PENGARUH EKSTRAK BAWANG PUTIH TERHADAP KADAR ...

100 downloads 518 Views 370KB Size Report
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Diabetes Mellitus. 2.1.1. Definisi. Diabetes mellitus (DM) merujuk kepada sekumpulan kelainan metabolik yang berkongsi ...
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Mellitus 2.1.1. Definisi Diabetes mellitus (DM) merujuk kepada sekumpulan kelainan metabolik yang berkongsi phenotype yang sama yaitu hiperglikemia. Terdapat beberapa jenis DM yang penyebabnya merupakan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Bergantung pada masing-masing etiologi, faktor- faktor yang menyebabkan keadaan hiperglikemia adalah kurangnya sekresi insulin, kurang utilisasi glukosa dan peningkatan produksi glukosa. Disregulasi metabolik yang berkaitan dengan DM menyebabkan perubahan patofisiologi sekunder kepada berbagai sistem organ seperti pada jantung, ginjal, mata, saraf dan berbagai organ lain serta menyebabkan komplikasi metabolik seperti hiperlipidemia, ketonemia dan ketonuria (Fauci, et a.l, 2008).

2.1.2. Epidemiologi Prevalensi DM diseluruh dunia meningkat secara drastik sejak 2 dekad yang lalu, dari kira- kira 30 juta kasus pada 1985 kepada 177 juta kasus pada tahun 2000. Berdasarkan penelitian, lebih 360 juta individu akan menderita DM menjelang tahun 2030. DM tipe 2 menunjukkan peningkatan yang drastik berbanding DM tipe 1. Hal ini adalah kerana peningkatan individu yang menderita obesitas dan kurangnya aktifitas seharian terutama pada negara- negara maju. Di Amerika Serikat, Centre of Disease Control and Prevention (CDC) menperkirakan 20,8 juta individu kira- kira 7% dari populasi dunia akan menderita DM pada 2005 (~30% individu tidak didiagnosa menderita DM). Kira- kira 1,5 juta individu ≥ 20 tahun baru didiagnosa menghidap DM pada tahun 2005. Pada tahun 2005, prevalensi di Amerika Serikat dijangkakan 0.22% pada individu ≤ 20 tahun dan 9.6% bagi ≥ 20 tahun. Pada

Universitas Sumatera Utara

individu ≥ 60 tahun

prevalensi DM adalah 20.9%. Prevalensi laki- laki dan

perempuan mengikut semua peringkat umur adalah lebih kurang sama yaitu 10.5% dan 9.8% pada umur ≥20 tahun dan sedikit tinggi bagi laki- laki di umur ≥60 tahun. Menurut World Health Organization (WHO) dan International Diabetes Federation (IDF) 2004 menyatakan 6 dari 10 negara dengan prevalensi penderita DM terletak di Asia yaitu India, China, Amerika Serikat, Indonesia, Japan, Pakistan, Russia, Brazil, Italy dan Bangladesh (Fauci, et al., 2008). WHO (2000), menyatakan Indonesia menempati urutan ke-4 dunia dengan jumlah penderita DM sebanyak 8,4 juta penduduk setelah India (31,7 juta), China (20,8 juta) dan Amerika Syarikat (17,7 juta) dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi 21,3 juta penderita menjelang tahun 2030. Tahun 2006 jumlah penderita DM meningkat menjadi 14 juta penderita, dimana baru 50% yang mengetahui menderita DM dan 30% itu sahaja yang berobat secara teratur. Pada tahun 2008 DM menempati urutan ke-7 penyakit tidak menular terbanyak di Sumatera Utara dengan prevalensi 1.21% setelah penyakit persendian, penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan mental, asma dan cedera. Di kota Medan, pada tahun 2002 prevalensi DM sebesar 2,26% dan meningkat menjadi 2,96% pada tahun 2005. DM merupakan penyebab mortaliti di dunia walaupun banyak penelitian melaporkan DM sering tidak didiagnosakan sebagai penyebab kepada kematian. Di Amerika Serikat, DM disenaraikan sebagai penyebab ke-6 kematian di sana pada tahun 2002; penelitian terbaru menyatakan diabetes mellitus merupakan penyebab ke5 kepada kematian di seluruh dunia dan bertanggung jawab terhadap 3 juta kematian setiap tahun (1,7- 5,2% dari kematian seluruh dunia) ( Fauci, et al., 2008). Berdasarkan penelitian yang dijalankan di beberapa buah negara yakni di Afrika, Timur Mediterranean & Timur Tengah, Eropah, Amerika Utara, Amerika Selatan & Amerika Tengah, Asia Tenggara dan Barat Pasifik, Amerika Utara telah mencatatkan prevalensi kematian tertinggi yang disebabkan oleh DM 15,7% manakala Afrika

Universitas Sumatera Utara

dengan prevalensi terendah 6,0% pada peringkat umur 20-79 tahun ( Roglic dan Unwin, 2010).

2.1.3. Klasifikasi Diabetes Mellitus diklasifikasikan berdasarkan proses patologik yang membawa kepada keadaan hiperglikemia dan juga menurut presentasi klinis pada penderita. Terdapat 2 tipe DM yaitu tipe 1 diabetes dan tipe 2 diabetes (International Diabetes Federation, 2011).

Tipe 1 diabetes mellitus DM tipe 1 juga dikenali sebagai insulin dependent diabetes mellitus (IDDM), immune-mediated atau juvenile-onset diabetes. Ia disebabkan oleh destruksi pada sel penghasil insulin yaitu pankreas, akibat reaksi auto imun di mana sel- sel ini diserang oleh sistem pertahanan tubuh. Sel beta pankreas ini menghasilkan sedikit atau langsung tidak menghasilkan insulin yaitu hormon yang membawa glukosa untuk masuk kedalam sel- sel tubuh. DM tipe 1 ini boleh menyerang semua peringkat umur namun begitu ia selalu terjadi pada anak- anak berbanding orang dewasa. Penyakit DM tipe 1 merupakan penyakit katabolik di mana insulin dalam darah berkurang atau tiada, plasma glukagon meningkat dan sel beta pankreas gagal untuk memberi respon terhadap stimuli insulinogenik. Oleh sebab itu, insulin harus diberi dari luar untuk membalikkan

keadaan

katabolik,

mencegah

ketosis,

mengurangkan

hiperglukogenemia dan kadar glukosa (International Diabetes Federation, 2011). Terdapat 2 jenis DM tipe 1 yaitu immune- mediated DM (tipe 1A) dan idiopatik DM (tipe 1B). Bagi immune mediated DM kira- kira 1/3 penyebab kepada penyakit ini disebabkan oleh faktor genetik dan 2/3 lagi disebabkan oleh faktor lingkungan. Bagi faktor genetik, gene yang berkaitan dengan lokus HLA menyumbang sebanyak 40% risiko untuk menderita DM tipe 1A. Kebanyakkan pada penderita DM tipe 1A (immune mediated) dapat dideteksi antibodi- antibodi seperti

Universitas Sumatera Utara

antibodi bagi sel-sel pulau langerhan (ICA), insulin (IAA), glutamic acid decarboxylase (GAD65) dan juga thyrosine phosphatase (IA-2 dan IA2-B). Risiko untuk menderita DM tipe 1A meningkat jika terdapat riwayat keluarga. Anak- anak dengan ibunya menderita DM tipe 1 mempunyai risiko sebanyak 3% manakala bagi anak- anak dengan ayahnya yang menderita penyakit itu mempunyai risiko sebanyak 6% untuk terpajan kepada penyakit tersebut. Bagi faktor lingkungan terdapat beberapa hipotesa yang dikemukakan seperti terjadinya penyakit itu disebabkan oleh infeksi dari virus seperti virus rubella dan coxsackie B4 serta pengambilan susu lembu. Jenis DM tipe 1 yang kedua adalah idiopatik DM (tipe 1B). Kurang dari 10% penderita tidak mempunyai bukti berlaku reaksi autoimun terhadap sel beta pankreas masing- masing. Subgroup ini kebanyakkannya berasal dari bahagian Asia dan Afrika (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

Tipe 2 Diabetes Mellitus DM tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif, salah satu yang mungkin ada pada saat diabetes menjadi klinis nyata. Diagnosis DM tipe 2 biasanya terjadi setelah usia 40 tahun, tetapi bisa terjadi sebelumnya, terutama pada populasi dengan prevalensi DM tinggi. Ada laporan peningkatan anak- anak mengembangkan DM tipe 2. DM tipe 2 bisa tetap tidak terdeteksi, yaitu tanpa gejala, selama bertahun- tahun dan diagnosis sering dibuat dari komplikasi yang terkait atau dari pemeriksaan darah yang abnormal atau tes urine glukosa (International Diabetes Federation, 2011). Faktor genetik dan faktor lingkungan bertanggung jawab terhadap resistensi insulin dan kehilangan sel- sel beta pankreas. Data epidemiologi menunjukkan pengaruh genetik memainkan peran yang besar karena pada kembar monozigot yang berumur lebih 40 tahun terdapat lebih dari 70% kasus dilaporkan setiap tahun setiap kali salah satu kembar menderita DM tipe 2. Studi berkaitan dengan genom juga

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan kemajuan dalam mengidentifikasi gen- gen resiko. Sejauh ini, 18 lokus genetik yang berbeda dilaporkan berkaitan dengan terjadinya DM tipe 2. Beberapa lokus diidentifikasi berperan dalam mengkode protein yang penting dalam pekembangan dan fungsi sel- sel beta pankreas. Salah satu yang mempunyai faktor resiko adalah gen TCF7L2. Kode gen ini berperan dalam jalur penghantaran WNT yang diperlukan dalam perkembangan sel beta pankreas yang normal. Allel pada bagian

lokus

yang

lain

yaitu

(

CDKAL1,

SLC30A8,

HHEX-IDE,

CDKN2A/B,KCNJ11 dan IGF2BP2) dikatakan berperan dalam sekresi insulin. Dua lokus ( FTO dan MC4R) berperan pada pembentukan massa lipid dan resiko mendapat obesitas manakala lokus PPARG dilaporkan berperan dalam terjadinya resistensi insulin. Bagi faktor lingkungan, obesitas merupakan penyebab utama resistensi insulin pada diabetes tipe 2. Masalah viseral obesiti yaitu penumpukkan lemak di bahagian omentum dan mesentrik sangat berkaitan dengan keadaan resistensi insulin. Pada penderita obesitas, beberapa adipokine disekresi oleh sel lemak yang memberi efek pada kerja insulin. Dua daripadanya ialah leptin dan adiponectin yang meningkatkan sensitivitas sel terhadap insulin dengan cara meningkatkan kepekaan sel hepatik. Selain itu terdapat tumor necrosing factor yang berperan dalam menginaktivasikan reseptor insulin dan resistin yang mengganggu kerja insulin dalam metabolisme glukosa. Jumlah adipokine yang abnormal ini sangat berperan dalam proses terjadinya resistensi insulin pada penderita obesitas (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

2.1.4. Gejala klinis dan symptom Tipe 1 Diabetes Mellitus Gejala klinis yang sering terdapat adalah peningkatan frekuensi buang air kecil konsekuensi

dari

diuresis

osmotik

sekunder

kepada

hiperglikemia

yang

berkelanjutan. Ini mengakibatkan hilangnya glukosa, air dan elektrolit dalam urin.

Universitas Sumatera Utara

Keadaan haus merupakan akibat dari konsekuensi dari keadaan hiperosmolar sedangkan keadaan kabur pandangan sering berkembang akibat dari lensa yang terpapar cairan hiperosmolar. Berat badan menurun meskipun nafsu makan penderita normal atau meningkat merupakan gambaran umum dari DM tipe 1 yang subakut. Hilang berat badan pada awalnya disebabkan oleh deplesi air, glikogen dan trigliserida. Selain itu, penurunan volume plasma menghasilkan gejala hipotensi postural. Akibat dari tubuh kehilangan kalium secara total serta terjadi proses katabolisme protein otot yang menyebabkan kelemahan pada penderita DM tipe 1. Parastesia (perasaan sensitivitas yang tinggi pada kulit seperti perasaan panas, geli dan gatal yang disebabkan kerusakkan pada saraf tepi) mungkin hadir pada saat diagnosis, terutama pada onset subakut. Hal ini menunjukkan terdapat difungsi sementara sarafsaraf tepi, yang menunjukkan penggantian dari insulin untuk mengembalikan tingkat glukosa kepada normal, menyarankan berlaku keadaan neurotoksisitas dari hiperglikemia yang berkelanjutan. Ketoasidosis akan memperburuk dehidrasi dan hiperosmolaliti, dengan menyebabkan keadaan anoreksia, mual dan muntah, mengganggu dalam penggantian cairan oral (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

Tipe 2 Diabetes Mellitus Beberapa penderita sering mengeluh tentang peningkatan frekuensi buang air kecil namun begitu terdapat sebahagian penderita memiliki onset berbahaya hiperglikemia tanpa menunjukkan gejala pada awalnya. Hal ini terutama berlaku pada pasien obesitas di mana glikosuria dan hiperglikemia terdeteksi sewaktu melakukan pemeriksaan laboratorium rutin. Kadang- kadang penyakit tidak terdeteksi bertahuntahun lamanya dan mungkin didiagnosa setelah mengalami komplikasi diabetes mellitus seperti penyakit kardiovaskular atau neuropati. Tipe 2 diabetes mellitus berkembang dengan sangat lambat (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Antara simptom pada diabetes tipe 2 adalah peningkatan haus dan sering buang air kecil. Keadaan haus disebabkan, kelebihan gula yang menumpuk dalam darah yang menarik cairan dalam jaringan. Sebagai hasilnya, pasien banyak meminum air dan menyebabkan ia buang air kecil lebih dari biasa. Selain itu, pasien juga mengalami penglihatan kabur disebabkan jika kadar gula darah tinggi, cairan dapat ditarik dari lensa mata dan seterusnya mengurangkan kemampuan untuk mengfokus objek dengan jelas. Lambat untuk penyembuhan luka dan terdedah kepada infeksi juga sering pada pasien. Beberapa pasien diabetes tipe 2 juga mudah mendapat bercak gelap di lipatan- lipatan tubuh seperti ketiak dan leher. Kondisi ini disebut sebagai Acanthosis nigrican, mungkin merupakan tanda resistensi insulin (Mayo Foundation for Medical Education and Research,2011).

2.1.5. Pemeriksaan laboratorium 1. Urinalisis a. Glikosuria Metode nyaman untuk mendeteksi glikosuria adalah strip kertas yang diresapi dengan glukosa oksidase dan sistem chromogen (Clinistix, Diastix) yang sensitif dengan sesedikit glukosa 01% di urine, Diastix boleh langsung diterapkan pada aliran kemih, dan warna yang berbeda-beda disesuaikan dengan warna strip indikator bagi menentukan konsentrasi glukosa. Ambang ginjal normal serta masa pengosongan lambung penting dalam interpretasi (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011). b. Ketonuria Deteksi kualitatif badan keton dapat dilakukan dengan uji nitroprusside (Acetes, Ketosix). Meskipun tes ini tidak mendeteksi asam B-hidrksibutirat yang tidak memiliki kelompok keton, estimasi kuantitatif semi ketonuria yang diperoleh tetap digunakan untuk tujuan klinis (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

Universitas Sumatera Utara

2. Prosedur tes darah a. Plasma atau serum glukosa Plasma atau serum glukosa dari sampel darah vena memiliki kelebihan dibanding seluruh darah kerana memberikan nilai untuk glukosa yang independen terhadap hematokrit dan yang mencerminkan konsentrasi glukosa yang terkena pada jaringan tubuh. Konsentrasi glukosa adalah 10-15% lebih tinggi dalam plasma atau serum dibanding dalam darah keseluruhan kerana komponen struktural dari sel- sel darah tidak ada. Glukosa plasma 126 mg/dL atau lebih , yang diambil lebih dari satu kali setelah 8 jam (minimal) puasa adalah diagnostik DM. Kadar glukosa plasma puasa 100-125 mg/dL dikaitkan dengan meningkatnya risiko DM ( gangguan toleransi glukosa puasa) (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011). b. Uji Toleransi Glukosa Oral Jika kadar glukosa darah puasa di bawah 126 mg/dL dalam kasus- kasus yang dicurigai, tes toleransi glukosa oral standard dapat dilakukan. Dalam rangka mengoptimalkan sekresi dan efektivitas insulin, terutama bila pasien telah menjalani diet karbohidrat rendah, minimal 150-200 g karbohidrat per hari harus dimasukkan dalam makanan selama 3 hari sebelum tes. Pasien tidak boleh makan apa-apa setelah tengah malam sebelum hari ujian. Pada pagi hari tes, orang dewasa diberikan 75 g glukosa dalam 300 ml air, anak- anak diberi glukosa 1,75 g per kilogram berat badan ideal. Beban glukosa dikonsumsi dalam masa 5 menit. Pengujian harus dilakukan di pagi hari kerana ada beberapa variasi diurnal dalam toleransi glukosa oral dan pasien tidak boleh merokok dan beraktifitas selama pengujian. Sampel darah untuk glukosa plasma diperoleh pada 0 dan 120 menit setelah konsumsi glukosa. Tes toleransi glukosa oral normal jika glukosa plasma puasa vena di bawah 100 mg/dL (5,6 mmol/L) dan nilai glukosa selepas 2 jam di bawah 140 mg/dL (7,8 mmol/L). Nilai puasa 126 mg/dL (7 mmol/L) atau lebih tinggi atau nilai 2 jam lebih dari 20 mg/dL adala diagnostik DM. Pasien dengan nilai glukosa 2 jam dari 140-199 mg/dL memiliki gangguan toleransi glukosa. Positif palsu mungkin didapat pada pasien

Universitas Sumatera Utara

kurang gizi, sakit penggunaan obat diuretik, oral kontrasepsi, kortikosteroid, fenitoin dan lain- lain (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

2.1.6. Komplikasi a. Diabetik dislipidemia Dislipidemia adalah kelainan lipid (lemak) dalam aliran darah. Lipid ini meliputi kolestrol, kolestrol ester (senyawa), fosfolipid dan trigliserida. Bahan-bahan ini diangkut dalam darah sebagai bagian dari molekul besar yang disebut lipoprotein. Lipoprotein bersirkulasi yang hanya bergantung pada insulin adalah hanya pada glukosa plasma. Pada DM tipe 1, kurangnya kontrol hiperglikemia hanya menyebabkan sedikit kenaikkan kolesterol low density lipoprotein (LDL) dan trigliserida serta sedikit perubahan kolesterol high density lipoprotein (HDL). Sekali hiperglikemia diperbaiki, tingkat lipoprotein umumnya kembali normal. Namun pasien dengan DM tipe 2 dikenali dengan “dislipidemia diabetes” adalah karekteristik dari sindroma resistansi insulin, gejala-gejalanya adalah kadar trigliserida tinggi (300100 mg/dL), kadar HDL rendah (