ekor, dikecamatan ini kebanyakan yang beternak itik petelur dan pusatnya
penetasan ... Dari ransum yang dikonsumsi akan diperoleh energi, protein,
lemak ...
Ujian Lengkap Sarjana Pembimbing : Dr. St. Nurani Sirajuddin, S.Pt, M.Si Kasmiyati Kasim, S.Pt, M.Si
ANALISIS PENDAPATAN USAHA TERNAK ITIK PEDAGING DI DESA ARAWA KECAMATAN WATANG PULU, PULU, KABUPATEN SIDRAP
HASNAWATI I 311 08 260
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
0
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Ternak itik merupakan salah satu komoditi unggas yang mempunyai peran cukup penting sebagai penghasil telur dan daging untuk mendukung ketersediaan protein hewani yang murah dan mudah didapat. Di Indonesia, itik umumnya diusahakan sebagai penghasil telur namun ada pula yang diusahakan sebagai penghasil daging. Peternakan itik didominasi oleh peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional di mana itik digembalakan di sawah atau di tempat-tempat yang banyak airnya, namun dengan cepat mengarah pada pemeliharaan secara intensif yang sepenuhnya terkurung (Apriyantono, 2011). Usaha peternakan itik bukan hanya sekedar sambilan akan tetapi sudah memiliki orientasi bisnis yang diarahkan dalam suatu kawasan, baik sebagai cabang usaha maupun sebagai usaha pokok, karena mengusahakan budidaya itik cukup menguntungkan dan dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan keluarga (Apriyantono, 2011). Usaha peternakan itik telah banyak digeluti oleh masyarakat dibeberapa daerah di Sulawesi Selatan khususnya di daerah Kabupaten Sidenreng Rappang. Ternak itik sangat cocok untuk dikembangkan di Kabupaten Sidrap, hal ini karena Kabupaten Sidrap merupakan daerah yang sebahagian besar luas wilayahnya terdiri dari areal persawahan sehingga sangat cocok untuk mengembangkan ternak itik (Yunus, 2012). Dimana jumlah populasi ternak itik yang tercatat di daerah Sidrap dapat dilihat pada tabel 1 :
1
Tabel 1. Populasi Ternak Itik Tiap Kecamatan di Kabupaten Sidrap Pada Tahun 2009 Sampai 2011. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tahun 2009 2010 2011 Maritenggae 14.800 15.540 16.317 Pitu Riase 5.132 5.388 5.657 Dua Pitue 14.871 15.614 16.395 Pitu Riawa 57.507 60.382 63.401 Tellu Limpoe 23.267 24.430 25.652 Sidenreng 82.000 86.100 90.405 Panca Rijang 15.083 15.083 15.837 Kulo 4.194 4.403 4.623 Baranti 112.645 118.277 124.191 Watang Pulu 24.471 25.510 26.785 Panca Lautang 7.570 8.132 8.539 Jumlah 361.540 378.859 397.802 Sumber : Data Populasi Ternak Itik Kabupaten Sidrap, 2012. Desa
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah populasi ternak itik di Kabupaten Sidrap terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama kurung waktu 3 tahun yaitu dari tahun 2009 – 2011 sebesar 361.540 meningkat menjadi 397.802 ekor. Kecamatan Baranti merupakan salah satu Kecamatan yang memiliki populasi ternak itik paling besar tahun terakhir di Kabupaten Sidrap yaitu 124.191 ekor, dikecamatan ini kebanyakan yang beternak itik petelur dan pusatnya penetasan telur untuk DOD. Di lihat dari sistem pemeliharaannya yang sudah lebih terorganisir dengan baik, sehingga peternak itik bermaksud untuk perkembangan usaha peternakan itik, maka di Desa Arawa, Kecamatan Watang Pulu Kabupaten Sidrap memelihara ternak Itik sebagai itik pedaging. Berdasarkan survei awal, pemeliharaan dilakukan dengan sistem pemeliharaan secara semi intensif dimana ternak-ternak yang dipelihara dikandangkan di sore hari dan di lepaskan di pagi hari untuk mencari makan yang mempunyai sumber pakan yang alami. Dan pemeliharaan
2
ternak itik dilakukan selama 1 periode dalam 70 hari, kemudian ternak dijual, dan rata-rata skala usaha peternak itik di desa tersebut adalah skala 500 sampai 1000 ekor. Untuk lebih dikembangkan usaha ternak Itik yang dijalankan, maka penting diketahui seberapa besar pendapatan peternak Itik. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pendapatan Usaha Ternak Itik Pedaging di Desa Arawa Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap”. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah yang dapat dirumuskan peneliti adalah seberapa besar pendapatan usaha ternak itik pedaging di Desa Arawa Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap ? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pendapatan usaha ternak itik pedaging di Desa Arawa Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap. 1.4. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menambah pengetahuan bagi peneliti mengenai pendapatan usaha ternak itik pedaging di Desa Arawa Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap. 2. Sebagai
bahan
informasi
dan
kajian
bagi
semua
pihak
yang
berkepentingan dalam pengembangan ternak itik.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Ternak Itik Itik dikenal juga dengan istilah Bebek (bhs.Jawa). Nenek moyangnya berasal dari Amerika Utara merupakan itik liar ( Anas moscha) atau Wild mallard. Terus menerus dijinakkan oleh manusia hingga jadilah itik yang diperlihara sekarang yang disebut Anas domesticus (ternak itik). Beternak itik bagi sebahagian orang terasa lebih menjanjikan daripada beternak unggas jenis lainnya. Pertama, produk yang dihasilkan yaitu telur terasa lebih dihargai sebab penjualannya dihitung bijian bukan kiloan sebagaimana halnya telur ayam ras. Kedua, cara pemeliharaan dan perawatan yang relatif mudah serta lebih tahan terhadap penyakit. Ketiga jumlah permintaan telur yang terus naik dari tahun ke tahun. dan Keempat yaitu permintaan akan daging konsumsi juga tinggi (Astawan, 2007). Itik pedaging merupakan ternak unggas penghasil daging yang sangat potensial di samping ayam. Kelebihan ternak ini adalah lebih tahan terhadap penyakit dibandingkan dengan ayam ras sehingga pemeliharaannya mudah dan tidak banyak mengandung resiko. Daging itik merupakan sumber protein yang bermutu tinggi dan itik mampu berproduksi dengan baik, oleh karena itu pengembangannya diarahkan kepada produksi yang cepat dan tinggi sehingga mampu memenuhi permintaan konsumen (Ali dan Febrianti, 2009). Daging itik merupakan salah satu sumber daging yang sudah diterima oleh masyarakat. Salah satu bentuk bahwa daging itik dikenal adalah pemanfaatan sebagai bahan baku masakan, yaitu sate daging itik dan daging itik
4
bakar/panggang. Dengan demikian, permintaan daging itik sebagai bahan untuk dikonsumsi masyarakat relatif besar. Itik yang sering dimanfaatkan sebagai penghasil daging biasanya bertipe jantan. Namun, tipe betina juga bisa dijadikan sebagai itik pedaging, tetapi yang sudah memasuki masa afkir (kurang berproduksi lagi). Berat badan yang dicapai oleh itik jantan pada umur 0, 4, 8 dan 16 minggu, menurut Chaves dan Lasmini (1978) dalam Mulatshi,dkk (2010), dapat mencapai 37 gram, 623 gram, 1.405 gram dan 1.560 gram, sedangkan pada umur 6 bulan dapat mencapai bobot 1.750 gram (Mulatshi, dkk, 2010). Upaya untuk mendapatkan itik pedaging dapat dilakukan dengan cara menyilangkan itik pedaging lokal dengan itik luar dengan memanfaatkan efek heterosis dan carry over effect, sehingga diperoleh ternak jenis baru hasil pemilihan dan penggabungan sifat-sifat yang baik dan menguntungkan (Amalia 1990). Selanjutnya menurut Rostini (2005) dalam Suryana (2008), bahwa Persilangan antara entok dan itik alabio sebagai penghasil daging memberikan nilai efisiensi pakan lebih baik dibandingkan persilangan antara entok dan itik pekin, walaupun bobot badan pada minggu yang sama lebih rendah (Suryana, 2008). Itik sebagaimana ternak lainnya tidak mampu untuk membuat atau memenuhi kebutuhan gizinya sendiri, ia harus mengambilnya dari luar tubuhnya yaitu dari ransum. Dari ransum yang dikonsumsi akan diperoleh energi, protein, lemak, dan asam – asam amino, vitamin dan mineral. Kesemuanya itu dibutuhkan untuk mempertahankan hidupnya dan untuk produksi. Bila ransum yang dikonsumsi tidak mengandung kebutuhan yang cukup untuk hidup pokok dan produksi, maka itik dengan nalurinya akan menyelamatkan hidupnya terlebih
5
dahulu. Unsur-unsur gizi yang diperoleh dari ransum digunakan dahulu untuk mempertahankan hidup sehingga produksi terhenti. Unsur nutrisi kedua yang penting sekali adalah energi. Energi dibutuhkan untuk segala aktifitas tubuh dan segala sesuatu yang berjaitan dengan itu. Begitu pentingnya energi ini, sehingga protein akan diubah menjadi energi bila energi yang dimakan kurang dan cadangan makanan berupa lemak juga tidak ada lagi. Bahkan itik akan berhenti makan bila ia merasa kebutuhan energinya telah terpenuhi (Rasyaf, 1993). Energi ransum yang dikonsumsi hewan dapat digunakan dalam 3 cara yang berbeda yaitu dapat menyediakan energi untuk kerja, dapat dirubah menjadi panas atau dapat disimpan sebagai jaringan tubuh. Energi ransum yang melebihi energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal dan fungsi-fungsi lainnya dalam tubuh disimpan dalam bentuk lemak. Kelebihan energi metabolis tidak dapat dikeluarkan oleh tubuh hewan. (Anggorodi, 1985). Syarat pakan yang baik untuk ternak itik adalah sebagai berikut : 1.
Ransum disusun dari bahan-bahan makanan yang mengandung gizi lengkap seperti protein, lemak, serat kasar, vitamin dan mineral. Susunlah dari beberapa jenis bahan makanan, semakin banyak ragamnya semakin baik, terutama dari sumber protein hewani.
2.
Setiap bahan makanan digiling halus, kemudian dipadatkan dalam bentuk pil tau butiran, agar jangan banyak tercecer waktu itik memakannya. Bahan yang biasa digunakan untuk pakan itik adalah; dedak, jagung, bungkil kedele, bungkil kelapa, lamtoro, ikan, bekicot, remis, sisa dapur, tepung tulang, kepala/kulit udang dan lain-lain.
3.
Jumlah pemberian dan kadar protein di sesuaikan dengan umur pertumbuhan
6
4.
Tempat makanan harus dicegah jangan sampai tercemar jamur ataupun bakteri. Jadi harus selalu dalam keadaan bersih dan kering.
5.
Sesuaikan jumlah tempat makanan dan minuman dengan jumlah itik, agar jangan saling berebutan pada waktu makan (Saleh, 2004). Dalam pakan untuk bebek potong memang bermacam – macam gaya
dalam pemberian pakan akan tetapi pada kesimpulannya ialah pola pemberian pakan secara terus menerus, dalam arti ketika pakan habis perlu ditambah kembali. Selain itu pilihlah pakan yang mengandung protein tinggi, seperti pelet dan konsentrat ( pakan buatan pabrik), gilingan jagung dll atau meramu sendiri pakan yang dianggapnya efisien yakni nasi aking dicampur dedak (katul) dan sedikit pelet, akan tetapi pakan ramuan ini diberikan setelah bebek memasuki umur 20 hari. Bila kurang dari 20 hari alangkah lebih baik diberi pakan yang agak halus atau dari pabrik (Saiefmuh, 2012). Adapun pemberian pakan untuk itik yaitu sebagai berikut : •
Umur 1 – 2 minggu 6 kg/100 ekor/hari.
•
Umur 3 – 4 minggu 80 kg/100 ekor/hari.
•
Umur 5 – 9 minggu 100 kg/100 ekor/hari.
•
Umur 10 minggu 150-180 kg/100 ekor/hari (Dwellank,2011). Pemeliharaan anak/masa starter dimulai pada saat itik berumur 1 hari
sampai umur 60 hari, dimana anak-anak itik dipelihara dalam kandang khusus yaitu untuk kandang anak dengan memakai pemanas/induk buatan dalam rangka menghangatkan tubuh dari anak Itik tersebut, hal ini disebabkan pada umur 1 –14 hari anak itik tidak tahan dengan cuaca dingin karena belum dilengkapi dengan bulu yang sempurna untuk menahan dingin, sehingga perlu adanya bantuan induk
7
buatan sebagai penghangat tubuh, serta anak Itik diberi makan khusus yaitu pakan anak yang mempunyai kandungan protein sekitar 19 – 21 % kadar protein dan lebih dikenal dengan makanan “Starter”. Setelah umur 14 hari anak Itik tersebut sudah mampu untuk menahan hawa dingin sehingga tidak perlu lagi dibantu dengan induk buatan(pemanas), dikandang ini bisa dipelihara sampai umur 60 hari bagi pemeliharaan Pembibitan, selanjutnya setelah umur diatas 60 hari dipindahkan ke kandang masa pertumbuhan (Grower). (Nurman, 2012). Itik pedaging ini mempunyai kemampuan untuk menghasilkan produksi daging kurang dari 2 bulan bisa menghasilkan berat badan sekitar 3 – 3,3 kg, sehingga sudah siap untuk dipotong. Dalam usaha perunggasan terutama unggas air (itik pedaging) dikenal dengan sistem pemeliharaan yaitu : a. Sistem pemeliharaan extensif. Sistem pemeliharaan Extensif, dimana pada sistem ini ternak-ternak dipelihara dengan cara diabur/digembalakan tanpa memperhatikan kandang maupun makanan, karena ternak-ternak tersebut dilepas di tempat-tempat yang mempunyai sumber pakan alami misalnya didaerah-daerah pesawahan yang baru panen. Pemeliharaan ini dilaksanakan oleh para peternak yang bersifat tradisional dan nomaden , kondisi ini banyak ditemukan di daerah Jawa Barat bagian utara, karena daerah pantura ini merupakan daerah pesawahan yang cukup luas sehingga menjadi potensi bagi pengembangan itik dengan sistem extensif. b. Sistem pemeliharaan semi intensif. Pemeliharaan dengan sistem Semi Intesif, dimana ternak-ternak yang dipelihara sudah memperhatikan kandang ternak dan diberi makan tetapi sewaktu
8
waktu dilepas untuk mencari makan sewaktu ada peluang pada saat panen padi ataupun pada tempat-tempat yang mempunyai potensi sumber pakan yang alami. c. Sistem pemeliharaan intensif. Sedangkan pemeliharaan yang Intensif, ternak-ternak peliharaan selalu ditempatkan dikandang dan diberi makan secara terus menerus serta sudah memperhatikan aspek-aspek teknis pemeliharaan ternak secara ilmiah dan sudah menggunakan teknologi-teknologi yang dianjurkan (Syanur, 2012) Untuk pemeliharaan itik pedaging jenis Peking (Peking Duck), lebih tepat apabila dilaksanakan dengan sistem Intensif, hal ini disebabkan itik peking (Peking Duck) merupakan Itik ras pedaging yang mempunyai kecepatan pertumbuhan dalam waktu yang relatif singkat, dimana dalam kurun waktu pemeliharaan kurang dari 2 (dua) bulan berat badannya sudah bisa mencapai diatas 3 kg dengan kondisi makanan yang baik dan Itik sudah siap dijual sebagai Itik Pedaging, dengan kualitas daging yang prima. Cara beternak itik yang pada umumnya ekstensif tampaknya mempunyai arti besar dalam perekenomian peternak. Terlihat adanya pemeliharan ternak itik yang bersifat turun temurun. Pengembalaan itik sistim berpindah dari suatu lokasi ke lokasi lain, tampaknya tidak dapat lagi dipertahankan. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan mengarahkan peternak untuk mengelola ternak itik secara semi intensif dan intensif (itik lahan kering) (Rumawas, 1995). Perubahan pemeliharaan ternak itik dari pola ekstensif akan bepengaruh terhadap performans itik disemua jenjang umur. Pengaruh positif, ternak itik akan lebih sehat dan lebih efisien dalam mengkonversikan pakan menjadi pangan, sedangkan efek negatif, terjadi pertumbuhan yang terlalu cepat, cepat menajadi
9
gemuk karena berkurangnya aktivitas serta dibutuhkan pakan yang lebih banyak dan tentu akan menimbulkan pemborosan bila tidak diikuti dengan produksi yang tinggi (Rusli, 2009). Usaha peternakan itik memiliki prospek usaha yang cukup potensial untuk dikembangkan maupun untuk dipasarkan, baik usaha pokok maupun sebagai usaha sampingan, sehingga sangat membantu dalam meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat. Usaha peternakan itik telah lama dikenal masyarakat. Model peternakan itik kebanyakan menggunakan cara tradisional yang skala pemeliharaannya kecil dan model pemberian pakan yang mengandalkan pakan alami. Saat ini berkembang bisnis ternak itik untuk pemenuhan kebutuhan daging dan untuk kebutuhan telur yang sudah ada sebelumnya. Seiring dengan semakin tumbuh warung makan serba bebek, kebutuhan bebek pedaging tidak kalah banyak dengan bebek petelur. Selain itu pemenuhan daging itik dari itik afkir saat ini sudah tidak mencukupi lagi (Samosir, 1997). Beberapa permasalahan yang dihadapi pada usaha peternakan itik diantaranya adalah pola pengusahaan yang cenderung masih secara tradisional, skala usaha belum ekonomis dan akses pemasaran yang belum optimal. Kondisi ini harus diatasi agar usaha peternakan itik bisa semakin berkembang. Kajian diharapkan mampu mengungkap lebih jauh mengenai berbagai aspek yang dapat mendorong pengembangan usaha ternak itik. Pengelolaan usaha yang masih tradisional, skala usaha yang belum ekonomis dan akses pemasaran yang belum optimal akan berakibat pada rendahnya produktivitas ternak. Lebih jauh kondisi ini akan menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan antara input dan output yang dihasilkan., yang pada akhirnya akan berakibat pula pada rendahnya pendapatan yang diperoleh peternak (Budiraharjo dan Handayani, 2008).
10
2.2. Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan 2.2.1. Biaya Produksi Biaya produksi adalah nilai dari semua factor-faktor produksi yang digunakan baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung (Soekartawi, 2003). Selanjutnya Cahyono (2005) mengatakan bahwa biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk pengadaan prasarana da sarana produksi. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi serta menjadikan barang tertentu menjadi produk, dan termasuk di dalamnya adalah barang yang dibeli dan jasa yang dibayar (Hernanto, 1996). Dalam arti luas, biaya (cost) adalah sejumlah uang yang dinyatakan dari sumber-sumber (ekonomi) yang dikorbankan (terjadi dan akan terjadi) untuk mendapatkan sesuatu atau mencapai tujuan tertentu, istilah biaya kadang-kadang dianggap sinonim dengan (1) harga pokok dan (2) beban dari sesuatu untuk tujuan tertentu tersebut. Untuk mudahnya, pengertian biaya sebagai harga pokok dan sebagai beban itu, disebut pengertian biaya dalam arti sempit, yakni apabila pengorbanan yang diperlukan itu terjadi dalam rangka merealisasikan pendapatan (Harnanto, 1992). Biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu tingkat harga yang tidak dapat menutupi biaya akan mengakibatkan kerugian. Sebaliknya apabila suatu tingkat harga melebihi semua biaya, baik biaya produksi, biaya operasi, maupun biaya non operasi akan menghasilkan keuntungan. Selanjutnya dikatakan bahwa biaya variabel adalah biaya yang berubah-ubah disebabkan karena adanya perubahan jumlah hasil. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang tidak
11
berubah-ubah (konstan) untuk setiap tingkatan atau hasil yang diproduksi. Biaya total merupakan seluruh biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan atau dengan kata lain biaya total ini merupakan jumlah dari biaya variabel dan biaya tetap (Swastha dan Sukotjo, 2007). Biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya variable serta biaya tunai (riil) dan biaya tidak tunai (diperhitungkan). Biaya tetap adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi, misalnya pajak tanah, pembelian peralatan dan perawatannya serta penyusutan alat dan bangunan. Biaya variable yaitu biaya yang besar kecilnya tergantung pada skala produksi, antara lain pupuk, bibnit, obat-obatan, tenaga kerja luar keluarga, biaya panen, biaya pengolahan. Biaya tunai meliputi biaya pajak, pembelian bibit, obat-obatan dan tenaga luar keluarga. Biaya tidak tunai meliputi biaya untuk tenaga kerja keluarga, penyusutan, bunga modal pinjaman dan cicilan jika meminjam modal dari bank. Menurut Devendra dan Burns (1994), dalam Hernanto, mengemukakan bahwa upah tenaga kerja keluarga dapat ditaksir dengan tingkat upah tenaga kereja lokal. Upah tenaga kerja merupakan pengeluaran yang besar apabila tenaga kerja keluarga juga dihitung. Lebih jauh dikatakan pula bahwa pada sistem usaha peternakan tradisional pengeluaran untuk pakan dapat diabaikan (Hernanto, 1996). Selanjutnya Swastha dan Suktojo (1993) menyatakan bahwa kita perlu mengetahui beberapa konsep tentang biaya seperti : biaya variabel, biaya tetap, dan biaya total.
12
1) Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang berubah-ubah yang disebabkan oleh adanya perubahan jumlah hasil. Apabila jumlah barang yang dihasilkan bertambah, maka biaya biaya variabelnya juga meningkat. Biaya variabel yang dibebankan pada masing-masing unit disebut biaya variabel rata-rata (average variabel cost). 2) Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya-biaya yang tidak berubah-ubah (constant) untuk setiap kali tingkatan/jumlah hasil yang diproduksi. Biaya tetap yang dibebankan pada masing-masing unit disebut biaya tetap rata-rata (average fixed cost). 3) Biaya Total Biaya total adalah keseluruhan biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan atau dengan kata lain biaya total ini merupakan jumlah dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya total yang dibebankan pada setiap unit disebut biaya total rata-rata (average total cost). Biaya Total = Biaya Tetap + Biaya Variabel Biaya usaha tani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : (a) Biaya Tetap (fixed cost); dan (b) biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap ini umumnya didefenisikan sebagai biaya yang relative tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Disisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefenisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi,dkk, 1995).
13
2.2.2. Penerimaan Apabila hasil produksi peternakan dijual kepasar atau ke pihak lain, maka diperoleh sejumlah uang sebagai produk yang dijual tersebut. Besar atau kecilnya uang yang diperoleh tergantung pada jumlah barang dan nilai barang yang dijual. Barang akan bernilai tinggi bila penerimaan melebihi penawaran atau produksi sedikit. Dikatakan pula bahwa jumlah produk yang dijual dikaitkan dengan harga yang ditawarkan merupakan jumlah uang yang yang diterima sebagai ganti produk peternakan yang dijual. Ini dinamakan penerimaan uang sebagai hasil jeri payah beternak pada saat itu belum diketahui untung atau rugi (Rasyaf, 2002). Penerimaan usaha tani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan pokok usata tani, tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usaha tani. Penerimaan kotor usaha tani adalah jumlah produksi yang dihasilkan dalam suatu kegiatan usaha tani dikalikan dengan harga jual yang berlaku dipasaran. Adapaun penerimaan usaha tani adalah merupakan hasil perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi,dkk, 1995) : Total Penerimaan (TR) = Q x P Dimana : TR = Total Revenue/penerimaan (Rp/Thn) Q = Jumlah Produksi per tahun P = harga (Rupiah) Siregar (2009) menyatakan bahwa penerimaan kotor usaha ternak adalah jumlah produksi yang dihasilkan dalam suatu kegiatan usaha ternak dikalikan dengan harga jual yang berlaku dipasaran. Adapun penerimaan usaha ternak adalah merupakan hasil perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga
14
jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai Tri = Yi . Pyi. Dimana TR adalah total penerimaan, Y adalah produksi yang diperoleh dalam suatu usaha ternak (i), Py adalah harga Y. Penerimaan tunai usaha tani (farm receipt) didefenisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usaha tani. Pengeluaran tunai usaha tani juga didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usaha tani. Demikian pula, pengeluaran usaha tani yang tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usaha tani tidak mencakup yang berbentuk benda, jadi nilai produk usaha tani dan nilai kerja yang dibayar dengan benda tidak dihitug sebagai pengeluaran tunai usaha tani (Soekartawi,dkk, 1986). 2.2.3. Pendapatan Pendapatan usahatani adalah pendapatan yang berasal dari kegiatan usahatani dan peternakan setiap tahun, dimana salah satu sumber umum atau kategori pendapatan usaha tani diperoleh melalui penjualan tanaman dan hasil ternak seperti daging dan telur (Rasyaf, 2002). Menurut Cahyono (1995) pendapatan usaha tani ada 2 macam yaitu pendapatan kotor dan pendapatan bersih (keuntungan). Pendapatan kotor usaha tani yaitu keseluruhan hasil atau nilai uang dari hasil usaha tani. Sedangkan pengeluaran total usahatani adalah semua nilai masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam proses produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pendapatan bersih usaha tani yaitu jumlah pendapatan kotor usaha tani dikurangi dengan biaya. Dengan kata lain bahwa pendapatan adalah selisih antara hasil penjualan panen dengan biaya usaha tani.
15
Menafsir pendapatan kotor, semua komponen produk yang tidak dijual harus di nilai berdasarkan harga pasar, perhitungan pendapatan kotor harus juga mencakup semua perubahan nilai tambah di lapangan antara permulaan dan akhir tahun pembukaan. Perubahan semcam ini sangat penting terutama untuk tanaman tahunan (Soekartawi,dkk, 1986). Untuk menghitung jumlah pendapatan maka digunakan rumus sebagai berikut (Soekartawi,dkk, 2003) : π = TR - TC Dimana : π
= Total Pendapatan / keuntungan yang diperoleh petani peternak (Rp/Thn)
TR = Total Revenue/Penerimaan yang diperoleh petani peternak (Rp/Thn) TC = Total Cost/Biaya yang dikeluarkan petani peternak (Rp/Thn). Di dalam usaha tani ternak modern, kunci keberhasilan untuk menghasilkan pendapatan finansial yang optimum dan untuk mempertahankan kelestarian usaha adalah tersedianya kekayaan asset perusahaan dengan jumlah yang cukup dan dalam kombinasi yang tepat. Contohnya, tersedianya lahan, hewan, mesin-mesin dan faktor modal lainnya, tenaga kerja, dan keterampilan. Jumlah Aset yang dikuasai seorang pengusaha, syarat dan kondisi yang ada pada waktu kekayaan tadi diperoleh (Manullang, 2002). Analisa pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan dari analisa pendapatan yaitu (1) menggambarkan keadaan sekarang atau suatu kegiatan usaha, (2) menggambarkan keadaan yang akan dari perencanaan atau tindakan. Bagi petani, analisa pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau
16
tidak. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa ada usahatani yang menggunakan tenaga kerja dari keluarga sehingga lebih tepat kalau pendapatan itu dihitung sebagai pendapatn yang berasal dari kerja keluarga. Dalam hal ini, kerja keluarga tidak usah dihitung sebagai pengeluaran dengan kata lain dalam pendapatan kerja keluarga. Dikatakan bahwa pendapatan yang diterima hampir seluruhnya digunakan untuk dikonsumsi (Cahyono, 1995). Besarnya pendapatan dari usaha ternak itik merupakan salah satu pengukur yang penting untuk mengetahui seberapa jauh usaha peternakan itik mencapai keberhasilan. Pendapatan adalah hasil keuntungan bersih yang diterima peternak yang merupakan selisih antara penerimaan dan biaya produksi.
17
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Februari 2013 (jadwal penelitian terlampir) di Desa Arawa Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap. 3.2. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif yaitu suatu jenis penelitian yang menggambarkan fenomena-fenomena variabel tanpa melakukan pengujian hipotesa. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yaitu melakukan penelitian secara mendalam terhadap total pendapatan usaha ternak itik pedaging. 3.3. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini digambarkan pada tabel berikut : Tabel 2. Indikator Pengukuran Variabel Penelitian Variabel Pendapatan
Sub Variabel Total Penerimaan (TR) Total Biaya (TC)
Indikator Pengukuran − Itik 1. Biaya Tetap − Biaya Investasi − Penyusutan Kandang − Penyusutan Peralatan 2. Biaya Variabel − DOD − Mortalitas
18
− Pakan − Tenaga Kerja − Vitamin/Obat-obatan − Listrik − Transportasi
3.4. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan petani peternak yang beternak itik pedaging di Desa Arawa Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposif dengan pertimbangan bahwa peternak yang memelihara ternak itik pedaging selama 1 periode dalam 70 hari. Pada penelitian ini semua populasi dijadikan responden atau sampel yaitu terdiri 37 peternak itik pedaging. 3.5.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu
data yang berbentuk angka yang meliputi penerimaan dan komponen biaya-biaya yang dikeluarkan peternak selama melakukan usaha ternak itik pedaging, seperti biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap seperti biaya penyusutan kandang, biaya penyusutan peralatan. Sedangkan biaya variabel meliputi biaya DOD, biaya pakan, biaya vaksin/obat-obatan, listrik, tenaga kerja, dan biaya transportasi. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah : a.
Data primer adalah data yang bersumber dari hasil wawancara langsung pemilik ternak itik pedaging yang berupa biaya investasi, biaya-biaya (biaya tetap yang meliputi : penyusutan kandang, penyusutan peralatan, dan biaya
19
variabel meliputi : biaya DOD, biaya pakan, biaya vaksin/obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya listrik, dan transportasi). b.
Data sekunder adalah data yang bersumber dari laporan-laporan, instansi pemerintah, Dinas Peternakan, dan instansi-instansi terkait.
3.6.
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap usaha peternak itik pedaging di Desa Arawa Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap. 2. Wawancara yaitu pengumpulan data dengan melakukan interview pada peternak itik pedaging. Untuk memudahkan proses wawancara tersebut digunakan bantuan kuisioner atau daftar pertanyaan yang telah disusun sesuai kebutuhan penelitian seperti biaya produksi, penerimaan, jumlah ternak itik pedaging, identitas responden dan lain sebagainya. 3.7. Analisa Data Analisa data yang digunakan untuk mengetahui pendapatan usaha ternak itik pedaging dengan menggunakan statistik deskrektif yaitu analisis deskreptif dengan menggunakan pengelompokan, penyederhanaan, dan penyajian data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan menggunakan rumus pendapatan yaitu : Pd = TR - TC (Soekartawi, 2003)
Dimana : Pd = Total Pendapatan yang diperoleh peternak itik pedaging (Rp/periode) TR = Total Revenue/Penerimaan yang diperoleh peternak itik pedaging (Rp/periode) TC = Total Cost/Biaya yang dikeluarkan peternak Itik pedaging (Rp/periode) 20
3.8. Konsep Operasional 1. Biaya total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan selama satu siklus produksi yang meliputi biaya tetap dan biaya variable yang dinyatakan dalam rupiah (Rp) per periode. 2. Biaya tetap meliputi penyusutan kandang, penyusutan peralatan, yang dinyatakan dalam rupiah (Rp) per periode. 3. Biaya variabel meliputi biaya DOD, biaya pakan, biaya vaksin/obatobatan, biaya tenaga kerja, biaya listrik, dan biaya transportasi yang dinyatakan dalam rupiah (Rp) per periode. 4. Penerimaan adalah nilai itik, serta ternak yang dikonsumsi yang diperoleh dengan mengkalikan harga jual yang dinyatakan dalam rupiah (Rp) per periode. 5. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan usaha ternak itik pedaging dengan total biaya yang dikeluarkan dinyatakan dalam rupiah (Rp) per periode. 6. Peternak Itik pedaging adalah orang atau sekelompok orang yang memelihara ternak itik pedaging selama 70 hari, kemudian ternak dijual. 7. Siklus produksi Itik per periode yaitu pemeliharaan ternak itik pedaging selama 70 hari.
21
DAFTAR PUSTAKA Ali, Arsyadi dan Febrianti, Nanda. 2009. Performans itik pedaging (lokal x peking) fase starter pada tingkat kepadatan kandang yang berbeda di desa laboi jaya kabupaten kampar. Jurnal Peternakan Vol 6 No 1 Februari 2009 (29 – 35) ISSN 1829 – 8729. Pekanbaru. Anggorodi, R. 1985. Manajemen Mutakhir Dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Jakarta: PT. Gramedia. Apriyantono, Anton. 2011. Pedoman Budidaya Itik Pedaging Yang Baik. http:// pedoman-budidaya-itik-pedaging-yang.html. Di akses Tanggal 15 Agustus 2012. Astawan. 2007. Tekhnologi Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. Budiraharjo, Ir.Kustopo dan Handayani, Migie. 2008. Analisis profitabilitas dan kelayakan financial Usaha ternak itik di kecamatan pagerbarang Kabupaten tegal. Laporan penelitian fakultas peternakan Universitas diponegoro Semarang 2008. Semarang. Cahyono B.1995. Beternak Ayam Buras. CV. Aneka, Yogyakarta Harnanto. 1992. Akuntansi Biaya Perhitungan Harga Pokok Produk. Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta. ------------. 1996. Akuntansi Biaya Perhitungan Harga Pokok Produk. Edisi Kedua. BPFE, Yogyakarta. Manullang, M. 2002. Pengantar Bisnis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Mulatshi, Sumiati, dan Tjakraddidjaja. 2010. Intensifikasi usaha peternakan itik dalam Rangka peningkatan pendapatan Rumah tangga pinggir kota. Institut Pertanian. Bogor. Nurman, Safik. 2012. Beternak Itik Pedaging. http://pesonaunggas.blogspot.com/beternak-itik-pedaging/htm. Di akses tanggal 4 Oktober 2012. Rasyaf, M. 1993. Beternak Itik. Kanisius. Yogyakarta. -----------. 2002. Beternak Itik. Edisi ke -16. Kanisius. Yogyakarta. Rumawas, I. 1995. Sifat fisik dan Kualitas Telur. Fakultas Kedokteran Hewan, IPB Bogor.
22
Rusli. 2009. Kualitas Telur Itik Asin (Studi Kadar Air, Organoleptik Dan Daya Simpan). Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Muhammadiyah Malang. Saleh, Eniza. 2004. Pengelolaan Ternak Itik di Pekarangan Rumah. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Samosir. 1977. Cara Beternak Itik. Di poskan Makaryo Deso http://blogspot.htm/cara-ternak-itik.htm. Di akses Tanggal 15 Agustus 2012 Siregar, Amri S. 2009. Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kec. Stabat, Kab. Langkat. Skripsi Fakultas Pertanian Univesrsitas Sumatera Utara. Soekartawi, dkk. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta. --------------------. 1995. Analisis Usaha Tani. PT. Raha Grafindo Persada, Jakarta. --------------------. 2003. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Suryana, 2008. Peluang dan kendala pengembangan Itik serati sebagai penghasil daging. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, Jalan Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 70711. Jurnal Litbang Pertanian, 27(1), 2008. Swastha, B dan Sukotjo, I. 1993. Pengantar Bisnis Moders (Pengantar Ekonomi Perusahaan Modern). Liberty Offset Yogyakarta, Yogyakarta. ----------------------------,I. 2007. Pengantar Bisnis Moders (Pengantar Ekonomi Perusahaan Modern). Liberty Offset Yogyakarta, Yogyakarta. Syanur. 2012. Beternak itik Pedaging. http://PesonaUnggas.posted.com/beternak-itik-pedaging.html. Tanggal 7 September 2012. Yunus,
Di
akses
Richman. S. 2012. Strategi Pengembangan Peternakan Itik. http://blogspot.htm/strategi-pengembangan-peternakan-itik.html. Di akses tanggal 15 Agustus 2012.
23