banyak dibandingkan dengan biji dalam buah pada cabang. Berat daging .....
daun dan bagian generatif yang meliputi bunga dan buah (Siregar et. al.,. 1989).
POLA SEBARAN KARAKTERISTIK FISIK BIJI KAKAO (Theobroma ( heobroma Cacao L.) .) BERDASARKAN POSISI BUAH PADA POHON
OLEH :
JURNIATI G 621 07 038
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Teknologi Pertanian
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
i
HALAMAN PENGESAHAN Judul
: Pola Sebaran Karakteristik Fisik Biji Kakao (Theobroma Kakao L.) .) Berdasarkan Posisi Buah Pada Pohon
Nama
: Jurniati
Stambuk
: G.62107038
Program Studi
: Keteknikan Pertanian
Jurusan
: Teknologi Pertanian Disetujui Oleh Dosen Pembimbing Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Helmi A. Koto, MS NIP. 19460101 197702 19 1 001
Dr. Ir. Junaedi Muhidong. M.Sc NIP. 19600101 198503 1014
Mengetahui Ketua Jurusan
Ketua Panitia
Teknologi Pertanian
Ujian Sarjana
Prof. Dr. Ir. Mulyati M. Tahir, MS NIP. 19570923 198312 2 001
Dr. Iqbal,STP, M.Si NIP. 19781225 200212 1 001
Tanggal al Pengesahan : Maret 2013
ii
JURNIATI (G62107038). Pola Sebaran Karakterisitik Fisik Biji Kakao (Theobroma Cacao L.) Berdasarkan Posisi Buah Pada Pohon. Di Bawah Bimbingan: Helmi A. Koto dan Junaedi Muhidong
ABSTRAK Tanaman kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang dikembangluaskan dalam rangka peningkatan sumber devisa negara dari sektor nonmigas. Kakao sebagai salah satu komoditas hasil perkebunan yang bernilai ekonomis cukup tinggi memiliki potensi untuk terus dikembangkan di Negara kita ini, khususnya daerah Sulawesi selatan yang merupakan salah satu sentra produksi kakao nasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola sebaran karakteristik fisik biji kakao berdasarkan posisinya dalam buah dan posisi biji pada pohon. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2012. Pengambilan sampel buah dilakukan di Kabupaten Bantaeng dan pengukuran karakteristik dan kadar air kakao dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar. Sebaran berat, kadar air, dimensi, dan volume biji kakao sepanjang deretan biji dari pangkal buah ke ujung buah memiliki pola kuadratik. Berat kering,berat padatan, dan kadar air pada batang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan pada cabang. Volume dan dimensi biji kakao yg meliputi panjang, lebar, dan tebal tidak terdeteksi adanya perbedaan antara batang dan cabang. Jumlah biji dalam buah pada batang lebih banyak dibandingkan dengan biji dalam buah pada cabang. Berat daging buah, berat plasenta, berat biji+pulp, berat biji tanpa pulp buah pada batang lebih besar nilainya dibandingkan buah pada cabang. Kata Kunci: Kakao, Kadar Air, Dimensi, Volume Biji Kakao
iii
RIWAYAT HIDUP Jurniati. Lahir pada tanggal 23 September 1989, Ujung Pandang. Anak keempat dari 6 bersaudara, dari pasangan Drs. H. Sangkala, M.Si dan Tani, Jurniati menghabiskan masa kecilnya di Makassar. Jenjang pendidikan formal yang pernah dilalui adalah : 1.
Pada tahun 1995 sampai pada tahun 2001, terdaftar sebagai murid di SD Inp Perumnas Antang I Makassar.
2.
Pada tahun 2001 sampai pada tahun 2004, terdaftar sebagai siswa di SMP Negeri 19 Makassar.
3.
Pada tahun 2004 sampai pada tahun 2007, terdaftar sebagai siswa di SMA Negeri 13 Makassar.
4.
Pada tahun 2007 sampai pada tahun 2012, diterima dipendidikan Universitas Hasanuddin, Fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi Keteknikan Pertanian. Selama menjadi mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin,
penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian (Himatepa UH).
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini sebagaimana mestinya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. Penyusunan dan penulisan skripsi tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak dalam bentuk bantuan dan bimbingan. Olehnya itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Bapak Ir. Helmi A. Koto, MS dan Dr. Ir. Junaedi Muhidong, M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan curahan ilmu, petunjuk, pengarahan, bimbingan, saran, kritikan dan motivasi sejak pelaksanaan penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi ini. Semoga segala bantuan, petunjuk, dorongan dan bimbingan yang telah diberikan mendapatkan imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat buat almamater khususnya Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin dan para pembaca. Mungkin masih terdapat kekeliruan dan kesalahan pada laporan ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Akhirnya penyusun mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya. Makassar, Maret 2013
Penulis
v
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
ii
RINGKASAN................................................................................................. iii RIWAYAT HIDUP........................................................................................ iv KATA PENGANTAR....................................................................................
v
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR...................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi I.
PENDAHULUAN 1.1 . Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2. Tujuan Penelitian............................................................................
2
1.3. Kegunaan Penelitian .......................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kakao……………... .......................................................
3
2.2. Jenis Kakao ……………... .............................................................
6
2.3. Pemanenan……………... ...............................................................
8
2.4. Pasca Panen…… ............................................................................
9
2.5. Karakteristik Biji Kakao ................................................................. 12 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat ......................................................................... 16 3.2. Alat dan Bahan ............................................................................... 16 3.3. Prosedur Penelitian......................................................................... 16 3.4. Parameter Pengamatan.................................................................... 17 3.4.1 Pengukuran Berat Biji…. .................................................... 17 3.4.2 Pengukuran Kadar Air......................................................... 17 3.4.3 Pengukuran Dimensi ........................................................... 17 3.4.4 Pengukuran Volume............................................................ 17
vi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Berat Biji……………..................................................................... 18 4.2. Kadar Air ……………... ................................................................ 20 4.3. Dimensi……………....................................................................... 21 4.4. Volume……................................................................................... 23 4.5. Karakteristik Buah Batang VS Buah Cabang .................................. 24 V.
KESIMPULAN ..................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 26 LAMPIRAN ................................................................................................... 28
vii
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
1.
Syarat Mutu Biji Kakao Berdasarkan Ukuran Biji .............................. 14
2.
Karakteristik Biji Kakao Berdasarkan Posisi Buah Pada Batang dan Buah Pada Cabang ............................................................................. 24
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1.
Hubungan antara berat biji kakao pada buah batang berdasarkan posisi biji dari pangkal buah hingga ujung buah......………………..…………………………………… 18
2.
Hubungan antara berat biji buah kakao pada cabang berdasarkan posisi biji dari pangkal buah hingga ujung buah....………………..…………………………. ……................. 19
3.
Hubungan antara kadar air biji buah kakao pada batang dan buah pada cabang berdasarkan posisi biji dari pangkal buah hingga ujung buah....………………………..……………………………..
20
4.
Hubungan antara dimensi biji buah kakao pada batang berdasarkan posisi biji dari pangkal buah hingga ujung buah....………………………..…………………………………… 21
5.
Hubungan antara dimensi biji buah kakao pada cabang berdasarkan posisi biji dari pangkal hingga ujung buah....………………………..…………………………………… 22
6.
Hubungan antara volume biji buah kakao pada batang dan buah pada cabang berdasarkan posisi biji dari pangkal buah hingga ujung buah....………………………..……………………………..
23
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Teks
Halaman
1.
Data Karakteristik Buah dan Biji Pada Batang................................
28
2.
Data Karakteristik Buah dan Biji Pada Cabang ...............................
36
3.
Data Rata-rata Dimensi dan Volume Biji Buah Kakao Pada Batang
44
4.
Data Rata-rata Dimensi dan Volume Biji Buah Kakao Pada Cabang
44
5.
Data Rata-rata Berat Biji, Berat Padatan, dan Kadar Air Biji Buah Kakao Pada Batang dan Pada Cabang……………………………….. 45
6.
Foto Kegiatan Penelitian.................................................................
46
x
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang dikembangluaskan dalam rangka peningkatan sumber devisa negara dari sektor nonmigas. Kakao sebagai salah satu komoditas hasil perkebunan yang bernilai ekonomis cukup tinggi memiliki potensi untuk terus dikembangkan di Negara kita ini, khususnya daerah Sulawesi selatan yang merupakan salah satu sentra produksi kakao nasional. Selain itu kakao ini juga merupakan salah satu komoditas yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi pendapatan harian atau mingguan bagi masyarakat. Produktivitas kakao yang tinggi di Indonesia tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas biji kakao. Pada umumnya mutu kakao yang dihasilkan oleh para petani di Indonesia kurang terfermantasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, cita rasa sangat beragam dan tidak konsisten. Mutu kakao Indonesia dinilai konsumen pasar Eropa sangat kurang, sehingga ekspor kakao Indonesia selain tidak mendapat
premi,
juga
mengalami
penurunan
harga
yang
cukup
tinggi (Siswoputranto, 1994). Hal tersebut tentunya menjadi suatu hal yang sangat merugikan bagi Negara kita, terutama petani kakao. Mutu dari biji kakao dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti proses budidaya, maupun penanganan pasca panen. Maka dari itu faktor tersebut harus diperbaiki, terutama dalam hal penanganan pasca panen untuk menghasilkan biji kakao yang bermutu, sehingga baik digunakan pada proses pengolahan selanjutnya dalam menghasilkan produk olahan kakao bermutu tinggi. Tanaman kakao termasuk golongan tanaman tahunan yang tergolong dalam kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah pada batang dan cabang. Dengan mempelajari struktur buah kakao kita dapat mengetahui bagian dari pohon yang memiliki atau menghasilkan kualitas biji kakao berdasarkan posisi buah pada pohon.
11
1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik dan kadar air kakao berdasarkan posisi buah pada pohon. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi oleh Petani kakao dan Industri pengolahan biji kakao untuk mengetahui karakteristik fisik dan kadar air kakao yang akan diperoleh berdasarkan posisi buah pada pohon.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakao Kakao merupakan satu-satunya di antara 22 jenis marga Theobroma, suku
Sterculiaceae
yang
diusahakan
secara
komersial
menurut
Tjitrosoepomo(1988), sistematika tanaman ini sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Subkelas
: Dialypetalae
Bangsa
: Malvales
Suku
: Sterculiaceae
Marga
: Theobroma
Genus
: Theobroma cacao L.
Tanaman kakao termasuk golongan tanaman tahunan yang tergolong dalam kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah pada batang dan cabang. Tanaman ini pada garis besarnya dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian vegetatif yang meliputi akar, batang serta daun dan bagian generatif yang meliputi bunga dan buah (Siregar et. al., 1989). Kakao merupakan tumbuhan berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 10 m. Meskipun demikian, dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5 m tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang produktif (Sunanto, 1992). Coklat dapat tumbuh sampai ketinggian 8-10 m dari pangkal batangnya di permukaan tanah. Tanaman coklat punya kecenderungan tumbuh lebih pendek bila ditanam tanpa pohon pelindung. Di awal pertumbuhannya, tanaman cokelat yang dipercaya melalui biji akan menumbuhkan batang utama sebelum menumbuhkan cabang-cabang primer. Letak cabang-cabang primer itu tumbuh disebut jorket,yang tingginya 1-2 m dari permukaan tanah.
13
Ketinggian jorket yang ideal adalah 1,2-1,5 m agar tanaman dapat menghasilkan tajuk yang baik dan seimbang (Siregar et. al., 1989). Tanaman kakao yang berasal dari biji, setelah berumur sekitar satu tahun dan memiliki tinggi 0,9-1,5 m, pertumbuhan vertikalnya akan berhenti kemudian membentuk perempatan (jorket/jorquette). Tinggi rendah jorket tergantung pada kualitas bibit, kesuburan tanah, dan intensitas cahaya yang diterima. Jorket merupakan tempat perubahan pola percabangan, yakni dari tipe ortotrop ke plagiotrop. Peralihan pertumbuhan seperti ini adalah khas dari tanaman kakao karena tidak terjadi pada tanaman lain. Pembantukan jorket di dahului dengan berhentinya pertumbuhan tunas ortotrop karena ruas-ruasnya tidak lagi memanjang. Pada ujung tunas tersebut, stipula, kuncup keiak daun, serta tunas daun juga tidak berkembang lagi. Dari ujung perhentian
tersebut,
selanjutnya
tumbuh
3-6
cabang
yang
arah
pertumbuhannya condong ke samping membentuk sudut 0-600 terhadap bidang horizontal. Cabang-cabang itu disebut cabang primer yang bersifat palgiotrop. Dari cabang primer akan tumbuh cabang sekunder, sementara dari cabang sekunder akan tumbuh cabang tersier dan seterusnya yang semuanya bersifat plagiotrop. Cabang plagiotrop tidak membentuk jorket (Wahyudi, 2008). Dari batang maupun cabang acapkali tumbuh tunas-tunas air (chupon). Bila tunas air ini dibiarkan tumbuh akan membentuk jorket kembali. Tunas air tersebut juga menyerap banyak energi sehingga bila dibiarkan tumbuh akan mengurangi pembungaan dan pembuahan. Karena itu, tunas air harus ditunas secara berkala (Siregar et. al., 1989). Ditijau dari tipe pertumbuhannya, cabang-cabang pada tanaman cokelat tumbuh ke arah atas maupun samping. Cabang-cabang yang tumbuh ke arah samping disebut cabang-cabang plagiotrop dan cabang-cabang yang tumbuh ke arah atas disebut cabang-cabang orthotrop (Siregar et. al., 1989).
14
Buah dan warna kulit buah kakao sangat bervariasi, tergantung pada kultivarnya. Namun, pada dasarnya hanya ada dua macam warna, yaitu buah yang ketika muda berwarna hijau/hijau agak putih, bila sudah masak berwarna kuning dan buah yang ketika masih muda berwarna merah, bila sudah masak berwarna orange (Wahyudi, 2008). Biji di bungkus oleh daging buah (pulpa) yang berwarna putih, rasanya asam manis dan diduga mengandung zat penghambat perkecambahan. Di sebelah dalam daging buah terdapat kulit biji (testa) yang membungkus dua kotiledon dan poros embrio. Biji kakao tidak memiliki masa dorman. Meskipun daging buahnya mengandung zat penghambat perkecambahan, tetapi kadang-kadang biji berkecambah di dalam buah yang terlambat dipanen karena daging buahnya telah kering (Prawoto et. al,. 1994). Struktur buah kakao secara garis besar terdiri dari empat bagian yaitu kulit, plasenta, pulp, dan biji. Buah kakao masak berisi 30-40 biji yang masing-masing diselimuti oleh pulp, sedangkan biji kakao terdiri dari dua bagian yaitu kulit biji dan keping biji. Keping biji meliputi 86% sampai 90% dari berat kering biji sedangkan kulit biji sekitar 10-14% (Syarief, 1988). Saat biji kakao dikeluarkan dari buah, biji diselimuti oleh lendir putih atau pulp. Pulp pada mulanya steril, tetapi dengan adanya gula dan keasaman yang tinggi (pH 3,5) karena kandungan asam sitrat. Kondisi ini ideal untuk mikroorganisme. Kontaminasi skala luas bisa terjadi karena adanya aktivitas lalat, lalat buah, dan kontaminasi langsung dari kotak fermentasi (Wahyudi, 2008). Hubungan antara kadar air, dimensi, dan berat biji kakao Forastero dan barisan biji dari pangkal buah ke ujung buah menunjukkan pola kuadratik. Kadar air cenderung menurun dari pangkal buah (baris ke-1), hingga pertengahan buah (baris ke-6 atau ke-7), untuk selanjutnya meningkat hingga ujung buah (baris ke-10). Panjang dan lebar biji mengalami peningkatan dari pangkal buah (baris ke-1) hingga pertengahan buah (baris ke-6), kemudian menurun hingga ujung buah (baris ke-10). Sedangkan tebal biji mengalami penurunan dari pangkal buah (beris ke-1) hingga pertengahan buah (baris ke-
15
6), untuk selanjutnya meningkat hingga ujung buah (baris ke-10). Berat biji mengalami peningkatan dari pangkal buah (baris ke-1) hingga pertengahan buah (baris ke-4 atau ke-6). Selanjutnya terjadi penurunan hingga ujung buah (Haerani, 2002). 2.2 Jenis Kakao Jenis kakao yang terbanyak dibudidayakan Menurut Sunanto (1992), adalah jenis: 1. Criollo
(Criollo
Amerika
Tengah
dan
Amerika
Selatan),
yang
menghasilkan biji kakao bermutu sangat baik dan dikenal sebagai kakao mulia, fine flavour cocoa, choiced cocoa atau edel cocoa. Criollo memiliki ciri – ciri sebagai berikut : a. Pertumbuhan tanaman kurang kuat dan produksinya relatif rendah dan tunas – tunas muda umumnya berbulu. b. Masa berbuah lambat. c. Agak peka terhadap serangan hama dan penyakit. d. Kulit buah tipis dan mudah diiris. e. Terdapat 10 alur yang letaknya berselang – seling, dimana 5 alur agak dalam dan 5 alur agak dangkal. f. Ujung buah umumnya berbentuk tumpul, sedikit bengkok dan tidak memiliki bottle neck. g. Tiap buah berisi 30 – 40 biji yang bentuknya agak bulat sampai bulat. h. Endospermnya berwarna putih. i. Proses fermentasinya lebih cepat dan rasanya tidak begitu pahit. j. Warna buah muda umumnya merah dan bila sudah masak menjadi orange. 2. Forastero, yang menghasilkan biji kakao bermutu sedang dan dikenal sebagai ordinary cocoa atau bulk cocoa. Jenis terdiri dari forastero amazona dan trinitario. Tipe forastero memiliki ciri – ciri sebagai berikut : a. Pertumbuhan tanaman kuat dan produksinya lebih tinggi. b.Masa berbuah lebih awal.
16
c.Umumnya diperbanyak dengan semain hibrida. d.Relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. e.Kuat buah agak keras tetapi permukaanya halus. f. Alur – alur pada kulit buah agak dalam. g.Ada yang memiliki bottle neck dan ada pula yang tidak memiliki. h.Endospermnya berwarna ungu tua dan berbentuk gepeng. i. Proses fermentaasinya lebih lama. j. Rasa biji lebih pahit. k. Kulit buah berwarna hijau terutama yang berasal dari Amazona dan merah yang berasal dari daerah lain. 3. Trinitario yang merupakan hibrida alami dari Criollo dan Forastero sehingga menghasilkan biji kakao yang dapat termasuk fine flavour cocoa atau bulk cocoa. Jenis Trinitario yang banyak ditanam di Indonesia adalah Hibrid Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybrida (Kakao lindak: jenis trinitario yaitu: a. Angoleta, dengan ciri–ciri sebagai berikut : Bentuk luar mendekati Criollo, Kulit luar sangat kasar, tanpa bottle neck, buah besar, beralur dalam. Endosperm/bijinya berwarna ungu. b. Cundeamor, dengan ciri–ciri sebagai berikut : Bentuk buah seperti Angoleta, kulit buah kasar, bottle neck jelas dan alur tidak dalam. Bijinya gepeng dan mutu superior. Endosperm ungu gelap. c. Amelonado, dengan ciri–ciri sebagai berikut : Bentuk buah bulat telur, kulit sedikit halus, ada yang memiliki bottle neck ada pula yang tidak, dan alur – alurnya jelas. Bijinya gepeng, mutu ada yang sedang dan ada yang superior. Endosperm berwarna ungu.
17
d. Calaba cillo, dengan ciri–ciri sebagai berikut : Buahnya pendek dan bulat, kulitnya sangat halus dan licin, tanpa bottle neck, sedangkan alur – alur buahnya dangkal. Bijinya gepeng dan rasanya pahit. Endosperm berwarna ungu. 2.3 Pemanenan Hanya buah kakao sehat yang dipanen untuk dilanjutkan ke proses fermentasi, sedangkan buah kakao yang terserang penyakit dipisahkan atau dibuang. Frekuesi pemanenan juga berpengaruh terhadap mutu biji kakao. Frekensi pemanenan dapat berubah seiring adanya hama pada buah kakao. Namun, interval pemanenan yang cukup lama antarpemanenan serta pemanenan buah yang terlalu masak harus dicegah. Interval pemanenan yang cukup lama akan menyebabkan buah yang terkumpul memiliki tingkat kemasakan yang bervariasi. Sementara pemanenan buah yang terlalu masak bertujuan untuk menghindari biji berkecambah di dalam buah. Buah yang bijinya
telah
berkecambah
biasanya
kulitnya
berlubang
sehingga
memungkinkan jamur atau serangga masuk dalam buah. Pemanenan juga tidak diperkenankan untuk dilakukan pada buah yang kurang masak karena biji kakao dari buah kurang masak sulit dipisahkan dan cenderung saling lengket. Selain itu, pada kondisi buah yang sangat mentah, kadar lemak pada bijinya masih sangat rendah sehingga rendemen lemaknya menjadi rendah dan mutu lemaknya lebih lunak dibandingkan lemak dari buah yang telah masak penuh (Wahyudi, 2008).
18
2.4 Pasca Panen Biji
coklat
produk–produk
yang coklat
diperdagangkan diperoleh
dari
dan
dipergunakan
pengolahan
biji
untuk kakao.
Tahapan–tahapan dalam penanganan pasca panen kakao meliputi pemetikan, pengupasan/pemecahan kulit buah, fermentasi, perendaman dan pencucian, pengeringan dan penyimpanan merupakan tahapan penting dalam pengolahan untuk memperoleh biji kakao yang bermutu baik (Siswoputranto, 1985). Faktor-faktor penyebab mutu kakao beragam yang dihasilkan adalah minimnya sarana pengolahan, lemahnya pengawasan mutu serta penerapan teknologi pada seluruh tahapan proses pengolahan biji kakao rakyat yang tidak berorientasi pada mutu. Kriteria mutu biji kakao yang meliputi aspek fisik, cita rasa dan kebersihan serta aspek keseragaman dan konsistensi sangat ditentukan oleh perlakuan pada setiap tahapan proses produksinya. Tahapan proses pengolahan dan spesifikasi alat dan mesin yang digunakan yang menjamin kepastian mutu harus didefinisikan secara jelas. Selain itu pengawasan dan pemantauan setiap tahapan proses harus dilakukan secara rutin agar tidak terjadi penyimpangan mutu, karena hal demikian sangat diperhatikan oleh konsumen, disebabkan biji kakao merupakan bahan baku makanan atau minuman. Proses pengolahan buah kakao menentukan mutu produk akhir kakao, karena dalam proses ini terjadi pembentukan calon citarasa khas kakao dan pengurangan cita rasa yang tidak dikehendaki, misalnya rasa pahit dan sepat. Berikut ini proses penanganan pasca panen buah kakao menurut (Anonim, 2012a) : 1. Pemeraman Buah • Pemeraman buah bertujuan, memperoleh keseragaman kematangan buah serta memudahkan pengeluaran biji dari buah kakao. • Buah dimasukan kedalam keranjang rotan atau sejenisnya disimpan ditempat yang bersih dengan alas daun – daunan dan permukaan tumpukan ditutup dengan daun-daunan .
19
• Pemeraman dilakukan ditempat yang teduh, serta lamanya sekitar 5-7 hari (maksimum 7 hari). 2. Pemecahan Buah • Pemecahan
atau
pembelahan
buah
kakao
dimaksudkan
untuk
mendapatkan biji kakao, pemecahan buah kakao harus dilakukan secara hati-hati, agar tidak melukai atau merusak biji kakao. • Pemecahan buah kakao dapat menggunakan pemukul kayu atau memukulkan buah satu dengan buah lainnya, harus dihindari kontak langsung biji kakao dengan benda–benda logam, karena dapat menyebabkan warna biji kakao menjadi kelabu. • Biji kakao dikeluarkan lalu dimasukan dalam ember plastik atau wadah lain yang bersih, sedang empulur yang melekat pada biji dibuang. Salah satu tahapan penting dalam penanganan pascapanen kakao adalah proses fermentasi. Penanganan pascapanen kakao dimulai sejak pemetikan buah, fermentasi sampai pengeringan dan pengemasan. Proses fermentasi berlangsung secara alamiah selama beberapa hari. Tahapan ini sangat penting dilalui untuk mempersiapkan biji kakao basah menjadi biji kakao kering bermutu tinggi dan layak dikonsumsi. 3. Perendaman dan Pencucian. Tujuan perendaman dan pencucian adalah menghentikan proses fermentasi dan memperbaiki kenampakan biji. Sebelum pencucian dilakukan perendaman ± 3 jam untuk meningkatkan jumlah biji bulat dengan kenampakan menarik dan warna coklat cerah. Pencucian dapat dilakukan secara manual (dengan tangan) atau menggunakan mesin pencuci. Pencucian yang terlalu bersih sehingga selaput lendirnya hilang sama sekali, selain menyebabkan kehilangan berat juga membuat kulit biji menjadi rapuh dan mudah terkelupas. Umunya biji kakao yang dicuci adalah jenis edel sedangkan jenis bulk tergantung pada permintaan pasar.
20
4. Pengeringan Pelaksanaan pengeringan dapat dilakukan dengan menjemur, memakai mesin pengering atau kombinasi keduanya. Pada proses pengeringan terjadi sedikit fermentasi lanjutan dan kandungan air menurun dari 55-60 % menjadi 6-7 %, selain itu terjadi pula perubahan-perubahan kimia untuk menyempurnakan pembentukan aroma dan warna yang baik. Suhu pengeringan sebaiknya antara 55-66ºC dan waktu yang dibutuhkan bila memakai mesin pengering antara 20-25 jam, sedang bila dijemur waktu yang dibutuhkan ±7 hari apabila cuaca baik,tetapi apabila banyak hujan penjemuran ±4 minggu. Bila biji kurang kering pada kandungan air diatas 8% biji mudah ditumbuhi jamur. 5. Sortasi Biji. Sortasi Biji Kakao Kering dimaksudkan untuk memisahkan antara biji baik dan cacat berupa biji pecah, kotoran atau benda asing lainya seperti batu, kulit dan daun-daunan. Sortasi dilakukan setelah 1-2 hari dikeringkan agar kadar air seimbang, sehingga biji tidak terlalu rapuh dan tidak mudah rusak, sortasi dilakukan dengan menggunakan ayakan yang dapat memisahkan biji kakao dengan kotoran-kotoran. 6. Pengemasan dan Penyimpanan Biji
Biji kakao dikemas dengan baik didalam wadah bersih dan kuat, biasanya
menggunakan
karung
goni
dan
tidak
dianjurkan
menggunakan karung plastik.
Biji kakao tidak disimpan dalam satu tempat dengan produk pertanian lainnya yang berbau keras, karena biji kakao dapat menyerap baubauan tersebut.
Biji kakao jangan disimpan di atas para-para dapur karena dapat mengakibatkan biji kakao berbau asap.
Biji kakao disimpan dalam ruangan, dengan kelembaban tidak melebihi 75 % ventilasi cukup dan bersih.
Antara lantai dan wadah biji kakao diberi jarak ± 8 cm dan jarak dari dinding ± 60 cm, biji kakao dapat disimpan ± 3 bulan. 21
Fermentasi kakao merupakan proses yang rumit dan belum dimengerti secara sempurna dalam semua aspek biokimia.
Pada tahap awal,
pertumbuhan pesat dari meragi gula–gula yang berada dalam bubur yang berwarna putih dan disekitar biji–biji hampir tanpa ada hawa atau udara. Selama 24 jam berikutnya, bakteri asam laktat mulai berpengaruh dan masih dalam keadaan anaerobik (tanpa hawa dan udara). Perubahan sel–sel bubur memungkinkan masuknya hawa dan udara ke dalam biji–biji tersebut. Bakteri asam laktik tumbuh dan mengubah alkohol, yang tumbuh sebagai akibat pengaruh ragi menjadi asam katekik, membunuh biji–biji dan enzim keluar dan menular dari sel–sel khusus ke seluruh biji. Pada saat ini dimulai perubahan kimia yang esensial kalau bau harum dan kakao dapat tumbuh pada saat biji dibakar pada awal proses manufaktur (Spillane, 1995). Tahap fermentasi akan menyebabkan perubahan baik dari luar maupun didalam keping biji. Perubahan–perubahan yang secara fisik dilanjutkan ke perubahan secara eksternal yaitu perubahan dalam keping biji secara enzimatis yang
berkelanjutan
sampai
tahap
pengeringan.
Perubahan–perubahan
enzimatis memungkinkan terbentuknya senyawa prekursor aroma dan cita rasa khas kakao. Cita rasa, aroma dan warna khas kakao akan berkembang secara optimal pada tahap
berikutnya
yaitu pada saat biji kakao disangrai
(Atjeng et. al., 1988). 2.5 Karakteristik Biji Kakao Karakteristik fisik biji kakao banyak diperhatikan terutama karena berpengaruh terhadap hasil yang akan diperoleh oleh pabrik cokelat, khususnya adalah kadar air, berat biji, dan kadar kulit. Sifat-sifat fisik tersebut satu sama lain saling berkaitan dan dapat ditentukan dengan mudah (Wahyudi,2008) . Kadar air merupakan sifat phisik yang sangat penting dan sangat diperhatikan oleh pembeli. Selain sangat berpengaruh terhadap randemen hasil (yield), kadar air berpengaruh pada daya tahan biji kakao terhadap kerusakan terutama saat penggudangan dan pengangkutan. Biji kakao, yang
22
mempunyai kadar air tinggi, sangat rentan terhadap serangan jamur dan serangga. Keduanya sangat tidak disukai oleh konsumen karena cenderung menimbulkan kerusakan cita-rasa dan aroma dasar yang tidak dapat diperbaiki pada proses berikutnya. Standar kadar air biji kakao mutu ekspor adalah 6 - 7 %. Jika lebih tinggi dari nilai tersebut, biji kakao tidak aman disimpan dalam waktu lama, sedang jika kadar air terlalu rendah biji kakao cenderung menjadi rapuh (Anonim, 2012). Ukuran biji buah kakao berdasarkan posisi pada pohon dan posisi dalam buah itu berbeda. Pada umumnya jumlah buah pada cabang lebih banyak dibandingkan pada batang. Hal ini disebabkan karena banyaknya tangkai pada cabang yang ditumbuhi oleh buah dibandingkan pada batang. Akan tetapi, ukuran buah pada batang lebih besar dan lebih berat dibandingkan buah yang berada pada cabang. Hal ini disebabkan karena persaingan untuk memperoleh makanan pada pada cabang lebih besar disbanding persaingan untuk memperoleh makanan pada batang (Anonim, 2011b). Biji kakao terdiri atas keping biji (nib) yang dilindungi oleh kulit (shell). Kadar kulit dihitung atas dasar perbandingan berat kulit dan berat total biji kakao (kulit + keping) pada kadar air 6 - 7 %. Standar kadar kulit biji kakao yang umum adalah antara 11 - 13 %. Namun, nilai kadar kulit umumnya tergantung pada permintaan konsumen. Beberapa konsumen bersedia membeli biji kakao dengan kadar kulit di atas nilai tersebut. Mereka akan memperhitungkan koreksi harga jika kadar kulit lebih tinggi dari ketentuan karena seperti halnya ukuran biji, kadar kulit berpengaruh pada randemen hasil lemak (Anonim, 2012c ). Biji kakao dengan kadar kulit yang tinggi cenderung lebih kuat atau tidak rapuh saat ditumpuk di dalam gudang sehingga biji tersebut dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Sebaliknya, jika kadar kulit terlalu rendah, maka penjual (eksportir) biji kakao akan mengalami kerugian dalam bentuk kehilangan bobot . Jika kuantum pengiriman sangat besar, maka kehilangan kumulati dari selisih kadar kulit menjadi relatif besar. Kadar kulit
23
biji kakao dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman dan cara pengolahan (fermentasi dan pencucian). Makin singkat waktu fermentasi, kadar kulit biji kakao makin tinggi karena sebagian besar sisa lendir (pulp) masih menempel pada biji. Namun demikian, kandungan kulit biji tersebut dapat dikurangi dengan proses pencucian (Anonim, 2012c ). Ukuran biji buah kakao berdasarkan posisi pada pohon dan posisi dalam buah itu berbeda. Pada umumnya jumlah buah pada cabang lebih banyak dibandingkan pada batang. Hal ini disebabkan karena banyaknya tangkai pada cabang yang ditumbuhi oleh buah dibandingkan pada batang. Akan tetapi, ukuran buah pada batang lebih besar dan lebih berat dibandingkan buah yang berada pada cabang. Hal ini disebabkan karena persaingan untuk memperoleh makanan pada cabang lebih besar dibandingkan persaingan untuk memperoleh makanan pada batang (Hasbawati, 2006). Syarat umum biji kakao yang akan diekspor ditentukan atas dasar ukuran biji, tingkat kekeringan dan tingkat kontaminasi benda asing. Ukuran biji dinyatakan dalam jumlah biji per 100 gram biji kakao kering (kadar air 6-7%). Klasifikasi mutu atas dasar ukuran biji dikelompokkan menjadi 5 tingkat (Anonim, 2012b) yaitu : Tabel 2. Syarat Mutu Biji Kakao Berdasarkan Ukuran Biji Ukuran
Jumlah biji/100 gram
AA
Maks. 85
A
Maks. 100
B
Maks. 110
C
Maks. 120
S
120
Sumber : (SNI 01 – 2323 1991)
24
Keterangan : AA
: Jumlah biji per 100 gram maksimum 85
A
: Jumlah biji per 100 gram maksimum 100
B
: Jumlah biji per 100 gram maksimum 110
C
: Jumlah biji per 100 gram maksimum 120
S
: Substandar jumlah biji per 100 gram maksimum > 120
25
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2012. Pengambilan sampel buah dilakukan di Kabupaten Bantaeng dan pengukuran karakteristik dan kadar air kakao dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar. 3.2 Alat dan Bahan Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, timbangan analitik, oven, jangka sorong, cutter, plastik bening,dan desikator. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kakao masak yang berasal dari Desa Pattallassang, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Bantaeng. 3.3 Prosedur Penelitian 1. Menentukan lokasi tanaman kakao dengan kriteria yang sama (umur, kenampakan fisik, dan teknik budidaya/penanganan). 2. Memplot 15 tanaman kakao, kemudian menggantungkan label nomor pada pohon. 3. Memilih dan memetik buah kakao yang masak dari masing-masing pohon (1 buah dari batang, 1 buah dari cabang pertama dari batang, buah normal, dipanen pada tingkat kematangan yang sama dan pada kebun/hamparan yang sama). 4. Memecah buah dan mengambil biji kakao kemudian melakukan pencucian dan mengeringkan biji dengan pengeringan. 5. Menghitung jumlah biji dalam setiap buah. 6. Memisahkan biji berdasarkan posisi biji dalam buah dari pangkal buah hingga ujung buah.
26
7. Mengukur berat buah, berat plasenta, kadar air biji, berat biji+pulp, berat biji tanpa pulp, dan air mengukur dimensi berat biji segar meliputi panjang, lebar, dan tebal biji kakao dengan menggunakan jangka sorong. 8. Mengulang prosedur di atas untuk 15 kali pengulangan. 9. Mengolah data untuk mengetahui perbedaan karakteristik fisik dan kadar air kakao berdasarkan posisi buah pada pohon. 3.4 Parameter Pengamatan Adapun parameter yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Berat Biji 2. Dimensi Biji ( panjang, lebar, dan tebal) 3. Kadar Air Biji 4. Volume Biji 3.4.1 Pengukuran Berat Biji Mengukur berat biji buah kakao dari pangkal hingga ujung buah. 3.4.2 Pengukuran Dimensi Biji Mengukur panjang, lebar, dan tebal biji kakao dari pangkal hingga ujung buah. 3.4.3 Pengukuran Kadar Air Kabb (%) =
3.4.4 Pengukuran Volume Biji
x 100%
Volume Biji (mm3) = . .
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Berat Biji dan Berat Padatan Berat biji dan berat padatan buah kakao pada batang berdasarkan posisi biji dari pangkal buah ke ujung buah, terlihat pada Gambar 1 berikut :
1.200
Berat (g)
1.000 0.800 0.600 y = -0.018x2 + 0.163x + 0.721 R² = 0.898 0.400 y = -0.017x2 + 0.157x + 0.701 R² = 0.896
0.200 0.000 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
Posisi Biji Berat Biji
Berat Padatan
Gambar 1. Hubungan antara berat biji dan berat padatan buah kakao pada batang berdasarkan posisi biji dari pangkal buah ke ujung buah Gambar 1 memperlihatkan pola berat biji dan berat padatan kakao yang cenderung kuadratik, dengan nilai koefisien determinasi (R2) masing-masing sebesar 0,896 dan 0,898. Nilai R2 menunjukkan bahwa pola kuadratik cukup tepat digunakan untuk menggambarkan hubungan antara berat bij, berat padatan, dan posisi biji dari pangkal ke ujung buah. Berdasarkan hasil pengamatan maka berat biji biji tertinggi berada pada posisi ke-5 sebesar 1,030 g dan terendah pada posisi ke-12 sebesar 0,047 g, sedangkan berat padatan tertinggi pada posisi ke-5 sebesar 0,996 g dan terendah pada posisi ke-12 sebesar 0,044 g (Gambar 1).
28
Berat biji dan berat padatan buah kakao pada cabang berdasarkan posisi biji dari pangkal buah ke ujung buah, terlihat pada Gambar 2 berikut :
1.200
y = -0.013x2 + 0.128x + 0.784 R² = 0.945
1.000
Berat (g)
0.800 y = -0.013x2 + 0.119x + 0.737 R² = 0.946
0.600 0.400 0.200 0.000 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
Posisi Biji Berat Biji
Berat Padatan
Gambar 2. Hubungan antara berat biji dan berat padatan buah kakao pada cabang berdasarkan posisi biji dari pangkal buah ke ujung buah Gambar 2 memperlihatkan pola berat biji dan berat berat padatan yang cenderung kuadratik, dengan nilai koefisien determinasi (R2) = 0,945 dan (R2) = 0,946. Nilai R2 menunjukkan bahwa pola kuadratik cukup tepat digunakan untuk menggambarkan hubungan antara berat biji, berat padatan, dan posisi biji dari pangkal ke ujung buah. Berdasarkan hasil pengamatan maka berat biji padatan menurun dari berat biji. Berat biji tertinggi berada pada posisi ke-5 sebesar 1,089 g dan terendah pada posisi ke-10 sebesar 0,648 g, sedangkan berat padatan tertinggi pada posisi ke-5 sebesar 1,020 g dan terendah pada posisi ke-10 sebesar 0,605 g (Gambar 2).
29
4.2 Kadar Air Perhitungan kadar air biji buah kakao pada batang berdasarkan posisi
Kadar Air (%)
biji dari pangkal ke ujung buah, terlihat pada Gambar 3 berikut :
0.080 0.070 0.060 0.050 0.040 0.030 0.020 0.010 0.000
y = -0.000x2 + 0.004x + 0.055 R² = 0.754
y = -0.001x2 + 0.011x + 0.043 R² = 0.814
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
Posisi Biji Kadar Air Buah Pada Batang Kadar Air Buah Pada Cabang Gambar 3. Hubungan antara kadar air basis basah (kabb) biji kakao buah pada batang dan buah pada cabang berdasarkan posisi biji dari pangkal buah ke ujung buah. Gambar 3 menunjukkan pola cenderung kuadratik dengan nilai koefisien determinasi pada batang R2 = 0,814 dan pada cabang R2 = 0,814. Pola kuadratik cukup tepat digunakan untuk menggambarkan hubungan antara kadar air biji dan posisi biji dari pangkal ke ujung buah. Buah kakao pada batang menunjukkan kadar air tertinggi terletak pada posisi biji ke-8, yaitu sebesar 0,066% kabb. Selanjutnya bergerak turun hingga mencapai kadar air terendah pada posisi biji ke-12 sebesar 0,004% kabb. Sedangkan buah kakao pada cabang kadar air tertinggi terletak pada posisi biji ke-8, yaitu sebesar 0,065% kabb. Selanjutnya bergerak turun hingga mencapai kadar air terendah pada posisi biji ke-10 sebesar 0,048% kabb. 30
4.3 Dimensi Pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang, lebar, dan tebal biji kakao. Dimensi biji buah kakao pada batang berdasarkan posisi biji dari pangkal buah ke ujung buah terlihat pada Gambar 4 berikut :
Dimensi (mm)
25.000
y = -0.121x2 + 0.775x + 20.80 R² = 0.896 20.000 2 y = -0.091x + 0.804x + 10.76 R² = 0.936 15.000 10.000 5.000y = -0.087x2 + 0.793x + 6.775 R² = 0.946 0.000 0 1 2 3 4 5 6 7
8
9 10 11 12
Posisi Biji Panjang
Lebar
Tebal
Gambar 4. Hubungan antara dimensi biji buah kakao pada batang dan posisi biji dari pangkal buah ke ujung buah. Pada Gambar 4 menunjukkan pola kuadratik dengan nilai R2 yang cukup tinggi, yaitu panjang
R2 = 0,921, lebar R2 = 0,936, dan tebal R2 =
0,946. Sehingga pola kuadratik tepat untuk menggambarkan hubungan antara dimensi biji kakao berdasarkan posisi biji dari pangkal buah ke ujung buah. Panjang biji kakao pada posisi ke-1 sebesar 21,261 mm, selanjutnya meningkat hingga mencapai panjang maksimal pada posisi ke-4 yaitu 22,167. Kemudian bergerak turun hingga posisi ke-10 yaitu 17,371 mm. Lebar biji kakao pada posisi ke-1 sebesar 11,649 mm, selanjutnya meningkat mencapai lebar maksimal pada posisi ke-5 sebesar 12,520 mm. Kemudian menurun hingga posisi ke-10 sebesar 9,822 mm. Tebal biji kakao pada posisi ke-1 yaitu 7,591 mm, selanjutnya meningkat hingga posisi ke-5 sebesar 8,617 mm. Kemudian menurun hingga posisi ke-10 sebesar 6,107 mm.
31
Dimensi biji buah kakao pada cabang berdasarkan posisi biji dari pangkal buah ke ujung buah, terlihat pada Gambar 5 berikut :
y = -0.153x2 + 1.388x + 9.839 R² = 0.911
Dimensi (mm)
25.000
20.000 y = -0.261x2 + 2.34x + 17.58 15.000 R² = 0.912 10.000 5.000
y = -0.124x2 + 1.150x + 6.032 R² = 0.943
0.000 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
Posisi Biji Panjang
Lebar
Tebal
Gambar 5. Hubungan antara dimensi biji buah kakao pada cabang dan posisi biji dari pangkal buah ke ujung buah Pada Gambar 5 menunjukkan pola kuadratik dengan nilai R2 yang cukup tinggi, yaitu panjang R2 = 0,911, lebar R2 = 0,912, dan tebal R2 = 0,943. Sehingga pola kuadratik tepat untuk menggambarkan hubungan antara dimensi biji kakao berdasarkan posisi biji dari pangkal buah ke ujung buah. Panjang biji kakao pada posisi ke-1 sebesar 20,463 mm, selanjutnya meningkat hingga mencapai panjang maksimal pada posisi ke-5 yaitu 22,357. Kemudian bergerak turun hingga posisi ke-10 yaitu 13,658 mm. Lebar biji kakao pada posisi ke-1 sebesar 11,548 mm, selanjutnya meningkat mencapai lebar maksimal pada posisi ke-5 sebesar 12,736 mm. Kemudian menurun hingga posisi ke-10 sebesar 7,713 mm. Tebal biji kakao pada posisi ke-1 yaitu 7,591 mm, selanjutnya meningkat hingga posisi ke-5 sebesar 8,617 mm. Kemudian menurun hingga posisi ke-10 sebesar 6,107 mm. Tebal biji kakao pada posisi ke-1 yaitu 7,424 mm, selanjutnya meningkat hingga posisi ke-5 sebesar 8,771 mm. Kemudian menurun hingga posisi ke-10 sebesar 4,738 mm.
32
4.4 Volume Perhitungan volume biji kakao pada Batang berdasarkan deretan biji
Volume (mm³ )
dari pangkal ke ujung buah, terlihat pada Gambar 6 berikut :
1400.00
y = -16.41x2 + 170.7x + 762.1 R² = 0.928
1200.00 1000.00
y = -16.21x2 + 160.6x + 813.7 R² = 0.956
800.00 600.00 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
Posisi Biji Volume Buah Pada Batang
Volume Buah pada Cabang
Gambar 6. Hubungan antara volume biji buah kakao pada batang dan buah pada cabang berdasarkan posisi biji dari pangkal buah ke ujung buah Gambar 6 membentuk pola kuadratik dengan nilai koefisien determinasi pada batang R2 = 0,956 dan pada cabang R2 = 0,928. Pola kuadratik cukup tepat digunakan untuk menggambarkan hubungan antara volume biji kakao dan posisi biji dari pangkal ke ujung buah. Volume tertinggi buah kakao pada batang terletak pada posisi biji ke5, yaitu sebesar 1249,31 mm3. Selanjutnya bergerak turun hingga mencapai volume terendah pada posisi biji ke-10 sebesar 841,59 mm3. Volume tertinggi buah kakao pada cabang terletak pada posisi biji ke-5, yaitu sebesar 1232,25 mm3. Selanjutnya bergerak turun hingga mencapai volume terendah pada posisi biji ke-10 sebesar 883,74 mm3. Pada gambar di atas, perbedaan volume antara biji buah kakao pada batang dan buah pada cabang tidak terlalu nampak.
33
4.5 Karakteristik Buah Pada Batang VS Buah Pada Cabang Berat daging buah kakao pada batang rata-rata 407,311 g/buah dan buah pada cabang rata-rata 383,873 g/buah. Berat plasenta buah pada batang 15,662 g/buah dan buah pada cabang rata-rata 13,902 g/buah. Berat biji+pulp buah pada batang rata-rata 93,893 dan buah pada cabang rata-rata 87,377. Berat biji tanpa pulp buah pada batang rata-rata 66,371 g/buah dan buah pada cabang rata-rata 62,187. Jumlah biji per buah pada batang rata-rata 42,0 biji/buah dan pada cabang rata-rata 40,5 biji/buah. Kadar air biji pada batang rata-rata 6,42% dan pada cabang 6,39%. Dari data tersebut (Tabel 2) dapat dilihat secara jelas bahwa buah pada batang lebih besar dan lebih berat dari buah pada cabang. Hal ini disebabkan karena persaingan untuk memperoleh makanan pada cabang lebih besar dibanding persaingan untuk mendapat makanan pada batang. Tabel 2. Karakteristik Biji Kakao Berdasarkan Posisi Buah Pada Batang dan Cabang Parameter
Batang
Cabang
407.311
383.873
Rata-rata Berat Plasenta (g/buah)
15.662
13.902
Rata-rata Berat Biji+Pulp (g/buah)
93.893
87.377
Rata-rata Berat Biji Biji Tanpa Pulp (g/buah)
66.371
62.187
Rata-rata Jmlh Biji per buah
42.0
40.5
Rata-rata Kadar Air (%)
6.42
6.39
Rata-rata Berat Daging Buah (g/buah)
34
V. KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebaran berat, kadar air, dimensi, dan volume biji kakao sepanjang posisi biji dari pangkal buah ke ujung buah memiliki pola kuadratik. 2. Berat biji, berat padatan, dan kadar air biji buah pada batang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan buah pada cabang. 3. Volume dan dimensi biji kakao yg meliputi panjang, lebar, dan tebal tidak terdeteksi adanya perbedaan antara buah pada batang dan buah pada cabang. 4. Jumlah biji dalam buah pada batang lebih banyak dibandingkan dengan biji dalam buah pada cabang. 5. Berat daging buah, berat plasenta, berat biji+pulp, berat biji tanpa pulp buah pada batang lebih besar nilainya dibandingkan buah pada cabang.
35
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2012a. Standar Operasional Fermentasi Kakao. http://prima tani. litbang.deptan.go.id. Diakses pada 11 Januari 2012. Anonim, 2012b. Standar Mutu Biji Kakao. http://agribisnis.net/pustaka/standar mutu kakao. Diakses pada 11 Januari 2012. Anonim, 2012 c . Proses cara pengolahan biji kakao menjadi coklat. http://proses-cara-pengolahan-biji-kakao. Diakses pada tanggal 11 Januari 2012. Atjeng M. Syarief. Darmawan Subekti, Ervan dan Adi Nugroho, 1988. Diktat Pengolahan Coklat. Jurusan Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Bogor. Haerani, 2002. Pola Distribusi Kadar Lemak, Kadar Air dan Karakteristik Fisik Biji Kakao Forastero (theobroma cacao) Berdasarkan Barisan Biji Dari Pangkal Buah Ke Ujung Buah. Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makassar. Hasbawati, 2006. Karakteristik Fisik Biji Buah Kakao Menurut Posisinya Pada
Pohon.
Fakultas
Pertanian
dan Kehutanan
Universitas
Hasanuddin. Makassar. J. Spillane, James Dr. 1995. Komoditi
Kakao (Peranannya
dalam
Perekonomian) Kanisius. Yogyakarta. Mulato, 2005. Petunjuk Teknis Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan kakao. Jember. Indonesia. Prawoto A.A dan Iskandar Abdul Karneni, 1994. Pengaruh Tinggi Tempat Penanaman Kakao Terhadap Kadar Lemak dan Komposisi Asam Lemak. Pusat Penelitian Kopi dan kakao. Jember. Indonesia. Siswoputranto, P. S., 1983). Budidaya dan Pengolahan Coklat. Balai Penelitian Bogor, Sub Balai Penelitian Budidaya, Jember. Sunanto, Hatta. 1992. Cokelat Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Kanisius Yogyakarta.
36
Siregar, Tumpal., Slamet Riyadi., Laeli Nuraeni. 1989. Budidaya, pengolahan, dan pemasaran Cokelat. Penebar Swadaya. Jakarta. Tjitrosoepomo, Gembong. 1988. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Wahyudi, T., T.R Pangabean., dan Pujianto. 2008. Panduan Lengkap Kakao Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. Wahyuni, Nurul Miwing. 2008. Proses Pengolahan Biji Kakao(Theobroma cacao L.).Universitas Brawijaya. Malang. Widyotomo, S., S. Mulato, Misnawi, Sahali, dan E. Suharyanto. 2004. Petujunk Teknis Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Bagian Proyek Penelitian dan Pengembangan Kopi dan Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
37