skripsi

40 downloads 270 Views 292KB Size Report
(Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana dengan Kekerasan Melakukan ...... menjadi dua, yaitu Tindak pidana perkosaan untuk bersetubuh yang diatur.
TINDAK PIDANA PENCABULAN DENGAN KEKERASAN TERHADAP ANAK SECARA BERSAMA-SAMA (Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana dengan Kekerasan Melakukan Persetubuhan Pada Putusan No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS)

SKRIPSI

Oleh : SUJOKO PRIYANTO E1 A005034

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012

TINDAK PIDANA PENCABULAN DENGAN KEKERASAN TERHADAP ANAK SECARA BERSAMA-SAMA (Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana dengan Kekerasan Melakukan Persetubuhan Pada Putusan No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS)

SKRIPSI Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Oleh : SUJOKO PRIYANTO E1 A005034

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012

LEMBAR PENGESAHAN ISI DAN FORMAT SKRIPSI

SKRIPSI

TINDAK PIDANA PENCABULAN DENGAN KEKERASAN TERHADAP ANAK SECARA BERSAMA-SAMA (Tinjauan Yuridis Terhadac) Tindak Pidana dengan Kekerasan Melakukan Persetubuhan Pada Putusan No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS)

Oleh : SUJOKO PRIYANTO E1A005034 Diterima dan disahkan Pada Tanggal Agustus 2012

Pembimbing I/PENGUJI I

Sunaryo, S.H., M.Hum NIP. 19531224 198601 1 001

Pembimbing II/PENGUJI II

PENGUJI III

Hj. Ruby Hadiarti Johny, S.H., M.H Dr. H. Kuat Puji Payitno, S.H., M.Hum NIP. 19531004 198303 2 001 NIP. 19650829 199002 1 002

Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Hj. Rochani Uric) Salami, S.H, M.S NIP. 19520603 198003 2 001

iii

SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama

: SUJOKO PRIYANTO

NIM

: E1 A005034

Judul Skripsi

: TINDAK PIDAN A PENCABUL AN DENGAN KE KE R AS AN T ERH AD AP AN AK SEC AR A BERSAMA-SAMA (Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana dengan Kekerasan Melakukan Persetubuhan Pada Putusan No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS)

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain. Apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut di atas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari Fakultas.

Purwokerto, Agustus 2012

SUJOKO PRIYANTO

E1A005034

v

KATA PENGANTAR

Syukur allhamdulillah penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul "TINDAK PIDANA PENCABULAN DENGAN KEKERASAN TERHADAP ANAK SECARA BERSAMA-SAMA (Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana dengan Kekerasan Melakukan Persetubuhan Pada Putusan No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS) " Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak yang telah membantu dan membimbing dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu perkenankan penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Hj. Rochani Urip Salami, S.H, M.S, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. 2. Sunaryo, S.H., M.Hum, selaku Pembimbing I yang telah memberikan dukungan dan bimbingannya dalam penulisan skripsi ini. 3. Hj. Ruby Hadiarti Johny, S.H.,M.H, selaku Pembimbing II yang telah memberikan dukungan dan bimbingannya dalam penulisan skripsi ini. 4. Dr. H. Kuat Puji Prayitno, S.H., M.Hum, selaku Penguji Skripsi yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini. 5. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Menyadari segala kekurangan dan keterbatasan sebagai manusia biasa, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat dan menambah pengetahuan khususnya bagi penulis dan pembacanya. Purwokerto, Agustus 2012

SUJOKO PRIYANTO E1A005034

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada : Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada penulis. Amin Bapak Sutopo dan Ibu Hartuti yang telah memberikan smangat, dukungan, moril dan materil yang berlimpah. Adik-adikku tersayang (Nanda,Santy,Udin) terutama nanda yang selalu menanyakan kapan mas lulus kuliah meskipun usianya masih sekolah dasar. Tidak lupa pula pada ponakan tercinta, Cede Hira.......Pakde sayang kamu, senyummu slalu menyemangati setiap langkahku...... Para direksi, staf, pengurus dan anggota cetem 97 sing ben bada mesti bayar iuran..... Teman-teman semua yang sudah memberikan sumbangsihnya, moga kebaikan kalian dibalas yang setimpal oleh Allah Swt. amieeen

cBerani kotor itu baik

~~~

IiLup aLalafi pilifian, salafi Lan benarjuga pilifian

IiLuplafi Limana Lirimu Lapat fiiLup Lan berkembang

AB STRAK Penelitian ini berjudul Tindak Pidana Pencabulan Dengan Kekerasan Terhadap Anak Secara Bersama-Sama (Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana dengan Kekerasan Melakukan Persetubuhan Pada Putusan No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS) ". Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dengan pendekatan analistis. Penelitian ini bersumber data sekunder yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur, karya ilmiah, dokumen-dokumen maupun surat-surat resmi yang ada hubungannya dengan objek penelitian. Pasal 82 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak merumuskan barangsiapa dengan sengaja melakukan perbuatan cabul serangkaian dengan ancaman kekerasan, memaksa, kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dipidana dengan pidana paling lama 15 (lima belas) tahun. Berkaitan dengan rumusan Pasal 82 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut terkandung unsur-unsur yaitu barangsiapa, dengan sengaja, melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan turut serta melakukan perbuatan; Berdasarkan hasil penelitian pada putusan Pengadilan Negeri Banyumas No. 09/Pid.B/2009/PN.Bms, menunjukkan bahwa perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur-unsur Pasal 82 Undangundang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hal ini denga n mendasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap di persidangan serta diperkuat dengan pendapat para sarjana. Pertimbangan selanjutnya adalah terpenuhinya alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP, serta pertimbangan terhadap hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa, hal ini diatur dalam Pasal 197 huruf f KUHAP. Oleh karena itu hakim menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 4 tahun.

Kata kunci : Pertimbangan Hakim, Tindak Pidana Pencabulan

viii

ABSTRACT This study entitled Crime of Violence against Child abuse With It Together (Decision No. Against Judicial Review. 09/Pid.B/2009/PN.BMS). The research method used in this study is a normative juridical approach to the analytical approach. The research was sourced secondary data obtained fr om the legislation, literature books, papers, documents and official papers that have anything to do with the object of research. Article 82 of Law. 23 of 2002 on Child Protection to formulate Whoever deliberately commits obscene acts with a series of threats of violence, force, deception or persuade a child to do or let shall be sentenced to more than 15 (fifteen) years. Relating to the formulation of Article 82 of Law. 23 of 2002 on Child Protection is contained elements that whoever, by accident, violence or threats of violence, force, deceit, lies a series, or persuade a child to do or let do obscene acts, those who do, who have done and participate in acts; Based on the results of research on the decision of the District Court No. Banyumas. 09/Pid.B/2009/PN.Bms, indicating that the action the defendant has been proven legally and convincingly meet the elements of Article 82 of Law. 23 of 2002 on Child Protection. This is the basis on the legal facts are revealed in court and is reinforced by the opinions of the scholars. The next consideration is the fulfillment of valid evidence under Section 184 Criminal Procedure Code, and the consideration of things that ease the burden and the defendant. It is stipulated in Article 197 f of the Criminal Procedure Code. Therefore, the judge sentencing verdict against the defendant be imprisoned for 4 years. Key words: Consideration of Justice, Crime abuse

DAFTAR ISI

Halaman HALAM AN SAMPUL HALAMAN JUDUL

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

HALAM AN PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN KATA PENGANT AR

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

H AL AM AN PERSEM BAH AN HALAM AN MOTTO ABSTRAK ABST RACT

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

DAFT ARISI

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

i ii iii iv v vi vii viii ix x

BAB I PENDAHULUAN A. L atar B ela ka n g M a sa la h B. P er u mu sa n M a sa la h C. T u jua n P e n elit ia n

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

D. K e gu na a n P e n elit ia n

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1 5 5 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. P eng er t ia n da n Unsur -u nsur T inda k P ida na 1. P en g ert ia n T in da k P ida na

... .. .. .. .. ... .. .. .. .. ... .. .. .. .. .. ...

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .

2. U ns ur -u ns ur T inda k P ida na

. . . . . . . . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . . .. . . .. . . .. . . .. .

B. P engertian da n Jenis-jenis Tinda k Pida na Kesusilaan

.... .... ..... ..... .....

7 7 9 10

C. Pengertian Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak dengan K eker a sa n da n U nsur -unsur nya

....... ........ ......... ........ ............ ........ .....

1. P e n g er t ia n T in da k P ida na P e nc a b u la n

x

........................................

12 12

2. U n s u r - u ns u r T i n da k P i da na P e nc a b u la n 3. P en g er t ia n K ek er a s a n

.....................................

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

D. T i n j a u a n U m u m T e n t a n g A n a k E. P en g er t ia n T ent a n g P e n y er t a a n

. . . . . . . . . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. .. . . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . .

. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. . .. ..

14 17 18 22

BAB III METODE PENELITIAN A. M et ode P en elitia n

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1. M etode P endekata n

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

2. S p esifika s i P enelitia n 3. L o ka s i P en el it ia n 4. S u mb er Da ta

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

B. M et o d e P en gu mp u la n D ata C. M et ode P enya jia n Data D. M et ode Ana lisis Da ta

. . . . . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

24 24 24 24 24 25 25 25

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil P enelitia n B. P e mba ha sa n

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

26 37

BAB V PENUTUP A. impula n B. aran

S . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

73 S

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

DAFTAR PUSTAKA

xi

73

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk menjamin perlindungan anak, karena anak juga memiliki hak-hak yang termasuk dalam hak asasi manusia. Anak adalah suatu karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya juga terdapat suatu harkat dan martabat yang di milik oleh orang dewasa pada umumnya, maka anak juga harus mendapatkan suatu perlindungan khusus agar kelak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Anak adalah generasi muda penerus bangsa serta berperan dalam menjamin kelangsungan eksistensi suatu bangsa dan negara itu sendiri 1 Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab sebagai penerus bangsa, maka anak dapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik mental maupun fisik serta sosial maka perlu dilakukan upaya perlindungan anak terhadap pemenuhan anak tanpa ada diskriminasi (Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bagian menimbang pada huruf d). Pada akhir-akhir ini sering terdapat suatu tindak pidana mengenai pencabulan anak yang dilakukan oleh orang dewasa maupun oleh anak, hal ini merupakan suatu ancaman yang sangat besar dan berbahaya bagi anak sebagai generasi penerus bangsa. Salah satu sebab terjadinya tindak pidana anak yang dilakukan oleh anak tidak lain adalah kemajuan teknologi yang sangat pesat, misalnya akses internet yang telah berkembang disalahgunakan

Endang Sumiarni, 2000. Perlindungan Terhadap Anak Di Bidang Hukum. Universitas Atma Jaya. Yogyakarta. Hal 24 1

2 oleh sebagian anak untuk membuka situs-situs porno di mana hal tersebut berpengaruh terhadap perilaku seorang anak. Lebih memprihatinkan adalah bila seorang anak ketagihan pornografi di internet. Ini tidak hanya melanda anak-anak, karena banyak orang dewasa yang juga ketagihan pornografi di internet karena dengan mudah dan tanpa malu, seseorang dapat mengakses dan melihat ga mbar-ga mbar porno bahkan melalui telepon gengga m. Awalnya, mungkin seorang anak tidak berniat untuk melihat pornografi dan akan memanfaatkan internet untuk tujuan yang baik. Tetapi, situs porno ini dapat muncul secara tiba-tiba saat seorang anak mencari bahan informasi untuk tugas sekolahnya atau untuk keperluan lainnya. Seorang anak yang masih lugu belum dapat menilai baik atau buruknya suatu hal, maka seorang anak usia 8-12 tahun sering menjadi sasaran. Seorang anak yang kecanduan akan sulit menghentikan kebiasaannya sehingga dia akan melakukan hal tersebut berulang kali. Anak dapat merasa bersalah tetapi tidak berani mengutarakan perasaannya kepada orang-tuanya karena takut atau kesibukan ayah dan ibunya. Dalam keadaan cemas, otak berputar 2,5 kali lebih cepat dari putaran biasa pada saat normal. Akibat perputaran yang terlalu cepat ini, otak seorang anak dapat menciut secara fisik sehingga otak tidak berkembang dengan baik. Suatu keadaan yang dapat merusak masa depan seorang anak. Selain itu, gambar-gambar cabul yang ada di situs webporno, biasanya akan melekat dan sulit untuk dihilangkan dalam pikiran anak dalam jangka waktu yang cukup lama. 2 Perilaku seks anak sangat labil, dikarenakan kurangnya pengetahuannya terhadap seks itu sendiri dan hanya berpikiran untuk mencobanya saja. Berawal dari rasa penasaran dan ingin mencoba seks tersebut, anak ingin mempraktekkan apa yang di lihatnya dalam situs porno di internet tersebut dan biasanya karena takut diketahui oleh orang tua maka anak yang telah terpengaruh oleh perilaku seks yang terlalu dini, maka coba-coba melakukan terhadap teman-teman dekatnya atau bahkan teman adiknya yang berumur lebih muda dari dirinya.3 2 3

Dikutip dari situs internet http://www.bkkbn.go.id/article~ detail.phpaid=440 Adit. 2008. Pelecehan Seksual dan Pemerkosaan. http://aditpunya. Dagdigdug.com.

3

Berdasarkan Pasal 82 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dimana didalam penegakan hukumnya undang-undang inilah yang menjadi acuan dasar didalam pengenaan sanksi atau hukuman kepada pelaku tinda k pidana persetubuhan terhadap ana k. Denga n terdapatnya perkara persetubuhan terhadap anak dimana hal tersebut termasuk dalam kejahatan kesusilaan yang sangat mencemaskan dan memunculkan pengaruh psikologis terhadap korbannya maka penanganan tindak pidana ini harus ditangani secara serius. Menjatuhkan pidana tentu tidak lepas dari penegak hukum yaitu polisi, Jaksa Penuntut Umum dan hakim di dalam mengadilinya, mengingat tugas dan kewajiban hakim adalah menegakkan hukum dan kebenaran, sehingga hakim dalam menjatuhkan pidana seadil-adilnya bagi para pelaku tindak pidana. Di dalam penelitian ini penulis menitikberatkan pada penegak hukum dalam hal ini hakim, yaitu dalam memutuskan perkara terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak. Menarik untuk diteliti adalah Putusan Pengadilan Banyumas No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS yaitu bahwa Terdakwa EDY NURYANTO BIN HADI MISWANTO bersama-sama saksi Ahmad Ma'ruf dan saksi Ismanto berangkat ke rumah saksi Budiono alias Cendhe bin Wasiman pada hari Rabu tanggal 31 Desember 2008 sekira puku1 23.40 WIB untuk merayakan pergantian tahun, menyuruh saksi Ima m Surbakti alias Sugeng untuk membeli 1 (satu) botol minuman keras jenis topi miring dan 1 (satu) botol anggur merah serta minuman suplemen cap kuku bima, sebagaimana yang di

4

pesan saksi Rito alias Wareng Bin Masro selanjutnya minuman tersebut di campur menjadi satu dalam ceret setelah tercampur menyuruh saksi korban Wike Rosanah binti Turino Mad Mustolih untuk meminum yang pada saat itu saksi korban menolak. Oleh saksi Rito alias Wareng bin Masro di paksa dengan membentaknya dengan kata-kata " dah di minum saja tidak apa-apa kok " , akhirnya saksi korban mau dan minum 3 gelas kemudian saksi korban merasakan pusing, badannya lemas. Melihat saksi korban dalam keadaan lemas, maka para terdahwa mempunyai niat untuk melampiaskan hasrat sexnya kepada saksi korban dan membawa saksi korban masuk kesalah satu kamar di rumah tersebut dengan mengandeng tangan saksi korban yang berjalan sempoyongan karena pengaruh minuman keras yang diminum saksi korban, kemudian di dalam kamar tersebut melampiaskan hasrat seknya dibukanya celana saksi korban dan diraba-rabanya payu dara dan vagina saksi korban yang saat itu saksi korban tidak melawan karena badannya lemas dan kepalanya pusing, hingga terdakwa timbul hasrat seksnya dengan tegangnya alat kelaminnya dan dimasukkan ke vagina dan digerak-gerakkannya naik turun hingga terdakwa merasakan nikmat. Saksi korban yang tertidur di dalam kamar tersebut hingga pagi harinya dibangunkan oleh saksi Rito yang kemudian diantarnya pulang ke rumah orang tua korban kemudian saksi korban menceritakan atas apa yang telah diperbuat terdakwa bersama-sama teman-temannya tersebut kepada saksi Turino Mad Mustholih yang selanjutnya saksi korban di bawa berobat ke Puskesmas Kemranj en II kemudian pada tanggal 2 Januari 2008 melaporkan terdakwa bersama-sama

5

saksi Budiono alias Cendhe bin Wasiman, saksi Ahmad Ma'ruf bin Dulah Rosid, saksi Rito alias Wareng Bin Masro. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti tentang " TINDAK PIDANA PENCABULAN DENGAN KEKERASAN

TERHADAP ANAK SECARA BERSAMA-SAMA (Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana dengan Kekerasan Melakukan Persetubuhan Pada Putusan No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS) "

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diambil suatu permasalahan, yaitu : 1. Bagaimana Penerapan Unsur-unsur dalam Pasal 82 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ? 2. Apa Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Menjatuhkan Putusan Pidana Dalam Perkara Tindak Pidana Pencabulan dengan Kekerasan Terhadap Anak Secara Bersama-sama dalam Putusan No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS ?

C. Tujuan Penelitian 1. Ingin menganalisis dan mengetahui penerapan unsur-unsur dalam Pasal 82 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 2. Ingin menga nalisis da n mengeta hui Dasar Pertimbanga n Ha ki m Menjatuhkan Putusan Pidana Dalam Perkara Tindak Pidana Pencabulan dengan Kekerasan Terhadap Anak Secara Bersama-sama dalam Putusan No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS.

6

D. Kegunaan Penelitian 1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum khususnya yang berkaitan dengan Tindak Pidana Pencabulan dengan Kekerasan Terhadap Anak Secara Bersama-sama. 2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan kepada penegak hukum dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Menurut para ahli hukum, istilah delict diberi arti yang berbedabeda, diantaranya: a. Soedarto, menggunakan istilah tindak pidana; b. Utrecht, menggunakan istilah tindak pidana; c. Karni, menggunakan istilah delik; d. Moeljatno, menggunakan istilah perbuatan pidana. 4 Namun demikian adapula sarjana hukum pidana yang mempunyai pemikiran berbeda yaitu Soedarto berpendapat bahwa: Pemakaian istilah yang berlainan itu tidak menjadi soal asal diketahui apa yang dimaksud agar dalam hal ini yang penting ialah isi dari pengertian itu. Selanjutnya beliau lebih condong untuk memakai istilah tindak pidana. Seperti yang dilakukan oleh pembentuk Undang-Undang. Istilah ini sudah dapat diterima oleh masyarakat karena mempunyai pengertian yang mudah dimengerti oleh masyarakat sendiri. Selain tindak pidana sebagai pengganti Strafbaar feit, para ahli di dalam karangannya tentang hukum pidana sering menggunakan istilah delik 5 Di Indonesia istilah tindak pidana, juga masih terdapat istilah lain untuk menterjemahkan kata Strafbaar feit, baik dalam buku-buku maupun peraturan-peraturan tertulis seperti : 4 Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Hal. 85. 5 Sudarto. 1990. Hukum Pidana Jilid I-II. Fakultas Hukum. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Hal 50

8

a. Peristiwa Pidana; b. Perbuatan Pidana; c. Pelanggaran Pidana; d. Perbuatan yang dapat dihukum; e. Perbuatan yang boleh dihukum. 6 Pengertia n Strafbaar feit menurut H.B. Vos adala h suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundangundangan, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan diancam pidana. Menurut Pompe yang dikutip Bambang Poernomo, pengertian Strafbaar feit dibedakan menjadi : a. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum. b. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian/feit yang diancam pidana7 . Menurut Wirjono Prodjodikoro mempergunakan istilah tindak pidana adalah tetap dipergunakan dengan istilah tindak pidana atau dalam Bahasa Belanda Strafbaar feit yaitu suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelakunya ini dapat dikatakan merupakan "subyek" tindak pidana". 8 Menurut Moeljatno, "Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum. Larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. Atau dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam hal itu diingat bahwa larangannya ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu".9 Moeljatno. 1980. Azas-azas Hukum Pidana. Gajah Mada. Yogyakarta, Hal. 43 Bambang Poernomo, 1997, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di luar Kodifikasi Hukum Pidana, Jakarta : Bina Aksara Hal.86 8 Wiryono Projodikoro, 1986. Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia. PT. Eresco Bandung, Hal. 55 9 Moeljatno, op.cit, Hal. 37 6 7

9

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Mengenai unsur-unsur dari tindak pidana dikalangan ahli hukum pidana sampai sekarang ini belum ada kesatuan pendapat. Secara garis besar perbedaan pendapat ini dapat dikelompokan menjadi 2 golongan yaitu Monistis dan Dualistis. Masing-masing golongan yang mempunyai pendapat sendirisendiri . a. Simons, unsur-unsur tindak pidana adalah : 1) Perbuatan manusia (positif atau negatif); 2) Diancam dengan pidana; 3) Mela wan Hukum; 4) Dilakukan dengan kesalahan; 5) Oleh yang bertanggungjawab. Selanjutnya Simons yang dikutip Sudarto, membedakan unsur-unsur Strafbaar feit antara unsur subyektif dan obyektif. 1) Unsur subyektif yaitu : a). Orang yang mampu bertanggungjawab; b). Kesalahan (dolus atau culfa) artinya perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan. 2) Unsur Obyektif yaitu : a). Perbuatan orang; b). Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu; c). Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu. b. E. Mezger, menyebutkan unsur-unsur tindak pidana yaitu : 1) Perbuatan dalam arti luas oleh manusia; 2) Bersifat melawan hukum; 3) Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang ; 4) Diancam dengan pidana. c. Van Hamel, unsur-unsur tindak pidana adalah : 1) Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam UU; 2) Bersifat melawan hukum; 3) Dilakukan dengan kesalahan. d. Van Baumen, unsur-unsur tindak pidana adalah : 1) Perbuatan oleh manusia; 2) Bersifat melawan hukum; 3) Dilakukan dengan kesalahan. 10 10

Sudarto, op cit. Hal. 33

10

Menurut Moeljatno, golongan dualistis menyatakan bahwa untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur : a. Perbuatan oleh manusia; b. Memenuhi rumusan Undang-Undang (syarat formil). 11 Selanjutnya Moeljatno menyatakan syarat formil itu harus ada karena adanya asas legalitas yang tersimpul dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP, sama halnya syarat-syarat materiil harus ada karena perbuatan itu harus benar-benar dirasakan bertentangan dengan atau menghambat tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat. Dalam buku Azas-Azas Hukum Pidana, bahwa sekalipun dalam rumusan delik tidak terdapat unsur melawan hukum, bukan berarti perbuatan itu tidak bersifat melawan hukum karena perbuatan itu sudah demikian wajarnya, sifat melawan hukumnya sendiri tidak perlu dinyatakan sendiri.12 Menurut H.B. Vos (dalam Moeljatno), bahwa straafbar feit hanya berunsur : a. Kesala han ma nusia; b. Diancam pidana dalam Undang-undang. 13 Dari beberapa pendapat yang menganut aliran monistis nampak ba hwa pa da a lira n m onistis me nya tu ka n unsur per bua ta n da n perta nggunga n ja wab pida na. S eda ngka n pa da a lira n dua listis memisahkan perbuatan dan pertanggungan jawab pidana.

B. Pengertian dan Jenis Tindak Pidana Kesusilaan Menurut Kamus Hukum pengertian kesusilaan diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan percakapan bahwa sesuatu apapun yang berpautan

Moeljatno, op.cit, Hal. 41 Moeljatno, Ibid, Hal. 48 13 Moeljatno, Ibid, Hal. 51 11 12

11 11 dengan norma-norma kesopanan yang harus/dilindungi oleh hukum demi terwujudnya tata tertib dan tata susila dalam kehidupan bermasyarakat.14 Bab XIV Buku Kedua dan Bab VI Buku Ketiga KUHP, membagi dua jenis tindak pidana yakni: 1. Tindak pidana melanggar kesusilaan (zedelijkheid). Untuk kejahatan melanggar kesusilaan terdapat pada Pasal 281 sampai dengan Pasal 299, sedangkan untuk pelanggaran golongan pertama (kesusilaan) dirumuskan dalam Pasal 532 sampai Pasal 535. 2. Tindak pidana melanggar kesopanan (zeden) yang bukan kesusilaan, artinya tidak berhubungan dengan masalah seksual, untuk kejahatan kesopanan ini dirumuskan dalam jenis pelanggaran terhadap kesopanan (di luar hal yang berhubungan dengan masalah seksual) dirumuskan dalam Pasal 236 sampai dengan Pasal 547. 15 Pendapat Wirjono tersebut didasarkan pada tafsir terjemahan pada kata yang termuat dalam teks aslinya yakni zedelijkheid dan zeden. Dalam naskah asli, Bab XIV dan Bab VI memiliki titel Misdrijven tegen de zeden dan Overtredingen betreffende de zeden. Oleh ahli hukum Indonesia kata zeden diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai kesusilaan dan kesopanan. Kata zeden memiliki arti yang lebih luas dari kesusilaan. Kesopanan (zeden) pada umumnya adalah mengenai adat kebiasaan yang baik dalam hubungan antara berbagai anggota masyarakat. Sedangkan kesusilaan (zedelijkheid) juga merupakan adat kebiasaan yang baik tersebut (zeden) namun khusus setidaknya mengenai kelamin (seks) seseorang. Dalam konteks maksud pembentuk KUHP, kesopanan (zeden) memiliki dua ranah pengaturan secara substansial yakni kesopanan dibidang kesusilaan (disebut zedelijkheid) dan kesopanan diluar bidang kesusilaan (disebut zeden). Kata kesusilaan dipahami sebagai suatu pengertian adab sopan santun dalam hal yang berhubungan dengan seksual atau dengan nafsu birahi.16 Penjelasan Pasal 281 sampai dengan Pasal 299 dan Pasal 532 — Pasal 535 terjemahan KUHP kesusilaan identik dengan rasa kesopanan yang berkaitan dengan nafsu seknya. Selanjutnya Wiryono Prodjodikoro dengan jelas menyebut kesusilaan dalam penjelasan KUHP Pasal 281 sebagai

Soedarso, 1992. Kamus Hukum, Rineka Cipta. Jakata. Hal 64 Wirjono Prodjodikoro, 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama. Yogyakarta. Hal 111 16 Ibid. Hal 111 14

15

kesusilaan oleh segenap orang biasa dalam suatu masyarakat tertentu, maka dapat dikatakan bahwa kini rasa tersinggung rasa susila dari kita semua. 17

C . P eng er tian T ind ak P id ana P encab u la n T er had ap Ana k d eng a n

Kekerasan dan Unsur-unsurnya 1. Pengertian Tindak Pidana Pencabulan Pencabulan merupakan kecenderungan untuk melakukan aktifitas seksual dengan orang yang tidak berdaya seperti anak baik pria maupun wanita baik dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan. Pengertian pencabulan atau kata cabul dalam Kamus Hukum, dapat diartikan sebagai berikut: Pencabulan berasal dari kata cabul yang diartikan; keji dan kotor; tidak senonoh karena melanggar kesopanan, kesusilaan, hal ini secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 281 dan 282, yaitu: diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.18 Seperti yang diuraikan di atas, pencabulan adalah kejahatan seksual yang dilakukan seorang pria atau perempuan terhadap anak di bawah umur baik pria maupun perempuan dengan kekerasan atau tanpa kekerasan. Pencabulan memiliki pengertian sebagai suatu gangguan psikoseksual di mana orang dewasa memperoleh kepuasan seksual bersama seorang anak pra-remaja. Ciri utamanya adalah berbuat atau berfantasi tentang kegiatan

/bid. Hal 112 Soedarso, op cit. Hal 64.

17 18

13 seksual dengan cara yang paling sesuai untuk memperoleh kepuasan seksual.19 Menurut Simon yang dikutip PAF Lamintang bahwa " ontuchtige handelingen " atau cabul adalah tindakan yang berkenaan denga n kehidupan di bidang seksual, yang dilakukan dengan maksud-maksud untuk memperoleh kenikmatan dengan cara yang sifatnya bertentangan dengan pandangan umum untuk kesusilaan.20 . Menurut Marpaung Leden mendefinisikan pencabulan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual oleh seorang lelaki terhadap seorang perempuan dengan cara yang menurut moral dan atau hukum yang berlaku sebagai perbuatan melanggar.21 Kejahatan pencabulan merupakan salah satu bentuk dari kejahatan kesusilaan, yaitu terjadinya hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari seorang wanita, bahkan didahului dengan ancaman kekerasan atau dengan kekerasan. Tindak pidana kesusilaan dalam KUHP dibedakan menjadi dua, yaitu Tindak pidana perkosaan untuk bersetubuh yang diatur dalam Pasal 285 KUHP dan tindak pidana perkosaan untuk berbuat cabul yang diatur dalam Pasal 289-296 KUHP. KUHP menggolongkan tindak pidana pencabulan ke dalam tindak pidana kesusilaan. KUHP belum mendefinisikan dengan jelas maksud daripada pencabulan itu sendiri dan terkesan menca mpuradukka n pengertiannya dengan perkosaan ataupun persetubuhan. Sedangkan dalam rancangan KUHP yang baru ditambahkan kata "persetubuhan " disamping kata cabul dari perumusan tersebut dapat dilihat bahwa pengertian penca bula n da n p er setubu ha n dib eda ka n. P er bua ta n ca bul tida k

19 http://www.freewebs.com/pencabulan_pada_anak/identifikasi pedofilia.htm>. Diakses tanggal 28 Oktober 2011 20 PAF. Lamintang. 1997. Dasar-Dasar untuk mempelajari Hukum Pidana yang Berlaku di Indonesia. PT Citra Aditya Bakti. Bandung. Hal 159 21 Marpaung Leden. 1996. Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya. Sinar Grafika. Jakarta. Hal 25

14

menimbulkan kehamilan akan tetapi persetubuhan dapat menimbulkan kehamilan.22

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak Hukum positif di Indonesia saat ini memang sudah mulai mengatur secara khusus bentuk perlindungan untuk mencegah dan penanggulangan kejahatan terhadap anak-anak yaitu tentang kejahatan yang berupa kekerasa n terha dap a na k-a na k, khususnya da la m masala h kasus pencabulan pada anak-anak. Ketentuan yang mengatur dalam tindak pidana pencabulan yang dilakukan kepada anak-anak terdapat pada KUHP dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Tindak pidana pencabulan diatur pada Pasal 289 KUHP sebagai berikut : Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dianca m karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Adapun mengenai unsur-unsur dalam tindak pidana pencabulan menurut Pasal 289 KUHP, adalah unsur memaksa sebagai suatu perbuatan ya ng demikia n rupa sehigga tak berda ya untuk menghindarinya. Kekerasan yang dimaksudkan yaitu setiap perbuatan yang agak hebat. P a sa l 8 9 K U H P m e m p er lu a s p e n g er t ia n k e k er a sa n s e hi n g ga memingsankan atau melemahkan orang, disamakan dengan melakukan kekerasan. Ancaman kekerasan tersebut ditujukan terhadap wanita itu sendiri da n ber sifat sedemikia n rupa sehingga berbuat la in tida k

15

memungkinkan baginya selain membiarkan dirinya untuk disetubuhi. Orang yang melakukan perbuatan cabul itu adalah korban yang dipaksa. Kepada siapa perbuatan cabul itu dilakukan tidak ditegaskan dala m rumusan Pasal 289, maksud yang sebenarnya adalah si pembuat yang yang memaksa. Akan tetapi, karena dalam pasal ini tidak di tegaskan, perbuatan cabul dapat pula dilakukan oleh orang yang di paksa terhadap dirinya sendiri. Pembuat undang-undang ternyata tidak perlu untuk menentukan bagi perempuan yang memaksa terhadap laki-laki untuk bersetubuh, bukanlah semata-mata paksaan oleh perempuan terha dap laki-laki tersebut dipandang sebagai ketidakmungkinan, akan tetapi justru karena perbuatan itu oleh laki-laki dipandang sebagai sesuatu yang tidak mengakibatkan kerugian. Di sini dapat dikatakan bahwa bukankah perempuan ada bahaya untuk hamil dan melahirkan anak, oleh karena itu seorang perempuan yang dipaksa sedemikian rupa akhirnya tidak dapat melawan lagi dan terpaksa mau melakukan persetubuhan itu, termasuk pula dalam pasal ini yaitu persetubuhan harus benar-benar dilakukan, sehingga dapat dikenakan Pasal 289 yang menyatakan tentang perbuatan cabul. Tindak pidana pencabulan terhadap anak diatur Buku II KUHP Pasal 290, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295. Ketentuan tentang tindak pidana pencabulan juga terdapat pada Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Adapun bunyi dari

16 Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagai berikut: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman keker asa n, me ma ksa, mela kuka n tipu musliha t, sera ngka ia n kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Adapun mengenai unsur-unsur dalam tindak pidana pencabulan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 82, " barangsiapa" adalah menunjukkan tentang subjek atau pelaku atau siapa yang didakwa melakukan tindak pidana dimaksud. Unsur ini dimaksudkan untuk meneliti lebih lanjut tentang siapakah yang sebagai terdakwa adalah benar-benar pelaku, atau bukan. Hal ini untuk antara lain menghindari adanya "error in personal "dalam menghukum seseorang. Unsur "dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakuka n perbuatan cabul" Pengertian unsur dengan sengaja di sini adalah sama dengan teori kesengajaan (dollus) yang artinya "menghendaki dan atau menginsyafi" terjadinya suatu perbuatan atau tindakan beserta akibatakibatnya yaitu tindak pidana yang dilakukan dengan cara melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Jadi unsur ini tertulis kata atau

17 yang berarti dan bersifat alternatif, maksudnya apabila salah satu saja perbuatan sudah terbukti maka perbuatan-perbuatan lainnya tidak perlu dibuktikan lagi.

3. Pengertian Kekerasan Pasa l 89 K UHP tela h dir u muska n seba ga i ber ikut : ya ng disamakan melakukan kekerasan itu membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah). Menurut Soesilo pengertian dengan kekerasan adalah : Melakukan kekerasan" artinya : "mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak syah" misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepat, menendang yang disamakan dengan melakukan kekerasan, menurut pasal ini adalah membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya. Pingsan" artinya : "tidak ingat atau tidak sadara akan adirinya " umpamanya memberi racun kecubung atau lain-lain obat, sehingga orangnya tidak ingat lagi. Orang yang pingsan itu tidak dapat mengetahui apa yang terjadi akan dirinya."tidak berdaya" artinya : "tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun misalnya mengikat dengan tali kaki tangannya, memberikan suntikan, sehingga orang lumpuh. Orang yang tidak berdaya itu masih dapat mengetahui apa yag terjadi pada dirinya. Perlu dicatat disini bahwa mengancam orang dengan akan membuat orang itu pingsan atau tidak berdaya itu tida k boleh disa maka n dengan "mengancam dengan kekerasan" bukan membicarakan tentang kekerasan atau ancaman kekerasan. 23 Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa "mela kuka n kekerasan" itu bukan mer upakan suatu usaha seseorang dengan daya dan kekuatan fisik yang dimilikinya secara melawan hukum, ditujukan kepada orang lain yang mengakibatkan orang lain menjadi pingsan atau tidak berdaya, sehingga orang yang pingsan atau

18 tidak berdaya tersebut ada dalam kekuasaanya. Dalam perspektif hukum, khususnya hukum pidana konsepsi kekerasan diatur secara definitif dalam Pasal 89 KUHP yaitu membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. Sedangkan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama terhadap orang atau barang diatur dalam Pasal 170 KUHP.

D. Tinjauan Umum Tentang Anak Anak adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa, anak merupakan suatu titipan kepada orang yang telah menikah dan berkeluarga, sehingga anak harus di jaga dan di lindungi oleh orang tuanya hingga anak dapat melindungi dirinya sendiri dari bahaya yang ada dan juga dapat berpikir secara sehat untuk menentukan pilihan hidupnya kelak. Menurut Shanty Dellyana yang dimaksud dengan anak adalah mereka yang belum dewasa dan menjadi dewasa karena peraturan tertentu (mental fisik belum dewasa). 24 Berdasarkan pendapat Lilik Mulyadi apabila ditinjau dari aspek yuridis, maka pengertian anak dimata hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa (minderjarige/person ender age). Orang yang dibawah umur/keadaan dibawah umur (miderjangheid/inferiority) atau kerap juga disebut sebagai anak yang dibawah pengawasan wali (minderjarige ondervoodij), maka dengan bertitik tolak kepada aspek tersebut di atas ternyata hukum positif Indonesia tidak mengatur adanya unifikasi hukum yang baku dan berlaku universal untuk menentukan kriteria batasan umur bagi seorang anak. 25 Berdasarkan pengertian anak tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengertian anak adalah mereka yang masih muda usianya. Dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia terdapat pluralisme mengenai pengertian anak. Hal ini dikarenakan setiap peraturan perundang-undangan mengatur secara tersendiri mengenai pengertian anak. 24

Shanty Delllyana, 1990, Wanita Dan Anak Di Mata Hukum, Yogyakarta, Liberty.

Hal 50. Lilik Mulyadi. 2005. Pengadilan Anak di Indonesia, Teori, Praktik dan Permasalahannya. Mandar Maju, Bandung. Hal 4. 23 R. Soesilo. 1984. Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik. Politeka, Bogor. Hal 98 25

19 Berikut ini akan disebutkan beberapa pengertian anak menurut berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia diantaranya yaitu : 1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 ayat (2), anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. 2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus. Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi selaras, dan seimbang. Dengan di undangkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan anak. Ketentuan Pasal 1 angka 1, Pasal 2 angka 2a dan 2b menyatakan secara jelas status dan kedudukan anak yang menyebutkan bahwa Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur delapan tahun, tetapi belum mencapai umur delapan belas tahun dan belum pernah kawin. Anak lebih diutamakan dalam pemahaman terhadap hak-hak anak yang harus dilindungi, karena secara kodrat memiliki substansi yang lemah (kurang) dan didalam hukum dipandang sebagai subyek hukum yang di tana mkan dari bentuk pertanggungjawaban, sebagaimana layaknya seorang subyek hukum yang normal. Pengertian anak dalam lapangan hukum pidana menimbulkan aspek hukum positif terhadap proses normalisasi anak dari perilaku menyimpang (Kejahatan dan pelanggaran pidana) untuk membentuk kepribadian dan tanggungjawab yang akhirnya anak tersebut berhak atas kesejahteraan yang layak dan masa depan yang lebih baik. (Undang-Undang No. 3 Th. 1997 tentang Pengadilan Anak).

20

Pasal 1 angka 1 Unda ng-Unda ng No. 23 tahun 2002 tenta ng Perlindungan anak. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Batas usia anak memberikan pengelompokan terhadap seseorang untuk dapat disebut sebagai seorang anak. Yang dimaksud dengan batas usia ana k a da la h pengelomp oka n usia ma ksima l seba ga i wuju d kemampuan anak dalam status hukum sehingga anak tersebut beralih status menjadi usia dewasa atau menjadi seorang subyek hukum yang dapat bertanggungjawab secara mandiri terhadap perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan anak itu. Batas usia anak dalam pengertian hukum pidana dirumuskan secara jelas dalam ketentuan hukum ya ng ter dapat dala m Unda ng-Unda ng No 3 Tahun 1997 tenta ng Pengadilan Anak pada pasal 1 angka 1 sebagai berikut: "Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mecapai umur 8 tahun tetapi belum mecapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin ". Anak dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian tidak saja dalam bidang ilmu pengetahuan, tetapi dapat ditelaah dari sisi pandang sentralistis kehidupan agama, hukum dan sosiologi yang menjadikan pengertian anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan sosial, sebab anak merupakan suatu anugrah dari Tuhan yang berharga dan tidak dapat dinilai dengan nominal. 26

Wadong, Hasan Maulana, 2000. Pengantar Advokasi dan Perlindungan Anak. Jakarta: Grasindo. Hal 28 26

21

3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 butir (1) pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, sehingga anak yang belum dilahirkan dan masih di dalam kandungan ibu telah mendapatkan suatu perlindungan hukum. Selain terdapat pengertian anak, terdapat pengertian mengenai anak telantar, anak yang menyandang cacat, anak yang memiliki keunggulan, anak angkat dan anak asuh. 4) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pengertian anak tidak di artikan secara lebih jelas, namun pengertian dari Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) yang berisi mengena i pembatasan usia anak di bawah kekuasaan orang tua atau di bawah perwalian sebelum mencapai 18 (delapan belas) tahun dapat diartikan bahwa pengertian anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun. Pada masa ini pula anak mulai mencari teman sebaya dan memulai berhubungan dengan orang-orang dalam lingkungannya, lalu mulai terbentuk pemikiran mengenai dirinya sendiri. Selanjutnya pada masa ini pula perkembangan anak dapat berkembang dengan cepat dalam segala bidang baik itu perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap sosial dan kepribadian. 27 Anak dalam perkembangan selama ini cenderung tidak terkontrol,

Sholeh Soeaidy dan Zulkhair. 2001. Dasar hukum Perlindungan Anak. Novindo Pustaka Mandiri. Jakarta. Hal 2-3 27

misalnya meniru perilaku orang-orang dewasa si sekitarnya, karena sifat

23

seorang anak juga di pengaruhi oleh faktor lingkungan tempat di tumbuh dan berkembang.

E. Pengertian Tentang Penyertaan Suatu perbuatan pidana dimana dapat dilakukan oleh beberapa orang dengan bagian dari tiap-tiap orang dalam melakukan perbuatan dan sifatnya berlainan dan bervariatif. Hal tersebut dapat dilihat dari peran serta mereka dalam melakukan perbuatan tersebut dimana posisinya bisa sebagai pelaku atau pembantu dalam perbuatan pidana yang dilakukan. Dengan melihat hal tersebut membuat kemungkinan untuk memperluas dapat dipidananya perbuatan dalam beberapa hal khususnya terhadap pelaku yang lebih dari satu orang dan hal tersebut dikenal dengan delik penyertaan (deelnemihg). Penyertaan ialah apabila orang yang tersangkut untuk terjadinya suatu perbuatan pidana atau kejahatan itu tidak hanya satu orang saja, melainkan lebih dari satu orang. Definisi tersebut merupakan kesimpulan dari penjelasan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP tentang bentuk-bentuk dari penyertaan karena KUHP sendiri tidak secara tegas dalam memberikan pengertian tentang penyertaan. Yang membedakan subyek pelakunya lebih dari satu orang dan sampai ketidakjelasan jumlah subyek pelaku yang ada. Bentuk—bentuk perbuatan pidana yang dilakukan secara masal, yang terbagi menjadi dua macam yaitu perbuatan pidana yang dilakukan secara bersama-sama yang terbentuk secara terorganisir dan terbentuk tidak secara terorganisir. Adanya kedua bentuk tersebut, maka dala m hal ini perlu dikaji bagaimana hubungan antar pelaku satu dengan yang lainnya sehingga jelas dalam menentukan kesalahan masing-masing. Dalam menentukan kedudukan

2 4

para pelaku perbuatan pidana yang dilakukan secara bersama-sama dapat menggunakan empat macam bentuk dalam delik penyertaan yaitu turut serta (medapleger), menyuruh lakukan (doen pleger), menganjurkan lakukan (uitlo/c/cer), dan membantu melakukan (medeplichtigheid). Adapun dengan keempat macam bentuk penyertaan tersebut apabila dikontekskan dengan bentuk-bentuk perbuatan pidana yang dilakukan secara bersama-sama, yang pada akhirnya memperoleh suatu kejelasan terhadap hubungan dan kedudukan para pelaku tersebut, khusunya apabila dalam hal dihadapkan pada banyaknya jumlah pelaku yang tidak jelas berapa besarnya.28

7 3

25 28

R.Soesilo, Kitab Undang-undang Hu/cum Pidana, ctk. Ulang ,politea, Bogor, 1996, hlm.

7 3

26

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian 1. Metode P endekatan Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif atau legal research yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legistis positivis. Konsep ini memandang bahwa hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat suatu sistem normatif yang bersifat otonom, terhadap dan terlepas dari kehidupan masyarakat. 29

2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu disamping menggambarkan keadaan dari obyek atau masalahnya yang akan diteliti juga dengan keyakinan-keyakinan tertentu, mengambil kesimpulan-kesimpulan umum dari bahan-bahan mengenai objek masalahnya.

3. Lokas i Penelitian Penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri Banyumas

4. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi peraturan perundang-undangan, buku29

Rony Hanitijo Soemitro. 1982. Metodologi Penelitian Hukum. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Hal 10

27

buku literatur, dokumen dan arsip serta Putusan Pengadilan Banyumas Nomor 09/Pid.B./2009/PN.Bms.

B. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini cara memperoleh data sekunder yaitu dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku, literatur, dokumen dan arsip atau hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan obyek atau m a t er i p e n e l i t i a n d a n P u t u s a n P e n g a d i l a n B a n y u m a s N o m o r 09/Pid.B./2009/PN.Bms.

C. Metode Penyajian Data Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang tersusun secara sistematis dan logis yaitu data sekunder disesuaikan dengan pokok permasalahan sehingga tersusun sebagai suatu kesatuan yang utuh, saling berhubungan, serta berkaitan dan berurutan yang didasarkan pada norma hukum atau kaidah-kaidah hukum serta doktrin hukum yang relevan dengan pokok permasalahan.30

D. Metode Analisis Data Data yang diperoleh secara kualitatif, yaitu dengan menjabarkan dan menafsirkan data yang akan disusun secara logis dan sistematis berdasarkan doktrin atau ilmu pengetahuan hukum pidana.

30

Ibid. Hal 99

28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Putusan Pengadilan Negeri Banyumas Nomor 09/Pid.B/2009/PN.Bms, tentang Tindak Pida na TINDAK PIDANA PENCABULAN DENGAN KEK ER AS AN T ERH AD AP AN AK SEC AR A BERS AM A -S AM A sebagaimana didakwakan dalam Pasal 82 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP pada pokoknya dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Identitas Terdakwa Nama

: EDY NURYANTO bin HADI MISWANTO

Tempat Lahir

: Banyumas

Umur/Tanggal Lahir : 17 Tahun/09 Januari 1991 Jenis Kelamin

: Laki-laki

Kebangsaan

: Indonesia

Tempat Tinggal

: Desa Kedungpring RT 07 RW 01 Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas

Agama Pekerjaan Pendidikan

: Islam : : Pelajar (SMK kelas II)

29

2. Duduk Perkara Terdakwa diajukan ke persidangan oleh Penuntut Umum dengan dakwaan berkas tersendiri dengan cara-cara sebagai berikut : Terdakwa EDY NURYANTO BIN HADI MISWANTO bersama sama saksi Ahmad Ma'ruf dan saksi Ismanto berangkat ke rumah saksi Budiono alias Cendhe bin Wasiman pada hari Rabu tanggal 31 Desember 2008 sekira puku1 23.40 WIB untuk merayakan pergantian tahun, menyuruh saksi Imam Surbakti alias Sugeng untuk membeli 1 (satu) botol minuman keras jenis topi miring dan 1 (satu) botol anggur merah serta minuman suplemen cap kuku bima, sebagaimana yang di pesan saksi Rito alias Wareng Bin Masro selanjutnya minuman tersebut di campur menjadi satu dalam ceret setelah tercampur menyuruh saksi korban WIKE ROSANAH Binti TURINO MAD MUSTOLIH untuk meminum yang pada saat itu saksi korban menolak. Oleh saksi Rito alias Wareng Bin Masro di paksa dengan membentaknya dengan kata-kata " dah di minum saja tidak apa-apa kok " , akhirnya saksi korban mau dan minum 3 gelas kemudian saksi korban merasakan pusing, badannya lemas. Melihat saksi korban dalam keadaan lemas, maka para terdahwa mempunyai niat untuk melampiaskan hasrat sexnya kepada saksi korban dan membawa saksi korban masuk kesalah satu kamar di rumah tersebut dengan mengandeng tangan saksi korban yang berjalan sempoyongan karena pengaruh minuman keras yang diminum saksi korban, kemudian di dalam ka mar tersebut melampiaskan hasrat seknya dibukanya celana saksi korban dan

30

diraba-rabanya payu dara dan vagina saksi korban yang saat itu saksi korban tidak melawan karena badannya lemas dan kepalanya pusing, hingga terdakwa timbul hasrat seksnya dengan tegangnya alat kelaminnya dan dimasukkan ke vagina dan digerak-gerakkannya naik turun hingga terdakwa merasakan nikmat. Saksi korban yang tertidur di dalam kamar tersebut hingga pagi harinya dibangunkan oleh saksi Rito yang kemudian diantarnya pulang ke rumah orang tua korban kemudian saksi korban menceritakan atas apa yang telah diperbuat terdakwa bersama-sama teman-temannya tersebut kepada saksi Turino Mad Mustholih yang selanjutnya saksi korban di bawa berobat ke Puskesmas Kemranjen II kemudian pada tanggal 2 Januari 2008 melaporkan terdakwa bersama sama saksi Budiono alias Cendhe bin Wasiman, saksi Ahmad Ma'ruf bin Dulah Rosid, saksi Rito alias Wareng Bin Masro. 3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum diajukan ke persidangan dengan dakwaan Pasal 82 Undang-undang No 23 Tahun 2002 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. 4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Di muka persidangan Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya menuntut agar : a. Menyatakan terdakwa EDY NURYANTO bin HADI MISWANTO terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dengan sengaja melakukan kekerasan atau

31

anca man kekerasan, mema ksa anak yaitu saksi korban WIKE ROSANAH binti TURINO MAD MUSTOLIH umur 13 tahun untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul sebagaimana terurai dalam dakwaan Undang-undang No 23 Tahun 2002 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa EDY NURYANTO bin HADI MISWANTO dengan penjara selama 7 (tujuh) tahun 6 (enam) bulan dengan dikurangkan sepenuhnya selama terdakwa ditahan dengan p er inta h t er da k wa t eta p da la m ta ha na n da n de nda s eb esa r Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) subsidair 6 bulan kurungan. c. Menyatakan barang bukti berupa : 1 (Satu) buah seprei yang terbuat dari kain berwarna hijau bermotif bunga; 1 (satu) buah ceret yang terbuat dari aluminium; 1 (satu) buah botol yang terbuat dari kaca; 1 (satu) buah gelas yang terbuat dari kacar tersebut milik saksi Budiono alias Cendhe bin Wasiman; sedangkan 1 (satu) buah celana panjang jenis jeans warna gelap; 1 (satu) buah kaos warna putih; 1 (satu) buah jaket jenis kain warna hijau tersebut adalah pakaian milik saksi korban yang pada saat kejadian di pakai oleh saksi korban; 1 (satu) unit sepeda motot Suzuki Satria No.Pol R-3417-BS warna abu-abu putih tahun 2007 atas nama Ahmad Sodik alamat Sibrama Rt 01/04 Kemranjen Banyumas tersebut adalah milik Rito alias Wareng bin Masro dipergunakan dalam perkara lain (Rito alias Wareng dkk yang diajukan secara tersendiri).

32

d. M e n e t a p ka n a ga r t er da k w a E D Y N U R Y A N T O b i n H A D I MISWANTO dibebani biaya perkara sebesar Rp 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).

5. Pertimbangan Hukum Hakim Di muka sidang di dengar keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dibawah sumpah, yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :

a) Keterangan Saksi 1) Saksi Wike Rosanah binti Turino Mad Mustolih -Bahwa pada hari rabu tanggal 31 Desember 2008 sekira pukul 23.40 Wib bertempat di kamar rumah saksi Budiono alias Cendhe bin Wasiman Desa Kedungpring Rt.07/0l Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas saksi telah menjadi korban pelecehan seks. - B a h wa s e kita r pu ku l 0 1. 00 W I B k e mu dia n s a ks i R it o membawa Kemranjen Kabupaten Banyumas yang dirumah tersebut juga ada terdakwa bersama-sama saksi Budiono saksi Ahmad Ma'ruf saksi Rito, Mustakim saksi ke rumah Budiono Desa Kedungpring Rt:07/01 Kecamatan (terdakwa dala m berkas tersendiri) dan saksi Imam Surbakti serta saksi Ismanto untuk membeli minuman keras kemudian tidak berapa lama setelah minuman keras tersebut untuk meminumnya saksi korban awalnya menolak tetapi terus dipaksa untuk minum

33

kalau tidak akan diminumi sebanyak-banyaknya sehingga saksi takut. -Bahwa saksi saat kejadian masih sekolah di bangku SMP 2 Kemranjen Kelas 3 dan masih di bawah umur yang saat kejadian berumur 13 tahun, lahir pada tanggal 28 Januari 1995 se sua i denga n surat ketera nga n kela hira n nomor 474/16/1V/1998 yang dikeluarkan dari Pemerintahan Desa K a r a n g s a la m B a n y u m a s ya n g d it a n da t a n g a n i o l e h Moh. Sarifudin 2) Keterangan Saksi Turino Madmustolik Bin Madmirja dan Saksi Yatinem Binti Madmirja -Bahwa pada hari rabu tanggal 31 Desember 2008 sekira pukul 17.30 Wib anak saksi yang bernama Wike Rosanah Binti Turino Mad Mustolih tidak berada di rumah kemudian saksi b er ta nya kepa da istr i sa ks i ya itu sa ksi Ya t ine m da n menanyakan keberadaan saksi korban. -Bahwa benar setelah ditunggu sampai pukul 19.00 Wib Wike belum pulang saksi mencari korban ke rumahnya yani yang ternyata tidak ada, kemudian menghubungi teman sekolah korban pada tidak tahu dan di coba di hubungi nomor HP nya tidak aktif. -Bahwa benar pada hari Kamis tanggal 1 Januari 2009 sekira pukul 06 00 Wib Wike/saksi Korban pulang dengan diantar

34

saksi Rito tetapi tidak turun dari motornya langsung pergi dan korban sampai rumah menangis dan keadaannya lemas dan diam saja, saksi dan Isteri kawatir kemudian bertanya kepada Wike dan Wike mengakui telah di sakiti dengan cara di setubuhi oleh terdakwa bersa ma-sama secara bergantia n dengan terlebih dahulu di suruh minuman keras jenis anggur merah. -Bahwa benar selanjutnya perbuatan terdakwa bersama teman temannya di laporin ke pihak berwajib dengan terlebih dahulu memeriksakan korban ke Puskesmas Kemranjen II dan di ketahui bahwa korban sudah tidak gadis lagi karena perbuatan terdakwa bersama-sama temannya tersebut. 3) Keterangan Saksi Imam Subekt'i alias Sugeng Bin Muhdori -Bahwa benar sebelu m berkumpul di ruma h saksi Budiono sekira pukul 22.00 Wib saksi Rito menghubungi saksi karena me mbutuhka n ka mar teta pi keha bisa n ua ng da n memberitahukan kalau saksi Rito membawa perempuan. -Bahwa setelah diperoleh kemudian 1 ( satu ) bot ol minuma n keras jenis anggur merah di serahkan kepada saksi Rito dan di minum bersama saksi korban sedangkan minuman keras topi miring di serahkan kepada saksi Budiono yang dituang dalam ceret yang selanjutnya di minum saksi bersama-sama terdakwa

35

dan saksi Budiono saksi Ahma d Ma'ruf, saksi Rito dan Mustakim secara bergilir. 4) Keterangan Saksi Ismanto bin Rakim Atmorejo -Bahwa benar saksi pada hari Rabu tanggal 31 Desember 2008 sekira pukul 20.30 Wib sedang berada di rumah Aris bersama terdakwa Edy yang akan membesuk teman terdakwa yang sakit tetapi pada saat itu Aris pemilik rumah tidak berada di rumah. -Bahwa benar selanjutnya saksi dan terdakwa ikut gabung dan kenalan selanjutnya saksi korban di ketahui bernama Wike Rosanah binti Turino Mad Mustolih dan sewaktu kenalan saksi melihatnya korban adalah perempuan baik- baik tidak seperti perempuan Jablay yang saat itu hanya duduk diam saja. -Bahwa sewaktu di kepolisian saksi baru tahu jika terdakwa bersama-sama saksi Budiono, saksi Ahmad Ma'ruf Bin Dulah Rosid, saksi Rito alias Wareng Bin Masro, dan Mustakim telah melakukan perbuatan cabul kepada saksi korban. 5) Keterangan Saksi Rito alias Wareng Bin Masro -Ba hwa b enar sa ksi kena l denga n sa ksi korban lewat s ms kemudian pada hari rabu tanggal 31 Desember 2008 sekira pukul 16.00 Wib lewat telepon saksi mengajak korban untuk pergi jalan jalan merayakan tahun baru dan saksi tahu kalau saksi korban masih berstatus pelajar berusia 13 tahun.

36

-Bahwa atas ajakan saksi tersebut saksi korban mau dan waktu itu saksi katakan bahwa korban boleh membawa temannya kemudian saksi menjemput saksi korban pada hari rabu tanggal 31 Desember 2008 sekira pukul 17.00 Wib yang pada waktu itu telah menunggu di depan rumahnya dengen mengendarai sepeda motor Suzuki Satria No.Pol.R3417 BS warna abu- abu putih tahun 2007 milik saksi. -Bahwa benar terdakwa Edy Nuryanto saksi Budiono, saksi Sugeng Bin Muhdori, saksi Ismanto, saksi Ahmad Ma'ruf dan Mustakim telah mengetahui maksud saksi mengatakan jika korban adalah perempuan jablay yang maksudnya mau diajak bersetubuh. -Bahwa benar setelah di dalam kamar saksi menyuruh tiduran dan melepas celana jeans panjang dan celana dalam yang di pakai saksi korban kemudian menindih tubuh saksi korban, saat itu korban diam saja kemudian saksi memasukan alat kelamin yang telah tegang kedalam lubang vagina korban dan di gerakan naik turun lalu di cabut dan di keluarkan spermanya di sprei. 6) Keterangan Saksi Budiono alias Cendhe bin Wasiman -Bahwa saksi Rito menyuruh saksi Sugeng untuk membeli minuman keras kemudian tidak berapa lama setelah minuman keras tersebut 1 botol minuman keras jenis anggur merah oleh

37

saksi Rito dituang di gelas dan menyuruh saksi korban untuk meminumnya sedangkan yang satu botol dituang kedalam ceret oleh saksi dan di minum secara bergilir dengan terdakwa. 7) Keterangan Saksi Ahmad Ma'ruf bin Dulah Rosid. -Bahwa kemudian saksi Rito menyuruh saksi Sugeng untuk membeli minuman keras kemudian tidak berapa lama minuman keras tersebut yang 1 botol jenis anggur merah oleh saksi Rito dit ua n g di g ela s da n m e n yu r u h sa ks i k or b a n u nt u k meminumnya sedangkan yang satu botol dituang kedalam ceret oleh saksi dan di minum secara bergilir dengan terdakwa dan teman-teman yang lain dan benar setelah minum saksi sugeng dan saksi Ismanto ke teras rumah. -Bahwa benar selanjutnya pada hari Kamis tanggal 1 Januari 2009 sekira pukul 06.00 saksi diantarkan pulang kerumah korban oleh saksi Rito dan benar sewaktu mengantar pulang hanya sampai depan rumah tidak masuk kerumah.

b) Keterangan terdakwa : -Bahwa benar barang bukti yang diajukan di depan persidangan yaitu 1 (satu) buah sprei yang terbuat dari kain berwarna hijau bermotif bunga, 1 (satu) buah ceret yang terbuat dari alumunium; l (satu) buah botol yang terbuat dari kaca; l (satu) buah gelas yang terbuat dari kaca tersebut milik saksi Budiono alias Cendhe bin Was:man, sedangkan 1 (satu) buah celana panjang jenis jeans

38

warna gelap; l (satu) buah kaos warna putih; l (satu) buah kaos kutang warna putih, l (satu) buah celana dalam warna putih;l (satu) buah jaket jenis kain warna hijau tersebut adalah pakaian milik saksi korban yang pada saat kejadian di pakai oleh saksi korban ;1 (satu) unit spm Suzuki Satria No.Pol.R3417 BS warna abu-abu putih 2007 atas nama Ahmad Sodik alamat Sibrama Rt.01/04 Kermranjen Banyumas tersebut adalah milik saksi Rito alias Wareng Bin Masrot. Bahwa benar saksi korban yang bernama Wike Rosanah Binti Turino Mad Mustolih Umur 13 tahun. Bahwa benar korban setelah minum minuman yang di berikan saksi Rito melihat korban jalannya sempoyongan dan terdakwa setelah minum ada pengaruhnya di tubuhnya menjadi lebih berani clan benar maksud mengajak korban untuk minum memudahka n keinginan terdakwa untuk melampiaskan hasrat sex nya kepada korban. Bahwa benar terdakwa belum sempat mengeluarkan sperma karena sudah disuruh saksi Budiono untuk gantian, kemudian setelah itu terdakwa bersama saksi Budiono keluar kamar yang selanjutnya masuk saksi Ahmad Ma'ruf dan yang terakhir Mustakim melakukan hal yang sama sebagaimana yang di lakukan oleh terdakwa dan saksi Budiono kemudian menyusul Mustakim. Bahwa sewaktu terdakwa dan saksi Budiono melampiaskan hasrat sexnya saksi

39

korban diam saja karena saya badannya lemas setelah minum minuman keras yang di berikan oleh saksi Rito. -Bahwa benar terdakwa mengetahui kalau korban masih berstatus pelajar SMP Kemranjen 2 kelas 3 yang diketahui terdakwa sewaktu kenalan di rumahnya Budiono Untu k itu M a jelis Ha ki m, di ma na t er da kwa dia ju ka n ke persidangan oleh Penuntut Umum denga n dakwaan ya ng disusun sebagaimana tersebut di atas, maka akan membuktikan lebih dahulu apakah perbuatan terdakwa memenuhi unsur -unsur dari dakwaan melanggar Pasal 82 Undang-unda ng No. 23 Tahun 2002 T entang Perlindungan Anak

B. Pembahasan 1. Penerapan Unsur-unsur dalam Pasal 82 Undang-undang N0. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak j0 Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Perkara Nomor 09/Pid.B/2009/PN.BMS. Hakim Pengadilan Negeri Banyumas menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencabulan. Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya menuntut terdakwa telah melanggar Pasal 82 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

40

Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana kepada terdakwa yaitu dengan terbuktinya unsur-unsur Pasal 82 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagai berikut : 1. Setiap orang; 2. Dengan sengaj a; 3. Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. 4. Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan turut serta melakukan perbuatan; Dari unsur-unsur Pasal 82 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang terdapat dala m Putusan Penga dilan N egeri Banyu mas N omor 09/Pid.B/2009/PN.BMS, dapat diuraikan sebagai berikut : a. Unsur setiap 0rang Setiap orang artinya bahwa siapa saja atau setiap orang atau orang adalah orang yang melakukan tindak pidana, dimana tindak pidana yang dilakukan itu harus dipertanggungjawabkan kepada orang ya n g m e la ku ka n, k ec u a li a da n ya u ns u r - u n s ur ya n g da p a t membebaskan diri dari pertanggungjawaban tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarto mengenai subyek tindak pidana, bahwa pada dasarnya yang dapat melakukan tindak pidana itu adalah manusia (natuurlijk personen). Ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Rumusan delik dalam undang-undang lazim dimulai dengan kata-kata barang siapa..., kata "barang siapa" ini tidak dapat dikatakan lain daripada "orang".

41

2. Dalam Pasal 10 KUHP disebutkan jenis-jenis pidana yang dapat dikenakan pada subyek tindak pidana, sehingga pada dasarnya hanya dapat dikenakan pada manusia. 3. Pengertian kesalahan yang dapat berupa kesengajaan dan kelapaan itu merupakan sikap dalam batin manusia. 31 Berdasarkan kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS,. bahwa terdakwa Edy Nuryanto bin Hadi Miswanto bersama-sama saksi Ahmad Ma'ruf dan saksi Ismanto, saksi korban Wike Rosanah binti Turino Mad Mustolih dan saksi Imam Surbakti alias Sugeng kemudian terdakwa bersama-sama saksi Ahmad Ma'ruf dan saksi Ismanto bersama-sama mempunyai niat untuk melampiaskan hasrat sexnya kepada saksi korban dan membawa saksi korba n masuk kesala h satu ka ma r di ruma h tersebut denga n menga ndeng ta nga n sa ksi kor ba n. Di da la m ka mar tersebut melampiaskan hasrat seknya kemudian sekitar 10 menit keluar kamar, kemudian terdakwa bersama- sama saksi Budiono alias Cendhe bin Wasiman masuk kedalam kamar dimana saksi korban masih berada di atas tempat tidur dengan kondisi badan yang lemah. Melihat keadaan saksi korban terdakwa yang sebelumnya telah melihat adegan porno dalam kamera HPnya timbul keinginan untuk mencoba melampiaskan hasrat seknya kepada saksi korban kemudian dibukanya celana saksi korban dan diraba-rabanya payudara dan vagina saksi korban yang saat itu saksi korban tidak melawan karena badannya lemas dan kepalanya pusing, hingga terdakwa timbul hasrat

42

seksnya dengan tegangnya alat kelamin terdakwa setelah itu terdakwa melepas celananya dan menindih tubuh saksi korban dan memasukan alat kelaminnya yang telah tegang ke lubang vagina dan digerak gerakkannya naik turun hingga terdakwa merasakan nikmat akan tetapi belum sempat dikekeluarkannya sperma. Apabila dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Negeri No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS,. maka kata setiap orang telah terbukti karena sebagai subyek hukum dala m tindak pidana pencabulan adalah terdakwa Edy Nuryanto bin Hadi Miswanto berjenis kelamin laki-laki dan berdasarkan fakta yuridis yang menghubungkan keterangan saksi saksi satu dengan lainnya, juga keterangan terdakwa serta barang bukti yang diajukan di persidangan, terbukti terdakwa melakukan perbuatan sebagaima na diuraikan dala m dakwaan bahwa terdakwa telah mela kuka n tinda k pida na penca bula n ter ha da p a na k. Berdasarkan hal tersebut maka unsur barangsiapa terbukti menurut hukum.

b. Unsur dengan sengaja Perbuatan sengaja adalah suatu perbutatan yang dilakukan dengan kesadaran dari perbuatan tersebut di ketahui serta dikehendaki oleh pelaku. Menurut Pompe pengertian kesengajaan dalam KUHP tida k me mb er ika n definisi, a ka n teta pi petunju k untuk da pat

41 m engeta hu i arti kes enga jaa n da pa t dia mbil dar i M vT ya ng mengartikan kesengajaan sebagai menghendaki atau mengetahui. 32 Menurut memori penjelasan (memorie van toelichting), yang dima ksudka n denga n kes enga jaa n a da la h menghenda ki da n menginsyafi terjadinya suatu tindakan beserta akibatnya (willens en wetens veroorzaken vaneen gevolg). Artinya, seseora ng ya ng melakukan suatu tindakan dengan sengaja, harus menghendaki serta menginsyafi tindakan tersebut dan/atau akibatnya. Dengan demikian dapatla h dikata ka n ba hwa senga ja berarti menghenda ki atau mengetahui apa yang dilakukan orang yang melakukan perbuatan dengan sengaja menghendaki perbuatan itu dan disa mping itu mengetahui atau menyadari tentang apa yang dilakukan itu. 33 Bentuk atau corak kesengajaan itu sendiri ada tiga yaitu : 1. Kesengajaan sebagai maksud/tujuan (dolus als oogmerk atau opset als oogmerk) Apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya untuk mencapai suatu tujuan yang dekat (dolus directus) yang terdapat hubungan langsung antara kehendak jiwa dan fakta kejadian tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya tidak terjadi/tercapai. 2. Kesengajaan sebagai kepastian (opzet met zekerheidsbewuszijn atau noodzakelijkheidbewustzijn) Kondisi jiwa tidak menghendaki akibat itu terjadi, tetapi dengan berlaku begitu pasti suatu yang tidak dikehendaki itu akan terjadi. 3. Kesengajaan sebagai kemungkinan (dolus eventualis atau vooewaardelijk opzet) Kondisi jiwa tidak menghendaki akibat itu terjadi, tapi semestinya ia menyadari bahwa jika itu dilakukan kemungkinan besar akibat yang tidak dikehendakinya itu akan terjadi.34 B er da sa r ka n ka sus da la m P utusa n P enga dila n N eg er i No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS,. terdakwa Edy Nuryanto bin Hadi Miswanto bersama-sama saksi Ahmad Ma'ruf dan saksi Ismanto, saksi korban Wike Rosanah binti Turino Mad Mustolih dan saksi Imam Surbakti alias Sugeng kemudian terdakwa bersama-sama saksi Ahmad

/bid, hal 11 /bid, hal 12

32 33 34

Moelyatno, op cit. Hal 26

42

Ma'ruf dan saksi Ismanto ikut bergabung duduk di ruang tamu kemudian saksi Rito alias Wareng Bin Masro menyuruh saksi Imam Surbakti alias Sugeng ya ng sebelu mnya tela h bersa ma -sa ma mempunyai niat untuk melampiaskan hasrat sexnya kepada saksi korban dan membawa saksi korban masuk kesalah satu kamar di rumah tersebut dengan mengandeng tangan saksi korban yang berjalan sempoyongan karena pengaruh minuman keras yang diminum saksi korban, kemudian saksi Rito alias Wareng Bin Masra didalam kamar tersebut melampiaskan hasrat seknya. Melihat keadaan saksi korban, terdakwa yang sebelum telah melihat adegan porno dalam kamera HPnya timbul keinginan, untuk mencoba melampiaskan hasrat seknya kepada saksi korban kemudian dibukanya celana saksi korban dan diraba-rabanya payu dara dan vagina saksi korban yang saat itu saksi korban tidak melawan karena badannya lemas dan kepalanya pusing, hingga terdakwa timbul hasrat seksnya dengan tegangnya alat kelamin terdakwa setelah itu terdakwa melepas celananya dan menindih tubuh saksi korban dan memasukan alat kelaminnya yang telah tegang ke lubang vagina dan digerak-gerakkannya naik turun hingga terdakwa merasakan nikmat, akan tetapi belum sempat dikeluarkannya sperma terdakwa saksi Budiono alias Cendhe bin Wasiman yang pada waktu itu tiduran di samping saksi korban sambil beraba-raba payudara saksi korban timbul hasrat seksnya kemudian menyuruh terdakwa untuk gantian dan terdakwa selanjutnya menarik alat kela minnya yang

43

berada di dalam lubang vagina saksi korban kemudian duduk jongkok di lantai kemudian menyuruh saksi Budiono alias Cendhe bin Wasiman melepas celananya dan menindih tubuh saksi korban dan mela mpiaskan hasrat seknya hingga puas selanjutnya terdakwa bersama-sama saksi Budiono alias Cendhe bin Wasiman keluar kamar dan bergabung dengan teman-temannya yang berada di ruang tamu sedangkan saksi korban yang tertidur di dalam kamar tersebut hingga pagi harinya dibangunkan oleh saksi Rito yang kemudian diantarnya pulang ke rumah orang tua korban. Berdasarkan kasus tersebut di atas, maka fakta yang terungkap dipersidangan bahwa para saksi (Rito, Budi, Ahmad Ma'ruf dan Mustakim) maupun terdakwa menyadari bahwa dengan mengajak dan mema ksa minu m- minu ma n keras tersebut akan memuda hka n keinginannya untuk mencabuli atau mensetubuhi saksi korban, dan bagi terdakwa setelah minum ada pengaruhnya yaitu pada tubuhnya menjadi lebih berani untuk mencabuli korban. Dalam hal ini perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur dari bentuk kesengajaan sebagai maksud dimana terdakwa menghendaki akibat perbuatannya untuk mencapai suatu tujuan. Apabila dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Negeri No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS,. berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan yaitu keterangan saksi dan pengakuan terdakwa Edy Nuryanto bin Hadi Miswanto menunjukkan bahwa perbuatan terdakwa

44

melakukan pencabulan dilakukan dengan sengaja. Berdasarkan hal tersebut maka unsur sengaja terbukti menurut hukum.

c. Unsur melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, mela ku kan t ip u mu s lihat, s er ang ka ia n k e b 0 h0 ng an atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul Unsur ini bersifat alternatif sehingga cukup dibuktikan salah satu unsur yang dipilih yang dapat dibuktikan. Kekerasan adalah setiap perbuatan dengan menggunakan tenaga terhadap orang lain yang dapat mendatangkan kerugian bagi orang lain yang dikerasi, sedangkan yang dimaksud dengan ancaman kekerasan adalah membuat orang yang diancam itu menjadi ketakutan, karena adanya sesuatu hal yang akan membahayakan dirinya. Yang disamakan dengan melakukan kekerasan ialah membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya. Pingsan artinya tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya. Tidak berdaya artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun. Sedangkan yang dimaksud perbuatan cabul ialah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan atau perbuatan keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kela min, misa lnya ciu m-ciuma n, meraba-raba a nggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya). Sedangkan yang dimaksud dengan anak dalam Undang-undang No. 23 tahun 2002

45

adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan perbuatan terdakwa dan keterangan para saksi (Rito, Budi, Ahmad Ma'ruf dan Mustakim), bahwa korban mengalami kekerasan yaitu korban dipaksa untuk meminum minuman keras yang berakibat korban merasakan pusing dan lemas, sehingga korban berjalan sempoyongan akibat pengaruh minuman keras dan luka pada daerah kemaluan, robek pada selaput dara, sebagaimana dikuatkan dalam hasil pemeriksaan / visum et repertum Puskesmas II Kemranjen No. 440/17/I/2009 ya ng ditandatangani oleh dr. M.Amir Fuad tanggal 2 Januari 2009 yakni pada tubuh saksi korban tak ditemukan adanya luka atau tanda-tanda kekerasan pada alat kelamin saksi korban bibir luar tak ditemukan adanya luka lebam dan bibir dalam. Ditemukan adanya luka lecet, selaput dara di temukan luka robek pada jam 2,5,7 dan jam 11 lubang senggama dapat dilalui lebih dari 1 jari telunjuk dewasa. Bahwa saksi korban Wike Rosanah ternyata adalah pelajar SMP 2 Kemranjen kelas 3 yang saat kejadian berumur 13 tahun, lahir pada tanggal 28 januari 1995 sesuai dengan surat keterangan kelahiran nomor 474/16/IV/1998 yang dikeluarkan dari pemerintahan desa Karangsalam Banyumas yang ditandatangani oleh Moh. Sarifudin. Oleh karena korban belum berusia 18 (delapan belas) tahun, maka

46 termasuk dalam kualifikasi anak sebagaimana yang dimaksud Undang undang no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Apabila dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Negeri No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS, berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan yaitu keterangan saksi dan pengakuan terdakwa Edy Nuryanto bin Hadi Miswanto menunjukkan bahwa perbuatan terdakwa melakukan pencabulan dengan kekerasan terhadap korban anak dibawah umur dan mengakibatkan luka robek pada selaput dara, maka unsur ini terbukti menurut hukum

d. Unsur yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu Unsur turut serta ini dirumuskan dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP, yang dalam surat dakwaan dikontruksikan dengan kalimat bersama sama. Pengertian turut serta dalam rumusan ini adalah mereka yang bersama-sama melakukan perbuatan pidana, sehingga mereka yang dengan sengaja itu mengerjakan. Selengkapnya Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP merumuskan : Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana : 1. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu; 2. Orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya-upaya atau keterangan, sengaja membuka untuk melakukan sesuatu perbuatan

47

R. S0esil0, dengan mendasarkan pada rumusan Pasal 55 ayat (1) KUHP mengatakan :

Disini disebutkan peristiwa pidana, jadi baik kejahatan maupun pelanggaran yang dihukum sebagai orang yang melakukan disini dapat dibagi atas 4 macam, yaitu : 1. Orang yang melakukan (pleger). Orang ini ialah seorang yang sendirian telah berbuat mewujudkan segala anasir atau elemen dari peristiwa pidana. Dalam peristiwa pidana yang dilakkan dalam jabatan misalnya orang itu harus pula memenuhi elemen status sebagai pegawai negeri. 2. Orang yang menyuruh melakukan (doen plegen). Disini sedikitnya ada dua orang, yang menyuruh (doen plegen) dan yang disuruh (pleger). Jadi bukan orang itu sendiri yang melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain, meskipun demikian toch ia dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan sendiri yang melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lainnya ia tidak dapat dihukum karena tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya, misalnya dalam hal hal sebagai berikut : a. tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut Pasal 44 KUHP; b. telah melakukan perbuatan itu itu karena terpaksa oleh kekuasaan yang tidak dapat dihindarkan (overmacht); c. telah melakukan perbuatan itu atas perintah jabatan yang tidak syah menurut Pasal 51 KUHP; d. telah melakukan perbuatan itu dengan tidak ada kesalahan sama sekali. 3. Orang yang turut melakukan (medepleger). Turut melaukan dalam arti kata bersama-sama melakukan. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana.35 Berdasarkan kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS, terdakwa Edy Nuryanto bin Hadi Miswanto bersama-sama saksi Ahmad Ma'ruf dan saksi Ismanto, saksi korban Wike Rosanah binti Turino Mad Mustolih dan saksi Imam Surbakti alias Sugeng kemudian terdakwa bersama-sama saksi Ahmad Ma'ruf

35

R. Soesilo. Op cit. Hal 73

48

dan saksi Ismanto mempunyai niat untuk melampiaskan hasrat sexnya kepada saksi korban dan membawa saksi korban masuk kesalah satu kamar di rumah tersebut dengan mengandeng tangan saksi korban, kemudian saksi Rita alias Wareng Bin Masra didalam kamar tersebut melampiaskan hasrat seknya kemudian sekitar 10 menit keluar kamar dan mengatakan kepada terdakwa bersama-sama teman-temannya. Apabila dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Negeri No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS, berdasarkan fakta di persidangan bahwa perbuatan terdakwa, Budiono, Rito, Ma'ruf dan Mustakim adalah orang yang turut serta dan disamakan dengan orang yang bersama sama sebagai pelaku pencabulan dengan caranya dan waktunya yang hampir bersamaan atau tidak terlalu lama karena bergantian/bergiliran, sehingga unsur ini terbukti menurut hukum.

2. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Menjatuhkan Putusan Pidana dalam Perkara Tindak Pidana Pencabu lan dengan Kekerasan Ter h ad a p A na k S ec ar a B er s am a - s a ma d a lam P u tu s a n N 0 . 09/Pid.B/2009/PN.BMS Di dalam Pasal 50 Undang-undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

49

Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa hakim dalam memutuskan perkara pidana harus memuat alasan dan dasar putusan dan memuat pasal dari peraturan perundangan yang dijadikan dasar untuk mengadili. Majelis Hakim dalam menjatuhkan pidana kepada para terdakwa harus terlebih dahulu telah memenuhi semua syarat untuk dilakukan pemidanaan atas diri para terdakwa. Seperti dinyatakan oleh Sudart0, bahwa syarat untuk pemidanaan tersebut, adalah : 1. Perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang; 2. yang bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar); 3. adanya kesalahan yaitu : a. Mampu bertanggung jawab; b. Dolus atau culpa (tidak ada alasan pemaaf) 36 Mendasarkan pada hasil penelitian terhadap putusan perkara Pengadilan Negeri Banyumas No. 09/Pid.B/2009/PN.Bms dan dengan melakukan studi pustaka tentang materi yang berhubungan dengan obyek penelitian serta mengacu pada pendapat Sudart0 mengenai syarat-syarat pemidanaan, maka agar dapat menjawab permasalahan dan tujuan penelitian tersebut dapat disusun analisis sebagai berikut : 1. Adanya fakta yang terbukti dalam unsur-unsur Pasal 82 Undangundang N0. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak j0 Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. a. Perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang Unsur pertama dari tindak pidana adalah perbuatan atau tindakan seseorang, tindakan orang itu merupakan penghubung atau

50 36

Sudarto, op cit. Hal 30

51

d asar untuk adanya pemberian pidana. Perbuatan ini meliputi berbuat dan tidak berbuat dan yang memenuhi rumusan tindak pidana dalam undang-undang yang merupakan konsekuensi dari asas legalitas.37 Selanjutnya Sudart0 mengatakan, perbuatan yang memenuhi atau yang mencocoki rumusan tindak pidana dalam undang-undang berarti perbuatan konkrit dari si pembuat dan perbuatan itu harus mempunyai ciri-ciri dan delik itu sebagaimana secara abstra k disebutkan dalam undang-undang sebagai tindak pidana tidak dapat dipidana dan peraturan perundang-undangan itu harus ada sebelum terjadinya tindak pidana.38 Pada putusan perkara No.09/Pid.B/2009/PN.Bms terdakwa didakwa dengan dakwaan Pasal 82 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Dalam perbuatan pencabulan yang dilakukan dengan sengaja secara bersama sama dengan melakukan kekerasan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 82 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 55 ayat (1) KUHP yaitu sebagai berikut : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasa n, mema ksa, mela kuka n tipu muslihat, sera ngka ia n kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Ketentuan tersebut di atas, memuat unsur-unsur sebagai berikut : 1. Setiap orang; 2. Dengan sengaj a; 3. Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. 4. Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan turut serta melakukan perbuatan;

52

Berkaitan dengan unsur-unsur pada rumusan Pasal 82 No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut, menurut R. S0esil0 mengatakan : 1. Yang dilarang dalam pasal ini ialah melakukan kekerasan. Apa yang dimaksudkan dengan kekerasan lihat catatan dalam Pasal 89. Kekerasan yang dilakukan ini biasanya terdiri dari merusak barang atau penganiayaan, akan tetapi dapat pula kurang dari pada itu, sudah cukup misalnya bila orang melemparkan batu pada orang lain atau rumah, atau membuang barang barang digangan, sehingga berserakan, meskipun tidak ada maksud yang tentu untuk menyakiti orang atau merusak barang itu. 2. Kekerasan itu harus dilakukan bersama-sama, artinya oleh sedikit dikitnya dua orang atau lebih. Orang-orang yang hanya mengikuti dan tidak benar-benar turut melakukan kekerasan, tidak dapat turut dikenakan pasal ini. 3. Kekerasan itu harus ditujukan kepada orang atau barang. Hewan atau binatang masuk pula dalam pengertian barang. Pasal ini tidak membatasi bahwa orang (badan) atau barang itu harus kepunyaan orang lain, sehingga milik sendiri masuk pula dalam pasal ini, meskipun tidak akan terjadi orang melakukan kekerasan terhadap diri atau barangnya sendiri sebagai tujuan, kalau sebagai alat atau daya-upaya untuk mencapai suatu hal, mungkin bisa juga terjadi. 4. Kekerasan itu harus dilakukan dimuka umum, karena kejahatan ini memang dimasukkan ke dalam golongan kejahatan ketertiban umum. Dimuka umum artinya ditempat publik dapat melihatnya. 39 Dengan demikian, mendasarkan pada penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan melanggar Pasal 82 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Pengadilan Anak dengan unsur-unsurnya sebagai berikut:

1) Unsur barangsiapa; Berkaitan dengan unsur barangsiapa, berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa unsur barangsiapa di sini yaitu barangsiapa yang menurut undang-undang hukum pidana menunjukkan pada suatu subyek

39

R. Soesilo. Op cit. Hal 146-147

37 38

Ibid Ibid. Hal 31

52 tindak pidana, yang berarti siapa saja baik laki-laki atau perempuan tanpa kecuali, sehat jasmani rohani dapat berlaku sebagai pelaku tindak pidana. Wirj0n0 Pr0dj0dik0r0 berpendapat bahwa menurut pandangan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah manusia. Ini dapat dilihat pada perumusan dari tindak pidana dalam KUHP, yang menampakkan daya berpikir sebagai s ya r a t ba gi s ub je k t inda k p ida na itu, ju ga t er liha t pa da u ju d hukuman/pidana yang termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman penjara, kurungan dan denda. 40 Sedangkan menurut Sudart0, bahwa unsur pertama tindak pidana itu adalah perbuatan orang, pada dasarnya yang dapat melakukan tindak pidana itu manusia (natuurlijk personen). Hal ini dapat disimpulkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut : Rumusan delik dalam undang-undang lazim dimulai dengan kata "barang siapa".... Kata "barangsiapa" ini tidak dapat diartikan lain daripada "orang". -Dala m Pasal 10 KUHP disebutkan jenis-jenis yang dapat dikenakan pada subyek tindak pidana, sehingga pada dasarnya hanya dapat dikenakan pada manusia. -P engertia n kesala ha n ya ng dapat berupa kesenrjaa n da n kealpaan itu merupakan sikap dalam batin manusia. 4 Sedangkan menurut Lamintang, kata "barangsiapa" menunjukan orang yang apabila orang tersebut memenuhi semua unsur tindak pidana, maka ia dapat disebut sebagai pelaku atau dader dari tindak pidana tersebut. 42 Mendasarkan pada pendapat para sarjana tersebut di atas tentang pengertian barangsiapa, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang

Wirjono Prodjodikoro, op cit. Hal 55 Sudarto, op cit. Hal 18-19 42 Lamintang, op cit. Hal 107 40 41

dimaksud barangsiapa adalah siapapun juga yang dapat menjadi subyek hukum, yang berarti orang atau manusia yang didakwa sebagai pelaku. Berdasarkan kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS,. bahwa terdakwa Edy Nuryanto bin Hadi Miswanto bersama-sama saksi Ahmad Ma'ruf dan saksi Ismanto, saksi korban Wike Rosanah binti Turino Mad Mustolih dan saksi Imam Surbakti alias Sugeng, dalam persidangan terbukti, bahwa yang dimaksud barangsiapa dalam hal ini adalah siapapun juga yang dapat menjadi subyek hukum, dalam arti orang/manusia yang didakwa sebagai pelaku tindak pidana. Dalam perkara ini terdakwa telah dihadapkan oleh Penuntut Umum dengan identitas yang dibenarkan oleh terdakwa, dan sesuai pula dengan surat dakwaan, dengan demikian terdakwa adalah sebagai subyek hukum. Selama persidangan berlangsung terdakwa dapat menjawab setiap pertanyaan dengan tepat dan dapat pula menanggapi keterangan saksi saksi, maka dapatlah dipandang sebagai subyek yang mampu memikul tanggung jawab hukum. Dari fakta yang ada dapat disimpulkan bahwa unsur barangsiapa dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan. Dengan demikian unsur ini telah terpenuhi sekaligus telah sesuai dengan pendapat para sarjana tersebut di atas. 2) Dengan Sengaj a Perbuatan sengaja adalah suatu perbutatan yang dilakukan dengan kesadaran dari perbuatan tersebut di ketahui serta dikehendaki oleh pelaku.

54 54

Menurut Pompe pengertian kesengajaan dalam KUHP tidak memberikan

definisi, akan tetapi petunjuk untuk dapat mengetahui arti kesengajaan

dapat dia mbil dari M vT ya ng mengartika n kesengajaa n seba gai menghendaki atau mengetahui.43

Menurut memori penjelasan (memorie van toelichting), yang dimaksudkan dengan kesengajaan adalah menghendaki dan menginsyafi terjadinya suatu tindakan beserta akibatnya (willens en wetens veroorzaken vaneen gevolg). Artinya, seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan sengaja, harus menghendaki serta menginsyafi tindakan tersebut dan/atau akibatnya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa sengaja berarti menghendaki atau mengetahui apa yang dilakukan orang yang melakukan perbuatan dengan sengaja menghendaki perbuatan itu dan disamping itu mengetahui atau menyadari tentang apa yang dilakukan itu. 44 Bentuk atau corak kesengajaan itu sendiri ada tiga yaitu : a)

Kesengajaan sebagai maksud/tujuan (dolus als oogmerk atau opset als oogmerk) Apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya untuk mencapai suatu tujuan yang dekat (dolus directus) yang terdapat hubungan langsung antara kehendak jiwa dan fakta kejadian tidak dilakukan perbuata n itu jika pembuat ta hu a kibat per buata nnya tida k terjadi/tercapai. b) Kesengajaan sebagai kepastian (opzet met zekerheidsbewuszijn atau noodzakelijkheidbewustzijn) Kondisi jiwa tidak menghendaki akibat itu terjadi, tetapi dengan berlaku begitu pasti suatu yang tidak dikehendaki itu akan terjadi. c) K es enga ja a n s eba ga i ke mu ngkina n (dolus eventualis ata u vooewaardelijk opzet) Kondisi jiwa tidak menghendaki akibat itu terjadi, tapi semestinya ia menyadari bahwa jika itu dilakukan kemungkinan besar akibat yang tidak dikehendakinya itu akan terjadi.45 B e r da s a r ka n ka s u s da la m P u t u s a n P e n g a d ila n N e g e r i No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS,. terdakwa Edy Nuryanto bin Hadi Miswanto, maka fakta yang terungkap dipersidangan bahwa para saksi (Rito, Budi, Sudarto, op cit, hal 11 /bid, hal 12 45 Moelyatno, op cit. Hal 26 43

44

Ahmad Ma'ruf dan Mustakim) maupun terdakwa menyadari bahwa dengan mengajak minum-minuman keras tersebut akan memudahkan keinginannya untuk mencabuli atau mensetubuhi saksi korban, dan bagi terdakwa setelah minum ada pengaruhnya yaitu pada tubuhnya menjadi lebih berani untuk mencabuli korban. Dalam hal ini perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur dari bentuk kesengajaan sebagai maksud dimana terdakwa menghendaki akibat perbuatannya untuk mencapai suatu tujuan. Berdasarkan hal tersebut maka unsur sengaja terbukti menurut hukum.

3) Unsur melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian keb0h0ngan atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul Unsur ini bersifat alternatif sehingga cukup dibuktikan salah satu unsur yang dipilih yang dapat dibuktikan. Kekerasan adalah setiap perbuatan dengan menggunakan tenaga terhadap orang lain yang dapat mendatangkan kerugian bagi orang lain yang dikerasi, sedangkan yang dimaksud dengan ancaman kekerasan adalah membuat orang yang diancam itu menjadi ketakutan, karena adanya sesuatu hal yang akan membahayakan dirinya. Yang disamakan dengan melakukan kekerasan ialah membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya. Pingsan artinya tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya. Tidak berdaya artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun. Sedangkan yang di maksud

56

perbuatan cabul ialah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan atau perbuatan keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kela min, misalnya ciu m-ciuma n, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya). Sedangkan yang dimaksud dengan anak dalam Undang-undang No. 23 tahun 2002 adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan perbuatan terdakwa dan keterangan para saksi (Rito, Budi, Ahmad Ma'ruf dan Mustakim), bahwa korban mengalami kekerasan yaitu korban dipaksa untuk meminum minuman keras yang berakibat korban merasakan pusing dan lemas, sehingga korban berjalan sempoyongan akibat pengaruh minuman keras dan luka pada daerah kemaluan, robek pada selaput dara, sebagaimana dikuatkan dalam hasil pemeriksaan / visum et repertum Puskesmas II Kemranjen No. 440/17/I/2009 ya ng ditandatangani oleh dr. M.Amir Fuad tanggal 2 Januari 2009 yakni pada tubuh saksi korban tak ditemukan adanya luka atau tanda-tanda kekerasan pada alat kelamin saksi korban bibir luar tak ditemukan adanya luka lebam dan bibir dalam. Ditemukan adanya luka lecet, selaput dara di temukan luka robek pada jam 2,5,7 dan jam 11 lubang senggama dapat dilalui lebih dari 1 jari telunjuk dewasa. Bahwa saksi korban Wike Rosanah ternyata adalah pelajar SMP 2 Kemranjen kelas 3 yang saat kejadian berumur 13 tahun, lahir pada

57 57 tanggal 28 januari 1995 sesuai dengan surat keterangan kelahiran nomor 474/16/IV/1998 yang dikeluarkan dari pemerintahan Desa Karangsalam Banyumas yang ditandatangani oleh Moh. Sarifudin. Oleh karena korban belum berusia 18 (delapan belas) tahun maka ter masuk dala m kualifikasi anak seba gaima na yang dima ksud Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Apabila dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Negeri No. 114/Pid.B/2009/PN.BMS, berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan yaitu keterangan saksi dan pengakuan terdakwa Edy Nuryanto bin Hadi Miswanto menunjukkan bahwa perbuatan terdakwa melakukan pencabulan dengan kekerasan terhadap korban anak dibawah umur dan mengakibatkan luka robek pada selaput dara, maka unsur ini terbukti menurut hukum.

4) Unsur yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu Unsur turut serta ini dirumuskan dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP, yang dalam surat dakwaan dikontruksikan dengan kalimat bersama-sama. Pengertian turut serta dalam rumusan ini adalah mereka yang bersama sama melakukan perbuatan pidana, sehingga mereka yang dengan sengaja itu mengerjakan. Selengkapnya Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP merumuskan : Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana : 1. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu;

2. Orang yang denga n pemberian, perjanjian, salah mema kai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya-upaya atau keterangan, sengaja membuka untuk melakukan sesuatu perbuatan R. S0esil0, dengan mendasarkan pada rumusan Pasal 55 ayat (1) KUHP mengatakan :

Disini disebutkan peristiwa pidana, jadi baik kejahatan maupun pelanggaran yang dihukum sebagai orang yang melakukan disini dapat dibagi atas 4 macam, yaitu : 1. Orang yang melakukan (pleger). Orang ini ialah seorang yang sendirian telah berbuat mewujudkan segala anasir atau elemen dari peristiwa pidana. Dalam peristiwa pidana yang dilakkan dalam jabatan misalnya orang itu harus pula memenuhi elemen status sebagai pegawai negeri. 2. Orang yang menyuruh melakukan (doen plegen). Disini sedikitnya ada dua orang, yang menyuruh (doen plegen) dan yang disuruh (pleger). Jadi bukan orang itu sendiri yang melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain, meskipun demikian toch ia dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan sendiri yang melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lainnya ia tidak dapat dihukum karena tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya, misalnya dalam hal hal sebagai berikut : a. tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut Pasal 44 KUHP; b. telah melakukan perbuatan itu itu karena terpaksa oleh kekuasaan yang tidak dapat dihindarkan (overmacht); c. telah melakukan perbuatan itu atas perintah jabatan yang tidak sah menurut Pasal 51 KUHP; d. telah melakukan perbuatan itu dengan tidak ada kesalahan sama sekali. 3. Orang yang turut melakukan (medepleger). Turut melaukan dalam arti kata bersama-sama melakukan. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana.46 Berdasarkan kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS, terdakwa Edy Nuryanto bin Hadi Miswanto bersama-sama saksi Ahmad Ma'ruf dan saksi Ismanto, saksi korban

46

R. Soesilo. Op cit. Hal 73

59 Wike Rosanah binti Turino Mad Mustolih dan saksi Imam melakukan pencabulan secara bersama-sama. Apabila dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Negeri No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS, berdasarkan fakta di persidangan bahwa perbuatan terdakwa, Budiono, Rito, Ma'ruf dan Mustakim adalah orang yang turut serta dan disamakan dengan orang yang bersama sama sebagai pelaku pencabulan dengan caranya dan waktunya yang hampir bersamaan atau tidak terlalu lama karena bergantian/bergiliran, sehingga unsur ini terbukti menurut hukum.

2. Perbuatan yang dilakukan bersifat melawan hukum Menurut Sudart0, salah satu unsur dari tindak pidana adalah sifat melawan hukum. Perbuatan yang dilarang oleh undang-undang atau perbuatan yang melanggar perintah di dalam undang-undang itulah perbuatan yang melawan hukum, karena bertentangan dengan apa yang dilarang oleh atau diperintahkan di dalam undang-undang. Sifat melawan hukum tersebut terdiri dari sifat melawan hukum yang formil dan sifat melawan hukum yang materiil. 47 Selanjutnya mengenai sifat melawan hukum yang formil dan sifat melawan hukum yang materiil, Sudart0 mengatakan : 1) Suatu perbuatan bersifat melawan hukum formil adalah apabila perbuatan yang dilakukan diancam pidana dan dirumuskan sebagai suatu delik dalam undang-undang, sedang sifat hukumnya perbuatan itu dapat hanya berdasarkan suatu ketnetuan undang-undang. Jadi menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan bertentangan dengan undang-undang (hukum tertulis).

47

Sudarto, op cit. Hal 44

60

2) Suatu perbuatan bersifat melawan hukum materiil, adalah suatu perbuatan baik itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang terdapat dalam undang-undang (yang tertulis) saja, tetapi harus dilihat berlakunya asas-asas ukumyang tidak tertulis. Sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata-nyata masuk dalam rumusan delik itu dapat hapus berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang dan juga berdasarkan aturan-aturan yang tidak tertulis (uverges tzlich). 48 Dalam putusan perkara No. 09/Pid.B/2009/PN.Bms, diperoleh fakta bahwa perbuatan para terdakwa, merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum formil (hukum tertulis), sebab perbuatan para terdakwa tersebut telah memenuhi rumusan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 82 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP, yaitu tentang tindak pidana pencabulan dengan kekerasan terhadap anak secara bersama-sama. Dengan demikian syarat adanya pemidanaan yaitu perbuatan tersebut harus bersifat melawan hukum pada putusan perkara No. 09/Pid.B/2009/PN.Bms telah terpenuhi. 3. Adanya kesalahan Menurut Sudart0, untuk adanya syarat pemidanaan diperlukan adanya syarat bahwa orang yang melakukan tindak pidana itu mempunyai kesalahan atau bersalah. Unsur kesalahan sangat menentukan dari perbuatan seseorang sehingga apabila seseorang dianggap telah terbukti bersalah oleh pengadilan, maka ia dapat dijatuhi pidana. Di sini berlaku asas "tiada pidana tanpa kesalahan" 49 Sudart0 lebih lanjut mengatakan bahwa kesalahan itu mempunyai tiga arti yaitu sebagai berikut : a. Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, yang dapat disamakan dengan pengertian pertanggungjawaban dalam hukum pidana, di dalamnya terkandung makna dapat dicelanya (verwi~ tbaarheid) si pembuat atas perbuatannya; b. Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan (schuldnorm) yang berupa :

48 49

/bid. Hal 45 /bid. Hal 1

61

1) kesengajaan (dolus); 2) kealpaan (culpa). c. Kesalahan dalam arti sempit ialah kealpaan (culpa) seperti yang disebutkan dalam b.2 di atas; Dijelaskan lebih lanjut bahwa kesalahan dalam arti seluas-luasnya terdiri atas tiga unsur, yaitu sebagai berikut : 1) adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat, artinya keadaan si pembuat harus normal; 2) hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa); 3) tidak ada alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf. Bila ketiga unsur tersebut terpenuhi, maka orang bersangkutan dinyatakan bersalah atau mempunyai pertanggungjawaban pidana, sehingga orang tersebut dapat dipidana.5° Berikut ini akan diuraikan mengenai ketiga unsur kesalahan tersebut di atas yaitu : 1. Adanya kemampuan bertanggung jawab Kemampuan bertanggung jawab menurut Sudart0 adalah : Di dalam KUHP kemampuan bertanggung jawab tidak dirumuskan secara tegas, tetapi ada pasal menunjuk kearah itu, yaitu dalam Pasal 44 KUHP yang merumuskan : Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal tidak boleh dihukum. Ketentuan undang-undang ini tidak memuat apa yang dimaksud dengan tidak mampu bertanggung jawab, pasal ini hanya memuat alasan yang terdapat pada diri si pembuat, sehingga perbuatan yang dilakukan tidak dapat dipertanggungjawabkan.51



Ibid. Hal 4

51

Ibid. Hal 6

62

Berdasarkan hasil penelitian di persidangan dalam putusan perkara No. 09/Pid.B/2009/PN.Bms telah ditemukan fakta-fakta hukum bahwa terdakwa dinilai mampu bertanggung jawab dan mampu untuk menilai bahwa perbuatan yang telah dilakukan adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang. 2. Adanya kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa) Petunjuk untuk dapat mengetahui arti kesengajaan, dapat diambil dari MvT (Memorie van Toelichting) dan mengetahui. Jadi dapatla h dikata kan, bahwa sengaja berarti menghenda ki dan mengetahui apa yang dilakukan. 52 Dalam kasus yang penulis teliti terhadap putusan perkara No. 09/Pid.B/2009/PN.Bms tersebut di atas, bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam perkara tindak pidana pencabulan dengan kekerasan terhadap anak secara bersama-sama. Di sini nampak bahwa sejak semula telah terdapat adanya iktikad buruk atau niat jahat dari terdakwa untuk melampiaskan hasrat seksnya terhadap saksi korban. 3. Tidak adanya alasan pemaaf Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa, sehingga tidak mungkin ada pemidanaan.53 Di dalam perkara ini diperoleh fakta bahwa tidak ada alasan pemaaf karena jiwa terdakwa normal dan sehat, sehingga mampu bertanggung jawab.

52 53

/bid. Hal 11 /bid. Hal 50

63

Selain itu, perbuatan terdakwa juga termasuk dolus (kesengajaan) dan telah terbukti di persidangan. Pada putusan perkara No.09/Pid.B/2009/PN. Bms telah terbukti bahwa dalam diri terdakwa terdapat adanya kesalahan yang meliputi mampu bertanggung jawab artinya dalam keadaan normal dan dilakukan dengan sengaja dengan melampiaskan hasrat seksnya. Oleh karena itu tidak ada alasan pemaaf. Oleh karena itu Majelis Hakim tetap menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana. B er da sa r ka n ha s il p e n elit ia n pa da p u tusa n p er ka r a N o. 09/Pid.B/2009/PN.Bms juga telah diperoleh fakta hukum bahwa terdakwa ma mpu mempertanggungja wabkan perbuatannya serta melakukan perbuatannya dengan sengaja dan tidak ada alasan pemaaf. Dengan demikian perbuatan para terdakwa telah memenuhi ketiga unsur yang mencukupi untuk dilakukan pemidanaan atas dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudart0 tentang syarat adanya pemida naan yang meliputi : a. perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang, b. bersifat melawan hukum, c. adanya kesalahan yang meliputi : mampu bertanggung jawab, adanya dolus atau culpa dan tidak ada alasan pemaaf. Dengan telah terbuktinya semua unsur dalam Pasal 82 Undang undang No. 23 Tahun 2002 jo Pasal 55 ayat (1) dan telah terpenuhinya semua syarat pemidanaan, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pencabulan dengan kekerasan terhadap anak secara bersama-sama. Hal ini

64 sesuai dengan pendapat Sudart0 berkaitan dengan syarat-syarat adanya pemidanaan.

2. Adanya pembuktian berdasarkan alat-alat bukti yang sah yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP yang terbukti di persidangan. Pasal 84 ayat (1) dan (2) KUHAP menerangkan bahwa : (1) (2)

Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya. Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan. Ber dasarkan pasal tersebut di atas dapat disimpulka n bahwa

kewenangan pengadilan negeri untuk mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya, dimana terdakwa bertempat tinggal, di tempat ia diketemukan atau ditahan dan sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat dari pengadilan negeri yang didalam daerahnya tindak pidana dilakukan. Pada perkara putusan No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS, dalam ha l Pengadilan Negeri Banyumas berwenang untuk mengadili perkara tindak pidana pencabulan yang dilakukan terdakwa dalam daerah hukumnya. Suatu putusan yang dijatuhkan oleh hakim dalam keyakinan hakim bahwa suatu tindakan pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dalam membentuk suatu keyakinan hakim, KUHAP meentukan lebih lanjut dalam Pasal 183 KUHAP, yang menyebutkan :

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakina n bahwa suatu tindak pidana benar -benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.

Keterangan saksi Keteranga n ahli Surat P et u n ju k Keterangan terdakwa

Dalam perkara putusan No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS, alat-alat bukti yang sah sudah diajukan di muka persidangan berupa keterangan saksi dan keterangan terdakwa. Adapun uraian mengenai alat bukti yang diajukan dalam persidangan adalah sebagai berikut : 1) Keteranga n Saksi Yang dimaksud dengan saksi seperti yang terdapat dalam Pasal 1 butir 26 KUHAP adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan pengetahuannya itu. Dalam perkara No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS, saksi-saksi yang memberi keterangan di persidangan yang dihadapkan oleh Jaksa Penuntut Umum ada 8 orang saksi, yaitu : 1)

Saksi Wike Rosanah binti Turino Mad Mustolih adalah saksi korban.

2)

Saksi Ahmad Ma'ruf Bin Dulah Rosid, saksi Budiono alias Cendhe Bin Wasiman, saksi Rito alias Wareng Bin Masro,

66 66 saksi Ismanto Bin Rakim Atmorejo, saksi Imam Subekti alias Sugeng Bin Muhdori, saksi Yatinem Binti Madmirja, Saksi Turino Madmustolik Bin Madmirja. Pada intinya para saksi menerangkan bahwa pada hari Rabu tanggal 31 Desember 2008 sekira pukul 23.40 bertempat di kamar rumah saksi Budiono alias Cendhe bin Wasiman Desa Kedungpring Rt 07/01 Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas telah melakukan tindak pidana pencabulan secara bersama-sama dengan kekerasan terhadap saksi Wike Rosanah binti Turino Mad Mustolih pelajar SMP 2 Kemranjen kelas 3 yang berumur 13 tahun. Menurut KUHAP keterangan saksi yang sah adalah sebagai berikut : a. Pasal 160 ayat (3) KUHAP Sebelum memberikan keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya. b. Pasal 1 butir 27 KUHAP Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengan dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu. Apabila dihubungkan dengan Putusan perkara Nomor: 09/Pid.B/2009/PN.Bms, bahwa untuk membuktikan kesalahan terdakwa, hakim memeriksa 8 (delapan) orang saksi dengan terlebih dahulu disumpah.

2) S ur at Dalam persidangan juga diajukan bukti surat yang berupa visum et repertum Puskesmas II Kemranjen yang ditandatangani oleh dr. Amir Fuad dengan Nomor 440/17/I/2009 tertanggal 2 Januari 2009 dengan hasil pemeriksaan terdapat luka robek pada kemaluan, selaput dara ditemukan luka robek pada jam 2,5,7 dan jam 11 lubang senggema dapat dilalui lebih dari 1 jari telunjuk dewasa. 3) Keteranga n T erdakwa T er da k wa da la m p er s ida nga n t ela h m e n ga ku i da n menerangkan bahwa keterangan para saksi dan dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah diakui kebenarannya. Menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP dirumuskan tentang pengertian keterangan terdakwa yaitu : Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri. Mendasarkan pada rumusan Pasal 189 KUHAP tersebut diketahui bahwa keterangan para terdakwa itu adalah sama dengan arti pengakuan dari para terdakwa. Guna menentukan kesalahan para terdakwa tidaklah cukup hanya dari pengakuan terdakwa, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain. Dengan demikian keterangan para terdakwa baru dapat menjadi alat bukti apabila keterangan para terdakwa itu dibarengi dengan alat-alat bukti yang lain.

68

Berdasarkan hasil penelitian apabila dihubungkan dengan ka sus ya ng p enulis t eliti ter ha da p putusa n p er ka ra No. 09/Pid.B/2009/PN.Bms dapat disimpulkan bahwa keterangan terda kwa itu sa ma denga n arti penga kuan da ri ter dakwa. Pengakuan yang dimaksud di sini adalah ucapan dan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, dengan suatu tuduhan atas dirinya mengenai perbuatan dan kesalahan yang diucapkan di dalam maupun di luar sidang pengadilan. Keterangan terdakwa yang dapat diklasifikasikan sebagai keterangan terdakwa di luar sidang ialah keterangan yang diberikan dalam pemeriksaan penyidikan. Keterangan itu dicatat dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh penyidik dan tersangka. Dalam memberikan keteranganpun terdakwa harus diikuti dengan alat bukti yang lain yaitu keterangan saksi di samping juga keterangan dari korban yang membenarkan tentang pengakuan dari terdakwa. Pada putusan Perkara Nomor 09/Pid.B/2009/PN.Bms, apabila dihubungkan dengan rumusan tersebut di atas, yaitu telah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Dengan demikian dapat mengungkap fakta-fakta hukum yang terbukti benarnya bahwa telah terjadi tindak pida na pencabula n secara bersa ma-sa ma terha dap anak. Denga n demikian para terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan

69 6 9 meyakinkan, oleh karena itu sudah sepantasnya kalau terdakwa dijatuhi putusan pidana. Mendasarkan pada alat-alat bukti yang sah yang tela h diajuka n dala m persida nga n, ma ka Ma jelis Hakim dapat membentuk keyakinan bahwa para terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana pencabulan secara bersama terhadap anak, sebagaimana dirumuskan dan diancam dalam Pasal 82 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

3. Adanya hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Dalam menjatuhkan hukuman Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyumas

dalam

memutus

perkara

No.

09/Pid.B/2009/PN.BMS,

mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP yang merumuskan sebagai berikut : Pasal peraturan perundang-undanga n ya ng menja di dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa. Hal-hal yang memberatkan : 1) Perbuatan terdakwa adalah perbuatan asusila dan tidak bermoral 2) Terdakwa melakukan perbuatannya bersama-sama dengan 4 (empat) orang temannya. 3) Korban menderita trauma atas perbuatan terdakwa dan teman teman terdakwa.

Hal-hal yang meringankan : 1)

Terdakwa bersikap sopan, mengakui terus terang perbuatannya sehingga melancarkan jalannya persidangan.

2)

Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak melakukan perbuatan pidana lagi.

3)

Terdakwa belum pernah dihukum.

4)

Terdakwa masih termasuk anak dan tunduk pada persidangan anak sehingga ada keringanan atas ancamannya pidananya.

5)

Adanya hasil litmas dan keterangan orang tua terdakwa yang pada pokoknya terdakwa masih dapat dibina dan dididik kembali agar tidak melakukan perbuatan yang dapat dipidana

Berdasarkan pertimbangan hakim dalam persidangan perkara No. 09/Pid.B/2009/PN.BMS, maka Majelis Hakim Pengadilan Banyumas denga n keya kinan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah da n meyakinkan telah melakukan tindak pidana pencabulan dengan kekerasan terhadap anak secara bersama-sama seperti dirumuskan dan dianca m Pasal 82 Undang-undang No. 23 tahun 2002 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan hakim menjatuhkan pidana penjara sebagai berikut : 1) Menyatakan terdakwa Edy Nuryanto bin Hadi Miswanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pencabulan Dengan Kekerasan Terhadap Anak Secara Bersama Sama 2) Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edy Nuryanto bin Hadi Miswanto dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun; denda

71

sebesar Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan 3) Memerintahkan masa penahanan yang dijalani terdakwa dalam perkara ini dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. 4) Menetapkan supaya terdakwa tetap ditahan. 5) Menetapkan, agar barang bukti berupa : 1 (Satu) buah seprei yang terbuat dari kain berwarna hijau bermotif bunga; 1 (satu) buah ceret yang terbuat dari aluminium; 1 (satu) buah botol yang terbuat dari kaca; 1 (satu) buah gelas yang terbuat dari kaca tersebut milik saksi Budiono alias Cendhe bin Wasiman; sedangkan 1 (satu) buah celana panjang jenis jeans warna gelap; 1 (satu) buah kaos warna putih; 1 (satu) buah jaket jenis kain warna hijau tersebut adalah pakaian milik saksi korban yang pada saat kejadian di pakai oleh saksi korban; 1 (satu) unit sepeda motot Suzuki Satria No.Pol R-3417-BS warna abu-abu putih tahun 2007 atas nama Ahmad Sodik alamat Sibrama Rt 01/04 Kemranjen Banyumas dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan sebagai barang bukti dalam perkara terdakwa Rito alias Wareng dkk. 6) Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 2.500 dua ribu lima ratus rupiah).

72

BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : a) Perbuatan terdakwa telah terbukti memenuhi unsur-unsur Pasal 82 Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. b) Dasar pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara tindak pidana pencabulan dengan kekerasan terhadap anak secara bersama sama adalah sebagai berikut : 1. Adanya fakta yang terbukti dalam unsur-unsur Pasal 82 Undang undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. 2. Adanya pembuktian berdasarkan alat-alat bukti yang sah yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP yang terbukti di persidangan. 3. Adanya hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.

B. Saran Seba gai baha n pertimba ngan ha kim dala m menjatuhka n pida na hendaknya hakim didalam mengadili harus lebih cermat dalam menjatuhkan sanksi pidana dan memberikan hukuman yang berat kepada terdakwa karena berkaitan dengan kondisi / keadaan korban dan nilai-nilai serta kebiasaan kebiasaan hidup yang ada di dalam masyarakat dan penegak hukum dalam hal ini harus lebih teliti dalam menyesesuaikan perbuatan dengan pasal yang dakwakan kepada terdakwa. Serta peran orang tua harus dapat mendidik anaknya dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku Anwar. Moch. 1981. Hukum Pidana Bagian Khusus Jilid III. Alumni Bandung, Bandung. Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Lamintang, PAF. 1997. Dasar-Dasar untuk mempelajari Hukum Pidana yang Berlaku di Indonesia. PT Citra Aditya Bakti. Bandung. Leden, M arpa ung. 1996. Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya. Sinar Grafika. Jakarta. Moeljatno. 1980. Azas-azas Hukum Pidana. Gajah Mada. Yogyakarta. Poer nomo, Ba mba ng, 1997, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di luar Kodifikasi Hukum Pidana, Jakarta : Bina Aksara Projodikoro, Wiryono, 1986. Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia. PT. Eresco Bandung. JJ JJ JJ JJ J

, 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, R efika Adita ma. Yogyakarta.

Sudarto. 1990. Hukum Pidana Jilid I-II. Fakultas Hukum. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Sumiarni, Endang, 2000. Perlindungan Terhadap Anak Di Bidang Hukum. Universitas Atma Jaya. Yogyakarta. Soedarso, 1992. Kamus Hukum, Rineka Cipta. Jakata. Soesilo, R. 1984. Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik. Politeka, Bogor. , 1996. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, ctk. Ulang ,politea, Bogor.

Sholeh Soeaidy dan Zulkhair. 2001. Dasar hukum Perlindungan Anak. Novindo Pustaka Mandiri. Jakarta. Soemitro, Rony Hanitijo. 1982. Metodologi Penelitian Hukum. Ghalia Indonesia. Jakarta. B. Per u ndang-u nda ngan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Pengadilan Anak C. Internet Dikutip dari situs internethttp://www.bkkbn.go.id/article/detail.phpaid=440 http://www.freewebs.com/pencabulan_pada_anak/identifikasi pedofilia.htm>. Diakses tanggal 28 Oktober 2011 A d it . 2 0 0 8 . Peleceha n S eksua l dan P emer kos aan. ht t p :/ /a d it p u n ya . Dagdigdug.com.