12 Jun 2013 ... Mengawali sambutan ini, marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat ...
pada hari ini kita dapat menghadiri acara pembukaan Seminar.
ARAHAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN PADA ACARA
SEMINAR HASIL-HASIL PENELITIAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2013
SOLO, 12 JUNI 2013
Yth. Saudara Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial atau yang mewakili Yth. Saudara Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Yth. Saudara Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Yth. Saudara Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi D.I. Yogyakarta Yth. Saudara Kepala SKPD terkait kehutanan lingkup Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi D.I. Yogyakarta Yth. Para Kepala Dinas Kabupaten yang menangani kehutanan lingkup Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi D.I. Yogyakarta Yth. Para Kepala Pusat Litbang lingkup Badan Litbang Kehutanan dan Para Pejabat Struktural Eselon II lingkup Kementerian Kehutanan Yth. Para Kepala Balai Penelitian lingkup Badan Litbang Kehutanan dan Kepala UPT lingkup Kementerian Kehutanan Yth. Para Kepala UPT Kementerian dan Kepala UPTD yang terkait dengan Kementerian Kehutanan Yth. Saudara
Kepala
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Perhutani Cepu Yth. Para Administratur KPH Perum Perhutani Yth. Para Dekan Perguruan Tinggi, Kepala SMA, Ketua Forum dan Mitra Strategis Kementerian Kehutanan Yth. Saudara
Kepala
Balai
Penelitian
Teknologi
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo Yth. Hadirin yang berbahagia. Assalamu’alaikum Wr.Wb. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua,
Kehutanan
Mengawali sambutan ini, marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan rahmatNya pada hari ini kita dapat menghadiri acara pembukaan Seminar Hasil-Hasil Penelitian Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai tahun 2013 dalam keadaan sehat walafiat.
Ekspose hasil-hasil
penelitian Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo ini saya nilai sangat strategis mengingat tiga hal, yakni tahun ini merupakan peringatan 100 tahun litbang kehutanan berkarya di Indonesia; perlunya solusi yang tepat terhadap permasalahan kerusakan dan penurunan daya dukung DAS yang diikuti
dengan
hidrometeorologi;
meningkatnya dan
momentum
bencana untuk
ekologis
dan
memformulasikan
program dan kegiatan litbang BPTKPDAS Solo tahun 2015-2019 yang gayut dengan kebutuhan pengelolaan DAS di Indonesia.
Saudara-saudara sekalian, Sejarah panjang penelitian kehutanan di Indonesia diawali dengan berdirinya Bosbouw Proef Station Voor Het Boswezen di Bogor pada tanggal 16 Mei 1913.
Pada era kolonial Belanda,
banyak hasil penelitian yang membanggakan yang dihasilkan oleh para peneliti Belanda yang mempunyai disiplin kerja yang tinggi. Hasil penelitian tersebut, antara lain mencakup botani hutan, silvika, silvikultur tanaman Jati, bonita dan konservasi hutan. Hasil penelitian tersebut pada umumnya sangat membantu pengelolaan hutan tanaman jati di Jawa.
Hasil-hasil penelitian tersebut juga
dipublikasikan pada majalah ilmiah Tectona, yang merupakan salah satu majalah ilmiah paling bergengsi di dunia pada zaman tersebut. Namun pada era penjajahan Jepang (1942-1945), institusi litbang praktis tidak berkembang karena Jepang tidak memperdulikan pentingnya riset kehutanan dan bahkan mengeksploitasi hutan-
hutan jati di Jawa untuk kepentingan perang. Selanjutnya, pada era Kemerdekaan sampai Orde Lama (1945- 1965), institusi litbang tersebut hanya survive dengan nama Balai Penyelidikan Kehutanan dengan hasil penelitian yang kurang signifikan. Pada Awal Orde Baru (1966) sampai dengan pertengahan tahun 2013 ini, organisasi litbang kehutanan secara periodik mengalami perubahan sesuai dengan konstelasi politik pada masa tersebut namun secara umum menunjukkan peningkatan kinerja dari tahun ke tahun, baik kuantitas maupun kualitas output penelitian. Beberapa output litbang yang sangat strategis yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang Kehutanan adalah: sistem silvikultur Tebang Pilih Indonesia (TPI), teknik silvikultur berbagai jenis hutan tanaman, teknik produksi bibit meranti dengan sistem KOFFCO, bioteknologi dan pemuliaan tanaman jenis-jenis pohon cepat tumbuh, beberapa
tabel
volume
pohon, teknik
pengolahan
beberapa komoditas HHBK seperti sutera alam dan madu lebah, teknik
inokulasi
gaharu,
teknik
produksi
mikoriza,
teknik
penangkaran rusa timor, teknologi pengolahan kayu solid dan kayu komposit, teknik produksi kayu pertukangan dari batang sawit, teknik produksi bambu lamina, teknik produksi briket arang dan cuka kayu, teknik produksi perekat dari tannin kulit kayu, model allometrik biomassa dan input kebijakan mitigasi perubahan iklim dan REDD+. Khusus untuk pengelolaan DAS, beberapa output litbang yang telah dihasilkan oleh BPTKPDAS Solo mencakup: sistem perencanaan pengelolaan DAS, teknik mitigasi banjir dan tanah longsor,
panduan
sidik
cepat
degradasi
sub
DAS,
sistem
karakterisasi DAS pada beberapa zona ekologi di Jawa dan Sumatera, teknik rehabilitasi lahan kritis, aplikasi citra satelit dan SIG untuk monev DAS dan revisi peta penggunaan lahan,
pemodelan sumberdaya
hidrologi alam
DAS,
dalam
sistem DAS,
analisis
analisis
neraca
tipologi
ekonomi
sosial
dan
pengaruhnya terhadap kinerja DAS, implementasi pengelolaan DAS pada skala mikro dan penentuan luas penutupan hutan optimum, khususnya hutan tanaman jati dan pinus berdasarkan parameter hidrologi. Satuan kerja Badan Litbang Kehutanan di luar BPTKPDAS Solo, baik Puskonser dan beberapa Balai Penelitian Kehutanan, juga menghasilkan output litbang di bidang pengelolaan DAS, mencakup peta kesesuaian jenis pohon untuk kegiatan RHL pada beberapa provinsi dan DAS, teknik konservasi tanah dan air, teknik reklamasi lahan bekas tambang emas, batubara, batu kapur feldspar dan timah, alat deteksi longsor dan teknik pembangkit listrik tenaga mikrohidro untuk penguatan kelembagaan dan kesehatan DAS. Dalam rangka memperingati 100 tahun litbang kehutanan di Indonesia, serangkaian kegiatan diseminasi hasil litbang akan digelar baik di pusat maupun di daerah dan puncaknya adalah penyelenggaraan
konferensi
internasional
INAFOR
(Indonesia
Forestry Researchers) II dan peluncuran buku Seratus Tahun Litbang Kehutanan di Indonesia pada bulan Agustus 2013. Rangkaian acara tersebut diawali dengan pencanangan 100 tahun litbang kehutanan di Indonesia oleh Menteri Kehutanan pada bulan Maret 2013 di Bogor dan dilanjutkan oleh Menteri Kehutanan pada tanggal 24 April 2013 berupa penandatangan prasasti peringatan 100 tahun dan prasasti revitalisasi laboratorium, penanaman pohon secara simbolis, penyelenggaraan
seminar
”Applications
and
Challenges of Green Economy for Sustainable Development” dan bedah buku konservasi hutan. Kegiatan tersebut diliput secara luas oleh berbagai media massa nasional dan daerah dan sampai saat
ini secara berkala dimuat pada rubrik ilmu pengetahuan dan teknologi di harian Kompas dan harian lainnya. Peliputan tersebut dan testimoni para pengguna pada saat penendatanganan prasasti menunjukkan bahwa sesungguhnya sudah banyak output litbang yang bermanfaat dan potensial dikembangkan untuk meningkatkan kinerja pembangunan kehutanan dan kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan peringatan 100 tahun tersebut, Badan Litbang Kehutanan telah menetapkan motto, sebagaimana prasasti yang
ditandatangani
Menteri
Kehutanan,
yakni:
”Iptek
Merupakan Landasan Kebijakan dan Etika Membangun Hutan
Lestari
dan
Peradaban
menggambarkan
arah
penelitian
Bangsa”. pasca
100
Motto tahun
ini yang
mengedepankan produk kebijakan kehutanan dan pencapaian pembangunan kehutanan berkelanjutan yang mengakomodir nilai etika dan sosial budaya bangsa yang mandiri dan unggul. Dalam konteks peringatan Satu Abad inilah BPTKPDAS Solo melakukan diseminasi hasil-hasil penelitian terbarunya kepada para pengguna iptek dan sekaligus mengharapkan umpanbalik dari para peserta seminar dalam rangka memformulasikan kegiatan penelitian ke depan yang gayut dengan kebutuhan pengelolaan DAS.
Saudara-saudara sekalian, Terkait dengan kebutuhan iptek pengelolaan DAS, Indonesia saat ini dihadapkan pada permasalahan lingkungan hidup yang sangat serius yakni fenomena perubahan iklim dan kerusakan DAS. Ke duanya mempunyai interrelasi yang sangat kuat di mana deforestasi dan degradasi hutan merupakan salah satu sumber emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global dan pada tataran lokal kerusakan sumberdaya hutan bersamaan dengan meluasnya lahan kritis akibat pengabaian teknik konservasi
tanah dan air menyebabkan penurunan daya dukung DAS. Bencana
hidrometeorologi
yang
semakin
sering
menimpa
Indonesia, berupa banjir, tanah longsor dan kekeringan serta kerusakan ekologi berupa erosi dan sedimentasi diyakini dipicu oleh faktor
antropogenik
berupa
intervensi
manusia
terhadap
sumberdaya hutan dan lahan yang berlebihan. Kejadian bencana tersebut menimbulkan kerugian material dan immaterial yang tinggi dan bahkan seringkali menimbulkan korban jiwa. Deforestasi dan degradasi hutan serta kerusakan lahan di luar kawasan hutan yang masif belum sepenuhnya dapat diimbangi oleh kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.
Meskipun laju
kerusakan hutan turun menjadi 450.000 ha/tahun pada periode 2010-2011 dari yang sebelumnya 2,83 juta ha/tahun pada periode 1997 sampai dengan 2000, namun hutan dan lahan kritis yang ada saat ini masih sangat tinggi yakni sekitar 51,67 juta hektar. Sementara itu, kinerja rehabilitasi hutan dan lahan, yang dihitung berdasarkan prestasi RHL sebesar 2.009.881 ha dari tahun 20032008, hanya mencapai 500.000 ha/tahun.
Kinerja RHL sebesar
500.00 ha/tahun tersebut hanya dapat mengatasi laju kerusakan hutan dan belum dapat mengatasi hutan dan lahan kritis yang ada. Hutan dan lahan kritis tersebut berada pada DAS prioritas di mana di seluruh Indonesia terdapat 458 DAS prioritas di antaranya 282 DAS merupakan prioritas I dan II.
Sehubungan dengan itu,
Kementerian Kehutanan menetapkan salah dua dari 18 Sasaran Strategis tahun 2010-2014 berupa rencana pengelolaan DAS terpadu sebanyak 108 DAS prioritas; dan tanaman rehabilitasi pada lahan kritis di dalam DAS prioritas seluas 2,5 juta ha. Kerusakan DAS, pada umumnya, disebabkan oleh kebutuhan lahan yang semakin tinggi seiring dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kepentingan pembangunan sektoral dan daerah
yang berakibat pada perubahan status, fungsi dan peruntukan kawasan hutan menjadi penggunaan lain. Kerusakan DAS tersebut menunjukkan adanya ketidaktepatan dalam pengelolaan DAS di mana selama ini lebih ditekankan pada aspek biofisik dan kurang pada aspek sosial dan kelembagaan. Permasalahan dalam pengelolaan DAS saat ini adalah pengelolaan sumberdaya alam DAS yang melampaui kapasitasnya atau
tidak
ramah
lingkungan;
pertumbuhan
penduduk;
perkembangan industri serta pembangunan di berbagai bidang berakibat pada peningkatan kebutuhan akan lahan; lapangan kerja yang terbatas mendorong masyarakat mendesak penggunaan lahan di luar batas kemampuannya; konversi lahan; orientasi otonomi daerah yang berwawasan sempit dan semata-mata fokus pada economic development; meningkatnya ego sektoral dan ego kewilayahan yang berakibat pada konflik kepentingan dan kurang keterpaduan antar sektor, antar wilayah hulu dan hilir. Untuk itu, upaya pengelolaan DAS yang tepat dengan kondisi
administrasi
pemerintahan,
kemasyarakatan dan biofisik,
kelembagaan,
sosial
menjadi sangat penting untuk
mengatasi permasalahan tersebut.
Konkritnya, solusi masalah
pengelolaan DAS membutuhkan komitmen politik, payung hukum, kerjasama komprehensif dan teknologi Konservasi Tanah dan Air tepat guna yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan DAS tidak bisa lagi melalui pendekatan sektoral, tetapi harus mengedepankan prinsip keterpaduan, yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan para pemangku kepentingan terkait pada lintas wilayah administrasi sesuai dengan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, PP No.33 Tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumberdaya Air dan PP No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS.
UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan bahwa salah satu tujuan penyelenggaraan kehutanan adalah dengan meningkatkan daya dukung DAS.
Oleh karena itu
diperlukan suatu pengelolaan DAS yang obyektif, rasional dan utuh mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi sampai dengan pembinaan dan pengawasan.
Untuk
menyelenggarakan pengelolaan DAS yang baik perlu dukungan IPTEK di bidang pengelolaan DAS yang adaptif sebagai dasar untuk menjawab permasalahan dinamika politik, sosial, ekonomi dan teknologi yang semakin berkembang. Lebih jauh lagi, solusi masalah pengelolaan DAS perlu dituangkan dalam Kebijakan Prioritas Pembangunan Kehutanan, Program dan Kegiatan yang terukur, realistis dan berkelanjutan, yang kesemuanya diharapkan tertuang dalam dokumen Rencana Strategis Kementerian Kehutanan dan Ditjen BPDASPS untuk periode berikutnya (2015-2019).
Permasalahan utama DAS ke
depan akan lebih diwarnai permasalahan eco-resources dengan basis faktor-faktor antropogenik berupa sosial budaya, sikap, perilaku, pendidikan dan kepercayaan.
Kerusakan DAS pada
dasarnya disebabkan oleh intervensi manusia dan oleh karena itu yang ditangani adalah faktor kemanusiaan itu sendiri.
Dalam
kaitan ini, Kebijakan Prioritas Pembangunan Kehutanan dapat diarahkan pada Rehabilitasi Hutan dan Lahan dan Peningkatan Daya Dukung DAS dan Program Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. kegiatan-kegiatan
yang
perlu
dilakukan,
antara
Adapun lain:
penyelenggaraan pengelolaan DAS terpadu pada DAS prioritas; pengembangan kelembagaan dan mekanisme monitoring dan evaluasi DAS; dan penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan dan reklamasi hutan.
Hadirin yang berbahagia, Untuk menyikapi tantangan dalam menjawab kebutuhan masyarakat dalam pengelolaan DAS, maka pada kesempatan ini, kami mengajak hadirin baik pemangku kebijakan maupun praktisi, akademisi dan peneliti untuk berdiskusi dan saling bertukar informasi dan pengalaman dalam Seminar Hasil-Hasil Penelitian Teknologi Pengelolaan DAS ini. Sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya, BPTKPDAS Solo telah banyak menghasilkan output penelitian pengelolaan DAS dan teknologi pendukungnya, namun tampaknya belum banyak yang termanfaatkan dengan baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan bahkan monitoringnya sekalipun oleh berbagai pihak terkait. Pada hakekatnya, output penelitian tersebut secara teknis memperlancar implementasi kebijakan strategis dan operasional yang telah dibuat, dalam hal ini, implementasi PP No.37 Tahun 2012.
Semangat PP tersebut adalah untuk mengkoordinasikan,
mengintegrasikan, mensinkronkan dan mensinergikan pengelolaan DAS dalam rangka meningkatkan daya dukung DAS (pasal 3.). Dalam PP tersebut juga mengatur tentang siapa yang berwenang menyusun rencana pengelolaan DAS (pasal 22 ayat 2), yang melaksanakan
(pasal
42),
memonitor
dan
mengevaluasi
pelaksanaannya (pasal 50), yang secara jelas diserahkan kepada Menteri untuk DAS lintas negara dan lintas provinsi, Gubernur sesuai kewenangan untuk DAS dalam provinsi dan atau lintas kabupaten/kota, dan Bupati/Walikota sesuai kewenangannya untuk DAS dalam kabupaten/kota.
Peran serta masyarakat dalam
pengelolaan DAS baik secara perorangan maupun kelompok melalui forum DAS diatur dalam Pasal 57.
Tugas kita ke depan
adalah untuk menjabarkan PP ini ke dalam kebijakan yang lebih operasional dalam bentuk Peraturan-Peraturan Menteri Kehutanan.
Dalam rangka meningkatkan dukungan litbang pengelolaan DAS dalam implementasi dan bahan kebijakan, Kepala Badan Litbang Kehutanan bersama Direktur Jenderal BPDASPS telah menandatangani Nota Kesepahaman Nomor NK.3/VIII-Set/2011 dan NK.2/V-Set/2011 tentang IPTEK Pengelolaan DAS Sebagai Landasan Kebijakan Operasional. Oleh karena itu, seminar ini juga merupakan salah satu wujud komitmen Badan Litbang Kehutanan untuk
senantiasa
menindaklanjuti
dan
meng-update
Nota
Kesepahaman tersebut.
Saudara-saudara sekalian, Untuk
meningkatkan
kontribusi
iptek
kehutanan
pada
pengelolaan DAS di Indonesia, BPTKPDAS Solo harus segera memformulasikan
program
dan
kegiatan
penelitian
yang
dituangkan dalam Rencana Strategis BPTKPDAS Solo tahun 20152019
yang
didasarkan
pada
permasalahan
pembangunan
kehutanan nasional dan kebutuhan iptek pengelolaan DAS. Permasalahan pembangunan kehutanan nasional yang perlu di-address oleh BPTKPDAS Solo, adalah: 1. Hak ulayat (tenurial) dan akses masyarakat adat terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan yang masih rendah; 2. Masih tingginya jumlah penduduk miskin di dalam dan sekitar hutan; 3. Pengaturan tata ruang yang belum didasarkan pada daya dukung lingkungan dan kebutuhan optimal setiap sektor sehingga potensial menyebabkan konflik penggunaan kawasan; 4.
Deforestasi dan degradasi hutan; 5.
Bencana hidrometeorologi akibat luasnya lahan kritis dan tutupan berhutan