MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA ...

31 downloads 4544 Views 1MB Size Report
Nomor Induk Mahasiswa 106017000487, Jurusan Pendidikan Matematika,. Fakultas Ilmu .... Matematika “Analisis SI Dan SKL Mata Pelajaran Matematika.
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH

Disusun Oleh :

MIA USNIATI 106017000487

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

LEMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul ”Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah” disusun oleh MIA USNIATI Nomor Induk Mahasiswa 106017000487, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 10 Maret 2011 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika. Jakarta, Maret 2011 Panitia Ujian Munaqasah Tanggal

Tanda Tangan

.............

.......................

.............

.......................

.............

.......................

.............

.......................

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Maifalinda Fatra, M.Pd NIP. 19700528 199603 2 002 Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Program Studi) Otong Suhyanto, M.Si NIP. 19681104 199903 1 001 Penguji I Tita Khalis Maryati, M.Kom NIP. 19690924 199903 1 001 Penguji II Maifalinda Fatra, M.Pd NIP. 19700528 199603 2 002 Mengetahui Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A NIP. 19571005 198703 1 003

LEMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul ”Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah” disusun oleh MIA USNIATI Nomor Induk Mahasiswa 106017000487, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, Februari 2011

Yang Mengesahkan,

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Dr. Kadir, M.Pd

Lia Kurniawati, M.Pd

NIP. 19670812 199402 1 001

NIP. 19760521 200801 2 008

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama

: Mia Usniati

NIM

: 106017000487

Jurusan

: Pendidikan Matematika

Angkatan tahun

: 2006

Alamat

: Jalan Raya Kresek Kp. Pulo RT 006/08 No. 27, Duri Kosambi Cengkareng Jakarta Barat MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah” adalah hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen: 1. Nama NIP

: Dr. Kadir, M.Pd : 19670812 199402 1 001

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika 2. Nama NIP

: Lia Kurniawati, M.Pd : 19760521 200801 2 008

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila pernyataan skripsi ini bukan hasil karya sendiri. Jakarta, Februari 2011 Yang menyatakan,

Mia Usniati NIM. 106017000487

LEMBAR UJI REFERENSI Nama

: MIA USNIATI

NIM

: 106017000487

Jurusan

: Pendidikan Matematika

Judul skripsi : Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah

No

Judul Buku/ Referensi BAB I

1 2

3

Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran, Vol 3 No. 1, Desember 2006, hlm. 442. Lia Kurniawati, “Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving) dalam Upaya Mengatasi Kesulitan-Kesulitan Siswa pada Soal Cerita, Sebuah Antologi”, dalam Gelar Dwirahayu (Ed.), Pendekatan Baru dalam Proses Pembelajaran Matematika dan Sains Dasar, (Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project, 2007), hlm. 45. Roslina, dkk, “Kemampuan Penalaran Matematika dan Penguasaan Konsep IPA pada Siswa SMA”, Laporan Penelitian Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, (Jakarta: Perpustakaan PDII LIPI, 2007), hlm. 1, t.d.

4

Lia Kurniawati, ”Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan masalah untuk meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran matematika Siswa SMP”, dalam Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, Vol. 1 No. 1, Juni 2006, hlm. 79.

5

Fadjar Shadiq, “Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi”, dalam Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar, Yogyakarta, 2004, hlm. 3. Roslina, dkk, “Kemampuan Penalaran …, hlm. 3.

6 7

8

Usman Mulbar, “Kemampuan Penalaran Formal, Lingkungan Pendidikan Keluarga Dan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Siswa SMA Negeri Di Kota Makassar”, dalam Majalah Ilmiah Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Vol. 5 No. 2, Juli 2006, hlm. 108. Lia Kurniawati, Pembelajaran dengan ... , hlm. 79.

Paraf Pembimbing Pembimbing Pembimbing I II

9 10

11 12 13 14 15 16

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA UPI Bandung, 2003), hlm. 8990. Teguh, “Pembelajaran Problem Solving Matematika Di Sekolah Dasar”, dalam Sekolah Dasar Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, No. 2 Tahun 10, November 2001, hlm. 79. BAB II Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Asdi Mahasatya, 2003), h. 9. Slameto, Belajar dan …, hlm. 13. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta: Grasindo, 1996), h. 53. Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), h. 76. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), Edisi Revisi, h. 90. Slameto, Belajar dan … , hlm. 3-4.

17

http://www.hilman.web.id/posting/blog/852/revisitaksonomi-bloom-atau-revised-bloom-taxonomy.html, 22 Juli 2010, 17:53 WIB.

18

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA UPI Bandung, 2003), h. 18.

19

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran …, hlm. 15.

20

Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2007), h. 34. Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah ..., hlm. 34.

21 22 23

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press, 2006), h. 4. Sri Wardhani, Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika “Analisis SI Dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika”, (Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008), h. 8.

24

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran …, hlm. 43.

25

Arifin Dwi Yulianto, “Pengaruh Pendekatan Pemecahan Masalah Terhadap Prestasi Belajar Matematika Kelas VII SMP Negeri 1 Miri Sragen Ditinjau Dari Minat Belajar”, Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta, (Surakarta: http://etd.eprints.ums.ac.id/4519/1/A410040038.pdf, 22 Juni 2010,11:20 WIB, 2009), hlm. 4-5,t.d.

26

Teguh, “Pembelajaran Problem Solving Matematika Di Sekolah Dasar”, dalam Sekolah Dasar Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, No. 2 Tahun 10, November 2001, hlm. 78.

27

I Wayan Sudiana, “Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas II Melalui Pembelajaran Pemecahan Masalah Model Polya Terhadap Soal Cerita Matematika Pada SD 5 Banjar Jawa Singaraja”, Laporan Penelitian Dosen Muda Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja, (Jakarta: Perpustakaan PDII LIPI, 2005), hlm. 5, t.d.

28

Teguh, “Pembelajaran Penyelesaian Soal Cerita Matematika Di Sekolah Dasar Dengan Pendekatan Pemecahan Masalah”, dalam Sekolah Dasar Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, No. 1 Tahun 9, Mei 2000, hlm. 55-56.

29

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran …, hlm. 126. Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran …, hlm. 126.

30 31

http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatandan-metode-pembelajaran/, 22 Juni 2010, 11:38 WIB.

32

I Wayan Sudiana, “Peningkatan Prestasi …, hlm. 1.

33 34

http://fachryanakstei.blog.com/2007/10/, 23 November 2009, 11:03 WIB. Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran …, hlm. 99.

35

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model …, hlm. 128.

36

Lia Kurniawati, “Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving) dalam Upaya Mengatasi KesulitanKesulitan Siswa pada Soal Cerita, Sebuah Antologi”, dalam Gelar Dwirahayu (Ed.), Pendekatan Baru dalam Proses Pembelajaran Matematika dan Sains Dasar, (Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project, 2007), hlm. 56.

37

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran …, hlm. 96-99.

38

Soemoenar, dkk “Penerapan matematika sekolah”, (Universitas Terbuka Buku materi pokok PEMA 4314/4 SKS / MODUL 1 – 12 EDISI 1), h. 2.40.

39

Teguh, “Pembelajaran Problem …, hlm. 80-81.

40

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran; Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h. 31.

41

42

Roslina, dkk, “Kemampuan Penalaran Matematika dan Penguasaan Konsep IPA pada Siswa SMA”, Laporan Penelitian Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, (Jakarta: Perpustakaan PDII LIPI, 2007), hlm. 2, t.d. Sri Wardhani, Paket Fasilitasi …, hlm. 11.

43

Nahrowi Adji dan Deti Rostika, Konsep Dasar Matematika,

45

(Bandung: UPI Press, 2006), h. 3. Robert J. Sternberg, Psikologi Kognitif Edisi Keempat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 425. Nahrowi Adji dan Deti Rostika, Konsep Dasar …, hlm. 3.

46

Sri Wardhani, Paket Fasilitasi …, hlm. 12.

47

Robert J. Sternberg, Psikologi Kognitif …, hlm. 425.

48

Sri Wardhani, Paket Fasilitasi …, hlm. 14.

44

BAB III

49

Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 58.

50

Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan …, hlm. 20.

51 52

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Edisi Revisi, h. 76-79. Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar …, hlm. 211-213.

53

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar …, hlm. 207-208.

54

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar …, hlm. 100.

Jakarta, 12 Februari 2011 Mengetahui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Kadir, M.Pd

Lia Kurniawati, M.Pd

NIP. 19670812 199402 1 001

NIP. 19760521 200801 2 008

ABSTRAK MIA USNIATI (106017000487), “Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah” Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari kemampuan penalaran matematika siswa dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah. Penelitian ini dilakukan di MAN 12 Jakarta Tahun Ajaran 2010/2011 pada bulan Oktober sampai Desember 2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus dan tiap siklus nya terdiri atas empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Pengumpulan data setelah diberikan perlakuan diperoleh dari hasil tes kemampuan penalaran matematika pada setiap siklus. Koefisien validitas instrumen penelitian berkisar dari 0,341 – 0,672. Sedangkan koefisien reliabilitas instrumen penelitian 0, 999. Tes yang diberikan terdiri dari 10 soal berbentuk pilihan ganda beralasan. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa. Pada siklus I, rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa 62,75 dengan persentase siswa yang telah mencapai nilai KKM sebesar 47,22 % dari jumlah siswa dan pada siklus II, rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa meningkat menjadi 71 dengan persentase siswa yang mencapai nilai KKM 75 % dari jumlah siswa. Kesimpulan penelitian ini adalah pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa.

Kata Kunci : Penalaran dan Pendekatan Pemecahan Masalah

ABSTRACT MIA USNIATI (106017000487), “Improving Mathematics Reasoning with Problem Solving Approach”. Skripsi Department of Mathematics Education, Fakulty of Tarbiyah and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. The purpose of this research is to study student’s mathematics reasoning with problem solving approach. This research was conducted in MAN 12 Jakarta study year 2010/2011 on October to December in 2010. The method used in this research is classroom action research which consist of two ciclus and every ciclus consist of four steps there are planning, acting, observing and reflecting. Collecting the data after given the treatment from the result of test mathematics reasoning every ciclus. Coefisien instrument validity was about 0,341 – 0,672. Whereas coefisien instrument reability 0,999. The test has given consist of 10 question which reasoning multiple choises. This result of the research shows that problem solving can improve student’s mathematics reasoning. In ciclus I, average of the student’s mathematics reasoning average was 62,75 with student’s percentage have reached KKM score about 47,22 % from students in the class and in ciclus II, average of the student’s mathematics reasoning have improved until 71 with student’s percentage have reached KKM score about 75 % from students in the class. The conclution of the research that problem solving approach can improve student’s mathematics reasoning.

Key Words : Reasoning and Problem Solving Approach

KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti ajarannya sampai akhir zaman. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi pendidikan matematika. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di MAN 12 Jakarta. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan hambatan dalam penulisan skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika. 3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika. 4. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., Dosen Pembimbing I dan Ibu Lia Kurniawati, M.Pd., Dosen Pembimbing II yang dengan kesabaran dan keikhlasannya telah membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis beserta staff jurusan yang selalu membantu penulis dalam proses administrasi. 6. Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bapak Drs. H.A. Jalalul Hadi, Kepala MAN 12 Jakarta yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian skripsi ini serta Bapak

M. Yamin Syarif, M.Pd, Wakil Kepala sekaligus guru matematika MAN 12 Jakarta yang telah membantu penulis dalam penelitian skripsi ini. 8. Teristimewa untuk orang tuaku, Ayahanda Sa’adih dan Ibunda Sawiyah yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, doa serta dukungan moril dan materil kepada penulis. 9. Suamiku tercinta, Erik Bek, S.E., yang selalu mendampingi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang tak terhingga. 10. Kakak-kakakku (A. Fauzi, A. Sujaih, Aat Umiyati, Dede Sulastri, Hikmah Wati dan Umar Kazim) yang senantiasa memberikan doa dan motivasi kepada penulis. 11. Teman-teman seperjuanganku (Etika Intan Sari, Siti Chairunnisa, Nia Kurnia, Fara Rahmawati, Azizah, S.Pd, Ka Mimin, Sawati dan Lidiya Ekawati) yang selalu menemani dan memberikan bantuan dalam banyak hal. Serta semua teman-temanku di Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2006. 12. Sahabat-sahabatku (Arobia Oktavina, Izatun Milah, Fitria dan Mukhobir) yang selalu memberikan dukungan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 13. Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, Februari 2011

Penulis

DAFTAR ISI ABSTRAK ................................................................................................................. i KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv DAFTAR TABEL .................................................................................................... vi DAFTAR DIAGRAM ............................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... viii DAFTAR BAGAN .................................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ x BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................................... 1 B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ................................................. 6 C. Pembatasan Fokus Penelitian ................................................................ 6 D. Perumusan Masalah Penelitian ............................................................. 7 E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian ................................................. 7

BAB II KAJIAN

TEORETIK

DAN

PENGAJUAN

KONSEPTUAL

INTERVENSI TINDAKAN A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti ........................................... 8 1. Hakikat Belajar ................................................................................... 8 2. Hakikat Belajar Matematika ............................................................. 11 3. Pendekatan Pemecahan Masalah ....................................................... 14 4. Penalaran Matematika ....................................................................... 18 a. Penalaran Induktif ....................................................................... 20 b. Penalaran Deduktif ...................................................................... 20 B. Acuan Teori Rancangan-Rancangan Alternatif Atau Desain-Desain Alternatif Intervensi Tindakan Yang Dipilih ....................................... 22 C. Bahasan Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan .................................... 24 D. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan ..................................... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 26 B. Metode dan Disain Intervensi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian ............................................................................................................... 26 C. Subjek/Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian ............................... 28 D. Peran dan Posisi Peneliti dalam penelitian .......................................... 28 E. Tahapan Perencanaan Kegiatan ........................................................... 29 F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ........................................ 32 G. Data dan Sumber Data ......................................................................... 33 H. Instrumen-Instrumen Pengumpul Data yang Digunakan ..................... 33 I. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 35 J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trustworthiness) Studi ............ 36 K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis ....................................... 39 L. Tindak Lanjut/Pengembangan Perencanaan Tindakan ........................ 39

BAB IV DESKRIPSI,

ANALISIS

DATA,

INTERPRETASI

HASIL

ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Pengamatan Efek/Hasil Intervensi Tindakan ..... 41 1. Observasi Pendahuluan .................................................................. 41 2. Tindakan Pembelajaran Siklus I ..................................................... 43 3. Tindakan Pembelajaran Siklus II ................................................... 58 B. Pemeriksaan Keabsahan Data .............................................................. 69 C. Analisis Data ........................................................................................ 70 D. Pembahasan Temuan Penelitian ........................................................... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .......................................................................................... 76 B. Saran ..................................................................................................... 76 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 78 LAMPIRAN ............................................................................................................. 81

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tahapan-Tahapan Perencanaan Kegiatan ............................................... 29 Tabel 3.2 Kisi-Kisi Soal Tes Penalaran Matematika .............................................. 34 Tabel 4.1 Hasil Skor Kemampuan Penalaran Matematika Siswa pada Siklus I .................................................................................................................. 52 Tabel 4.2 Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siklus I .......................... 54 Tabel 4.3 Refleksi Tindakan Pembelajaran Siklus I ............................................... 56 Tabel 4.4 Hasil Skor Kemampuan Penalaran Matematika Siswa pada Siklus II .................................................................................................................. 64 Tabel 4.5 Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siklus II ......................... 66 Tabel 4.6 Hasil Rata-Rata Skor Lembar Observasi Kemampuan Penalaran Matematika Siswa ................................................................................... 70 Tabel 4.7 Statistika

Deskriptif

Peningkatan

Tes

Kemampuan

Penalaran

Matematika .............................................................................................. 71

DAFTAR DIAGRAM Diagram 2.1

Diagram Pemecahan Masalah Menurut Polya .................................. 17

Diagram 4.1

Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siklus I .......................................................................... 55

Diagram 4.2

Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siklus II ......................................................................... 68

DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1

Aktivitas kelas saat peneliti memberikan ilustrasi materi ................. 47

Gambar 4.2

Siswa sedang bertanya solusi penyelesaian kepada peneliti ............. 48

Gambar 4.3

Aktifitas siswa saat diskusi kelompok .............................................. 50

Gambar 4.4

Suasana kelas ketika mengerjakan tes akhir siklus I ......................... 52

Gambar 4.5

Siswa sedang menyajikan hasil diskusi dipapan tulis ....................... 60

Gambar 4.6

Peneliti sedang memberi bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan .......................................................................... 61

Gambar 4.7 a Suasana kelas ketika mengerjakan tes akhir siklus II ....................... 63 Gambar 4.7 b Suasana kelas ketika mengerjakan tes akhir siklus II ....................... 64

DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Bagan Rancangan-Rancangan Alternatif ................................................. 23 Bagan 3.1 Desain Penelitian Tindakan Kelas ........................................................... 28

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan dan Pembelajaraan .......................................... 81 Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa ......................................................................... 105 Lampiran 3 Lembar Observasi Kemampuan Penalaran Matematika Siswa ....... 129 Lampiran 4 Pedoman Wawancara Guru dan Siswa ............................................ 137 Lampiran 5 Soal Uji Coba Instrumen Tes ........................................................... 140 Lampiran 6 Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Instrumen Tes Pilihan Ganda ......................................................................................................... 147 Lampiran 7 Soal Tes Akhir Siklus I dan Kunci Jawaban .................................... 154 Lampiran 8 Soal Tes Akhir Siklus II dan Kunci Jawaban .................................. 159 Lampiran 9 Daftar Nilai Tes Akhir Siklus I dan II ............................................. 164 Lampiran 10 Daftar Nama-Nama Kelompok Siklus I dan II ................................ 169

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin kompleks dan banyak macamnya, maka masalah-masalah kehidupan itupun muncul dan semakin kompleks pula. Perkembangan zaman tersebut menuntut kita untuk berkompetisi dalam memenuhi segala kebutuhan hidup. Hanya orang-orang yang tangguh, disiplin dan tekunlah yang dapat bersaing dalam kehidupan yang demikian. Untuk itu kita semua harus dapat mempersiapkan manusiamanusia yang unggul dibidangnya dan mampu bersaing dalam kehidupan yang serba kompleks ini. Dengan kata lain kita harus mencetak manusiamanusia yang berkualitas dengan jalan meningkatkan mutu pendidikan sejak dini. Matematika memainkan peranan yang sangat penting saat ini. Peranan ini dapat dilihat pada bantuan matematika dalam berbagai sektor kehidupan manusia,

seperti

pada

komputasi,

transportasi,

komunikasi,

ekonomi/perdagangan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.1 Ilmu matematika juga memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pembentukan manusia unggul. Matematika adalah ilmu yang berkembang sejak ribuan tahun lalu dan masih tumbuh subur hingga kini. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan teknologi sekarang ini yang merubah dunia semakin canggih dan praktis dalam segala kehidupan adalah sumbangan ilmu matematika. Namun, selama ini masih banyak orang yang menganggap bahwa matematika tidak lebih dari sekedar berhitung dan bermain dengan rumus dan angka-angka. Bahkan, banyak siswa menanyakan dimana matematika akan dipakai? Pertanyaan seperti ini mengindikasikan kekurangpahaman siswa akan manfaat matematika dalam kehidupan. 1

Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran, Vol 3 No. 1, Desember 2006, hlm. 442.

Selama ini siswa mungkin menerima begitu saja pengajaran matematika di sekolah, tanpa mempertanyakan mengapa atau untuk apa matematika harus diajarkan. Secara rinci Wahyudin (dalam Lia Kurniawati, 2006) menemukan bahwa salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika yaitu siswa kurang memahami dan menggunakan nalar yang baik dalam menyelesaikan soal yang diberikan.2 Hal ini menunjukkan bahwa matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran) dan persoalannya adalah bagaimana seorang guru menanamkan konsep yang sebaik-baiknya kepada siswa. Menurut James dan James, matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan lainnya dengan jumlah yang banyak. Matematika timbul karena pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran.3 Penalaran adalah proses menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru berdasarkan fakta-fakta atau pernyataan-pernyataan yang telah diketahui kebenarannya. Matematika mempunyai dua arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa depan. Salah satu visi pembelajaran matematika yaitu mengarahkan pada pemahaman konsep matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan masalah ilmu pengetahuan lainnya serta memberikan kemampuan penalaran matematika siswa. Di sisi lain, matematika mempunyai ciri-ciri khusus sehingga pendidikan dan pengajaran matematika perlu ditangani secara khusus pula. Satu ciri khusus matematika adalah sifatnya yang menekankan pada proses deduktif yang memerlukan penalaran logis dan aksiomatik. Pada Standar Isi mata pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa tujuan mata pelajaran 2

Lia Kurniawati, ”Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan masalah untuk meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran matematika Siswa SMP”, dalam Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, Vol. 1 No. 1, Juni 2006, hlm. 79. 3 Roslina, dkk, “Kemampuan Penalaran Matematika dan Penguasaan Konsep IPA pada Siswa SMA”, Laporan Penelitian Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, (Jakarta: Perpustakaan PDII LIPI, 2007), hlm. 1, t.d.

matematika di sekolah adalah agar siswa mampu memahami konsep matematika, menggunakan penalaran matematika, memecahkan masalah matematika,

mengkomunikasikan

matematika

dan

mengkoneksikan

matematika baik antar konsep dalam matematika maupun dengan bidang studi yang lain. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya. Sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Pada prinsipnya, dalam pembelajaran matematika pola pikir induktif dan deduktif keduanya dapat digunakan untuk mempelajari konsepkonsep matematika. Namun demikian, pembelajaran matematika dengan fokus pada pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah dapat diawali dengan menggunakan pola pikir induktif melalui pengalaman-pengalaman khusus yang dialami siswa. Kemampuan bernalar tidak hanya dibutuhkan para siswa ketika mereka belajar matematika maupun mata pelajaran lainnya, namun sangat dibutuhkan setiap manusia disaat memecahkan masalah ataupun disaat menentukan keputusan. Sebagaimana dikemukakan mantan Presiden AS Thomas Jefferson dan dikutip Copi berikut ini: ”In a republican nation, whose citizens are to be led by reason and persuasion and not by force, the art of reasoning becomes of first importance”.4 Pernyataan ini menunjukkan betapa pentingnya penalaran dan argumentasi dipelajari dan dikembangkan di suatu negara sehingga setiap warga negara akan dapat dipimpin dengan daya nalar dan bukan dengan kekuatan saja. Pendapat mantan Presiden AS tersebut sudah seharusnya menjadi tekad para guru matematika untuk meningkatkan kemampuan penalaran para siswanya. Penalaran (reasoning) adalah fondasi dari matematika. Ross (dalam Lithner, 2000) menyatakan bahwa salah satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika adalah mengajarkan kepada siswa penalaran logika 4

Fadjar Shadiq, “Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi”, dalam Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar, Yogyakarta, 2004, hlm. 3.

(logical reasoning). Penalaran matematika memiliki peran yang amat penting dalam proses berpikir siswa. Bila kemampuan bernalar tidak dikembangkan pada siswa, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya. Atas dasar itulah kemampuan penalaran matematika siswa perlu ditingkatkan mengingat realita yang sekarang terjadi dalam dunia pendidikan, khususnya pada mata pelajaran matematika yang menyatakan bahwa kemampuan penalaran matematika siswa masih tergolong rendah. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Soemarmo yang dilakukan di Bandung pada tahun 1987 (dalam Roslina dkk, 2007) dengan subjek siswa SMA dalam mata pelajaran matematika, fisika, kimia dan bahasa Indonesia yang menyimpulkan bahwa: 1) kemampuan penalaran matematika masih rendah. 2) siswa masih banyak mengalami kesukaran dalam pemahaman relasional dan berpikir derajat dua, artinya siswa mengalami kesukaran dalam tes penalaran deduktif dan induktif. 3) kemampuan matematika dipengaruhi oleh kemampuan penalaran logik atau tahap kognitif siswa daripada oleh kegiatan belajar siswa dan kegiatan mengajar guru.5 Soedjadi menyatakan bahwa kemungkinan penyebab kesulitan siswa belajar matematika dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu bersumber dari diri siswa sendiri dan dari luar siswa. Faktor dari siswa adalah sikap, perkembangan kognitif, gaya kognitif, kemampuan dan jenis kelamin. Sedang dari luar diri siswa adalah pendekatan atau metode mengajar, materi matematika dan lingkungan sosial.6 Selain itu, berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di MAN 12 Jakarta, kemampuan penalaran matematika X IPA 2 tergolong rendah. Hal ini ditunjukkan dengan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan kepada siswa dan guru matematika. Guru matematika mengungkapkan bahwa selama 5

Roslina, dkk, “Kemampuan Penalaran …, hlm. 3. Usman Mulbar, “Kemampuan Penalaran Formal, Lingkungan Pendidikan Keluarga Dan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Siswa SMA Negeri Di Kota Makassar”, dalam Majalah Ilmiah Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Vol. 5 No. 2, Juli 2006, hlm. 108. 6

proses pembelajaran matematika siswa kurang merespon pembelajaran yang diberikan guru. Ketika guru mengajukan pertanyaan, para siswa cenderung diam dan tidak memberikan jawaban. Siswa juga mengalami kesulitan dalam melakukan manipulasi matematika terhadap soal matematika yang diberikan guru. Kegiatan belajar siswa di kelas antara lain mendengarkan penjelasan guru, mencatat hasil catatan dari guru kemudian mengerjakan soal latihan. Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran matematika di kelas adalah ceramah dan latihan. Salah satu upaya untuk meningkatkan penalaran matematika siswa yaitu dengan menggunakan pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah. Leeuw mengemukakan bahwa belajar pemecahan masalah pada hakikatnya adalah belajar berpikir (learning to think) dan belajar bernalar (learning to reason) untuk mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh dalam rangka memecahkan masalah yang belum pernah dijumpai.7

Dengan

demikian,

pendekatan

pemecahan

masalah

akan

mempunyai kontribusi yang sangat tinggi dengan penalaran matematika siswa. Pemecahan masalah merupakan salah satu cara belajar yang dianggap efisien dalam usaha untuk mencapai tujuan pengajaran. Gagne menyatakan bahwa “keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah”. Hal ini dipahami sebab pemecahan masalah merupakan tipe belajar yang paling tinggi dari tipe belajar yang dikemukakan Gagne, yaitu: signal learning, stimulus-respon learning, chaining, verbal association, discrimination learning, concept learning, rule learning dan problem solving.8 Problem solving menurut Gagne, Hudoyo, Joice dan Weil merupakan aplikasi beberapa aturan kepada suatu masalah yang tidak dihadapi sebelumnya oleh siswa. Dengan adanya proses berpikir untuk memecahkan masalah itu, diharapkan dapat menghasilkan individu-individu yang

7

Lia Kurniawati, Pembelajaran dengan ... , hlm. 79. Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA UPI Bandung, 2003), hlm. 89-90. 8

berkompeten dalam bidang matematika.9 Pemecahan masalah merupakan suatu aktivitas yang penting dalam kegiatan belajar matematika. Pemecahan masalah matematika selain menuntut siswa untuk berpikir juga dapat mengakibatkan siswa lebih aktif. Dari pembelajaran pemecahan masalah tersebut siswa diharapkan dapat berpikir secara sistematis, aksiomatik, logis, kritis, kreatif, dan praktis. Dengan pembelajaran seperti itulah daya nalar siswa terhadap matematika akan terbangun dan terbentuk. Dengan demikian maka kemampuan penalaran siswa terhadap matematika pun akan meningkat. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian tindakan kelas yang disesuaikan dengan pokok bahasan pada mata pelajaran matematika dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah”.

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian Dari latar belakang yang dikemukakan di atas, permasalahan ini diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Kemampuan

penalaran

matematika

siswa

terhadap

pembelajaran

matematika masih rendah. 2. Guru cenderung menggunakan metode ceramah pada saat pembelajaran matematika. 3. Penggunaan

pendekatan

pemecahan

masalah

dapat

meningkatkan

kemampuan penalaran matematika siswa.

C. Pembatasan Fokus Penelitian Dalam penelitian ini pembatasan masalahnya adalah: 1. Pemecahan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemecahan masalah model Polya. Adapun langkah-langkah nya meliputi memahami masalah, membuat rencana, melaksanakan rencana dan meninjau kembali. 9

Teguh, “Pembelajaran Problem Solving Matematika Di Sekolah Dasar”, dalam Sekolah Dasar Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, No. 2 Tahun 10, November 2001, hlm. 79.

2. Penalaran matematika adalah hasil tes/evaluasi dari proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan.

D. Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang diuraikan di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah penggunaan pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa? 2. Bagaimana kemampuan penalaran matematika siswa setelah diberi pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah?

E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian 1. Tujuan Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan peningkatan

kemampuan

penalaran

matematika

siswa

dengan

menggunakan pendekatan pemecahan masalah. 2. Kegunaan Hasil Penelitian a. Bagi siswa Sebagai bahan acuan untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa. b. Bagi guru Memberi masukan untuk mengembangkan suatu pembelajaran baru yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa, bagi guru matematika pada khususnya dan pendidik pada umumnya. c. Bagi penulis Digunakan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman.

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti 1. Hakikat Belajar Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Belajar merupakan proses dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup tidak lain adalah hasil dari belajar. Kita pun hidup menurut hidup dan bekerja menurut apa yang telah kita pelajari. Pandangan

seseorang

tentang

belajar

akan

mempengaruhi

tindakan-tindakan nya yang berhubungan dengan belajar dan setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda tentang belajar. Dalam teori Gestalt yang dikemukakan oleh Koffka dan Kohler, dalam belajar yang terpenting adalah adanya penyesuaian pertama yaitu memperoleh respon yang tepat untuk memecahkan problem yang dihadapi. Belajar yang penting bukan mengulangi

hal-hal

yang harus dipelajari,

tetapi

mengerti

atau

memperoleh insight,10 yaitu suatu saat dalam proses belajar dimana seseorang melihat pengertian tentang sangkut paut dan hubunganhubungan tertentu dalam unsur yang mengandung suatu problem. Terhadap masalah belajar, Gagne memberikan dua definisi, yaitu:11 1. Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku. 10

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Asdi Mahasatya, 2003), h. 9. 11 Slameto, Belajar dan …, hlm. 13.

2. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi. Menurut teori belajar W. S. Winkel, belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.12 Sedangkan menurut Zikri Neni Iska, belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu, terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perubahan yang terjadi harus secara relatif bersifat menetap (permanen) dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini nampak (immediate behavior), tetapi perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang (potential behavior). Oleh karena itu, perubahanperubahan terjadi karena pengalaman.13 Chaplin dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam rumusan, yakni: Rumusan pertama berbunyi: “… acquisition of any relatively permanent change in behaviour as a result of practice and experience”. Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan keduanya Process of acquiring responses as a result of special practice, belajar ialah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus.14 Dari beberapa pengertian belajar tersebut mungkin timbul kesan bahwa pasti telah terjadi belajar bila ternyata telah terjadi suatu perubahan. Benarlah yang mengatakan bahwa belajar menghasilkan perubahan. Namun pernyataan ini tidak dapat dibalik, seolah-olah setiap perubahan pada diri seseorang merupakan hasil dari suatu proses belajar. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya. Oleh karena itu, tidak setiap perubahan dalam diri seseorang 12

Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta: Grasindo, 1996), h. 53. Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), h. 76. 14 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), Edisi Revisi, h. 90. 13

merupakan perubahan dalam arti belajar. Perubahan tingkah laku seseorang yang berada dalam keadaan mabuk, perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek kematangan, pertumbuhan dan perkembangan tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar. Adapun perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:15 1. Perubahan terjadi secara sadar 2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional 3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif 4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara 5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah 6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Secara umum belajar dapat dipahami sebagai suatu proses memperoleh pengetahuan melalui latihan-latihan dan pengalaman guna pembentukan perubahan tingkah laku yang relatif menetap dengan cara atau usaha yang berbeda dalam pencapaiannya. Belajar itu bukan sekedar pengalaman. Belajar adalah suatu proses dan bukan suatu hasil. Karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan. Dalam suatu proses pembelajaran, guru perlu mengetahui hasil kinerjanya yang berupa berbagai kemampuan yang dapat dikategorikan sebagai aspek kognitif (cognitive), aspek afektif (affective) dan aspek psikomotorik (psykomotoric). Aspek kognitif adalah aspek yang berkenaan dengan kemampuan berpikir dari tingkatan yang rendah sampai tingkatan yang lebih tinggi, yaitu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan berkreasi.16 Aspek afektif adalah hal-hal yang berhubungan dengan sikap sebagai manifestasi dari minat, motivasi, kecemasan, apresiasi perasaan, penyesuaian diri, bakat dan sebagainya.

15

Slameto, Belajar dan … , hlm. 3-4. http://www.hilman.web.id/posting/blog/852/revisi-taksonomi-bloom-atau-revised-bloomtaxonomy.html, 22 Juli 2010, 17:53 WIB. 16

Sedangkan aspek psikomotorik adalah aspek yang mencakup gerakan sederhana sampai kompleks. Semua aspek-aspek tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

2. Hakikat Belajar Matematika Matematika merupakan satu dari sekian banyak pelajaran yang tercakup dalam kurikulum sekolah dan bahkan penekanan pada anak untuk berhasil dalam matematika lebih besar dari mata pelajaran lainnya. Matematika merupakan pelajaran di sekolah yang dipandang penting untuk dipelajari oleh siswa disemua tingkat pendidikan. Tidak ada keraguan dan pasti setiap orang sepakat bahwa setiap anak harus mendapatkan pelajaran matematika di sekolah dan kenyataannya memang demikian, karena pelajaran matematika dianggap orang sebagai mata pelajaran yang esensial. Seiring dengan berkembangnya ilmu matematika sebagai ilmu pengetahuan, muncullah berbagai pendapat tentang pengertian matematika tersebut yang dipandang dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing yang berbeda. Courant dan Robin mengatakan bahwa untuk dapat mengetahui apa matematika itu sebenarnya, seseorang harus mempelajari sendiri ilmu matematika itu, yaitu dengan mempelajari, mengkaji dan mengerjakannya. Termasuk pengkajian sejauh timbulnya matematika dan perkembangannya.17 Istilah mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Perancis), matematico (Itali), matematiceski (Rusia), atau mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti ”relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).18 17

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA UPI Bandung, 2003), h. 18. 18 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran …, hlm. 15.

Menurut Russeffendi, matematika sebagai ilmu deduktif, bahasa, seni, ratunya ilmu, ilmu tentang struktur yang terorganisasikan dan ilmu tentang pola dan hubungan.19 Sehubungan dengan itu, Soedjadi memberikan enam definisi atau pengertian tentang matematika, yaitu: (1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir dengan baik, (2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, (3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan, (4) Matematika adalah pengetahuan faktafakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, (5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik, dan (6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.20 Berikut adalah beberapa definisi para ahli mengenai matematika antara lain:21 1. James dan James, matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan lainnya. 2. Johnson dan Rising, matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. 3. Reys dkk, matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. 4. Kline, matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam.

19

Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2007), h. 34. 20 Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah ..., hlm. 34. 21 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press, 2006), h. 4.

Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang logis yang berhubungan dengan bilangan-bilangan serta menggunakan aturan-aturan tertentu dan dapat digunakan sebagai bahasa yang melambangkan serangkaian makna yang memudahkan bepikir serta bersifat abstrak. Tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:22 1. Memahami konsep matematika 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat 3. Memecahkan masalah 4. Mengkomunikasikan gagasan 5. Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa ”belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur- struktur”.23 Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak. Karena dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya. Belajar matematika merupakan belajar dalam usaha membantu siswa

untuk

membangun

konsep-konsep

matematika

dengan

kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep itu terbangun kembali, transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep baru. Jadi hakikat belajar matematika adalah suatu proses belajar melalui upaya memahami arti dan hubungan-hubungan antar konsep dan simbol-

22

Sri Wardhani, Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika “Analisis SI Dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika”, (Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008), h. 8. 23 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran …, hlm. 43.

simbol yang terkandung dalam matematika secara sistematik, cermat, tepat, kemudian menerapkan konsep-konsep tersebut dalam pemecahan masalah baik dalam pelajaran matematika maupun kehidupan sehari-hari.

3. Pendekatan Pemecahan Masalah Pendekatan pemecahan masalah berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui praktikum atau pengamatan. Dalam setiap kegiatan manusia pada hakekatnya selalu berhadapan dengan masalah, baik masalah yang besar maupun masalah yang kecil. Sesuatu akan menjadi masalah bagi seseorang atau kelompok bila tidak ada algoritma atau prosedur

yang

sudah

tersedia

dan

mereka

tertantang

untuk

menyelesaikannya. Suatu pertanyaan merupakan suatu permasalahan bila pertanyaan itu tidak bisa dijawab dengan prosedur rutin. Prosedur itu harus dicari dan menemukannya tidak mudah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Lester yang mengatakan bahwa masalah adalah ”a situation in which individual or group is called to perform a task for which there is no ready accessible algorithm which determine completely the methods of solution”. Sejalan dengan itu, Krulik dan Rudnick menyatakan bahwa suatu masalah adalah ”a situation, quantitative or otherwise, that confronts an individual or group of individuals, that requires resolutions, and for which the individual sees no apperent or obvious means or parth to obtaining a solution”.24 Menurut Grouws, masalah dalam matematika adalah segala sesuatu yang menghendaki untuk dikerjakan dan sebuah pertanyaan yang tidak dapat dijawab langsung (sukar).25 Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah dalam matematika adalah suatu pertanyaan yang 24

Teguh, “Pembelajaran Problem Solving Matematika Di Sekolah Dasar”, dalam Sekolah Dasar Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, No. 2 Tahun 10, November 2001, hlm. 78. 25 I Wayan Sudiana, “Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas II Melalui Pembelajaran Pemecahan Masalah Model Polya Terhadap Soal Cerita Matematika Pada SD 5 Banjar Jawa Singaraja”, Laporan Penelitian Dosen Muda Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja, (Jakarta: Perpustakaan PDII LIPI, 2005), hlm. 5, t.d.

menghendaki pemecahan namun dalam pemecahannya tidak bisa dijawab dengan

prosedur

rutin

dan

siswa

merasa

tertantang

untuk

menyelesaikannya. Pemecahan masalah dalam pengertian yang lebih sederhana dapat diartikan sebagai penyelesaian soal. Sedangkan pemecahan masalah dalam arti yang luas adalah penyelesaian yang tidak hanya membutuhkan pemahaman secara teoritik tetapi juga didasarkan pada pengamatan empirik. Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pengertian yang lebih luas dimulai dari menentukan masalah sampai pada langkah menarik kesimpulan. Pemecahan masalah menurut Polya adalah ”to find out a way where no way is known off hand to find a way out of difficulty, to find a way around an obstacles, to attain a desired end, that is not immediately attainable by appropriate means”. Sejalan dengan itu, Marzano dkk menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah proses berpikir untuk mengaplikasikan pengetahuan.26 Pada dasarnya belajar pemecahan masalah adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah secara sistematis, logis, teratur dan teliti. Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas dan tuntas serta meningkatkan kemampuan berpikir tingkat siswa. Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Agus mengemukakan bahwa ”agar pembelajaran pemecahan masalah lebih bermanfaat bagi siswa, guru harus melakukan langkahlangkah sebagai berikut: 1) ajarkan aspek-aspek pemecahan masalah yang

26

Teguh, “Pembelajaran Penyelesaian Soal Cerita Matematika Di Sekolah Dasar Dengan Pendekatan Pemecahan Masalah”, dalam Sekolah Dasar Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, No. 1 Tahun 9, Mei 2000, hlm. 55-56.

penting, dan 2) merubah peranan guru dari penyampai informasi guru berperan sebagai fasilitator, pelatih dan motivator bagi siswanya”.27 Dalam pendekatan pemecahan masalah ini ada dua versi. Versi pertama siswa dapat menerima saran tentang prosedur yang digunakan, cara mengumpulkan data, menyusun data, dan menyusun serangkaian pertanyaan yang mengarah ke pemecahan masalah. Versi kedua, hanya masalah yang dimunculkan, siswa yang merancang pemecahannya sendiri. Guru berperan hanya dalam menyediakan bahan dan membantu memberi petunjuk.28 Berdasarkan pernyataan tersebut, maka pembelajaran pemecahan masalah menghendaki siswa belajar secara aktif, bukan guru yang lebih aktif dalam menyajikan materi pelajaran. Jadi pendekatan pemecahan masalah adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk memahami suatu pokok bahasan dalam matematika, dengan menguasai konsep-konsep matematika dan keterkaitannya serta mampu menerapkan konsep-konsep tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Pada hakekatnya pemecahan masalah mengandung pengertian sebagai proses berpikir tingkat tinggi dan mempunyai peranan yang penting dalam pembelajaran matematika. Berbicara pemecahan masalah tidak bisa dilepaskan dari tokoh utamanya, yaitu George Polya. Menurut Polya, dalam pemecahan masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan, yaitu:29 1. Memahami masalah 2. Merencanakan pemecahannya 3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua 4. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back).

27

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran …, hlm. 126. http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/, 22 Juni 2010, 11:38 WIB. 29 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran …, hlm. 99. 28

Diagram 2.1 Diagram Pemecahan Masalah Menurut Polya 1. Memahami masalah 1a. Menulis soal dengan kata-kata sendiri 1b. Menulis soal dalam bentuk yang lebih operasional

1c. Menulis soal dalam bentuk rumus 1d. Menulis soal dalam bentuk gambar

2a. Menentukan rumus, dalil, teorema yang akan digunakan

2. Membuat rencana

3. Melaksanakan rencana

4. Meninjau kembali

Selanjutnya Polya memberikan empat petunjuk kepada guru agar dapat menumbuhkan perilaku siswa sebagai seorang yang mampu memecahkan masalah, yaitu:30 1. Yakinkan bahwa siswa memahami permasalahan, sebab jika siswa tidak memahaminya maka minatnya akan hilang. 2. Bantulah siswa mengumpulkan bahan sebagai landasan berpikir untuk membuat rencana. Dalam hal ini guru hendaknya mengarahkan siswa untuk

mengidentifikasi

seluruh

syarat

yang

diketahui

untuk

membangun informasi sebanyak-banyaknya. 3. Menciptakan iklim kondusif dalam pemecahan masalah. 4. Setelah siswa mencapai solusi, beri semangat kepada siswa untuk merefleksikan masalah dan cara penyelesaiannya. Dalam pemecahan masalah kadang kita terpaksa merenung memikirkan strategi yang akan dipilih atau beralih kepada strategi lain 30

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran …, hlm. 128.

karena kegagalan yang dialami. Mengkaji ulang keberhasilan yang pernah dibuat atau mengkaji ulang kegagalan yang pernah dibuat.31 Menurut Haryaka terdapat beberapa manfaat pengajaran problem solving bagi siswa antara lain:32 1. Siswa akan terlatih membaca soal matematika. Hal itu terjadi bila siswa mencoba membaca soal yang dihadapkan kepadanya. Pertama, siswa menerima soal, siswa tidak akan secara cepat membaca soal tersebut. Selanjutnya siswa akan berusaha untuk memahami apa yang diketahui, apa yang ditanya dan pengerjaan apa yang diperlukan. 2. Siswa akan berpikir analitis terhadap masalah yang disajikan. Artinya bila siswa diberikan soal ia selalu siap untuk mengantisipasi jawabannya. 3. Akan timbul dalam diri siswa tentang rasa senang terhadap matematika. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat baik karena banyak siswa yang kurang menyenangi matematika.

4. Penalaran Matematika Penyempurnaan,

pengembangan

dan

inovasi

pembelajaran

matematika melalui revisi kurikulum akan selalu dan akan terus dilaksanakan Depdiknas untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia. Salah satu kelebihan dari kurikulum terbaru ini adalah dengan masuknya pemecahan masalah, penalaran dan komunikasi sebagai kompetensi dasar disamping kompetensi dasar lainnya yang sudah biasa. Istilah penalaran sudah tidak asing lagi karena telah diuarikan sebelumnya pada standar isi sebagai terjemahan dari bahasa Inggris reasoning menurut kamus The Random House Dictionary berarti the act or process of a person who reasons (kegiatan atau proses menalar yang dilakukan oleh seseorang). Sedangkan reason berarti the mental powers concerned with forming conclusions, judgements or inferences (kekuatan 31

Soemoenar, dkk “Penerapan matematika sekolah”, (Universitas Terbuka Buku materi pokok PEMA 4314/4 SKS / MODUL 1 – 12 EDISI 1), h. 2.40. 32 Teguh, “Pembelajaran Problem …, hlm. 80-81.

mental yang berkaitan dengan pembetukan kesimpulan dan penilaian). Jadi, yang membedakan pelajar dengan orang yang bukan pelajar, mahasiswa dengan pemuda bukan mahasiswa adalah faktor penalarannya; dan yang membedakan pelajar dengan pelajar lainnya adalah kadar kekuatan penalarannya atau daya nalarnya. Ini ditentukan oleh individual power of reason (daya nalar individual) yang merupakan dasar yang paling menentukan dari kemampuan berpikir analitis dan sintesis.33 Shurten dan Pierce mengemukakan bahwa penalaran sebagai proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan.34 Penalaran menurut Fadjar Shadiq adalah suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa

pernyataan

diasumsikan

yang

sebelumnya.

kebenarannya Depdiknas

telah dalam

dibuktikan Fadjar

atau

Shadiq

mengungkapkan bahwa materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika.35 Penalaran matematis penting untuk mengetahui dan mengerjakan matematika. Kemampuan untuk bernalar menjadikan

siswa dapat

memecahkan masalah dalam kehidupannya, di dalam dan di luar sekolah. Kapanpun kita menggunakan penalaran untuk memvalidasi pemikiran kita, maka kita meningkatkan rasa percaya diri dengan matematika dan berpikir secara matematik. Terdapat dua jenis penalaran, yaitu penalaran deduktif (deduksi) dan penalaran induktif (induksi) sebagai berikut:

33

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran; Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h. 31. 34 Roslina, dkk, “Kemampuan Penalaran Matematika dan Penguasaan Konsep IPA pada Siswa SMA”, Laporan Penelitian Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, (Jakarta: Perpustakaan PDII LIPI, 2007), hlm. 2, t.d. 35 Sri Wardhani, Paket Fasilitasi …, hlm. 11.

a. Penalaran Induktif Penalaran atau berpikir induktif adalah kemampuan seseorang dalam menarik kesimpulan yang bersifat umum melalui pernyataan yang bersifat khusus.36 Menurut Johnson-Laird penalaran induktif adalah proses penalaran dari fakta-fakta atau observasi-observasi spesifik untuk mencapai kesimpulan yang bisa menjelaskan fakta-fakta tersebut secara koheren.37 Induksi merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum berdasar pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar. Jadi penalaran induktif adalah suatu proses berpikir yang berupa penarikan kesimpulan umum dari hal-hal yang khusus. Penalaran induktif dapat dilakukan dalam kegiatan nyata melalui suatu permainan atau melakukan sesuatu secara terbatas dengan mencoba-coba. Penalaran induktif terjadi ketika terjadi proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran induktif pada prinsipnya menyelesaikan persoalan (masalah) matematika tanpa memakai rumus (dalil), melainkan dimulai dengan memperhatikan data/soal. Dari data/soal tersebut diproses sehingga berbentuk kerangka/pola dasar tertentu yang kita cari

sendiri,

sedemikian

rupa

sehingga

kita

dapat

menarik

kesimpulan.38 b. Penalaran Deduktif Penalaran deduktif merupakan proses berpikir untuk menarik kesimpulan tentang hal khusus yang berpijak pada hal umum atau hal

36

Nahrowi Adji dan Deti Rostika, Konsep Dasar Matematika, (Bandung: UPI Press, 2006),

h. 3. 37

Robert J. Sternberg, Psikologi Kognitif Edisi Keempat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 425. 38 Nahrowi Adji dan Deti Rostika, Konsep Dasar …, hlm. 3.

yang sebelumnya telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya.39 Sementara Johnson, Laird, Rips dan William menyatakan bahwa penalaran deduktif adalah proses penalaran dari satu atau lebih pernyataan umum terkait dengan apa yang diketahui untuk mencapai satu kesimpulan logis tertentu.40 Dasar penalaran deduktif yang berperan dalam matematika adalah kebenaran suatu pernyataan haruslah didasarkan pada kebenaran pernyataan-pernyataan lain. Maksudnya, kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan matematika bersifat konsisten. Dalam penerapan penalaran deduktif, kita membutuhkan berbagai pengetahuan yang dapat mengantarkan kita dalam menyelesaikan permasalahan yang kita hadapi, seperti ingatan, pemahaman dan penerapan sifat/aturan/teorema/aksioma/ rumus/ dalil/ definisi/ hukum. Siswa dikatakan mampu melakukan penalaran bila ia mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Dalam kaitan itu pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah diuraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan dalam penalaran adalah mampu:41 1. Mengajukan dugaan 2. Melakukan manipulasi matematika 3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi 4. Menarik kesimpulan dari pernyataan 39

Sri Wardhani, Paket Fasilitasi …, hlm. 12. Robert J. Sternberg, Psikologi Kognitif …, hlm. 425. 41 Sri Wardhani, Paket Fasilitasi …, hlm. 14. 40

5. Memeriksa kesahihan suatu argumen 6. Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

B. Acuan Teori Rancangan-Rancangan Alternatif Atau Desain-Desain Alternatif Intervensi Tindakan Yang Dipilih Dalam belajar tentunya para siswa mempunyai kendala atau problem yang berbeda-beda yang menjadi penghambat tercapainya tujuan belajar mengajar itu sendiri. Misalnya pada pelajaran matematika, banyak anak yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika karena kebanyakan dari mereka bukan memahami konsepnya melainkan hanya menghafalnya. Kemungkinan penyebab kesulitan siswa belajar matematika dapat dipengaruhi oleh dua faktor. Faktor itu adalah bersumber dari diri siswa sendiri dan dari luar siswa. Faktor dari siswa adalah sikap, perkembangan kognitif, gaya kognitif, kemampuan dan jenis kelamin. Sedang dari luar diri siswa adalah pendekatan atau metode mengajar, materi matematika dan lingkungan sosial. Namun demikian, tentunya para siswa tersebut memiliki kemampuan yang membuat dirinya tetap bertahan. Rendahnya kemampuan siswa dalam memahami soal-soal yang pengerjaannya membutuhkan penalaran merupakan salah satu kesulitan siswa dalam belajar matematika yang juga merupakan masalah yang umum dimiliki siswa. Dalam hal ini tugas seorang guru adalah memberikan atau menawarkan suatu inovasi baru yakni pembelajaran yang dapat meningkatkan daya nalar matematika siswa. Pendekatan pemecahan masalah adalah cara untuk mengatasi masalah tersebut karena pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa. Atau dengan kata lain, kamampuan penalaran matematika siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah akan meningkat. Karena hakikat dari belajar pemecahan masalah itu sendiri adalah belajar berpikir dan bernalar. Dalam hal ini pendekatan pemecahan masalah yang dimaksud adalah

pendekatan pemecahan masalah model Polya yang didalamnya terdapat empat langkah pokok, yaitu memahami masalah, menyusun rencana, melaksanakan rencana dan meninjau kembali. Dalam empat langkah inilah kemampuan penalaran matematika siswa akan meningkat karena dalam langkah-langkah tersebut siswa mulai mengajukan dugaan, melakukan manipulasi matematika, menyusun bukti, memberikan alasan atas jawaban yang benar dan menarik kesimpulan. Secara sederhana, rancangan-rancangan alternatif tersebut dapat dideskripsikan dalam bagan berikut:42 Bagan 2.1 Bagan Rancangan-Rancangan Alternatif Tujuan Belajar Matematika

Pemahaman konsep matematika

Penalaran matematika

Pemecahan masalah matematika

Komunikasi matematika

Koneksi matematika

Pendekatan pemecahan masalah

Model Polya

Memahami masalah

Menyusun rencana

Melaksanakan rencana

Meninjau kembali

C. Bahasan Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

42

Sri Wardhani, Paket Fasilitasi …, hlm. 2.

1. Hasil penelitian Utu Rahim dan Hasnawati dengan judul “Perbandingan Hasil Tes Keterampilan Penalaran Formal Mahasiswa Sebelum dan Sesudah Perkuliahan Pengantar Dasar Matematika” yang dilaksanakan pada bulan April 2006 sampai dengan November 2006 di Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Unhalu, menunjukkan bahwa rata-rata hasil tes mahasiswa sesudah perlakuan mengalami peningkatan dibandingkan sebelum perlakuan yaitu dari 4,74 meningkat menjadi 6,21. Persentase tertinggi diantara 5 tahap operasi formal mahasiswa sebelum dan sesudah adalah penalaran proporsional dan ada peningkatan persentase untuk kelima tahap operasi formal sesudah perkuliahan PDM. 2. Hasil penelitian Lia Kurniawati, M.Pd. dengan judul “Pembelajaran dengan

Pendekatan

Pemecahan

Masalah

untuk

Meningkatkan

Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa SMP” yang dilaksanakan di SMP Negeri 1 Ciparay tahun ajaran 2004/2005, menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik dari siswa yang mendapat pembelajaran biasa. 3. Hasil penelitian Drs. I Wayan Sudiana, M.Pd. (2005) dengan judul “Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas II Melalui Pembelajaran Pemecahan Masalah Model Polya Terhadap Soal Cerita Matematika pada SD 5 Banjar Jawa Singaraja”, yang menunjukkan adanya peningkatan terhadap prestasi belajar siswa melalui pembelajaran pemecahan masalah.

D. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan Konseptual perencanaan tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa”.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 12 Jakarta yang beralamat di Jl. Duri Kosambi Raya No. 3 Cengkareng Jakarta Barat pada tahun ajaran 2010/2011. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 4 Oktober 2010 sampai 10 Desember 2010.

B. Metode dan Disain Intervensi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan peneliti adalah penelitian tindakan kelas atau classroom action research, yaitu penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik dan pembelajaran di kelasnya.43 Penelitian ini lebih menekankan pada proses tindakan penelitian. Oleh sebab itu, berhasil atau tidaknya suatu penelitian dapat dilihat dari proses tindakannya. Agar proses ini berjalan dengan lancar, peneliti harus mempersiapkan dengan matang segala sesuatu yang menjadi pendukung keberhasilan dalam sebuah proses. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa siklus, tiap siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu:44 1. Perencanaan (Planing) 2. Tindakan (Action) 3. Pengamatan (Observation) 4. Refleksi (Reflecting) Adapun rancangan dari setiap aspek pokok yang akan menjadi gambaran dari proses penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan a. Mengidentifikasi masalah tentang proses belajar siswa. 43

Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h.

44

Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan …, hlm. 20.

58.

b. Melakukan wawancara terhadap guru bidang studi matematika. c. Data yang telah diidentifikasi, dianalisis berdasarkan hasil wawancara kemudian disimpulkan. d. Merencanakan tindakan yang lebih tepat berdasarkan akar penyebab masalah tersebut dengan menyiapkan skenario pembelajaran dan instrumen penelitian. 2. Tindakan Pada

tahap

ini,

peneliti

mulai

melaksanakan

tindakan

dengan

berkolaborasi dengan guru bidang studi. Rancangan pembelajaran dan skenario yang sudah didiskusikan bersama akan diterapkan disini. 3. Pengamatan Pada tahap ini, observer melakukan monitoring terhadap proses tindakan kelas, situasi kelas dan sikap siswa dengan menggunkan pedoman observasi yang telah disiapkan. Selain itu, peneliti juga mencatat semua hal yang terjadi dan diperlukan selama pelaksanaan tindakan berlangsung. 4. Refleksi Data-data yang diperoleh pada saat observasi, dikumpulkan dan dianalisis kemudian dievaluasi guna menyempurnakan tindakan berikutnya. Jika terdapat masalah dari proses refleksi maka dilakukan pengkajian ulang melalui siklus berikutnya.

Bagan 3.1 Desain Penelitian Tindakan Kelas

Perencanaan tindakan I

Permasalahan

Pelaksanaan tindakan I

Pengamatan/ pengumpulan data I

Refleksi I

SIKLUS I Siklus I

Perencanaan tindakan II

Permasalahan baru hasil refleksi

Pelaksanaan tindakan II

Pengamatan/ pengumpulan data II

Refleksi I

SIKLUS II Siklus II

Apabila permasalahan belum terselesaikan

Dilanjutkan ke siklus berikutnya

C. Subjek/Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian Subjek penelitian yang dimaksud adalah sasaran penelitian, yaitu siswa yang terlibat dalam pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah, yaitu siswa Madrasah Aliyah Negeri 12 Jakarta kelas X IPA 2 tahun ajaran 2010/2011.

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam penelitian Dalam penelitian ini, posisi peneliti adalah sebagai pelaku tindakan yang berperan sebagai perancang dan pelaksana kegiatan, yaitu membuat perencanaan

kegiatan,

melaksanakan

kegiatan,

mengumpulkan

dan

menganalisis data serta melaporkan hasil penelitian. Dalam pelaksanaannya,

peneliti berkolaborasi dengan guru bidang studi yang posisinya sebagai observer (pengamat). Peran observer dalam penelitian ini adalah mengamati jalannya proses pembelajaran.

E. Tahapan Perencanaan Kegiatan Adapun tahapan-tahapan dalam penelitian ini dideskripsikan sebagai berikut: Tabel 3.1 Tahapan-Tahapan Perencanaan Kegiatan Tahap Prapenelitian Kegiatan 1. Meminta izin penelitian kepada Kepala MAN 12 Jakarta 2. Observasi proses dan kemampuan siswa khususnya kemampuan penalaran matematika 3. Menyiapkan lembar observasi proses pembelajaran 4. Melakukan wawancara dengan guru bidang studi 5. Memilih kelas sebagai subjek penelitian 6. Membuat format catatan lapangan 7. Melakukan diagnosa mengenai timbulnya permasalahan yang muncul dikelas 8. Merencanakan tindakan yang tepat berdasarkan akar penyebab masalah 9. Mempersiapkan tes evaluasi tiap siklus dan tes evaluasi akhir penelitian.

Tahap Siklus I Perencanaan ( Planing ) 1. Membuat rancangan pembelajaran sesuai dengan pendekatan pemecahan masalah 2. Membuat soal-soal latihan 3. Mempersiapkan pedoman observasi untuk menilai proses pembelajaran 4. Mempersiapkan format catatan lapangan Tindakan ( Acting ) 1. Pengantar materi 2. Siswa membuat kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang (anggota tiaptiap kelompok dipilih secara bebas oleh siswa) 3. Memberikan soal/masalah kepada siswa 4. Memahami persoalan 5. Masing-masing siswa menulis soal dengan kata-kata sendiri dalam bentuk yang lebih operasional 6. Membuat rencana pemecahan masalah 7. Siswa melaksanakan rencana dengan melakukan perhitungan melalui data-data yang diperlukan 8. Meninjau kembali jawaban yang diperoleh 9. Observasi terhadap proses pembelajaran oleh observer 10. Mencatat hal-hal penting yang terjadi dikelas oleh peneliti 11. Melakukan tes diakhir siklus.

Pengamatan ( Observing ) 1. Kolaborator

melakukan

pengamatan

terhadap

kegiatan

siswa,

berdasarkan lembar observasi proses pembelajaran. 2. Peneliti mengumpulkan data hasil observasi untuk dianalisis pada tahap refleksi.

Refleksi ( Reflecting ) 1. Menganalisis data hasil pengamatan, buku PR dan nilai-nilai siswa pada siklus I 2. Mengevaluasi data-data kualitatif dan kuantitatif 3. Merencanakan tindakan pada siklus II berdasarkan hasil evaluasi

Tahap Siklus II Perencanaan ( Planing ) 1. Membuat rancangan pembelajaran sesuai dengan pendekatan pemecahan masalah dengan mengakomodasi masalah-masalah pada siklus I 2. Membuat soal-soal latihan 3. Mempersiapkan pedoman observasi untuk menilai proses pembelajaran 4. Mempersiapkan format catatan lapangan

Tindakan ( Acting ) 1. Pengantar materi lanjutan 2. Guru mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil maksimal 4 orang (anggota tiap-tiap kelompok ditentukan oleh guru) 3. Memberikan masalah kepada siswa 4. Memahami masalah 5. Membuat rencana pemecahan masalah 6. Masing-masing

siswa

melaksanakan

rencana

dengan

perhitungan melalui data-data yang diperlukan 7. Meninjau kembali jawaban yang diperoleh 8. Observasi terhadap proses pembelajaran oleh observer 9. Mencatat hal-hal penting yang terjadi dikelas oleh peneliti

melakukan

Pengamatan ( Observing ) 1. Kolaborator

melakukan

pengamatan

terhadap

kegiatan

siswa,

berdasarkan lembar observasi proses pembelajaran 2. Peneliti mengumpulkan data hasil obeservasi untuk di analisa pada tahap refleksi.

Refleksi ( Reflecting ) 1. Menganalisis data hasil pengamatan, buku PR dan nilai-nilai siswa pada siklus II 2. Mengevaluasi data-data kualitatif dan kuantitatif 3. Setelah proses analisis dan evaluasi selesai, peneliti berkolaborasi dengan guru bidang studi merencanakan untuk membuat kesimpulan hasil penelitian

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan Dengan melakukan penelitian, menerapkan pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dan melakukan tindakan-tindakan untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematika, peneliti mengharapkan tujuan dari penelitian ini dapat tercapai yaitu meningkatnya kemampuan penalaran matematika siswa. Siklus ini dihentikan apabila tes kemampuan penalaran matematika yang diberikan tiap siklus menunjukkan bahwa lebih dari 60 % dari jumlah siswa telah mencapai nilai 65. Yang menjadi pertimbangan peneliti dalam menentukan kriteria pencapaian indikator tersebut adalah berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di sekolah tersebut bahwa tingkat kemampuan akademis peserta didik di sekolah tersebut cenderung standar. Selain itu, nilai standar ketuntasan minimal untuk bidang studi matematika jurusan IPA adalah 65.

G. Data dan Sumber Data Data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif sebagai berikut: 1. Data kualitatif a. Hasil observasi proses pembelajaran b. Catatan lapangan c. Hasil wawancara d. Hasil dokumentasi berupa foto kegiatan pembelajaran 2. Data kuantitatif a. Nilai lembar kerja siswa b. Nilai latihan soal c. Nilai tes penalaran matematika Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa, guru bidang studi dan peneliti.

H. Instrumen-Instrumen Pengumpul Data yang Digunakan Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan pada waktu melaksanakan penelitian dalam upaya mencari dan mengumpulkan data penelitian. Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah instrumen tes dan non tes. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes yang didesain khusus untuk mengukur kemampuan penalaran matematika siswa berupa soal pilihan ganda beralasan sebanyak 10 buah dengan kisi-kisi sebagai berikut:

KISI-KISI SOAL TES PENALARAN MATEMATIKA Satuan Pendidikan

: SMU

Jumlah Soal

: 10

Mata Pelajaran

: Matematika

Pilihan Ganda : 10

Kelas/Program

: X/IPA

Uraian

:-

Semester

: Ganjil

Waktu

: 90 menit

Tahun Ajaran

: 2010/2011

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Soal Tes Penalaran Matematika Indikator

Jenis Soal Penalaran

No.

Bentuk

Kunci

Bobot

Penalaran

Matematika

Soal

Soal

Jawaban

Nilai

 Logis

1

 Logis

2

Pilihan Ganda

 Analitis

3

10

 Analitis

4

10

 Analitis

5

10

 Pola Bilangan

6

10

 Pola Bilangan

7

10

 Logika Gambar

8

10

 Logika Gambar

9

10

 Logika Gambar

10

10

1. Menarik kesimpulan dari pernyataan 2. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi 3. Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi

Lamp.

10 10

Adapun instrumen non tes dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pedoman observasi Pedoman observasi proses pembelajaran ada dua, yaitu pedoman observasi peneliti dan pedoman observasi siswa. Pedoman observasi peneliti gunakan untuk mengamati proses mengajar peneliti, sedangkan pedoman observasi siswa digunakan untuk mengamati aktifitas siswa selama proses pembelajaran.

2. Lembar catatan lapangan Lembar catatan lapangan digunakan untuk mencatat semua hal yang dianggap penting yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. 3. Pedoman wawancara Kegiatan wawancara diajukan kepada guru dan siswa. Wawancara dilakukan diawal penelitian dan setiap akhir siklus mengenai proses pembelajaran, metode yang digunakan maupun kesulitan yang terjadi dalam pembelajaran matematika. 4. Lembar kerja siswa Lembar kerja siswa berisi soal-soal beserta langkah-langkah penyelesaian dalam pemecahan masalah untuk dikerjakan siswa secara berkelompok. 5. Lembar soal tes tiap siklus Lembar soal tes tiap siklus berisi soal-soal yang didesain khusus untuk mengukur kemampuan penalaran matematika siswa.

I. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil observasi proses pembelajaran; data hasil observasi dalam penelitian ini ada dua. Pertama, data hasil observasi terhadap tindakan pembelajaran peneliti yang diisi oleh observer. Kedua, data hasil observasi proses pembelajaran siswa yang diisi oleh peneliti dan observer. 2. Hasil wawancara; peneliti melakukan wawancara terhadap guru bidang studi matematika tentang kemampuan penalaran matematika siswa Madrasah Aliyah Negeri 12 Jakarta sebelum tindakan pembelajaran dilakukan oleh peneliti. 3. Hasil dokumentasi; dokumentasi yang dimaksud adalah berupa foto-foto yang diambil pada saat pembelajaran berlangsung. 4. Nilai tes penalaran matematika; diperoleh dari tes penalaran yang dilakukan tiap akhir siklus.

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trustworthiness) Studi Sebelum instrumen-instrumen digunakan untuk mengevaluasi dan mengumpulkan data, instrumen tersebut harus valid agar hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi valid. Agar validitas dan reliabilitas yang diperoleh menjadi semakin kuat maka harus diujicobakan terlebih dahulu dengan memenuhi uji prasyarat, yaitu uji validitas dan uji reliabilitas yaitu sebagai berikut: 1. Validitas Dalam mengukur validitas instrumen tes berupa tes kemampuan penalaran matematika, peneliti menggunakan validitas butir soal atau item yaitu demikian sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Untuk menghitung validitas butir digunakan rumus

koefisien korelasi Biserial (  pbi ), yaitu:45

 pbi 

M p  Mt St

p q

Keterangan:

 pbi = Koefisien korelasi biserial M p = Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari

validitasnya. M t = Rerata skor total St

= Standar deviasi dari skor total

p

= Proporsi siswa yang menjawab benar (p

q

banyaknya siswa yang benar jumlah seluruh siswa

)

= Proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 – p)

Kriteria validitas ditentukan berdasarkan  tabel . Jika  pbi >  tabel , maka butir soal dikatakan valid 45

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Edisi Revisi, h. 76-79.

Daya Pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Rumus yang digunakan untuk pengujian daya pembeda adalah sebagai berikut:46 D

BA BB   PA  PB JA JB

Dimana: J

= Jumlah peserta tes

JA

= Banyaknya peserta kelompok atas

JB

= Banyaknya peserta kelompok bawah

BA

= Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

BB

= Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar

pA =

BA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar (ingat, JA

P sebagai indeks kesukaran) PB =

BB JB

= Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Klasifikasi daya pembeda: D : 0,00 – 0,20 : Jelek (poor) D : 0,20 – 0, 40 : Cukup (satisfactory) D : 0,40 – 0, 70 : Baik (good) D : 0,70 – 1,00 : Baik sekali (excellent) D : Negatif, semuanya tidak baik. Jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja.

46

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar …, hlm. 211-213.

Taraf Kesukaran Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Rumus yang digunakan untuk pengujian indeks kesukaran adalah sebagai berikut:47 P

B JS

Dimana: P = Indeks kesukaran B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes Klasifikasi indeks kesukaran: Soal dengan P 1,00 sampai 0,30 : soal sukar Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 : soal sedang Soal dengan P 0,70 sampai 0,00 : soal mudah

Uji taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui soal-soal yang sukar, sedang dan mudah. Idealnya tingkat kesukaran soal sesuai dengan kemampuan peserta tes, sehingga diperoleh informasi yang antara lain dapat digunakan sebagai alat perbaikan atau peningkatan program pembelajaran. 2. Reliabilitas Untuk

menentukan

Richardson-20 (KR-20), yaitu : r11  (

reliabilitas

digunakan

48

n S 2  pq )( ) n 1 S2

Dimana: r11

= Reliabilitas tes secara kesuluruhan

p

= Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar

47 48

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar …, hlm. 207-208. Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar …, hlm. 100.

rumus

Kuder

q

= Proporsi subjek yang menjawab item yang salah (q = 1 - p)

pq = Reliabilitas tes secara kesuluruhan n

= Banyaknya item

S

= Standar deviasi dari tes (standard deviasi adalah akar varians)

K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis Analisis data merupakan unsur penting dalam penelitian. Seluruh data yang telah terkumpul tidak akan berarti jika tidak di analisis. Sebelum dianalisis, peneliti memeriksa kembali kelengkapan data dari berbagai sumber. Setelah terkumpul, data direduksi menggolongkan

serta

menyusun

dengan

cara memilah, memilih,

dalam

satuan-sataun

dan

mengkategorikannya, kemudian diperiksa keabsahannya. Hasil analisis data akan memberikan gambaran yang jelas tentang hasil penelitian maupun proses pembelajaran dalam penelitian tindakan kelas ini. Penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif.

L. Tindak Lanjut/Pengembangan Perencanaan Tindakan Kegiatan penelitian

yang akan peneliti

lakukan memerlukan

perencanaan dan persiapan yang cukup panjang dan sangat disayangkan bila pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah ini hanya dilakukan pada satu bab saja. Peneliti berharap penelitian ini tidak hanya sampai disini. Oleh karena itu, peneliti akan membuat pengembangan perencanaan tindakan agar pembaca atau guru dapat melanjutkan penelitian ini. Adapun perencanaan tindakannya adalah sebagai berikut: Peneliti mempersiapkan instrumen penelitian seperti lembar observasi proses pembelajaran, lembar catatan lapangan, soal-soal latihan dan soal-soal untuk mengukur kemampuan penalaran matematika siswa. Peneliti juga menggunakan lembar kerja siswa yang dibuat oleh peneliti sendiri atau yang dianjurkan oleh sekolah.

Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya pengaturan kelas harus diperhatikan karena manajemen kelas marupakan salah satu indikator yang cukup berperan dalam pembelajaran. Siswa dapat dianjurkan belajar secara kelompok karena melalui kelompok kecil proses pemecahan masalahnya lebih efektif dan mendalam bila dibandingkan dengan cara individual. Proses pembelajaran yang diterapkan untuk tindakan selanjutnya tetap menggunakan

pendekatan

pemecahan

masalah.

Adapun

proses

pembelajarannya adalah sebagai berikut: setelah memberikan pengantar materi, siswa dikelompokkan dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4 orang, kemudian diberikan suatu masalah dan dianjurkan untuk memahami masalah

tersebut

kemudian

membuat

rencana

penyelesaian

dengan

menerapkan konsep, rumus atau pengetahuan yang pernah diperoleh sebelumnya. Selanjutnya siswa dapat melaksanakan penyelesaian atau perhitungan dari rencana yang telah dibuat. Proses terakhir, siswa diarahkan untuk melakukan pengecekan ulang atau peninjauan kembali atas hasil yang diperoleh.

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Pengamatan Efek/Hasil Intervensi Tindakan 1. Observasi Pendahuluan Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti dimulai dengan kegiatan observasi awal di MAN 12 Jakarta. Kegiatan ini meliputi wawancara dengan guru matematika dan observasi kemampuan penalaran matematika siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi keadaan kelas pada kegiatan belajar mengajar. Pada tanggal 13 Oktober 2010, peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas matematika untuk mengetahui proses pembelajaran dan kemampuan penalaran matematika di kelas X IPA. Informasi yang diperoleh bahwa dalam pembelajaran matematika di sekolah guru menggunakan metode ceramah, latihan dan penugasan. Soal-soal latihan yang diberikan guru tergolong mudah dan tidak bervariasi. Selain itu, sikap siswa yang cenderung pasif dan diam saat ditanya guru menjadi salah satu kendala dalam pembelajaran matematika di kelas karena hal ini dapat menyebabkan kurangnya komunikasi atau bahkan miskomunikasi antara guru dan siswa. Dari hasil wawancara ini, peneliti dan guru matematika menentukan kelas yang akan dijadikan tempat untuk melakukan penelitian tindakan kelas ini. Berdasarkan kesepakatan bersama, maka ditetapkan kelas X IPA 2 sebagai objek penelitian. Hal ini dilihat dari hasil ulangan harian matematika kelas X IPA 2 dimana siswanya masih banyak mendapat nilai di bawah KKM dan lebih pasif dibanding kelas X IPA 1. Kesepakatan lain yang dibuat oleh peneliti dengan guru matematika adalah menentukan peran dan posisi peneliti. Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti

bertindak

sebagai

pelaku

penelitian

yang melaksanakan

pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah dan berkolaborasi dengan pengamat (observer), yaitu guru matematika. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara kepada siswa kelas X IPA 2 mengenai pembelajaran matematika di kelas. Pada dasarnya siswa kelas X IPA 2 menyukai pelajaran matematika jika soal-soal yang diberikan guru mudah dan tidak membutuhkan pemikiran yang tinggi dan penyelesaian yang panjang. Salah satu yang menjadi alasan siswa tidak menyukai pelajaran matematika adalah karena siswa merasa matematika terlalu banyak rumus dan soal yang diberikan kadang berbeda dari contoh yang guru berikan. Dari hasil wawancara tersebut sebagian siswa mengaku kesulitan bahkan tidak bisa jika menyelesaikan soal yang berbeda dari contoh yang diberikan guru dan membutuhkan penyelesaian yang panjang. Dalam pembelajaran matematika di kelas, seorang guru harus memilih pendekatan atau metode yang tepat untuk membuat matematika menjadi pelajaran yang menyenangkan dan disukai siswa. Oleh karena itu, peneliti

menggunakan

pendekatan

pemecahan

masalah

untuk

meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa. Selanjutnya, peneliti melakukan observasi pada tanggal 18 Oktober 2010 dengan mengamati pembelajaran matematika di kelas X IPA 2. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa di kelas adalah pertama, guru memberi catatan dan contoh soal dari materi yang akan dibahas hari ini dan siswa ikut mencatat catatan yang ditulis guru di papan tulis. Setelah siswa selesai mencatat, guru menjelaskan materi dan contoh soal yang sudah ditulis dipapan tulis, sementara siswa mendengarkan penjelasan dari guru. Ketika guru bertanya, “ada pertanyaaan?”, siswa diam. Setelah itu, guru memberikan soal latihan yang tidak jauh beda dari contoh untuk dikerjakan siswa dan memberi kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan soal tersebut. Siswa yang telah selesai mengerjakan soal tersebut, membawa hasil pengerjaannya kedepan untuk dikumpulkan. Di akhir pembelajaran, guru memberikan soal LKS dari sekolah untuk dikerjakan dirumah.

Berdasarkan observasi yang telah peneliti lakukan di kelas X IPA 2, dapat diketahui bahwa metode yang digunakan guru adalah ceramah, latihan dan penugasan. Soal-soal latihan yang guru berikan cenderung mudah dan hamper sama dengan contoh. Selama pembelajaran tidak terlihat adanya interaksi antara guru dan siswa. Siswa enggan berkomentar atas pertanyaan yang guru ajukan. Di akhir pembelajaran, tidak ada kesimpulan diberikan guru maupun siswa. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan hasil observasi pembelajaran matematika di kelas X IPA 2 dari hasil observasi yang dilakukan sebagai berikut: a. Metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru matematika kelas X IPA 2 adalah ceramah dan latihan. b. Kurangnya komunikasi antara guru dan siswa, sehingga dalam pembelajaran interaksi antar keduanya tidak terjalin. c. Latihan-latihan soal yang diberikan oleh guru kelas matematika cenderung mudah dan tidak bervariasi, sehingga siswa tidak terbiasa dan mengalami kesulitan ketika mengerjakan soal sulit dan berbeda dari contoh yang guru berikan. d. Dalam

pembelajaran

matematika,

siswa

belum

menunjukkan

kemampuan penalaran yang baik.

2. Tindakan Pembelajaran Siklus I a. Tahap Perencanaan Kegiatan yang dilakukan peneliti pada tahap perencanaan siklus I ini adalah mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan pendekatan pemecahan masalah yang dilengkapi dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang terdiri dari 3 soal pemecahan masalah pada tiap pertemuan, soal-soal latihan dan lembar soal tes akhir siklus I yaitu tes kemampuan penalaran matematika. Peneliti juga mempersiapkan lembar observasi untuk guru dan siswa dan catatan lapangan.

Pada siklus I ini ingin mengetahui apakah pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah ini dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa. Target yang ingin dicapai pada siklus I ini yaitu siswa mengalami peningkatan kemampuan penalaran matematika dari sebelumnya. b. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan pada siklus I ini terdiri dari 5 pertemuan. Pertemuan

pertama

sampai

keempat

peneliti

memberikan

pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dimana peneliti tidak menerangkan dan menjelaskan melainkan hanya memberikan ilustrasi mengenai materi yang sedang diajarkan yaitu sistem persamaan linear dua variabel dengan metode eliminasi, substitusi, gabungan dan determinan. Kemudian peneliti meminta siswa untuk membentuk kelompok diskusi yang beranggotakan 5-6 orang yang dipilih secara bebas oleh siswa. Di tiap pertemuan peneliti memberikan LKS yang terdiri dari 3 soal pemecahan masalah kepada tiap kelompok untuk dikerjakan bersama-sama. Soal dalam LKS yang telah dikerjakan dibahas secara keseluruhan. Di akhir, peneliti memberikan 1 soal pemecahan masalah untuk dikerjakan secara individu. Pertemuan kelima peneliti melaksanakan tes akhir siklus I yaitu tes kemampuan penalaran matematika. Adapun uraian poses proses pembelajaran pada siklus I sebagai berikut: 1) Pertemuan pertama/ 1 Nopember 2010 Materi yang akan dibahas pada pertemuan pertama ini adalah Sistem Persamaan Linear dengan metode eliminasi. Peneliti memberikan ilustrasi awal mengenai Sistem Persamaan Linear. Peneliti bertanya kepada para siswa mengenai metode-metode yang akan digunakan dalam mencari penyelesaian pada Sistem Persamaan Linear ini. Sebagian siswa ada yang langsung menjawab pertanyaan peneliti dengan menyebutkannya satu

persatu. Sebagian siswa yang lain masih tampak kebingungan dengan pertanyaan tersebut. Tanpa penjelasan terlebih dahulu, peneliti meminta kepada para siswa untuk membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 5-6 orang. Anggota tiap kelompok dipilih secara bebas oleh siswa. Suasana kelas menjadi gaduh dan ramai. Pembentukan kelompok ini memakan waktu hampir 10 menit. Setelah semua kelompok terbentuk dan siswa duduk berdasarkan kelompoknya masing-masing, peneliti membagikan LKS 1 kepada tiap siswa dalam kelompoknya. Peneliti terlebih dahulu

mengarahkan

cara-cara

mengisi

LKS

1

tersebut

berdasarkan langkah-langkah dalam pemecahan masalah yaitu dengan menuliskan apa yang diketahui dan ditanya soal, menuliskan rencana penyelesaiannya yaitu menuliskan rumus atau cara yang akan digunakan dalam perhitungan, melakukan perhitungan yaitu melaksanakan perhitungan berdasarkan rumus atau cara yang telah ditentukan sebelumnya, kemudian memeriksa hasil yang diperoleh. Para siswa mulai mengerjakan LKS 1 tersebut. Peneliti dan observer

mulai

melakukan

observasi

dengan

berkeliling

mengamati kerja tiap kelompok. Aspek yang diobservasi adalah aspek-aspek yang mengukur indikator penalaran matematika siswa diantaranya mengajukan dugaan, menyusun bukti, melakukan manipulasi

matematika,

memeriksa

kesahihan

argumen,

memberikan alasan yang logis dan menarik kesimpulan. Keenam aspek ini diobservasi selama diskusi kelompok berlangsung yaitu ketika siswa mengerjakan LKS 1 dan membahas penyelesaian LKS 1. Tidak sedikit siswa yang mengeluh karena merasa kesulitan mencari penyelesaian dari soal-soal LKS 1 tersebut. S4: “ibu soalnya susah banget!”, S28:“ibu ini harus di apakan dulu?”, S34: “ibu cara ngisinya gimana?” dan lain-lain. Peneliti

mencoba mengurangi kesulitan dan kendala yang dialami siswa dengan membimbing tiap kelompok yang merasa kesulitan. Hampir seluruh siswa telah menyelesaikan soal-soal LKS 1. Secara bersama-sama, peneliti dan siswa membahas soal LKS 1 secara keseluruhan. Setelah semua siswa selesai mencatat hal-hal penting pada pembahasan soal LKS 1 tersebut, peneliti mengarahkan

siswa

untuk

membuat

kesimpulan

terhadap

penyelesaian soal yang ada dalam LKS 1. Sedikit sekali siswa yang berkomentar

untuk

memberikan

kesimpulan.

Peneliti

mempersilahkan para siswa untuk kembali ke tempat duduknya masing-masing, kemudian memberikan 1 soal pemecahan masalah untuk dikerjakan sendiri-sendiri. 2) Pertemuan kedua/ 3 Nopember 2010 Kegiatan awal yang dilakukan pada pertemuan kedua ini adalah mengingat kembali materi sebelumnya, membahas PR yang diberikan peneliti pada pertemuan sebelumnya. Setelah itu, peneliti memberikan ilustrasi pada materi yang akan diajarkan yaitu Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan metode substitusi. Para siswa tampaknya masih bingung dengan materi yang diberikan hari ini karena peneliti hanya memberikan ilustrasi dan tidak memberikan contoh soal dari materi tersebut. S2 berkata, “bu masih bingung”. Peneliti memberikan ilustrasi ulang mengenai materi tersebut.

Gambar 4.1 Aktivitas kelas saat peneliti memberikan ilustrasi materi Peneliti bertanya, ”sampai disini bisa dimengerti?”, siswa, “Insyallah bisa”. Kemudian siswa diminta untuk berkelompok sesuai dengan kelompok yang telah dibentuk pada pertemuan sebelumnya. S8 bertanya, “bu kelompoknya yang kemarin?”. Peneliti menjawab, “iya”. Setelah semua kelompok duduk di kelompoknya msing-masing, peneliti membagikan LKS 2 kepada tiap anggota kelompok untuk dikerjakan dan didiskusikan bersama. Peneliti dan observer berkeliling mengamati jalannya diskusi dengan tetap berpedoman pada aspek-aspek yang akan dionservasi yaitu mengajukan dugaan, menyusun bukti, melakukan manipulasi

matematika,

memeriksa

kesahihan

argumen,

memberikan alasan yang logis dan menarik kesimpulan. Kelompok 4 tampak kesulitan menyelesaikan LKS 2, namun mereka diam dan malu bertanya kepada peneliti. Peneliti mencoba mendatangi kelompok 4 dan bertanya, “bagaimana ada kesulitan?”. Kelompok 4, “iya bu ga ngerti”. Peneliti mencoba memberikan

arahan

kepada

kelompok

4

untuk

dapat

menyelesaikan LKS 2 tersebut. Selanjutnya peneliti mendatangi tiap kelompok untuk melihat kesulitan yang terjadi di masingmasing kelompok.

Gambar 4.2 Siswa sedang bertanya solusi penyelesaian kepada peneliti

Sebelum bel berbunyi, peneliti meminta siswa untuk menghentikan diskusi dan bersama-sama membahas LKS 2. Umumnya tiap kelompok hanya mampu menjawab 1 soal dalam LKS 2. Peneliti mengarahkan para siswa untuk memberikan kesimpulan terhadap penyelesaian soal LKS 2. selanjutnya peneliti memerintahkan siswa untuk kembali ke tempat duduknya masingmasing lalu memberikan 1 soal pemecahan masalah untuk dikerjakan sendiri-sendiri. Sebelum meninggalkan kelas peneliti juga memberikan 1 soal untuk dikerjakan siswa dirumah. 3) Pertemuan ketiga/ 5 Nopember 2010 Pertemuan ketiga diawali peneliti dengan mengkondisikan kesiapan belajar siswa. Kemudian menanyakan PR yang diberikan pada pertemuan sebelumnya, “bagaimana PR nya sudah dikerjakan?” sebagian siswa menjawab, “sudah bu!”. S12 berkata, “bu tapi ga tau betul apa nggak”. Peneliti bersama-sama dengan siswa membahas PR tersebut. Selanjutnya peneliti memberikan ilustrasi untuk materi hari ini yaitu Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Metode Gabungan. Peneliti bertanya, “sampai disini bisa dimengerti

tentang metode gabungan?”, S10 berkata, “ulang lagi bu, saya belum ngerti”. Peneliti memberikan ilustrasi ulang kepada siswa. Setelah semua siswa mulai mengerti, peneliti mempersilahkan kepada para siswa untuk berkelompok menurut kelompoknya. Tampak semua siswa telah duduk pada kelompoknya masingmasing, peneliti membagikan LKS 3 kepada tiap kelompok kemudian memberikan waktu kepada tiap kelompok untuk berdiskusi mencari penyelesaian soal-soal LKS 3 tersebut. Peneliti dan observer mulai melakukan pengamatan. 20 menit pertama semua kelompok tampak antusias mengerjakan soal-soal tersebut. Setelah itu, suasana kelas mulai ramai. Kelompok 2, 3 dan 5 tampak

begitu

kesulitan

menyelesaikan

soal-soal

tersebut.

Sehingga peneliti lebih sering mendatangi dan memberi bimbingan di kelompok tersebut. Sementara ada anggota kelompok 4 yang berjalan-jalan ke kelompok lain. Peneliti meminta siswa yang berjalan-jalan untuk kembali ke kelompoknya masing-masing. Selanjutnya peneliti membahas soal secara keseluruhan dengan tetap mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan. Untuk latihan, peneliti memberikan 1 soal pemecahan masalah untuk dikerjakan dirumah. 4) Pertemuan keempat/ 8 Nopember 2010 Pada pertemuan ini materi yang akan diajarkan adalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Metode Determinan. Para siswa tampaknya mulai mengerti dengan pembelajaran pemecahan masalah dimana peneliti tidak memberikan contoh soal pada materi yang sedang dibahas. S34 berkata, “bu, ga dikasih contoh kan bu?!” peneliti menjawab, “iya”. S10 bertanya, “langsung bikin kelompok kan bu?” peneliti menjawab, “benar sekali. Kalau begitu silahkan kalian berkelompok menurut kelompok kalian masing-masing!”.

Setelah semua siswa duduk dalam kelompoknya masingmasing, peneliti membagikan LKS 4 dan memberi kesempatan siswa untuk menyelesaikannya. Para siswa mulai mendiskusikan penyelesaian dari soal LKS 4 tersebut.

Gambar 4.3 Aktifitas siswa saat diskusi kelompok

Peneliti dan observer berkeliling memantau jalannya diskusi dan memberi arahan kepada kelompok yang mengalami kesulitan. Meskipun siswa mulai mengerti dengan pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah, namun bukan berarti para siswa mengerti dan mampu menyelesaikan semua soal pemecahan masalah sendiri. Tidak sedikit dari siswa yang membutuhkan arahan dan bimbingan dari peneliti, bahkan ada siswa yang bertanya kepada observer. Suasana kelas mulai ramai. Peneliti bertanya, “bagaimana sudah selesai semua?”, serentak siswa menjawab, “sudah bu!”. Peneliti mempersilahkan perwakilan kelompok 2, 4, dan 7 untuk menyajikan hasil jawaban kelompoknya dipapan tulis. Kelompok tersebut adalah kelompok yang paling pasif selama pembelajaran. Selanjutnya peneliti membahas soal secara keseluruhan. Peneliti bertanya, “sampai disini ada pertanyaan tidak?”. Siswa,

“tidak bu!”. Oke, kalau begitu silahkan kalian kembali ke tempat kalian

masing-masing!”,

ujar

peneliti.

Kemudian

peneliti

memberikan 1 soal pemecahan masalah untuk dikerjakan siswa secara

individu.

Karena

waktu

telah

habis,

peneliti

mempersilahkan siswa untuk mengerjakan soal tersebut dirumah. Sebelum meninggalkan kelas, peneliti memberitahukan bahwa pertemuan selanjutnya akan diadakan tes akhir siklus I yaitu tes kemampuan penalaran matematika. 5) Pertemuan kelima/ 10 Nopember 2010 Pada pertemuan kelima ini akan dilakukan tes siklus 1 yaitu tes kemampuan penalaran matematika yang terdiri dari 10 soal pilihan ganda beralasan Tes ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan penalaran matematika siswa yang terdiri dari penalaran induktif dan deduktif. Soal-soal tes tersebut dirancang sedemikian rupa untuk mengukur penalaran induktif dan deduktif siswa. Soal untuk mengukur penalaran induktif siswa meliputi soal penalaran logis, pola bilangan dan pola gambar, sedangkan soal untuk mengukur penalaran deduktif siswa meliputi penalaran analitis. Peneliti menanyakan kesiapan siswa menghadapi tes akhir siklus I , ”bagaimana sudah siap semuanya?”, tanpa ragu-ragu para siswa menjawab, “sudah!”. Bisa ibu bagikan soal nya sekarang?” ujar peneliti. Para siswa, “bisa bu…”. Suasana kelas mulai sepi, peneliti membagikan lembar soal dan jawaban tes siklus I kepada semua siswa. Peneliti juga memberikan waktu kepada para siswa selama 2 jam pelajaran untuk mengerjakan soalsoal tersebut. S34 bertanya, “bu ko soalnya begini? Kaya soal tes IQ”. Peneliti menjawab, “iya. Itu adalah bentuk soal penalaran untuk mengukur penalaran matematika kalian”.

Gambar 4.4 Suasana kelas ketika mengerjakan tes akhir siklus I

Waktu telah menunjukkan pukul 08.05 WIB, peneliti meminta siswa untuk mengumpulkan lembar soal dan jawaban tes akhir siklus I. Sebagai penutup siklus I, peneliti mengingatkan kepada siswa untuk mempelajari materi tentang Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel. c. Tahap Observasi Tahap observasi pada siklus I ini dilakukan bersamaan dengan tahap pelaksanaan. Pengamatan dilakukan oleh peneliti selaku pelaksana penelitian dan guru kelas matematika selaku observer untuk mengamati kemampuan penalaran matematika siswa. Hasil pengamatan siswa melalui lembar observasi dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.1 Hasil Skor Kemampuan Penalaran Matematika Siswa pada Siklus I No. 1. 2.

Aspek yang diobservasi Mengajukan dugaan Menyusun bukti

Rata-rata pertemuan ke1 2 3 4 2,14 2,00 1,71 1,43 1,43 1,86 1,57 1,86

Rata-rata keseluruhan 2,07 1,68

3.

4. 5. 6.

Melakukan manipulasi Matematika Memeriksa kesahihan argumen Memberikan alasan yang logis Menarik kesimpulan Jumlah rata-rata

1,43

2,00

1,43

1,86

1,68

1,57

1,57

1,71

2,29

1,78

1,71 1,43

1,86 1,29

1,57 1,71

1,29 1,43

1,61 1,46 10,28

Keterangan skala penilaian: 1 : Kurang 2 : Cukup 3 : Baik 4 : Baik sekali Skala penilaian jumlah rata-rata: 6 – 11 : Kemampuan penalaran matematika siswa rendah 12 – 17 : Kemampuan penalaran matematika siswa sedang 18 – 24 : Kemampuan penalaran matematika siswa tinggi

Berdasarkan hasil rata-rata skor kemampuan penalaran matematika siswa sesuai skala penilaian jumlah rata-rata yaitu 10,28 menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematika siswa berkategori rendah. Dengan data tersebut maka pembelajaran masih harus dilakukan dengan berbagai perbaikan-perbaikan pada proses pembelajaran hingga kemampuan penalaran matematika siswa meningkat. Selain menggunakan lembar observasi, peneliti juga melakukan wawancara kepada siswa dan guru untuk memperkuat data onservasi. Hasil wawancara yang dilakukan pada siklus I adalah sebagai berikut: 1) Siswa

mulai

menyukai

pembelajaran

matematika

dengan

pendekatan pemecahan masalah. 2) Siswa merasa semangat menyelesaikan soal-soal yang disajikan dalam LKS karena bisa bertanya dan bertukar pikiran dengan teman kelompoknya sehingga tidak terlalu merasa kesulitan.

3) Dengan metode diskusi kelompok siswa merasa pembelajaran matematika menjadi lebih hidup dan menarik. 4) Guru merasa pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah cukup bagus dan dapat memacu tingkat berpikir siswa. 5) Dalam pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah ini guru memberikan saran bahwa peneliti harus memberi kesempatan kepada siswa untuk menyajikan sendiri hasil diskusi kelompoknya. 6) Siswa memberi saran agar teman-teman nya yang pasif lebih diperhatikan sehingga dapat berkontribusi saat diskusi kelompok. Untuk melengkapi data pada tahap observasi ini, peneliti melakukan tes akhir siklus I berupa tes kemampuan penalaran matematika

untuk

mengetahui

tingkat

kemampuan

penalaran

matematika siswa setelah diberikan tindakan pada siklus I. Hasil tes kemampuan penalaran matematika siswa dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.2 Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siklus I Frekuensi

No.

Interval

1.

31 - 39

4

4

11,11 %

2.

40 - 48

6

10

16,67 %

3.

49 - 57

2

12

5,56 %

4.

58 - 66

10

22

27,78 %

5.

67 - 75

3

25

8,33 %

6.

76 - 84

7

32

19,44 %

7.

85 - 93

4

36

11,11 %

Absolute

36

Jumlah

Kumulatif Relatif

100 %

Keterangan: Nilai tertinggi

= 93

Jumlah siswa = 36

Nilai terendah

= 31

Rata-rata

= 62,75

Standar deviasi = 17,02

Berdasarkan tabel 4.2 dapat ditunjukkan bahwa persentase terbesar adalah siswa yang memiliki nilai dengan kisaran 58 – 66 yaitu 27,78 %. Jumlah siswa yang mencapai nilai 65 hanya 17 siswa. Ini artinya data yang diperoleh belum mencapai kriteria keberhasilan yang ditetapkan karena hanya 47,22 % dari jumlah siswa yang mencapai nilai 65 untuk tes kemampuan penalaran matematika. Dengan demikian, pembelajaran masih harus dilakukan dengan berbagai perbaikan pada proses pembelajaran matematika sehingga kemampuan penalaran matematika siswa menjadi meningkat. Hasil tes akhir siklus I ini disajikan dalam bentuk histogram dan poligon sebagai berikut. Diagram 4.1 Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siklus I

f

12

10

8

6

4

2 30,5

39,5

48,5

57,5

Interval

66,5

75,5

84,5

93,5

d. Tahap Refleksi Tahap refleksi ini dilakukan oleh peneliti dan observer setelah melakukan analisis pada siklus I. Berdasarkan hasil analisis pada observasi, wawancara dan tes akhir siklus I yaitu tes kemampuan penalaran matematika ditemukan beberapa kekurangan pada siklus I. hasil refleksi tersebut dijelaskan sebagai berikut. Tabel 4.3 Refleksi Tindakan Pembelajaran Siklus I No. 1.

Kekurangan/ Kendala

Perencanaan Perbaikan pada Siklus II

Peneliti tidak memberikan

Peneliti akan memberikan

kesempatan siswa untuk

kesempatan kepada tiap

menyajikan hasil jawabannya

kelompok untuk menyajikan

di depan kelas.

hasil diskusinya. Bahkan menunjuk satu kelompok yang dirasa kurang mengerti dan kurang berkontribusi selama pembelajaran.

2.

Diskusi kelompok tidak

Peneliti mengontrol jalannya

berjalan secara efektif. Ketika

diskusi dan kedisiplinan tiap

diskusi berlangsung ada siswa

kelompok. Peneliti juga

yang berjalan-jalan ke

membuat kebijakan untuk

kelompok lain. Kebanyakan

anggota kelompok yang tidak

tiap kelompok hanya

memberikan kontribusi dalam

mengandalkan 1 orang untuk

kelompoknya yaitu dengan

menyelesaikan soal LKS.

memberikan soal tambahan untuk dikerjakan individu.

3.

Lembar LKS dibagikan

Peneliti mengurangi jumlah

kepada semua anggota

LKS yang dibagikan kepada

kelompok, sehingga sebagian

tiap kelompok, maksimal 2

siswa sibuk mengisi LKS

LKS untuk tiap kelompok.

masing-masing dan tidak menunjukkan bahwa siswa sedang melakukan diskusi kelompok.

4.

Peneliti kurang merefleksi

Peneliti mengarahkan tiap

penalaran siswa.

kegiatan pembelajaran pada indikator-indikator penalaran siswa.

5.

Jumlah anggota kelompok

Peneliti akan membentuk

terlalu banyak dan tingkat

kelompok baru yang

kemampuan tiap anggota

beranggotakan maksimal 4

dalam suatu kelompok tidak

orang. Anggota tiap kelompok

merata.

ditentukan oleh peneliti. Dalam satu kelompok ada siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah.

Dengan melihat banyaknya kekurangan pada siklus I, maka diperlukan perbaikan-perbaikan pada perencanaan siklus II yang telah disusun oleh peneliti dan observer berdasarkan hasil refleksi pada siklus I.

3. Tindakan Pembelajaran Siklus II a. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan pada siklus II ini dimulai dengan mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disesuaikan dengan pendekatan pemecahan masalah, lembar observasi, wawancara, lembar catatan lapangan dan lembar soal tes akhir siklus II berupa tes kemampuan penalaran matematika. RPP untuk tiap pertemuan dilengkapi dengan LKS yang terdiri dari 3 soal pemecahan masalah. Materi yang akan dibahas pada siklus II ini adalah Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel metode eliminasi, substitusi, gabungan dan determinan, dan Sistem Persamaaan Non Linear. Berdasarkan hasil refleksi siklus I, pada siklus II ini proses pembelajaran akan dilakukan berbagai perbaikan. Perbaikan-perbaikan pada siklus I akan diterapkan pada siklus II dengan merubah beberapa peraturan pembelajaran pada siklus II antara lain: 1) Peneliti akan memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk menyajikan hasil diskusinya. 2) Peneliti mengontrol jalannya diskusi dan kedispilinan tiap kelompok juga membuat kebijakan untuk anggota kelompok yang tidak memberikan kontribusi dalam kelompoknya. 3) Peneliti mengurangi jumlah LKS yang dibagikan kepada tiap kelompok. 4) Peneliti mengarahkan tiap kegiatan pembelajaran pada indikatorindikator penalaran siswa. 5) Peneliti akan membentuk kelompok baru yang beraggotakan maksimal 4 orang yang keanggotaannya ditentukan oleh peneliti. b. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan pada siklus II ini terdiri dari 5 pertemuan (pertemuan keenam sampai kesepuluh). Pada pertemuan keenam sampai pertemuan kesembilan peneliti memberikan pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah pada materi Sistem Persamaan

Linear Tiga Variabel metode eliminasi, substitusi, gabungan dan determinan, dan Sistem Persamaaan Non Linear. Metode yang akan digunakan dalam pembelajaran adalah diskusi kelompok dan penugasan. Peneliti membentuk kelompok baru yang beranggotakan 4 orang untuk tiap kelompok. Anggota tiap kelompok ditentukan oleh peneliti. Tiap pertemuan peneliti akan memberikan LKS untuk dikerjakan per kelompok, kemudian siswa diminta untuk menyajikan hasil diskusi kelompoknya. Pada pertemuan kesepuluh, peneliti akan melakukan tes akhir siklus II berupa tes kemampuan penalaran matematika. Adapun proses pelaksanaan tersebut dapat dijelaskan lebih rinci sebagai berikut. 1) Pertemuan keenam/ 15 Nopember 2010 Materi yang dibahas pada pertemuan ini adalah Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel metode eliminasi dan substitusi. Pada siklus II ini, peneliti berusaha memperbaiki kekurangan pembelajaran pada siklus I. Peneliti memberikan perhatian yang lebih kepada para siswa. Perhatian siswa pun terlihat lebih baik dari sebelumnya. Sebelum memberikan LKS untuk dikerjakan per kelompok,

peneliti

membentuk

kelompok

baru

yang

beranggotakan 4 orang dan keanggotaannya ditentukan oleh peneliti sendiri. Tujuannya adalah agar anggota dalam tiap kelompok terbagi rata. Dalam satu kelompok terdapat siswa yang berkemampuan rendah, sedang dan tinggi sehingga diskusi kelompok dapat berjalan secara kondusif. Peneliti membagikan LKS 5 untuk dikerjakan tiap kelompok, kemudian bersama-sama dengan observer mengamati jalannya

proses

pembelajaran.

Selanjutnya

mempersilahkan

perwakilan kelompok untuk menyajikan hasil pengerjaannya di papan tulis. Kelompok 1 maju untuk menyajikan jawaban soal nomor 1, kelompok 6 menyajikan jawaban soal nomor 2 dan

kelompok 4 menyajikan jawaban soal nomor 3. Semua jawaban soal LKS 5 telah disajikan siswa dipapan tulis.

Gambar 4.5 Siswa sedang menyajikan hasil diskusi dipapan tulis

Peneliti meluruskan jika ada kekeliruan dalam jawaban yang disajikan siswa. Apabila jawaban yang disajikan oleh siswa salah, maka peneliti bersama-sama dengan siswa membahas dan mencari penyelesaian yang tepat. Kemudian peneliti memberikan satu pemecahan masalah untuk dikerjakan individu. Selama pembelajaran peneliti banyak mengajukan pertanyaan kepada para siswa. Hal ini dimaksudkan untuk merefleksi penalaran siswa. Di akhir, peneliti bersama-sama siswa memberikan kesimpulan materi yang dibahas hari ini lalu memberikan PR. 2) Pertemuan ketujuh/ 19 Nopember 2010 Kegiatan awal yang dilakukan peneliti pada pertemuan hari ini adalah memberikan ilustrasi materi yaitu Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel metode gabungan. Sebelum memberikan LKS 6, peneliti meminta siswa untuk berkelompok menurut kelompok baru yang telah dibentuk pada siklus II. Tiap kelompok diberi kesempatan untuk mendiskusikan solusi penyelesaian soal-

soal dalam LKS 6. Diskusi berlangsung lebih tenang dari sebelumnya dan pertanyaan yang diajukan siswa kepada peneliti pun tidak terlalu banyak. Setelah semua kelompok selesai mengerjakan LKS 6. Para siswa tampaknya sudah tidak terlalu kesulitan dengan soal yang diberikan oleh peneliti dalam LKS 6. Hanya beberapa kelompok saja yang masih membutuhkan bimbingan dari peneliti.

Gambar 4.6 Peneliti sedang memberi bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan

Selanjutnya, peneliti mempersilahkan kelompok yang belum pernah maju untuk menyajikan hasil diskusi kelompoknya dipapan tulis. Peneliti mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan. Selanjutnya, memberikan satu soal pemecahan masalah untuk dikerjakan individu lalu memberikan PR.

3) Pertemuan kedelapan/ 22 Nopember 2010 Materi yang akan dibahas pada pertemuan hari ini adalah Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel metode determinan. Setelah

mmberikan

ilustrasi

materi,

siswa

diminta

untuk

berkelompok menurut kelompoknya masing-masing. Peneliti membagikan LKS 7 dan memberi kesempatan tiap kelompok untuk menyelesaikannya. Selanjutnya peneliti mempersilahkan kelompok 4, 8 dan 9 untuk menyajikan hasil diskusi kelompoknya didepan, kemudian meminta tiap kelompok untuk memberikan kesimpulan. Peneliti memberikan satu soal pemecahan masalah untuk dikerjakan sendiri-sendiri kemudian memberikan PR. 4) Pertemuan kesembilan/ 26 Nopember 2010 Materi yang akan dibahas adalah Sistem Persamaan Non Linear. Sebelum membagikan LKS 8, terlebih dahulu peneliti memberikan ilustrasi materi yang akan dibahas hari ini. Para siswa diminta untuk berkelompok menurut kelompoknya masing-masing. Tiap kelompok diberi kesempatan untuk menyelesaikan LKS 8 tersebut. Setelah semua kelompok menyelesaikan soal dalam LKS 8, tanpa diminta kelompok 2, 3 dan 5 langsung menunjuk diri untuk menyajikan hasil diskusi kelompoknya didepan. Selanjutnya, siswa diminta untuk memberikan kesimpulan. Peneliti memberikan satu soal pemecahan masalah untuk dikerjakan individu. 5) Pertemuan kesepuluh/ 1 Desember 2010 Pada pertemuan ini akan dilaksanakan tes akhir siklus II yaitu tes kemampuan penalaran matematika. Tujuannya adalah untuk mengetahui kemampuan penalaran matematika siswa, apakah mengalami peningkatan dari siklus I atau tidak. Soal-soal tes terdiri dari soal penalaran logis, pola bilangan dan pola gambar yang tujuannya adalah untuk mengukur penalaran induktif siswa, dan soal penalaran analitis untuk mengukur penalaran deduktif siswa.

Pada hari ini semua siswa tampak hadir dengan posisi bangku yang sudah teratur. Peneliti langsung membagikan soal tes akhir siklus II yang berjumlah 10 soal berupa pilihan ganda beralasan. Siswa diberikan waktu 2 jam pelajaran (90 menit) untuk menyelesaikannya. Berbeda dengan tes akhir siklus I yang dilaksanakan pada 10 Nopember 2010 lalu dimana hampir seluruh siswa masih kelihatan kebingungan dengan soal tes akhir siklus tersebut. Pada tes akhir siklus II yang dilaksanakan hari ini siswa tampak tenang dalam mengerjakan soal tersebut. 10 menit sebelum bel berbunyi, seluruh siswa tampak telah menyelesaikan tes akhir siklus II. Peneliti meminta siswa untuk mengumpulkan soal dan lembar jawaban tes akhir siklus II tersebut.

Gambar 4.7a

Gambar 4.7b Suasana kelas ketika mengerjakan tes akhir siklus II c. Tahap Observasi Berdasarkan observasi yang dilakukan pada siklus II ini terdapat peningkatan pada kemampuan penalaran matematika siswa. Siswa dapat memberikan dugaan terhadap solusi penyelesaian soal matematika, memberikan alasan yang logis untuk solusi yang diberikan dalam suatu permasalahan matematika dan memeriksa kesahihan suatu argumen kemudian menarik kesimpulan. Hasil observasi pada siklus II ini sebagai berikut. Tabel 4.4 Hasil Skor Kemampuan Penalaran Matematika Siswa pada Siklus II No.

Aspek yang diobservasi

1. 2. 3.

Mengajukan dugaan Menyusun bukti Melakukan manipulasi matematika Memeriksa kesahihan argumen Memberikan alasan yang logis Menarik kesimpulan Jumlah rata-rata

4. 5. 6.

Rata-rata pertemuan ke1 2 3 4 2,44 2,89 2,89 3,33 2,33 2,56 2,89 2,78 2,11 2,00 2,67 2,44

Rata-rata keseluruhan 2,89 2,64 2,30

2,11

2,11

2,22

2,78

2,30

2,00 1,56

2,11 2,44

2,22 2,44

2,89 2,44

2,30 2,22 14,65

Keterangan skala penilaian: 1 : Kurang 2 : Cukup 3 : Baik 4 : Baik sekali Skala penilaian jumlah rata-rata: 6 – 11 : Kemampuan penalaran matematika siswa rendah 12 – 17 : Kemampuan penalaran matematika siswa sedang 18 – 24 : Kemampuan penalaran matematika siswa tinggi

Berdasarkan hasil rata-rata skor kemampuan penalaran matematika pada lembar observasi siklus II terlihat bahwa terjadi peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa. Pada siklus II kemampuan penlaran matematika siswa berkategori sedang dengan jumlah rata-rata skor 14,65. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika

dengan

pendekatan

pemecahan

masalah

dapat

meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa. Selain itu, pada siklus II ini hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada siswa dan guru menunjukkan adanya perubahan yang positif. Hasil wawancara yang diajukan kepada siswa dirangkum sebagai berikut: 1) Siswa menyukai pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah karena membuat pelajaran matematika menjadi pelajaran yang lebih menarik dan tidak membosankan. 2) Siswa tidak kesulitan ketika menyelesaikan soal matematika karena terbiasa berpikir sendiri mencari penyelesaian soal-soal yang

diberikan.

Sekalipun

ada

kesulitan

siswa

dapat

mendiskusikan dengan kelompoknya. 3) Siswa memberi saran agar pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah ini diterapkan untuk mata pelajaran lain.

Hasil wawancara yang diajukan kepada guru kelas matematika pada siklus II ini dirangkum sebagai berikut: 1) Guru memandang pendekatan pemecahan masalah sangat bagus untuk

pelajaran

matematika

karena

dapat

meningkatkan

kemampuan berpikir dan kemampuan penalaran matematika siswa. 2) Pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah juga membuat siswa lebih aktif dan semangat dalam belajar matematika. 3) Guru merasa siswa sudah layak untuk diberikan soal-soal sulit yang membutuhkan penalaran dalam penyelesaiannya. Untuk melengkapi data pada tahap observasi ini, peneliti melakukan tes akhir siklus II berupa tes kemampuan penalaran matematika

untuk

mengetahui

tingkat

kemampuan

penalaran

matematika siswa setelah diberikan tindakan pada siklus II. Hasil tes kemampuan penalaran matematika siswa dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.5 Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siklus II Frekuensi

No.

Interval

1.

38 - 46

2

2

5,56 %

2.

47 - 55

0

0

0%

3.

56 - 64

7

9

19,44 %

4.

65 - 73

12

19

27,78 %

5.

74 - 82

10

31

33,33 %

6.

83 - 91

4

35

11,11 %

7.

92 - 100

1

36

2, 78 %

Absolute

36

Jumlah

Kumulatif Relatif

100 %

Keterangan: Nilai tertinggi

= 96

Jumlah siswa = 36

Nilai terendah

= 38

Rata-rata

= 71

Standar deviasi = 11,445

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa persentase terbesar adalah siswa yang memiliki nilai dengan kisaran 74 – 82 yaitu 33,33 %. Dari 36 siswa, yang mencapai nilai 65 untuk tes kemampuan penalaran matematika berjumlah 27 siswa. 75 % dari jumlah siswa telah mencapai nilai 65. Ini artinya data yang diperoleh telah mencapai kriteria keberhasilan yang ditetapkan karena lebih dari 60 % dari jumlah siswa telah mencapai nilai 65 untuk tes kemampuan penalaran matematika. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada kemampuan penalaran matematika siswa dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I, siswa yang telah mencapai nilai 65 untuk tes kemampuan penalaran matematika sebanyak 17 orang yaitu 47,22 % dari jumlah siswa dengan rata-rata 62,75. Pada siklus II, siswa yang telah mencapai nilai 65 untuk tes kemampuan penalaran matematika sebanyak 27 orang yaitu 75 % dari jumlah siswa dengan rata-rata 71. Dengan demikian, kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan telah tercapai dan pembelajaran pun dihentikan pada siklus II. Hasil tes akhir siklus II ini disajikan dalam bentuk histogram dan poligon sebagai berikut.

Diagram 4.2 Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siklus II frekuensi

12

10

8

6

4

2

38,5

46,5

55,5

64,5

73,5

82,5

91,5

100,5

interval

d. Tahap Refleksi Dalam penelitian ini, pembelajaran matematika dengan pendekatan

pemecahan

masalah

telah

berhasil

meningkatkan

kemampuan penalaran matematika siswa. Hal ini ditunjukkan dari hasil rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa yang mengalami peningkatan pada siklus II. Peningkatan rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa terjadi karena pada proses pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah siswa dituntut untuk berpikir menyelesaikan soal-soal non rutin berdasarkan bukti-bukti atau data-data yang relevan. Dengan adanya data-data yang mengarah pada meningkatnya kemampuan penalaran matematika siswa, maka penelitian ini

dihentikan pada siklus II dan penerapan pendekatan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika

dapat meningkatkan

kemampuan penalaran matematika.

B. Pemeriksaan Keabsahan Data Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya tes kemampuan penalaran matematika yang berbentuk soal pilihan ganda beralasan. Instrumen disebar pada tanggal 2 Nopember 2010, kemudian instrumen tersebut diuji validitas dan reliabilitasnya. Dari 30 soal penalaran matematika yang diuji terdapat 20 soal yang valid dengan tingkat reliabilitasnya 0.999. Selain menggunakan tes kemampuan penalaran matematika, penelitian ini menggunakan lembar observasi dan wawancara yang diajukan kepada guru dan siswa. Selain tes akhir siklus berupa tes kemampuan penalaran matematika, untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa, peneliti juga menggunakan lembar observasi, wawancara dan catatan lapangan untuk melakukan pengamatan terhadap siswa. Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh valid dan memiliki tingkat keterpercayaan yang tinggi, dilakukan member check dengan memeriksa kembali keterangan atau informasi yang diperoleh selama observasi dari narasumber. Selain itu, peneliti juga memeriksa apakah informasi tersebut tetap sifatnya atau tidak berubah sehingga dapat dibuktikan keabsahannya. Melalui triangulasi, peneliti memeriksa hasil pengamatan terhadap kemampuan penalaran matematika siswa dengan pendekatan pemecahan masalah, apakah menunjukkan peningkatan atau tidak. Hal ini bertujuan untuk menggali data dari sumber yang sama dengan cara yang berbeda. Refleksi dan diskusi dengan observer tentang hasil observasi yang diperoleh, dibaca secara cermat dan menghilangkan data yang tidak relevan dengan fokus penelitian. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh sesuai dengan keabsahan yang sebenarnya.

Wawancara dilakukan pada kegiatan pendahuluan dan setiap akhir siklus. Tujuannya untuk memperkuat kebenaran data hasil observasi dengan keadaan yang sebenarnya. Wawancara diajukan kepada beberapa siswa yang memiliki kemampuan rendah, sedang dan tinggi juga kepada guru kelas matematika selaku observer.

C. Analisis Data Tahap analisis dimulai dengan membaca keseluruhan data yang ada dari sumber, berdasarkan hasil analisis kemampuan penalaran matematika siswa yang secara lengkap dapat dilihat dalam lampiran, kemampuan penalaran matematika siswa dikatakan berkategori sedang dan mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Hasil rata-rata skor kemampuan penalaran matematika siswa dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.6 Hasil Rata-Rata Skor Lembar Observasi Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Aspek yang Diobservasi Mengajukan dugaan Menyusun bukti Melakukan manipulasi matematika Memeriksa kesahihan argumen Memberikan alasan yang logis Menarik kesimpulan Jumlah rata-rata

Rata-Rata Keseluruhan Siklus I

Siklus II

2,07 1,68 1,68 1,78 1,61 1,46 10,28

2,89 2,64 2,30 2,30 2,30 2,22 14,65

Skala penilaian jumlah rata-rata: 6 – 11 : Kemampuan penalaran matematika siswa rendah 12 – 17 : Kemampuan penalaran matematika siswa sedang 18 – 24 : Kemampuan penalaran matematika siswa tinggi

Dari tabel 4.6 terlihat bahwa terjadi peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa dengan menggunkan pendekatan pemecahan masalah dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I, jumlah rata-rata skor kemampuan penalaran matematika siswa pada lembar observasi berkategori tendah yaitu 10,28 dan pada siklus II meningkat menjadi 14,65, sehingga kemampuan penalaran matematika siswa berkategori sedang. Peningkatan jumlah rata-rata skor kemampuan penalaran matematika ini terjadi karena selama pembelajaran siswa terbiasa berpikir mencari strategi yang akan dipilih untuk memecahkan masalah atau soal matematika. Peneliti memberi rangsangan-rangsangan yang dapat menumbuhkan penalaran matematika

siswa

dengan

mengajukan

pertanyaan-pertanyaan

yang

membutuhkan bukti dan jawaban yang logis. Selama pembelajaran siswa dipacu aktif untuk memberikan argumen dan dugaan dalam penyelesaian matematika. Peningkatan kemampuan penalaran matematika ini didukung dengan meningkatnya hasil tes akhir siklus yang diberikan sebanyak dua kali yaitu pada siklus I dan siklus II. Tes akhir siklus tersebut berupa tes kemampuan penalaran matematika yang berbentuk pilihan ganda beralasan dan berjumlah 10 soal. Soal-soal tersebut terdiri dari penalaran logis, penalaran analitis, pola bilangan dan pola gambar. Dalam menjawab soal-soal tersebut, siswa diminta untuk memberikan alasan atas jawaban benar yang mereka pilih. Tujuannya adalah untuk mengukur kemampuan penalaran matematika siswa. Hasil tes kemampuan penalaran matematika siswa pada siklus I dan siklus II dapat disajikan pada tabel berikut. Tabel 4.7 Statistika Deskriptif Peningkatan Tes Kemampuan Penalaran Matematika Statistika Deskriptif

Siklus I

Siklus II

Nilai Tertinggi

93

96

Nilai Terendah

31

38

Rata-rata

62,75

71

Jumlah siswa yang mencapai nilai 65

17 siswa

27 siswa

Persentase

47,22 %

75 %

17,02

11,445

Standar Deviasi

Dari tabel 4.7 terlihat bahwa terjadi peningkatan pada hasil tes kemampuan penalaran matematika siswa dari siklus I ke siklus II. Kemampuan penalaran matematika siswa pada siklus I belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan karena jumlah siswa yang mencapai nilai 65 untuk tes kemampuan penalaran matematika sebesar 47,22 % (kurang dari 60 %). Sedangkan pada siklus II, jumlah siswa yang mencapai nilai 65 untuk tes kemampuan penalaran matematika sudah lebih dari 60 % yaitu 75 %. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini telah tercapai dengan terpenuhinya kriteria pencapaian indikator yang telah ditetapkan. Sehingga pembelajaran pun dihentikan pada siklus II.

D. Pembahasan Temuan Penelitian Pengamatan terhadap siswa mulai dilakukan diawal penelitian yaitu pada observasi awal tang terdapat dalam catatan lapangan dan wawancara. Kemampuan penalaran matematika masih rendah. Siswa belum mampu memberikan dugaan atas penyelesaian dari suatu masalah matematika, memberikan alasan yang logis atas jawaban benar yang diberikan kemudian menarik kesimpulan. Dalam pembelajaran matematika, siswa hanya memperhatikan dan mendengarkan penjelasan dari guru dan mengandalkan catatan yang dibuat dari guru. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa hasil jumlah rata-rata skor kemampuan penalaran matematika siswa pada siklus I berkategori rendah yaitu 10,28 dengan rata-rata tes kemampuan penalaran matematika 62,75 dan standar deviasi 17,02, maka penelitian ini belum menunjukkan ketercapaian indikator yang telah ditetapkan. Dari 36 siswa, yang mencapai nilai 65 untuk tes kemampuan penalaran matematika kurang dari 60 % yaitu 17 siswa. Oleh

karena itu, pembelajaran masih harus dilakukan dengan berbagai perbaikanperbaikan proses pembelajaran. Pada siklus II, secara keseluruhan data penelitian telah mengalami peningkatan yaitu hasil jumlah rata-rata skor kemampuan penalaran matematika siswa berkategori sedang yaitu 14,65 dengan rata-rata tes kemampuan penalaran matematika 71 dan standar deviasi 11,445. Dari 36 siswa, yang mencapai nilai 65 untuk tes kemampuan penalaran matematika lebih dari 60 % yaitu 27 siswa. Hal ini menunjukkan bahwa kriteria keberhasilan indikator yang telah ditetapkan telah tercapai sehingga pembelajaran pun dihentikan. Temuan

menarik

yang

diperoleh

peneliti

selama

penelitian

berlangsung adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan

penalaran

matematika

siswa

meningkat

dengan

menggunakan pendekatan pemecahan masalah Berdasarkan

hasil

pengamatan,

tes

kemampuan

penalaran

matematika dan wawancara terlihat bahwa pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa. Pada observasi pendahuluan dan awal pertemuan, kemampuan penalaran matematika siswa kelas X IPA 2 masih tampak rendah. Selama pembelajaran berlangsung, siswa kurang merespon pembelajaran yang diberikan guru dan peneliti. Siswa enggan berpikir, mengajukan dugaan atas penyelesaian soal matematika yang diajukan guru dan peneliti, memeriksa kesahihan dari suatu argumen, kurang pandai dalam melakukan manipulasi matematika dan menarik kesimpulan. Pada pertemuan berikutnya (pertemuan ketiga dan selanjutnya), perubahanperubahan positif pada siswa terjadi, yang mengarah pada perbaikan dan peningkatan kemampuan penalaran matematika. Pada pertemuan ketiga, siswa mulai menunjukkan sikap antusias dalam belajar matematika. Pertemuan berikutnya, siswa mulai merespon pembelajaran yang diberikan peneliti, memberikan alasan yang logis atas pertanyaan yang diajukan peneliti, memberikan dugaan atas penyelesaian soal matematika,

menyusun bukti dan memeriksa kesahihan dari suatu argumen kemudian menarik kesimpulan. Pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa karena siswa ditekankan untuk memecahkan masalah sendiri melalui langkah-langkah penyelesaian dalam pendekatan pemecahan masalah yang meliputi memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melaksanakan rencana dan meninjau kembali. Soal-soal non rutin yang diberikan kepada siswa tiap pertemuan membuat siswa terbiasa berpikir dan mengerjakan soalsoal yang sulit dan bervariasi. Metode diskusi kelompok yang digunakan mampu memfasilitasi keinginan siswa

untuk bertukar pikiran. Siswa mampu bekerja sama

dengan baik dengan kelompoknya, memikirkan dan mencari penyelesaian sendiri soal-soal matematika yang disajikan dalam LKS. Peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa terlihat dengan timbulnya indikator penalaran matematika pada siswa dalam pembelajaran yaitu siswa mampu mengajukan dugaan penyelesaian atas masalah matematika yang diberikan, memberikan alasan yang logis atas pertanyaan yang diajukan, menyusun bukti atas penyelesaian matematika, menarik kesimpulan dari pernyataan dan menentukan pola atau sifat matematika. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu hasil penelitian Lia Kurniawati, M.Pd. (2004) dengan judul “Pembelajaran dengan

Pendekatan

Pemecahan

Masalah

untuk

Meningkatkan

Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa SMP”, yang menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik dari siswa yang mendapat pembelajaran biasa. 2. Penggunaan pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa

Pada awalnya, siswa kelas X IPA 2 belum menunjukkan prestasi belajar yang baik, khususnya pada pelajaran matematika. Soal-soal latihan dan tugas matematika yang dikerjakan oleh siswa belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Diawal pertemuan, siswa masih tampak kaku dan kesulitan dengan soal-soal yang diberikan peneliti, baik berupa soal dalam LKS maupun soal latihan individu. Dalam pengerjaannya, siswa masih tampak kebingungan, bertanya dengan teman, berjalan-jalan mencari jawaban bahkan ada yang tidak bisa menyelesaikannya sama sekali. Setelah beberapa pertemuan kemudian, dengan memberikan pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dengan tidak terlepas dari bimbingan peneliti, sedikit demi sedikit siswa menunjukkan prestasi belajar yang baik. Prestasi belajar siswa meningkat. Pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah membuat suasana kelas menjadi menyenangkan

dan

menarik

karena

dalam

proses

pembelajaran

matematika tidak lagi digunakan metode ceramah melainkan diskusi kelompok dan penugasan. Pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah juga membuat siswa terbiasa menyelesaikan sendiri soal-soal yang sulit. Soal-soal pemecahan masalah yang diberikan di tiap pertemuan membuat siswa merasa tertantang untuk menyelesaikannya sehingga menumbuhkan semangat siswa dan mendorong siswa lebih antusias dalam belajar. Peningkatan prestasi belajar siswa terlihat dengan nilai formatif siswa berupa nilai LKS dan nilai latihan yang diberikan di tiap pertemuan yang mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu hasil penelitian Drs. I Wayan Sudiana, M.Pd. (2005) dengan judul “Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas II Melalui Pembelajaran Pemecahan Masalah Model Polya Terhadap Soal Cerita Matematika pada SD 5 Banjar Jawa Singaraja”, yang menunjukkan adanya peningkatan terhadap prestasi belajar siswa melalui pembelajaran pemecahan masalah.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penggunaan pendekatan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa. Kemampuan penalaran matematika siswa meningkat dari siklus I ke siklus II. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya hasil tes kemampuan penalaran matematika siswa yang diberikan pada siklus I dan siklus II yaitu pada siklus I, rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa 62,75 dengan persentase siswa yang telah mencapai nilai KKM sebesar 47,22 % dari jumlah siswa dan pada siklus II, ratarata kemampuan penalaran matematika siswa meningkat menjadi 71 dengan persentase siswa yang mencapai nilai KKM 75 % dari jumlah siswa. 2. Kemampuan

penalaran

matematika

yang

meningkat

dengan

menggunakan pendekatan pemecahan masalah adalah penalaran deduktif yang meliputi penalaran analitis, dan penalaran induktif yang meliputi penalaran logis, pola bilangan dan pola gambar.

B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti ingin mengemukakan beberapa saran diantaranya sebagai berikut : 1. Bagi Sekolah Pihak sekolah hendaknya mampu memberikan masukan dan dukungan bagi guru matematika di sekolah yang masih menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran untuk dapat menerapkan berbagai pendekatan/metode lain, seperti pendekatan pemecahan masalah sebagai upaya meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa.

2. Bagi guru a. Guru hendaknya menjadikan penelitian ini sebagai masukan dan sumbangsih dalam memberikan pembelajaran matematika di sekolah. b. Guru hendaknya mampu membangun dan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga timbul ketertarikan siswa dalam belajar matematika. 3. Bagi peneliti lain a. Agar dapat melakukan penelitian lebih dalam tentang kemampuan penalaran matematika karena masih banyak metode, strategi atau pendekatan lain yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa.

b. Pendekatan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika masih

harus

dikembangkan

matematika yang lain.

guna

meningkatkan

kemampuan

DAFTAR PUSTAKA Adjie, Nahrowi dan Deti Rostika. 2006. Konsep Dasar Matematika. Bandung: UPI Press. Adjie, Nahrowi dan Maulana. 2007. Pemecahan Masalah Matematika. Bandung: UPI Press. Arikunto, Suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. . 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Edisi Revisi. Dewantara, Aryo dan R. Citra Kumala. 2010. Kupas Tuntas Tes Potensi Akademik Masuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Dwi Yulianto, Arifin. “Pengaruh Pendekatan Pemecahan Masalah Terhadap Prestasi Belajar Matematika Kelas VII SMP Negeri 1 Miri Sragen Ditinjau Dari Minat Belajar”. Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta, dari http://etd.eprints.ums.ac.id/4519/1/A410040038.pdf. 22 Juni 2010. 11:20 WIB. http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metodepembelajaran/. 22 Juni 2010. 11:38 WIB. http://www.hilman.web.id/posting/blog/852/revisi-taksonomi-bloom-atau-revisedbloom-taxonomy.html. 22 Juli 2010. 17:53 WIB. Iska, Zikri Neni Iska. 2006. Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan. Jakarta: Kizi Brother’s. Kurniawati, Lia. 2006. ”Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan masalah untuk meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran matematika Siswa SMP”. Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika. Vol. 1 No. 1. Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project. . 2007. “Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving) dalam Upaya Mengatasi Kesulitan-Kesulitan Siswa pada Soal Cerita, Sebuah Antologi”, dalam Gelar Dwirahayu (Ed.), Pendekatan Baru dalam Proses Pembelajaran Matematika dan Sains Dasar. Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project.

Mahmudi, Sri Harini, dkk. 2007. Matematika untuk SMA dan MA Kelas X. Jakarta: Widya Utama. Mulbar, Usman. 2006. “Kemampuan Penalaran Formal, Lingkungan Pendidikan Keluarga Dan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Siswa SMA Negeri Di Kota Makassar”. Majalah Ilmiah Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Vol. 5 No. 2. Munadi, Yudhi. 2008. Media Pembelajaran; Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada Press. Nur, Muhammad. 1990. Pengadaptasian Test Of Logical Thinking (TOLT) dalam Seting Indonesia. Makalah Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan MIPA di IKIP Surabaya. Surabaya: Tidak Diterbitkan. Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. 2006. Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran. Vol 3 No. 1. Roslina, dkk. 2007. “Kemampuan Penalaran Matematika dan Penguasaan Konsep IPA pada Siswa SMA”. Laporan Penelitian Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh. Jakarta: Tidak Diterbitkan. Shadiq, Fadjar. 2004. “Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi”. Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar. Yogyakarta. . 2009. “Kemahiran Matematika”, dalam Diklat Instruktur Pengembang Matematika SMA Jenjang Lanjut. Yogyakarta. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Asdi Mahasatya. Soemoenar, dkk. Penerapan matematika sekolah. Tangerang: Universitas Terbuka. Sternberg, J. Robert. 2008. Psikologi Kognitif Edisi Keempat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sudiana, I Wayan. 2005. “Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas II Melalui Pembelajaran Pemecahan Masalah Model Polya Terhadap Soal Cerita Matematika Pada SD 5 Banjar Jawa Singaraja”, Laporan Penelitian Dosen Muda Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja. Jakarta: Perpustakaan PDII LIPI. Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI. Sukino. 2004. Matematika Jilid 1A untuk Kelas X Semester 1. Erlangga.

Sumarmo, Utari. 1987. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Bandung: Tidak Diterbitkan. Suwangsih, Erna dan Tiurlina. 2006. Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI Press. Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Edisi Revisi. Teguh. 2000. “Pembelajaran Penyelesaian Soal Cerita Matematika Di Sekolah Dasar Dengan Pendekatan Pemecahan Masalah”, dalam Sekolah Dasar Kajian Teori dan Praktik Pendidikan. No. 1 Tahun 9. . 2001. “Pembelajaran Problem Solving Matematika Di Sekolah Dasar”, dalam Sekolah Dasar Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, No. 2 Tahun 10. Wardhani, Sri. 2008. Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika “Analisis SI Dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika”. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika. Wartono, dkk. 2003. Gabungan Soal Evaluasi dan Ringkasan Materi Matematika untuk Siswa SMU Kelas 1 Semester Kedua. CV Merpati. Winkel. 1996. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Grasindo.