaan Untuk Setiap Provinsi, Secara Keseluruhan Pertumbuhan Komponen Pengeluaran Tumbuh Positif, Kecuali Komponen Ekspor Di Provinsi Aceh Tumbuh Negatif. Pertumbuhan Ekspor Dan Impor Tertinggi Terdapat Di Jambi, Sumatera Selatan, Dan Lampung.

PULAU SUMATERA

1 - 19

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 1-27: Laju Pertumbuhan PDRB menurut Provinsi dan Penggunaan Di Wilayah Sumatera Tahun 2011 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

PROVINSI Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau

KONSUMSI RUMAH TANGGA 5,66 6,26 4,51 6,68 4,75 6,28 5,74 5,75 5,70 5,92

KONSUMSI LEMBAGA NIRLABA

KONSUMSI PEMERINTAH

2,23 3,35 6,43 7,55 1,51 7,33 5,43 4,73 5,32

PERUBAHAN STOK

PMTB

7,81 6,17 18,09 1,89 7,31 8,94 8,55 2,05 7,86 7,06

3,98 7,80 10,82 8,36 12,40 11,58 10,04 9,30 9,14 12,85

2212,79 13,77 80,91 4,45 10,43 -86,92 17,96 -107,10 100,62 8,22

EKSPOR

IMPOR

-1,16 15,19 10,76 3,08 22,06 14,83 11,99 26,24 0,75 4,87

8,12 16,71 15,11 5,78 17,34 23,48 14,94 40,21 3,93 5,78

Sumber: BPS, 2012

1.3.2. Investasi PMA dan PMDN Nilai realisasi investasi PMDN Wilayah Sumatera tahun 2011 tercatat sekitar 16334,2 milyar rupiah atau sekitar 20,76 persen dari realisasi PMDN nasional lebih besar dibandingkan nilai realisasi PMDN tahun sebelumnya. Nilai realisasi investasi PMDN terbesar terdapat di Provinsi Riau sebesar 45,69 persen dan terrendah di Provinsi Aceh sekiktar 1,59 persen dari total investasi PMDN di wilayah Sumatera. Tabel 1-28: Perkembangan Realisasi Investasi PMDN (Milyar Rp) dan Jumlah Proyek menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2007-2011 NILAI INVESTASI (MILYAR RP) NO.

PROVINSI

2007

1. Aceh 2. Sumatera Utara 1.521,30 3. Sumatera Barat 4. Riau 3.095,30 5. Jambi 4.751,80 6. Sumatera Selatan 811,5 7. Bengkulu 8. Lampung 163,8 9. Bangka Belitung 313,7 10. Kepulauan Riau 97,1 SUMATERA 10.754,5 Sumber : BKPM, tahun 2011

2008

2009

2010

382,7 1966,8 1300,6 378,5 735,2 2 74,4 4.840,2

79,7 2060,8 459 3386,6 213,8 580,3 549,9 249,3 240 7.819,4

40,9 662,7 73,8 1037,1 223,3 1738,4 8,5 272,3 0,4 166,9 4.224,3

2011 259,4 1.673,0 1.026,2 7.462,6 2.134,9 1.068,9 824,4 514,4 1.370,4 16.334,2

SHARE (%) NASIONAL 0,33 2,12 1,30 9,47 2,71 1,36 1,05 0,65 1,74 20,72

SHARE (%) PULAU 1,59 10,24 6,28 45,69 13,07 6,54 5,05 3,15 8,39 100,00

Sementara untuk perkembangan nilai realisasi investasi PMA tercatat pada tahun 2011 sebesar 10,66persen dari total nilai realisasi PMA nasional atau menurun dibandingkan nilai realisasi PMA tahun 2010 (12,64%). Investasi PMA terbesar di Sumatera terpusat di Sumatera Utara (36,30%), Sumatera Selatan (26,84%), dan Kepulauan Riau (10,58%). Zona tengah dan utara wilayah Sumatera masih menjadi motor penggerak utama dalam menarik investasi. Provinsi Riau dan Kepulauan Riau merupakan daerah yang paling banyak menarik investasi, baik PMA maupun PMDN.

1 - 20 P U L A U S U M A T E R A

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 1-29: Perkembangan Realisasi Investasi PMA (Juta USD) dan Jumlah Proyek Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2007-2011 NO.

PROVINSI

NILAI INVESTASI (JUTA USD) 2007

1. Aceh 17,4 2. Sumatera Utara 189,7 3. Sumatera Barat 58,7 4. Riau 724,0 5. Jambi 17,6 6. Sumatera Selatan 213,8 7. Bengkulu 8. Lampung 124,5 9. Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau 52,8 SUMATERA 1.398,5 Sumber : BKPM, tahun 2011

2008 127,3 28,1 460,9 36,1 114,6 13,0 67,0 1,7 161,2 1.009,9

2009 0,4 139,7 0,2 251,6 40,5 56,8 1,1 32,7 22,4 230,7 776,1

2010

2011

4,6 181,1 7,9 86,6 37,2 186,3 25,1 30,7 22 165,7 747,2

22,5 753,7 22,9 212,3 19,5 557,3 43,1 79,5 146,0 219,7 2.076,5

SHARE (%) NASIONAL 0,12 3,87 0,12 1,09 0,10 2,86 0,22 0,41 0,75 1,13 10,66

SHARE (%) PULAU 1,08 36,30 1,10 10,22 0,94 26,84 2,08 3,83 7,03 10,58 100,00

1.3.3. Perdagangan Ekspor dan Impor 

Ekspor

Perkembangan perdagangan ekspor non migas Wilayah Sumatera tahun 2006-2010 terlihat cukup fluktuatif, peneurunan nilai ekspor non migas terjadi pada tahun 2009 dan penurunan ini terjadi hamper di semua provinsi di wilayah Sumatera. Perkembangan nilai ekspor tahun 2010 meningkat dibandingkan tahun 2009, kecuali untuk provinsi Aceh. Peranan Sumatera terhadap nilai ekspor non migas nasional tahun 2010 mencapai sebesar 29,67 persen merupakan penyumbang kedua terbesar setelah wilayah Jawa-Bali (45,11%). Tabel 1-30: Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2006-2010 (Juta USD)

NO

PROVINSI

2006

2007

2008

2009

2010

1. Aceh 11 63,6 155,9 90,4 24,9 2. Sumatera Utara 5.523,9 7.082,9 1.6777,3 6.460,1 9.107 3. Sumatera Barat 1.074,1 1.512,8 1.965,2 1.344,3 2.214,8 4. Riau 4.263,8 6.385,4 7.923,9 7.637,6 10.141,5 5. Jambi 574,5 694,4 877,4 528,9 1.209,1 6. Sumatera Selatan 1.883 2.293,9 1.630,6 1.599,6 3.013,4 7. Bengkulu 80,3 85 404,5 57,6 129,2 8. Lampung 1.525,7 1.540,6 2.598,6 2.258,7 2.467,4 9. Bangka Belitung 900,7 1.013,8 1.388,3 1.178,8 1653 10. Kepulauan Riau 5.978,6 6.873,8 8.835,9 6119 8.527,6 SUMATERA 21.815,6 27.546,2 42.557,6 2.7275 38.487,9 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan. Tahun 2010

PERAN. (%) PULAU 2010 0,06 23,66 5,75 26,35 3,14 7,83 0,34 6,41 4,29 22,16 100,00

PERAN. (%) NASIONAL 2010 0,02 7,02 1,71 7,82 0,93 2,32 0,10 1,90 1,27 6,57 29,67

PULAU SUMATERA

1 - 21

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 

Impor

Perkembangan perdagangan impor non migas antarprovinsi di Wilayah Sumatera tahun 2006-2010 menunjukan pertumbuhan nilai impor meningkat tajam pada tahun 2006 dan 2008 hampir terjadi di seluruh provinsi. Nilai impor non migas wilayah Sumatera pada tahun 2010 sebesar 38.487,9 juta US$ atau sekitar 13,10 persen dari total nilai impor non migas nasional dan menempati urutan kedua terbesar setelah Wilayah Jawa-Bali (83,07%). Tabel 1-31: Perkembangan Nilai Impor Non Migas Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2006-2010, (Juta USD) NO.

PROVINSI

2006

2007

2008

2009

2010

1. Aceh 29,1 29,6 384,2 110,1 36 2. Sumatera Utara 1.331,2 1.829,3 3.033,3 2.126,4 2.673,1 3. Sumatera Barat 36,8 95,9 197,9 44,1 146,6 4. Riau 564,9 807,4 1.563,6 660,9 984,7 5. Jambi 162,4 178 143,1 87,7 247,2 6. Sumatera Selatan 282,6 162,9 210,6 206,4 347,2 7. Bengkulu 0,7 3,0 1,2 3,2 4,7 8. Lampung 331,5 419,3 718,1 485,9 691,7 9. Bangka Belitung 21,5 18 37,6 47,1 67,1 10. Kepulauan Riau 593,4 662,6 9.070,1 8.537,6 8.982,5 SUMATERA 3.354,1 4.206 15.359,7 12.309,4 14.180,8 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan. Tahun 2010

PERAN. (%) Pulau 2010 0,25 18,85 1,03 6,94 1,74 2,45 0,03 4,88 0,47 63,34 100,00

PERAN. ( %) 2010 0,03 2,47 0,14 0,91 0,23 0,32 0,00 0,64 0,06 8,30 13,10

1.3.4. Komoditas dan Sektor Unggulan Daerah Sektor unggulan wilayah Sumatera, antara lain adalah: industri kelapa sawit, industri karet dan barang dari karet di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Bengkulu; industri pulp dan kertas di Provinsi Riau; industri dasar besi dan baja dan industri logam dasar bukan besi di Provinsi Sumatera Utara dan Kepulauan Bangka Belitung. Komoditas kelapa sawit dan karet dari wilayah ini berperan strategis bagi perekonomian nasional sebagai salah satu komoditas ekspor andalan di pasar global.



Tanaman Pangan

Perkembangan produksi padi di Wilayah Sumatera dari tahun 2006-2012 mengalami peningkatan setiap tahunnya, dengan rata-rata peningkatan sekitar 5,68 persen per tahun, Produksi tahun 2012 mencapai 16.299.293 ton atau 23,64 persen dari total produksi nasional (68.956.292 ton) dengan tingkat produktivitas padi tahun 4,61 ton per hektar, namun masih jauh dibawah rata-rata produktivitas nasional (5,12 ton per hektar). Sementara luas panen padi dari tahun 2006-2012 menunjukan kecenderungan meningkat setiap tahunnya, luas panen padi hingga akhir tahun 2012 mencapai sekitar 3.534.935 hektar atau 26,24 persen dari total luas panen padi nasional.

1 - 22 P U L A U S U M A T E R A

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Tabel 1-32: Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Padi di Wilayah Sumatera Tahun 2006-2012

2006 2007 2008 2009 2010

12.203.230 13.370.690 13.597.423 14.399.610 15.200.446

2.968.325 3.172.051 3.149.631 3.303.053 3.379.950

PRODUKTIVITAS (TON/HA) 4,11 4,22 4,32 4,36 4,50

2011

15.407.591

3.371.331

4,57

16.299.293

3.534.935

4,61

TAHUN

PRODUKSI (TON)

2012 Sumber: BPS, tahun 2011

LUAS PANEN (HA)

Tingkat produktivitas padi setiap provinsi di Wilayah Sumatera rata-rata masih berada di bawah rata-rata produktivitas padi nasional. Sentra produksi padi terbesar di Wilayah Sumatera terdapat di Sumatera Utara dengan produktivitas sebesar 48,20 ku/ha, dan Sumatera Selatan dengan produktivitas 44,20 ku/ha. Tabel 1-33: Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Padi menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2012 NO.

PROVINSI

1. Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau Sumber: BPS, tahun 2012



LUAS PANEN(HA) 388.218 765.434 474.399 127.759 159.231 787.245 143.329 626.158 8.345 383

PRODUKTIVITAS(KU/HA) 46,19 48,20 49,66 35,56 41,58 44,20 41,02 48,63 27,57 34,62

PRODUKSI(TON) 1.793.325 3.689.420 2.356.020 454.344 662.092 3.479.258 587.952 3.044.792 23.003 1.326

Tanaman Perkebunan

Wilayah Sumatera merupakan salah satu sentra penghasil komoditasi perkebunan terbesar terutama untuk perkebunan kelapa sawit, karet, dan kopi. Pada tahun 2011 tercatat Produksi kelapa sawit Wilayah Sumatera mencapai 16.843.601 ton atau 78 persen dari produksi kelapa sawit nasional dan terluas dibandingkan pulau lainnya. Sentra produksi dan luas arela perkebunan kelapa sawit terbesar di Sumatera adalah Provinsi Riau, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Perkebunan karet, produksi karet tahun 2011 tercatat sebesar 2.329.745 ton per tahun atau 73 persen dari total produksi karet nasional dengan total luas areal perkebunan karet

PULAU SUMATERA

1 - 23

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 sebesar 2.441.415 hektar. Sentar produksi dan luas areal perkebunan karet terdapat Provinsi Sumatera, Sumatera Utara, dan Riau. Sementara komoditas kelapa, produksi kelapa Wilayah Sumatera tahun 2011 mencapai 1.048.346 ton dengan luas areal 1.211.182 ha. Sentra produksi dan luas areal kelapa di Sumatera terdapat di Provinsi Riau, Jambi, dan Lampung. Perkebunan kopi, produksi kopi tahun 2011 tercatat sebesar 450.412 ton per tahun dengan luas areal 804.488 ha. Sentra produksi dan luas areal kopi terbesar terdapat di Provinsi Sumatera Selatan dan Lampung. Tabel 1-34: Produksi (ton) Tanaman Perkebunan Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2011 NO.

PRODUKSI

1. Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau SUMATERA Sumber : Deptan, tahun 2011

KELAPA SAWIT 676.907 3.179.952 987.251 6.518.290 1.545.240 2.283.971 705.638 406.528 526.081 13.743 16.843.601

KARET

KELAPA

107.258 489.818 112.474 427.749 363.752 640.541 60.569 77.564 23.587 26.433 2.329.745

59000 98189 89309 497403 114695 59105 6679 105983 6099 11884 1.048.346

KOPI 47024 54920 29051 1250 11215 129696 49216 128035 2 3 450.412

TEMBAKAU 701 458 1231 0 53 75 0 304 0 0 2822

Tabel 1-35: Luas Areal (Ha) Tanaman Perkebunan menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2011 NO.

PROVINSI

1. Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau SUMATERA Sumber : Deptan, tahun 2011



KELAPA SAWIT 348438 1100820 379185 2176864 521759 826743 294152 168069 177683 9170 6.002.883

KARET

KELAPA

KOPI

119458 465415 129721 393494 445507 668611 73747 83899 29486 32077 2.441.415

102671 116629 92389 525037 118516 67940 10142 131320 9225 37313 1.211.182

94192 82934 41246 4683 27238 279027 98231 176847 38 52 804.488

TEMBAKAU 1112 454 1442 0 281 125 0 470 0 0 3884

Peternakan

Perkembangan populasi ternak besar di Wilayah Sumatera semala periode 2005-2011 rata-rata meningkat, tetapi pada tahun 2011 untuk populasi ternak sapi potong, kambing, kerbau, babi dan kuda menurun dibandingkan populasi tahun 2010. Jumlah populasi ternak besar di Wilayah Sumatera tertinggi adalah jenis ternak kambing, sapi potong, dan babi. Sementara untuk populasi ternak besar lainnya yang cukup banyak adalah domba dan kerbau.

1 - 24 P U L A U S U M A T E R A

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 1-36: Perkembangan Ternak Besar di Wilayah Sumatera Tahun 2005-2011 TAHUN

SAPI POTONG

SAPI PERAH

KAMBING

DOMBA

KERBAU

BABI

KUDA

2005

2.513.859

7.806

3.320.971

591.848

1.109.204

1.731.697

13.871

2006

2.586.976

7.715

3.420.124

629.381

1.141.010

453.815

13.404

2007

2.835.341

3.424

3.649.832

591.012

1.075.634

1.144.192

13.469

2008

2.681.742

2.105

3.571.529

609.670

901.212

1.264.796

11.348

2009

2.833.120

4.544

3.668.854

641.794

940.038

1.299.502

11.776

2010

2.944.609

4.718

4.090.636

679.911

977.802

1.232.152

12.539

2011

2.707.030

2.383

4.102.652

686.498

512.902

815.362

11.568

Sumber :BPS, tahun 2011

Sebaran populasi ternak sapi potong tahun 2011 terbesar di Provinsi Lampung, Aceh, dan Sumatera Utara. Untuk jenis ternak kambing populasi terbesar terdapat di provinsi Lampung, Aceh, dan Sumatera Utara, populasi ternak babi terbesar terdapat di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Riau. Tabel 1-37: Populasi Ternak Besar Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2009 NO.

PROVINSI

SAPI POTONG 462.840

SAPI PERAH 31

KAMBING

DOMBA

KERBAU

KUDA

BABI

870.039

183.901

131.494

3.623

341

1.

Aceh

2.

Sumatera Utara

541.688

897

681.706

292.880

114.289

2.846

668.391

3.

Sumatera Barat

327.013

484

289.116

6.017

100.310

4.011

21.086

4.

Riau

159.855

172

176.828

3.434

37.716

2

44.311

5.

Jambi

119.877

81

349.441

66.063

46.635

193

47.954

6.

Sumatera Selatan

246.295

154

394.940

38.090

29.143

688

32.658

7.

Bengkulu

98.953

244

246.524

3.746

19.969

24

10

8.

Lampung

742.776

201

1.081.150

92.175

33.124

169

68

9.

Bangka Belitung

7.733

119

12.908

192

222

12

544

10.

Kepulauan Riau

-

-

-

-

-

-

-

SUMATERA 2.707.030 Sumber :BPS, tahun 2011

2.383

4.102.652

686.498

512.902

11.568

815.362

Jenis ternak unggas diwilayah Sumatera dengan jumlah populasi terbesar meliputi adalah ayam ras pedaging, ayam ras petelur, dan ayam buras. Penyebaran populasi ayam ras pedaging terbesar terdapat di Sumatera Utara dan Riau, populasi ayam ras petelur terbesar terdapat di Sumatera Utara dan Sumatera Barat, sedangkan untuk populasi ayam buras terbesar terdapat di Provinsi Sumatera Utara, Lampung, dan Jambi. Sementara untuk populasi Itik mencapai 9.930 ekor yang sebagian besar terdapat di Provinsi Sumatera Selatan (Tabel 1-38).

PULAU SUMATERA

1 - 25

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 1-38: Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2009 NO.

PROVINSI

1. Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau SUMATERA

AYAM RAS PEDAGING 2.361 46.478 16.329 41.976 11.833 21.037 7.075 26.259 8.218 181.565

AYAM RAS PETELUR 237 8.537 7.594 196 783 5.632 69 5.512 88 28.649

AYAM BURAS

ITIK

8.794 12.320 6.475 3.311 10.214 6.808 5.157 12.052 5.559 70.689

3.101 2.102 1.535 295 666 1.118 168 845 101 9.930

Sumber :BPS, tahun 2010

Perikanan dan Kelautan



Produksi perikanan dan kelautan di wilayah Sumatera terdiri dai perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Produksi terbesar perikanan tangkap berasal dari perikanan tangkap laut dengan perairan umum. Perkembangan produksi perikanan tangkap dalam kurun waktu 20072010 rata-rata cenderung menurun. Produksi perikanan tangkap laut terbesar di Sumatera Utara dan Kepulauan Riau, sementara untuk produksi perikanan tangkap di perairan umum terbesar di Sumatera Selatan dan Sumatera Utara (Tabel 1-39). Tabel 1-39: Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap di Wilayah Sumatera Tahun 2007 dan 2010 (ton) PROVINSI

PERIKANAN LAUT

PERAIRAN UMUM

2007

2008

2009

2010

1.

Aceh

130.550

129.947

138.942

126.701

1.127

1.189

1.189

1.212

2.

Sumatera Utara

348.222

354.535

358.664

341.323

13.452

210.010

19.390

24.605

3.

Sumatera Barat

187.092

187.043

191.345

192.658

9.360

8.542

85.550

9.941

4.

Riau

102.090

87.917

75.520

77.102

14.355

13.978

12.381

12.191

5.

Jambi

43.638

43.945

44.120

44.524

5.345

5.580

5.920

6.425

6.

Sumatera Selatan

37.790

38.653

39.735

40.877

43.045

44.694

45.733

52.274

7.

Bengkulu

42.435

57.655

44.209

44.241

666

361

630

821

8.

Lampung

135.214

144.859

164.552

143.813

13.595

14.716

8.532

7.036

9.

Bangka Belitung

123.202

150.496

153.222

159.421

-

-

-

-

10.

Kepulauan Riau

193.556

225.439

225.469

196.633

-

-

-

-

1.343.789

1.420.489

1.435.778

1.367.293

100.945

299.070

179.325

114.505

SUMATERA

2007

2008

2009

2010

Sementara untuk perkembangan budidaya perikanan terdiri dari perikanan budi daya laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah (mina padi). Perkembangan produksi perikanan budidaya di Wilayah Sumatera tahun 2005-2010 rata-rata meningkat. Penyebaran produksi budidaya tambak terbesar terdapat di Provinsi Sumatera Selatan dan Lampung, produksi budidaya kolam di Sumatera Selatan dan Sumatera Barat, dan produksi budidaya jaring apung di Sumatera Utara dan Sumatera Barat (Tabel 1-40).

1 - 26 P U L A U S U M A T E R A

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 1-40: Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya di Wilayah Sumatera Tahun 2005 dan 2010 (ton) PROVINSI

BUDIDAYA LAUT

TAMBAK

KOLAM

KARAMBA

JARING APUNG

SAWAH

2005

2010

2005

2010

2005

2010

2005

2010

2005

2010

2005

2010

-

42

12.336

31.041

8.733

14.238

342

143

-

555

3.023

792

1.

Aceh

2.

Sumatera Utara

548

1.888

18.730

32.785

14.243

29.512

234

2.251

4.336

47.683

6.302

4.987

3.

Sumatera Barat

126

13

5

12

14.174

57.653

9.558

3.267

5.070

35.849

3.213

5.823

4.

Riau

26

11

741

2.371

24.769

29.447

987

12.468

163

87

-

-

5.

Jambi

-

-

1.304

2.097

5.531

17.456

3.627

386

949

11.960

8

6

6.

Sumatera Selatan

-

392

21.516

65.133

34.768

100.160

17.401

27.053

115

9.168

7.925

15.491

7.

Bengkulu

-

-

1.438

897

4.427

13.820

39

67

8

230

1.602

3.614

8.

Lampung

821

9.448

123.571

53.248

13.417

32.378

406

696

1.080

2.145

448

160

9.

Bangka Belitung

24

746

152

503

536

1.200

-

-

7

41

-

-

10.

Kepulauan Riau

SUMATERA

4.856

16.477

-

14

178

327

-

-

-

-

-

-

6.401

29.016

179.793

188.100

120.776

296.190

32.594

46.331

11.728

107.717

22.521

30.873

Sumber: DKP, tahun 2010;

1.4. INFRASTRUKTUR WILAYAH 1.4.1 Infrastruktur Jalan Panjang jalan berdasarkan status pembinaannya pada Tahun 2010 di wilayah Sumatera, meliputi jalan Nasional sepanjang 11.568 km, Jalan Provinsi sepanjang 15.247 km, dan Jalan Kabupaten/kota sepanjang 134.511 km. Jalan terpanjang antar provinsi di wilayah Sumatera berada di Sumatera Utara yang meliputi 22 persen. Perkembangan total panjang jalan dalam periode 2008-2010 meningkat sepanjang 11.421 Km, dengan peningkatan tertinggi berasal dari jalan kabupaten, yaitu itu sepanjang 9.944 Km. Gambar 1-41: Panjang Jalan Menurut Provinsi dan Status Kewenangan di Wilayah Sumatera Tahun 2008 dan 2010 PANJANG JALAN (KM) JALAN JALAN NO. PROVINSI JALAN NEGARA KABUPATEN/ PROVINSI KOTA 2008 2010 2008 2010 2008 2010 1. Aceh 1.783 1.803 1.702 1.702 15.417 17.290 2. Sumatera Utara 2.098 2.250 2.752 2.752 32.672 30.446 3. Sumatera Barat 1.200 1.213 1.131 1.154 15.887 18.396 4. Riau 1.126 1.134 1.796 1.872 21.549 20.444 5. Jambi 820 936 1.525 1.025 8.132 8.411 6. Sumatera Selatan 1.290 1.444 1.621 1.748 12.141 13.443 7. Bengkulu 736 784 1.357 1.563 3.829 5.464 8. Lampung 1.004 1.160 2.355 2.368 11.544 13.475 9. Kep. Babel 531 510 511 551 3.396 3.465 10. Kepulauan Riau 334 512 3.677 SUMATERA 10.588 11.568 14.750 15.247 124.567 134.511 Sumber Data: Ditjen Bina Marga, Kementerian PU

TOTAL 2008 18.902 37.522 18.218 24.471 10.477 15.052 5.922 14.903 4.438 149.905

PULAU SUMATERA

2010 20.795 35.448 20.763 23.450 10.372 16.635 7.811 17.003 4.526 4.523 161.326

1 - 27

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Berdasarkan rasio panjang jalan dengan luas wilayah yang mengindikasikan kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2010, kerapatan jalan di wilayah Sumatera sebesar 0,34 Km/Km², lebih tinggi dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 Km/Km². Kerapatan jalan antarprovinsi, tertinggi terdapat di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 0,55 Km/Km², dan terrendah di Provinsi Sumatera Selatan sebesar 0,18 Km/Km². Gambar 1-11: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Menurut Provinsi Di Wilayah Sumatera Tahun 2010

Sumber Data: DitjenBinaMarga, Kementerian PU

Kondisi kualitas jalan menurut kriteria IRI (International Roughness Index, Departemen PU), kualitas jalan nasional tidak mantap di wilayah Sumatera cenderung meningkat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Pada tahun 2010, dari total panjang jalan 11,46 ribu Km sebanyak 1,33 ribu Km kondisinya tidak mantap. Jalan Tidak Mantap tersebut sebesar 53,09 persen termasuk kategori Rusak Ringan dan 46,91 persen Rusak Berat. Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, jalan Tidak Mantap tertinggi terdapat di Provinsi Sumatera Utara yaitu meliputi panjang 556 Km (25,02% dari total panjang jalan), dengan komposisi 46,72 persen Rusak Ringan dan 53,28 persen rusak berat. Berikutnya di Provinsi Kepulauan Riau dengan panjang jalan tidak mantap sepanjang 69,22 Km (20,73%), dengan komposisi sebesar 15,88 persen rusak ringan dan 84,12 persen rusak berat. Sementara kondisi jalan nasional tidak mantap terendah terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu sepanjang 1,28 Km atau 0,25 persen dari total panjang jalan, dengan komposisi 85,94 persen rusak ringan dan 14,06 persen rusak berat.

1 - 28 P U L A U S U M A T E R A

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 1-42: Kondisi Jalan Nasional Menurut Provinsi Tahun 2010 KUALITAS JALAN NASIONAL PANJANG JALAN KOMPOSISI JALAN NO. PROVINSI TIDAK MANTAP TIDAK MANTAP % RUSAK % RUSAK (KM) % (KM) % RINGAN BERAT 1. Aceh 1.803,36 1.667,56 92,47 135,80 7,53 33,63 66,37 2. Sumatera Utara 2.224,51 1.667,91 74,98 556,60 25,02 46,72 53,28 3. Sumatera Barat 1.212,88 1.103,21 90,96 109,67 9,04 76,46 23,55 4. Riau 1.082,12 954,77 88,23 127,35 11,77 62,39 37,61 5. Kepulauan Riau 333,99 264,77 79,27 69,22 20,73 15,88 84,12 6. Jambi 936,48 824,23 88,01 112,25 11,99 68,73 31,27 7. Bengkulu 782,87 728,67 93,08 54,20 6,92 55,61 44,39 8. Sumatera Selatan 1.418,38 1.400,49 98,74 17,89 1,26 85,69 14,31 9. Bangka Belitung 509,59 508,31 99,75 1,28 0,25 85,94 14,06 10. Lampung 1.159,57 1.017,22 87,72 142,35 12,28 70,64 29,36 SUMATERA 9.463,75 10.137,14 88,43 1.326,61 11,57 53,09 46,91 INDONESIA 38 .189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72 Sumber: Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness TahunAnggaran 2010. DirektoratJenderalBinaMarga (Status 18 Agustus 2010) PANJANG JALAN NASIONAL (KM)

PANJANG JALAN MANTAP

1.4.2. Infrastruktur Energi Listrik Kapasitas terpasang energi listrik PLN pada tahun 2011 di wilayah Sumatera mencapai 4.301,14 MW. Sebagian besar energy listrik di wilayah Sumatera bersumber dari pembangkit Sumbagut sebanyak 45 persen dan Sumbagsel sebanyak 41 persen. Kedua pembangkit besar tersebut sebagian besar bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU). Jenis Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) masih berkontribusi sebesar 18,97persen, dan umumnya menjadi sumber energy utama pembangkit disetiap wilayah PLN selain Sumbaut dan Sumbasel. Tabel 1-43: Kapasitas Terpasang Menurut Jenis Pembangkit (Mw) di Wilayah Sumatera Tahun 2011 SATUAN PLN/PROVINSI Wilayah Aceh Wilayah Sumatera Utara Sumatera Wilayah Barat Wilayah Riau Riau Kepulauan Riau Wilayah Sumsel, Jambi, dan Bengkulu Sumatera Selatan Jambi Bengkulu Wilayah Bangka Belitung Wilayah Lampung PT PLN Batam Kit Sumbagut Kit Sumbagsel SUMATERA (MW) %

KAPASITAS TERPASANG MENURUT JENIS PEMBANGKIT (MW) PLTA 1,75

PLTU

PLTG

PLTGU

PLTP

0,66

1,6

1,6

253,5 605,94 863,45 20,07

490 685 1175 27,32

288,09 300,67 588,76 13,69

817,88 40 857,88 19,95

0 -

PLTD 142,51 16,58 32,79 162,87 81,23 81,64 40,34 5,88 12,82 21,64 91,78 4,3 100,33 90,82 133,73 816,05 18,97

PLTMG

0 -

PLT Surya

PLT Bayu

0 -

0 -

Jumlah 144,26 16,58 33,45 162,87 81,23 81,64 41,94 5,88 12,82 23,24 91,78 4,3 100,33 1.940,29 1.765,34 4.301,14 100,00

%

3,35 0,39 0,78 3,79 1,89 1,90 0,98 0,14 0,30 0,54 2,13 0,10 2,33 45,11 41,04 100,00

Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012

PULAU SUMATERA

1 - 29

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Penggunaan energy untuk pelanggan rumah tangga di setiap satua PLN/provinsi bertumbuh dengan kisaran tertinggi sebesar 58 persen (wilayah Bangka Belitung), sedangkan terrendah sebesar 10 persen (wilayah Sumatera Utara dan PT. PLN Batam). Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 adalah di wilayah Aceh sebesar 87,76 persen, dan terrendah di wilayah Sumsel, Jambi, dan Bengkulu sebesar 56,68 persen, sementara terrendah menurut provinsi adalah di Provinsi Jambu sebesar 32,74 persen. Perkembangan rasio ekektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi terjadi di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 24,47 persen, dan terrendah di PT. PLN Batam sebesar -9,62 persen. Tabel 1-44: Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita SATUAN PLN/PROVINSI Wilayah Aceh Wilayah Sumatera Utara Wilayah Sumatera Barat Wilayah Riau - Riau - Kepulauan Riau Wilayah Sumsel, Jambi, dan Bengkulu - Sumatera Selatan - Jambi - Bengkulu Wilayah Bangka Belitung Wilayah Lampung PT PLN Batam

PELANGGAN RUMAHTANGGA (RT) 2009 2011 LAJU (%) 853.659 951.165 11 2.290.474 2.511.003 10 775.637 860.130 11 575.003 778.161 35 479.841 655.068 37 95.162 123.093 29

RASIO ELEKTRIFIKASI (%) 2009 2011 ∆ (11-09) 87,76 87,21 -0,55 76,81 80,11 3,3 67,21 76,21 9 40,59 57,39 16,8 38,88 54,8 15,92 52,17 76,64 24,47

KWH JUAL/KAPITA 2009 2011 ∆ (11-09) 292,53 343,54 51,01 460,2 548,84 88,64 415,6 489,82 74,22 361,47 436,38 74,91 336,58 411,42 74,84 541,41 620,1 78,69

1.369.350

1.726.583

26

49,13

56,68

7,55

310,23

360,67

50,44

947.325 206.414 215.611 127.830 877.400 178.888

1.197.649 258.184 270.750 202.340 1.182.013 196.294

26 25 26 58 35 10

56,11 29,9 52,74 45,56 47,75 78,76

65,18 32,74 64,48 66,18 61,88 69,14

9,07 2,84 11,74 20,62 14,13 -9,62

367,57 209,9 232,39 350,36 270,16 1.659,21

390,19 332,55 283,41 424,33 315,38 1.534,30

22,62 122,65 51,02 73,97 45,22 -124,91

Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012

Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di PT.PLN Batam sebesar 1.534,30 kWh/kapita, dan terrendah di Provinsi Bengkulu sebesar 283,41 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi di Provinsi Jambi sebesar 122,65 kWh/kapita dan terrendah di PT. PLN Batam yang berkurang sebesar 124,91 kWh/kapita.

1.4.3. Infrastruktur Telekomunikasi Ketersediaan infrastruktur telekomunikasi memiliki peran penting dalam mendukung interaksi social dan ekonomi masyarakat. Sejalan dengan perkembangan teknologi, disamping penggunaan Telpon Kabel juga telah marak digunakan Telepon Seluler hingga sampai di perdesaan. Namun demikian, distribusi infrastruktur telekomunikasi tersebut masih belum merata, sehingga masih banyak desa-desa yang belum memperoleh pelayanan Telpon Kabel, atau belum mampu menjangkau sinyal telepon seluler. Untuk mendukung jangkauan sinyal telepon seluler tersebut, pada dasarnya dapat diindikasikan oleh adanya Base Transceiver Station (BTS) atau Manara Telepon Seluler di sekitar wilayah tersebut. Penyebaran BTS di desa/kelurahan (PODES 2011) di wilayah Sumatera, terbanyak di Provinsi Sumatera Utara (1617 desa), dan menurut persenta sedesanya sebanyak 66 persen di Provinsi Bangka Belitung. Sementara untuk kategori jumlah terrendah adalah di Kepulauan Riau (170 desa), dan menurut persentasenya adalah di Provinsi Aceh sebesar 16 persen.

1 - 30 P U L A U S U M A T E R A

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Gambar 1-12: Jumlah dan Persentase Desa yang Terdapat BTS Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2011

Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

Berdasarkan ketersediaan layanan telpon kabel dan kemampuan menerima sinyal telpon Seluler antar provinsi di wilayah Sumatera, layanan telpon kabel terbanyak adalah di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1.026 desa (17,7%), sementara berdasarkan persentase tertinggi adalah di Provinsi Sumatera Barat sebanyak 37,9 persen. Berdasarkan desa/kelurahan di wilayah Sumatera yang menerima sinyal telpon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat sudah mencapai di atas 90 persen, namun diantaranya terdapat 25,6 persen yang menerima sinyal lemah. Tabel 1-45: Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler ADA PENERIMAAN SINYAL HP PELANGGAN SINYAL LEMAH TELPON SINYAL KUAT NO. PROVINSI LEMAH KUAT KABEL ∑ ∑ ∑ ∑ % % % % DESA DESA DESA DESA 1. Aceh 714 11,0 1486 22,9 4803 74,1 6289 97,0 2. Sumatera Utara 1026 17,7 1520 26,2 3891 67,1 5411 93,3 3. Sumatera Barat 391 37,9 236 22,8 751 72,7 1014 98,2 4. Riau 210 12,7 430 26,0 1172 70,8 1602 96,8 5. Jambi 180 13,1 397 28,9 918 66,9 1315 95,8 6. Sumatera Selatan 480 15,1 994 31,2 2119 66,5 3113 97,7 7. Bengkulu 215 14,2 376 24,9 1097 72,7 1473 97,6 8. Lampung 469 19,0 645 26,2 1762 71,5 2407 97,7 9. Kep. Bangka Belitung 99 27,4 41 11,4 318 88,1 359 99,4 10. Kepulauan Riau 100 28,3 72 20,4 260 73,7 332 94,1 SUMATERA 3.884 16,0 6.197 25,6 17.091 70,6 23.315 96,3 Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

JUMLAH DESA/KEL

PULAU SUMATERA

6483 5797 1033 1655 1372 3186 1509 2464 361 353 24.213

1 - 31

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

1.4.4. Infrastruktur Air Bersih Ketersediaan infrastruktur air bersih merupakan aspek penting bagi masyarakat untuk mendukung penyediaan air bersih bagi kehidupan sehari-hari. Perusahaan Air Minum (PAM)/Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang merupakan lembaga pengolahan air minum hingga saat ini masih sangat terbatas pelayanannya. Berdasarkan data PODES 2011, di wilayah Sumatera hanya baru menjangkau 10 persen dari total desa/kelurahan .Pelayanan PAM/PDAM terbanyak berada di Provinsi Sumatera Barat, yaitu mencapai 30 persen dari total desa/kelurahan, sementara pelayanan terrendah berada di Provinsi Riau dan Kepulauan Bangka Belitung yang hanya baru mencapai 1 persen. Untuk memperoleh air bersih sebagian besar masyarakat (62%) di wilayah Sumatera menggunakan pompa listrik/pompa tangan atau sumur.Kondisi yang paling memprihatinkan dalam memperoleh air bersih adalah bagi masyarakat yang tergantung terhadap air hujan. Kondisi ini, paling banyak dihadapi oleh masyarakat di Provinsi Riau, yaitu mencapai 452 Desa atau 27 persen dari total desa. Tabel 1-46: Sumber Air Bersih Untuk Kebutuhan Domestik Masyarakat Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2010 PAM/PDAM PROVINSI ∑ DESA

%

POMPA LISTRIK/ TANGAN/ SUMUR ∑ DESA

%

MATA AIR ∑ DESA

%

SUNGAI/ DANAU/ KOLAM ∑ % DESA

AIR HUJAN ∑ DESA

%

AIR KEMASAN / LAINNYA ∑ % DESA

TOTAL ∑ DESA

%

Aceh

573

9

4489

69

736

11

306

5

60

1

319

5

6.483

100

Sumatera Utara

677

12

2778

48

1530

26

492

8

214

4

106

2

5.797

100

Sumatera Barat

312

30

430

42

194

19

46

4

15

1

36

3

1.033

100

Riau

22

1

985

60

20

1

65

4

452

27

111

7

1.655

100

Jambi

260

19

741

54

54

4

165

12

117

9

35

3

1.372

100

Sumatera Selatan

284

9

2058

65

176

6

361

11

245

8

62

2

3.186

100

Bengkulu

165

11

1098

73

152

10

77

5

4

0

13

1

1.509

100

Lampung

95

4

2051

83

181

7

52

2

52

2

33

1

2.464

100

Kep. Babel

4

1

304

84

8

2

3

1

0

-

42

##

361

100

39

11

170

48

105

30

2

1

6

2

31

9

353

100

10

15104

62

3156

13

1569

6

1165

5

788

3

24.213

100

Kepulauan Riau SUMATERA

2.431

Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

1.5.

SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

1.5. 1. Sumberdaya Alam Luas kawasan hutan dan perairan di Wilayah Sumatera berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan kawasan hutan dan kawasan konservasi perairan tahun 2009, luas kawasan hutan dan perairan di Wilayah Sumatera sekitar 27.870.355 hektar atau 20,39 persen dari total nasional. Proporsi penggunaan kawasan hutan dan perairan di wilayah Sumatera seperti disajikan pada Gambar 1-13, penggunaan paling luas adalah Hutan Produksi sekitar 26,56 persen dan hutan lindung 21,42 persen.

1 - 32 P U L A U S U M A T E R A

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Gambar 1-13: Proporsi Luas Kawasan Hutan di Wilayah Sumatera Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan 2009.

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Tahun 2009

Penyebaran luas kawasan hutan dan perairan terbesar di Wilayah Sumatera terdapat di Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Aceh. Sementara untuk luas kawasan konservasi terbesar terdapat di Provinsi Aceh dan Sumatera Barat; hutan lindung terbesar terdapat di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara sekitar; hutan produksi terbatas terbesar terdapat di Provinsi Riau dan Sumatera Utara; Hutan produksi terbesar di Provinsi Riau, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara; luas hutan produksi yang dapat dikonversi terbesar di Provinsi Riau; dan Taman buru hanya terdapat di 4 provinsi dan terluas di Provinsi Aceh sekitar 80.000 hektar. Tabel 1-47: Luas Lahan Hutan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Per Provinsi (s.d. Bulan September 2009) di Wilayah Sumatera KAWASAN SUAKA ALAM + KAWASAN PELESTARIAN ALAM (HA) PROVINSI PERAIRAN Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Bengkulu Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Lampung SUMATERA (HA) SUMATERA1) (%)

214.100 17.000 231.100 8,24

KWS. HUTAN

JUMLAH

HUTAN LINDUNG (HA)

772.633 468.720 846.175 435.240 676.120 419.582 662.726 34.690 462.030 4.77.,916 24,32

986.733 468.720 846.175 435.240 676.120 419.582 679.726 34.690 462.030 5.009.016 21,30

1.844.500 1.297.330 910.533 397.150 191.130 252.042 603.793 156.730 317.615 5.970.823 18,92

HUTAN PRODUKSI TERBATAS (HA)

HUTAN PRODUKSI (HA)

37.300 879.270 246.383 1.971.553 340.700 189.075 217.370 33.358 3.915.009 17,46

601.280 1.035.690 407.849 1.866.132 971.490 34.965 1.826.993 466.090 191.732 7.402.221 20,14

HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI (HA) 52.760 189.346 4.770.085 431.445 5.443.636 24,00

TAMAN BURU (HA)

JUMLAH KAWASAN HUTAN (HA)

80.000 8.350 16.000 25.300 129.650 77,34

3.335.713 3.742.120 2.600.286 9.456.160 2.179.440 920.964 3.742.327 657.510 1.004.735 27.639.255 20,65

Sumber : Ditjen Planologi Kehutanan, Tahun 2009 Keterangan: - 1)= Persen terhadap nasional; 2) =Luas Kawasan alam +Pelestarian Alam tidak diketahui perinciannya - Data digital kawasan hutan hasil digitasi peta lampiran SK Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi kecuali Provinsi Riau, Kepulauan Riau dan Kalimantan Tengah berdasarkan TGHK

Sumberdaya alam lainnya adalah pertambangan dan energi, diantaranya batu bara, gas bumi dan minyak bumi yang cukup berlimpah. Perkembangan produksi batu bara nasional tahun 2004-2011

PULAU SUMATERA

1 - 33

JUMLAH KAWASAN HUTAN DAN PERAIRAN (HA) 3.549.813 3.742.120 2.600.286 9.456.160 2.179.440 920.964 3.759.327 657.510 1.004.735 27.870.355 20,40

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 meningkat dengan produksi batubara hingga akhir tahun 2011 mencapai 290 juta ton. Total sumberdaya batubara nasional tahun 2011 adalah sebanyak 105.187,44 juta ton, yang sebagian besar terdapat di Wilayah Sumatera sebanyak 52.483,2 juta ton atau sebesar 49,89 persen dari total cadangan batubara nasional. Untuk potensi gas bumi, wilayah Sumatera memiliki potensi cukup besar yaitu 31,65 TSCF (Trillion Square Cubic Feet) atau sebesar 31,05 persen dari potensi cadangan gas bumi nasional, dengan penyebaran gas bumi terbesar terdapat di Provinsi Sumatera Selatan sebanyak 15,79 TSCF, Aceh sebesar 5,56 TSCF, dan sebagian di Wilayah Bagian tengah Sumatera sebesar 9,01 TSCF. Sementara untuk minyak bumi, cadangan minyak bumi Indonesia mencapai 7.039,57 MMSTB (Million Stock Tank Barrels/Cadangan Minyak Bumi) dengan cadangan minyak bumi terbesar terdapat di Wilayah Sumatera sebesar 4.918,61 MMSTB atau sebesar 66,71 persen dari cadangan minyak bumi nasional, potensi minyak bumi terbesar di wilayah Sumatera terdapat di Provinsi Sumatera Selatan sekitar 838 MMSTB dan wilayah Sumatera bagian Tengah sekitar 3.847,74 MMSTB.

1.5.2. Lingkungan Hidup Kondisi lingkungan hidup dapat digambarkan dari beberapa indikator, antara lain adalah gangguan lingkungan hidup akibat pencemaran (air, udara, dan tanah), tingkat kerusakan hutan dan lahan, pencemaran akibat kebakaran hutan dan lahan, tingkat kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan tingkat kekritisan lahan. Persentase jumlah desa/kelurahan yang mengalami gangguan lingkungan hidup akibat pencemaran air terbesara di Wilayah Sumatera terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 21,22 persen dan Provinsi Riau sebesar 7,7 persen. Persentase desa/kelurahan dengan gangguan pencemaran udara terbesar terdapat di Provinsi Lampung sebesar 5,34 persen dan Riau sebesar 4,61 persen. Sementara untuk persentase desa/kelurahan yang mengalami gangguan lingkungan akibat pencemaran tanah terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 5,81 persen dan Provinsi Aceh sebesar 2,73 persen. Tabel 1-48: Persentase Desa/Kelurahan yang Mengalami Gangguan Lingkungan menurut Provinsi dan Jenis Gangguan Tahun 2005 dan 2008. AIR TANAH 2005 2008 2005 2008 1. Aceh 9,62 6,3 2,73 1,01 2. Sumatera Utara 6,59 4,13 1,3 0,52 3. Sumatera Barat 7,1 5,74 1,89 1,73 4. Riau 10,39 7,79 1,27 0,44 5. Jambi 11,01 5,22 1,46 0,69 6. Sumatera Selatan 7,56 4,51 0,9 0,78 7. Bengkulu 4,08 4,15 0,41 0,3 8. Lampung 6,94 5,64 0,55 0,3 9. Kep. Bangka Belitung 39,25 21,22 17,13 5,81 10. Kep. Riau 4,29 0,92 SUMATERA1) 11,39 7,19 3,07 1,29 INDONESIA1) 8,3 5,57 1,47 0,77 Sumber : Badan Pusat Statistik, Statistk Potensi Desa Tahun 2005 & 2008

No.

PROVINSI

Keterangan: 1) nilai rata-rata provinsi

1 - 34 P U L A U S U M A T E R A

UDARA 2005 2008 3,35 2,58 6,94 3,19 4,44 3,14 18,76 4,61 3,64 2,99 3,17 1,66 2,7 2,74 6,16 5,34 3,74 2,62 4,29 5,88 3,21 6,24 3,95

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Kebakaran hutan dan lahan di Wilayah Sumatera terjadi hampir setiap tahun dengan intensitas yang cukup tinggi seiring dengan datangnya musim kemarau dan secara nyata telah menimbulkan berbagai dampak negatif pada semua tingkatan, baik lokal, nasional, maupun regional. Kejadian kebakaran lahan dan hutan sangat sulit untuk dihentikan dan lokasi penyebaran titik panas sebagian besar terdapat di Provinsi Riau, Sumatera Selatan dan Jambi dengan intensitas kebakaran hutan dan lahan cukup tinggi dibandingkan provinsi lain di Sumatera. Berdasarkan pemantauan ASMC Singapura, jumlah titik panas (hotspot) yang terpantau sejak tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 1-49, jumlah titik panas pada tahun 2005 sebanyak 10.077 titik, dengan jumlah titik panas terbanyak terdapat di Provinsi Riau, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan, jumlah titik panas pada tahun 2006 meningkat hampir dua kalinya dari jumlah titik panas tahun 2006 yaitu menjadi 16.050 titik dengan sebaran titik panas terbesar di Provinsi Riau dan Sumatera Selatan. Pada tahun 2007 pemerintah mengupayakan penurunan titik panas 50 persen dari tahun sebelumnya, jumlah titik panas tahun 2007 menurun sebesar 49,27 persen atau menjadi 8.209 titik dengan penyebaran terbanyak di Provinsi Riau (2.373 titik panas), dan Sumatera Selatan (2.538 titik panas). Sementara hasil pemantauan terakhir tahun 2009, tercatat jumlah titik panas meningkat mencapai 13.470 titik yang sebagian besar terdapat di Riau sebanyak 4.369 titik dan Sumatera Selatan sebanyak 3.568 titik panas. Tabel 1-49: Jumlah Titik Panas Terpantau menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2005-2009 NO. PROVINSI 1. Kep. Bangka Belitung 2. Bengkulu 3. Aceh 4. Jambi 5. Kep. Riau 6. Lampung 7. Riau 8. Sumatera Barat 9. Sumatera Selatan 10. Sumatera Utara SUMATERA

2005 100 5 177 414 145 7.249 52 601 1.334 10.077

2006 703 213 241 1.922 68 1.019 5.199 370 5.439 876 16.050

2007 477 119 178 1.311 34 481 2.373 182 2.538 516 8.209

2008 438 411 565 1.691 50 313 3.110 647 2.858 781 10.864

2009 859 328 837 1.672 57 270 4.369 547 3.568 963 13.470

Sumber: Diolah dari data pemantauan ASMC, Sumber: Data Strategis Kehutanan 2009, Departemen Kehutanan RI

Luas lahan kritis di wilayah Sumatera tahun 2010 mencapai 24.771,466,8 4 hektar atau sekitar 30,14 persen dari luas lahan kritis nasional, dengan kategori sangat kritis seluas 1.367.738,00 hektar sebagian besar terdapat di Provinsi Sumatera Utara, untuk kategori kritis seluas 7.568.126,60 hektar sebagian besar terdapat di Provinsi Sumatera Selatan, dan lahan kritis yang termasuk kategori agak kritis sebesar 15.323.453,50 hektar dengan sebaran paling luas di Provinsi Sumatera Selatan.

PULAU SUMATERA

1 - 35

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Tabel 1-50: Luas dan Penyebaran Lahan Kritis di Sumatera menurut Provinsi Tahun 2010. (dalam hektar) NO.

PROVINSI

1. Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Bangka Belitung 10. Kep. Riau P. SUMATERA NASIONAL % TERHADAP NASIONAL PROPORSI LAHAN KRITIS (%)

TINGKAT KEKRITISAN LAHAN AGAK SANGAT KRITIS(HA) KRITIS(HA) KRITIS(HA) 1,640,576.60 623,664.60 121,289.80 1,618,255.90 854,609.90 280,730.90 659,717.40 346,230.00 62,956.40 5,810,779.30 739,434.70 98,972.50 1,512,778.20 720,654.30 13,361.40 1,974,305.40 3,648,123.80 216,409.10 638,513.50 522,678.40 239,992.90 834,911.60 512.148.8 77,171.60 361,495.30 88,211.70 26,623.50 272,120.30 24,519.20 230,229.90 15,323,453.50 7,568,126.60 1,367,738.00 52,259,832.90 23,955,162.70 5,449,299.30 29.32 31.59 25.10 61.86 30.55 5.52

JUMLAH (HA) 2,385,531.00 2,753,596.70 1,068,903.80 6,649,186.50 2,246,793.90 5,838,838.30 1,401,184.80 1,424,231.94 476,330.50 526,869.40 24,771,466.84 82,176,443.64 30.14 100.00

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial 2010

Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Sumatera dengan kondisi rusak pada tahun 1998/1999 sebanyak 214 DAS, namun dalam perkembangannya hingga tahun 2007 berkurang menjadi 107 DAS. Kondisi DAS berdasarkan tingkat keprioritasannya dikelompokan kedalam kategori DAS super prioritas, DAS prioritas, dan DAS prioritas rendah. Jumlah DAS yang tergolong super prioritas tahun 1998/1999 sebanyak 5 DAS, dalam perkembangannya kondisi DAS super prioritas pada tahun 2007 meningkat menjadi sebanyak 16 DAS. Untuk DAS prioritas tahun 1998/1999 sebanyak 59 DAS, namun pada tahun 2007 DAS prioritas berkurang menjadi 37 DAS dengan penyebaran terbanyak di Sumatera Utara yaitu 20 DAS. Untuk DAS prioritas rendah tahun 1998/1999 sebanyak 150, kondisi DAS prioritas rendah pada tahun 2007 berkurang menjadi 54 DAS. Penyebaran DAS disajikan pada Tabel 1-51. Tabel 1-51: Jumlah DAS Berdasarkan Tingkat Prioritas Penangannya di Sumatera

NO.

PROVINSI

1. Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Kep. Riau 7. Bengkulu 8. Sumatera Selatan 9. Kep. Bangka Belitung 10. Lampung SUMATERA

JUMLAH DAS BERDASARKAN TAHUN 1994/95 - 1998/99 SUPER PRIOPRIOPRIORITAS JUMLAH RITAS RITAS RENDAH 2 14 33 49 1 13 28 42 5 22 27 6 22 28 1 1 4 6 7 24 31 1 4 4 9 9 13 22 5 59 150 214

Sumber: Data Strategis Kehutanan 2009, Departemen Kehutanan RI

1 - 36 P U L A U S U M A T E R A

TINGKAT KEPRIORITASANNYA TAHUN 1999/2000 - 2007 SUPER PRIOPRIOPRIORI RITAS JUMLAH RITAS TAS RENDAH 2 3 10 15 4 20 2 26 2 3 3 8 3 2 23 28 1 0 5 6 1 5 2 8 1 1 6 8 2 3 3 8 16 37 54 107

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Gambar 1-14, menunjukkan bahwa berdasarkan jumlah kejadiannya, tidak termasuk tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh bencana tersebut di wilayah Sumatera tahun 2008 sebanyak 1.353 desa yang terkena bencana longsor meningkat dibandingkan tahun 2005 (1.260 desa). Provinsi Sumatera Utara dan Aceh merupakan dua provinsi yang paling banyak mengalami bencana longsor. Bencana longsor yang terjadi di Sumatera Utara berlangsung di 470 desa dan Aceh 392 desa pada tahun 2008. Gambar 1-14: Jumlah Desa yang Terkena Bencana Longsor Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2005 dan 2008.

PULAU SUMATERA

1 - 37

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

1 - 38 P U L A U S U M A T E R A

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

PROFIL PEMBANGUNAN JAWA-BALI

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

PROFIL PEMBANGUNAN JAWA-BALI 2.1. ADMINISTRASI WILAYAH Wilayah Jawa-Bali secara administrasi terdiri dari 7 provinsi, 35 kota, 92 kabupaten, 2.193 kecamatan dan 25.839 kelurahan/desa, dengan luas wilayah daratan pulau Jawa-Bali sekitar 135.219 Km2. Wilayah Jawa-Bali memiliki jumlah pulau sekitar 1.171 yang terdiri dari 536 pulau yang sudah bernama dan 633 pulau yang belum bernama. Penyebaran pulau terbanyak adalah di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 296 pulau yang terdiri dari 74 pulau sudah bernama dan 222 pulau belum bernama dan Provinsi Jawa Timur sebanyak 287 pulau terdiri dari 236 pulau sudah bernama dan 51 pulau belum bernama. Tabel 2-1: Administrasi Provinsi di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2010. NO.

PROVINSI

KOTA

KAB

1. DKI. Jakarta 5 2. Jawa Barat 9 3. Jawa Tengah 6 4. DI Yogyakarta 1 5. Jawa Timur 9 6. Banten 4 7. Bali 1 JAWA+BALI 35 Sumber: Ditjen PUM Kemendagri (Mei 2010)

1 17 29 4 29 4 8 92

KEC 44 625 573 78 662 154 57 2.193

DESA-KEL

PENDUDUK (JIWA) 8.489.909 41.609.110 35.885.955 35.566.132 39.560.771 9.263.642 3.586.687 173.962.206

LUAS(KM2)

267 5.827 8.577 438 8.502 1.530 698 25.839

664 35.378 32.801 3.133 47.800 9,663 5.780 135.219

Tabel 2-2: Jumlah Pulau Menurut Provinsi di Wilayah Jawa-Bali Tahun 2009. NO.

PROVINSI

1. DKI Jakarta 2. Jawa Barat 3. Banten 4. Jawa Tengah 5. DI Yogyakarta 6. Jawa Timur 7. Bali JAWA+BALI

LUAS DARATAN (KM2) 664,01 35.377,76 9.662,92 32.800,69 3.133,15 47.799,75 5.780,06 135.218,34

PULAU BERNAMA

PULAUBELUM BERNAMA

111 22 48 74 22 236 25 538

JUMLAH

107 109 83 222 1 51 60 633

218 131 131 296 23 287 85 1.171

Sumber: Statistik Perikanan dan Kelautan 2009, DKP

PULAU JAWA-BALI

2- 1

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

2.2. SOSIAL EKONOMI DAN KEPENDUDUKAN 2.2.1.

Kependudukan

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk wilayah Jawa Bali adalah sebesar 140,5 juta orang, meningkat sebanyak 16,05 juta jiwa dari tahun 2000. Penduduk wilayah Jawa Bali meliputi 60,67 persen dari penduduk Indonesia, dan merupakan konsentrasi penduduk tertinggi di Indonesia. Dengan luas wilayah Jawa Bali sekitar 135.218,34 Km2, tingkat kepadatan penduduk wilayah Jawa Bali diperkirakan sebesar 1.039,1 jiwa per km2, lebih tinggi dibanding kepadatan penduduk Indonesia sebesar 124 jiwa/Km2. Namun demikian tingkat kepadatan di dalam wilayah Jawa Bali sangat bervariasi antarprovinsi. Provinsi DKI Jakarta merupakan daerah terpadat di wilayah Jawa Bali maupun wilayah Indonesia dengan densitas mencapai 14.469 jiwa per Km2, sedangkan Provinsi Bali memiliki kepadatan paling rendah dengan densitas 673 jiwa per Km2. Bila dilihat dalam perspektif dinamis, maka tingkat kepadatan penduduk di Provinsi Banten meningkat sebesar 31 persen, yang merupakan laju terpesat di tingkat wilayah. Sementara itu di provinsi Jawa Tengah tingkat kepadatan hanya meningkat 4 persen dalam periode yang sama. Tabel 2-3: Perkembangan Jumlah Penduduk di Wilayah Jawa Bali Menurut Provinsi. NO

PROVINSI

1. DKI Jakarta 2. Jawa Barat 3. Jawa Tengah 4. Dl Yogyakarta 5. Jawa Timur 6. Banten 7. Bali JAWA+BALI NASIONAL

JUMLAH PENDUDUK (JIWA)

2000 8.361,1 35.724,1 31.223,3 3.121,0 34.766,0 8.098,3 3.150,1 124.443,9 205.132,5

2010 9.607,8 43.053,7 32.382,6 3.457,5 37.476,8 10.632,2 3.890,8 140.501,4 237.641,3

KEPADATAN PENDUDUK PER KM2

2000 12.592 1.010 952 996 727 838 545 920,3 107,0

2010 14.469 1.217 987 1.104 784 1.100 673 1.039,1 124,0

LAJU PERTUMBUHAN

90-00 0,13 2,24 0,94 0,72 0,7 1,31 1,01 1,40

00-10 1,41 1,9 0,37 1,04 0,76 2,78 2,15 1,49 1,49

Sumber Data : BPS, Sensus Penduduk Secara keseluruhan, laju pertumbuhan penduduk wilayah Jawa Bali dalam periode 2000-2010 mencapai 1,49 persen/tahun, sama dengan laju pertumbuhan penduduk nasional. Tingginya laju pertumbuhan penduduk wilayah Jawa Bali disumbang oleh tingginya pertumbuhan penduduk di Provinsi Banten sebesar 2,78 persen dan Bali sebesar 2,15 persen. Sementara itu populasi di Provinsi Jawa Tengah bertumbuh relatif lambat di bawah laju ratarata nasional. Dari sisi struktur penduduk menurut kelompok usia, sebanyak 67,4 persen penduduk wilayah Jawa-Bali tergolong usia produktif (15-65 tahun). Kelompok usia terbesar berikutnya adalah penduduk usia 0-14 tahun sebesar 26,7 persen, dan sisanya sebanyak 5,8 persen adalah penduduk usia lanjut (di atas 65 tahun). Dengan demikian, rasio ketergantungan (dependency ratio) di wilayah Jawa Bali adalah sebesar 48 persen, yang berarti setiap 100 orang yang berusia 2-2 PULAU JAWA-BALI

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 kerja (dianggap produktif) mempunyai tanggungan sebanyak 48 orang yang belum produktif (0-14 tahun) dan dianggap tidak produktif lagi (>65 tahun). Nilai dependency ratio tersebut lebih rendah dari nilai dependency ratio nasional sebesar 51,3 persen. KELOMPOK USIA :

JUMLAH

%



Usia Muda (< 14 tahun)

37.568

26,74



Usia Produktif (15-64 tahun)

94.742

67,43



Usia Tua ( >65 tahun)

8.191

5,83

140.501

100,00

TOTAL PENDUDUK DEPENDENCY RATIO

48

Sumber : Sensus Penduduk 2010, BPS

Jika dilihat perbandingannya antarprovinsi, ternyata angka ketergantungan Provinsi DKI Jakarta merupakan yang terrendah sebesar 37 persen, berikutnya DI. Yogyakarta dan Jawa Timur sebesar 46 persen. Sementara itu, angka ketergantungan tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat sebesar 51 persen dan Jawa Tengah sebesar 50 persen. Lihat Gambar 2-1. Gambar 2-1: Angka Ketergantungan (Dependency Ratio) Antarprovinsi di Wilayah Jawa Bali, Tahun 2010

Sumber : Hasil Olahan data Sensus 2010, BPS Sementara itu dari sisi perbandingan antara laki-laki dan perempuan (Sex ratio) wilayah Jawa Bali adalah sebesar 100,66 yang artinya jumlah penduduk laki-laki relatif lebih tinggi dibanding penduduk perempuan. Sex Ratio tertinggi terdapat di Provinsi Banten dan Jawa Barat masing-masing sebesar 104,74 dan 103,60, sementara Sex Ratio terkecil terdapat di Provinsi Jawa Timur dan Yogyakarta masing-masing sebesar 97,52 dan 97,73.

PULAU JAWA-BALI

2- 3

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 2-4: Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Antar Provinsi di Wilayah Jawa Bali, Tahun 2010. NO.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

PROVINSI

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Dl Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali

LAKI-LAKI

4.870.938 21.907.040 16.091.112 1.708.910 18.503.516 5.439.148 1.961.348

PEREMPUAN

4.736.849 21.146.692 16.291.545 1.748.581 18.973.241 5.193.018 1.929.409

LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

SEX RATIO

9.607.787 43.053.732 32.382.657 3.457.491 37.476.757 10.632.166 3.890.757

102,83 103,60 98,77 97,73 97,52 104,74 101,66

Sumber : BPS

2.2.2.

Ketenagakerjaan

Kondisi ketenagakerjaan di wilayah Jawa-Bali secara umum menunjukkan perkembangan positif. Kesempatan kerja (yang ditunjukkan oleh jumlah orang bekerja) bertambah lebih banyak dari angkatan kerja baru sehingga memungkinkan terjadinya pengurangan tingkat pengangguran. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di wilayah Jawa-Bali sebesar 7,04 persen, lebih tinggi dibanding dengan TPT nasional sebesar 6,32 persen. Gambar 2-2: Perkembangan Ketenagakerjaan di Wilayah Jawa- Bali Periode 2005-2012

Sumber: Sakernas, Februari,BPS 2012

Angkatan Kerja. Total angkatan kerja di wilayah Jawa-Bali pada tahun 2012 mencapai 72 juta orang, Angka tersebut menyumbang 59,80 Persen dalam total angkatan kerja nasional. Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur memiliki angkatan kerja terbesar, yaitu masing-masing sebanyak 27,97 persen dan 27,54 persen dari total Angkatan Kerja di wilayah Jawa- Bali. Terdapat keragaman penyebaran angkatan kerja antarprovinsi di wilayah Perdesaan dan Perkotaan. Provinsi DKI Jakarta seluruhnya berada di perkotaan, sementara angkatan kerja di

2-4 PULAU JAWA-BALI

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Perdesaan terbesar di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu masing-masing sebanyak 55,79 persen dan 53,13 persen. Tabel 2-5: Angkatan Kerja menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Jawa- Bali (Februari 2012) PERKOTAAN (K) NO.

PROVINSI

1. D.K.I. Jakarta 2. Jawa Barat 3. Jawa Tengah 4. D.I. Yogyakarta 5. Jawa Timur 6. Banten 7. Bali JAWA+BALI

JUMLAH (JIWA) 5.283.229 13.251.651 7.569.930 1.243.581 9.295.526 3.667.586 1.346.409 41.657.912

% 100,00 65,80 44,21 64,53 46,87 67,94 58,35 57,85

PEDESAAN (D) JUMLAH (JIWA) 6.887.007 9.552.967 683.586 10.536.159 1.731.058 961.136 30.351.913

% 34,20 55,79 35,47 53,13 32,06 41,65 42,15

TOTAL (K+D) JUMLAH (JIWA) 5.283.229 20.138.658 17.122.897 1.927.167 19.831.685 5.398.644 2.307.545 72.009.825

% 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

% WIL. 7,34 27,97 23,78 2,68 27,54 7,50 3,20 59,80

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

Penduduk Bekerja. Jumlah penduduk bekerja di wilayah Jawa- Bali pada Februari 2012 mencapai 24,03 juta orang. Pola persebaran penduduk bekerja mirip dengan pola persebaran angkatan kerja. Kesempatan kerja di sebagian besar provinsi di Wilayah Jawa-Bali sebagian besar tersedia di perkotaan dibandingkan di perdesaan, kecuali di Provinsi Jawa Tengah danJawa Timur masih dominan di perdesaan. Kedua provinsi tersebut masih merupakan wilayah agraris di mana peran sektor pertanian masih dominan dalam penyediaan lapangan kerja., sementara di provinsi lainnya sudah menunjukkan perkembangan lebih lanjut pada sektor industri dan jasa. Tabel 2-6: Penduduk Bekerja menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Jawa-Bali (Februari 2012) PERKOTAAN (K) NO.

PROVINSI

JUMLAH % (JIWA) 1. D.K.I. Jakarta 4.716.716 100,00 2. Jawa Barat 11.926.116 65,64 3. Jawa Tengah 7.075.714 43,90 4. D.I. Yogyakarta 1.185.352 64,13 5. Jawa Timur 8.773.672 46,15 6. Banten 3.264.089 67,73 7. Bali 1.310.347 58,01 JAWA-BALI 38.252.006 57,14 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

PEDESAAN (D) JUMLAH (JIWA) 0 6.243.536 9.040.710 663.017 10.238.553 1.554.878 948.605 28.689.299

% 34,36 56,10 35,87 53,85 32,27 41,99 42,86

TOTAL (K+D) JUMLAH (JIWA) 4.716.716 18.169.652 16.116.424 1.848.369 19.012.225 4.818.967 2.258.952 66.941.305

% 100 100 100 100 100 100 100 100

% WIL. 7,05 27,14 24,08 2,76 28,40 7,20 3,37 59,34

Penduduk bekerja menurut tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan. Meskipun memiliki potensi penduduk usia produktif yang besar, namun sebagian besar tenaga kerja di Wilayah Jawa-Bali merupakan tamatan pendidikan dasar dan menengah. Secara keseluruhan tenaga kerja tamatan pendidikan tinggi (universitas dan akademi) tidak sampai 10

PULAU JAWA-BALI

2- 5

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 persen dari total penduduk bekerja. Sebaliknya, tenaga kerja berpendidikan SD masih mendominasi hampir di semua provinsi, kecuali di DKI Jakarta. Tabel 2-7: Distribusi Persentase Penduduk Usia 15 tahun ke atas yang Bekerja menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Wilayah Jawa-Bali (Februari 2012) TINGKAT PENDIDIKAN YANG DITAMATKAN NO

PROVINSI

1. D.K.I. Jakarta 2. Jawa Barat 3. Jawa Tengah 4. D.I. Yogyakarta 5. Jawa Timur 6. Banten 7. Bali JAWA+BALI

≤ SD

SMTP

SMTA Umum

19,90 49,14 56,77 35,04 54,48 44,77 44,84 49,58

15,80 18,50 18,09 17,71 17,58 16,28 16,34 17,69

23,05 15,05 10,83 15,25 12,15 17,41 18,69 14,07

SMTA Kejuruan 17,36 9,12 7,04 17,42 8,18 10,95 10,47 9,34

Diploma I/II/III/ Akademi

Universitas

5,48 2,50 2,51 4,58 1,62 3,23 3,33 2,60

18,41 5,69 4,76 9,99 5,99 7,36 6,33 6,71

JUMLAH 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012. Penduduk yang Bekerja pada lapangan usaha pertanian dan perdagangan tergolong dominan, mencapai lebih separuh dari seluruh penduduk bekerja. Sementara persentase penduduk bekerja terrendah adalah sektor listrik, gas dan air dan sektor keuangan. Lihat Gambar 2-3. Gambar 2-3. Komposisi Penduduk Bekerja di Wilayah Jawa- Bali Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2012

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

Komposisi penduduk bekerja menurut lapangan usaha antarprovinsi diwilayah JawaBali, sektor pertanian masih merupakan lapangan usaha dominan di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali. Lapangan usaha sektor perdagangan menunjukkan lapangan usaha dominan di sebagian besar provinsi terutama di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, DI. Yogyakarta dan Bali. 2-6 PULAU JAWA-BALI

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Sektor industri pengolahan menunjukkan lapangan usaha dominan di Provinsi Jawa Barat dan Banten. Lapangan usaha sektor angkutan, keuangan dan jasa kemasyarakatan tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta. Tabel 2-8: Distribusi Persentase Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Lapangan Usaha Di Wilayah Jawa-Bali (Februari 2012) NO.

PROVINSI

1 2 1. D.K.I. Jakarta 2,2 0,4 2. Jawa Barat 20,0 0,9 3. Jawa Tengah 32,7 0,8 4. D.I. Yogyakarta 24,2 0,2 5. Jawa Timur 40,4 0,6 6. Banten 15,2 1,2 7. Bali 28,9 0,8 27,7 0,8 JAWA+BALI Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

LAPANGAN USAHA *) 3 4 5 6 13,6 0,4 3,1 36,3 20,6 0,4 7,5 26,5 18,3 0,3 6,7 22,0 15,6 - 5,9 27,0 13,6 0,2 5,5 20,4 21,2 0,4 4,8 24,8 12,9 0,1 8,0 28,7 17,2 0,3 6,2 24,3

7 9,4 6,1 3,8 3,9 3,5 7,1 3,0 5,0

8 10,7 3,2 1,9 2,7 1,9 4,7 3,4 3,1

9 23,9 14,9 13,6 20,3 14,0 20,6 14,1 15,5

JUMLAH 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Keterangan: 1. Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan, 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air 5. Bangunan

6. Perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel 7. Angkutan, pergudangan dan komunikasi 8. Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah, dan jasa perusahaan 9. Jasa kemasyarakatan

Pengangguran Terbuka. Jumlah pengangguran Terbuka di wilayah Jawa-Bali pada Februari 2012 mencapai 5,07 juta orang, berkurang sekitar 1 juta jiwa dibanding tahun 2009, sementara berdasarkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), berkurang sebesar 1,73 persen dibanding tahun 2009. Selama kurun waktu tersebut, Provinsi Jawa Timur mampu menurunkan jumlah pengangguran terbuka terbanyak di tingkat wilayah, sementara penurunan terkecil berada di DKI Jakarta. Namun demikian dari sisi persentase, penurunan TPT yang signifikan terjadi di Provinsi Banten. Tabel 2-9: Perkembangan Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi Tahun 2009 dan 2012 (Februari) NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

PROVINSI DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali

JAWA+BALI

JUMLAH PENGANGGURAN TERBUKA (JIWA) TAHUN TAHUN ∆ 2009 2012 ('12-'09) 570.562 566.513 -4.049 2.257.660 1.969.006 -288.654 1.208.671 1.006.473 -202.198 122.972 78.798 -44.174 1.193.552 819.460 -374.092 663.895 579.677 -84.218 60.405 48.593 -11.812 6.077.717

5.068.520

-1.009.197

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (%) TAHUN TAHUN ∆ 2009 2012 ('12-'09) 11,99 10,72 -1,27 11,85 9,78 -2,07 7,28 5,88 -1,40 6,00 4,09 -1,91 5,87 4,13 -1,74 14,90 10,74 -4,16 2,93 2,11 -0,82 8,77

7,04

-1,73

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

PULAU JAWA-BALI

2- 7

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Berdasarkan distribusi pengangguran terbuka di wilayah Jawa-Bali, sebagian besar berada di perkotaan. Penyebaran pengangguran terbuka menurut provinsi, sebagian besar terdapat di Provinsi Jawa Barat, yaitu sebanyak 1,97 juta jiwa atau 38, 85 persen dari total pengangguran terbuka di wilayah Jawa-Bali. Terdapat keragaman komposisi persentase pengangguran terbuka antarprovinsi di wilayah perdesaan dan perkotaan. Pengangguran terbuka paling dominan di perkotaan terdapat di Provinsi DKI Jakarta, Bali, dan DI. Yogyakarta. Sementara pengangguran terbuka di Perdesaan paling dominan terdapat di Provinsi Jawa Tengah. Tabel 2-10: Distribusi Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Jawa-Bali (Februari 2012) PERKOTAAN (K) JUMLAH % (JIWA) 1. D.K.I. Jakarta 566.513 100,00 2. Jawa Barat 1.325.535 67,32 3. Jawa Tengah 494.216 49,10 4. D.I. Yogyakarta 58.229 73,90 5. Jawa Timur 521.854 63,68 6. Banten 403.497 69,61 7. Bali 36.062 74,21 JAWA+BALI 3.405.906 67,20 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012. NO.

PROVINSI

PEDESAAN (D) JUMLAH % (JIWA) 0 643.471 32,68 512.257 50,90 20.569 26,10 297.606 36,32 176.180 30,39 12.531 25,79 1.662.614 32,80

TOTAL (K+D) JUMLAH % (JIWA) 566.513 100 1.969.006 100 1.006.473 100 78.798 100 819.460 100 579.677 100 48.593 100 5.068.520 100

% WIL . 11,18 38,85 19,86 1,55 16,17 11,44 0,96 66,57

Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan di wilayah Jawa-Bali pada tahun 2012 masih didominasi oleh kelompok berpendidikan SMTA Umum/Kejuruan, berikutnya berpendidikan 65 tahun). Nilai dependency ratio tersebut lebih tinggi dari nilai dependency ratio nasional sebesar 51,3 persen. Tabel3-4: Jumlah dan Persentase Penduduk Wilayah Nusa Tenggara Menurut Kelompok Usia, Tahun 2010 KELOMPOK USIA

JUMLAH

%

Usia Muda (< 14 tahun)

3.149,46

34,29

Usia Produktif (15-64 tahun)

5.596,81

60,94

437,77

4,77

9.184,04

100,00

Usia Tua ( >65 tahun) Total Penduduk Dependency Ratio

64

Sumber Data: Sensus 2010,BPS

Perbandingan perkembangan angka ketergantungan antarprovinsi di wilayah Nusa Tenggara, di Provinsi NTB pada tahun 2010sebesar 56 menurun sebesar 7 poin dibanding tahun 2000, sementara di NTT sebesar 73 menunjukkan peningkatan sebesar 3 poin di banding tahun 2000. Lihat Gambar.3.1

3-2

PULAU NUSA TENGGARA

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Gambar 3-1: Angka Ketergantungan (Dependency Ratio) Antarprovinsi di Wilayah Nusa Tenggara, Tahun 2010

Sementara itu dari sisi perbandingan antara penduduklaki-laki dan perempuan (Sex ratio)di wilayah Nusa Tenggara adalah sebesar 96,5, artinya jumlah penduduk laki-laki relatif lebih tinggi dibanding penduduk perempuan. Menurut perbandingan antarprovinsi, Sex Ratio di Provinsi NTT lebih tinggi dibanding sex ratio di NTB. Tabel 3-5: Komposisi Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Antar Provinsi di WilayahNusa Tenggara, Tahun 2010. NO 1.

PROVINSI Nusa Tenggara Barat

2.

Nusa Tenggara Timur NUSA TENGGARA NASIONAL

2.183.646

2.316.566

LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN 4.500.212

2.326.487 4.510.133 119.630.913

2.357.340 4.673.906 118.010.413

4.683.827 9.184.039 237.641.326

LAKI-LAKI

PEREMPUAN

SEX RATIO 94,26 98,69 96,50 101,37

3.2.2. Ketenagakerjaan Kondisi ketenagakerjaan di wilayah Nusa Tenggara secara umum menunjukkan adanya perkembangan positif. Kesempatan kerja (yang ditunjukkan oleh jumlah orang bekerja) bertambah lebih banyak dari angkatan kerja baru sehingga memungkinkan terjadinya pengurangan tingkat pengangguran. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Wilayah Nusa Tenggara menurun relatif cepat dibandingkan nasional dalam empat tahun terakhir. Per Februari 2012 TPT Wilayah Nusa Tenggara mencapai 3,77 persen, lebih rendah dari TPT nasional 6,32 persen. PULAU NUSA

TENGGARA

3-3

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Gambar 3-2: Perkembangan Ketenagakerjaan di Wilayah Nusa Tenggara Periode 2005-2012 (Februari)

Sumber: Sakernas, Februari 2012,BPS 20112

Angkatan Kerja. Total angkatan kerja di wilayah Nusa Tenggara pada tahun 2012 mencapai 4,4 juta orang. Angka tersebut menyumbang 3,69 persen dari total angkatan kerja di Indonesia. Penyebaran Angkatan Kerja di wilayah Nusa Tenggara sebanyak 50,95 persen di Provinsi NTT dan 49,05 persen di Provinsi NTB. Angkatan Kerja antarprovinsi di perdesaan lebih tinggi dibanding perkotaan. Tabel 3-6: Angkatan Kerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Nusa Tenggara (Februari 2012) PERKOTAAN (K) NO.

PROVINSI

39,79

JUMLAH (JIWA) 1.313.465

370.076

16,33

1.238.053 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

27,84

1.

Nusa Tenggara Barat

2.

Nusa Tenggara Timur

JUMLAH (JIWA) 867.977

PEDESAAN (D)

NUSA TENGGARA

%

TOTAL (K+D)

% WIL.

60,21

JUMLAH (JIWA) 2.181.442

100,00

49,05

1.895.929

83,67

2.266.005

100,00

50,95

3.209.394

72,16

4.447.447

100,00

100,00

%

%

Penduduk Bekerja. Jumlah penduduk bekerja di wilayah Nusa Tenggara pada tahun 2012 mencapai 4,28 juta orang. Pola persebaran penduduk bekerja mirip dengan pola persebaran angkatan kerja, dengan distribusi penduduk bekerja sebagian besar berada di perdesaan. Pola ini seiring dengan tahapan pengembangan wilayah di sebagian besar provinsi yang masih merupakan wilayah agraris di mana peran sektor pertanian masih dominan dalam penyediaan lapangan kerja

3-4

PULAU NUSA TENGGARA

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Tabel 3-7: Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Nusa Tenggara (Februari 2012) PERKOTAAN (K) NO

PROVINSI

JUMLAH (JIWA)

PEDESAAN (D) JUMLAH (JIWA)

%

TOTAL (K+D) JUMLAH (JIWA)

%

% WIL. %

1.

Nusa Tenggara Barat

820.666

39,69

1.247.141

60,31

2.067.807

100

48,32

2.

Nusa Tenggara Timur

343.516

15,53

1.868.353

84,47

2.211.869

100

51,68

1.164.182

27,20

3.115.494

72,80

4.279.676

100

100,00

NUSA TENGGARA

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

Penduduk bekerja menurut tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan. Meskipun memiliki potensi penduduk usia produktif yang besar, namun sebagian besar tenaga kerja di Wilayah Nusa Tenggara merupakan tamatan pendidikan dasar dan menengah. Secara keseluruhan tenaga kerja tamatan pendidikan tinggi (universitas dan akademi) tidak sampai 10 persen dari total penduduk bekerja. Komposisi persentase tingkat pendidikan SMTA sampai dengan sarjana di Provinsi NTB lebih tinggi dibanding dengan di Provinsi NTT. Lihat Tabel 3-8. Tabel 3-8: Distribusi Persentase Penduduk Usia 15 tahun ke atas yang Bekerja Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Wilayah Jawa-Bali (Februari 2012) TINGKAT PENDIDIKAN YANG DITAMATKAN NO.

PROVINSI ≤ SD

SMTP

SMTA UMUM

JUMLAH

SMTA KEJURUAN

DIPLOMA I/II/III/ AKADEMI

UNIVERSITAS

1.

Nusa Tenggara Barat

57,62

13,61

16,82

4,10

2,25

5,60

100,00

2.

Nusa Tenggara Timur

67,57

11,28

8,74

5,13

2,82

4,46

100,00

62,76

12,41

12,64

4,63

2,54

5,01

100,00

NUSA TENGGARA

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

Penduduk bekerja menurut lapangan di wilayah Nusa Tenggara, sektor pertanian merupakan lapangan usaha paling dominan, sementara lapangan usaha lainnya yang sudah berkembang adalah perdagangan, rumah makan dan hotel, dan lapangan usaha jasa kemasyarakat (Lihat Gambar 3.3). Berdasarkan komposisi lapangan usaha antarprovinsi, Lapangan usaha non pertanian di Provinsi NTB memiliki persentase lebih tinggi dibanding dengan Provinsi NTT, (Lihat Tabel 3-8).

PULAU NUSA

TENGGARA

3-5

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Gambar 3-3: Distribusi Persentase Penduduk Bekerja di Wilayah Nusa Tenggara Menurut Lapangan Usaha (Februari 2012)

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

Tabel 3-9: Distribusi Persentase Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Lapangan Usaha Di Wilayah Nusa Tenggara (Februari 2012) No

Lapangan Usaha *)

PROVINSI

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Jumlah

1.

Nusa Tenggara Barat

45,3

1,7

6,6

0,2

4,9

21,2

4,4

1,2

14,6

100,0

2.

Nusa Tenggara Timur

68,2

1,3

4,3

0,1

2,1

6,8

4,4

1,2

11,7

100,0

57,1

1,5

5,4

0,2

3,4

13,7

4,4

1,2

13,1

100,0

NUSA TENGGARA

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012. Keterangan*): 1. Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan, 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air 5. Bangunan

6. Perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel 7. Angkutan, pergudangan dan komunikasi 8. Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah, dan jasa perusahaan 9. Jasa kemasyarakatan

Pengangguran Terbuka. Jumlah pengangguran Terbuka di wilayah Nusa Tenggara pada tahun 2012 mencapai 167,8ribu orang, berkurang sekitar 22,3 ribu jiwa dibanding tahun 2009, sementara berdasarkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) berkurang sebesar 0,56 persen dibanding tahun 2009. Penurunan jumlah pengangguran terbuka dalam periode 20092012 di Provinsi NTB, lebih tinggi dibanding dengan penurunan di Provinsi NTT .

3-6

PULAU NUSA TENGGARA

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel3-10: Perkembangan Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi Di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2009 dan 2012 (Februari) NO.

PROVINSI

1.

Nusa Tenggara Barat

2.

Nusa Tenggara Timur

NUSA TENGGARA

JUMLAH PENGANGGURAN TERBUKA (JIWA) TAHUN TAHUN ∆('12-'09) 2009 2012 124.940 113.635 -11.305

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (%) TAHUN TAHUN ∆('12-'09) 2.009 2.012 6,12 5,21 -0,91

65.160

54.136

-11.024

2,78

2,39

-0,39

190.100

167.771

-22.329

4,34

3,77

-0,56

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012

Berdasarkan distribusi pengangguran terbuka pada tahun 2012, sebagian besar berada di perdesaan. Penyebaran pengangguran terbuka menurut provinsi, sebagian besar terdapat di Provinsi NTB dibanding di wilayah Nusa Tenggara. Komposisi pengangguran terbuka di Provinsi NTB dan NTT sebagian besar berada di perdesaan. Tabel 3-11: Distribusi Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Nusa Tenggara (Februari 2012) PERKOTAAN (K) JUMLAH % (JIWA)

No.

PROVINSI/WILAYAH

1.

Nusa Tenggara Barat

47.311

2.

Nusa Tenggara Timur

26.560

NUSA TENGGARA

73.871

41,63 49,06 44,03

PEDESAAN (D) JUMLAH % (JIWA)

TOTAL (K+D) JUMLAH % (JIWA)

% WIL .

66.324

58,37

113.635

100

67,73

27.576

50,94

54.136

100

32,27

93.900

55,97

167.771

100

2,20

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012

Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan di wilayah Nusa Tenggara pada tahun 2012 masih didominasi oleh kelompok berpendidikan65 tahun). Nilai dependency ratio tersebutsama dengan nilai dependency ratio nasional sebesar 51persen. Tabel 4-4: Jumlah dan Persentase Penduduk Wilayah Kalimantan menurut Kelompok Usia, Tahun 2010 KELOMPOK USIA Usia Muda (< 14 tahun) Usia Produktif (15-64 tahun) Usia Tua ( >65 tahun) TOTAL PENDUDUK

KALIMANTAN JUMLAH

%

4227,315

30,66

9122

66,16

438,516

3,18

13787,83

100,00

DEPENDENCY RATIO

51

Sumber Data: Sensus 2010,BPS

Jika dilihat perbandingannya antarprovinsi, ternyata angka ketergantungan di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan merupakan yang terrendah meskipun memiliki laju pertumbuhan penduduk tertinggi di tingkat wilayah. Sebaliknya, Provinsi Kalimantan Barat yang memiliki laju pertumbuhan penduduk rendah memiliki angka ketergantungan tinggi (Gambar 4-1). Hal ini mengindikasikan bahwa khususnya pertumbuhan penduduk di Kalimantan Timur lebih didorong oleh migrasi tenaga kerja usia produktif. Dengan kata lain, Kalimantan Timur menjadi tujuan migrasi penduduk dari daerah lain. Namun demikian semua provinsi mengalami penurunan angka rasio ketergantungan, yang menunjukkan besarnya potensi percepatan pertumbuhan wilayah.

PULAU KALIMANTAN

4- 3

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Gambar 4-1: Angka Ketergantungan (Dependency Ratio) Antarprovinsi di Wilayah Kalimantan, Tahun 2010

Sumber :Hasil Olahan Data Sensus 2010,BPS

Sementara itu dari sisi perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan (sex ratio) sebagian besar provinsi di Wilayah Kalimantan memiliki jumlah laki-laki yang lebih banyak dari perempuan, dengan sex ratio sebesar 106,43. Di Provinsi Kalimantan Timur, untuk setiap 100 perempuan terdapat 111 laki-laki. Sebaliknya di Kalimantan Selatan hanya terdapat 102 laki-laki untuk 100 orang perempuan. Tabel 4-5: Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Antarprovinsi di Wilayah Kalimantan, Tahun 2010. NO.

PROVINSI

LAKI-LAKI

PEREMPUAN

LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

SEX RATIO

1.

Kalimantan Barat

2.246.903

2.149.080

4.395.983

104,55

2.

Kalimantan Tengah

1.153.743

1.058.346

2.212.089

109,01

3.

Kalimantan Selatan

1.836.210

1.790.406

3.626.616

102,56

1.871.690 7.108.546 119.630.913 Sumber :Hasil Olahan Data Sensus 2010,BPS

1.681.453 6.679.285 118.010.413

3.553.143 13.787.831 237.641.326

111,31 106,43 101,37

4. Kalimantan Timur KALIMANTAN NASIONAL

4.2.2.

Ketenagakerjaan

Kondisi ketenagakerjaan di wilayah Kalimantan secara umum menunjukkan perkembangan positif. Kesempatan kerja (yang ditunjukkan oleh jumlah orang bekerja) bertambah lebih banyak dari angkatan kerja baru sehingga memungkinkan terjadinya pengurangan tingkat pengangguran. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Wilayah Kalimantan menurun relatif cepat dibandingkan nasional dalam empat tahun terakhir. Per Februari 2012 TPT Wilayah Kalimantan mencapai 5,03 persen, lebih rendah dari TPT nasional 6,32 persen.

4-4 PULAU KALIMANTAN

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Gambar 4-2: Perkembangan Ketenagakerjaan di Wilayah Kalimantan Periode 2005-2012 (Februari)

Angkatan Kerja. Total angkatan kerja di Wilayah Kalimantan pada tahun 2012 mencapai 7,14 juta orang. Angka tersebut menyumbang 5,93 persen dalam total angkatan kerja nasional. Provinsi Kalimantan Barat memiliki angkatan kerja terbesar, dan terrendah berada di Kalimantan Tengah. Hampir di semua provinsi sebagian besar angkatan kerja berada di perdesaan. Hanya di Kalimantan Timur sebagian besar angkatan kerjanya berada di perkotaan yang merupakan pusat kegiatan industri. Tabel 4-6: Angkatan Kerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Kalimantan (Februari 2012) PERKOTAAN (K) NO

PROVINSI

JUMLAH (JIWA) 604.281

PEDESAAN (D)

26,76

JUMLAH (JIWA) 1.653.750

%

TOTAL (K+D)

% WIL.

73,24

JUMLAH (JIWA) 2.258.031

100,00

31,64

%

%

1.

Kalimantan Barat

2.

Kalimantan Tengah

369.340

31,89

788.648

68,11

1.157.988

100,00

16,23

3.

Kalimantan Selatan

743.641

39,40

1.143.793

60,60

1.887.434

100,00

26,45

1.101.870

60,14

730.309

39,86

1.832.179

100,00

25,68

2.819.132 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

39,51

4.316.500

60,49

7.135.632

100,00

100,00

4. Kalimantan Timur KALIMANTAN

Penduduk Bekerja. Jumlah penduduk bekerja di Wilayah Kalimantan pada tahun 2012 mencapai 6,78 juta orang. Pola persebaran penduduk bekerja mirip dengan pola persebaran angkatan kerja. Terlepas dari kualitasnya, kesempatan kerja disebagian besar provinsi di Wilayah Kalimantan lebih banyak tersedia di perdesaan dibandingkan di perkotaan. Namun demikian di Provinsi Kalimantan Timur kesempatan kerja di perkotaan jauh lebih banyak dibandingkan dengan di wilayah perdesaannya. Pola ini seiring dengan tahapan pengembangan wilayah disebagian besar provinsi yang masih merupakan wilayah agraris di mana peran sektor pertanian masih dominan dalam penyediaan lapangan kerja. PULAU KALIMANTAN

4- 5

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Tabel 4-7: Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Kalimantan (Februari 2012) PERKOTAAN (K) JUMLAH % (JIWA) 1. Kalimantan Barat 566.947 25,98 2. Kalimantan Tengah 357.756 31,76 3. Kalimantan Selatan 693.317 38,39 4. Kalimantan Timur 983.397 59,17 KALIMANTAN 2.601.417 38,39 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012. NO

PROVINSI

PEDESAAN (D) JUMLAH % (JIWA) 1.615.322 74,02 768.817 68,24 1.112.624 61,61 678.644 40,83 4.175.407 61,61

TOTAL (K+D) JUMLAH % (JIWA) 2.182.269 100 1.126.573 100 1.805.941 100 1.662.041 100 6.776.824 100

% WIL. 32,20 16,62 26,65 24,53 6,01

Penduduk bekerja menurut tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan. Meskipun memiliki potensi penduduk usia produktif yang besar, namun sebagian besar tenaga kerja di Wilayah Kalimantan merupakan tamatan pendidikan dasar dan menengah. Secara keseluruhan tenaga kerja tamatan pendidikan tinggi (universitas dan akademi) tidak sampai 10 persen dari total penduduk bekerja. Sebaliknya, tenaga kerja berpendidikan SD masih mendominasi di semua provinsi, termasuk di Kalimantan Timur yang merupakan salah satu basis industri nasional.

Tabel 4-8: Distribusi Persentase Penduduk Usia 15 tahun ke atas yang Bekerja Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Wilayah Kalimantan (Februari 2012) PENDIDIKAN NO

PROVINSI

≤ SD

SMTP

1. Kalimantan Barat 62,23 15,77 2. Kalimantan Tengah 51,57 19,65 3. Kalimantan Selatan 54,35 17,64 4. Kalimantan Timur 36,21 15,68 KALIMANTAN 51,98 16,89 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2011.

SMTA UMUM

SMTA KEJURUAN

12,47 15,49 14,28 22,32 15,87

4,36 3,80 5,38 12,27 6,48

DIPLOMA I/II/III/ AKADEMI 2,23 3,02 2,90 3,42 2,83

UNIVERSITAS 2,94 6,47 5,45 10,10 5,95

JUMLAH 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Komposisi penduduk bekerja menurut lapangan di Wilayah Kalimantan, sektor pertanian merupakan lapangan usaha paling dominan, yakni mencapai 46,65 persen, sementara lapangan usaha lainnya yang sudah berkembang adalah perdagangan, rumah makan dan hotel, dan lapangan usaha jasa kemasyarakat. (Lihat Gambar 4.3).

4-6 PULAU KALIMANTAN

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Gambar 4-3. Distribusi Persentase Penduduk Bekerja di Wilayah Kalimantan Menurut Lapangan Usaha (Februari 2012) Jasa Keuangan, asuransi kemasyarakatan, 1 , usaha persewaan 4.92% , 1.71% perguda Angkutan, ngan dan komunikasi, 3.47%

Pertanian, 46.65%

Perdagangan, ruma h makan, dan hotel, 16.55% Bangunan, 5.09%

Listrik, gas dan air , 0.39% Industri pengolahan, 5.36%

Pertambangan dan penggalian, 5.86%

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

Lebih dari separuh penduduk bekerja di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah menggantungkan pendapatan pada sector pertanian. Lapangan usaha perdagangan menunjukkan persentase tertinggi di Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. dan lapangan usaha jasa kemasyarakatan menunjukkan persentase tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur . Tabel 4-9: Distribusi Persentase Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Lapangan Usaha Di Wilayah Kalimantan (Februari 2012) No

PROVINSI

1 1 Kalimantan Barat 63,6 2 Kalimantan Tengah 53,5 3 Kalimantan Selatan 38,2 4 Kalimantan Timur 29,0 KALIMANTAN 46,6 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

2 3,3 6,4 5,7 9,1 5,9

LAPANGAN USAHA *) 3 4 5 6 7 3,2 0,2 4,3 12,6 2,0 2,5 0,3 4,7 13,3 3,1 10,4 0,4 5,3 20,6 3,7 4,7 0,6 6,2 19,6 5,4 5,4 0,4 5,1 16,5 3,5

8 1,0 1,2 1,3 3,5 1,7

9 9,9 15,0 14,5 21,9 14,9

JUMLAH 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Keterangan*): 1. Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan, 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air 5. Bangunan

6. Perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel 7. Angkutan, pergudangan dan komunikasi 8. Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah, dan jasa perusahaan 9. Jasa kemasyarakatan

Pengangguran Terbuka. Jumlah pengangguran Terbuka di wilayah Kalimantan pada

Februari 2012 mencapai 358,8 ribu orang, berkurang sekitar100,88 ribu jiwa dibanding tahun 2009. Sementara berdasarkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) berkurang sebesar 1,96 PULAU KALIMANTAN

4- 7

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 persen dibanding tahun 2009. Pengangguran terbuka di wilayah Kalimantan meliputi 4,71 persen dari total pengangguran terbuka di Indonesia. Penurunan jumlah pengangguran terbuka tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Barat, dan terrendah di Provinsi Kalimantan Timur . Tabel 4-10 Perkembangan Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi Di Wilayah Kalimantan Tahun 2009 dan 2012 (Februari) JUMLAH PENGANGGURAN TERBUKA (JIWA) NO. PROVINSI TAHUN TAHUN ∆('12-'09) 2.009 2.012 1. Kalimantan Barat 127.186 75.762 -51.424 2. Kalimantan Tengah 49.008 31.415 -17.593 3. Kalimantan Selatan 118.406 81.493 -36.913 4. Kalimantan Timur 165.087 170.138 5.051 KALIMANTAN 459.687 358.808 -100.879 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (%) TAHUN TAHUN ∆('122.009 2.012 '09) 5,63 3,36 -2,27 4,53 2,71 -1,82 6,75 4,32 -2,43 11,09 9,29 -1,80 6,99 5,03 -1,96

Berdasarkan distribusi pengangguran terbuka pada tahun 2012, sebagian besar berada di perkotaan. Penyebaran pengangguran terbuka di Wilayah Kalimantan menurut provinsi, penyebaran tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Timur, dan terrendah di Provinsi Kalimantan Tengah. Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah memiliki konsentrasi pengangguran terbuka di perdesaan, sementara di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan memiliki konsentrasi di perkotaan. Tabel 4-11: Distribusi Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Kalimantan (Februari 2012) PERKOTAAN (K) JUMLAH % (JIWA) 1. Kalimantan Barat 37.334 49,28 2. Kalimantan Tengah 11.584 36,87 3. Kalimantan Selatan 50.324 61,75 4. Kalimantan Timur 118.473 69,63 KALIMANTAN 217.715 60,68 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012. NO.

PROVINSI/WILAYAH

PEDESAAN (D) JUMLAH % (JIWA) 38.428 50,72 19.831 63,13 31.169 38,25 51.665 30,37 141.093 39,32

TOTAL (K+D) JUMLAH % (JIWA) 75.762 100 31.415 100 81.493 100 170.138 100 358.808 100

% WIL . 21,11 8,76 22,71 47,42 100,00

Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan di wilayah Kalimantan pada tahun 2012, didominasi oleh kelompok berpendidikan SMTA (Umum/Kejuruan) dan berpendidikan 65 tahun). Angka dependency ratio tersebut relatif tinggi dibandingkan angka nasional sebesar 51,3 persen. 5-2

PULAU SULAWESI

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Komposisi penduduk Wilayah Sulawesi berdasarkan kelompok usia pada tahun 2010, terdiri atas: kelompok usia 0-14 tahun sebanyak 31,79 persen, usia 15-64 tahun sebanyak 63,40 persen dan usia 65 tahun ke atas sebanyak 4,81 persen. Berdasarkan struktur usia penduduk tersebut, rasio ketergantungan (dependency ratio) di Wilayah Sulawesi adalah sebesar 58, artinya setiap 100 orang yang berusia kerja (dianggap produktif) mempunyai tanggungan sebanyak 58 orang yang belum produktif (0-14 tahun) dan dianggap tidak produktif lagi (>65 tahun). Nilai dependency ratio tersebut lebih tinggi dari nilai dependency ratio nasional sebesar 51,3. Tabel 5-4: Jumlah dan Persentase Penduduk Wilayah Sulawesi Menurut Kelompok Usia, Tahun 2010 KELOMPOK USIA

JUMLAH (RIBU JIWA)

%

Usia Muda (< 14 tahun)

5.523,344

31,79%

%Usia Produktif (15-64 tahun)

11.013,55

63,40%

834,89

4,81%

17.371,78

100,00%

Usia Tua ( >65 tahun) TOTAL PENDUDUK DEPENDENCY RATIO

58

Sumber Data: Sensus 2010,BPS Jika dilihat perbandingannya antarprovinsi, ternyata angka ketergantungan di Provinsi Sulawesi Utara merupakan yang terrendah, sementara Provinsi Sulawesi Barat memiliki angka ketergantungan tertinggi dan laju pertumbuhan penduduk tertinggi pula (Gambar 5-1). Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan penduduk di Sulawesi Barat lebih didorong oleh migrasi tenaga kerja usia produktif. Tidak semua provinsi mengalami penurunan angka rasio ketergantungan, peningkatan angka ketergantungan terjadi di Provinsi Sulawesi Utara selama periode 10 tahun terakhir. Lihat Gambar 5-1. Gambar 5-1: Perkembangan Angka Ketergantungan (Dependency Ratio) Antarprovinsi di Wilayah Sulawesi, Tahun 2000 dan 2010

Sumber :Hasil Olahan Data Sensus Penduduk 2010, BPS PULAU SULAWESI

5- 3

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Sementara itu dari sisi perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan (sex ratio) sebagian besar provinsi di Wilayah Sulawesi memiliki jumlah laki-laki yang lebih banyak dari perempuan, dengan sex ratio sebesar 101,37. Sex Ratio tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara dan terrendah terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan. Tabel 5-5: Komposisi Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Antar Provinsi di Wilayah Sulawesi, Tahun 2010. NO.

PROVINSI

1. Sulawesi Utara 2. Sulawesi Tengah 3. Sulawesi Selatan 4. Sulawesi Tenggara 5. Gorontalo 6. Sulawesi Barat SULAWESI NASIONAL

LAKI-LAKI

PEREMPUAN

LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

SEX RATIO

1.159.903 1.350.844 3.924.431 1.121.826 521.914 581.526 8.660.444 119.630.913

1.110.693 1.284.165 4.110.345 1.110.760 518.250 577.125 8.711.338 118.010.413

2.270.596 2.635.009 8.034.776 2.232.586 1.040.164 1.158.651 17.371.782 237.641.326

104,43 105,19 95,48 101,00 100,71 100,76 99,42 101,37

Sumber :Hasil Olahan Data Sensus Penduduk 2010, BPS

5.2.2. Ketenagakerjaan Kondisi ketenagakerjaan di Wilayah Sulawesi secara umum menunjukkan perkembangan yang positif. Kesempatan kerja (yang ditunjukkan oleh jumlah orang bekerja) bertambah lebih banyak dari angkatan kerja baru sehingga memungkinkan terjadinya pengurangan tingkat pengangguran. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Wilayah Sulawesi menurun relatif cepat dibandingkan nasional dalam empat tahun terakhir. Per Februari 2012 TPT Wilayah Sulawesi mencapai 5,42 persen, lebih rendah dari TPT nasional 6,32 persen. Gambar 5-2: Perkembangan Ketenagakerjaan di Wilayah Sulawesi Periode 2005-2012 (Februari)

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

5-4

PULAU SULAWESI

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Angkatan Kerja. Total angkatan kerja di Wilayah Sulawesi pada tahun 2012 mencapai 8,24 juta orang. Angka tersebut menyumbang 6,84 persen dalam total angkatan kerja nasional. Provinsi Sulawesi Selatan memiliki angkatan kerja terbesar dan terrendah di Provinsi Gorontalo. Hampir di semua provinsi sebagian besar angkatan kerja berada di perdesaan, dengan persentase tertinggi di Provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Tabel 5-6: Angkatan Kerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Sulawesi (Februari 2012) PERKOTAAN (K) NO.

PROVINSI

JUMLAH (JIWA)

1. Sulawesi Utara 520.052 2. Sulawesi Tengah 309.004 3. Sulawesi Selatan 1.281.875 4. Sulawesi Tenggara 277.230 5. Gorontalo 157.758 6. Sulawesi Barat 124.249 SULAWESI 2.670.168 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

%

46,66 22,85 35,19 25,34 33,49 22,14 32,42

PEDESAAN (D) JUMLAH (JIWA)

594.618 1.043.423 2.360.551 816.911 313.370 437.008 5.565.881

%

53,34 77,15 64,81 74,66 66,51 77,86 67,58

TOTAL (K+D) JUMLAH % (JIWA)

% WIL.

1.114.670 1.352.427 3.642.426 1.094.141 471.128 561.257 8.236.049

13,53 16,42 44,23 13,28 5,72 6,81 6,84

100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Penduduk Bekerja. Jumlah penduduk bekerja di Wilayah Sulawesi pada tahun 2012 mencapai 7,79 juta orang. Pola persebaran penduduk bekerja mirip dengan pola persebaran angkatan kerja. Terlepas dari kualitasnya, kesempatan kerja di sebagian besar provinsi di Wilayah Sulawesi lebih banyak tersedia di perdesaan dibandingkan di perkotaan. Pola ini seiring dengan tahapan pengembangan wilayah di sebagian besar provinsi yang masih merupakan wilayah agraris di mana peran sektor pertanian masih dominan dalam penyediaan lapangan kerja. Tabel 5-7: Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Sulawesi (Februari 2012) PERKOTAAN (K) JUMLAH % (JIWA) 1. Sulawesi Utara 461.209 45,13 2. Sulawesi Tengah 289.494 22,24 3. Sulawesi Selatan 1.172.301 34,41 4. Sulawesi Tenggara 257.708 24,31 5. Gorontalo 148.391 33,09 6. Sulawesi Barat 121.440 22,10 SULAWESI 2.450.543 31,46 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2011. NO.

PROVINSI

PEDESAAN (D) JUMLAH % (JIWA) 560.741 54,87 1.012.468 77,76 2.234.880 65,59 802.527 75,69 300.098 66,91 428.180 77,90 5.338.894 68,54

TOTAL (K+D) JUMLAH % (JIWA) 1.021.950 100 1.301.962 100 3.407.181 100 1.060.235 100 448.489 100 549.620 100 7.789.437 100

% WIL. 13,12 16,71 43,74 13,61 5,76 7,06 6,91

Penduduk bekerja menurut tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan. Meskipun memiliki potensi penduduk usia produktif yang besar, namun sebagian besar tenaga kerja di Wilayah Sulawesi merupakan tamatan pendidikan dasar dan menengah. Penduduk bekerja berpendidikan terakhir SMTA, tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara, sementara untuk PULAU SULAWESI

5- 5

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 tingkat universitas terdapat di Provinsi Sulawesi selatan. Lihat Tabel 5-8. Tabel 5-8: Distribusi Persentase Penduduk Usia 15 tahun ke atas yang Bekerja Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Wilayah Sulawesi (Februari 2012) PENDIDIKAN NO

PROVINSI

1 Sulawesi Utara 2 Sulawesi Tengah 3 Sulawesi Selatan 4 Sulawesi Tenggara 5 Gorontalo 6 Sulawesi Barat SULAWESI

≤ SD 39,11 52,48 49,92 44,64 66,92 60,50 49,94

SMTP 21,22 15,48 16,11 18,16 8,50 13,78 16,35

SMTA UMUM 20,47 15,29 15,94 20,81 11,00 11,03 16,46

SMTA KEJURUAN 10,81 5,87 5,87 4,05 5,67 5,78 6,25

DIPLOMA I/II/III/ AKADEMI 2,80 3,43 2,67 4,65 2,09 3,43 3,10

UNIVERSITAS 5,59 7,45 9,49 7,69 5,82 5,49 7,90

JUMLAH 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2011. Komposisi penduduk bekerja menurut lapangan di Wilayah Sulawesi, sektor pertanian merupakan lapangan usaha paling dominan, sementara lapangan usaha lainnya yang sudah berkembang adalah perdagangan, rumah makan dan hotel, dan lapangan usaha jasa kemasyarakatan. (Lihat Gambar 5-3). Gambar 5-3: Distribusi Persentase Penduduk Bekerja di Wilayah Sulawesi Menurut Lapangan Usaha (Februari 2012)

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

Komposisi penduduk bekerja menurut lapangan usaha antarprovinsi, sektor pertanian masih merupakan lapangan usaha dominan di seluruh provinsi, terutaman di Provinsi Sulawesi Barat. Lapangan usaha perdagangan menunjukkan persentase tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi selatan. Lapangan usaha jasa kemasyarakatan menunjukkan persentase tertinggi di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara.

5-6

PULAU SULAWESI

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 5-9: Distribusi Persentase Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Lapangan Usaha Di Wilayah Sulawesi (Februari 2012) NO.

PROVINSI

1 2 1. Sulawesi Utara 34,0 3,5 2. Sulawesi Tengah 48,9 3,5 3. Sulawesi Selatan 43,1 1,3 4. Sulawesi Tenggara 45,0 3,0 5. Gorontalo 36,5 8,2 6. Sulawesi Barat 57,5 0,7 SULAWESI 43,8 2,6 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012. Keterangan*): 1. Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan, 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air 5. Bangunan

LAPANGAN USAHA *) 3 4 5 6 7 7,2 0,4 6,2 20,8 8,3 6,6 0,1 4,6 14,7 3,3 7,0 0,5 5,3 19,3 4,8 5,8 0,2 3,5 17,6 4,3 8,4 0,3 5,4 13,6 5,3 5,4 0,5 3,5 11,9 3,8 6,7 0,4 4,9 17,7 4,9

8 2,9 0,8 1,5 1,2 1,8 1,0 1,5

9 16,6 17,6 17,1 19,4 20,5 15,9 17,5

JUMLAH 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

6. Perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel 7. Angkutan, pergudangan dan komunikasi 8. Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah, dan jasa perusahaan 9. Jasa kemasyarakatan

Pengangguran Terbuka. Jumlah pengangguran Terbuka di Wilayah Sulawesi pada tahun 2012 mencapai 446,6 ribu orang, berkurang sekitar 129,52 ribu jiwa dibanding tahun 2009, sementara berdasarkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), berkurang sebesar 2,09 persen dibanding tahun 2009. Penurunan jumlah pengangguran terbuka dalam periode 20092012, tertinggi di provinsi Sulawesi Selatan (61,3 ribu jiwa), sementara penurunan TPT tertinggi di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 2,85 persen. Tabel 5-10: Perkembangan Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi Di Wilayah Sulawesi Tahun 2009 dan 2012 (Februari) JUMLAH PENGANGGURAN TERBUKA (JIWA) NO. PROVINSI TAHUN TAHUN ∆('12-'09) 2.009 2.012 1. Sulawesi Utara 114.528 92.720 -21.808 2. Sulawesi Tengah 63.154 50.465 -12.689 3. Sulawesi Selatan 296.559 235.245 -61.314 4. Sulawesi Tengggara 53.067 33.906 -19.161 5. Gorontalo 23.429 22.639 -790 6. Sulawesi Barat 25.393 11.637 -13.756 SULAWESI 576.130 446.612 -129.518 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (%) TAHUN TAHUN ∆('122.009 2.012 '09) 10,63 8,32 -2,31 5,11 3,73 -1,38 8,74 6,46 -2,28 5,38 3,10 -2,28 5,06 4,81 -0,25 4,92 2,07 -2,85 7,51 5,42 -2,09

Berdasarkan distribusi pengangguran terbuka pada tahun 2012, Wilayah Sulawesi meliputi 5,87 persen dari total pengangguran terbuka di Indonesia. Penyebarannya pengangguran terbuka di Perdesaan lebih tinggi dibanding di Perkotaan. Penyebaran pengangguran terbuka menurut provinsi, sebagian besar terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan, yakni sebesar 52,67 persen dari total pengangguran terbuka di Wilayah Sulawesi, sementara terrendah di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 2,61 persen. PULAU SULAWESI

5- 7

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Tabel 5-11: Distribusi Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Sulawesi (Februari 2012) NO.

PROVINSI

1. 2.

Sulawesi Utara Sulawesi Tengah

3.

Sulawesi Selatan

4.

Sulawesi Tenggara

5. 6.

PERKOTAAN (K) JUMLAH % (JIWA) 58.843 63,46 19.510 38,66

PEDESAAN (D) JUMLAH % (JIWA) 33.877 36,54 30.955 61,34

TOTAL (K+D) JUMLAH % (JIWA) 92.720 100 50.465 100

% WIL . 20,76 11,30

109.574

46,58

125.671

53,42

235.245

100

52,67

19.522

57,58

14.384

42,42

33.906

100

7,59

Gorontalo

9.367

41,38

13.272

58,62

22.639

100

5,07

Sulawesi Barat

2.809

24,14

8.828

75,86

11.637

100

2,61

SULAWESI 219.625 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

49,18

226.987

50,82

446.612

100

100,00

Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Wilayah Sulawesi pada tahun 2012, masih didominasi oleh kelompok berpendidikan SMTA Umum/Kejuruan, kecuali di Provinsi Gorontalo masih didominasi tingkat pendidikan terakhir 65 tahun). Angka dependency ratio tersebut relatif tinggi dibandingkan angka nasional sebesar 51,3 persen. Tabel6-4: Jumlah dan Persentase Penduduk Wilayah Maluku Menurut Kelompok Usia, Tahun 2010 KELOMPOK USIA  Usia Muda (< 14 tahun)  Usia Produktif (15-64 tahun)  Usia Tua ( >65 tahun) Total Penduduk Dependency Ratio

JUMLAH (RIBU JIWA) 923.951 1.555.933 91.709 2.571.593

% 35,93 60,50 3,57 100,00 65

Sumber Data: Sensus 2010,BPS Perbandingan angka ketergantungan antarprovinsi di Wilayah Maluku, Provinsi Maluku menunjukkan rasio ketergantungan lebih tinggi dibanding Maluku Utara. Lihat Gambar 6-1.

6 -2

PULAU MALUKU

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Gambar 6-1: Perkembangan Angka Ketergantungan (Dependency Ratio) Antarprovinsi di Wilayah Maluku, Tahun 2000 dan 2010 DEPENDENCY RATIO Tahun 2000 71

68

67

Prov. Maluku

DEPENDENCY RATIO Tahun 2010 70

63

65 54

Prov. Maluku Utara

MALUKU

51

NASIONAL

Sumber Data: Sensus 2010,BPS

Sementara itu dari sisi perbandingan antara penduduk laki-lakui dan perempuan (sex ratio) sebagian besar provinsi di Wilayah Maluku memiliki jumlah laki-laki yang lebih banyak dari perempuan, dengan rasio sebesar 101,37, artinya jumlah penduduklaki-laki relatif lebih tinggi dibanding penduduk perempuan. Sex Ratio di Provinsi Maluku Utara lebih tinggi dibanding dengan Provinsi Maluku. Tabel 6-5: Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Antar Provinsi di Wilayah Maluku, Tahun 2010. NO.

PROVINSI/ WILAYAH

LAKI-LAKI (JIWA)

PEREMPUAN (JIWA)

LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN (JIWA)

SEX RATIO

1.

Maluku

775.477

758.029

1.533.506

102,30

2.

Maluku Utara

531.393

506.694

1.038.087

104,87

1.306.870

1.264.723

2.571.593

103,33

119.630.913

118.010.413

237.641.326

101,37

MALUKU NASIONAL Sumber Data: Sensus 2010,BPS

6.2.2.

Ketenagakerjaan

Kondisi ketenagakerjaan di Wilayah Maluku secara umum menunjukkan perkembangan yang positif. Kesempatan kerja (yang ditunjukkan oleh jumlah orang bekerja) bertambah lebih banyak dari angkatan kerja baru sehingga memungkinkan terjadinya pengurangan tingkat pengangguran. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Wilayah Maluku sebesar 6,38 persen, sedikit lebih tinggi dibanding dengan TPTnasional sebesar 6,32 persen.

PULAU MALUKU

6- 3

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Ribu Jiwa

Gambar 6-2: Perkembangan Ketenagakerjaan di Wilayah Sulawesi Periode 2005-2012 (Februari) 1.400

14,00

1.200

12,00

1.000

10,00

800

6,38

Angkatan Kerja Wilayah (%)

8,00

600

6,32 6,00

400

4,00

200

2,00

-

%

Penduduk Bekerja Wilayah (Jiwa) Pengangguran Terbuka Wilayah (jiwa) Tingkat Pengangguran Terbuka Wilayah (%) Tingkat Pengangguran Terbuka Nasional (%)

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun

Sumber: Sakernas (Februari),BPS 2012

Angkatan Kerja. Total angkatan kerja di Wilayah Maluku pada tahun 2012 mencapai 1,16 juta orang. Angka tersebut menyumbang sebanyak 0,96 persen dari total angkatan kerja di Indonesia. Provinsi Maluku memiliki angkatan kerja lebih tinggi dibanding Provinsi Maluku Utara.Penyebaran angkatan kerja di wilayah Maluku sebagian besar berada di perdesaan. Tabel 6-6: Angkatan Kerja menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Maluku (Februari 2012) NO.

PERKOTAAN (K) PROVINSI

34,97

JUMLAH (JIWA) 445.558

114.116

24,22

353.692 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

30,59

1.

Maluku

2.

Maluku Utara MALUKU

JUMLAH (JIWA) 239.576

PEDESAAN (D)

%

TOTAL (K+D)

65,03

100,00

59,25

357.106

75,78

471.222

100,00

40,75

802.664

69,41

1.156.356

100,00

100,00

%

%

Penduduk Bekerja. Jumlah penduduk bekerja di Wilayah Maluku pada tahun 2012 mencapai 1,08 juta orang. Pola persebaran penduduk bekerja mirip dengan pola persebaran angkatan kerja. Terlepas dari kualitasnya, kesempatan kerja di sebagian besar provinsi di Wilayah Maluku lebih banyak tersedia di perdesaan dibandingkan di perkotaan. Pola ini seiring dengan tahapan pengembangan wilayah di sebagian besar provinsi yang masih merupakan wilayah agraris di mana peran sektor pertanian masih dominan dalam penyediaan lapangan kerja.

6 -4

PULAU MALUKU

% WIL.

JUMLAH (JIWA) 685.134

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Tabel 6-7: Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Maluku (Februari 2012) NO.

PERKOTAAN (K) PROVINSI

1.

Maluku 2. Maluku Utara MALUKU

JUMLAH (JIWA) 212.926

102.715 315.641 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2011.

PEDESAAN (D)

TOTAL (K+D)

33,46

JUMLAH (JIWA) 423.497

66,54

JUMLAH (JIWA) 636.423

23,02 29,15

343.498 766.995

76,98 70,85

446.213 1.082.636

%

%

% WIL.

% 100

58,78

100 100

41,22 0,96

Penduduk bekerja menurut tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan. Meskipun memiliki potensi penduduk usia produktif yang besar, namun sebagian besar tenaga kerja di Wilayah Maluku merupakan tamatan pendidikan dasar dan menengah. Persentase tingkat pendidikan SMTA sampai dengan sarjana di Provinsi Malukusedikit lebih tinggi dibanding dengan Provinsi Maluku Utara. Lihat Tabel 6-8. Tabel 6-8: Distribusi Persentase Penduduk Usia 15 tahun ke atas yang Bekerja Menurut Provinsi dan Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Wilayah Maluku (Februari 2012) PENDIDIKAN NO.

PROVINSI

1. Maluku 2. Maluku Utara MALUKU

≤ SD

SMTP

SMTA Umum

SMTA Kejuruan

Diploma I/II/III/ Akademi

Universitas

45,37 47,83 46,38

18,49 18,66 18,56

19,91 19,36 19,68

5,94 4,48 5,34

3,58 3,54 3,56

6,71 6,13 6,48

JUMLAH 100,00 100,00 100,00

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012. Komposisi penduduk bekerja menurut lapangan di Wilayah Maluku, sektor pertanian merupakan lapangan usaha paling dominan, yakni mencapai 53,40 persen, sementara lapangan usaha lainnya yang sudah berkembang adalah perdagangan, rumah makan dan hotel sebesar 11,93 persen, dan lapangan usaha jasa kemasyarakat sebesar 18,06 persen (Lihat Gambar 6.3). Berdasarkan komposisi lapangan usaha antarprovinsi, lapangan usaha non pertanian di Provinsi Maluku memiliki persentase lebih tinggi dibanding dengan Provinsi Maluku Utara, (Lihat Tabel 6.9).

PULAU MALUKU

6- 5

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Gambar 6-3. Distribusi Persentase Penduduk Bekerja di Wilayah Sumatera Menurut Lapangan Usaha (Februari 2012) Jasa kemasyarakatan; Keuangan, 18,06% asuransi, usaha persewaan ; Angkutan, 0,94% pergudangan dan komunikasi; 5,17%

Pertanian; 53,40%

Perdagangan, rumah makan, dan hotel; 11,93% Bangunan; 3,90% Listrik, gas dan air ; 0,30%

Industri pengolahan; 4,23%

Pertambangan dan penggalian; 2,06%

Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012. Tabel 6-9: Distribusi Persentase Penduduk Bekerja Menurut Provinsi dan Lapangan Usaha Di Wilayah Maluku (Februari 2012) NO

PROVINSI

1 2 1 Maluku 52,2 1,6 2 Maluku Utara 55,0 2,7 MALUKU 53,4 2,1 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

LAPANGAN USAHA *) 3 4 5 6 7 4,7 0,2 4,1 13,0 4,5 3,5 0,4 3,6 10,4 6,2 4,2 0,3 3,9 11,9 5,2

JUMLAH 8 1,0 0,8 0,9

9 18,5 17,4 18,1

100,0 100,0 100,0

Keterangan*): 1. Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan, 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air 5. Bangunan

6. Perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel 7. Angkutan, pergudangan dan komunikasi 8. Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah, dan jasa perusahaan 9. Jasa kemasyarakatan

Pengangguran Terbuka. Jumlah pengangguran Terbuka di Wilayah Maluku pada tahun 2012 mencapai 73,72 ribu orang, berkurang sekitar16,59 ribu jiwa dibanding tahun 2009, sementara berdasarkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), berkurang sebesar 2,39 persen dibanding tahun 2009. Penurunan jumlah pengangguran terbuka dalam periode 20092012 di Provinsi Maluku sebanyak 12,48 Ribu jiwa atau sebesar 3,27 persen, lebih tinggi dibanding dengan penurunan di Provinsi Maluku Utara.

6 -6

PULAU MALUKU

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel6-10: Perkembangan Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi Di Wilayah MalukuTahun 2009 dan 2012 (Februari) JUMLAH PENGANGGURAN TERBUKA NO. (JIWA) PROVINSI TAHUN TAHUN ∆('12-'09) 2.009 2.012 1. 61.194 48.711 -12.483 Maluku 2. 29.117 25.009 -4.108 Maluku Utara MALUKU 90.311 73.720 -16.591 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (%) TAHUN 2.009 10,38 6,61 8,77

TAHUN 2.012 7,11 5,31 6,38

∆('12-'09) -3,27 -1,30 -2,39

Berdasarkan distribusi pengangguran terbuka pada tahun 2012, sebanyak 48,38 persen di Perdesaan dan 51,62 persen di Perkotaan. Penyebaran pengangguran terbuka menurut provinsi, sebagian besar terdapat di Provinsi Maluku. Pengangguran terbuka di Provinsi Maluku sebagian besar berada di perkotaan, sementara di Provinsi Maluku Utara sebagian besar berada di Perdesaan. Tabel 6-11: Distribusi Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi dan Wilayah Perkotaan/Perdesaan di Wilayah Maluku (Februari 2012) NO.

PROVINSI/WILAYAH

1.

Maluku 2. Maluku Utara MALUKU

PERKOTAAN (K) JUMLAH % (JIWA) 26.650 54,71

PEDESAAN (D) JUMLAH % (JIWA) 22.061 45,29

TOTAL (K+D) JUMLAH % (JIWA) 48.711 100

% WIL . 66,08

11.401

45,59

13.608

54,41

25.009

100

33,92

38.051 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

51,62

35.669

48,38

73.720

100

0,97

Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan di wilayah Maluku pada tahun 2012,didominasi oleh kelompok berpendidikanSMTA Umum/Kejuruan hingga mencapai 52,90 persen, dan berikutnya berpendidikan Sarjana sebesar 15,59 persen. Hal ini menunjukkan tantangan tersendiri, mengingat tingginya pengangguran terbuka berpendidikan tinggi. Lihat Tabel 6-12. Tabel 6-12: Distribusi Persentase Pengangguran TerbukaMenurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkandi Wilayah Maluku (Februari 2012) PENDIDIKAN TERTINGGI YANG DITAMATKAN NO.

PROVINSI

≤ SD

SMTP

1. Maluku 12,57 6,11 2. Maluku Utara 19,98 19,68 MALUKU 15,08 10,71 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

SMTA UMUM/ KEJURUAN 58,56 41,88 52,90

DIPLOMA I/II/III/ AKADEMI 7,19 2,83 5,71

UNIVERSITAS

JUMLAH

15,57 15,63 15,59

PULAU MALUKU

100,00 100,00 100,00

6- 7

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 6.2.3. Kesehatan Perkembangan derajat kesehatan penduduk antarprovinsi di Wilayah Maluku selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan. Hal ini dapat diindikasikan oleh meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH), membaiknya status gizi balita, serta meningkatnya pelayanan tenaga medis bagi masyarakat.Namun, perbaikan kondisi kesehatan antarprovinsi tersebut masih belum merata, sehingga diperlukan upaya khusus dalam mengurangi kesenjangan kesehatan masyarakat. Umur Harapan Hidup (UHH). Berdasarkan estimasi UHH antarprovinsi di Wilayah Maluku selamaperiode 2007-2010 menunjukkan peningkatan, sejalan dengan perkembangan UHH secara nasional. Estimasi UHH antarprovinsi diwilayah Maluku tahun 2010 masih berada di bawah UHH nasional (70,9 tahun), dengan UHH terrendah di Maluku Utara. Lihat Gambar 64. Gambar 6-4: Estimasi Umur Harapan Hidup (UHH) menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2007-2010 71,5 70,9

71,0 70,4

70,5

Tahun

70,0 69,5

69,6 UHH Provinsi tahun 2007

69,2

69,0

69,0 68,3

68,5

UHH Provinsi tahun 2010

68,0 67,5 67,0 Maluku

Maluku Utara

Indonesia

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS Status Gizi Balita. Perkembangan prevalensi Gizi Buruk dan Kurang antarprovinsi di Wilayah Maluku antar tahun 2007 dan 2010 menunjukkan perkembangan berbeda, yaitu diProvinsi Maluku Utara terjadi peningkatan prevalensi gizi buruk dan kurang,sementaradi Provinsi Maluku menunjukkan penurunan. Prevalensi gizi buruk dan kurang tertinggi di Provinsi Maluku pada tahun 2010 sebesar 26,2 persen, sementara terrendah di Provinsi Maluku sebesar 23,6 persen.

6 -8

PULAU MALUKU

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 6-13: Prevalensi Gizi Buruk dan Kurang Menurut Provinsi Tahun 2007dan 2010. 2007

2010

GIZI BURUK (%)

GIZI KURANG (%)

Maluku

9,3

18,5

GIZI BURUK/ KURANG (%) 27,8

2 Maluku Utara INDONESIA

6,7

16,1

5,4

13

NO

∆ (20072010)

GIZI BURUK (%)

GIZI KURANG (%)

8,4

17,8

GIZI BURUK/ KURANG (%) 26,2

22,8

5,7

17,9

23,6

-0,8

18,4

4,9

13

17,9

0,5

1,6

Indikator Tinggi Badan/Umur (TB/U) menggambarkan status gizi yang sifatnya kronis, artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku pola asuh yang tidak tepat, sering menderita penyakit secara berulang karena hygiene dan sanitasi yang kurang baik.Status tinggi badan pendek dan sangat pendek biasanya digabung menjadi satu kategori dan disebut masalah pendek (Stunting). Masalah pendek pada balita secara nasional pada tahun 2010 masih serius yaitu sebesar 35,6%. Pada lingkup antarprovinsi di wilayah Maluku, di Provinsi Maluku sebesar 37,5 persen masih berada di atas angka nasional, walaupun menunjukkan tren penurunan. Gambar6-5:

40,2

29,4

40,0

37,5

50,0

45,8

Status Tinggi Badan Antarprovinsi di Wilayah Maluku Pada Tahun 2007 dan 2010.

35,6

30,0

Stunting 2007

20,0

Stunting 2010

%

1

PROVINSI

Stunting Nasional 2010

10,0 Maluku

Maluku Utara

Sumber: Riskesdas 2007 dan 2010 Indikator kesehatan lainnya yang menggambarkan kinerja dari pelayanan kesehatan bagi masyarakat adalah kondisi kesehatan ibu dan bayi yang berkaitan dengan proses melahirkan. Kondisi ini dapat ditunjukkan melalui data persentase kelahiran balita menurut penolong kelahiran terakhir. Pada tahun 2011, persentase penolong persalinan terakhir oleh tenaga medis antarprovinsi di wilayah Maluku masih berada di bawah angka nasional (81,3 persen). Persentase penolong persalinan terakhir oleh tenaga medis di Provinsi Maluku sedikit lebih tinggi dibanding Provinsi Maluku Utara.

PULAU MALUKU

6- 9

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 6-14: Persentase Kelahiran Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir, Tahun 2011. NO

PROVINSI

DOKTER

TENAGA MEDIS TENAGA BIDAN MEDIS LAINNYA 41,8 1,2

1

Maluku

7,8

2

Maluku Utara

9,3

40,8

16,9

63,7

INDONESIA

TENAGA NON MEDIS TOTAL

DUKUN

FAMILI

TOTAL

50,8

46,3

2,7

49,1

0,3

50,4

45,8

3,8

49,6

0,7

81,3

17,3

1,2

18,6

Sumber: SUSENAS 2011, BPS

6.2.4. Pendidikan Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS)di Provinsi Maluku selama periode 20092011 menunjukkan peningkatan, sementara di Provinsi Maluku Utara tidak terjadi peningkatan. Kedua provinsi masih berada di bawah RLS nasional (7,9 tahun). RLS tertinggi terdapat di Provinsi Maluku. Lihat Tabel 6-15. Tabel 6-15: Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf menurut Provinsi Tahun 2009 dan 2011. NO

PROVINSI

RATA-RATA LAMA SEKOLAH (TAHUN) 2009

2.011

∆ ('11-'09)

ANGKA MELEK HURUF (%) 2009

2011

∆ ('11-'09)

1

Maluku

8,6

8,7

0,1

97,42

96,63

-0,79

2

Maluku Utara

8,6

8,2

(0,4)

95,74

96,01

0,27

8,6

8,7

0,1

92,58

92,81

0,23

NASIONAL Sumber: SUSENAS 2011, BPS

Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) antarprovinsi selama periode 2009-2011 di wilayah Maluku, di Provinsi Maluku Utara yang menunjukkan perubahan positif. Pada tahun 2011, seluruh provinsi memiliki AMH di atas rata-rata nasional (92,81%). AMH di Provinsi maluku lebih tinggi dibanding dengan di Provinsi Maluku Utara.lihat Tabel 6-15 Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) antarprovinsi di wilayah Maluku pada tahun 2009-2011, perkembangan negatif terjadi pada kelompok Usia 13-15 tahun dan 16-18 tahun, khususnya di Provinsi Maluku. Pada tahun 2011, Provinsi Maluku menunjukkan APS tertinggi diseluruh kelompok usia dan sudah berada di atas rata-rata nasional, sementara di Provinsi Maluku Utara sudah berada di atas APS nasional pada kelompok usia 13-15 tahun dan 16-18 tahun.

6 - 10

PULAU MALUKU

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 6-16: Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Usia Sekolah Antarprovinsi Tahun 2009,2011.

NO

2009

PROVINSI

2011

7-12

13-15

16-18

7-12

∆ ('11-'09)

13-15

16-18

7-12

13-15

16-18

1

Maluku

97,87

91,98

72,28

98,18

91,89

67,21

0,31

(0,09)

(5,07)

2

Maluku Utara

96,85

90,02

63,38

97,04

89,89

64,70

0,19

(0,13)

1,32

97,95

85,47

55,16

97,58

87,78

57,85

(0,37)

2,31

2,69

INDONESIA Sumber: SUSENAS 2011, BPS

6.2.5. Kemiskinan Penduduk miskin di Wilayah Maluku pada tahun 2012 mencapai 442 Ribu jiwa, meliputi 1,52 persen dari total penduduk miskin di Indonesia, dan dengan tingkat kemiskinan sebesar 16,42 persen. Tingkat kemiskinan tersebut berada di atas tingkat kemiskinan nasional (11,96%). Perkembangan kemiskinan dalam kurun waktu 2006-2012 cenderung menurun, sejalan dengan tren penurunan tingkat kemiskinan nasional. Gambar 6-6: Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Maluku, Tahun 2006-2012 25

%

20

23,20 21,72

16,48 16,58

22,05

540 20,85 20,14

520 17,42

15,42

14,15

15

500 16,42

13,33

Ribu Jiwa

12,49 11,96

480 460

Jumlah Penduduk Miskin Wil Maluku % Penduduk Miskin Wil Maluku

440

10 475,5 514,6 496,4 478,0 469,7 457,6 442,0 5

420

% Penduduk Miskin Nasional

400 2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS

Perkembangan tingkat kemiskinan selama 2006-2012 cenderung menurun, namun kondisi kemiskinan di Provinsi Maluku masih tergolong tinggi dibandingkan kemiskinan nasional. Sementara untuk tingkat kemiskinan Provinsi Maluku Utara berada dibawah ratareata kemiskinan nasional.

PULAU MALUKU

6 - 11

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Tabel 6-17: Perkembangan Tingkat Kemiskinan Antarprovinsi di Wilayah Maluku, Tahun 2006-2012 NO.

PROVINSI

2006 1 Maluku 30,12 2 Maluku Utara 10,11 MALUKU 21,72 INDONESIA 16,48 Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS

2007 31,14 11,97 23,20 16,58

2008 29,66 11,28 22,05 15,42

TAHUN 2009 28,23 10,36 20,85 14,15

2010 27,74 9,42 20,14 13,33

2011 23,00 9,18 17,42 12,49

2012 21,78 8,47 16,42 11,96

Perkembangan penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin di Wilayah Maluku selama periode 2009-2012 rata-rata berkurang sebesar 11,99 ribu jiwa (1,48%) per tahun, lebih tinggi dibanding periode 2004-2009 sebesar 5,48 ribu jiwa (0,63%) per tahun. Peningkatan pengurangan jumlah dan persentase kemiskinan tersebut terjadi di Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Pada periode 2011-2012, di Provinsi Maluku menunjukkan perlambatan penurunan jumlah dan persentase kemiskinan dibanding periode sebelumnya. Tabel6-18: Perkembangan Penurunan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin RATA2 PENURUNAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN (RIBU/TAHUN) NO PROVINSI (2009- (2010- (2011- (2004- (20092010) 2011) 2012) 2009) 2012) 1 Maluku 1,4 18,28 10,09 3,52 9,92 2 Maluku Utara 6,9 -6,21 5,52 1,96 2,07 MALUKU 8,3 12,07 15,61 5,48 11,99 Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS

RATA2 PENURUNANPERSENTASE PENDUDUK MISKIN (%/TAHUN) (2009- (2010- (2011- (2004- (20092010) 2011) 2012) 2009) 2012) 0,49 4,74 1,22 0,78 2,15 0,94 0,24 0,71 0,41 0,63 0,71 2,72 1,00 0,63 1,48

Penyebaran kemiskinan di Wilayah Maluku sebagian besar berada di perdesaan, yakni mencapai 85,06 persen dari total penduduk miskin, atau dengan tingkat kemiskinan sebesar 20,01 persen. Tingkat kemiskinan di perdesaan di Provinsi Maluku lebih tinggi dibanding dengan di Maluku Utara. Tabel 6-19: Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Maluku menurut Perdesaan dan Perkotaan Antarprovinsi Tahun 2012 NO.

PROVINSI

1 Maluku 2 Maluku Utara MALUKU NASIONAL

6.2.6.

JUMLAH PENDUDUK MISKIN (000) KOTA DESA KOTA + DESA

58,47 7,56 66,03 10.647,25

291,76 84,23 375,99 18.485,20

350,23 91,79 442,02 29.132,43

PERSERTASE PENDUDUK MISKIN (%) KOTA DESA KOTA + DESA

9,78 2,55 7,38 8,78

28,88 10,69 20,91 15,12

21,78 8,47 16,42 11,96

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI), sebagai ukuran kualitas hidup manusia, seluruh provinsi di Maluku memperlihatkan peningkatan di selama periode 2006—2010. Pada tahun 2010, IPM antarprovinsi di wilayah Maluku masih 6 - 12

PULAU MALUKU

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 berada di bawah IPM nasional, dengan IPM tertinggi di provinsi Maluku sebesar 71,42.Berdasarkan nilai ranking IPM antarprovinsi di Indonesia, Provinsi Maluku menduduki ranking ke 21 sementara Provinsi maluku Utara menduduki ranking ke 30 (Tabel 6-20). Tabel 6-20: Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2006-2010 No

PROVINSI

1 Maluku 2 Maluku Utara NASIONAL

2006

2007

IPM 2008

69,69 67,51 70,10

69,96 67,82 70,59

70,38 68,18 71,17

2009 70,96 68,63 71,76

2010

2006

71,42 69,03 72,27

17 27

Peringkat 2007 2008 2009 18 27

19 28

19 29

Sumber: BPS 2011

6.2. PEREKONOMIAN DAERAH 6.2.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 6.2.1.1. 

PDRB Menurut Lapangan Usaha

Pertumbuhan

Perekonomian Wilayah Maluku pada tahun 2011 mengalami percepatan pertumbuhan dibandingkan kondisi pada tahun 2011. Pada tahun 2012, dampak pelemahan ekonomi dunia nampak dirasakan di beberapa provinsi di Indonesia, khususnya provinsi-provinsi penghasil komoditas ekspor yang permintaan dan harganya turun di pasar dunia. Namun pertumbuhan di Provinsi Maluku Utara dan Maluku masih tumbuh positif dan lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Tabel 6-21: Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Wilayah Maluku Atas Dasar Harga Konstan dengan Migas Tahun 2000, 2007-2012(Persen). PROVINSI

NO.

2007

2008

2009

2010

2011

2012

1.

Maluku

5.62

4.23

5.44

6.47

6.06

7.81

2.

Maluku Utara

6.01

5.99

6.07

7.95

6.40

6.67

5.78

4.95

5.70

7.08

6.21

7.33

6.35

6.01

4.63

6.22

6.49

6.23

MALUKU NASIONAL Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

Secara sektoral, seluruh sektor tumbuh positif dan rata-rata memiliki laju pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor dengan laju pertumbuhan ekonomi tertinggi dan sekaligus penopang kinerja pertumbuhan ekonomi di Wilayah Maluku adalah sektor kontruksi, sektor listrik-gas dan air, dan sektor pertambangan dan penggalian (Tabel 622).

PULAU MALUKU

6 - 13

2010 21 30

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Tabel 6-22: Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Maluku Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, 2006-2010. (Persen) LAPANGAN USAHA 2006 2007 2008* 2009** Pertanian 1,69 1,98 2,40 1,94 Pertambangan & Penggalian 0,75 2,96 -1,44 8,76 Industri Pengolahan 1,62 3,18 3,85 2,23 Listrik, Gas & Air 6,90 3,23 3,13 3,03 Konstruksi 2,63 3,85 4,94 4,71 Perdagangan, Hotel & Restoran 4,54 2,42 4,10 2,94 Pengangkutan & Komunikasi 7,34 2,34 6,68 2,86 Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 3,92 1,51 3,72 2,15 Jasa-Jasa 3,63 1,09 2,51 0,93

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2010** 5,46 10,76 3,66 14,78 27,65 8,72 6,96 3,97 8,13

Catatan*) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik

Peranan sektor terhadap kinerja perekonomian provinsi, secara keseluruhan pertumbuhan sektor di kedua provinsi tumbuh positif. Sektor dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi dan penopang kinerja perekonomian di Provinsi Maluku Utara adalah sector pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan-hotel dan restoran, dan sektor pertambangan. Sementara di Provinsi Maluku adalah sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor perdaggangan (Tabel 6-23). Tabel 6-23: Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Wilayah Maluku Tenggara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2010 (Persen) LAPANGAN USAHA

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa

MALUKU 5,66 10,36 0,20 19,44 48,05 6,27 6,56 2,45 7,68

MALUKU UTARA 5,21 10,86 5,64 8,69 6,46 12,15 7,71 7,24 9,70

Sumber: Badan Pusat Statistik

Secara keseluruhan, perekonomian Wilayah Maluku masih ditopang oleh tiga lapangan usaha utama, yakni sektor pertanian, sektor perdagangan-hotel dan restoran, dan sektor jasa. Di luar ketiga sektor utama tersebut, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor industri pengolahan juga memiliki peran yang besar terhadap perekonomian Maluku. Struktur perekonomian wilayah tersebut relatif tidak mengalami pergeseran yang berarti selama periode 2005-2011.

6 - 14

PULAU MALUKU

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Gambar 6-7: Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Wilayah Maluku Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005 dan 2011. (persen) Struktur Perekonomian 2005 KEP. MALUKU; JASA-JASA; 7,55; 5%

KEP. MALUKU; KEUANGAN & JS. PRSH.; 3,18; 2%

KEP. MALUKU; PENGANGKUT AN & KOMUNIKASI ; 10,92; 7%

Struktur Perekonomian 2011

Series1; KEUANGAN; 4,07; 4%

KEP. MALUKU; PERTANIAN; 40,38; 26%

Series1; PERTANIAN; 32,22; 32%

Series1; ANGKUTAN; 9,23; 9%

KEP. MALUKU; PERDAGANGA N, HOTEL & RESTORAN; 52,56; 34%

KEP. MALUKU; KONSTRUKSI; 2,01; 1%

Series1; JASA; 14,79; 15%

Series1; TAMBANGA N ; 2,38; 2% KEP. MALUKU; KEP. MALUKU; PERTAMBANG AN & INDUSTRI PENGOLAHAN; PENGGALIAN; 19,08; 13% 14,68; 10%

KEP. MALUKU; LISTRIK, GAS & AIR BERSIH; 3,02; 2%

Series1; Series1; INDUSTRI ; LISTRIK, 7,64; GAS, 8% AIR; 0,55; 1% Series1; KONSTRUKSI ; 2,41; 2%

Series1; PERDAGANG AN; 26,70; 27%

Sumber : Badan Pusat Statistik tahun 2010

Struktur perekonomian provinsi-provinsi di Wilayah Maluku, sektor pertanian dan sektor perdaggangan, hotel dan restoran masih mendominasi terhadap perekonomian di Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Selain kedua sektor tersebut, sektor angkutan dan jasa juga memiliki peran cukup besar di Provinsi Maluku, dan sektor pertambangan dan penggalian berkontribusi cukup besar terhadap perekonomian Provinsi Maluku Utara. Tabel 6-24 Struktur Ekonomi Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2011, (dalam persen) NO.

PROVINSI

1

2

3

LAPANGAN USAHA (%) 4 5 6

7

8

9

1

Maluku

29.81

0.73

4.43

0.54

1.95

28.28

10.22

4.22

19.81

2

Maluku Utara

36.03

4.99

12.73

0.57

3.15

24.20

7.65

3.84

6.85

32.22

2.38

7.64

0.55

2.41

26.70

9.23

4.07

14.79

MALUKU

Sumber : Badan Pusat Statistik tahun 2011

Dalam pembentukan PDRB Wilayah, Provinsi Maluku memiliki peran yang relatif besar dibandingkan Maluku Utara, yakni mencapai sekitar 61,30 persen. Di sisi lain, peran Provinsi Maluku Utara hanya sekitar 38 persen. Sementara peran wilayah Maluku terhadap perekonomian nasional sangat rendah, yaitu hanya sebesar 0,26 persen.

PULAU MALUKU

6 - 15

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Tabel 6-25: Kontribusi Provinsi terhadap Pembentukan PDRB ADHB Wilayah Maluku dan Nasional Tahun 2011, (dalam persen) NO.

PROVINSI

PDRB ADHB (Rp. Juta)

1. Maluku 2. Maluku Utara MALUKU

SHARE TERHADAP PULAU (%)

9.594.886,01 6.056.973,74 15.651.859,75

61,30 38,70 100,00

SHARE TERHADAP NASIONAL (%) 0,16 0,10 0,26

Sumber : Badan Pusat Statistik tahun 2011

Perkembangan PDRB per kapita Wilayah Maluku rata-rata meningkat. Namun, PDRB perkapita provinsi di wilayah Maluku masih berada jauh dibawah PDB perkapita Nasional. Jika diperbandingkan antarprovinsi, PDRB perkapita Maluku lebih tinggi dibandingkan PDRB perkapita Maluku Utara. Sebagai gambaran, perkembangan PDRB per kapita Provinsi di wilayah Maluku disajikan pada Tabel 6-26. Tabel 6-26: PDRB Per Kapita dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2005-2010, (dalam Ribu Rupiah) NO. PROVINSI Maluku 1. Maluku Utara 2. NASIONAL

2007 4.377 3.346 17.360

2008* 4.747 4.019 21.424

2009** 5.277 4.808 23.913

2010** 5.272 5.190 27.084

Catatan*) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara

Sumber: BPS 2010 6.2.1.2. PDRB Menurut Penggunaan Dari sisi penggunaan, perekonomian Wilayah Maluku pada tahun 2011 didominasi oleh komponen konsumsi, yaitu sebesar 68,5 persen merupakan konsumsi rumah tangga dan 33,12%. konsumsi pemerintah. Sementara komponen ekspor dan impor juga memiliki peran yang cukup besar, yaitu masing-masing sebesar 26,11 persen dan 32,48 persen.

6 - 16

PULAU MALUKU

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Gambar 6-8: Struktur PDRB Menurut Komponen Penggunaan ADHB di Maluku Tahun 2011, (dalam persen) Konsumsi Rumah Tangga, 68.65 , 39%

Konsumsi Rumah Tangga

Impor, 32.48 , 19%

Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba Konsumsi Pemerintah

Ekspor, 26.11 , 15%

PMTB Perubahan Stok Ekspor

Perubahan Stok, (4.61), -3% PMTB, 7.78 , 4%

Konsumsi Pemerintah, 33.12 , 19%

Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba, 1.43 , 1%

Impor

Distribusi PDRB penggunaan provinsi, secara keseluruhan kedua provinsi masih didominasi oleh komponen pengeluaran untuk konsumsi, terutama untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Selain komponen konsumsi, komponen impor juga memiliki peran yang cuku besar terhadap pembentukan PDRB provinsi-provinsi di Maluku. Tabel 6-27: Distribusi Persentase PDRB Menurut Provinsi dan Penggunaan Di Wilayah Maluku Tahun 2011 Atas Dasar Harga Berlaku NO.

PROVINSI

KONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LEMBAGA SWASTA NIRLABA

KONSUMSI PEMERINTAH

PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO

PERUBAHAN PERSEDIAAN

EKSPOR

IMPOR

1.

MALUKU

69.28

1.87

33.99

6.51

0.39

5.62

37.68

2.

MALUKU UTARA

67.64

0.74

31.74

9.79

(12.53)

6.87

24.24

MALUKU

68.65

1.43

33.12

7.78

(4.61)

6.11

2.48

Sumber: BPS, 2012 Perkembangan ekonomi dari sisi permintaan, secara umum seluruh komponen permintaan tumbuh positif, kecuali untuk perubahan stock tumbuh negatif. Komponen konsumsi rumah tangga, PMTB, dan impor memiliki pertumbuhan tertinggi dan meningkat dibandingkan kondisi tahun 2010, sementara pertumbuhan konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba dan ekspor sedikit melambat dibandingkan tahun sebelumnya.

PULAU MALUKU

6 - 17

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Tabel 6- 28: Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan Wilayah Maluku Tahun 2007-2011, (persen) NO

TAHUN

JENIS PENGGUNAAN

2007

2008

2009

2010*)

2011**)

RATA-RATA 2007-2011

1

Konsumsi Rumah Tangga

7,56

5,20

8,69

6,78

8,11

7,27

2

Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba

4,17

3,85

3,32

5,06

5,00

4,28

3

Konsumsi Pemerintah

8,23

5,76

13,71

8,24

10,52

9,29

4

PMTB

13,38

17,77

15,24

10,16

13,38

13,99

5

Perubahan Stock

(16,45)

0,44

(13,11)

25,48

(43,42)

(9,41)

6

Ekspor Barang & Jasa

9,88

0,55

(5,36)

9,34

3,35

3,55

7

Impor Barang & Jasa

7,68

8,26

6,99

9,53

10,32

8,55

Catatan*) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumber: BPS, tahun 2012

Sementara perkembangan ekonomi dari sisi permintaan, secara keseluruhan komponen permintaan tumbuh positif, kecuali komponen perubahan persediaan di Provinsi Maluku tumbuh negatif. Komponen impor, PMTB memiliki laju pertumbuhan tertinggi di Provinsi Maluku dibandingkan terhadap komponen lainnya. Sementara komponen perubahan persediaan, PMTB, dan konsumsi pemerintah memiliki laju pertumbuhan tertinggi dan kinerja cukup baik untuk perekonomian di Provinsi Maluku Utara. Tabel 6-29: Laju Pertumbuhan PDRB menurut Provinsi dan Penggunaan Di Wilayah Maluku Tahun 2011 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 NO.

1. 2.

PROVINSI

Maluku

KONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LEMBAGA SWASTA NIRLABA

KONSUMSI PEMERINTAH

PMTB

PERUBAHAN PERSEDIAAN

EKSPOR

IMPOR

8.27

4.21

11.21

14.52

(99.40)

5.14

13.91

Maluku Utara 7.96 Sumber: BPS, tahun 2012

5.80

9.84

12.24

12.55

1.56

6.72

6.3.2.

Investasi PMA dan PMDN

Perkembangan nilai realisasi investasi PMA tahun 2011 tercatat sebesar 141,5 juta US$ atau sekitar 0,74 persen dari nilai relaisasi PMA nasional, dan menurun dibandingkan tahun 2010.Distribusi nilai realisasi investasi PMA terbesar terdapat di Provinsi Maluku Utara, yaitu mencapai 91,7 persen dari realisasi PMA Wilayah Maluku.

6 - 18

PULAU MALUKU

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 6-30: Perkembangan Realisasi Investasi PMA (Juta US$) dan Jumlah Proyek Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2006-2010. TAHUN NO.

PROVINSI

2007

2008

2009

2010

2011

MALUKU

-

-

-

2,9

11,7

MALUKU UTARA 2. MALUKU Sumber : BKPM 2011

-

-

5,9

246

-

-

5,9

248,9

129,8 141,5

1.

SHARE (%) NASIONAL 0,06

SHARE (%) PULAU 8,3

0,67

91,7

0,73

100,0

Perkembangan investasi PMDN di Wilayah Maluku tahun 2011 hanya sekitar 0,02 persen dari total realisasi PMDN nasional. Distribusi nilai realisasi investasi PMDN di Wilayah Maluku sebagian besar terpusat di Provinsi Maluku Utara, yaitu mencapai 99,3 persen dari nilai realisasi PMA di Wilayah Maluku. Tabel 6-31: Perkembangan Realisasi Investasi PMDN (Rp. Miliar) dan Jumlah Proyek Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2006-2010. NILAI INVESTASI (RP. MILIAR) NO.

PROVINSI

2006

2007

2008

2009

2010

2011

0,2 0,2

-0

-0

-0

0

0,1 13,5 13,6

1. MALUKU 2. MALUKU UTARA MALUKU Sumber : BKPM 2011

6.3.3.

SHARE (%) NASIONAL 0,00 0,02 0,02

SHARE (%) PULAU 0,7 99,3 100,0

Perdagangan Ekspor dan Impor

Perkembangan perdagangan ekspor non migas provinsi di Wilayah Maluku tahun 2006-2010 menunjukan kecenderungan meningkat setiap tahunnya, baik di untuk ekspor non migas di Provinsi Maluku maupun di Maluku Utara. Kontribusi wilayah Maluku terhadap ekspor non migas sangat rendah, yaitu hanya 0,28 persen, dengan nilai ekspor non migas terbesar berasal dari Provinsi Maluku Utara (79,93 persen). Tabel 6-32: Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2006-2010. (dalam persen) NO.

PROVINSI

1.

Maluku

2.

Maluku Utara

MALUKU

2006

2007

2008

2009

2010

PERAN. (%)

PERAN. (%)

2010

2010

49,5

25,9

42,2

46,4

73,7

20,07

0,06

197,4

493,3

222,7

197,8

293,5

79,93

0,23

246,9

519,2

264,9

244,2

367,2

100,00

0,28

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan (2011) Perkembangan perdagangan nilai impor non migas provinsi di Wilayah Maluku tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Peranan impor non migas terhadap PULAU MALUKU

6 - 19

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 nasional sangat rendah hanya sekitar 0,11 persen, dengan dengan nilai impor terbesar berasal dari Provinsi Maluku (88,05 persen). Sementara nilai impor dari Provinsi Maluku Utara hanya sekitar 11,95 persen. Tabel 6-33: Perkembangan Nilai Impor Non Migas Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2006-2010. (dalam persen) PROVINSI

No

Maluku 1 Maluku Utara 2 MALUKU

2006 14 1,7 15,7

2007 7,4 4,1 11,5

2008

2009

11,4 11,4

32,1 32,1

2010 104,6 14,2 118,8

PERAN.(%) 2010 88,05 11,95 100,00

PERAN.(%) 2010 0,10 0,01 0,11

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan (2011)

6.3.4.

Komoditas dan Sektor Unggulan Daerah

Sektor unggulan Wilayah Maluku, antara lain adalah: perikanan dan kelautan yang meliputi perikanan budidaya dan perikanan tangkap, sektor perkebunan dengan komoditas utama antara lain adalah tanaman kelapa, kakao, kopi, jarak, dan tanaman rempah-rempah (lada, cengkeh, dan pala); pertanian tanaman pangan dengan komoditas utama adalah tanaman padi, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar. Sementara untuk industri unggulan yang memeberikan output nilai tambah terbesar di Provinsi Maluku adalah Industi karet remah di Kabupaten Maluku Tengah, industri veneer di pulau Buru, industi pengolahan dan pengawetan daging di Kota Ambon, Maluku tengah, dan Kep. Aru, Industri jasa perbaikan kapal di Kota Ambon. Sementara industri unggulan di Provinsi Maluku Utara dengan output nilai tambah terbesar adalah Industri panel kayu yang berlokasi di Kabupaten Kepulauan Sula, Industri Kayu lapis di Kabupaten Halmahera Timur. 

Tanaman Pangan

Perkembangan produksi dan luas panen padi di Wilayah Maluku dari tahun 20072012meningkat. Pada tahun 2012, tercatat produksi padi mencapai 168.098 ton lebih dengan luas panen 41.070 ha lebih tinggi dibandingkan produksi dan luas panen padi tahun sebelumnya. Sementara untuk produktivitas padi di Wilayah Maluku masih dibawah rata-rata produktivitas padi nasional. Tabel 6-34: Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Padi Di Wilayah Maluku Tahun 2011Tahun 2007-2012 TAHUN

PRODUKSI (TON)

2007 105,663 2008 127,425 2009 136,128 2010 138,510 2011 148,948 2012 168,098 Sumber: BPS, tahun 2011

6 - 20

PULAU MALUKU

LUAS PANEN (HA) 29,849 33,973 34,963 36,304 38,010 41,070

PRODUKTIVITAS (KU/HA) 35,40 37,51 38,93 38,15 39,19 40.93

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Penyebaran produksi dan luas panen padi terbesar terdapat di Provinsi Maluku dengan produksi. Sementara dilihat dari perbandingan produktivitas, tingkat produktivitas padi di Provinsi Maluku lebih tinggi dibandingkan di Provinsi Maluku Utara. (lihat Tabel 6-35). Tabel 6-35: Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Padi di Wilayah Maluku Tahun 2012 NO

PROVINSI

1. Maluku 2. Maluku Utara MALUKU

LUAS PANEN (HA) 23,692 17,378 41,070

PRODUKTIVITAS (KU/HA) 43,94 36,82 40.93

PRODUKSI (TON) 104,110 63,988 168,098

Sumber: BPS, tahun 2011 Perkembangan tanaman palawija di Wilayah Maluku, produksi terbesar adalah jagung, ubi kayu, dan ubi jalar.Perkembangan produksi dari ketiga komoditas tersebut rata-rata meningkat dari tahun 2007-2012. Penyebaran produksi jagung terbesar terdapat di Provinsi Maluku Utara, produksi ubi kayu di Provinsi Maluku produksi ubi jalar di Provinsi Maluku Utara. Tabel 6-36: Perkembangan Produksi Tanaman Pangan di Wilayah Maluku Tahun 2007-2012, (dalam ton). PRODUKSI (TON) TAHUN KACANG JAGUNG

KACANG HIJAU

TANAH

KEDELAI

UBI JALAR

UBI KAYU

2007

26.478

1.005

9.247

1.282

56.128

224.115

2008

30.417

1.021

8.028

2.841

56.872

224.052

2009

34.088

1.071

6.314

2.231

52.719

230.885

2010

35.822

1.611

6.889

2.127

48.417

253.493

2011

40.235

1.358

6.627

1.996

49.784

227.639

2012

42.307

811

7.401

1.408

50.155

245.340

Sumber: BPS, tahun 2012

PULAU MALUKU

6 - 21

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Tabel 6-37: Produksi Tanaman Palawija Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2012, (dalam ton). PRODUKSI (TON) KACANG KACANG UBI PROVINSI JAGUNG KEDELAI UBI KAYU HIJAU TANAH JALAR Maluku 15.551 551 2.095 276 17.382 127.546 Maluku Utara 26.756 260 5.306 1.132 32.773 117.794 MALUKU 42.307 811 7.401 1.408 50.155 245.340 LUAS PANEN (HA) KACANG KACANG UBI PROVINSI JAGUNG KEDELAI UBI KAYU HIJAU TANAH JALAR Maluku 4.022 519 1.678 228 1.834 7.260 Maluku Utara 12.657 237 4.612 869 3.717 9.658 MALUKU 16.679 756 6.290 1.097 5.551 16.918 Keterangan: Data Tahun 2011 adalah Angka Tetap.; Data Tahun 2012 adalah Angka Ramalan I



Tanaman Perkebunan

Komoditas perkebunan terbesar yang di hasilkan dari Wilayah Maluku adalah jenis komoditas Kakao, kelapa, dan kopi.Perkembangan tingkat produksi dari ketiga komoditas tersebut rata-rata meningkat dari tahun 2007-2011.Pada tahun 2011, peyebaran produksi kelapa terbesar terdapat di Provinsi Maluku Utara. Sementara untuk produksi kopi terbesar terdapat di Provinsi Maluku. (Tabel 6-38). Tabel 6-38: Perkembangan Luas Areal (ha) dan Produksi Tanaman Perkebunan di Wilayah Maluku Tahun 2008. PERKEMBANGAN LUAS AREAL (HA) TAHUN

KAKAO

2007

KELAPA

KOPI

58.171

300.684

11.092

2008

51.518

314.998

7.503

2009

24.221*

91.491*

3.648*

2010

25.050*

91.553*

3.648*

2011

-

321.654

7.289

Perkembangan Produksi (ton) TAHUN

KAKAO

KELAPA

KOPI

2007

17.086

267.489

1.755

2008

19.462

315.947

1.254

2009

8.544*

75.127*

670*

2010

9.688*

87.752*

676*

2011

-

333.138

1.138

Keterangan: * produksi hanya Provinsi Maluku, Maluku Utara tidak tersedia Data Keterangan: * Luas areal hanya Provinsi Maluku, Maluku Utara tidak tersedia Data

6 - 22

PULAU MALUKU

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Peternakan



Perternakan besar di Wilayah Maluku dengan populasi terbesar adalah babi, kambing, dan sapi potong. Perkembangan populasi untuk ketiga jenis ternak besar tersebut, rata-rata meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data tahun 2011, populasi untuk ketiga jenis ternak besar tersebut sebagian besar terdapat di Provinsi Maluku. Tabel 6-39: Perkembangan Ternak Besar Menurut Jenis Ternak di Wilayah Maluku Tahun 2005-2009

2007

SAPI POTONG 125.286

SAPI PERAH 12

2008

126.139

-

2009

129.549

-

279.101

18.222

26.321

222.938

10.718

-

228.814 246.319

20.116 21.554

29.211 17.568

214.668 247.980

12.573 13.109

TAHUN

2010

83.943 2011 73.976 Sumber : BPS, tahun 2011

KAMBING

DOMBA

KERBAU

BABI

KUDA

373.553

15.963

25.371

190.023

9.590

269.291

17.521

26.186

213.792

10.663

Untuk populasi ternak unggas tahun 2011, populasi ternak unggas terbesar adalah jenis ayam buras. Penyebaran populasi ayam buras tahun 2011 terbesardi Provinsi Maluku. Sementara untuk jenis ternak unggas lainnya dengan populasi terbesar adalah ayam ras petelur(Tabel 6-41 dan Tabel 6-41). Tabel 6-40: Perkembangan Ternak Unggas Menurut Jenis Ternak di Wilayah Maluku Tahun 2007-2011 Tahun

Ayam Buras

Itik

2007

4.402.468

333.898

2008

3.811.152

339.680

2009*)

4.143.960

350.597

2010

3,115,600

372,700

2011

3,464,210

406,700

Sumber : BPS, tahun 2011 Tabel 6-41: Populasi Ternak Unggas menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2011 NO.

Provinsi

1.

Maluku 2. Maluku Utara MALUKU

Ayam Ras Pedaging

Ayam Ras Petelur

Ayam Buras

Itik

1.451.800

2.924.000

3,464,210

406,700

-

-

-

-

1.451.800

2.924.000

3,464,210

406,700

Sumber : BPS, tahun 2011



Perikanan dan Kelautan

Produksi perikanan dan kelautan di Wilayah Maluku terdiri dai perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Produksi terbesar perikanan tangkap berasal dari perikanan tangkap laut, PULAU MALUKU

6 - 23

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 perkembangan produksi perikanan tangkap dari tahun 2007-2010 rata-rata meningkat.Produksi perikanan tangkap laut dan perairan umum terbesar terdapat di provinsi Maluku(Tabel 6-39). Tabel6-42: Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2005 dan 2010, (dalam ton) NO. 1

Perikanan Laut

PROVINSI Maluku

2

Maluku Utara MALUKU

Perairan Umum

2007

2008

2009

2010

2007

2008

2009

2010

489,249

315,409

341,966

559,000

124

109

37

49

134,354

143,164

145,355

148,028

-

-

-

-

623,603

458,573

487,321

707,028

124

109

37

49

Sementara untuk perkembangan budidaya perikanan terdiri dari perikanan budi daya laut, tambak, kolam, dan jaring apung. Perkembangan produksi perikanan budidaya di Wilayah Maluku antar tahun 2005 dan 2010 rata-rata meningkat. Produksi perikanan budidaya terbesar di Maluku adalah jenis budidaya laut danbudidaya kolam. Sebaran produksi perikanan budidaya laut terbesar terdapat di Provinsi Maluku, sementara untuk sebaran produksi perikanan budidaya kolam terbesar terdapat di Maluku Utara. Tabel6-43: Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2005 dan 2010, (dalam ton) Jenis Budidaya Budidaya Laut Tambak Kolam Jaring Apung

Tahun 2005 2010 2005 2010 2005 2010 2005 2010

Maluku 265 275,193 482 527 122 34 -

Maluku Utara 834 49,878 360 127 168 1,351 13 334

MALUKU 1,099 325,071 842 654 290 1,385 13 334

6.4. INFRASTRUKTUR WILAYAH 6.4.1 Infra struktur Jalan Panjang jalan berdasarkan status pembinaannya pada tahun 2010 di wilayah Maluku, meliputi jalan Nasional sepanjang 1.579 km, Jalan Provinsi sepanjang 3.479 km, dan Jalan Kabupaten/kota sepanjang 7.856 km. Jalan terpanjang antar provinsi di wilayah Maluku berada di Provinsi Maluku yang meliputi 56 persen. Perkembangan total panjang jalan dalam periode 2008-2010 meningkat sepanjang 2.331 km, dengan peningkatan tertinggi berasal dari jalan Provinsi yaitu sepanjang 1.894 km.

6 - 24

PULAU MALUKU

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 6-44: Perkembangan Panjang Jalan Menurut Status Kewenangan di Wilayah Maluku PANJANGJALAN (KM) JALAN JALAN JALAN PROVINSI KABUPATEN/ NO. NASIONAL PROVINSI KOTA 2008 2010 2008 2010 2008 2010 Maluku 985 1.067 998 1.612 4.274 4.537 1. Maluku Utara 458 512 587 1.867 3.281 3.319 2. MALUKU 1.443 1.579 1.585 3.479 7.555 7.856 Sumber Data: DitjenBinaMarga, Kementerian PU

TOTAL 2008 6.257 4.326 10.583

2010 7.216 5.698 12.914

Berdasarkan rasio panjang jalan dengan luas wilayah yang mengindikasikan kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2010, kerapatan jalan di wilayah Maluku sebesar 0,16 Km/Km², lebih rendah dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 km/km². Kerapatan jalan antarprovinsi di Provinsi Maluku Utara sebesar 0,18 km/km², lebih tinggi dibanding dengan di provinsi Maluku sebesar 0,15 km/km². Gambar 6-9: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Provinsi Di Wilayah Maluku

0,18

7.000

0,17

6.000

0,17

5.000

0,16

0,15

0,16 0,15 0,15

5.698

8.000

Km

4.000

Total Panjang Jalan (Km)

3.000

Kerapatan Jalan (Km/Km2)

2.000

7.216

Km/Km2)

0,18 0,18

1.000

0,14

Maluku

Maluku Utara

Sumber Data: Ditjen Bina Marga, Kementerian PU Kondisi kualitas jalan menurut kriteria IRI (International Roughness Index, Departemen PU, Agustus 2010), kualitas jalan nasional tidak mantap di Wilayah Maluku cenderung menurundibanding tahun 2006. Pada tahun 2010, dari total panjang jalan 1.925,92 km sebanyak 282 km kondisinya tidak mantap. Jalan tidak mantap tersebut sebesar 69,54 persen termasuk kategori rusak ringan dan 30,46 persen rusak berat.

PULAU MALUKU

6 - 25

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Gambar 6-10: Perkembangan Kondisi Kualitas Jalan di Wilayah Maluku 1.644 1.298

1.188 959

914

753

691

529

485

68 Mantap

282

145

Tdk Mantap Tdk Mantap Tdk Mantap Tdk Mantap Tdk Mantap Tdk Mantap Mantap Mantap Mantap Mantap Mantap

2005

2006

2007

2008

2009

2010

Sumber Data: DitjenBinaMarga, Kementerian PU Kualitas jalan nasional antarprovinsi, jalan tidak mantap tertinggi terdapat di Provinsi Maluku yaitu meliputi panjang 220,63 km (16,72% dari total panjang jalan), dengan komposisi 74,60 persen Rusak Ringan dan 25,40 persen rusak berat. Sementara kondisi jalan nasional tidak mantap di Provinsi Maluku Utara adalah sepanjang 61,59 Km atau 10,15 persen dari total panjang jalan, dengan komposisi 51,42 persen rusak ringan dan 48,58 persen rusak berat. Tabel 6-45: Kondisi Jalan Nasional Tidak Mantap antarprovinsi, Tahun 2010

NO

PROVINSI

1

Maluku

2

Maluku Utara

MALUKU INDONESIA

PANJANG JALAN NASIONAL (KM)

KUALITAS JALAN PANJAN JALAN MANTAP (Km) %

PANJANG JALAN TIDAK MANTAP (Km) %

KOMPOSISI JALAN TIDAK MANTAP % RUSAK % RUSAK RINGAN BERAT 74,60 25,40

1.319,23

1.098,60

83,28

220,63

16,72

606,69

545,10

89,85

61,59

10,15

51,42

48,58

1.925,92

1.643,70

85,35

282,22

14,65

69,54

30,46

38.189,43

31.522,09

82,54

6.667,34

17,46

48,28

51,72

Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness TahunAnggaran 2010. DirektoratJenderalBinaMarga (Status 18 Agustus 2010)

6.4.2. Infrastruktur Energi Listrik Kapasitas terpasang energi listrik PLN padatahun 2011 di Wilayah Maluku mencapai 196,69 Mw. Kapasitas terpasang di Provinsi Maluku sebanyak 68,46 persen, dan sisanya di Provinsi Maluku Utara. Kedua pembangkit besar tersebut sebagian besar bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), yakni mencapai 99,95 persen.

6 - 26

PULAU MALUKU

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Tabel6-46 Kapasitas Terpasang Menurut Jenis Pembangkit (Mw) di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2011 SATUAN PLN/PROVINSI

KAPASITAS TERPASANG MENURUT JENIS PEMBANGKIT (MW) PLTA

PLTU

PLTG

PLTGU

PLTP

PLTD

PLTMG

PLT SURYA

PLT BAYU

JUMLAH

%

Wilayah Maluku dan Maluku Utara

196,59

0,1

196,69

100,00

Maluku

134,55

0,1

134,65

68,46

Maluku Utara

62,04

MALUKU

0

0

0

0

0

%

-

-

-

-

-

196,5 9 99,95

62,04

31,54

0

0,1

0

196,69

-

0,05

-

100,00

100,0 0

Sumber: HasilPengolahan data PT. PLN 2012 Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satuan PLN/provinsi selamaperiode 2009-2011 bertumbuh sebesar 18 persen di Maluku dan 14 persen di Maluku Utara.Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 di Provinsi Maluku sebesar 61,8 persen, lebih tinggi dibanding di Maluku Utara sebesar 53,48 persen. Perkembangan rasio elektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi di Provinsi Maluku Utara sebesar 7,03persen. Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di Maluku sebesar 213.49 kWh/kapita, lebih tinggi dibanding di wilayah Maluku Utara sebesar 192,43 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi di wilayah Maluku Utara sebesar 32,74 kWh/kapita. Tabel6-47: Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, RasioElektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita. SATUAN PLN/PROVINSI

PELANGGAN RUMAH TANGGA (RT) Laju (%)

RASIO ELEKTRIFIKASI (%) ∆ 2009 2011 (1109)

KWH JUAL/KAPITA

2011

Wilayah Maluku dan Maluku Utara

279.407

329.053

18

56,29

58,45

2,16

182,74

205

22,26

Maluku

182.849

207.846

14

63,37

61,8

-1,57

199,52

13,97

96.558

121.207

26

46,45

53,48

7,03

159,69

213,4 9 192,4

Maluku Utara

Sumber: HasilPengolahan data PT. PLN 2012

2009

2011

∆ (1109)

2009

32,74

3

6.4.3. Infrastruktur Telekomunikasi Ketersediaan infrastruktur telekomunikasi memiliki peran penting dalam mendukung interaksi sosial dan ekonomi masyarakat. Sejalan dengan perkembangan teknologi, disamping penggunaan telpon kabel juga telah marak digunakan telepon seluler hingga sampai di perdesaan. Namun demikian, distribusi infrastruktur telekomunikasi tersebut masih belum merata, sehingga masih banyak desa-desa yang belum memperoleh pelayanan telpon kabel, PULAU MALUKU

6 - 27

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 atau belum mampu menjangkau sinyal telepon seluler.Untuk mendukung jangkauan sinyal telepon seluler tersebut, pada dasarnya dapat diindikasikan oleh adanya Base Transceiver Station (BTS) atau Manara Telepon Seluler (MTS) di sekitar wilayah tersebut. Penyebaran BTS di desa/kelurahan (PODES 2011) di Wilayah Maluku, terbanyak di Provinsi Maluku (138 desa) atau mencapai 13 persendari total desa/kelurahannya. Gambar6-11: Jumlah dan Persentase Desa yang Terdapat BTS MenurutProvinsi Di Wilayah Maluku

Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS) Berdasarkan ketersediaan layanan telpon kabel dan kemampuan menerima sinyal telpon Seluler antar provinsi, layanan telpon kabel terbanyak adalah di Maluku Utara sebanyak 95 desa/kelurahan (8,8%). Berdasarkandesa/kelurahan yang menerima sinyal telpon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat baru mencapai sekitar 64,7 persen, namun diantaranya terdapat (567desa/kelurahan) atau 27 persen yang masih menerima sinyal lemah, khususnya di wilayah Maluku Utara yang mencapai 29,8 persen. Tabel6-48: Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler NO

PROVINSI

1 Maluku 2 Maluku Utara MALUKU

ADA PELANGGAN TELPON KABEL ∑ DESA % 82 8,0 95 8,8 177 8,4

PENERIMAAN SINYAL HP SINYAL LEMAH ∑ DESA 245 322 567

% 23,9 29,8 27,0

SINYAL KUAT ∑ DESA 387 406 793

% 37,8 37,6 37,7

LEMAH - KUAT ∑ DESA 632 728 1.360

% 61,7 67,5 64,7

JUMLAH DESA/KEL 1024 1079 2.103

Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

6.4.4. Infrastruktur Air Bersih Ketersediaan infrastruktur air bersih merupakan aspek penting bagi masyarakat untuk mendukung penyediaan air bersih bagi kehidupan sehari-hari. Perusahaan Air Minum (PAM)/Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang merupakan lembaga pengolahan air minum hingga saat ini masih sangat terbatas pelayanannya. Berdasarkan data PODES 2011, di Wilayah Maluku hanya baru menjangkau 8 persen dari total desa/kelurahan .Pelayanan PAM/PDAM terbanyak berada di Provinsi Maluku Utara yaitu mencapai 11 persen dari total 6 - 28

PULAU MALUKU

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 desa/kelurahan.Untuk memperoleh air bersih sebagian besar masyarakat (56%) di Wilayah Maluku menggunakan pompa listrik/tangan atau sumur. Kondisi yang paling memprihatinkan dalam memperoleh air bersih adalah bagi masyarakat yang tergantung terhadap air hujan. Kondisi ini, paling banyak dihadapi oleh masyarakat di Maluku Utara yaitu mencapai 52 Desa atau mencapai 6 persen dari total desa/kelurahan.

Tabel 6-49: Sumber Air Bersih Untuk Kebutuhan Domestik Masyarakat Menurut Provinsi di Wilayah Maluku, Tahun 2010. PAM/PDAM NO.

PROVINSI ∑ Desa

1

%

POMPALISTRIK/ TANGAN/ SUMUR ∑ % Desa

MATA AIR ∑ Desa

%

SUNGAI/ DANAU/ KOLAM ∑ % Desa

AIR HUJAN ∑ Desa

%

AIR KEMASAN / LAINNYA ∑ % Desa

∑ Desa

%

TOTAL

Maluku

51

5

526

51

367

36

32

3

42

4

6

1

1.024

100

Maluku Utara MALUKU

122

11

650

60

176

16

73

7

52

5

6

1

1.079

100

1176

56

543

26

105

5

94

4

1

2.103

100

2

173

8

12

Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

6.5.

SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

6.5.1. Sumberdaya Alam Luas Kawasan Hutan dan perairan di Wilayah Maluku berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan kawasan hutan dan kawasan konservasi perairan 2009 sekitar 7.264.707 hektar atau 5,32 persen dari total luas kawasan hutan dan perairan nasional. Proporsi penggunaan kawasan hutan dan perairan terluas adalah hutan produksi yang dapat dikonversi (31,73 %) dan hutan lindung (24,91 %).

PULAU MALUKU

6 - 29

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Gambar 6-12: Proporsi Luas Kawasan Hutan di Wilayah Maluku Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan 2009 0,00

Maluku

6,10

Kawasan hutan konservasi Hutan Lindung 31,73

24,91 Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi

14,50

Hutan Produksi yang dapat dikonversi

22,76

Taman Buru

Sumber: Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Tahun 2009

Penyebaran luas kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi terbesar terdapat di Provinsi Maluku dan penyebaran hutan lindung terbesar terdapat di Provinsi Maluku. Sementara jenis penggunaan hutan lainnya, dengan luasan cukup besar adalah hutan produksi terbatas dan kawasan hutan konsernvasi (Tabel 6-50). Tabel6-50: Luas Lahan Hutan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Per Provinsi (s.d. Bulan September 2009) di Wilayah Maluku PENGGUNAAN LAHAN HUTAN Kawasan Perairan Kawasan Hutan Kawasan Suaka Alam + Kawasan Pelestarian Alam (ha) Hutan Lindung (ha) Hutan Produksi Terbatas (ha) Hutan Produksi (ha) Hutan Produksi yang dapat dikonversi (ha) Taman Buru (ha) Jumlah Kawasan Hutan (ha) Jumlah Kawasan Hutan dan Perairan (ha)

MALUKU 118.,598 324.747 443.345 1.809.634 1.653.625 1.053.,171 2.304.932 7.146.109 7.264.707

MALUKU UTARA -

P. MALUKU (HA) 118.598 324.747 443.345 1.809.634 1.653.625 1.053.171 2.304.932 7.146.109 7.264.707

Sumber : Ditjen Planologi Kehutanan, Tahun 2009 Keterangan: Data digital penutupan lahan (skala 1:250.000) hasil penafsiran Citra Landsat 7 ETM+ Tahun 2005/2006 Data digital kawasan hutan hasil digitasi peta lampiran SK Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi kecuali Provinsi Riau, Kepulauan Riau dan Kalimantan Tengah berdasarkan TGHK

6 - 30

PULAU MALUKU

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Sumberdaya alam lainnya adalah pertambangan dan energi, diantaranya batu bara, gas bumi dan minyak bumi yang cukup berlimpah. Perkembangan produksi batu bara nasional tahun 2004-2011 meningkat dengan produksi batubara hingga akhir tahun 2011 mencapai 290 juta ton. Total sumberdaya batu bara nasional tahun 2011 adalah sebanyak 105.187,44 juta ton. Potensi batu bara di wilayah Maluku sekitar 2,13 juta ton, untuk potensi gas bumi, wilayah maluku memiliki potensi gas bumi sebesar 15,22 TSCF (Trillion Square Cubic Feet) atau sebesar 14,93 persen dari potensi cadangan gas bumi nasional. Sementara untuk minyak bumi, cadangan minyak bumi Indonesia mencapai 7.039,57 MMSTB (Million Stock Tank Barrels/Cadangan Minyak Bumi) dengan cadangan minyak bumi di wilayah Maluku mencapai sekitar 37,92 MMSTB atau sebesar 0,51 persen dari cadangan minyak bumi nasional.

6.5.2. Lingkungan Hidup Kondisi lingkungan hidup dapat digambarkan dari beberapa indikator, antara lain adalah gangguan lingkungan hidup akibat pencemaran (air, udara, dan tanah), tingkat kerusakan hutan dan lahan, pencemaran akibat kebakaran hutan dan lahan, tingkat kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan tingkat kekritisan lahan. Persentase jumlah desa/kelurahan yang mengalami gangguan lingkungan hidup akibat pencemaran air terbesar di Wilayah Maluku terdapat di Provinsi Maluku sebesar 40,08 persen. Persentase jumlah desa/kelurahan terbesar yang mengalami gangguan lingkungan akibat pencemaran udara adalah Provinsi Maluku Utara sebesar 1,74 persen, dan persentase jumlah desa/kelurahan terbesar yang mengalami gangguan lingkungan akibat pencemaran tanah adalah Provinsi Maluku Utara sebesar 1,06 persen. Tabel 6-51: Persentase Desa/Kelurahan yang Mengalami Gangguan Lingkungan Menurut Provinsi dan Jenis Gangguan Tahun 2005 dan 2008 NO.

PROVINSI

1. Maluku 2. Maluku Utara INDONESIA

AIR 2005 3,55 9,35 8,30

2008 4,08 4,05 5,57

TANAH 2005 2008 0,46 0,11 3,59 1,06 1,47 0,77

UDARA 2005 2008 1,15 1,10 2,69 1,74 6,24 3,95

Sumber : Badan Pusat Statistik, Statistk Potensi Desa Tahun 2005 & 2008

Luas lahan kritis di Wilayah Maluku tahun 2010 mencapai 4.425.870,90 hektar atau 5,39 persen dari total luas lahan kritis di Indonesia, dengan kategori lahan sangat kritis seluas 435.240,20 hektar terbesar di Provinsi Maluku, kategori lahan kritis seluas 938,190.00 hektar terbesar terdapat di Maluku, dan kategori agak kritis seluas 3.052.440,70 hektar terbesar terdapat di Maluku.

PULAU MALUKU

6 - 31

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Tabel 6-52: Luas dan Penyebaran Lahan Kritis di Maluku Menurut Provinsi Tahun 2010. (dalam hektar) NO.

PROVINSI

TINGKAT KEKRITISAN LAHAN AGAK KRITIS

KRITIS

SANGAT KRITIS

JUMLAH

1. Maluku 1,720,250.50 490,521.30 271,802.60 2,482,574.40 2. Maluku Utara 1,332,190.20 447,668.70 163,437.60 1,943,296.50 KEP. MALUKU 3,052,440.70 938,190.00 435,240.20 4,425,870.90 NASIONAL 52,259,832.90 23,955,162.70 5,449,299.30 82,176,443.64 % Terhadap Nasional 5.84 3.92 7.99 5.39 Proporsi Lahan Kritis (%) 68.97 21.20 9.83 100.00 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial 2010

Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Maluku dengan kondisi rusak pada tahun 1999 sebanyak 35 DAS berkurang menjadi 26 DAS pada tahun 2007. Berdasarkan tingkat penangannanya, DAS dibagi menjadi 3 kelompok DAS, yaitu DAS super prioritas sebanyak, DAS prioritas sebanyak 4 DAS, dan DAS prioritas rendah sebanyak 31 DAS. Penyebaran DAS prioritas tahun 1999 di Provinsi Maluku sebanyak 4 DAS dan DAS prioritas rendah sebanyak 31 DAS. Pada tahun 2007 tingkat kerusakan DAS meningkat, hal ini ditunjukan dengan 2 DAS tergolong kedalam kelompok DAS super prioritas dan 9 DAS prioritas. Tabel 6-53: Jumlah DAS Berdasarkan Tingkat Prioritas Penangannya di Maluku NO

PROVINSI

JUMLAH DAS BERDASARKAN TAHUN 1994/95 - 1998/99 SP

1 Maluku Utara 2 Maluku Maluku

P

0

4 4

PR

31 31

JUMLAH

TINGKAT KEPRIORITASANNYA TAHUN 1999/2000 – 2007 SP

35 35

2 2

P

9 9

PR

15 15

JUMLAH

26 26

Sumber: Statistik Kehutanan 2009 Keterangan: SP=Sangat Prioritas; P=Prioritas; PR=Prioritas Rendah

Gambar 6-13, menunjukkan bahwa berdasarkan jumlah kejadiannya, tidak termasuk tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh bencana tersebut di wilayah Maluku tahun 2008 sebanyak 82 desa yang terkena bencana longsor meningkat dibandingkan tahun 2005 (41 desa). Provinsi Maluku merupakan provinsi yang paling banyak mengalami bencana longsor. Bencana longsor yang terjadi di Maluku berlangsung di 41 desa pada tahun 2008.

6 - 32

PULAU MALUKU

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Gambar 6-13: Jumlah Desa yang Terkena Bencana Longsor Menurut Provinsi di Wilayah Maluku Tahun 2005 dan 2008

Tahun 2005

82

Tahun 2008

48 41 34

31

10

PULAU MALUKU

6 - 33

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

6 - 34

PULAU MALUKU

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

PROFIL PEMBANGUNAN PAPUA

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

PROFIL PEMBANGUNAN PAPUA 7.1. ADMINISTRASI WILAYAH Wilayah Papua secara administrasi terdiri dari 2 provinsi, 2 kota, 38 kabupaten, 479 kecamatan dan 4874 kelurahan/desa, dengan luas wilayah daratan Pulau Papua sekitar 416.060 Km2. Wilayah Papua memiliki jumlah pulau sekitar 2.515 yang terdiri dari 1.229 pulau yang sudah bernama dan 1.286 pulau yang belum bernama. Penyebaran pulau terbanyak adalah di Provinsi Papua Barat sebanyak 1917 pulau yang terdiri dari 928 pulau sudah bernama dan 989 pulau belum bernama. Tabel 7-1: Administrasi Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2010 NO.

PROVINSI

KOTA

KAB

KEC

DESAKEL

LUAS (KM2)

PENDUDUK (JIWA)

1.

Papua Barat

1

10

149

1.291

97.024

773.479

2.

Papua

1

28

330

3.583

319.036

2.515.848

2

38

479

4.874

416.060

3.289.327

JUMLAH

Sumber: Ditjen PUM Kemendagri (Mei 2010)

Tabel 7-2: Jumlah Pulau Menurut Provinsi di Wilayah Papua Tahun 2009 NO.

PROVINSI

1.

Papua Barat

2.

Papua

PAPUA

LUAS DARATAN (KM2)

PULAU BERNAMA

PULAU BELUM BERNAMA

JUMLAH

97.024,27

928

989

1917

319.036,05

301

297

598

416.060,32

1.229,00

1.286

2.515

Sumber: Statistik Perikanan dan Kelautan 2009, DKP

7.2. SOSIAL EKONOMI DAN KEPENDUDUKAN 7.2.1.

Kependudukan

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Wilayah Papua adalah sebesar 3,59 juta orang, meningkat sebanyak 1,38 juta dari tahun 2000. Penduduk Wilayah Papua meliputi 1,5 persen dari penduduk Indonesia, dan merupakan konsentrasi penduduk terrendah setelah wilayah Maluku (1,1%). Dengan luas Wilayah Papua sekitar 416.060,3 km2, tingkat kepadatan penduduk Wilayah Papua diperkirakan sebesar 8,6 jiwa per km2, dan merupakan wilayah dengan kepadatan terrendah di Indonesia. Perbandingan kepadatan penduduk antarprovinsi, Provinsi Papua memiliki kepadatan lebih tinggi dibanding dengan Papua Barat. PULAU PAPUA

7- 1

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Tabel 7-3: Perkembangan Jumlah Penduduk di Wilayah Papua Menurut Provinsi. NO.

PROVINSI

JUMLAH PENDUDUK (RIBU JIWA)

2000 1. Papua Barat 529,7 2. Papua 1.684,1 PAPUA 2.213,8 NASIONAL 205.132,5 Sumber Data : BPS, Sensus Penduduk

2010 760,4 2.833,4 3.593,8 237.641,3

KEPADATAN PENDUDUK (JIWA PER KM2)

2000 5,5 5,3 5,3 107,0

2010 7,8 8,9 8,6 124,0

LAJU PERTUMBUHAN (%)

90-00

00-10 3,71 5,39 4,6 1,5

3,1 3,1 1,4

Laju pertumbuhan penduduk Wilayah Papua dalam 10 tahun terakhir (2000-2010) adalah sebesar 4,6 persen, lebih tinggi dibanding laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,5 persen. Tingginya laju pertumbuhan penduduk Wilayah Papua terutama dikontribusi oleh laju pertumbuhan di Provinsi Papua. Dari sisi struktur penduduk menurut kelompok usia, hampir 64 persen penduduk Wilayah Papua tergolong dalam usia produktif (15-65 tahun). Kelompok usia terbesar berikutnya adalah penduduk usia 0-14 tahun sebesar 34,9 persen, dan sisanya sebanyak 1,1 persen adalah penduduk usia lanjut (di atas 65 tahun). Dengan demikian, rasio ketergantungan (dependency ratio) di Wilayah Papua adalah sebesar 56 persen, yang berarti setiap 100 orang yang berusia kerja (dianggap produktif) mempunyai tanggungan sebanyak 56 orang yang belum produktif (0-14 tahun) dan dianggap tidak produktif lagi (>65 tahun). Angka dependency ratio tersebut relatif tinggi dibandingkan angka nasional sebesar 51,3 persen. Tabel 7-4: Jumlah dan Persentase Penduduk Wilayah Papua Menurut Kelompok Usia, Tahun 2010 KELOMPOK USIA Usia Muda (< 14 tahun) Usia Produktif (15-64 tahun) Usia Tua ( >65 tahun) TOTAL PENDUDUK DEPENDENCY RATIO Sumber Data: Sensus 2010,BPS

JUMLAH (JIWA) 1.253.778 2.299.677 40.348 3.593.803

% 34,89 63,99 1,12 100,00 56

Perbandingan angka ketergantungan antarprovinsi di Wilayah Papua, kedua provinsi memiliki angka ketergantungan yang sama yaitu sebesar 56. Perkembangan angka ketergantungan tersebut menunjukkan penurunan dari 62 pada tahun 2000 menjadi 56 pada tahun 2010. Lihat Gambar 7-1.

7-2 PULAU PAPUA

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Gambar 7-1: Perkembangan Angka Ketergantungan (Dependency Ratio) Antarprovinsi di Wilayah Papua, Tahun 2000 dan 2010

Sumber: Hasil Olahan Data Sensus Penduduk 2010, BPS

Sex Ratio atau rasio jenis kelamin adalah perbandingan jumlah penduduklaki-laki dengan jumlah penduduk perempuan per 100 penduduk perempuan. Sex Ratio penduduk Wilayah Papua adalah sebesar 113,22 yang artinya jumlah penduduk laki-laki relatif lebih tinggi dibanding penduduk perempuan. Sex Ratio di Provinsi Papua lebih tinggi dibanding sex ratio di Papua Barat. Tabel 7-5: Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Antar Provinsi di Wilayah Papua, Tahun 2010. NO.

PROVINSI

1.

Papua Barat

2.

Papua

PAPUA INDONESIA

LAKI-LAKI

PEREMPUAN

LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

SEX RATIO

402.398

358.024

760.422

112,39

1.505.883

1.327.498

2.833.381

113,44

1.908.281

1.685.522

3.593.803

113,22

119.630.913

118.010.413

237.641.326

101,37

Sumber: Hasil Olahan Data Sensus Penduduk 2010, BPS

7.2.2.

Ketenagakerjaan

Kondisi ketenagakerjaan di Wilayah Papua secara umum menunjukkan perkembangan yang positif. Kesempatan kerja (yang ditunjukkan oleh jumlah orang bekerja) bertambah lebih banyak dari angkatan kerja baru sehingga memungkinkan terjadinya pengurangan tingkat pengangguran. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Wilayah Papua menurun relatif cepat dibandingkan nasional dalam empat tahun terakhir. Per Februari 2012 TPT Wilayah Papua mencapai 3,62 persen, lebih rendah dari TPT nasional 6,32 persen. PULAU PAPUA

7- 3

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012 Gambar 7-2: Perkembangan Ketenagakerjaan di Wilayah Papua Periode 2005-2012

Sumber: Sakernas, Februari 201,BPS 20112

Angkatan Kerja. Jumlah angkatan kerja di Wilayah Papua pada tahun 2012 mencapai 1,98 juta orang, dengan distribusi sebanyak 76,19 persen di Perdesaan dan 23,81 persen di Perkotaan. Angkatan Kerja di Wilayah Papua tersebut meliputi 1,64 persen dari total angkatan kerja di Indonesia. Tabel 7-6: Angkatan Kerja Menurut Provinsi di Wilayah Papua, Tahun 2012. NO.

PERKOTAAN (K) PROVINSI

30,27

JUMLAH (JIWA) 267.815

354.250

22,26

470.527 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

23,81

1.

Papua Barat

2.

Papua

PAPUA

JUMLAH (JIWA) 116.277

PEDESAAN (D)

%

TOTAL (K+D)

% WIL.

69,73

JUMLAH (JIWA) 384.092

100,00

19,44

1.237.443

77,74

1.591.693

100,00

80,56

1.505.258

76,19

1.975.785

100,00

100,00

%

%

Penyebaran Angkatan Kerja di Wilayah Papua menurut provinsi, sebagian besar berada di Provinsi Papua sebesar 80,56 persen, dan 19,44 persen berada di Provinsi Papua Barat. Penyebaran angkatan kerja di kedua provinsi sebagian besar berada di perdesaan, terutaman di provinsi Papua yan mencapai 77,74 persen dari total angkatan kerja.

Penduduk Bekerja. Jumlah penduduk bekerja di Wilayah Papua pada tahun 2012 mencapai 1,9 juta orang atau 1,69 persen dari total penduduk bekerja di Indonesia. Distribusi penduduk bekerja tersebut, sebanyak 77,56 persen berada Perdesaan dan 27,44 persen di Perkotaan. Penyebaran penduduk bekerja sebagian besar berada di Provinsi Papua sebesar 81,16 persen.

7-4 PULAU PAPUA

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ANGKA 2012

Tabel 7-7: Penduduk Bekerja Menurut Provinsi di Wilayah Papua, Tahun 2012 NO.

PERKOTAAN (K) PROVINSI

JUMLAH (JIWA) 1. Papua Barat 99.411 2. Papua 327.876 PAPUA 427.287 Sumber: Sakernas (Februari), BPS 2012.

PEDESAAN (D)

% 27,70 21,22 22,44

JUMLAH (JIWA) 259.435 1.217.591 1.477.026

% 72,30 78,78 77,56

TOTAL (K+D) JUMLAH (JIWA) 358.846 1.545.467 1.904.313

% 100 100 100

% WIL. 18,84 81,16 100,00

Penduduk bekerja menurut tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan di Wilayah Papua, sebagian besar (61,67%) berpendidikan maksimal Sekolah Dasar (