Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan
..... dan mengerjakan soal-soal matematika, b) dorongan untuk mengajukan.
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) PADA MATERI POKOK LINGKARAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA KELAS 8 SMP DI KABUPATEN SRAGEN
TESIS Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Disusun oleh:
SUYADI NIM. S850208027 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memegang peranan sangat penting. Matematika diperlukan dalam setiap aspek kehidupan, maka itulah yang menyebabkan bahwa matematika menjadi dasar (basic of sciences) yang selalu diberikan di setiap jenjang pendidikan dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Belajar matematika adalah suatu aktivitas untuk memahami suatu konsep dan menerapkannya konsep-konsep yang sudah ada ke dalam lingkungan atau masyarakat secara nyata. Matematika makin hari makin berkembang sangat pesat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun ternyata tidak sebanding dengan kenyataan dilapangan, kenyataannya bahwa prestasi belajar siswa khususnya mata pelajaran matematika sejak dulu sampai sekarang masih rendah. Menurut
data
dari
MGMP
Matematika
kabupaten
Sragen
menunjukkan bahwa nilai rata-rata ulangan umum bersama pada akhir semester kedua mata pelajaran matematika siswa kelas 7 dan kelas 8 SMP di kabupaten Sragen tahun 2007–2008 yaitu kurang dari 6,0. Dari data ini menunjukkan bahwa pendidikan pada jenjang SMP khususnya matematika belum dapat dikatakan berhasil. Berdasarkan hasil laporan dari para guru matematika pada waktu pertemuam MGMP di kabupaten Sragen. Berbagai penyebab rendahnya prestasi belajar matematika antara lain karena matematika menurut siswa merupakan suatu hal yang abstrak dan sulit
1
2 dan jarang dialami langsung oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Masih banyak para siswa mengalami kesulitan pada matematika yang berkaitan dengan soal-soal cerita. Sering muncul keluhan baik dari guru maupun orang tua siswa tentang rendahnya minat belajar siswa, rendahnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap penguasaan materi pelajaran matematika. Pada kelas 8 terutama pokok bahasan lingkaran masih banyak dari siswa yang mengalami kesulitan, dikarenakan pada pokok bahasan ini banyak soalsoal yang berkaitan dengan soal-soal cerita maupun soal-soal pemecahan masalah. Dalam hal ini bagaimana yang dikatakan oleh sebagian besar siswa bahwa soal-soal cerita maupun soal-soal yang berkaitan dengan pemecahan masalah siswa mengalami kesulitan menjadi tidak mengalami kesulitan atau lebih mudah mengerti dan memahami dari materi pelajaran yang disampaikan guru, ini sebenarnya merupakan kewajiban dan tanggung jawab seorang guru. Guru di dalam kelas pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar adalah sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan
proses belajar
mengajar yang diharapkan. Dalam hal permasalahan ini guru kurang memperhatikan dalam proses kegiatan
belajar
mengajar,
guru
kurang
memperhatikan
pentingnya
penggunaan model-model pembelajaran, metode pembelajaran dan media pembelajaran sebagai alat bantu yang paling tepat untuk menyampaikan materi pokok bahasan tertentu. Guru belum menggunakan model-model pembelajaran, metode pembelajaran yang bervariasi dan belum menggunakan media pembelajaran yang lebih baik seperti : alat peraga (chart), OHP, komputer, dikarenakan keterbatasan pengalaman guru dan media yang ada.
3 Memang sangat perlu dan penting berkaitan dengan materi pelajaran yang soal-soal cerita maupun soal-soal yang berkaitan dengan pemecahan masalah seharusnya kita selesaikan dengan menggunakan model-model pembelajaran pemecahan masalah. Sebab suatu soal hanya dapat diselesaikan dengan model-model pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran langsung maupun model pembelajaran pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam pemecahan masalah, baik dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Model-model pembelajaran dan metode pembelajaran merupakan suatu sarana dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas, supaya dalam penyampaian materi pelajaran dapat mudah diterima siswa, dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Demikian juga media pembelajaran merupakan sarana yang digunakan dalam proses belajar mengajar matematika. Menurut Hamalik (Azhar Arsyad, 2007:15) mengemukakan bahwa penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan motivasi, keinginan dan minat yang baru dan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pembelajaran. (Azhar Arsyad, 2007:16) dalam buku
media
pembelajaran
mengemukakan
alat
peraga
atau
media
pembelajaran dapat membantu supaya siswa lebih mudah atau cepat memahami, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, cepat mengerti dan menguasai materi pelajaran yang diterima. Dengan menggunakan model-model pembelajaran, metode pembelajaran maupun media pembelajaran, guru tidak lagi bersusah payah dalam
4 menerangkan materi pelajaran dan sedangkan waktu yang digunakan tidak terlalu lama karena siswa cepat mengerti dan memahaminya. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Masih rendahnya prestasi belajar matematika siswa, ada kemungkinan disebabkan dalam kegiatan belajar mengajar matematika guru dalam mengajar
selalu
monoton,
masih
menggunakan
model-model
pembelajaran yang biasa atau konvensional. Sehingga muncul masalah yang menarik untuk diteliti, apakah dengan menggunakan model pembelajaran
yang
lain
dalam
proses
belajar
mengajar
dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika siswa? 2. Masih rendahnya prestasi belajar matematika siswa disebabkan oleh rendahnya motivasi belajar matematika siswa, sehingga kurang atau tidak menyukai matematika, dalam hal ini masalah yang muncul adalah apakah motivasi belajar siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa? 3. Masih rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika. Hal ini ditambah lagi dengan masih rendahnya perhatian para guru terhadap siswa dalam mengembangkan ketrampilan siswa dalam memecahkan masalah. Berkenaan dengan hal ini apabila guru sering memberikan soal latihan yang berkaitan dengan pemecahan masalah apakah prestasi belajar matematika siswa meningkat?
5 4. Masih rendahnya prestasi siswa kelas 8 SMP pada materi pokok lingkaran disebabkan guru dalam kegiatan belajar mengajar dalam pemberian contoh soal latihan hanya satu atau dua saja, dan juga dalam pemberian soal latihan hanya sedikit. Dalam hal ini apabila didalam kegiatan belajar mengajar pada materi pokok lingkaran diberikan contoh-contoh soal latihan lebih dari dua, dan siswa diberikan soal latihan yang lebih banyak apakah prestasi belajar matematika siswa meningkat? C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka pada penelitian ini menitik beratkan pada : 1. Model pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini adalah model pembelajaran pemecahan masalah pada kelas eksperimen dan model pembelajaran langsung pada kelas kontrol, bertolak dari kemampuan awal yang seimbang (sama). 2. Motivasi belajar siswa yang dimaksud adalah motivasi belajar matematika pada siswa kelas 8 SMP. 3. Prestasi belajar matematika siswa dibatasi pada materi pokok lingkaran. 4. Subyek penelitiannya adalah siswa kelas 8 SMP Negeri di kabupaten Sragen tahun pelajaran 2008/2009. D. Perumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
masalah,
identifikasi
masalah
dan
pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah :
6 1. Apakah prestasi belajar siswa pada kegiatan belajar mengajar menggunakan model
pembelajaran
Pemecahan
Masalah
lebih
baik
daripada
menggunakan model Pembelajaran Langsung ? 2. Apakah prestasi belajar siswa yang memiliki motivasi belajar lebih tinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar dibawahnya? 3. Apakah prestasi belajar siswa yang motivasi belajar tinggi maupun sedang pada model pembelajaran Pemecahan Masalah lebih baik dari model pembelajaran Langsung, tetapi apakah pada siswa yang motivasi belajarnya rendah prestasi belajar yang dicapai pada model pembelajaran Langsung lebih baik dari pada yang menggunakan model Pembelajaran Pemecahan Masalah ?
E. Tujuan Penelitian Secara rinci tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apakah prestasi belajar matematika siswa dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan model pembelajaran Pemecahan Masalah lebih baik daripada model pembelajaran Langsung. 2. Untuk mengetahui apakah siswa yang motivasi belajarnya lebih tinggi prestasi belajar matematika yang dicapai lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang motivasi belajarnya dibawahnya. 3. Untuk mengetahui apakah prestasi belajar siswa yang motivasi belajar tinggi maupun sedang pada model pembelajaran Pemecahan Masalah lebih baik dari model pembelajaran Langsung, tetapi pada siswa yang motivasi belajarnya rendah prestasi belajar yang dicapai pada model pembelajaran
7 Langsung juga lebih baik dari pada yang menggunakan model Pembelajaran Pemecahan Masalah.
F. Manfaat Penelitian Dengan hasil penelitian ini nanti diharapkan dapat digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar matematika di SMP. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi pihakpihak yang berwenang sehingga dapat dilaksanakan kebijakan-kebijakan baru yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas sehingga diperoleh hasil prestasi belajar siswa yang lebih baik dan maksimal. Kegiatan penelitian dengan berharap akan bermanfaat sebagai berikut : 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan refleksi dan perbaikan dalam peningkatan pencapaian tujuan pembelajaran matematika di SMP. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran mengenai perbaikan dalam pemilihan model-model pembelajaran maupun metode pembelajaran matematika bagi guru SMP. 3. Alternatif bahwa untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi pokok lingkaran dapat ditempuh dengan model pembelajaran pemecahan masalah. 4.
Masukan bagi peneliti lain yang bermaksud melakukan penelitian lebih lanjut.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran (Depdiknas, 2003:5). Istilah mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Perancis), matematico (Italia), matematiceski (Rusia), atau mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti “learning”. Perkataan itu mempunyai akar mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangar erat dengan kata mathanein yang mengandung arti belajar/berfikir (Erman Suherman, 2001:17-18). Berdasarkan etimolog, perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar (Erman Suherman, 2001:18). Menurut James dalam (Erman Suherman, 2001:18) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsepkonsep berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Matematika adalah ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hierarkis, abstrak, bahasa simbol yang padat arti dan semacamnya (Karso, 2008:1.4). 8
9 Berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika, ada yang mengatakan bahwa matematika adalah metode berfikir logis; matematika adalah sarana berfikir; matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus menjadi pelayannya; matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk, dan struktur; matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik; matematika adalah pengetahuan penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan; matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk; matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik; matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. (Mega Teguh Budiarto, 2004:7). Berdasarkan
Kurikulum
Berbasis
Kompetensi
(KBK),
tujuan
pembelajaran matematika adalah : (1) melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi, (2) mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba, (3) mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, dan (4)
mengembangkan
kemampuan
menyampaikan
informasi
atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, peta, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan (Depdiknas, 2003 : 6).
10 b. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003 : 2). Belajar adalah suatu proses yang mengubah suatu kegiatan melalui jalan
latihan
sehingga
terjadi
perubahan
sikap
yang
positif.
(http://www.siaksoft.net) menurut Bell-Gredler (Udin S. Winataputra, 2007:1.5) menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan (competencies), ketrampilan (skills), dan sikap (attitudes). Udin S. Winataputro mengatakan belajar sering juga diartikan sebagai penambahan, perluasan, dan pendalaman pengetahuan, nilai dan sikap, serta ketrampilan. Secara konseptual Fortana mengartikan belajar adalah suatu proses perubahan yang relative tetap dalam perilaku induvidu sebagai hasil dari pengalaman. Gagne juga menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam kemampuan yang bertahan lama dan bukan dari proses pertumbuhan. "Learning is a change in human disposition or capability that persists over a period of time and is not simply ascribable to processes of growth" (Gagne: hal.2) dalam Udin S. Winataputra (2007: 1.8). Bower and Hilgard mengatakan bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku atau potensi induvidu sebagai hasil dari pengalaman dan perubahan tersebut tidak disebabkan oleh insting, kematangan atau kelelahan dan kebiasaan."Learning refers to the change in a subject's behavior or behavior
11 potential to a given situation brought about by the subject's repeated experiences in that situation, provided that the behavior change cannot be explaining on the basis of the subject's native response tendention maturation, or temporary, states" (Bowel and Hilgrad: hal.11) dalam Udin S. Winataputra (2007: 1.8). Sedangkan Morgan menyebutkan bahwa suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri-ciri sebagai berikut : 1). Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri induvidu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan ataau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap (afektif) serta keterampilan (psikomotor). 2). Perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan 3). Perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Dari pengertian di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa agar terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan tingkah laku sebelum kegiatan belajar
mengajar
di
kelas
seorang
guru
perlu
menyiapkan
atau
merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan diberikan pada siswa dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses belajar itu terjadi secara internal dan bersifat pribadi dalam diri siswa, agar proses belajar tersebut mengarah pada tercapainya tujuan dalam kurikulum , maka guru harus merencanakan dengan seksama dan sistematis berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan apa yang diharapkan.
12 Dalam sistem pendidikan kita (UU No. 2 Tahun 1989), seorang guru tidak saja dituntut sebagai pengajar yang bertugas menyampaikan materi pelajaran tertentu tetapi juga harus dapat berperan sebagai pendidik. Davies mengatakan untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik seorang guru perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman berbagai prinsip-prinsip belajar, khususnya prinsip-prinsip belajar sebagai berikut: a. Apapun yang dipelajari siswa, maka siswalah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itu siswalah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itu siswalah yang harus bertindak aktif. b. Setiap siswa akan belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya. c. Seorang siswa akan belajar lebih baik apabila memperoleh penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar. d. Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar lebih berarti. e. Seorang siswa akan lebih meningkat lagi motivasinya untuk belajar apabila ia diberi tanggung jawab serta kepercayaan penuh atas belajarnya. Prinsip-prinsip belajar (Slameto, 2007: 27) adalah sebagai berikut: a. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan. b. Belajar harus menimbulkan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan.
13 c. Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif d. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya. Bahwa hanya belajar yang signifikan atau sesuai dapat mempengaruhi perilaku siswa yaitu dapat menemukan diri sendiri maupun mandiri. (
[email protected] ) Selain pengertian belajar, beberapa ahli mengemukakan tentang teoriteori belajar diantaranya : 1. Teori Belajar Ausubel Teori-teori belajar yang ada selama ini masih banyk menekankan pada belajar menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar seharusnya merupakan proses yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari diasimilasikan atau diproses dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif. (C. Asri Budiningsih, 2005: 43) Ausubel banyak mencurahkan perhatiannya pada pentingnya mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna (meaningful
learning).
Pandangan
Ausubel
tentang
belajar
ini
bertentangan dengan ahli psikolog kognitif lainnya, yaitu Bruner dan Pieget. Menurut Ausubel orang memperoleh pengetahuan melalui penerimaan bukan melalui penemuan. Konsep-konsep, prinsip, dan ideide yang disajikan pada siswa akan diterima oleh siswa, dapat juga konsep ini ditemukan sendiri oleh siswa. Belajar bermakna adalah
14 belajar yang disertai dengan pengertian. Belajar bermakna akan terjadi apabila informasi yang baru diterima siswa mempunyai kaitan erat dengan konsep yang sudah ada atau diterima sebelumnya dan tersimpan dalam struktur kognitifnya. Informasi baru ini juga dapat diterima atau dipelajari siswa
tanpa
menghubungkannya
dengan
konsep
atau
pengetahuan yang sudah ada. Cara belajar seperti ini disebut belajar menghafal. (Udin S. Winataputra, 2007: 3.20) 2. Teori Belajar Piaget Pendapat Piaget mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak adalah sebagai berikut: 1) Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya, maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar, 2) perkembangan mental pada
anak
melalui
tahap-tahap
tertentu,
3)
Walaupun
berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari suatu tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak, 4) Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: (a) kemasakan, (b) pengalaman, (c) interaksi sosial, (d) equilibration (proses dari ketiga faktor itu bersama-sama untuk membangun dan memperbaiki struktur mental). (Slameto, 2007: 12) Menurut Piaget dalam C. Asri Budiningsih (2005: 97) bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atau mekanisme biologis dalam bentuk perkembangan
15 sistem saraf. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan akan melalui tahapan perkembangan tertentu. Ada 4 tahap dalam perkembangan kognitif yaitu: tahap sensori motor , tahap pra operasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal. 3. Teori Belajar Bruner Menurut Jerome S. Bruner dalam C. Asri Budiningsih (2005: 41) bahwa perkembangan kognitif seseoran terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan yaitu; enaktive, ikonik dan symbolik. 1) tahap enaktif yaitu seseorang melakukan aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, 2) tahap ikonik yaitu seseorang memahami obyek-obyek atau dunianya melalui gambargambar dan visualisasi verbal, 3) tahap simbolik seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalam berbahasa dan logika. Menurut Bruner bahwa belajar merupakan proses kognitif yang terjadi dalam diri seseorang. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu: (1) proses perolehan informasi baru, (2) proses mentransformasikan informasi yang diterima, dan (3) bahwa seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi
oleh
kemampuannya
dalam
berbahasa
dan
logika.
Informasi yang diterima dianalisis, diproses, atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan, proses ini akan lebih baik bila mendapat bimbingan dari guru. Tahap selanjutnya adalah
16 menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan atau informasi yang telah diterima, agar dapat bermanfaat untuk memecahkan masalah yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari (Udin S. Winataputra, 2007:3.13). 4. Teori Belajar R. Gagne Gagne memberikan dua definisi, yaitu: (1) belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, dan tingkah laku, (2) belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi. (Slameto, 2003:18) Pandangan Gagne tentang belajar menurutnya, belajar bukan merupakan proses tunggal, melainkan proses yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku. Jadi tingkah laku itu merupakan hasil dari efek belajar. Gagne mendefinisikan pengertian belajar secara formal bahwa belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahap pengolahan informasi yang diperlukan untuk memperoleh kapasitas yang baru. (Udin S. Winataputra, 2007: 3.30) Menurut Gagne dalam belajar matematika ada dua obyek yang dapat diperoleh siswa, yaitu obyek langsung dan obyek tak langsung. Obyek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, ersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan obyek langsung berupa fakta, ketrampilan, konsep, dan aturan. Fakta adalah obyek matematika yang tinggal menerimanya, seperti lambang bilangan, sudut dan notasi
17 matematika lainnya. Ketrampilan berupa kemampuan memberikan jawaban dengan tepat dan cepat, misalnya melakukan pembagian bilangan. (Erman Suherman, 2001: 35) 5. Teori Belajar Dienes Menurut Dienes bahwa setiap konsep matematika akan dapat dipahami dengan baik oleh siswa apabila disajikan dalam bentuk konkret dan beragam. Menurut pengamatan an pengalaman umumnya anak-anak menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan matematika sederhana. Meskipun banyak anak-anak yang setelah belajar matematika yang sederhna banyak pula yang tidak dipahaminya. Teori belajar Dienes dalam pembelajaran matematika supaya digunakan alat peraga atau model dan pengajarannya harus beranekaragam serta sesuai dengan konsep yang akan ditanamkan. (Karso, 2008:1.17) c. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar terdiri dari dua kata yang saling berkaitan, yaitu prestasi dan belajar. Menurut Poerwodarminto (1984: 108 dan 768) dalam kamus umun bahasa Indonesia yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai, sedangkan belajar adalah berusaha atau berlatih dan sebagainya supaya mendapatkan kepandaian. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1999: 787) "prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai angka yang diberikan oleh guru".
sedangkan Sutratinah Tirtonegoro
(2001:43)
mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran serta
18 penilaian usaha belajar. Dan juga mengatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbul, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh suatu anak dalam periode tertentu. Prestasi belajar adalah bukti dari sekian usaha siswa dalam upaya menguasai pengetahuan, kecakapan, sikap yang dilakukan secara aktif dalam situasi dan kondisi tertentu yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, maupun huruf Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa yang berupa penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang diwujudkan dalam bentuk angka, simbol kalimat, sikap dan tingkah laku atau kebiasaan . d. Pengertian Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan pengertian tentang prestasi belajar dan matematika di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran matematika, adalah ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan oleh guru matematika. e. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa menurut Muhibin Syah (1995 : 132) dapat di bedakan menjadi 3 macam, yaitu : 1) Faktor internal, yaitu keadaan / kondisi jasmani dan rohani siswa meliputi dua aspek yaitu aspek fisiologis dan aspek psikologis. Aspek psikologis antara lain: intelegensi, sikap, bakat, minat, aspirasi, persepsi dan motivasi.
19 2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa) yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa. Faktor eksternal meliputi lingkungan sosial dan lingkungan non sosial. 3) Faktor pendekatan belajar, yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi, media alat belajar dan metode, pembelajaran materi pelajaran. 2. Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Belajar Kata “motif” diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Berawal dari kata “motif” , maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi tertentu sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual, peranannya menumbuhkan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. (Sardiman A.M, 1992: 73-75) Motivasi berarti setiap usaha yang disadari untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar meningkatkan kemampuannya secara maksimal untuk mencapai tujuan. Tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu
para
siswa
agar
timbul
keinginan
dan
kemauan
untuk
meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapi tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan. (M. Ngalim Purwanto, 1990: 72-73)
20 Memotivasi diri sendiri (achievement motivation) merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk mencapai tujuan. Keterampilan memotivasi diri sendiri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang, orang yang memiliki keterampilan ini cenderung lebih produktif dan efektif dalam hal apa pun yang mereka kerjakan. (http://www.sinarharapan.co.id)
Motivasi adalah dorongan baik dari luar
maupun dari dalam diri manusia itu sendiri yang menyebabkan seseorang melakukan perbuatan. Soemarsono (2007: 16-19) mengemukakan bahwa dilihat dari sumbernya, ada dua jenis motivasi yaitu : 1) motivasi instrinsik, jika motivasi berasal dari dirinya sendiri, dan 2) motivasi ekstrinsik, apabila motivasi berasal dari lingkungan di luar dirinya sendiri. motivasi instrinsik lebih besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar. Menurut Udin S. Winataputra (2007:3.15) mengatakan bahwa " motivasi adalah kondisi khusus yang dapat mempengaruhi individu untuk belajar". Motivasi merupakan variabel penting, khususnya selama proses pembelajaran yang dapat membantu mendorong kemauan belajar siswa. Karena, Bruner percaya bahwa hampir semua anak mempunyai masa-masa pertumbuhan akan "keinginan untuk belajar". Reinforcement dan reward dari dalam mungkin sangat penting untuk meningkatkan perbuatan tertentu atau untuk membuat mereka yakin hingga mau mengulangi apa yang sudah dipelajari. Bruner menekankan pentingnya motivasi intrinsik dibandingkan dengan motivasi eksternal. Motivasi intrinsik adalah rasa ingin tahu anak, bahwa dunia ini akan dapat dikenal dan dikuasai anak dengan menggunakan
21 kesadaran "ingin tahu". Motivasi lain dapat menjadikan anak tertarik untuk mempelajari hal-hal yang mereka anggap biasa dan telah dikuasai. Dari pendapat-pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan arti dari motivasi belajar adalah dorongan dari dalam diri siswa agar berperilaku untuk mau mengikuti pembelajaran untuk mencapai tujuan seperti apa yang kita kehendaki. Jadi motivasi belajar adalah dorongan yang berhubungan dengan kesediaan suatu orgamisme untuk belajar sesuatu dalam mencapai tujuan. Bisa juga dikatakan bahwa motivasi belajar adalah usaha memberikan dorongan yang dilakukan oleh guru terhadap muridnya dengan tujuan agar mereka mau belajar dengan baik dengan rasa penuh kesadaran, semangat tinggi, keikhlasan untuk mencapai tujuan organisasi sekolah. b. Macam-macam Motivasi Untuk kelancaran pembelajaran guru di dalam memotivasi siswa menurut Soemarsono (2007:16-19) menggunakan dua jenis motivasi, yaitu: 1. Motivasi intrinsik, adalah motivasi ang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena di dalam diri setiap induvidu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya kegiatan belajar), maka yang dimaksud motivasi intrinsik adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam kegiatan belajar itu sendiri. Siswa memiliki rasa tanggung jawab yang besar dan berhasrat untuk berprestasi yang baik. 2. Motivasi ekstrinsik, adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya rangsangan dari luar. Motivasi ekstrinsik juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya, aktifitas belajar dimulai dan
22 diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Yang termasuk motivasi ekstrinsik adalah: (1) belajar demi memenuhi kewajiban, (2) demi meningkatkan gengsi sosial, (3) demi memperoleh hadiah, (4) demi memperoleh hadiah, (5) demi memperoleh pujian, (6) demi tuntutan jabatan yang dipegangnya. Penerapan bentuk-bentuk motivasi pada hakekatnya adalah untuk merangsang siswa agar mau belajar dengan baik. Menurut beberapa uraian di atas terkandung tiga hal penting, yaitu : bagaimana guru menimbulkan motivasi,
imbalan siswa
yang diharapkan
sebagai
motivasi, dan dengan apa siswa melakukan kegiatan belajar sehingga selalu termotivasi. c. Ciri-ciri Motivaasi Motivasi yang ada pada diri setiap orang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai) 2. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). 3. Lebih senang bekerja mandiri. 4. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu). 5. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini. 6. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
23 7. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang). (Sardiman A.M. 1992:83) d. Fungsi Motivasi Dalam Belajar. Menurut Sardiman A.M. (1992: 85) ada tiga fungsi motivasi, yaitu: 1). Mendorong manusia untuk berbuat atau melakukan setiap kegiatan yang akan dikerjakan. 2). Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang hendak dicapai. 3). Menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan. Ada juga fungsi yang lain, motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan dorongan untuk berbuat sebaik mungkin, agar memperoleh hasil yang terbaik sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Motivasi belajar merupakan pendorong bagi siswa untuk berbuat sebaik-baiknya dengan tujuan mencapai prestasi belajar yang setinggi-tingginya, adalah sebagai berikut: (1). Keinginan mencapai hasil yang optimal, yaitu a) dorongan untuk selalu maju dalam menekuni pelajaran matematika, b) dorongan untuk selalu mendapat nilai baik, c) dorongan untuk menyelesaikan tugas-tugas matematika, d) kesungguhan siswa dalam merespon mata pelajaran matematika. (2). Keinginan untuk meningkatkan pengetahuan : a) dorongan untuk membaca dan mengerjakan soal-soal matematika, b) dorongan untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang belum jelas, c) dorongan untuk membaca
24 buku baru. (3). Rasa percaya diri dan kepuasan, yaitu a) dorongan untuk menguasai materi pembelajaran secara mandiri, b) memiliki kepuasan dalam mengikuti proses pembelajaran, c) adanya keinginan umpan balik dalam pembelajaran. 3. Model Pembelajaran a. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Di sekolah, tindakan pembelajaran ini dilakukan nara sumber (guru) terhadap peserta didiknya/siswa. (Amin Suyitno, 2006:1) b. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah suatu pola atau langkah-langkah pembelajaran tertentu yang diharapkan agar tujuan atau kompetensi dari hasil belajar yang diharapkan akan cepat dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien. Suatu kegiatan pembelajaran di kelas disebut
model
pembelajaran jika: (1) ada kajian ilmiah dari penemunya, (2) ada tujuannya, (3) ada tingkah laku yang spesifik dan (4) ada kondisi spesifik yang diperlukan agar tindakan/kegiatan pembelajaran tersebut dapat berlangsung secara efektif, (5) ada rasa tanggung jawab dan dedikasi. (Amin Suyitno, 2007:1) c. Macam-macam Model Pembelajaran 1. Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
25 2. Pembelajaran dengan Pendekatan Kontektual (Contextual Teaching and Learning – CTL) 3. Pembelajaran Pengajuan Soal (Problem Posing) 4. Pembelajaran Pakem 5. Pembelajaran Quantum (Quantum Teaching) 6. Pembelajaran Berbalik (Reciprocal Teaching) 7. Pembelajaran Tutor Sebaya dalam Kelompok Kecil 8. Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving) 9. Pembelajaran Kooperatif ( Cooperative Learning) 10. Pembelajaran RME ( Realistik Mathematics Education) 11. Pembelajaran Penemuam (Inquiry-based Learning) 12. Pembelajaran Berbantuan (Assisted learning) 13. Pembelajaran Tematik d. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) Pembelajaran langsung adalah suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa mempelajari ketrampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Meskipun tidak sama, tetapi model ceramah dan tanya jawab berhubungan erat dengan model pembelajaran langsung. Pembelajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang cukup rinci terutama pada analisis tugas. Pengajaran langsung berpusat pada guru, tetapi tetap harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa. (Kunadi, 2003:2) Model pembelajaran langsung memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar
26 2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan belajar. 3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Dalam pengajaran langsung terdapat dua macam pengetahuan yang utama yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Namun kedua macam pengetahuan tersebut tidak terlepas satu sama lain, sering kali penggunaan pengetahuan prosedural memerlukan pengetahuan deklaratif yang merupakan pengetahuan prasyarat. Model pembelajaran langsung dirancang untuk mengembangkan cara belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang tersruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Pada model pembelajaran langsung terdapat lima fase, yaitu sebagai berikut: Tabel 2.1
Langkah-langah model pembelajaran langsung Fase
Peran Guru
1. Menyampaikan tujuan dan
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
mempersiapkan siswa
informasi pentingnya
latar
belakang
pelajaran,
pelajaran,
mempersiapkan
siswa untuk belajar 2. Mendemonstrasikan
Guru
mendemonstrasikan
pengetahuan atau
dengan benar, atau menyajikan informasi
keterampilan
tahap demi tahap
3. Membimbing pelatihan
Guru
merencanakan
keterampilan
dan
memberi
bimbingan pelatihan awal 4.
Mengecek
dan balik
pemahaman Mencek apakah siswa telah
memberikan
berhasil
umpan melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik
27 5. Memberikan kesempatan Guru
mempersiapkan
untuk pelatihan lanjutan dan melakukan pelatihan penerapan
kesempatan
lanjutan,
dengan
perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.
e. Model Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran melalui pemecahan masalah dipandang sebagai model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam berfikir tinggi. Karena siswa (bahkan guru, kepala sekolah, orang tua, dan setiap orang) setiap harinya selalu dihadapkan pada suatu masalah, disadari atau tidak. Karena itu pembelajaran pemecahan masalah sejak dini diperlukan agar siswa dapat menyelesaikan problematika kehidupannya. Dalam pembelajaran matematika ini aspek pemecahan masalah menjadi semakin penting. Mengapa? Ini dikarenakan matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, berpola, abstrak, dan yang tak kalah penting menghendaki pembuktian. Pentingnya Problem Solving juga dapat dilihat pada perannya dalam pembelajaran. Stanic dan Kilpatrick seperti dikutip McIntonsh, R. & Jarret, D (2000: 8) dalam buku "Tips dalam penerapan pembelajaran problem solving" (Sumardyono, 2007:11) Membagi peran problem solving sebagai konteks menjadi beberapa hal: 1) Untuk pembenaran pembelajaran matematika. 2) Untuk menarik minat siswa akan nilai matematika, dengan isi yang berkaitan dengan masalah kehidupan nyata.
28 3) Untuk memotivasi siswa, membangkitkan perhatian siswa pada topik atau prosedur khusus dalam matematika dengan menyediakan kegunaan kontekstualnya (dalam kehidupan sehari-hari). 4) Untuk rekreasi, sebagai sebuah aktifitas menyenangkan yang memecah suasana belajar rutin. 5) Sebagai latihan, penguatan ketrampilan dan konsep yang telah diajarkan secara langsung (mungkin ini peran yang paling banyak dilakukan oleh kita selama ini). Model atau pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving), maka berikut ini karakteristik khusus pendekatan pemecahan masalah menurut Taplin (Sumardyono, 2007:12). 1) Adanya interaksi antar siswa dan interaksi guru dan siswa. 2) Adanya dialog matematis dan konsesus antar siswa 3) Guru menyediakan informasi yang cukup mengenai masalah dan siswa nengklarifikasi,
menginterpretasi,
dan
mencoba
mengkonstruksi
penyelesaian. 4) Guru menerima jawaban ya/tidak bukan untuk mengevaluasi. 5) Guru membimbing, melatih dan menanyakan dengan pertanyaanpertanyaan berwawasan dan berbagai dalam proses pemecahan masalah. 6) Sebaiknya guru mengetahui kapan campur tangan dan kapan mundur membiarkan siswa menggunakan caranya sendiri.
29 7) Karakteristik lanjutan adalah bahwa pendekatan problem solving dapat menggiatkan siswa untuk melakukan generalisasi aturan dan konsep, sebuah proses sentral dalam matematika. Suatu soal hanya dapat dijadikan sebagai sarana dalam model pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving), jika dipenuhi syaratsyarat sebagai berikut: 1) Siswa memiliki pengetahuan prasyarat untuk mengerjakan soal yang diberikan, 2)
Siswa belum tahu algoritma/cara
pemecahan soal, 3) Soal terjangkau oleh siswa, 4) Siswa mau dan berkehendak untuk menyelesaikan soal. Ciri-ciri suatu soal disebut " problem " dalam perspektif ini paling tidak memuat dua hal yaitu: 1) Soal tersebut menantang pikiran (challenging), 2) Soal tersebut tidak otomatis diketahui cara penyelesaiannya (non routine). Memberi tahu siswa bekerja dengan masalah mereka bahwa mereka harus memahami beberapa konsep dasar untuk memecahkan masalah secara keseluruhan. (www.amstat.org/publications/jse/v17n1/wiberg.html ) Jika siswa tidak dapat memecahkan suatu masalah tertentu, maka diberi kesempatan yang lain. Siswa yang gagal, salah jawaban dapat diberikan petunjuk
atau
prosedur
dalam
memecahkan
masalah.
(http://www.citejournal.org/vol5/iss2/mmathematics/article1.cfm ) Jika model pembelajaran ini diterapkan, maka langkah-langkah yang dapat ditempuh guru adalah sebagai berikut. 1) Guru mengajarkan materi pelajaran seperti biasa, pemanfaatan alat peraga atau media masih dimungkinkan, apalagi di jenjang pendidikan dasar 2) Dengan tanya jawab, guru memberikan contoh soal
30 3) Guru memberikan 1 atau 2 soal yang harus dipecahkan siswa berdasarkan persyaratan soal sebagai sebuah problem solving. 4) Siswa dengan dipandu guru menyelesaikan soal yang dipakai sebagai bahan ajar dalam model pembelajaran Pemecahan Masalah. (Amin Suyitno, 2007:6) Menurut Becker & Shimada (dalam McIntosh, R & Jarret, D., 2000: 5) dalam (Sumardyono, 2007: 5) menegaskan hal ini sebagai berikut: "Genuine problem solving requires a problem that is just beyond the student's skill level so that she will not automatically know which solution method to use. The problem should be nonroutine, in that the student perceives
the
problem
as
challenging
and
unfamiliar,
yet
not
insurmountable". Berdasarkan penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran dan metode pembelajaran adalah suatu sarana atau alat bantu yang dapat mempermudah seorang pendidik atau guru untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Dengan penggunaan model pembelajaran dan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan, maka diharapkan siswa dapat lebih cepat memahami materi pelajaran dan dapat menumbuhkan semangat baru dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. B. Penelitian yang Relevan 1. Slamet (2005: 89) dalam penelitiannya berjudul: “Keefektifan model pembelajaran
Pemecahan
Masalah
terhadap
kemampuan
menyelesaikan soal ditinjau dari kemandirian belajar”. (Eksperimen
31 pembelajaran geometri analitik pada mahasiswa jurusan matematika FKIP UMS Th. 2004/2005). Hasil penelitiannya adalah: 1) metode pemecahan masalah memberikan pengaruh yang berbeda dari pada metode non pemecahan masalah terhadap kemampuan mengerjakan soal geometri analitik, 2) model pembelajaran pemecahan masalah lebih efektif daripada metode non pemecahan masalah, 3) model pembelajaran pemecahan masalah lewat langkah polya, peta konsep dan tehnik the windows memberi pengaruh yang efektif daripada pembelajaran non pemecahan masalah terhadap kemampuan menyelesaikan soal geometri analitik memiliki tingkat kemandirian yang tinggi. Persamaan dengan penelitian ini adalah: (1) bahwa pemecahan masalah lebik baik dan lebih efektif dari pada yang biasa (bukan pemecahan masalah), (2) materi yang di gunakan adalah geometri, perbedaannya adalah: (1) obyek penelitian, (2) materi pokok geometri analitik dan geometri (lingkaran), (3) ditinjau dari tingkat kemandirian belajar dan ditinjau dari motivasi belajar. 2. Mochtar Sanusi (2008: 54) dalam penelitiannya berjudul “Pengaruh pembelajaran penyelesaian masalah terhadap prestasi belajar bilangan berpangkat ditunjau dari kemampuan awal siswa SMK Negeri Magetan”.
Hasil penelitiannya adalah: 1) pembelajaran
penyelesaian masalah lebih baik daripada yang biasa (konvensional), 2) prestasi belajar siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi lebih baik daripada yang memiliki kemampuan lebih rendah (dibawahnya), 3) tidak
32 ada interaksi antara pembelajaran penyelesaian masalah dengan kemampuan awal siswa. Persamaan dengan penelitian ini adalah: (1) bahwa pembelajaran penyelesaian masalah lebih baik daripada yang biasa (konvensional), (2) tidak ada interaksi antara kedua variabel bebas, perbedaannya adalah: (1) obyek penelitian, (2) materi pokok bilangan berpangkat dan lingkaran, (3) ditinjau dari kemampuan awal dan ditinjau dari motivasi belajar. C. Kerangka Berfikir Berdasarkan teori yang telah dikemukakan, maka disusunlah kerangka berfikir sebagai berikut : 1. Perbandingan prestasi belajar matematika siswa antara yang didalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Pemecahan Masalah dan dengan model pembelajaran Langsung. Salah satu faktor yang memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa yang optimal adalah penggunaan model-model pembelajaran yang sesuai dengan materi pokok yang diberikan dalam kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah akan lebih efektif dan lebih baik, jika dibandingkan dengan pembelajaran matematika yang biasa. Karena model pembelajaran pemecahan masalah dapat membangkitkan motivasi siswa, mengembangkan ketrampilan siswa, meningkatkan kemampuan siswa dalam berfikir tinggi, akan lebih merangsang indera siswa dan akan membawa kesan yang mendalam sehingga lebih lama tersimpan dalam diri siswa. Dengan demikian dapat diduga prestasi belajar matematika siswa
33 yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah akan lebih baik dari pada menggunakan model pembelajaran langsung. 2. Perbandingan prestasi belajar matematika siswa antara memiliki motivasi tinggi dengan yang memiliki motivasi sedang maupun yang memiliki motivasi rendah. Siswa yang memiliki motivasi tinggi dan kemampuan tinggi adalah siswa yang senantiasa berusaha unggul dalam kompetisi, penuh tanggung jawab, menyukai tantangan serta rasional dalam meraih prestasi. Maka siswa
yang
motivasinya
tinggi
dan
kemampuannya
tinggi
akan
memperoleh prestasi belajar yang lebih baik dan memuaskan. Jika materi pemenuhan kebutuhannya pembelajaran yang disampaikan menggunakan model-model pembelajaran yang baik dan sesuai, maka bagi siswa yang motivasi belajarnya tinggi prestasi belajarnya juga akan lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi sedang, demikian juga bagi siswa yang memiliki motivasi yang sedang prestasi belajarnya lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi rendah. Hal ini bagi siswa bahwa motivasi belajarnya sangat
menentukan keberhasilan siswa dalam
memperoleh prestasi belajar. Dengan demikian dapat diduga bahwa untuk siswa yang motivasinya tinggi prestasi belajarnya lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi sedang, demikian juga siswa yang memiliki motivasi sedang prestasi belajar akan lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah.
34 3. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan model-model pembelajaran prestasi belajarnya selalu lebih tinggi daripada yang memiliki motivasi sedang maupun motivasi rendah, tetapi bagi siswa yang memiliki motivasi yang rendah diberikan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung akan lebih baik daripada model pembelajaran pemecahan masalah. Usaha meningkatkan belajar matematika siswa akan efektif, jika guru
dalam
mengajar
menggunakan
model-model
pembelajaran
menyertakan prestasi siswa, dan mempertimbangkannya dalam memilih model tersebut. Peristiwa eksternal yang berupa penggunaan model pembelajaran akan berpengaruh pada proses belajar mengajar. Dengan demikian dapat diduga bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi, ia selalu dapat mengerjakan atau menyelesaiakan soal-soal pemecahan masalah yang sulit dengan mudah dan benar sehingga prestasi belajarnya selalu lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi yang sedang atau rendah. Tetapi bagi siswa yang memiliki motivasi rendah tidak dapat mengerjakan soal-soal pemecahan masalah yang tingkatannya tinggi. Maka bagi siswa yang motivasi rendah akan lebih mudah menerima dan memahami dengan model pembelajaran langsung. Sehingga prestasi belajar siswa untuk pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran langsung akan lebih baik daripada pembelajaran masalah.
yang
menggunakan
model
pembelajaran
pemecahan
35 Model Pembelajaran Matematika
Prestasi Belajar Matematika
Motivasi Belajar Siswa Gambar 1. Skema kerangka berfikir
D. Hipotesis Hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : 1. Prestasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah lebih baik daripada penggunaan model pembelajaran langsung. 2. Prestasi belajar siswa yang memiliki motivasi belajarnya lebih tinggi lebih baik daripada yang memiliki motivasi belajar lebih rendah (dibawahnya). 3. Prestasi belajar siswa yang diberi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran pemecahan masalah yang motivasi belajarnya tinggi maupun sedang lebih baik daripada model pembelajaran langsung, tetapi pada siswa yang motivasi belajarnya rendah pada model pembelajaran Langsung lebih baik daripada model pembelajaran Pemecahan Masalah.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di SMP di lingkungan kabupaten Sragen. Penelitian dilaksanakan pada tahun pelajaran 2008/2009 selama 4 bulan. Adapun jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.1. Jadwal Penelitian No. Kegiatan Penelitian 1 2 3 4 5 6
Penyusunan proposal Pengajuan proposal Seminar proposal Sosialisasi penelitian
7
Pembelajaran Pemecahan Masalah Pembelajaran Langsung Pengolahan data test Penyusunan laporan Seminar hasil penelitian Penyempurnaan Penulisan akhir
8 9 10 11 12 13
Okt
Nop Des
Jan Feb Mar Apr
V
V
V V V
V
Uji motivasi siswa Pelaksanaan penelitian
Mei
V V V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Jun
V V V V V
B. Metode Penelitian Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode eksperimental semu. Hal ini dikarenakan peneliti tidak mungkin untuk mengontrol semua variabel yang relevan. Menurut pendapat Budiyono (2003:73) penelitian eksperimental adalah penelitian ilmiah dengan memanipulasi dan mengendalikan satu atau lebih variabel bebas dan melakukan observasi terhadap variabel terikat untuk 36
37 menemukan variasi yang muncul seiring dengan manipulasi variabel bebas tersebut. C. Populasi dan Sampel Penelitian Pada penelitian ini, untuk mempermudah cara pengambilan populasi dan sampel penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Populasi Menurut M. Toha Anggoro (2007:4.2), populasi adalah himpunan yang
lengkap
dari
satuan-satuan
atau
individu-individu
yang
karakteristiknya ingin kita teliti. Sedangkan menurut Sugiyono (2008:80) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu. Pada penelitian ini peneliti mengambil populasi siswa kelas 8 SMP Negeri di kabupaten Sragen. b. Sampel Penelitian Menurut Sugiyono (2008:81), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Menurut M Toha Anggoro (2007:4.3) Sampel adalah sebagian dari anggota populasi. Pengambilan sampel dengan tehnik cluster random sampling dari SMP Negeri di kabupaten Sragen. Sampel yang diambil mewakili siswa kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Sragen adalah tiga SMP yang memiliki tiga kategori prestasi sekolah yang dicapai, yaitu SMP Negeri kelompok atas, kelompok tengah dan kelompok bawah tahun pelajaran 2007/2008. Masing-masing sekolah sampel diambil 2 kelas dengan cara random sampling. Kelas pertama sebagai kelas eksperimen dan kelas kedua sebagai kelas kontrol .
38 Sekolah yang menjadi sampel adalah SMP Negeri 1 Gemolong, SMP Negeri 2 Sidoharjo dan SMP Negeri 1 Sukodono. D. Tata Letak Data Tabel 3.2. Tata Letak Data Penelitian
Variabel Bebas I Model Pembelajaran Pemecahan Masalah ( a1 )
Tinggi ( b1 ) (ab)11
Langsung ( a2 )
(ab)21
Variabel Bebas II Motivasi Belajar Sedang ( b2 ) (ab)12 (ab)22
Rendah ( b3 ) (ab)13 (ab)23
E. Teknik Pengumpulan Data dan Variabel Penelitian 1. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini ada tiga yaitu : a. Metode Dokumentasi Menurut Budiyono (2003:54), metode dokumen adalah cara pengumpulan data dengan melihatnya dalam dokumen-dokumen yang telah ada. Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan sebagai data awal yaitu data tentang nama siswa dan nilai raport semester gasal (semester 1) kelas VIII tahun pelajaran 2008/2009 untuk mata pelajaran matematika. Dokumen tersebut digunakan untuk mengetahui keadaan awal tentang prestasi belajar matematika dari sampel sebelum dikenai perlakuan. b. Metode Angket. Metode angket adalah cara pengumpulan data melalui pengajuan pernyataan-pernyataan tertulis kepada subyek penelitian, responden, atau sumber data dan jawabannya diberikan juga secara tertulis.
39 (Budiyono,2003: 47) Dalam penelitian ini angket yang dimaksud adalah angket tentang motivasi
belajar
matematika.
pernyataan-pernyataan
Angket
sebanyak
40
tersebut
item,
pada
adalah
berupa
masing-masing
pernyataan dengan empat alternative jawaban. Dalam pemberian skor menggunakan skala Likkert, untuk item positif jika menjawab a diberi skor 4, b diberi skor 3, c diberi skor 2, dan d diberi skor 1, serta tidak menjawab diberi skor 0. Untuk item negatif jika menjawab a diberi skor 1, b diberi skor 3, c diberi skor 2, dan d diberi skor 1, serta tidak menjawab diberi skor 0. c. Metode Tes Metode tes adalah cara pengumpulan data yang menghadapkan pada sejumlah pertanyaan atau suruhan-suruhan kepada subyek penelitian. (Budiyono,2003:54) Dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data prestasi belajar matematika siswa digunakan tes tertulis yaitu dengan tes pilihan ganda sebanyak 40 butir soal dengan empat alternatif jawaban dengan materi pokok lingkaran. 2. Variabel Bebas dan Variabel Terikat a. Variabel Bebas 1. Model Pembelajaran - Definisi operasionalnya: model pembelajaran adalah suatu pola atau langkah-langkah pembelajaran tertentu yang diharapkan
40 agar tujuan atau kompetensi dari hasil belajar yang diharapkan akan dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien. - Indikatornya adalah prestasi belajar siswa terhadap perlakuan kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran Pemecahan Masalah dan kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran Langsung. -
Skala pengukuran adalah skala nominal
2. Motivasi belajar siswa Definisi operasionalnya: motivasi belajar adalah dorongan dari
dalam
diri
siswa
agar
berperilaku
untuk
mengikuti
pembelajaran untuk mencapai tujuan seperti apa yang dikehendaki. Diperoleh dari data angket motivasi belajar matematika siswa. a. Indikatornya adalah perhatian, tanggapan, pujian dan penilaian guru terhadap siswa dalam mata pelajaran matematika. b. Skala pengukuran menggunakan skala interval yang diubah menjadi skala ordinal dalam 3 kategori yaitu siswa memiliki motivasi tinggi, sedang dan rendah, dengan pembagian sebagai berikut : Siswa motivasi tinggi
: x > x + 0,5 s
Siswa motivasi sedang : x – 0,5 s < x < x + 0,5 s Siswa motivasi rendah : x < x – 0,5 s
41 b. Variabel Terikat 1. Prestasi Belajar Matematika -. Definisi operasionalnya: prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa yang berupa penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang diwujudkan dalam bentuk angka atau nilai dari hasil tes yang diujikan. - Indikatornya adalah nilai tes setelah perlakuan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Pemecahan Masalah dan Pembelajaran Langsung. -
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval. F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar mempermudah pekerjaannya dan hasilnya lebih baik, dalam arti cermat, lengkap, sistematis sehingga akan mempermudah dalam pengolahan data. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data adalah dengan cara memberikan soal tes prestasi belajar matematika dan angket motivasi belajar siswa. Instrumen tes dan angket dibuat berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat sebelunnya. Sebelum instrumen tes digunakan, terlebih dahulu diadakan uji coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen testersebut.
Menurut Budiyono (2003:55), tujuan uji coba adalah untuk
melihat apakah instrumen yang telah disusun benar-benar valid dan benarbenar reliabel atau tidak. Setelah uji coba selesai kemudian dilakukan analisis terhadap instrumen tes dan angket.
42 Langkah-langkah penyusunan angket motivasi belajar adalah sebagai berikut : 1. Menyusun kisi-kisi angket motivasi belajar berdasarkan landasan teori. 2. Menjabarkan kisi-kisi dalam bentuk angket motivasi belajar. 3. Menyusun pernyataan-pernyataan angket motivasi belajar matematika. Dalam penelitian ini jenis angket yang digunakan adalah pernyataanpernyataan dengan empat alternatif jawaban dengan jumlah 40 butir yang diuji konsistensi internalnya. Waktu yang disediakan dalam mengerjakan angket motivasi belajar adalah 90 menit. Langkah-langkah penyusunan tes prestasi belajar matematika pada pokok bahasan lingkaran adalah sebagai berikut: 1. Menyusun kisi-kisi pembuatan instrument berdasarkan pokok bahasan 2. Menjabarkan kisi-kisi dalam bentuk soal tes berdasarkan pokok bahasan dan disesuaikan dengan taraf kognitif siswa 3. Menyusun soal tes Dalam penelitian ini jenis tes yang digunakan adalah tes obyektif dengan empat pilihan jawaban dengan jumlah soal 40, yang diuji validitas isi, tingkat kesukaran, daya beda dan reliabilitasnya. Waktu yang disediakan dalam mengerjakan soal tes adalah 90 menit. G. Uji Instrumen 1. Analisis Instrumen Tes a. Validitas Instrumen Tes Validitas yang digunakan pada instrumen ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat penguji terhadap
43 isi tes dengan analisis rasional yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana butir soal dalam tes mencakup atau dapat mengukur apa yang hendak kita ukur (M Toha Anggoro, 2007:5.28) Pada instrumen ini, supaya tes mempunyai validitas isi maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Bahan tes harus merupakan sampel yang representatif, untuk mengukur sampai berapa jauh tujuan pembelajaran tercapai apabila ditinjau dari materi yang diajarkan. b. Bahan yang diujikan harus seimbang dengan bahan yang diajarkan. c. Tidak diperlukan pengetahuan lain yang belum diajarkan untuk menjawab soal-soal yang diujikan. Untuk menilai apakah instrumen tes mempunyai validitas isi, biasanya dilakukan oleh pakar atau validator. (Budiyono, 2003 : 58-59) b. Menentukan Reliabilitas Reliabilitas menunjukkan keajegan pada hasil pengukuran. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (ajeg).Dalam penelitian ini reliabilitas tes dari hasil tes prestasi belajar matematika yang berupa soal obyektif dengan tiap jawaban soal benar diberi skor 1 dan setiap jawaban salah diberi skor 0. Tingkat reliabilitas tes dicari dengan rumus KR-20 , yaitu: 2 n st p i q i r11 = , dengan s t2 n 1
r11 = reliabilitas instrumen n = banyak butir pertanyaan
44 s t2 = variansi total pi = proporsi subyek yang menjawab benar pada butir ke-i qi = 1 - pi Dalam penelitian ini soal tes dikatakan reliabel jika r11 .> 0,7 (Budiyono, 2003 : 69) c. Daya pembeda. Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk dapat membedakan antara kelompok siswa yang nilai tinggi dengan kelompok siswa yang nilai rendah. Untuk mengetahui apakah instrumen tes dapat membedakan kemampuan kelompok yang mempunyai nilai tinggi dan kemampuan kelompok yang mempunyai nilai rendah maka digunakan rumus sebagai berikut : DB =
Ba Bb 1 N 2
dengan : DB = Daya beda butir soal Ba = Jumlah jawaban betul pada kelompok nilai tinggi Bb = Jumlah jawaban betul pada kelompok nilai rendah N
= Banyak kelompok nilai tinggi dan rendah Dalam menentukan daya beda butir soal test kelompok siswa dengan
nilai tinggi dan kelompok siswa dengan nilai rendah diambil 27% dari banyaknya siswa yang mengikuti test. Soal digunakan sebagai instrument
45 uji tes prestasi jika mempunyai daya beda lebih dari 0,3 (Sumarna Supranata, 2006 :23-32) c. Tingkat Kesukaran Sebuah soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Dalam penelitian ini tingkat kesukaran butir soal dihitung dengan tujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik, kurang baik, dan soal yang tidak baik (jelek). Untuk menghitung tingkat kesulitan butir sola tes atau soal tes prestasi belajar matematika digunaklan rumus : TK =
B .100% T
Dengan : TK = Tingkat kesulitan butir soal B
= Banyaknya peserta tes yang menjawab benar
T
= Jumlah seluruh peserta tes
Tingkat kesukaran soal diantara 25 % - 75 % dipandang sebagai tingkat kesukaran yang memadai atau baik. Makin rendah angka prosentase tingkat kesukaran soal, maka soal makin sukar, dan makin tinggi angka prosentase tingkat kesukaran soal, maka soal makin mudah. (Joesmani, 1988 : 119). 2. Analisis Instrumen Angket a. Validitas Isi Untuk menilai menilai apakah suatu instrumen angket mempunyai validitas yang tinggi atau tidak, biasanya dilakukan melalui expert judgment (Budiyono, 2003:59). Jadi untuk menilai apakah suatu instrumen angket valid penilaian dilakukan oleh pakar/validator.
46
b. Konsistensi Internal Konsistensi internal menunjukkan adanya korelasi yang positif antara masing-masing butir angket. Artinya butir-butir angket tersebut harus dapat mengukur hal yang sama dan menunjukkan kecenderungan yang sama pula. Pada penelitian ini, untuk mengetahui konsisten internal setiap butir angket menggunakan rumus korelasi momen produk dari Karl Person sebagai berikut :
rxy =
n XY ( ( n X 2 ( X ) 2
X )( Y ) ( n Y ( Y ) 2
2
)
Dengan : rxy = Indeks konsistensi internal untum butir ke-i n
= Banyak subyek yang dikenai tes
X
= Skor untuk butir ke-i (dari subyek uji coba)
Y
= Skor total (dari subyek uji coba) (Budiyono, 2003 : 65)
Ketuntasan rxy > 0,3 Jika indeks konsistensi internal untuk butir ke-i kurang dari 0,3 (rxy < 0,3) maka butir tersebut harus dibuang (tidak dipakai). c. Uji Reliabilitas suatu angket dikatakan reliabel jika angket tersebut diujikan berkali-kali dengan hasil yang relatif sama, untuk menguji reliabilitas masing-masing butir, rumus yang digunakan adalah rumus alpha, yaitu :
n r11 = n 1
s i2 1 2 , dimana: s t
47 r11 = indeks reliabilitas instrumen n = banyaknya butir instrumen s i2 = variansi butir s t2 = variansi total
Instrumen angket dikatakan reliabel jika r11 > 0,7 (Budiyono, 2003 : 70) H. Analisis Data Penelitian Untuk mengolah data dari penelitian digunakan metode statistika. Menurut Nar Herhyanto (2007:1.2) menyebutkan bahwa statistika adalah metode ilmiah yang mempelajari tentang pengumpulan, pengaturan, perhitungan, penggambaran, dan penganalisaan data, serta penarikan kesimpulan yang valid berdasarkan penganalisaan yang dilakukan dan pembuatan keputusan yang rasional.
1. Uji keseimbangan Uji keseimbangan digunakan untuk menguji kesamaan dua rataan data kelas kontrol
dan kelas eksperimen (Budiyono, 2004 : 151).
Dengan asumsi bahwa jumlah sampel tidak sama, populasi berdistribusi normal dan homogen. Uji untuk menentukan keseimbangan populasi kelas kontrol dan kelas eksperimen menggunakan uji t , sebagai berikut : 1. Hipotesis : Ho : µ1 = µ2 (kedua kelompok kelas berasal dari dua populasi yang berkemampuan sama atau seimbang)
48 Ho : µ1 ≠ µ2 (kedua kelompok kelas tidak berasal dari dua populasi yang bekemampuan sama atau seimbang) 2. Taraf signifikan : α = 0,05 3. Statistika uji: (X 1 X 2 )
t =
Sp
1 1 n1 n 2
dengan
~ t ( n1 + n2 -2 )
Sp2 =
(n1 1) S12 (n2 1)S 22 n1 n2 2
X
1
= Rataan kemampuan awal kelas kontrol
X
2
= Rataan kemampuan awal kelas eksperimen
S12 = variansi dari kelompok eksperimen S 22 = variansi dari kelompok kontrol n1 = Jumlah sampel pada kelas kontrol n2 = Jumlah sampel pada kelas eksperimen 4. Daerah kritik : DK = { t / t < -tα/2 atau t > t α/2 }
(Budiyono, 2004: 151)
5. Keputusan uji : Ho tidak ditolak (diterima) jika t < tα/2 dan t > -tα/2 , maka populasi mempunyai kemampuan yang sama dan H0 ditolak, jika
t > t
α/2
atau
mempunyai kemampuan yang sama.
t < -tα/2 , maka populasi tidak
49 2. Uji Prasarat Analisis Menurut Budiyono (2004:206) uji prasarat analisis variansi dua jalan adalah (a) sampel diambil secara random dari populasi yang seimbang; (b) masing-masing populasi saling independen; (c) setiap populasi berdistribusi normal; dan (d) populasi-populasi mempunyai variansi yang homogen. Dalam penelitian akan diuji prasyarat terlebih dahulu dilakukan. Adapun uji prasyarat tersebut meliputi keseimbangan, uji normalitas populasi, dan uji homogenitas varian populasi.
a. Uji Normalitas Uji prasyarat untuk mengetahui normalitas antara kelas kontrol dan kelas eksperimen digunakan uji normalitas dengan metode Liliefors. Uji normalitas dengan metode Liliefors digunakan apabila datanya tidak dalam distribusi frekuensi bergolong (Budiyono, 2004 : 170). Data pada penelitian ini tidak dalam distribusi frekuensi bergolong. Adapun langkah – langkah yang dilakukan adalah : 1. Hipotesis : H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal 2. Taraf signifikan : α = 0,05 3. Statistik Uji : L obs = Maks | F(Zi) – S(Zi) |
50 Dengan zi =
xi x s
, ( s = standar deviasi )
F(zi) = P(Z < zi) , Z ~ N(0,1) , zi = nilai baku dari xi S(zi) = proporsi banyaknya Z < zi terhadap banyaknya zi 4. Daerah kritik : DK = { L | L > L tabel } 5. Keputusan Uji : H0 ditolak jika L
obs
>L
tabel
maka sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. H0 tidak ditolak jika L
obs
2
(Budiyono , 2004 : 176)
α,(k- 1)
}
5. Keputusan Uji : H0 ditolak jika 2 obs < 2
(k- 1)
dan
H0 tidak ditolak jika 2 obs > 2
(k- 1)
6. Kesimpulan : Apabila H0 ditolak maka variansi-variansi populasi tidak sama. Apabila H0 tidak ditolak maka variansi-variansi populasi sama 3. Uji Hipotesis a. Asumsi Konsep analisis variansi dua jalan didasarkan pada asumsi sebagai berikut : 1. Setiap sampel diambil secara random dari populasinya.
52 2. masing-masing data amatan saling independen di dalam kelompoknya. 3. setiap populasi berdistribusi normal (sifat normalitas populasi) 4. Populasi-populasi bervariansi sama (sifat homogenitas populasi) b. Uji hipotesis menggunakan anava dua jalan 2x3 dengan sel tak sama dengan model data sebagai berikut : Xijk = µ + αi + βj + (αβ )ij + εijk Dengan Xijk = data nilai ke-k padabaris ke-i dan kolom ke-j µ = rerata dari seluruh data αi
= µi - µ = efek baris ke-i pada variabel terikat
βj = µj - µ = efek kolom ke-j pada variabel terikat (αβ )ij = µij – (µ + αi + βj) = kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat εijk = deviasi data Xijk terhadap rataan populasi µij yang berdistribusi normal dengan rataan 0 (Budiyono, 2004 : 228)
c. Prosedur Uji Hipotesis Prosedur dalam pengujian dengan menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, yaitu : 1) Hipotesis (a) H0A : αi = 0 , untuk semua
i = 1, 2
Tidak ada perbedaan efek antar
baris (model pembelajaran)
terhadap variabel terikat (prestasi belajar matematika).
53
H1A : paling sedikit ada satu αi yang tidak nol. Ada perbedaan efek antar baris (model pembelajaran) terhadap variabel terikat (prestasi belajar matematika). (b) H0B : βj = 0 , untuk semua j = 1, 2, 3 Tidak ada perbedaan efek antar kolom (motivasi belajar tinggi, sedang, rendah)
terhadap variabel terikat
(prestasi belajar
matematika). H1B : paling sedikit ada satu βj yang tidak nol. ( Ada perbedaan efek antar kolom (motivasi belajar tinggi, sedang, rendah) terhadap variabel terikat (prestasi belajar matematika). (c) H0AB : (αβ)ij = 0 , untuk setiap i = 1, 2 dan j = 1, 2, 3 Tidak ada interaksi antar baris (model pembelajaran) dan kolom (motivasi belajar tinggi, sedang, rendah) terhadap variabel terikat (prestasi belajar matematika). H1AB : paling sedikit ada satu (αβ)ij yang tidak nol Ada interaksi baris (model pembelajaran) dan kolom (motivasi belajar tinggi, sedang, rendah) terhadap variabel terikat (prestasi belajar matematika). 2) Taraf signifikan : α = 5 % 3) Uji Statistik a. H0A adalah Fa =
RKA RKG
b. H0B adalah Fb =
RKB RKG
54
c. H0AB adalah FAB =
RKAB RKG
(Budiyono, 2004 : 230)
dengan definisi notasi nij : Banyaknya data amatan sel ij
n h : Rataan harmonic frekuensi seluruh sel =
p
: Banyak kolom
q
: Banyak baris
pq 1 ij n ij
N : Banyak seluruh data amatan 2
X
SSa =
X ijk = jumlah kuadrat deviasi data amatan - k N ijk
2 ijk
k
pada sel ij
ABij = Rataan pada sel ij Ai
AB
=
ij
= Jumlah rataan pada baris ke-i
j
Bj
AB
=
ij
= Jumlah rataan pada baris ke-j
i
G
=
AB
ij
= Jumlah rataan semua sel
i, j
(Budiyono, 2004 : 228-229) Komponen Jumlah Kuadrat (JK) (1) =
(5) =
G2 pq
AB i, j
(2) =
SS ij ij
2 ij
(3) =
i
Ai2 q
(4) =
j
B 2j p
55 Jumlah Kuadrat JKA = n h { (3)-(1) }
JKB = n h { (4)-(1) }
JKAB = n h { (1)+(5)-(3)-(4) }
JKG = (2)
JKT = JKA + JKB + JKAB + JKG Derajat kebebasan dkA = p-1 ;
dkB = q-1 ;
dkAB = (p-1)(q-1)
(Budiyono, 2004 : 229) Rataan kuadrat RKA =
JK A dk A
; RKB =
JK B dk B
;
RKAB =
JK G JK AB ; RKg = dk AB dk G
(Budiyono, 2004 : 230) 4. Daerah kritik 1. Untuk Fa adalah DK = { Fa | Fa > Fα;p-1,N-pq } 2. Untuk Fb adalah DK = { Fb | Fb > Fα;q-1,N-pq } 3. Untuk Fab adalah DK = { Fab | Fab > Fα;(p-1)(q-1),N-pq } (Budiyono, 2004 : 230) 5. Keputusan Uji H0A ditolak jika Fa DK H0B ditolak jika Fb DK H0AB ditolak jika Fab DK 6. Rangkuman analisis variansi
56
Tabel 3.3. Rangkuman Analisis Variansi Sumber variansi JK Media Pembelajaran JKA (A) Motivasi Belajar JKB siswa (B) Interaksi (AB) JKAB G total Keterangan :
JKG JKT
dk p-1
RK RKA
Fobs Fa
Fα F*
q-1
RKB
Fb
F*
(p-1) (q-1) N-pq N-1
RKAB
Fab
F*
RKG -
-
Keputusan H0A ditolak Jika Fa > F* H0B ditolak Jika Fb > F* H0AB ditolak Jika FAB > F*
F* adalah nilai F yang diperoleh dari tabel (Budiyono, 2004 : 213) 3. Uji Lanjut Anava Uji lanjut hipotesis dilakukan sebagai tindak lanjut dari analisis variansi, jika analisis tersebut hipotesis nol ( H0 ) ditolak. Jika hal tersebut terjadi maka uji lanjut pasca anava digunakan metode Scheffe. Langkah – langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Mengidentifikasi semua pasangan komparasi rataan yang ada. b. Menentukan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi. c. Taraf signifikansi 0,05 d. Mencari harga statistik uji F antara lain: 1. Uji komparasi antar kolom F.i-.j =
( X .i X . j ) 2 1 1 RKG n.i n. j
Dengan : F.i-.j
= nilai Fobs pada kolom ke-i dan kolom ke-j
X .i
= rataan pada kolom ke-i
X.j
= rataan pada kolom ke-j
57 RKG = Rataan kuadrat galat n.i
= Ukuran sampel pada kolom ke-i
n.j
= Ukuran sampel pada kolom ke-j
2. Uji Komparasi antar sel pada kolom yang sama Fij-kj =
X
ij
2
X kj
1 1 RKG n ij nkj
Dengan Fij-kj = Nilai Fobs pada perbandingan rataan sel-ij dan rataan sel-kj X ij = Rataan pada sel-ij X kj = Rataan pada sel-kj
RKG = Rataan kuadrat galat nij
= Ukuran sel-ij
nkj
= Ukuran sel-kj
3. Uji komparasi antar sel pada baris yang sama.
Fij-ik =
X
ij
X ik
2
1 1 RKG nij nik
Dengan Fij-ik = Nilai Fobs pada perbandingan rataan sel-ij dan rataan sel-ik X ij = Rataan pada sel-ij
X ik = Rataan pada sel-ik RKG = Rataan kuadrat galat nij = Ukuran sel-ij
58
nij = Ukuran sel-ik e. Menentukan daerah kritik dengan fomula berikut : 1. DKi-j ={Fi-j | Fi-j >(p-1)Fα,p-1,N-pq }dan {Fij | Fi-j >(p-1)Fα,p-1,N-pq } 2. DKij-kj ={Fij-kj | Fij-kj >(pq -1)Fα,pq-1,N-pq } 3. DKij-ik ={Fij-ik | Fij-ik >(pq -1)Fα,pq-1,N-pq } (Budiyono, 2004: 214-215) f. Menentukan keputusan uji untuk masing-masing komparasi ganda.
Tabel. 3.4. Keputusan Uji Antar Kolom
H0
F tabel
Keputusan
µ1 = µ2
(p-1) Fα,p-1,N-pq
H0 diterima jika Fobs < F tabel
µ2 = µ3
(p-1) Fα,p-1,N-pq
H0 diterima jika Fobs < F tabel
µ1 = µ3
(p-1) Fα,p-1,N-pq
H0 diterima jika Fobs < F tabel
Tabel 3.5. Keputusan uji Antar Sel pada kolom yang sama
H0
F tabel
Keputusan
µ11 = µ21
(pq-1) Fα,pq-1,N-pq
H0 diterima jika Fobs < F tabel
µ12 = µ22
(pq-1) Fα,pq-1,N-pq
H0 diterima jika Fobs < F tabel
µ13 = µ23
(pq-1) Fα,pq-1,N-pq
H0 diterima jika Fobs < F tabel
59
Tabel. 3.6. Keputusan Uji Antar Sel pada baris yang sama
H0
F tabel
Keputusan
µ11 = µ12
(pq-1) Fα,pq-1,N-pq
H0 diterima jika F obs < F tabel
µ12 = µ13
(pq-1) Fα,pq-1,N-pq
H0 diterima jika Fobs < F tabel
µ11 = µ13
(pq-1) Fα,pq-1,N-pq
H0 diterima jika Fobs < F tabel
µ 21 = µ22
(pq-1) Fα,pq-1,N-pq
H0 diterima jika Fobs < F tabel
µ 22 = µ23
(pq-1) Fα,pq-1,N-pq
H0 diterima jika Fobs < F tabel
µ 21 = µ23
(pq-1) Fα,pq-1,N-pq
H0 diterima jika Fobs < F tabel
g. Menyusun rangkuman analisis komparasi ganda (Budiyono, 2004: 214-215)
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Instrumen Untuk memperoleh data informasi yang akurat dan obyektif dalam kegiatan penelitian diperlukan suatu alat ukur yang baik. Kriteria alat ukur yang baik adalah alat ukur yang mampu memberikan informasi yang dapat dipercaya, antara lain reliabel dan valid. Untuk mengetahui reliabilitas dan validitas instrumen angket dan tes
yang akan digunakan dalam penelitian ini
di
ujicobakan terlebih dahulu, kemudian dianalisis untuk mengetahui tingkat kepercayaan instrumen tersebut. Instrumen tes dan angket pada penelitian ini telah diujicobakan pada kelas VIII SMP Negeri 1 Gemolong. Adapun hasil uji instrumen diperoleh data sebagai berikut :
1. Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika a. Validitas Isi Instrumen tes prestasi belajar matematika pada materi pokok lingkaran terdiri dari 40 butir soal. Setelah dilakukan validitas isi oleh validator dan saran validator untuk melakukan revisi pada beberapa butir soal yaitu nomor 6, 32, 34, 37 dan 40, maka semua butir soal digunakan untuk penelitian guna memenuhi data tentang prestasi belajar matematika siswa.
Data selengkapnya tentang validitas butir soal prestasi belajar matematika siswa terdapat pada Lampiran 5.
b. Reliabilitas Instrumen Tes Dari hasil perhitungan
60
uji reliabilitas tes prestasi belajar
matematika, indeks reliabilitas tes yang diperoleh adalah 0,874 = r11 > 0,7. Sehingga dapat disimpulkan bahwa instumen tes reliabel. Adapun data selengkapnya tentang perhitungan reliabilitas uji coba intrumen tes terdapat pada Lampiran 13. c. Daya Pembeda Butir Soal Hasil perhitungan uji daya pembeda tes prestasi belajar matematika, dari 40 butir soal yang diujicobakan diketahui bahwa ada 11 butir soal yang tidak dapat digunakan sebagai instrumen penelitian yaitu butir soal nomor 1, 3, 6, 7, 9, 12, 22, 26, 29, 36 dan 40. Data selengkapnya tentang perhitungan daya pembeda uji coba tes prestasi belajar matematika siswa terdapat pada Lampiran 12. d. Tingkat Kesukaran Butir Soal
Setelah dilakukan perhitungan tingkat kesukaran soal tes prestasi belajar matematika, dapat diketahui bahwa 7 butir soal tidak memadahi yaitu soal nomor 7, 9, 22, 26, 29, 36 dan 40. Perhitungan daya beda dan tingkat kesukaran soal tes prestasi belajar matematika siswa pada materi pokok lingkaran selengkapnya terdapat pada Lampiran 12. Dari Uji Validitas, uji reliabilitas, daya pembeda, tingkat kesukaran butir soal dengan pertimbangan agar memudahkan dalam penentuan skor tiap butir soal dan mengurangi jenis soal yang indikator sama maka diputuskan butir soal yang digunakan dalam penelitian sebanyak 25 butir soal. Sedangkan butir soal yang tidak digunakan dalam penelitian sebanyak 15 soal, yaitu nomor 1, 3, 6, 7, 9, 10, 12, 15, 21, 22, 23, 27, 29, 36, dan 40. 2. Instrumen Angket Motivasi Belajar a.
Validitas Angket
Butir angket motivasi yang diujicobakan sebanyak 40 butir soal. Setelah
dilakukan
uji
validitas
isi
oleh
validator
dan
dengan
memperhatikan saran validator untuk melakukan revisi pada beberapa butir angket maka semua butir angket digunakan untuk penelitian guna mengetahui data tentang motivasi belajar matematika siswa. Data selengkapnya tentang validitas angket motivasi belajar siswa terdapat pada Lampiran 5. b. Uji Konsistensi Internal Untuk angket
motivasi belajar
matematika siswa yang
diujicobakan sebanyak 40 butir soal, berdasarkan hasil uji coba yang
dihitung dengan rumus korelasi moment product dari Karl Person dapat diketahui ada 10 butir soal yang tidak dipakai dalam penelitian yaitu soal nomor 4, 6, 7, 13, 14, 16, 18, 21, 23, dan 33. Data selengkapnya terdapat pada Lampiran 11. c. Uji Reliabilitas Reliabilitas angket motivasi belajar siswa dihitung dengan rumus Alpha Cronbach. Perhitungan indeks reliabilitas diperoleh hasil 0,841 = r11 > 0,7, sehingga indeks reliabilitas butir soal angket motivasi belajar siswa dapat dikategorikan reliabilitas yang tinggi. Data uji reliabilitas hasil uji coba soal angket motivasi belajar siswa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.a Dari uji konsitensi internal, uji reliabilitas dan agar memudahkan dalam penentuan skor tiap butir angket dan dengan pertimbangan untuk butir angket yang tingkat konsitensi internalnya rendah tidak digunakan dalam penelitian maka diputuskan butir angket yang tidak digunakan dalam penelitian sebanyak 10 butir angket, yaitu nomor 9, 10, 12, 15, 16, 18, 23, 29, 38 dan 40. B. Deskripsi Data Dalam penelitian ini diperoleh data, yaitu berupa data skor motivasi belajar matematika siswa dari instrumen penelitian berupa angket dan skor prestasi belajar matematika yang berasal dari instrumen penelitian berupa seperangkat tes matematika yang ditulis dan dikembangkan penulis. Data-data tersebut adalah: 1. Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan Model Pembelajaran
Model pembelajaran yang digunakan ada dua,
yaitu model
pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving) dan pembelajaran Langsung (Direct Instruction). Model pembelajaran Pemecahan Masalah digunakan pada kelompok eksperimen yaitu kelas VIII F SMP Negeri 2 Siodoharjo Sragen, kelas VIII F SMP Negeri 1 Sukodono Sragen dan kelas VIII B SMP Negeri 1 Gemolong Sragen. Adapun model pembelajaran langsung digunakan pada kelompok kontrol yaitu kelas VIII E SMP Negeri 2 Sidoharjo Sragen, kelas VIII E SMP Negeri 1 Sukodono Sragen dan kelas VIII A SMP Negeri 1 Gemolong Sragen. Data prestasi belajar matematika siswa untuk
masing-masing
kelompok model pembelajaran disajikan pada Tabel 4.1, berdasarkan data penelitian yang dikumpulkan diketahui bahwa skor tertinggi kelompok eksperimen adalah 92 dan skor terendahnya 44. Sedangkan untuk kelompok kontrol skor teringgi adalah 88 dan skor terendah 40. Data prestasi belajar siswa pada mareti pokok lingkaran dapat dilihat pada Lampiran 14 . Tabel 4.1 Deskripsi Data Prestasi belajar Siswa Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. Ukuran Tendensi Sentral Kelas
Ukuran Dispersi
N
X
Mo
Me
Min
Maks
R
S
Eksperimen
120
67,87
64&68
68
44
92
48
10,61
Kontrol
120
64,57
60&64
64
40
88
48
10,24
2. Data Motivasi Belajar Matematika Siswa
Data tentang motivasi belajar matematika siswa dapat diperoleh dari angket motivasi belajar matematika siswa yang diberikan kepada siswa kelas VIII SMP. Setelah angket diberi skor selanjutnya data dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Banyaknya siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, sedang dan rendah dari jumlah responden sebanyak 240 siswa disajikan dalam Tabel 4.2 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 10. Tabel 4.2 Deskripsi Data Motivasi Belajar Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Jumlah Siswa Kelompok Kelompok Eksperimen Kontrol
No.
Motivasi Belajar
1.
Tinggi
36
39
75
2.
Sedang
50
49
99
3.
Rendah
34
32
66
Jumlah
120
120
240
Jumlah
3. Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan Kelompok Motivasi Belajar Matematika Data tentang motivasi belajar matematika siswa dapat diperoleh dari angket motivasi belajar matematika siswa yang diberikan kepada siswa kelas VIII SMP. Setelah angket diberi skor selanjutnya data dikelompokkan ke dalam tiga kategori, pada kelompok eksperimen kategori motivasi tinggi untuk skor motivasi > 94,3 motivasi sedang untuk skor motivasi antara 87,3 dan
94,3 dan motivasi rendah untuk skor motivasi < 87,3 pada kelompok kontrol kategori motivasi tinggi untuk skor motivasi > 95,6 motivasi sedang skor motivasi antara 86,9 dan 95,6 dan motivasi rendah untuk skor motivasi < 86,9 Deskripsi data prestasi belajar matematika siswa untuk masing-masing kategori motivasi belajar matematika disajikan pada Tabel 4.3, data prestasi belajar matematika dapat dilihat pada Lampiran 14. Tabel 4.3 Deskripsi Data Prestasi belajar Siswa Pada Kelompok Motivasi Belajar Matematika. Ukuran Tendensi Sentral Motivasi
Ukuran Dispersi
N
X
Mo
Me
Min
Maks
R
S
Tinggi
75
75,36
80
76
60
92
32
8,21
Sedang
99
65,00
64
68
52
80
28
7,48
Rendah
66
57,21
60
60
40
76
36
8,36
4. Data Prestasi Belajar Matematika Pada Kelompok Gabungan antara Kelompok Model Pembelajaran dan Motivasi Belajar Matematika. Dua model pembelajaran dan tiga kategori motivasi belajar matematika di kombinasikan menghasilkan 6 kelompok, yaitu model pembelajaran Pemecahan Masalah
pada motivasi tinggi (ab)11, model
pembelajaran Pemecahan Masalah pada motivasi sedang (ab)12, model pembelajaran Pemecahan Masalah
pada motivasi rendah (ab)13, model
Pembelajaran Langsung pada motivasi tinggi (ab)21,
model Pembelajaran
Langsung pada motivasi sedang (ab)22, dan model Pembelajaran Langsung pada motivasi rendah (ab)23. Deskripsi datanya dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Deskripsi Data Prestasi belajar Siswa Pada Kelompok Model Pembelajaran dan Motivasi Belajar Matematika. Mean Kelompok
N
St. Dev (S)
Min
Maks
( X) ab11
36
78,7778
7,518
64
92
ab12
50
67,28
6,433
52
76
ab13
34
58,3529
7,049
44
76
ab21
39
72
7,511
60
88
ab22
49
64,2449
8,042
52
80
ab23
32
56
8,901
40
68
C. Pengujian Prasyarat Analisis Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah tehnik analisis variansi, sehingga data prestasi belajar matematika siswa merupakan distribusi normal dan berasal dari populasi yang homogen. Dengan demikian perlu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas terlebih dahulu sebelum melakukan analisis variansi. Sebelum melakukan uji normalitas dan uji homogenitas terlebih dahulu dilakukan uji keseimbangan bahwa tidak ada perbedaan mean antar kelompok populasi pada model pembelajaran. 1. Uji Keseimbangan Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu karena peneliti tidak mungkin untuk mengontrol semua variabel yang relevan yaitu dengan cara
mengenakan perlakuan pada suatu kelompok eksperimen dengan model pembelajaran Pemecahan Masalah dan kelompok kontrol dengan model pembelajaran Langsung. Uji keseimbangan dilakukan sebelum mengadakan penelitian yang gunanya untuk mengetahui kedua kelompok kelas memiliki kemampuan awal yang sama. Dalam keperluan penelitian ini peneliti menggunakan nilai raport mata pelajaran matematika semester satu kelas VIII tahun pelajaran 2008/2009 dari sampel yang diambil dengan menggunakan metode dokumentasi. Dari hasil uji keseimbangan dengan uji t dengan taraf signifikansi 0,05 diperoleh t obs = 0,0968 sedang t tabel = 1,96, sehingga hipotesis nol yang menyatakan bahwa kedua kelompok mempunyai kemampuan awal yang sama tidak ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa kelompok eksperimen
dan
kelompok
kontrol
sebelum
dilakukan
penelitian
mempunyai kemampuan awal yang seimbang. Hasil selengkapnya disajikan pada Lampiran 8. 2. Uji Normalitas Uji normalitas dikenakan pada data variabel terikat. Data tersebut adalah data prestasi belajar matematika siswa dengan kategori atas kelompok model pembelajaran Pemecahan Masalah (kelompok eksperimen), kelompok model pembelajaran Langsung (kelompok kontrol) dan motivasi belajar mastematika siswa. Tehnik yang digunakan dalam uji normalitas adalah uji Lilliefors dan hasilnya disajikan dalam Tabel 4.5, dan perhitungan selengkapnya disajikan dalam Lampiran 15.
Tabel 4.5 Rangkuman Uji Normalitas No. 1. 2. 3. 4. 5.
Prestasi Belajar a1 a2 b1 b2 b3
Lobs 0,0793 0,0646 0,0799 0,0859 0,0915
Banyak Data 120 120 75 99 66
Ltabel 0,0809 0,0809 0,1023 0,089 0,1091
Keputusan Uji Lobs < Ltabel Lobs < Ltabel Lobs < Ltabel Lobs < Ltabel Lobs < Ltabel
Keterangan Normal Normal Normal Normal Normal Keterangan:
: nilai prestasi belajar matematika pada kelompok eksperimen a1 : nilai
prestasi belajar matematika pada kelompok kontrol a2
: nilai prestasi belajar matematika pada motivasi tinggi b1 : nilai prestasi belajar matematika pada motivasi sedang b2 : nilai prestasi belajar matematika pada motivasi rendah b3 Dari tabel di atas tampak bahwa semua hasil Lobs < Ltabel sehingga semua H0 tidak ditolak. Hal ini berarti prestasi belajar matematika untuk kelompok pembelajaran model Pemecahan Masalah dan pembelajaran Langsung maupun untuk kelompok motivasi belajar matematika tinggi, sedang dan rendah berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 3. Uji Homogenitas Untuk menguji apakah sampel-sampel dalam penelitian ini berasal dari populasi yang homogen ( mempunyai variasi yang sama) digunakan metode Bartlett dengan Uji Chi Kuadrat. Hasil uji Chi Kuadrat disajikan pada Tabel 4.6 dan perhitungan selengkapnya pada Lampiran 16.
Tabel 4.6 Rangkuman Uji Homogenitas Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan Kelompok Model Pembelajaran dan Motivasi Belajar Siswa No.
Kelompok
Banyak Nilai Kelompok Hitung 2 obs
Nilai Tabel 02.05; k 1
1.
Model Pembelajaran
2
0,1798
3,8410
2.
Motivasi
3
1,1599
5,9910
Keputusan Kesimpulan Uji
Tidak ditolak Tidak ditolak
Homogen Homogen
Dari Tabel 11 hasil perhitungan dengan taraf signifikansi 0,05 untuk 2 model pembelajaran diperoleh nilai tabel DK ={ 2 / 2 > 3,8410} dan obs =
0,1798 maka dapat diketahui bahwa H0 tidak ditolak sehingga dapat disimpulkan
populasi yang ada adalah homogen. Untuk motivasi belajar
2 siswa diperoleh DK ={ 2 / 2 > 5,9910} dan obs = 1,1599 maka dapat
diketahui bahwa H0 tidak ditolak. Dapat disimpulkan
populasi yang ada
adalah homogen. Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa sampel penelitian berasal dari populasi yang homogen.
D. Hasil Pengujian Hipotesis Dari data prestasi belajar matematika siswa yang sudah terkumpul, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan teknik Analisis Variansi (ANAVA) dua jalur dengan desain faktorial 2x3. Pengujian ini dimaksud untuk mengetahui ada atau tidaknya efek variabel-variabel bebas (faktor) yaitu model pembelajaran dan motivasi belajar siswa serta terhadap prestasi belajar
matematika siswa. Ada tiga pasang hipotesis yang diuji dengan analisis dua jalan, yaitu: H0A : αi = 0, untuk semua i = 1, 2 Tidak ada perbedaan efek antar baris (model pembelajaran) terhadap prestasi belajar matematika. H1A : paling sedikit ada satu αi yang tidak nol. Ada perbedaan efek antar baris (model pembelajaran) terhadap prestasi belajar matematika. H0B : βj = 0, untuk semua j = 1, 2, 3 Tidak ada perbedaan efek antar motivasi belajar (tinggi, sedang, rendah) terhadap prestasi belajar matematika. H1B : paling sedikit ada satu βj yang tidak nol Ada perbedaan efek antar motivasi belajar (tinggi, sedang, rendah) terhadap prestasi belajar matematika . H 0 AB : (αβ)ij = 0, untuk setiap i = 1, 2 dan j = 1, 2, 3 Tidak ada interaksi antar model pembelajaran dengan motivasi belajar siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap prestasi belajar matemátika.
H1AB : paling sedikit ada satu (αβ)ij yang tidak nol Ada interaksi antar model pembelajaran dengan motivasi belajar siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap prestasi belajar matemátika. Hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dan taraf signifikansi 0,05 disajikan dalam Tabel 4.7 berikut: Tabel 4.7 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan
Sumber Model Pembelajaran (A) Motivasi (B) Interaksi (AB) Galat Total
JK
dk
RK
Fobs
Fα
p
495,6876
1
495,6876
8,3899
3,84
Fα , Fa berada di
daerah kritik, maka H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan prestasi belajar siswa pada materi pokok lingkaran ditinjau dari penggunaan model pembelajaran.
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara penggunaan model pembelajaran pemecahan masalah dan model pembelajaran langsung terhadap prestasi belajar matematika siswa. b. Pada faktor utama B (motivasi belajar), diperoleh harga statistik uji Fb = Fhitung = 54,569 dan Fα = Ftabel = 3,00 ini berarti Fb > Fα , Fb berada di daerah kritik, maka H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan prestasi belajar matematika siswa pada materi pokok lingkaran ditinjau dari perbedaan motivasi belajar siswa. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa. c. Pada faktor
baris (model pembelajaran) dan kolom (motivasi) terhadap
prestasi belajar, diperoleh harga statistik uji Fab = Fhitung = 0,7916 dan Fα = Ftabel = 3,00 ini berarti Fab < Fα , Fab tidak berada di daerah kritik, maka H0
tidak ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar matematika siswa pada materi pokok lingkaran. Data tentang hasil dan penghitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama selengkapnya pada Lampiran 18.
E. Hasil Uji Komparasi Ganda Uji Lanjut Anava (Komparasi Ganda) adalah tindak lanjut dari analisis variansi. Tujuannya untuk melakukan pelacakan terhadap perbedaan rerata setiap pasang kolom, baris dan setiap pasang sel. Metode komparasi ganda yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode Scheffe. Pada faktor utama A (model pembelajaran) hanya ada dua model pembelajaran saja yaitu model pembelajaran pemecahan masalah dan model pembelajaran langsung maka tidak perlu dilakukan uji lanjut pasca anava. Sedang pada faktor utama B (motivasi belajar siswa) ada tiga tingkatan yaitu motivasi tinggi, sedang dan rendah maka perlu dilakukan uji lanjut pasca anava. Dari hasil pengujian hipotesis kedua tentang motivasi belajar siswa diperoleh kesimpulan bahwa ada perbedaan prestasi belajar matematika ditinjau dari motivasi siswa yang tinggi, sedang dan rendah. Ini berarti terdapat perbedaan rerata setiap pasang kolom. Sehingga untuk mengetahui perbedaan rerata siswa yang mempunyai motivasi tinggi, sedang dan rendah diperlukan uji lanjut yaitu dengan uji komparasi ganda dengan metode Shceffe. Hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.8 dan perhitungan selengkapnya pada Lampiran 19.
Tabel 4.8 Rangkuman Keputusan Uji Komparasi Ganda Komparasi Statistik Uji Fkritik Keputusan Uji H0 64,8502 6,00 ditolak .1 vs .2 193,4071 6,00 ditolak .1 vs .3
.2 vs .3
49,1777
6,00
ditolak
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa: a. Antara motivasi belajar siswa yang tinggi dan sedang diperoleh DK={ Fi-j / Fi-j > (q – 1)F0.05;2,234} = { Fi-j / Fi-j > 6,00} dan F1-2 = 64,8502 sehingga F1-2 DK maka H0 ditolak. Berarti ada perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar sedang. b. Antara motivasi belajar siswa yang tinggi dan rendah diperoleh DK={ Fi-j / Fi-j > (q – 1)F0.05;2,234} = { Fi-j / Fi-j > 6,00} dan F1-3 = 193,4071 sehingga F1-3 DK maka H0 ditolak. Berarti ada perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah. c. Antara motivasi belajar siswa yang sedang dan rendah diperoleh DK ={ Fi-j / Fi-j > (q – 1)F0.05;2,234} = { Fi-j / Fi-j > 6,00} dan F2-3 = 49,1777 sehingga F2-3 DK, maka H0 ditolak. Berarti ada perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dan motivasi belajar rendah.
F. Pembahasan Hasil Penelitian Dari hasil pengujian hipotesis di atas, dapat dikemukakan bahwa pembahasan mengenai hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan interprestasi data hasil tes prestasi belajar matematika siswa sebagai berikut: 1. Hipotesis pertama
Dari analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dilanjutkan dengan uji pasca anava (komparasi ganda) diperoleh Fobs = 8,3899 > 3,840 =Ftabel. Hal ini berarti terdapat perbedaan prestasi belajar matematika pada materi pokok lingkaran ditinjau dari perbedaan penggunaan model pembelajaran. Sehingga didapat kesimpulan bahwa terdapat beda rerata antara prestasi belajar siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah dengan prestasi belajar siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran langsung. Ditinjau dari rata-rata prestasi belajar siswa pada materi pokok lingkaran ternyata siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah memperoleh nilai rata-rata 68,1369
sedangkan siswa
yang
mengikuti pembelajaran
matematika dengan pembelajaran langsung memperoleh nilai rata-rata 64,0816 (dari Lampiran 19 Tabel: rataan masing-masing sel data hasil penelitian). Secara umum dapat diketahui bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah
memperoleh
prestasi
belajar
matematika
lebih
tinggi
dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran langsung. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
Pemecahan
masalah
memberikan
prestasi
belajar
matematika yang lebih baik.
Ditinjau dari proses belajar mengajar di kelas, siswa yang mengikuti
pembelajaran
matematika
dengan
model
pembelajaran
pemecahan masalah lebih aktif dalam membahas materi, menyelesaikan tugas dan aktif dalam berdiskusi kelompok. Pada saat pembahasan materi siswa yang kurang mampu dibantu oleh teman dalam satu kelompok, siswa yang merasa mampu menjelaskan kepada temannya sehingga terjadi suasana berdiskusi yang aktif dan menyenangkan. Demikian juga dalam pembahasan contoh dan latihan soal, siswa yang berkemampuan sedang dan rendah dibantu oleh teman dalam satu kelompok yang berkemampuan tinggi dan siswa yang kurang mampu tidak malu bertanya pada temannya dalam satu kelompok. Sedangkan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran langsung, awal pembelajaran sangat antusias karena sudak terbiasa dengan penggunaan sehari-hari, tetapi lama kelamaan ada beberapa siswa yang kurang memperhatikan. Pada saat materi telah selesai dijelaskan, dan guru bertanya tentang materi yang belum jelas ternyata tidak ada siswa yang bertanya, dikarenakan malu atau takut bertanya. Dalam pembahasan materi dengan pemberian contoh-contoh soal dan soal latihan siswa bekerja sendiri-sendiri, bagi siswa yang berkemampuan tinggi lebih cepat menyelesaikan soal latihan, tetapi bagi siswa yang berkemampuan rendah sulit untuk menyelesaikan soal latihan yang diberikan. Dalam hal ini tidak ada kerja sama atau saling membantu antar siswa untuk memahami materi atau soal latihan. 2. Hipotesis Kedua
Dari analisi variansi dua jalan dengan sel tak sama dilanjutkan dengan uji pasca anava dengan metode scheffe diperoleh Fobs = 54,569 > 3,000 =Ftabel. Hal ini berarti terdapat perbedaan prestasi belajar matematika pada materi pokok lingkaran ditinjau dari motivasi belajar siswa tinggi, sedang dan rendah. Maka prestasi belajar matematika antara siswa yang mempunyai motivasi tinggi lebih baik dibanding siswa dengan motivasi sedang, siswa yang mempunyai motivasi tinggi prestasi belajar matematikanya lebih baik dibanding siswa dengan motivasi rendah serta siswa yang mempunyai motivasi sedang prestasi belajar matematikanya lebih baik dibanding siswa dengan motivasi rendah. Ditinjau dari rata-rata prestasi belajar siswa pada materi pokok lingkaran ternyata siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah dengan motivasi belajar tinggi memperoleh nilai rata-rata 78,7778, motivasi belajar sedang memperoleh nilai rata-rata 67,28, motivasi belajar rendah memperoleh nilai
rata-rata
58,3529,
sedangkan
yang
menggunakan
model
pembelajaran langsung dengan motivasi belajar tinggi memperoleh nilai rata-rata 72, motivasi belajar sedang memperoleh nilai rata-rata 64,2449, motivasi belajar rendah memperoleh nilai rata-rata 56. 3. Hipotesis ketiga Dari analisis varisansi dua jalan dengan sel tak sama pada faktor baris (model pembelajaran) dan kolom (motivasi) terhadap prestasi belajar, diperoleh harga statistik uji Fhitung = 0,7916 dan Ftabel = 3,00 maka H0 tidak ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan
motivasi belajar terhadap prestasi belajar matematika siswa pada materi pokok lingkaran.
Ditinjau dari rata-rata prestasi belajar siswa pada materi pokok lingkaran ternyata siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah dengan motivasi belajar tinggi memperoleh nilai rata-rata 78,7778 motivasi belajar sedang memperoleh nilai rata-rata 67,28 motivasi belajar rendah memperoleh nilai
rata-rata
58,3529
sedangkan
yang
menggunakan
model
pembelajaran langsung dengan motivasi belajar tinggi memperoleh nilai rata-rata 72, motivasi belajar sedang memperoleh nilai rata-rata 64,2449 motivasi belajar rendah memperoleh nilai rata-rata 56. Hai ini berarti jika diperhatikan dari rataan marginalnya ada perbedaan prestasi belajar pada materi pokok lingkaran ditinjau dari penggunaan model pembelajaran dan tingkat motivasi belajar siswa. Sehingga prestasi belajar matematika siswa yang memiliki motivasi tinggi dan sedang pada model pembelajaran pemecahan masalah lebih baik daripada model pembelajaran langsung, dan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada model pembelajaran pemecahan masalah lebih baik daripada model pembelajaran langsung.
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian Penarikan kesimpulan dalam suatu penelitian merupakan hal yang penting untuk menggambarkan apa yang telah diteliti dan menggambarkan hasil dari suatu penelitian beserta kajiannya. Berdasarkan hasil analisis yang telah ditulis pada Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan pada siswa kelas 8 SMP di Kabupaten Sragen :
1. Prestasi belajar
matematika
siswa
pada
kegiatan
belajar
mengajar
menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah lebih baik dari pada menggunakan model pembelajaran langsung . 2. Prestasi belajar matematika siswa yang memiliki motivasi lebih tinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi lebih rendah (dibawahnya). 3. Prestasi belajar matematika siswa yang memiliki motivasi tinggi maupun sedang pada model pembelajaran pemecahan masalah lebih baik dari model pembelajaran langsung, sedangkan siswa yang motivasi belajar rendah prestasi belajar matematika yang dicapai pada model pembelajaran pemecahan masalah lebih baik daripada model pembelajaran langsung.
B. Implikasi Hasil Penelitian Berdasarkan pada landasan teori dan kesimpulan pada hasil penelitian ini penulis akan menyampaikan implikasi yang berguna secara teoritis maupun praktis dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. 1. Implikasi Teoritis Dari kesimpulan telah dinyatakan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar siswa pada materi pokok lingkaran ditinjau dari penggunaan model pembelajaran matematika, atau dapat dikatakan terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran pemecahan masalah dengan model pembelajaran langsung. Hal ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk mengembangkan model pembelajaran matematika pada materi pokok lingkaran pada khususnya dan materi pokok yang lain pada umumnya.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian secara teoritis untuk memilih dan mempersiapkan model pembelajaran matematika yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Ditinjau dari hasil rata-rata prestasi belajar matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah lebih baik dibanding dengan menggunakan model pembelajaran langsung, secara teoritis dapat dijadikan sebagai salah satu acuan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Dengan demikian secara teoritis untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa dapat dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa selama proses kegiatan pembelajaran di kelas. Berdasarkan hasil pengamatan dalam proses pembelajaran terhadap siswa
yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran
pemecahan masalah dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa selama proses pembelajaran matematika berlangsung, baik aktifitas siswa secara individu maupun aktifitas siswa dalam kelompok. Pada kelompok terjadi diskusi antar siswa dalam menjelaskan materi, mengerjakan soal latihan maupun dalam pembagian tugas dalam kelompoknya. Dengan demikian secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan salah satu acuan untuk meningkatkan aktifitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah. Prestasi belajar matematika siswa pada materi pokok lingkaran ditinjau dari motivasi belajarnya memiliki perbedaan rata-rata
yang
cukup signifikan. Hal ini secara teoritis dapat digunakan sebagai salah
satu acuan bahwa prestasi belajar matematika siswa juga dipengaruhi oleh motivasi belajar siswa. 2. Implikasi Praktis Dari uraian pada implikasi teoritis, bahwa proses belajar mengajar matematika
membutuhkan
suatu
model
pembelajaran
yang
dapat
meningkatkan aktifitas siswa dan tidak memberi kesan menjenuhkan terutama bagi siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dapat membantu dalam menyelesaikan masalah bagi siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah. Akibatnya siswa dengan motivasi belajar yang rendah prestasi belajarnya dapat meningkat. Pembelajaran dengan cara belajar berkelompok seperti model pembelajaran pemecahan masalah akan memberi kesempatan yang luas bagi siswa untuk bekerja sama saling membantu, berdiskusi, mengemukakan pendapat, memiliki wawasan luas dan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika. C. Saran Dalam penelitian ini memberikan suatu pemikiran yang berhubungan dengan peningkatan prestasi belajar matematika disarankan: 1. Kepada Guru a. Diharapkan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika supaya guru lebih banyak melibatkan keaktifan siswa, guru hanya sebagai motivator dan fasilitator saja. b. Dalam menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah, guru diharapkan sebelumnya mempersiapkan dengan sebaik-baiknya, agar
proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan lancar sesuai dengan skenario pembelajaran sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. c. Hendaknya guru matematika mau mencoba menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah untuk mengajarkan materi pelajaran matematika yang sesuai, dan mau melakukan koreksi serta refleksi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. 2. Kepada Kepala Sekolah a. Diharapkan para kepala sekolah menyarankan kepada guru matematika khususnya dan guru mata pelajaran lainnya agar dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk memperoleh hasil yang lebik baik agar memilih model pembelajaran yang sesuai, salah satunya model pembelajaran pemecahan masalah. b. Diharapkan kepala sekolah memberikan dorongan maupun motivasi para guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bervariasi dan inovatif. c. Mengirimkan
penataran/pembinaan
guru
yang
berkaitan
dengan
pembelajaran. d. Sekolah diharapkan menyediakan sarana dan prasarana yang cukup sesuai dengan kebutuhan guru. 3. Para Peneliti/Calon Peneliti Diharapkan dapat mengembangkan dalam ruang lingkup yang lebih luas. Penulis berharap agar para peneliti/calon peneliti dapat meneruskan atau mengembangkan penelitian ini untuk variabel-variabel yang sejenis yang
masih banyak jumlahnya, model pembelajaran problem posing, RME, inquary dan sebagainya, untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
85 DAFTAR PUSTAKA Amin Suyitno. 2006. Model-model Pembelajaran dan Penerapannya di SMP/MTs. Semarang: UNNES. Azhar Arsyad. 1996. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo persada. Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press. Budiyono. 2004. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. B. Asri Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. PT. Rineka Karya.
Depdiknas. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta. Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi. Jakarta. Depdiknas. Depdiknas. 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta. Dharma Bakti. Dewi Salma Prawiradilaga. 2008. Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Erica Mc William. 2005. Unlearning Paedagogy. Journal of Learning Design, 1(1), 1-11. Erman Suherman, 2001. Strategi Pembelajaran matematika Kontemporer. Bandung : JICA. Garfieid, J. 1993. “Teaching Statistics Using Small-Group Cooperative Learning”. Journal of Statistics Education v.1,n.1. Gatot Muhsetyo. 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta. Universitas Terbuka. Gino H. J. 2000. Belajar Dan Pembelajaran I. Surakarta: UNS Press. Joesmani. 1988. Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran. Jakarta: Depdikbud. Karso. 2008. Pendidikan Matematika 1. Jakarta. Universitas Terbuka. 86 Kunadi. 2003. Pembelajaran Langsung (Direct Instruction). Semarang. Depdikbud. Marie Wiberg. 2009. “Teaching Statistics in Integration with Psychology”. Journal of Statistics Education. 17 (1). Mega Teguh Budianto. 2004. Matematika. Jakarta. Depdikbud. Mochtar Sanusi. 2008. Pengaruh pembelajaran penyelesaian masalah terhadap Prestasi Belajar Bilangan Berpangkat Ditinjau dari kemampuan Awal siswa SMK Negeri Magetan. Surakarta. Tesis UNS. Moh. Uzer Usman. 1999. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Muhibin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan. Bandung. Remaja Rosda Karya.
Mulyani Sumantri. 2007. Universitas Terbuka.
Perkembangan Peserta
Didik.
Jakarta:
M. Cholik Adinawan. 2007. Matematika untuk SMP kelas VIII. Jakarta. Erlangga. M. Ngalim Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. M. Toha Anggoro. 2007. Metode Penelitian. Jakarta.Universitas Terbuka. Nana Sudjana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nar Herhyanto. 2007. Statistik Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka. Nasar. 2006. Merancang Pembelajaran Aktif dan Kontekstual. Jakarta: Grasindo. Noehi Nasution. 2005. Evaluasi Pengajaran. Jakarta: Universitas Terbuka. Purwoto. 2003. Srategi Belajar Mengajar Matematika. Surakarta: UNS Press. Rosini B. Abu. 1997. “The Effects of Cooperative Learning Methods on Achievement Retention, and Attitudes of Home Economics Students in North Carolina”. Journal of Vocational and Technical Education. 13 (2). Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
87
Soemarsono. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta. UNS Press. Samsi Haryanto. 1993. Pengantar Teori Pengukuran Kepribadian. Surakarta: UNS Press. Sardiman A.M. 1992. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung. Alfabeta. Suhaenah Suparno. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: Depdiknas. Suharsimi Arikunto. 1990. Manajemen Pengajaran Secara manusiawi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sukino. 2007. Matematika untuk SMP kelas VIII. Jakarta. Erlangga.
Sumardyono, 2007. Tips Dalam Penerapan Pembelajaran Problem Solving. Yogyakarta: PPPPTK Matematika. Sumarna Surapranata. 2006. Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sutratinah Tirto Negoro. 2001. Anak super Normal dan Pendidikannya. Jakarta: Bina Karya. Slamet. 2005. Keefektifan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Ditinjau Dari Kemampuan Belajar. Surakarta. Tesis UNS. Slametto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta. Syaiful Bahri Djamarah. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Udin S. Winataputra. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka. Widyaiswara. 2006. Pengembangan Model Pembelajaran. Semarang. LPMP Jawa Tengah. Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia. Yasin Setiawan. 2008. Terobosan Metode Pengajaran Matematika. 1-2. http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2002/01/4/man01.html http://www.citejournal.org/vol5/iss2/mathematics/acticle1.cfm.