Tentang Puisi, Fisika, Paul Dirac, Werner Heisenberg dan Termodinamika · Paul
Adrien ... satu dari tonggak yang meletakkan dasar-dasar fisika kuantum, ia ...
Tentang Puisi, Fisika, Paul Dirac, Werner Heisenberg dan Termodinamika Paul Adrien Maurice Dirac (1902-1984) adalah salah satu dari tonggak yang meletakkan dasar-dasar fisika kuantum, ia mendapat anugerah nobel pada tahun 1933 bersama erwin schrodinger untuk "temuan temuan bentuk baru yang produktif dalam teori atom". Fisika kuantum, salah satu wilayah fenomenal bidang fisika mendapatkan proses bentuk dasarnya pada kurun waktu 1900-an sampai tahun 1930-an, lewat sumbangsih beberapa arca arca pemikir utama seperti dirac, planck, einstein, heisenberg, dsb. Para "founding fathers" ini saling berinteraksi intens satu sama lain, bahkan dalam perdebatan personal antar mereka di luar bidang fisika. Fisika kuantum (yang bermain main dengan diskontinuitas) secara historis dan elaborasi tidak mengalami diskontinuitas dengan dengan tonggak-tonggak fisika lain seperti mekanika klasik, termodinamika dan lain lain. Puisi? dan inilah komentar oom Dirac tentang puisi: In science one tries to tell people, in such a way as to be understood by everyone, something that no one ever knew before. But in poetry, it's the exact opposite. Quoted in H Eves Mathematical Circles Adieu (Boston 1977) Jadi menurut Dirac, Seorang ilmuwan membuat semua orang mengerti suatu yang tadinya tak di mengerti, sedangkan puisi, membuat orang tidak mengerti atas suatu hal yang sebenarnya semua orang sudah tahu. Demikian maka puisi bagi Dirac tak berguna. Bahkan Paul Dirac lebih lanjut menyatakan "I do not see how a man can work on the frontiers of physics and write poetry at the same time. They are in opposition. " Apakah para rekan fisikawan sekalibernya dan sejamannya bersikap sama? Tidak juga, justru ungkapan Dirac ini dispekulasikan merupakan reaksi terhadap kolega dia sesama fisikawan kuantum Werner Heisenberg, (1901-1976) peraih nobel 1932 atas "penciptaan mekanika kuantum" . Werner membagi kesehariannya hidupnya untuk fisika kuantum, naik gunung, dan menghafal sajak sajak Goethe. Apakah memang ada jurang tak terdamaikan antara ilmu (dalam hal ini fisika murni) dan sastra? Dari kacamata para fisikawan, mungkin ungkapan tokoh berikutnya, fisikawan (sekaligus novelis!) C.P. Snow (1905-1980), bisa memberi ilham, isinya kurang lebih: Kalau ada ilmuwan yang tak pernah membaca karya karya sastra, maka kaum humanis akan menjulukinya sebagai spesialis yang masa bodoh. Namun berapa banyak dari para humanis itu yang mengenal hukum Termodinamika II? jawabannya juga negatif! (kutipan dari ceramahnya berjudul Two cultures) Jadi.. Nah siapa yang paham/kenal hukum Termodinamika II? ayo kita bikin puisi! Editorial di belakang: Maaf para pemirsa, ini postingan ngaco, gara gara saya sedang membantu menerangkan beberapa pengertian fisika kepada keponakan yang kuliah, sementara saat itu sedang macet puisi. Artikel ini pernah dimuat di: http://idaman.multiply.com/journal/item/249
[email protected]