Program Study. : Gizi. Judul Skripsi. : Pengaruh penggunaan garam beryodium
terhadap status gizi balita pendek di. Kecamatan Amuntai Tengah Kabupaten.
SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM TERHADAP STATUS GIZI BALITA PENDEK DI KECAMATAN AMUNTAI TENGAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2010
Oleh :
CHAIRUNNISA 08S1AJ0009
PROGRAM STUDI S1 GIZI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA BORNEO BANJARBARU TAHUN 2011
PENGARUH PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM TERHADAP STATUS GIZI BALITA PENDEK DI KECAMATAN AMUNTAI TENGAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2010
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Gizi (S. Gz)
Oleh :
CHAIRUNNISA 08S1AJ0009
PROGRAM STUDI S1 GIZI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA BORNEO BANJARBARU TAHUN 2011
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: Chairunnisa
NIM
: 08S1AJ0006
Program Study
: Gizi
Judul Skripsi
: Pengaruh penggunaan garam beryodium terhadap
status gizi balita pendek di
Kecamatan Amuntai
Tengah Kabupaten
Hulu Sungai Utara Tahun 2010
Dengan ini saya menyatakan bahwa hasil penulisan karya ilmiah yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan tidak melakukan pelanggaran sebagai berikut : •
Plagiasi tulisan maupun gagasan
•
Rekayasa dan manipulasi data
•
Meminta tolong atau membayar orang lain untuk meneliti
•
Mengajukan sebagian atau seluruh karya ilmiah untuk publikasi atau untuk memperoleh gelar atau sertifikat atau pengakuan akademik atau profesi ditempat lain.
Apabila terbukti saya melakukan pelanggaran tersebut diatas, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar akdemik. Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan .
Penulis,
(Chairunnisa)
HALAMAN PERSETUJUAN
Nama
: Chairunnisa
NIM
: 08S1AJ0006
Skripsi ini telah disetujui untuk disidangkan :
Banjarbaru, 11 Agustus 2011 Pembimbing Utama,
Rusman Efendi, SKM,M.Si NIDN : 128047801
Pembimbing Pendamping,
Muhammad Rayhan, S.Psi NIDN : 1110038601
HALAMAN PENGESAHAN
Nama NIM
: Chairunnisa : 08S1AJ0006
Skripsi ini telah dipertahankan didepan dewan penguji dan disetujui Pada tanggal : 26 Januari 2011 Penguji 1 (Ketua)
Rusman Efendi, SKM, M.Si NIDN : 1218047801 Penguji 2 (Anggota)
Penguji 3 (Anggota)
Muhammad Rayhan, S.Psi NIDN :1110038601
Akhmad Mahyuni, S.Sos, MPH NIDN : 1110106502
Diketahui :
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Ketua Program Studi Gizi
Husada Borneo Banjarbaru
Rusman Efendi, SKM, M.Si NIDN : 1218047801
Tanggal lulus :
Norhasanah, S.Gz NIDN :1119098402
ABSTRAK
Chairunnisa. 08S1AJ0006 PENGARUH PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM TERHADAP STATUS GIZI BALITA PENDEK DIKECAMATAN AMUNTAI TENGAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2010 Skripsi. Program Studi Gizi. 2010 (xii + 38 + lampiran) Latar belakang : Berdasarkan hasil dari pemantauan garam beryodium pada tahun 2009, di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Khususnya untuk Kecamatan Amuntai Tengah diketahui bahwa desa dengan kategori baik sebesar 50 % sedangkan desa dengan kategori tidak baik sebesar 50 %, seperti yang diketahui bahwa Kecamatan Amuntai Tengah merupakan kecamatan yang berada di tengah kota dimana untuk ke pasar dekat dan banyak terdapat supermarket dan warung yang menjual garam beryodium tetapi kenyataan dilapangan menunjukkan lain yaitu masih banyak garam yang digunakan dirumah tangga yang tidak beryodium,dan hasil dari PSG-KADARZI berdasarkan TB/U maka balita dengan status gizi Pendek sebesar 22,91 % sedangkan balita dengan status gizi sangat pendek 17,45 %, Tujuan Penellitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan garam beryodium terhadap status gizi balita pendek di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2010. Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional dengan rancangan penelitian Case Control, populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang ada di Kecamatan Amuntai Tengah yaitu berjumlah 4800 balita, sampel dalam penelitian ini adalah semua keluarga yang memiliki balita dengan status gizi pendek sebanyak 49 orang dan normal sebanyak 49 orang yang ada di Kecamatan Amuntai Tengah, Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Kecamatan Amuntai Tengah, penggunaan garam beryodium berpengaruh terhadap balita gizi pendek berdasarkan tinggi badan menurut umur, hal ini ditunjukkan dengan hasil uji chi square yang menunjukkan bahwa nilai p=0.024 < 0.05, begitu juga dengan penggunaan garam beryodium berpengaruh terhadap status gizi normal pada balita berdasarkan berat badan menurut umur, hal ini ditunjukkan dengan hasil uji chi square yang menunjukkan bahwa nilai p=0.024 < 0.05.
Kata Kunci : Garam, Yodium, status gizi , pendek, normal.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”PENGARUH PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM TERHADAP STATUS GIZI BALITA PENDEK DI KECAMATAN AMUNTAI TENGAH, KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan S-1 Gizi pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat pada Sekolah Tinggi Kesehatan Husada Borneo, Banjarbaru. Selanjutnya penulis menyadari sepenuhnya tanpa bantuan dariberbagai pihak, skripsi ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu, pada kesepatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Bapak Rusman Effendi, SKM,M.Si
selaku Ketua STIKES HUSADA
BORNEO dan juga selaku pembimbing utama yang telah meluangkan waktu dengan penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Muhammad Rayhan, S. Psi selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan masukan-masukan dalam penulisan skripsi ini 3. Ibu Norhasanah, S. Gz selaku Ketua Program Studi Gizi Kesehatan 4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara yang telah memberikan ijin belajar kepada penulis untuk mengikuti Program Sarjana S-1 Gizi pada Stikes Husada Borneo. 5. Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan yang telah memberikan masukanmasukan hingga terselesaikanlah skripsi in 6. Kasi Perbaikan Gizi Masyarakat yang telah banyak memberikan masukanmasukan dalam mendapatkan data yang diperlukan dalam pengolahan skripsi ini 7. Ibunda Tercinta yang telah mendukung dan memberikan motivasi dari awal perkuliahan sampai dengan skripsi ini selesai.
8. Suami tercinta Akhmad Sardaniansyah dan kedua anakku tersayang Nazwa Puteri dan Muhammad Nur Putera yang telah dengan setia, tabah dan sabar dalam memberikan dukungan dan do’a sampai akhirnya selesai juga skripsi ini. 9. Teman-teman di Bidang Pelayanan Kesehatan dan Program Perbaikan Gizi Masyarakat yang telah setia mendengarkan keluh kesahku. 10. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S-1 Gizi angkatan 2008, atas segala kerjasama dan partisipasi yang telah diberikan . 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah ikut membantu kelancaran Penulisan skripsi ini. Akhir kata semoga allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Amuntai,
CHAIRUNNISA
2011
DAFTAR ISI HALAMAN COVER ……………………………………………………... HALAMAN JUDUL ……………………………………………………... HALAMAN PERNYATAAN …………………………………………… HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………… HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………. ABSTRAK ………………………………………………………………... KATA PENGANTAR ……………………………………………………. DAFTAR ISI ……………………………………………………………… DAFTAR TABEL ………………………………………………………… DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1.1.Latar Belakang ………………………………………………………... 1.2.Rumusan Masalah …………………………………………………….. 1.3.Tujuan Penelitian ……………………………………………………... 1.3.1. Tujuan Umum ………………………………………………… 1.3.2. Tujuan Khusus ………………………………………………… 1.4.Manfaat Penelitian ……………………………………………………. 1.5.Keaslian Penelitian …………………………………………………… BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………. 2.1. Tinjauan Teori ……………………………………………………… 2.1.1. Tinjauan Ontologi Iodium ……………………………………..... 2.1.2. Sumber Iodium …………………………………………………. 2.1.3. Kebutuhan Iodium ……………………………………………… 2.1.4. Manfaat Garam Beryodium …………………………………….. 2.1.5. Dampak Defiisiensi Iodium ……………………………………. 2.1.6. Status Gizi Balita ………………………………………………. 2.1.7. Parameter penentuan status gizi balita …………………………. 2.1.8. Status gizi balita berdasarkan tinggi badan menurut umur ……. 2.1.9. Status gizi balita berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U).. 2.1.10.Penggaruh konsumsi iodium terhadap tinggi badan berdasarkan biokimianya ...………………………………………………....... 2.2. Landasan Teori ……………………………………………………….. 2.3. Kerangka Konsep …………………………………………………….. 2.4. Hipotesis ……………………………………………………………... BAB III. METODE PENELITIAN ………………………………………... 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ……………………………………… 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………………….. 3.3. Subjek Penelitian ……………………………………………………… 3.3.1. Populasi …………………………………………………………. 3.3.2. Sampel …………………………………………………………...
i ii iii iv v vi vii ix xi xii xiii 1 1 4 4 4 4 4 5 6 6 6 6 7 8 8 10 10 12 12 13 14 15 15 16 16 16 16 16 16 18
3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional …………………………. 3.5. Instrumen Penelitian …………………………………………………... 3.6. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………….. 3.6.1. Data Primer ……………………………………………………... 3.6.1. Data sekunder …………………………………………………… 3.7. Teknik Analisa Data …………………………………………………... 3.8. Prosedur Penelitian ……………………………………………………. 3.8.1. Melakukan uji Mutu Garam Beryodium ………………………... 3.8.2. Penentuan Status Gizi Buruk …………………………………… 3.9. Kelemahan Penelitian …………………………………………………. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………… 4.1. Hasil Penelitian ………………………………………………………. 4.1.1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara ……... 4.1.2. Penduduk dan Sosial ekonomi …………………………………… 4.1.3. Pemantauan garam beryodium …………………………………… 4.2. Gambaran Umum Subjek Penelitian …………………………………. 4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur …………………… 4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Penggunaan Garam …… 4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur …………………………………………………………….. 4.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Berat badan Menurut Umur …………………………………………………………….. 4.2.5. Tabulasi Silang Antara Konsumsi Garam Beryodium dengan Tinggi badan menurut Umur …………………………………….. 4.2.6. Tabulasi Silang Antara Konsumsi Garam Beryodium dengan Berat badan menurut Umur …………………………………….. 4.3. Pembahasan …………………………………………………………… 4.3.1. Penggunaan garam beryodium …………………………………. 4.3.2. Balita status gizi pendek ………………………………………… 4.3.3. Balita dengan berat badan normal ……………………………….. 4.3.4. Pengaruh penggunaan garam beryodium terhadap status gizi pendek …………………………………………………………… 4.3.5. Pengaruh penggunaan garam beryodium terhadap status gizi normal …………………………………………………………… BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan …………………………………………………………… 5.2. Saran ………………………………………………………………….
19 19 19 19 20 20 20 20 20 22 22 22 23 25 26 27 27 27 28 28 29 30 30 30 30 31 32
33 33 33
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3 . Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7.
Keadaan gizi menurut indeks Antropometri ...................... Variabel penelitian dan definisi operasional....................... Nama-nama kecamatan, ibukota kecamatan, Luas wilayah dan jumlah desa/kelurahan ................................................. Hasil monitoring garam beryodium ................................... Distribusi responden berdasarkan umur ............................ Distribusi responden berdasarkan penggunaan garam ....... Distribusi responden berdasarkan tinggi badan menurut umur ................................................................................... Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan berat badan menurut umur ................................................................................... Tabel 9. Tabulasi silang antara penggunaan garam beryodium dengan tinggi badan menurut umur ................................... Tabel 10. Tabulasi silang antara penggunaan garam beryodium dengan berat badan menurut umur ..................................
11 18 23 27 28 28 28 29 29 30
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Konsep Rencana Penelitian .....................................................
15
Gambar 3.1. Teknik Pengambilan besar sampel ..........................................
17
Gambar 4.1. Struktur Ekonomi Kab. HSU ..................................................
24
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Kesehatan
merupakan Hak
Asasi Manusia
dan
sekaligus
merupakan investasi Sumber Daya Manusia serta memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia. Oleh karena itu, menjadi suatu keharusan bagi semua pihak untuk memelihara kesehatan demi kesejahteraan seluruh masyarakat (Depkes RI, 2007). Keadaan Gizi yang baik merupakan prasyarat utama dalam mewujudkan Sumber Daya Manusia yang sehat dan berkualitas.Masalah Gizi terjadi disetiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena
pada masa ini terjadi
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Depkes RI, 2007). Berdasarkan UU RI No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembiayaan Urusan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota menegaskan, Informasi Status Gizi memegang peranan penting dalam menentukan perencanaan program didaerah. Dalam rangka mencapai tujuan RPJMN dan Rencana Strategi Departemen
Kesehatan
2005-2009,
Departemen
Kesehatan
akan
melaksanakan Program Perbaikan Gizi agar seluruh keluarga sadar gizi (KADARZI) yang merupakan salah satu komponen dari DESA SIAGA. KADARZI adalah keluarga yang mengenal masalah gizi dan mampu mengatasi masalah gizi setiap anggota keluarga.
Gambaran status gizi balita diawali dengan banyaknya bayi berat lahir rendah (BBLR) sebagai cerminan tingginya masalah gizi dan kesehatan ibu hamil. Sekitar 30 juta wanita usia subur menderita kurang energi kronis (KEK) , yang bila hamil dapat meningkatkan resiko melahirkan BBLR. Setiap tahun, diperkirakan sekitar 350 ribu bayi yang lahir BBLR (2500 gram), sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka gizi kurang dan kematian balita. Pada tahun 2005 terdapat sekitar 5 juta balita gizi kurang; 1,7 juta diantaranya menderita gizi buruk. Pada usia sekolah sekitar 11 juta anak tergolong pendek sebagai akibat dari gizi kurang pada masa balita (Depkes RI, 2007). Salah satu kelompok umur dalam masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi (rentan gizi) adalah anak balita (bawah lima tahun). Pada anak balita terjadi proses pertumbuhan yang pesat, sehingga memerlukan zat gizi tinggi untuk setiap kilogram berat badannya. Anak balita justru paling sering menderita akibat kekurangan gizi. Sedangkan masa balita ini merupakan periode penting dalam pertumbuhan, dimana pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita akan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Dampak kurang gizi atau gizi buruk terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Jika kondisi kurang gizi terjadi pada balita, khususnya pada masa periode keemasan perkembangan otak (0-3 tahun), otak tidak dapat berkembang sebagaimana anak yang sehat, dan kondisi ini akan sulit untuk dapat pulih kembali atau bersifat permanen. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius mengingat dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia. Selain berupa pembesaran kelenjar gondok dan hipotiroidi, kekurangan yodium jika terjadi pada wanita hamil mempunyai risiko terjadinya abortus, lahir mati, sampai cacat bawaan. Jika terjadi pada bayi yang lahir akan mengakibatkan gangguan
perkembangan syaraf, mental dan fisik yang disebut kretin. Semua gangguan ini dapat berakibat pada rendahnya prestasi belajar anak usia sekolah, rendahnya produktifitas kerja pada orang dewasa serta timbulnya berbagai
permasalahan
sosial
ekonomi
masyarakat
yang
dapat
menghambat pembangunan (Depkes RI, 2005 ). Wanita usia subur yang tidak mendapat kecukupan yodium akan mengakibatkan bayi atau janin yang dikandung kelak akan mengalami gangguan perkembangan otak, gangguan perkembangan fetus dan pasca lahir, kematian perinatal atau abortus meningkat (Picauly, 2002). Salah satu cara untuk menanggulangi GAKY pada wanita usia subur adalah penambahan yodium pada garam yang dikonsumsi, karena telah disepakati sebagai cara yang aman, efektif dan berkesinambungan untuk mencapai konsumsi yodium yang optimal bagi semua rumah tangga dan masyarakat (Depkes RI, 2005). Namun kadar yodium dalam garam akan turun bila terjadi kerusakan, sehingga tidak bisa mempertahankan mutunya hingga ke tingkat konsumen. Kerusakan ini dapat terjadi selama penyimpanan di gudang atau di warung (Arisman, 2004). Penyimpanan dan teknik penyimpanan yang kurang memadai akan mempengaruhi kualitas garam beryodium. Bila kualitas garam beryodium (kadar yodium) menurun maka mempengaruhi konsumsi yodium dan pada akhirnya mempengaruhi status yodium pada seseorang (Noviani, 2007). Selain itu, perilaku ibu dalam memiih garam akan menentukan konsumsi yodium pada rumah tangga (Sumarno, 1997). Tingkat konsumsi yodium ini pada akhirnya akan berpengaruh terhadap status yodium. Penggunaan garam beryodium di rumah tangga mempunyai manfaat yang penting untuk mencegah penyakit gondok dalam keluarga (Noviani, 2007). cccc, hal inilah yang membuat penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian.
1.2.
Rumusan Masalah Apakah penggunaan garam beryodium di tingkat rumah tangga berpengaruh terhadap status gizi balita pendek dan balita gizi baik?
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh penggunaan garam beryodium terhadap status gizi Balita di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui penggunaan garam beryodium di tingkat rumah tangga. 2. Mengetahui tentang status gizi balita pendek berdasarkan tinggi badan menurut umur yang ada diwilayah kecamatan Amuntai Tengah. 3. Mengetahui tentang status gizi normal
pada balita berdasarkan berat
badan menurut umur yang ada diwilayah kecamatan Amuntai Tengah. 4. Mengetahui pengaruh dari penggunaan garam beryodium terhadap status gizi pendek pada balita di Kecamatan Amuntai Tengah. 5. Mengetahui pengaruh dari penggunaan garam beryodium terhadap status gizi normal pada balita di kecamatan Amuntai Tengah.
1.4.
Manfaat Penelitian 1. Bagi pengelola program perbaikan gizi masyarakat Dapat menambah pengetahuan, menambah wawasan tentang penggunaan garam beryodium pada tingkat rumah tangga dan keadaan status gizi balita pendek
sehingga
selanjutnya
dapat
dilakukan
perencanaan
dalam
penanggulangannya.
2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai masukan dan bacaan mahasiswa yang nantinya diharapkan dapat dijadikan bahan dalam penyuluhan di masyarakat. 3. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan penerapan teori-teori yang telah diterima selama perkuliahan serta memberikan gambaran tentang pengaruh penggunaan garam beryodium di tingkat rumah tangga terhadap status gizi balita pendek .
1.5.
Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Pengaruh penggunaan garam beryodium terhadap status gizi balita pendek belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. Adapun beberapa penelitian lain yang ada kaitannya dengan Penggunaan garam beryodium antara lain yaitu : 1. Dedi Julhadi asibuan, 2008, dengan judul “ Gambaran Perilaku Ibu Rumah Tangga dalam Penggunaan Garam Beryodium di Desa Juma Teguh, Kecamatan Siempat Nempu, Kabupaten Dairi tahun 2008 “. Persamaan penelitian ini adalah pada penggunaan garam beryodium oleh ibu rumah tangga sedangkan perbedaannya pada rancangan penelitian, variabel penelitiannya, instrumen yang digunakan dan analisa datanya. Perbedaan lain juga terdapat pada waktu dan tempat dilaksanakannya penelitian. 2. Lidia Nurvita Ramawanti, 2010, dengan judul “Hubungan antara pemilihan dan penyimpanan garam beryodium dengan status yodium pada Wanita Usia Subur (WUS) didesa Selo, Kecamatan Selo, Boyolali, JawaTengah”. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti mengenai penggunaan garam beryodium pada tingkat rumah tangga,
Sedangkan perbedaan penelitian ini adalah pada variabel
penelitiannya, instrumen yang digunakan dan analisa datanya. Perbedaan lain juga terdapat pada waktu dan tempat dilaksanakannya penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1 Tinjauan Ontologi Iodium Iodium ditemukan pada tahun 1811 oleh Courtois. Iodium merupakan sebuah monovalen. Keadaannya dalam tubuh mamalia hanya sebagai hormon tiroid. Hormon-hormon ini sangat penting selama pembentukan embrio dan untuk mengatur kecepatan metabolis dan produksi kalori atau energi disemua kehidupan. Iodium diserap sangat cepat oleh usus dan oleh kelenjar tiroid digunakan untuk memproduksi hormon tiroid.Saluran ekresi utama iodium adalah melalui saluran kencing dan cara ini merupakan indikator utama pengukuran jumlah pemasukan dan status iodium. Tingkat ekresi (status iodium) yang terendah (25-20 mg I/g creatin) menunjukkan resiko kekurangan iodium bahwa tingkatan yang lebih rendah menunjukkan resiko yang lebih berbahaya (Brody, 1999). Iodium ada dalam tubuh dalam jumlah yang sangat sedikit yaitu sebanyak kurang lebih 0,00004 % dari berat badan atau 15-23 mg. Sekitar 75 % dari iodium ini ada di dalam kelenjar tiroid yang digunakan untuk mesintesis hormon tiroksin. Hormon ini diperlukan untuk pertumbuhan normal, perkembanga fisik dan mental manusia. Selain itu iodium ada didalam jaringan tubuh lain, yaitu dikelenjar ludah, payudara, dan lambung serta didalam ginjal (Almatsier, 2003). 2.1.2 Sumber Iodium Iodium merupakan sejenis mineral, biasanya iodium terdapat di alam, baik tanah dan air. Iodium adalah zat gizi mikro yang mengandung hormon tiroksin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Kandungan iodium dalam makanan laut seperti ikan, kerang, cumi atau rumput laut berkisar 0,0002 persen. Keuntungan
konsumsi iodium melalui makanan laut adalah elemen iodium tersebut tidak hilang selama pemprosesan masakan. Selain itu, jumlah yang dimakan biasanya juga lebih tinggi (bila kita mengknsumsi 50 gram ikan laut, berarti iodium yang masuk setara 100 mikrogram iodium). Jepang adalah negara terdepan dalam konsumsi rumput laut dan kasus kekurangan iodium juga sangat rendah di negara tersebut. Disana rumput laut diproses menjadi anyaman halus yang disebut nori. Nori ini dipakai sebagai pembungkus makanan, misalnya nasi kepal (onigiri) atau sushi. Selain itu, juga dipakai sebagai campuran penyedap rasa pada mi rebus, seperti ramen atau soba. Mungkin seandainya kita mau meniru, misalnya daun pisang pembungkus lemper diganti dengan lembaran rumput laut atau mi bakso maupun mie pangsit dibubuhi penyedap dan rumput laut, maka kasus kekurangan iodium akan berkurang dinegeri ini. Pentradisian penggunaan makanan laut hendaknya terus digalakkan karena lebih dari 70 persen dari luas wilayah negeri ini adalah laut (Nurachman dan Sarwono, 2008). 2.1.3. Kebutuhan Iodium Kebutuhan iodium bervariasi menurut umur dan kondisi-kondisi tertentu. Kebutuhan pada anak-anak berbeda dengan kebutuhan orang dewasa akan iodium perharinya. Keadaan fisiologi tertentu dari tubuh seperti misalnya pada wanita dan ibu menyusui, jumlah kebuutuhan tubuh akan zat iodium akan berbeda. Kebutuhan tubuh per harinya sekitar 1-2 µg per kg berat badan. Perkiraan kecukupan yang dianjurkan sekitar 40-120 µg perhari untuk anak-anak umur dibawah 19 tahun dan 150 µg perhari untuk orang dewasa. Untuk wanita hamil dan menyusui dianjurkan tambahan masing-masing adalah 10 µg/hari (Hetzel, 1993). Sumber utama iodium adalah laut, sehingga makanan laut merupakan makanan yang paling kaya dengan iodium. Didaerah pantai, air dan tanah mengandung banyak iodium sehingga tanaman yang tumbuh didaerah pantai mengandung cukup banyak iodium. Semakin jauh tanah dari pantai semakin sedikit pula kandungan iodiumnya dan salah satu
penanggulangan kekurangan iodium adalah melalui fortifikasi garam dapur dengan iodium. 2.1.4. Manfaat Garam Beryodium Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan yodium,yang dibutuhkan tubuh untuk membuat hormon yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan (Dekes RI, 2009) Garam beryodium dapat mencegah Gangguan Akibat Kurang Yodium(GAKY)
yang
ditunjukkan
dengan
tanda-tanda
adanya
pembesaran kelenjar gondok, terhambatnya pertumbuhan (pendek atau cebol) gangguan perkembangan mental, gangguan fungsi syaraf otak (gangguan kecerdasan,bisu, tuli dan juling).(Depkes RI, 2007). 2.1.5. Dampak Defisiensi Iodium Gangguan Akibat Kurang Yodium atau GAKY adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur yodium secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama (Depkes RI, 2007). Masalah GAKY merupakan masalah yang serius mengingat dampaknya
secara
langsung
atau
tidak
langsung
mempengaruhi
kelangsungan hidup dan kuallitas sumber daya manusia yang mencakup 3 aspek, yaitu aspek perkembangan kecerdasan,aspek perkembangan sosial dan aspek perkembangan Ekonomi (Depkes RI, 2007). a. Aspek Perkembangan Kecerdasan (Intelegensi) Pada umumnya
keluarga telah memiliki pengetahuan dasar
mengenai gizi. Namun demikian sikap dan keterampilan serta kemauan untuk bertindak memperbaiki gizi keluarga masih rendah. Sebagian keluarga menganggap asupan makanannya selama ini cukup memadai karena tidak ada dampak buruk yang mereka rasakan. Sebagian keluarga juga mengetahui bahwa ada jenis makanan yang lebih berkualitas namun mereka tidak ada kemauan dan tidak mempunyai keterampilan untuk menyiapkannya. (Depkes RI, 2007)
Kekurangan unsur yodium dalam makanan sehari-hari dapat menurunkan kecerdasan. Di Indonesia diperkirakan kehilangan 140 juta IQ poin akibat GAKY. Perhitungan pengurangan IQ poin yaitu : a. Kretin (GAKY Berat)
: 50 poin
b. Gondok
: 5 poin
c. Bayi didaerah GAKY
: 10 poin
Setiap tahun didaerah defisiensi iodium akan lahir 1 juta bayi, dimana setiap kelahiran akan mengalami defisit sebesar 10 point sehingga total defisit IQ point yang diakibatkan adalah 10 juta IQ point. Terjadinya defisit IQ poin di Indonesia pada gilirannya berdampak pada program belajar 9 tahun, karenanya banyak anak usia sekolah tidak dapat mengikuti pelajaran dan mengalami kemunduran (drop-out) b. Aspek Perkembangan Sosial Dampak sosial yang ditimbulkan GAKY berupa terjadinya gangguan mental, lamban, kurang bergairah sehingga orang macam ini sulit untuk dididik dan dimotivasi. Penderita kretin untuk selamanya menjadi beban sosial bagi keluarga dan masyarakat sekitarnya. c. Aspek Perkembangan Ekonomi Usaha peternakan didaerah defisit iodium tidak akan berhasil karena hewan peliharaan yang mengalami kekurangan iodium akan berukuran lebih kecil, kurus, produksi telur sedikit, kurang kesuburan dan lain-lain. Dampak GAKY terhadap keadaan ekonomi akan di perlihatkan dengan pengalaman negara China dimana setelah 8 tahun upaya penanggulangan dilakukan terjadi peningkatan produktifitas dan income perkapita besar 15 %. Dengan perhitungan ini maka secara kasar di Indonesia GNP akan meningkat jika masalah GAKY dapat ditanggulangi. (Depkes RI, 1990) 2.1.6. Status Gizi Balita Status gizi anak balita adalah keadaan gizi anak balita umur 0-59 bulan yang ditentukan dengan metode Antropometri, berdasarkan indeks
Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) (Depkes RI, 2007). Pertumbuhan
anak
sangat
berkaitan
dengan
nutrisi
yang
dikonsumsi. Kandungan gizi pada makanan yang dikonsumsi setiap hari menentukan status gizi anak. Status gizi yang baik mampu meningkatkan daya tahan tubuh yang baik pula, sebaliknya status gizi yang buruk memudahkan timbulnya penyakit. Oleh karena itu makan bukan hanya kebutuhan fisik utama semata namun juga diperlukan sebagai faktor penunjang pertumbuhan, sedangkan pertumbuhan itu merupakan langkah awal bagi perkembangan. Ditinjau dari tinggi badan, sebanyak 25,8 persen anak balita Indonesia pendek (SKRT 2004). Ukuran tubuh yang pendek ini merupakan tanda kurang gizi yang berkepanjangan. Lebih jauh, kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. Padahal, otak tumbuh selama masa balita. Fase cepat tumbuh otak berlangsung mulai dari janin usia 30 minggu sampai bayi 18 bulan. Salah satu kelompok umur dalam masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi (rentan gizi) adalah anak balita (bawah lima tahun). Pada anak balita terjadi proses pertumbuhan yang pesat, sehingga memerlukan zat gizi tinggi untuk setiap kilogram berat badannya. Anak balita justru paling sering menderita akibat kekurangan gizi. Sedangkan masa balita ini merupakan periode penting dalam pertumbuhan, dimana pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita akan menentukan perkembangan anak selanjutnya. 2.1.7. Parameter Penentuan Status Gizi Balita Parameter yang umum digunakan untuk menentukan status gizi pada balita adalah berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. Lingkar kepala sering digunakan sebagai ukuran status gizi untuk menggambarkan perkembangan otak. Sementara parameter status gizi balita yang umum digunakan di Indonesia adalah berat badan menurut umur. Parameter ini dipakai menyeluruh di Posyandu.
Berikut merupakan penggolonggan keadaan gizi menurut Indeks Antropometri (Sumber: Puslitbang Gizi.1980. Pedoman Ringkas Cara Pengukuran Antropometri dan Penentuan Gizi, Bogor). Tabel 2.1 : Keadaan gizi menurut Indeks Antropometri Status Gizi
Ambang batas baku untuk keadaan gizi berdasarkan indeks BB/U
TB/U
BB/TB
LLA/U
LLA/TB
Gizi baik
> 80 %
> 85 %
> 90 %
> 85 %
> 85 %
Gizi Kurang
61-80 %
71-85 %
81-90 %
71-85 %
76-85 %
Gizi Buruk
< 60 %
< 70 %
< 80 %
< 70 %
< 75 %
Menurut Prof. Ali Khomsan, untuk membedakan balita kurang gizi dan gizi buruk dapat dilakukan dengan cara berikut. Gizi kurang adalah bila berat badan menurut umur yang dihitung menurut Skor Z nilainya kurang dari -2, dan gizi buruk bila Skor Z kurang dari -3. Artinya gizi buruk kondisinya lebih parah daripada gizi kurang. Balita penderita gizi kurang berpenampilan kurus, rambut kemerahan (pirang), perut kadangkadang buncit, wajah moon face karena oedema (bengkak) atau monkey face (keriput), anak cengeng, kurang responsif. Bila kurang gizi berlangsung lama akan berpengaruh pada kecerdasannya. Penyebab utama kurang gizi pada balita adalah kemiskinan sehingga akses pangan anak terganggu. Penyebab lain adalah infeksi (diare), ketidaktahuan orang tua karena kurang pendidikan sehingga pengetahuan gizi rendah, atau faktor tabu makanan dimana makanan bergizi ditabukan dan tak boleh dikonsumsi anak balita. Kurang gizi pada balita dapat berdampak terhadap pertumbuhan fisik maupun mentalnya. Anak kelihatan pendek, kurus dibandingkan teman-temannya sebaya yang lebih sehat. Ketika memasuki usia sekolah tidak bisa berprestasi menonjol karena kecerdasannya terganggu (Khomsan, 2008).
2.1.8. Status Gizi Balita berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (TB / U) Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek . Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap berat badan akan tampak dalam waktu yang relatif lama. Berdasarkan karakteristik tersebut diatas, maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu . Beaton dan Bengoa (1973) menyatakan bahwa indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status sosial-ekonomi (Supariasa, 2001). 2.1.9. Status Gizi Balita berdasarkan Berat Badan Menurut Umur (BB / U) Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti perkembangan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yanng labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini. (Current Nutritional Status) (Supariasa, 2001).
2.1.10. Pengaruh Konsumsi iodium terhadap Tinggi Badan Berdasarkan Boikimianya. Iodium merupakan bagian integral dari kedua macam hormon tiroksin triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4). Fungsi utama hormon-hormon ini adalah mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Hormon tiroid mengontrol kecepatan pelepasan energi dan zat gizi yang menghasilkan energi. Tiroksin dapat merangsang metabolisme sampai 30%. Disamping itu kedua hormon ini mengatur suhu tubuh, reproduksi, pembentukan sel darah merah serta fungsi otot dan saraf (Almatsier, 2002). Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi memberikan hasil yang lebih tepat dan objektif daripada menilai konsumsi pangan dan pemeriksaan lain. Pemeriksaan biokimia yang sering digunakan adalah teknik pengukuran kandungan berbagai zat gizi dan substansi kimia lain dalam darah dan urin. Yodium adalah salah satu mineral penting bagi kehidupan manusia karena yodium sangat diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan serta fungsi otak. Hewanpun memerlukan yodium untuk pertumbuhannya. Meskipun jumlahnya sangat sedikit, tubuh kita memerlukan yodium secara teratur setiap harinya. Karena itu yodium harus ada dari makanan kita sehari-hari. Kekurangan yodium akan mengalami gangguan fisik maupun mental mulai dari yang ringan maupun berat. Gangguan pertumbuhan fisik antara lain mencakup penyakit gondok, badan kerdil, gangguan motorik seperti kesulitan berdiri ataupun berjalan normal, bisu, tuli atau mata juling. Sedangkan gangguan mental termasuk berkurangnya kecerdasan. Untuk mengetahui Total Goiter Rate (Pembesaran Kelenjar Gondok) dimasyarakat dapat dilakukan dengan palpasi, atau dengan cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan kadar yodium dalam urine dan kadar Tyroid Stimulating hormone dalam darah. Metode penentuan kadar yodium dalam urine dengan menggunakan metode cerrium (Supariasa, dkk, 2001)
2.2. Landasan Teori Ukuran tubuh pendek merupakan tanda kurang gizi yang berkepanjangan. Lebih jauh kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. Penyebab utama kurang gizi pada balita adalah kemiskinan sehingga akses pangan anak terganggu. Penyebab lain adalah infeksi (diare), ketidaktahuan orang tua karena kurang pendidikan sehingga pengetahuan gizi rendah atau faktor tabu makanan dimana makanan bergizi ditabukan dan tak boleh dikonsumsi anak balita. Kurang gizi pada balita dapat berdampak terhadap pertumbuhan fisik maupun mentalnya. Anak kelihatan Pendek, kurus dibandingkan teman-teman sebayanya yang lebih sehat.. Ketika memasuki usia sekolah tidak bisa berprestasi menonjol karena kecerdasannya terganggu. (Khomsan, 2008) Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan yodium,yang dibutuhkan tubuh untuk membuat hormon yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan. (Depkes RI, 2009) Kekurangan yodium akan mengalami gangguan fisik maupun mental mulai dari yang ringan maupun berat. Gangguan pertumbuhan fisik antara lain mencakup penyakit gondok, badan kerdil, gangguan motorik seperti kesulitan berdiri ataupun berjalan normal, bisu, tuli atau mata juling. Sedangkan gangguan mental termasuk berkurangnya kecerdasan. ( Supariasa,dkk, 2001)
2.3. Kerangka Konsep Pada penelitian ini melihat pengaruh dari penggunaan garam beryodium di tingkat rumah tangga terhadap status gizi balita pendek di Kecamatan Amuntai Tengah Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan melakukan pengamatan dalam penggunaan garam beryodium di rumah tangga balita serta pengukuran Antropometri berdasarkan TB/U pada anak .
Gambar dari konsep rencana penelitian yang akan dilaksanakan dapat dilihat pada kerangka konsep berikut :
Kemiskinan Penyakit Infeksi
Tingkat Pendidikan Orang Tua
Status Gizi Balita Pendek
Penggunaan garam beryodium di rumah tangga Gambar 2.1 : Konsep Rencana Penelitian
2.4. Hipotesis 1. Penggunaan garam beryodium ditingkat rumah tangga
berpengaruh
terhadap status gizi balita pendek berdasarkan tinggi badan menurut umur di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara. 2. Penggunaan garam beryodium ditingkat rumah tangga
berpengaruh
terhadap status gizi baik pada balita berdasarkan berat badan menurut umur di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional dengan rancangan penelitian Case Control (1 :1) untuk melihat pengaruh penggunaan garam beryodium ditingkat rumah tangga terhadap status gizi balita pendek .
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kecamatan Amuntai Tengah dengan pertimbangan bahwa pada hasil pemantauan garam beryodium di tahun 2009 ternyata desa dengan kategori baik hanya 50 % dan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) ditemukan balita dengan status gizi berdasarkan TB/U pendek dan sangat pendek sebesar 40,36 %. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan juli sampai dengan september 2010.
3.3. Subjek Penelitian 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang ada di Kecamatan Amuntai Tengah yaitu berjumlah 4800 balita. 3.3.2. Sampel Sampel dalam Penelitian ini adalah Semua Keluarga yang memiliki balita dengan status gizi pendek dan normal yang ada di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan melihat data hasil PSG-KADARZI
yang telah dilaksanakan pada
tahun 2009 dengan
kriteria sampel : A. Keluarga yang memiliki balita . B. Berdomisili di Wilayah Kecamatan Amuntai Tengah.
Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus penentuan besar sampel yaitu sebagai berikut : n =
N 1 + N (d) ²
=
4800 1 + 4800 (0.1) ²
= 97, 7 = 98 Keterangan : n
:
Jumlah Sampel
N
:
Jumlah Populasi
D
:
Tingkat Penyimpangan (0.1)
(Notoatmodjo,2003) Berdasarkan hasil perhitungan maka terlihat jumlah sampel yang akan diteliti yaitu 98 orang dengan perbandingan Kasus : Kontrol yaitu 1 : 1. Untuk teknik pengambilan besar sampel dapat dilihat pada bagan dibawah ini : Populasi 4800 Balita Menggunakan garam beryodium KAS US
Tidak menggunakan garam beryodium Menggunakan garam beryodium
Tidak menggunakan garam beryodium
Balita Pendek 49 orang Sampel 98 Balita K ONTROL
Balita gizi baik 49 orang
Gambar 3.1 : Teknik penngambilan besar sampel
Untuk besar sampel yang dijadikan kasus diambil dari 300 sampel hasil penentuan PSG-KADARZI ditemukan sebanyak 102 balita pendek akan tetapi dilihat kembali status gizi berdasarkan berat badan menurut umur dimana yang diambil adalah balita berat badan kurang . Untuk besar sampel sebagai kontrol diambil dari balita yang berat badannya normal berdasarkan berat badan menurut umur dan berdasarkan tinggi badan menurut umur adalah normal .
3.4. Variabel Penelitian dan Definisi operasional Pada penelitian ini yang merupakan variabel bebasnya adalah garam beryodium sedangkan variabel yang terikat adalah status gizi pendek berdasarkan tinggi badan menurut umur dan status gizi normal berdasarkan berat badan menurut umur. Tabel 3.1 : Variabel penelitian dan definisi operasional No. 1
Variable Penggunaan Garam Beryodium
Definisi Operasional Garam beryodium yang digunakan oleh rumah tangga memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu mengandung iodium sebesar 30-80 ppm untuk memasak setiap hari.
Skala Kriteria Objektif Nominal 1. Menggunakan garam beryodium bila dari hasil uji iodina tes garam berubah warna menjadi ungu 2. Tidak menggunakan garam beryodium bila hasil uji iodina tes garam tidak berubah warna menjadi ungu
2
Balita Pendek
Keadaan gizi anak balita umur 0-59 bulan yang ditentukan dengan metode Antropometri, berdasarkan indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) adalah berada di < -3 SD sampai dengan -2,1 SD.
Ordinal
1. Normal bila -2 SD sampai dengan +2 SD, 2. Pendek bila +2 SD sampai dengan +2 SD 2. Berat badan kurang bila -2 SD sampai dengan +2 SD 2. Berat badan kurang bila