guru BK dapat menggunakan dan mengembangkan model CTL (Contextual ....
RPBK tidak jauh berbeda dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPBK)
...
1 PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU BK MENYUSUN RPBK CTL MELALUI DISKUSI DAN TUGAS MANDIRI Yuddo Suswanto.1 Abstrak: Berkembangnya strategi, pendekatan dan model pembelajaran atau layanan bimbingan dan konseling (BK) harus diikuti dengan perkembangan kemampuan guru. Guru BK harus terus belajar dan melakukan inovasi agar pelaksanaan proses bimbingan dan konseling di sekolah berjalan efektif dan berkembang sesuai kebutuhan. Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, guru BK dapat menggunakan dan mengembangkan model CTL (Contextual Teaching and Learning). Dalam prosesnya dituangkan dalam RPBK. Merespon tingkat pemahaman guru BK SMP dan hasil penyusunan RPBK CTL di wilayah binaan pengawas peneliti maka dipandang perlu untuk dilakukan peningkatan. Upaya tersebut dilakukan melalui penelitian tindakan dengan menggunakan metode diskusi dan pemberian tugas mandiri. Metode penelitian adalah Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) kolaboratif menggunakan dua siklus. Siklus I menggunakan diskusi kelompok dan siklus II melalui pemberian tugas mandiri. Subyek penelitian 6 guru BK dari enam sekolah pada semester ganjil tahun 2011/2012. Pengambilan data melalui observasi dan tes tulis. Analisis data menggunakan diskribtif kualitatif dan kuantitatif. Melalui analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan: (a) Melalui
metode diskusi dan tugas mandiri dapat meningkatkan kemampuan pemahaman guru BK tentang RPBK CTL. (b) Melalui metode diskusi dapat meningkatkan kemampuan guru menyusun RPBK CTL. (c) Melalui pemberian tugas mandiri guru dapat meningkatkan menyusun RPBK CTL. Kata Kunci : Kemampuan, RPBK-CTL, Diskusi, Tugas Mandiri Pendahuluan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam implementasinya menekankan kepada penggalian pengalaman secara langsung dengan mengembangkan kompetensi peserta didik terhadap dunia sekitarnya melalui proses pembelajaran. Guru sebagai ujung tombak pelaksana dituntut meningkatkan kemampuan profesionalnya dengan mengembangkan kompetensi diri sesuai dengan latar belakang pendidikan profesi yang dimiliki. Bimbingan dan konseling merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan di setiap satuan pendidikan. Implementasi bimbingan konseling menjadi bagian penting dari kurikulun sekolah. Dalam konteks itu guru BK harus mampu melakukan pengembangan diri berkaitan dengan kompetensi profesinya. Kurikulum bimbingan dan konseling yang melekat pada diri konseli harus bisa dipahami guru BK. Sebelum menyusun kurikulum guru BK harus melakukan penggalian kompetensi pada setiap pribadi konseli dengan berorientasi pada tahap perkembangan yang ada. Sehingga bantuan layanan yang diberikan oleh guru menjadi sesuai dengan kebutuhan konseli. Baik yang menyangkut masalah pribadi, sosial belajar maupun karir. Pada gilirannya konseli bisa melakukan pengembangan diri secara optimal.
1
Konselor/dan Pengawas Sekolah Kabupaten Lumajang
2 Inovasi guru BK untuk implementasi profesi sebagai upaya peningkatan layanan kepada konseli sangat diperlukan. Teknik-teknik bimbingan dan konseling pada setiap pendekatan yang ada diupayakan dapat dipahami dan dikembangkan secara baik. Hal ini sangat penting karena melalui penguasaan teknik-teknik bimbingan dan konseling akan memudahkan proses pemberian bantuan kepada konseli. Agar pelaksanaannya dapat berjalan secara baik maka diperlukan perencanaan yang baik dan matang sesuai dengan kebutuhan yang ada. Perencanaan itu di antaranya dituangkan di dalam Rencana Pelaksanaan Bimbingan Konseling (RPBK). Lebih lanjut RPBK dikembangkan dalam bentuk RPBK yang bernuansa Contextual Teacher and Learning (CTL). Kaitannya dengan penyusunan perencanaan pelaksanaan bimbingan dan konseling (RPBK), hasil pengamatan di wilayah binaan peneliti sebagai pengawas SMP di Kabupaten Lumajang, masih banyak ditemukan RPBK yang belum bernuansa CTL. Kondisi ini akibat guru masih belum memahami secara baik tentang hal tersebut. Memperhatikan kenyataan tersebut maka dirasa perlu bagi guru BK untuk mendapatkan bantuan dan bimbingan meningkatkan pemahaman serta kemampuan menyusun RPBK-CTL. Tindakan yang dilakukan untuk memberikan bantuan dan bimbingan kepada guru BK sebagai upaya peningkatan tersebut adalah dengan melakukan bimbingan melalui metode diskusi antarguru BK dan pemberian tugas mandiri. Metode diskusi dilakukan pada tindakan pertama. Perkembangan pemahaman dan kemampuan menyusun RPBK CTL bagi masing-masing guru setelah melalui diskusi, lebih lanjut diberikan tugas mandiri untuk menyusun RPBK CTL. Melalui dua siklus tersebut dapat lebih mengetahui perkembangan masing-masing guru baik pada kemampuan pemahaman maupun kemampuan penyusunan RPBK CTL. Rencana Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling (RPBK) Smith (dalam McDaniel, 1959, Prayitno, 2004:94) mengemukakan bahwa bimbingan sebagai proses layanan yang diberikan kepada individu-individu guna membantu mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam membuat pilihan-pilihan, rencana-rencana dan interpretasiinterpretasi yang diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan baik. Memahami pendapat tersebut maka guru BK sebelum memberikan layanan kepada konseli baik layanan bimbingan pribadi maupun kelompok, baik berkenaan dengan kebutuhan pribadi, sosial, belajar dan karir maka materi layanan yang akan diberikan harus disusun dalam perencanaan. Perencanaan yang dibuat dengan baik akan membantu proses pelaksanaan bimbingan konseling dengan baik pula. Pada gilirannya akan memudahkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Rencana Pelaksasanaan Bimbingan dan Konseling (RPBK) yang disusun guru hendaknya bernuansa CTL. Hal ini dimaksud agar konseli dapat mengkaitkan apsek tektual yang diterimanya dengan kondisi obyektif yang ada di lingkungan sekitarnya. Implementasi bimbingan konseling menggunakan pendekatan CTL akan lebih memudahkan membantu konseli merespon materi layanan yang diberikan oleh guru. Selain itu konseli akan lebih mudah mengembangkan ingatan dan tekstual melalui kondisi obyektif yang lebih luas. Dengan begitu konseli menjadi lebih kreatif, aktif serta inovatif terhadap materi yang diberikan. Pada gilirannya konseli menjadi lebih mudah menyesuaikan diri dengan dengan obyektif lingkungan sesuai dengan batasbatas kemampuan dan perkembangan diri.
3 Untuk menyusun perencanaan layanan bimbingan dan konseling hendaknya memusatkan perhatian pada ”bagaimana membelajarkan konseli untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri atau mengembangkan potensi diri sehingga ia dapat berkembang secara utuh melalui tahapan-tahapan sesuai dengan kemampuannya”. Untuk hal tersebut diperlukan perencanaan layanan yang dalam perkembangannya terus mengalami perbaikan layanan itu sendiri. Selain itu untuk menyusun RPBK harus memperhatikan komponenkomponen yang ada di dalamya. Untuk bimbingan konseling dalam menyusun RPBK tidak jauh berbeda dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPBK) yang hal ini hendaknya merujuk Permendiknas No. 41 tahun 2007. Komponen-komponen yang perlu diperhatikan untuk menyusun RPBK meliputi : (1) Identitas bidang dan jenis layanan; (2) Standart kompetensi; (3) Kompetensi dasar; (4) Indikator pencapaian kompetensi; (5) Tujuan layanan; (6) Materi layanan; (7) Alokasi waktu; (8) Metode layanan; (9) Kegiatan layanan (meliputi : Pendahuluan, Inti, Penutup) dan (10) Penilaian hasil layanan dan bahan atau sumber layanan. Contextual Teaching and Learning (CTL) Pembelajaran CTL telah kental dengan sebutan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan salah satu model pembelajaran atau dalam layanan bimbingan dan konseling. Penggunaan model CTL dalam layanan bimbingan dan konseling dikandung maksud agar konseli dapat dibimbing dan diarahkan pada peningkatan kemampuan dengan melakukan pembelajaran secara lebih aktif dan inovatif agar konseli mampu melakukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi, melakukan pengembangan diri untuk mencapai pribadi yang utuh. Baik pada aspek pribadi, sosial, belajar maupun karir. Dalam hal ini guru BK harus bisa berperan sebagai mediator konseli dan lebih proaktif untuk merumuskan sendiri tentang hal-hal dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi layanan yang bersifat kontekstual. Dengan kata lain guru BK dalam memberikan materi layanan tidak fakum pada konseptual. Konseli setelah merespon materi layanan, secara aktif mereka merasa termotivasi untuk mengembangkan materi layanan dengan cara menghubungkan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Lebih berkembang kepada mereka diharapkan mampu menerapkan materi layanan tersebut dalam kehidupannya. Baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat yang meliputi aspek perilaku pribadi, sosial, belajar maupun karir. Hal ini sebagaimana Blanchard (2001) mengutip pada US departement of Education the National School-toWork Office bahwa pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan motivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluaraga, warga negara, dan tenaga kerja. Kemudian Trianto (2008:20) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengann penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontektual yakni konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling) dan penilaian autentik (autetentic assesment).
4 Jika dikaitkan dengan kemampuan mengingat dan pengembangan strategi koqnitif konseli, pembelajaran CTL merupakan pendekatan yang perlu mendapat perhatian dari satuan pendidikan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Vernon A. Magnesen tentang cara belajar dan cara berpikir bahwa 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan memudahkan cara otak bekerja, memori bekerja, cara kita menyimpan informasi, mengambilnya, menghubungkannya dengan konsep lain, dan mencari pengetahuan baru, kapanpun Anda memerlukannya dengan cepat. (dalam Gordon Dryden & Jeannette Vos, 2003) Merujuk pendapat di atas dapat dipahami bahwa pendekatan kontekstual dalam layanan bimbingan dan konseling akan memberikan kesempatan kepada konseli untuk lebih memudahkan mengembangkan konsep berpikir dan menerapankan materi layanan dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan harapan pada gilirannya konseli bisa mencapai kepribadian yang utuh. Hal ini bisa melalui kehidupan pada lingkungan keluarga, sekolah, sosial maupun sebagai individu. Model Pengembangan Perangkat Layanan CTL Kemp (1994) mengemukakan bahwa pengembangan perangkat pembelajaran merupakan suatu lingkaran yang kontinum. Taip-tiap langkah pengembangan berhubungan langsung dengan aktivitas revisi. Pengembangan perangkat dapat dimulai dari titik manapun dalam siklus tersebut (dalam Trianto, 2008:86). Unsur-unsur perangkat layanan pembelajaran yang dapat dikembangkan menurut Model Kemp meliputi : (1) Identifikasi masalah pembelajaran; (2) Analisis siswa, yaitu meliputi tingkah laku awal siswa dan karakteristik siswa; (3) Analisis tugas, meliputi analisis isi pelajaran, analisis konsep, analisis pemrosesan informasi dan analisis prosedural yang dipergunakan untuk memudahkan pemahaman dan penguasaan tugas-tugas belajar serta tujuan belajar; (4) Merumuskan indikator; (5) Penyusunan Instrumen Evaluasi; (6) Strategi pembelajaran; (7) Pemilihan Metode atau Sumber Pembelajaran; (8) Pelayanan Pendukung; (9) Evaluasi Formatif; (10) Evaluasi Sumatif; dan (11) Revisi Prangkat Pembelajaran. Menurut Dick and Carey (dalam Trianto, 2008:97) terdapat beberapa komponen yang akan dilalui dalam mengembangkan perangkat pembelajaran CTL. Komponenkomponen yang dilalui pada akhirnya menjadi urutan yang ajeg dan dapat berhasil melakukan pengembanagn secara efektif. Urutan-urutan tersebut meliputi : 1) Identifikasi Tujuan Pengajaran ( Identity Instructional Goals ), 2) Analisis Instruksional ( Conduting a goal analysis ), 3) Indentifikasi Tingkah laku Awal /Karakteristik Siswa (Identy entry behaviours, Characteristics), 4) Mermuskan tujuan Kinerja (Write performence objectves), 5) Pengembangan Tes Acuan Patokan (Develop criterian referenced test items), 6) Pengembangan Strategi Pengajaran (Develop instrictional strategy), 7) Pengembangan atau Memilih Pengajaran (Develop and select instructional materials), 8) Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Formatif (Design and conduct formative evaluation), 9) Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif (Design and conduct summative evaluation), 10) Revisi Pengajaran ( Instructional revations) Untuk pengembangan perangkat pembelajaran pada model Four–D meliputi empat tahapan yaitu: (1) Tahap pendefinisian; (2) Tahapan perencanaan; (3) Tahap pengembangan; dan (4) Tahap pendiseminasian. Memperhatikan berbagai pandangan tentang layanan pembelajaran kontekstual di atas maka guru dalam menyusun RPBK CTL diarahkan kepada pendapat Kemp dengan tidak mengabaikan Permendiknas No 41 tahun 2009. Metode Diskusi
5 Salah metode pembelajaran adalah diskusi. Berkenaan dengan pengertian metode diskusi banyak ahli pembelajaran memberikan pendapatnya, di antaranya Soekartawi, dkk. (1995:66) mengemukakan bahwa metode diskusi merupakan interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa atau mahasiswa dengan pengajar untuk menganalisis, mengenali atau memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu. Abu Syamsudin Maksum (2001) mengemukakan bahwa metode diskusi merupakan cara lain dalam belajar mengajar dimana guru dan siswa, antara siswa terlibat adalah dalam suatu proses interaksi secara aktif dan timbal balik dari dua arah ( two or multiways of comunication ) baik dalam perumusan masalah, penyampaian informasi, pembahasan maupun dalam pengambilan keputusan. Memahami pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode diskusi merupakan salah satu metode layanan pembelajaran yang dilakukan oleh guru sebagai upaya agar konseli lebih mudah menerima pesan atau konseptual yang disajikan. Kaitannya dengan penyusunan RPBK bagi guru BK, bahwa melalui diskusi diharapkan dapat merancang RPBK secara baik. Pada proses yang berkembang guru diharapkan mampu meningkatkan pemahaman dan kemampuannya menyusun RPBK CTL secara mandiri. Tujuan penggunaan metode diskusi dalam penyusunan RPBK bernuansa CTL sebagaimana dikemukakan oleh Roestiyah (1988:6) yaitu meliputi: a) Dengan diskusi siswa didorong menggunakan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, tanpa selalu tergantung pada pendapat orang lain, b) Siswa mampu menyatakan pendapatnya secara lisan, karena hal itu perlu untuk melatih kehidupan yang demokratis, c) Diskusi memberikan kemungkinan pada siswa untuk belajar berpartisipasi dalam pembicaraan untuk memecahkan suatu masalah secara bersamaan. Pertimbangan lain merujuk Hasibuan (1988:22) bahwa yaitu: a) Memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada siswa, b) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan kemampuannya, c) Mendapatkan balikan dari siswa, apakah tujuan telah tercapai, d) Membantu siswa belajar berfikir kritis, e) Membantu siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun temantemannya (orang lain), f) Membantu siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah yang “dilihat”, baik dari pengalaman sendiri maupun dari pelajaran sekolah, g) Mengembangkan motivasi belajar lebih lanjut. Keuntungan dan kelemahan penggunaan metode diskusi dikemukakan Soeparto (1980:51) yaitu keuntungannya meliputi: (a) Memberi kesempatan aktif secara individual; (b)Proses belajar akan menjadi lebih hidup; (c) Dapat mencari bahanbahan yang aktual; (d) Dapat kesempatan untuk belajar dari pihak lain; (e) Dapat mengeluarkan pendapat secara spontan; dan (f) Dapat memperoleh pandangan yang luas. Sedangkan kelemahannya adalah: (a) Bagi peserta ( murid ) yang pasif kadangkadang hanya ikut-ikutan; (b) Pengorganisasian bahan sulit; (c) Kadang-kadang timbul rasa rendah diri terhadap pendapat lain yang lebih menyakinkan; (d) Hasil kesimpulan yang baik kadang-kadang tidak pernah dilaksanakan dengan serius bahkan sering masuk kandang sampah; (e) Memakan biaya yang tidak sedikit; (f) Sering timbul pertentangan pendapat yang bersifat negatip. Memperhatikan pendapat tentang metode diskusi di atas serta memperhatikan berbagai macam metode diskusi yakni diskusi panel, simposium, seminar, wholegroup, dan buzz-group, maka pada penelitian tindakan sekolah ini menggunkan diskusi sederhana mengingat jumlah guru BK yang ada hanya berjumlah dua orang.
6 Materi yang akan dibicarakan adalah menyusun RPBK CTL dengan materi layanan yang disampaikan kepada konseli secara klasikal. Tugas Mandiri Belajar merupakan perilaku komplek. Belajar yang terjadi pada seseorang merupakan tindak interaksi antara pebelajar dengan pembelajar untuk mencapai tujuan. Setiap pembelajaran pasti menampakkan keaktifan orang yang belajar. Keaktifan belajar seseorang dapat melibatkan aspek fisik dan psikis. Belajar dengan memberikan tugas mandiri kepada seseorang tidak terlepas dari upaya untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kondisi ini pasti menuntut keaktifan yang belajar. Keaktifan yang dimaksud adalah yang belajar melakukan kegiatan belajar secara mandiri untuk menyelesaikan hal-hal atau tugas yang telah ditetapkan dan pengerjaannya sesuai dengan kemampuannya. Guru sebagai pebelajar melalui kegiatan tugas mandiri adalah untuk mengetahui perkembangan kemampuan terhadap tugas yang diberikan. Tugas mandiri dalam kontek penelitian tindakan sekolah ini, guru secara mandiri diharapkan mampu menyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh pembimbing atau peneliti yakni berupa menyusun RPBK CTL sesuai dengan materi layanan yang akan diberikan kepada konseli. Penyusunan RPBK CTL sebagaimana diuraikan di atas mengacu pada Permendiknas nomor 41 tahun 2009. Tempat bekerja dapat dilakukan secara bebas. Bisa di rumah, di sekolah atau di tempat lain tetapi harus dilakukan secara mandiri. Metode Subyek penelitian adalah guru BK dalam wilayah binaan kepengawasan yakni sebanyak 6 SMP Negeri di Kabupaten Lumajang. Setiap sekolah diwakili satu orang guru BK. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) dalam bidang Bimbingan dan Konseling. Langkah-langkah yang dilakukan meliputi: (1) Melakukan observasi awal untuk refleksi perlunya dilakukan Penelitian Tindakan Sekolah; (2) Merumukan masalah; (3) Menyusun skenario penelitian tindakan setiap siklus yang dilakukan; (4) Menentukan langkah-langkah setiap siklus yang meliputi planning, acting, observing dan reflecting. Rancangan penelitian menggunakan kerangka berpikir sebagai berikut:
Refleksi awal Hasil RPBK CTL guru BK
KONDISI AWAL
Kemampuan awal guru BK menyusun RPBK CTL SIKLUS I Menyusun RPBK melalui diskusi
TINDAKAN SIKLUS II Menyusun RPBK melalui tugas mandiri
KONDISI AKHIR
Diduga bahwa melalui diskusi dan tugas mandiri dapat meningkatkan pemahaman dan menyusunan RPBK CTL bagi guru
7 Untuk melihat kemampuan pemahaman guru dalam menyusun RPBK-CTL dilakukan tes tertulis yaitu pretes dan postes. Pretes dilakukan sekali sebelum penelitian tindakan dilakukan. Postes dilakukan setiap akhir tindakan. Unsur-unsur yang dinilai hasil penyusunan RPBK meliputi empat belas komponen yaitu Identitas layanan, Bidang layanan, Jenis layanan, Fungsi layanan, Standart kompetensi, Kompetensi dasar, Indikator pencapaian kompetensi, Tujuan layanan, Materi layanan, Alokasi waktu, Metode layanan, Kegiatan layanan (meliputi: Pendahuluan, Inti, Penutup), Penilaian hasil layanan dan Sumber layanan. Penilaian kemampuan menyusun RPBK CTL menggunakan skala penilaian yang dibuat oleh peneliti bersama kolaborator. Penilaian menggunakan rentangan angka (skor) antara 10 – 100. Skor untuk menentukan kemampuan guru dalam menyusun RPBK adalah hasil rata-rata skor peneliti dan kolaborator. Skala penilaian penilaian: 0 - 24: Rendah; 25 – 49: Cukup; 50 – 74: Tinggi; dan 75 – 100: Sangat tinggi. Untuk kriteria penilaian keaktifan guru dalam proses diskusi dan melaksanakan tugas mandiri, peneliti menyusun bersama kolaborator. Penilaiannya menggunakan skor maksimal 100. Komponen penilaian keaktifan guru meliputi tiga komponen yaitu aktif bekerja, bertanya dan kemungkinan munculnya perilaku lain. Skala penilaian adalah: 0 – 35: Kurang; 36 – 70: Cukup dan 71 – 100: Baik. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis bersama dengan kolaborator. Hal terebut sebagaimana dikemukakan oleh Miles Huberman (dalam Zainal Aqib, 2006:108 ) bahwa data dianalisa bersama mitra kolaburasi sejak penelitian dimulai, yang dikembangkan selama proses refleksi sampai penyusunan laporan. Teknik analisis data yang digunakan adalah model alur, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil dan Pembahasan Refleksi Awal Sebelum dilakukan Penelitian Tindakan, terlebih dahulu dilakukan tes awal untuk memperoleh data awal kemampuan pemahaman guru BK terhadap RPBK CTL. Hasil tes awal kemampuan pemahaman RPBK CTL secara kuantitatif rata-rata sebesar 4,2 (cukup). Secara individu yang masuk pada kategori cukup : Guru B (1 orang) dan kategori kurang: Guru A, C, D, E dan F (5 orang). Untuk melihat kemampuan guru BK menyusun RPBK CTL dilihat dari RPBK yang telah dibuat. Kemampuan guru BK menyusun RPBK-CTL secara kuantitatif menunjukkan 26,67 (cukup). Secara individu menunjukkan kategori cukup : Guru B, C (2 orang) dan kategori rendah: Guru A, D, E dan F (4 orang). Siklus I 1. Penyampaian materi pada siklus I menggunakan metode diskusi kelompok. Setiap kelompok terdiri tiga orang dan semuanya terbagi menjadi dua kelompok. Peneliti menyajikan inti materi dengan ceramah dan memberikan contoh RPBK-CTL. 2. Setelah penyajian membentuk kelompok kerja berdiskusi dan setiap kelompok beranggotakan tiga orang untuk mengerjakan tugas yang diberikan pengawas peneliti yaitu menyusun satu RPBK CTL sesuai dengan program semester ganjil bimbingan konseling tahun 2011/2012 untuk sekolah masing-masing. 3. Setiap anggota kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya untuk mendapatkan respon dari guru lain karena dimungkinkan terdapat kekurangankekurangan yang selanjutnya dilakukan perbaikan.
8 4. Selama tindakan penelitian berlangsung peneliti dan kolaborator aktif melakukan pengamatan. 5. Setelah presentasi peneliti memberikan klarifikasi hasil kerja setiap anggota kelompok untuk dilakukan perbaikan. Hasil pengamatan peneliti bersama kolaborator pada siklus I menunjukkan sebagai berikut: 1. Tingkat keaktifan kerja guru menunjukkan: (a) Pada aspek aktif berdiskusi untuk kategori baik: 1 orang, cukup: 2 orang dan kurang: 3 orang. Pada aspek bertanya untuk kategori baik: 5 orang dan cukup: 1 orang. Untuk aspek perilaku lain terdapat 2 orang akibat kondisi kesehatan badang kurang baik. 2. Kemampuan guru menyusun RPBK CTL secara kuantitatif rata-rata kemampuan guru BK menujukkan 71,98 (tinggi). Jumlah individu yang masuk kategori sangat tinggi: guru B (1 orang), sedang guru lain pada kategori tinggi: (5 orang). 3. Kemampuan pemahaman guru terhadap RPBK CTL, secara kuantitatif rata-rata 6,7 (cukup). Jumlah individu untuk kategori baik: guru B (1 orang), sedang guru lain pada kategori cukup: (5 orang). Reflekting (Reflecting) Hasil analisis siklus I dapat diketahui tingkat keberhasilannya. Kemampuan pemahaman dan menyusun RPBK CTL bagi guru BK mengalami peningkatan “baik” dari kemampuan awal. Namun demikian masih ditemukan beberapa kekurangan yang perlu dilakukan perbaikan pada siklus II. Kekurangan pada siklus 1 selain pada keaktifan guru akibat kondisi kesehatan, di antaranya: 1. Peneliti masih banyak mendominasi proses pembelajaran. 2. Pertanyaan yang disampaikan guru tentang materi yang belum dipahami selalu dijawab oleh peneliti dan tidak diberikan kesempatan kepada teman guru untuk menjawabnya. 3. Peneliti tidak menjelaskan secara jelas letak perbedaan nyata antara RPBK CTL dengan bukan RPBK CTL pada contoh RPBK yang telah ditunjukkan. Siklus II 1. Penyampaian materi siklus II menggunakan metode ceramah, pemberian contoh dan tugas mandiri. 2. Selama penelitian tindakan, guru duduk sesuai pada tempat duduk yang telah disediakan dan memilih sesuai dengan yang disenangi. 3. Peneliti menyajikan inti materi dengan ceramah, memberikan contoh RPBK-CTL. 4. Peneliti memberikan pengulangan contoh RPBK-CTL dan menjelaskan perbedaannya dengan RPBK non CTL. 5. Untuk menyusun RPBK-CTL peneliti meminta kepada guru melakukan pengembangan diri dengan mengerjakan tugas mandiri yang diberikan oleh peneliti. 6. Tugas mandiri bisa dikerjakan di tempat lain yang disenangi namun guru harus menyelesaikannya sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama. 7. Materi dalam RPBK CTL tugas mandiri harus berbeda dengan siklus I 8. Setiap guru mempresentasikan hasil pekerjaannya, sementara guru yang lain akan menanggapi kelebihan dan kekurangannya. 9. Selama penelitian tindakan siklus II berlangsung, peneliti bersama kolaborator aktif melakukan pengamatan.
9 10. Peneliti memberikan penegasan dan kesimpulan singkat hasil presentasi setiap guru. Hasil pengamatan peneliti bersama kolaborator pada siklus II menunjukkan sebagai berikut: 1. Tingkat keaktifan kerja guru menunjukkan: (a) Pada aspek aktif berdiskusi untuk kategori baik: 4 orang dan cukup: 2 orang.. Pada aspek bertanya semua guru pada kategori baik. 2. Kemampuan guru menyusun RPBK CTL rata-rata 74.33 (sangat tinggi). Untuk kategori sangat tinggi: guru B, D, E (3 orang), sedang guru lain pada kategori tinggi: Guru A, C, F (3 orang). 3. Kemampuan pemahaman guru terhadap RPBK CTL rata-rata 7,2 (baik), Untuk kategori baik: guru B, D, E (3 orang), sedang guru lain pada kategori cukup: Guru A, C, F (3 orang). Reflekting (Reflecting) Hasil analisis siklus II yang meliputi keaktifan kerja guru dan kemampuan menyusun dan pemahaman terhadap RPBK CTL memberikan gambaran bahwa pelaksanaan siklus II ada peningkatan. Kemampuan pemahaman dan menyusun RPBK CTL bagi guru BK mengalami peningkatan cukup baik jika memperhatikan siklus I. Beberapa kekurangan yang dapat ditemukan pada siklus I hasil pengamatan kolaborator sudah diperbaiki dan mengalami peningkatan dalam proses layanan pembelajaran. Indikator perbaikan tersebut adalah meningkatnya kemampuan pemahaman dan menyusun RPBK CTL bagi guru serta tingkat keaktifan dan kesenangan guru dalam mengikuti sajian materi oleh peneliti. Walaupun demikian masih ditemukan kekurangan pda siklus II namun tidak begitu pokok. Kekurangan tersebut dapat diperbaiki pada kegiatan penelitian selanjutnya. Simpulan Berdasarkan data hasil tindakan penelitian siklus I dan II serta analisis data, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) Rata-rata kemampuan awal guru dalam memahami RPBK CTL yakni sebesar 4,2 (cukup) dan setelah diberikan layanan pembelajaran pada siklus I melalui kegiatan diskusi, kemampuan pemahaman guru tentang hal tersebut menunjukkan rata-rata sebesar 6,7 (cukup). Memperhatikan ratarata kemampuan awal dan hasil pada siklus I secara kualitatif tidak mengalami peningkatan, tetapi secara kuantitatif mengalami peningkatan cukup baik. Sedangkan pada siklus II setelah diberikan tugas mandiri memperoleh hasil rata sebesar 7,2 (baik). Maka disimpulkan bahwa melalui kegiatan diskusi di sekolah dan tugas mandiri dapat meningkatkan kemampuan pemahaman guru tentang RPBK CTL. 2) Memperhatikan rata-rata kemampuan awal guru menyusun RPBK CTL yakni sebesar 26,67 (cukup) dan setelah diberikan layanan pembelajaran pada siklus I melalui metode diskusi, kemampuan guru menyusun RPBK CTL menunjukkan rata-rata sebesar 72,17 (tinggi). Memperhatikan rata-rata kemampuan awal dan hasil pada siklus I secara kuantitatif dan kualitatif mengalami peningkatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui metode diskusi dapat meningkatkan kemampuan guru menyusun RPBK CTL, 3) Jika memperhatikan rata-rata kemampuan guru menyusun RPBK CTL pada siklus I sebesar 72,17 (tinggi) sedangkan pada siklus II setelah diberikan tugas mandiri memperoleh hasil rata-rata sebesar 74.33 (sangat
10 tinggi) maka dapat disimpulkan bahwa melalui pemberian tugas mandiri guru mampu meningkatkan menyusun RPBK CTL. Saran Memperhatikan hasil temuan selama proses penelitian tindakan berlangsung dan memperhatikan pula simpulan penelitian, beberapa saran yang disampaikan untuk beberapa komponen berikut. 1) Kegiatan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) masih memerlukan perbaikan dan pengembangan baik pada perencanaan, pengembangan proses tindakan maupun instrumen masih perlu pengembangan, 2) Guru BK yang mengikuti layanan pembelajaran diharapkan dapat mengevaluasi langsung kekurangan dan kelebihannya melalui proses pembelajaran dengan memperhatikan refleksi yang telah diperoleh, 3) Mengingat skop pekerjaan pengawas maka diharapkan layanan pembelajaran dan pengembangan RPBK-CTL dapat dikembangkan pada penyusunan Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPBK) pada setiap mata pelajaran. Karena tidak menutup kemungkinan masih ada guru yang belum paham dan bisa menyusun RPBK bernuansa CTL secara baik dan benar. Daftar Rujukan Blanchard, 2001, Contextual Teaching and Learning Dimyati, Dkk, 1998, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta. Gordon Dryden & Jeannette Vos, 2003, Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution ), Bandung, Kaifa. Hudoyo Hasibuan, 1988, Strategi Belajar Mengajar Matetamtika, Jakarta, Dep. P dan K. P3K. Nurhadi, 2001, Pemotivasian Siswa Untuk Belajar, Buku Ajar Mahasiswa, Surabaya; Universitas Negeri Surabaya. Nursalim. M,dkk. 2005, Strategi Konseling. Surabaya, Unesa University Press. Prayitno, H, Erman Amti, 2004, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Roestiyah NK, (1982), Strategi Belajar Mengajar, Usaha Nasional. Surabaya. Suparto, 1980, Bimbingan dan Penyuluhan, Jilid III, FIPUNED. Soekartwai, Dkk, 1995, Meningkatkan Rancangan Instruksional (Instructional Design), Untuk memperbaiki Kualitas Belajar Mengajar, Malang, Unibraw. Permendiknas nomor 41 tahun 2007, tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Trianto, 2008, Mendesain Pembelajaran Kontekstual, Jakarta, Cerdas Pustaka Publisher. Zainal Akib, 2006. Penelitian Tindakan Kelas.Bandung : Yrama Widya.