POLA ASUH, PERSEPSI TENTANG IKLIM KELAS, DAN SIKAP ...

15 downloads 694 Views 1MB Size Report
Pola asuh orang tua, Iklim kelas, dan Sikap kreatif. Anak Sekolah Alam Kandank Jurank Doank. Skripsi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi ...
POLA ASUH, PERSEPSI TENTANG IKLIM KELAS, DAN SIKAP KREATIF ANAK SEKOLAH ALAM KANDANK JURANK DOANK Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh :

Irvan Prihartono 104070002392

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARI HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M 1

Pola asuh orang tua, Iklim kelas, dan Sikap kreatif Anak Sekolah Alam Kandank Jurank Doank Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S. Psi) Oleh

Irvan Prihartono NIM: 104070002392 Dibawah Bimbingan

Pembimbing I

Pembimbing II

DRA. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP: 19561223 198303 2 001

Solicha, M.Si NIP: 19720415 199903 2 001

Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1432 H/2011 M

2

3

Ku persembahkan skripsi ini untuk Ayah dan Ibu, serta kakak dan adik ku, teman-teman ku, dan orang yang kucintai

4

MOTTO “Hai, Jemaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan”... Q.S Ar-Rahmann : 33

Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat ...Winston Chuchill...

5

ABSTRAK

A) B) C) D)

Fakultas Psikologi Juni 2011 Irvan Prihartono Pola asuh orang tua, iklim kelas, dan sikap kreatif anak sekolah alam Kandank Jurank Doank E) XV + 74 Halaman + 12 Lampiran F) Dalam hal pendidikan, kreativitas merupakan elemen penting yang diperlukan untuk belajar. Pendidikan formal di Indonesia dirasa kurang melibatkan kreativitas dalam pembelajaran karena murid-murid jarang dirangsang untuk melihat suatu masalah dari berbagai macam sudut pandang atau untuk memberikan alternatif-alternatif penyelesaian suatu masalah. Sekarang ini ada beberapa sekolah non-formal didirikan untuk memberikan pendidikan di luar sekolah formal, yang berorientasi pada alam untuk mengembangkan potensi kreatif pada anak. Sekolah tersebut dikenal sebagai sekolah alam, sebagai contoh sekolah alam Kandank Jurank Doank. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua sangat dominan dalam membentuk kepribadian anak sejak dari kecil sampai anak menjadi dewasa. Pola asuh orang tua dibagi menjadi tiga yaitu; Otoriter, Demokratis, dan Permisif. Selain pengaruh dari pola asuh orang tua, guru di sekolah juga memberikan kontribusi dan pengaruh dalam perkembangan kemampuan dan pengetahuan murid sampai tingkat tertentu. Banyak aspek yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar, salah satunya adalah pengaruh dari iklim kelas yang masih sangat penting. Iklim kelas seperti ruangan kelas, lingkungan kelas, baik itu lingkungan fisik maupun non-fisik dapat mendukung siswa atau bahkan menghambat siswa dalam perkembangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 110 anak sekolah alam Kandank Jurank Doank. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda yang diperoleh dari hasil perhitungan skala sikap kreatif dengan dimensi keterbukaan terhadap pengalaman baru, kelenturan dalam sikap, kebebasan ungkapan diri, menghargai fantasi, minat pada kegiatan kreatif, kepercayaan pada kegiatan kreatif, dan penilaian bebas dari pengaruh orang lain. Untuk skala pola asuh dengan tipe pola asuh yaitu: otoriter, demokratis, dan permisif. Serta skala persepsi terhadap iklim kelas disusun berdasar dimensi affiliation, teacher support, task orientation, personal goal attainment, organization and clarity, student influence, dan involvement.

6

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pola asuh dan persepsi tentang iklim kelas terhadap sikap kreatif anak sekolah alam Kandank Jurank Doank. Berdasarkan proporsi varians seluruhnya sikap kreatif dipengaruhi independent variabel sebesar 28,9%. Apabila dilihat dari koefisien regresi masing-masing variabel, ditemukan tiga variabel yang berpengaruh signifikan terhadap sikap kreatif yaitu: affiliation, student influence, dan involvement Terdapat pula variabel yang positif, namun tidak signifikan, diantaranya: task orientation, dan pola asuh. Selanjutnya, jika dilihat berdasarkan proporsi varians masing-masing variabel, sama dengan hasil koefisien regresi bahwa, variabel affiliation, student influence, dan involvement yang berpengaruh signifikan terhadap sikap kreatif. Proporsi varians yang diberikan affiliation sebesar 16,3%, varians student influence sebesar 6,1%, dan varians involvement sebesar 2,4%. Berdasarkan penelitian di atas maka disarankan untuk penelitian selanjutnya jika ingin menggunakan judul yang sama, diharapkan dapat menggunakan faktor-faktor selain dari penelitian ini dan dapat menggunakan sampel yang lebih besar. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penulis memberikan saran bagi orang tua dan guru yang mengajar, diharapkan selain dapat meningkatkan kreativitas, juga meningkatkan sikap kreatif anak yaitu dengan membangun pola pengasuhan dan iklim kelas yang baik. Sesuai dengan indikator atau aspek yang ada dalam penelitian ini.

G) Bahan Bacaan: 21 buku + 3 jurnal + 5 website

7

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim Syukur alhamdullilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., karena berkat segala kekuasaan dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. serta pengikutnya sampai akhir zaman. Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak luput dari berbagai bantuan pihak eksternal atau luar, oleh karena itu izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.

Bapak Jahja Umar, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga seluruh staf pengajar dan administrasi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah. Bapak Dr.Achmad Syahid, M.A selaku Pembimbing Akademik.

2.

Ibu Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si dan Ibu Solicha, M.Si yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran serta ide dalam penyusunan skripsi ini. Penulis banyak mendapatkan masukan, ide, pengetahuan, serta wawasan yang telah diberikan selama penulis berjuang di kampus tercinta ini.

3.

Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, semoga Allah memberikan berlipat-lipat pahala atas amal yang telah diberikan.

4.

Kedua orang tua penulis Bapak H. Zainuddin dan Ibu Hj. Arlina Dustirawaty, Kakek Abdussomad dan Nenek (Almh) Rukmini yang senantiasa memberikan dukungan serta doa yang tulus dalam proses pembelajaran selama ini dan dalam penyelesaian skripsi. Saudara penulis Mas Iqbal Teh Irma, Aa Najmu dan Dede Letta, Mas Imam dan Teh Septi, Serta Irham Utomo, dan keluarga besarku yang senantiasa diharapkan agar dapat bermanfaat bagi orang banyak.

5.

Seluruh keluarga besar Komunitas Kreativitas Kandank Jurank Doank. Bang Dik Doank beserta keluarga, para volunteer, menejemen, team out bond, band alla qaddar, KJD Dodol, Perkusi Kalenk Rombenk, dan seluruh anak sekolah alam yang sudah penulis anggap sebagai keluarga dan membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

6.

Teman-teman seperjuangan Paul, Nian, Dani, Aulia, Mulyono, Erick, Jarwo, Kibo, Yoga, Andi, Ari, Dedi, Adang, Wita, Indah, Acil, Adiyo (nuhun pisan brong), Studio INSIDE, SERIAN (Kumin, Vtank, Denni), PsychoMusicalSociety (Semoga bisa menghidupkan Fakultas Psikologi dengan karya-karya) yang senantiasa menghiasi hari-hari penulis dan memberikan canda tawa dalam menyelesaikan skripsi.

8

7.

Teman-teman psikologi angkatan 2004 khususnya kelas D serta teman-teman angkatan di atas dan di bawah penulis, terima kasih banyak atas kebersamaannya dalam suka nan bersahabat dan begitu pula atas pembelajarannya selama ini. Semoga kalian menjadi manusia yang kaya harta dan kaya hati, aamiinn.

8.

Yulia Trisnawati, S.E yang tak pernah lelah memberikan motivasi, semangat dan kasih sayang pada penulis. Semoga Allah selalu memberikanmu kebahagian.

9.

Para staf pegawai bagian Akademik, Umum, Keuangan, dan Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu dalam proses birokrasi dan kemudahan bagi penulis dalam pembelajaran di kampus tercinta ini.

10. Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu persatu, karena dukungan moral, doa, dan pengertian mereka, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya asa dan doa yang penulis panjatkan semoga pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini mendapatkan ridho dan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, amin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih cukup jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan untuk dapat menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, sangat besar hasrat dan harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat yang sangat besar, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk mengeksplorasinya lebih lanjut.

Jakarta, Juni 2011

Penulis

9

DAFTAR ISI

Judul Skripsi …………………………………………………………………..

i

Lembar Pengesahan Panitia Ujian …………………………………………..

ii

Lembar Pengesahan Pembimbing …………………………………………... iii Lembar Pernyataan Keaslian Skripsi ………………………………………. iv Motto Kehidupan ……………………………………………………………..

v

Abstrak ………………………………………………………………………... vi Kata Pengantar ………………………………………………………………. viii Daftar Isi ………………………………………………………………………. xi Daftar Tabel ………………………………………………………………….. xv BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1 1.1. Latar Belakang Penelitian ……………………………………….... 1 1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………… 11 1.3.1. Pembatasan masalah ………………………………………... 11 1.3.2. Perumusan masalah ………………………………………… 12 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………….. 12 1.4.1. Tujuan penelitian …………………………………………… 12 1.4.2. Manfaat penelitian ………………………………………….. 13 1.4.2.1. Manfaat teoritis …………………………………….. 13 1.4.2.2. Manfaat praktis …………………………………….. 13 1.4. Sistematika Penulisan ……………………………………………... 13

BAB II KAJIAN TEORI ......………………………………………………... 15 2.1. Sikap kreatif ..................................................……………………… 15 2.1.1. Pengertian kreativitas.................................................………. 16

10

2.1.2. Pengertian sikap kreatif........................................................... 17 2.1.3. Dimensi sikap kreatif ......….........................………………... 18 2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas ……............... 20 2.2. Pola asuh orang tua ……………………………………................. 22 2.2.1. Pengertian pola asuh ……………......................................... 22 2.2.2. Aspek-aspek pola asuh ..............…………………................ 23 2.2.3. Tipe-tipe pola asuh ………………………………................. 24 2.2.4. Faktor-faktor pola asuh ..................................….................… 26 2.3. Persepsi tentang iklim kelas…..…………………………………... 27 2.3.1. Definisi persepsi ……………………………………............. 27 2.3.2. Pengertian iklim kelas …………………………………......... 28 2.3.3. Persepsi siswa mengenai iklim kelas ..……...………………. 30 2.3.4. Dimensi-dimensi iklim kelas ….................…………………. 31 2.4. Sekolah alam Kandank Jurank Doank ………………………...... 32 2.5. Kerangka berpikir ………………………………………………… 33 2.6. Hipotesis penelitian .......................................................................... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………………….. 38 3.1. Jenis penelitian .................. …………………………………........... 38 3.2. Variabel penelitian ………………………………………………... 38 3.3. Definisi konseptual dan definisi operasional variabel …………. 39 3.3.1. Definisi konseptual variabel ………………………………... 39 3.3.2. Definisi operasional variabel ……………………………….. 40 3. 4. Subyek penelitian ........... ………………………………………..... 41 3.4.1. Populasi dan sampel ………………………………………... 41 3.4.2. Teknik pengambilan sampel ................................................... 41 3.5. Teknik pengumpulan data dan alat ukur penelitian ……………. 42 3.5.1. Teknik pengumpulan data ……………………….......……... 42 3.5.2. Alat ukur penelitian ……………………………..................... 42 3.6. Uji instrumen .......………………………………………………...... 48 3.6.1. Uji validitas skala ................................................................... 48

11

3.6.2. Uji reabilitas skala .................................................................. 48 3.7. Prosedur penelitian ..………………………………………………. 49 3.8. Teknik analisis data .......................................................................... 49

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN ………………………………... 51 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian …………………………….. 51 4.1.1. Responden berdasarkan jenis kelamin ……… ……………….. 51 4.1.2. Responden berdasarkan pekerjaan ayah dan ibu…………........ 52 4.1.3. Responden berdasarkan tingkat pendidikan ayah. …………..... 53 4.2. Kategorisasi ........................................................................................ 54 4.2.1. Kategori jenis kelamin .............................................................. 54 4.3. Hasil Uji beda .................................................................................... 55 4.3.1. Uji beda jenis kelamin ............................................................... 56 4.3. Hasil Uji Hipotesis ……………….....…………………………….... 56 4.3.1. Hasil uji hipotesis mayor ..............................................…….... 56 4.3.2. Hasil uji hipotesis minor ...................................…………….... 58

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ………………………... 64 5.1. Kesimpulan ……………………………………………………….... 64 5.2. Diskusi …………………………………………………………….... 65 5.3. Saran ……………………………………………………………….. 68 5.3.1. Saran teoritis …………………………………………………. 68 5.3.2. Saran praktis …………………………………………………. 69

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 70 LAMPIRAN

12

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian ………………………………………. 32 Tabel 3.1 Blueprint Skala Pola asuh .......................................................……... 39 Tabel 3.2 Blueprint Skala Iklim Kelas ....................................................…….. 40 Tabel 3.3 Blueprint Skala Sikap Kreatif .......................................................….41 Tabel 3.4 Bobot Nilai Tiap Jawaban Semua Skala …………………………… 43 Tabel 4.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ……………………………. 47 Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Pekerjan Ayah ...................................…..... 48 Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu .....……………………….... 49 Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Pendidikan Ayah .........................................50 Tabel 4.5 Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu ............................................ 51 Tabel 4.6 Analisis Deskriptif ………………………………………………......52 Tabel 4.7 Kategori Skor Berdasarkan Pola Asuh ...............................................52 Tabel 4.8 Analisis Deskriptif ............................................................................. 53 Tabel 4.9 Kategori Skor Berdasarkan Iklim Kelas ............................................ 53 Tabel 4.10 Analisis Deskriptif ............................................................................. 54 Tabel 4.11 Kategori Skor Berdasarkan Sikap Kreatif ......................................... 54 Tabel 4.12 Analisis Uji Beda Jenis Kelamin ....................................................... 55 Tabel 4.13 Independent Sample Test ................................................................... 55 Tabel 4.14 Analisis Regresi ................................................................................. 56 Tabel 4.15 Model Summary ................................................................................. 57 Tabel 4.16 Coefficients ........................................................................................ 58 Tabel 4.16 Proporsi Varian .................................................................................. 61

13

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dengan membawa berbagai potensi, termasuk potensi kreatif. Salah satu ciri yang membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan yang lain adalah adanya akal yang membuat manusia bisa berpikir, berusaha, dan berkreasi. Hal ini merupakan sifat hakiki sebagai manusia dan merupakan bagian dari setiap individu. Kreatifitas merupakan potensi yang dibawa sejak lahir. Manusia dapat menciptakan banyak hal dari sumber daya yang terbatas dengan melakukan proses kreatif. (Munandar, 2004). Kreativitas adalah salah satu kemampuan intelektual manusia yang sangat penting. Maka kreativitas sering juga disebut berpikir kreatif untuk menghasilkan atau menciptakan hal-hal, gagasan-gagasan baru dan berguna atau new ideas and useful. (Suharnan, 1998). Utami Munandar (1992), mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orsinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan. Lebih lanjut Utami Munandar menekankan bahwa kreativitas sebagai keseluruhan kepribadian yang merupakan hasil interaksi dengan lingkungan. Ditinjau dari aspek kehidupan manapun, kebutuhan akan kreatif sangatlah dirasakan, tugas pendidik adalah mengembangkan sikap dan kemampuan peserta didik

14

yang dapat membantu untuk menghadapi persoalan-persoalan di masa mendatang dengan inovatif dan kreatif, (episentrum.com, 2010) Kebutuhan akan kreativitas dalam penyelenggaraan pendidikan dewasa ini dirasakan merupakan kebutuhan setiap peserta didik. Dalam masa pembangunan dan era yang semakin mengglobal dan penuh persaingan ini setiap individu dituntut untuk mempersiapkan mentalnya agar mampu menghadapi tantangan-tantangan masa depan, (Tohar, 2006). Menurut Bunyan (2010), kreativitas merupakan kunci keberhasilan bagi seseorang. Seseorang yang kreatif akan lebih berhasil dalam mewujudkan impiannya dibandingkan seseorang yang mengandalkan intelijen atau pengetahuan saja. Sikap kreatif sangat dibutuhkan bagi setiap individu dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi yang terjadi. Ditambahkan oleh Sebastian (2010), bahwa bukan hanya sekedar kreativitas untuk beda dari yang lain, tetapi juga mampu menjadi problem solver. Dengan bersikap kreatif, kita bisa menemukan batu loncatan yang baik sebagai pembuka jalan dari apa yang di cita-citakan. Be creative, be different but with a good reason. (Sebastian, 2010). Dalam GBHN 1993 dinyatakan bahwa pengembangan kreativitas (daya cipta) hendaknya dimulai pada usia dini, yaitu di lingkungan keluarga sebagai tempat pendidikan pertama dalam mendidik anak pra-sekolah. Secara eksplisit dinyatakan, pada setiap tahap perkembangan anak dan pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan pra-sekolah sampai diperguruan tinggi, bahwa kreativitas perlu dipupuk, dikembangkan dan ditingkatkan, disamping mengembangkan kecerdasan dan ciri-ciri lain yang menunjang pembangunan. (Munandar, 1995).

15

Dalam hal pendidikan, kreativitas merupakan elemen penting yang diperlukan untuk belajar. Starko (1995) menunjukkan bahwa belajar adalah sebuah proses kreatif yang melibatkan siswa membuat informasi yang relevan dengan menghubungkan pengetahuan awal dan pengetahuan baru dalam format yang bermakna secara individual. (dalam Cole, 2009) Munandar (2004), mengemukakan bahwa kreativitas hendaknya meresap dalam seluruh kurikulum dan iklim kelas melalui faktor-faktor seperti sikap menerima keunikan individu, pertanyaan yang berakhir terbuka, penjajakan dan kemungkinan membuat pilihan. Pendidikan formal di Indonesia terutama menekankan pada pemikiran konvergen. Murid-murid jarang dirangsang untuk melihat suatu masalah dari berbagai macam sudut pandang atau untuk memberikan alternatif-alternatif penyelesaian suatu masalah. Dalam studi faktor analisis seputar ciri-ciri kreativitas yang dilakukan Guildford (dalam Munandar, 1995), dibedakan antara aptitude dan non-aptitude traits yang berhubungan dengan kreativitas. Ciri-ciri aptitude traits merupakan berpikir divergen dan konvergen. Berpikir divergen yaitu kemampuan individu untuk mencari berbagai alternatif jawaban terhadap suatu persoalan, dan berpikir konvergen merupakan suatu cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan berpandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Kaitannya dengan kreativitas, Guildford menekankan bahwa orangorang kreatif lebih banyak memiliki cara berpikir divergen dari pada konvergen. Sedangkan ciri-ciri dari non-aptitude traits (sikap kreatif) meliputi kepercayaan diri, keuletan, apresiasi estetik, kemandirian. Munandar (1992) juga menambahkan bahwa

16

ciri-ciri yang berkaitan dengan perkembangan afektif (sikap) seseorang juga penting, agar bakat kreatif seseorang dapat terwujud. Lebih lanjut lagi Munandar (2004) menjelaskan, bahwa kreativitas merupakan hasil dari interaksi antara individu dengan lingkungannya. Baik dengan orang tua (keluarga), guru, teman, dan masyarakat pada umumnya. Selain itu, interaksi dengan orang tua dan anggota keluarga yang lain memiliki efek terhadap apa yang dipelajari anak dari interaksi dengan orang lain. (Baron, 2003). Kreativitas, selain merupakan potensi yang ada di dalam diri setiap individu, juga ditunjang oleh pengalaman selama berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan merupakan faktor yang juga memainkan peran peting dalam perkembangan kreativitas, (Santrock, 2007). Hal ini juga diperkuat dengan adanya pernyataan Torrance (dalam Asrori, 2004) bahwa, pentingnya dukungan dan dorongan dari lingkungan agar individu dapat berkembang kreativitasnya. Menurutnya, salah satu lingkungan yang pertama dan utama yang dapat mendukung atau menghambat berkembangnya kreativitas adalah lingkungan keluarga, karena sebagian besar waktu kehidupan anak berlangsung dalam keluarga. Keluarga merupakan pengaruh yang sangat kuat secara langsung terhadap perkembangan seorang anak. Sesuai dengan fungsinya keluarga mempersiapkan anakanaknya

bekal

selengkap-lengkapnya

dengan

memperkenalkan

nilai-nilai

dan

membangun sikap positif. Orang tua membentuk dasar-dasar kepribadian anak, karena orang tua merupakan titik sentral dari suatu keluarga yang secara intensif membentuk sikap dan kepribadian anak-anaknya. (Ahmadi, 2003). Mulyadi (2007) juga menjelaskan bahwa, perkembangan

17

kepribadian dipengaruhi faktor keturunan (herediter, genetik) dan lingkungan sosial (pengasuhan orang tua, pendidikan sekolah, kesehatan, persahabatan, dan sebagainya). Hal ini juga ditambahkan oleh Ancok (1995), yang menyatakan bahwa peranan keluarga dalam pembinaan generasi muda cukup dominan. Pembentukan perilaku positif yang harus dimiliki seorang warga negara yang baik bermula dari keluarga. (Ancok, 1995). Dalam lingkungan keluarga, ibu dan bapak berperan sebagai pendidik. Walaupun tidak ada kurikulum khusus dan tertulis yang mereka buat atau ikuti, dengan berpegang pada cita-cita dan keyakinan yang dianutnya sebagai rencana pendidikan dan kasih sayang sebagai dasar perbuatan pendidik. (Sukmadinata, 2003). Orang tua harus memberikan pengaruh positif dalam pembentukan tanggung jawab dan secara langsung memberikan motivasi kepada anak. Orang tua juga bertanggung jawab dalam “memilihkan dan menawarkan” lingkungan yang dapat membantu dan mendukung proses perkembangan anak dengan mengkondisikan lingkungan keluarga tersebut. Selain itu juga keteladanan orang tua adalah faktor yang sangat penting dalam pola pembentukan orientasi dan kepribadian anak-anak, (Rachman, 2004). Sejalan dengan sabda Rasulullah SAW: “ Setiap bayi yang lahir memiliki fitrah tauhid, orang tuanyalah yang dapat menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi”, (HR. Bukhari dan Muslim). Di dalam suatu keluarga anak merupakan aset yang berharga bagi setiap orang tua. Hampir semua tujuan utama setiap orang tua dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya untuk mempersiapkan anak tersebut menjadi manusia yang berakhlak dan budi pekerti tinggi. Untuk mencapai tujuan akhir seperti yang diharapkan, orang tua

18

bertanggung jawab dan memegang peranan penting terhadap proses pembelajaran dan tumbuh kembang anak. Dalam perkembangannya, seorang anak membutuhkan kepercayaan dan kesempatan dari orang tuanya. Dengan begitu anak dapat mewujudkan rasa ingin membuktikan kemampuan dan eksistensinya sebagai anggota keluarga. Jika seorang anak diberikan kesempatan, maka kemandirian, kepercayaan diri, serta rasa tanggung jawabnya akan terus berkembang. (Chugani, 2009). Dalam hal ini, tergantung pada pola asuh yang diterapkan oleh orang tua didalam suatu keluarga terhadap anakanak mereka. Bentuk-bentuk pola asuh sangat erat hubungannya dengan kepribadian anak setelah ia menjadi dewasa. Dengan kata lain, pola asuh yang diterapkan oleh orang tua sangat dominan dalam membentuk kepribadian anak sejak dari kecil sampai anak menjadi dewasa. (Koentjaraningrat, 1997). Dalam kehidupan keluarga cukup banyak orang tua cenderung melarang anak untuk ikut mengerjakan pekerjaan rumah, sebab orang tua ingin pekerjaannya cepat selesai, atau tidak ingin anaknya terluka, atau mungkin orang tua tidak pernah melakukannya karena sudah ada pembantu. Begitu juga ketika anak mengikuti kegiatan di luar rumah. Ketika anak bermain di alam terbuka orang tua cenderung melarang anaknya, orang tua seringkali tidak memberi kesempatan kepada anak untuk bermain di alam terbuka karena adanya kekhawatiran orang tua akan hal-hal yang tidak mereka inginkan. Mungkin sebagian anak ada yang mendapat perlakuan dari orang tuanya yang memberikan kebebasan melakukan kegiatan di alam yang diinginkan oleh anak tersebut (permissive), disamping itu ada juga orang tua yang tidak memberikan kesempatan anaknya untuk mengikuti kegiatan di alam (otoriter), karena adanya kekhawatiran kepada anaknya seperti; takut kotor, digigit nyamuk, panas, dan berbagai ketakutan lainnya.

19

Padahal alam juga merupakan tempat belajar yang sangat efektif dan menyenangkan bagi anak, karena dapat meningkatkan kepedulian anak terhadap lingkungannya. (Chugani, 2009). Sebagai orang tua seharusnya mendukung kegiatan positif yang dilakukan oleh anak, dimana anak tersebut bisa mengeksplorasi diri dan keinginannya sehingga anak dapat terus berkembang. (Hildebrand, 2000). Diana Baumrind (dalam Yusuf, 2004) mengemukakan hasil penelitiannya melalui observasi dan wawancara terhadap siswa dan anak-anak tentang dampak “parenting styles” terhadap perilaku remaja, yaitu (1) remaja yang orang tuanya bersikap otoriter, cenderung bersikap bermusuhan dan memberontak; (2) remaja yang orang tuanya bersikap permisif, cenderung berperilaku bebas (tidak terkontrol); dan (3) remaja yang orang tuanya autoritatif, cenderung terhindar dari kegelisahan, kekacauan, atau perilaku nakal. Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa, selain pengaruh dari pola asuh orang tua, guru di sekolah juga memberikan kontribusi dan pengaruh dalam perkembangan kemampuan dan pengetahuan murid sampai tingkat tertentu. Pendidikan di sekolah hendaknya dapat memberikan kesempatan pendidikan yang sama kepada semua anak untuk mengembangkan potensi bakatnya dengan sepenuhnya. Di lingkungan sekolah, gurulah yang menentukan tujuan dan sasaran belajar, serta membantu dalam pembentukkan nilai-nilai pada peserta didik, memilih pengalaman belajar, menentukan metode atau strategi mengajar, dan yang paling penting menjadi model perilaku bagi siswa. (Munandar, 2004). Menurut Hurlock (dalam Yusuf, 2004) pengaruh sekolah terhadap perkembangan kepribadian anak sangat besar, karena sekolah merupakan substitusi dari keluarga dan

20

guru-guru substitusi dari orang tua. Perilaku siswa sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana siswa berada dan belajar. Siswa dapat mengemukakan pendapat pada orang lain dengan baik, karena gurunya memotivasi untuk melakukan hal tersebut. Demikian juga sebaliknya, siswa tidak bisa atau tidak pernah mengemukakan pendapatnya dengan baik karena gurunya tidak pernah memberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat siswa. Penelitian yang dilakukan Walberg dan Greenberg (dalam Tarmidi, 2005) menunjukan bahwa lingkungan sosial atau suasana kelas adalah penentu psikologis utama yang mempengaruhi belajar akademis. Segala sesuatu dalam lingkungan kelas menyampaikan pesan yang akan memacu atau menghambat belajar. Proses belajar mengajar sangat erat kaitannya dengan lingkungan atau suasana dimana proses tersebut berlangsung. Banyak aspek yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar, salah satunya adalah pengaruh dari iklim kelas yang masih sangat penting. Iklim kelas seperti ruangan kelas, lingkungan kelas, baik itu lingkungan fisik maupun non-fisik dapat mendukung siswa atau bahkan menghambat siswa dalam perkembangan. Dart (1998) menyatakan bahwa, guru disarankan dapat melakukan pendekatan yang mendalam pada kegiatan pembelajaran dan menciptakan iklim kelas yang nyaman dan mendukung dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk eksplorasi dan eksperimentasi. Dalam menjalin hubungan dan berinteraksi dengan siswa, guru dapat mempengaruhi pembentukan iklim kelas. Jacobson (2000) juga menyatakan bahwa hubungan guru dan siswa yang positif dan lingkungan belajar yang saling mendukung, dapat menambah motivasi dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Goodenow (1993) juga menambahkan dari hasil sebuah studinya bahwa, dukungan guru sangat kuat

21

korelasinya dengan nilai dan harapan untuk mencapai keberhasilan siswa. (dalam Davis, 2004) Iklim kelas merupakan penentu utama perilaku kelas dan kegiatan belajar mengajar, tugas guru adalah memahami bagaimana membangun dan memelihara iklim kelas yang positif. Iklim kelas juga bisa bersifat negatif, sehingga menciptakan suasana yang tidak diinginkan, seperti bullying meningkat, agresi sosial, dan ketidakmampuan emosional dalam menyesuaikan diri, (Evans, dalam Tarmidi 2006). Dengan memelihara iklim kelas yang mendukukung, guru dapat mambangun kepercayaan terhadap siswasiswanya melalui cara; mengetahui latar belakang siswa, memberi penilaian dan menghargai pendapat siswa dengan memberikan umpan balik yang tidak menghakimi, dan meminta siswa untuk memberikan pendapat tentang pertanyaan yang diberikan oleh guru. Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tarmidi (2006) tentang hubungan iklim kelas dan prestasi belajar, memiliki kesimpulan diantaranya adalah; bahwa, iklim kelas diyakini berkorelasi positif dengan perubahan tingkah laku dan prestasi hasil pembelajaran siswa. Dengan kata lain iklim kelas merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efektifitas dan kualitas pembelajaran di kelas. Namun demikian, pada umumnya guru dan kepala sekolah belum mengetahui makna dan hakikat serta dampak iklim kelas terhadap proses belajar mengajar. Ditambahkan oleh Csikszentmihalyi (dalam Setyawan, 2006) yang dikenal karena model kreativitasnya, apa yang disebut sebagai kreatif tidak bisa dilihat sebagai hasil dari tindakan individu secara mandiri. Penelitian tentang pembelajaran di ruang kelas, memperlihatkan pengembangan serupa. Berhubungan dengan hal tersebut, Sternberg dan

22

Lubart (1991) menekankan bahwa keinginan untuk membuat para siswa kreatif, beranjak dari pemberian model kreativitas bagi mereka. Sekarang ini ada beberapa sekolah non-formal didirikan untuk memberikan pendidikan di luar sekolah formal, yang berorientasi pada alam dan membantu para orang tua untuk mengembangkan potensi dan kemampuan anak. Kegiatan yang ada diseolah alam hampir semuanya dilakukan dialam terbuka. Sekolah tersebut dikenal sebagai sekolah alam. Sebagai contoh sekolah alam Kandank Jurank Doank. Sekolah alam Kandank Jurank Doank merupakan suatu komunitas yang menekankan pendidikan seni terhadap peserta didiknya. Komunitas ini merupakan sekolah alam gratis untuk semua anak. Tidak seperti disekolah formal pada umumnya, Sekolah alam ini mengajarkan kepada peserta didiknya untuk selalu menemukan suatu hal yang baru. Sebagai contoh, peserta didik di bidang musik ditugaskan membuat komposisi musik dari ember bekas atau dari perkakas dapur. Latar belakang sosial ekonomi siswanya juga beragam, baik dari kalangan sosial ekonomi tinggi, sedang, maupun rendah. Tentunya ini memberikan pengalaman yang berbeda bagi anak-anak, (www.kandankjurank.com). Berdasarkan uraian teori di atas, bahwa kreativitas merupakan potensi yang dimiliki setiap individu dan didukung oleh lingkungannya, terutama keluarga (orang tua) dan tempat menuntut ilmu (iklim kelas) dalam perkembangannya. Setiap orang tua memiliki cara atau pola sendiri dalam mengasuh anak-anak mereka, begitu juga dengan guru di sekolah dalam mendidik murid-muridnya, mereka mempunyai strategi tersendiri dalam menciptakan iklim kelas yang menudukung perkembangan dan kemampuan siswasiswanya. Orang tua dan guru memiliki tujuan yang sama yaitu, agar anak-anak dapat

23

mengembangkan potensi dan kemampuan yang ada dalam diri anak atau murid, agar menjadi individu yang mandiri, percaya diri, dan bertanggung jawab kelak. Menarik untuk diteliti apakah tipe-tipe pola asuh orang tua dan iklim kelas memiliki kontribusi terhadap sikap kreatif anak. Maka peneliti merumuskan judul penelitian sebagai berikut; “Pola asuh orang tua, persepsi tentang iklim kelas dan sikap kreatif anak sekolah alam Kandank Jurank Doank”

1.2

Pembatasan dan perumusan masalah penelitian

1.2.1

Pembatasan masalah penelitian

Agar penelitian ini lebih terarah lebih terarah, perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah penelitian ini dibatasi sebagai berikut: 1. Sikap kreatif yang diukur dalam penelitian ini meliputi dimensi-dimensi sikap kreatif yaitu; keterbukaan terhadap pengalaman baru, kelenturan dalam sikap, kebebasan dalam ungkapan diri, menghargai fantasi, minat terhadap kegiatan kreatif, kepercayaan terhadap kegiatan kreatif, penilaian bebas dari pengaruh orang lain. 2. Pola asuh yang diukur dalam penelitian ini meliputi tipe-tipe pengasuhan orang tua, meliputi; pola asuh otoriter yaitu suatu gaya yang membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha orang tua, pola asuh demokratis, ialah mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengedalian atas tindakan-tindakan mereka, dan pola asuh permisif adalah suatu gaya dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak.

24

3. Iklim kelas dalam penelitian ini meliputi dimensi-dimensi sebagai berikut: Affiliation, teacher support, task orientation, personal goal attainment, organitation dan clarity, student influence, involvement. 4. Anak-anak Sekolah Alam Kandank Jurank Doank yaitu, peserta didik yang mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut.

1.2.2

Perumusan masalah penelitian Untuk memberikan arah yang jelas dalam penelitian ini, penulis membuat

perumusan masalah, sebagai berikut: Bagaimana kontribusi pola asuh orang tua, dan iklim kelas terhadap sikap kreatif anak sekolah alam Kandank Jurank Doank?

1.3

Tujuan dan manfaat penelitian

1.3.1

Tujuan penelitian



Untuk menguji signifikansi kontribusi pola asuh orang tua dan iklim kelas terhadap sikap kreatif anak sekolah alam Kandank Jurank Doank.

1.3.2

Manfaat teoritis

1. Memberikan sumbangan dalam pengembangan psikologi pendidikan, khususnya berkaitan dengan pola asuh orang tua, iklim kelas, dan sikap kreatif. 2. Dapat dijadikan langkah awal atau motivator bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

25

1.3.3

Manfaat praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pola asuh orang tua, iklim kelas dan sikap kreatif pada anak. 2. Dapat dijadikan masukkan bagi orang tua dalam menerapkan pola asuh terhadap anak-anak untuk menunjang perkembangan anak. 3. Dapat menjadi masukkan bagi guru dalam pengembangan pembelajaran kreatif.

1.4

Sistematika penulisan

Bab 1 Pendahuluan Meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab 2 Kajian teori Membahas mengenai teori pola asuh orang tua, iklim kelas, sikap kreatif anak sekolah alam Kandank Jurank Doank. Bab 3 Metodologi penelitian Meliputi pendekatan penelitian, metode penelitian, variabel penelitian, populasi, dan penelitian selanjutnya tentang teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data. Bab 4 Hasil penelitian Meliputi gambaran umum subjek dan analisis data penelitian. Bab 5 Penutup Berisi kesimpulan, diskusi dan saran

26

BAB II KAJIAN TEORI

2.1

Sikap Kreatif

2.1.1

Pengertian kreativitas

Kreativitas adalah salah satu kemampuan manusia yang sangat penting, dan kebanyakan psikologi kognitif di masukkan ke dalam kemampuan memecahkan masalah. Kreativitas berasal dari kata “creare” yang berarti mencipta, menghasilkan, dan melahirkan. Kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta, kemampuan mencapai pemecahan/ jalan keluar yang sama sekali baru, asli, dan imajinatif terhadap masalah yang bersifat pemahaman, filosofis, estetis, ataupun yang lainnya, (Sudarsono, 1993). Sedangkan menurut Santrock (2007), kreativitas adalah kemampuan untuk berpikir dalam cara-cara yang baru dan tidak biasa serta menghasilkan pemecahan masalah yang unik. Sementara menurut Shaleh dan Wahab (2004), kreativitas adalah suatu kemampuan untuk memecahkan persoalan yang memungkinkan orang tersebut memecahkan ide yang asli atau menghasilkan suatu yang adaptis yang secara penuh dapat berkembang. Menurut Gardner (Goleman, 2005) yang dimaksud individu kreatif adalah seseorang yang senantiasa bisa menyelesaikan masalah, atau bisa mengajukan sesuatu yang baru yang menjadi produk yang bernilai dalam bidang tertentu. Sementara Drevdahl (Hurlock, 1978:325), mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang berwujud aktivitas imajinatif atau sintesis yang melibatkan pembentukan pola-pola baru dan

27

kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang. Hasil tersebut berguna, bertujuan, terarah, dan tidak hanya sekedar fantasi. Sumber awal dari perkembangan kreativitas itu disebabkan oleh faktor-faktor yang ada dalam lingkungan keluarga. Agama juga mendorong manusia berpikir dan bertindak kreatif. Allah azza wajalla selalu mendorong manusia untuk berpikir. Didalam Al-qur’an surat Al-Baqarah, ayat 219 Allah berfirman “ Demikianlah, Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya agar kamu berpikir”, ( Nashori, 2002 ). Torrance (1981) seorang ahli yang sangat menekankan pentingnya dukungan faktor lingkungan bagi berkembangnya kreativitas, menyatakan bahwa kreativitas itu sebagai proses kemampuan memahami kesenjangan-kesenjangan atau hambatanhambatan

dalam

hidup

individu,

merumuskan

hipotesis-hipotesis

baru,

dan

mengomunikasikan hasil-hasilnya, serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan. Selain itu Torrance (1981) juga menyatakan bahwa kreativitas itu bukan sematamata merupakan bakat kreatif atau kemampuan kreatif yang dibawa sejak lahir, melainkan merupakan hasil dari hubungan interaktif dan dialektis antara potensi kreatif individu dengan proses belajar dan pengalaman dari lingkungannya, baik dengan orang tua (keluarga), guru, teman, dan masyarakat pada umumnya. Terkait dengan peran guru dalam pembentukan kreativitas siswa, Robert J Sternberg mengatakan “The most powerful way to develop creativity in your students is to be a role model. Children develop creativity not when you tell them to, but when you show them.” Dalam melaksanakan pembelajaran, guru harus dapat menunjukkan

28

keteladanannya sebagai sosok yang kreatif. (dalam Sudrajat, 2008). Selain itu juga keterampilan kreatif anak dapat dirangsang dalam keluarga, yaitu; orang tua menciptakan iklim yang merangsang kreativitas di dalam rumah, serta menyediakan sarana dan prasarana. Dalam kreativitas ada ciri-ciri tertentu yang harus dikembangkan secara bersamasama. Ciri-ciri tersebut dibagi menjadi dua, yaitu ciri-ciri aptitude (berpikir kreatif) dan ciri-ciri

non-aptitude

(sikap

kreatif).

Ciri-ciri

berpikir

kreatif

meliputi

kelancaran,keaslian, serta kemampuan memperinci gagasan (elaborasi), sedangkan ciriciri afektif (sikap kreatif) akan dijelaskan secara khusus pada pembahasan berikut.

2.1.2

Pengertian sikap kreatif Munandar (1992) menjelaskan bahwa ciri-ciri berpikir tersebut belum menjamin

perwujudan kreativitas seseorang. Munandar (1992) menjelaskan bahwa, sikap kreatif yang disebut juga sebagai ciri-ciri afektif dari kreativitas, merupakan ciri-ciri kreativitas yang menyangkut sikap dan perasaan seseorang.Ciri-ciri lain yang berkaitan dengan perkembangan afektif seseorang sama pentingnya agar bakat kreatif seseorang dapat terwujud. Motivasi atau dorongan dari dalam untuk berbuat sesuatu, pengabdian atau pengikatan diri terhadap suatu tugas termasuk ciri-ciri afektif kreativitas (sikap kreatif).

Williams 1977 (dalam Munandar, 1992) membagi ciri-ciri afektif kreativitas (sikap kreatif) ke dalam lima aspek, yaitu: 1. Rasa ingin tahu

29

Yaitu selalu terdorong untuk mengetahui lebih banyak; mengajukan banyak pertanyaan, selalu memperhatikan orang, obyek, dan situasi, peka dalam pengamatan dan ingin mengetahui / meneliti. 2. Bersifat imajinatif Yaitu mampu memperagakan atau membayangkan hal-hal yang tidak atau belum pernah terjadi, menggunakan khayalan, akan tetapi mengetahui perbedaan antara khayalan dan kenyataan. 3. Merasa tertantang oleh kemajemukan Yaitu terdorong untuk mengatasi masalah yang sulit, merasa tertantang oleh situasi-situasi yang rumit, lebih tertarik pada tugas-tugas yang sulit. 4. Sifat berani mengambil resiko Yaitu berani memberikan jawaban meskipun belum tentu benar, tidak takut gagal atau mendapat kritik, tidak menjadi ragu-ragu karena ketidakjelasan, hal-hal yang tidak konvensional, atau yang kurang berstruktur. 5. Sifat menghargai Yaitu dapat menghargai bimbingan dan pengarahan dalam hidup, menghargai kemampuan dan bakat-bakat sendiri yang sedang berkembang.

2.1.3

Dimensi sikap kreatif Terdapat tujuh dimensi sikap kreatif yang dikemukakan oleh Munandar (1977).

Ketujuh dimensi tersebut ialah sebagai berikut: 1. Keterbukaan terhadap pengalaman baru

30

Keterbukaan anak terhadap pengalaman baru ditandai dengan keinginannya untuk mengetahui hal-hal yang terjadi disekelilingnya. Selain itu, ditandai juga dengan keinginan anak untuk mencoba berbagai hal baru, seperti mengenal permainan baru ataupun mendatangi tempat-tempat yang belum dikunjungi. 2. Kelenturan dalam sikap Kecenderungan anak untuk memiliki berbagai kemungkinan penyelesaian atas suatu masalah menunjukkan bahwa ia lentur dalam bersikap. Ia tidak bersikap kaku, tidak memandang sesuatu hanya dari satu sudut pandang saja, melainkan dapat melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang yang memungkinkan. 3. Kebebasan dalam ungkapan diri Dimensi sikap kreatif ini ditandai dengan adanya perasaan bebas pada anak untuk mengemukakan pendapatnya sendiri serta mengungkapkan keadaan dan perasaan dirinya, tanpa merasa takut atau khawatir. 4. Menghargai fantasi Anak yang menghargai fantasi berarti anak yang menganggap bahwa kegiatan berkhayal merupakan kegiatan yang baik, bukan sesuatu yang tidak ada gunanya atau membuang waktu saja. Dimensi menghargai fantasi ini juga ditandai dengan kesukaan anak membaca cerita-cerita khayalan yang penuh imajinasi. 5. Minat terhadap kegiatan kreatif Anak yang memiliki sikap kreatif menunjukkan minatnya pada kegiatan-kegiatan kreatif, seperti menulis sajak, menggambar bebas, atau bereksperimen dengan mainan yang dimilikinya. 6. Kepercayaan terhadap kegiatan kreatif

31

Kepercayaan anak terhadap gagasan-gagasannya sendiri ditunjukkan dengan keberanian anak untuk mempertahankan gagasannya, walaupun mungkin keadaan sekitarnya (misalnya teman) tidak menyetujui gagasan tersebut. 7. Penilaian bebas dari pengaruh orang lain Anak yang memiliki penilaian bebas dari pengaruh orang lain berarti anak yang menyadari bahwa orang lain tidak selamanya dapat mempengaruhi dirinya. Anak menyadari bahwa guru bukanlah satu-satunya yang perlu diikuti. Ia terbebas dari pengaruh orang lain dalam memberi penilaian terhadap berbagai hal disekelilingnya.

2.1.4

Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas

Munandar (1988) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas adalah: 1. Usia 2. Tingkat pendidikan orang tua 3. Tersedianya fasilitas, dan 4. Penggunaan waktu luang Selain itu Miller dan Gerard (dalam asrori, 2004) mengemukakan adanya pengaruh keluarga pada perkembangan kreativitas anak dan remaja sebagai berikut: 1. Orang tua yang memberikan rasa aman 2. Orang tua yang mempunyai berbagai macam minat pada kegiatan di dalam dan di luar rumah 3. Orang tua memberikan kepercayaan dan menghargai kemampuan anaknya

32

4. Orang tua memberikan otonomi dan kebebasan pada anak 5. Orang tua mendorong anak melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya

2.2

Pola asuh orang tua

2.2.1

Pengertian pola asuh Pola asuh merupakan cara interaksi dan komunikasi antara orang tua dan anak,

untuk pertumbuhan dan perkembangan kepribadian diri anak sesuai dengan karakteristik keluarga sendiri. Ditandai dengan adanya upaya orang tua untuk memberi perhatian, kasih sayang, dan mengontrol perilaku pada anak-anaknya. (Dariyo, 2007). Tarmudji (2007) menyatakan, pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing dan mendisiplinkan, serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Pola pengasuhan (parenting) atau perawatan anak sangat bergantung pada nilainilai yang dimiliki keluarga. (Supartini, 2002). Pola asuh merupakan proses dari tindakan yang mempunyai tujuan untuk dicapai, dan dimulai dari masa kehamilan. (Wong, 2003). Sedangkan menurut kamus bahasa Indonesia, asuh adalah menjaga dan memelihara anak. (Chaniago, 1995).

2.2.2

Aspek-aspek pola asuh Baumrind (dalam Boyd, 2006; 202) mengidentifikasikan adanya empat aspek

dalam pola asuh orang tua, yaitu:

33

1. Kehangatan atau pengasuhan, yaitu orang tua menunjukan ekspresi-ekspresi kehangatan dan kasih sayang terhadap anak dan menunjukan rasa bangga akan prestasi yang diperoleh anak. 2. Kejelasan dan konsistensi peraturan, yaitu orang tua berusaha untuk mengontrol kebebasan, inisiatif, dan tingkah laku anaknya. 3. Tingkat pengharapan, dimana Baumrind menguraikan dalam masa dari tuntutan kedewasaan, yaitu orang tua menekankan pada anak untuk mengoptimalkan kemampuan agar lebih dewasa dalam segala hal. 4. Komunikasi antara orang tua dan anak, yaitu orang tua meminta pendapat anak disertai dengan alasan yang jelas ketika anak menuntut pemenuhan kebutuhannya.

2.2.3

Tipe-tipe pola asuh Diana Baumrind (dalam Santrock, 2007) , mengemukakan hasil penelitiannya

melalui observasi dan wawancara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya perlakuan orang tua (parenting style) dan kontribusinya terhadap kompetensi sosial, emosional, dan intelektual. Dari hasil penelitiannya, Baumrind menyatakan ada tiga gaya perlakuan orang tua, yaitu: Tipe-tipe pola asuh orang tua: 1. Pengasuhan otoriter (authoritarian parenting), yaitu suatu gaya yang membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha orang tua. Orang tua yang otoriter menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar kepada anak untuk berbicara (bermusyawarah). Pengasuhan yang otoriter diasosiasikan dengan

34

inkompetensi sosial anak. Anak-anak yang orang tuanya otoriter seringkali cemas akan perbandingan sosial, gagal memprakarsai kegiatan, dan memiliki keterampilan komunikasi rendah. Lebih lanjut lagi Baumrind (dalam Yusuf, 2004) menambahkan dampak terhadap anak yang orang tuanya otoriter adalah anak akan menjadi pribadi yang mudah tersinggung, penakut, pemurung, tidak bahagia, mudah terpengaruh, mudah stres, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas, dan tidak bersahabat. 2. Pengasuhan autoritatif (authoritative parenting) yang dikenal juga sebagai pola asuh demokratis, ialah mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengedalian atas tindakan-tindakan mereka. Orang tua yang dapat bermusyawarah dengan anak dan memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang kepada anak. Pengasuhan yang otoritatif diasosiasikan dengan kompetensi sosial anak-anak. Anak-anak yang mempunyai orang tua yang otoritatif berkompeten secara sosial, percaya diri, dan bertanggung jawab secara sosial. Baumrind (dalam yusuf, 2004) menambahkan, orang tua yang otoritatif cenderung memiliki anak yang bersikap bersahabat, percaya diri, mampu mengendalikan diri, sopan, mau bekerja sama, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, mempunyai arah hidup yang jelas, orientasi terhadap prestasi. 3. Pengasuhan permisif terbagi menjadi dua bentuk, yaitu: permissive-indifferent dan permissive-indulgent. Pengasuhan permissive-indifferent adalah suatu gaya dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Tipe pengasuhan ini di asosiasikan dengan inkompetensi sosial anak. Anak-anak yang orang tuanya permissive-indifferent mengembangkan suatu perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan orang tua lebih penting dari pada anak mereka. Anak-anak dengan tipe pengasuhan seperti ini akan memperlihatkan kendali diri yang buruk dan tidak membangun kemandirian dengan baik.

35

Sedangkan pengasuhan dengan permissive-indulgent ialah pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka. Tetapi menetapkan sedikit batas dan kendali terhadap mereka. Pengasuhan yang permissive-indulgent diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak, khususnya kurangnya kendali diri. Orang tua seperti itu membiarkan anak-anak mereka melakukan apa saja yang mereka inginkan, dan akibatnya anak-anak tidak pernah belajar mengendalikan perilaku mereka dan kemauan mereka selalu ingin dituruti. Anak-anak yang orang tuanya permissive-indulgent jarang belajar menaruh hormat pada orang lain dan mengalami kesulitan mengendalikan perilaku mereka. Tetapi beberapa orang tua dengan sengaja mengasuh anak-anak mereka dengan cara seperti ini karena mereka yakin kombinasi keterlibatan yang hangat dengan sedikit kekangan akan menghasilkan seorang anak yang kreatif dan percaya diri. Anak yang orang tuanya permisif cenderung menjadi pribadi yang bersifat impulsif dan agresif, suka memberontak, kurang memiliki rasa percaya diri dan pengendalian diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya, prestasi rendah.

2.2.4

Faktor-faktor pola asuh orang tua Pola as uh orang tua terhadap anak dapat terbentuk oleh karena beberapa faktor,

dari beberapa faktor tersebut ada yang merupakan faktor internal, yaitu berasal dari dalam diri orang tersebut dan faktor eksternal yang merupakan hasil dari pengalaman dan belajar. Menurut Elder (dalam Kurniasih, 2004) menjelaskan bahwa faktor-faktor pola asuh meliputi: a. Pola asuh yang diterima orang tua ketika masih anak-anak. Orang tua cenderung menerapkan pola asuh yang sama dengan yang mereka terima ketika masih

36

anak-anak, dalam hal ini orang tua mengidentifikasi pola pengasuhan yang didapatkannya adalah model yang paling diidentifikasi anak dalam tingkah laku mereka. b. Pendidikan orang tua. Orang tua berpendidikan yang baik cenderung menerapkan pola asuh permisif dan demokratis ketimbang orang tua dengan pendidikan terbatas, ini disebabkan karena pendidikan lebih membantu orang tua untuk memahami kebutuhan anak. c. Status sosial ekonomi. Orang tua dengan keadaan ekonomi yang berlebih cenderung menerapkan pola asuh permisif, ini biasanya disebabkan orang tua menganggap uang bisa menggantikan semua hal yang dibutuhkan oleh anak seperti perhatian dan kasih sayang. d. Konsep tentang peran orang tua. Orang tua yang memegang konsep tradisional cenderung menerapkan pola asuh otoriter, sedangkan orang tua yang memegang konsep modern cenderung menerapkan pola asuh permisif dan demokratis. e. Kepribadian orang tua. Orang tua dengan kepribadian introvert dan konservatif lebih menerapkan pola pengasuhan anak secara ketat dan otoriter. f. Kepribadian anak. Anak ekstrovet biasanya lebih terbuka terhadap rangsangan yang diberikan orang tuanya, hal ini yang membuat orang tua mengetahui kebutuhan dan kemandirian anak. g. Faktor nilai yang dianut orang tua. Orang tua yang menganut nilai Barat lebih berpegang pada konsep equlitarian yaitu orang tua sejajar dengan anak, sedangkan orang tua yang menganut nilai ketimuran lebih berpegang pada konsep kepatuhan. h. Usia anak. Tingkah laku dan sikap orang tua sangat dipengaruhi oleh usia anak, sehingga dalam menerapkan pola asuh juga disesuaikan dengan usia anak.

37

2.3

Persepsi Tentang Iklim Kelas

2.3.1 Definisi persepsi Istilah persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang pengalaman terhadap sesuatu benda ataupun suatu kejadian yang dialami. Persepsi didefinisikan sebagai proses yang menggabungkan dan mengorganisasikan data-data indera (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling, termasuk sadar akan diri kita sendiri. Definisi lain menyebutkan bahwa persepsi adalah kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian terhadap suatu objek rangsang. (Shaleh dan Wahab, 2004). Persepsi adalah proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus ini dalam lingkungan. (Atkinson, 1983). Menurut Walgito (1980) persepsi merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu. Dengan persepsi individu akan menyadari tentang keadaan sekitarnya dan juga keadaan diri sendiri. Karena persepsi merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu, maka apa yang ada dalam individu akan ikut aktif dalam persepsi. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam persepsi dapat dikemukakan karena perasaan, kemampuan berpikir, pengalaman-pengalaman individu tidak sama, maka dalam mempersepsikan suatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antara individu satu dengan individu lain. Persepsi itu bersifat individual. (Davidoff, 1981 ; Rogers, 1965). Persepsi kaitannya dengan iklim kelas, murid-murid memiliki persepsi terhadap guru sebagai model yang mempengaruhi tingkah laku murid didalam kelas.

38

2.3.2

Pengertian iklim kelas Bloom (dalam Tarmidi, 2006), mendefinisikan iklim sebagai kondisi, pengaruh,

dan rangsangan dari luar yang meliputi fisik, sosial, dan intelektual yang mempengaruhi peserta didik. Hoy dan Forsyth (dalam Tarmidi, 2006), mengatakan bahwa iklim merupakan kualitas dari lingkungan yang terus menerus dialami, mempengaruhi tingkah laku, dan berdasar pada persepsi kolektif tingkah laku. Hoy dan Miskell (dalam Tarmidi, 2006), menambahkan bahwa istilah iklim seperti halnya kepribadian pada manusia. Maksud dari istilah tersebut adalah masingmasing kelas mempunyai ciri kepribadian yang tidak sama dengan kelas-kelas yang lain, meskipun kelas-kelas itu dibangun dengan fisik, bentuk, dan arsitektur yang sama. Moos (1979) juga menambahkan bahwa iklim kelas seperti halnya manusia, ada yang sangat berorientasi pada tugas, demokratis, formal, terbuka, dan tertutup. Adelman dan Taylor (2007), menyatakan bahwa, iklim kelas merupakan hasil dari peraturan yang berlaku di sekolah, dan akan mencerminkan pengaruh dari budaya sekolah yang didasari oleh nilai-nilai, kepercayaan, norma, ideologi, dan tradisi di sekolah. Selain itu, Wang, Haerte, dan Walberg (1993) juga menggambarkan iklim kelas mencakup semua sosio-piskologis sebagai dimensi kehidupan didalam kelas, termasuk; kepentingan bersama, yaitu mencapai tujuan bersama dengan terorganisir dan terencana. Hyman (dalam Tarmidi, 2006) mengatakan bahwa, iklim yang kondusif dan mendukung antara lain: interaksi yang bermanfaat diantara siswa, menjelaskan pengalaman-pengalaman guru dan siswa, menumbuhkan semangat yang memungkinkan kegiatan-kegiatan dikelas berlangsung dengan baik, dan saling pengertian antara guru dan murid.

39

Dari definisi-definisi tentang iklim kelas di atas dapat disimpulkan bahwa, iklim kelas adalah kondisi atau rangsangan dari luar yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar di dalam lingkungan kelas sehingga menciptakan ciri kepribadian dari lingkungan tersebut yang membedakan dengan lingkungan yang lain.

2.3.4 Persepsi siswa tentang iklim kelas Persepsi yang positif terhadap pengajaran akan membuat siswa merasakan kesenangan dalam belajar, mendorong mereka untuk mempelajari materi lebih mendalam dan pada akhirnya dapat membuat siswa lebih terlibat dalam proses balajar mengajar, (Church, Elliot, dan Gable, 2001). Dalam dunia pendidikan, Moos (dalam Tarmidi, 2000) meyakini bahwa persepsi siswa mengenai lingkungan belajar, termasuk ruang kelas, dimana siswa menghabiskan sebagian besar waktunya, memberikan arti penting yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar. Walberg (dalam Tarmidi, 2000), menyatakan bahwa siswa lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang dan ramah, serta membuat mereka mempunyai suara dalam pengambilan keputusan. Dengan kondisi seperti itu para siswa lebih sering ikut serta dalam kegiatan sukarela dalam belajar. Ditambahkan oleh Bloom (dalam Tarmidi, 2000) dengan model Bloom’s Theory Os School Learning menyatakan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh karakteristik kognitif dan perilaku afektif siswa berpadu dengan kualitas kegiatan belajar mengajar dalam kelas. Senada dengan pernyataan Bloom, Hoy dan Forsyth (1986) menyatakan bahwa iklim kelas adalah organisasi sosial informal dan aktivitas guru didalam kelas yang secara spontan mempengaruhi tingkah laku.

40

Walberg (dalam Tarmidi, 2005) menyatakan bahwa kejadian-kejadian dan kondisi dalam lingkungan sosial dan persepsi pelajar terhadap iklim belajar sangat signifikan dalam memprediksi prestasi.

2.3.3 Dimensi-dimensi iklim kelas Darkenwald & Valentine (dalam Tarmidi, 2005) membuat alat ukur Adult

Classroom Environment Scale (ACES) yang terdiri dari tujuh dimensi dalam mengukur iklim kelas, yaitu: 1. Hubungan yang dibangun (Affiliation) mencakup kesenangan siswa dalam berinteraksi secara positif dengan siswa lainnya 2. Dukungan guru (Teacher support) mencakup bantuan mendorong semangat, penuh perhatian, dan sikap guru yang bersahabat terhadap para siswa. 3. Orientasi terhadap tugas (Task orientation) mencakup bagaimana siswa dan guru secara bersama menjaga pemusatan terhadap tugas dan nilai suatu prestasi. 4. Pencapaian tujuan pribadi (Personal goal attainment) mencakup kejelasan dan pengorganisasian aktivitas dalam kelas. 5. Pengorganisasian dan kejelasan (Organization and Clarity) mencakup sejauh mana pengorganisasian dan kejelasan aturan dalam kelas. 6. Pengaruh yang diberikan siswa (Student influence) mencakup bagaimana guru berpusat pada siswa, dan melibatkan siswa dalam pengambilan keputusan dalam kelas. 7. Keterlibatan (Involvement) mencakup kepuasan siswa terhadap keadaan kelas dan berpartisipasi aktif dan penuh perhatian dalam setiap aktivitas.

41

2.4

Sekolah alam Kandank Jurank Doank Diresmikan tanggal 23 Mei 2005, di daerah Kampung Sawah Lama, Ciputat,

Tangerang. Sekolah Alam Kreativitas “Kandank Jurank Doank” dirikan oleh Raden Rizky Mulyawan Kartanegara Hayang Dendadi Kusumah atau yang akrab sehari-hari dipanggil dengan sebutan Dik Doank. Kandank Jurank Doank menciptakan suasana sekolah yang layak dan berbeda dari biasanya, suasana yang alami, artistik. Sekolah alam Kandank Jurank Doank ini gratis tidak dipungut biaya sama sekali dan diperuntukkan untuk siapa saja yang ingin belajar dan mengajar. Miskin dan kaya, pintar dan bodoh, tidak ada terkecuali bagi yang ingin mengikuti pembelajaran di sekolah alam ini. Hanya satu syarat yang ditekankan untuk bisa masuk kedalam Kandank Jurank Doank yaitu, tidak boleh membuang sampah sembarangan. Kegiatan pembelajaran di Kandank Jurank Doank sangat berbeda dengan sekolah formal pada umunya. Mulai dari tempat pembelajaran, materi pelajaran, waktu belajar, bahkan peraturan-peraturan yang ada. Materi yang diajarkan di Kandank Jurank Doank berdasarkan kelas-kelas yang sesuai dengan minat anak didik tersebut dan tidak menggunakan kurikulum. Kelas-kelas tersebut yaitu: Kelas tari, kelas gitar, kelas vokal, kelas perkussi, kelas teater, kelas peduan suara, kelas multimedia, dan kelas menggambar. Begitu juga dengan tempat pembelajaran, kegiatan belajar mengajar dilakukan di ruangan terbuka dengan tujuan agar anak didik dapat berorientasi pada alam. Waktu pembelajaran dilakukan tiga hari dalam seminggu, dari jam 15.00 sampai jam 17.00 sore, dan hari yang sesuai dengan jadwal kelas yang diminati. Peraturan-peraturan

42

yang ada tidak bersifat pasti atau sangat fleksibel karena tidak ada penilaian berdasarkan intensitas kehadiran.

2.5

Kerangka berfikir Kreativitas merupakan potensi yang ada didalam diri setiap individu. Kreativitas

juga merupakan salah satu kemampuan intelektual manusia yang sangat penting. Seperti yang telah di jelaskan diatas bahwa kreativitas sangat penting bagi kelangsungan hidup setiap individu, untuk membantu menghadapi persoalan-persoalan di masa yang akan datang dengan inovatif dan kreatif. Kreativitas sangat dibutuhkan dalam masa pengembangan dan era yang semakin global ini. Potensi kreatif harus dikembangkan dalam bentuk sikap ataupun pemikiran. Dengan berpikir kreatif individu bisa menghasilkan ide-ide, gagasan-gagasan yang baru dan berbeda dari sebelumnya, sedangkan dengan bersikap kreatif akan membantu dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi yang dihadapi dan menjadi pembuka jalan mencapai apa yang dicita-citakan. Perkembangan kreativitas ditunjang oleh pengalaman selama berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan berperan penting dalam pembentukan kreativitas bagi setiap individu. Hal ini diperkuat dengan adanya pernyataan Torrance (1981) tentang pentingnya dukungan dan dorongan dari lingkungan untuk perkembangan kreativitas. Lingkungan yang pertama dan utama yang dapat mendukung berkembangnya kreativitas adalah lingkungan keluarga. Keluarga merupakan kelompok pertama yang dikenal individu sangat berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan individu. Lingkungan keluarga yang bertitik sentral pada ayah dan ibu secara intensif membentuk sikap dan kepribadian anak-anak. Orang tua harus memberikan pengaruh

43

positif terhadap anak-anaknya. Orang tua juga merupakan model yang sangat penting dalam membantu anak dalam menemukan minat-minat mereka yang paling mendalam dengan mendorong anak melakukan kegiatan yang beragam, menunjukkan kesempatan dan kemungkinan yang ada. Selain itu juga dengan adanya kebijakan dari orang tua dalam memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan eksplorasi. Dengan bereksplorasi itulah anak akan berkembang. Setiap anak mempunyai kesempatan yang berbeda-beda dalam bereksplorasi atau melakukan apa yang diinginkannya. Hal tersebut tergantung dari pola asuh yang diterapkan oleh orang tua mereka. Orang tua yang otoriter cenderung keras terhadap anaknya, mereka akan melarang keras apa yang diinginkan anaknya apabila tidak sesuai dengan keinginannya. Berbeda dengan anak yang orang tuanya otoritatif yang cenderung memberikan kebebasan kepada anak-anaknya, tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian terhadap tindakan anak. Serta orang tua yang menerapkan pola asuh permissive, mereka cenderung tidak terlibat dengan kegiatan anak. Karena mereka memberikan kebebasan kepada anak dalam memenuhi keinginannya. Selain pengaruh pola asuh orang tua, sekolah juga merupakan lingkungan yang memberikan kontribusi dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian anak. Dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah, guru memegang peran yang sangat penting dalam perkembangan potensi dan kemampuan anak. Setiap guru memiliki strategi atau gaya pembelajaran tersendiri dalam mengajar siswa-siswanya. Proses belajar mengajar sangat erat kaitannya dengan lingkungan atau suasana dimana proses tersebut berlangsung, banyak aspek yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar. Salah satunya adalah pengaruh dari iklim kelas yang masih sangat penting. Iklim kelas seperti ruangan

44

kelas, lingkungan kelas, baik itu lingkungan fisik maupun non-fisik dapat mendukung siswa atau bahkan menghambat siswa dalam perkembangan. Guru dapat menciptakan iklim kelas yang positif melalui cara mendukung dan memberikan suasana pembelajaran yang kondusif dengan menjalin hubungan yang baik dengan siswa atau memberikan kesempatan kepada siswanya untuk bereksplorasi dan eksperimentasi. Demikian juga sebaliknya, guru dapat menciptakan iklim kelas yang buruk dan menghambat perkembangan siswa. Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa tipe pengasuhan orang tua dan iklim kelas di sekolah memiliki kontribusi terhadap sikap kreatif anak. Berkaitan dengan penelitian ini, maka pola asuh orang tua dan iklim kelas diduga memberikan kontribusi terhadap sikap kreatif anak sekolah alam kandank Jurank Doank.

Bagan Kerangka Berpikir

Pola asuh orang tua

Iklim kelas: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Affiliation Teacher Support Task orientation Personal goal attainment Organitation & Clarity Student influence Involvement

Sikap kreatif: 1. Keterbukaan terhadap pengalaman baru 2. Kelenturan dalam sikap 3. Kebebasan dalam ungkapan diri 4. Menghargai fantasi 5. Minat terhadap kegiatan kreatif 6. Kepercayaan terhadap kegiatan kreatif 7. Penilaian bebas dari pengaruh orang lain

45

2.5

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: A. Hipotesis mayor 1. Hipotesis alternatif (Ha): “Ada kontribusi yang signifikan pola asuh dan iklim kelas terhadap sikap kreatif anak Sekolah Alam Kandank Jurank Doank”. B. Hipotesis minor 2a.

Hipotesis alternatif (Ha): “Ada kontribusi yang signifikan Affiliation

terhadap sikap kreatif anak Sekolah Alam Kandank Jurank Doank”. 2b.

Hipotesis alternatif (Ha): “Ada kontribusi yang signifikan Teacher

support terhadap sikap kreatif anak Sekolah Alam Kandank Jurank Doank”. 2c.

Hipotesis alternatif (Ha): “Ada kontribusi yang signifikan Task

orientation terhadap sikap kreatif anak Sekolah Alam Kandank Jurank Doank”. 2d.

Hipotesis alternatif (Ha): “ Ada kontribusi yang signifikan Personal goal

attainment terhadap sikap kreatif anak Sekolah Alam Kandank Jurank Doank”. 2e.

Hipotesis alternatif (Ha): “Ada kontribusi yang signifikan Organization

and clarity terhadap sikap kreatif anak Sekolah Alam Kandank Jurank Doank”. 2f.

Hipotesis alternatif (Ha): “Ada kontribusi yang signifikan Student

influence terhadap sikap kreatif anak Sekolah Alam Kandank Jurank Doank”.

46

2g.

Hipotesis alternatif (Ha): “Ada kontribusi yang signifikan Involvement

terhadap sikap kreatif anak Sekolah Alam Kandank Jurank Doank”.

47

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai metode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, variable penelitian, definisi variable dan definisi operasional variable, populasi dan sampel, instrumen penelitian, proses uji coba instrumen, analisis data, dan prosedur penelitian.

3.1

Jenis Penelitian

Pendekatan kuantitatif digunakan dalam penelitian ini karena berkaitan dengan angkaangka dan datanya berwujud bilangan (skor/nilai peringkat/frekuensi), serta dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik dan untuk melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variabel yang lain. (Arikunto, 2002). Karena dalam penelitian ini penulis ingin meneliti hubungan antara tiga variable, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional. Penelitian korelasional bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya dan besar kecilnya hubungan tiga atau lebih variable.

3.2

Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau sifat yang berdiri sendiri (Kerlinger, dalam Sevilla, 1993). Variabel dibagi menjadi dua macam

48

yaitu Variabel Bebas (Independen Variabel) dan Variabel Terikat (Dependen Variabel). Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel, yaitu: a. Variabel Bebas

: Pola asuh orang tua dan iklim kelas

b. Variabel Terikat

: Sikap kreatif

3.3

Definisi Konseptual Variabel dan Definisi Operasional Variable

3.3.1

Definisi konseptual variable a) Sikap kreatif yang disebut juga sebagai ciri-ciri afektif dari kreativitas, merupakan ciri-ciri kreativitas yang menyangkut sikap dan perasaan seseorang. Ciri-ciri yang berkaitan dengan perkembangan afektif seseorang sama pentingnya agar bakat kreatif seseorang dapat terwujud. Konsep ini mengacu pada definisi sikap kreatif yang dikemukakan oleh Munandar (1992). b) Pola asuh merupakan cara interaksi dan komunikasi antara orang tua dan anak, untuk pertumbuhan dan perkembangan kepribadian diri anak sesuai dengan karakteristik keluarga sendiri. Ditandai dengan adanya upaya orang tua untuk memberi perhatian, kasih sayang, dan mengontrol perilaku pada anak-anaknya. Konsep ini mengacu pada teori Baumrind (1971). c) Iklim merupakan kualitas dari lingkungan yang terus menerus dialami, mempengaruhi tingkah laku, dan berdasar pada persepsi kolektif tingkah laku. Iklim kelas adalah kondisi, pengaruh, dan rangsangan dari luar yang meliputi fisik, sosial, dan intelektual yang mempengaruhi peserta didik. Konsep ini mengacu pada teori Darkenwald dan Valentine (1997).

49

3.3.2

Definisi operasional variabel Operasional variabel artinya menerjemahkan konsep mengenai variabel yang

bersangkutan ke dalam bentuk indikator perilaku (Azwar, 2003). a) Pola asuh orang tua yang dimaksud adalah skor yang didapat dari skala pola asuh orang tua, yang meliputi: Otoriter, demokratis, dan permisif. b) Iklim kelas yang dimaksud adalah skor yang diperoleh dari skala iklim kelas yang meliputi: Affiliation, Teacher support, Task orientation, Personal goal attainment, Organitation and Clarity, Student influence, Involvement. c) Sikap kreatif yang dimaksud adalah skor yang diperoleh dari skala sikap kreatif , meliputi: keterbukaan terhadap pengalaman baru, kelenturan dalam sikap, kebebasan dalam ungkapan diri, menghargai fantasi, minat terhadap kegiatan kreatif, kepercayaan terhadap kegiatan kreatif, penilaian bebas dari pengaruh orang lain.

3.4

Subyek Penelitian

3.4.1

Populasi dan sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian menarik kesimpulan. (Sugiono, 1999). Populasi dalam penelitian ini adalah murid-murid sekolah alam Kandank Jurank Doank sebanyak 150 orang. Sample adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi atau porsi dari suatu populasi. (Sevilla, 1993). Sampel pada penelitian ini sebanyak 110 murid.

50

3.4.2

Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, (Sugiyono, 2007). Teknik tersebut termasuk dari jenis non-probability sampling, dimana setiap individu dalam populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel penelitian karena peneliti memilih sampel berdasarkan karakteristik yang telah ditentukan sebelumnya. Karakteristik sampel yang diambil adalah responden yang berusia 12 – 17 tahun dari kelas yang berbeda-beda, dengan pertimbangan bahwa; responden tersebut dapat mengerti dan memahami pernyataan-pernyataan (item-item) yang ada dalam kuesioner.

3.5

Teknik Pengumpulan Data dan Alat Ukur Penelitian

3.5.1

Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode angket, yaitu tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberi seperangkat pernyataan atau pertanyaan tertulis pada responden untuk dijawab. (Sugiyono, 2007). Sejumlah pernyataan tertulis digunakan untuk memperoleh informasi dari responden yang merupakan laporan tentang pribadinya, sikapnya terhadap sesuatu atau hal yang diketahui. Dalam hal ini berbentuk skala model Likert dengan menggunakan 4 alternatif jawaban dari pilihan “Sangat Setuju” hingga “Sangat Tidak Setuju”, dengan tidak memasukkan alternatif jawaban ragu-ragu atau netral, dengan tujuan untuk lebih melihat kecenderungan ke arah sesuai atau tidak sesuai.

51

3.5.2

Alat ukur penelitian

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga skala. Skala pertama adalah skala pola asuh orang tua yang dibuat berdasarkan tiga tipe pola asuh (Baumrind, 1971) yaitu: Otoriter, autoritatif, dan permisif.

Tabel 3.1 Skala pola asuh orang tua Tipe Pola asuh otoriter

Indikator

No. Item

- Membatasi dan menghukum

1a, 2a, 3a, 4a, 5a, 6a, 7a, 8a, 9a, 10a, 11a,

yang menuntut anak untuk

12a, 13a, 14a, 15a, 16a, 17a, 18a, 19a,

selalu mengikuti perintah

20a, 21a, 22a, 23a, 24a, 25a, 26a, 27a,

orang tuadan tidak

28a, 29a, 30a, 31a, 32a, 33a, 34a, 35a,

memberikan peluang untuk

36a, 37a, 38a, 39a, 40a

bermusyawarah Pola asuh

- Mendorong dengan

1b, 2b, 3b, 4b, 5b, 6b, 7b, 8b, 9b, 10b,

otoritatif /

pengendalian terhadap anak,

11b, 12b, 13b, 14b, 15b, 16b, 17b, 18b,

demokratis

dapat bermusyawarah dan

19b, 20b, 21b, 22b, 23b, 24b, 25b, 26b,

memperlihatkan kasih sayang

27b, 28b, 29b, 30b, 31b, 32b, 33b, 34b,

pada anak

35b, 36b, 37b, 38b, 39b, 40b

Pola asuh permisif

- Tidak terlibat dalam

1c, 2c, 3c, 4c, 5c, 6c, 7c, 8c, 9c, 10c, 11c,

kehidupan anak,

12c, 13c, 14c, 15c, 16c, 17c, 18c, 19c,

pengendalian buruk, lebih

20c, 21c, 22c, 23c, 24c, 25c, 26c, 27c,

mementingkan kebutuhan

28c, 29c, 30c, 31c, 32c, 33c, 34c, 35c,

52

orang tua dari pada anak

36c, 37c, 38c, 39c, 40c

Jumlah item

40

Skala yang kedua adalah skala iklim kelas. Skala yang dibuat berdasarkan dimensi iklim kelas menurut Darkenwald dan Valentine (1997) yaitu: Affiliation,teacher support, task orientation, personal goal attainment, organization and clarity, student influence, involvement. Setelah dilakukan perhitungan melalui SPSS 17.0, maka dapat diketahui itemitem yang valid dan unvalid. Di bawah ini adalah item-item yang valid dan unvalid: Tabel 3.2 Skala iklim kelas Dimensi

Affiliation

Indikator

- Kesenangan siswa dalam berinteraksi

Favorable

unfavorable

18*, 20*, 40,

3*, 13, 29*,

44*

31*

4, 22*, 26*,

1*, 15*, 33*,

42*

35*

6, 46*, 50, 54*

5*, 17*, 37*,

Total

8

positif dengan siswa lainnya Teacher support

- Bantuan, dorongan semangat, perhatian,

8

sikap bersahabat guru terhadap siswa Task orientation

- Guru dan siswa

8

53

menjaga pemusatan

55*

terhadap tugas dan nilai prestasi Personal goal attainment

- Kejelasan dan pengorganisasian

2*, 24*, 38*,

7, 19*, 39*,

52*

41*

8, 32*, 36*,

21*, 23*, 45*,

48*

47*

10*, 16, 28,

9*, 25*, 51*,

34*

53*

12*, 14, 30,

11*, 27*, 43*,

56*

49*

8

aktivitas kelas Organitation & Clarity

- Sejauh mana pengorganisasian dan

8

kejelasan aturan dalam kelas Student influence

- Guru melibatkan siswa dalam

8

mengambil keputusan di dalam kelas Involvement

- Kepuasan siswa terhadap keadaan

8

kelas dan aktif dan penuh perhatian dalam aktivitas kelas Jumlah item

28

28

56

Keterangan: ( * ) item valid

54

Skala yang ketiga adalah skala sikap kreatif. Skala sikap kreatif dibuat berdasarkan dimensi sikap kreatif (Munandar, 1977) yaitu: keterbukaan terhadap pengalaman baru,

kelenturan dalam sikap, kebebasan dalam mengungkapkan diri,

menghargai fantasi, minat terhadap kegiatan kreatif, kepercayaan terhadap kegiatan kreatif, penilaian bebas dari pengaruh orang lain. Setelah dilakukan perhitungan melalui SPSS 17.0, maka dapat diketahui itemitem yang valid dan unvalid. Di bawah ini adalah item-item yang valid dan unvalid: Tabel 3.3 Skala Sikap Kreatif Dimensi

Indikator

Keterbukaan

- keinginan untuk

terhadap

mengetahui hal-hal

pengalaman

disekitar dan mencoba

baru

berbagai hal baru

Kelenturan

- tidak bersikap kaku

dalam sikap

dan melihat suatu

Favorabel

Unfavorabel

11*, 14, 19*, 24*, 12*

Total 6

20 *

1, 22, 30, 34*

7*, 18*

6

2*, 23*, 29*

8, 21*

5

masalah dari berbagai sudut pandang Kebebasan

- perasaan bebas dalam

dalam

mengungkapkan

mengungkapkan

perasaan, pendapat,

55

dan keadaan

diri Menghargai fantasi

6,

- suka berkhayal

17*,

33*, 10, 13*

6

35*

dan menyukai hal-hal yang bersifat imajinasi

Minat terhadap - berminat pada kegiatan kreatif

kegiatan kreatif

Kepercayaan

- berani

terhadap

mempertahankan

kegiatan kreatif

gagasan

Penilaian bebas - bebas dari pengaruh dari

3*, 36*, 37*

15*, 32*

5

4*, 9, 27*

25*, 28*

5

16, 26

5, 31*

4

pengaruh orang lain dalam

orang lain

memberikan penilaian 23

Jumlah item

14

37

Keterangan: ( * ) item valid Adapun untuk skoringnya adalah sebagai berikut: Tabel 3.4 Skoring Jawaban Pernyataan

Favorabel

Unfavorabel

Sangat setuju

4

1

Setuju

3

2

Tidak Setuju

2

3

56

Sangat tidak setuju

1

4

3.5. Uji Instrumen Di dalam penelitian ini harus menggunakan alat ukur yang valid dan reliabel, agar kesimpulan dalam penelitian yang diperoleh tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dengan keadaan yang sebenarnya. Pengujian tingkat validitas dan reliabilitas dari tiga alat ukur dalam penelitian ini dilakukan sebelum diadakan pengambilan data. Pengujian alat ukur ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana dapat mengungkapkan hal-hal yang semestinya diukur dari satu variabel.

3.5.1. Uji validitas skala Validitas merupakan representasi dari keakuratan informasi. Validitas artinya sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 3003). Pada penelitian ini teknik uji validitas yang digunakan adalah Pearson Product Moment, lalu data yang diperoleh akan diolah menggunakan SPSS 17.0.

3.5.2. Uji reliabilitas skala Setelah dilakukan uji validitas, maka dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach dengan menggunakan SPSS 17.0. dengan cara ini, permasalahan yang muncul pada pendekatan tes ulang dapat dihindari (Azwar, 2003). Menurut Azwar (2003), reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa reliabilitas adalah sejauh mana

57

instrument menghasilkan pengukuran yang relatif sama meskipun dilakukan dalam waktu yang berbeda. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengukur kestabilan dan konsistensi (keajegan) dari jawaban responden ter hadap suatu alat ukur psikologis yang disusun dalam bentuk kuesioner. Suatu penelitian yang reliabel yaitu hasil yang diperoleh akan tetap sama apabila diukur pada waktu yang berbeda. Reliabilitas suatu konsruk variabel dikatakan reliabel bila memiliki nilai Cronbach Alpha > 0,60.

3.6. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: 1. Sebelum turun ke lapangan, penulis merumuskan masalah yang akan diteliti kemudian mengadakan studi pustaka untuk melihat masalah tersebut dari sudut pandang teoritis. Setelah mendapatkan teori-teori yang berkaitan secara lengkap kemudian penulis menyiapkan, membuat, dan menyusun alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu; skala sikap kreatif, skala iklim kelas, skala dan pola asuh orang tua. 2. Melakukan penelitian try out terpakai dengan menggunakan alat ukur yang telah dipersiapkan pada sampel penelitian yaitu anak sekolah alam Kandank Jurank Doank melalui purposive sampling. Setelah mendapatkan data dan membuang item-item yang tidak valid dalam alat ukur tersebut. 3. Melakukan pengolahan dan pengujian terhadap data yang sudah didapatkan.

3.7.Teknik analisis data

58

Dalam penelitian ini, bentuk analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif, yaitu jenis analisis yang mempergunakan alat analisis berupa metode statistik yang hasilnya disajikan dalam bentuk angka-angka yang kemudian disajikan dan diintrepretasikan dalam bentuk uraian. Uji hipotesis digunakan untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan utama penelitian yang menggunakan teknik analisis regresi berganda. Teknik analisis regresi berganda ini digunakan untuk menentukan ketepatan prediksi dan ditujukan untuk mengetahui besarnya hubungan dari independent variable (IV), yaitu pelibatan iklim kelas dan pola asuh orang tua terhadap dependent variable (DV) yaitu sikap kreatif. Regresi berganda merupakan metode statistik yang digunakan untuk membentuk model hubungan antara variabel terikat (dependent; respon; Y) dengan lebih dari satu variabel bebas (independent; prediktor; X).

Y = a + b1X1 + b2x2

Keterangan: Y = nilai prediksi Y (tingkat sikap kreatif) a

= konstan

b

= koefisien regresi yang distandarisasikan untuk masing-masing X

X1 = Iklim kelas X2 = Pola asuh orang tua

59

BAB IV HASIL PENELITIAN Dalam bab ini peneliti akan menguraikan mengenai presentasi dan analisis data yang terdiri dari gambaran umum responden, deskripsi hasil penelitian, hasil uji hipotesis dan hasil tambahan

4.1. Gambaran umum subjek penelitian Berikut ini akan diuraikan gambaran responden berdasarkan jenis kelamin, status pekerjaan ayah dan pekerjaan ibu, tingkat pendidikan ayah dan pendidikan ibu. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel sebanyak 110 anak yang bersekolah di sekolah alam Kandank Jurank Doank, dari populasi sebanyak ±150 anak. 4.1.1. Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin Berikut ini akan dijelaskan mengenai gambaran responden berdasarkan jenis kelamin pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin

Jumlah

Persentase (%)

Laki-Laki

54

49,09%

Perempuan

56

50,91%

60

Jumlah

110

100%

Berdasarkan data yang terdapat dalam tabel 4.1, maka dapat disimpulkan bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada responden berjenis kelamin laki-laki dalam penelitian ini. Yang mana responden perempuan berjumlah 56 orang (50,91%) sedangkan responden laki-laki berjumlah 54 orang (49,09%). Dengan demikian, responden yang terdapat dalam penelitian ini sebagian besar berjenis kelamin perempuan.

4.1.3. Gambaran responden berdasarkan status pekerjaan ayah dan ibu Berikut ini akan dijelaskan mengenai gambaran responden yang berdasarkan status pekerjaan orang tua (ayah dan ibu) pada tabel 4.3 dan tabel 4.4. Table 4.2 Gambaran responden berdasarkan pekerjaan ayah Status Pekerjaan Ayah

Frekuensi

Persentase (%)

Pegawai Negeri Sipil (PNS)

29

26,36%

Pegawai swasta (Wiraswasta)

81

73,63%

110

100%

Jumlah

Berdasarkan data yang terdapat dalam tabel 4.3, jumlah pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 29 orang (26,36%) adalah lebih sedikit daripada pegawai swasta (Wiraswasta) sebanyak 81 orang (73,63%). Dengan demikian, responden yang terdapat

61

dalam penelitian ini sebagian besar memiliki ayah yang bekerja sebagai pegawai swasta (wiraswasta).

Table 4.3 Gambaran responden berdasarkan pekerjaan ibu Status Pekerjaan Ibu

Frekuensi

Persentase (%)

Pegawai Negeri Sipil (PNS)

11

10%

Pegawai swasta (Wiraswasta)

12

10,90%

Ibu Rumah Tangga

87

79,09%

110

100%

Jumlah

Berdasarkan data yang terdapat dalam tabel 4.3, jumlah ibu rumah tangga sebanyak 87 orang (79,09%) adalah lebih banyak daripada ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 11 orang (10%) dan ibu yang bekerja sebagai pegawai swasta (Wiraswasta) sebanyak 12 orang (10,09%). Dengan demikian, responden yang terdapat dalam penelitian ini sebagian besar memiliki ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga.

4.1.4. Gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ayah dan ibu Gambaran mengenai jumlah repsonden berdasarkan tingkat pendidikan orang tua (ayah dan ibu) akan dijelaskan pada tabel 4.5 dan 4.6 berikut ini:

62

Table 4.4 Gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ayah Jenjang Pendidikan

Frekuensi

Persentase (%)

SD

9

8,18%

SMP

6

5,45%

SMA

49

44,54%

S1

46

41.81%

Jumlah

110

100%

(ayah)

Berdasarkan tingkat pendidikan orang tua (ayah) responden yang terdapat dalam penelitian ini, responden yang memiliki orang tua (ayah) dengan tingkat tingkat pendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas) sebanyak 49 orang (44,54%), lebih banyak dibandingkan dengan responden yang orang tuanya (ayah) dengan tingkat pendidikan lainnya. Orang tua (ayah) responden yang berpendidikan SD (Sekolah Dasar) yakni sebanyak 9 orang (8,18%), orang tua (ayah) responden dengan tingkat pendidikan SMP berjumlah 6 orang (5,45%), dan orang tua (ayah) responden dengan tingkat pendidikan S1 berjumlah 46 orang (41,81%).

63

Table 4.5 Gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu Jenjang Pendidikan

Frekuensi

Persentase (%)

SD

6

5,45%

SMP

17

15,45%

SMA

63

57,27%

S1

24

21,81%

Jumlah

110

100%

(ibu)

Berdasarkan tingkat pendidikan orang tua (ibu) responden yang terdapat dalam penelitian ini, responden yang tingkat pendidikannya SMA (Sekolah Menengah Atas) dengan jumlah 63 orang (57,27%), lebih banyak dibandingkan dengan orang tua (ibu) responden pada tingkat pendidikan lainnya. Orang tua (ibu) responden yang berpendidikan SD (Sekolah Dasar) yakni sebanyak 6 orang (5,45%), orang tua (ibu) responden dengan tingkat pendidikan SMP berjumlah 17 orang (15,45%), dan orang tua (ibu) responden dengan tingkat pendidikan S1 berjumlah 24 orang (21,81%).

64

4.2. Hasil Penelitian 4.2.1 Kategori responden berdasarkan pola asuh, persepsi iklim kelas, dan sikap kreatif 4.2.1.1 kategori skor berdasarkan pola asuh Tabel 4.6 Descriptive Statistics N

Range

VAR00001

110

28.00

Valid N (listwise)

110

Minimum Maximum 40.00

68.00

Mean

Std. Deviation

Variance

58.4000

4.00733

16.059

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa mean yang didapat adalah sebesar 58.4000 dan standar deviasi sebesar 4,00733. Nilai minimum yang didapatkan adalah 40 dan nilai maksimum adalah 68. Sehingga luas jarak sebenarnya adalah 68 – 40 = 28, jarak tersebut kemudian dibagi 3 (jumlah kategori) untuk dilihat nilai tengahnya yaitu 28/3 = 9,33. Maka diperoleh kategorisasi sebagai berikut: Tabel 4.7 Kategori responden berdasarkan pola asuh Kategori

Rentang

Frekuensi

%

Otoriter

< 49,33

3

2,73%

Demokratis

49,33 – 59,33

57

51,82%

Permisif

>59,33

50

45,45%

110

100%

Jumlah

65

Berdasarkan hasil penghitungan kategori skor pola asuh, seperti ditunjukkan dalam tabel di atas diketahui bahwa mayoritas responden (51,81%) menerapkan pola asuh demokratis, sedangkan (45,45%) responden menerapkan pola asuh permisif, dan (2,73%) responden menerapkan pola asuh otoriter.

4.2.1.2 Kategori berdasarkan iklim kelas Descriptive Statistics N total skor iklim kelas Valid N (listwise)

Range 110 110

53.00

Minimum

Maximum

89.00

142.00

Mean 104.2273

Std. Deviation Variance 7.64662

58.471

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa mean yang didapat adalah sebesar 104,2273 dan standar deviasi sebesar 7,64662. Nilai minimum yang didapatkan adalah 89 dan nilai maksimum adalah 142. Sehingga luas jarak sebenarnya adalah 142 – 89 = 53, jarak tersebut kemudian dibagi 3 untuk melihat luas jarak tiap kategori yaitu 53/3 = 17,66. Maka diperoleh kategorisasi sebagai berikut: Tabel 4.8 Kategori responden berdasarkan persepsi tentang iklim kelas Kategori Positif Cukup positif Kurang positif

Rentang >125 108 – 125 54,86 41,22 – 54,86