dikatakan bahwa sistem jaminan kesehatan yang baik sangat menentukan ...
kebijakan yang digunakan dalam policy paper tentang Strategi Pembiayaan.
STRATEGI PEMBIAYAAN JAMINAN KESEHATAN Oleh : Ade Subarkah, SST, MPS.Sp
A. Essay Modernisasi pada awal abad ke-21 yang ditandai dengan modernitas dan globalisasi tidak serta merta menjadi kabar gembira bagi seluruh umat manusia. Bagi kaum miskin dinegara miskin dan berkembang masih banyak warga yang tidak memiliki jaminan sosial apapun dan tidak memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan. Ketiadaan jaminan kesehatan menjadi sebuah jebakan kemiskinan, kerentanan akibat tidak adanya akses pelayanan kesehatan sangat mempermudah orang menjadi miskin atau bertambah miskin. Hal tersebutlah yang menjadi alasan mendasar Millenium Development Goals (MDGs) menaruh perhatian pada Jaminan Kesehatan dengan tujuan meningkatkan standar hidup manusia, berupa peningkatan perawatan kesehatan. Jaminan kesehatan merupakan strategi penting dalam penanggulangan kemiskinan. Rendahnya status kesehatan akan mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia, akibatnya akan menghambat, dan bahkan merusak pencapaian pembangunan ekonomi makro. Dapat dikatakan bahwa sistem jaminan kesehatan yang baik sangat menentukan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan; dan pembangunan ekonomi yang berkeadilan merupakan pre kondisi bagi keberhasilan sistem jaminan kesehatan. Sistem jaminan kesehatan di Indonesia pada intinya menggabungkann market-driven maupun state-controlled. Ada tujuh skema jaminan kesehatan yang beroperasi di Indonesia; yaitu Askes, Jamsostek, Asabri, JPKM, Askeskin, Dana Sehat, dan Asuransi Kesehatan Komersial. Sistem jaminan kesehatan yang disebutkan di atas sebagian besar masih bersifat for profit, belum bebas pajak, dan tidak melakukan pembagian deviden atas hasil usahanya, dan mereka belum melebur dalam
Model “gado-gado” dan terutama Model Biaya sendiri sangat menyulitkan kalangan miskin dan pekerja sektor informal yang berpendapatan rendah dan tidak menentu.
sistem dan menjadi bagian dalam penyelenggaraan SJSN. Belum tersosialisasikannya UU SJSN secara luas, belum adanya Peraturan Analisis Kebijakan Sosial
1
Pemerintah sebagai petunjuk teknis SJSN, dan masih adanya ‘hidden agenda’ dan perebutan kepentingan pusat dan daerah serta badan penyelenggara jaminan sosial, memberikan gambaran bahwa UU SJSN belum mampu memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Model pendanaan jaminan kesehatan universal merupakan wacana yang dianggap paling lengkap, dengan adanya akses perawatan kesehatan preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif yang berkualitas namun terjangkau oleh semua. Sistem pendanaan yang digunakan berupa jaminan kesehatan berbasis pajak dan berbasis kontribusi. Keinginan yang kuat dari pemegang kekuasaan merupakan prasayarat utama untuk mewujudkan model ini. Dengan opsi kebijakan antara lain; menerapkan UU SJSN secara konsisten, menindaklanjuti UU Kesos, memperbesar anggaran kesehatan, menetapkan peran pemda, dan menjamin keberlanjutan program. B. Analisis Analisis kebijakan yang digunakan dalam policy paper tentang Strategi Pembiayaan Jaminan
Kesehatan
ini
menggunakan
model
integrati
atau
disebut
model
komprehensif/holistik, analisis dilakukan terhadap konsekuensi-konsekuensi kebijakan yang timbul. Evaluasi terhadap Kebijakan sistem jaminan kesehatan yang sudah ada saat ini seperti diungkapkan di awal dianggap masih menguntungkan pihak swasta yang masih mengutamakan profit tanpa memberikan imbal balik terhadap masyarakat. UU SJSN yang sudah disahkan yang diharapkan mampu menjadi payung hukum bagi keadilan perlindungna sosial belum dapat dilaksanakan karena belum dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah yang memberi petunjuk teknis pelaksanaannya. Hambatan – hambatan yang mungkin muncul untuk mewujudkan sebuah sistem jaminan kesehatan universal juga dibahas dalam naskah kebijakan ini. Kerangka analisis pada naskah kebijakan ini mendefinisikan Jaminan Kesehatan sebagai masalah sosial yang perlu di respons. Evaluasi terhadap implementasi kebijakan jaminan kesehatan yang telah dilaksanakan yang dianggap belum sepenuhnya berpihak kepada rakyat dan masih menguntungkan pihak swasta. Dan akibat yang ditimbulkan yaitu rendahnya kepesertaan masyarakat dalam jaminan kesehatan, yaitu baru 43,2 persen yang telah tercakup oleh asuransi kesehatan, sisanya sebesar 57 persen belum terlindungi oleh sistem jaminan kesehatan apapun dan sebagian besar merupakan masyarakat miskin dan pekerja sektor informal. Proses analisis kebijakan pada policy paper ini sebagai berikut : Fokus policy paper Jaminan Kesehatan, dengan titik berat pada strategi pembiayaannya. Masalah ini diangkat Analisis Kebijakan Sosial
2
karena jaminan kesehatan merupakan hal yang krusial dan menyangkut perlindungan terhadap warga negara dari kerentanan sesuai dengan amanat konstitusi. Masalah kesehatan berpengaruh langsung terhadap keberhasilan pembangunan makro dan merupakan sebuah strategi penting dalam penanggulangan kemiskinan. Bukti – bukti yang dikemukakan pada policy paper ini berupa tingginya angka
kemiskinan
di
Indonesia,
rendahnya
Tahun 2007 penduduk miskin di Indonesia berjumlah 37,17 juta orang (16,58 %). Jika diukur menggunakan poverty line Bank Dunia sebersar 2 USD per kapita perhari diperkirakan orang miskin di Indonesia berkisar antara 50-60 persen
kepesertaan masyarakat dalam asuransi kesehatan. Masyarakat cenderung menjadi miskin atau jatuh miskin karena pembiayaan kesehatan, sehingga muncul wacana bahwa ’orang sakit dilarang sakit’. Masalah lemahnya jaminan kesehatan disebabkan kecilnya anggaran kesehatan dalam APBN yaitu sebesar 2,1 persen, dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia seperti Filipina, Thailand, Srilanka, Malaysia atau India dan Vietnam kita masih jauh tertinggal. Carut - marutnya database warga miskin juga dianggap sebagai salah satu penyebab kurang efektifnya program Askeskin dan JPKM. Evaluasi bagi Badan asuransi di Indonesia seperti Askes, Jamsostek, Taspen, dan Asabri berbentuk PT yang mencari keuntungan dianggap belum mampu memberikan kontribusi yang sesuai dengan amanat UU SJSN. Model yang dikembangkan berupa model ”gado-gado” dan cenderung model Biaya Sendiri, sehingga sebagian warga Indonesia harus membayar sendiri biaya kesehatannya manakala sakit. Alternatif kebijakan berupa model jaminan kesehatan universal yang dapat mengcover seluruh lapisan masyarakat, dengan melebur badan asuransi ke dalam BPJS yang lebih menguntungkan negara dan masyarakat. C. SWOT Strength 1. Isu kebijakan yang diangkat merupakan masalah krusial dan menyangkut hak warga negara, dan kewajiban negara sesuai dengan amanat konstitusi. 2. Analisis didukung bukti-bukti yang kuat Weakness 1. Program/alternatif kebijakan yang ditawarkan tidak dirinci sampai dengan model pelaksanaan. 2. Model universal yang ditawarkan cenderung ’merugikan’ pihak-pihak yang selama ini memiliki ’lahan’ tersebut. Analisis Kebijakan Sosial
3
3. Premi yang ditawarkan tidak memilah antara warga yang benar-benar miskin, hampir miskin, atau kelompok yang rentan. Opportunity 1. Sebagai wacana yang dapat dijadikan pertimbangan pihak (stakeholder) yang memiliki kewenangan dalam penentuan kebijakan. 2. Memberikan alternatif kebijakan yang rasional dan efisien. Threat 1. Rendahnya political will pemerintah dalam penanganan jaminan kesehatan secara serius. 2. Belum adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur secara teknis pelaksanaan UU SJSN 3. Pembentukan BPJS dianggap merugikan badan asuransi yang sudah ada, sehingga tarik ulur kepentingan cenderung dominan. D. KRITIK 1. Pembentukan BPJS merupakan wacana krusial karena menyangkut ’lahan besar’ asuransi, peleburan badan asuransi seperti Askes, Jamsostek dan Asabri akan menimbulkan polemik. 2. Alternatif kebijakan yang ditawarkan belum dirinci sampai dengan tahap operasional. 3. Sisi krusial mengenai perbaikan carut-marutnya data kemiskinan belum medapatkan perhatian pada policy paper ini. E. SARAN 1. Memperhitungkan dampak pembentukan BPJS yang meleburkan semua badan asuransi yang sudah ada sehingga tidak terjadi ”konflik kepentingan”, mungkin dengan membuat model seperti Kantor Bersama Samsat, sehingga BPJS merupakan induk dari semua badan asuransi tanpa menghilangkan badan tersebut. 2. Pelaksanaan atau operasionalisasi alternatif kebijakan disusun secara rinci, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan dengan jaminan kesehatan lebih mudah mengerti. 3. Menyusun sebuah skema database penduduk miskin bagi BPJS, sehingga error atau kesalahan identifikasi warga miskin tidak terjadi lagi, dan jaminan kesehatan menyentuh semua lapisan masyarakat. Termasuk pekerja sektor informal dan pengemis serta gelandangan yang tidak memiliki KTP sekalipun.
Analisis Kebijakan Sosial
4