PENGARUH MOTIVASI PERAWAT TERHADAP TINDAKAN ...

7 downloads 217 Views 465KB Size Report
Fenomena perilaku seks bebas di kalangan remaja mengakibatkan terjadinya ... Perilaku seks bebas terjadi akibat pergaulan remaja sekarang sangat.
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Fenomena perilaku seks bebas di kalangan remaja mengakibatkan terjadinya kecenderungan meningkatnya pelaku seks pranikah, penderita HIV/AIDS, dan kasus Aborsi. Fenomena ini mengejutkan semua pihak termasuk orang tua. Betapa remaja yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa ada beban moral. Kesucian yang diagung-agungkan sebagai bukti keperjakaan bagi lelaki dan keperawanan bagi perempuan hanya untuk malam pengantin menjadi sebuah dongeng masa lalu. Perilaku seks bebas terjadi akibat pergaulan remaja sekarang sangat memprihatinkan. Sikap remaja sekarang cenderung permisif (serba boleh) terhadap perilaku seks bebas. Melakukan seks tidak lagi dipandang tabu meski usia masih belasan tahun. Mereka melakukan itu demi kesenangan, meski ada pula yang sebagian melakukannya untuk beberapa lembar uang. Pada sebagian remaja yang menjadi pelacur, kecenderungan menjual diri tidak dilakukan di lokalisasi pelacuran tetapi dilakukan melalui koneksi antar teman sehingga sulit diperoleh data yang pasti tentang jumlah remaja yang menjadi pelacur. Para remaja yang menjual diri tersebut ada juga yang berstatus sebagai pelajar (Nugraha, 2003). Sebuah survey yang dilakukan oleh Youth Risk Behavior Survei (YRBS) secara Nasional di Amerika Serikat pada tahun 2006 mendapati bahwa 47,8% pelajar

Universitas Sumatera Utara

yang duduk di kelas 9-12 telah melakukan hubungan seks pranikah, 35% pelajar SMA telah aktif secara seksual (Daili, 2009). Jones (2005), mengatakan

dalam 20 tahun terakhir terdapat peningkatan

jumlah remaja putri yang berhubungan seks pranikah seperti di Inggris, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Sekitar 17% remaja putri berhubungan seks pranikah sebelum usia 16 tahun dan ketika usia 19 tahun, tiga perempat remaja putri satu kali melakukan seks pranikah. Sementara untuk kasus Aborsi memperlihatkan kecenderungan yang meningkat juga. World Health Organization (WHO) memperkirakan ada 20 juta kejadian aborsi tidak aman (Unsafe Abortion) di dunia, 9,5% (19 dari 20 juta tindakan aborsi tidak aman) diantaranya terjadi di negara berkembang. Sekitar 13% dari total perempuan yang melakukan aborsi tidak aman berakhir dengan kematian. Resiko kematian akibat aborsi yang tidak aman di wilayah Asia diperkirakan 1 berbanding 3.700 dibanding dengan aborsi yang aman. Di wilayah Asia Tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahun, dan sekitar 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia, dimana 2.500 di antaranya berakhir dengan kematian, angka aborsi di Indonesia diperkirakan mencapai 2,3 juta pertahun. Sekitar 750.000 diantaranya dilakukan oleh remaja (Soetjiningsih, 2004). Menurut sebuah laporan, setiap tahun telah terjadi 1,5 juta kasus aborsi di Amerika Serikat, ratusan ribu di negara-negara Eropa, dan lebih dari 2 juta di kawasan Asia. Di Jepang, sejak 1972, tercatat rata-rata 1,5 juta kasus aborsi setiap

Universitas Sumatera Utara

tahun. Dengan mengacu pada angka-angka tersebut, setiap tahun sedikitnya tercatat 40 sampai 60 juta kasus aborsi di seluruh dunia (Gunawan, 2009). Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2007, bahwa setiap tahun terdapat sekitar 210 juta ibu yang hamil di seluruh dunia. Dari angka tersebut, 46 juta diantaranya melakukan aborsi, dan hampir setengahnya dilakukan dengan cara yang tidak aman (sekitar 20 juta).

Akibatnya, terdapat 70.000 kematian ibu

melakukan aborsi tidak aman setiap tahun, sementara 4 juta lainnya mengalami kesakitan (Sinaga, 2007). Selain aborsi, kasus HIV/AIDS beberapa tahun belakangan ini banyak terjadi pada remaja. Menurut WHO (2007) jumlah penderita HIV/AIDS di dunia ada sebanyak 33.300.000 dan di Asia ada sebanyak 4.900.000 kasus. Dari jumlah tersebut sebanyak 1,5 juta penderita tertular melalui penyalahgunaan obat (jarum suntik) dan pekerja seks komersial. Pada tahun 2008, di negara Cina diperkirakan penderita HIV/AIDS sebanyak 430.000 kasus, di Taiwan

sebanyak 6.000 kasus, dan di

Malaysia sebanyak 797 kasus (www.wikipedia.org, 2011). Di Indonesia, menurut laporan Bappennas dan UNDP, virus HIV/AIDS diperkirakan telah menginfeksi antara 172.000-219.000 orang (Purwaningsih, 2010). Remaja Indonesia dewasa ini tampak lebih bertoleransi terhadap gaya hidup seks bebas. Hal ini ditunjukkan oleh fakta yang terjadi pada remaja Indonesia seperti yang diungkapkan dalam sebuah artikel di website BKKBN yang berjudul “Tiap Tahun 15 juta Remaja Melahirkan” bahwa pada tahun 2006, sekitar 15% dari remaja

Universitas Sumatera Utara

usia 10-24 tahun di Indonesia yang jumlahnya mencapai 62 juta jiwa telah melakukan hubungan seks di luar nikah. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 tercatat 4,2% dari remaja telah melakukan hubungan seks sebelum mereka menikah dan data menunjukkan bahwa para remaja melakukan seks untuk pertama kali dalam usia relatif muda. Sebagian besar atau 70,2% dilakukan oleh remaja berusia antara 15-19 tahun dan 24,4%, remaja usia 20-24 tahun. Meskipun demikian, 5,4% remaja yang berusia 10-14 tahun juga ada dalam kelompok dimaksud. Menurut Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2010), diketahui sebanyak 51% remaja di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (JABODETABEK) telah melakukan hubungan seks pranikah. Dari kota-kota lain di Indonesia juga didapatkan data remaja yang sudah melakukan seks pranikah tercatat 54% di Surabaya, 47% di Bandung dan 52% di Medan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Asfriyati (2005), tentang masalah kehamilan pranikah pada remaja di Kota Medan ditinjau dari kesehatan reproduksi diketahui sekitar 5,5 – 11% remaja melakukan hubungan seksual sebelum usia 19 tahun. Menurut Tukiran dkk (2010) Faktor teman menjadi salah satu indicator yang mendorong remaja melakukan hubungan seksual sebelum menikah, dan mengakui mereka mempunyai teman yang sudah melakukan hubungan seksual sebelum menikah sebanyak 53,7%. Parawansa (2000) dalam Qomariah (2002) menyatakan bahwa jumlah aborsi di Indonesia dilakukan oleh 2 juta orang tiap tahun, dari jumlah itu, 70.000 dilakukan

Universitas Sumatera Utara

oleh remaja putri yang belum menikah. Menurut Nugraha, (2002) bahwa tiap tahun jumlah wanita yang melakukan aborsi sebanyak 2,5 juta. Hasil penelitian yang dilakukan Utomo (2001) di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia tahun 2000, menyimpulkan bahwa di Indonesia terjadi 43 aborsi per 1000 kelahiran hidup. Ia juga menyampaikan bahwa sebagian besar aborsi adalah aborsi yang disengaja, ada 78% wanita di perkotaan dan 40% di pedesaan yang melakukan aborsi dengan sengaja. Valentino (2005) menyatakan bahwa tingkat aborsi (pengguguran kandungan) di kalangan remaja di tanah air tidak berbeda dengan angka-angka yang disebutkan di atas, dimana diperkirakan dari hasil survey dan penelitian pada tahun 2005 masih cukup tinggi hingga mencapai 30%. Atau mencapai dua juta orang/tahun, dan 30% diantaranya atau 600 ribu orang dari kalangan remaja. Tingginya tingkat aborsi yang dilakukan kalangan remaja terjadi akibat perilaku hubungan seksual sebelum menikah, bahkan banyak juga remaja yang terjangkit berbagai jenis penyakit menular seksual (PMS). Menurut data Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) pada tahun 2002 penderita HIV/AIDS ada sebanyak 110.000 dan pada 2006 naik menjadi 193.000 dan pada tahun 2007-2008 jumlah kasus ini ditaksir menjadi 270.000 orang. Salah satu penyebab peningkatan ini adalah perilaku seks bebas yang didominasi oleh kelompok usia remaja (Depkes RI, 2008). Disamping itu, moral anak-anak dalam hubungan seksual telah memasuki tahap yang mengkhawatirkan. Lebih dari 60% remaja SMP dan SMA Indonesia, sudah tidak perawan lagi (Depkes 2008).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 12 provinsi pada tahun 2007 diperoleh pengakuan remaja bahwa : Sebanyak 93,7% anak SMP dan SMU pernah melakukan ciuman, petting, dan oral seks, 62,7% anak SMP mengaku sudah tidak perawan, 21,2% remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi. Dari 2 juta wanita Indonesia yang pernah melakukan aborsi, 1 juta adalah remaja perempuan, 97% pelajar SMP dan SMA mengaku suka menonton film porno. Hal demikian juga berlaku di Indonesia, di mana media elektronik telah merambah kehidupan sehingga seorang anak Sekolah Dasar (SD) sudah memiliki Handphone (HP) atau Blackberry (BB) bahkan ada yang memiliki Jaringan sosial Facebook walaupun dengan memalsukan identitas umur. Kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh teknologi komunikasi dalam akses internet, memungkinkan seseorang tidak perlu ke warnet untuk mengakses internet, cukup dari sebuah HP, ataupun BB maka situs porno di internet dapat diakses. Di samping itu juga, pesatnya pertumbuhan warung internet (warnet) yang buka 24 jam perhari memberikan ruang dan tempat bagi remaja untuk mengekspresikan diri melalui media internet. Hurlock (2003) menyebutkan bahwa remaja lebih tertarik kepada materi seks yang berbau porno dibandingkan dengan materi seks yang dikemas dalam bentuk pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian Qomariyah (2002) penggunaan internet pada kalangan remaja dapat disimpulkan. Pertama, usia responden saat pertama kali mengenal dan menggunakan internet ialah 12 tahun. Rata-rata saat itu mereka telah memasuki kelas VII SMP, dimana tugas-tugas sekolah yang diberikan mulai

Universitas Sumatera Utara

mengharuskan mereka mencari sumber atau bahan-bahannya di internet sehingga mereka dituntut harus bisa menggunakan internet. Berdasarkan aspek intensitas penggunaan internet, sebagian besar remaja lebih sering mengakses internet di warnet meskipun di sekolah mereka terdapat fasilitas internet yang dapat dimanfaatkan secara free (baik di laboratorium komputer atau perpustakaan sekolah). Dari jumlah waktu penggunaan internet per bulan menunjukkan bahwa pada umumnya kalangan remaja di perkotaan yang sering mengakses internet di rumah termasuk dalam kategori heavy users (pengguna internet yang menghabiskan waktu lebih dari 40 jam per bulan). Sedangkan remaja yang sering mengakses internet di warnet dan memanfaatkan wifi area publik sebagai tempat akses internet mereka dikategorikan sebagai medium users (pengguna internet yang menghabiskan waktu antara 10 sampai 40 jam per bulan). Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, informasi dari media massa yang paling cepat adalah internet. Banyak hal yang dapat diketahui dari internet, tidak hanya hal yang positif tetapi juga hal negatif. Ribuan situs yang dibuat orang setiap hari, tidak hanya situs-situs yang menampilkan informasi penting tentang keadaan dunia saat ini tetapi juga situs-situs yang berkaitan dengan nafsu syahwat yaitu situs porno yang mudah diakses siapa saja. Walaupun Departemen Komunikasi dan Informasi mengambil kebijakan dengan memblokir situs-situs porno tersebut, tetapi karena jumlahnya yang jutaan tetap saja situs-situs porno tersebut tetap dapat diakses oleh pengguna internet termasuk para remaja yang akan

Universitas Sumatera Utara

berdampak terhadap terjadinya kasus-kasus seksual yang tidak bertanggung jawab seperti pemerkosaan dan lain-lain (Gultom, 2011). Banyaknya kasus-kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh remaja akibat rangsangan dari media massa seperti internet, televisi, film, majalah, dan lain-lain, sehingga perilaku seks pranikah semakin meningkat, angka kejadian aborsi tinggi, dan penularan HIV/AIDS juga meningkat. Maka sangat penting untuk mengetahui seberapa besar pengaruh internet terhadap seks bebas. Selain internet ditemukan juga bahwa pengaruh teman sebaya sangat penting di dalam mempengaruhi remaja dalam melakukan seks bebas. Penelitian Kardawati dkk. (2008) tentang sikap remaja terhadap perilaku seks bebas; dipengaruhi oleh orang tua atau teman sebaya?

Hasilnya menunjukkan

persepsi komunikasi orang tua-anak tidak mempengaruhi sikap remaja terhadap perilaku seks bebas (p