RTRW KABUPATEN GARUT TAHUN 2011-2031 DENGAN KONSEKUENSI ...
proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat.
RTRW KABUPATEN GARUT TAHUN 2011-2031 DENGAN KONSEKUENSI KAWASAN LINDUNG 81,39 % Oleh: Cep Ayi Fitriana, ST.* Setelah dimulai awal tahun 2009 proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029, akhirnya pada tanggal 30 Nopember 2010 disyahkan menjadi Perda Provinsi Jawa Barat No. 22 Tahun 2010. Sebuah perjalan yang cukup panjang untuk menyusun sebuah rencana tata ruang yang memang mutlak harus dilakukan setelah disyahkannya UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang yang memuat beberapa perubahan penting dari UU sebelumnya (UU. No.24/1992), diantaranya jangka waktu berlakunya berubah menjadi 20 tahun dengan ditinjau kembali 1 kalidalam 5 tahun, adanya sanksi pidana, pemberian insentif dan pengenaan disinsentif, dan lain-lain. RTRW merupakan rencana tata ruang yang bersifat umum yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah, rencana struktur ruang, rencana pola ruang, penetapan kawasan strategis, arahan pemanfaatan ruang, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah baik tingkat nasional (RTRWN), provinsi (RTRWP) maupun RTRW kab/kota. Tujuan RTRW merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Dan yang terpenting adalah, RTRW menjadi dasar dalam memberikan rekomendasi pengarahan pemanfaatan ruang. Adapun fungsi dari RTRW itu sendiri diantaranya: 1) acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD); 2) acuan dalam pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah; 3) acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah; 4) acuan lokasi investasi dalam wilayah yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta; 5) pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah; 6) dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/pengembangan wilayah yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi; dan 7) acuan dalam administrasi pertanahan. Dalam rencana pola ruang RTRWP Jawa Barat Tahun 2009-2029 tersebut, Jawa Barat bertekad menuju capaian 45% kawasan lindung (KL) sebagai green-province. Kabupaten Garut merupakan kabupaten dengan proporsi luas wilayah KL paling besar diantara kabupaten/kota yang lain di Jawa Barat. Pada awalnya proporsi KL di Kabupaten Garut ditetapkan sebesar 78,7% dari luas wilayah kabupaten (306.519 ha) atau seluas 241.230 ha. Kemudian pada tahun 2010 berdasarkan hasil analisis data terbaru Geographic Information System (GIS) dari Kementerian Kehutanan menyebutkan luas wilayah Kabupaten Garut menjadi 311.007,5 ha (bertambah 4.488,5 ha) dengan luas KL sebesar 82,1 % atau seluas 255.337,16 ha. Namun terakhir, hasil kajian final pemetaan KL pada RTRWP Jawa Barat yang telah ditetapkan menjadi Perda tersebut, proporsi KL berubah lagi menjadi 81,39% atau seluas 253.129 Ha dengan rincian sebagai berikut: 1) KL Hutan (29,43%) terdiri dari: Hutan Konservasi (15.799,2 ha) dan Hutan Lindung (75.742,8 ha); 2) KL Non Hutan (51,96%) terdiri dari: Sesuai untuk Hutan Lindung (10.221,7 ha); Resapan Air (54.922,1 ha); Perlindungan Geologi (56,2 ha); Rawan Letusan Gunung Berapi (21.576,6 ha); Rawan Gerakan Tanah (70.842,1 ha); Rawan Tsunami (3.975,5 ha). Penetapan proporsi KL Kabupaten Garut sebesar 81,39% tersebut tentunya secara mudah dapat diketahui bahwa luas bersih kawasan budidaya (KBD) hanya 18,61% saja atau seluas 57.878,5 ha. Namun tidak serta merta KL tersebut tidak bisa dimanfaatkan kegiatan budidaya, seperti KL Non Hutan masih bisa dimanfaatkan namun tentunya dengan arahan zonasi yang sangat ketat sehingga masih tetap berfungsi sebagai KL.
Konsekuensi dengan KL 81,39% atau KBD bersih hanya 18,61% tersebut tentunya menjadi tantangan sendiri yang serius bagi pembangunan di Kabupaten Garut, karena perlu kehati-hatian dalam pemanfaatan sumberdaya alam termasuk pemanfaatan lahan untuk pembangunan infrastruktur dan kegiatan lainnya termasuk didalamnya kemungkinan terjadi alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan arahan pemanfaatan tata ruang. Faktanya, KL tersebut sebagian besar berada di wilayah Garut Selatan yang mana pada saat ini hasil bebrapa penelitian dan eksploitasi menunjukan potensi pertambangan cukup besar, tentunya sangat bernilai ekonomis namun dapat mengancam kelestarian alam dan rusaknya kondisi lingkungan. Kondisi ini menjadi tantangan yang sangat serius bagi pengembangan wilayah di Garut Selatan. Sebagaimana telah diatur dalam UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang mengenai bentuk insentif atau disintensif, maka Kabupaten Garut perlu mendapatkan insentif yang proporsional dari penetapan proporsi KL karena baik langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada sendi-sendi kehidupan masyarakat dan pemerintahan menyangkut pengembangan wilayah mencakup fisik, sosial, budaya, ekonomi, ekologi/lingkungan yang merupakan hakikat pembangunan berkelanjutan. Bentuk insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 UU 26/2007 yang merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: a) keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham; b) pembangunan serta pengadaan infrastruktur; c) kemudahan prosedur perizinan; dan/atau d) pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah. Oleh karena itu, penetapan KL yang begitu besar bagi Kabupaten Garut jangan dijadikan penghalang dalam pelaksanaan pembangunan tapi menjadi tantangan yang harus disikapi dengan arif, bijaksana, cermat, cerdas, dan tepat dalam bertindak. Upaya tersebut bisa ditindaklanjuti berupa penyusun kebijakan-kebijakan pembangunan diantaranya berupa penyusunan RTRW Kabupaten Garut Tahun 2011-2031 yang telah menetapkan tujuan penataan ruang yaitu bertujuan untuk mewujudkan sebagai kabupaten konservasi yang didukung oleh agribisnis, pariwisata dan kelautan. RTRW Kabupaten Garut Tahun 2011-2031 pada saat ini dalam proses mendapatkan persetujuan substansi dari Menteri Pekerjaan Umum setelah sebelumnya pada tanggal 30 Mei 2011 sudah mendapat Rekomendasi Gubernur Jawa Barat perihal yang sama. Mudah-mudahan setelah melewati tahapantahapan yang harus dilalui pada tahun 2011 bisa ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Garut. Sehingga dokumen RTRW Kabupaten Garut nantinya menjadi dokumen perencanaan yang dapat menentukan arah pembangunan secara umum di Kabupaten Garut yang bersifat spasial (keruangan) selama 20 tahun kedepan yang nantinya ditindaklanjuti dengan rencana yang lebih rinci yaitu Rencana Tata Ruang Kawasan (RTRK) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Semoga! *Kasi Perencanaan Ruang, Bidang Tata Ruang, Dinas Pertacip Kabupaten Garut.